PENERAPAN STRATEGI REFRAMING DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI KELAS MATEMATIKA Nursita Indah Pratiwi1 dan Tamsil Muis2 ABSTRAK Kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang dialami manusia. Citra kelas matematika yang menakutkan dan cara pandang yang negatif terhadap guru matematika, maupun teman-teman sekelas sudah melekat kuat dipikiran siswa, sehinngga membuat siswa merasa cemas ketika menghadapi kelas matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan apakah ada pengurangan skor kecemasan menghadapi kelas matematika sebelum dan sesudah diberi penerapan strategi reframing. Pra eksperimen dengan menggunakan pre test dan post test one group design di gunakan untuk melakukan penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket untuk mengukur tingkat kecemasan menghadapi kelas matematika. Telah ditemukan bahwa 6 siswa (15,79) dari 38 siswa mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika tingkat tinggi. Analisis data yang digunakan adalah uji tanda. Hasil analisis menunjukan ρ = 0,016 dan harga lebih kecil dari α = 0,05. Maka diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan skor kecemasan menghadapi kelas matematika sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yaitu penggunaan strategi reframing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi reframing dapat mengurangi kecemasan menghadapi kelas matematika. Kata kunci
: strategi reframing, kecemasan menghadapi kelas matematika
PENDAHULUAN Dewasa ini para pelajar diharapkan lebih berhasil dalam bidang akademik, hal ini ditujukan untuk memperoleh generasi penerus bangsa yang benar-benar mempunyai prestasi akdemik yang baik. Tentu saja ini juga menjadi tugas guru pembimbing sekolah untuk membimbing dan mengarahkan para pelajar atau siswa asuhnya agar bisa mencapai keberhasilan yang telah ditetapkan dengan cara membantu siswa-siswi asuhnya agar lebih bersemangat dalam belajar di sekolah maupun di rumah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap guru BK yang telah dilakukan peneliti saat observasi pada mata kuliah study kasus semester 5 tahun 2008, ada 5 anak yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika. Para 1 2
Alumni Prodi BK FIP Unesa Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa
1
siswa tidak menyukai kelas matematika. Citra kelas matematika yang menakutkan sudah melekat kuat dipikiran mereka. Mereka menganggap kelas matematika itu adalah kelas yang menakutkan. Takut kepada guru matematika, tuntutan untuk mengerjakan soal-soal dengan benar baik latihan di LKS, ataupun mengerjakan soal di papan tulis. Citra atau cara pandang yang salah pada kelas matematika ini, membuat mereka merasa cemas. Kecemasan tidak bisa mengerjakan soal dengan benar, tidak selesai mengerjakan tugas yang guru berikan, ditertawakan teman, dan lain sebagainya. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti saat observasi pada mata kuliah study kasus selama 2 bulan dan berdasarkan dari penuturan guru BK, terdapat kasus kecemasan menghadapi kelas matematika. Perilaku yang tampak, ada siswa yang menundukan kepala, tangannya bergetar ketika menghadapi kelas matematika, keluar keringat dingin ketika menghadapi kelas matematika. Peneliti melakukan penelitian di SMK PGRI di Surabaya. SMK ini memiliki 2 jurusan yaitu Ap (Administrasi Perkantoran) dan Ak (Akuntansi). Cara penentuan jurusan di SMK ini adalah Berdasarkan nilai rapor dan minat siswa, siswa yang nilai Bahasa Inggrisnya tinggi masuk ke kelas Ap, sedangkan siswa yang nilai matematikanya tinggi masuk ke Ak. Siswa yang masuk jurusan Ak belum tentu berminat pada matematika. Melalui angket awal penelitian yang diberikan oleh peneliti pada tanggal 8 Oktober 2009, terbukti ada 18,91 % siswa kelas Ak yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika dan hanya 6,06 % siswa kelas Ap yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika. Siswa kelas XI. Ak, pada semester kedua dalam tahun ajaran 2008/2009 mengalami kecemasan ketika menghadapi kelas matematika. Siswa mengganggap pelajaran matematika itu sangat penting bagi karier mereka kelak, namun citra kelas matematika yang menakutkan sudah melekat kuat dipikiran mereka. Akibat cara pandang yang salah tersebut, ketika menghadapi kelas matematika para siswa menjadi cemas kalau mereka tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan dengan benar, mereka cemas kalau tidak bisa mengerjakan soal di papan tulis, mereka cemas kalau nanti guru matematika akan marah kalau mereka tidak bisa 2
mengerjakan soal. Cara pandang yang salah ini membuat mereka menglami kecemasan menghadapi kelas matemaika. SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) adalah sekolah yang bertujuan untuk mengarahkan siswa didiknya dalam mengenal karier yang sesuai dengan minatnya. Menurut Hurlock (1980:220) “biasanya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya.” Kecemasan bermula dari rasa takut. Menurut Ariyani (2008: 40) takut merupakan emosi yang biasa muncul pada waktu seseorang merasa, entah nyata atau hanya bayangan, berhadapan dengan hal yang berbahaya atau ada dalam situasi bahaya. Menurut Cormier (1985 : 417) “reframing (sometimes also called relabeling) is an approach that modifies or structures a client’s perceptions or views of a problem or a behavior.” (reframing (kadang-kadang disebut juga pelebelan ulang) adalah suatu pendekatan yang merubah atau menyusun kembali persepsi klien atau cara pandang terhadap masalah atau tingkah laku). Sedangkan menurut Menurut Watzlawick, Weakland and Fisch (1974) describe the 'gentle art of reframing' thus: To reframe, then, means to change the conceptual and/or emotional setting or viewpoint in relation to which a situation is experienced and to place it in another frame which fits the 'facts' of the same concrete situation equally well or even better, and thereby changing its entire meaning. Mendreskripsikan „seni yang lembut dari reframing‟ dengan demikian: jadi, membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan/atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami dan meletakannya di bingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta dari situasi konkrit yang sama baik atau lebih baik, dan dengan demikian merubah artinya secara keseluruhan. Menurut Cormier (1985: 418), konselor melakukan strategi reframing setiap kali mereka diminta atau mendorong klien untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda. Strategi reframing membantu klien dengan meyediakan alternatif-alternatif dalam memandang suatu masalah tingkah laku tanpa secara langsung menantang tingkah laku itu sendiri. Penggunaan strategi reframing ini dimaksudkan agar siswa yang memandang kelas matematika adalah kelas yang menakutkan sehingga menimbulkan kecemasan ketika menghadapi kelas matematika dapat mengurangi kecemasannya tersebut dengan merubah cara 3
pandang mereka. Dengan demikian strategi reframing dapat digunakan konselor untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika. Untuk meyakinkan pernyataan tersebut, bahwa strategi reframing dapat digunakan konselor untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika, maka perlu dilakukan penelitian.
KECEMASAN MENGHADAPI KELAS MATEMATIKA Kelas menurut J. S Badudu (1997: 410) adalah tingkat; ruang untuk belajar di sekolah; kelompok masayarakat berdasarkan pendidikan, penghasilan, kawasan, golongan, kumpulan (bedasarkan kesamaan sifat tertentu). Matematika menurut J. S Badudu (1997:519) adalah ilmu yang berkaitan dengan bilanganbilangan; ilmu hitung. Jadi kelas matematika adalah tempat dimana sekelompok orang atau siswa berada di ruang yang sama, yang didalamnya terdapat guru dan terjadi proses belajar mengajar mengenai ilmu yang berkaitan dengan bilanganbilangan. Steven G. Krantz describes “In most cases, math anxiety is not extreme or overwhelming, yet it continues to haunt most students throughout their mathematical careers.” Yang mendeskripsikan dalam berbagai kasus , kecemasan kelas matenatika tidaklah extrim tapi tetap saja menghantui sebagian besar siswa selama karir matematikanya. Menurut kartini kartono (2003: 24) kecemasan adalah kekhawatiran yang kurang jelas atau tidak berdasar. Kelas matematika adalah tempat dimana sekelompok orang atau siswa berada di ruang yang sama, yang didalamnya terdapat guru dan terjadi proses belajar mengajar mengenai ilmu yang berkaitan dengan bilangan-bilangan. Jadi kecemasan terhadap kelas matematika adalah kekhawatiran yang kurang jelas atau tidak berdasar ketika menghadapi kelas matematika. Hal ini dikarenakan para siswa cara pandang siswa yang salah mengenai kelas matematika. Mereka memandang kelas matematika adalah kelas yang menakutkan. Mereka merasa nanti ketika mereka berada dalam kelas matematika mereka akan mendapat giliran maju ke depan, tidak bisa mengerjakan soal dengan baik, tidak selesai mengerjakan tugas yang guru berikan, dan lain sebagainya. 4
STRATEGI REFRAMING Menurut Cormier (1985 : 417) “reframing (sometimes also called relabeling) is an approach that modifies or structures a client’s perceptions or views of a problem or a behavior.” Yang menerangkan bahwa reframing yang disebut juga pelabelan ulang adalah suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi klien atau cara pandang terhadap masalah atau tingkah laku. Menurut Watzlawick, Weakland and Fisch (1974) describe the 'gentle art of reframing' thus: To reframe, then, means to change the conceptual and/or emotional setting or viewpoint in relation to which a situation is experienced and to place it in another frame which fits the 'facts' of the same concrete situation equally well or even better, and thereby changing its entire meaning. Mendreskripsikan „seni yang lembut dari reframing‟ dengan demikian: jadi, membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan/atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami dan meletakannya di bingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta dari situasi konkrit yang sama baik atau lebih baik, dan dengan demikian merubah artinya secara keseluruhan. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi reframing adalah suatu strategi yang mengubah cara pandang suatu masalah yang pernah dialami dan mengubah cara pandang tadi menjadi cara pandang yang lebih baik yang sesuai dengan fakta-fakta yang ada. METODE Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian Eksperimen pura-pura (quasi experiment), dengan model one group pre test post test design. Pada penelitian ini bertujuan ingin mengetahui apakah ada penurunan kecemasan menghadapi kelas matematika pada siswa sebelum dan sesudah penerapan strategi reframing dengan cara membandingkan hasil pre-test dan post-test PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Penelitian yang dilakukan pada SMK PGRI di Surabaya di ketahui terdapat 6 siswa yang memiliki kecemasan tinggi dalam menghadapi kelas 5
matematika yaitu ALT, ANT, DEV, LYA, SAY dan SNN. Berdasarkan hasil tes awal (Pre test) yang dilakukan pada kelas XI. AK, diketahui ada 6 siswa yang mempunyai skor tinggi kecemasan menghadapi kelas matematika. Oleh karena itu, keenam siswa yang mempunyai skor tinggi kecemasan menghadapi kelas matematika dijadikan subjek dalam penelitian ini. Keenam subjek penelitian ini diberikan suatu perlakuan untuk dapat mengurangi kecemasan menghadapi kelas matematika. Perlakuan yang diberikan adalah berupa strategi reframing. Setelah diberi perlakuan keenam subjek tersebut diberi post-test yang bertujuan untuk mengetahui berhasil atau tidak perlakuan dengan strategi reframing yang telah diberikan. Hal ini dapat dilihat dari analasis stastistik uji tanda, diketahui dari nilai ρ = 0,016 libih kecil α = 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya “Terdapat perbedaan yang signifikan skor kecemasan menghadapi kelas matematika sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan yaitu penggunaan strategi reframing”. Perbedaan tersebut menunjukan adanya penurunan tingkat kecemasan menghadapi kelas matematika setelah diberikan strategi reframing. Secara individual, penurunan skor kecemasan menghadapi kelas matematika cukup beragam. Yaitu ALT sebesar 18 angka, ANT sebesar 14, DEV sebesar 23 angka, kemudian LYA sebesar 26 angka, selanjutnya SAY dengan 22 angka, dan SNN sebesar 14. Dari penelitian yang dilakukan dan berdasarkan data hasil analisis yang telah terbukti, menunjukkan adanya penurunan skor yang signifikan antara sebelum dengan sesudah penerapan strategi reframing. Jadi hipotesis yang berbunyi : ada perbedaan yang signifikan pada skor kecemasan menghadapi kelas matematika sebelum dan sesudah diberikan strategi reframing pada siswa kelas di SMK PGRI di Surabaya.” dapat diterima. Dalam melaksanakan penerapan strategi reframing ini kendala yang dihadapi dalam penerapan strategi reframing ini hanya keterbatasan waktu dan tempat yang menghambat dalam pemberian strategi ini. Untuk mengatasi masalah waktu, pemberian perlakuan dilaksanakan pada waktu jam kosong agar tidak mengganggu proses belajar mengajar, sedangkan untuk mengatasi masalah 6
tempat, pemberian perlakuan dilakukan di kelas kosong, yang sebelum dan sesudah perlakuan harus menata ulang bangku yang digunakan dalam proses konseling, sehingga masalah waktu dan tempat dapat diatasi. Diharapkan pada peneliti selanjutnya tidak hanya dilaksanakan pada SMK PGRI di Surabaya saja, tetapi dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah yang mempunyai permasalahan yang sama sehinnga dapat dijadikan kelompok pembanding dengan penelitian sebelumnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV dapat diambil simpulan sebagai berikut : “Terdapat perbedaan yang signifikan skor kecemasan menghadapi kelas matematika sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yaitu penggunaan strategi reframing”, siswa memilki skor tinggi dalam kecemasan menghadapi kelas matematika dan setelah diberi penerapan strategi reframing, siswa mengalami penurunan skor kecemasan menghadapi kelas matematika. Secara individual, penurunan skor kecemasan menghadapi kelas matematika cukup beragam. Yaitu ALT sebesar 18 angka, ANT sebesar 14, DEV sebesar 23 angka, kemudian LYA sebesar 26 angka, selanjutnya SAY dengan 22 angka, dan SNN sebesar 14. Sehingga penerapan strategi reframing dapat mengurangi tingkat kecemasan menghadapi kelas matematika pada siswa SMK PGRI di Surabaya. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dikemukakan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, antara lain: 1. Untuk Konselor Sekolah Sesuai hasil penelitian ini bahwa kecemasan menghadapi kelas matematika dapat dikurangi melalui penerapan strategi reframing, maka diharapkan konselor sekolah dapat membantu siswa yang mengalami kecemasan menghadapi kelas matematika dengan menerapkan strategi reframing. Untuk itu konselor perlu menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penerapan strategi reframing dengan mengikuti pelatihan-pelatihan ke jurusan Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Surabaya, penataran, diskusi 7
pada MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling),atau membaca buku yang berkaitan dengan meningkatkan kinerja para konselor sekolah. 2. Untuk Penelitian Lebih Lanjut Diharapkan untuk penelitian lebih lanjut dapat memperhatikan alokasi waktu dan tempat yang kondusif untuk melaksanakan konseling, sehingga pelaksanaan strategi disesuaikan dengan kondisi atau waktu kosong siswa agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Untuk mengatasi masalah waktu,
pemberian perlakuan dilaksanakan pada waktu jam kosong agar tidak mengganggu proses belajar mengajar, sedangkan untuk mengatasi masalah tempat, pemberian perlakuan dilakukan di kelas kosong, yang sebelum dan sesudah perlakuan harus menata ulang bangku yang digunakan dalam proses konseling, sehingga masalah waktu dan tempat dapat diatasi. Diharapkan pada peneliti selanjutnya tidak hanya dilaksanakan pada SMK PGRI di Surabaya saja, tetapi dapat dilaksanakan diseluruh kota yang mempunyai permasalahan yang sama sehinnga dapat dijadikan kelompok pembanding dengan penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineke Cipta. Ariyani, Farida. 2008. Efektifitas Pendekatan Cognitive Behavior Modification (Cbm) Untuk Mengelola Stress Belajar Siswa. Malang: UM Press. Badudu, J. S dan Zain, S. M. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
8
Cormier, W. H dan Cormier, L. S. 1985. Interviewing Strategies for Helpers Fundamental Skill of Cognitive Behavioral Intention. Monterey. California: Publishing Company. Decreasing math anxiety in college students. June, 2004 by Andrew B. Perry (http://www. College StudentJournal.com// Djumhur dan Moh Surya. 1975. Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu. Fudyartanta. 2005. Psikologi Kepribadian Freudianisme. Yogyakarta: Hanggar Kreator. Gunarsa, D Singgih. 2004. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hadi, Sutrisno. 2002. Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset. Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Airlangga. Kartini, Kartono dan Gulo, Dali. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC. Siegel, Sydney. 1992. Statistik Non-Parametrik ; Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono, Dr. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sulaiman, Wahid. 2005. Statistik Non-Parametrik ; Contoh Kasus Dan Pemecahannya Dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset. Watzlawick, P., Weakland, J. and Fisch, R. (1974). Change: Principles of Problem Formation and Problem Resolution, NY: Norton. (http://www.changingminds.org/techniques/general/reframing.com//) Winkel, W.S dan Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi.
9
10