No. 8 - November 2012
PENERAPAN KONSEP KONSERVASI AGRO-EKOSISTEM PADA BUDIDAYA DURIAN Durian (Durio sp.) merupakan salah satu tanaman buah tropika yang telah berkembang dan sangat populer ASEAN. Komoditas ini menyimpan potensi ekonomi yang besar sebagai salah satu penggerak ekonomi dari sektor pertanian. Negara tetangga, Thailand, telah membuktikannya. Malaysia dan Vietnam juga sedang mengikuti langkah Negara ini. Di Indonesia sendiri, durian mampu menempati posisi ke-4 produksi buah nasional setelah pisang, jeruk, dan mangga. Indonesia merupakan produsen durian terbesar ke-3 di dunia dengan total produksi berkisar 500700 ribu ton per tahun. Namun demikian kawasan penghasil buah durian umumnya masih bergantung pada tanaman pekarangan dan semi hutan yang diwarisi secara turun temurun. Pohon tumbuh alami tanpa perawatan yang memadai. Lebih dari 70% kebun durian masih dikelola secara subsisten, akibatnya kualitas dan produktivitas tidak mampu memenuhi harapan konsumen. Budidaya durian secara intensif perlu digalakkan ditengah masyarakat. Namun demikian, memperhatikan isu-isu terkini berkaitan dengan lingkungan, penurunan kualitas tanah akibat 16
residu pestisida dan pupuk buatan, serta serangan penyakit tular tanah seperti Phytophthora palmivora, kiranya budidaya durian ke depan perlu diperhitungkan aspek konservasi lingkungan agroekosistem, terutama memanfaatkan fauna tanah dalam menjaga kesuburan secara berkelanjutan. Keanekaragaman mikrob dan fauna tanah di tanah (di atas/di bawah permukaan) memiliki peran dalam proses dekomposisi dan mineralisasi hara tanah. Perubahan status budidaya dari subsisten ke cara intensif umumnya memberi dampak negatif pada penurunan status hara tanah, karena terjadi pengurasan hara oleh produktivitas tanaman yang tinggi. Lebih dari itu, beberapa praktek budidaya intensif justru tidak memberi ruang bagi perkembangan mikrob dan fauna tanah. Suatu teladan tanaman yang dikelola secara intensif seperti pada tanaman kakao, kasus yang umum terjadi adalah defisiensi nitrogen, hal ini berkaitan dengan proses mineralisasi nitrogen yang lajunya dikendalikan oleh interaksi antara mikrob dan fauna tanah. Hilangnya mikrob dan fauna tanah menyebabkan reduksi mineralisasi nitrogen
iptek hortikultura
hutan, durian memiliki perakaran yang disebut ectomycorrhizal root yang berfungsi menyerap air dan hara dari lapisan humus yang tebal di permukaan tanah. Akar ini berukuran cukup besar bila dibandingkan dengan akar serabut tanaman lain, berbentuk gilig dan berwarna kuning kemerahan, akan terlihat tumbuh merata di bawah permukaan tajuk tanaman durian. Pada tanah yang padat, perakaran ini dapat muncul dalam kumpulan kecil bergerombol sedikit disela-sela retakan tanah, dan akan tampak sekali pada tanah yang mengandung banyak bahan organik. Perakaran ini sangat sensitif terhadap sengatan matahari maupun genangan air. Pada permukaan KARAKTER DASAR TANAMAN DURIAN tanah yang tertutup mulsa atau serasah akan terlihat Ada dua karakter dasar yang perlu diperhatikan segar dan banyak. Sebaliknya pada tanah yang terlebih dahulu berkaitan dengan aspek agro- terbuka akar mengering bila tekena matahari dan membusuk bila tergenang air. ekosistem, sebagai berikut:
sampai 61%, sehingga untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman diperlukan tambahan pupuk nitrogen yang tinggi. Apabila kondisi ini terjadi pada tanaman durian, maka berakibat buruk karena penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan dapat meningkatnya serangan penyakit P. palmivora. Masalah yang serupa bisa juga terjadi pada tanaman durian yang sebelumnya tumbuh alami dan diubah ke budidaya intensif untuk keperluan industri. Sehingga dengan menerapkan konsep konservasi agro-ekosistem diharapkan kegiatan budidaya durian ke depan lebih efisien dan berkelanjutan.
Tanaman Asal Habitat Hutan Durian merupakan tanaman hutan dan belum terdomestikasi secara penuh. Hal ini dapat dilihat dari varietas-varietas durian yang ada merupakan pemutihan dari hasil seleksi pohon tunggal yang tidak jarang merupakan tanaman yang tumbuh liar. Sehingga benih yang sampai ke pekebun merupakan siklus perbanyakan kedua atau ketiga. Kondisi ini berakibat pada rendahnya daya adaptasi. Tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal bila ditanam di luar daerah asal.
INTERAKSI TANAMAN DAN AGRO-EKOSISTEM
Secara alami tanaman dan lingkungan agro-ekosistem saling berkaitan satu sama lain membentuk keseimbangan. Inilah yang menyebabkan tanaman durian yang tumbuh liar di hutan lebih tahan dan berumur lama. Karena antara tanaman dan unsur agro-ekosistem biotik (fauna dan mikroorganisme) dan abiotik (tanah, bahan organik, bebatuan, dan iklim mikro) Perakaran Ektomikoriza saling berkait dan saling memengaruhi satu Tanaman durian memiliki karakter akar sama lain. Tanaman dan herba berperan dalam serabut yang cukup unik. Sebagai tanaman asal menahan paparan langsung sinar matahari terhadap
Gambar 1. Kondisi yang kontras tanaman durian di habitat asal (kiri) dan di kebun yang dikelola secara intensif (kanan)
17
No. 8 - November 2012
Gambar 2. Akar serabut ectomycorrizal durian sensitif terhadap cekaman kekeringan dan genangan air
tanah sehingga dapat melindungi fauna dan mikroorganisme tanah serta menjadi penyangga dari fluktuasi suhu siang dan malam. Organ-organ tanaman juga menyediakan bahan organik sebagai bahan makanan serta memperbaiki struktur tanah bagi kelangsungan hidup sebagian fauna dan mikroorganisme. Kondisi ini dapat meningkatkan proses dekomposisi bebatuan menjadi unsur hara. Kondisi lingkungan seperti ini memberikan tempat yang optimal bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang (Gambar 3). Apabila terjadi perubahan pada salah satu unsur, maka dapat menggangu keseimbangan dan mempengaruhi unsur yang lain. Pada tanaman durian yang ditanam secara monokultur, biasanya pekebun melakukan pembersihan daerah di bawah tajuk secara berlebihan, sehingga tanah menjadi terbuka. Pada saat musim kemarau perakaran akan terpapar matahari langsung sehingga perakaran menjadi kering dan mati, sedangkan pada musim hujan, aliran air permukaan akan membawa tanah dan bahan organik serta menyebabkan pencucian hara. Pada keadaan lebih lanjut tanaman akan merana karena lingkungan tumbuh sudah tidak mendukung lagi.
Gambar 3. Ilustrasi interaksi antarunsur biotik dan abiotik pada tanaman durian di habitat alami
alami, sehingga permukaan tanah tidak terdedah langsung pada matahari dan suhu siang malam akan lebih stabil. Kondisi ini penting pada saat tanaman berumur muda, di mana tajuk durian belum menutup seluruh permukaan area tanaman. Penutup tanah bisa menggunakan tanaman yang umum digunakan seperti kacang-kacangan, atau tanaman produktif yang ditanam sebagai tumpangsari seperti tanaman palawija. Sistem tanam tumpangsari sebenarnya sudah banyak diterapkan pada tanaman durian, terutama dengan tanaman perkebunan kopi atau kakao. Sistem ini memberikan keuntungan ganda, selain untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pokok juga memberikan hasil tambahan. Bila ditumpangsari dengan tanaman semusim juga berarti akan memberikan pendapatan secara dini. Kelebihan ini dapat di terapkan untuk meningkatkan minat pekebun yang selama ini ditengarai rendah karena beranggapan kalau menanam durian membutuhkan waktu yang lama yaitu 5-7 tahun untuk memetik hasilnya. Dengan tumpangsari memetik hasil hanya selama umur tanaman semusim, karena pada 4 tahun pertama durian seolah-olah sebagai tanaman sela. Pada situasi yang tidak memungkinkan pelaksanaan tumpangsari karena keterbatasan ASPEK BUDIDAYA TERKAIT KONSEP tenaga atau tanaman yang sudah cukup rapat, KONSERVASI AGRO-EKOSISTEM kita dapat memanfaatkan sisi positif dari gulma. Pada tanaman semusim mungkin tumbuhan herba Penutup Tanah dan Tumpang Sari dapat mengganggu karena terjadi persaingan di Tanaman penutup tanah diterapkan untuk antara keduanya dan gulma bisa mendominasi. menciptakan kondisi seperti keadaan pada habitat Sebaliknya pada tanaman pohon, gulma berada 18
iptek hortikultura
Gambar 4. Tanaman tumpangsari berfungsi ganda, untuk penutup tanah, sumber bahan organik, dan penghasilan tambahan untuk petani
pada posisi di bawah tajuk tanaman, sehingga tidak dapat mendominasi tanaman pokok, dan akan mati kalau tajuk tanaman pokok sudah saling bertemu. Nilai positif herba pada tanaman durian disamping sebagai sebagai penutup tanah, ia juga berperan dalam menyediakan bahan organik, dan mencegah pencucian pupuk dengan menahan laju aliran permukaan. Fungsi penting yang mungkin sering dilupakan ialah rumput-rumputan yang mampu menyimpan sementara pupuk yang diberikan pada tanaman. Setiap kali tanaman pokok diberi asupan pupuk, tidak semuanya langsung diserap, tetapi sebagian diserap oleh gulma. Selanjutnya tumbuhan ini menghasilkan bahan organik yang terdekomposisi menjadi hara tanaman. Untuk menjaga nilai estetika, maka rumput dan gulma yang tumbuh cukup dipotong. Bila perlu disemprot dengan mikrob dekomposer yang banyak tersedia di pasaran. Penggunaan Pupuk Organik Bahan organik merupakan sumber nutrisi super lengkap bagi tanaman. Ia tidak saja mengandung unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, Mg) dan mikro (Mn, Zn, Fe, Cu), tetapi juga unsur yang lebih sedikit jumlahnya (unsur nano) seperti asam organik (asam humat, laktat, oksalat, fulat, asetat), ZPT (auksin, sitokinin, giberelin), dan polifenol. Kelengkapan nutrisi yang dikandung bahan organik tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan pabrik, karena sebagian senyawa-senyawa yang lebih kecil ini belum dapat disintesis sehingga tidak dapat tersedia secara buatan. Satu-satunya
Gambar 5. Rumput gulma yang tumbuh di bawah pohon durian berperan positif dalam konservasi agro-ekosistem
sumber hanya dari bahan organik. Hal inilah yang menyebabkan tanaman yang diberi asupan bahan organik lebih vigor dibandingkan dengan pemberian pupuk buatan. Namun yang perlu diingat ialah tingkat kematangan bahan organik, terutama yang berasal dari pupuk kandang harus dipastikan telah matang sempurna. Bukan pupuk kandang yang masih baru, karena proses fermentasi pupuk kandang yang masih baru justru dapat merusak perakaran tanaman. Bahan organik yang sudah umum dapat digunakan berupa kompos dan bokasi. Sekarang juga tersedia pupuk organik pabrikan atau pupuk organik cair (POC) yang dapat dibuat dari bahan yang tersedia di sekitar kita. Bahan organik bermanfaat untuk meningkatkan pasokan hara, memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah yang dibutuhkan tanaman agar tumbuh 19
No. 8 - November 2012
Gambar 6. Perbandingan kondisi perakaran durian akibat penyiangan berlebihan di daerah bawah tajuk (kiri) dan pemberian mulsa serasah (kanan)
dengan baik. Bahan organik merupakan salah satu bahan agregat dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah antara lain terhadap peningkatan porositas tanah, sedangkan terhadap sifat biologi, bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation dan anion, pH tanah, daya sangga tanah, serta terhadap keharaan tanah. Secara khusus pada tanaman durian, bahan organik bermanfaat juga untuk menekan serangan cendawan P. palmivora. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pupuk kandang ayam merupakan sumber bahan organik yang paling baik dan mampu menekan pertumbuhan protista ini pada durian. Pemberian bahan organik juga diduga dapat meningkatkan daya tahan dan recovery tanaman durian terhadap serangan penyakit. Beberapa kasus tanaman terserang penyakit P. palmivora di 20
lapangan dapat kembali normal setelah aplikasi bahan organik. Penyiangan Bawah Tajuk ke Arah Dalam Praktek kultur teknis yang biasa diterapkan pada budidaya durian secara intensif ialah pengelolaan areal bawah tajuk tanaman. Pengelolaan yang baik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebaliknya kesalahan yang sering terjadi yaitu penyiangan tanpa mengembalikan material ke daerah perakaran. Pada kasus yang parah daerah perakaran jadi cekung akibat dicangkul dari tengah ke bagian tepi. Praktek ini menyebabkan rusaknya sistem perakaran, terutama akar ektomikoriza. Pada musim kemarau perakaran mengering, sedangkan pada musim hujan tanaman tergenang air sehingga busuk dan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Untuk menghindari efek negatif, penyiangan dilakukan dari tepi menuju ke bagian tengah, atau cukup dilakukan dengan mencabut dan mengembalikan rumput ke bawah tajuk sebagai mulsa. Bila memungkinkan hindari menggunakan cangkul saat membersihkan areal ini maupun saat memupuk. Pupuk sebaiknya disebar merata di areal bawah tajuk kemudian ditutup dengan
iptek hortikultura
mulsa/seresah serta ditimbun tanah dari tepi tajuk, 7. Kementerian Pertanian 2012, Basis data statistik pertanian, diunduh Juli 2012
.
PENUTUP
8. Muryati, L, Octriana, D, Emilda, PJ, Santoso & Sunarwati, D 2009, ‘Effect of organic fertilizers on susceptibility of pottet durian seedlings to Phytophthora diseases’, J. Fruit and Ornam. Plant Res., vol. 17, no. 1, pp. 67-77.
Pemulsaan dan tumpangsari, penggunaan bahan organik, serta penyiangan kearah tengah areal bawah tajuk tanaman pada budidaya 9. Rais, M & Wahjudi, T 1991, ‘Kajian pemasaran dan durian sesuai dengan prinsip konservasi agrousahatani buah durian di Sumatera Barat’, Penel ekosistem. Bila praktik budidaya ini dilaksanakan Hort., vol. 4, no. 2, pp. 85-9. secara konsisten dapat meningkatkan efisiensi 10. Rusong, W 2007, ‘Understandingeco-complexity penggunaan pupuk dan menjaga budidaya durian and promoting ecology of sustainability: Beijing secara berkelanjutan. ecosummit 2007, Review’, Acta Ecol Sinica, vol. 28, pp. 2651-54.
PUSTAKA 1. Atmojo, SW 2003, Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya pengelolaannya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, diunduh 8 Oktober 2012
suntoro.staff.uns.ac.id/files/2009/04/pengukuhan-prof-suntoro.pdf>.
2. Brown, MJ 1997, Durio-A bibliographic review, in Arora, RK, Rao, VR & Rao, AN (eds.), IPGRI office for South Asia, New Delhi. 3. Brussaard, L, de Ruiter, PC & Brown GG 2007, Soil biodiversity for agriculture sustainability, Agric. Ecosyst. Environ., vol. 121, pp. 233-44. 4. Drenth, A & Guest, DI 2004, Diversity and management of Phytophthora in Southeast Asia, BPA print Group Pty Ltd. Australia, ACIAR Monograph, no . 114, pp. 10-28. 5. Hatermink, AE 2005, ‘Nutrient stock, nutrient cycling, and soil changes in cocoa ecosystems: A Review’, Advances in Agron., vol. 86, pp. 227-53. 6. Hunt, HW & Wall, DH 2002, ‘Modelling the effectsof loss of soil biodiversity on ecosystem function’, Global Change Biol., vol. 8, pp. 33-50.
11. Santoso, PJ & Hermanto, C 2012, ‘Keragaan budidaya dan sebaran panen durian di Indonesia’, Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Surabaya, 13-14 Nopember. 12. Santoso, PJ & Nasution, F 2009, Current status and expectation of grower and vendor to type of local durian. 13. Schimel, JP & Bennet, J 2004, ‘Nitrogen mineralization: Challenges of a changing paradigm’, Ecol., vol. 85, pp. 591-602. 14. Senapati, BK, Lavelle, P, Paniraghi, PK, Giri, S & Brown, GG 2002, Restoring soil fertility and enhancing productivity in Indian tea plantations with eartworms and organic fertilizers, accessed 8 Oktober 2012 <www.fao.org/Ag/AGL/agll/ soilbiod/cases/caseA1.pdf> . 15. Yelianti, U, Kasli, Kasim M & Husin EF 2009, ‘Kualitas pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan dekomposernya’, J. Akta Agrosia, vol. 12, no. 1, pp. 1-7. Santoso, PJ Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan, KM 8, Solok Sumatera Barat 27301
21