perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINDAK TUTUR DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM SANDIWARA RADIO KISAH RELIGI “CINTA YANG HILANG” DI RADIO RETJO BUNTUNG YOGYAKARTA (Suatu Pendekatan Pragmatik)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh TRI HARSINI C0207046
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama : Tri Harsini NIM : C0207046 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta (Suatu Pendekatan Pragmatik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, November 2012 Yang membuat pernyataan,
Tri Harsini
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTO
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Terjemahan Q.S. Ar-Rad:11).
“Tiada suatu yang besar tanpa perjuangan yang hebat” (Yovie Widianto)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1.
Bapak dan ibuku tercinta yang selalu memberi kasih sayang, dukungan serta doa.
2.
Kedua kakakku yang selalu mendukung dan memberiku semangat.
3.
Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta (Suatu Pendekatan Pragmatik) ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyusun skripsi.
2.
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin dalam penulisan skripsi ini.
3.
Drs. Istadiyantha, M.S., selaku pembimbing akademis, yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat selama penulis menempuh studi di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
4.
Dr. Dwi Purnanto, M.Hum., selaku pembimbing penulis, yang bersedia membimbing dan memberi petunjuk kepada penulis dalam mengerjakan commit to user skripsi ini. vii
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum., selaku penelaah penulis, yang bersedia memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
6.
Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang telah penulis terima.
7.
Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membantu dan memberikan kemudahan pada penulis dalam mendapatkan buku-buku referensi untuk penyusunan skripsi ini.
8.
Kedua orang tua dan kedua kakak penulis yang sangat penulis sayangi, terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan dan doa yang selama ini tercurah. Suasana kekeluargaan bersama kalian sangat penulis rindukan.
9.
Cinta dan kasih penulis, Ashari Puguh Novianto (Aa‟ Puguh), yang sudah setia berbagi suka dan duka bersama, selalu sabar menghadapi penulis. Terima kasih atas semua yang Aa‟ berikan. Semoga kita dipersatukan dalam suatu keindahan dan kebahagiaan.
10. Kedua kakak ipar penulis, Mas Endang dan Kak Dedy, terima kasih untuk semuanya. 11. Kedua keponakan penulis, Revi dan Aryo, keceriaan dan kelucuan kalian membuat penulis semangat dan selalu merindukan kalian. 12. Saudara seperjuangan penulis, Ukhti Zulaikha, yang selalu memberikan semangat sampai hari ini dan selalu membantu penulis dalam segala hal. Kenangan bersamamu akan selalu penulis ingat dan penulis rindukan. 13. Sahabat penulis, Alfiatun
yang selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan skripsi. Terima kasih juga atas kebersamaan denganmu yang commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selalu memberikan kesenangaan, keceriaan dan kenangan-kenangan manis yang tidak terlupakan. 14. Semua teman Sastra Indonesia angkatan 2007 (Bety, Esti, Putri, Diana, Unun Yeni, Nana, Imas, Ririn, Pipit, Savitri, Wilda, Panca, Aril, Eri, Pyta, Arvita, Vitalia, Arif, Ikhsan, Hari Setiawan, Hari Sulistyo, Fajar, Wibi, Rahmat, Adit, Anggoro, Ayip), terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan kerja samanya, semoga kesatuan kita tetap terjaga sampai kapan pun. 15. Saudara-saudara penulis di Wisma Anif dan Kos Sekartaji 4, terima kasih untuk kebersamaan kalian yang penuh keceriaan yang tidak bisa terlupakan. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan segala bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah swt. Penulis sudah berupaya dengan maksimal dalam penyusunan skripsi ini, tiada gading yang tidak retak, begitu pula dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Desember 2012 Penulis,
commit to user
ix
Tri Harsini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….
iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………..
iv
MOTO ……………………………………………………………….......
v
PERSEMBAHAN ………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….....
x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xv
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………..
xvi
ABSTRAK ………………………………………………………………
xvii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………….....
1
B. Pembatasan Masalah ………………………………………..
8
C. Rumusan Masalah …………………………………………..
8
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………
9
E. Manfaat Penelitian ……………………………………….....
9
F. Sistematika Penulisan ………………………………………
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ………..........
12
A. Kajian Pustaka ………………………………………………
12
1. Tinjauan Terdahulu ……………………………………. ..
12
2. Landasan Teori ………………………………………….. commit to user
14
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pragmatik ……………………………………………..
14
b. Situasi Tutur ……………………………………….....
16
c. Tindak Tutur ………………………………………….
18
d. Prinsip Kerja Sama ……………………………………
27
e. Implikatur …………………………………………... ..
29
B. Kerangka Pikir ………………………………………………
33
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………. ..
35
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan ……………………………
35
B. Sumber Data dan Data ………………………………………
36
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………………….....
36
D. Klasifikasi Data ……………………………………………..
37
E. Metode dan Teknik Analisis Data …………………………..
39
F. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ………………………
42
BAB IV ANALISIS DATA ……………………………………………..
43
A. Wujud Tindak Tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ………………………..
43
1. Wujud Tindak Tutur Asertif …………………………….
43
a. Memberitahukan ………………………………………
44
b. Menjelaskan …………………………………………..
46
c. Membenarkan …………………………………………
50
d. Menunjukkan …………………………………………
52
e. Meyakinkan …………………………………………..
53
f. Menegaskan …………………………………………..
56
g. Menyatakan ………………………………………...... commit to user
59
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Wujud Tindak Tutur Direktif …………………………..
61
a. Mempersilakan ……………………………………...
62
b. Memohon …………………………………………....
64
c. Menasihati …………………………………………..
65
d. Menyarankan ………………………………………..
68
e. Menyuruh ……………………………………………
71
f. Meminta izin ………………………………………...
74
g. Melarang …………………………………………….
76
h. Mengingatkan ……………………………………….
78
i. Meminta ……………………………………………..
80
j. Mengajak …………………………………………….
81
k. Memperingatkan …………………………………….
84
l. Membujuk …………………………………………...
87
m. Mendesak ……………………………………………
89
n. Memesan ………………………………………….....
90
o. Berharap ……………………………………………..
92
p. Menolak ……………………………………………..
94
3. Wujud Tindak Tutur Ekspresif …………………………
96
a. Meminta maaf ……………………………………….
97
b. Memuji ………………………………………………
99
c. Berterima kasih ……………………………………...
101
d. Mengungkapkan kesengsaraan ……………………..
103
e. Menghibur …………………………………………..
105
f. Mengeluh …………………………………………… commit to user
108
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Mengungkapkan rasa sedih ………………………....
111
h. Mengungkapkan rasa kecewa ………………………
114
i. Menyesal …………………………………………….
116
j. Mengungkapkan rasa putus asa ……………………..
119
k. Mengungkapkan rasa senang ………………………..
121
l. Mengungkapkan rasa iri …………………………….
123
m. Mengungkapkan rasa jengkel ……………………….
124
n. Menuduh …………………………………………….
127
o. Menyindir ……………………………………………
128
p. Mengungkapkan rasa cemburu ………………………
130
q. Menyalahkan ………………………………………..
131
r. Mengungkapkan rasa penasaran …………………….
133
s. Mengungkapkan rasa bingung ………………………
134
t. Menyangkal ………………………………………….
135
u. Mengungkapkan rasa simpati ……………………….
138
v. Mengungkapkan rasa kasihan ……………………….
140
w. Mengungkapkan rasa kaget ……………………........
141
x. Mengungkapkan rasa marah ………………………..
143
y. Mengungkapkan rasa heran …………………………
146
z. Mengungkapkan rasa malu ………………………….
147
4. Wujud Tindak Tutur Komisif …………………………..
149
a. Menyatakan kesanggupan …………………………..
149
b. Menawarkan ………………………………………....
152
c. Berjanji ……………………………………………… commit to user
154
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ..
162
1. Pelanggaran Maksim Kuantitas ………………………...
163
2. Pelanggaran Maksim Kualitas ………………………….
166
3. Pelanggaran Maksim Relevansi ………………………..
169
4. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan ……………………..
171
BAB V PENUTUP ……………………………………………………..
173
A. Simpulan …………………………………………………...
173
B. Saran ……………………………………………………….
174
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..
176
LAMPIRAN ……………………………………………………………
179
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Tindak Tutur ……………………………………………….
157-161
Tabel 2
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama …………………………..
172
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
FM
: Frequency Modulation
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
PPKS
: Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
RB
: Retjo Buntung
SDM
: Sumber Daya Manusia
SRKR
: Sandiwara Radio Kisah Religi
STAI
: Sekolah Tinggi Agama Islam
TT
: Tindak Tutur
TTA
: Tindak Tutur Asertif
TTDir
: Tindak Tutur Direktif
TTE
: Tindak Tutur Ekspresif
TTK
: Tindak Tutur Komisif
UMY
: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Tri Harsini. C0207046. 2012. Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta (Suatu Pendekatan Pragmatik). Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta? (2) Bagaimana wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta? Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta, (2) Mendeskripsikan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data penelitian ini adalah acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta selama 5 episode yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. Data dalam penelitian ini adalah dialog para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang mengandung tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama beserta konteksnya yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah simak, sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan teknik rekam. Metode analisis data yang digunakan adalah padan pragmatis dan kontekstual. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah means-end dan heuristik. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal. Berdasarkan analisis data dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Ditemukan 7 subtindak tutur asertif, yaitu memberitahukan, menjelaskan, membenarkan, menunjukkan, meyakinkan, menegaskan, dan menyatakan. Adapun tindak tutur asertif yang paling banyak ditemukan adalah „memberitahukan‟, (2) Ditemukan 16 subtindak tutur direktif, yaitu mempersilakan, memohon, menasihati, menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang, mengingatkan, meminta, mengajak, memperingatkan, membujuk, mendesak, memesan, berharap, dan menolak. Adapun tindak tutur direktif yang paling banyak ditemukan adalah „mengingatkan‟, (3) Ditemukan 26 subtindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk meminta maaf, memuji, berterima kasih, mengungkapkan kesengsaraan, menghibur, mengeluh, rasa sedih, commit to usermengungkapkan
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengungkapkan rasa kecewa, menyesal, mengungkapkan rasa putus asa, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa iri, mengungkapkan rasa jengkel, menuduh, menyindir, mengungkapkan rasa cemburu, menyalahkan, mengungkapkan rasa penasaran, mengungkapkan rasa bingung, menyangkal, mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan rasa kaget, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa heran, dan mengungkapkan rasa malu. Adapun tindak tutur ekspresif yang paling banyak ditemukan adalah „berterima kasih‟ dan „mengeluh‟, (4) Ditemukan 3 subtindak tutur komisif, yaitu menyatakan kesanggupan, menawarkan, dan berjanji. Adapun tindak tutur komisif yang paling banyak ditemukan adalah „menyatakan kesanggupan‟. Tindak tutur deklarasi tidak ditemukan dalam penelitian ini. Mengenai pelanggaran prinsip kerja sama, dalam penelitian ini ditemukan banyak pelanggaran terhadap semua maksimnya, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim kuantitas, yang diikuti oleh maksim kualitas, kemudian maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia tidak bisa hidup sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia hidup saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, manusia perlu bergaul dan berkomunikasi dengan sesama manusia untuk saling bertukar pikiran, menyampaikan ide atau pendapatnya. Terkait masalah pentingnya berkomunikasi dengan sesama manusia, maka bahasa memegang peran yang sangat penting karena bahasa adalah salah satu sarana untuk melakukan komunikasi. Tanpa adanya bahasa, sulit bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk menyampaikan kepentingannya, baik kepentingan individu, kelompok, maupun kepentingan bersama. Harimurti Kridalaksana berpendapat bahwa, “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat
untuk
bekerja
sama,
berinteraksi,
berkomunikasi,
dan
mengidentifikasikan diri” (Harimurti Kridalaksana, 1993:21). Berkomunikasi sangat perlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan komunikasi memiliki fungsi menyampaikan informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi khalayak. Salah satu cara penyampaian informasi bisa diwujudkan dengan cara bertutur satu sama lain. Adapun media
yang bisa digunakan untuk menyampaikan
dan
memperoleh informasi atau berita bisa menggunakan media cetak dan media elektronik. Yang termasuk media cetak, misalnya koran, majalah, dan buku. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Media elektronik bisa berupa audiovisual, misalnya televisi sedangkan media elektronik yang berupa audio, misalnya radio. Radio bisa menjadi salah satu media yang dipilih masyarakat untuk memperoleh informasi dan hiburan yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan radio memiliki keunggulan, yaitu harganya relatif murah. Hampir setiap rumah memiliki radio, bahkan handphone zaman sekarang pun sudah difasilitasi dengan radio. Saat ini, masyarakat dapat dengan mudah mendengarkan radio kesayangan mereka, di mana pun mereka berada, bahkan di luar negeri sekalipun. Radio Retjo Buntung (selanjutnya disingkat RB) 99,4 FM adalah salah satu stasiun radio yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Radio RB bisa didengarkan melalui live streaming. Dengan live streaming, masyarakat bisa mendengarkan acara-acara Radio RB sekalipun mereka tidak berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (http://www.retjobuntungfm.co.id/index.php?mod=profil). Menurut survei Nielsen, Radio RB adalah radio ranking 1 di Yogyakarta. Jika dilihat di twitter, Radio RB memiliki followers sebanyak 3.202 orang (https://twitter.com/retjobuntungfm). Selain itu, jika dilihat di fan page Radio RB, sebanyak 5.286 orang menyukai Radio RB (http://www.facebook.com/pages/FanPage-Retjo-Buntung-994-FM/203559922996017?sk=likes). Dari sekian banyak radio yang ada di Yogyakarta, pada hari Jumat, 21 Desember 2012, Radio RB menempati urutan ke-4 teratas dalam today top listener via streaming (http://www.jogjastreamers.com/). Oleh sebab itulah alasan ketertarikan penulis memilih Radio Retjo Buntung Yogyakarta sebagai sumber yang digunakan oleh penulis untuk memperoleh sumber data dalam penelitian ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Radio RB lahir pada tanggal 9 Maret 1967. Digerakkan oleh SDM kreatif, dinamis dan berwawasan luas, serta didukung teknologi canggih saat ini, RB 99,4 FM terus tumbuh di tengah pesatnya perkembangan dunia media informasi. Radio RB adalah salah satu radio yang tetap mengudara sampai saat ini dengan usianya yang lebih dari 40 tahun. Program yang telah disajikan dikemas secara khas untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi keluarga di Yogyakarta dan kota-kota sekitarnya. Dengan memposisikan RB sebagai “Citra Radio Keluarga”, program acara yang dirancang nonstop 24 jam, sampai saat ini telah memenuhi kebutuhan pendengar yang selalu disebut dengan sapaan “Pemiarsa”. Radio RB mempunyai
komitmen
untuk
memberikan
layanan
memuaskan
kepada
“Pemiarsa”, yang diwujudkan dengan program musik, hiburan dan informasi termasuk program talk show tentang permasalahan aktual dan keluarga (http://www.retjobuntungfm.co.id/index.php?mod=profil). Acara-acara radio yang semakin menarik tentu akan semakin banyak pula yang mendengarkan. Oleh karena itu, Radio RB memberikan suatu acara hiburan yang menarik untuk disimak oleh pemiarsa. Hiburan tersebut bertema kisah religi yang dikemas dalam bentuk sandiwara radio. Sandiwara radio merupakan suatu karya sastra yang dihasilkan manusia yang berupa drama yang disiarkan melalui radio sebagai medianya. Sandiwara radio termasuk dalam genre sastra elektronik. Sastra elektronik adalah sastra di media elektronik. Sandiwara atau drama radio menggunakan media berupa audio karena hanya menampilkan suara saja. Radio RB mempunyai dua acara sandiwara, yaitu sandiwara radio bahasa Jawa dan sandiwara radio kisah religi (http://gudeg.net/id/directory/37/413/RadioRetjo-Buntung-994-FM.html). Adapun acara sandiwara radio yang dipilih penulis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
untuk dilakukan penelitian adalah Sandiwara Radio Kisah Religi (selanjutnya disingkat SRKR) yang disiarkan Radio RB 99,4 FM Yogyakarta. Sandiwara radio bahasa Jawa tidak dipilih oleh penulis karena bahasa yang digunakan bukan bahasa Indonesia melainkan bahasa Jawa. Sehingga hal tersebut bukan merupakan lingkup kajian untuk sastra Indonesia. SRKR mampu mengangkat potret nyata kehidupan manusia dengan segala kelemahan yang dimilikinya dalam sebuah drama radio yang sangat menarik untuk disimak. SRKR ini disiarkan setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB. Bagi Pemiarsa yang tidak bisa mendengarkan SRKR pada pagi hari maka Radio RB memberikan solusi dengan menghadirkan siaran ulang acara SRKR pada hari Senin sampai Jumat mulai pukul 21.00 WIB sampai dengan pukul 21.30 WIB. Acara SRKR ini menghadirkan pelajaran yang bisa diambil karena ceritacerita yang disajikan merupakan kisah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan komunikasi, yaitu, mengubah sikap, mengubah pendapat, mengubah perilaku, dan mengubah sosial, diharapkan dengan adanya acara SRKR ini mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat sehari-hari menjadi lebih baik karena banyak pelajaran yang bisa diambil dari acara SRKR ini. Acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB Yogyakarta ini berbeda dengan acara sandiwara radio lainnya. Sandiwara radio biasanya hanya mengangkat drama kolosal, akan tetapi acara SRKR “Cinta yang Hilang” mampu menampilkan cerita yang menggambarkan potret nyata kehidupan manusia saat ini, misalnya masalah percintaan, keluarga, persahabatan, dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Acara SRKR ini menampilkan judul yang berbeda-beda. Judul yang diambil oleh penulis untuk dijadikan penelitian adalah “Cinta yang Hilang” naskah karya Liya Adriansyah, dengan sutradara W. Adya Putra. Judul ini terdiri dari 5 episode. Judul “Cinta yang Hilang” dipilih oleh penulis untuk diteliti karena menurut pengamatan penulis, judul tersebut yang paling mendekati dengan kisah kehidupan sehari-hari. Cerita yang disampaikan cukup mewakili perasaan orang tua pada umumnya, yaitu perasaan untuk diperhatikan dan diberi kasih sayang oleh anak-anak dan istrinya. Dari segi kebahasaan, yang menarik dari acara SRKR ini adalah tuturantuturan yang diujarkan oleh para tokoh. Misalnya ketika tokoh Pak Dibyo merasakan kerinduan kepada anak-anaknya yang tidak kunjung datang untuk menemui atau menjenguknya, tentu banyak tuturan yang diujarkan mengandung jenis tindak tutur, seperti tuturan mengekspresikan keluhan, kejengkelan, kesedihan, kebahagiaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tuturan-tuturan yang terdapat dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan ilmu pragmatik, yang bertujuan untuk mengetahui makna tuturan tanpa meninggalkan konteksnya. Apabila percakapan terjadi antara dua orang atau lebih, maka jumlah tuturan yang terjadi akan menjadi banyak. Hal inilah yang tejadi dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakara, yaitu percakapan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dalam percakapan, diharapkan peserta percakapan dapat melakukan percakapan secara kooperatif. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
padat dan ringkas sehingga maksud tuturannya bisa dipahami oleh mitra tuturnya. Agar terjadi suatu percakapan yang baik, peserta tutur harus mematuhi 4 prinsip kerja sama yang disampaikan oleh Grice, meliputi maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Akan tetapi, berbagai tuturan yang terjadi pada sebuah percakapan bisa menyebabkan terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Begitu halnya dalam SRKR “Cinta yang Hilang” ini, berbagai tuturan para pemain tidak sepenuhnya mematuhi prinsip kerja sama, namun bisa saja prinsip tersebut dilanggar. Prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” ini banyak diwujudkan dalam bentuk pelanggaran prinsip kerja sama. Dalam penelitian ini, pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran prinsip kerja sama yang dilakukan oleh para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ketika mereka melakukan percakapan. Wujud Pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini bisa dijumpai, misalnya ketika tokoh Fatimah bertanya benar atau tidak jika Pak Dibyo tinggal di satu daerah dengan Fatimah. Pak Dibyo pun menjawab pertanyaan Fatimah bahwa dirinya satu warga dengan Fatimah, kemudian Pak Dibyo menunjukkan letak rumahnya kepada Fatimah. Hal tersebut tentu melanggar maksim kuantitas karena kontribusi yang diberikan oleh Pak Dibyo tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Fatimah, yaitu terlalu banyak. Dari pelanggaran prinsip kerja sama itulah muncul adanya implikatur meyakinkan yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturannya. Dengan menunjukkan letak rumahnya kepada Fatimah, Pak Dibyo bermaksud membuat Fatimah percaya dan yakin bahwa Pak Dibyo juga warga di tempat Fatimah tinggal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB menarik untuk dikaji dengan pendekatan pragmatik, karena tuturan-tuturan yang terdapat dalam acara tersebut mengandung berbagai macam maksud dari penutur, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Semua itu dapat dikaji dalam ilmu pragmatik. Dengan teori pragmatik, dapat dijelaskan fenomena-fenomena bahasa yang terjadi dalam suatu percakapan melalui tuturan-tuturan yang disampaikan oleh penutur dan mitra tutur. Alasan lain yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB Yogyakarta dengan pendekatan pragmatik adalah karena banyak muncul keterkaitan bahasa yang digunakan oleh para tokoh dengan unsur-unsur eksternalnya yang menjadi cirri khas ilmu pragmatik. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh George Yule bahwa pragmatik adalah studi yang mengkaji makna kontekstual atau makna yang terikat dengan konteks (Yule, 1996:3). Adanya konteks sangat membantu pendengar dalam menikmati acara SRKR “Cinta yang Hilang” supaya maksud tuturan yang disampaikan oleh para tokoh dapat dengan mudah dipahami. Begitu pula dalam penelitian ini, adanya konteks sangat membantu penulis dalam melakukan analisis data. Konteks dalam SRKR “Cinta yang Hilang” ini bisa diperoleh dari tuturan-tuturan yang disampaikan oleh para tokoh. Monolog dari para tokoh juga bisa memperjelas adanya konteks percakapan. Monolog dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” ini biasanya terdapat dibagian awal, tengah, dan akhir dari cerita. Ragam bahasa yang digunakan dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” ini cenderung menggunakan ragam bahasa informal. Penggunaan ragam bahasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
informal dalam acara tersebut bertujuan supaya cerita yang disampaikan mudah dipahami dan bisa menarik pendengar untuk menyimak acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB. Dari uraian di ataslah penulis tertarik meneliti acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB Yogyakarta dari segi tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama karena di dalam acara ini banyak tuturan-tuturan yang mengandung variasi tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama.
B. Pembatasan Masalah Untuk mencegah kerancuan masalah dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih intensif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Ruang lingkup penelitian ini penulis fokuskan pada masalah pemakaian bahasa yang digunakan oleh para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB. Penulis menggunakan pendekatan pragmatik untuk membedah permasalah yang ada dalam penelitian ini. Penulis membatasi kajian pada analisis tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
C. Rumusan Masalah Salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian ilmiah adalah perumusan masalah yang merupakan dasar bagi suatu penelitian. Dengan adanya perumusan masalah, hal yang hendak dikaji dapat didefinisikan lebih rinci dan dirumuskan dalam pernyataan-pernyataan yang operasional, yaitu pernyataanpernyataan yang mengarahkan sekaligus membatasi rumusan masalah. Perumusan masalah sekaligus mempertegas ruang ligkup yang diteliti (pembatasan masalah). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Dengan demikian, penelitian lebih dikhususkan dan ditentukan ruang lingkupnya (Edi Subroto, 1992:88). Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah yang akan dikaji sebagai berikut: 1. Bagaimana wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta? 2. Bagaimana wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian Tujuan suatu penelitian adalah memecahkan masalah. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian Suatu penelitian ilmiah diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoretis a. Memperkaya hasil penelitian dalam peristiwa kebahasaan terutama masalah tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
b. Menambah khasanah kajian dalam bidang pragmatik khususnya dan linguistik umumnya. 2.
Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan positif kepada pembuat acara SRKR dan penulis naskah sandiwara radio “Cinta yang Hilang” tentang wujud tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam karyanya yang berupa sandiwara radio agar yang disampaikan bisa lebih menarik dan mengena serta mudah dipahami. b. Menambah wawasan pembaca dalam menikmati suatu sandiwara radio. c. Dengan adanya penelian ini diharapkan masyarakat bisa menerapkan penggunaan tindak tutur dan prinsip kerja sama dalam percakapan seharihari agar terjadi suatu tuturan yang relevan dan mitra tutur mampu memahami maksud tuturan yang disampaikankan oleh penutur.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, yaitu agar cara kerja penelitian lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut. Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini terdiri atas kajian commit to user pustaka, dan kerangka pikir. Kajian pustaka berisi tinjauan terdahulu dan landasan
perpustakaan.uns.ac.id
teori.
Tinjauan
digilib.uns.ac.id 11
terdahulu
merupakan
tinjauan
dari
penelitian-penelitian
sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini, sedangkan landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Bab ketiga metode penelitian. Bab ini memberikan gambaran proses penelitian yang terdiri atas jenis penelitian dan pendekatan, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, metode dan teknik analisis data, metode penyajian hasil analisis data. Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang berisikan analisis data, yaitu deskripsi tentang wujud tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Bab kelima penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka 1.
Tinjauan Terdahulu Ada beberapa studi terdahulu yang berhubungan dengan penelitian tindak
tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama yang menggunakan pendekatan pragmatik. Beberapa studi terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan masih relevan dengan penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut. Skripsi Waluyo (2009) dari dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Percakapan Lum Kelar di Radio Sas FM, membahas tiga permasalahan, yaitu (1) bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapan Lum Kelar, (2) bentuk pelanggaran prinsip kesopanan dalam Percakapan Lum Kelar, (3) implikatur percakapan yang terdapat dalam percakapan Lum Kelar. Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari skripsi tersebut pertama, ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam tuturan Lum Kelar. Pelanggaran prinsip kerja sama terjadi terhadap empat maksim, yaitu (a) pelanggaran maksim kuantitas, (b) pelanggaran maksim kualitas, (c) pelanggaran maksim relevansi, (d) pelanggaran maksim pelaksanan. Pelanggaran prinsip kerja sama paling banyak terjadi terhadap maksim kualitas. Kedua, ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kesopanan dalam percakapan Lum Kelar. Pelanggaran hanya terjadi terhadap lima maksim commit to user dari enam maksim yang tercakup
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dalam prinsip ini. Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud adalah (a) pelanggaran maksim kebijaksanaan, (b) pelanggaran maksim penerimaan, (c) pelanggaran maksim kemurahan, (d) pelanggaran maksim kerendahan hati, dan (e) pelanggaran maksim kecocokan. Pelanggaran terhadap maksim kesimpatian tidak ditemukan dalam penelitian ini. Ketiga, tuturan dalam Lum Kelar mengandung beberapa macam implikatur percakapan. Implikatur-implikatur tersebut digunakan antara lain untuk (a) menegaskan, (b) mengeluh, (c) menciptakan humor, (d) menyindir, (e) memastikan, (f) menolak, (g) menyombongkan diri, (h) mengejek, dan (i) menyatakan rasa kesal. Dalam percakapan Lum Kelar, implikatur percakapan terbanyak digunakan untuk humor. Hal tersebut merupakan salah satu strategi untuk menarik minat pendengar, agar mau mendengarkan Lum Kelar dari awal hingga akhir. Skripsi Eri Dwi Astuti (2012) dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang berjudul Tindak Tutur dan Kesopanan Berbahasa dalam Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta (Sebuah Tinjauan Pragmatik), membahas dua permasalahan, yaitu (1) bentuk tindak tutur dalam Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta, (2) bentuk kesopanan berbahasa dalam Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta. Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari skripsi tersebut pertama, ditemukan 4 jenis tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur asertif atau representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur komisif. Tindak tutur asertif meliputi enam subtindak tutur, yaitu melaporkan, menjelaskan, menyampaikan pendapat, meluruskan, menegaskan, dan menyetujui. Tindak tutur direktif meliputi tujuh subtindak tutur, yaitu mempersilakan, meminta, menasihati, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
menyarankan, mengingatkan, melarang, dan menyuruh. Tindak tutur ekspresif meliputi empat subtindak tutur, yaitu berterima kasih, meminta maaf, mengeluh, dan memuji. Tindak tutur komisif meliputi dua subtindak tutur, yaitu berjanji dan menawarkan. Kedua, bentuk kesopanan berbahasa terjadi karena mematuhi maksim kesopanan Leech yang terdiri dari lima maksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, dan maksim kesepakatan. Dari beberapa tinjauan terdahulu di atas, penelitian-penelitian tersebut membahas masalah tindak tutur, pelanggaran prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan implikatur percakapan. Dua penelitian di atas digunakan sebagai tinjauan terdahulu karena dalam penelitian ini penulis juga membahas masalah tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Walaupun pada penelitian terdahulu telah dilakukan penelitian tentang tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama, namun data yang dikaji dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis focus pada kajian tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penelitian tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta belum pernah dilakukan. 2.
Landasan Teori a. Pragmatik Menurut Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994:83-84), bidang
linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
disebut pragmatik. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan. Geoffrey Leech mendefinisikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations) (Leech, 1993:8). Pada kesempatan lain, Jenny Thomas dalam bukunya yang berjudul “Meaning in Interaction: An Introduction to Pragmatics”, bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interaction disebut pragmatik. Pengertian tersebut dengan mengandalkan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran (Thomas, 1995:22). Sementara itu, I Dewa Putu Wijana berpendapat bahwa cabang ilmu bahasa yang mempelajari stuktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi disebut pragmatik. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur (1996:2). Senada dengan I Dewa Putu Wijana, Muhammad Rohmadi menegaskan bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur (2004:2). George Yule dalam bukunya yang berjudul “Pragmatics” mendefinisikan pragmatik menjadi empat batasan. Keempat batasan tersebut dapat dilihat sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
1) “Pragmatics is the study of speaker meaning” (Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang makna penutur). 2) “Pragmatics is the study of contextual meaning” (Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang makna kontekstual). 3) “Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said” (Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan dari pada yang dituturkan). 4) “Pragmatics is the study of the expression of relative distance” (Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang bentuk ungkapan atau ekspresi menurut jarak sosial dari penutur dan mitra tutur) (Yule, 1996:3). b. Situasi Tutur Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasikan melalui situasi tutur yang mendukungnya (Rustono, 1999:25). Terkait masalah situasi tutur, Geoffrey Leech mengemukakan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut mencakup 5 aspek, yang meliputi: 1) Penyapa dan pesapa Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspekaspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. 2) Konteks sebuah tuturan Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (backround knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. 3) Tujuan sebuah tuturan Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. 4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan Tindak tutur itu merupakan suatu aktivitas. Pada tindakan bertutur, alat ucaplah yang berperan. Alat ucap juga termasuk bagian tubuh manusia. 5) Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal (Leech, 1993:19-21).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
c. Tindak Tutur Teori tindak tutur „speech act‟ berawal dari ceramah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L. Austin, pada tahun 1955 di Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul “How to do Things with Word” (Nadar, 2009:11). Tindak tutur merupakan hal penting dalam pragmatik. George Yule berpendapat bahwa “speech act is actions performed via utterances” „tindak tutur adalah tindakan yang dilakukan lewat tuturan‟ (Yule, 1996:47). Senada dengan George Yule, Rustono mengatakan bahwa mengujarkan sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh), di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar (Rustono, 1999:31). Masih terkait masalah tindak tutur, J. L. Austin menggolongkan tindak tutur yang menggunakan kalimat performatif (kalimat yang pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu) menjadi tiga peristiwa tindakan, yang meliputi: 1) Tindak Lokusi (locutionary act) Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
2) Tindak Ilokusi (illocutionary act) Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. 3) Tindak Perlokusi (perlocutionary act) Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang sering memiliki efek atau daya pengaruh
(perlocutionary
force).
Efek
yang
dihasilkan
dengan
mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi (Austin, 1968:94-102). Istilah 'tindak tutur' umumnya diterjemahkan secara sempit dengan sekedar diartikan sebagai tekanan illokusi suatu tuturan. Tekanan ilokusi suatu tuturan adalah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟. Tuturan yang sama secara potensial dapat memiliki tekanan ilokusi yang sedikit berlainan (misalnya: janji dengan peringatan). Supaya pendengar mengetahui tekanan ilokusi apa yang dimaksudkan oleh penutur, maka diperlukan adanya alat penunjuk tekanan ilokusi (Yule, 2006:84-85). Terkait masalah alat penunjuk tekanan ilokusi, George Yule menjelaskan bahwa “Alat Penunjuk Tekanan Illokusi (APTI) ialah jenis ungkapan di mana terdapat suatu celah untuk sebuah kata kerja yang secara eksplisit menyebutkan tindakan illokusi yang sedang ditunjukkan. Kata kerja yang demikian ini dikatakan sebagai kerja kata performatif (Vp)” (Yule, 2006:85). Contoh kata kerja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
performatif , misalnya berjanji dan memperingatkan. Jika kata kerja performatif tersebut dinyatakan dalam suatu tuturan, maka akan sangat jelas kata kerja performatif tersebut sebagai APTI. Lebih lengkap George Yule menjelaskan bahwa APTI yang lain yang dapat diidentifikasikan ialah urutan kata, tekanan, dan intonasi. Ada juga alat-alat penunjuk lainnya yang dimungkinkan untuk menunjukkan tekanan illokusi, misalnya kualitas suara yang rendah untuk memperingatkan atau mengancam (Yule, 2006:86-87). Dalam konteks sehari-hari ada juga pra-kondisi pada tindak tutur yang dikemukakan oleh George Yule, pra-kondisi tersebut adalah kondisi umum pada peserta, misalnya bahwa mereka dapat memahami bahasa yang sedang digunakan. Kondisi isi, misalnya untuk sebuah peringatan atau sebuah janji, kedua tuturan itu harus berisi tentang peristiwa yang akan terjadi mendatang. Kondisi persiapan untuk suatu janji secara signifikan berbeda dengan kondisi persiapan dalam suatu peringatan. Kondisi persiapan ini berhubungan dengan kondisi ketulusan yang merupakan pra-kondisi keempat. Sebuah janji dalam kondisi ini penutur harus secara tulus bermaksud untuk melaksanakan tindakan itu di masa mendatang. Sementara itu, untuk suatu peringatan, penutur secara tulus percaya bahwa peristiwa di masa yang akan datang itu tidak memiliki suatu akibat yang bermanfaat. Yang terakhir merupakan kondisi esensial, yang meliputi kenyataan bahwa dengan tindakan ucapan janji, maka penutur bermaksud menciptakan suatu keharusan untuk melaksanakan tindakan yang dijanjikan. Dengan kata lain, tuturan mengubah pernyataan penutur dari ketidakharusan menjadi suatu keharusan (Yule, 2006:87-88). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Austin mengemukakan pandangannya bahwa di dalam mengutarakan tuturan, seseorang dapat melakukan sesuatu selain mengatakan sesuatu. Tuturan yang pengutaraanya digunakan untuk melakukan sesuatu, seperti tindakan mohon maaf, berjanji, bertaruh, mengumumkan, dan meresmikan disebut tuturan performatif (performative), sedangkan tuturan yang dipergunakan untuk mengatakan sesuatu disebut tuturan konstantif (constative). Tuturan performatif tidak mengandung nilai benar dan salah (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:23-24). Austin (1962) mengemukakan bahwa validitas tuturan performatif tergantung pada terpenuhinya beberapa syarat yang disebut felicity conditions. Adapun syarat-syarat yang diajukan meliputi: 1) Orang yang mengutarakan dan situasi pengutaraan tuturan itu harus sesuai. 2) Tindakan itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan lawan tutur 3) Penutur dan lawan tutur harus memilki niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan itu (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:24-25) Searle memperluas syarat-syarat validitas tindak tutur yang diajukan oleh Austin menjadi 5 syarat, yang meliputi: 1) Penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh terhadap apa yang dijanjikannya. 2) Penutur harus berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya bahwa tindakan itu benar-benar akan dilaksanakan. 3) Penutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan tindakan itu. 4) Penutur harus memprediksi tindakan yang akan dilakukan (future action), bukannya tindakan-tindakan yang sudah dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
5) Penutur harus memprediksi tindakan yang dilakukannya sendiri, bukan tindakan yang dilakukan orang lain (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996: 2526). Pada kesempatan lain, J. R. Searle mengategorikan tindak tutur menjadi lima jenis, yang meliputi: 1) Asertif (Assertives) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan. 2) Direktif (Directives) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturantuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur
menyuruh,
memohon,
menuntut,
menyarankan,
memerintah,
meminta, dan menantang. 3) Komisif (Commisives) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada suatu
tindakan
yang
dilakukannya
pada
masa
mendatang
dan
melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur berjanji, bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
4) Ekspresif ( Expressives) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur memuji, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh. 5) Deklarasi (Declarations) Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan mengangkat (Searle, 1996:147-149). Ahli lain, Geoffrey Leech mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam macam, yang meliputi: 1) Asertif: merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi
yang
dituturkan,
misalnya
menceritakan,
melaporkan,
mengemukakan, menyatakan, mengumumkan, mendesak. 2) Direktif: bentuk tindak tutur yang dimaksud oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang. 3) Komisif: tindak tutur yang menyatakan janji atau penawaran, misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, bersumpah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
4) Ekspresif: tindak tutur yang berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra tutur, misalnya mengucapkan
selamat,
mengucapkan
terima
kasih,
merasa
ikut
bersimpati, meminta maaf. 5) Deklaratif: tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya memecat, membaptis, menikahkan, mengangkat, menghukum, memutuskan. 6) Rogatif: tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur untuk menanyakan jika bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif ragu-ragu, misalnya menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan (Leech, 1993:327329). Sementara itu, Fraser mengklasifikasikan tindak tutur menjadi delapan macam, yang meliputi: 1) Tindakan asertif (act of asserting): ditandai dengan verba menuduh, mengakui, menyimpulkan, memberi tahu, menyatakan, menyatakan yakin. 2) Tindakan evaluasi (act of evaluating): ditandai dengan verba mendesak, mengevaluasi, menganggap, memvonis, menerka. 3) Tindakan reflektif perilaku pembicara (acts of reflecting speaker attitude): ditandai dengan verba memuji, mengeluh, merasa ikut bersimpati, menuduh, menyayangkan, meminta maaf. 4) Tindakan penetapan (acts of stipulating): ditandai dengan verba menetapkan,
mencalonkan,
memilih,
menggolongkan. commit to user
mengumumkan,
mengatur,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
5) Tindakan permohonan (acts of requesting): ditandai dengan verba menuntut, memohon, menawarkan, mengundang, mengarahkan, melarang. 6) Tindakan menyarankan (acts of suggesting) ditandai dengan verba memperingatkan,
merekomendasikan,
menyarankan,
mengusulkan,
mendukung, menasihati. 7) Tindakan dari penggunaan kekuasaan (act of exercising authority): ditandai dengan verba membatalkan, memutuskan, memecat, menurunkan gaji, mewariskan, menghukum. 8) Tindakan komisif (act of committing): ditandai dengan verba bersumpah, berjanji, menawarkan diri, meyakinkan, berikrar, berkaul (dalam Nadar, 2009:16-17). Pada kesempatan lain, J. R. Searle menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. 1) Tindak tutur langsung Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2) Tindak tutur tidak langsung Tindak tutur tidak langsung (indirect speech) ialah tindak tutur untuk memerintah sesorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung bisanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:30-31). Sehubungan dengan kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan, tindak tutur juga dibedakan menjadi tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. 1) Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. 2) Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) ialah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya (I Dewa Putu Wijana 1996:32). Bila
tindak
tutur
langsung
dan
tidak
langsung
disinggungkan
(diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka akan diperoleh empat macam tindak tutur, meliputi: 1) Tindak tutur langsung literal Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraanya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya, dsb. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2) Tindak tutur tidak langsung literal Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan
maksud
pengutaraannya,
tetapi
makna
kata-kata
yang
menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya. 3) Tindak tutur langsung tidak literal Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita. Hal lain yang perlu diketahui adalah kalimat tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal. 4) Tindak tutur tidak langsung tidak literal Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (I Dewa Putu Wijana1996:33-35). d. Prinsip Kerja Sama Prinsip kerja sama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif (Rustono, 1999:53). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Di dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang
penutur
mengartikulasikan
ujaran
dengan
maksud
untuk
mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk ini penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan rigkas (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya (I Dewa Putu Wijana, 1996:45). H. P. Grice, mengatakan prinsip kerja sama yang berbunyi: “Make your conversational contribution such as is required, at the stage at whice it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged” (Buatlah sumbangan percakapan Anda seperti yang Anda inginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang anda ikuti) (Grice, 1996:158-159). Terkait masalah prinsip kerja sama, H. P. Grice mengemukakan bahwa secara lengkap prinsip kerja sama meliputi empat maksim, yang satu persatu dapat disebutkan sebagai berikut: (1) maksim kuantitas (the maxim of quantity), (2) maksim kualitas (the maxim of quality), (3) maksim relevansi (the maxim of relevance), dan (4) maksim pelaksanaan (the maxim of manner). 1) Maksim kuantitas (the maxim of quantity) Maksim kuantitas dijabarkan menjadi dua submaksim, a) “Make your contribution as invormative as is required (for the current purposes of the exchange)”, b) “Do not make your contribution more informative than is required”. (Maksim kuantitas: a) „Berikan informasi anda sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
kebutuhan sesuai dengan tujuan atau maksud pertuturan‟, b) „Jangan memberikan informasi yang berlebihan dari yang dibutuhkan‟). 2) Maksim kualitas (the maxim of quality) Maksim kualitas dijabarkan ke dalam dua submaksim, a) “Do not say what you believe to be false”, b) “Do not say that for which you lack adequate evidence”. (Maksim kualitas: a) „Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar‟, b) „Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai‟). 3) Maksim relevansi (the maxim of relevance) Untuk maksim relevasi, Grice memberikan sebuah ungkapan “Be relevant”. Dalam maksim relevansi, usahakan perkataan Anda ada relevansinya. 4) Maksim pelaksanaan (the maxim of manner) Maksim pelaksanaan dijabarkan ke dalam empat submaksim: a) “Avoid obscurity”, b) “Avoid ambiguity”, c) “Be brief (avoid unnecessary prolixity)”, d) “Be orderly”. (Maksim pelaksanaan: a) „Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar‟, b) „Hindarilah ketaksaan‟, c) „Usahakan agar ringkas (hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan bertele-tele)‟, d) „Usahakan agar Anda berbicara secara teratur‟) (Grice, 1996:159). e. Implikatur Implikatur adalah salah satu bidang kajian dari pragmatik. Implikatur (implicature) berasal dari kata kerja “to imply”, sedangkan kata bendanya adalah implication (Mey dalam Nadar, 2009: 60). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Terkait masalah implikatur, Grice mengatakan bahwa implikatur adalah derivasi kata implicate, yang semula bermakna menuduh seseorang terlibat dalam perbuatan yang melanggar hukum, maka makna ini diubah oleh Grice menjadi sinonimi kata imply. Bedanya adalah imply bermakna menyiratkan secara umum, sedangkan implicate bermakna menyiratkan secara kebahasaan (dalam Asim Gunarwan, 2007:86). Menurut Asim Gunarwan (2007:87) istilah implikatur hampir selalu dikaitkan dengan Grice yang memostulatkan bahwa di dalam berkomunikasi itu efisien dan efektif. Dengan kata lain, partisipan komunikasi perlu mematuhi Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle), yang dapat dijabarkan menjadi empat maksim atau bidal, yaitu bidal keinformatifan, bidal kebenaran, bidal relevansi, dan bidal kejelasan. Namun nyatanya dalam komunikasi sehari-hari, orang tidak selalu mematuhi Prinsip Kerja Sama tersebut. Dengan kata lain, bidalbidal Prinsip Kerja Sama tersebut sering dilanggar dalam komunikasi sehari-hari. Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatis yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan (Rustono, 1999:77). Kunjana Rahardi mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti (2005: 42-43). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Terkait masalah implikatur, H. P. Grice membedakan implikatur menjadi dua bagian, yaitu: 1) Implikatur konvensional Implikatur konvensioanal adalah implikatur yang diperoleh dari makna kata, dan bukan dari prinsip percakapan. (Grice dalam Rustono, 1999:80). 2) Implikatur nonkonvensioanal atau implikatur percakapan Implikatur nonkonvensioanal adalah implikasi pragmatis yang tersirat di dalam suatu percakapan akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan (Grice dalam Rustono, 1999:80). Selanjutnya, Asim Gunarwan (dalam Rustono, 1999:81) menegaskan tiga hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan implikatur, yaitu: a) Implikatur bukanlah bagian dari tuturan. b) Implikatur bukanlah akibat logis tuturan. c) Mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu implikatur dan itu tergantung kepada konteksnya. Terkait masalah implikatur, Grice dan Levinson membagi implikatur nonkonvensioanal atau implikatur percakapan menjadi dua, yaitu implikatur percakapan khusus dan implikatur percakapan umum. 1) Implikatur percakapan khusus Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
2) Implikatur percakapan umum Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus (dalam Rustono, 1999:81). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh sebab itu, sifatnya temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
B. Kerangka Pikir
Tindak Tutur
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Sumber Data
Acara SRKR “Cinta yang Hilang”
5 episode
Data Rekaman Percakapan para pemain SRKR “Cinta yang Hilang”
Dialog
Tuturan yang Mengandung Tindak Tutur
Konteks
Tindak Tutur Searle
1. 2. 3. 4. 5.
Asertif Direktif Ekspresif Komisif Deklarasi
Tuturan yang Mengandung Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice
1. 2. 3. 4.
Maksim Kuantitas Maksim Kualitas Maksim Relevansi Maksim Pelaksanaan
Implikatur
Hasil Analisis Data: 1. Wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” 2. Wujud pelanggaran prinsip kerja sama commit to dalam user SRKR “Cinta yang Hilang”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Penjelasan bagan di atas: Objek kajian penelitian ini adalah tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Sumber data dalam penelitian ini adalah acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. Dari sumber data akan diperoleh data penelitian berupa dialog para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang mengandung tindak tutur, pelanggaran prinsip kerja sama, dan implikatur beserta konteksnya yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. Dialog dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” ini dianalisis menggunakan teori tindak tutur dari Searle dan pelanggaran prinsip kerja sama Grice berserta implikaturnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan D. Edi Subroto berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar/foto, catatan harian, memorandum, video tipe” (Edi subroto, 1992:7). Berdasarkan uraian di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hal tersebut dikarenakan, hasil analisis dalam penelitian ini berbentuk deskripsi fenomena tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik untuk menganalisis data. Pendekatan pragmatik di dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab permasalahan dan menginterpretasikan maksud suatu tuturan. Tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo buntung Yogyakarta ini dianalisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor konteks situasi tuturnya.
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
B. Sumber Data dan Data 1.
Sumber Data Sudaryanto (1990:33) menjelaskan bahwa sumber data adalah asal dari
data penelitian itu diperoleh. Dari sumber itu penulis memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta selama 5 episode yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. 2.
Data Data berbeda dengan objek penelitian. Sudaryanto (1990:3) memberi
batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu berupa bahan jadi (lawan dari bahan mentah), yang ada berkat pemilihan dan pemilahan aneka macam tuturan. Adapun data dalam penelitian ini adalah dialog para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang mengandung tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama beserta konteksnya yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011.
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Teknik penyediaan data menjadi dasar bagi pelaksanaan tahapan analisis data. Dikatakan demikian karena pelaksanaan analisis data hanya dimungkinkan untuk dilakukan jika data yang akan dianalisis telah tersedia. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya diperlukan metode-metode beserta jabarannya berupa teknik-teknik tertentu, sehingga data yang tersedia cukup representatif untuk menjelaskan ihwal keberadaan objek penelitian yang dipersoalkan (Mahsun, 2007:86-87). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Ada dua metode penyediaan data, yaitu metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1993:132). Pada penelitian Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini penulis menggunakan metode simak. Teknik penyediaan data ini dibedakan menjadi dua pula, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan (Sudaryanto, 1993:133). Ada lima teknik lanjutan dalam pengumpulan data berdasarkan metode simak, yaitu dengan teknik sadap, teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto, 1993:133). Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik rekam. Teknik rekam adalah alat utama penulis untuk mendapatkan data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Seiring perkembangan teknologi, sekarang kegiatan merekam tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan tape recorder saja, melainkan dapat pula dilakukan dengan menggunakan camera digital, handycam, handphone, laptop. Dalam penelitian ini, untuk melakukan perekaman terhadap objek penelitian penulis menggunakan laptop yang dilengkapi dengan software jet audio yang di dalamnya terdapat recording yang fungsinya untuk merekam suara. Hal itu dipilih karena suara yang dihasilkan dari rekaman tersebut cukup jelas. Dengan demikian, penulis dapat dengan mudah melakukan transkripsi data melalui rekaman yang dihasilkan.
D. Klasifikasi Data Pengklasifikasian data merupakan masalah pengaturan data menurut asasto useryang cukup strategis di dalam asas tertentu yang mempunyai commit kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
penelitian (Edi Subroto, 1992:46). Klasifikasi data dilakukan setelah semua data terkumpul. Klasifikasi data sangat bermanfaat untuk mengarahkan sekaligus memudahkan dalam melakukan analisis. Data yang telah tersedia dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu dengan maksud mendapatkan tipe-tipe data dari acara SRKR yang tepat dan cocok dengan tujuan penelitian. Pengelompokan data diharapkan dapat memberi arahan serta gambaran langkah selanjutnya yang dilakukan penulis sehingga mempermudah proses analisis data pada tahapan-tahapan selanjutnya. Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan penelitian yaitu dengan cara memperhatikan tuturan berdasarkan data pada konteksnya. Klasifikasi data juga dikelompokkan berdasarkan dialog yang termasuk tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Dengan begitu, makna dan tujuan tuturan yang mengandung tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dapat diketahui. Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan analisisnya, yaitu memberikan isyarat tambahan yang dikerjakan berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor urut, contoh: 1.
(8/TT/18 JULI 2011) Keterangan: 8
: Nomor urut data
TT
: Tindak Tutur
18 Juli 2011
: Episode penyiaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id 39
(2/PPKS/18 JULI 2011) Keterangan: 2
: Nomor urut data
PPKS
: Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
18 Juli 2011
: Episode penyiaran
E. Metode dan Teknik Analisis Data Analisis
data
merupakan
tahap
setelah
data
terkumpul.
Dalam
menganalisis data penulis menggunakan analisis pragmatik yaitu analisis bahasa berdasarkan pada sudut pandang pragmatik. Analisis ini berupaya untuk menemukan maksud penutur baik yang diekspresikan secara tersurat maupun tersirat yang diungkapkan secara tersirat dibalik tuturan (Rustono, 1999:17). Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa metode padan pragmatis di mana yang menjadi alat penentunya adalah mitra wicara. Sudaryanto (1993:14-15) menjelaskan hal ini dengan „bila sampai kepada penentuan bahwa kalimat perintah ialah kalimat yang diucapkan menimbulkan reaksi tindakan tertentu dari mitra wicaranya dan kata afektif ialah kata yang bila diucapkan menimbulkan akibat emosional tertentu‟. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya suatu tuturan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau mitra wicaranya ketika tuturan itu dituturkan oleh pembicara. Hal ini sejalan dengan data analisis tuturan yang menunjukkan bahwa terjadi reaksi atau akibat yang timbul pada mitra wicara ketika suatu tuturan itu disampaikan oleh penutur. Selain menggunakan metode padan pragmatis, penelitian ini juga commit user menggunakan metode kontekstual untuktomenganalisis data. Cara analisis yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan identitas konteks-konteks yang ada disebut metode kontekstual. (Kunjana Rahardi, 2005:16). Pemahaman konteks ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Harimurti Kridalaksana, yakni bahwa konteks itu adalah aspek-aspek lingkungan sosial yang berkaitan dengan tuturan (1993:120). Dengan demikian, tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama akan dianalisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor konteks situasi tuturnya. Teknik merupakan penjabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai untuk analisis data. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah means-end „cara tujuan‟. Secara singkat dapat dikatakan bahwa strategi pemecahan masalah oleh penutur dapat dilihat sebagai sebuah bentuk analisis cara tujuan (means-end) (Leech, 1993:55). Penutur bertugas untuk menggunakan cara yang paling tepat agar tujuan tuturannya dapat tercapai dengan baik. Analisis cara-tujuan pada umumnya diterapkan pada penggunaan tuturan secara komunikatif. Dalam konteks ini istilah „tujuan‟ (goal) dan „maksud‟ (intention) menyiratkan makna „sadar‟ dan „sengaja‟. Teknik ini tidak ingin memberi kesan seakan-akan tuturan direncanakan dengan sadar dan sengaja. Tujuan-tujuan yang lebih khusus dapat dicapai tanpa harus sadar sepenuhnya akan tujuan tersebut. Penutur menggunakan bahasa secara komunikatif dengan maksud agar tujuannya dapat dipahami. Tuturan merupakan keseluruhan transaksi dan dianggap sebagai suatu usaha untuk menyampaikan daya ilokusi pada petutur. Tujuan penutur tercapai apabila dipahami oleh petutur. Keberhasilan ini ditandai oleh keadaan terakhir. Supaya penutur dapat mencapai tujuannya, penutur harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
memilih suatu makna (atau ide idesional) yang dapat menyampaikan makna yang dimaksud (Leech, 1993:93). Selain menggunakan teknik analisis cara tujuan (means-end), penelitian ini juga menggunakan teknik analisis heuristik. Teknik heuristik adalah teknik pemecahan masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasikan tuturan. Teknik heuristik di sini berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji akan dibuat hipotesis yang baru (Leech, 1993:61). Bila semua hipotesis selaras dengan bukti kontekstual, maka hipotesis dapat diterima.jika salah satu hipotesis (atau lebih), bertentangan dengan konteks, maka
hipotesis
harus
ditolak
dan
harus
dipertimbangkan
seperangkat
kemungkinan lain. Interpretasi yang didasarkan pada kebenaran hipotesis yang pertama kali muncul disebut interpretasi baku (default interpretation), yakni interpretasi yang diterima karena tidak ada evidensi yang bertentangan dengan hipotesis tersebut (Leech, 1993:64). Dalam menganalisis data dengan menggunakan teknik heuristik ini, penulis terlebih dahulu menunjukkan konteks tuturan, kemudian tuturan akan dikaitkan dengan konteks yang telah ditunjukkan. Setelah itu tuturan diidentifikasi dengan menunjukkan penanda lingualnya dan disebutkan siapa yang menuturkan, kepada siapa, dan apa tujuannya. Setelah itu penulis mendeskripsikan tuturan yang telah diidentifikasi dengan diperkuat melalui penanda lingual tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
F. Metode Penyajian Hasil Analisis Data Sudaryanto menyatakan bahwa metode penyajian hasil analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:144-145). Penelitian ini menggunakan metode penyajian hasil analisis data secara informal, yaitu merumuskan hasil analisis data dengan kata-kata biasa untuk menafsirkannya. .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA
Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah penelitian. Tahapan ini dilakukan untuk menemukan jawaban-jawaban dari rumusan masalah yang ada. Adapun analisis dalam penelitian ini meliputi 2 hal, yaitu wujud tindak tutur dan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. A. Wujud Tindak Tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta George Yule menjelaskan bahwa tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur (Yule, 2006:82). Searle (1996:147149) mengategorikan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu: asertif (assertives), direktif (directives), komisif (commisives), ekspresif (expressives), deklarasi (declarations). Pada penelitian SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta, penulis hanya meneliti empat jenis tindak tutur saja, yaitu tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, dan komisif. Tindak tutur deklarasi tidak ditemukan dalam penelitian ini. Adapun pembahasan keempat jenis tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Wujud Tindak Tutur Asertif Pada penelitian tindak tutur Asertif (selanjutnya disingkat TTA) dalam
SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 7 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam TTA, yaitu commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
memberitahukan,
digilib.uns.ac.id 44
menjelaskan,
membenarkan,
menunjukkan,
meyakinkan,
menegaskan, dan menyatakan. a. Memberitahukan Memberitahukan adalah menyampaikan (kabar dan sebagainya) supaya diketahui (KBBI, 2007:141). Jadi, yang dimaksud TTA „memberitahukan‟ adalah suatu tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memberitahukan mitra tutur tentang
sesuatu,
bisa
berupa
kabar.
Data
yang
menunjukkan
TTA
„memberitahukan‟ dapat dilihat pada data berikut: (1)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah menanyakan tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Pak Dibyo pun memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja.
Fatimah Pak Dibyo
: “E… dulu Bapak bekerja di instansi mana, Pak?” : “E… anu saya di Departemen Sosial, ngurusin orangorang. Tapi, sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing.” (15/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (1) termasuk ke dalam jenis TTA „memberitahukan‟. Pada data (1) Fatimah bertanya tempat Pak Dibyo bekerja. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTA „memberitahukan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “E… anu saya di Departemen Sosial”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „memberitahukan‟. TTA „memberitahukan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja. TTA „memberitahukan‟ pada data (1) terjadi ketika Fatimah bertanya kepada Pak Dibyo melalui tuturan “E… dulu Bapak bekerja di instansi mana commitsecara to user tidak langsung berarti Fatimah Pak?”. Pertanyaan Fatimah tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
meminta informasi tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “E… anu saya di Departemen Sosial”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo ingin memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja kepada Fatimah, yaitu di Departemen Sosial. Jika Pak Dibyo tidak ingin memberitahukan hal tersebut kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memberitahukan‟. Data yang menunjukkan TTA „memberitahukan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (2)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan ustazah dalam sebuah acara pengajian rutin yang bertempat di rumah Fatimah. Bu Dibyo memberitahukan namanya kepada ustazah setelah ditanya oleh ustazah.
Bu Dibyo Ustazah Bu Dibyo Ustazah
: : : :
“Eh, maaf Ustazah, saya mau tanya.” “Eh, silakan! Maaf, dengan ibu siapa?” “Saya Bu Dibyo.” “Mangga mangga silakan!” (327/TT/22 Juli 2011)
Tuturan pada data (2) termasuk ke dalam jenis TTA „memberitahukan‟. TTA „memberitahukan‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Saya Bu Dibyo”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „memberitahukan‟. TTA „memberitahukan‟ pada data (2) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan pada data di atas terlihat bahwa Bu Dibyo memberitahukan namanya kepada ustazah ketika ditanya namanya. TTA „memberitahukan‟ pada data (2) terjadi karena dalam tuturan tersebut di awali oleh adanya tindak tutur direktif (selanjutnya disingkat TTDir). TTDir commit to user „meminta izin‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Eh, maaf Ustazah,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
saya mau tanya”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Bu Dibyo ingin meminta izin kepada ustazah untuk bertanya. Kemudian ustazah mempersilakan Bu Dibyo untuk bertanya dan sebelum Bu Dibyo menyampaikan pertanyaannya, ustazah bertanya nama ibu yang akan bertanya tersebut melalui tuturan “Eh, silakan! Maaf, dengan ibu siapa?”. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan Bu Dibyo. Bu Dibyo pun memberitahukan kepada ustazah bahwa namanya adalah Bu Dibyo. Bu Dibyo melakukan TTA „memberitahukan melalui tuturan “Saya Bu Dibyo”. Jika Bu Dibyo tidak ingin memberitahukan namanya kepada Ustazah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memberitahukan‟. b. Menjelaskan Menjelaskan adalah menerangkan, menguraikan secara terang (KBBI, 2007:465). Jadi, TTA
„menjelaskan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan
penutur yang berfungsi untuk membuat mitra tutur menjadi lebih jelas tentang suatu hal. Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat dilihat pada data berikut: (3)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati mengira bahwa Pak Dibyo itu adalah kakeknya. Oleh sebab itu, Aryati meminta Pak Dibyo untuk tidur di rumah Aryati. Fatimah pun menjelaskan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo tidak bisa tidur di rumah mereka dengan alasan rumah Pak Dibyo dekat dengan rumah mereka.
Aryati
: “Selamat datang, Kakek. Kakek nanti tidur di rumah Titi, ya! Nanti Titi siapin kamarnya Kek.” : “Titi, Kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi Kakek bisa pulang ke rumah Kakek sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya!” : “Iya Kakek, Kakek nggak bisa tidur sama Titi di sini?
Fatimah
Aryati
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Pak Dibyo : “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucu-cucu Kakek yang lain.” (95/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (3) termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Titi, Kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi Kakek bisa pulang ke rumah Kakek sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya?”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan pada data di atas terlihat bahwa Fatimah memberi penjelasan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo tidak bisa tidur di rumah mereka dengan alasan rumahnya dekat dengan rumah mereka. TTA „menjelaskan‟ pada data (3) terjadi ketika tuturan tersebut diawali oleh adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Kakek nanti tidur di rumah Titi ya”. Ketika Pak Dibyo datang ke rumah Fatimah, Aryati langsung menyambut kedatangan Pak Dibyo. Setahu Aryati Pak Dibyo itu adalah kakeknya, maka Aryati menyuruh Pak Dibyo untuk tidur di rumah Aryati, dan Aryati pun akan menyiapkan kamarnya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Titi, kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi kakek bisa pulang ke rumah kakek sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya”. Dalam tuturan tersebut Fatimah memberi penjelasan kepada Aryati bahwa rumah Pak Dibyo dekat dengan rumah mereka, jadi Pak Dibyo bisa pulang ke rumahnya sendiri dan tidak bisa menginap. Oleh karena itu, tuturan yang disampaikan oleh Fatimah termasuk dalam TTA commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
„menjelaskan‟. Jika Fatimah tidak bermaksud memberi penjelasan kepada Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟. Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (4)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Karena dituduh menggoda Pak Dibyo, Fatimah berusaha menjelaskan bahwa Fatimah tidak menggoda Pak Dibyo.
: “Ibu Dibyo, sebaiknya Ibu tidak marah-marah pada Bapak, karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.” Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik mengganggu suami orang.” Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.” Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya. Sampeyan ndak usah menasihati saya.” (140/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (4) di atas termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ pada data (4) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa karena dituduh menggoda Pak Dibyo, Fatimah berusaha menjelaskan kepada Bu Dibyo bahwa Fatimah tidak menggoda Pak Dibyo. TTA „menjelaskan‟ pada data (4) terjadi ketika tuturan tersebut diawali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan to userpada bapak, karena bapak hanya “Ibu Dibyo, sebaiknya Ibu tidak commit marah-marah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
bermain dengan anak saya Bu”. Fatimah menasihati Bu Dibyo supaya tidak marah dengan Pak Dibyo. Hal tersebut justru membuat Bu Dibyo mengungkapkan rasa marahnya. Bu Dibyo marah karena saat di rumah, Pak Dibyo tidak mau jika dimintai bantuan untuk merawat cucu-cucunya, namun ketika Pak Dibyo di rumah Fatimah justru bermain dengan Aryati, anaknya Fatimah. Bu Dibyo pun menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo. Hal itulah yang mendorong terjadinya TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah tampak pada tuturan “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menjelaskan kepada Bu Dibyo bahwa dirinya tidak menggoda Pak Dibyo dan alasan Pak Dibyo di rumah Fatimah adalah karena Pak Dibyo membutuhkan teman. Jika Fatimah tidak ingin memberi penjelasan kepada Bu Dibyo, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟. Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (5)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah di rumah Bu Dibyo ketika Pak Dibyo meninggal dunia. Aryati menanyakan anak-anak Pak Dibyo yang belum datang. Fatimah pun memberi penjelasan anak-anak Pak Dibyo yang belum datang.
Aryati
: “Kok anak-anak kakek yang lain belum ada yang datang, ya Bun?” : “Rumah mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat, harus naik pesawat. Kalau naik jalan darat kelamaan, bisa dua hari. Yuk kita pulang yuk! Nanti kalau sudah mau diberangkatkan kita datang lagi, ayo sayang!” : “Iya, Bunda.” (318/TT/22 Juli 2011)
Fatimah
Aryati
Tuturan pada data (5) di atas termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟. to user TTA „menjelaskan‟ tampak padacommit tuturan Fatimah yang menuturkan “Rumah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat, harus naik pesawat. Kalau naik jalan darat kelamaan, bisa dua hari”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan pada data (5) terlihat bahwa Fatimah memberi penjelasan kepada Aryati tentang anak-anak Pak Dibyo. TTA „menjelaskan‟ terjadi ketika anak-anak Pak Dibyo belum ada yang pulang saat Pak Dibyo meninggal dunia. Lalu Aryati menanyakan hal tersebut kepada Fatimah dengan menuturkan “Kok anak-anak kakek yang lain belum ada yang datang, ya Bun?”. Tuturan dari Aryati tersebut secara tidak langsung meminta penjelasan dari Fatimah tentang anak-anak Pak Dibyo yang belum ada yang pulang saat Pak Dibyo meninggal dunia. Tuturan Aryati tersebut memicu terjadinya TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Rumah mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat, harus naik pesawat. Kalau naik jalan darat kelamaan, bisa dua hari”. Melalui tuturan tersebut Fatimah berusaha memberi penjelasan kepada Aryati bahwa anak-anak Pak Dibyo itu rumahnya jauh tidak ada yang dekat dan harus naik pesawat. Jika Fatimah tidak ingin memberi penjelasan kepada Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟. c. Membenarkan Membenarkan menganggap
benar
adalah (baik),
mengiyakan, menyetujui
mengakui
(KBBI,
(menyungguhkan),
2007:130).
Jadi,
TTA
„membenarkan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur yang berfungsi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
menganggap benar yang dikatakan mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTA „membenarkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (6)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati ingin belajar komputer kemudian meminta ibunya untuk mengajarinya. Aryati membenarkan pertanyaan Fatimah bahwa Aryati ingin belajar komputer.
Aryati Fatimah Aryati Fatimah
: : : :
Aryati
“Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?” “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar? “Iya, Bun.” “Yah, sip kalau gitu. Nah, sekarang Titi nyalain dulu komputernya, ya, Bunda mau melihat samping rumah sudah ada ibu-ibu yang datang atau belum. Hari ini kan ada pengajian rutin di rumah kita, ya kan?” : “Oke, Bun.” (167/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (6) termasuk ke dalam jenis TTA „membenarkan‟. TTA „membenarkan‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Iya, Bun”. Kata iya digunakan Aryati dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTA „membenarkan‟. Aryati membenarkan bahwa dirinya ingin belajar komputer. TTA „membenarkan‟ pada data (6) terjadi ketika tuturan tersebut diawali oleh adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Dari tuturan tersebut Aryati meminta ibunya untuk mengajari bermain komputer. Fatimah menyatakan kesanggupannya untuk mengajari Aryati bermain komputer melalui tuturan “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong”. Kemudian Fatimah meyakinkan Aryati benar atau tidak ingin bermain komputer dengan bertanya “Mau belajar?”. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA „membenarkan‟ yang dilakukan oleh Aryati dengan menuturkan “Iya, Bun”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Aryati membenarkan perkataan Fatimah bahwa dirinya ingin belajar komputer. Jika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Aryati tidak ingin belajar komputer tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „membenarkan‟. d. Menunjukkan Menunjukkan adalah memberitahu tentang sesuatu (KBBI, 2007:1226). Jadi, TTA „menunjukkan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan penutur yang berfungsi untuk memberitahukan mitra tutur tentang sesuatu. Data yang menunjukkan TTA „menunjukkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (7)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Fatimah adalah warga baru. Hal tersebut membuat Pak Dibyo datang ke rumah Fatimah untuk berkenalan. Pak Dibyo memberitahukan kalau dirinya satu warga dengan Fatimah. Pak Dibyo juga menunjukkan letak rumahnya.
Fatimah : “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….?” Pak Dibyo : “Iya iya, saya warga sini. Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini. Tidak jauh sih, tapi ya, untuk ukuran di kota Jogja ini sudah lumayan jauh.” (3/TT/18 Juli 2011) Tuturan pada data (7) termasuk ke dalam jenis TTA „menunjukkan‟. TTA „menunjukkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini”. Kata itu digunakan Pak Dibyo dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTA „menunjukkan‟. Pak Dibyo menunjukkan rumahnya kepada Fatimah. TTA „menunjukkan‟ pada data (7) terjadi karena Fatimah bertanya kepada Pak Dibyo melalui tuturan “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….”. Maksud tuturan tersebut adalah Fatimah ingin bertanya kepada Pak Dibyo satu warga dengan Fatimah atau tidak. Secara tidak langsung, tuturan Fatimah tersebut mempunyai maksud bahwa Fatimah meminta informasi dari Pak Dibyo, satu commitHal to user wargakah Pak Dibyo dengan Fatimah. itulah yang menyebabkan terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
TTA „menunjukkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTA „menunjukkan‟ disampaikan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini”. Dari tuturan tersebut, Pak Dibyo ingin menunjukkan letak rumahnya kepada Fatimah. Hal itu dilakukan Pak Dibyo untuk meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo benar warga di daerah tempat Fatimah tinggal. Jika Pak Dibyo tidak ingin menunjukkan rumahnya kepada Fatimah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menunjukkan‟. e. Meyakinkan Meyakinkan adalah menjadikan (menyebabkab dan sebagainya) yakin (KBBI, 2007:1277). Jadi, TTA „meyakinkan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan penutur yang membuat mitra tutur menjadi yakin akan sesuatu. Data yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (8)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo bermaksud meyakinkan Fatimah bahwa dirinya masih sehat, belum pikun. Hal tersebut dilakukan Pak Dibyo karena merasa Fatimah tidak percaya atau meragukan Pak Dibyo yang masih ingat betul tentang keadaan anaknya dulu.
Pak Dibyo : “E.. saya ini tidak pikun, saya masih sehat kok, saya masih waras akal dan pikiran saya.” Fatimah : “Iya.” Pak Dibyo : “Daya ingat saya juga masih tajam, kalau saya pikun, pasti saya sudah lupa, lupa sudah makan atau belum. Saya masih ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk apa.” Fatimah : “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum pikun.” Pak Dibyo : “He… he… iya.” (75/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (8) termasuk ke dalam jenis TTA „meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Saya masih commit userpakai lauk apa.”. Dalam tuturan ingat kok jam berapa saya makan dantojuga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo bermaksud meyakinkan Fatimah bahwa dirinya masih sehat, belum pikun karena Pak Dibyo merasa Fatimah sedikit tidak percaya atau ragu akan diri Pak Dibyo yang masih ingat betul tentang keadaan anaknya dulu. TTA „meyakinkan terjadi ketika Pak Dibyo menceritakan anaknya secara rinci pada waktu dulu. Hal itu membuat Fatimah merasa sedikit ragu dengan Pak Dibyo karena Pak Dibyo masih benar-benar ingat tentang kebiasaan anaknya. Hal tersebut memicu terjadinya TTA „meyakinkan‟ pada tuturan Pak Dibyo. Pak Dibyo meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo benar-benar masih ingat, dirinya masih waras, dan tidak pikun dengan mengatakan bahwa dirinya masih ingat saat dia makan. Hal tersebut dilakukan Pak Dibyo supaya Fatimah percaya dengan Pak Dibyo bahwa Pak Dibyo masih waras dan tidak pikun. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud meyakinkan Fatimah, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meyakinkan‟. Data yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (9)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo. Aryati dan Fatimah datang ke rumah Pak Dibyo untuk menjenguk dan membujuk Pak Dibyo supaya Pak Dibyo mau makan. Pak Dibyo meyakinkan Fatimah dan Aryati bahwa dirinya bisa duduk setelah Aryati dan Fatimah bertanya Pak Dibyo bisa duduk atau tidak.
Aryati
: “Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas sembuh!” commit to user : “Titi sayang, hati-hati, ya!”
Fatimah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Aryati : “Iya, Bunda. Kakek bisa duduk ndak, Bun?” Fatimah : “Bisa duduk kan, Kek?” Pak Dibyo : “Oh, bisa sekali bisa.” (278/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (9) termasuk ke dalam jenis TTA „meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Oh, bisa sekali bisa”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo meyakinkan Aryati dan Fatimah bahwa dirinya bisa duduk. TTA „meyakinkan‟ pada data (9) terjadi karena diawali oleh adanya TTDir „membujuk yang dilakukan oleh Aryati. Aryati membujuk Pak Dibyo supaya mau makan dengan menyuapi bubur kesukaan Pak Dibyo. Kemudian Fatimah mengingatkan Aryati supaya hati-hati saat menyuapi Pak Dibyo. Aryati pun bertanya kepada ibunya (Fatimah), Pak Dibyo bisa duduk atau tidak. Aryati tidak langsung bertanya kepada Pak Dibyo namun justru bertanya kepada ibunya. Fatimah pun bertanya kepada Pak Dibyo bisa duduk atau tidak melalui tuturan “Bisa duduk kan, Kek”. Hal itu yang menyebabkan terjadinya TTA „meyakinkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo meyakinkan kepada Aryati dan Fatimah bahwa dirinya bisa duduk melalui tuturan “Oh, bisa sekali bisa”. Dari tuturan tersebut Pak Dibyo ingin meyakinkan Aryati dan Fatimah bahwa dirinya bisa duduk. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud meyakinkan ke Fatimah dan Aryati bahwa dirinya bisa duduk, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meyakinkan‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
f. Menegaskan Menegaskan adalah menerangkan, menjelaskan, mengatakan dengan tegas (KBBI, 2007: 1155). Jadi, TTA „menegaskan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan penutur yang berfungsi untuk mengatakan dengan jelas kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTA
„menegaskan‟ dapat dilihat pada data
berikut: (10)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo menegaskan bahwa Bu Dibyo bukan tidak ada waktu untuk mengurus suaminya, melainkan memang istrinya tidak ada perhatian untuk mengurus Pak Dibyo.
“Oh iya, Pak, ibu masih kuat menggendong cucu, ya? Wah, hebat dong berarti, ibu masih muda, ya?” Pak Dibyo : “Iya, he.. he.. he.. E.. apalagi istri saya, dia orangnya super sibuk, sampai lupa melayani suaminya, he.. he.. he...” Fatimah : “Bukan lupa Pak, ndak ada waktu, he.. he.. he…” Pak Dibyo : “Bukan ndak ada waktu, dia saja yang dari dulu memang ndak perhatian pada suami. Kalau dia tahu bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun yang masih menyediakan waktunya dong untuk suami. Lha ini dia tidak kok. Dari dulu sibuk dengan urusannya sendiri, yang inilah, yang itulah. Istri saya memang begitu sejak dulu, tidak pernah meluangkan waktu untuk melayani saya. Saya tu suami mandiri. Mau berangkat kerja menyiapkan segala sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya makan pagi, ya pokoknya semuanya.” (49/TT/18 Juli 2011) Fatimah
:
Tuturan pada data (10) termasuk ke dalam jenis TTA „menegaskan‟. TTA „menegaskan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bukan ndak ada waktu, dia saja yang dari dulu memang ndak perhatian pada suami. Kalau dia tahu bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun yang masih menyediakan waktunya dong untuk suami. Lha ini dia tidak kok”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menegaskan‟. TTA „menegaskan‟ pada tuturan di atas dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
ditentukan berdasarkan konteksnya. Ketika Fatimah menanyakan Bu Dibyo masih kuat menggendong cucunya atau tidak, Pak Dibyo justru mengeluhkan keadaan istrinya yang selalu sibuk mengurus cucu-cucunya sampai lupa untuk melayani suaminya. Kemudian terjadi perdebatan antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo tetap mengatakan bahwa istrinya memang tidak mau mengurus Pak Dibyo, sedangkan Fatimah mengatakan bahwa Bu Dibyo bukan lupa untuk merawat suaminya tapi tidak ada waktu. Hal itulah yang menyebabkab terjadinya TTA „menegaskan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Bukan ndak ada waktu, dia saja yang dari dulu memang ndak perhatian pada suami. Kalau dia tahu bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun yang masih menyediakan waktunya dong untuk suami. Lha ini dia tidak kok”. Dari tuturan tersebut, Pak Dibyo ingin menegaskan kepada Fatimah bahwa istrinya bukan tidak ada waktu tapi memang istrinya tidak perhatian kepada Pak Dibyo. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud untuk menegaskan kepada Fatimah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menegaskan‟. Data yang menunjukkan TTA „menegaskan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (11)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo menasihati istrinya supaya mau salat dan bisa menghilangkan kebiasaan buruknya, namun Bu Dibyo justru mengatakan bahwa Pak Dibyo merasa keberatan jika Bu Dibyo merawat cucu-cucunya. Pak Dibyo pun menegaskan kepada istrinya bahwa dirinya tidak pernah merasa keberatan jika istrinya merawat cucu-cucunya.
Pak Dibyo : “Tu kan, lho, masak kebisaaan buruk yang seperti ini ndak hilang juga, satu pun ndak ada yang masuk ke hati ibu. Coba deh Ibu salat! Kalau mau salat nanti kan hati dan jiwa Ibu itu bersih. Jangan hanya dunia saja. Jangan hanya ngurus cucu saja!” to user Bu Dibyo : “Jadi Bapakcommit keberatan kalau aku ngurus cucu?”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Pak Dibyo : “Bu, sekali lagi Bapak katakana, ya Bu, ya, ndak ada rasa keberatan atau apa pun di hati bapak kalau ibu sibuk dengan cucu-cucu kita.” (192/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (11) termasuk ke dalam jenis TTA „menegaskan‟. TTA „menegaskan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bu, sekali lagi Bapak katakana, ya Bu, ya, ndak ada rasa keberatan atau apa pun di hati bapak kalau ibu sibuk dengan cucu-cucu kita”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menegaskan‟. TTA „menegaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteks dan tuturan sebelumnya, yaitu tuturan dari Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa Pak Dibyo keberatan ketika Bu Dibyo merawat cucunya. Dalam tuturan di atas terlihat bahwa Pak Dibyo bermaksud menegaskan kepada istrinya bahwa Pak Dibyo tidak pernah merasa keberatan bahwa istrinya merawat dan bermain dengan cucu-cucunya. Terjadinya TTA „menegaskan‟ pada data (11) di awali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo kepada istrinya melalui tuturan “Tu kan, lho, masak kebisaaan buruk yang seperti ini ndak hilang juga, satu pun ndak ada yang masuk ke hati ibu. Coba deh Ibu salat! Kalau mau salat nanti kan hati dan jiwa Ibu itu bersih. Jangan hanya dunia saja. Jangan hanya ngurus cucu saja”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo menasihati istrinya supaya mau salat dan bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Nasihat dari Pak Dibyo tersebut membuat Bu Dibyo merasa suaminya keberatan jika Bu Dibyo merawat cucu-cucunya. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA „menegaskan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Bu, sekali lagi Bapak katakana, ya Bu, ya, ndak ada rasa keberatan atau apa pun di hati bapak kalau ibu sibuk user Pak Dibyo menegaskan kepada dengan cucu-cucu kita”. Melalui commit tuturan to tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
istrinya bahwa dirinya tidak merasa keberatan sama sekali jika istrinya mengurus cucu-cucunya. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud menegaskan kepada istrinya, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menegaskan‟. g. Menyatakan Menyatakan adalah mengatakan, mengemukakan (pikiran, isi hati), melahirkan (isi hati, perasaan) (KBBI, 2007:790). Jadi, TTA „menyatakan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan penutur kepada mitra tutur yang berfungsi untuk mengemukakan tentang yang dirasakannya. Data yang menunjukkan TTA „menyatakan‟ dapat dilihat pada data berikut: (12)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo masih sehat, belum pikun karena Pak Dibyo merasa Fatimah tidak percaya atau ragu kepada Pak Dibyo yang masih ingat betul tentang keadaan anaknya dulu. Fatimah pun menyatakan dirinya percaya bahwa Pak Dibyo itu belum pikun.
Pak Dibyo : “E.. saya ini tidak pikun, saya masih sehat kok, saya masih waras akal dan pikiran saya.” Fatimah : “Iya.” Pak Dibyo : “Daya ingat saya juga masih tajam, kalau saya pikun, pasti saya sudah lupa, lupa sudah makan atau belum. Saya masih ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk apa. Fatimah : “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum pikun.” Pak Dibyo : “He.. he… iya.” (76/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (12) termasuk ke dalam jenis TTA „menyatakan‟. TTA „menyatakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum pikun”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menyatakan‟. TTA „menyatakan‟ pada data (12) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dilihat dari konteks tuturan data (12) terlihat bahwa Fatimah menyatakan dirinya percaya bahwa Pak Dibyo itu belum pikun. Terjadinya TTA „menyatakan‟ diawali oleh adanya TTA „meyakinkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Saya masih ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk apa”. Pada tuturan tersebut Pak Dibyo berusaha meyakinkan Fatimah yang sempat ragu jika Pak Dibyo itu masih sehat, belum pikun. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTA „menyatakan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum pikun”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyatakan jika dirinya percaya jika Pak Dibyo itu masih sehat dan belum pikun. Jika Fatimah tidak ingin menyatakan bahwa dirinya percaya kepada Pak Dibyo, tentu Fatimah tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „menyatakan‟. Wujud TTA „menyatakan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (13)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo melihat Aryati di rumah Fatimah, lalu Pak Dibyo brtanya Aryati itu cucunya Fatimah atau bukan. Fatimah pun memberitahukan bahwa Aryati itu adalah anaknya.
Pak Dibyo : “Itu cucunya Bu Fat?” Fatimah : “Eh, anak saya Pak Dib, coba Bapak bisa bayangkan, saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang.” (107/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (13) termasuk ke dalam jenis TTA „menyatakan‟. TTA „menyatakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya
penanda
lingual
yang
menunjukkan
TTA
„menyatakan‟.
TTA
„menyatakan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah menyatakan bahwa dirinya bahagia walaupun hanya mempunyai Aryati. Terjadinya TTA „menyatakan‟ pada data (13) diawali oleh pertanyaan Fatimah kepada Pak Dibyo yang menuturkan “Itu cucunya Bu Fat”. Dari tuturan tersebut, secara tidak langsung Pak Dibyo meminta informasi kepada Fatimah tentang Aryati. Fatimah pun memberitahukan Pak Dibyo bahwa Aryati itu adalah anaknya melalui tuturan “Eh, anak saya Pak Dib, coba Bapak bisa bayangkan, saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi cucu saya, Pak”. Tuturan tersebut menggambarkan perasaan Fatimah yang sedih karena mempunyai anak yang sepantasnya menjadi cucunya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTA „menyatakan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyatakan bahwa dirinya merasa bahagia walaupun hanya mempunyai Aryati. Jika Fatimah tidak ingin menyatakan bahwa dirinya merasa bahagia, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyatakan‟. 2.
Wujud Tindak Tutur Direktif Pada penelitian TTDir dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo
Buntung Yogyakarta ini ditemukan 16 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam TTDir, yaitu mempersilakan, memohon, menasihati, menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang, mengingatkan, meminta, mengajak, memperingatkan, membujuk, mendesak, pemesanan, berharap, dan menolak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
a. Mempersilakan Mempersilakan adalah meminta secara lebih hormat supaya (KBBI, 2007:1064). Jadi, TTDir „mempersilakan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur yang berfungsi untuk meminta mitra tutur secara hormat supaya melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „mempersilakan‟ dapat dilihat pada data berikut: (14)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo bertamu di rumah Fatimah. Fatimah dan Pak Dibyo sedang asik mengobrol. Fatimah bermaksud mempersilakan Pak Dibyo untuk minum.
Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo
: : : : : :
“Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!” “Iya iya.” “Nanti keburu dingin lho.” “Injih.” “Mangga, silakan!” “Terima kasih terima kasih.” (31/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (14) termasuk ke dalam jenis TTDir „mempersilakan‟. TTDir „mempersilakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Mangga, silakan”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „mempersilakan‟ karena Fatimah ingin mempersilakan Pak Dibyo untuk meminum minuman yang sudah disediakan. Kata mangga dan silakan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „mempersilakan‟. TTDir „mempersilakan‟ pada data (14) terjadi karena ketika Pak Dibyo dan Fatimah keasyikan mengobrol, Fatimah lupa mempersilakan Pak Dibyo untuk minum. Kemudian Fatimah pun menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah disuruh oleh Fatimah, Fatimah mendesak Pak Dibyo untuk minum dengan menuturkan “Nanti keburu dingin lho”. Hal itu commit to user yang dilakukan oleh Fatimah menyebabkan terjadinya TTDir „mempersilakan‟
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
melalui tuturannya “Mangga, silakan”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud untuk mempersilakan Pak Dibyo untuk meminum minuman yang sudah disediakan. Jika Fatimah tidak bermaksud mempersilakan Pak Dibyo untuk minum, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mempersilakan‟. Data yang menunjukkan TTDir „mempersilakan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (15)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan ustazah dalam acara pengajian rutin yang bertempat di rumah Fatimah. Setelah ustazah selesai memberikan tausiyah, Bu Dibyo meminta izin untuk bertanya kepada ustazah. Ustazah pun mempersilakan Bu Dibyo untuk menyampaikan pertanyaannya.
Bu Dibyo Ustazah Bu Dibyo Ustazah
: : : :
“Eh, maaf Ustazah, saya mau tanya.” “Eh, silakan! Maaf dengan ibu siapa?” “Saya Bu Dibyo.” “Mangga mangga silakan!” (328/TT/22 Juli 2011)
Tuturan pada data (15) termasuk ke dalam jenis TTDir „mempersilakan‟. TTDir „mempersilakan‟ tampak pada tuturan ustazah yang menuturkan “Eh, silakan” dan “Mangga-mangga silakan”. Kata mangga dan silakan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „mempersilakan‟. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „mempersilakan‟ karena ustazah ingin mempersilakan Bu Dibyo untuk bertanya. TTDir „mempersilakan‟ pada data (15) terjadi ketika sesi tanya jawab dalam acara pengajian sudah dibuka, Bu Dibyo ingin bertanya kepada ustazah yang mengisi pengajian tersebut. Sebelum bertanya, Bu Dibyo meminta izin kepada ustazah untuk bertanya melalui tuturan “Eh, maaf Ustazah, saya mau to user tanya”. Melalui tuturan tersebutcommit Bu Dibyo meminta izin kepada ustazah untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
bertanya dan supaya diberikan izin untuk bertanya oleh ustazah. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTDir „mempersilakan‟ yang dilakukan oleh ustazah melalui tuturan “Eh, silakan….” dan “Mangga-mangga silakan”. Melalui tuturan tersebut ustazah bermaksud memberikan izin kepada Bu Dibyo untuk bertanya dan mempersilakan Bu Dibyo untuk menyampaikan pertanyaannya. Hal tersebut dilakukan oleh ustazah supaya Bu Dibyo segera menyampaikan pertanyaannya. Jika ustazah tidak bermaksud mempersilakan Bu Dibyo untuk bertanya, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mempersilakan‟. b. Memohon Memohon adalah meminta dengan hormat (KBBI, 2007:752). Jadi, TTDir „memohon‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk meminta secara hormat sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „memohon‟ dapat dilihat pada data berikut: (16)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo bermaksud memohon bantuan kepada Fatimah karena suaminya sudah satu minggu sakit.
Bu Dibyo : “Assalamualaikum, Bu Fat (sambil menangis), saya mohon talong saya Bu, Bapaknya sudah seminggu ini ndak mau makan, sekarang dia nggak mau bangun nggak bisa bangun, badannya itu lemas, wajahnya pucat sekali.” Fatimah : “Ada apa ini Bu Dibyo, ada apa Bapak? Tenang, ya, tenang, ya Bu.Ada apa kok sampai nangis seperti ini. Ada apa dengan Pak Dibyo Bu?” (214/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (16) termasuk ke dalam jenis TTDir „memohon‟. Bu Dibyo datang ke rumah Fatimah sambil menangis. Bu Dibyo bermaksud memohon bantuan pada Fatimah karena sudah satu minggu suaminya sakit dan commit tampak to user pada tuturan tidak mau makan. TTDir „memohon‟
Bu Dibyo yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
menuturkan “Saya mohon tolong saya Bu”. Kata mohon digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memohon‟. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „memohon‟ karena Bu Dibyo bermaksud memohon bantuan kepada Fatimah. TTDir „memohon‟ pada data (16) terjadi ketika Bu Dibyo melihat kondisi suaminya yang sedang sakit, tidak mau makan, bangun, dan wajahnya pucat. Bu Dibyo datang ke rumah Fatimah sambil menangis. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTDir „memohon‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Saya mohon tolong saya Bu”. Tuturan tersebut disampaikan oleh Bu Dibyo agar Fatimah bersedia menolongnya untuk membujuk Pak Dibyo supaya mau makan agar bisa cepat sembuh. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud memohon bantuan kepada Fatimah, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memohon‟. c. Menasihati Menasihati adalah memberi nasihat (kepada) (KBBI, 2007:775). Jadi, TTDir „menasihati‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang berfungsi untuk memberi nasihat kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „menasihati‟ dapat dilihat pada data berikut: (17)
Konteks :
Tuturan disampaikan oleh Fatimah. Pak Dibyo mengungkapkan kesengsaraan yang dialaminya karena istrinya tidak pernah ada waktu untuk mengurus Pak Dibyo. Fatimah pun bermaksud menasihati Pak Dibyo untuk lebih sabar dan bisa mengendalikan emosinya.
Pak Dibyo :
“Istri saya memang begitu sejak dulu, tidak pernah meluangkan waktu untuk melayani saya. Saya tu suami mandiri. Mau berangkat kerja menyiapkan segala sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya makan pagi, ya pokoknya semuanya.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Fatimah
digilib.uns.ac.id 66
:
“Pak Dib, sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya harus bisa dikendalikan, nanti malah sakitnya datang lagi, kan malah repot.” (51/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (17) termasuk ke dalam jenis TTDir „menasihati‟. TTDir „menasihati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Pak Dib, sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya harus bisa dikendalikan, nanti malah sakitnya datang lagi, kan malah repot”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTDir „menasihati‟. TTDir „menasihati‟ pada tuturan (17) dapat dilihat berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturanya, terlihat bahwa Fatimah bermaksud menasihati Pak Dibyo untuk lebih sabar dan bisa
mengendalikan emosinya agar penyakitnya tidak
datang lagi. Terjadinya TTDir „menasihati‟ pada data (17) diawali oleh adanya tindak tutur ekspresif (selanjutnya disingkat TTE) „kesengsaraan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Istri saya memang begitu sejak dulu, tidak pernah meluangkan waktu untuk melayani saya. Saya tu suami mandiri. Mau berangkat kerja menyiapkan segala sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya makan pagi, ya pokoknya semuanya”. Melalui tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo mengungkapkan
kesengsaraannya
sebagai
seorang
suami
karena
harus
mengerjakan segala sesuatu sendiri tanpa dibantu oleh istri. Hal itulah yang mendorong terjadinya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Pak Dib, sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya harus bisa dikendalikan, nanti malah sakitnya datang lagi, kan malah repot”.Tuturan dari Fatimah tersebut sebagai bentuk respon dari Fatimah atas kesengsaraan yang user Fatimah bermaksud menasihati dialami oleh Pak Dibyo. Melalui commit tuturan to tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Pak Dibyo untuk lebih sabar dan bisa mengendalikan emosinya agar penyakitnya tidak datang lagi. Jika Fatimah tidak bermaksud untuk menasihati Pak Dibyo, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menasihati‟. Data yang menunjukkan TTDir „menasihati‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (18)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo merasa bersalah dan menyesal karena tidak bisa mendidik jiwa anak-anaknya. Fatimah pun bermaksud menasihati Pak Dibyo agar tidak lagi menyesali semuanya.
Pak Dibyo : “Saya hanya berhasil mendidik anak-anak saya menjadi sarjana dan pekerjaan tetap, tetapi tidak berhasil mendidik jiwa mereka. Ahh, saya sudah keliru Bu Fat, keliru.” Fatimah : “Pak Dibyo, Bapak tidak boleh bersedih seperti ini. Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur dan mendoakan anak-anak semoga diberikan keselamatan dan selalu dalam hidayah-Nya dan tidak lupa dengan Bapak, ya?” (90/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (18) termasuk ke dalam jenis TTDir „menasihati‟. TTDir „menasihati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Pak Dibyo, Bapak tidak boleh bersedih seperti ini. Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur dan mendoakan anak-anak semoga diberikan keselamatan dan selalu dalam hidayah-Nya dan tidak lupa dengan Bapak, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „menasihati‟ karena pada tuturan sebelumnya Pak Dibyo merasa menyesal karena tidak bisa mendidik jiwa anak-anaknya. Oleh sebab itulah terjadi TTDir „menasihati‟ yang dituturkan oleh Fatimah. TTDir „menasihati‟ pada data (18) terjadi ketika anak-anak Pak Dibyo tidak ada yang peduli dengan Pak Dibyo. Mereka tidak datang untuk menjenguk Pak Dibyo. Hal tersebut membuat Pak Dibyo menuturkan tuturan yang mengandung TTE „menyesal‟. Pak Dibyo merasa bersalah dan menyesal karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
tidak bisa mendidik jiwa anak-anaknya. Dengan adanya TTE „menyesal‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo tersebut memicu terjadinya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Pak Dibyo, Bapak tidak boleh bersedih seperti ini. Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur dan mendoakan anak-anak semoga diberikan keselamatan dan selalu dalam hidayah-Nya dan tidak lupa dengan Bapak, ya”. Tuturan tersebut disampaikan Fatimah sebagai respon atas tuturan Pak Dibyo yang mengungkapkan rasa bersalah dan menyesal. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud menasihati Pak Dibyo agar tidak lagi menyesali semua yang sudah terjadi. Hal itu dilakukan Fatimah supaya Pak Dibyo bisa bersyukur dan bisa mendoakan anak-anaknya. Jika Fatimah tidak bermaksud menasihati Pak Dibyo, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menasihati‟. d. Menyarankan Menyarankan adalah memberikan saran (anjuran) (KBBI, 2007:999). Jadi, TTDir „menyarankan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memberikan saran atau anjuran kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „menyarankan‟ dapat dilihat pada data berikut: (19)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo merasa sedih karena kesepian, tidak ada yang bisa ia ajak berbicara, istrinya selalu sibuk dengan cucu-cucunya. Fatimah bermaksud memberikan saran kepada Pak Dibyo hal yang bisa dilakukan Pak Dibyo untuk mengusir rasa sepinya.
Pak Dibyo : “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri, nggak ada yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani. Istri saya kalau siang sibuk dengan cucu-cucunya dan kalau sudah malam juga sudah capek. Dia tidur dekat cucu-cucunya dan saya tidur sendiri.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
: “Eh, sekarang begini saja Pak Dib, kalau Bu Dib momong cucu, ya Bapak ikut saja momong, bercanda sama cucu-cucu, nanti pasti hati Bapak akan terhibur.” Pak Dibyo : “He.. he.. saya ini sudah ndak bisa lari-lari. Jangankan lari, jalan saja sudah ndak bisa lurus, harus pakai tongkat. Lha itu cucu saya laki-laki sukanya main bola, lalu, menariknarik saya kalau diajak mengejar bola e… kalau saya berhenti dia suka nangis padahal saya kan sudah ndak bisa, he.. he.. he...” (20/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (19) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyarankan‟. TTDir „menyarankan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh, sekarang begini saja Pak Dib, kalau Bu Dib momong cucu, ya Bapak ikut saja momong, bercanda sama cucu-cucu, nanti pasti hati Bapak akan terhibur”. Fatimah menyarankan Pak Dibyo untuk ikut istrinya merawat dan bermain dengan cucu-cucunya supaya bisa mengusir rasa sepi dan bisa terhibur. Terjadinya TTDir „menyarankan‟ pada data (19) diawali oleh adanya TTE „kesedihan‟ yang dilakukan Pak Dibyo. Pak Dibyo mengungkapkan rasa sedihnya karena merasa kesepian tidak ada yang diajak bicara, istrinya sibuk mengurus cucu-cucunya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTDir „menyarankan‟ yang dituturkan oleh Fatimah melalui tuturan “Eh, sekarang begini saja Pak Dib, kalau Bu Dib momong cucu, ya Bapak ikut saja momong, bercanda sama cucucucu, nanti pasti hati Bapak akan terhibur”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud memberikan saran untuk Pak Dibyo dengan harapan supaya Pak Dibyo tidak lagi bersedih karena merasa kesepian. Jika Fatimah tidak bermaksud untuk menyarankan Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyarankan‟. Setelah mendapat saran dari Fatimah, Pak Dibyo justru mengeluh karena dirinya tidak bisa berlari lagi, padahal cucu-cucunya suka bermain bola.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Data yang menunjukkan TTDir „menyarankan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (20)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa bingung kepada suaminya yang semakin tua semakin manja dan Bu Dibyo tidak tahu yang harus ia lakukan kepada suaminya ketika suaminya sudah jatuh sakit. Fatimah pun bermaksud memberikan saran kepada Bu Dibyo untuk memberikan perhatian untuk suaminya dengan menelepon putra-putrinya agar bergiliran menjenguk bapaknya.
Bu Dibyo : “Suami saya itu sekarang memang aneh kok. Dulu saat sehat saja dia apa-apa sendiri, ndak mau diperhatikan, mau makan ambil sendiri, bahkan nyuci baju, setrika juga sendiri, saya ndak pernah menyiapkan keperluannya sama sekali, eh sudah tua seperti ini malah manjanya setengah mati. Sebentar-sebentar Bu, bentar-bentar Bu minta diperhatikan, kesel Bu saya. Fatimah : “He.. he.. he.. Yah, mungkin ini juga ujian dari Allah Bu agar kita ini berbakti pada suami. Saya saja yang ndak punya suami pingin punya suami kok Bu. Lha Ibu yang punya suami sebaik Pak Dibyo malah ngendiko begitu, jangan ya Bu. Coba Ibu ingat-ingat kembali saat Bapak masih aktif bekerja dan sehat seperti dulu beliau sumber kehidupan Ibu dan anak-anak kan? Bahkan sampai sekarang pun bapak masih memberikan gaji pensiun pada Ibu. Maaf lho Bu kalau dari ceritanya bapak yang diinginkan beliau bukan harta atau benda Ibu hanya ingin perhatian dari anakanak juga Ibu. Kasihan lho Bu, Bapak sudah sepuh, sudah sakit-sakitan, jangan sampai Ibu menyesal dikemudian hari. Kalau saya boleh memberikan saran lho, telepon putraputri Ibu minta bergiliran menjenguk bapaknya!” (256/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (20) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyarankan‟. TTDir „menyarankan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Kalau saya boleh memberikan saran lho, telepon putra-putri Ibu minta bergiliran menjenguk bapaknya”. Tuturan kalau saya boleh memberikan saran menjadi penanda lingual TTDir „menyarankan‟. Fatimah bermaksud memberikan saran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
kepada Bu Dibyo supaya menelepon anak-anaknnya sebagai bentuk perhatian Bu Dibyo kepada suaminya. TTDir „menyarankan‟ kepada data (20) terjadi karena Pak Dibyo menginginkan perhatian dari istri dan anak-anaknya namun istrinya selalu mengeluh dan tidak mau memberikan perhatiannya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTDir „menyarankan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Kalau saya boleh memberikan saran lho, telepon putra-putri Ibu minta bergiliran menjenguk bapaknya”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud memberikan saran kepada Bu Dibyo supaya menelepon anak-anaknya agar Pak Dibyo merasa terhibur jika bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya. Jika Fatimah tidak bermaksud memberi saran kepada Bu Dibyo, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyarankan‟. e. Menyuruh Menyuruh adalah memerintah (supaya melakukan sesuatu) (KBBI, 2007:1109). Jadi, TTDir „menyuruh‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang berfungsi untuk memberi perintah kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „menyuruh‟ dapat dilihat pada data berikut: (21)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati mengira Pak Dibyo adalah kakeknya sendiri.
Aryati Fatimah
: “Ibu, ini kakek Titi, ya?” : “Oh, iya Ti, ini Kakek Dibyo. Ayo kasih salam sama Kakek!” : “Asik Titi ketemu sama Kakek. Titi akhirnya punya Kakek.” (92/TT/19 Juli 2011)
Aryati
Tuturan pada data (21) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyuruh‟. TTDir to user „menyuruh‟ tampak pada tuturancommit yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Ayo
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
kasih salam sama Kakek”. Tuturan tersebut
termasuk ke dalam TTDir
„menyuruh‟ karena Fatimah ingin menyuruh Aryati untuk memberikan salam kepada Pak Dibyo. Kata “ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „menyuruh‟. Fatimah menggunakan kata “ayo” dalam tuturan tersebut untuk memperhalus suruhan. Terjadinya TTDir „menyuruh‟ pada data (21) ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati melihat ada seorang kakek yang berada di rumahnya. Oleh sebab itulah Aryati menanyakan kakek tersebut kepada ibunya. Aryati bertanya melalui tuturan “Ibu, ini kakek Titi, ya?”. Secara tidak langsung Aryati meminta informasi tentang kakek yang berada di rumahnya. Fatimah pun merespon pertanyaan Aryati tersebut dengan memberitahukan bahwa kakek yang berada di rumahnya itu adalah Kakek Dibyo. Setelah memberitahu Aryati tentang kakek yang berada di rumahnya, Fatimah menyuruh Aryati untuk memberikan salam kepada Kakek Dibyo melalui tuturan “Ayo kasih salam sama Kakek!”. Tuturan tersebut mengandung jenis TTDir „menyuruh‟. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyuruh Aryati memberikan salam kepada Pak Dibyo. Jika Fatimah tidak bermaksud menyuruh Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyuruh‟. Setelah Fatimah menyuruh Aryati
untuk
memberikan salam kepada Pak Dibyo, Aryati tidak menyatakan kesanggupannya untuk memberikan salam ataupun menolak untuk memberikan salam kepada Pak Dibyo, tetapi Aryati justru mengungkapkan kesenangnnya karena bisa bertemu dengan kakeknya dan Aryati merasa dirinya mempunyai kakek. Data yang menunjukkan TTDir „menyuruh‟ dapat pula dilihat pada data berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(22)
digilib.uns.ac.id 73
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah menyuruh Aryati untuk masuk agar tidak melihat keributan yang terjadi.
Aryati
“Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama kakek sih Bun?” : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo.. ayo sana!” : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.” : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul, oke?” : “Oke, Bun. Dada…. Kek.” (133/TT/20 Juli 2011)
Fatimah Aryati Fatimah Aryati
:
Tuturan pada data (22) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyuruh‟. TTDir „menyuruh‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo..ayo sana” dan “Titi ke dalam dulu, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „menyuruh‟ karena Fatimah ingin menyuruh Aryati untuk masuk ke rumah. Kata “ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „menyuruh‟. Fatimah menggunakan kata “ayo” dalam tuturan tersebut untuk memperhalus suruhan dan supaya Aryati segera masuk ke rumah. Terjadinya TTDir „menyuruh‟ pada data (22) ketika Pak Dibyo dan istrinya sedang bertengkar di rumah Fatimah. Aryati dan Fatimah mengetahui keributan yang terjadi di rumah mereka. Oleh sebab itulah Fatimah menyuruh Aryati untuk masuk ke rumah. Aryati pun bersedia untuk masuk ke rumah. Jika Fatimah tidak bermaksud menyuruh Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyuruh‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
f. Meminta Izin TTDir „meminta izin‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang berfungsi untuk mendapatkan izin dari mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „meminta izin‟ dapat dilihat pada data berikut: (23)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah menawarkan buku kepada Pak Dibyo. Pak Dibyo pun meminta izin kepada Fatimah untuk membawa pulang buku tersebut.
“Eh, ini saya punya buku bagus, Pak, barangkali Bapak suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa sepi, Pak.” Pak Dibyo : “E… boleh saya bawa?” Fatimah : “Silakan silakan, Pak!” (61/TT/18 Juli 2011) Fatimah
:
Tuturan pada data (23) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta izin‟. TTDir „meminta izin‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo, yaitu “E… boleh saya bawa?”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „meminta izin‟ karena Pak Dibyo meminta izin kepada Fatimah untuk membawa pulang buku yang telah ditawarkan oleh Fatimah kepadanya. Kata “boleh” pada tuturan yang disampaikan Pak Dibyo dengan kalimat tanya tersebut digunakan sebagai penanda lingual TTDir „meminta izin‟. TTDir „meminta izin‟ yang disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut terjadi karena diawali oleh adanya TTK „menawarkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menawarkan buku kepada Pak Dibyo barangkali Pak Dibyo suka membaca dan berharap bisa membantu Pak Dibyo untuk mengurangi rasa sepinya. Tawaran dari Fatimah tersebut direspon oleh Pak Dibyo dengan TTDir „meminta izin‟ dengan menuturkan “E… boleh saya bawa?”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo bermaksud meminta izin kepada Fatimah untuk membawa pulang buku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
yang telah ditawarkan oleh Fatimah. Kemudian Fatimah pun mengizinkan Pak Dibyo untuk membawa pulang buku yang telah ditawarkan Fatimah. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud untuk meminta izin kepada Fatimah, tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meminta izin‟. Data yang menunjukkan TTDir „meminta izin‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (24)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati meminta izin kepada Fatimah untuk bermain dan meminta Fatimah untuk mengajari bermain komputer. Fatimah pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer.
Aryati Fatimah Aryati Fatimah Aryati Fatimah Aryati
: : : : : : :
“Titi boleh nggak mainnya sekarang?” “Oh, boleh, sekarang Titi mau main apa sih?” “E…” “Apa?” “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?” “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?” “Iya, Bun.” (163/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (24) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta izin‟. TTDir „meminta izin‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Titi boleh nggak mainnya sekarang?”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „meminta izin‟ karena Titi (Aryati) meminta izin kepada ibunya untuk bermain. Kata “boleh nggak” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „meminta izin‟. TTDir „meminta izin‟ terjadi karena Aryati meminta izin kepada ibunya untuk bermain. Tuturan yang mengandung TTDir „meminta izin‟ yang dilakukan Aryati tersebut disampaikan melalui tuturan “Titi boleh nggak mainnya sekarang?”. Dari tuturan tersebut Aryati berharap supaya ibunya (Fatimah) memberikan izin kepada Aryati untuk bermain. Jika Aryati tidak bermaksud commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
meminta izin kepada ibunya, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meminta izin‟. Fatimah pun memberikan izin kepada Aryati untuk bermain. Kemudian Fatimah menanyakan permainan yang ingin dimainkan oleh Aryati. Dan Aryati merespon pertanyaan dari Fatimah tersebut melalui tuturan yang mengandung TTDir „meminta‟. Aryati meminta Fatimah untuk mengajarinya bermain komputer. g. Melarang Melarang adalah memerintah supaya tidak melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI, 2007:640). Jadi, TTDir „melarang‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tuturnya untuk tidak melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „melarang‟ dapat dilihat pada data berikut: (25)
Konteks
: Tuturan terjadi antara anaknya Pak Dibyo dan istrinya (menantunya Pak Dibyo). Menantunya Pak Dibyo melarang suaminya pergi menjenguk Pak Dibyo.
Anak Pak Dibyo
: “Riris kan sudah beres urusannya Ma, tinggal tunggu pengumuman, adik sudah dapat sekolahan, apa lagi sih yang harus dipusingkan, kan papa pergi nggak lama ta Ma, paling lama ya tiga hari pulang pergi Ma. Lagian sudah lama Papa ini ndak jenguk Bapak, kangen juga kan, Ma?” : “Heh Pa, anak-anak kita saja memerlukan perhatian kita, masa’ Papa mau pergi, gimana sih Papa ini, ah. Keluarga dulu dong Pa yang diurus! Lagian kan anaknya bukan cuma Papa aja. Kenapa sih harus Papa yang ke sana, yang lain pada ke mana? Aneh deh ah.” (264/TT/21 Juli 2011)
Menantu
Tuturan pada data (25) termasuk ke dalam jenis TTDir „melarang‟. TTDir „melarang‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh menantu dari Pak Dibyo, to user yaitu “Heh Pa, anak-anak kita commit saja memerlukan perhatian kita, masa’ Papa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
mau pergi, gimana sih Papa ini, ah …. Lagian kan anaknya bukan cuma Papa aja. Kenapa sih harus Papa yang ke sana, yang lain pada ke mana? Aneh deh ah”. Dilihat dari tuturan sebelumnya, yaitu tuturan dari anaknya Pak Dibyo yang berusaha membujuk istrinya supaya mengizinkannya untuk menjenguk Pak Dibyo, maka secara tidak langsung tuturan dari menantunya Pak Dibyo sebagai bentuk larangan kepada anaknya Pak Dibyo yang akan menjenguk orang tuanya. TTDir „melarang‟ pada data (25) terjadi saat anaknya Pak Dibyo berusaha membujuk istrinya supaya diberikan izin untuk pergi menjenguk orang tuanya. Oleh sebab itulah terjadi TTDir „melarang‟ yang dilakukan oleh menantunya Pak Dibyo. Menantu Pak Dibyo bermaksud melarang suaminya pergi menjenguk orang tuanya. Hal tersebut dilakukan menantu Pak Dibyo supaya suaminya tidak pergi menjenguk orang tuanya dan berharap supaya suaminya bisa lebih memperhatikan anak-anaknya dibanding memperhatikan orang tuanya. Jika menantu dari Pak Dibyo tidak ingin melarang suaminya menjenguk orang tuanya tentu menantu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „melarang‟. Data yang menunjukkan TTDir „melarang‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (26)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Pak Dibyo. Mengetahui Pak Dibyo akan pergi, Aryati bermaksud untuk melarangnya.
Aryati : “Memang Kakek mau pergi ke mana?” Pak Dibyo : “Kakek mau pergi sayang.” Aryati : “Pergi ke mana Kek? Kakek ndak boleh pergi!” “Kakek harus di sini nemenin Titi!” (285/TT/22 Juli 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Tuturan pada data (26) termasuk ke dalam jenis TTDir „melarang‟. TTDir „melarang‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Kakek ndak boleh pergi”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „melarang‟ karena Aryati melarang Pak Dibyo untuk pergi. Kata “ndak boleh” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „melarang‟. Aryati bermaksud melarang Pak Dibyo untuk pergi. Terjadinya TTDir „melarang‟ pada data (26) diawali oleh adanya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa dirinya akan pergi. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir „melarang‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Kakek ndak boleh pergi”. Melalui tuturan tersebut Aryati bermaksud melarang Pak Dibyo untuk pergi dan meminta Pak Dibyo untuk menemani Aryati. Jika Aryati tidak ingin melarang Pak Dibyo untuk pergi, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang yang berfungsi untuk „melarang‟. h. Mengingatkan Mengingatkan adalah menjadikan ingat (terkenang) kepada (KBBI, 2007:433). Jadi, TTDir „mengingatkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menjadikan mitra tutur ingat atau terkenang akan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „mengingatkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (27)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah mengingatkan Aryati agar mandinya tidak terlalu lama supaya tidak kedinginan.
Aryati Fatimah
: “Titi mau mandi dulu. Bunda, Titi mandi dulu, ya Bunda. : “Iya sayang, mandinya jangan lama-lama ya biar nggak kedinginan. Minta sama Mbak pake air hangat biar tidak kedinginan, ya sayang!” : “Iya Bunda.” commit to user (102/TT/19 Juli 2011)
Aryati
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Tuturan pada data (27) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengingatkan‟. TTDir „mengingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Mandinya jangan lama-lama ya biar nggak kedinginan”. Tuturan tersebut termasuk dalam TTDir „mengingatkan‟ karena sesuai dengan konteksnya, yaitu Aryati meminta izin kepada ibunya untuk mandi. Fatimah pun mengingatkan Aryati agar mandinya tidak terlalu lama supaya tidak kedinginan. TTDir „mengingatkan‟ terjadi ketika Aryati meminta izin kepada ibunya untuk mandi. Fatimah pun mengingatkan Aryati melalui tuturan “Mandinya jangan lama-lama ya biar nggak kedinginan”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud mengingatkan Aryati supaya mandinya tidak terlalu lama dan tidak kedinginan. Jika Fatimah tidak ingin mengingatkan Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengingatkan‟. Aryati pun merespon tuturan Fatimah dengan menyatakan kesanggupannya untuk tidak terlalu lama mandinya. Data yang menunjukkan TTDir „mengingatkan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (28)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo mengingatkan tanggung jawab sebagai seorang istri adalah merawat suaminya, namun, Bu Dibyo justru merasa suaminya keberatan jika dirinya merawat cucu-cucunya.
Pak Dibyo : “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi tugas dan tanggung jawabmu merawat aku kan, Bu, jangan sampai kelak dikemudian hari kamu menyesal.” Bu Dibyo : “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku, Bapak keberatan?” Pak Dibyo : “Bukan masalah keberatannya, Bu.” (119/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (28) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengingatkan‟. commit to user TTDir „mengingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
yaitu “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi tugas dan tanggung jawabmu merawat aku kan, Bu, jangan sampai kelak dikemudian hari kamu menyesal”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „mengingatkan‟ karena Pak Dibyo mengingatkan istrinya untuk memperhatikan Pak Dibyo sebagai suaminya karena masih menjadi tanggung jawab Bu Dibyo sebagai seorang istri agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Kata “mengingatkan” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „mengingatkan‟. Setelah Pak Dibyo mengingatkan istrinya untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugas sebagai seorang istri, Bu Dibyo justru merasa suaminya keberatan dan tidak rela jika Bu Dibyo merawat cucu-cucu mereka. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud mengingatkan istrinya, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengingatkan‟. i. Meminta Meminta adalah berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu (KBBI, 2007:745). Jadi, TTDir „meminta‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur supaya diberi tahu atau mendapat sesuatu dari mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTDir „meminta‟ dapat dilihat pada data berikut: (29)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati ingin belajar komputer meminta Fatimah untuk mengajarinya. Fatimah pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer.
Aryati Fatimah Aryati
: “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?” : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?” : “Iya, Bun.” (164/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (29) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta‟. TTDir „meminta‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Tuturan yang disampaikan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
kalimat tanya tersebut termasuk ke dalam TTDir „meminta‟ karena Aryati meminta ibunya untuk mengajari bermain komputer. Kata “bisa nggak” digunakan Aryati untuk memperhalus permintaan kepada ibunya. TTDir „meminta‟ pada data (29) terjadi ketika Titi (Aryati) ingin bermain komputer. Aryati meminta ibunya untuk mengajarinya bermain komputer melalui tuturan “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Melalui tuturan tersebut Aryati meminta ibunya untuk mengajarinya bermain komputer. Fatimah pun merespon permintaan Aryati tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya bisa mengajari Aryati bermain komputer. Jika Aryati tidak ingin meminta ibunya untuk mengajarinya belajar bermain komputer, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meminta‟. j. Mengajak Mengajak adalah membangkitkan hati supaya melakukan sesuatu (KBBI, 2007:17). Jadi, TTDir „mengajak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk membangkitkan hati mitra tuturnya supaya melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „mengajak‟ dapat dilihat pada data berikut: (30)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Merasa sudah tidak tahan melihat suaminya berlama-lama di rumah Fatimah, Bu Dibyo mengajak suaminya untuk pulang.
Bu Dibyo : “Huh, Pak ayo pulang. Ndak usah macam-macam sampeyan ini, ingat umur Pak. Ayo pulang.” Pak Dibyo : “Kamu ini apa ta, apa, ndak usah banyak omong, malu.” Bu Dibyo : “Huh.” (143/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (30) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir „mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Bu Dibyo, yaitu “Pak ayo pulang” dan “Ayo pulang”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
„mengajak‟ karena Bu Dibyo ingin mengajak Pak Dibyo (suaminya) untuk pulang. Kata “ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „mengajak‟. TTDir „mengajak‟ pada data (30) terjadi ketika Bu Dibyo dan Pak Dibyo berada di rumah Fatimah. Bu Dibyo mengajak Pak Dibyo untuk pulang dengan menggunakan tuturan “Pak ayo pulang” dan “Ayo pulang”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud mengajak pulang suaminya agar tidak berlamalama di rumah Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak ingin mengajak suaminya untuk pulang, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengajak‟. Setelah diajak istrinya pulang, Pak Dibyo justru merespon dengan melarang istrinya untuk bicara banyak dengan alasan malu. Data yang menunjukkan TTDir „mengajak‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (31)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah bermaksud mengajak Aryati pulang istirahat terlebih dahulu. Aryati pun bersedia untuk pulang.
Fatimah
: “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan!” : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang nemenin. Titi di sini saja, ya Bun nemenin Kakek.” : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!” : “Iya, Bunda.” (313/TT/22 Juli 2011)
Aryati Fatimah
Aryati
Tuturan pada data (31) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir „mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan” dan tuturan “Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo”. Kata yuk dan ayo menjadi penanda lingual dari TTDir „mengajak‟. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Tuturan pada data (31) masuk dalam TTDir „mengajak‟ karena Fatimah ingin mengajak Aryati pulang terlebih dahulu untuk istirahat. TTDir „mengajak‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan” dan tuturan “Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo”. Jika Fatimah tidak ingin mengajak Aryati untuk pulang, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengajak‟. Aryati pun bersedia pulang untuk makan dan istirahat terlebih dahulu. Wujud TTDir „mengajak‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (32)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan ibu-ibu pengajian dalam sebuah acara pengajian rutin. Fatimah selaku pembawa acara mengajak ibu-ibu pengajian untuk membaca basmallah bersama-sama.
“Ibu-ibu, sore ini telah hadir di hadapan kita semuanya Ustazah Siti Umi Ma‟rifah. Beliau yang akan mengisi pengajian sore ini. Sehari-hari selain aktif mengisi pengajian, beliau adalah staf pengajar lembaga bahasa Arab UMY juga staf pengajar di STAI Jogja. Nah untuk mengawali acara, marilah kita baca basmallah bersama-sama!” Ibu-ibu pengajian : “Bismillahirrahmaanirrahiim.” (322/TT/22 Juli 2011) Fatimah
:
Tuturan pada data (32) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir „mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Marilah kita baca basmallah bersama-sama”. Kata marilah menjadi penanda lingual dari TTDir „mengajak‟. Tuturan pada data (32) masuk dalam TTDir „mengajak‟ karena Fatimah selaku pembawa acara ingin mengajak ibu-ibu anggota pengajian supaya bersamasama membaca basmallah untuk mengawali acara pengajian pada sore hari itu dengan menuturkan “Marilah kita baca basmallah bersama-sama”. Jika Fatimah user tidak ingin mengajak ibu-ibu commit anggota topengajian tentu Fatimah tidak akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengajak‟. Semua anggota pengajian pun bersama-sama membaca basmallah. k. Memperingatkan Memperingatkan adalah mengingatkan atau memberi ingat (KBBI, 2007:433). Jadi, TTDir „memperingatkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk mengingatkan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „memperingatkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (33)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa jengkel karena mengetahui suaminya berada di rumah Fatimah, lalu Bu Dibyo memperingatkan Fatimah untuk tidak genit atau mengganggu suaminya.
: “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu, Bu?” Bu Dibyo : “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit pada laki-laki orang!” (132/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (33) di atas termasuk ke dalam jenis TTDir „memperingatkan‟. TTDir „memperingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Bu Dibyo, yaitu “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit pada
laki-laki
orang”.
Tuturan
tersebut
termasuk
ke
dalam
TTDir
„memperingatkan‟ karena Bu Dibyo ingin memperingatkan Fatimah agar tidak genit-genit kepada suami orang. Kata peringatkan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memperingatkan‟. TTDir „memperingatkan‟ pada data (33) terjadi ketika Fatimah mengetahui ada keributan di rumahnya, Fatimah bertanya kepada Bu Dibyo dengan menuturkan “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu, Bu?”. Melalui tuturan tersebut Fatimah secara tidak langsung commit to user meminta informasi atau penjelasan dari Bu Dibyo hal yang sedang terjadi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
sampai menimbulkan keributan di rumahnya. Akan tetapi Bu Dibyo tidak menjawab pertanyaan dari Fatimah melainkan justru memberi peringatan kepada Fatimah dengan menuturkan “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit pada lakilaki orang”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud memberi peringatan kepada Fatimah supaya tidak lagi genit kepada Pak Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak ingin memperingatkan Fatimah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memperingatkan‟. Data yang menunjukkan TTDir „memperingatkan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (34)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo marah karena mendapati suaminya sedang asik bermain di rumah Fatimah. Fatimah pun berusaha memberi penjelasan kepada Bu Dibyo, namun yang terjadi justru Bu Dibyo menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo.
: “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak, karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu. Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan sudah menggoda suami saya ya, heh, jangan, ndak baik mengganggu suami orang.” Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.” Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya. Sampeyan ndak usah menasihati saya!” (141/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (34) di atas termasuk ke dalam jenis TTDir „memperingatkan‟. Bu Dibyo marah karena mendapati suaminya sedang bermain dengan Aryati di rumah Fatimah. Melihat Bu Dibyo marah-marah, Fatimah berusaha memberi penjelasan kepada Bu Dibyo bahwa sebenarnya Pak Dibyo commit to user hanya bermain dengan Aryati. Hal tersebut tidak membuat Bu Dibyo menjadi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
lebih tenang tetapi justru membuat Bu Dibyo mengungkapkan rasa marahnya karena Pak Dibyo jika di rumah tidak mau membantu merawat cucu tetapi di rumah Fatimah justru Pak Dibyo bermain dengan Aryati. Karena kondisi kemarahan Bu Dibyo sudah memuncak, sampai akhirnya Bu Dibyo menuduh Fatimah telah menggoda suaminya. Mengetahui hal tersebut Fatimah memberi penjelasan kepada Bu Dibyo bahwa dirinya tidak menggoda Pak Dibyo. Hal tersebut memicu terjadinya TTDir „memperingatkan‟ yang dilakukan Bu Dibyo kepada Fatimah. TTDir „memperingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Bu Dibyo, yaitu “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya”. Dalam tuturan yang disampaikan oleh Bu Dibyo tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir „memperingatkan‟. TTDir „memperingatkan‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteks, dan intonasinya. Jika dilihat dari konteks tuturan tersebut terlihat bahwa Bu Dibyo bermaksud memperingatkan Fatimah supaya menjadi orang itu tidak sok alim dan sok suci. Tuturan yang mengandung TTDir „memperingatkan‟ yang disampaikan oleh Bu Dibyo tersebut dituturkan dengan intonasi tinggi. Hal tersebut semakin memperkuat bahwa Bu Dibyo bermaksud memperingatkan Fatimah. Jika dilihat dari tuturan sebelumnya, yaitu tuturan yang disampaikan oleh Fatimah yang bermaksud memberi penjelasan kepada Bu Dibyo bahwa dirinya tidak mengganggu suaminya, hal tersebut memicu terjadinya TTDir „memperingatkan‟ yang disampaikan oleh Bu Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak ingin memperingatkan Fatimah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memperingatkan‟. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
l. Membujuk Membujuk
adalah
berusaha
meyakinkan
seseorang
bahwa
yang
dikatakannya benar (untuk memikat hati, menipu, dan sebagainya), merayu (KBBI, 2007:171). Jadi, TTDir „membujuk‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memikat hati mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTDir „membujuk‟ dapat dilihat pada data berikut: (35)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo. Aryati dan Fatimah bermaksud membujuk Pak Dibyo untuk makan.
Aryati
:
Fatimah : Aryati : Fatimah : Pak Dibyo : Fatimah : Aryati
:
“Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas sembuh!” “Titi sayang, hati-hati, ya!” “Iya, Bunda. Kakek bisa duduk ndak, Bun?” “Bisa duduk kan, Kek?” “Oh, bisa sekali bisa.” “Tu Ti setelah melihat kamu Kakek Dib langsung sehat, bisa duduk. Ayo disuapin yang banyak!” “Oke, Bunda.” (274/TT/21 Juli 2011)
Tuturan pada data (35) termasuk ke dalam jenis TTDir „membujuk‟. TTDir „membujuk‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas sembuh”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „membujuk‟ karena jika dilihat dari konteksnya, Aryati mencoba membujuk Pak Dibyo untuk makan. TTDir „membujuk‟ pada data (35) terjadi ketika Pak Dibyo sedang sakit dan tidak mau makan. Mengetahui hal itu, Aryati mencoba membujuk Pak Dibyo committuturan to user“Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi agar mau makan dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas sembuh”. Melalui tuturan tersebut Aryati bermaksud membujuk Pak Dibyo agar mau makan dengan membawakan bubur kesukaan Pak Dibyo dan Aryati sendiri yang akan menyuapi Pak Dibyo. Hal tersebut dilakukan Aryati agar Pak Dibyo mau makan. Jika Aryati tidak ingin membujuk Pak Dibyo untuk makan, tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „membujuk‟. Pak Dibyo pun menunjukkan keadaannya yang semakin sehat setelah melihat Aryati. Data yang menunjukkan TTDir „membujuk‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (36)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah dan Aryati sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Fatimah membujuk Aryati supaya mau pulang istirahat terlebih dahulu.
Fatimah
: “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan!” : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang nemenin. Biarlah Titi di sini nemenin Kakek.” : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!” : “Iya, Bunda.” (316/TT/22 Juli 2011)
Aryati Fatimah
Aryati
Tuturan pada data (36) termasuk ke dalam jenis TTDir „membujuk‟. TTDir „membujuk‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi harus makan dan istirahat dulu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir „membujuk‟. Tuturan yang mengandung TTDir „membujuk‟ pada data di atas dapat ditentukan berdasarkan tuturan sebelumnya. Jika dilihat dari user tuturan sebelumnya, yaitu tuturancommit Aryati to yang meminta izin kepada ibunya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
tetap menemani Pak Dibyo maka Fatimah bermaksud membujuk Aryati supaya mau pulang untuk istirahat dan makan terlebih dahulu. Fatimah membujuk dengan memberi penjelasan kepada Aryati bahwa sudah ada tetangga yang menunggu Pak Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin membujuk Aryati untuk pulang tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „membujuk‟. Setelah dibujuk oleh Fatimah, akhirnya Aryati bersedia untuk pulang terlebih dahulu. m. Mendesak Mendesak
adalah
memaksa
untuk
segera
dilakukan
(dipenuhi,
diselesaikan) karena ada dalam keadaan darurat, genting (KBBI, 2007:257). Jadi, TTDir „mendesak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memaksa mitra tuturnya supaya segera melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „mendesak‟ dapat dilihat pada data berikut: (37)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah bermaksud mendesak Pak Dibyo untuk segera minum karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan untuk minum.
Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo
: : : : : :
“Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!” “Iya iya.” “Nanti keburu dingin lho.” “Injih.” “Mangga, silakan!” “Terima kasih terima kasih.” (30/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (37) termasuk ke dalam jenis TTDir „mendesak‟. TTDir „mendesak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Nanti keburu dingin lho”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir „mendesak‟. Tuturan yang mengandung TTDir „mendesak‟ pada data di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks commit to user tuturan tersebut terlihat bahwa Fatimah bermaksud mendesak Pak Dibyo untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
segera minum karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan untuk minum oleh Fatimah. TTDir „mendesak‟ pada data (37) terjadi ketika tuturan pada data di atas di awali oleh adanya tindak tutur direktif „menyuruh‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!” Karena sedang asyik mengobrol, Fatimah lupa menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Melihat Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan oleh Fatimah untuk minum maka terjadilah TTDir „mendesak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah mendesak Pak Dibyo dengan mengatakan “Nanti keburu dingin lho”. Dengan mengatakan tuturan tersebut, Fatimah berharap supaya Pak Dibyo segera meminum minuman yang sudah disediakan. Jika Fatimah tidak ingin mendesak Pak Dibyo untuk minum tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mendesak‟. n. Memesan Memesan adalah memberi pesan (nasihat, petunjuk), menyuruh (meminta) supaya dikirim (disediakan, dibuatkan) sesuatu (KBBI, 2007:867). Jadi, TTDir „memesan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menyuruh atau meminta mitra tuturnya supaya dibuatkan atau disediakan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „memesan‟ dapat dilihat pada data berikut: (38)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Sebelum pulang, Pak Dibyo memesan kepada Fatimah untuk menyampaikan salamnya untuk Titi. Fatimah pun bersedia untuk menyampaikan salam dari Pak Dibyo untuk Aryati.
Pak Dibyo : “E.. e.. Bu Fat, saya saya pulang dulu, ya. Eh, sampaikan salam saya pada Titi, ya Bu, ya, Kakek sayang banget sama dia!” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Fatimah
digilib.uns.ac.id 91 : “Iya, Pak. Terima kasih Bapak sudah mau ke rumah saya dan bermain bersama Titi. Nanti salam Bapak saya sampaikan pada Titi.” (152/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (38) termasuk ke dalam jenis TTDir „memesan‟. TTDir „memesan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo, yaitu Eh, sampaikan salam saya pada Titi, ya Bu, ya”. Kata sampaikan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memesan‟. TTDir „mesanan‟ pada data (38) terjadi ketika Pak Dibyo akan pulang dari rumah Fatimah, Pak Dibyo menitipkan salam kepada Fatimah untuk Aryati dengan menuturkan “Eh, sampaikan salam saya pada Titi, ya Bu, ya”. Hal tersebut dilakukan Pak Dibyo supaya Fatimah bersedia menyampaikan salamnya kepada Aryati. Jika Pak Dibyo tidak ingin menitip pesan kepada Fatimah supaya menyampaikan salamnya untuk Aryat,i tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memesan‟. Kemudian Fatimah menyatakan kesanggupannya untuk menyampaikan salam dari Pak Dibyo untuk Aryati. Data yang menunjukkan TTDir „memesan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (39)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo memesan kepada Aryati untuk menyimpan kalung pemberian dari Pak Dibyo.
Pak Dibyo : “Titi, sini sayang, Kakek punya sesuatu untuk Titi.” Aryati : “Apa ini Kek? Ini kalung ya Kek?” Pak Dibyo : “Titi, kalung ini Titi simpan baik-baik, ya, sebagai hadiah dari Kakek! Kelak suatu saat nanti kalau Kakek sudah pergi, kalung ini bisa mengingatkan Titi pada Kakek.” (284/TT/22 Juli 2011) Tuturan pada data (39) termasuk ke dalam jenis TTDir „memesan‟. TTDir to user „memesan‟ tampak pada tuturan commit yang disampaikan oleh Pak Dibyo, yaitu “Titi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
kalung ini Titi simpan baik-baik, ya, sebagai hadiah dari Kakek! Kelak suatu saat nanti kalau Kakek sudah pergi, kalung ini bisa mengingatkan Titi pada Kakek”. Pada data (39) tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir „memesan‟. Tuturan yang mengandung TTDir „memesan‟ pada data tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo memesan kepada Aryati untuk menyimpan kalung pemberian dari Pak Dibyo sebagai kenang-kenangan. TTDir „memesan‟ pada data (39) terjadi ketika Pak Dibyo memanggil Aryati untuk diberi kalung sebagai kenang-kenangan darinya. Pak Dibyo memesan kepada Aryati supaya Aryati menyimpan baik-baik kalung pemberian dari Pak Dibyo agar Aryati selalu ingat dengan Pak Dibyo. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud memesan Aryati untuk menyimpan kalung tersebut, tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memesan‟. o. Berharap Berharap adalah berkeinginan supaya, meminta supaya (KBBI, 2007:338). Jadi, TTK „berharap‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena penutur menginginkan sesuatu. Data yang menunjukkan TTK „berharap‟ dapat dilihat pada data berikut: (40)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo berharap Fatimah tidak bosan mendengarkan keluh kesah Pak Dibyo. Fatimah juga berharap Pak Dibyo selalu sehat.
Pak Dibyo : “E… mudah-mudahan saja Ibu ndak bosan, ya Bu, ya dan saya juga tidak membosankan, he.. he.. he…” Fatimah : “He.. he.. he.. insya Allah Pak Dib, semoga Bapak juga selalu sehat ya.” Pak Dibyo : “Amin.. amin.” (66/TT/18 Juli 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Tuturan pada data (40) termasuk ke dalam jenis TTDir „berharap‟. TTDir „berharap‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo “E… mudah-mudahan saja Ibu ndak bosan, ya Bu, ya dan saya juga tidak membosankan, he.. he.. he..” dan Fatimah yang menuturkan “He.. he.. he.. insya Allah Pak Dib, semoga Bapak juga selalu sehat ya”. Kata mudah-mudahan dan semoga digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „berharap‟. TTDir „berharap‟ pada data (40) terjadi karena Pak Dibyo berharap Fatimah tidak bosan mendengarkan keluh kesah Pak Dibyo. Fatimah pun merespon tuturan Pak Dibyo tersebut dengan tuturan yang mengandung TTDir „berharap‟ pula. Fatimah berharap semoga Pak Dibyo selalu sehat. Jika mereka berdua tidak ingin berharap tentu mereka tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berharap‟. Wujud TTDir „berharap‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (41)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo mengingatkan istrinya untuk salat. Pak Dibyo juga berharap Bu Dibyo bisa berubah menjadi lebih baik.
Pak Dibyo : “Ya, sudah sudah, Bapak masih bisa menerima Ibu seperti itu kok. Bapak berharap ibu bisa berubah, sadar bahwa hidup ini hanya sebentar. Jangan diperbudak oleh dunia, belajar salat dan kalau perlu Ibu ke rumah Bu Fatimah sana, banyak sekali lho manfaatnya!” Bu Dibyo : “Ndak mau ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan.” (203/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (41) termasuk ke dalam jenis TTDir „berharap‟. TTDir „berharap‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bapak berharap ibu bisa berubah”. Kata berharap digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „berharap‟. Pak Dibyo berharap istrinya bisa berubah menjadi lebih baik, dengan kata lain mengubah sifat buruknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Melihat istrinya belum bisa mengubah sifat buruknya, Pak Dibyo masih menerima istrinya dengan apa adanya. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir „berharap‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo berharap istrinya bisa berubah menjadi lebih baik melalui tuturan “Bapak berharap ibu bisa berubah”. Jika Pak Dibyo tidak ingin berharap supaya istrinya bisa berubah, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berharap‟. p. Menolak Menolak adalah tidak menerima, menampik (KBBI, 2007:1203). Jadi, TTDir „menolak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan seseorang untuk menolak sesuatu kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „menolak‟ dapat dilihat pada data berikut: (42)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo. Aryati menyambut kedatangan Pak Dibyo di rumahnya. Aryati mengira Pak Dibyo itu adalah kakeknya sendiri. Aryati menyuruh Pak Dibyo untuk menginap di rumahnya. Pak Dibyo pun bermaksud menolak untuk tidur di rumah Aryati.
: “Selamat datang kakek. Kakek nanti tidur di rumah Titi ya. Nanti Titi siapin kamarnya Kek.” Fatimah : “Titi, Kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi Kakek bisa pulang ke rumah Kakek sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya?” Aryati : “Iya kakek, Kakek nggak bisa tidur sama Titi di sini? Pak Dibyo : “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucu-cucu Kakek yang lain.” (97/TT/19 Juli 2011) Aryati
Tuturan pada data (42) termasuk ke dalam jenis TTDir „menolak‟. TTDir „penolakan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucu-cucu Kakek yang lain”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir commit user „menolak‟. TTDir „menolak‟ pada tuturanto tersebut dapat ditentukan berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo bermaksud menolak untuk menginap di rumah Aryati. Terjadinya TTDir „menolak‟ pada data (42) diawali oleh TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati. Aryati meminta Pak Dibyo menginap di rumahnya. Fatimah pun memberi penjelasan kepada Aryati bahwa rumah Pak Dibyo dekat dengan rumah mereka sehingga Pak Dibyo tidak bisa menginap. Kemudian Aryati meyakinkan benar atau tidak jika Pak Dibyo tidak bisa menginap. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir „menolak‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucucucu Kakek yang lain”. Dari tuturan tersebut, secara tidak langsung Pak Dibyo menolak permintaan Aryati untuk menginap di rumahnya. Pak Dibyo menolak dengan menunjukkan rumahnya kepada Aryati. Jika Pak Dibyo tidak ingin menolak permintaan Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menolak‟. Wujud TTDir „menolak‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (43)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo memberi saran kepada istrinya untuk belajar salat dan datang ke rumah Fatimah karena di sana banyak manfaatnya. Bu Dibyo pun bermaksud menolak untuk datang ke rumah Fatimah.
Pak Dibyo : “Ya, sudah sudah, Bapak masih bisa menerima Ibu seperti itu kok. Bapak berharap ibu bisa berubah, sadar bahwa hidup ini hanya sebentar. Jangan diperbudak oleh dunia, belajar salat dan kalau perlu Ibu ke rumah Bu Fatimah sana, banyak sekali lho manfaatnya!” Bu Dibyo : “Ndak mau ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan.” (206/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (43) termasuk ke dalam jenis TTDirTTDir „menolak‟. TTDir „menolak‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Ndak mau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan”. Ndak mau ah merupakan penggalan dari tuturan Bu Dibyo dan itu digunakan sebagai penanda lingual TTDir „menolak‟. Bu Dibyo menolak saran dari Pak Dibyo untuk datang ke rumah Fatimah. Terjadinya TTDir „menolak‟ diawali oleh adanya TTDir „menyarankan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo menyarankan istrinya untuk belajar salat dan supaya mau datang ke rumah Fatimah karena di sana banyak hal yang bisa dilakukan dan bermanfaat. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir „menolak‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo dengan tuturan “Ndak mau ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud menolak untuk datang ke rumah Fatimah. Hal tersebut dilakukan Bu Dibyo dengan alasan nanti Pak Dibyo bisa merasa kesenangan jika Bu Dibyo bersedia ke rumah Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak ingin menolak saran dari Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menolak‟. 3.
Wujud Tindak Tutur Ekspresif Pada penelitian TTE dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo
Buntung Yogyakarta ini ditemukan 26 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk meminta maaf, memuji, berterima kasih, mengungkapkan kesengsaraan, menghibur, mengeluh, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa kecewa, menyesal, mengungkapkan rasa putus asa, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa iri, mengungkapkan rasa jengkel, menuduh, menyindir, mengungkapkan rasa cemburu, menyalahkan, mengungkapkan rasa penasaran, mengungkapkan rasa bingung, menyangkal, mengungkapkan rasa simpati, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan rasa kaget, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa heran, dan mengungkapkan rasa malu. a. Meminta maaf Meminta maaf adalah mengharap agar diberi maaf (dimaafkan) (KBBI, 2007:745). Jadi, TTE „meminta maaf‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk mengharap agar diberi maaf atau dimaafkan oleh mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTE „meminta maaf‟ dapat dilihat pada data berikut: (44)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo di rumah Fatimah. Fatimah bermaksud meminta maaf kepada Pak Dibyo karena sebagai warga baru belum sempat datang ke rumah Pak Dibyo untuk berkenalan, tetapi justru Pak Dibyo yang datang ke rumah Fatimah untuk berkenalan.
: “Saya minta maaf Bapak, sebagai warga baru saya belum sowan ke rumah Bapak, belum berkenalan, he.. he.. he.. malah Bapak yang sudah sepuh tindak kemari. Perkenalkan Pak kalau gitu, saya Fatimah, saya warga baru di sini.” Pak Dibyo : “Iya, he… he… saya memang sengaja datang kemari ingin berkenalan karena saya mendengar nama Bu Fatimah sudah di mana-mana. (Pak Dib dan Fatimah tersenyum bersama), Bu Fatimah orangnya baik, ya, ramah, dan mau mendengarkan keluhan orang lain, he.. he.. he..” (4/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (44) termasuk ke dalam jenis TTE „meminta maaf‟. TTE „meminta maaf‟ tampak pada tuturan Fatimah kepada Pak Dibyo yang menuturkan “Saya minta maaf bapak”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „meminta maaf‟ karena terdapat penanda lingual berupa minta maaf pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Fatimah. TTE „meminta maaf‟ pada data (44) terjadi ketika Pak Dibyo sengaja datang ke rumah Fatimah ingin berkenalan karena Fatimah adalah warga baru dan nama Fatimah sudah dikenal di mana-mana. Fatimah belum sempat bertamu ke rumah Pak Dibyo untuk berkenalan. Oleh sebab itulah Fatimah meminta maaf commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
kepada Pak Dibyo dengan menuturkan “Saya minta maaf Bapak”. Permintaan maaf tersebut dituturkan oleh Fatimah karena Fatimah merasa tidak enak kepada Pak Dibyo sebagai penduduk lama justru yang mendatangi Fatimah sebagai warga baru dan ingin berkenalan. Jika Fatimah tidak ingin minta maaf kepada Pak Dibyo tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „meminta maaf‟. Data yang menunjukkan TTE „meminta maaf‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (45)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo meminta maaf sebelum dirinya bertanya kepada Fatimah.
Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo Fatimah
: : : :
“E.. e.. anu Bu, saya mau nanya ni Bu.” “He’em.” “E… maaf ini, ya Bu, ya, Ibu pernah kesepian?” “Eh, terus terang saja Pak, pernah tapi saya segera mencari kesibukan yang membuat saya tidak merasa kesepian Pak Dib.” (38/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (45) termasuk ke dalam jenis TTE „meminta maaf‟. TTE „meminta maaf‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo kepada Fatimah yang menuturkan “E… maaf ini, ya Bu, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „meminta maaf‟ karena terdapat penanda lingual berupa kata maaf pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo ingin bertanya kepada Fatimah pernah merasa kesepian atau tidak. Pak Dibyo mengawali pertanyaannya dengan meminta maaf kepada Fatimah. Pak Dibyo bertanya kepada Fatimah melalui tuturan “E… maaf ini, ya Bu, ya, Ibu pernah kesepian?”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo meminta maaf sebelum bertanya kepada Fatimah supaya Fatimah tidak tersinggung atas pertanyaan Pak Dibyo tersebut. Jika Pak Dibyo tidak ingin meminta maaf kepada commit to user tuturan yang berfungsi „meminta Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
maaf‟. Fatimah tidak merasa tersinggung atas pertanyaan Pak Dibyo, dan Fatimah pun memberitahukan kepada Pak Dibyo bahwa dirinya juga pernah kesepian. b. Memuji Memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang dianggap baik, indah, gagah berani, dan sebagainya) (KBBI, 2007:904). Jadi, TTE „menuji‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memberikan penghargaan kepada mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTE „memuji‟ dapat dilihat pada data berikut: (46)
Konteks
: Tuturan terjadi anatara Fatimah dan Aryati. Aryati memberitahukan kalau dirinya sudah sampai jilid empat. Kemudian Fatimah bermaksud memuji Aryati karena mengajinya sudah sampai jilid empat.
Fatimah
: “Oh ya, Bunda mau tanya, Titi ngajinya sudah sampai mana ta?” : “E.. sampai mana ya Bun?” : “Sampai mana?” : “Eh.. sampai jilid empat.” : “Oh, sudah jilid empat. Wah, sip dong kalau gitu sudah jilid empat. Mudah-mudahan sebentar lagi Iqro nya selesai, ya.” : “Iya, Bun.” (172/TT/20 Juli 2011)
Aryati Fatimah Aryati Fatimah
Aryati
Tuturan pada data (46) termasuk ke dalam jenis TTE „memuji‟. TTE „memuji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Wah, sip dong kalau gitu sudah jilid empat”. Kata sip dong digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „memuji‟. Fatimah memuji Aryati karena mengajinya sudah sampai jilid empat. Terjadinya TTE „memuji‟ pada data (46) diawali oleh pertanyaan dari Fatimah yang bertanya kepada Aryati melalui tuturan “Oh ya, Bunda mau tanya, Titi ngajinya sudah sampai mana ta?”. Dari tuturan tersebut, secara tidak commit to user langsung Fatimah meminta informasi kepada Aryati untuk memberitahu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
mengajinya Aryati. Aryati pun memberitahukan kepada Fatimah bahwa dirinya mengajinya sudah sampai jilid empat. Hal tersebut memicu terjadinya TTE „memuji‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Wah, sip dong kalau gitu sudah jilid empat”. Melalui tuturan itu Fatimah bermaksud memuji Aryati. Kata sip berarti bagus. Hal tersebut membuktikan bahwa Aryati itu memang pandai, pintar dan rajin karena Aryati yang masih kecil mengajinya sudah sampai jilid empat. Jika Fatimah tidak ingin memuji Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „memuji‟. Wujud TTE „memuji‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (47)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah menawakan hadiah yang diinginkan Aryati ketika mengajinya sudah selesai. Aryati justru menginginkan dirinya dijadikan anak yang baik dan sayang dengan ibunya. Fatimah pun memuji Aryati karena Aryati masih kecil tetapi pintar.
Aryati
: “Titi mau berdoa pada Allah supaya Titi juga dijadikan anak yang baik, sayang sama Bunda. Bunda juga sayang kan sama Titi?” : “Oh, ya pasti dong. siapa dulu, Aryati kan anak Bunda. Anak Bunda ini memang pinter sekali. Wah, bikin gemes aja.” (177/TT/20 Juli 2011)
Fatimah
Tuturan pada data (47) termasuk ke dalam jenis TTE „memuji‟. TTE „memuji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Anak Bunda ini memang pinter sekali”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „memuji‟ karena terdapat penanda lingual berupa frasa pinter sekali pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Fatimah. Fatimah bermaksud memuji Aryati sebagai anak yang pintar sekali. TTE „memuji‟ pada data (47) terjadi ketika Aryati mengatakan commit to user keinginannya kepada Fatimah, yaitu Aryati berdoa kepada Allah supaya dirinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
dijadikan anak yang baik, sayang kepada ibunya. Mendengar keinginan Aryati itulah yang membuat Fatimah memuji Aryati dengan menuturkan “Anak Bunda ini memang pinter sekali”. Jika Fatimah tidak ingin memuji Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memuji‟. c. Berterima kasih Berterima kasih adalah mengucapkan syukur, melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan (KBBI, 2007:1183). Jadi, TTE „berterima kasih‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai ucapan syukurnya kepada mitra tutur sebagai bentuk balas budi setelah menerima kebaikan. Data yang menunjukkan TTE „berterima kasih‟ dapat dilihat pada data berikut: (48)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Pak Dibyo berterima kasih karena Fatimah telah mempersilakan dirinya masuk.
: “E… tapi ngomong-ngomong mangga lho silakan masuk, duduk di teras, ya, Pak, ya, mangga Pak silakan masuk Pak!” Pak Dibyo : “Iya iya, terima kasih terima kasih.” (9/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (48) termasuk ke dalam jenis TTE „berterima kasih‟. Percakapan terjadi ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah pun mempersilakan Pak Dibyo untuk masuk dan duduk. Hal itulah yang memicu terjadijanya TTE „berterima kasih‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo berterima kasih kepada Fatimah karena telah mempersilakan dirinya untuk masuk dan duduk. TTE „berterima kasih‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Iya iya, terima kasih terima kasih”. Tuturan tersebut termasuk ke commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
dalam TTE „berterima kasih‟ karena terdapat penanda lingual berupa frasa, yaitu terima kasih pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Pak Dibyo. Terjadinya TTE „berterima kasih‟ pada data (48) diawali oleh adanya TTDir „menyuruh‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “E… tapi ngomong-ngomong mangga lho silakan masuk, duduk di teras, ya, Pak, ya, mangga Pak silakan masuk Pak!”. Dari tuturan tersebut Fatimah bermaksud menyuruh Pak Dibyo untuk masuk dan duduk di teras. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „berterima kasih‟. TTE „berterima kasih‟ dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Iya iya, terima kasih terima kasih”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo bermaksud mengucapkan terima kasih kepada Fatimah karena telah disuruh masuk dan duduk. Jika Pak Dibyo tidak ingin berterima kasih kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „berterima kasih‟. Wujud TTE „berterima kasih‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (49)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Aryati mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo kerena Pak Dibyo berjanji akan selalu mengingat nama Aryati.
Pak Dibyo : “Cucu Kakek yang cantik ini namanya siapa, he?‟ Aryati : “Aryati Kek, tapi lebih suka dipanggil Titi Kek.” Pak Dibyo : “Oh, iya Titi. Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he.. he.. he...” Aryati : “Terima kasih, ya Kek.” (100/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (49) termasuk ke dalam jenis TTE „berterima kasih‟. Aryati memberitahukan namanya kepada Pak Dibyo setelah Pak Dibyo bertanya nama kepada Aryati. Kemudian Pak Dibyo mengatakan bahwa dirinya akan mengingat nama Aryati yang dianggapnya sebagai cucunya sendiri. Hal itulah commit to user yang menyebabkan terjadinya TTE „berterima kasih‟ yang dilakukan oleh Aryati.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
TTE „berterima kasih‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Terima kasih, ya Kek”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „berterima kasih‟ karena terdapat penanda lingual berupa frasa, yaitu terima kasih pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Aryati. Terjadinya TTE „berterima kasih‟ pada data (49) diawali oleh adanya TTK „berjanji‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he.. he.. he...”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo ingin berjanji kepada Aryati akan selalu mengingat nama Aryati. Hal utulah yang menyebabkan terjadinya TTE „berterima kasih‟ yang dilakukan oleh Aryati dengan tuturan “Terima kasih, ya Kek”. Dari tuturan tersebut Aryati bermaksud mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo karena Pak Dibyo mengatakan kepada Aryati bahwa dirinya akan selalu mengingat Titi (Aryati) yang dianggapnya seperti cucunya sendiri. Jika Aryati tidak ingin berterima kasih kepada Pak Dibyo, tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berterima kasih‟. d. Mengungkapkan kesengsaraan Kesengsaraan adalah perihal kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan (KBBI, 2007:1037). Jadi, TTE „kesengsaraan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk mengekspresikan kesulitan atau kesengsaraan yang dialaminya. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ dapat dilihat pada data berikut: (50)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo sedang jalan-jalan sendiri bertemu dengan Fatimah. Fatimah bertanya kepada Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri, tidak ditemani anak-anak atau isrinya. Pak Dibyo mengungkapkan kesengsaraan karena anak-anaknya tidak commit to user ada lagi yang mau memperhatikannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
: “Bapak dari mana tadi, kok sendirian tidak ditemani anakanak atau cucu atau ibu barang kali, eh maaf, kalau Bapak jatuh terus bagaimana, coba?” Pak Dibyo : “Iya. E.. anak-anak saya itu ada tujuh orang, yang tiga perempuan, yang empat laki-laki. Lima orang sudah berkeluarga semua, sudah punya anak, tapi ya itu, semua sudah jauh dari saya, yah, hanya dua orang ini yang tinggal bersama saya. Yang satu perempuan sudah berumah tangga tapi ditinggal meninggal suaminya, padahal anaknya sudah dua dan masih kecil-kecil.” (11/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (50) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟. Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri bertemu dengan Fatimah. Fatimah bertanya kepada Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri, tidak ditemani anak-anak atau isrinya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ yang dilakukan Pak Dibyo. TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “E.. anak-anak saya itu ada tujuh orang, yang tiga perempuan, yang empat laki-laki. Lima orang sudah berkeluarga semua, sudah punya anak, tapi ya itu, semua sudah jauh dari saya, yah, hanya dua orang ini yang tinggal bersama saya. Yang satu perempuan sudah berumah tangga tapi ditinggal meninggal suaminya, padahal anaknya sudah dua dan masih kecil-kecil”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟. TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa sengsara karena dari sekian banyak anaknya tidak ada yang mau memperhatikan Pak Dibyo, termasuk kedua anaknya yang tinggal bersamanya. Jika Pak Dibyo tidak ingin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
mengungkapkan kesengsaraannya kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan kesengsaraan‟. e. Menghibur Menghibur adalah menyenangkan dan menyejukkan hati yang susah, melipur (KBBI, 2007:398). Jadi, TTE „menghibur‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menyenangkan dan menyejukkan hati mitra tutur yang sedang susah. Data yang menunjukkan TTE „menghibur‟ dapat dilihat pada data berikut: (51)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah menghibur Pak Dibyo yang sering mengeluh karena dari beberapa anaknya tidak ada yang datang mengunjunginya.
: “Bapak sabar saja, ya, mungkin anak-anak Bapak masih sibuk atau mungkin juga ada di antara anak-anak Bapak yang hidupnya susah dan tidak bisa pulang menemui Bapak.” Pak Dibyo : “He.. he.. Ibu Fat ini. Bu Fat ndak usah menghibur saya. Saya tahu keadaan anak-anak saya, Bu. Saya mengantarkan anak-anak menjadi sarjana semua dan berkarir punya masa depan. Kalau hanya ongkos untuk menengok saya tentunya mereka pasti punya, kan? Ndak mungkin kalau ndak punya. Yah, dasar mereka saja yang sudah lupa pada saya bapaknya ini. Lha kalau sama ibunya masih suka telpun-telpunan, Bu. Tapi kalau saya bapaknya ini, he.. he.. he.. sama sekali ndak ada yang perhatian.” (79/TT/19 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (51) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟. Fatimah berusaha menghibur Pak Dibyo. Pak Dibyo selalu mengeluh karena dari beberapa anaknya tidak ada satupun yang datang untuk menjenguk Pak Dibyo. TTE „menghibur‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Mungkin anak-anak Bapak masih sibuk atau mungkin juga ada di antara anak-anak Bapak yang hidupnya susah dan tidak bisa pulang menemui Bapak”. Dalam commit penanda to user lingual yang menunjukkan TTE tuturan tersebut tidak ditemukan adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
„menghibur‟. TTE „menghibur‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud menghibur Pak Dibyo yang sering mengeluh karena dari beberapa anak-anaknya tidak ada yang datang mengunjunginya. Terjadinya TTE „menghibur‟ pada data (51) semakin jelas karena di dukung oleh tuturan selanjutnya, yaitu tuturan dari Pak Dibyo. Setelah Fatimah menghibur Pak Dibyo, Pak Dibyo meresponnya dengan mengingatkan Fatimah supaya tidak menghibur Pak Dibyo karena Pak Dibyo yang lebih tahu tentang keadaan anak-anaknya. Hal itulah yang menyebabkan tuturan dari Fatimah tersebut masuk dalam TTE „menghibur‟. Jika Fatimah tidak ingin menghibur Pak Dibyo tentu Fatimah tidak menuturkan tuturan yang berfungsi „menghibur‟. Data yang menunjukkan TTE „menghibur‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (52)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah bermaksud mengibur Aryati yang sedang merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumahnya.
Aryati
: “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo yang enaaak banget.” : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka.” (159/TT/20 Juli 2011)
Fatimah
Tuturan pada data (52) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟. Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati seperti biasanya. Aryati sudah terlanjur memesan bubur kacang hijau kesukaan Pak Dibyo. Hal tersebut semakin membuat Aryati kecewa. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTE „menghibur‟ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „menghibur‟. TTE „menghibur‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud mengibur Aryati yang sedang merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumahnya. Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo yang biasanya datang ke rumah Aryati tapi kali ini Pak Dibyo tidak datang. Apalagi Aryati sudah terlanjur memesan makanan kesukaan Pak Dibyo kepada mbak yang membantu di rumahnya, hal tersebut semakin membuat Aryati semakin kecewa. Karena Fatimah tidak ingin melihat Aryati sedih dan merasa kecewa, lalu Fatimah bermaksud mengibur Aryati dengan memberi penjelasan kepada Aryati. Hal tersebut dilakukan Fatimah supaya Aryati tidak lagi merasa sedih dan kecewa serta bisa memahami keadaan Pak Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin menghibur Aryati yang sedang kecewa tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „menghibur‟. Wujud TTE „menghibur‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (53)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo merasa sedih karena suaminya meninggal dunia. Fatimah pun menghibur Bu Dibyo yang sedang sedih.
Bu Dibyo : “Kenapa sampeyan tega meninggalkan aku ta, Pak?” (sambil menangis). Fatimah : “Sudah Bu, sudah Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya. Bapak ndak usah ditangisi!” (300/TT/22 Juli 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Tuturan pada data (53) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟. Bu Dibyo menangis karena merasa sedih suaminya telah meninggal dunia. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan Fatimah. TTE „menghibur‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Sudah Bu, sudah Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya. Bapak ndak usah ditangisi”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „menghibur‟. TTE „menghibur‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud menghibur Bu Dibyo yang sedang sedih karena suaminya meninggal. Terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan oleh Fatimah pada data di atas diawali oleh adanya TTE „kesedihan‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. Bu Dibyo menangis dan merasa sedih karena suaminya meninggal. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menghibur‟ pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah pada Bu Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin menghibur Bu Dibyo yang sedang sedih, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menghibur‟. f. Mengeluh Mengeluh adalah menyatakan susah (karena penderitaan, kesakitan, kekecewaan) (KBBI, 2007:536). Jadi, TTE „mengeluh‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas penderitaan, kesakitan dan kekecewaan yang dialaminya. Data yang menunjukkan TTE „mengeluh‟ dapat dilihat pada data berikut: (54)
Konteks
Fatimah
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo mengeluh karena sudah tua tidak ada yang mengurus. commitbekerja to userdi instansi mana, Pak?” : “E… dulu Bapak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Pak Dibyo : “E… anu, saya di Departemen Sosial, ngurusin orangorang. Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing.” (16/TT/18 Juli 2011) Tuturan pada data (54) termasuk ke dalam jenis TTE „mengeluh‟. TTE „mengeluh‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendirisendiri dengan urusannya masing-masing”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengeluh‟. TTE „mengeluh‟ pada tuturan (54) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo mengeluh karena dirinya yang sudah tua tidak ada yang mengurus. Terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo pada data (54) diawali tuturan Fatimah yang menanyakan tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Pertanyaan Fatimah tersebut secara tidak langsung meminta informasi dari Pak Dibyo tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Kemudian Pak Dibyo meresponnya dengan tuturan yang mengandung TTA „memberitahukan‟. Pak Dibyo memberitahukan kepada Fatimah bahwa dulu Pak Dibyo bekerja di Departemen Sosial. Hal itu menyebabkan terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo bermaksud mengeluh kepada Fatimah tentang keadaan dirinya yang tidak diurusi oleh anak-anak dan istrinya. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud untuk mengeluh, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengeluh‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Wujud TTE „mengeluh‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (55)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Pak Dibyo sedang sakit dan ingin diperhatikan oleh anggota keluarganya. Fatimah menyarankan kepada Bu Dibyo untuk merawat dan memberikan perhatian sendiri kepada suaminya. Akan tetapi, Bu Dibyo mengeluh ketika harus merawat Pak Dibyo sekaligus merawat cucu-cucunya.
: “Yah, kalau memang sakitnya hanya ingin diperhatikan sebenarnyakan mudah Bu, mudah untuk pengobatannya. Ndak usah manggil dokter, ndak usah membawa ke rumah sakit. Ibu sendiri bisa kok mengobatinya.” Bu Dibyo : “Loh, justru itu Bu yang tidak bisa saya lakukan. Loh, kalau sakitnya Bapak itu sakit badan malah saya enak, tinggal saya bawa ke rumah sakit, rawat inap, dilayani suster. Saya tinggal bayar berapa habisnya, Bu. Tapi kalau yang seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia, memperhatikan dia, belum cucu saya waduh Bu, saya ndak bisa, saya bingung.” (224/TT/21 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (55) termasuk ke dalam jenis TTE „mengeluh‟. Pak Dibyo sedang sakit dan ingin mendapat perhatian dari anak-anak dan istrinya. Bu Dibyo tidak tahu yang harus ia lakukan untuk kesembuhan Pak Dibyo. Lalu Fatimah memberitahukan kepada Bu Dibyo hal yang harus dilakukannya untuk kesembuhan Pak Dibyo, yaitu dengan memberikan perhatian kepada Pak Dibyo. Hal itulah yang menyebabkab terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. TTE „mengeluh‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Tapi kalau yang seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia, memperhatikan dia, belum cucu saya waduh Bu, saya ndak bisa, saya bingung”. Kata waduh digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „mengeluh‟. Bu Dibyo mengeluh bila harus merawat dan memberikan perhatian sendiri kepada Pak Dibyo. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Terjadinya TTE „mengeluh‟ pada data (55) diawali oleh adanya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah memberitahukan hal yang harus dilakukan Bu Dibyo untuk kesembuhan suaminya. Hal itulah yang menyebabkab terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Tapi kalau yang seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia, memperhatikan dia, belum cucu saya waduh Bu, saya ndak bisa, saya bingung”. Dari tuturan tersebut Bu Dibyo mengeluh karena dirinya tidak bisa bila harus merawat suaminya sendiri. Bu Dibyo lebih memilih jika suaminya dirawat oleh suster dan Bu Dibyo tinggal membayarnya. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud mengeluh, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengeluh‟. g. Mengungkapkan rasa sedih Sedih adalah merasa sangat pilu di hati, susah hati (KBBI, 2007:1009). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas perasaannya yang sedang sedih, pilu, dan susah hati. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ dapat dilihat pada data berikut: (56)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo mengeluh karena keluarganya tidak ada yang memperhatikannya. Fatimah pun menasihati Pak Dibyo supaya tidak mengeluh lagi. Akan tetapi, Pak Dibyo justru merasa sedih karena dirinya kesepian, tidak ada yang bisa ia ajak berbicara dan memperhatikannya.
Pak Dibyo : “E… anu, saya di Departemen Sosial, ngurusin orangorang. Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing.” Fatimah : “Pak Dib, Bapak tidak boleh seperti itu. Dulu sekali anakanak kita masih kecil adalah milik kita, kita bisa apa saja commit to user pada anak-anak kita, tapi setelah perjalanan waktu, anak-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
anak punya dunia masing-masing, Pak. Yang tadinya anakanak meningkat menjadi remaja, dan yang tadinya remaja meningkat jadi dewasa. Nah, kalau sudah pada dewasa, mereka punya keluarga masing-masing dan kesibukan, Pak. Dan mungkin kalau kita mau menoleh, meneliti pada diri kita sendiri, saat kita berumah tangga, waktu dan pikiran kita tercurah pada keluarga, eh kadang lupa sama orang tua, apalagi kalau jaraknya berjauhan, setahun sekali baru ketemu. Kita yang sudah tua seperti ini hanya berteman sepi dan sendiri, Pak. Ehm, Bapak masih beruntung punya banyak anak yang sewaktu-waktu kalau kita kangen masih ada yang dikangenin, Pak.” Pak Dibyo : “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri, nggak ada yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani. Istri saya kalau siang sibuk dengan cucu-cucunya dan kalau sudah malam juga sudah capek. Dia tidur dekat cucu-cucunya dan saya tidur sendiri.” (19/TT/18 Juli 2011) Tuturan pada data (56) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. Pak Dibyo merasa sedih ketika menceritakan keadaan dirinya yang selalu kesepian tidak ada yang bisa ia ajak bicara, istrinya selalu sibuk dengan cucu-cucu mereka. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri, nggak ada yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani. Istri saya kalau siang sibuk dengan cucu-cucunya dan kalau sudah malam juga sudah capek. Dia tidur dekat cucu-cucunya dan saya tidur sendiri”. Dalam tuturan tersebut tidak
ditemukan
adanya
penanda
lingual
yang
menunjukkan
TTE
„mengungkapkan rasa sedih‟. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa sedih karena keluarganya tidak ada yang memperhatikannya. Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ pada data (56) diawali oleh commit to user adanya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan Pak Dibyo. Pak Dibyo sering mengeluh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
karena keluarganya tidak ada yang memperhatikannya, sehingga membuat Pak Dibyo merasa sedih tidak ada orang yang bisa diajak bicara, menemani Pak Dibyo dan istrinya selalu sibuk dengan cucu-cucunya. Jika Pak Dibyo tidak merasa sedih tentu Pak Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi mengungkapkan „kesedihan‟. Wujud TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (57)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo merasa sedih sampai menangis karena suaminya meninggal.
Bu Dibyo : “Kenapa sampeyan tega meninggalkan aku ta, Pak?” (sambil menangis). Fatimah : “Sudah Bu, sudah Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya. Bapak ndak usah ditangisi!” (299/TT/22 Juli 2011) Tuturan pada data (57) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. Pak Dibyo telah meninggal dunia. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ yang dilakukan Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa sedih karena suaminya telah meninggal dunia. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Kenapa sampeyan tega meninggalkan aku ta, Pak”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa sedih karena suaminya meninggal. Bu Dibyo sampai menangis karena merasa sedih. Dengan menangis itulah yang semakin memperkuat tuturan dari Bu Dibyo tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. Bu Dibyo menangis tentu karena dirinya merasa sedih dan bukan menangis karena bahagia ataupun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
terharu. Jika Bu Dibyo tidak merasa sedih tentu Bu Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa sedih‟. h. Mengungkapkan rasa kecewa Kecewa adalah kecil hati, tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya) (KBBI, 2007:522). Jadi, TTE mengungkapkan rasa „kecewa‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas perasaannya karena merasa kecil hati, tidak puas karena keinginannya tidak terkabul. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ dapat dilihat pada data berikut: (58)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati untuk menemui Aryati.
Aryati
: “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo yang enaaak banget.” : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka. (158/TT/20 Juli 2011)
Fatimah
Tuturan pada data (58) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟. Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati seperti biasanya. Aryati merasa kecewa ketika mengetahui Pak Dibyo tidak datang untuk menemui Aryati, padahal
Aryati
sudah
memesan
bubur
kesukaan
Pak
Dibyo.
TTE
„mengungkapkan rasa kecewa‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal Titi udah pesen sama Mbak untuk
buat bubur kacang ijo yang enaaak banget”. Dalam
tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟. TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ pada tuturan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo yang dianggap seperti kakeknya sendiri tidak datang ke rumah Aryati untuk menemui Aryati seperti biasanya. TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ pada data (58) terjadi karena Aryati berharap hari itu Pak Dibyo datang menemuinya seperti biasa dan Aryati sudah terlanjur memesan kepada Mbak yang membantu pekerjaan rumahnya untuk membuat bubur kacang hijau yang enak, makanan kesukaan Pak Dibyo. Akan tetapi, yang terjadi pada hari itu adalah Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati. Hal itulah yang menyebabkan Aryati merasa kecewa. Jika Aryati tidak ingin mengungkapkan kekecewaannya tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kecewa‟. Kemudian Fatimah memberi penjelasan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo itu mempunyai keluarga sendiri sehingga tidak datang ke rumah mereka. Hal tersebut dilakukan Fatimah supaya Aryati tidak lagi merasa kecewa. Wujud TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (59)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan istrinya, yaitu Bu Dibyo. Pak Dibyo menasihati istrinya supaya bisa meniru sifat Aryati yang tulus memberikan perhatian kepada Pak Dibyo. Pak Dibyo merasa kecewa dengan istrinya karena sudah hampir 50 tahun hidup bersama tetapi Bu Dibyo tidak bisa berubah dan mengerti keinginan Pak Dibyo.
Pak Dibyo : “Bu, ada satu hal yang bisa kita tiru dari anak kecil itu.” Bu Dibyo : “Ah, Bapak ini.” Pak Dibyo : “Anak kecil itu polos dan jujur, apa adanya dan perasaanya tulus, suci. Titi memperhatikan Bapak itu dengan hati yang tulus tanpa pamrih apa pun. Dan saat ini Bapak ndak butuh apa-apa, kecuali perhatian dari orang orang di sekitar bapak. commit user sudah mendampingi Bapak Ibu sebagai istrito yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu.” Bu Dibyo : “Hla, ini sudah watak je, sudah karakter, gimana mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak?” Pak Dibyo : “Yah, watak manusia memang tidak bisa diubah, tapi sedikitnya Ibu bisa mengendalikan diri, menahan diri itu sudah lebih baik Bu, tidak bla bla dan seenaknya sendiri, ndak pake piye terus sama sekali Bu.” Bu Dibyo : “Halah, mboh Pak, mumet aku, mboh mboh.” (198/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (59) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟. Pak Dibyo menceritakan kebaikan Aryati agar Bu Dibyo bisa meniru sifat baiknya Aryati yang sayang dan perhatian dengan Pak Dibyo. Pak Dibyo merasa kecewa kepada istrinya karena sudah hampir 50 tahun mendampingi Pak Dibyo tapi Bu Dibyo tidak mengerti apa yang menjadi keinginan Pak Dibyo. Pak Dibyo juga merasa kecewa karena istrinya tidak bisa mengubah sifatnya menjadi lebih baik. TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Ibu sebagai istri yang sudah mendampingi Bapak hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu”. Pernyataan dari Pak Dibyo, yaitu pernyataan bahwa dirinya merasa kecawa kepada Bu Dibyo (istrinya) menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan kekecewaannya tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kecewa‟. i. Menyesal Menyesal adalah merasa tidak senang atau tidak bahagia (susah, kecewa) karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa, kesalahan) (KBBI, 2007:1054). Jadi, TTE „menyesal‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur commit to user sebagai bentuk ekspresi rasa susah, kecewa karena telah melakukan sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
kurang baik. Data yang menunjukkan TTE „menyesal‟ dapat dilihat pada data berikut: (60)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo putus asa karena merasa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk mengusir rasa sepinya. Fatimah pun memberi saran kepada Pak Dibyo untuk mendengarkan ceramah di masjid dan membaca Alquran untuk menghilangkan rasa sepinya. Akan tetapi, Pak Dibyo justru menyesal karena pada waktu masih muda Pak Dibyo tidak belajar membaca Alquran dan hanya direpotkan mencari uang saja.
Pak Dibyo : “Kalau badan saya masih sehat, masih kuat, saya akan melakukan apa saja untuk mengusir kesepian saya, tapi badan saya ini sudah ndak sehat, penyakit saya banyak, ndak kuat apa-apa dan juga ndak bisa lagi ke mana-mana.” Fatimah : “Eh, masih ada kok Pak yang bisa Bapak lakukan. Bapak bisa ke musala atau ke masjid ikut mendengarkan ceramah atau kalau Bapak suka membaca, Bapak bisa membaca apa saja, apalagi kalau bisa membaca Alquran. Untuk mengusir kesepian, Bapak bisa membaca Alquran. Wah, banyak sekali manfaatnya, Pak, di samping rasa kesepian kita terobati masih dapat juga pahala dari Allah terasa sejuk dan senang.” Pak Dibyo : “Yah, itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya hanya dikejar oleh repotnya mencari rupiah sampai ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran.” (44/TT/18 Juli 2011) Tuturan pada data (60) termasuk ke dalam jenis TTE „menyesal‟. Pak Dibyo merasa putus asa karena tidak bisa lagi melakukan kegiatan yang bisa mengusir rasa kesepiannya. Fatimah pun memberitahukan hal yang bisa dilakukan Pak Dibyo untuk mengusir rasa kesepiannya, yaitu dengan membaca Alquran. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyesal‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTE „menyesal‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Yah, itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya hanya dikejar oleh repotnya mencari rupiah sampai ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
menunjukkan TTE „menyesal‟. TTE „menyesal‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo menyesal karena pada waktu masih muda Pak Dibyo tidak belajar membaca Alquran dan hanya direpotkan mencari uang saja. Terjadinya TTE „menyesal‟ pada data (60) diawali oleh adanya TTDir „menyarankan‟ yang dilakukan Fatimah. Fatimah memberikan saran pada Pak Dibyo supaya ke musala untuk mendengarkan ceramah atau membaca Alquran agar rasa kesepian Pak Dibyo bisa terobati. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyesal‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Yah, itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya hanya dikejar oleh repotnya mencari rupiah sampai ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran”. Setelah mendengar saran dari Fatimah Pak Dibyo justru mengungkapkan rasa penyesalannya karena pada waktu masih muda Pak Dibyo tidak belajar membaca Alquran dan hanya direpotkan mencari uang saja. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan penyesalannya kepada Fatimah, tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk mengungkapkan rasa „menyesal‟. Wujud TTE „menyesal‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (61)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo merasa menyesal karena selama Pak Dibyo masih hidup, Bu Dibyo tidak mengikuti nasihat Fatimah.
Bu Dibyo : “Saya menyesal Bu Fat, kenapa saya tidak mengikuti nasihat Bu Fat. Kalau saja saya mengikuti nasihat Bu Fat, saya tidak akan semenyesal ini Bu.” Fatimah : “Iya, Bu. Ya sudah Bu, setiap penyesalan selalu ada di belakang, sekarang antar Bapak dengan doa-doa ya, jangan dengan air mata!” Bu Dibyo : “Iya, Bu Fat, tapi saya menyesal sekali kalau seperti ini.” (301/TT/22 Juli 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
Tuturan pada data (61) termasuk ke dalam jenis TTE „menyesal‟. Bu Dibyo merasa menyesal karena sewaktu Pak Dibyo masih hidup dirinya tidak menurti nasihat dari Fatimah untuk merawat dan memperhatikan Pak Dibyo. Fatimah pun menghibur Bu Dibyo agar tidak terus menyesal dan menyalahkan dirinya sendiri. TTE „menyesal‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Saya menyesal Bu Fat, kenapa saya tidak mengikuti nasihat Bu Fat. Kalau saja saya mengikuti nasihat Bu Fat, saya tidak akan semenyesal ini Bu” dan tuturan “tapi saya menyesal sekali kalau seperti ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „menyesal‟ karena terdapat penanda lingual, yaitu kata menyesal pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Bu Dibyo. Ungkapan penyesalan Bu Dibyo tersebut terjadi setelah Pak Dibyo meninggal. Penyesalan tersebut disebabkan karena selama Pak Dibyo masih hidup, Bu Dibyo tidak pernah menuruti nasihat Fatimah untuk mengurus dan merawat Pak Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa penyesalannya karena tidak menuruti nasihat dari Fatimah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi sebagai ungkapan rasa „menyesal‟. j. Mengungkapkan rasa putus asa Putus Asa adalah habis (hilang) harapan, tidak mempunyai harapan lagi (KBBI, 2007:914). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa dirinya sudah tidak mempunyai harapan lagi. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ dapat dilihat pada data berikut: (62)
Konteks
Fatimah
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo merasa putus asa tidak bisa lagi melakukan hobinya. commit to user : “Oh iya, Bapak punya hobi, hobi Bapak apa, ya?”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
Pak Dibyo : “He.. he.. he.. hobi? Saya dulu suka jalan, tapi sekarang sudah enggak, temen saya tu banyak tapi sekarang mau jalan ke mana, ya. Jalan keliling jalan kampung saja sudah nggak mampu saya ini.” Fatimah : “Waduh, Bapak nggak boleh putus asa dan patah semangat. Masih banyak kok yang bisa Bapak lakukan, contohnya seperti sekarang ini, Bapak bisa share kepada orang lain walaupun akan lebih baik kalau Bapak bisa share pada sesama laki-laki. Eh, maaf lho Pak Dib, jangan salah penerimaan, bukannya saya tidak mau Bapak share dengan saya lho tapi kan ada pantasnya kalau share dengan perempuan ndak bebas seperti pada teman laki-laki, ya kan, Pak?” (53/TT/18 Juli 2011) Tuturan pada data (62) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟. TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Temen saya tu banyak tapi sekarang mau jalan ke mana, ya. Jalan keliling jalan kampung saja sudah nggak mampu saya ini”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟. TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa putus asa tidak bisa lagi melakukan hobinya. Fatimah pun memberi semangat kepada Pak Dibyo agar tidak putus asa dan bisa melakukan hal lain seperti berbagi cerita dengan orang lain. TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada data (62) terjadi ketika Fatimah menanyakan hobi Pak Dibyo, Pak Dibyo memberitahukan kepada Fatimah bahwa hobinya adalah jalan-jalan lalu Pak Dibyo merasa putus asa karena tidak bisa lagi melakukan hobinya dengan mengatakan bahwa dirinya berjalan keliling kampung saja sudah tidak mampu. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada tuturan yang disampaikan commit rasa to user oleh Pak Dibyo. TTE „mengungkapkan putus asa‟ pada tuturan data di atas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
semakin diperkuat oleh kalimat sesudahnya, yaitu tuturan yang disampaikan oleh Fatimah yang bermaksud mengingatkan Pak Dibyo supaya tidak putus asa da patah semangat. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa putus asanya karena tidak bisa melakukan hobinya tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa putus asa‟. k. Mengungkapkan rasa senang Senang
adalah
puas
dan
lega
(KBBI,
2007:1032).
Jadi,
TTE
„mengungkapkan rasa senang‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas perasaannya yang sedang merasa senang, puas, kebahagiaan, dan sebagainya. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa senang‟ dapat dilihat pada data berikut: (63)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Sebelum Pak Dibyo pulang, Fatimah menawarkan buku-buku kepada Pak Dibyo. Pak Dibyo pun berterima kasih kepada Fatimah dan mengungkapkan rasa senangnya karena Fatimah sudah mau mendengarkan keluh kesah darinya.
: “Kalau Bapak mau, di dalam masih banyak kok buku-buku yang bagus-bagus. Sekali waktu ajak istri Bapak main ke rumah, ya Pak, ya, ajak juga cucu-cucunya! Di sini juga ada tempat bermain lho untuk anak-anak.” Pak Dibyo : “Iya iya. Terima kasih Bu Fatimah. Saya senang Ibu mau mendengar keluh kesah saya.” (65/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (63) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa senang‟. Pak Dibyo datang ke rumah Fatimah untuk berbagi cerita. Sebelum Pak Dibyo pulang dari rumah Fatimah, Fatimah menawarkan buku-buku untuk dibaca. Fatimah juga menyuruh Pak Dibyo untuk mengajak cucu dan istrinya bermain ke rumah Fatimah. Pak Dibyo pun berterima kasih kepada Fatimah atas segala kebaikan Fatimah. Pak Dibyo merasa senang karena Fatimah sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
bersedia mendengarkan keluh kesah dari Pak Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa senang‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan Saya senang Ibu mau mendengar keluh kesah saya”. Kata senang pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa senang‟. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa senangnya tentu Pak Dibyo tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi sebagai ungkapan „kesenangan‟ Wujud TTE „mengungkapkan rasa senang‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (64)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Pak Dibyo bertamu di rumah Fatimah. Aryati mengira Pak Dibyo adalah kakeknya sendiri. Aryati pun merasa senang karena ia bisa bertemu dengan Pak Dibyo.
Aryati Fatimah
: “Ibu, ini kakek Titi, ya?” : “Oh, iya Ti, ini Kakek Dibyo. Ayo kasih salam sama Kakek!” : “Asik Titi ketemu sama Kakek. Titi akhirnya punya kakek.” (93/TT/19 Juli 2011)
Aryati
Tuturan pada data (64) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa senang‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati menanyakan kepada Fatimah orang yang sedang berada di rumahnya itu kakeknya atau bukan. Fatimah pun memberitahukan kakek yang berada di rumahnya. Aryati mengira Pak Dibyo adalah kakeknya sendiri. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa senang‟ yang dilakukan Aryati. TTE „mengungkapkan rasa senang‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Asyik Titi ketemu sama Kakek. Titi akhirnya punya kakek”. Kata asyik pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati tersebut menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa senang‟. Aryati merasa senang atau gembira karena akhirnya dia bisa bertemu dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
kakeknya. Jika Aryati tidak ingin mengungkapkan rasa senangnya tentu Aryati tidak menuturkan tuturan yang berfungsi mengungkapkan „kesenangan‟. l. Mengungkapkan rasa iri Iri adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain, cemburu, sirik, dengki (KBBI, 2007:442). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa iri‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain, cemburu, sirik, dengki. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa iri‟ dapat dilihat pada data berikut: (65)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo merasa iri kepada tetangganya, meski hidup sederhana, namun mereka bisa saling menyayangi dan bisa memperhatikan anggota keluarganya.
Pak Dibyo : “Aduh, saya benar-benar iri. Berhasil sekali mereka mendidik anak-anaknya dan istrinya. Sekalipun sudah sama-sama tua tapi masih sangat perhatian dan sayang pada suaminya. Setiap pagi, suaminya itu dibawa keluar didorong pake kursi roda dan sambil disuapi tanpa mengeluh. Selalu ada senyum mengembang di bibir ibu renta itu.” Fatimah : “Oh, ya?” (87/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (65) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa iri‟. TTE „mengungkapkan rasa iri‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Aduh, saya benar-benar iri”. Kata iri pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut
menjadi
penanda lingual
TTE
„mengungkapkan rasa iri‟. Pak Dibyo merasa iri dengan tetangganya, walaupun hidupnya
sederhana
tapi
mereka
bisa
saling
menyayangi
dan
saling
memperhatikan. TTE „mengungkapkan rasa iri‟ pada data (65) terjadi ketika Pak Dibyo menceritakan tentang kebaikan tetangganya yang hidupnya sederhana tapi mereka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
bisa saling menyayangi dan bisa saling memperhatikan anggota keluarganya. Tentu hal itu membuat Pak Dibyo merasa iri karena keadaan tetangganya yang hidup sederhana berkebalikan dengan kondisi keluarga Pak Dibyo yang hidup serba cukup namun tidak ada rasa saling menyayangi dan saling memperhatikan satu sama lain dalam keluarga. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa irinya tentu Pak Dibyo tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa iri‟. m. Mengungkapkan rasa jengkel Jengkel adalah perasaan kesal, mendogkol (KBBI, 2007:469). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa kesal dan dongkol. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ dapat dilihat pada data berikut: (66)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo mengambil piring dan gelas untuk makan dan minum. Akan tetapi, secara tidak sengaja Pak Dibyo menjatuhkan piring dan gelasnya sampai pecah. Bu Dibyo pun merasa jengkel karena Pak Dibyo tidak segera merapikannya.
Bu Dibyo : “Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja ta, bengong seperti sapi ompong sampeyan ini. Ambok dirapikan apa gimana, malah diam saja!” Pak Dibyo : “Bu, sampeyan ini apa sebenarnya ndak tau kalau aku ini sudah tua juga ndak bisa apa-apa ta Bu.” Bu Dibyo : “Huh.” (116/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (66) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. Pak Dibyo akan mengambil makan dan minum tapi justru piring dan gelasnya jatuh tanpa disengaja. Pak Dibyo tidak segera membereskan dan merapikannya. Tentu hal tersebut membuat Bu Dibyo merasa jengkel kepada suaminya. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
“Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja ta, bengong seperti sapi ompong sampeyan ini. Ambok dirapikan apa gimana, malah diam saja”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa jengkel kepada Pak Dibyo. Intonasi yang sedikit meninggi dari tuturan Bu Dibyo semakin memperkuat bahwa tuturan tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ pada data (66) terjadi ketika Bu Dibyo melihat suaminya menjatuhkan piring dan dan gelas ketika akan mengambil makan. Pak Dibyo tidak segera membersihkan atau merapikan piring dan gelas yang jatuh namun Pak Dibyo hanya diam saja. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja ta, bengong seperti sapi ompong sampeyan ini. Ambok dirapikan apa gimana, malah diam saja”. Jika Bu Dibyo tidak merasa jengkel kepada suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa jengkel‟. Wujud TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (67)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati di rumah Fatimah. Bu Dibyo pun merasa jengkel melihat kejadian itu.
Bu Dibyo : “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalan-jalan, tapi ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau tanah juga Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki! Di rumah saja kalau dimintai bantuan nunggu cucunya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
katanya yang capeklah, yang inilah, heh ternyata di sini juga cuma momong anak orang. Ayo pulang.. pulang!” Pak Dibyo : “Apa ta Ibu ini?” (126/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (67) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo mendapati suaminya sedang asyik bermain dengan anaknya Fatimah. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ yang dilakukan Bu Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalanjalan, tapi ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau tanah juga Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki! Di rumah saja kalau dimintai bantuan nunggu cucunya katanya yang capeklah, yang inilah, heh ternyata di sini juga cuma momong anak orang”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa jengkel karena mendapati suaminya sedang berada di rumah Fatimah. Intonasi yang meninggi dari tuturan Bu Dibyo semakin memperkuat bahwa tuturan tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. Bu Dibyo merasa jengkel karena di rumah sibuk mengurus dan merawat cucucucunya sendiri dan Pak Dibyo tidak mau bila dimintai bantuan untuk menunggu cucu-cucunya, akan tetapi di rumah Fatimah Pak Dibyo justru bermain dengan Aryati, anaknya Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak merasa jengkel kepada suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa jengkel‟. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
n. Menuduh Menuduh adalah menunjuk dan mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, mendakwa (KBBI, 2007:1215). Jadi, TTE „menuduh‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menunjukkan dan mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Data yang menunjukkan TTE „menuduh‟ dapat dilihat pada data berikut: (68)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Pak Dibyo bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati. Bu Dibyo pun marah kepada suaminya. Fatimah berusaha menenangkan Bu Dibyo supaya tidak marah. Akan tetapi, Bu Dibyo justru menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo.
: “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak, karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.” Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik mengganggu suami orang.” Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.” (138/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (68) termasuk ke dalam jenis TTE „menuduh‟. Fatimah berusaha menenangkan Bu Dibyo supaya tidak marah dengan suaminya karena Pak Dibyo di rumah Fatimah hanya bermain dengan Aryati. Hal itu semakin membuat Bu Dibyo marah karena ketika di rumah saja Pak Dibyo tidak mau jika dimintai bantuan untuk merawat dan bermain dengan cucu-cucunya tapi di rumah Fatimah Pak Dibyo justru bermain dengan anaknya Fatimah. Bu Dibyo pun menuduh Fatimah telah menggoda suaminya. TTE „menuduh‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Sampeyan sudah menggoda suami saya, commit to user ya”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
menunjukkan TTE „jengkel‟. TTE „jengkel‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa ketika melihat suaminya bermain di rumah Fatimah, Bu Dibyo menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo. Terjadinya TTE „menuduh‟ pada data (68) diawali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menasihati Bu Dibyo supaya tidak marah kepada Pak Dibyo. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menuduh‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo menuduh Fatimah telah menggoda suami Bu Dibyo. Fatimah pun memberi penjelasan bahwa dirinya tidak menggoda suaminya. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo tentu Bu Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menuduh‟. o. Menyindir Menyindir adalah mengkritik (mencela, mengejek, dan sebagainya) seseorang secara tidak sengaja atau terus terang (KBBI, 2007:1069). Jadi, TTE „menyindir‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk mengkritik seseorang, baik yang disengaja atau terus terang. Data yang menunjukkan TTE „menyindir‟ dapat dilihat pada data berikut: (69)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati. Karena merasa jengkel, Bu Dibyo menyindir suaminya yang sudah tua.
Bu Dibyo : “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalan-jalan, tapi ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau tanah juga Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki! Di to user bantuan nunggu cucunya katanya rumah saja commit kalau dimintai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
yang capeklah, yang inilah,heh ternyata di sini juga cuma momong anak orang. Ayo pulang.. pulang!” Pak Dibyo : “Apa ta Ibu ini?” (127/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (69) termasuk ke dalam jenis TTE „menyindir‟. Ketika Bu Dibyo marah dan jengkel saat mendapati suaminya sedang berada di rumah Fatimah, Bu Dibyo menyindir suaminya. TTE „menyindir‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Sudah tua bau tanah juga Pak”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „menyindir‟. TTE „menyindir‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo menyindir suaminya karena merasa jengkel. Bu Dibyo mengatakan bahwa suaminya sudah tua dan bau tanah, hal tersebut sama saja Bu Dibyo mendoakan suaminya cepat meninggal. Terjadinya TTE „menyindir‟ pada data (69) diawali oleh adanya TTE „jengkel‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo pula. Bu Dibyo merasa jengkel kepada suaminya karena sedang asyik bermain di rumah Fatimah. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyindir‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo kepada suaminya melalui tuturan “Sudah tua bau tanah juga Pak”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud menyindir suaminya yang sudah tua. Dari tuturan tersebut, sama saja Bu Dibyo mendoakan suaminya cepat meninggal. Sebagai seorang istri seharusnya Bu Dibyo tidak mengatakan hal itu. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud menyindir suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyindir‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
p. Mengungkapkan rasa cemburu Cemburu adalah merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung; kurang percaya; curiga (iri hati) (KBBI, 2007:204). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ungkapan perasaannya yang kurang percaya, curiga (iri hati kepada) seseorang. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟ dapat dilihat pada data berikut: (70)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Ketika Bu Dibyo melihat suaminya berada di rumah Fatimah, Bu Dibyo merasa cemburu sampai menuduh yang tidak-tidak kepada suaminya.
Bu Dibyo : “Ndak usah mencari alasan Pak! Saya tahu Bapak suka dengan Bu Fatimah yang suaranya lembut dan merdu itu kan? Iya? Makanya Bapak betah di sana, ndak mau di rumah.” Pak Dibyo : “Masya Allah, kenapa sih Bu masih tidak mau berubah, dari muda sampai sekarang bawaannya cemburu terus, curiga terus. Heh, sampai kapan sifat yang jelek itu dipelihara? Bu, makin tua itu seharusnya makin baik jalan pikirannya, makin sadar bahwa ndak ada yang dibawa kalau kita mati nanti selain amal soleh kita Bu.” Bu Dibyo : “Halah.” (186/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (70) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟. Ketika Bu Dibyo mengetahui suaminya sedang berada di rumah Fatimah, Bu Dibyo merasa cemburu dan menuduh suaminya suka dengan Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Saya tahu Bapak suka dengan Bu Fatimah yang suaranya lembut dan merdu itu kan? Iya? Makanya Bapak betah di sana, ndak mau di rumah”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟. TTE „mengungkapkan rasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
cemburu‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa cemburu sampai menuduh suaminya suka dengan Fatimah. Ekspresi rasa cemburu yang diungkapkan oleh Bu Dibyo terjadi karena Bu Dibyo mengatakan yang tidak-tidak tentang suaminya. Bu Dibyo menunjukkan kelebihan dari Fatimah dan mengatakan bahwa Pak Dibyo suka kepada Fatimah. Oleh sebab itulah Bu Dibyo merasa cemburu lantaran Pak Dibyo lebih memilih untuk bermain di rumah Fatimah daripada di rumahnya sendiri. Jika Bu Dibyo tidak merasa cemburu pada suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa cemburu‟. q. Menyalahkan Menyalahkan adalah menyatakan (memandang, menganggap) salah; melemparkan kesalahan kepada; menyesali (KBBI, 2007:983). Jadi, TTE „menyalahkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang menganggap mitra tuturnya salah atau melempar kesalahan kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTE „menyalahkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (71)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Fatimah menasihati Bu Dibyo untuk mendahulukan merawat suaminya dibanding cucu-cucunya karena cucunya sudah ada yang bertanggung jawab, yaitu orang tuanya. Fatimah menyalahkan Bu Dibyo yang membiasakan cucu-cucunya selalu bersamanya sehingga sekarang susah bila cucucucunya harus jauh dari Bu Dibyo.
: “Bu, cucu Ibu kan sudah ada yang lebih bertanggung jawab.” Bu Dibyo : “Iya.” Fatimah : “Kenapa tidak orang tuanya saja yang mengasuh, kenapa harus Ibu? Kan Ibu punya tanggung jawab merawat suami. Pernah saya dengar di pengajian bahwa salah satu jalan pintu surga terbuka untuk istri adalah bila kita berbakti dan commit to user mengabdi pada suami Bu. Jangan seperti saya Bu yang Fatimah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
gagal membina rumah tangga. Selagi masih ada kesempatan lho Bu. Jangan disia-siakan, menikmati masa tua berdua.” Bu Dibyo : “Haduh, susah deh Bu, cucu saya sudah kadung lengket sama saya. Kalau tidur ndak dengan saya mereka itu nangis Bu, susah.” Fatimah : “Heh, itu karena Ibu membisakan diri membawa cucucucu Ibu tidur bersama Ibu.” Bu Dibyo : “Iya.” (246/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (71) termasuk ke dalam jenis TTE „menyalahkan‟. TTE „menyalahkan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Heh, itu karena Ibu membisakan diri membawa cucu-cucu Ibu tidur bersama Ibu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „menyalahkan‟. TTE „menyalahkan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah menyalahkan Bu Dibyo yang membiasakan cucu-cucunya selalu bersamanya sehingga sekarang susah bila cucu-cucunya harus jauh dari Bu Dibyo. Terjadinya TTE „menyalahkan‟ pada data (71) di awali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan Fatimah. Fatimah menasihati Bu Dibyo untuk merawat suami dan menikmati masa tua berdua dengan suami. Bu Dibyo merasa putus asa tidak bisa melakukan yang dikatakan Fatimah dengan alasan cucucucunya yang tidak bisa ditinggal. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyalahkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Heh, itu karena Ibu membisakan diri membawa cucu-cucu Ibu tidur bersama Ibu”. Dari tuturan tersebut secara tidak langsung Fatimah menyalahkan Bu Dibyo karena Bu Dibyo membiasakan cucu-cucunya selalu bersamanya sehingga sekarang kesulitan bila cucu-cucunya harus jauh dari Bu Dibyo. Jika Fatimah tidak bermaksud commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
menyalahkan Bu Dibyo tentu Fatimah tidak akan menyampaikan tuturan yang berfungsi untuk „menyalahkan‟. r. Mengungkapkan rasa penasaran Penasaran adalah sangat ingin menghendaki; sangat ingin hendak mengetahui (KBBI, 2007:848). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa sangat ingin mengetahui sesuatu. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ dapat dilihat pada data berikut: (72)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo memberitahukan bahwa dirinya akan pergi ke atas, ke tempat yang serba indah dan sudah ada yang akan menjemput Pak Dibyo. Aryati merasa penasaran dengan yang akan menjemput Pak Dibyo.
: “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang ke sana.” Aryati : “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa terbang.” Pak Dibyo : “Kakek memang ndak punya sayap, tapi Kakek mau ke sana. Tu, sudah ada yang melambaikan tangannya ke Kakek Ti.” Aryati : “Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada orang.” Pak Dibyo : “Titi, hanya Kakek yang melihat mereka.” (291/TT/22 Juli 2011)
Pak Dibyo
Tuturan pada data (72) termasuk dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa dirinya akan pergi ke atas, ke tempat yang serba indah dan sudah ada yang akan menjemput Pak Dibyo. Dengan polosnya Aryati merasa penasaran dengan yang akan menjemput Pak Dibyo. TTE „penasaran‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada orang”. Dalam commit penanda to user lingual yang menunjukkan TTE tuturan tersebut tidak ditemukan adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
„mengungkapkan rasa penasaran‟. TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Aryati merasa penasaran dengan orang yang akan menjemput Pak Dibyo. Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ pada data (72) diawali oleh adanya TTA „mengungkapkan rasa penasaran‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa sudah ada yang melambaikan tangannya untuk menjemput Pak Dibyo. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ yang dilakukan oleh Aryati dengan menuturkan “Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada orang”. Melalui tuturan tersebut Aryati mengungkapkan rasa penasarannya kepada Pak Dibyo. Aryati tidak melihat ada orang yang melambaikan tangannya. Hal tersebut membuat Aryati merasa penasaran dengan yang dikatakan Pak Dibyo. Aryati penasaran ingin melihatnya. Jika Aryati tidak merasa penasaran, tentu
Aryati
tidak
akan
menuturkan
tuturan
yang
berfungsi
untuk
„mengungkapkan rasa penasaran‟. s. Mengungkapkan rasa bingung Bingung adalah hilang akal (tidak tahu yang harus dilakukan) (KBBI, 2007:153). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa hilang akal, tidak tahu yang harus dilakukannya. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ dapat dilihat pada data berikut: (73)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo sedang sakit. Bu Dibyo datang ke rumah Fatimah karena Bu Dibyo merasa bingung dengan yang harus ia lakukan untuk to user kesembuhancommit Pak Dibyo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
Bu Dibyo : “Bapaknya Bu, sudah seminggu ndak mau makan, badannya lemes dan wajahnya pucat sekali dan saya ndak tahu harus bagaimana. Setiap saat Bapak mengigau memanggil nama Titi.” Fatimah : “Oh, pantesan sudah beberapa hari ini tidak kelihatan. Anak saya juga menanyakan katanya, „Ke mana Kakek ya Bun kok nggak pernah jalan-jalan sekarang?‟.” (217/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (73) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa bingung‟. Ketika Pak Dibyo sedang sakit, Bu Dibyo tidak tahu yang harus ia lakukan untuk kesembuhan suaminya. Akhirnya Bu Dibyo datang ke rumah Fatimah dengan maksud meminta pertolongan kepada Fatimah agar bisa membujuk Pak Dibyo supaya mau makan. TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Bapaknya Bu, sudah seminggu ndak mau makan, badannya lemes dan wajahnya pucat sekali dan saya ndak tahu harus bagaimana”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa bingung‟. TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa bingung dengan yang harus ia lakukan menghadapi suaminya yang sedang sakit. Jika Bu Dibyo tidak bingung tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan kepada Fatimah tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa bingung‟. t. Menyangkal Menyangkal adalah membantah; menyanggah (KBBI, 2007:995). Jadi, TTE „menyangkal‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk membantah dan menyanggah sesuatu yang dikatakan oleh mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTE „menyangkal‟ dapat dilihat pada data berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(74)
Konteks
digilib.uns.ac.id 136
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan istrinya, yaitu Bu Dibyo. Ketika Pak Dibyo meminta istrinya untuk mengubah sifatnya agar menjadi lebih baik, Bu Dibyo justru menyangkal bahwa watak itu tidak bisa diubah.
Pak Dibyo : “Bu, ada satu hal yang bisa kita tiru dari anak kecil itu.” Bu Dibyo : “Ah, Bapak ini.” Pak Dibyo : “Anak kecil itu polos dan jujur, apa adanya dan perasaanya tulus, suci. Titi memperhatikan Bapak itu dengan hati yang tulus tanpa pamrih apa pun. Dan saat ini Bapak ndak butuh apa-apa, kecuali perhatian dari orang orang di sekitar Bapak. Ibu sebagai istri yang sudah mendampingi bapak hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu.” Bu Dibyo : “Hla, ini sudah watak je, sudah karakter, gimana mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak.” (200/TT/20 Juli 2011) Tuturan pada data (74) termasuk ke dalam jenis TTE „menyangkal‟. Pak Dibyo memberitahukan kebaikan Aryati yang memperhatikan Pak Dibyo dengan tulus dan tanpa pamrih apapun. Pak Dibyo berharap istrinya bisa mengubah sifatnya menjadi lebih baik seperti Aryati. Akan tetapi, Bu Dibyo mengatakan bahwa kebiasaan buruknya itu semua sudah menjadi watak dari Bu Dibyo. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyangkal‟ yang dilakukan Bu Dibyo. TTE „menyangkal‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Gimana mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo menyangkal perkataan suaminya dengan mengatakan bahwa watak itu tidak bisa diubah. Kata gimana mungkin dan ndak mungkin digunakan dalam
tuturan
tersebut
sebagai
penanda
lingual
TTE
„menyangkal‟.
Terjadinya TTE „menyangkal‟ pada data (74) diawali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo menasihati istrinya agar bisa berubah menjadi lebih baik. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyangkal‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo dengan menuturkan “Gimana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo menyangkal bahwa yang sudah menjadi watak atau karakter itu tidak bisa diubah. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud menyangkal, tentu Bu Dibyo tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „menyangkal‟. Wujud TTE „menyangkal‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (75)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke atas, ke tempat yang serba indah dengan cara terbang. Aryati menyangkal jika Pak Dibyo bisa terbang.
Pak Dibyo : “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang ke sana.” Aryati : “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa terbang.” Pak Dibyo : “Kakek memang ndak punya sayap, tapi Kakek mau ke sana. Tu, sudah ada yang melambaikan tangannya ke Kakek Ti.” (289/TT/22 Juli 2011) Tuturan pada data (75) termasuk ke dalam jenis TTE „menyangkal‟. TTE „menyangkal‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa terbang”. Kata mana mungkin digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „menyangkal‟. Aryati menyangkal jika Pak Dibyo bisa terbang ke atas karena Pak Dibyo tidak mempunyai sayap. Terjadinya TTE „menyangkal pada data (75) di awali oleh adanya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa dirinya ingin terbang ke atas, ke tempat yang serba indah. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „menyangkal‟ yang dilakukan oleh Aryati dengan tuturan “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa commit to user terbang”. Melalui tuturan tersebut Aryati menyangkal bahwa Pak Dibyo akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
terbang ke atas karena Pak Dibyo tidak mempunyai sayap. Jika Aryati tidak bermaksud menyangkal perkataan Pak Dibyo tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyangkal‟. u. Mengungkapkan rasa simpati Simpati adalah keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah) orang lain (KBBI, 2007:1067). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena ikut merasakan perasaan mitra tuturnya yang sedang sedih atau susah. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ dapat dilihat pada data berikut: (76)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah bersimpati kepada Pak Dibyo karena keluarganya tidak ada yang memperhatikannya.
: “Eh, begini saja Pak Dib, hidup ini memang tidak ada yang abadi. Dulu Bapak sudah merasakan bagaimana rasanya berbuat sesuatu pada orang lain, Bapak sudah sering membantu, bahkan menolong orang lain. Bapak bisa melakukan apa saja. Nah, kalau sekarang Bapak sudah merasa ndak mampu, eh namanya juga sudah eh, maaf, ya, Pak, lama memakainya, he.. he...” Pak Dibyo : “He.. he.. iya iya, tapi setidaknya e… minimal mereka tahu sedikitlah, ndak usah banyak-banyak, saya ini hanya ingin diperhatikan, tapi mereka suka ndak ngerti, mereka sibuk sendiri.” Fatimah : “Iya Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak kesepian, Bapak sendiri, sakit ndak ada yang memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan.” (27/TT/18 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (76) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa simpati‟. Fatimah berusaha menghibur dan memberi nasihat kepada Pak Dibyo karena Pak Dibyo sering mengeluhkan keadaan keluarganya yang tidak memperhatikan Pak Dibyo. Pak Dibyo berharap anak-anaknya bisa mengerti dan tahu yang menjadi keinginan dari Pak Dibyo. Hal itulah yang menyebabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
terjadinya TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Iya Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak kesepian, Bapak sendiri, sakit ndak ada yang memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa simpati‟. TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bersimpati kepada Pak Dibyo karena keluarganya tidak ada yang memperhatikaanya. Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ pada data (76) diawali oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah bermaksud menasihati Pak Dibyo karena Pak Dibyo sering mengeluh tidak ada yang memberinya perhatian. Pak Dibyo pun berharap anak-anak Pak Dibyo bisa mengerti yang dirasakan Pak Dibyo. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Iya Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak kesepian, Bapak sendiri, sakit ndak ada yang memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan”. Melalui tuturan tersebut Fatimah mengungkapkan rasa simpatinya kepada Pak Dibyo. Fatimah bersimpati kepada Pak Dibyo karena Fatimah mengetahui perasaan Pak Dibyo. Fatimah tidak bisa berbuat apa-apa kepada Pak Dibyo selain menghibur dan memberinya nasihat. Fatimah ikut merasakan dengan yang dirasakan Pak Dibyo. Jika Fatimah tidak merasa simpati kepada Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa simpati‟. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
v. Mengungkapkan rasa kasihan Kasihan adalah rasa iba hati; rasa belas kasih (KBBI, 2007:512). Jadi, TTE mengungkapkan rasa „kasihan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa iba atau perasaan belas kasih penutur kepada orang lain. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ dapat dilihat pada data berikut: (77)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah dan Aryati sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Fatimah mengajak Aryati pulang terlebih dahulu. Aryati sebenarnya tidak mau pulang karena merasa kasihan tidak ada yang menunggu jenazahnya Pak Dibyo.
Fatimah
: “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan!” : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang nemenin. Titi di sini saja ya Bun, nemenin Kakek.” : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!” : “Iya, Bunda.” (314/TT/22 Juli 2011)
Aryati Fatimah
Aryati
Tuturan pada data (77) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟. TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang nemenin”. Kata kasihan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE mengungkapkan rasa „kasihan‟. Aryati merasa kasihan tidak ada yang menunggu jenazahnya Pak Dibyo. Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ pada data (77) diawali oleh adanya TTDir „mengajak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah mengajak Aryati pulang terlebih dahulu ketika sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
nggak ada yang nemenin”. Melalui tuturan tersebut Aryati menolak ajakan Fatimah untuk pulang dengan alasan Aryati merasa kasihan bila harus meninggalkan jenazahnya Pak Dibyo sendirian tidak ada yang menjaganya. Sehingga tuturan dari Aryati itu masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟. Lalu Fatimah memberitahukan bahwa sudah ada bapak-bapak yang menjaga Pak Dibyo. Hal tersebut dilakukan Fatimah untuk membujuk aryati supaya mau pulang terlebih dahulu. Aryati pun bersedia untuk pulang terlebih dahulu. w. Mengungkapkan rasa kaget Kaget adalah terperanjat; terkejut (karena heran) (KBBI, 2007:489). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa terkejut (karena heran). Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ dapat dilihat pada data berikut: (78)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo merasa kaget ketika piring dan gelas yang diambilnya untuk makan justru jatuh. Bu Dibyo pun marah ketika mengetahui hal tersebut.
Pak Dibyo : “Aduh, malah jatuh!” Bu Dibyo : “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan, minum pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini caranya, setiap hari dua tiga yang pecah bisa habis semua piring gelas yang ada di rumah ini. Mbok hati-hati ta Pak! Heh, kalau pecah begini kena cucu sampeyan gimana, he, ndak kasihan sampeyan?” (112/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (78) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa kaget‟. Ketika Pak Dibyo mengambil piring dan gelas untuk makan dan minum, namun justru piring dan gelas yang diambilnya jatuh dan pecah. Hal itulah yang membuat Pak Dibyo merasa kaget. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Aduh, malah jatuh”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kaget‟. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa kaget ketika piring dan gelas yang diambilnya untuk makan dan minum justru jatuh. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada data (78) yang dilakukan oleh Pak Dibyo kemudian direspon oleh Bu Dibyo dengan tuturan yang mengandung TTE „mengungkapkan rasa kaget‟. Bu Dibyo marah kepada Pak Dibyo karena telah memecahkan piring dan gelas. Jika Pak Dibyo tidak merasa kaget ketika piring dan gelasnya jatuh, tentu Pak Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi sebagai ungkapan rasa „kaget‟. Wujud TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (79)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo mendapati suaminya di rumah Fatimah sedang asik bermain dengan Aryati. Kemudian terjadi keributan antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Fatimah pun merasa kaget ketika mendengar ada keributan di rumahnya.
: “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu, Bu?” Bu Dibyo : “Saya peringatkan, ya, jangan genit-genit pada laki-laki orang!” (130/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (79) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa kaget‟. Ketika Bu Dibyo mendapati suaminya sedang bermain di rumah Fatimah, Bu Dibyo bertengkar dengan suaminya di rumah Fatimah. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ yang dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
oleh Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu?”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud bertanya kepada Bu Dibyo dengan yang sedang terjadi yang menimbulkan adanya keributan. Hal tersebut dilakukan Fatimah sebagai bentuk ekspresi rasa kaget yang dirasakannya. Dalam tuturan Fatimah tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kaget‟. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah merasa kaget ketika mendengar ada keributan di rumahnya. Jika Fatimah tidak merasa kaget, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kaget‟. x. Mengungkapkan rasa marah Marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya; berang gusar (KBBI, 2007:715). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa marah‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa sangat tidak senang karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya oleh orang lain. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa marah‟ dapat dilihat pada data berikut: (80)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo akan mengambil makan dan minum, namun Pak Dibyo secara tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas yang diambilnya. Hal itu membuat Bu Dibyo marah.
Pak Dibyo : “Waduh, malah jatuh!” Bu Dibyo : “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan, minum pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini caranya, setiap hari dua tiga yang pecah bisa habis semua piring gelas yang ada di rumah ini. Mbok hatihati ta Pak! Heh, kalau pecah begini kena cucu sampeyan gimana, he, ndak kasihan sampeyan?” (113/TT/19 Juli 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
Tuturan pada data (80) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa marah‟. Pak Dibyo akan mengambil makan dan minum, namun Pak Dibyo secara tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas yang diambilnya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa marah‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa marah‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan, minum pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini caranya, setiap hari dua tiga yang pecah bisa habis semua piring gelas yang ada di rumah ini. Mbok hati-hati ta Pak! Heh, kalau pecah begini kena cucu sampeyan gimana, he, ndak kasihan sampeyan”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa marah‟. TTE „mengungkapkan rasa marah‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo marah terhadap Pak Dibyo karena ketika ambil makan selalu piring dan gelasnya jatuh dan pecah. TTE „mengungkapkan rasa marah‟„mengungkapkan rasa marah‟ pada data (80) terjadi ketika Pak Dibyo menjatuhkan piring dan gelas saat akan makan. Hal itulah yang membuat Bu Dibyo marah kepada Pak Dibyo. Bu Dibyo menuturkan tuturan tersebut dengan intonasi tinggi sehingga memperkuat jika tuturan tersebut masuk dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa marah‟. Jika Bu Dibyo tidak marah kepada suaminya tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa marah‟. Wujud TTE „mengungkapkan rasa marah‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (81)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo commit to user mengingatkan istrinya untuk merawat Pak Dibyo karena hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
itu masih menjadi tanggung jawab Bu Dibyo sebagai seorang istri. Bu Dibyo pun marah kepada suaminya karena dirinya merasa dilarang ketika merawat cucu-cucunya. Pak Dibyo : “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi tugas dan tanggung jawabmu merawat aku kan, Bu, jangan sampai kelak di kemudian hari kamu menyesal.” Bu Dibyo : “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku, Bapak keberatan?” Pak Dibyo : “Bukan masalah keberatannya Bu.” Bu Dibyo : “Apa?” (120/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (81) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa marah‟. Pak Dibyo mengingatkan istrinya tanggung jawab sebagai seorang istri adalah merawat suaminya. Hal tersebut sangat diharapkan Pak Dibyo agar Bu Dibyo tidak menyesal di kemudian hari. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa marah‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa marah‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku, Bapak keberatan”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual
yang
menunjukkan
TTE
„mengungkapkan
rasa
marah‟.
TTE
„mengungkapkan rasa marah‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo marah kepada Pak Dibyo karena dirinya merasa dilarang ketika merawat cucu-cucunya. Intonasi yang tinggi dari tuturan Bu Dibyo tersebut memperjelas bahwa tuturan tersebut adalah TTE „mengungkapkan rasa marah‟. Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa marah‟ pada data (81) diawali oleh adanya TTDir „mengingatkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo mengingatkan istrinya untuk lebih bertanggung jawab kepada tugasnya sebagai commit toterjadinya user seorang istri. Hal itulah yang memicu TTE „mengungkapkan rasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
marah‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku, Bapak keberatan”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo mengungkapkan rasa marahnya karena dirinya merasa dilarang untuk merawat cucu-cucunya. Jika Bu Dibyo tidak marah kepada Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa marah‟. y. Mengungkapkan rasa heran Heran adalah merasa ganjil (ketika melihat atau mendengar sesuatu); tercengang; takjub (KBBI, 2007:396). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa heran‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa ganjil ketika melihat atau mendengar sesuatu. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa heran‟ dapat dilihat pada data berikut: (82)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa heran kepada Fatimah karena Bu Dibyo sedang bingung tetapi Fatimah justru tersenyum melihat Bu Dibyo.
: “Ibu, Bu Dibyo, maaf ya, saya mau tanya, Pak Dibyo itu suami kan?” Bu Dibyo : “Loh, Bu Fat ini gimana sih, ya suami saya dong, masa’ tetangga.” Fatimah : “He.. he.. he..” Bu Dibyo : “Loh, kok malah senyum ada orang bingung.” (227/TT/21 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (82) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa heran‟. Ketika Bu Dibyo merasa bingung karena tidak tahu yang harus ia lakukan untuk kesembuhan suaminya, Fatimah berusaha membujuk Bu Dibyo supaya mau merawat suaminya sendiri dengan bertanya bahwa Pak Dibyo itu suaminya atau bukan. Bu Dibyo pun mengatakan bahwa sudah jelas Pak Dibyo adalah suaminya. Oleh sebab itulah Fatimah senyum mendengar jawaban dari Bu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
Dibyo. Melihat Fatimah tersenyum ketika Bu Dibyo sedang bingung, tentu hal itu membuat Bu Dibyo merasa heran kepada Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa heran‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Loh, kok malah senyum ada orang bingung”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa heran‟. TTE „mengungkapkan rasa heran‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa heran kepada Fatimah karena Bu Dibyo sedang bingung tetapi Fatimah justru tersenyum melihat Bu Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak merasa heran kepada Fatimah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa heran‟. z. Mengungkapkan rasa malu Malu adalah merasa tidak enak hati (hina, rendah) karena berbuat sesuatu yang kurang baik, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan (KBBI, 2007:706). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa malu‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa tidak enak hati karena berbuat sesuatu yang kurang baik. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa malu‟ dapat dilihat pada data berikut: (83)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo merasa malu karena belum mencoba menyuruh anakanaknya menelepon Pak Dibyo tetapi Bu Dibyo sudah mengatakan bahwa Pak Dibyo tidak bisa berkomunikasi melalui telepon dikarenakan pendengarannya sudah berkurang.
Fatimah
: “Yah, kalau ndak bisa datang lewat telepon kan bisa Bu sebagai obat kangen. Ndak ketemu orangnya ketemu suaranya kan sudah lumayan ta, Bu Dib?” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
Bu Dibyo : “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa telepon.” Fatimah : “Apakah sudah dicoba, Bu?” Bu Dibyo : “Ya, anu e… ya, anu belum sih.” Fatimah : “Nah itu, ada baiknya dicoba dulu Bu! Maaf kemarinkemarin waktu Bapak rawuh ke sini bisa ngobrol lancar kok. Nah, nanti kalau putro-putro telepon siapa tahu bisa sebagai obat kangen dan bisa membuat Bapak mau dahar. Dicoba ya Bu! Dulu pasti Bapak sanggat memanjakan Ibu ya?” Bu Dibyo : “Iya, Bapak memang sangat membahagiakan saya.” (261/TT/21 Juli 2011) Tuturan pada data (83) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa malu‟. Fatimah memberikan saran kepada Bu Dibyo untuk menelepon anakanaknya supaya Pak Dibyo bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya sebagai obat kangen. Mendengar saran dari Fatimah, Bu Dibyo justru beralasan bahwa pendengaran suaminya sudah tidak normal jadi tidak mungkin bisa telepon. Kemudian Fatimah bertanya kepada Bu Dibyo sudah mencoba telepon anakanaknya atau belum. Bu Dibyo merasa kebingungan dan merasa malu kepada Fatimah karena belum mencoba menyuruh anak-anaknya menelepon Pak Dibyo tetapi Bu Dibyo sudah mengatakan bahwa Pak Dibyo tidak bisa berkomunikasi melalui telepon dikarenakan pendengaran berkurang. TTE „mengungkapkan rasa malu‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Ya, anu e… ya, anu belum sih”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa malu‟. TTE „mengungkapkan rasa malu‟ pada tuturan di atas, jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa malu kepada Fatimah. Bu Dibyo merasa kebingungan saat menjawab pertanyaan dari Fatimah. Tentu hal itu semakin memperjelas bahwa tuturan dari Bu Dibyo tersebut masuk dalam TTE commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
„mengungkapkan rasa malu‟. Jika Bu Dibyo tidak merasa malu tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa malu‟. 4.
Wujud Tindak Tutur Komisif Pada penelitian tindak tutur komisif (selanjutnya disingkat TTK) dalam
SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 3 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam TTK, yaitu menyatakan kesanggupan, menawarkan, dan berjanji. a. Menyatakan kesanggupan Menyanggupi adalah bersedia (KBBI, 2007:995). Jadi, TTK „menyatakan kesanggupan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena penutur bersedia untuk melakukan sesuatu yang telah disuruh atau diminta mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTK „menyatakan kesanggupan‟ dapat dilihat pada data berikut: (84)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah menyuruh Pak Dibyo untuk minum.
Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo Fatimah Pak Dibyo
: : : : : :
“Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!” “Iya iya.” “Nanti keburu dingin lho.” “Injih.” “Mangga, silakan!” “Terima kasih terima kasih.” (29/TT/18 Juli 2011)
Tuturan pada data (84) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan kesanggupan‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTK „menyatakan kesanggupan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Iya iya” dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
“Injih”. Kata iya-iya dan injih digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTK „menyatakan kesanggupan‟. Pak Dibyo bersedia untuk minum setelah disuruh oleh Fatimah untuk minum. TTK
Terjadinya
„menyatakan
kesanggupan‟
pada
tuturan
yang
disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut diawali oleh adanya TTDir „menyuruh‟ dan TTDir „mendesak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menyuruh Pak Dibyo minum. Karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah disuruh oleh Fatimah, kemudian Fatimah mendesak Pak Dibyo supaya segera minum. Hal itulah yang memicu terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟. Pak Dibyo bersedia untuk minum karena telah disuruh oleh Fatimah untuk minum. Jika Pak Dibyo tidak bersedia untuk minum, tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟ tersebut kepada Fatimah. Wujud TTK „menyatakan kesanggupan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (85)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Terjadi keributan antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah. Fatimah pun menyuruh Aryati untuk masuk, lalu Aryati menyanggupinya.
Aryati
:
Fatimah Aryati Fatimah Aryati
“Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama kakek sih Bun?” : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, hayo..hayo sana!” : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.” : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul, oke?” : “Oke, Bun. Dada…. Kek.” (135/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (85) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan kesanggupan‟. Aryati melihat keributan yang terjadi di rumahnya. Aryati merasa kasihan kepada Pak Dibyo karena Bu Dibyo marah-marah dengan Pak Dibyo. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
Fatimah pun menyuruh Aryati untuk masuk agar tidak melihat keributan tersebut. Aryati pun bersedia untuk masuk. TTK „menyatakan kesanggupan‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Oke, Bun”. Kata oke digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTK „menyatakan kesanggupan‟. Terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ pada data (85) diawali oleh adanya TTDir „menyuruh‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menyuruh Aryati masuk ke rumah saat ada keributan di rumah mereka. Hal itulah yang memicu terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan Aryati melalui tuturan “Oke, Bun”. Melalui tuturan tersebut Aryati menyatakan kesanggupannya atau bersedia untuk masuk ke rumah setelah disuruh oleh ibunya. Jika Aryati tidak mau masuk rumah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟. Wujud TTK „menyatakan kesanggupan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (86)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati meminta ibunya mengajarikan bermain komputer. Fatimah pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer.
Aryati Fatimah Aryati
: “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?” : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?” : “Iya, Bun.” (165/TT/20 Juli 2011)
Tuturan pada data (86) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan kesanggupan‟. Aryati meminta ibunya mengajarinya bermain komputer. Fatimah pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer. TTK „menyatakan kesanggupan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ya bisa dong”. Kata bisa digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTK „menyatakan kesanggupan‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
Terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ pada data (86) diawali oleh adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati. Aryati meminta ibunya untuk mengajarinya bermain komputer. Hal itu yang memicu terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Ya bisa dong”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyatakan kesanggupannya atau bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer. Jika Fatimah tidak mau mengajari Aryati bermain komputer tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟. b. Menawarkan Menawarkan adalah perbuatan menawari atau menawarkan (KBBI, 2007:1151). Jadi, TTK „menawarkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena penutur ingin menawarkan sesuatu kepada mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTK „menawarkan‟ dapat dilihat pada data berikut: (87)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah bermaksud menawarkan buku agar Pak Dibyo tidak kesepian lagi.
“Eh, ini saya punya buku bagus, Pak, barangkali Bapak suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa sepi, Pak.” Pak Dibyo : “E… boleh saya bawa?” Fatimah : “Silakan silakan, Pak!” (60/TT/18 Juli 2011) Fatimah
:
Tuturan pada data (87) termasuk ke dalam jenis TTK „menawarkan‟. Fatimah menawarkan buku-buku bagus kepada Pak Dibyo, siapa tahu Pak Dibyo suka membaca tentu bisa mengusir rasa sepinya Pak Dibyo. TTK „menawarkan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh, ini saya punya buku bagus, Pak, barangkali Bapak suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa committidak to user sepi, Pak”. Dalam tuturan tersebut ditemukan penanda lingual yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
menunjukkan TTK „menawarkan‟. TTK „menawarkan‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud menawarkan buku kepada Pak Dibyo untuk dibaca agar Pak Dibyo tidak lagi kesepian. TTK „menawarkan yang dilakukan oleh Fatimah tersebut direspon oleh Pak Dibyo melalui tuturan yang mengandung TTDir „meminta izin‟, yaitu “E… boleh saya bawa?”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo bermaksud meminta izin kepada Fatimah untuk meminjam buku tersebut. Fatimah pun mempersilakan Pak Dibyo jika ingin meminjam buku tersebut. Jika Fatimah tidak ingin menawarkan buku kepada Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menawarkan‟. Data yang menunjukkan TTK „menawarkan‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (88)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Terjadi keributan antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo di rumah Fatimah. Fatimah pun menawarkan bantuan ketika melihat ada keributan di rumahnya supaya tidak terjadi keributan lagi di rumahnya.
: “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu, Bu?” Bu Dibyo : “Saya peringatkan, ya, jangan genit-genit pada laki-laki orang!” (131/TT/20 Juli 2011) Fatimah
Tuturan pada data (88) termasuk ke dalam jenis TTK „menawarkan‟. Terjadi keributan antara Pak Dibyo dan istrinya di rumah Fatimah. Hal itu menyebabkan terjadinya TTK „menawarkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTK „menawarkan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ada yang bisa saya bantu, Bu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan penanda lingual yang menunjukkan TTK „menawarkan‟. TTK „menawarkan‟ pada tuturan tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah menawarkan bantuan kepada Pak Dibyo dan Bu Dibyo ketika melihat mereka bertengkar di rumahnya. Hal tersebut dilakukan Fatimah supaya Pak Dibyo dan Bu Dibyo tidak bertengkar lagi di rumah Fatimah. Keributan yang terjadi di rumah Fatimah tersebut terjadi antara Pak Dibyo dan istrinya. Bu Dibyo mendapati suaminya sedang bermain di rumah Fatimah dan akhirnya mereka bertengkar. Melihat keributan tersebut Fatimah bermaksud menawarkan bantuan kepada mereka berdua, ada yang bisa dibantu atau tidak. Jika Fatimah tidak ingin menawarkan bantuan tentu ia tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „menawarkan‟. c. Berjanji Berjanji adalah menyanggupi akan menepati apa yang telah dikatakan atau disetujui (KBBI, 2007:458). Jadi, TTK „berjanji‟ adalah tindak tutur yang dilakukan seseorang untuk menyanggupi akan menepati sesuatu yang telah dikatakan atau yang disetujuinya kepada orang lain. Data yang menunjukkan TTK „berjanji‟ dapat dilihat pada data berikut: (89)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo berjanji kepada Aryati untuk selalu mengingat nama Aryati. Aryati pun mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo.
Pak Dibyo : “Cucu Kakek yang cantik ini namanya siapa, he?‟ Aryati : “Aryati Kek, tapi lebih suka dipanggil Titi Kek.” Pak Dibyo : “Oh, iya Titi. Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he.. he.. he..” Aryati : “Terima kasih, ya Kek.” (99/TT/19 Juli 2011) Tuturan pada data (89) termasuk ke dalam jenis TTK „berjanji‟. TTK „berjanji‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek yang commit cantik to ini,user Titi, he..he.. he..”. Dalam tuturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTK „berjanji‟. TTK „berjanji‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo berjanji kepada Aryati untuk selalu mengingat nama Aryati. Terjadinya TTK „berjanji‟ pada data (89) di awali oleh Adanya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan Aryati. Aryati memberitahukan kepada Pak Dibyo bahwa dirinya bernama Aryati. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTK „berjanji‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he..he.. he..”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo berjanji akan selalu mengingat nama Aryati. Kemudian Aryati berterima kasih kepada Pak Dibyo karena Pak Dibyo mengatakan bahwa dirinya akan selalu mengingat nama Aryati. Jika Pak Dibyo tidak ingin berjanji untuk selalu mengingat nama Aryati tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berjanji‟. Wujud TTK „berjanji‟ dapat pula dilihat pada data berikut: (90)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Fatimah pamit pulang dari di rumah Bu Dibyo. Fatimah berjanji kepada Bu Dibyo bahwa dirinya akan datang lagi di rumah Bu Dibyo.
Fatimah Bu Dibyo Fatimah Bu Dibyo Fatimah Bu Dibyo
: : : : : :
“Bu Dib, maaf e saya mau nyuwun pamit dulu ya.” “Iya.” “Mau ngantar Titi biar mau makan dan bobok dulu.” “Ya ya iya.” “Nanti saya ke sini lagi.” “Iya iya.” (309/TT/22 Juli 2011)
Tuturan pada data (90) termasuk ke dalam jenis TTK „berjanji‟. TTK „berjanji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Nanti saya ke sini commit to user adanya penanda lingual TTK lagi”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
„berjanji‟. TTK „berjanji‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah berjanji kepada Bu Dibyo bahwa dirinya akan datang lagi di rumah Bu Dibyo. TTK „berjanji‟ pada data (90) terjadi saat Fatimah pamit kepada Bu Dibyo untuk pulang dulu bersama Aryati. Sebelum Fatimah meninggalkan rumah Bu Dibyo, Fatimah berjanji bahwa dirinya akan datang lagi ke rumah Fatimah, tentunya untuk melayat. Jika Fatimah tidak ingin berjanji akan datang ke rumah Bu Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berjanji‟.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
Tabel 1 Tindak Tutur
No. 1.
Jenis Tindak Tutur Asertif
Subtindak Tutur Memberitahukan
Jumlah Data
Nomor Data
42
1, 5, 6, 12, 15, 21, 41, 50, 52, 58, 68, 70, 72, 73, 91, 98, 101, 105, 145, 169, 171, 184, 194, 197, 199, 207, 212, 218, 219, 220, 223, 241, 248, 254, 259, 279, 290, 296, 308, 321, 327, 340
Menjelaskan
16
35, 57, 69, 85, 88, 95, 140, 215, 257, 268, 288, 318, 329, 333, 335, 339
Membenarkan
10
2, 14, 36, 46, 74, 77, 167, 230, 242, 262
Menunjukkan
1
3
Meyakinkan
8
22, 39, 75, 81, 96, 176, 213, 278
Menegaskan
7
49, 121, 166, 192, 222, 226, 229
Menyatakan
5
Jumlah Data Tindak Tutur Asertif commit to user
76, 107, 149, 201, 282 89 Data
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Direktif
digilib.uns.ac.id 158
Mempersilakan
8
8, 31, 62, 323, 326, 328, 338, 345
Memohon
1
214
Menasihati
19
17, 23, 51, 55, 78, 83, 90, 136, 161, 188, 191, 193, 202, 231, 237, 244, 270, 302, 310
Menyarankan
5
20, 42, 205, 256, 334
Menyuruh
20
28, 34, 63, 92, 103, 109, 117, 133, 160, 168, 178, 183, 209, 232, 277, 280, 283, 287, 295, 344
Meminta izin
9
37, 61, 151, 163, 292, 307, 315, 325, 337
Melarang
8
142, 144, 148, 221, 236, 251, 264, 285
Mengingatkan
24
10, 18, 54, 80, 102, 111, 114, 118, 119, 125, 128, 139, 147, 181, 185, 204, 210, 239, 243, 247, 252, 265, 275, 336
Meminta
6
94, 122, 164, 195, 286, 330
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
Mengajak
9
84, 129, 143, 156, 293, 313, 319, 322, 346
Memperingatkan
2
132, 141
Membujuk
9
43, 208, 235, 250, 255, 258, 263, 274, 316
Mendesak
5
30, 233, 260, 266, 298
Memesan
2
152, 284
Berharap
10
26, 59, 66, 108, 173, 175, 203, 332, 341, 343
Menolak
2
Jumlah Data Tindak Tutur Direktif 3.
Ekspresif
Meminta maaf
97, 206 139 Data
8
4, 24, 38, 56, 225, 238, 253, 347
Memuji
7
7, 45, 71, 172, 177, 281, 305
Berterima kasih
11
9, 32, 64, 100, 110, 154, 304, 312, 324, 331, 342
Mengungkapkan
1
11
7
13, 48, 79, 86, 159, 216,
kesengsaraan Menghibur
300 Mengeluh
11 commit to user
16, 40, 47, 82, 115, 224, 234, 240, 245, 249, 269
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
Mengungkapkan
4
19, 67, 106, 299
5
33, 124, 146, 158, 198
Menyesal
5
44, 89, 189, 273, 301
putus asa
2
53
Mengungkapkan
2
65, 93
1
87
10
116, 123, 126, 157, 180,
rasa sedih Mengungkapkan rasa kecewa
rasa senang Iri
Jengkel 187, 190, 196, 211, 267 Menuduh
2
138, 182
Menyindir
2
127, 150
Cemburu
1
186
Menyalahkan
2
246, 272
Mengungkapkan
1
291
Bingung
3
217, 228, 294
Menyangkal
2
200, 289
Simpati
1
27
Mengungkapkan
2
134, 314
rasa penasaran
rasa kasihan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
Kaget
2
112, 130
Marah
3
113, 120, 137
Heran
1
227
Malu
2
261, 306
Jumlah Data Tindak Tutur Ekspresif 4
Komisif
Menyatakan
97 Data 17
Kesanggupan
25, 29, 104, 135, 153, 162, 165, 170, 174, 179, 271, 276, 297, 303, 311, 317, 320
Menawarkan
2
60, 131
Berjanji
3
99, 155, 309
Jumlah Data Tindak Tutur komisif
22 Data
Jumlah Data Tindak Tutur
347 Data
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, terlihat bahwa tindak tutur direktif paling banyak ditemukan, yang kedua tindak tutur ekspresif, diikuti oleh tindak tutur asertif, dan yang terakhir adalah tindak tutur komisif. Tindak tutur direktif paling banyak ditemukan karena dalam SRKR “Cinta yang Hilang” menceritakan tentang kerinduan Pak Dibyo sebagai seorang ayah kepada anak-anaknya. Dari beberapa anaknya, tidak ada satupun yang datang untuk menjenguk Pak Dibyo. Dari hal tersebut terjadilah ekspresi mengeluh yang dilakukan oleh tokoh Pak Dibyo yang akhirnya menyebabkan terjadinya tindak tutur direktif, misalnya „mengingatkan‟, „menasihati‟, „menyarankan‟, dan sebagainya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
B. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta Prinsip kerja sama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif (Rustono, 1999:53). Grice (1996:159) mengemukakan bahwa secara lengkap prinsip kerja sama meliputi empat maksim yang satu persatu dapat disebutkan sebagai berikut: (1) maksim kuantitas (the maxim of quantity), (2) maksim kualitas (the maxim of quality), (3) maksim relevansi (the maxim of relevance), dan (4) maksim pelaksanaan (the maxim of manner). Agar terjadi suatu percakapan yang baik, peserta tutur harus mematuhi 4 maksim tersebut. Akan tetapi, dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, terutama dalam kehidupan sehari-hari prinsip kerja sama tersebut sering dilanggar dan merupakan hal yang wajar dan sangat lazim terjadi. Terlebih dalam SRKR “Cinta yang Hilang” ini, bentuk pelanggaran prinsip kerja sama paling banyak terjadi. Bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam SKRR “Cinta yang Hilang” ini terjadi pada keempat maksim yang disampaikan oleh Grice tersebut. Dalam penelitian ini hanya dibahas pelanggaran prinsip kerja sama saja karena tujuan akhirnya untuk mengetahui bentuk implikatur yang terjadi. Adapun wujud pelanggaran prinsip kerja sama beserta implikatur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” adalah sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id 163
Pelanggaran Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan
kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan mitra tutur. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat dilihat pada data berikut: (91)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo berkenalan dengan Fatimah sebagai warga baru. Fatimah menanyakan Pak Dibyo satu warga dengan Fatimah atau tidak. Pak Dibyo pun memberitahukan bahwa dirinya juga satu warga dengan Fatimah.
Fatimah : “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….?” Pak Dibyo : “Iya, iya saya warga sini. Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu yang gang kedua belakangnya dari gang ini. Tidak jauh sih, tapi ya untuk ukuran di kota Jogja ini sudah lumayan jauh, he.. he.. he..” (2/PPKS/18 Juli 2011) Pada data (91) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena tuturan Pak Dibyo dalam menjawab pertanyaan Fatimah melebihi yang dibutuhkan. Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog di atas tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Dalam tuturan di atas, Fatimah hanya menanyakan Pak Dibyo satu warga dengan Fatimah atau tidak. Tuturan “Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu yang gang kedua belakangnya dari gang ini. Tidak jauh sih, tapi ya untuk ukuran di kota Jogja ini sudah lumayan jauh, he.. he.. he..” dalam jawaban Pak Dibyo tidak dibutuhkan karena Fatimah tidak menanyakan letak rumah Pak Dibyo. Tuturan Pak Dibyo yang melanggar maksim kuantitas tersebut mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Pak Dibyo mengandung implikatur meyakinkan. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo ingin menyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo committinggal. to userPak Dibyo menggunakan modus benar-benar warga di tempat Fatimah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
tindak tutur asertif „menunjukkan‟ yang mengisyaratkan bahwa Pak Dibyo bermaksud meyakinkan Fatimah. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat pula dilihat pada data berikut: (92)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Pak Dibyo melihat anak kecil di rumah Fatimah. Anak tersebut adalah Aryati, anaknya Fatimah. Selagi Aryati mandi, Pak Dibyo menanyakan Aryati kepada Fatimah. Fatimah pun memberitahukan tentang Aryati.
Pak Dibyo : “Itu cucunya Bu Fat?” Fatimah : “Eh, anak saya Pak Dib. Coba Bapak bisa bayangkan, saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang.” (19/PPKS/19 Juli 2011) Pada data (94) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena tuturan Fatimah dalam menjawab pertanyaan Pak Dibyo melebihi yang dibutuhkan. Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Dalam tuturan di atas, Pak Dibyo hanya menanyakan Aryati itu cucunya Fatimah atau bukan. Tuturan “Coba Bapak bisa bayangkan, saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang” dari Fatimah tidak dibutuhkan atas pertanyaan Pak Dibyo. Seharusnya Fatimah cukup menjawab pertanyaan dari Pak Dibyo dengan menuturkan “Eh, anak saya Pak Dib” atau “Bukan” karena dengan tuturan tersebut sudah cukup mewakili jawaban Fatimah atas pertanyaan Pak Dibyo. Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kuantitas tersebut mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
tuturan Fatimah mengandung implikatur mengungkapkan rasa sedih karena Fatimah yang sudah tua baru mempunyai anak yang seharusnya anak tersebut lebih pantas menjadi cucunya. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat pula dilihat pada data berikut: (93)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah menawarkan hadiah yang diinginkan Aryati ketika mengajinya sudah selesai. Aryati pun mengungkapkan yang menjadi keinginannya dan Aryati bertanya kepada ibunya bahwa ibunya sayang dengan Aryati atau tidak. Fatimah mengatakan kalau dirinya juga sayang dengan Aryati.
Aryati
: “Titi mau berdoa pada Allah supaya Titi juga dijadikan anak yang baik, sayang sama Bunda. Bunda juga sayang kan sama Titi?” : “Oh, Ya pasti dong. Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda. Anak Bunda ini memang pinter sekali, wah bikin gemes aja.” (30/PPKS/20 Juli 2011)
Fatimah
Pada data (95) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena tuturan Fatimah dalam menjawab pertanyaan Aryati melebihi yang dibutuhkan. Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Tuturan “Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda. Anak Bunda ini memang pinter sekali, wah bikin gemes aja” dalam jawaban Fatimah tidak dibutuhkan atas pertanyaan Aryati. Dalam tuturan tersebut Aryati hanya menanyakan Fatimah menawarkan hadiah yang diinginkan Aryati ketika mengajinya
sudah
selesai.
Aryati
pun
mengungkapkan
yang
menjadi
keinginannya dan Aryati bertanya kepada ibunya jika ibunya sayang dengan Aryati atau tidak. Seharusnya Fatimah cukup menjawab pertanyaan Aryati dengan mengatakan “Oh…. Ya pasti dong” atau “iya, sayang” sehingga tidak akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
melanggar maksim kuantitas dan tuturan tersebut sudah mewakili jawaban Fatimah atas pertanyaan dari Aryati. Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kuantitas tersebut mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Fatimah mengandung implikatur meyakinkan. Fatimah menggunakan modus tindak tutur ekspresif „memuji‟ yang mengisyaratkan bahwa Fatimah bermaksud meyakinkan Aryati bahwa Fatimah juga sayang dengan Aryati. Hal yang mustahil dan jarang ditemui jika seorang ibu tidak menyayangi anaknya. Hal itulah yang mendorong terjadinya implikatur „meyakinkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda. Anak Bunda ini memang pinter sekali, wah bikin gemes aja”. Dengan tuturan tersebut Fatimah berharap Aryati percaya dan yakin bahwa Fatimah juga sayang dengan dirinya. 2.
Pelanggaran Maksim Kualitas Maksim kualitas menghendaki setiap peserta pertuturan mengatakan hal
yang sebenarnya dan disertai bukti yang memadai. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kualitas dapat dilihat pada data berikut: (94)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Terjadi keributan antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah. Fatimah berusaha menenangkan keadaan dengan menasihati Bu Dibyo untuk tidak marah kepada suaminya.
: “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak, karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.” Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik mengganggu suami orang!” Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.” commit to user Fatimah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 167
Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya. Sampeyan ndak usah menasihati saya!” (24/PPKS/20 Juli 2011) Pada data (96) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan “Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya” yang dituturkan oleh Bu Dibyo melanggar maksim kualitas karena pernyataan tersebut tidak didasarkan kenyataan bahwa Fatimah sudah menggoda Pak Dibyo. Pak Dibyo yang sedang bermain di rumah Fatimah tidak bisa dijadikan sebagai alasan bahwa Fatimah sudah menggoda Pak Dibyo karena Pak Dibyo hanya bermain dan supaya mendapatkan teman untuk berbicara saja. Pernyataan dari Bu Dibyo yang mengatakan bahwa Fatimah sudah menggoda Pak Dibyo tersebut hanya saja Bu Dibyo merasa cemburu dengan Pak Dibyo yang sedang berada di rumah Fatimah dan bermain dengan anaknya Fatimah. Oleh sebab itulah Bu Dibyo menuduh Fatimah telah menggoda suaminya dan tuturan tersebut melanggar maksim kualitas. Tuturan dari Bu Dibyo yang melanggar maksim kualitas tersebut mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Bu Dibyo mengandung implikatur mengungkapkan rasa cemburu. Bu Dibyo menggunakan modus tindak tutur ekspresif „menuduh‟ yang mengisyaratkan bahwa Bu Dibyo merasa cemburu kepada Fatimah. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kualitas dapat pula dilihat pada data berikut: (95)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang untuk menemui Aryati. Fatimah pun berusaha menghibur Aryati supaya tidak merasa kecewa lagi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Aryati
Fatimah
digilib.uns.ac.id 168 : “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo yang enaaak banget.” : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka.” (27/PPKS/20 Juli 2011)
Pada data (97) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka” yang dituturkan oleh Fatimah tidak didasarkan kepada kenyataan bahwa Pak Dibyo tidak datang ke rumah Fatimah dan Aryati adalah karena sedang bermain dengan cucunya. Fatimah hanya mengira-ngira saja alasan Pak Dibyo tidak datang ke rumah Fatimah seperti biasanya. Kenyataan yang sebenarnya bahwa Pak Dibyo tidak datang ke rumah Fatimah adalah karena Pak Dibyo sedang sakit. Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kualitas tersebut mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Fatimah mengandung implikatur menghibur. Melalui tuturan “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka”, secara tidak langsung Fatimah bermaksud menghibur Aryati supaya tidak merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang untuk menemuinya seperti biasanya. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kualitas dapat pula dilihat pada data berikut: (96)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Fatimah memberi saran kepada Bu Dibyo untuk menelepon anakanaknya sebagai obat kangennya Pak Dibyo kepada anakanaknya. Bu Dibyo pun berlasan ketika mendapat saran dari Fatimah untuk menelepon anak-anaknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 169
: “Yah, kalau ndak bisa datang, lewat telepon kan bisa Bu sebagai obat kangen. Ndak ketemu orangnya, ketemu suaranya kan sudah lumayan ta Bu Dib?” Bu Dibyo : “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa telepon.” Fatimah : “Apakah sudah dicoba, Bu?” Bu Dibyo : “Ya, anu e… ya, anu belum sih.” (44/PPKS/21 Juli 2011) Fatimah
Pada data (98) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa telepon” yang dituturkan oleh Bu Dibyo melanggar maksim kualitas karena tidak didasari kenyataan bahwa pendengaran Pak Dibyo itu sudah tidak normal. Kenyataan yang sebenarnya bahwa Pak Dibyo itu masih bisa mendengarkan dengan normal yang terbukti ketika Pak Dibyo berbicara dengan Fatimah masih bisa mendengar dengan baik. Pak Dibyo masih bisa menangkap yang dikatakan Fatimah. Jadi tuturan dari Bu Dibyo tersebut termasuk pelanggaran maksim kualitas. Tuturan Bu Dibyo yang melanggar maksim kualitas tersebut mengandung sebuah implikatur, yaitu implikatur menolak. Melalui tuturan “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa telepon” ini, Bu Dibyo hanya ingin mencari alasan untuk menolak saran dari Fatimah, yaitu untuk menghubungi anak-anaknya melalui telepon. 3.
Pelanggaran Maksim Relevansi Maksim relevansi menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan
kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim relevansi dapat dilihat pada data berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(97)
digilib.uns.ac.id 170
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Terjadi keributan antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah. Melihat ada keributan di rumahnya, Aryati pun menanyakan orang yang marah-marah tersebut kepada Fatimah, namun Fatimah justru menyuruh Aryati masuk.
Aryati
: “Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama Kakek sih, Bun?” : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo.. ayo sana!” : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.” : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul, oke?” : “Oke, Bun. Dada…. Kek.” (22/PPKS/20 Juli 2011)
Fatimah Aryati Fatimah Aryati
Pada data (99) terdapat tuturan yang melanggar maksim relevansi. Tuturan “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo.. ayo sana!” dari Fatimah dianggap melanggar maksim relevansi karena yang dikatakan Fatimah tidak sesuai dengan yang dituturkan oleh Aryati. Aryati menanyakan nenek-nenek yang marah-marah tersebut kepada Pak Dibyo namun Fatimah tidak mejawab pertanyaan dari Aryati tetapi justru menyuruh Aryati untuk ke dalam. Tentu tuturan dari Fatimah tersebut tidak releven dengan tuturan sebelumnya, yaitu tuturan dari Aryati. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Fatimah yang melanggar maksim relevansi tersebut mengandung implikatur mengalihkan pembicaraan. Melalui tuturan “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo.. ayo sana!”, Fatimah ingin mengalihkan pembicaraan antara Aryati dan Fatimah. Fatimah tidak ingin Aryati yang masih kecil mengetahui keributan yang sedang terjadi di rumahnya sehingga Fatimah menyuruh Aryati untuk masuk ke rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id 171
Pelanggaran Maksim Pelaksanaan Maksim cara menghendaki setiap peserta pertuturan berbicara secara
langsung, tidak kabur, tidak taksa, runtut dan tidak berlebihan. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim pelaksanaan dapat dilihat pada data berikut: (98)
Konteks
: Tuturan terjadi antara Aryati dan Pak Dibyo. Pak Dibyo tidak memberitahukan secara jelas dirinya akan pergi.
Aryati : “Memang Kakek mau pergi ke mana?” Pak Dibyo : “Kakek mau pergi sayang.” Aryati : “Pergi ke mana, Kek? Kakek ndak boleh pergi!” “Kakek harus di sini nemenin Titi!” Pak Dibyo : “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang ke sana.” (47/PPKS/22 Juli 2011) Pada data (100) terdapat tuturan yang melanggar maksim pelaksanaan. Tuturan dari Pak Dibyo “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang ke sana” dianggap melanggar maksim pelaksanaan kerena jawaban Pak Dibyo masih kabur. Aryati menanyakan Pak Dibyo akan pergi ke mana, namun Pak Dibyo justru memberi jawaban yang tidak jelas ke mana dirinya akan pergi. Tentu hal tersebut membuat Aryati semakin bingung. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Pak Dibyo yang melanggar maksim pelaksanaan mengandung implikatur menjaga rahasia. Pak Dibyo berusaha menyembunyikan ke mana dirinya akan pergi ketika ditanya oleh Aryati. Hal tersebut di lakukan oleh Pak Dibyo untuk menjaga rahasia kepada Aryati bahwa dirinya merasa akan meninggal dunia. Sehingga tempat yang di maksud Pak Dibyo dari tuturan tersebut sebenarnya adalah surga yang digambarkan dengan tempat yang serba indah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 172
Tabel 2 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No.
Pelanggaran Prinsip
Nomor Data
Kerja Sama 1.
Maksim Kuantitas
Jumlah Data
1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13,
37
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 26, 28, 30, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 49, 50, 51 2.
Maksim Kualitas
14, 24, 25, 27, 31, 32, 38, 44
8
3
Maksim Relevansi
3, 11, 22
3
4
Maksim Pelaksanaan
29, 47, 48
3
Jumlah Data Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
51
Dari tabel di atas terlihat bahwa pelanggaran terhadap maksim kuantitas paling banyak dilakukan. Hal tersebut dikarenakan dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” seringkali para tokoh menyampaikan tuturan atau keterangan yang melebihi dari yang dibutuhkan dalam berkomunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut adalah simpulan dari penelitian ini. 1.
Wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta: a.
Tindak tutur asertif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 7 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur asertif, yaitu memberitahukan, menjelaskan, membenarkan, menunjukkan, meyakinkan, menegaskan, dan menyatakan.
b.
Tindak tutur direktif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 16 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur direktif, yaitu mempersilakan, memohon, menasihati, menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang, mengingatkan,
meminta,
mengajak,
memperingatkan,
membujuk,
mendesak, memesan, berharap, dan menolak. c.
Tindak tutur ekspresif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 26 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur yang berfungsi
untuk
meminta maaf, commit to user 173
memuji,
berterima
kasih,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 174
mengungkapkan kesengsaraan, menghibur, mengeluh, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa kecewa, menyesal, mengungkapkan rasa putus asa, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa iri, mengungkapkan rasa jengkel, menuduh, menyindir, mengungkapkan rasa cemburu,
menyalahkan,
mengungkapkan
rasa
penasaran,
mengungkapkan rasa bingung, menyangkal, mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan rasa kaget, mengungkapkan
rasa
marah,
mengungkapkan
rasa
heran,
dan
mengungkapkan rasa malu. d.
Tindak tutur komisif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 3 macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur komisif, yaitu menyatakan kesanggupan, menawarkan, dan berjanji.
2.
Dalam SRKR “Cinta yang Hilang”, prinsip kerja sama banyak diwujudkan dalam bentuk pelanggaran prinsip kerja sama pada semua maksimnya, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim kuantitas, yang diikuti oleh maksim kualitas, kemudian maksim pelaksanaan dan maksim relevansi. B. Saran Dalam penelitian ini penulis menyadari akan keterbatasan waktu, biaya,
dan kemampuan penulis sehingga masih banyak permasalahan yang belum sempat terungkap. Oleh sebab itu, penulis berharap penelitian masalah kajian pragmatik, khususnya tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam sandiwara radio commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 175
dapat dilakukan lebih lanjut, mendalam, dan lebih bervariasi lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
commit to user