PENERAPAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN PADA ANAK USIA BALITA DI LINGKUNGAN UPTD SKB KOTA CIMAHI RINI MARINI e-mail :
[email protected]
UPTD SKB KOTA CIMAHI ABSTRAK Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang belum meratanya penerapan pola asuh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak balita. 2. Untuk mengetahui kemandirian anak balita dalam berperilaku (mandi, berpakaian, makan dan bermain). 3. Untuk mengetahui kecenderungan pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak. Hasil penelitian memperlihatkan pola asuh yang diterapkan orang tua dalam menumbuhkan sikap mandiri pada anak balita telah berjalan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya bimbingan dan arahan orang tua, memberikan contoh sikap mandiri yang baik serta memberikan nasehat dalam berbagai kegiatan dan kesempatan dengan menggunakan pola interaksi yang menggunakan pola kemitraan dan pola teman. Agar dalam interaksi anak tidak merasa canggung dan takut pada orang tua, sehingga tujuan pola asuh untuk menumbuhkan sikap mandiri dan juga terbentuknya anak-anak yang mandiri serta terbinanya keluarga khususnya anak-anak mandiri dapat terwujud. Kesimpulan, para orang tua membutuhkan tentang pendidikan anak usia dini karena mereka beranggapan bahwa pola asuh dalam keluarga merupakan salah satu jalur pendidikan luar sekolah yang bersifat mendasar, dimana dalam pendidikan keluarga didalamnya terdapat proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua dan anak, semakin kompleksnya kehidupan dewasa ini, maka pendidikan keluarga dalam hal ini pola asuh yang diterapkan oleh orang tua bagi anak usia dini semakin penting. Kata Kunci : Pola Asuh, Kemandirian, Anak Usia Balita
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya untuk membina manusia agar menjadi warga negara yang baik dan berkepribadian sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum di dalam Bab II Pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembang-nya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Dalam rangka mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional tersebut keluarga terutama orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak, agar anak memiliki kepribadian. Kepribadian merupakan aspek kependidikan yang harus dikembangkan pada setiap manusia mulai dari usia dini sebagai titik awal agar peserta didik dapat mengembangkan dirinya lebih sempurna. Dalam hal ini inti perubahan pendidikan adalah perkembangan moral anak. Menurut Zakiah Daradjat (1988:63) Perilaku moral adalah Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran/nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hasil dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan/tindakan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Perilaku moral akan menuju kepada pengertian akhlak (Moral Islam), sehingga perilaku moral dalam penelitian ini diartikan sebagai manifestasi sikap seseorang dalam perbuatannya seharihari, baik terhadap Tuhan, sesama manusia atau terhadap lingkungan. Faktor pendidikan orang tua dalam keluarga sangat penting, karena tingkat pendidikan orang tua mempunyai pengaruh terhadap cara mereka mendidik anak-anak, dengan berbekal pengalaman pendidikan yang ditempuh maka, setiap orang tua akan berusaha membimbing dan mengarahkan anak sebaik-baiknya.
Semua orang tua ingin mendidik anaknya dengan baik supaya anak bisa mandiri dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya, namun seringkali keinginannya hanya tinggal keinginan, karena banyak orang tua yang tidak tahu cara yang efektif untuk mewujudkannya, padahal kemandirian pada anak berawal dari keluarga, serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, karena di dalam keluarga orang tua yang berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Mengingat masa kanak-kanak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anak dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya dan peran serta orang tua dalam menumbuhkan kemandirian diri pada anak sangat penting. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka kemandirian diri pada anak sangat penting, mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin, dan penulis merasa tertarik untuk lebih memahami dan mengetahui tentang pola asuh orang tua atau keluarga dalam menumbuhkan kemandirian diri pada anak, maka penulis mengambil judul penelitian yaitu “Penerapan Pola Asuh Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kemandirian pada Anak Usia Balita di Lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi”. B. Identifikasi Masalah Bertitik tolak dari uraian di atas dan juga didukung dengan hasil pengamatan secara langsung di lapangan, maka penulis mendapatkan data-data sebagai berikut: 1. Seorang anak memperoleh pendidikan yang pertama di lingkungan keluarga, dimana pendidikan yang diterima anak cenderung akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak, sebab pendidikan yang paling pertama diikuti dan dialami oleh anak dalam keluarga merupakan
pendidikan yang paling dasar untuk mendidik dan mengarahkan anak, dimana pada usia balita anak perlu dilatih untuk dapat menolong diri sendiri dan mempercayai bahwa dirinya akan mampu menyelesaikan berbagai tantangan hidup sendiri. (Jassin Tuloli:1991). 2. Anak perlu dibimbing untuk dapat mandi sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri dan dapat bermain sendiri. (Siti Rahayu Haditono, 1993:12). C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka, penulis membatasi masalah pada keluarga yang mempunyai anak balita yang berusia antara 3-5 tahun, yang berada di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan penulis, maka pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: ”Bagaimana Penerapan Pola Asuh Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kemandirian pada Anak Usia Dini”. D. Pertanyaan Penelitian Untuk memudahkan dan mengarahkan dalam penelitian serta pembahasannya maka penulis mengemukakan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola asuh yang diterapkan orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia 3 - 5 tahun di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi? 2. Bagaimana kemandirian anak usia 3 - 5 tahun dalam berperilaku mandi, makan, berpakaian dan bermain? 3. Bagaimana kecenderungan pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia 3 – 5 tahun di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak balita; mengetahui kemandirian anak balita dalam berperilaku; serta untuk mengetahui kecenderungan pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak.
KAJIAN TEORI DAN METODE A. A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Pengertian pola asuh dalam penelitian ini diartikan sebagai sikap, prilaku atau tindakan tertentu yang berkenaan dengan orang tua, dalam mendidik anak-anaknya. 2. Tipe-Tipe Pola Asuh Henry C. Ligren dalam Syamsu Yusuf L N (1989:25) membagi pola asuh orang tua sebagai berikut: a. Pola asuh otoriter ciri-cirinya antara lain orang tua bertindak keras, memaksakan disiplin, memberikan perintah dan larangan anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah orang tua, orang tua disini sangat berkuasa. b. Laissez Faire, memiliki ciri antara lain : membiarkan anak bertindak sendiri dan memonitor, dan membimbingnya bersifat masa bodoh, membiarkan apa saja yang dilakukan anak, kurangnya kehangatan yang akrab dalam keluarga. c. Demokratis, memiliki ciri-ciri orang tua dalam menentukan peraturan terlebih dahulu mempertimbangkan dan memperhatikan keadaan, perasaan, dan pendapat anak, musyawarah dalam mencari jalan keluar suatu permasalahan, hubungan antar keluarga saling menghormati , adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, adanya komunikasi dua arah, memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. d. Permisif ditandai dengan adanya sikap orang tua yang mengalah dan menerima, selalu menuruti kehendak anak, memberikan penghargaan yang berlebihan, mengalah dan selalu memberikan perhatian yang berlebihan. 3. Pengaruh Bentuk-Bentuk Pengasuhan Terhadap Perilaku Anak a. Pengaruh pengasuhan otoriter terhadap perilaku anak
Orang tua yang otoriter cenderung mempunyai anak yang secara sosial tidak kompeten, jarang mengambil inisiatif dalam berinteraksi sosial dan mungkin menghindar dari interaksi sosial. Mereka juga merasa bahwa control yang ketat dari orang tua terhadap mereka adalah karena mereka belum mampu bertanggung jawab. Dari sifat orang tua yang “overprotection” menyebabkan perasaannya tidak aman, agresif dan dengki, mudah merasa gugup, melarikan diri dari kenyataan, sangat tergantung, ingin menjadi pusat perhatian, bersikap menyerah, kurang mampu dalam mengendalikan emosi, menolak tanggung jawab, kurang percaya diri, mudah terpengaruh, sulit dalam bergaul, pemalu, suka mengasingkan diri dan tidak dapat bekerja sama. b. Pengaruh pengasuhan Laizes faire terhadap perilaku anak Pengasuhan ini yang cenderung membiarkan anak (tidak peduli) dan cenderung membebaskan anak, maka pola perilaku sosial anak pun akan kurang sehat pula, karena merasa dibebaskan, anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga seperti ini akan menerapkan pola perilaku sosial yang sama terhadap kelompok sosialnya. Anak akan bebas dalam bergaul, dan segala jenis peraturan atau hukuman dan sejenisnya telah diabaikan. Sikap anak cenderung tidak patuh, tidak bertanggung jawab, agresif dan teledor, berkuasa, terlalu percaya diri, mencari perhatian, karena anak kurang perhatian dari orang tua. Selain itu anak menjadi mudah frustasi. Setelah dewasa mereka juga sulit menguasai emosi dan tidak memiliki tujuan hidup. Mereka juga akan cenderung kekanak-kanakan dan kurang memperlihatkan control diri karena tidak diajarkan untuk bertanggung jawab dan tidak diajarkan untuk memimpin, maka setelah dewasa akan menyebabkan anak tidak memiliki rasa tanggung jawab dan
tidak mampu memimpin. Bagi perkembangan sosial anak tidak baik, karena kebebasan yang diberikan orang tua tidak disertai keterlibatan kasih sayang, apalagi perhatian. Sebab hal tersebut didasari oleh sikap orang tua yang hanya memikirkan hal yang berkaitan dengan materi dan obsesi untuk mencapai sesuatu. c. Pengaruh Pengasuhan Demokrasi Terhadap Perilaku Anak Dari sikap orang tua yang kontrol dan terarah, juga mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, menjadikan anak memiliki prilaku sosial yang sehat seperti senang bersahabat, memiliki rasa percaya diri, dan mau berkerja sama. Karena perlakuan yang demokratis dari orang tua seperti menghargai anak sebagai individu atau subjek, akan berpengaruh positif terhadap perkembangan sosialnya. Di antaranya anak menghargai hakhak orang lain, sopan, dan memiliki loyalitas yang tinggi, karena orang tua membiasakan memperhatikan perasaan-perasaan dan kebutuhan anak. Dan orang tua bersikap tegas pada situasi dan kondisi yang diperlukan tetapi tetap memberi peluang bagi anak untuk menanggapi melalui dialog terbuka. Hal ini akan menyebabkan anak bersikap terbuka dan memiliki tanggung jawab yang tulus dari setiap tindakan yang telah dan akan diperbuatnya, sehingga arah tujuan hidupnya jelas, perlakuan yang adil dan bijaksana akan menjadikan anak bersikap mandiri. B. Pola Asuh Orang Tua Dihubungkan Dengan Tingkat Pendidikan Orang Tua Krech dan Crucchtlel dalam Syamsu Yusup (1989:39) mengemukakan bahwa :”latar belakang tingkat pendidikan orang tua mempunyai hubungan yang amat erat dengan cara mendidik anak-anaknya”. Bahwa cara orang tua dalam mengasuh anak sangat ditentukan oleh pendidikan mereka, semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh orang tua, pola asuh yang diterapkan akan semakin baik dengan tidak mengabaikan perkembangan anak.
C. Konsep Kemandirian 1. Makna kemandirian Konsep tentang kemandirian akan menunjuk pada perkembangan diri, karena diri merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang berkenaan dengan diri seperti self actualization (Meslow, the creative self (Adler) ego integrity konsep tentang diri tersebut tidak selalu merujuk kepada kemandirian. Kemandirian merupakan salah satu ciri dari kedewasaan, orang yang mandiri memiliki kemauankemauan dan kemampuan berupaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya secara sah, wajar dan bertanggung jawab. Orang yang mandiri pun tidak identik dengan orang yang memiliki sifat individualistic. 2. Ciri-Ciri Kemandirian Menurut Jassin Tuloli (1991) orang yang mandiri adalah orang yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang bekerja sama dengan masyarakat sekitarnya, namun memiliki tanggung jawab untuk memiliki tuntutan kebutuhan hidupnya secara wajar, perkembangan kemandirian berasal dari dalam diri anak seperti jenis kelamin, usia maupun pendidikan dan perkembangan yang berasal dari pendidikan atau pembentukan lingkungan termasuk orang tua. David Krech (1972) mengemukakan bahwa, anak yang tidak tergantung pada orang tua memiliki mobilitas tinggi mengenai aspirasi dan pendidikannya, sedangkan yang sangat bergantung kepada orang tuanya memiliki mobilitas aspirasi rendah. Karena itu mandiri mempunyai makna tanggung jawab, tidak menyita hak-hak orang lain mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pokok minimal, punya keberanian untuk mengambil resiko. 3. Fungsi Kemandirian Muhamad Surya dalam Agus Winarti, (1994 : 45-47) mengemukakan pribadi yang mandiri mempunyai fungsi pokok, yaitu : 1. Fungsi kemandirian yang pertama, mengenal diri sendiri dan lingkungan
2.
3.
4.
5.
meliputi, kemampuan mengenal terhadap keadaan, potensi, kecenderungan, kekuatan dan kelemahan diri sendiri seperti apa adanya. Disamping itu fungsi ini juga mencakup: pengenalan terhadap berbagai kondisi objektif yang ada di luar diri sendiri, khususnya didalaml lingkungan hidup sehari-hari, dimana anak usia balita akan lebih banyak berada dalam lingkungan keluarga Menerima diri dan lingkungan, menurut agar individu yang bersangkutan bersikap positif dan dinamik terhadap kondisi objektif yang adadilingkungannya. Sikap menerima secara positif dinamik ini perlu didahului oleh pengenalan diri dan lingkungan sebagai mana fungsi yang pertama individu dituntut pula untuk menerima lingkungannya secara positif dan dinamik, penerimaan yang positif dinamik akan membebaskan diri dari sikap “nrimo” dalam arti tunduk menyerah saja terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Mengambil keputusan menuntut kemampuan individu untuk menetapkan satu pilihan dari berbagai kemungkinan yang berdasarkan pertimbangan yang matang. Mengarahkan diri sendiri, menuntut kemampuan individu untuk mencari dan menempuh jalan agar apa yang menjadi kepentingan dirinya dapat terselenggarakan dengan positif dan dinamik. Perwujudan diri yaitu merupakan kebetulan dan kemantapan dari perwujudan keseluruhan fungsifungsi tersebut diatas. Bila fungsi kelima telah terbina pada individu itu, maka individu tersebut mampu merencanakan dan menyelenggarakan kehidupan diri sendiri, baik sehari-hari maupun dalam jangka menengah dan jangka panjang, sehingga segenap kemampuan dan potensi yang dimiliki dapat berkembang secara optimal.
4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian a. Faktor-Faktor Yang Menghambat Kemandirian Menurut E. Koswara dalam Leni Rohaeni, (2000:64), mengemukakan faktor yang menghambat pembentukan kemandirian seseorang ada dua, yaitu hambatan dalam diri individu dan dari luar diri individu. Hambatan yang berasal dari diri individu dapat disebabkan oleh terbatasnya kemampuan, pengetahuan, pendidikan dan keterampilan disamping itu adanya sikap pasrah, kurang percaya diri, dan kurang berinisiatif. Ketergantungan pada orang lain lebih tinggi. Sehingga kesemuanya itu menyebabkan individu tidak dapat membuat keputusan dan tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan hambatan dari luar individu dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak mendukung terutama keluarga atau orang tua. b. Faktor Yang Mendukung Kemandirian Seperti telah kita ketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam menghambat perkembangan kemandirian adalah faktor internal individu itu sendiri. Oleh karena itu untuk memperlancar perkembangan kemandirian pada anak atau individu haruslah didukung oleh sikap anak atau individu itu sendiri dan dibimbing oleh orang yang berpengalaman. Dalam hal ini adalah orang tua sebagai pengasuh anak dalam keluarga. D. Konsep Balita 1. Karakteristik Perkembangan Anak Balita Fase perkembangan balita memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Perkembangan fisik b. Perkembangan intelegensi c. Perkembangan Emosi 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Balita
Drs. Hanifan Bambang Purnomo (1990, 9:11), mengemukakan perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor keturunan dan faktor lingkungan. 3. Kebutuhan dan Ciri-ciri Perilaku Anak Balita a. Kebutuhan Faali b. Kebutuhan akan Keamanan c. Kebutuhan akan Kasih Sayang dan Kebersamaan d. Kebutuhan akan Penghargaan e. Kebutuhan akan Perwujudan Diri 4. Ciri Ciri Perilaku Anak Balita a. Pengamatan yang siaga dan cermat b. Bahasa c. Keterampilan Motorik d. Membaca e. Matematika f. Ingatan g. Rasa Ingin Tahu dan Keuletan h. Semangat i. Persahabatan E. Konsep Keluarga dan Balita 1. Pengertian Keluarga Vebrianto (Neni Rohanah 2002:33) merumuskan intisari pengertian keluarga: a. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. b. Hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan adopsi. c. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh saran afeksi dan rasa tanggung jawab. d. Fungsi keluarga itu memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka sosialisasi, agar mereka berjiwa mandiri. 2. Ciri Dan Jenis Keluarga Keluarga menurut pandangan psikologis di dalam, M.I Soelaeman (1994 : 10) dijelaskan bahwa keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal sama dan masing-masing anggota merasakan ada pertautan batin sehingga diantara mereka terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri. 3. Fungsi Keluarga Menurut M.I Soelaeman (1994 : 12)ada beberapa fungsi keluarga yaitu sebagai berikut : a. Fungsi Pendidikan b. Fungsi Sosialisasi c. Hubungan Proteksi atau Fungsi Lingkungan d. Fungsi Afeks atau Fungsi Perasaan e. Fungsi Religius f. Fungsi Ekonomi g. Fungsi Rekreasi h. Fungsi Biologis
PROSEDUR PENELITIAN A. A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran kuantitatif atau secara kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang jelas dan lengkap. Sedangkan sampel adalah kesatuan-kesatuan yang langsung dijadikan sumber data yang dikumpulkan. Populasi orang tua yang mempunyai anak usia balita di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi sebanyak 50 orang. Sampel adalah wakil dari populasi yang cukup besar jumlahnya dengan tujuan untuk memperoleh keterangan mengenai objek, dengan jalan mengamati sebagian saja dari populasi. (Kartini Kartono 1982:155). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak usia balita di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi sebanyak 25 orang. B. Metode dan Teknik Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad dalam (Neni Rochanah 2003:14) yaitu : “Suatu cara untuk menyimpulkan fenomena atau masalahmasalah yang aktual dengan cara menyusun, mengklarifikasikan data, serta menyimpulkan”. Adapun teknik pengumpulan data penelitian yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Observasi
2. Angket 3. Wawancara. 4. Studi Kepustakaan C. Langkah-Langkah Pengumpulan Data 1. Penyusunan angket 2. Uji coba angket 3. Revisi Angket 4. Penyebaran Angket D. Langkah-langkah Pengolahan Data Setelah angket terkumpul kembali penulis melanjutkan pada langkah-langkah pengelolaan data. Adapun langkah-langkah pengolahan data yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Editing Editing dilaksanakan sebagai suatu kegiatan dalam pengecekan data yang masuk. 2. Klasifikasi Data Pada tahap ini data yang sudah diseleksi kemudian dikelompokan sesuai aspek serta indikator yang diteliti. 3. Menghitung Frekuensi Menjumlahkan jawaban dari masingmasing kategori atau setiap alternatif jawaban dari pertanyaan, hal ini akan memudahkan dalam langkah tabulasi yang perhitungannya dilakukan dengan cara tally. 4. Tabulasi Data Setelah data dihitung berdasarkan secara tally diatas maka hasilnya dimasukan kedalam tabel yang sudah dibuat dengan maksud untuk mempermudah pengolahan berikutnya. 5. Persentase Data Memprosentasikan data dari setiap alternatif jawaban yang telah ditabelkan sehingga dapat ditarik kesimpulan dari jumlah alternatif jawaban benar prosentasenya dari jawaban yang sama. 6. Penapsiran dan Analisa Data Memberikan penapsiran dan analisa pada masing-masing alternatif jawaban dari setiap pertanyaan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 0% = Tidak seorangpun 1% -24% = Sebagian kecil 25% - 49% = Hampir setengahnya 50% = Setengahnya 51% - 74% = Lebih setengahnya 75% - 99% = Sebagian besar 100% = Seluruhnya
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian 1. Letak dan Keadaan Daerah UPTD SKB Kota Cimahi beralamat di Jl. Cipageran Nomor 56 termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Cipageran. Kelurahan Cipageran adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi, wilayah Kelurahan Cipageran letaknya berada di sebelah timur Kota Cimahi dengan jarak dari ibukota kecamatan 1 Km, Jarak dari ibu kota 2 Km. Curah hujan 2250 mm/tahun. Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi termasuk kelurahan yang memiliki transportasi sangat lancar untuk menuju ke pusat-pusat Kota. 2.` Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi sebanyak 4.190 orang, terdiri dari atas laki-laki 2.125 orang dan wanita 2.053 orang. Dari jumlah penduduk tersebut dapat digolongkan menurut usia dan jenis kelamin sebagaimana terdapat pada tabel berikut :
3. Tingkat Pendidikan Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis f Pra SD 701 Tamat SD/sederajat 1.967 Tamat SLTP 175 Tamat SMA 86 Tamat Perguruan Tinggi 24 Putus SD 187 Putus SLTP 125 Putus SMA 24 Jumlah 3.445 Sumber : Profil Kelurahan Cipageran 2011 4. Mata Pencaharian Penduduk Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 4.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita 0 – 12 bln 62 54 13 bln – 4 thn 119 131 5 – 6 thn 41 53 7 – 12 thn 354 462 13 – 15 thn 186 169 16 – 18 thn 205 198 19 – 25 thn 255 400 26 – 35 thn 717 528 36 – 45 thn 429 580 46 – 25 thn 156 154 51 – 60 thn 145 156 61 – 75 thn 43 79 > 76 thn 107 104 Jumlah 2.125 2.053 Sumber : Profil Kelurahan Cipageran 2011 Umur
f 116 225 94 816 355 403 885 1245 1009 310 301 122 211 4.190
No. 1 2 3 4 5 6
Jenis f Petani 34 Peternak 11 Pengrajin 15 Karyawan swasta 144 Pedagang 288 PNS 2.306 Jumlah 2.787 Sumber : Profil Kelurahan Cipageran 2011 B. Hasil Analisis Data 1. Deskripsi Responden Responden yang dijadikan sumber data sampel penelitian ini adalah warga masyarakat yang berada di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi yang berada di wilayah Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara sebanyak 25 orang, adapun hasil – hasil penelitian akan digambarkan dan dijelaskan pada tabel – tabel berikut: Tabel 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Usia
Di kelurahan Cipageran No. 1 2 3 4
Golongan Usia 25 – 59 tahun 40 – 49 tahun 30 – 39 tahun 20 – 29 tahun Jumlah Sumber : Angket Bagian I no. 1
c. d.
Keuangan yang cukup 3 Tidak menentu 2 Jumlah 25 Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 1
f 2 15 5 3 25
Tabel 4.8 Tanggapan Responden Mengenai Tujuan Pola Asuh Yang Diberikan Orang Tua Kepada Anak Balitanya
Tabel 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Perguruan Tinggi Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Jumlah Sumber : Angket Bagian I No. 2
No a. b.
Alternatif jawaban f % Menumbuhkan kemandirian 17 68 Memberikan dasar pendidikan bagi anak 1 4 c. Mengembangkan daya kreasi dan kreativitas terhadap anak 7 28 d. Menjadi tolak ukur pendidikan diluar 0 Jumlah 25 100 Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 2
Jumlah 7 11 4 3 25
Tabel 4.9 Tanggapan Responden Mengenai Pola Interaksi Orang Tua Dalam Upaya Menumbuhkan Kemandirian Anak Balitanya
Tabel 4.6 Identitas Responden Berdasarkan Mata Pencaharian No 1 2 3 4
Mata Pencaharian Jumlah Pegawai Negeri 6 Pegawai Swasta 5 Buruh 4 Ibu Rumah Tangga 10 Jumlah 25 Sumber : Angket Bagian I No. 3
No a. b. c. d.
Alternatif jawaban f % Pola Kemitraan dan Pola Teman 19 76 Pola guru 0 Pola demokrasi 6 24 Pola diktator 0 Jumlah 25 100 Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 3
2. Hasil Penelitian Pemecahan masalah dalam penelitian ini, pembahasan hasil penelitian ini penulis bagi dalam tiga permasalahan sesuai dengan pertanyaan penelitian, yaitu :
2. Analisa Data mengenai kemandirian anak usia 3 - 5 tahun dalam berperilaku mandi, makan, berpakaian dan bermain. Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai Hasil Bimbingan Atau Bukannya Kemandirian Yang Nampak Pada Diri Anak
1. Analisa Data mengenai pola asuh yang diterapkan orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia 3 - 5 tahun.
No a.
Tabel 4.7 Tanggapan Responden Mengenai Faktor Pendukung Tumbuhnya Kemandirian
b. No a. b.
Alternatif jawaban Bimbingan dan arahan orang tua Sarana dan prasarana yang memadai
12 8 100
f 12
% 48
8
32
c.
Alternatif Jawaban f Tentu, kemandirian anak merupakan 19 hasil bimbingan dan arahan orang tua Kemandirian anak tidak selalu 2 tergantung hasil bimbingan dan arahan orang tuanya Kemandirian anak sangat ditentukan 3 oleh pola pikir anak itu sendiri
% 76
8
12
d.
Kemandirian anak sangat ditentukan oleh fasilitas yang ada 1 Jumlah 25 Sumber : Angket Penelitian Bagian B No. 12
b.
Memberikan nasihat jika 4 diperlukan 4 16 100 c. Memberikan sarana hiburan bagi anak-anak 3 12 d. Mengekang kebebasan anak 2 8 Jumlah 25 100 Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 17
Tabel 4.19 Tanggapan Responden Mengenai Kemandirian Anak Balita Dalam Bermain Khususnya Memanfaatkan Permainan No a. b. c. d.
Alternatif Jawaban f Ada 5 Tidak ada Kurang berpengaruh 4 Keharmonisan orang tua sangat berpengaruh pada kemandirian anak balita 16 Jumlah 25 Sumber : Angket Penelitian Bagian B No. 13
% 20 0 16
64 100
3. Analisis Data mengenai kecenderungan pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia 3 - 5 tahun Tabel 4.22 Tanggapan Responden Mengenai Bentuk Pola Asuh Yang Diberikan Orang Tua Kepada Anak Balitanya No Alternatif Jawaban f a. Memberikan contoh berkemandi- 16 rian yang baik b. Memberikan nasehat 4 c. Memberikan pujian jika anak berlaku benar 3 d. Memberikan hukuman jika anak berlaku salah 2 Jumlah 25 Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 16
% 64 16 12 8 100
Tabel 4.23 Tanggapan Responden Mengenai Cara Orang Tua Melakukan Pendidikan Kepada Anak Balitanya No Alternatif Jawaban f a. Memberikan contoh dan 16 memberikan nasihat dalam berbagai kegiatan dan kesempatan
% 64
Tabel 4.25 Tanggapan Responden Mengenai Bentuk Pola Asuh Yang Sering Digunakan Orang Tua No a.
Alternatif Jawaban f % Memberikan contoh 16 64 berkemandirian yang baik b. Memberikan nasihat 4 16 c. Memberikan pujian jika anak berlaku benar 3 12 d. Memberikan hukuman jika anak berlaku salah 2 8 Jumlah 25 100 Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 19 Setelah penulis melakukan penganalisaan terhadap hasil tanggapan responden terhadap pola asuh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian dapat disimpulkan bahwa bentuk pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak adalah dengan memberikan contoh berkemandirian yang baik dan juga memberikan contoh dan memberikan nasihat dalam berbagai kegiatan dan kesempatan. Sementara itu, bentuk pola asuh lain yang diberikan orang tua kepada anak balitanya adalah dengan melakukan kegiatan keseharian yang bersifat mandiri seperti mandi, makan, berpakaian dan bermain. KESIMPULAN Pola asuh orang tua dalam menumbuhkan sikap mandiri pada anak balita telah berjalan dengan baik, melalui pola interaksi kemitraan dan teman agar anak balitanya tidak merasa canggung dan takut para orang tua melakukan bimbingan dan arahan kepada anak balitanya dengan tujuan menumbuhkan sikap mandiri. Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak dengan memberikan contoh sikap mandiri yang baik dan memberikan nasihat dalam berbagai kegiatan dan kesempatan serta memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan kegiatan keseharian sendiri dengan tujuan dan harapan untuk menumbuhkan sikap
mandiri dan juga terbentuknya anak-anak yang mandiri serta terbinanya keluarga khususnya anak-anak mandiri. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A dan Uhbiyati N. (1992). Ilmu Pendidikan. Bandung : Rineka Cipta. Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Aini, W. (1999). Pola Asuh Anak pada Kelompok Bermain (Studi Kasus Pada Kelompok Bermain Anak Tadika Puri Bandung). Tesis FPS IKIP Bandung : tidak diterbitkan.
Munandar, U. (1995). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta. Poerwadarminta, W.J.S. ( 1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Balai Pustaka. Purnomo, Hanifan Bambang. (1994). Memahami Dunia Anak-Anak. Bandung : Mandar Maju. Russen, Perquin. (1992). Pendidikan Keluarga dan Masalah Kewibaan. Bandung : Jemars.
Depdiknas. (1992). Undan-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU RI No. 2 Tahun 1989. Jakarta : Sinar Grafika.
Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah dan Teori Pendukung Azas. Bandung : Nusantara Press.
Daradjat, Zakiah. (1988). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : Bumi Aksara
Soelaeman, M.I. (1994). Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung : Alfabeta.
Dianawati. (2000). Transformasi Pendidikan Etika dan Moral Pada Keluarga (Studi Deskriptif tentang Proses Pendidikan Etika dan Moral pada Keluarga Inti di Desa Mekar Jaya Kecamatan Banjar Kabupaten Bandung dan Kelurahan Mekar Jaya Kecamatan Ranca Sari Kodya Bandung). Skripsi Program S I FIP UPI, UPI Bandung : tidak diterbitkan)
Soekanto, S. (1990). Sosiologi Keluarga. Bandung : Rineka Cipta.
Haditono, Siti Rahayu dan Monks, F. J., A. M. P. (2004). Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Kartono, Kartini. (1982). Pengantar Metodologi Sosial. Bandung : Alumni. Koswara, E. (2000). Teori-Teori Kepribadian. Bandung : Refika Aditama. Manurung, M.R. (1995). Manajemen Keluarga. Bandung : Indonesia Publishing House. Moloeng, L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Surakhmad, Winarno. (2001). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti PPlPTK. Yusuf, Syamsu. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda Karya