PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM PELAKSANAAN AUDIT INTERNAL MUTU: STUDI DRAMATURGI PADA UNIT KEGIATAN PELAKSANA AKADEMIK Rijal Zul Hilmi
[email protected] Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang Abstract : This study was encouraged by many irregularities in ethical behavior in public organization while conducting its services to citizens, that was triggered by the lack of ethical principles application implemented in its operational activity. The aim of this research is to find out how reliable quality internal audit as a way to implement ethical principles in an organization, can really function. This research was written based on personal experience to express the complexity of interaction in the 'stages', dramaturgy was employed as methodology through conventional and Islamic ethics perspective. To analyse through ethics profession applied, this research will focus on analysis impressions management conducted by the actors. The results of this research indicated that the audit internal quality was able to apply the principles of professional ethics even though there were still insufficient in some aspect, as well as lack of conformity to ethical, conduct to the Islamic perspective. Following the existence of these deficiencies, this research presented an idea to further enhance awareness of soul and mind to either auditor and auditee in conducty the quality internal audit.
Keywords: Application of Ethical Principles, Internal Audit Quality, Dramaturgy, Code of Conduct Conventional, Islamic Ethics, Impressions Management
1
2
1. Prolog Dalam bidang pendidikan, belakangan ini etika profesi menjadi diskusi berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat. Ranah pendidikan selama ini terlalu menekankan arti penting nilai akademik dan kecerdasan otak saja. (Kamayanti,2010&Triyuwono,2012) Pengajaran integritas, kejujuran, komitmen dan keadilan diabaikan, sehingga terjadilah krisis multi dimensi yaitu krisis moral dan krisis kepercayaan. Menyadari hal demikian, etika menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi dalam memperbaiki moral dan mengatasi krisis kepercayaan tersebut sehingga dalam melakukan pekerjaan tidak hanya berdasarkan logika atau pikiran semata. Konsep etika di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip etika profesi yang berlaku yang terwujud dalam Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia ini dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Kode etik ini terdiri dari tiga bagian (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Etika. Keberadaan kode etik ini dapat menyatakan secara eksplisit beberapa tingkah laku yang mungkin terdapat secara khusus hanya di satu profesi, sehingga dapat memberikan solusi secara langsung dan sesuai yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori etika pada umumnya. Kenyaatan tidak selalu seindah harapan, pelaksanaan prinsip-prinsip etika tersebut dalam kenyataan menemui banyak kendala, diantaranya adalah masalah penanaman dan penerapan etika yang seharusnya bersifat konsisten bukannya hanya sebagai topeng belaka. Birokrasi publik, baik sipil maupun militer telah menempatkan dirinya sebagai alat penguasa daripada pelayan masyarakat (Monoarfa, 2012). Tidak ada manusia yang sempurna, pemerintah juga hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari khilaf dan kekurangan, oleh karena itu diperlukan suatu sistem yang akan menjaga dan mengendalikan untuk meminimalisasi tingkat kesalahan yang kemungkinan terjadi. Jika sistem pengendalian ini dilaksanakan dan diterapkan secara baik dan benar tentunya tidak akan terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan etika, untuk itu dalam hal ini sistem yang perlu ditegakkan diwujudkan dalam bentuk Sistem Pengendalian Intern (SPI). Dalam sistem pengendalian itu sendiri pihak yang dianggap berperan penting dalam penegakan SPI ini adalah auditor internal (internal auditor). Terbentuknya Satuan Pengawas Internal Universitas Brawijaya merupakan bagian dari usaha penerapan etika yang baik. Satuan Pengawas Internal Universitas Brawijaya mempunyai peran dan fungsi membantu Rektorat dalam menjalankan fungsi pengawasan, melakukan evaluasi atas efektivitas dan efisiensi sumber daya, serta memberikan saran perbaikan dan informasi yang relevan dan objektif tentang kegiatan kerja yang dilakukan pada tingkat Unit Kegiatan Pelaksana Akademik. Audit Internal Mutu dilaksanakan di Universitas Brawijaya dilaksanakan oleh Satuan Pengawas Internal yang berfungsi sebagai auditor internal untuk mengaudit Unit Kegiatan Pelaksana Akademik (UKPA) agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan efisien dan efektif. Agar Satuan Pengawas Internal ini dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dan untuk mengetahui peranannya
3
dalam penerapan prinsip-prinsip etika pada Unit Kegiatan Pelaksana Akademik perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dari pelaksanaan Audit Internal Mutu dalam penerapan prinsip-prinsip etika pada Unit Kegiatan Pelaksana Akademik. 2. Narasi Awal Mengenai Etika Dan Audit Internal Sejarah etika berawal dari aliran-aliran etika klasik yang berasal dari pemikiran para filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikir Eropa abad pertengahan sampai abad 20-an, serta aliran etika dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada Al-Qur'an dan As-Sunah (Ludigdo,2007). Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu Ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Kata ta etha memiliki arti kebiasaan, sedangkan Kata Ethos memiliki banyak arti antara lain : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sehingga secara keseluruhan menurut bahasa Yunani kuno bahwa Etika berarti nilai-nilai, kaidah-kaidah, norma-norma, maupun ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Definisi tersebut kemudian dikembangkan lebih jauh oleh para pakar seperti yang dideskripsikan oleh Bertens (2011), etika sebagai perilaku yang baik dari seseorang atau sekelompok orang, dimana perilaku ini sebenarnya merupakan tuntutan dari hati nurani orang yang bersangkutan dan masyarakat setempat agar tercipta keadilan dalam kehidupan antar individu dan masyarakat. Fakhry (1996) dalam bukunya menjelaskan bahwa etika dari perspektif Islam, berdasarkan sejarahnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Mu'tazilah (rasionalis) dan Asy'ariyah serta Hambaliyah (determinis). Perbedaan utama dari kedua golongan ini adalah bahwa Mu'tazilah berpendapat bahwa kategori moral benar dan salah dapat diketahui oleh akal dan dasar kebenarannya pun dapat dijustifikasi secara rasional, sedangkan dari Asy'ariyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa Tuhan adalah sumber kebenaran dari setiap kebeneran dan kejadian di dunia. Dalam perspekti religius (disebut juga sebagai etika religius), pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan dialektika atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas Islam dengan cara lebih langsung berakar pada Al-Qur'an dan Sunnah (Fakhry,1996). Di Indonesia, etika profesional terutama profesi akuntan dibuat dan diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kode etik bagi profesi akuntan Indonesia pertama kali ditetapkan dalam kongres IAI di Indonesia pada tahun 1973. Namun, kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku saat ini adalah kode etik IAI, yang disahkan dalam konggres tahun 1998. Kode etik tersebut terdiri dari empat bagian, yaitu (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Etika, dan (4) Tanya Jawab. Keberadaan kode etik ini sangat bermanfaat karena menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus terdapat hanya pada satu profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori etika yang umum. Disamping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa yang akan diharapkan profesi terhadap anggotanya. Dalam hal penerapan etika, khususnya etika profesi memiliki banyak pendekatan dan metode dalam pengaplikasiannya di dalam tubuh sebuah
4
organisasi. Etika dalam sebuah organisasi termasuk dalam suatu sistem tata kelola perusahaan atau organisasi yang disebut Good Corporate Governance (GCG). Beberapa pendekatan penerapan GCG adalah (1) pendekatan moral, yang diwujudkan melalui pembentukan serta perubahan sikap dari seluruh jajaran manajemen dan pegawai ke arah yang lebih baik sesuai prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, independensi, kewajaran, akuntabilitas dan responsibilitas. Penjabaran dari prinsip-prinsip GCG tertuang dalam kode etik perilaku perusahaan yang ditetapkan dalam surat keputusan tersendiri. (2) pendekatan sistem, yang diwujudkan melalui penyempurnaan peraturan, sistem dan prosedur yang jelas serta bersifat mengikat sesuai prinsip-prinsip GCG. (3) pendekatan administratif, yang diwujudkan melalui sanksi terhadap setiap pelaku pelanggaran prinsip-prinsip GCG sesuai peraturan perusahaan dan atau peraturan perundangundangan yang berlaku. Lebih lanjut dalam penerapan etika organisasi juga mengenal sistem assessment. Assessment terhadap penerapan etika dapat dilakukan dengan cara assessment oleh pihak luar/ konsultan dan assessment yang dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan (self assessment). Dalam penelitian ini yang menjadi focus utama adalah penerapan etika yang dilakukan oleh pihak internal organisasi itu sendiri meskipun bersifat independen. Kegiatan utama yang dilakukan dalam self assessment tersebut adalah dengan melaksanakan audit internal. Audit Internal menurut Sawyer (2005: 10) adalah sebuah penilaian yang sistematis dan obyektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif. Berdasarkan fungsinya, Mulyadi dan Kanaka (1998;202) mendefinisikan fungsi audit internal adalah menyediakan jasa analisis dan evaluasi juga memberikan keyakinan dan rekomendasi serta informasi lain kepada manajemen dan dewan komisaris serta pihak lain yang memiliki wewenang dan tanggungjawab yang setara. Fungsi audit internal yang terperinci dan relatif lengkap menunjukkan bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas catatan-catatan akuntansi. 3. Dramaturgi Sebagai Metodologi Setelah melihat permasalahan yang akan diteliti, maka metode penelitian yang sesuai digunakan dalam penelitian ini adalah metode dramaturgi dengan pendekatan studi kasus. Adapun teknik analisis masalah yang digunakan dengan melihat dari dua perspektif yaitu berdasarkan Prinsip-Prinsip Etika Profesi yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dari segi Agama Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Prinsip-prinsip etika profesi yang dikemukakan oleh IAI terdiri dari 8 unsur yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Sedangkan dari segi agama Islam, permasalahan yang ada akan
5
dikaitkan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasar pemutusan hakekat benar ataupun salah. Dramaturgi adalah teori yang menggambarkan kehidupan manusia di kehidupan nyata sosial melalui pendekatan teatretikal. Oleh karenanya terdapat dua sisi kehidupan sang aktor, sebagai pemain kehidupan dengan memakai karakter orang lain di atas panggung (front stage) dan sebagai dirinya sendiri saat di belakang panggung (back stage). Tentunya, kedua sisi tersebut relatif. Dapat dikatakan yang satu menunjukkan nilai kepalsuan dan yang satu nilai kesejatian, atau keduanya sewarna. Front stage merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya untuk dapat memaksimalkan potensinya atau untuk mencapai suatu tujuan yang mereka tetapkan. Mereka sedang memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya back stage merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Dalam pertunjukan teater atau drama dapat dikatakan front stage ibarat panggung sandiwara bagian depan yang ditonton khalayak penonton, sedang back stage ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Dengan kata lain, teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil, dan identitas itu merupakan bagian kejiwaan psikologi pribadinya yang sekaligus seringkali karena tujuan-tujuan tertentu dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain (sosial) atau lingkungannya. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan sosialnya melalui “skenarionya sendiri”. Dalam mencapai tujuan-tujuan itu, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya meski acapkali bertolak belakang atau mengorbankan bisikan sejati pribadinya (impression management). Dalam memahami konsep impression management atau pengelolaan kesan, karya dari Erving Goffman merupakan rujukan yang tepat untuk menjelaskannya secara sederhana. Dalam penjelasannya, Goffman meyakini bahwa ketika seseorang berinteraksi atau melakukan komunikasi dengan orang lain, maka sesungguhnya seseorang tersebut ingin menyajikan suatu gambaran diri yang ingin diterima orang yang menjadi lawan bicaranya. Hal inilah yang dikatakan sebagai pengelolaan kesan, yaitu suatu perilaku yang dilakukan oleh para “aktor” dalam rangka mencapai tujuan tertentu dengan memupuk kesan yang diinginkan dari orang lain di situasi tertentu. Untuk menimbulkan kesan tertentu ini, seseorang akan mempresentasikan dirinya dalam atribut atau tindakan tertentu termasuk pakaian, tempat tinggal, perabotan rumah tangga, cara berjalan, gaya bicara, dan lain sebagainya (Goffman 1959 dalam Poloma, 2000:229). Impression management atau manajemen kesan adalah proses yang ditempuh individu untuk mengendalikan kesan orang lain terhadap dirinya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesan yang positif dari orang lain, maka keinginan atau tuntutan dibuat sedemikian rupa agar dipersepsikan secara positif oleh orang lain sehingga memiliki manfaat bagi mereka dalam organisasi dan lingkungan (formal dan non formal). Seseorang yang ingin mengendalikan kesan orang lain terhadap dirinya dapat menggunakan 7 (tujuh) teknik manajemen kesan (Robinson, 2006).
6
4. Cerita Dibalik Panggung (Back Stage) Back stage atau panggung belakang dalam penelitian ini merujuk pada peristiwa-peristiwa yang terjadi selama persiapan menghadapi Audit Internal Mutu yang berlangsung dari akhir bulan September hingga awal November. Dalam back stage ini para anggota ICATAS disadari atau tidak telah melakukan impression management baik terhadap pihak ketiga maupun sesama anggota ICATAS sendiri. Berdasarkan impression management yang diterapkan ini kemudian memunculkan beberapa penerapan prinsip-prinsip etika profesi bagi setiap anggota. Panggung bagian pertama memaparkan dua peristiwa yaitu pertama mengenai publikasi prosedur pelayanan yang belum dilakukan, kemudian yang kedua adanya salah satu prosedur pelayanan yang luput untuk dilakukan para anggota ICATAS. Peristiwa pertama memperlihatkan bagaimana para aktor mengutamakan kepentingan publik daripada keuntungan pribadi, dengan memilih mengutamakan kejelasan prosedur pelayanan yang ditampilkan dibandingkan dengan minimalisasi biaya yang harus dikeluarkan. Peristiwa kedua terkait dengan kesadaran para anggota mengenai belum terpenuhinya salah satu prosedur pelayanan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Disini saya sebagai salah satu pemeran bersikap persuasif untuk memunculkan inti masalah sehingga timbul polemik dalam diskusi, namun pada akhirnya dapat diakhiri dengan keputusan yang tidak bertentangan baik dengan prinsip etika maupun peraturan yang berlaku. Terdapat salah satu teknik impression management dalam peristiwa kedua ini, yaitu conformity atau kesesuaian. Impression management yang dilakukan oleh Rhenca ini pada akhirnya dapat menerapkan salah satu prinsip etika yaitu tanggungjawab profesi. Yang dimaksud tanggungjawab profesi disini adalah bahwa para anggota menggunakan pertimbangan moral dan bersikap professional dalam memecahkan masalah terkait prosedur pelayanan yang telah dilakukan dengan tetap berada dalam koridor peraturan yang berlaku. Selanjutnya dalam panggung kedua, menjelaskan mengenai proses pembuatan website ICATAS yang harus terintegrasi dengan website jurusan, sehingga dalam hal ini pemeran utama berinteraksi dengan pihak jurusan. Terdapat teknik impression management yang dilakukan dalam panggung ini yaitu excuses atau berdalih. Ini dapat dilihat pada dialog yang terjadi ketika saya menjawab pertanyaan dari pihak jurusan mengenai sebab belum adanya website ICATAS. Dari impression management yang dilakukan ini kemudian terdapat prinsipprinsip etika profesi yang diterapkan yaitu Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, dan Standar Teknis. Panggung terakhir bertempat di jurusan akuntansi berkaitan dengan pemberian informasi kepada anggota ICATAS mengenai hal-hal yang menjadi objek pemeriksaan saat pelaksaaan AIM nantinya. Disini terlihat kurangnya penerapan salah satu prinsip etika profesi yaitu Integritas bagi ICATAS dan Obyektivitas bagi pihak auditor. Meskipun begitu, terdapat perbedaan persepsi antara sesama anggota mengenai mengenai peristiwa ini, dibuktikan dengan dua pendapat berbeda yang diajukan oleh Dina dan Antya dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Peristiwa ini memperlihatkan bahwa masih ada kekurangan dalam penerapan prinsip-prinsip etika profesi yang berlaku.
7
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap panggung ini memperlihatkan bahwa dengan sadar atau tidaknya setiap aktor atau anggota organisasi, dalam melakukan persiapan "pertunjukkan" di front stage nantinya maka mereka telah melakukan salah satu dari 7 (tujuh) teknik impression management yang dikemukakan oleh Robins. Dari impression management yang dilakukan ini kemudian setelah dianalisis lebih lanjut terbukti menghasilkan penerapan beberapa prinsip-prinsip etika profesi yang berlaku. Berikut ini disajikan ringkasan temuan dan keterkaitannya dalam penerapan etika profesi dalam bagian back stage. Tabel 4.1 Ringkasan Back stage Stage Temuan Keterkaitan dengan etika Bagian 1 - ICATAS - Belum adanya penjelasan Kepentingan Publik mengenai prosedur pelayanan secara tertulis yang dipublikasikan - Belum terpenuhinya salah Tanggungjawab Profesi satu prosedur pelayanan Bagian 2 - Ruang Rapat Belum adanya website Jurusan Akuntansi organisasi
Kompetensi dan Kehatihatian Profesional, Kerahasiaan, dan Standar Teknis
Bagian 3 – Jurusan Akuntansi
Integritas dan Obyektivitas
Minimnya Integritas dan Obyektivitas
5. Show Time! (Front Stage) Front stage atau panggung depan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Goffman adalah peristiwa yang menunjukkan bahwa individu memainkan peran formalnya di atas "panggung sandiwara" di hadapan khalayak penonton. Dalam penelitian ini panggung depan yang dimaksud adalah hari dimana para anggota ICATAS sedang menjalani pelaksanaan Audit Internal Mutu. Peristiwa dalam panggung depan ini dijelaskan dalam dua bagian yang terjadi dalam waktu yang bersamaan dimana masing-masing bagian ini memiliki peranan penting dan saling berhubungan satu sama lain. Secara umum, penonton mengharapkan adanya konsistensi antara appearance dan manner pelaku. Panggung depan yang telah dapat diterima ini kemudian dilembagakan menjadi "representatif kolektif" yaitu seperangkat tata perilaku yang diterima penonton atau masyarakat pada peran dan status tertentu. Konsep Front stage ini secara sederhananya adalah bahwa setiap aktor atau dalam penelitian ini anggota ICATAS berusaha menampilkan organisasinya sebagaimana yang diharapkan oleh auditor. Oleh sebab itu menurut Goffman, para aktor tersebut akan berusaha menutupi berbagai perilaku yang tidak diharapkan penonton dalam penampilannya, dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : (1) Menutupi perilaku yang kurang sesuai, (2) Menghindari kesalahan, dan (3) Menutupi proses yang kurang baik.
8
Para pemain kemudian berusaha agar penonton tidak mengetahui aspek-aspek yang telah mereka lakukan di back stage. Untuk mencapai tujuan ini munculah impression management, dimana ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh masing-masing individu untuk dapat membuat para penonton mendapat persepsi atau sudut pandang seperti yang mereka inginkan. Impression management dalam panggung depan yang pertama terlihat pada peristiwa yang terjadi di ruang sidang utama saat pelaksanaan audit internal dimana ICATAS diwakilkan oleh Rhenca, Dina, dan Antya. Dalam pelaksanaan AIM ini beberapa tindakan yang dilakukan para aktor tersebut mengacu pada salah satu teknik dalam impression management yaitu self promotion (promosi diri). Self promotion disini dimaksudkan untuk organisasi yang menaungi mereka, sehingga mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk memunculkan image positif agar ICATAS terlihat sebaik mungkin saat menjalani pemeriksaan oleh auditor. Salah satu tindakan yang mereka lakukan adalah sesegera mungkin melakukan perbaikan ketika mendapatkan informasi baru mengenai hal-hal yang akan diperiksa seperti perbaikan konten website, pembuatan hardcopy program kerja satu tahun kepengurusan, dan lain sebagainya. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Goffman bahwa salah satu alasan untuk melakukan impression management dalam suatu tim kerja adalah karena adanya kesalahan yang ditutupi. Beberapa standar teknis yang telah ditetapkan oleh auditor disini memang belum dipenuhi oleh para anggota ICATAS, sehingga akhirnya tanpa disadari atau tidak mereka melakukan pengelolaan kesan tersebut. Jika menganalisis lebih jauh, maka impression management yang mereka lakukan ini pada akhirnya akan memunculkan beberapa prinsip etika yang secara tidak langsung akan tertanam kedepannya, seperti tanggungjawab profesi, standar teknis, serta kompetensi dan kehati-hatian profesional yang mengalami peningkatan akibat kesadaran para anggota yang telah menjalani audit internal ini. Panggung kedua masih terkait dengan pelaksanaan AIM dengan waktu kejadian yang bersamaan pula namun lebih menjelaskan mengenai anggota lain yang bekerja di balik layar untuk menjaga kualitas ICATAS yang sedang menjalani audit. Disini impression management yang terlihat adalah bagaimana para peserta melakukan excuses ketika menjawab pertanyaan dari salah satu dosen yang masuk ruangan. Jika dilihat dari perspektif agama Islam peristiwa ini tentunya tidak dapat dikatakan benar namun jika dilihat dari segi prinsip etika, maka tindakan yang mereka lakukan demi menjaga nama baik organisasi ini termasuk dalam salah satu prinsip etika profesi yang berlaku yaitu tindakan profesional. Tindakan profesional seperti yang dikemukakan oleh IAI adalah keharusan setiap anggota untuk berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap panggung ini memperlihatkan bahwa dengan sadar atau tidaknya setiap aktor atau anggota organisasi, ketika melakukan "pertunjukkan" di front stage dalam rangka menjaga nama baik organisasi yang menaungi mereka, maka dilakukanlah beberapa dari 7 (tujuh) teknik impression management yang dikemukakan oleh Robins. Dari impression management yang dilakukan ini kemudian setelah dianalisis lebih lanjut terbukti menghasilkan penerapan beberapa prinsip-prinsip etika profesi yang berlaku. Berikut ini disajikan ringkasan temuan dan keterkaitannya dalam penerapan etika profesi dalam bagian front stage.
9
Tabel 5.2 Ringkasan Front stage Stage Bagian 1 - Ruang Sidang Utama
Temuan belum sesuainya beberapa standar yang telah ditetapkan auditor
Keterkaitan dengan etika Tanggungjawab profesi, Kompetensi dan Kehatihatian Profesional, Standar Teknis
Bagian 2 - ICATAS
adanya perbaikan-perbaikan tidak terduga yang dilakukan saat hari pelaksanaan AIM
Tindakan Profesional
6. Resensi Dalam penerapan prinsip-prinsip etika profesi, terdapat beberapa cara yang telah diupayakan setiap organisasi untuk dapat mengimplementasikannya. Audit internal merupakan salah satu cara dalam tubuh organisasi untuk dapat menjaga perilaku etis yang diterapkan dalam aktivitas operasionalnya. Meskipun demikian, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Goffman (1959) bahwa setiap individu akan melakukan impression management atau pengelolaan kesan untuk menampilkan sisi terbaik dari dirinya atau organisasi yang menaunginya dalam rangka mendapatkan pengakuan yang baik dari penonton, oleh karenanya audit internal tidak dapat dikatakan sepenuhnya menjamin penerapan prinsip-prinsip etika profesi yang berlaku. Penelitian ini menjadikan audit internal sebagai sebuah faktor utama yang akan bertindak sebagai intervensi dalam penerapan prinsipprinsip etika profesi organisasi dalam ranah pendidikan dengan fokus pelayanan masyarakat. Penelitian ini akan mengungkap bagaimana pelaksanaan audit internal dalam hubungannya dengan kenyataan penerapan prinsip-prinsip etika yang berlaku dengan sistematika pemaparan yang cukup menarik yaitu menggunakan pendekatan dramaturgi atau teatrikal yang didasarkan oleh pengalaman peneliti sendiri. Rentetan peristiwa dalam penelitian ini diawali pada bulan September dengan adanya penyampaian informasi akan pelaksanaan Audit Internal Mutu oleh Pusat Jaminan Mutu Universitas Brawijaya. Cerita berkembang dimulai dari beberapa peristiwa yang terjadi dalam rangka mempersiapkan ICATAS di back stage. Dalam bagian ini terdapat beberapa teknik impression management yang dilakukan oleh para aktor dalam pemenuhan tujuan mereka, salah satunya adalah excuses yang pada akhirnya dapat menerapkan salah satu prinsip etika yaitu Perilaku Profesional. Kemudian dalam front stage cerita mulai mencapai klimaksnya ketika para aktor tengah menjalani hari pelaksanaan Audit Internal Mutu. Disini diceritakan bahwa para aktor mengalami situasi awal yang kurang baik dimana kurangnya dukungan mental diperoleh karena ketidakhadiran orang-orang yang diharapkan, namun dengan kerjasama yang baik maka pada akhirnya mereka dapat melewati pemeriksaan dengan hasil yang memuaskan. Dalam bagian ini juga terdapat beberapa teknik impression management yang digunakan oleh para aktor untuk
10
mendukung perannya dalam "pertunjukan utama" di hadapan auditor. Beberapa prinsip etika yang terlihat adalah Tanggungjawab profesi, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, serta Standar Teknis. Pada akhirnya penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya pelaksanaan Audit Internal Mutu, terdapat peningkatan dalam penerapan kode etik profesi sesuai dengan yang ditetapkan oleh IAI. Beberapa teknik impression management yang dilakukan oleh para aktor dalam beberapa aktivitasnya menimbulkan prinsip-prinsip etika terkait yang diterapkan baik disadari maupun tidak. Namun meskipun begitu, penelitian ini juga mengemukakan beberapa kontradiksi antara perilaku yang dianggap etis menurut kode etik yang berlaku tersebut dengan etika dari sudut pandang agama Islam seperti kejujuran, keadilan, dan tanggungjawab. Daftar Pustaka Astuti, D. S. P. (2005). Peran internal audit dan komite audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, Vol. 8 (April 2010) : 1-9. Berteens, K. (1993). Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Darwis, KH. E. (2006). Aparat itu pelayan publik. Opindo edisi 21. A Weekly Personal Journal. (http://ellyasa.blogspot.com/2006/11/aparat-itupelayan-publik_21.html, diakses pada tanggal 4 November 2013). Dewi, A. R. N. dkk. (n.d). Pengaruh keahlian, independensi, dan etika terhadap kualitas audit (studi pada auditor pemerintah di BPKP perwakilan Provinsi Sul-Sel). Jurnal Skripsi :1-23 (http://www.academia.edu/4495359 /jurnal_skripsi, diakses pada tanggal 4 November 2013). Enjel, B. (2006). Hubungan antara penerapan aturan etika dengan peningkatan profesionalisme auditor internal. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Bandung. Goffman,Erving. (1959). The Presentation of Self in Everyday Life. New York. Hasan, M. A. (2009). Etika & profesional akuntan publik. Pebkis Jurnal, Vol. 1, No. 3 : 159-167. Halim, A. R. (2012). Pengaruh audit internal dan pengendalian internal terhadap penerapan prinsip-prinsip Good Coorporate Governance pada instansi pemerintahan. Universitas Brawijaya. Integrated Center for Accounting, Taxation, and Assurance Service. (http://accounting.feb.ub.ac.id/icatas/, diakses pada tanggal 4 November 2013). Jumiati, I. P. (2012). Dimensi etika dalam pelayanan publik arti penting, dilema dan implikasinya bagi pelayanan publik di Indonesia. Jurnal Administrasi Publik, Vol. 3, No. 1 : 1-110. Judhistira, M. E. (2012). Analisis fungsi dan efektivitas audit internal. Universitas Brawijaya. Karomani. (2008). Studi tentang pengelolaan kesan elite lokal umaro terhadap jawara dan ulama di Banten Selatan. Mediator. Vo. 9, No. 2 : 351-358. Kamayanti, A. & Ludigdo, U. (2012). Pancasila as Accountant Ethics Imperialism Liberator. World Journal of Social Science 2 (6). 159-168. Kamayanti, A. (2012). Developing conscious accounting educators : a theatrical perspective. Universitas Brawijaya.
11
Kamayanti, A. Triyuwono, I. Irianto, G. et al. (2012) Philosophical Reconstruction of Accounting Education : Liberation through Beauty, In World Journal of Social Science 2 Vol.7 : 222-233. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1996. Kurniawan, D. A. (2013). Pengaruh orientasi etika terhadap sensitivitas etika auditor dengan komitmen professional dan komitmen organisasi sebagai variabel intervening. Universitas Diponegoro. Semarang. Ludigdo, Unti. (2007). Paradoks etika akuntan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Monoarfa, H. (2012). Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik : suatu tinjauan kinerja lembaga pemerintahan. Jurnal Pelangi Ilmu, Vol. 5, No. 1 : 1-9. Musta’in. (2010). “Teori diri” sebuah tafsir makna simbolik (Pendekatan teori dramaturgi Erving Goffman). Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 (Juni-Desember 2010), 269-283. Nuraina, E. & Kurniawati, S. H. (2012). Perbedaan persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa prodi akuntansi terhadap kode etik ikatan akuntan Indonesia. Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 4, No. 2, 111-120. Octavia, R. (2010). Peran satuan pengawasan internal. Universitas Brawijaya. Pallaloi, Hamzah. (2013). Apa itu dramatugi?. Jakarta. (http://www. hamzahpalalloi. web.id/2013/04/apa-itu-dramaturgi.html, diakses pada tanggal 4 November 2013). Pamungkas, B. & Iriyadi. (2007). Analisa atas pelaksanaan audit internal untuk mengevaluasi efektivitas penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Jurnal Ilmiah, Vol. 9, No. 2 :83-93. Prima, R. G. dkk. (2012). Akuntansi sektor publik. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Pusat Jaminan Mutu Universitas Brawijaya. (http://www.pjm.ub.ac.id, diakses pada tanggal 4 November 2013). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2008). Kode etik da standar audit. Diklat Pembentukan Auditor Terampil. Edisi Kelima. BPKP. Rinawati, R. (2005). Dramaturgi Poligami. Mediator Vol. 7 No. 1 : 147-162. Robins. P. S. (2006). Perilaku Organisasi. Alih Bahasa : Benyamin Molan. Edisi Kesepuluh. Penerbit PT. Indeks. Jakarta Salindeho, M. Mc. A. (2013). Implementasi etika pemerintahan dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintah. Governance, Vol. 5, No. 1:111. Sari, M. P. & Raharja (2012). Peran audit internal dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia. Universitas Negeri Semarang & Universitas Diponegoro. Semarang. Saputro, E. S. H. (2012). Peranan audit inetrnal dan efektivitas pengendalian internal dalam upaya pencegahan kecurangan (fraud) pada organisasi sektor publik. Universitas Brawijaya. Widaryanti. (2007). Etika bisnis dan etika profesi akuntan (Business ethics and accountant professional ethics). Vol. 2 No. 1 Juni 2007 : 1-10.