PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWA PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
ARTIKEL
Oleh
MOH. LUKMAN KULUPANI NIM 311 409 082
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA GORONTALO 2013
1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWA PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
ARTIKEL
OLEH
MOH. LUKMAN KULUPANI NIM. 311 409 082
Telah diperiksa
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum NIP 19590826 198803 1 003
Salam, S.Pd, M.Pd NIP 19770806 200312 1 003
2
PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWA PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Oleh
Moh. Lukman Kulupani NIM 311 409 082 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum (Anggota/Pembimbing I) Salam, S.Pd, M.Pd (Anggota/Pembimbing II) ABSTRAK Kulupani, Moh. Lukman. 2014. Penerapan Prinsip Kerja Sama pada Percakapan Lisan Tidak Resmi Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Gorontalo. Artikel, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum dan Pembimbing II Salam S.Pd, M.Pd. Permasalahan dalam tulisan ini ialah bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dilihat dari empat maksim kerja sama. Tujuan penulisan, yakni (1) mendeskripsikan pematuhan prinsip kerja sama pada pematuhan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, (2) mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerja sama pada pematuhan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yakni teknik observasi partisipatif dan teknik simak. Hasil penelitian menunjukan penerapan prinsip kerja sama pada mahasiswa terbagi atas (1) pematuhan Prinsip Kerja Sama pada Percakapan Lisan Tidak Resmi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan (2) pelanggaran Prinsip Kerja Sama pada Percakapan Lisan Tidak Resmi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Simpulan, (1) pematuhan terhadap prinsip kerja sama terdiri dari empat maksim, yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara, serta (2) pelanggaran terhadap prinsip kerja sama terdiri dari pelanggaran maksim kuantitas, pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim cara. Kata Kunci: penerapan prinsip kerja sama dan percakapan
3
Pendahuluan Manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya menggunakan bahasa sebagai alat untuk berinteraksi satu sama lain. Bahasa ini memegang peran penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Berkat adanya bahasa, seseorang dapat mencurahkan isi pikiran/perasaan, berupa pendapat, ide, atau bahkan emosi itu sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu dapat mewakili perasaan diri seseorang untuk disampaikan kepada orang lain. Berbicara tuturan, tidak lepas dari peran pargmatik, karena pragmatik itu sendiri berpusat pada ujaran (Sudaryat, 2011: 120). Oleh karena itu pragmatik mempunyai hubungan dengan tindak tutur. Hal ini senada dengan pendapat Van Dijk dan Firth (dalam Djajasudarma,
2012: 71) bahwa hubungan pragmatik
dengan tindak tutur (speech act) sangat erat, karena tindak tutur merupakan pusat dari pragmatik. Dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana pemakaian bahasa dalam konsep tindak tutur. Perwujudan interaksi berupa percakapan atau komunikasi antarsesama orang. Pada kegiatan tersebut terindikasikan adanya faktor yang dibicarakan, sehingga terjadi proses pengiriman dan penerimaan pesan di dalamnya. Hal ini tidak terlepas dari tindak tutur itu sendiri. Sangat bagus, jika apa yang penutur tuturkan dapat diterima tapi tidak semua apa yang dituturkan akan memberikan tanggapan atau respon sesuai dengan apa yang diharapkan. Kadang kala dalam proses komunikasi mitra tutur tidak menanggapi atau memberikan tanggapan yang tidak sesuai dengan harapan penutur. Misalnya, mitra tutur menanggapi pernyataan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan masalah yang dibicarakan. Adapun contoh kasus ketika mitra tutur merespon pertanyaan penutur dengan pernyataan yang berlebihan, tidak sesuai dengan kenyataan atau fakta, dan bahkan tidak runtut dengan apa yang dibicarakan. Hal ini menjadikan pesan yang ingin disampaikan atau dikirimkan mengalami gangguan sehingga proses komunikasi tidak berjalan dengan baik atau tidak efisien. Penyimpangan-penyimpangan tersebut sering ditemui pada percakapan tidak formal di lingkungan mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia.
4
Kenyataan penyimpangan atau pelanggaran tuturan mahasiswa di atas dapat dikatakan melanggar kaidah prinsip kerja sama, yaitu pelanggaran terhadap maksim kerja sama. Seharusnya dalam bertutur, kita harus memerhatikan prinsip tersebut. Dengan adanya pematuhan pinsip kerja sama antara penutur dan mitra tutur dapat menciptakan percakapan yang efektif dan efisien. Prinsip kerja sama itu sendiri memiliki empat macam maksim. Maksim-maksim tersebut adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara (Chaer, 2010: 34). Masing-masing maksim ini memiliki aturan mainnya, tapi pada kenyataannya masih ada beberapa mahasiswa yang kurang memerhatikan hal tersebut. Dari hasil pemaparan kasus di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang difokuskan pada “penerapan prinsip kerja sama pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Gorontalo”. Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama (maksim kuantitas, kualitas, relevansi dan cara) pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Teori yang melandasi penelitian ini, yakni (1) Pragmatik. Pragmatik berkaitan erat dengan tindak ujar atau speech act. Menurut Tarigan (2009: 30) pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Selanjutnya, Pragmatik bukan saja menelaah pengaruh-pengaruh fonem suprasegmental, dialeg dan register, tetapi memandang performansi ujaran pertama sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh aneka ragam konvensi sosial. Artinya ujaran pertama yang dikeluarkan seseorang dapat memengaruhi tuturan yang akan dikeluarkan nanti. Selanjutnya, Tarigan menjelaskan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur suatu bahasa. Pragmatik (atau semantik behavioral) menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Tanda dan lambang
5
yang dimaksud ialah ujaran yang dikeluarkan oleh penutur hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. (2) Prinsip Kerja Sama Grice (1975: 47) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim, yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim cara (maxim of manner). Menurut Kushartanti (2005: 106) maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa setiap penutur harus menaati keempat maksim kerja sama, tujuannya agar pertuturan tersebut akan berlangsung dengan baik. Di bawah ini akan dijelaskan keempat maksim (Kushartanti, 2005: 107 dan Chaer, 2010: 34-38). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Narbuko dan Achmadi (2008: 44), bahwa penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data. Jadi, penelitian deskriptif ini juga menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi, yakni pada pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama pada empat maksim kerja sama yang terjadi pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama tiga bulan, yaitu dari bulan September sampai dengan bulan November. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Sastra dan Budaya. Data dalam penelitian ini adalah tuturan mahasiswa, sedangkan sumber datanya adalah penutur, yakni mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia pada angkatan 2008-2010. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif dan teknik simak. Teknik analisis data yaitu (1) Mentranskripsikan data dari hasil rekaman, (2) Mengidentifikasi bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama, (3) Mengklasifikasikan data sesuai dengan maksim yang ada, (4) Menginterpretasi data, dan (5) Menyimpulkan hasil analisis data.
6
Hasil dan Pembahasan A. Pematuhan Prinsip Kerja Sama pada Percakapan Lisan Tidak Resmi Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. 1. Maksim Kuantitas Pematuhan yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pematuhan terhadap maksim kuantitas, yakni. Data 1 P3: Dia koreksi kapan? Kapan dikoreksinya? (1) P2: Ini baru. Baru saja. (2) Data 2 P19 : Sebenarnya dokumen, file JPG mo ka dokumen ini tidak boleh mo format aba. Sebenarnya dokumen, file JPG dirubah ke dokumen tidak bisa di format. (3) P20 : Apa itu? Apa itu? (4) P19 : File. File. (5) Maksim kuantitas merupakan maksim yang mengharapkan peserta tutur memberikan kontribusi tidak berlebihan atau secukupnya sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Pandangan tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Grice (1975:45) bahwa maksim kuantitas merupakan maksim yang melihat peserta tutur memberikan kontribusi tidak lebih dan tidak kurang dari yang dibutuhkan. Berdasarkan teori tersebut, jika dihubungkan dengan hasil penelitian, pematuhan terhadap maksim kuantitas terlihat pada percakapan berikut. Percakapan 1-2 mematuhi maksim kuantitas. Kali ini P2 mematuhi maksim tersebut, karena P2 memberikan kontribusi tidak berlebihan atau cukup terhadap informasi yang dibutuhkan P3. Buktinya pada saat P3 bertanya “Kapan dikoreksinya?” pada P2, P2 menjawab tanpa ada maksud yang berlebihan, dan maksud tuturannya adalah koreksi tersebut baru saja selesai. Pada percakapan 45 ditemukan pematuhan maksim kuantitas. Pematuhan dilakukan oleh P19. P19
7
memberikan informasi tidak melebihi kapasitas. P20 bermaksud menanyakan kepada P19 tentang apa yang akan diformat nanti. P19 mencoba jawaban bahwa yang akan diformat nanti adalah ”file”. 2. Maksim Kualitas Pematuhan yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pematuhan terhadap maksim kualitas, yakni. Data 3 P3: Dina, sapa ngana pe PA? Dina, PA (Pembimbing Akademik) mu siapa? (6) P2: Ibu Ulfa. Ibu Ulfa. (7) Data 4 P8: Sapa yang ba lia “di Timur Matahari”? Siapa yang menonton “di Timur Matahari?” (8) P6: Kita pe taman-taman satu kamar. Teman-teman sekamarku. (9) Maksim kualitas merupakan maksim yang menggharapkan peserta tutur memberikan informasi yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Grice (1975:47) bahwa maksim kualitas merupakan maksim yang mengharapkan peserta tutur memberikan kontribusi yang sebenarnya. Berdasarkan teori tersebut, jika dihubungkan dengan hasil penelitian, pematuhan terhadap maksim kualitas terlihat pada percakapan berikut. Pada percakapan 6-7 terlihat pematuhan maksim kualitas. Peserta yang mematuhi maksim ini adalah P2. Respon atau jawaban P2 memberikan kontribusi yang benar terhadap apa yang diinginkan P3, karena saat P3 menanyakan siapa Pembimbing Akademik P2, P2 menjawab yang sebenarnya bahwa PAnya adalah ibu Ulfa. Terjadi pematuhan maksim kualitas pada percakapan 8-9. Pematuhan terjadi karena pada saat P8 menanyakan kepada P6 menyangkut siapa yang menonton film di Timur Matahari, P6 menjawab bahwa teman sekamarnyalah yang menonton film tersebut. Dapat diartikan bahwa dikamar bukan hanya P6 saja yang tinggal. Maka jelaslah bahwa yang menonton film adalah teman sekamar P6 sesuai dengan pernyataannya.
8
3. Maksim Relevansi Pematuhan yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pematuhan terhadap maksim relevansi, yakni. Data 5 P7: Ey, pake password lagi ey, berarti ada sesuatu ini? Yah, dipakai password, mungkin ada sesuatu? (10) P6: Nyanda a, cuma suka pke password. Tidak, cuma mau pasang password. (11) Data 6 P8: Kemarin ka anti di mana e. oh bo tidak ada e? Kemarin ka Anti di mana, oh tidak datang? (12) P6: Ada di kampus. Di kampus, kamu yang tidak datang.(13) Maksim relevansi merupakan maksim yang mengharapkan peserta tutur memberikan kontribusi sejalan atau relevan dengan masalah yang dibicarakan. Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Chaer (2010:35) bahwa maksim ini menghendaki agar peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Berdasarkan teori tersebut, jika dihubungkan dengan hasil penelitian, pematuhan terhadap maksim relevansi terlihat pada percakapan berikut. Percakapan 10-11 mematuhi maksim relevansi. P6 merespon pernyataan P7 dengan maksud menjelaskan bahwa P6 memakai password hanya sekedar iseng saja. Hal ini sejalan dengan apa yang ditanyakan P7. Bisa dikatakan P6 mematuhi maksim relevansi, karena kontribusi P6 relevan dengan pernyataan P7. Percakapan 12-13, P8 bertanya kepada P6 apakah dia datang ke kampus kemarin atau tidak. P6 menjawab sesuai dengan keadaan bahwa ia datang ke kampus kemarin. Pernyataan yang diberikan P6 memberikan kontribusi atau informasi yang sebenarnya dengan keadaan bahwa ia datang ke kampus kemarin. 4. Maksim Cara Pematuhan yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pematuhan terhadap maksim cara, yakni.
9
Data 7 P38: Dia bilang yang penting ini lagi, maksudnya kan kita bilang to kapan mo wisuda, bulan februari kita bilang, “e kenapa nanti februari”, baru tida dapa riki,”kalau tida dapa riki pulang saja”. Mereka katakan yang penting, maksudnya kan saya katakan kapan wisudanya, saya katan bulan februari, “wah kenapa nanti februari”, karena tidak sempat, “pulang lah kalau tidak sempat”. (14) P37: Maksudnya? Maksudnya? (15) P38: Tidak, kemarin yang torang punya tida dapa riki, lebe bae pulang saja. Maksudnya, kemarin kita belum sempat wisuda, lebih baik pulang saja. (16) Maksim cara merupakan maksim yang penuturnya harus memberikan informasi yang jelas. Seperti yang diungkapkan Grice (1975:47) bahwa maksim cara merupakan maksim yang mengharapkan peserta tutur memberikan kontribusi yang jelas terhadap apa yang dimaksudkan. Intinya, peserta tutur harus memberikan informasi yang jelas, tidak kabur, tidak berlebih-lebihan, dan runtut. Berdasarkan teori tersebut, jika dihubungkan dengan hasil penelitian, pematuhan terhadap maksim cara terlihat pada percakapan berikut. Percakapan 15-16 memiliki pematuhan maksim cara. Alasannya, pada saat P37 menanyakan apa yang dimaksudkan P38 pada percakapan sebelumnya, P38 mencoba menjelaskan kembali dengan tuturan “Maksudnya, kemarin kita belum sempat wisuda, lebih baik pulang saja.”. Intinya, pada percakapan sebelumnya (tuturan 14), P37 tidak dapat menangkap pesan yang diungkapkan P38, karena tidak jelas. Oleh karena itu, pada tuturan selanjudnya, P8 menjelaskan kembali apa yang dikatakannya. B. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama pada Percakapan Lisan Tidak Resmi Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Diketahui bahwa pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan mitra tutur dalam pertuturan itu menaati prinsip-prinsip kerja sama (Grice 1975:45). Dengan kata lain, jika kita tidak menaati atau mematuhi prinsip kerja sama tersebut, maka pertuturan atau percakapan tidak akan berjalan dengan baik. Pelanggaran terhadap maksim kerja sama dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni (1) penutur memberikan kontribusi yang berlebihan dari apa yang di harapkan mitra tutur, (2) peserta tutur memberikan kontribusi yang tidak benar,
10
(3) peserta tutur memberikan kontribusi yang tidak relevan dengan apa yang dibicarakan, dan (4) peserta tutur memberikan kontribusi yang kurang jelas, ambigu, ataupun berlebih-lebihan. 1. Maksim Kuantitas Pelanggaran yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pelanggaran terhadap maksim kuantitas, yakni. Data 8 P3: Baru nga so kase bae? Lalu kamu sudah perbaiki? (17) P2: Blum, itu Luki da baca. Belum, itu sedang dibaca oleh Luki. (18) Data 9 P6: Misalnya nga pe penguji minta akan apa jo, rekaman, baru ngana mo kasi tu dia? Misalnya pengujimu meminta rekaman, lalu kamu berikan? (19) P7: Iyo, tapi kalau kita pe rekaman, kita lagi mo lia-lia dulu mana yang kita mo ambe atau tidak, yang kita mo bekeng tako… Ia, tapi kalau rekaman, saya pilih mana yang akan di ambil atau tidak, yang membuat saya takut… (20) Percakapan 17-18 mengalami pelanggaran maksim kuantitas. Alasannya, pada saat P3 bermaksud bertanya kepada P2 menyangkut sudah atau tidaknya perbaikan proposalnya, P2 menjawab ” Belum, itu sedang dibaca oleh Luki”. Memang benar apa yang dijawab P2, namun P3 tidak mengharapkan jawaban apakah itu dibaca oleh seseorang atau tidak, ataupun alasan lainnya. P3 mengharapkan jawaban sudah atau tidaknya proposal itu diperbaiki. Pada percakapan 19-20, pelanggaran terjadi pada makim kuantitas. Hal ini terjadi ketika P6 bertanya kepada P7 tentang rekaman yang akan di minta nanti, P7 mengiyakan dengan memberikan alasan “Ia, tapi kalau rekaman, saya pilih mana yang akan di ambil atau tidak”. Keadaan ini memberikan kontribusi yang berlebihan terhadap informasi yang dibutuhkan oleh P6. Artinya P6 hanya mengharapkan jawaba apakah P7 akan memberikan rekaman atau tidak, P6 tidak membutuhkan alasan dari pertanyaan tersebut.
11
2. Maksim Kualitas Pelanggaran yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pelanggaran terhadap maksim kualitas, yakni. Data 10 P17 : Kalau so ada uang, sapa yang ba bili? Jika sudah ada uang, siapa yang beli? (21) P15 : Te Luki, skali-skali ini ko’u Luki, sekali-sekali ini saja. (22) P17 : Tida. Kalau so ada uang sapa yang mo ba bili sebenarnya kita mo Tanya. Tidak. Pertanyaannya jika sudah ada uang siapa yang akan membeli? (23) Data 11 P35 : Torang bo jaga minum sunlight, mo jadi kurus. Kita hanya minum sunlight, bisa jadi kurus. (24) Data 12 P36 : Minum sunlight tambah mo jadi ganteng. Soalnya itu ana pe resep. Minum sunlight bisa menambah tampan. Soalnya itu resep saya. (25) Terjadi
pelanggaran
maksim
kualitas
pada
percakapan
21-22.
Pelangggaran terjadi ketika P15 memberikan informasi yang tidak benar. Hal ini terjadi karena tuturan yang diberikan P15 bahwa si Luki atau P17 yang membeli. Pada tuturan selanjutnya, P17 menolak dengan mengatakan “Tidak”, jelas ini tidak sesuai dengan kenyataan. Pelanggaran maksim kualitas berikutnya terdapat pada percakapan 24 dan 25. Pelanggaran terhadap percakapan ini terjadi karena peserta tutur memberikan pernyataan yang tidak benar. Kedua percakapan ini tidak teruji kebenaranya, khususnya pada percakapan 25 tidak ada sabun jika diminum dapat membuat wajah lebih menarik. Pada kenyataannya, sabun jika dikonsumsi malah dapat mengganggu kesehatan kita. P35 dan P36 berkata seperti itu bertujuan untuk melucu saja. 3. Maksim Relevansi Pelanggaran yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pelanggaran terhadap maksim relevansi, yakni. Data 13 P9: Padahal kalamarin itu pak Pri pasan nya ada. Pelama dia da dudu di samping situ e.
12
Padahal kemarin pak Pri pesan tidak datang. Dia lama duduk di sebelah situ. (26) P10: Kase bagemana, kita punya bulum tabae. Mau dikasih seperti apa, saya punya belum diperbaiki. (27) Data 14 P10: Nga dapa lia Nawir da bakalae deng depe maitua di dalam? Kamu lihat Nawir bertengkar dengan pacarnya? (28) P9: Nyanda, tapi so sore. Bukan so sore itu? Kita da pulang jam 1 lewat stau. Tidak, tapi sudah sore. Apa itu sudah sore? Saya mungkin pulang jam 1 lewat. (29) Pada percakapan 26-27, terjadi pelanggaran terhadap maksim relevansi. Pernyataan yang diberikan P9 pada percakapan 44 hanya sekedar memberitahukan bahwa pak Pri kemarin hadir. P10 pada percakapan 45 menanggapi dengan memberikan alasan ia belum memperbaiki sesuatu. Keadaan ini tidak relevan dengan apa yang diutarakan oleh P9. P9 hanya mau memberitahukan bukan bermaksud ingin mengetahui alasan P10. Pada percakapan 28-29, terjadi pelangaran terhadap maksim kerja sama, yakni pelanggaran pada maksim relevansi. Pada percakapan 49, P10 menanyakan apakah P9 melihat nawir bertengkar dengan pacarnya. P9 malah menjawab keadaan waktu dan ketika ia pulang. Hal ini mengindikasikan pernyataan P9 tidak relevan terhadap pertanyaan P10. 4. Maksim Cara Pelanggaran yang ditemukan pada percakapan di bawah ini mengandung pelanggaran terhadap maksim cara, yakni. Data 15 P4: Baru so pigi ka mana dia? Lalu dia pergi kemana? (30) P5: Ka net stau, ba kirim itu. Ah, suru scan, butul. Suru scan, baru dia mo suru kirim. Kirim lewat ini. Mungki ke warnet. Ah, mau scan, betul. Mau scan, kemudian mau dikirim. Kirim lewat ini. (31) Percakapan 30-31, di dalamnya memiliki pelanggaran terhadap maksim kerja sama, yakni pada maksim cara. P4 bertanya kepada P5 tentang keadaan di mana Arlan berada. Jawaban yang diberikan P5 malah menduga-duga di mana
13
Arlan berada. Hal ini dibuktikan dengan kalimat “mungki ke warnet. Ah, mau scan, betul. Mau scan, kemudian mau di kirim. Kirim lewat ini”. Pernyataan yang dituturkan P5 tidak jelas dan berbelit-belit dengan apa yang di tanyakan oleh P4. Simpulan Berdasarkan paparan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Pematuhan prinsip kerja sama pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa terdiri atas pematuhan terhadap maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Pematuhan terjadi karena mahasiswa memberikan informasi tidak berlebihan, memberikan informasi yang benar, memberikan informasi yang sesuai dengan masalah, memberikan informasi yang jelas, dan (2) Pelanggaran prinsip kerja sama pada percakapan lisan tidak resmi mahasiswa terdiri atas pelanggaran terhadap maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Pelanggaran terjadi karena mahasiswa memberikan informasi yang berlebihan, memberikan informasi yang tidak benar, memberikan informasi yang tidak relevan, dan memberikan informasi yang kurang jelas. Pelanggaran yang terbanyak terdapat pada maksim relevansi. Saran Berdasarkan hasil penelitian dari percakapan lisan tidak resmi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, serta hasil kesimpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan saran yakni, pematuhan terhadap maksim-maksim prinsi kerja sama dapat menjadikan kualitas percakapan lebih baik, yaitu dengan cara menaati keempat maksim (maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim cara). Masih banyak pelanggaran yang terjadi pada percakapan tersebut. Olehnya kita lebih meningkatkan lagi kualitas percakapan kita. Caranya dengan memerhatikan aturan-aturan, khususnya maksim kerja sama, agar kesalahan ini tidak akan terulang dilain waktu,
Chaer, Abdul 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Djajasudarma, Fatimah
14
2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama. Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation, dalam Cole and Morgan (eds) Syntax and Semantics, 3; Speech Act. New York: Academic Press Kushartanti, Untung Yuwono, dan Muhamia RMT Lauder 2005. Pesona bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Sudaryat, Yayat 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya. Tarigan, Henry Guntur 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
15