Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E – THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN RETENSI SISWA MAN 1 MALANG PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA THE IMLEMENTATION OF 7E LEARNING CYCLE – THINK PAIR SHARE MODEL TO INCREASE MAN 1 MALANG STUDENTS’ LEARNING OUTCOMES AND RETENTION ON CHEMICAL EQUILIBRIUM TOPIC Ririn Eva Hidayati Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase - Think Pair Share terhadap hasil belajar dan retensi siswa pada materi kesetimbangan kimia. Jenis rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental semu (quasy experimental design) tanpa pretest (posttest only control group design). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu model pembelajaran (Learning Cycle 7 Fase dan Learning Cycle 7 Fase -Think Pair Share), variabel terikatnya adalah hasil belajar dan retensi siswa, dan variabel kontrolnya adalah materi kesetimbangan kimia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester 1 MAN 1 Malang. Pemilihan sampel dilakukan denganteknikcluster random sampling dan didapatkan 2 kelas penelitian yaitu,kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase -Think Pair Share dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol yang menggunakan Learning Cycle 7 Fase. Teknik analisis data yang digunakan terdiri dari analisis pendahuluan yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas serta analisis hasil yang terdiri dari uji hipotesis.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar pada kelas kontrol yakni 77 pada kelas eksperimen dan 71 pada kelas kontrol. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase -Think Pair Shareberpengaruh terhadap hasil belajar siswa MAN 1 Malangpada materi kesetimbangan kimia.Model ini berpengaruh juga terhadap retensi siswa.Berdasarkan nilai rata-rata kelas, pada tes retensi I ratarata kelas eksperimen sebesar 79 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 58.Pada tes retensi II, rata-rata kelas eksperimen sebesar 80 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 62. Kata kunci:Learning Cycle, Hasil Belajar, Retensi, Kesetimbangan Kimia Abstract. The purpose of this research was to examine the effectiveness of The Learning Cycle 7 Phase Think Pair Share model in the studens’ learning outcomes and retention on chemical equilibrium topic. The type of the research design was quasi experimental without pretest (with posttest only control group design). The variables in this research consisted of: the independent variables that are The Learning Cycle 7 Phase - Think Pair Share model and Learning Cycle 7 Phase model; the dependent variables are the learning outcomes and retention; and the control variable is the subject matter of chemical equilibrium. The population in this research were all students in 1 st semester of class XI MAN 1 Malang. Sample selection was done by cluster random sampling technique and obtained two groups as the research classes, Class XI IPA 6 as the experimental class that used Learning Cycle 7 Phase - Think Pair Share model and Class XI IPA 5 as a controlled class that used the Learning Cycle 7 Phase model. The technique of data analysis that used in this research consisted of a preliminary analysis including tests of normality and homogeneity testing and analysis of results of hypothesis testing.The results of this research showed that the application of Learning Cycle 7 Phase - Think Pair Share model was effective on the learning outcomes of 1st semester of class XI MAN 1 Malang as indicated by the mean score of 77
B - 120
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
of the experimental class compared to 71 of the controlled class. This model effective on student’s retention too. It could be indicated by the mean score of 1 st retention test on experimental class was 79 compared to 58 on the controlled class. At the 2 nd retention test on experimental class was 80 compared to 62 on the controlled class. Keywords: Learning Cycle, Learning Outcomes, Retention, Chemical Equilibrium heterogen; pergeseran kesetimbangan akibat pengaruh konsentrasi, tekanan, temperatur, dan katalis yang melibatkan azas Le Chatelier; serta tetapan kesetimbangan (Quílez, 2004; Raviolo & Garritz, 2008). Bahkan sebagian besar permasalahan yang diberikan selama pembelajaran hanya terfokus pada masalah perhitungan (Camacho & Good, 1989 dalam Quílez, 2004). Akibatnya banyak siswa hanya mengetahui cara menyelesaikan soal perhitungan saja tanpa memahami konsepnya. Kesulitan siswa pada aspek konseptual banyak dipaparkan oleh beberapa peneliti.Menurut Harrison (2003) dan Van Driel (2002) (dalam Doymus, 2007), siswa kesulitan memahami konsep kesetimbangan dinamis.Mereka menganggap bahwa pada saat tercapai kesetimbangan, reaksi telah berhenti karena tidak ada perubahan yang teramati. Pada konsep pergeseran kesetimbangan, siswa juga mengalami kesulitan dalam menerapkan azas Le Chatelier terhadap pergeseran kesetimbangan akibat berbagai pengaruh, seperti konsentrasi, temperatur, tekanan, dan katalis.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Quílez sebelumnya (dalam Quílez, 2004), menunjukkan bahwa siswa tidak memahami reaksi sistem jika salah satu komponen diperkecil atau diperbesar. Pada konsep tetapan kesetimbangan, Kousathana & Tsaparlis (2002) menyatakan bahwa sebanyak 5% siswa tidak dapat menuliskan tetapan kesetimbangan homogen dengan benar, sedangkan 17,6% siswa tidak dapat menuliskan tetapan kesetimbangan heterogen. Pada saat menghitung nilai tetapan kesetimbangan, sebanyak 21,6% siswa tidak dapat menghitung nilai tetapan kesetimbangan jika diketahui jumlah mol produk dan reaktannya, kecuali jika yang diketahui adalah konsentrasi tiap zat-zatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan siswa tidak hanya dari aspek konseptual saja tetapi juga algoritmik.
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 2007). Kegiatan pembelajaran di sekolah diciptakan untuk mengembangkan kemampuan, baik kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif.Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah ilmu kimia.Menurut Kean dan Middlecamp (1984), ilmu kimia tidak hanya memiliki konsep-konsep yang rumit, tetapi juga membutuhkan keterampilan matematika untuk menyelesaikan soal-soal.Selain itu, sebagian besar materi kimia bersifat abstrak, seperti konsep atom, molekul, dan ikatan kimia. Sifat materi kimia yang berurutan juga menuntut siswa untuk memahami materi sebelumnya sebelum berganti ke materi yang lain. Salah satu materi kimia yang diajarkan di SMA/MA adalah kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia merupakan salah satu materi kimia yang sulit (Kousathana & Tsaparlis, 2002).Hal ini dikarenakan dalam memahami konsep-konsep didalamnya diperlukan pemahaman konsep sebelumnya, seperti konsep mol, stoikiometri, hukum gas ideal, dan laju reaksi.Konsep-konsep tersebut berkaitan dengan konsep kesetimbangan kimia dan diperlukan terutama dalam menyelesaikan permasalahan perhitungan (Hackling & Garnett, 1985 dalam Kousathana & Tsaparlis, 2002). Selain itu, materi kesetimbangan kimia mengandung banyak konsep abstrak, diantaranya: kesetimbangan dinamis yang melibatkan reaksi reversible dan irreversible, laju reaksi maju dan laju reaksi balik, serta kesetimbangan homogen dan kesetimbangan
B - 121
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
Banyaknya kesulitan yang dialami siswa, menuntut guru untuk menciptakan pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan konseptual dan algoritmik secara sistematis dan terstruktur.Selain itu, diperlukan model pembelajaran yang dapat membantu siswa memperluas konsep yang telah dibangun, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang bersifat konseptual dan algoritmik.Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Learning Cycle7 Fase. Model pembelajaran Learning Cycle7 Fase merupakan model pembelajaran berbasis konstruktivistik kognitif yang dikembangkan berdasarkan teori Piaget.Model ini terdiri dari fase identifikasi tujuan pembelajaran, fase undangan atau engagement, fase eksplorasi, fase penjelasan atau eksplanasi, fase elaborasi, dan fase evaluasi. Fase identifikasi tujuan pembelajaran bertujuan agar siswa mengetahui apasaja yang akan dipelajari sehingga mereka fokus pada pembelajaran. Sebelum masuk ke materi inti, guru membangkitkan pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Pada saat fase eksplorasi terjadi proses asimilasi, dimana siswa menggunakan struktur kognitifnya untuk merespon lingkungannya. Jika siswa tidak mampu beradaptasi antara struktur kognitif dengan lingkungannya, maka akan terjadi disequilibrium. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses akomodasi, dimana terjadi perubahan struktur kognitif yang ada dan terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah baru pada fase elaborasi (Sadi dan Ҫakiroǧlu, 2010). Model pembelajaran Learning Cycle7 Fase memiliki beberapa kelebihan diantaranya: mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, mendorong siswa untuk mengkonstruk pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga terbentuk pengetahuan baru, serta meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran khususnya pembelajaran kimia (Supasorn & Promarak, 2014). Selain itu, model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi sumber belajar dan memperdalam suatu materi serta mengaplikasikannya ke dalam situasi yang baru,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa (Sadi dan Ҫakiroǧlu, 2010).Hasil penelitian dari Zahri (2010) menyebutkan bahwamodel pembelajaran Learning Cycle 6 Fase dapat meningkatkan hasil belajar pada materi asam basa. Model tersebut juga memberikan dampak yang lebih baik terhadap retensi dan kualitas proses pembelajaran daripada daripada model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian dari Larasati (2012) juga menyebutkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle5 Fase dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada materi kesetimbangan kimia. Pada saat fase elaborasi, siswa kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, diperlukan scaffolding dengan melibatkan interaksi sosial didalamnya melalui diskusi kelompok.Scaffolding ini bertindak sebagai alat untuk membantu siswa dalam memahami materi yang belum mereka kuasai, menguatkan konsep yang benar dan membenarkan konsep yang salah, dan membantu siswa menyelesaikan permasalahan yang sulit diselesaikan sendiri (Palmer, 2005). Menurut Vygotsky (dalam Slavin, 2008), proses pembelajaran terjadi dalam Zona Perkembangan Proximal (ZPD), dimana saat anak tidak dapat menyelesaikan masalah secara individu hingga dapat menyelesaikannya dengan bantuan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi dengan teman sebaya dapat menjadikan struktur kognitif siswa berkembang lebih tinggi (Slavin, 2008). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Piaget (dalam Slavin, 2008), bahwa interaksi sosial sangat penting dalam perkembangan pengetahuan seseorang. Kegiatan diskusi kelompok dapat membantu mereka untuk lebih jelas memahami suatu materi. Akibatnya, tidak hanya prestasi akademik makin meningkat tetapi juga dapat memperbaiki keterampilan sosial dan kemampuan bekerja sama siswa secara produktif (Doymus, 2007). Pembelajaran yang menekankan pada interaksi dengan teman sebaya dalam membangun pengetahuan dinamakan pembelajaran kooperatif. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran ThinkPair Share.Model pembelajaran inimemberikankesempatan kepada siswa untuk
B - 122
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
aktif berpikir secara individu terlebih dahulu.Setelah itu, siswa diberi kesempatan untukdiskusi dengan pasangan disebelahnya sebelum ke kelompok yang lebihbesar (Arends, 2007).Fase Pair bertindak sebagai scaffolding yang diberikan guru maupun teman sebayanya kepada dirinya.Hal ini bertujuan agar mereka dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri (Fernández, Wegerif, Mercer, dan Drummond-Rojas, 2001). Penggabungan dua model pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Selain itu, pola diskusi yang terjadi antar siswa lebih terstruktur atau tertata sehingga suasana kelas tetap kondusif serta meminimalisir siswa bekerja secara kompetitif dan individualis. Adanya interaksi antar siswa ini akan saling menguntungkan dalam mencapai tujuan pembelajaran (Fernández, Wegerif, Mercer, dan DrummondRojas, 2001). Hal ini dikarenakan pada saat fase elaborasi yang dipadukan dengan fase pair dan share memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk berinteraksi dalam mengkonstruk pengetahuan, sehingga memungkinkan terjadinya proses saling koreksi pengetahuan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan atau memperbaiki pengetahuan yang sudah dimiliki, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.Akibatnya, memungkinkan terjadinya pengulangan (rehearsal) konstruksi pengetahuan, sehingga informasi yang diperoleh dapat tersimpan dalam working memory.Semakin sering pengulangan dilakukan selama diskusi berlangsung, informasi yang tersimpan dalam working memory dapat berpindah ke dalam long term memory (Slavin, 2008).Hal ini berdampak pada hasil belajar dan retensi siswa yang meningkat. Berdasarkan studi literatur, penggabungan dua model pembelajaran tersebut belum pernah diaplikasikan pada materi kesetimbangan kimia dan belum pernah dilakukan di MAN 1 Malang. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran Learning Cycle7 Fase - Think Pair Share diharapkan dapat membantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuan mereka, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan retensinya.Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “PenerapanModel Pembelajaran Learning
Cycle7 Fase - Think Pair Shareuntuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Retensi SiswaMAN 1 Malang Pada Materi Kesetimbangan Kimia” METODE Prosedur Penelitian Jenis rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian quasi experimental tanpa pretest (posttest only control group design). Penggunaan rancangan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle7 Fase - Think Pair Share dan siswa yang diajar dengan model Learning Cycle 7 Fase pada materi kesetimbangan kimia. Bagan rancangan penelitian eksperimental semu (quasi experimental design)dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Bagan Rancangan Penelitian eksperimental semu (posttest only control group design) Subyek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pret est -
Perlakuan
Posttest
X1 X2
O1 O1
(Sumber: Sukmadinata, 2009) Keterangan: O1 = dilakukan pengukuran posttestsetelah perlakuan X1 =pembelajaran dengan model Learning Cycle7 Fase – ThinkPair Share X2 = pembelajaran dengan model Learning Cycle7 Fase Pengukuran retensi siswa dilakukan di kelas kontrol dan kelas eksperimen 1 minggu dan 1 bulan setelah siswa mempelajari materi kesetimbangan kimia. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Pembelajaran
B - 123
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 pertemuan.Pertemuan pertama membahas kesetimbangan dinamis, pertemuan kedua dan ketiga membahas tetapan kesetimbangan, pertemuan keempat membahas pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan, pertemuan kelima membahas pengaruh suhu terhadap pergeseran kesetimbangan, dan pertemuan keenam membahas pengaruh tekanan dan katalisator terhadap pergeseran kesetimbangan. Tiap pertemuan terdiri atas 3 kegiatan, antara lain kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali dengan memberikan penjelasan kepada siswa mengenai kompetensi yang harus dicapai.Kegiatan ini penting dilakukan agar siswa mengetahui alasan pembelajaran tersebut dilakukan dengan jelas (Slavin, 2008). Guru kemudian mengulas kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan memberikan sedikit pertanyaan tentang laju reaksi. Menurut Pressley (dalam Slavin, 2008), kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan daya ingat. Hal ini dikarenakan siswa diarahkan untuk menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan sebelumnya (Slavin, 2008). Kegiatan inti diawali dengan fase fase undangan (engagement). Pada fase ini, guru mengajukan pertanyaan sebagai berikut:“Apa yang kalian ketahui tentang reaksi reversible dan irreversible?”. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa dan memotivasi untuk berpikir sehingga timbul rasa ingin tahu tentang topik yang akan dipelajari. Setelah siswa menjawab pertanyaan tersebut, guru mengajukan pertanyaan kembali sebagai berikut:“ Apakah jawaban kalian benar atau salah?”. Tujuan guru mengajukan pertanyan demikian adalah agar siswa mencari kebenaran dari jawaban mereka melalui berbagai sumber belajar.Kegiatan ini berlangsung pada fase eksplorasi (exploration).Kegiatan eksplorasi pada pertemuan pertama adalah siswa mengamati video yang ditampilkan oleh guru serta studi literatur.Pada pertemuan kedua hingga pertemuan keenam, kecuali pada pertemuan keempat, siswa melakukan studi literatur.Sedangkan pada pertemuan keempat, siswa melakukan percobaan dan studi literatur. Setelah siswa mencari kebenarannya, guru
meminta siswa untuk menjelaskan hasil eksplorasi mereka dengan mengajukan pertanyaan “Dapatkah kalian menjelaskan mengapa jawaban yang kalian katakan tadi merupakan jawaban yang benar atau salah?”.Kegiatan ini berlangsung pada fase penjelasan (explanation). Kegiatan ini dimaksudkan agar mereka menemukan pengetahuan yang baru dan benar berdasarkan referensi yang ada, sehingga pengetahuan yang semula salah dapat diperbaiki dan pengetahuan yang baru akan menjadi lebih bermakna. Peran guru hanya memberikan penegasan terhadap konsep siswa.Setelah fase penjelasan, guru memasuki fase elaborasi (elaboration).Pada fase ini, siswa di kelas kontrol (siswa yang diajar dengan model Learning Cycle 7 Fase) diberi kesempatan untuk mendiskusikan soal-soal di LKS.Mereka kemudian diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya.Pada kegiatan ini, guru juga berperan dalam memberikan penegasan terhadap konsep siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada hal-hal yang belum mereka pahami. Berbeda halnya dengan siswa di kelas eksperimen (siswa yang diajar dengan model Learning Cycle7 Fase – Think Pair Share). Siswa di kelas ekperimen diminta mengerjakan sendiri terlebih dahulu (fase think).Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari.Siswa kemudian diminta untuk berpasangan dengan teman sebangkunya.Kegiatan ini berlangsung pada fase pair.Pada kegiatan ini, siswa diberi kesempatan untuk bertukar pikiran dengan teman sebangkunya. Setelah mendiskusikan LKS tersebut, tiap kelompok diberi kesempatan untuk bergabung dengan pasangan lain yang ada di depan atau dibelakang mereka sehingga anggota kelompok menjadi 4 orang. Kegiatan ini bertujuan agar mereka dapat saling berbagi informasi. Guru kemudian meminta tiap kelompok untuk mengemukakan hasil diskusinya, sedangkan kelompok lain memberikan masukan atau komentar. Hal ini bertujuan untuk menemukan kesamaan atau perbedaan pendapat dari tiap-tiap pasangan.Pada kegiatan ini guru memberikan penguatan atas jawaban siswanya dan membantu siswa mengubah konsep yang salah menjadi
B - 124
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
benar.Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas.Fase terakhir setelah fase elaborasi adalah adalah fase evaluasi (evaluation).Pada fase ini, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen, guru memberikan soal post test dengan tujuan untuk mengukur pemahaman siswa mengenai materi yang telah diajarkan. Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.Selain itu, meminta siswa untuk mempelajari materi selanjutnya. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya dilaksanakan sama seperti pertemuan pertama.
menemukan kesamaan atau perbedaan pendapat dari tiap-tiap pasangan.Pada saat terjadi konflik kognitif, mereka diberi kesempatan untuk menyamakan persepsi dengan teman sebayanya. Mereka dapat mendiskusikan pendapat yang mungkin berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya, kemudian mereka dapat bersama-sama membangun konsep baru (Miyake, 2008 dan Vosniadou, 2007 dalam Kirik dan Boz, 2012). Selain itu, kegiatan diskusi kelompok juga dapat memotivasi siswa yang enggan bertanya untuk mengajukan pertanyaan yang belum mereka pahami (Schunk, 2012). Menurut teori Vygotsky, perkembangan kognitif seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal (faktor biologis) tetapi juga faktor eksternal seperti lingkungan (Trianto, 2009). Hal ini dikarenakan konstruksi pengetahuan akan terjadi saat adanya interaksi dengan orang lain, seperti guru dan siswa atau siswa dengan siswa. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa dapat bertukar ide, saling membuktikan dan mengklarifikasi jawaban sehingga dihasilkan pengetahuan yang baru. Selain itu, mereka dapat saling membantu mengkonstruk pengetahuan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai pembimbing dan motivator bagi siswanya. Guru akan memberikan penguatan terhadap konsep siswa yang benar dan membimbing siswa untuk mengubah konsep yang salah menjadi benar (Bikmaz, Ҫelebí, dan Özer, 2010). Kegiatan pairing dan sharing ini sebagai scaffolding yang diberikan guru atau teman sebayanya yang lebih berkompeten untuk menyelesaikan tugas yang tidak bisa mereka selesaikan secara individu.Scaffolding merupakan sarana belajar yang diberikan guru kepada siswanya dengan melibatkan mereka secara aktif dalam mengkonstruk pengetahuannya. Hal ini bertujuan agar mereka dapat saling bekerja sama dan saling membantu dalam proses memahami suatu materi (Fernandez, Wegerif, Mercer, dan DrummondRojas, 2001).Scaffolding yang diberikan guru berupa kerja sama dengan teman sebayanya akan memberikan dampak yang positif bagi siswa. Hal ini dikarenakan interaksi antar siswa dapat membantu mereka dalam mengkonstruk pengetahuan. Mereka akan saling mendukung
Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle7 Fase - Think Pair ShareTerhadap Hasil Belajar Berdasarkan rata-rata hasil belajar, rata-rata kelas eksperimen sebesar 77 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 71.Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle7 Fase - Think Pair Sharelebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle7 Fase.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase – Think Pair Share berpengaruh terhadap hasil belajarsiswa pada materi kesetimbangan kimia. Rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dikarenakanpada saat fase elaborasisiswa diberi kesempatan secara mandiri untuk menerapkan konsep yang sudah dimiliki ke dalam situasi baru (fase think). Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat menghubungan antar konsep sehingga pemahamannya menjadi semakin baik.Selain itu, pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk mengukur sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari.Setelah menyelesaikan tugas secara individu, mereka diberi kesempatan untuk diskusi dengan pasangannya.Setelah berdiskusi dengan pasangannya, guru meminta pasangan kelompok untuk berbagi informasi yang telah didiskusikan sebelumnya dengan teman sekelas.Kegiatan ini bertujuan untuk
B - 125
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Fernandez, Wegerif, Mercer, dan DrummondRojas, 2001). Dengan kata lain, sikap saling menguntungkan diantara mereka lebih tinggi karena saling membantu dalam belajar dan memungkinkan mereka mendapatkan pemahaman (Slavin, 2008). Scaffolding berada dalam konsep ZPD (Zona Perkembangan Proksimal) Vygotsky. Konsep ZPD menurut Vygotsky (dalam Fernandez, Wegerif, Mercer, dan DrummondRojas, 2001) dinyatakan sebagai berikut: The distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential problem solving as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more able peers. (1978: 86) Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi dalam zona perkembangan proksimal mereka ,yakni antara tingkat perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial. Pada tingkat perkembangan aktual ini, siswa dapat menyelesaikan masalah sendiri sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan tingkat perkembangan potensial, siswa dapat menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain seperti teman sebayanya atau orang yang lebih berkompeten. Artinya, pembelajaran terjadi ketika siswa tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri tetapi sanggup diselesaikan jika ada bantuan dari teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten (Slavin, 2008). Interaksi yang terjadi melalui percakapan di antara siswa akan menghasilkan struktur kognitif yang lebih tinggi. Selain itu, siswa pada kelas eksperimen dituntut untuk bekerja sama dengan teman sebayanya karena pola diskusi yang diterapkan guru lebih terstruktur. Hal ini akan meminimalisir sikap siswa yang kompetitif maupun individualis serta situasi kelas tetap kondusif.
Keberhasilan pembelajaran dapat diketahui setelah melakukan kegiatan evaluasi.Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar siswa memahami materi yang telah diajarkan.Selain untuk memotivasi siswa agar terus belajar (Nungester, R. J., dan Duchastle, P. C., 1982), hasil evaluasi ini dapat dijadikan dasar untuk melihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai. Bentuk evaluasi berupa tes baik tes tulis maupun tes lisan tetapi dalam penelitian ini hanya berupa tes tulis. Selain tes hasil belajar, peneliti melakukan tes retensi . Tes retensi dimaksudkan untuk mengetahui daya ingat siswa terhadap suatu materi yang telah diberikan setelah beberapa minggu pembelajaran berlangsung.Tes retensi dilakukan 1 minggu dan1 bulan setelah siswa mempelajari materi kesetimbangan kimia tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Soal yang digunakan untuk mengukur retensi dikembangkan berdasarkan indikator yang sama dengan indikator tes hasil belajar sehingga kedua tes mengukur konsep yang sama. Redaksional soal pada tes retensi I dibuat berbeda dengan soal tes hasil belajar.Hal ini dikarenakan perbedaan waktu yang hanya 1 minggu setelah tes hasil belajar. Sedangkan redaksional soal pada tes retensi II, dibuat sama dengan tes hasil belajar tetapi dilakukan pengacakan pada nomor soal maupun pilihan jawaban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tes retensi I ada perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai probabilitas< (0,05). Begitu pula pada tes retensi II.Jika dilihat dari nilai rata-rata kelas, pada tes retensi I rata-rata kelas eksperimen sebesar 79, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 58.Pada tes retensi II, rata-rata kelas eksperimen sebesar 80, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 62.Berdasarkan uji statistik dan rata-rata kelas, ada perbedaan yang cukup signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada kedua tes retensi.Namun, jika membandingkan rata-rata kelas eksperimen pada tes retensi I dan II tidak berbeda secara signifikan.Begitu pula pada kelas kontrol. Pada kelas kontrol terjadi penurunan nilai yang cukup signifikan dari nilai hasil belajar sebesar 77 menjadi 58 pada tes retensi I. Hal ini kemungkinan terjadi karena pola diskusi yang
Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle7 Fase - Think Pair ShareTerhadap Retensi
B - 126
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
kurang terstruktur pada saat fase elaborasi. Akibatnya, interaksi antar siswa kurang maksimal.Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh MacKenzi dan White (1982) (dalam Slavin, 2008). Mereka melakukan percobaan dengan menerapkan tiga metode yang berbeda yaitu: 1) metode tradisional yang dilakukan di dalam kelas, 2) metode tradisional yang ditambah dengan kerja lapangan, dan 3) metode tradisional yang menyertakan pengolahan informasi aktif dalam kerja lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan metode ketiga kehilangan 10% informasi sedangkan yang lain kehilangan 40% informasi. Hasil penilitian ini membuktikan bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif berperan dalam ingatan jangka panjangnya (Slavin, 2008).Meskipun demikian hasil tes retensi I dan II menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle7 Fase Think Pair Sharelebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase. Menurut Gagne (dalam Slavin, 1977), ada 8 fase dalam kegiatan belajar antara lain: 1) fase motivasi; 2) fase pengenalan; 3) fase perolehan; 4) fase retensi; 5) fase pemanggilan (recall); 6) fase generalisasi atau transfer informasi; 7) fase penampilan atau pemberian respon; dan 8) fase umpan balik. Fase motivasi berlangsung pada saat fase identifikasi tujuan pembelajaran. Pada fase ini, guru mengidentifikasi tujuan pembelajaran agar siswa lebih memahami kompetensi dasar yang harus dicapai serta dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pada fase pengenalan, guru menggali pengetahuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan materi yang akan dipelajari (fase undangan atau engagement). Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa sehingga timbul rasa ingin tahu tentang topik yang akan dipelajari. Fase perolehan berlangsung pada saat fase eksplorasi dan fase penjelasan atau eksplanasi.Pada fase ini, siswa diajak untuk melakukan kegiatan eksplorasi sumber belajar dan diberi kesempatan untuk menjelaskan hasil eksplorasinya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan memberikan penegasan terhadap konsep siswa.
Fase retensi terjadi pada saat model pembelajaran Think Pair Share diaplikasikan dalam fase elaborasi.Pada fase ini, siswa menerapkan konsep yang sudah dimiliki kedalam situasi baru secara individu.Menurut Pressley (dalam Slavin, 2008), kegiatan ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan daya ingat.Hal ini bertujuan agar siswa dapat menghubungan antar konsep sehingga pemahaman siswa menjadi semakin baik.Setelah mereka berpikir secara individu, mereka diberi kesempatan lagi untuk mendiskusikan pemikirannya dengan teman sebayanya sebelum diskusi kelas berlangsung.Kegiatan ini menunjukkan bahwa terjadi pengulangan kembali (rehearsal) dalam mengkonstruk pengetahuan.Rehearsal sangat penting dalam proses pembelajaran karena informasi yang diperoleh dapat bertahan lama dalam working memory. Akibatnya informasi ini kemungkinan besar akan dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang (Slavin, 2008). Saat fase share berlangsung, guru dapat merangsang ingatan siswa melalui pemberian pertanyaan-pertanyan. Kegiatan ini dapat menolong siswa dalam mengingat atau mengeluarkan informasi-informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Semakin sering kegiatan ini dilakukan akan berdampak pada retensi siswa yang makin baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Model pembelajaran Learning Cycle 7 Fase Think Pair Shareberpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi kesetimbangan kimia. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 77 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 71. 2. Model pembelajaran Learning Cycle7 Fase Think Pair Shareberpengaruh terhadap retensi siswa. Berdasarkan nilai rata-rata kelas, pada tes retensi I rata-rata kelas eksperimen sebesar 79 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 58. Pada tes retensi II, rata-
B - 127
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
rata kelas eksperimen sebesar 80 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 62.
Students’Concepts. Chemistry Education: Research and Practice, (Online), 5 (3): 265-280, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Fernández, M., Wegerif, R., Mercer, N., dan Drummond-Rojas, S. 2001.Reconceptualizing “Scaffolding” and the Zone of Proximal Development in the Context of Symmetrical Collaborative Learning.Journal of Classroom Interaction, (Online), 36 (2): 40-54, (http:// catedra.ruv.itesm.mx), diakses 25 April 2015. Ganaras, K., Dumon, A., dan Larcher, C. 2008. Conceptual Integration of Chemical Equilibrium by Prospective Physical Sciences Teachers.Chemistry Education Research and Practice, (Online), 9 (3): 240-249, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Kimia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Kean, E dan Middlecamp, C. 1984.Panduan Belajar Kimia Dasar. Terjemahan A. Hadyana P. 1985. Jakarta: PT Gramedia. Kirik, Ö. T. dan Boz, Y. 2012.Cooperative Learning Instruction for Conceptual Change in the Concepts of Chemical Kinetics.Chemistry Education Research and Practice, (Online), 13 (3): 221-236, (www.pubs.org/cerp), diakses 25 Juni 2013. Kousathana, M. dan Tsaparlis, G. 2002.Students’Error in Solving Numerical Chemical-Equilibrium Problems.Chemistry Education Research and Practice, (Online), 3 (1): 5-17, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Larasati, K. 2012. Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle 5-E dan Problem Solving Pada Materi Kesetimbangan Kimia Terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Batu. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Madu, B. C. dan Amaechi C. C. 2012. Effect of Five Step Learning Cycle Model on Students’Understanding of Concepts
DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. 2007. Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh.Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azlina, N. A. 2010. CETLs: Supporting Collaborative Activities Among Students and Teachers Throught the Use of Think-Pair-Share Techniques. IJCSI International Journal of Computer Science Issue, (Online), 7 (5): 18-29, (www.ijcsi.org), diakses 25 Juni 2013. Bikmaz, F. H., Ҫelebí, Ö., Ata, A., dan Özer, E. 2010. Scaffolding Strategies Applied by Student Teachers to Teach Mathematics.The International Journal of Research in Teacher Education, (Online), 1 (Special Issue): 25-36, (http://ijrte.eab.org.tr/1/spc.issue/3f.hazi r.pdf), diakses 25 April 2015. Chang, R. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga. Terjemahan Suminar Setiati Achmadi. 2005. Jakarta: Erlangga. Coll, R. K. dan Taylor, T. G. N. 2001.Using Constructivism to Inform Tertiary Chemistry Pedagogy.Chemistry Education: Research and Practice in Europe, (Online), 2 (3): 215-226, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dimyati dan Mudjiono. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Doymus, K. 2007. Teaching Chemical Equilibrium With the Jigsaw Technique,(Online), (http://kemaldoymus.files.wordpress.co m), diakses 25 Juni 2013. Eybe, H. dan Schmidt, H-J. 2004. Group Discussion As a Tool for Investigating
B - 128
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
Related to Elasticity. Journal of Education and Practice, (Online), 3 (9): 173-181, (http://www.iiste.org), diakses24 September 2013. Nuhoǧlu, H. dan Yalҫin, N. 2006.The Effectiveness of the Learning Cycle Model to Increase Students’Achievement in the Physics Laboratory. Journal of Turkish Science Education, (Online), 3 (2): 49-65, (http://www.tused.org), diakses24 September 2013. Nungester, R. J. dan Duchastle, P. C. 1982.Testing Versus Review: Effects on Retention.Journal of Educational Psychology, (Online), 74 (1): 18-22, (https://www.gwern.net/docs/spacedrepe tition/1982-nungester.pdf), diakses 25 April 2015. Özmen, H. 2008. Determination of Students’Alternative Conceptions About Chemical Equilibrium: a Review of Research and the Case of Turkey. Chemistry Education Research and Practice, (Online), 9 (3): 225-233, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Quílez, J. 2004. Changes in Concentration and in Partial Pressure in Chemical Equilibria: Students’ and Teachers’ Misunderstanding. Chemistry Education Research and Practice, (Online), 5 (3): 281-300, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Raviolo, A. dan Garritz, A. 2009. Analogies in the Teaching of Chemical Equilibrium: a Synthesis /Analysis of the Literature. Chemistry Education Research and Practice, (Online), 10 (1): 5-13, (http://pubs.rsc.org), diakses 10 Februari 2014. Sadi, Ö. dan Ҫakiroǧlu, J. 2010.Effects of 5E Learning Cycle on Students’Human Circulatory System Achievement.Journal of Applied Biological Science, (Online), 4 (3): 6367, (www.nobel.gen.tr),diakses24 September 2013. Slavin, R. E. 1977.Educational Psychology Third Edition. Boston: Allyn and Bocon.
Slavin, R. E. 2006.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan. Terjemahan Marianto Samosir. 2008. Jakarta: PT Indeks. Schunk, D.H. 2012. Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan Edisi Keenam. Terjemahan Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, N. S. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2007. Yogyakarta: Cemerlang Publisher. Zahri, F. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Kualitas Proses, Hasil Belajar, dan Retensi Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Indrapuri Aceh Besar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Zarotiadou, E. dan Tsaparlis, G. 2000. Teaching Lower-Secondary Chemistry With a Peagetian Constructivist and a Ausbelian Meaningful-Receptive Method: a Longitudinal Comparison. Chemistry Education: Research and Practice in Europe, (Online), 1 (1): 3750, (http://pubs.rsc.org), diakses 21 Juni 2013.
B - 129