PENERAPAN MODEL MULTILITERASI SAINTIFIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS PADA KONSEP DAUR AIR DAN KEGIATAN MANUSIA YANG MEMPENGARUHINYA (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri Cukanggenteng 01 Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
LISTIANI AGESTINA 1205074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
1 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
PENERAPAN MODEL MULTILITERASI SAINTIFIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS PADA KONSEP DAUR AIR DAN KEGIATAN MANUSIA YANG MEMPENGARUHINYA Listiani Agestina1, Novi Yanthi2, Rd. Deti Rostika3 Jurusan S-1 PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi masalah yang timbul di kelas V SDN Cukanggenteng 01 yang belum mengembangkan kemampuan literasi sains, selain itu soal evaluasi tidak mengukur kemampuan literasi sains. Model alternatif yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yakni model multiliterasi saintifik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas dengan menggunakan desain penelitian John Elliot. Penelitian dilakukan dengan tiga siklus dimana setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Cukanggenteng 01 sebanyak 34 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil evaluasi literasi sains, kuisioner untuk mengukur domain sikap literasi sains, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, serta catatan lapangan dapat diketahui bahwa penerapan model mulitilitersi saintifik dapat meningkatkan kemampuan literasi sains setiap siklusnya. Dilihat dari rata-rata nilai literasi sains siswa pada siklus I mendapat 50,56, meningkat pada siklus II menjadi 67,38., dan meningkat kembali pada siklus III menjadi 77,77. Begitu juga dengan rata-rata nilai kuisioner (domain sikap) dari siklus I mendapat 82,79., meningkatpada siklus II menjadi 87,66, dan meningkat kembalipada siklus III menjadi 90,93. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model multiliterasi saintifik dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa pada konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya di kelas V. Oleh karena itu,penerapan model multiliterasi saintifik dapat digunakansebagai alternatif model untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Kata Kunci : Model Multiliterasi Saintifik, Kemampuan Literasi Sains, Sekolah Dasar, Pembelajaran IPA, Penelitian Tindakan Kelas
1)
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. 2)
Please use purchased version to remove this message.
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 2 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya
THE APPLICATION OF SCIENTIFIC MULTILITERACY MODEL TO COMPETENCE IMPROVEMENT OF SCIENTIFIC LITERACY ON WATER CYCLE AND ITS AFFECTING HUMAN ACTIVITIES Listiani Agestina1, Novi Yanthi2, Rd. Deti Rostika3 Jurusan S-1 PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRACT This study were driven by 5th grade-class learning problem of Cukanggenteng 01 Elementary School which has not developed a scientific literacy yet, in addition to the evaluation questions do not measure the ability of science literacy. Alternative model which has been applied to solve is a scientific multiliteracy model. This study is proposed to improve the scientific literacy. Method of the study is used an classroom action research by applying John Elliot study design. The study has been conducted by three cycles which is consisted of three actions in each cycle. The study subject is 5th grade students of Cukanggenteng 01 Elementary School about 34 students. According to the collected data from the evaluation of scientific literacy, questionnaire to measure the attitude of scientific literacy domain, teacher and students’ observation sheets activities, record files, and documentations, was revealed that application of scientific multiliteracy model has improved scientific literacy of each cycles. Students’ average scores from the evaluation of scientific literacy as seen in Cycle I was 50.56, and increasingly in Cycle II and Cycle III became 67.38 and 77.77. Similarly, average scores for questionnaire in Cycle I, Cycle II, and Cycle III is significantly improved as 82.79, 87.66, and 90.93, respectively. From the result, it concludes that application of scientific multiliteracy model can be raised scientific literacy up to the concept of water cycle and it’s affecting human activities to the 5th graders. Furthermore, the application of the scientific multiliteracy model can be used as an alternative model to improve students’ scientific literacy. Keywords: Scientific Multiliteracy Model, Scientific Literacy, Elementary School, Learning Science, Classroom Action Research
Perubahan terus menerus terjadi pada abad 21, abad dimana perubahan peradaban kehidupan manusia berlangsung dinamis. Kehidupan manusia selalu bertautan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang. Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan pada abad 21, manusia harus mampu hidup selaras untuk mewujudkan dan meningkatnya taraf kehidupannya. Hal tersebut dapat ditempuh salah satunya melalui pendidikan. Pendidikan dapat meningkatkan kehidupan manusia baik dari segi potensi, sikap maupun dalam segi berpikir, dengan kata lain pendidikan dapat meningkatkan kualitas
dari sumber daya manusia. Pernyataan tersebut selaras dengan Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional yang inti ingin mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa, mengembangkan potensi peserta didik. Tujuan pendidikan nasional yang dipaparkan di atas dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya dapat bersaing dalam tingkat nasional tetapi juga bersaing secara global di kancah internasional. Salah satunya keikutsertaan Indonesia dalam OECD
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
transferkonsep kepada siswa. Itu yang memandang meningkatnya menyebabkan siswa hanya mengetahui perekonomian sebuah negara dapat konsep dan menjadi sebuah ingatan dilihat dari taraf pendidikannya, maka semata. Selain itu pembelajaran IPA di dilaksanakan tes PISA yang ditujukan kelas V pun hanya dilaksanakan di kelas untuk mengetahui prestasi literasi secara teacher centered dengan bantuan membaca, berhitung juga sains siswa metode ceramah. Padahal berbagai negara peserta OECD (Kemendikbud, konsep dalam pembelajaran sains yang 2011). Dilihat dari hasil tes yang mudah dijumpai oleh siswa dalam dilaksanakan oleh OECD kehidupan sehari-harinya, tetapi tidak bahwakemampuan literasi Indonesia dimengerti bahkan tidak disadari saat masih pada taraf yang rendah. Terlihat dalam pembelajaran. Ketika siswa dari hasil literasi yang dilaksanakan dari ditanya mengenai apa yang sudah tahun ke tahun, Indonesia masih dipelajarinya, mereka mengalami menduduki peringkat juru kunci yakni kesulitan untuk menjelaskan kembali menempati peringat 64 dari 65 negara karena tidak memahami dengan baik pada tes tahun 2012 (OECD, 2013b). konsep tersebut. Masalah ini menjadikan kemampuan Pada akhir pembelajaran guru literasi di Indonesia perlu dibenahi memberikan evaluasi hanya berupa kembali. Maka dari itu, literasi penting pengulangan konsep, sehingga disisipkan dalam tatanan pendidikan di pembelajaran tidak dapat Indonesia terutama di abad 21 untuk mengembangkan literasi sains siswa. meningkatkan mutu pendidikan. Begitu Pembelajaran yang berlangsung guru juga dengan pendapat Morocco (dalam tidak terlihat mengajarkaan siswa untuk Abidin dkk, 2015, hlm. xi) menyatakan memperoleh pemahaman konsep, yang bahwa dalam abad kedua puluh satu ini menyebabkan siswa tidak kemampuan terpenting yang harus mengembangkan pengetahuan dimiliki oleh manusia adalah ilmiahnya. Guru hanya sekedar kemampuan yang bersifat multiliterasi. memberikan konsep sehingga siswa Terdapat macam-macam cabang literasi hanya dapat mengembangkan domain seperti literasi membaca, literasi kognitif terendah. Pembelajaran juga matematika, literasi sains dan belum mampu membekali siswa sebagainya. memiliki kompetensi untuk Literasi sains menjadi salah satu mengaplikasikan konsep yang telah literasi yang penting dalam menunjang dipelajarinya pada suatu konteks untuk kehidupan, sebab sains merupakan memecahkan masalah dalam kehidupan. sebuah ilmu yang membantu Siswa juga belum mampu memiliki memecahkan masalah dalam kehidupan sikap ilmiah agar dapat mengimbangi sehari-hari. Serupa dengan pendapat kompetensi yang milikinya. NRC (dalam Toharudin dkk, 2011, hlm. Mencermati kondisi 2) yang mengatakan bahwa literasi sains pembelajaran IPA di kelas V SDN adalah kemampuan untuk menggunakan Cukanggenteng 01, siswa tidak dituntun pengetahuannya dalam sains dalam untuk mengembangkan literasi sains. upaya memecahkan sebuah Dalam menyelesaikan permasalahan permasalahan. tersebut, maka penelitimengembangkan Berdasarkan hasil observasi di literasi sains siswa di kelas V SDN lapangan untuk melihat literasi sains Cukanggenteng 01 yang tampak belum pada pembelajaran IPA di kelas V. mampu menggunakan pengetahuannya Ditemukan beberapa masalah yakni guru dalam memecahkan masalah di kelas V kurang maksimal dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut mengajar. Guru tampak melakukan dalam Laugksch (2000, hlm. 73) pembelajaran hanya dengan cara 1) Penulis 2) Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 4 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya menurut Robert bahwa literasi sains dapat dikatakan sebagai konsep penting sebagai payung untuk menandakan kelengkapan dalam tujuan pengajaran sains di sekolah-sekolah. Literasi sains dipandang penting untuk mulai diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Maka digunakan model alternatif yaitu model multiliterasi saintifik. Model multiliterasi saintifik merupakan sebuah model pengembangan dari model multiliterasi dengan pendekatan saintifik. Model multiliterasi mengembangkan orientasi pembelajaran dan mengadopsi proses pembelajaran dari pendekatan saintifik. Model ini dapat mengembangkan literasi sains karena model multiliterasi saintifik memanfaatkan keterampilan berbahasa dan menulis dalam pembelajarannya yang sesuai komponen literasi sains yang dinyatakan oleh Norris dan Phillips (dalam Pegg, 2010, hlm. 2) bahwa membaca dan menulis adalah komponen yang penting dalam literasi sains. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini yakni 1. Menggambarkan penerapan model pembelajaran multiliterasi saintifik untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya. 2. Menggambarkan peningkatan kemampuan literasi sains pada konsep daur air dan kegiatan manusia yang mempengaruhinya menggunakan model pembelajaran multiliterasi saintifik. METODE Desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model desain John Elliot. Partisipan dan tempat pelaksanaan penelitian yaitu kelas V SDN Cukanggenteng 01 Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung sebanyak 34 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu
lembar tes yang mengukur kemampuan literasi sains, kuesioner untuk mengukur domain sikap dalam literasi sains, lembar observasi aktivitas guru dan siswa serta catatan lapangan. Prosedur penelitian dengan model John Elliot dimulai dengan memfokuskan permasalahan dalam penelitian, merencanakan penelitian, pelaksanaan penelitian dengan diakhiri oleh analisis dan refleksi terhadap setiap siklus. Tahapan dalam model multiliterasi saintifik yakni menentukan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan dan mencatat data, menganalisis data, menguji hipotesis, menyimpulkan data serta memproduksi karya. Penelitian pada kemampuan literasi sains meneliti konteks, kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, menginterpretasikan data dan bukti ilmiah, pengetahuan konten dan prosedural, serta sikap minat dalam sains, menghargai pendekatan ilmiah dan kesadaran ilmiah. Analisis data dilakukan dengan dengan teknik analisis kuantatif, kualitatif serta triangulasi data.Teknik analisis kuantatif, data dalam bentuk kuantitatif adalah nilai dari hasil tes dan skala likert yang telah dilaksanakan. Nilai yang disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dianalisis secara statistik deskriptif (Kunandar, 2008, hlm. 128). Teknik analisis kualititaf, data kualitatif berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran aktivitas belajar siswa penelitian dan serangkaian kegiatan yang terjadi selama penelitian. Teknik analisis triangulasi, menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
beberapa siswa sudah mulai bisa Temuan Siklus I menarik kesimpulan, tetapi masih belum Pada tahap menentukan masalah, sesuai dengan data yang diperoleh. siswa belum mampu Tidak ada siswa yang mau menginterpretasikan data, beberapa mengkomunikasikan idenya di depan siswa merespon saat tanya jawab. kelas, tetapi pada tindakan 3 beberapa Namun, pada tindakan 3 siswa cukup siswa sudah berani mengkomunikasikan mampu menginterpretasikan data dan hasil diskusi di depan kelas. Siswa lebih banyak siswa merespon saat tanya belum mampu menjelaskan penerapan jawab. Maka siswa masih kurang tepat dari pengetahuan yang telah didapatnya. dalam menentukan masalah. Tahap memproduksi datasiswa Tahap membuat hipotesis, siswa masih memprioritaskan tampilan karya dikelompokkan sesuai tempat duduk , dan bukan isi dari karya tersebut, siswa tidak bisa membuat hipotesis serta kemampuan menulis siswa masih siswa belum dapat mengkomunikasikan kurang dan belum banyak menggunakan ide-ide dalam kelompok. istilah-istilah dalam sains. Tahap mengumpulkan dan mencatat data, siswa belum mampu Refleksi 1. Peneliti memberikan instruksi jika menginterpretasikan data, tetapi tindakan akan mengamati video, agar siswa 3 siswa sudah mulai bisa siap. Peneliti juga memberikan menginterpretasikan data. Kemampuan pertanyaan yang mudah dipahami membaca dalam sains siswa rendah, siswa dengan menggunakan bahasa siswa enggan bertanya meskipun tidak Sunda serta memberikan apresiasi mengerti. Minat siswa mengamati video kepada siswa yang berani sangat tinggi. Namun, pada tindakan 3 menjawab. kemampuan membaca dalam sains siswa 2. Peneliti menjelaskan kembali arti meningkat. Siswa banyak yang tidak hipotesis beserta contohnya dengan mengenal istilah-istilah dalam sains. bahasa Sunda. Siswa diminta Tahap menganalisis data, siswa membuat hipotesis secara klasikal. belum mampu mengkomunikasikan ide3. Peneliti sebaiknya terus ide dalam kegiatan diskusi. Namun, pada mengembangkan kemampuan tindakan 2 dan 3 sudah ada beberapa menginterpretasikan data siswa anggota kelompok yang yang dapat dengan memberikan arahan untuk bekerja sama untuk mengkomunikasikan mempermudah interpretasi data. ide-ide.Siswa tidak bisa mengidentifikasi 4. Peneliti sebaiknya bertanya tugas pertanyaan ilmiah berdasarkan yang harus dilakukan siswa dalam percobaan atau pengamatan yang mengumpulkan data agar siswa dilakukan, siswa tidak bisa menganalisis paham mengenai tugas yang data, siswa belum mampu menulis dalam diberikan. pembelajaran sains, siswa belum mampu 5. Peneliti membuat kelompok memecahkan masalah, siswa masih perlu heterogen yang terdiri dari siswa dibimbing untuk memecahkan masalah. aktif dan pasif agar saling Sehingga pembelajaran secara diskusi membantu dalam kegiatan belum efektif. berdiskusi. Tahap menguji hipotesis, siswa 6. Peneliti membagi kelompok kecil mengganti hipotesis yang telah dibuat yang terdiri dari 2 sampai 4 orang agar terlihat benar, belum mampu agar anggota kelompok dapat mengevaluasi pertanyaan ilmiah. berpartisipasi aktif dan melakukan Tahap menyimpulkan data, siswa komunikasi lisan yang baik dalam belum bisa menginterpretasikan data bekerja kelompok. diperolehnya, siswa belum bisa menarik kesimpulan. Namun tindakan 2 dan 3, 1) Penulis 2) Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 6 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya 7.
Peneliti menuliskan istilah-istilah sains dalam papan tulis dan mengucapkannya secara bersamasama. 8. Peneliti membimbing siswa dalam menguji hipotesis serta meminta siswa membacakan hasilnya. 9. Peneliti sebaiknya menjelaskan cara menarik kesimpulan dengan menginterpretasikan data yang telah diperolehnya. 10. Peneliti sebaiknya mengingatkan prioritas utama dalam laporan adalah isi laporan bukan hanya gambar dan memberikan warna. 11. Peneliti mengingatkan siswa untuk selalu mengembangkan kemampuan menulis dan membiasakan menuliskan istilah-istilah sains dalam laporan. Temuan Siklus II Tahap menentukan masalah, siswa mulai terbiasa menginterpretasikan data dan melakukan tanya jawab sehingga siswa mampu menentukan masalah. Tahap membuat hipotesis, siswa belum mampu berkomunikasi dengan kelompok yang ditentukan, namun pada tindakan 2 dan 3 siswa sudah dapat berkomunikasi dengan kelompok yang ditentukan. Pada tindakan 1, 2 dan 3 membuat hipotesis secara bersama-sama cukup efektif Tahap mengumpulkan dan mencatat data, pada tindakan 1, 2 dan 3 kemampuan membaca dalam sains siswa menjadi lebih baik, siswa sudah mampu menginterpretasikan data, kegiatan mengumpulkan data dapat minat sains siswa, siswa mulai bertanya jika ada yang tidak pahami, dan siswa sudah mulai banyak mengenal istilah-istilah dalam sains. Tahap menganalisis data, pada tindakan 1 siswa masih belum mampu mengkomunikasikan ide dan bekerja sama, namun pada tindakan 2 dan 3
siswa mulai dapat mengkomunikasikan ide dan bekerja sama, siswa cukup mampu mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, siswa sudah mampu menganalisis data, kemampuan menulis dalam pembelajaran sains siswa menjadi lebih baik, siswa mulai terbiasa memecahkan masalah, dan pembelajaran secara diskusi cukup efektif. Tahap menguji hipotesis, pada tindakan 1 dan 2 menguji hipotesis secara klasikal cukup efektif tetapi ada tindakan 3 siswa masih kebingungan dalam menguji hipotesis secara mandiri. Pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa masih belum mampu mengevaluasi pertanyaan ilmiahnya. Tahap menyimpulkan data, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa sudah mampu menginterpretasikan data, siswa cukup mampu membuat kesimpulan, siswa yang ingin mengkomunikasikan hasil diskusinya, dan siswa masih belum mampu menjelaskan penerapan pengetahuannya. Tahap memproduksi karya, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa sudah mengutamakan isi laporannya dan kemampuan menulis siswa mulai terasah dan menggunakan istilah-istilah dalam sains. Refleksi 1. Peneliti mengarahkan siswa untuk peka dengan masalah di lingkungan sekitarnya 2. Membuat hipotesis secara bersamasama diubah kembali menjadi secara kelompok. 3. Peneliti memperbaiki isi LKS percobaan dengan melengkapi gambar pada langkah-langkah percobaan. 4. Peneliti sebaiknya meminta siswa untuk menuliskan nama anggota kelompok yang bekerja dalam kelompok saja. 5. Peneliti sebaiknya tetap membantu siswa dalam menguji hipotesis
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
dengan memberikan arahan dan bantuan. 6. Siswa diberi arahan untuk mengeluarkan pendapat baik kepada temannya terutama dalam pemberian kritik dan saran. 7. Peneliti masih perlu mengarahkan siswa untuk menjelaskan penerapan pengetahuan untuk kehidupannya. Temuan Siklus III Tahap menentukan masalah, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa terbiasa menginterpretaskan data dan tanya jawab sehingga mampu menentukan masalah.Tahap membuat hipotesis, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa membuat hipotesis dengan baik. Tahap mengumpulkan dan mencatat data, pada tindakan 1, 2 dan 3 kemampuan membaca dalam sains siswa semakin baik, siswa terbiasa menginterpretasikan data, dan siswa dapat mengingat dan mengenal istilahistilah dalam sains dengan baik. Tahap menganalisis data, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa terbiasa mengkomunikasikan ide-ide dan bekerja sama, siswa mampu mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, siswa mampu menganalisis data , siswa memecahkan masalah dengan baik, kemampuan menulis dalam pembelajaran sains siswa semakin baik, dan pembelajaran secara diskusi sudah efektif. Tahap menguji hipotesis, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa sudah menguji hipotesis dengan baik.Tahap menyimpulkan data, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa mampu menginterpretasikan data dengan baik, siswa mampu menarik kesimpulan dengan baik, siswa mengkomunikasikan hasil diskusinya dengan baik, dan siswa mampu menjelaskan penerapan pengetahuan. Tahap memproduksi karya, pada tindakan 1, 2 dan 3 siswa membuat isi laporan dengan baik. Refleksi 1. Siswa sudah mampu menentukan masalah sebaiknya terus 1)
dikembangkan agar semakin peka pada masalah yang ada di sekitarnya. 2. Minat siswa terhadap sains juga sudah tinggi sebaiknya pembelajaran selalu dipersiapkan dengan merencanakan pembelajaran yang membangkitkan minat siswa agar pembelajaran lebih bermakna. 3. Siswa dibiasakan diberi teks bacaan yang berisi istilah-istilah dalam sains untuk semakin meningkatkan kemampuan membaca dan memahami lebih banyak istilah-istilah dalam sains. 4. Siswa dibiasakan untuk menjelaskan penerapan pengetahuan yang didapatnya agar pengetahuan siswa dapat digunakan dalam kehidupannya. Pembahasan 1. Penerapan Model Multiliterasi Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan yang Mempengaruhinya Penelitian ini bertujuan mengatasi masalah pembelajaran yang belum mampu mengembangkan kemampuan literasi sains. Dalam mengatasi permasalahan tersebut digunakan model multiliterasi saintifik sebagai model alternatif dalam mengembangkan kemampuan literasi sains. Hal tersebut sejalan dengan Abidin dkk (2015) bahwa model multiliterasi menitikberatkan pada aspek membaca, menulis, berbicara dan media digital. Pembelajaran saintifik juga dapat membuat pembelajaran menjadi ilmiah. Tahapan pertama model multiliterasi saintifik adalah menentukan masalah. Siswa menentukan masalah yang berkaitan dengan peristiwa daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya dengan mengamati berita dan melakukan tanya jawab bersama peneliti. Siswa perlu menganalisis berita untuk dapat menentukan masalah. Pada awal pembelajaran di tahap menentukan masalah, siswa kesulitan menentukan
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message. 2)
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 8 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya masalah. Siswa kesulitan menginterpretasikan data dan tanya jawab. Hal tersebut disebabkan, perkembangan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan data dan tanya jawab. Tahap menentukan masalah mampu mengembangkan kemampuan menganalisis data dan mengubah dari representasi visual ke representasi lisan. Kemampuan tersebut terdapat pada kompetensi literasi sains yaitu kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Pada tahap ini, siswa juga mengembangkan kemampuan literasi sains pada domain konteks di mana siswa mampu mengenali masalahmasalah yang terjadi. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan OECD (2013c) bahwa untuk meningkatkan literasi sains siswa perlu menyadari isu-isu yang ada di sekitarnya. Tahapan membuat hipotesis merupakan tahapan yang penting karena akan diketahui pengetahuan awal siswa pada materi yang akan dipelajari. Hal ini sejalan dengan teori Ausubel (Dahar, 1988, hlm. 117) bahwa pembelajaran yang bermakna memiliki faktor yang paling penting yaitu apa yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Pada awalnya siswa kebingungan membuat hipotesis, tetapi karena siswa selalu ditugaskan membuat hipotesis maka pada siklus III siswa semakin mahir membuat hipotesis. Hal ini menunjukkan siswa telah mengembangkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah dalam literasi sains khususnya pada indikator mengajukan hipotesis. Tahap mengumpulkan dan mencatat data dilakukan dengan metode percobaan dan pengamatan. Beberapa metode tersebut digunakan untuk membuktikan hipotesis yang dibuat siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin dkk (2015) bahwa dalam membuktikan hipotesis, siswa
hendaknya melakukan kegiatan percobaan atau pengamatan. Tahap mengumpulkan dan mencatat data pada penelitian ini diyakini dapat mengembangkan pengetahuan konten, prosedural serta kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah dalam domain kompetensi literasi sains. Karena melalui kegiatan pengamatan atau percobaan, siswa melatih pengetahuan konten dan proseduralnya. Selain itu, kegiatan tersebut juga melatih kemampuan siswa mengubah data dari satu representasi ke representasi lain pada kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Tahapan menganalisis data membawa siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis. Hal ini karena siswa perlu memahami pertanyaan yang diarahkan guru untuk memecahkan masalah melalui teks. Lalu siswa harus pandai menuangkan katakatanya dalam bentuk tulisan untuk menuliskan cara memecahkan masalah yang tepat. Tahap menguji hipotesis awalnya membuat siswa kesulitan. Siswa melakukan kesalahan memahami tugas dalam menguji hipotesis. Ketika diminta menguji hipotesis, siswa mengganti hipotesis yang dibuatnya pada materi pokok sifat-sifat air, daur air kecil, sedang dan besar agar terlihat benar. Pada siklus II, peneliti memberikan arahan bahwa kebenaran atau kegagalan hipotesis tidak akan mempengaruhi nilainya. Peneliti mengajak siswa untuk menguji hipotesis secara klasikal dan difokuskan untuk membandingkan hipotesis dengan hasil penelitianya. Hal tersebut berjalan efektif karena pada siklus III siswa sudah mampu menguji hipotesis dan tidak mengganti hipotesis yang dibuatnya. Tahapan ini merupakan salah satu tahapan penting dalam menghasilkan pembelajaran yang
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
bermakna. Karena siswa mampu memadukan pengetahuan awal dan barunya. Hal ini sejalan dengan teori Ausubel (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014) yang menyebutkan bahwa memadukan pengetahuan awal dan pengetahuan baru menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Tahap menyimpulkan data dilakukan dengan membuat kesimpulan, mengkomunikasikan hasil diskusi, serta refleksi. Pada awalnya siswa tidak memahami arti kesimpulan dan tidak tahu cara membuatnya. Peneliti membimbing dan memberi arahan bahwa dalam membuat kesimpulan perlu terlebih dahulu menginterpretasikan data dari hasil penelitian. Hal tersebut menghasilkan peningkatan keterampilan menyimpulkan pada siklus II, di mana siswa mulai mampu menginterpretasikan data sehingga mampu membuat kesimpulan. Hal tersebut relevan dengan pendapat yang dikemukan oleh Ayva (2012) bahwa fakta siswa menginterpretasikan data yang baik akan menghasilkan kesimpulan yang lebih masuk akal. Kegiatan mengkomunikasikan hasil diskusi dilakukan di depan kelas. Tetapi karena siswa tidak pernah melakukan hal tersebut sebelumnya, maka tidak ada siswa yang berani mengkomunikasikannya di depan kelas. Pada siklus III kemampuan mengkomunikasikan siswa semakin baik. Kegiatan refleksi dilakukan dengan tanya jawab mengenai kesulitan atau hal-hal yang belum dipahami dalam pembelajaran. Refleksi juga mengembangkan kemampuan siswa agar mampu menjelaskan penerapan pengetahuan ilmiah. Pada siklus III siswa cukup mampu menjelaskan penerapan pengetahuannya. Temuan ini sesuai dengan pendapat menurut Shen dan Trefil (Dragos dan Mih, 2015) yaitu salah satu kategori klasifikasi literasi sains adalah pemahaman fenomena 1)
untuk meningkatkan apresiasi kita terhadap kehidupannya sendiri. Dalam memproduksi karya, laporan yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga dapat berupa gambar. Pada siklus I siswa umumnya memprioritaskan gambar dibandingkan isi laporan. Pada siklus II siswa selalu diingatkan untuk memprioritaskan isi laporan. Siswa menjadi tidak mendahulukan gambar dan memberi warna dibandingkan isi laporan. Peneliti selalu mengingatkan siswa agar selalu meningkatkan kemampuan menulis dan mencoba menuangkan istilah-istilah sains di dalamnya. Tahapan terakhir model multiliterasi saintifik yakni memproduksi karya juga merupakan tahapan yang mengembangkan pengetahuan konten dan prosedural serta kemampuan menggunakan dan menghasilkan model. Siswa juga dapat melatih kemampuan menggunakan dan menghasilkan model dengan representasi yang jelas pada laporan yang dibuat. Salah satunya laporan yang dibuat siswa adalah sifat-sifat air yang berkaitan dengan proses daur air dalam bentuk minibook. Setiap tahapan pada model multiliterasi saintifik mampu memunculkan pemahaman siswa terhadap istilah-istilah sains, membaca, menulis dan berkomunikasi lisan dalam pembelajaran sains. Selain itu tahapan model multiliterasi saintifik juga mampu mengembangkan domain literasi sains yang terdiri atas konteks, kompetensi, pengetahuan serta sikap. Konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya yang dipelajari pun membantu siswa untuk mengenal dan memecahkan masalah-masalah yang relevan dengan kelangsungan kehidupannya di masa depan. Maka penerapan model multiliterasi saintifik dikatakan berhasil dalam meningkatkan literasi sains pada konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya.
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message. 2)
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 10 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya 2. Peningkatan Kemampuan Literasi Sains dengan Menggunakan Model Pembelajaran Multiliterasi Saintifik pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya Domain konteks mempersempit isu-isu yang perlu diketahui siswa sebagai isu-isu penting dalam pengembangan kemampuan literasi sains. Pada konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya dapat memunculkan isu-isu sesuai indikator domain konteks pada PISA. Kompetensi yang diteliti yaitu tiga kompetensi literasi sains. Maka tiga kompetensi tersebut diukur dengan soal literasi sains. Gambar 1 merupakan hasil nilai pada setiap kompetensi di setiap siklus. 100 80
73,86
78,15
75,00 77,31
63,07
60
53,19
52,57 46,67
40 20 2,90
0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Menjelaskan Fenomena Ilmiah Mengevaluasi dan Merancang Penelitian Ilmiah
Gambar 1 Diagram Rata-rata Domain Kompetensi Literasi Sains
Pada siklus I siswa mampu menjawab soal mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang menanyakan hilangnya genangan air setelah terkena sinar matahari.Pada siklus II siswa mampu menjawab soal memprediksi beberapa penyakit yang sebenarnya disebabkan oleh air yang tercemar. Pada siklus III siswa mampu menjawab soal menjelaskan penerapan pengetahuan ilmiahnya untuk
masyarakat yang menanyakan tindakan harus dilakukan pada air sumur agar dapat diminum. Pada siklus I satu siswa yang mampu menjawab soal mengevaluasi cara mengekplorasi pertanyaan ilmiah pada soal menjelaskan yang menghambat berlangsungnya sebuah penelitian.Pada siklus II siswa mampu menjawab soal membedakan pertanyaan yang memungkinkan untuk diselidiki secara ilmiah yang menanyakan tentang pengujian kualitas air dapat melihat beberapa hal lain selain dilihat dari suhunya.Pada siklus III siswa mampu menjawab soal mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiah yang diberikan yang menanyakan cara mengolah kaporit yang benar dilakukan dengan melarutkannya atau menyaringnya. Pada siklus I siswa hanya mampu menjawab soal yang berisi analisis data dan menarik kesimpulan seperti contoh soal yang menanyakan isi permasalahan berdasarkan wacana. Pada siklus II siswa mulai mampu menjawab soal mengubah data dari satu representasi ke representasi lain seperti contoh soal yang meminta siswa menganalisis grafik untuk mengetahui kasus yang mengalami peningkatan di setiap tahunnya.Pada siklus III siswa mampu menjawab soal mengidentifikasi data dalam bacaan terkait sains dengan contoh soal yang meminta siswa menggambarkan data pada grafik berdasarkan data di tabel. Peningkatan setiap siklus tersebut diikuti dengan meningkatnya kemampuan membaca dan menulis siswa dalam sains, sehingga kemampuan siswa memahami dan menjawab pertanyaan semakin baik. Hal tersebut relevan dengan pendapat Norris dan Phillip (2003) bahwa dalam mengembangkan kemampuan literasi sains siswa perlu diperhatikan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
11 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
kemampuan membaca dan menulis siswa. Pada penelitian ini, hanya dua domain pengetahuan yang diteliti yaitu pengetahuan konten dan prosedural. Berikut ini hasil analisis rata-rata nilai pengetahuan konten dan prosedural dari setiap siklus. Rata-rata nilai domain pengetahuan dapat dilihat jelas pada gambar 2. 100 77,31 75,16
80 66,47 66,91
60
51,47
47,71
40 20 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Pengetahuan Konten Pengetahuan Prosedural
Gambar 2 Diagram Rata-rata Domain Pengetahuan Literasi Sains
pertanyaan pada soal.Siswa mampu menjawab soal menampilkan kembali dari tabel menjadi gambar yang memintanya untuk memilih serangga air yang sensitif terhadap polusi berdasarkan penjelasan pada bacaan teks dan tabel. Pada siklus III siswa mampu menjawab soal mengukur nilai yang meminta siswa untuk menghitung berapa sendok makan kaporit dan tawas yang diperlukan untuk mengolah air sebanyak 3500 L berdasarkan penjelasan teks bacaan. Peningkatan literasi sains terlihat dengan penguasaan pengetahuan siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dragos dan Mih (2015) bahwa salah satu pencapaian literasi sains pada dimensi kurikuler yaitu meningkatnya pengetahuan konten atau infomasi yang disampaikan. Berikut ini dipaparkan diagram rata-rata nilai literasi sains dari setiap siklus yang diperoleh siswa pada Siklusgambar 3. 100
77,77 Pada siklus I siswa mampu 80 67,38 menjawab soal pengetahuan konten yang memintanya untuk menyebutkan 60 50,56 penguapan dapat mengubah air menjadi 40 uap air atau gas.Pada siklus II Siswa mulai mampu menjawab soal 20 pengetahuan konten yang memintanya untuk menyebutkan cara pengujian yang 0 dilakukan untuk mengetahui kasus e Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 coli, coliform, kekeruhan, dan Gambar 3 Diagram Rata-rata Nilai Literasi warna.Pada siklus III siswa semakin Sains mengenal istilah-istilah sains dan Berdasarkan gambar 3, meningkatnya kemampuan siswa dalam rendahnya rata-rata nilai tersebut menjelaskan. Siswa mulai mampu dipengaruhi oleh siswa tidak pernah menjawab soal pengetahuan konten yang melakukan pembelajaran yang ditujukan memintanya untuk menjelaskan maksud untuk meningkatkan kemampuan literasi dari kegiatan memperbanyak resapan air. sains dengan model multliliterasi Pada siklus I pengetahuan saintifik dan tidak pernah mengerjakan prosedural siswa masih rendah, siswa soal-soal literasi sains. Pada siklus II dan hanya mampu menjawab soal III rata-rata nilai literasi sains mengobservasi teks yang memintanya meningkat. Peningkatan tersebut untuk menyebutkan isi permasalahan disebabkan siswa mulai mampu dalam sebuah wacana.Pada siklus II beradaptasi dengan model pembelajaran siswa mulai memahami teks bacaan yang multiliterasi saintifik yang bertujuan dilengkapi dengan grafik atau tabel dan 1) Penulis 2) Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 12 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya untuk meningkatkan literasi sains dan terlatih mengerjakan soal-soal literasi sains. Domain sikap dinilai oleh kuesioner. Rata-rata nilai kuesioner yang diperoleh siswa pada setiap siklus dipaparkan pada gambar 4 di bawah 100 85,54
87,66
90,93
positif antara kemampuan proses siswa dalam membangun sikap dalam sains. Hasil kuesioner siswa dianalisis berdasarkan setiap indikator domain sikap literasi sains. Pada gambar 5 merupakan perolehan rata-rata nilai siswa pada setiap indikator dalam domain sikap. 100
80
90,81
80,76 80,76
95,5992,5293,14 92,40 88,73 82,72
80 60 60 40 40 20
20
0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Gambar 4 Diagram Rata-rata Nilai Kuesioner Literasi Sains
Berdasarkan gambar 4, peningkatan pada setiap siklus tidak terjadi secara signifikan. Perolehan ratarata nilai kuesioner siswa pada siklus I sudah menunjukkan kategori baik. Hal tersebut disebabkan siswa memiliki minat yang tinggi terhadap sains. Selain itu hasil penelitian Yu dan Lin (2009) dan Udompong (2014) bahwa siswa dapat memilih jawaban yang tepat sesuai dengan pengalaman pembelajaran dan mendapat nilai yang memuaskan. Pada siklus II rata-rata nilai kuesioner siswa meningkat. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya sikap minat siswa terhadap sains dan kesadaran ilmiah. Pada siklus III ratarata nilai kuesioner siswa meningkat. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya sikap minat terhadap sains, menghargai pendekatan ilmiah, dan kesadaran ilmiah. Peningkatan domain sikap tanpa disadari terjadi bersama peningkatan domain kompetensi. Hal tersebut dipekuat oleh pendapat Aydogdu (Kaya dkk, 2012) bahwa ditemukan hubungan
0 Siklus 1 Siklus 2Siklus Siklus 3 Minat dalam Sains Menghargai Pendekatan Ilmiah Kesadaran Ilmiah
Gambar 5 Diagram Rata-rata Domain Sikap Literasi Sains
Berdasarkan gambar 5, rata-rata nilai indikator sikap dalam literasi sains meningkat pada setiap siklus. Minat siswa dalam sains dari siklus I ke II menunjukkan peningkatan sebanyak 1,59 dan dari siklus II ke III meningkat sebanyak 3,19. Menghargai pendekatan ilmiah siswa menunjukkan peningkatan dari siklus I ke II meningkat sebanyak 1,96, dari siklus II ke II meningkat sebanyak 9,8. Sikap kesadaran ilmiah siswa meningkat dari siklus I ke II sebanyak 7,97 dan dari siklus II ke II meningkat sebanyak 4,41. Peningkatan pada minat dalam sains terlihat siswa mulai aktif dalam memecahkan masalah dengan bekerja kelompok dan terlatih dalam pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan literasi sains. Hal tersebut relevan dengan hasil penelitian Genci (2015) bahwa meningkatnya minat siswa dikarenakan partisipasi aktif dalam debat dan mengambil tanggung
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
13 Antologi UPI…Vol….Edisi No…Agustus 2016
jawab yang lebih. Begitu juga hasil penelitian Holden (2012) bahwa meningkatnya perolehan nilai kuesioner siswa disebabkan oleh pembelajaran yang telah diterima siswa untuk mengembangkan literasi sains. Peningkatan siswa dalam menghargai pendekatan ilmiah dan kesadaran ilmiah. Begitu juga dengan hasil penelitian Genci (2015) bahwa siswa mengembangkan dirinya sendiri dengan melakukan tugas yang berbeda dan mengakui kepentingan sehingga mengembangkan bakat dan kepeduliannya terhadap lingkungan. KESIMPULAN 1. Penerapan model multiliterasi saintifik mampu meningkatkan kemampuan literasi sains pada konsep daur air dan kegiatan yang mempengaruhinya. Tahapan menentukan masalah, siswa mengamati video berita dan bertanya jawab seputar masalah warga yang menggunakan air kotor sehingga mampu menentukan masalah yaitu sulitnya mendapatkan air bersih. Kedua tahapan membuat hipotesis, siswa secara berkelompok membuat hipotesis seputar masalah pengaruh air bagi kesehatan. Ketiga tahapan mengumpulkan dan mencatat data, siswa mencari data melalui metode penelitian baik percobaan pengujian kualitas air ataupun pengamatan video daur air. Keempat tahapan menganalisis data, siswa diminta untuk berdiskusi dalam memecahkan masalah pengolahan air secara fisika. Kelima tahap menguji hipotesis, siswa perlu meninjau ulang hipotesisnya pengujian kualitas air dengan hasil percobaan yang dilakukan. Keenam tahap menyimpulkan data, siswa membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil diskusi. Peneliti juga melakukan refleksi mengenai penerapan materi pengolahan air secara fisika. Ketujuh 1)
tahap memproduksi karya, siswa ditugaskan untuk membuat laporan. 2. Peningkatan kemampuan literasi sains melalui model multiliterasi saintifik pada daur air dan kegiatan mempengaruhinya terlihat pada hasil evaluasi akhir. Pada domain kompetensi dengan peningkatan terbesar kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah ( x siklus I=52,57, x siklus II=73,86, x siklus III=77,31), peningkatan terkecil kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah ( x siklus I = 53,19, x siklus II=63,07, x siklus III=78,15). Pada domain pengetahuan dengan peningkatan yang besar pengetahuan prosedural ( x siklus I=47,71, x siklus II=66,91, x siklus III=75,16), peningkatan yang kecil pengetahuan konten ( x siklus I = 51,47, x siklus II= 66,47, x siklus III = 77,31). Pada domain sikap dengan peningkatan terbesar sikap kesadaran ilmiah ( x siklus I=80,76, x siklus II=88,73, x siklus III=93,14), peningkatan terkecil sikap menghargai pendekatan ilmiah x siklus I = 80,76, x siklus II= 82,72, x siklus III = 92,52). Hasil dari rata-rata dari nilai soal literasi sains dan kuisioner mengalami peningkatan. Peningkatan dapat dilihat dari ratarata nilai siklus I yaitu 50,56, meningkat pada siklus II menjadi 67,38, dan meningkat kembali pada siklus III menjadi 77,77. Di samping itu, rata-rata nilai kuisioner pada siklus I mendapat 82,79, terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 87,66, dan siklus III mengalami peningkatan menjadi 90,93. REFERENSI Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansyah, H. (2015). Pembelajaran literasi dalam konteks pendidikan multiliterasi, integratif, dan
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3) Penulis Penanggung This PDFJawab file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message. 2)
Listiani Agestina, Novi Yanthi, Rd. Deti Rostika 14 Penerapan Model Multiliterasi Saintifik terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains pada Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya berdiferensiasi. Bandung: Rizqy Press. Ayva, O. (2012). Developing students’ ability to read, understand and analyze scientific data through the use of worksheets that focus on studying historical documents. Procedia -Social and Behavioral Sciences, 46, hlm. 5128-5132. Dahar, R.(1988). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga. Dragos, V dan Mih, V. (2015). Scientific literacy in school. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 209, hlm. 167-172. Holden, I.I. (2012). Predictors of students' attitudes toward science literacy. Communications in Information Literacy,6(1), hlm. 107123. Genci, M. (2015). The effect of scientific studies on students’ scientific literacy and attitude. Ondokuz Mayis University Journal of Faculty of Education, 34(1), hlm. 141-152. Kaya, V. H., Bahceci, D., & Altuk.Y.G. (2012). The relationship between primary school students’ scientific literacy levels and scientific process skills. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 47, hlm. 495500. Kemendikbud. (2011). Survei internasional PISA. [Online]. Diakses dari http://litbang.kemdikbud.go.id/index .php/survei-internasional-pisa Kunandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai
pengembangan profesi guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Laugksch, R.C. (2000). Scientific literacy: a conceptual overview. Science Education, 82 (3), hlm. 7194. Morocco, C. C., dkk. (2008). Supported literacy for adolescents: transforming teaching and content learnng for the twenty-first century. San Fransisco: Jossey-Bass A Willey Imprint. Norris, S.P., & Phillip, L.M. (2003). How literacy is its fundamental sense is central to scientific literacy. Science Education, 87, hlm. 224240. OECD. (2013b). PISA 2012 results in focus. Pegg, J. (2010). Integrating Literacy into Elementary Science: Teacher Concerns and Their Resolutions. Electronic Journal of Literacy Through Science, 9, hlm. 2-17. Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun literasi sains peserta didik. Bandung: Humaniora. Wisudawati, A.W,. & Sulistyowati, E. (2014). Metodologi pembelajaran IPA. Jakarta : Bumi Aksara. Yu, S., & Lin. (2009). ChemicalLiteracyandLearningSourc esofNon-ScienceMajor Undergraduates on Understandings of Environmental Issues, Chemical Education Journal (CEJ), 13 (1).
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.