5 No 2 Desemberkonselor 2015 45Volume Kesadaran Budaya
ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
Guidena | Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan Konseling
URGENSI KESADARAN BUDAYA KONSELOR DALAM MELAKSANAKAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Galang Surya Gumilang Universitas Nusantara PGRI Kediri
ABSTRAK: Manusia hidup di dunia ini sangat tergantung oleh budaya. Budaya sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia yang terjadi secara menyeluruh sesuai tuntutan dan kebutuhan. Aktivitas manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi tidak lepas dari pengaruh budaya. Budaya memang bersifat long life karena setiap peristiwa yang dialami manusia erat kaitannya dengan budaya. Misalnya seperti bersosialisasi dengan orang lain sangat berhubungan dengan budaya karena setiap insan memiliki kesadaran budaya masing. Seperti halnya seorang konselor jika menghadapi konseli saat memberikan layanan bimbingan dan konseling. Konselor harus memiliki kesadaran budaya dalam menghadapi konseli karena membawa esensi budaya masing-masing. Dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, konselor perlu memperhatikan kesadaran budaya karena mampu membawa konseli memahami karakteristik psikologis seperti kecerdasan (intelegensi, emosional, dan spiritual), bakat, sikap, motivasi, dan lain-lain. Konselor di Indonesia masih belum memperhatikan kesadaran budaya karena dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling ikut membentuk tingkah laku baru serta menentukan keberhasilan proses konseling. Kata Kunci : budaya konselor, layanan bimbingan dan konseling, masyarakat ekonomi ASEAN menstandarkan kualitas SDM yang
PENDAHULUAN Era sekarang, perubahan zaman menuntut
setiap
individu
merupakan
selalu
ujung
tombak
dari
perubahan dan perkembangan negara.
berkembang. Perkembangan tersebut
Pola
perpindahan
ditandai dengan tuntutan peningkatan
perkembangan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
kelahiran, karena pekerjaan orang tua,
dalam
atau
berbagai
aspek.
Masyarakat
karena
penduduk
dan
perpindahan
karena
untuk
Ekonomi Asean atau lebih dikenal
mendapatkan sekolah/ pendidikan telah
dengan MEA, merupakan salah satu
terjadi diberbagai tempat. Perubahan
upaya yang dilakukan oleh negara-
komunitas
negara
pendidikan, siswa yang berbeda budaya,
di
Asean
untuk
dapat
juga
terjadi
pada
latar
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
©2015 oleh Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP UM Metro Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Galang Surya Gumilang
latar belakang keluarga, agama, dan
perbedaan
etnis berinteraksi dalam layanan di
masalah-masalah yang muncul dan
lembaga sekolah. Saat ini semakin
ekspektasi yang tinggi terhadap profesi
disadari adanya keberagaman konseli.
konselor, maka dalam artikel ini akan
Keberagaman
karakteristik
dibahas tentang: 1) konselor peka
sosial ekonomi, etnis, agama, demografi
budaya sebagai konselor profesional, 2)
dan sikap sosial, keberagaman karena
fakta dan kenyataan konselor yang tidak
karakteristik pribadi seperti tampilan
pekak budaya, 3) solusi bagi konselor
fisik, kemampuan sosial, perilaku dan
tidak peka budaya dalam menghadapi
kebiasaan dan kemampuan intelektual
masyarakat ekonomi ASEAN.
karena
konseli.Berangkat
46
dari
serta keberagaman aspek agama, etnis, gender, latar belakang budaya, geografi,
PEMBAHASAN
ras, abilitas/ disabilitas, usia.
A. Konselor Profesional Adalah Konselor Yang Memiliki Kesadaran (Kepekaan) Budaya
Interaksi sosial yang terbentuk dalam keberagaman ini memerlukan
Konselor
suatu pemahaman lintas budaya Dalam bidang
Bimbingan
keberagaman
dan
budaya
Konseling, menyadarkan
pentingnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berbasis multibudaya dan
kompetensi
multibudaya
bagi
konselor profesional. Konselor sekolah dalam menghadapi beragam perbedaan konseli,
perlu
mengubah
persepsi
kesadaran
multibudaya
mengenali
konseli
budaya
lain,
bentuk rasisme dan berperan sebagai agen perubahan sosial. Namun yang terjadi di lapangan justru konselor sekolah kurang memiliki kesadaran budaya dalam menghadapi beragam
agar
yang
bisa
berlatar
Menurut Sue, dkk (1992), Konselor harus
memiliki
asumsi,
nilai-nilai
budaya, dan kecondongan, keyakinan, dan sikap antara lain yaitu: 1.
Konselor budaya tidak menyadari akan
pentingnya
kepekaan
budayanya.
konsultasi, mencukupkan diri dengan tentang
memiliki
belakang budaya yang berbeda-beda.
mereka, belajar tentang konseling dan
pengetahuan
harus
2.
Konselor budaya yang terampil menyadari
bagaimana
latar
belakang
budaya
dan
pengalamannya, sikap, dan nilainilai serta bias pengaruh dari psikologi.
47 Kesadaran Budaya konselor
3.
Konselor budaya yang terampil
bagus untuk menangani konseli yang
harus
bermultibudaya.
mengenali
batas-batas
kompetensi dan keahlian mereka. 4.
Konselor yang profesional harus
Konselor berbudaya juga mampu
memiliki
menciptakan rasa nyaman serta
konseling
tidak membeda-bedakan ras, etnis,
bagaimana menghadapai masalah dari
budaya, serta keyakinan.
konseli yang berbeda budaya. Selain itu,
Konselor kriteria
harus
memiliki
tersebut.
bermartabat
keempat
keterampilan yang
konselor
juga
Konselor
yang
karakteristik
konselor
yang
suku/bangsa
ialah
memiliki culture respect yang baik serta
dan
teknik
memadai
serta
perlu
mempelajari
multibudaya lain
untuk
dari merespon
dengan konseli yang multibudaya.
mampu membuat nyaman konseli yang memiliki latar belakang budaya. Wolfgang,
dkk
(2011)
B. Fakta Dan Kenyataan: Konselor Kurang Memiliki Kesadaran (Kepekaan) Budaya
menjelaskan sebagai konselor, mampu mengalihkan perhatian mereka untuk melakukan konseling serta memasukkan isu-isu lintas budaya yaitu metode klinis.
Selain
itu,
mereka
juga
menggunakan pendekatan konvensional untuk
mengintervensi
metode
klinisuntuk anak-anak usia 0-5 tahun. Mereka juga mengartikulasikan peran baru bagi konselor dan menyediakan kerangka kerja baru. Daya (2001) mengatakan
bahwa
konselor
yang
profesional itu mampu mempraktekkan pendekatan konseling sesuai
dengan
yang efesien
standart
profesional
konselor yang ada. Selain itu, juga memiliki responsibilitas budaya yang
Memahami peran budaya yang kompleks merupakan tantangan utama dalam praktek konseling. Pengetahuan tentang realitas budaya konseli yang beragam
profesional.
ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
menjadi
keharusan
Konselor
mengembangkan
kerangka
perlu kerja
konseptual untuk memahami salah satu dinamika yang paling penting yang harus diperhatikan dalam konseling praktik pengembangan identitas budaya . Hal ini dapat ditegaskan bahwa memahami
bagaimana
mengembangkan
identitas
individu sebagai
makhluk budaya dapat menjadi dasar untuk konseling lintas budaya yang efektif .
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015
telah
Galang Surya Gumilang
48
Universal level: Homo Sapiens
Group level: Similiarities and differences race sexual
gender Sosioeconomic
orientation
Individual level: Genetic endowment Nonshared experiences
age Geographic location
Marital status Religious
preference
ethicity
Disability/ ability
culture
Gambar 1.1: Tripartite Development of Personal Identity (Sue & Sue, 2003)
gadis penurut. Penurut adalah
Dari gambaran yang paparkan diatas,
identitas individual dari gadis desa itu,
maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga
sebab tidak semua gadis desa adalah
tingkat
seorang anak yang penurut terhadap
yang
membentuk
identitas
seseorang yaitu:
orang tua. Tiap individu mempunyai
1.
karakteristik yang berbeda, bahkan
Tingkat individu Identitas
adalah
kembar identik yang secara teoritis
identitas atau jati diri yang dimiliki
berbagi gen yang sama dan dibesarkan
seseorang yang ia dapat sejak ia lahir
di keluarga yang sama akan menjadi
maupun dari proses interaksi yang
pribadi yang berbeda. Pengalaman yang
dialami mulai dari lahir. Contoh :
berbeda di sekolah dan dengan teman
seorang
sebaya,
gadis
membangkang
individual
desa
tidak
perintah
ibu
berani atau
bapakna sehingga ia dijuluki sebagai
serta
perbedaan
kualitas
bagaimana orang tua memperlakukan
49 Kesadaran Budaya konselor
mereka, akan memberikan kontribusi
seperti orang lain karena kita adalah
terbentuknya keunikan individu.
anggota dari ras manusia dan milik
2.
spesies Homo sapiens, kita berbagi
Tingkat Kelompok Identitas komunal adalah jati diri
atau
suatu
karakteristik
banyak kesamaan. Keadaan umum yang
yang
sama antara lain: (a) kesamaan biologis
menggambarkan ciri-ciri dari suatu
dan fisik, (b) pengalaman hidup umum
kelompok
(kelahiran, kematian, cinta, kesedihan,
atau
menunjukkan
koloni
yang
utuh
tentang
secara
dll),
(c)
kesadaran
diri,
kepribadian koloni itu. contoh: anak
kemampuan
punk dengan gayanya yang serba hitam
simbol seperti sebagai bahasa.
dan identitas dengan alkohol, jalanan dan
pergaulan
(d)
menggunakan
Konselor sekolah dituntut untuk
merupakan
menunjukkan keterampilan profesional
identitas dari koloni anak punk tersebut.
dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
Hal-hal itu adalah pembeda antara
memenuhi
koloni anak punk dengan koloni atau
beragam
kelompok lain.
budaya.
Perbedaan sosial, budaya, dan politik
membutuhkan
integrasi
yang
pengetahuan
dan
ada
bebas
untuk
dan
dalam
masyarakat
kita,
kebutuhan perbedaan
konseli
yang
identitas
dan
Konseling
multibudaya kesadaran, keterampilan
memberikan pengaruh yang kuat atas
multibudaya dan budaya spesifik ke
bagaimana
membentuk
dalam lingkungan konseling. Kapasitas
tertentu.
konselor harus memiliki kesadaran dan
masyarakat
kelompok-kelompok
Kelompok yang terbentuk karena ras
pengetahuan
dan gender relatif stabil dan bertahan.
budaya pada diri sendiri dan orang lain,
Namun, kelompok seperti pendidikan,
dan
status ekonomi, status perkawinan, dan
pengetahuan tersebut diterapkan secara
lokasi geografis kurang bisa bertahan.
efektif.Konseling multibudaya adalah
Keanggotaan dalam kelompok dapat
peran
mengakibatkan
mendefinisikan tujuan konsisten dengan
pengalaman
dan
tentang
bagaimana
membantu
keberagaman
kesadaran
dalafm
dan
proses
karakteristik bersama.
pengalaman hidupdan nilai-nilai budaya
3.
konseli, mengakui identitas konseli
Tingkat Umum Sue & Sue (2003) menyatakan
Semua orang dalam beberapa hal, sama
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
sebagai
individu,
kelompok,
dan
dimensi yang universal, penggunaan
Galang Surya Gumilang
budaya umum dan khusus sebagai pendukung dalam proses penyembuhan, dan
menyeimbangkan
pentingnya
individu dan kelompok dalam penilaian,
Tabel 1. Aspek Kesadaran Multibudaya Konselor (Sue & Sue: 2003) Aspek Kompetensi konselor
Kesadaran akan nilai dan bias budaya yang dimiliki (Awareness of Own Cultural Values and Biases)
Kesadaran (Awareness)
1.
diagnosis, dan pengobatan konseli. Kompetensi
konseling
multibudaya menurut Sue & Sue (2003) kompetensi
konseling
multibudaya
ditunjukkan
dengan
pemerolehan
kesadaran/sikap,
pengetahuan
2.
dan
keterampilan/skill konselor. Kesadaran multibudaya
konselor
mencakup
3.
kesadaran akan nilai dan bias budaya yang dimilikinya dan kesadaran akan pandangan
konseli.
Hal
ini
perlu
dipahami
karena
konselor
juga
merupakan individu yang mempunyai nilai dan budaya yang diyakini. Nilai
4.
dan budaya itu tidak dipungkiri ikut terbawa pada saat proses konseling. Maka untuk meminimalisir kegagalan konseling, konselor wajib menyadari nilai dan bias budaya yang dimiliki. Untuk lebih jelasnya, dijabarkan pada tabel
mengenai
multibudaya
yang
aspek
kesadaran
harus
konselor adalah sebagai berikut:
dimiliki
50
5.
Proses perpindahan dari ketidaksadaran budaya menjadi sadar budaya dan peka terhadap warisan budaya sendiri danmenghargai serta menghormati perbedaan. Menyadari nilai dan bias yang dimiliki dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi konseli yang beragam. Nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya dan konselibaik dalam hal ras, jenis kelamin,orientasi seksual, dan variabel sosiodemografi lainnya.Perbedaan tersebut tidak dilihat sebagai hal menyimpang. Peka terhadap keadaan bias personal, tahapan ras,jenis kelamin, dan identitas orientasi seksual, pengaruh sosial politik, dll) yang dapat menentukan rujukan konseli kepada anggota kelompok sosiodemografi mereka atau terapis yang berbeda pada umumnya. Menyadari sendiri rasis, seksis, heteroseksis, atau sikap lain yang merugikan, kepercayaan, dan perasaan.
Sebagai contoh, dalam proses konseling yang dilakukan oleh konselor masih “terpaku” pada tahapan, prosedur dan teknik-teknik yang akan diterapkan,
51 Kesadaran Budaya konselor
belum sampai pada memahami konseli
pelaksanaan
secara
terlebih
untuk
budaya
didasarkan pada konsep-konsep, kaidah-
mendalam,
mempergunakan
kesadaran
teknik-teknik
pengembangan
bantuan
insani
dalam pelaksanaan konseling. Proses
kaidah,
azas-azas,
konseling masih sangat teknis, bantuan
prosedur
psikologi
yang diberikan masih berpusat pada
Pada
kebenaran
bimbingan dan konseling mengandung
pengguaan
teknik-teknik
latar
dan
itu
tidaklah
sekolah,
cukup.
pelaksanaan
konseling. Selain itu, tanpa disadari
banyak
konselor
siswa/konseli selaku pihak utama, yaitu
seringkali
mempergunakan
masih
patokan
nilai-nilai
yang
segi
prosedur-
yang
menyangkut
menjadi pusat perhatian dan
pribadinya dalam proses pengambilan
sasaran bantuan, di samping konselor
keputusan
yang
selaku pihak "pemberi bantuan". Segi-
dianggap konselor baik, dianggapnya
segi itu tidak saja bersifat psikologis
juga
konselinya,
bermakna
apa
demikian
bagi
tetapi juga sosiologis
dan cultural.
konselinya. Konselor tidak menyelami
Memahami konseli tidak cukup bila
dunia dalam pribadi konseli artinya
hanya dengan pendekatan psikologis
dalam
konselor
saja, karena perilaku seseorang tidak
sekolah mengandalkan logika yang
hanya dapat diartikan secara psikologis
dianggap benar sehingga konseling
namun juga secara budaya. Perilaku
tiada lain sebuah praktik menasehati,
dalam pandangan budaya merupakan
peran moral, penanaman disiplin dan
hasil interaksi dengan masyarakat
praktik
konseling
pemberi pengarahan (Sutanto, 2006).
Semakin
kompleknya
Proses konseling yang demikian tentu
permasalahan
akan menjadi konseling yang “bias”
determinasi budaya yang menyebabkan
budaya.
karakteristik
Oleh
karena
itu
profesi
konselor di lapangan,
konseli
berbeda
dan
berbagai
konseling tidaklah cukup hanya dengan
dengan
mendasarkan pada standar lama tanpa
permasalahan konseli yang beragam
memperhatikan/memenuhi
menyebabkan tugas dan tanggung jawab
kebutuhan
beragam konseli. Pelayanan
sebelumnya
yang
konselor semakin berat. Ekspektasi bimbingan
dan
kinerja
konselor
konseling yang sering disebut bantuan
practitioner
psikologis,
meningkatkan
yang
berarti
bahwa
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
sebagai dituntut
reflective selalu
pelayanannya
Galang Surya Gumilang
(Depdiknas, 2008). Konselor harus
Barat/Amerika
mengenal latar belakang budaya yang
penerapannya adalah kebudayaan kita,
dapat mempengaruhi perilaku konseli,
kebudayaan Timur.
sebab bila konselor tidak mengenal
sedangkan
52
latar
Kebudayaan kita pun bukan
budaya konseli akan terjadi layanan bias
merupakan
budaya, dan layanan yang tidak peka
melainkan majemuk. Indonesia yang
budaya dapat menyebabkan layanan
terdiri
yang tidak efektif. Untuk itu, Konselor
penduduknya
masing-masing
sekolah dituntut memiliki kompetensi
menunjukkan
adanya
keberagaman
(Depdiknas,
kemasyarakatan
dan
kebudayaan.
2007b).
“Konselor
suatu
dari
yang
ribuan
pulau
tunggal
dengan yang
profesional harus memahami konseli
Masyarakat kita yang mempunyai nilai
yang
dan kebudayaan yang berbeda dengan
dilayani
secara
mendalam”
(Depdiknas, 2007a). Seperti
Barat, bisa menjadi kendala dalam
yang
kita
ketahui
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
bersama, konseling yang dijalankan di
Nilai-nilai yang menyangkut hal-hal
Indonesia, termasuk di latar sekolah,
seperti hormat kepada orang tua dan
pelaksanaannya didasarkan pada teori-
menyangkut hidup kekerabatan dan
teori psikologi dan konseling Barat,
kekeluargaan, tabu, seks, keterbukaan
khususnya Amerika. Di sekolah, para
atau
konselor, yang pada umumnya lulusan
disclosure), adalah beberapa contoh
lembaga pendidikan tenaga keguruan,
mengenai
mendapati bahwa teori-teori konseling
Timur-Barat.
yang
dalam
bahwa di zaman informasi global ini
cocok
batas-batas antarnegara, dan Timur-
dipelajarinya
pendidikan
waktu
prajabatan
tidak
diterapkan begitu saja di lapangan;
pengungkapan
diri
perbedaan
(self-
tajam
budaya
lain
adalah
Masalah
Barat, ini tidak nyata lagi.
mereka mengalami hambatan bahkan
Berbagai paparan diatas tentu
masalah dalam tugas profesionalnya.
saja membutuhkan sebuah inovasi baru,
Ketidakcocokan dalam penerapan ini
bukan hanya layanan Bimbingan dan
dapat dipahami karena isi kurikulum
Konseling yang berfokus pada teori
inti pendidikan konselor dapat dikata
yang tumbuh dan berkembang di Barat
sepenuhnya adalah teori-teori
yang
akan
dikembangkan
latar
pertimbangan budaya dalam pemberian
pada
tetapi
mempergunakan
53 Kesadaran Budaya konselor
layanan Bimbingan dan Konseling.
pengguna
Kesadaran budaya konselor merupakan
dengan selalu mencermati kemungkinan
salah satu faktof yang dapat membantu
dampak jangka panjang dari tindak
dalam mewujudkan bimbingan dan
pelayanannya itu terhadap pengguna
konseling.
pelayanan,
sehingga
professional
ini
reflective
practitioner”(Depdiknas,
C. Solusi Dan Harapan Untuk Konselor Yang Kurang Memiliki Kesadaran (Kepekaan) Budaya Dalam Menghadapai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
pelayanannya,
dilakukan
pelayanan
dinamakan
“the
2008). Kesadaran budaya yang perlu dimiliki konselor tentu diawali juga
Peran konselor dalam proses memandirikan peran
individu
yang sangat
dengan
pemahamannya
terhadap
merupakan
perbedaan budaya konseli. Patterson
penting dalam
(2004) menyebutkan bahwa terdapat 2
kehidupan seseorang. Oleh karena itu
jenis
perbedaan
konseli
yaitu
dalam proses layanan Bimbingan dan
accidential dan essential. Perbedaan
Konseling yang diberikannya, konselor
budaya, etnik dan ras merupakan suatu
tentu perlu untuk memiliki pemahaman
hal yang terjadi dengan tidak sengaja
yang mendalam terhadap konselinya.
(misalnya tempat dilahirkan). Namun,
Pemahaman tersebut mencakup hal-hal
konseli juga memiliki kesamaan pada
yang ada dalam dirinya sendiri dan juga
hal-hal yang utama atau hal yang pokok
konselinya. Kesadaran akan perbedaan
(essential) sebagai manusia.
yang dimiliki antara keduanya menjadi
1.
Solusi Umum
salah satu cara yang penting untuk
Adapun
usaha-usaha
yang
menjaga hubungan dan interaksi dalam
dapat dilakukan untuk mewujudkan
proses konseling.
kesadaran budaya konselor antara lain:
Ekspektasi
kinerja
konselor
a.
Pengembangan
profesionalitas.
dalam memberikan layanan konseling
Konselor secara terus menerus
akan selalu digerakkan oleh motif
berusaha
altruistik
selalu
pengetahuan dan keterampilannya
yang
melalui (a) in-service training, (b)
empatik, menghormati keberagaman,
aktif dalam organisasi profesi, (c)
serta
aktif
dalam
menggunakan
arti
penyikapan
mengedepannya
kemashalatan
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
untuk
dalam
memutakhirkan
kegiatan-kegiatan
54
Galang Surya Gumilang
ilmiah;
b.
seperti
seminar
dan
dilakukan
dengan
mengikuti
workshop (lokakarya) khususnya
program profesi konselor. Dengan
yang membahas multibudaya atau
mengikuti
lintas budaya dalam Bimbingan
diharapkan
dan
pengetahuan
Konseling,
atau
(d)
program
profesi
ini
bertambahnya dan
melanjutkan studi ke program yang
yang
lebih tinggi (Pascasarjana)
khusunya dalam kesadaran budaya.
Meningkatkan kualitas konselor,
c.
dimiliki
keterampilan
Membuka
oleh
konselor,
diri
menerima
terutama dalam point memahami
perkembangan yang ada, tidak lagi
konseli secara mendalam. Motivasi
terpatok pada teori-teori bimbingan
dan keuletannya dalam belajar
dan
dan/atau bekerja yang diharapkan
mempertimbangkan budaya dalam
akan menerus sebagai keuletan
pelaksanaan layanan Bimbingan
dalam bekerja, kreativitas yang
dan Konseling. Hal ini dapat
disandingkan dengan kearifan serta
dilakukan
kepemimpinan,
menerapkan dari pengetahuan yang
dengan
yang
kerangka
pikir
memperhadapkan konseli
yang
dibingkai yang
bertumbuh
namun
dengan
juga
latihan,
telah didapat disesuaikan dengan
karakteristik
telah
konseling
budaya tempat konselor bertugas. d.
Berlatih
untuk
peka
terhadap
dalam latar belakang keluarga dan
budaya-budaya diluar diri konselor.
lingkungan budaya tertentu sebagai
Bisa
rujukan normatif beserta berbagai
penyusunan
permasalahan serta solusi yang
memperhatikan budaya konseli dan
harus dipilihnya, dalam rangka
budaya
memetakan lintasan perkembangan
layanan bimbingan dan konseling
kepribadian
dengan
(developmental
dimulai
dari
assesmen
program
sekolah,
dengan
pelaksanaan
memperhatikan
budaya-
trajectory) konseli dari keadaannya
budaya yang ada pada konseli dan
sekarang ke arah yang dikehendaki.
di sekitar konseli.
Mengikuti
program
profesi
konselor. Sebagai salah satu upaya dalam
mewujudkan
kesadaran
budaya dalam diri konselor, dapat
2.
Solusi Khusus Untuk
mengembangkan
kesadaran budaya (cultural awareness), konselor
sebaiknya
meningkatkan
55 Kesadaran Budaya konselor
penghargaan diri terhadap perbedaan
tanda-tanda yang tidak melalui
budaya.
proses
Konselor
harus
menyadari
komukasi
antara
setiap
stereotipe yang ada dalam dirinya dan
kode-kode yang terdapat dalam
mempunyai
sistim, atau rasa yang berasal dari
bagaimana
persepsi
yang
pandangannya
terhadap
kelompok-kelompok Kesadaran
ini
kemampuannya
dapat
jelas
lingkungan
yang
mendeteksi
minoritas.
tentang manusia. Dalam tingkat ini
meningkatkan
penting untuk memiliki data dan
untuk
menghargai
informasi
tentang
secara efektif dan pemahaman yang
perbedaan
sesuai untuk tentang perbedaan budaya
adanya data dan informasi maka
(Brown & Williams, 2003).
hal
yang
tersebut
beragam
ada.
dapat
Dengan
membantu
kelancaran proses komunikasi. b.
Culture
consideration.
Setelah
memiliki data dan informasi yang jelas tentang suatu budaya maka kita
akan
dapat
memperoleh
pemahaman terhadap budaya dan faktor apa saja yang menjadi nilainilai dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan pertimbangann tentang
konsep-konsep
yang
dimiliki oleh suatu budaya secara Gambar
2.
Piramid
umum dan dapat memaknai arti
Cultural
dari
Awareness (Wunderle, 2006)
culture
code
yang
ada.
Pertimbangan budaya ini akan Solusi khusus mengadaptasi dari
membantu kita untuk memperkuat
Wunderle (2006) mengemukakan lima
proses komunikasi dan interaksi
tingkat kesadaran budaya yaitu:
yang akan terjadi.
a.
Data
and
information.
Data
c.
Cultural knowledge. Informasi dan
merupakan tingkat terendah dari
pertimbangan yang telah dimiliki
tingkatan informasi secara kognitif.
memang tidak mudah untuk dapat
Data terdiri dari signal-signal atau
diterapkan
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
dalam
pemahaman
Galang Surya Gumilang
suatu budaya. Namun, pentingnya
mendalam
pengetahuan budaya merupakan
budaya
faktor penting bagi seseorang untuk
pemahaman hingga pada proses
menghadapi
berfikir,
situasi
yang
akan
kekhususan
yang
memberikan
faktor-faktor
yang
dihadapinya. Pengetahuan budaya
memotivasi, dan isu lain yang
tersebut tidak hanya pengetahuan
secara langsung mendukung proses
tentang budaya orang lain namun
pengambilan suatu keputusan.
juga penting untuk mengetahui budayanya
d.
pada
56
e.
sendiri. Oleh karena
Cultural
Competence.
Tingkat
tertinggi dari kesadaran budaya
itu, pengetahuan terhadap budaya
adalah
dapat dilakukan melalui pelatihan-
Kompetensi
pelatihan khusus. Tujuannya adalah
untuk
untuk
pemahaman
mengambil suatu keputusan dan
terhadap sejarah suatu budaya. Ini
kecerdasan budaya. Kompetensi
termasuk
pada
budaya
budaya
seperti
pemimpin,
dinamika,
membuka
isu-isu
utama
kelompok,
kompetensi budaya
dapat
berfungsi
menentukan
merupakan
terhadap
budaya.
dan
pemahaman
kelenturan
budaya
keutaman
(culture adhesive). Dan hal ini
budaya dan keterampilan bahasa
penting karena dengan kecerdasan
agar
budaya
dapat
memahami
budaya
yang
memfokuskan
tertertu.
pemahaman pada perencanaan dan
Cultural Understanding. Memiliki
pengambilan keputusan pada suatu
pengetahuan tentang budaya yang
situasi
dianutnya dan juga budaya orang
kompetensi
budaya
adalah
lain melalui berbagai aktivitas dan
pemahaman
secara
intensif
pelatihan
terhadap kelompok tertentu.
penting
agar
dapat
memahami dinamika yang terjadi
3.
tertentu.
Implikasi
dari
Harapan
dalam suatu budaya tertentu. Oleh
Konselor sekolah dituntut untuk
karena itu, penting untuk terus
menunjukkan keterampilan profesional
menggali
dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
pemahaman
budaya
melalui pelatihan lanjutan. Adapun
memenuhi
tujuannya
lebih
beragam
kesadaran
budaya.
mengarah
adalah pada
untuk
kebutuhan perbedaan Konseling
konseli
yang
identitas
dan
multibudaya
57 Kesadaran Budaya konselor
membutuhkan
integrasi
pengetahuan
dan
kesadaran,
dan
konseling
namun
juga
keterampilan
mempertimbangkan budaya dalam
multibudaya dan budaya spesifik ke
pelaksanaan layanan Bimbingan
dalam lingkungan konseling. Kapasitas
dan Konseling.
konselor harus memiliki kesadaran dan pengetahuan
tentang
e.
keberagaman
Berlatih
untuk
peka
terhadap
budaya-budaya diluar diri konselor.
budaya pada diri sendiri dan orang lain, dan
bagaimana
kesadaran
dan
SIMPULAN
pengetahuan tersebut diterapkan secara
Kesadaran budaya (cultural
efektif. Harapan mengenai kurangnya
awareness)
kesadaran
dimensi yang penting untuk dimiliki
budaya
konselor
dalam
merupakan
oleh
konseling:
dimiliki
a.
Pengembangan profesionalitas: (a)
memiliki pemahaman dan kesadaran
in-service training, (b) aktif dalam
bahwa faktor budaya yang dimilikinya
organisasi profesi, (c) aktif dalam
(ras, jender, nilai-nilai, kelas sosial, dan
kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti
lain-lain)
seminar dan workshop (lokakarya)
perkembangan
khususnya
membahas
terhadap dirinya. Oleh karena itu perlu
multibudaya atau lintas budaya
baginya untuk mengetahui bahwa nilai
dalam Bimbingan dan Konseling,
dan perilaku yang dimilikinya akan
atau (d) melanjutkan studi ke
berpengaruh kepada orang lain. Hal
program
tersebut
b.
yang
lebih
tinggi
Dimensi
satu
melaksanakan layanan bimbingan dan
yang
konselor.
salah
ini
perlu
oleh konselor agar
dapat
akan
mempengaruhi
diri
secara
dan
pandangan
substansial
pada
akan
(Pascasarjana).
berdampak
perkembangan
Meningkatkan kualitas konselor,
manusia dan proses konseling untuk
terutama dalam point memahami
menghadapi MEA.
konseli secara mendalam. c.
Mengikuti
program
profesi
konselor. d.
Membuka
diri
menerima
perkembangan yang ada, tidak lagi terpatok pada teori-teori bimbingan
GUIDENA | Volume 5 Nomor 2 Desember 2015 ISSN 2088-9623 E- ISSN 2442-7802
DAFTAR PUSTAKA Brown, S., William, C. (2003). Ethics in A Multicultural Context. USA: Sage Publication. Daya, R. 2001. Changing the Face of Multicultural Counselling with Principles of Change. Canadian
Galang Surya Gumilang
58
Journal of Counselling, Vol 35, Hal 56.
Profession. Journal of Counseling & Development. Vol. 70, Hal 482.
Depdiknas. (2007a). Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Sue, D.W & Sue, D. 2003. Counseling The Culturally Diverse: Theory and Practice. New York: John Willey and Sons.
Depdiknas. (2007b). Sertifikasi Guru dalam jabatan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas. Patterson, CH. (2004). Do We Need Multicultural Counseling Competencies?. Journal of Mental Health Counseling.Vol. 26, Hal. 67-73. Sue, D.W., Arredondo, P., McDavis R.J. 1992.Multicultural Counseling Competencies and Standards: A Call to the
Sutanto, L. 2006. Kemanjuran Terapi Perdaiman: Suatu Randomized Controlled Trial. Disertasi Tidak Terbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM. Wolfgang, J., Frazier, K., Olatunji, C.W., Barrett J. 2011. Developing Cross Cultural Competence: Applying Development and Prevention Ideals to Counseling Young Children. Association for Counselor Educators and Supervisors (ACES), Hal 2. Wunderle, William. (2006). Through the Lens of Cultural Awareness: A Primer for US Armed Forces Deploying to Arab and Middle Eastern Countries. USA: Combat Studies Institute Press.