CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
PENERAPAN SIKLUS PLAN DO CHECK ACTION (PDCA) DALAM MANAJEMEN KUALITAS PADA PRODUK MINUMAN RINGAN Widhy Wahyani*), Intan Maria Ulfa**) ABSTRAK Dalam era milenium ini, industri minuman ringan merupakan salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia. Diiringi dengan perubahan gaya hidup manusia yang kemudian mempengaruhi pola konsumsinya, maka kebutuhan akan minuman ringan akhir-akhir ini meningkat pesat. Demikian halnya dengan PT. XYZ yang merupakan salah satu produsen minuman ringan yang telah menelorkan beragam variasi produk yang diperuntukkan dalam memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung berubah ke arah yang serba cepat dan instan ini. PT. XYZ sangat menjaga kualitas akan produknya, agar bisa memenangkan persaingan di dunia industri minuman ringan. Dimana agar kegiatan pengendalian kualitas terlaksana dengan baik dan lancar, maka perusahaan mengelolanya dalam sebuah manajemen kualitas. Meskipun sudah dikelola dalam sebuah manajemen khusus, produk cacat masih saja ditemui dalam proses produksi. Dari data hasil pengamatan di perusahaan masih terdapat tingginya jumlah produk cacat dari beberapa kriteria cacat, yaitu filling height sebesar 6984, no closure sejumlah 3336, sedangkan failure closure sebanyak 1080. Tingginya angka produk cacat ini masih jauh dari harapan produsen dan sekaligus merupakan tantangan yang berat bagi pihak manajemen perusahaan khususnya dalam rangka menuju zero deffect. Oleh karena itu, pihak manajemen perusahaan berusaha menerapkan PDCA (Plan, Do, Check, Action) agar bisa meraih tujuan dan harapan produsen dalam meminimasi jumlah produk cacat. Dari penerapan siklus PDCA dalam produksi minuman ringan di PT. XYZ, maka pada tahap perencanaan yang diterjemahkan per sub system, terdiri dari: pengumpulan data, menganalisa data, mencari root cause, merencanakan untuk action. Kata kunci: siklus PDCA, manajemen kualitas, kualitas, industri minuman ringan, produk cacat PENDAHULUAN Sejak penemuan minuman ringan di Amerika Serikat pada tahun 1830, konsumsinya terus meningkat secara tajam dan konstan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tidak hanya berlaku di Amerika Serikat, tetapi juga di negara-negara lain di seluruh belahan dunia. Dari data Biro Pusat Statistik diperoleh informasi mengenai jumlah perusahaan minuman ringan di Indonesia meningkat pesat dari tahun 1975 sampai tahun 2000, hampir 5 kali lipat dalam jangka waktu 25 tahun. Hal ini berarti bahwa permintaan masyarakat terhadap produk-produk minuman ringan mengalami kenaikan. Meskipun permintaan meningkat namun harga minuman ringan dari tahun ke tahun secara keseluruhan tidak mengalami peningkatan yang signifikan (Anonymous, 2005). Menurut Farchad Poeradisastra, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) dalam Consumer Goods Business Review, prospek minuman ringan di Indonesia sangat tinggi, hal ini bisa ditengarai dengan pasar minuman ringan di Indonesia yang didominasi oleh air minum dalam kemasan (AMDK) yang memiliki market share 84% dari total pasar minuman ringan siap saji dalam kemasan. Sedangkan minuman ringan berkarbonasi cenderung stagnan. Ini dimungkinkan karena semakin banyaknya pilihan
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
produk minuman. Minuman berkarbonasi saat ini meraih pangsa pasar sebesar 3,6%. Pertumbuhan minuman lainnya di luar AMDK yang mencolok adalah minuman isotonik, minuman sari buah dan minuman beraroma buah. Pada gambar 1, menunjukkan pertumbuhan minuman ringan siap saji.
Sumber: http://indonesianconsume.blogspot.com/2011/02/prospek-pasar-minumanringan-di.html Industri minuman ringan merupakan pasar yang menjanjikan, seperti yang dikutip dari penjelasan Farchad Poeradisastra dalam Consumer Goods Business Review bahwa pada tahun 2009, penduduk Asia Pasifik mengonsumsi lebih dari 131.267 juta liter minuman ringan kemasan dan memberikan kontribusi lebih dari 70% terhadap total volume pertumbuhan global, meskipun secara umum ekonomi dunia sedang mengalami penurunan pada tahun tersebut. Tahun 2015, Indonesia menargetkan konsumsi rata-rata minuman ringan sebesar 100 liter perkapita. Suatu peluang yang masih terbuka lebar, mengingat masih rendahnya tingkat konsumsi minuman ringan Indonesia. Peluang terbesar bagi pertumbuhan minuman ringan (siap saji) di untapped market adalah jumlah populasi remaja dan anak muda yang besar. Kaum remaja dan anak muda merupakan populasi yang produktif dan berpotensi mempunyai tingkat disposible income yang meningkat. Konsumen di negaranegara berkembang seperti Indonesia, mulai mencari minuman fungsional, baik untuk kesehatan maupun kecantikan. Apalagi dengan adanya urbanisasi yang juga menjadi faktor pendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan fungsional. Gaya hidup perkotaan dengan tingkat kesibukan tinggi ternyata juga mendorong permintaan akan produk minuman yang praktis. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat menjadi pendorong pertumbuhan pasar minuman ringan tahun ini, seperti paparan Farchad Poeradisastra, Ketua Umum (Asrim). Peningkatan pendapatan akan mendorong konsumsi per kapita lebih besar dibanding tahun lalu. Minuman ringan mencakup minuman teh siap saji, susu olahan, minuman berkarbonasi, hingga minuman isotonik. Pertumbuhan pasar juga karena Indonesia menjadi negara alternatif tujuan ekspor minuman ringan dari sejumlah negara. Apalagi krisis yang terjadi di Eropa menjadikan Indonesia sebagai fokus tujuan ekspor baru. Pertumbuhan nilai penjualan tahun ini juga disebabkan kenaikan harga jual hingga 17% akibat peningkatan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi antara lain karena kenaikan upah buruh serta tarif energi listrik dan gas. Kenaikan harga jual harus sama dengan kenaikan biaya produksi, agar margin tetap terjaga. Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) memperkirakan penjualan air minum kemasan di 2013 tumbuh 11%-15% menjadi 21,9 miliar liter-22,7 miliar liter
1
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
dibandingkan proyeksi tahun lalu sebesar 19,8 miliar liter. Kenaikan itu ditopang pertumbuhan permintaan seiring kenaikan konsumsi air minum kemasan. [1] Demikian halnya dalam percaturan bisnis minuman ringan di Indonesia PT. XYZ merupakan produsen yang patut diperhitungkan kiprahnya, karena tidak hanya merupakan produsen besar, tetapi juga termasuk pioneer dalam bidangnya. Meskipun PT. XYZ merupakan pemain kawakan dalam industri minuman ringan, pihak perusahaan tetap menjaga dan mempertahankan kualitas produknya (Faiz Al Fakri, 2010). Dengan demikian kepercayaan dan loyalitas konsumen bisa dipertahankan, agar supaya memenangkan persaingan di pasar (Efraim, 2005). Berbicara mengenai kualitas produk, pastinya terkait dengan kegiatan pengendalian kualitas, demikian halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh PT. XYZ dimana tetap berupaya menekan jumlah produk cacat yang terjadi dalam proses produksi minuman ringan yang dihasilkannya. Lebih jauhnya agar supaya kegiatan pengendalian kualitas terlaksana dengan baik dan lancar, maka perusahaan mengelolanya dalam sebuah manajemen kulitas (Anonymous, 2012). Namun demikian, meskipun sudah dikelola dalam sebuah manajemen khusus, produk cacat masih saja ditemui dalam proses produksi. Diketahui bahwa jumlah kecacatan yang terjadi masih melebihi batas toleransi perusahaan, maka bisa disimpulkan bahwa masalah pengendalian kualitas masih dalam status bermasalah dan perlu segera mendapatkan penanganan yang serius. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi sesuatu yang kurang baik pada proses produksinya (Anggelina, 2012). Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengendalian kualitas di PT. XYZ. 2. Untuk mengetahui jenis kecacatan apa saja yang terjadi pada salah satu jenis produk minuman ringan yang diproduksi oleh PT. XYZ. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kecacatan pada salah satu produk minuman ringan tersebut. 4. Untuk mengetahui bagaimana penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ. 5. Untuk mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action (PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut. Manfaat penelitian 1. Mengetahui pelaksanaan pengendalian kualitas di PT.XYZ. 2. Mengetahui jenis kecacatan yang terjadi pada salah satu jenis produk minuman ringan yang diproduksi oleh PT. XYZ. 3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kecacatan pada salah satu produk minuman ringan tersebut. 4. Mengetahui bagaimana penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ. 5. Mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action (PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut. Review peneliti terdahulu 1. Anggelina, (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Pengendalian
2
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
Kualitas Statistik Dengan Siklus PDCA Pada Proses Produksi Plastik Pada PT. Bumi Rotan Jaya Di Mojokerto, Jawa Timur, mengungkapkan bahwa dalam penelitiannya berisi tentang bagaimana pengendalian kualitas diterapkan pada PT. Bumi Rotan Jaya dengan menggunakan Siklus PDCA dan DELTA, serta alat bantu statistik dan pengendalian kualitas lainnya.Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapatkan bahwa penyebab kecacatan produk plastik sintetis berasal dari manusia, bahan baku, mesin dan lingkungan yang sebelumnya didapatkan dengan analisis terlebih dahulu dengan menggunakan Cause and Effect Diagram diketahui bahwa penyebab utama cacat berasal dari faktor bahan baku sehingga fokus perbaikan ditekankan pada bahan baku pada tahun awal yang juga diikuti oleh perbaikan terhadap faktor manusia, mesin dan lingkungan. 2. Tri Susilo ( 2007), dalam karya ilmiahnya yang berjudul Aplikasi Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) Dengan menggunakan Deming Prize Untuk Mengendalikan Dan Meningkatkan Mutu Produk Di Koperasi Intako, memaparkan bahwa dengan menggunakan Deming Prize dan Tujuh Alat Bantu yang diaplikasikan pada Gugus Kendali Mutu, bisa mengidentifikasi jenis kerusakan pada produksi Instrumen Case untuk memenuhi pamesanan PT. Yamaha Musical Product Indonesia. Kerusakan tersebut terdistribusi dalam beragam tipe cacat seperti pada proses pemotongan (40 unit), proses pelipatan (18 unit), proses pengeleman (27 unit), proses assembly (14 unit), dan proses jahit (11 unit). Dominasi cacat terletak pada proses pemotongan (36 %) dan dengan penerapan GKM dapat menurunkan jumlah produk cacat akibat pemotongan sebesar 87,4 % menjadi 12,5 % dari jumlah produk cacat yang semula sebanyak 40 unit menurun jadi 5 unit. 3. Efraim (2005) dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul Studi Tentang Pelaksanaan Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi PT. Antariksa Lemivin, mengungkapkan bahwa untuk menganalisis penyimpangan yang ada, maka peneliti menggunakan Diagram Pareto untuk mengetahui jenis kerusakan dari yang terbesar sampai yang terkecil: benang kusut, kain basah, kain keras, bentuk kain tidak stabil. Dengan menggunakan Peta Kendali p, diketahui adanya gejala penyimpangan dari peta kendali p, yaitu terdapat dua titik yang jatuh diatas garis kendali atas dan satu titik yang terletak di bawah batas kendali bawah. Untuk mengetahui faktor penyebab kerusakan yang paling dominan maka digunakan Diagram Sebab Akibat. Dari diagram tersebut dapat terlihat yang merupakan faktor penyebab yang paling dominan adalah manusia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan ketiga alat bantu tersebut, perusahaan dapat mengetahui lebih jelas faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan produk, jenis kegagalan yang sering terjadi dan dapat mencari cara untuk mengatasinya. Dengan demikian kegagalan produk dapat dikendalikan atau dikurangi. 4. Faiz Al Fakri (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Di PT. Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik, menjelaskan bahwa demi menjaga kepercayaan konsumen untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maka perusahaan harus menerapkan manajemen mutu yang baik dan sesuai dengan pedoman standar mutu yang berlaku. Dalam kegiatan produksinya, perusahaan selalu berupaya menekan kesalahan produk (misdruk) sebesar 6%. Akan tetapi pada kenyataannya jumlah misdruk masih melebihi standar toleransi yang ditetapkan.
3
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan alat bantu statistik yaitu check sheet, histogram, peta kendali p, diagram pareto, dan diagram sebab akibat. Hasil dari analisis peta kendali p menunjukkan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih ada penyimpangan. Dari diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan adalah pada kerusakan yang dominan yaitu warna kabur (28,31%). Sedangkan dari fishbone diagram disimpulkan bahwa penyebab misdruk berasal dari faktor manusia, mesin produksi, metode kerja, bahan baku dan lingkungan kerja, sehingga perusahaan dapat mengambil tindakan pencegahan serta perbaikan untuk menekan tingkat misdruk dan meningkatkan kualitas produk. 5. Muhammad Nur Ilham (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan Statistical Processing Control (SPC) Pada PT. Bosowa Media Grafika (Tribun Timur), menyimpulkan bahwa tingkat kerusakan produk masih berada di atas batas kontrol perusahaan yaitu sebesar 4,47% per hari. Dominasi kerusakan yaitu tinta kabur dengan total 57.555 eksemplar (78%) dari total produk cacat. Dari hasil pengamatannya di lapangan bahwa faktor-faktor yang menyebabakan kecacatan tersebut adalah manusia, mesin, lingkungan, metode kerja dan bahan baku. METODOLOGI PENELITIAN Diagram alir dari penelitian yang dilakukan seperti yang tertera pada gambar 3. Mulai Studi pendahuluan (dengan melakukan pengamatan di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan)
Identifikasi masalah Menyimpulkan permasalahan Studi Pustaka/Literatur
Studi Internet
Pengumpulan data Pengolahan data Analisis Data Hasil analisa Kesimpulan Selesai Gambar 3. Diagram alir peneitian
4
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
STUDI PUSTAKA Studi pustaka merupakan kegiatan pencarian dan penggalian pustaka/referensi yang sesuai dengan topik dan permasalahan yang terjadi di perusahaan, sehingga memudahkan proses penelitian selanjutnya. Studi internet Studi internet sangat membantu dalam memperoleh data-data peneliti terdahulu yang bisa digunakan sebagai acuan penelitian, serta memperoleh referensi, artike-artikel terkini yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Pengumpulan data 1. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (data yang diperoleh dari lapangan berupa data–data dari pihak perusahaan dan data–data dari buku referensi yang relevan). 2. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu: a. Observasi, b. Wawancara, c. Studi pustaka, d. Studi internet 3. Data yang digunakan adalah data produk akhir yang cacat untuk produk minuman ringan X selama bulan September 2012 sampai bulan Oktober 2012. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Standart product test pada produk minuman ringan X adalah sebagai berikut: 1. Beverages terisi sesuai dengan standar, 2. Botol memiliki tutup, 3. Tutup Botol tertutup dengan sempurna Penerapan siklus PDCA A. Plan ( Perencanaan) Merencanakan sasaran (goal=tujuan) dan proses apa yang dibutuhkan untuk menentukan hasil yang sesuai dengan spesifikasi tujuan yang ditetapkan. PLAN ini harus diterjemahkan secara detil dan per sub-sistem, dimana terdiri dari : 1. Pengumpulan Data, 2. Menganalisa masalah, 3. Mencari Root Cause, 4. Merencanakan untuk Action 1. Pengumpulan Data Data jenis produk minuman ringan X, mulai tanggal 1 September – 5 Oktober 2012. Data yang digunakan adalah data produk cacat yang dihitung langsung saat melakukan pemeriksaan harian dimana rata-rata produksi sebanyak 3480 produk. Tabel 1. Data reject produk minuman X No. Jenis cacat Filling Height (unit) No Closure (unit) Failure Closure (unit) 1 1272 1440 0 2 1296 0 720 3 360 0 360 4 960 0 360 5 720 864 0 6 672 240 0 7 1080 360 0 8 624 72 0 Total 6984 3336 1080
5
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
Berdasarkan data yang telah ada, perlu dilakukan analisa tentang jumlah cacat yang terjadi selama satu periode dengan menggunakan metode control chart. ̅ (
√
̅)
√
̅ ̅ 3000 Ʃ Produk cacat
2000
BKA 1000
AVERAGE BKB
0 1
4 5 6 7 8 Gambar 4. Control chart Untuk menentukan akar permasalahan menggunakan analisa sederhana yang berpatokan pada prinsip pareto “Dengan fokus pada 20% aktifitas, anda akan mendapatkan 80% keuntungan.” 20 % dari jumlah jenis cacat produk diatas = 20% x 4 = 0,8 dimana 1 jenis cacat tertinggi yang harus dianalisa yaitu No Closure. Tabel 2. Tabel jumlah produk cacat dan prosentase kumulatif Kumulatif jumlah Jenis cacat Jumlah cacat % cacat % kumulatif cacat Filling Height 6984 61% 6984 61% No Closure 3336 29% 10320 91% Failure Closure 8000 6000 4000 2000 0
2
3
1080
9%
11400 100% 100%
91% 61%
Filling Height No Closure
100%
Failure Closure
50%
Jumlah Cacat
0%
Kumulatif jumlah cacat
Gambar 5. Grafik pareto untuk jenis cacat 2. Menganalisa Masalah Dari diagram tulang ikan maka bisa disimpulkan bahwa Faktor – faktor penyebab masalahnya adalah sebagai berikut: Manusia a. Tidak menerapkan SOP : dalam SOP terdapat standar – standar untuk mengoperasikan mesin-mesin karena mesin telah otomatis.
6
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
b.
Kurang fokus dalam bekerja : karena adanya masalah pribadi, sehingga mengganggu konsentrasi dalam bekerja yang mengakibatkan terjadinya kesalahan.
Mesin Kurang perawatan : dalam mesin terdapat banyak komponen yang perlu diganti dan dirawat secara berkala jika terlambat dalam perawatan, maka akan ada gangguan dalam mesin. Contohnya dalam penempatan sensor kurang pas sehingga sensor tidak dapat memberi tutup botol. Material Preform : setiap botol memiliki preform sesuai dengan standarnya masing-masing. Jika preform rusak maka botol yang terbentuk tidak sempurna dan tidak terdeteksi oleh sensor. Environment Penyumbatan closure : dapat terjadi jika operator lalai memeriksa jalannya closure. 3. Mencari akar penyebab masalah (root cause) Mencari akar permasalahan mengapa sampai terjadi cacat no closure. Tabel 3. Root cause atas kecacatan produk jenis no closure Kenapa terjadi reject filling karena terjadi keterlambatan transfer pump height? Kenapa terjadi keterlambatan Karena sensor dapat tidak mendeteksi keberadaan transfer pump? botol Kenapa sensor dapat tidak Karena sensor kotor dapat mendeteksi keberadaan botol? Kenapa sensor kotor? Karena terkena tumpahan isi beverages Kenapa isi beverages bisa Karena kecepatan mesin filler sangat tinggi, sehingga tumpah? menyebabkan posisi botol tidak stabil dan mudah terguling sehingga menyebabkan isi beverage tumpah 4. Merencanakan Untuk Action Akar permasalahannya yaitu isi beverages yang mudah tumpah karena kecepatan mesin yang begitu tinggi. Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan yaitu: a. Melakukan sanitasi terhadap mesin filler secara berkala. b. Mengecek semua sensor terkait dengan closure dan part-part (bagian-bagian) yang terkait. c. Melakukan kontrol secara kontinyu pada mesin filler untuk mengurangi produk reject. B.
Do (Melaksanakan Rencana Yang Ada) Melakukan perencanaan proses yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukuranukuran proses ini juga telah ditetapkan dalam tahap PLAN. Dalam konsep “DO” ini, kita harus benar-benar menghindari penundaan, semakin kita menunda pekerjaan, maka jumlah produk reject akan membengkak, kerugianpun akan meningkat.
7
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
C.
Check ( Evaluasi ) Melakukan evaluasi terhadap SASARAN dan PROSES serta melaporkan apa saja hasilnya. Kita mengecek kembali apa yang sudah kita kerjakan, sudahkan sesuai dengan standar yang ada atau masih ada kekurangan. Jika masih ada kekurangan maka perlu dilakukan analisa ulang mengenai masalah/kekurangan yang masih timbul tersebut. D.
Action (Bertindak ) Melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja proses secara berkesinambungan. Tabel 4. Rencana Implementasi Tujuan Target Tindakan Pelaksana Untuk Sensor pada Sanitasi mesin filler secara berkala Departemen mengurangi mesin capper produksi reject filling dapat berfungsi Melakukan kontrol mesin filler beserta part-part yang terkait dengan baik dengan pengisian beverages Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan antara lain: 1. Pengendalian kualitas produksi di PT. XYZ dilandaskan pada penerapan siklus PDCA dimana secara teknisnya dilakukan perbaikan secara terus menerus. 2. Jenis kecacatan yang terjadi pada produk minuman ringan A adalah: filling height, no closure, failure closure. 3. Faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan pada produk minuman ringan A adalah: man, machine, material, environment. 4. Penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ. sudah cukup baik dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ada. 5. Mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action (PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut. *), **) Staff Pengajar ITATS Surabaya DAFTAR PUSTAKA Anggelina, 2012, Penerapan Pengendalian Kualitas Statistik Dengan Siklus PDCA Pada Proses Produksi Plastik Pada PT. Bumi Rotan Jaya Di Mojokerto, Jawa Timur, skripsi, Universitas Surabaya, Surabaya. Ali, Muhammad, 2011, Modul Kuliah Manajemen Industri, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Baroto, Teguh, 2012, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, edisi pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta. Efraim, 2005, Studi Tentang Pelaksanaan Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi PT. Antariksa Lemivin, Universitas Diponegoro, Semarang. Faiz Al Fakri, 2010, Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Di PT.Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik, skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. Farchad Poeradisastra, 2011, Consumer Goods Business Review, diakses 15 Oktober 2013, http://indonesianconsume.blogspot.com/2011/02/prospek-pasar-minumanringan-di.html.
8
CYBER-TECHN. VOL 8 NO 1 (2013)
Muhammad Nur Ilham, 2012, Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan Statistical Processing Control (SPC) Pada PT. Bosowa Media Grafika (Tribun Timur), skripsi, Universitas Hasanudin, Makasar. Tri Susilo, 2007, Aplikasi Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) Dengan menggunakan Deming Prize Untuk Mengendalikan Dan Meningkatkan Mutu Produk Di Koperasi Intako, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”, Surabaya, Jawa Timur.
9