TUGAS PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM “Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran di Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo”
Disusun oleh: Nimas Ayu Kinasih
115040201111157
KELAS L PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013
DAFTAR ISI
Daftar Isi
…………………………………………………………………….……………1
Ringkasan
……………………….…………………………………………………………2
Bab 1. Pendahuluan ………………………………………………………………………….4 Bab 2. Problematika Wilayah
………………………………………………………….7
Bab 3. Pelaksanaan atau Praktek Budidaya ………………………………………………...11 Bab 4. Analisis Usahatani Bab 5. Kesimpulan
…………………………………………………………..…….19
……………………………………………………………………...…23
1|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
RINGKASAN
Berdasarkan letak geografis dan ketinggian Kabupaten Sidoarjo berpotensi sebagai daerah pantai dan pertambakan air asin/payau, tambak yang berair tawar, dan pertanian. Sedangkan lahan di Sidoarjo telah digunakan sebagai permukiman, industri, pertambangan, pertambakan, dan pertanian. Namun akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk, menjamurnya industri, dan telah terjadinya luapan lumpur lapindo, penggunaan lahan pertanian semakin menyempit dan terjadi pencemaran lingkungan, sehingga produksi pertanian semakin menurun. Meskipun demikian, di Kecamatan Wonoayu masih memiliki lahan pertanian yang relatif lebih luas daripada kecamatan lainnya. Oleh karena keterbatasan lahan pertanian, maka masyarakat Wonoayu menerapkan pertanian “peri urban”, dimana lokasi lahan pertanian di pinggiran perkotaan, sehingga memudahkan produsen untuk mengakses produknya ke konsumen dan mengurangi tingkat kerusakan produk. Dan dengan alasan tersebut, maka petani memilih tanaman sayuran yang unggul, memiliki nilai ekonomis tinggi, dan banyak digemari oleh masyarakat perkotaan. Masyarakat menerapkan sistem pertanian tumpang sari dalam sebedeng lahan dengan tanaman kangkung darat, sawi, dan bayam, sehingga dalam sekali panen menghasilkan beragam tanaman dengan menggunakan teknik budidaya sayur seperti pada umumnya dari persiapan benih hingga pasca panen. Pertanian ini memberikan pendapatan dan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat, sehingga menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bila dianalisis berdasarkan usahataninya dari tahun 1999 hingga saat ini (2013) dapat diperoleh bahwa besarnya biaya tenaga kerja disebabkan oleh tenaga kerja penyiraman. Berdasarkan harga jual tersebut, nampak bahwa penerimaan tertinggi dari usahatani per satuan luas diperoleh dari usahatani sawi, yaitu Rp 299.000,-/250 m2 dan terendah diperoleh dari usahatani bayam sebesar Rp 135.850,-/200 m2. R/C ratio tertinggi diperoleh dari usahatani sawi yaitu 1,51% dan terendah adalah usahatani bayam yaitu 1,35%. Semua ini memiliki perbedaan pada masing-masing sayuran yang dibudidaya, tergantung luas lahan garapan dan kepandaian petani dalam mengolahnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa BEP usahatani sawi, bayam dan kangkung berturut-turut sebesar Rp 35.530; Rp 25.000,-; dan Rp 38.890,-. Nilai BEP ini dapat dicapai pada skala minimum usaha seluas 27,5 m2 (untuk sawi); 36 m2 (untuk bayam); dan 60 m2 (untuk kangkung). Artinya bila petani di kecamatan Wonoayu mengusahakan tanaman sawi, bayam, dan kangkung seluas di atas skala minimum 2|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
tersebut, akan memperoleh keuntungan. Sebaliknya bila luas usahataninya berada di bawah luasan skala minimum akan mengalami kerugian Namun setelah dianalisis ternyata terdapat beberapa masalah yang kurang mendukung pertanian di Wonoayu, antara lain: kepemilikan lahan yang relatif sempit, lahan umumnya bukan milik petani, keterbatasan modal, sering terjadi anomaly cuaca, dan kurangnya pengetahuan petani terhadap penerapan teknologi pertanian, sehingga dibutuhkan pembekalan pengetahuan sebagai dasar dalam pelaksanaan usahatani. Selain itu, kesesuaian lahan untuk budidaya sayuran termasuk cukup sesuai dengan faktor pembatas suhu dan kelembaban. Namun hal ini dapat diatasi dengan memberikan naungan dan melakukan penyiraman secara teratur pada musim kemarau. Nilai BEP dan Skala Minimum tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam usahatani. Selain itu solusi lain dapat pula dilakukan budidaya tanaman kedelai yang sangat sesuai dengan daerah Wonoayu dan unggul secara kompetitif. Dapat pula masyarakat menerapkan teknik urban farming dengan memanfaatkan lahan sempit di rumah.
Meskipun demikian, pertanian ini juga didukung oleh adanya Pusat Studi dan Pengembangan Agribisnis Hortikultura (PUSPA LEBO) yang memiliki fungsi sebagai tempat pelatihan pelayanan dan agrowisata bagi masyarakat. Selain itu, ada pula pasar induk modern (PUSPA AGRO) sebagai penyalur hasil produksi pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan dari produsen kepada konsumen serta sebagai tempat pelatihan dan pendidikan bagi petani.
3|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
BAB I PENDAHULUAN
Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari kondisi geografis wilayah terletak pada 112,50 – 112,90 Bujur Timur dan 7,30 – 7,50 Lintang Selatan. Luas wilayah laut Kabupaten Sidoarjo berdasarkan perhitungan GIS sampai dengan 4 mill ke arah laut adalah + 201,6868 Km2. Batas Administrasi wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah: Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik (sebelah Utara), Selat Madura (sebelah Timur), Kabupaten Pasuruan (sebelah Selatan), dan Kabupaten Mojokerto (sebelah Barat). Kabupaten Sidoarjo secara administrasi terdiri dari 18 wilayah kecamatan, yang terbagi atas 31 kelurahan dan 322 desa. Kecamatan Jabon dan Sedati merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Sidoarjo, yaitu: 8.099,75 Ha dan 7.943 Ha. Suhu udara Kabupaten Sidoarjo berkisar 20,35 derajat celcius. Curah hujan di Kabupaten Sidoarjo yang cukup tinggi terjadi di bulan Maret 2005 dan hari hujan terbanyak terdapat pada bulan Februari 2005. Ketinggian Kabupaten Sidoarjo dari permukaan air laut adalah: 0-3 meter merupakan daerah pantai dan pertambakan yang berair asin/payau berada di belahan timur seluas 27, 011,25 Ha atau 37, 82 %; 3-10 meter merupakan daerah bagian tengah sekitar jalan protokol yang berair tawar seluas 25, 889 Ha atau 36,24 %; dan 10-25 meter terletak di daerah bagian barat seluas 18.524 Ha atau 25,94 %. Sumberdaya alam adalah salah satu modal bagi keberlanjutan pembangunan daerah karena sumberdaya alam memiliki peranan penting dalam perekonomian. Untuk itu, sumberdaya alam harus di kelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan oleh daerah secara merata dan optimal, terutama untuk sumberdaya alam tak terbarukan (Non-renewable resources). Penggunaan lahan di Kabupaten Sidoarjo dapat diklasifikasikan menjadi 11 jenis penggunaan lahan yaitu perkampungan, industri, pertambangan, sawah, pertanian lahan kering, hutan (tanah bakau), perairan (darat dan tambak), tanah terbuka, jalan, sungai/saluran irigasi, lain-lain. Luas penggunaan lahan atau luas wilayah dataran Kabupaten Sidoarjo adalah 71.424,25 Ha. Pertanian dan perikanan, di Sidoarjo mengalami penyempitan luas lahan dan cenderung turun sehingga hasil produksinya juga cenderung mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan adanya perubahan peruntukan lahan, termasuk untuk lahan industri baru dan untuk pengembangan pemukiman. Penggunaan lahan terbesar pada tahun 2001 adalah lahan persawahan seluas 26.335,1513 Ha. Lahan sawah tersebut dibagi menjadi 4 yaitu sawah 4|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
teknis, semi teknis, non PU, dan tadah hujan. Luas terbesar lahan persawahan adalah sawah teknis seluas 25.339,4771 Ha, sawah irigasi teknis seluas 474,727 Ha, sawah non PU seluas 303,6392 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 217,308 Ha. Penggunaan lahan persawahan terluas di Kabupaten Sidoarjo adalah Kecamatan Wonoayu seluas 2.168,3679 Ha dan Kecamatan Prambon seluas 2.151,3282 Ha. Keadaan sosial budaya di Kabupaten Sidoarjo saat ini sudah mencapai keadaan yang ideal, dimana masyarakatnya sangat terbuka pada perubahan dan kemajuan peradaban namun masih masih bisa mempertahankan dan memelihara kultur asli Sidoarjo sebagai sebuah Kabupaten yang dulunya pernah menjadi pusat pemerintahan sebuah kerajaan di tanah jawa. Kondisi demografi Kabupaten Sidoarjo secara umum relatif stabil dan cukup kondusif, dengan jumlah penduduk di tahun 2005 sebanyak 1,448,393 tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif stabil yaitu rata-rata 2,5 % pertahun. Secara umum permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kependidikan yang profesional, kualitas pendidikan, serta kurang terwujudnya pemerataan pendidikan di segenap lapisan masyarakat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada terwujudnya pemerataan pendidikan, peningkatan mutu serta pengembangan sarana dan prasarana pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu berdaya saing serta berakhlak mulia. Kondisi umum yang dihadapi bidang tenaga kerja pada akhir tahun 2000 adalah jumlah penganggguran yang tercatat sebesar 34.667 tenaga kerja dari 675.432 orang angkatan kerja dan 1,3 juta penduduk Sidoarjo atau hanya 5,13 % dari jumlah total angkatan kerja dan 2,48 % dari total penduduk Sidoarjo. Di sisi lain, angka perselisihan hubungan industrial yang berujung pada pemutusan hubungan kerja juga masih tinggi. Belum mantapnya hubungan industrial di perusahaan, masih dipengaruhi rendahnya kesejahteraan tenaga kerja. Ditinjau dari aspek struktur kependudukan, penataan, dan penyebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan terjadi penumpukan/kantong-kantong tenaga kerja yang tidak terserap di pasar kerja. Data tahun 2002 menunjukkan lonjakan pencari kerja tidak diikuti dengan kebutuhan pemberi kerja. Data lonjakan pencari kerja ini terus berlanjut ke tahuntahun berikutnya. Apabila masalah pencari kerja ini tidak cepat teratasi maka akan menyebabkan masalah-masalah baru. Masalah-masalah baru itu antara lain adalah meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya jumlah kejahatan, dan masalah sosial lainnya. 5|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Kebutuhan pendidikan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan pendidikan yang selalu meningkat ini juga diikuti oleh peningkatan kualitas pengajar, sarana dan prasarana serta peningkatan kualitas anak didik di Kabupaten Sidoarjo. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan programprogram Kabupaten. Struktur Ekonomi Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat berdasar Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADHB). Dari tahun ke tahun PDRB ADHB mengalami peningkatan 13,85%. Namun demikian, faktor peningkatnya dari tahun ke tahun tersebut sebenarnya mengalami penurunan kecuali pada tahun 2004. Kabupaten Sidoarjo memiliki tingkat rata-rata PDRB atas harga konstan yang cukup tinggi, dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata PDRBnya sebesar 4,05 miliar rupiah, dan jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya maka posisi Kabupaten Sidoarjo adalah terbesar kedua setelah Kota Surabaya, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 4% per tahun. Jika dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan, periode tahun 1995-2004 maka unsur yang paling dominan dalam PDRB tersebut adalah sektor-sektor industri yang terbagi dalam 9 sektor yaitu rata-rata sebesar 5,4 miliar rupiah pertahun. Empat sektor yang mempunyai distribusi besar bagi PDRB ADHB Kabupaten Sidoarjo adalah sektor industri pengolahan, perdagangan, pertanian dan angkutan & komunikasi. Sementara itu, sektor yang mengalami peningkatan distribusi adalah Listrik, Gas dan Air Bersih, Konstruksi, Perdagangan dan Angkutan dan Komunikasi. Kabupaten Sidoarjo memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan selama periode 2000-2004 yaitu rata-rata sebesar 4,47 %. Laju pertumbuhan tertinggi adalah pada tahun 2004 yaitu sebesar 6,03 % (sumber: Analisis Indikator Makro Propinsi Jawa Timur, 2004). Dengan laju pertumbuhan yang demikian dapat dijelaskan bahwa perekonomian Kabupaten Sidoarjo di masa mendatang akan menjadi kondusif dan progresif. Oleh sebab itu, dari beberapa faktor lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi Kabupaten Sidoarjo, khususnya di Kecamatan Wonoayu memiliki potensi dalam melakukan pertanian “peri urban”. Peri urban memiliki keunggulan untuk memproduksi beberapa komoditas sayuran yang relatif mudah rusak (perishable), seperti bayam, kangkung, dan sawi (caisin) yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki tingkat konsumsi masyarakat perkotaan yang tinggi. Dengan lokasi yang berada di pinggiran kota dan tidak jauh dari pusat konsumen di perkotaan, maka petani Wonoayu dapat lebih cepat dalam mendekatkan produsen dengan konsumen untuk mengurangi kerusakan produk dan biaya transportasi. 6|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
BAB II PROBLEMATIKA WILAYAH
Analisis SWOT dalam problematika wilayah pengembangan budidaya mangga pondoh adalah : 1. Strengths | Kekuatan
Pendapatan pertani dan pemerintah kabupaten akan bertambah serta dengan pertanian “peri urban” budidaya sayuran dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Sidoarjo.
Sayuran (sawi, kangkung darat, dan bayam) merupakan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan lahan yang cukup tersedia dan sesuai di kabupaten Sidoarjo, khususnya pada kecamatan Wonoayu.
Di Sidoarjo terdapat Pusat Studi dan Pengembangan Agribisnis Hortikultura (PUSPA LEBO) berlokasi di Kebun Benih Lebo Kabupaten Sidoarjo, yang bertujuan sebagai etalase sosok pertanian modern yang memberikan pelatihan pelayanan agribisnis sekaligus tempat rekreasi (agrowisata) yang dapat menarik minat generasi muda untuk menggeluti bidang pertanian.
Terdapat pasar induk modern yang khusus menjual hasil
produksi pertanian,
perkebunan, perikanan, dan peternakan yang bernama PUSPA AGRO di Jemundo, Kecamatan Sidoarjo. PUSPA AGRO didirikan di lahan seluas 50 ha pada tanggal 17 Juli 2010, yang tidak hanya sebagai pusat perdagangan, hunian, dan logistik hasil bumi, tetapi juga sebagai tempat pelatihan dan pendidikan bagi petani, generasi muda, maupun masyarakat umum. 2. Weakness | Kelemahan
Kepemilikan lahan yang relatif sempit, lahan usahatani umumnya bukan milik petani (sewa ataupun bagi hasil), keterbatasan modal, sering terjadinya anomali cuaca, serta masih
kurangnya
pengetahuan
petani
terhadap
penerapan
teknologi
untuk
meningkatkan produktivitas lahan, sehingga perlu dibekali pengetahuan untuk dasar pengambilan keputusan dalam melaksanakan usahataninya. 7|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Masih banyaknya terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri dan pemukiman di beberapa daerah. Hal ini terjadi karena urusan pertanahan masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga Pemerintah Kabupaten Sidoarjo belum melaksanakan kegiatan urusan pertanahan. Namun pemerintah kabupaten juga telah menetapkan kebijakan dalam penggunaan lahan.
Eksplorasi dan eksplorasi energi SDA mineral di kawasan pemukiman yang tidak memperhatikan lingkungan mengakibatkan kerusakan ekosistem dan lingkungan.
Pemerintah dan masyarakat belum dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi air bersih, meskipun tingkat pencemaran BOD dan COD terhadap air sungai di Kabupaten Sidoarjo dimungkinkan bisa lebih tinggi dari tahuntahun sebelumnya. Namun pada tahun 2006 sudah terdapat 40 perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan limbah cair.
Tradisi dan budaya asli kabupaten Sidoarjo belum dimanfaatkan secara maksimal.
Heterogenitas budaya dan suku bangsa memicu konflik sosial.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya makanan yang berimbang, bergizi, dan beragam bagi kesehatan, sehingga kabupaten Sidoarjo dapat melakukan pengembangan gizi dan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan teknologi. Hal ini dapat disosialisasikan kepada masyarakat oleh kader PKK di desa-desa.
Dengan bertambahnya penduduk menyebabkan peningkatan volume sampah, terjadinya alih fungsi lahan, peningkatan pengangguran, peningkatan kriminalitas, kemacetan di beberapa daerah, menurunnya kesehatan masyarakat, banjir di beberap daerah, dan fasilitas yang kurang memadai.
Kurang pelatihan profesional terhadap SDM yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas tenaga kerja untuk bersaing di dalam pasar kerja, sehingga menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi.
Kurangnya tenaga kependidikan yang professional dan menurunnya kualitas pendidikan, yang dapat diukur dengan nilai rata-rata NEM tiap tahun. Serta terjadinya kenaikan angka putus sekolah SD/MI, SMU/MA dan SMK, terutama untuk SMP/MTs yang disebabkan oleh kenakalan remaja, nikah dini, dan ketidakmampuan secara ekonomi.
8|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Belum mantapnya hubungan industrial di perusahaan yang dipengaruhi oleh rendahnya kesejahteraan tenaga kerja, sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja.
Adanya beberapa potensi sumber pendapatan yang masih belum dapat dioptimalkan karena belum memiliki aturan yang jelas, seperti bandara Juanda, terminal Bungurasih, minyak & gas bumi, sehingga dibutuhkan komunikasi antara pusat dan daerah dalam hal pengelolaan dan penerimaan nilai ekonomisnya.
Masuknya industri-industri baru di Sidoarjo juga membawa masuk nilai-nilai yang bisa jadi berdampak negatif bagi masyarakat Kabupaten Sidoarjo, seperti semakin melemahnya keimanan masyarakat terhadap keyakinannya.
3. Opportunities | Kesempatan
Petani hortikultura di pinggiran perkotaan di Sidoarjo memiliki peluang untuk mengusahakan usahatani sayuran karena konsumsi sayuran oleh masyarakat kota per kapita adalah 6,9% lebih tinggi dari pada konsumsi sayuran oleh masyarakat desa yang mencapai 29-35 kg/kapita/tahun, dari anjuran sekitar 60 kg/kapita/tahun (Pasandaran dan Hadi, 1994).
Pertanian disekitar wilayah perkotaan mempunyai prospek ekonomi yang tinggi dan dapat dipacu menjadi tipe usahatani yang komersial. Usahatani yang demikian sangat cocok dikembangkan bagi masyarakat sekitar perkotaan yang pemilikan lahannya sempit (Mahfud dan Sumarno, 1997).
Sebenarnya kabupaten Sidoarjo dapat meningkatkan pendapatan kabupaten dalam sektor pariwisata, namun tradisi, budaya, dan makanan khas belum dimanfaatkan secara maksimal serta kurangnya wadah dan kegiatan dalam penyalurannya.
Dengan otonomi daerah yang dimiliki Kabupaten Sidoarjo dan ketiadaan alih fungsi lahan akan memberikan kesempatan bagi Sidoarjo untuk mengembangkan sektor perikanan tambak dan sawah. Selain itu, jika tidak terjadi bencana lumpur Lapindo, Sidoarjo selalu berkesempatan dalam pengembangan sektor industri tas dan koper (Intako).
Namun seiring dengan meningkatnya pemerataan pembangunan di daerah menyebabkan daerah sekitar Sidoarjo mengalami kemajuan pesat pada masa mendatang yang akan menjadi pesaing kuat dalam menarik investor, baik asing maupun domestik serta membawa nilai manfaat rupiah yang cukup besar.
9|Manajemen Agroekosistem Budidaya Sayuran Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo memiliki potensi terhadap sumber pendapatan daerah karena memiliki beberapa fasilitas pendukung, seperti terminal Bungurasih, bandara Juanda, dan minyak-gas bumi.
4. Threats | Ancaman
Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri, maka akan meningkatkan potensi pencemaran bagi lingkungan air (pencemaran aliran sungai), tanah, dan udara.
Dampak luapan lumpur Lapindo Bratas akibat kesalahan pengolahan tambang gas akan merusak struktur tanah di area pertanian, sehingga jika melakukan rehabilitasi tanah akan memakan biaya yang banyak dan waktu yang lama. Selain itu, berdampak banjir pada musim hujan dan menimbulkan permasalahan sosial serta peningkatan angka kemiskinan di Sidoarjo.
Dengan penurunan lahan akibat perubahan alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan industri, kemungkinan akan turut menurunkan kemampuan swasembada pangan di Sidoarjo, sehingga menurunkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB daerah. Hal ini juga dialami oleh sektor perikanan tambak dan sawah. Selain itu perubahan alih fungsi lahan dapat mengurangi daya tanah untuk menyerap air, sehingga menimbulkan bencana banjir di beberapa daerah.
Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan volume sampah rumah tangga yang berpotensi dalam peningkatan pencemaran dan mengakibatkan pertumbuhan urbanisasi yang tidak terkendali, sehingga dapat merusak tata ruang Sidoarjo akibat semakin menjamurnya alih fungsi lahan menjadi pemukiman, tingkat kriminalitas semakin meningkat, kemacetan di jalan raya, serta fasilitas yang kurang memadai. Oleh karena itu dibutuhkan penekanan kepadatan penduduk terhadap angka kelahiran melalui langkah strategis.
Kondisi masyarakat Sidoarjo yang dinamis akan selalu menuntut perubahan kearah yang lebih baik. Dan masuknya pengaruh organisasi kemasyarakatan dari luar harus disikapi secara persuasif dan partisipatif karena sangat kritis untuk memperjuangkan hak-haknya dan dapat bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah.
10 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
BAB III PELAKSANAAN ATAU PRAKTEK BUDIDAYA
Pengembangan kawasan pertanian di Kabupaten Sidoarjo adalah kawasan pertanian tanaman pangan, yang dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: kawasan pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Tujuan perlindungan kawasan pertanian lahan basah adalah pengembangan areal persawahan pada kawasan-kawasan yang sesuai dan didukung oleh kelengkapan prasarana pengairan atau irigasi. Kawasan pertanian lahan basah meliputi sawah irigasi teknis dan sawah irigasi non teknis, yang terdapat di wilayah kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Candi, Porong, Krembung, Tulangan, Tanggulangin, Jabon, Krian, Balongbendo, Tarik, Prambon, Wonoayu, dan Kecamatan Sukodono. Sawah irigasi teknis tetap dipertahankan keberadaannya, serta tidak diperbolehkan adanya peralihan fungsi untuk kegiatan non pertanian. Di Daerah Tingkat II kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur, sampai pada tahun 2007 dapat dilihat bahwa ada tiga sektor ekonomi yang sangat dominan kontribusinya bagi pertumbuhan perekonomian di kabupaten ini, dilihat berdasarkan angka distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (persen) diketahui bahwa sektor industri pengolahan sebagai sektor ekonomi yang paling besar sumbangannya dalam perekonomian Kabupaten Sidoarjo yaitu sebesar 53,30%, sementara sektor kedua yaitu sektor perdagangan sebesar 24,47 %, dan sektor ketiga yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,72 %, dimana selain tiga sektor tersebut terdapat beberapa sektor yang memang dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi secara riil di Kabupaten Sidoarjo (BPS, 2007:157). Meskipun sidoarjo merupakan sebuah kota yang memiliki potensi dalam bidang industri, tetapi juga berpotensi dalam menyediakan makanan mentah, olahan, hortikultura, dll. Beberapa tahun belakangan ini, perkembangannya mengalami perkembangan yang cukup pesat. Oleh sebab itu kabupaten Sidoarjo (Wonoayu) dengan lokasi di pinggiran kota, maka dapat menggunakan pertanian “peri urban” sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki minat konsumen yang tinggi.
11 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
1.
Analisis kesesuian lokasi untuk tanaman sayuran (bayam) berdasar komponen biotik dan abiotik di kawasan Kabupaten Sidoarjo (Wonoayu)
Faktor abiotik Persyaratan Kesesuaian
No.
Karakteristik
Lahan Komoditas Bayam Sangat Sesuai
Keadaan lokasi yang ada pada Kabupaten Sidoarjo
Tidak Sesuai
(Wonoayu)
1
Curah hujan (mm/thn)
350-600
<250
500
2
Lereng (%)
<8
>30
3-8
12-24
>30 atau <8
20-35
42-75
<30
52-96
3
4
5
Temperatur rerata (tc) 0
C
Kelembaban rerata (wa) %
Drainase
6
Bahaya erosi (eh)
7
Tekstur
Baik, agak terhambat Sangat rendah Halus, agak halus, sedang
Sangat terhambat,
Baik
cepat Sangat berat
Sangat rendah
kasar
Sedang (Alluvial)
Sumber: BBSDLP Litbang Deptan, 2010 dan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Sidoarjo, 2010
Berdasarkan data iklim dan cuaca di daerah Sidoarjo, khusunya Wonoayu dan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk budidaya bayam, maka akan diketahui apakah daerah Wonoayu cocok untuk dilakukan budidaya bayam. Dari data dan analisis lokasi yang tertera di atas dapat diketahui bahwa Kelas Kesesuaian Lahan (KSL) di Wonoayu untuk komoditas bayam adalah S2-tc, wa (cukup sesuai dengan faktor pembatas temperatur dan kelembaban, yang agak berat untuk dipertahankan), sehingga pengelolaan harus dilakukan agar faktor pembatas ini tidak mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan. Namun kesesuaian tersebut dapat menjadi sangat sesuai jika dapat menjaga temperatur dan kelembaban 12 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
lingkungan sekitar dengan cara pemberian naungan pohon yang memiliki tajuk lebar pada daerah pinggir lahan dan menjaga kelembaban tanah dengan melakukan penyiraman yang teratur pada musim kemarau.
Faktor biotik Pada umumnya, lahan pertanian yang ada di daerah Kabupaten Sidoarjo, khususnya Wonoayu masih memiliki ekosistem yang stabil akibat adanya masingmasing peran yang seimbang dari organisme di lahan pertanian. Vegetasi dalam lahan pertanian juga masih dalam kondisi yang baik. Tetapi akhir-akhir ini, lahan-lahan pertanian yang berada di pusat kota dan pinggiran kota mulai banyak di alih fungsikan menjadi pemukiman penduduk dan beberapa bangunan lainnya seiring bertambahnya penduduk.
2.
Metode yang akan digunakan untuk paktek budidaya dan pertimbangan yang menjadi alasan penggunaan metode tersebut. Salah satu wilayah kecamatan yang merupakan penghasil sayur di Kabupaten Sidoarjo adalah Kecamatan Wonoayu. Keberadaan usahatani sayuran di Kecamatan Wonoayu telah berlangsung puluhan tahun yang lalu, dengan jenis sayur yang diusahakan meliputi kangkung (40%), bayam (30%), sawi/caisin (20%), dan sayur lainnya (10%). Keterlibatan anggota keluarga dalam usahatani sayur cukup tinggi, yaitu rata-rata mencapai 2 orang (40%) dari anggota keluarga yang berjumlah 5 orang, dengan berpendidikan lulus sekolah dasar. Rata-rata luas garapan usahatani sayuran di kecamatan Wonoayu relatif sempit, yaitu 230 m2, dengan status lahan 73% serupakan sewa dan 27% milik. Umumnya petani penggarap berasal dari dalam desa dan paling jauh dari luar desa dalam kecamatan yang sama. Kebanyakan petani menjadikan usahatani sayur sebagai pekerjaan utama dan umumnya tidak mempunyai pekerjaan sampingan karena jenis usahatani ini membutuhkan alokasi waktu yang cukup banyak. Usahatani sayuran di kecamatan Wonoayu dilakukan pada lahan tegal dan sawah, dengan luas garapan berkisar 125-1800 m2. Khusus pada lahan tegal, usahatani sayur dapat dilakukan sepanjang musim, sedangkan pada lahan sawah terbatas pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada lahan tegal rata-rata petani telah menyiapkan beberapa sumur kecil, sedangkan pada lahan sawah setiap musim hujan lahan tergenang air. Luas lahan budidaya sawi (caisin) 100.00 ha dengan produksi
13 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
16.987.00 kw. Luas lahan budidaya bayam 111.00 ha dengan produksi 9.810.00 kw. Luas lahan budidaya kangkung 213.00 ha dengan produksi 13.901.00 kw (Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo, 2010). Untuk memperoleh keuntungan dari usahatani sawi, kangkung darat dan bayam, petani harus menanam sawi pada luasan lahan di atas 27,5 m2, sedangkan untuk usahatani bayam pada luasan lahan di atas 36 m2, dan untuk usahatani kangkung darat pada luasan di atas 60 m2.
Teknologi Budidaya Bayam Bayam cabut batangnya berwarna merah dan juga ada yang berwarna hijau keputih-putihan. 1. Benih Bayam dikembangkan melalui biji. Biji bayam yang dijadikan benih harus cukup tua (± 3 bulan). Benih yang muda, daya simpannya tidak lama dan tingkat perkecambahannya rendah. Benih bayam yang tua dapat disimpan selama satu tahun. Benih bayam tidak memiliki masa dormansi. Dan kebutuhan benih adalah sebanyak 5-10 kg tiap hektar atau 0,5-1 g/m2. 2. Persiapan Lahan Usahatani sayuran di Kecamatan Wonoayu dilakukan pada lahan tegal dan sawah. Khusus pada lahan tegal, usahatani sayur dapat dilakukan sepanjang musim, sedangkan pada lahan sawah terbatas pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada rata-rata lahan tegal telah disiapkan beberapa sumur kecil oleh petani, sedangkan pada lahan sawah setiap musim hujan lahan tergenang air. Lahan dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur. Selanjutnya membuat bedengan, yang dipisahkan oleh alur kecil yang tidak hanya berfungsi sebagai saluran air, tetapi juga berfungsi untuk memudahkan dalam pemeliharaan tanaman dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Tidak ada pola baku dalam pembuatan bedengan, tetapi bedengan tersebut biasanya memanjang dengan lebar bedengan
14 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
sebaiknya 150-250 cm, tinggi 30 cm, dan panjang sesuai kondisi lahan untuk memudahkan penyiraman dan pemeliharaan. Jarak antar bedengan 30 cm. Setiap bedengan dibagi lagi menjadi beberapa petak kecil (2-5 petak). Dan setiap petak kecil ditanami dengan satu jenis sayuran, sehingga lahan tersebut akan menghasilkan beberapa jenis sayuran dalam waktu yang relatif bersamaan (tumpang sari). Ini dilakukan untuk menghindari ledakan satu jenis hama. 3. Penanaman/Penaburan Benih Ditebar langsung di tas bedengan, yaitu biji dicampur dengan pasir/pupuk organik yang telah dihancurkan dan ditebar secara merata di atas bedengan. 4. Pemupukan Setelah bedengan diratakan, 3 hari sebelum tanam diberikan pupuk dasar kotoran ayam yang telah difermentasi dengan dosis 4 kg/m 2. Sebagai starter, tambahkan Urea 150 kg/ha (15 g/m2). Kemudian diaduk dengan air dan disiramkan pada tanaman pada sore hari (10 hari setelah penaburan benih). Jika perlu diberikan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/ m2) pada umur 2 minggu setelah penaburan benih. 5. Pemeliharaan Bayam cabut adalah jenis bayam yang jarang terserang penyakit (yang ditularkan melalui tanah). bayam dapat berproduksi dengan baik asalkan kesuburan tanahnya selalu dipertahankan, misalnya dengan pemupukan organik yang teratur dan kecukupan air. Untuk tanaman muda (sampai satu minggu setelah tanam) membutuhkan air 4 liter/ m2/hari. Dan menjelang dewasa, tanaman ini membutuhkan air sekitar 8 liter/ m2/hari. 6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Jenis hama yang sering menyerang tanaman bayam di antaranya: ulat bulu, kutu daun, penggorok daun, dan belalang. Penyakit yang sering dijumpai 15 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
adalah rebah kecambah (Rhizoctonia solani) dan penyakit karat putih (Albugo s.p.). Untuk pengendalian OPT digunakan pestisida yang aman dan mudah terurai, seperti pestisida biologi, pestisida nabati, atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar, baik pemilihan jenis, dosis, volume, semprot, cara aplikasi, interval, dan waktu aplikasinya. 7. Panen dan Pasca Panen Bayam cabut biasanya dipanen apabila tinggi tanaman kira-kira 20 cm. Tanaman ini dapat dicabut dengan akarnya atau dipotong pangkalnya. Tempatkan bayam yang baru dipanen di tempat yang teduh atau merendamkan bagian akar ke dalam air dan pengiriman produk ke tempat tujuan secepatnya. Dan semua sayuran ini dapat dipanen setelah 21-40 hari setelah tanam. Namun karena adanya faktor pembatas suhu dan kelembaban daerah, sehingga membuat lingkungan cukup sesuai jika digunakan sebagai budidaya sayuran, maka dapat direkomendasikan untuk membudidayakan kedelai karena lingkungan tergolong ke dalam kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. produksi ini sangat dipengaruhi oleh faktor produksi berupa luas lahan, benih, pupuk kimia, pupuk organik, insektisida, dan tenaga kerja. Selain itu, dari literatur yang dituliskan oleh Irdhoni (2010) menyebutkan bahwa usahatani kedelai di desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584. Dan solusi lainnya adalah setiap keluarga memanfaatkan lahan kritis, ruang terbuka hijau, kebun sekitar rumah, atau ruangan/vertikutur di rumahnya dengan teknik urban farming (rantai industry yang memproduksi, memproses, dan menjual makanan dan energi untuk memenuhi kebutuhan konsumen kota dengan metode usin dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan).
16 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Namun, sangat disayangkan karena pada 29 Mei 2006, terjadi semburan lumpur Lapindo Brantas yang menyebabkan Kabupaten Sidoarjo terancam terbenam dalam lumpur tersebut. Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon). Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan. Serta amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, sehingga ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol yang menyebabkan terganggunya jalur transportasi. Hal tersebut menyebabkan seluruh potensi yang ada di dalamnya juga tidak dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah recovery bencana luapan lumpur di Kabupaten Sidoarjo terutama di Kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon salah satunya ialah relokasi potensi yang ada dan pemulihan lahan yang terkena dampak bencana luapan lumpur di Kabupaten Sidoarjo. Selain penanganan pada lahan yang terkena luapan lumpur secara langsung perlu adanya penanganan terhadap daerah sekitar yang terkena dampak dari luapan lumpur terutama masalah penyediaan air irigasi untuk tanaman yang bebas dari pencemaran akibat lumpur. Untuk itu, dikembangkanlah sebuah aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis web agar dapat membantu pengambilan keputusan relokasi tempat usaha menuju tempat yang lebih baik. Aplikasi ini menggunakan metode AHP yang dipandang sesuai untuk aplikasi ini karena user dapat melakukan perhitungan sesuai kriteria dan prioritas yang diinginkan. Aplikasi ini nanti diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi 17 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
permasalahan yang berkaitan dengan pemerataan usaha sesuai jenis komoditi yang sedang berkembang di Kabupten Sidoarjo sehingga akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk melakukan lokasi usaha terbaik. Bukan hanya itu, aplikasi yang berbasis web ini akan memudahkan user untuk mengetahui persebaran potensi di Kabupaten Sidoarjo sehingga agar pengembangan kawasan di kota ini lebih merata.
18 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
BAB IV Analisis Usahatani
Kecamatan Wonoayu mengembangkan pertanian sayurannya secara tumpang sari antara bayam, kangkung, dan sawi, maka akan diperoleh hasil yang beragam dalam satu bedeng lahan dalam waktu yang sama. Oleh sebab itu akan dihasilkan Intensitas Pertanaman (IP) usahatani sayuran ini sangat tinggi. Intensitas pertanaman sayuran di Kecamatan Wonoayu bervariasi dari 700% (sawi), 1000% (kangkung), dan 1200% (bayam).
Hampir semua jenis sarana produksi yang digunakan petani dalam kegiatan usahataninya dibeli, khusus kebutuhan benih sayuran 85% dibeli pada penangkar benih di dalam desa dan 15% hasil dari memproduksi sendiri. Berdasarkan luas lahan garapan yang diusahakan petani dengan beberapa jenis sayuran (masukan dan luaran) yang dicapai masing-masing sayuran akan berbeda. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sayuran harus diperhitungan dalam usahatani. Oleh karena itu, semua sarana produksi, baik yang dibeli secara tunai maupun yang tidak dibeli (lahan dan tenaga kerja) dalam usahatani ini harus diperhitungkan.
19 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
Dari hasil analisis usahatani diketahui bahwa total biaya produksi untuk usahatani sawi, bayam dan kangkung berturut-turut sebesar Rp 196.725,-/250 m2; Rp 100.400,-/200 m2 dan Rp 179.800,-/400 m2. Tingginya biaya produksi tersebut ternyata 60-70% merupakan komponen biaya tenaga kerja.
Besarnya biaya tenaga kerja untuk usahatani sawi, bayam dan kangkung disebabkan oleh tenaga kerja penyiraman. Dari hasil pengamatan di lahan petani diketahui bahwa usahatani sawi, bayam dan kangkung membutuhkan penyiraman 2 kali sehari sejak awal tanam hingga mendekati panen, sehingga alokasi tenaga kerja banyak yang terserap di penyiraman. Keberhasilan suatu usahatani sayuran yang dilakukan petani tidak bisa dilepas dari rasio penerimaan (produksi×harga saat panen) dan biaya yang dikeluarkan. Demikian juga dengan variasi harga yang terjadi selama berlangsungnya pengkajian sangat menentukan besarnya keuntungan. Selanjutnya kita dapat mengetahui pendapatan (penerimaan-input) petani. Harga rata-rata saat panen untuk sawi, bayam dan kangkung berturut-turut Rp 130,/ikat; Rp 95,-/ikat; dan Rp 150,-/ikat. Berdasarkan harga jual tersebut, nampak bahwa penerimaan tertinggi dari usahatani per satuan luas diperoleh dari usahatani sawi, yaitu Rp 299.000,-/250 m2 dan terendah diperoleh dari usahatani bayam sebesar Rp 135.850,-/200 m2. Dari hasil analisis diketahui bahwa rasio penerimaan dan biaya pada masing-masing usahatani tidak sama. Hal ini antara lain disebabkan oleh luas lahan garapan yang diusahakan serta kepandaian petani dalam mengelola usahataninya. Di antara usahatani yang dilakukan oleh petani, R/C ratio tertinggi diperoleh dari usahatani sawi yaitu 1,51% dan terendah adalah usahatani bayam yaitu 1,35%. Hal ini berarti bahwa usahatani sawi yang dilakukan oleh 20 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
petani di lokasi pengkajian memberikan tingkat keuntungan sebesar 51% dari total biaya produksi yang mencapai Rp 196.725,-/250 m2. Jika R/C ratio >1, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan, sehingga sebenarnya semua sayur memiliki potensi usahatani yang dapat dilanjutkan.
Menurut Sigit (1979) analisis Break Event Point (BEP) berguna untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan nilai produksi, biaya produksi, dan keuntungan atau kerugian dalam kegiatan usahatani. Pada kegiatan pengkajian usahatani sayuran di kecamatan Wonoayu, perhitungan biaya produksi dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Yang termasuk biaya tetap, yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan alat. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya pembelian benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja. Dari hasil analisis diketahui bahwa biaya tetap untuk usahatani sawi, bayam, dan kangkung berturut-turut mencapai Rp 13.500,-/musim tanam; Rp 8.000,-/musim tanam; dan Rp 14.000,-/musim tanam. Sedangkan untuk biaya variabel mencapai Rp 187.225,-/musim tanam; Rp 92.400,-/musim tanam; dan Rp 165.800,-/musim tanam.
Dengan diketahuinya nilai beberapa komponen biaya dari masing-masing usahatani sayuran yang dilaksanakan oleh petani di Kecamatan Wonoayu, maka nilai Break Event Point dan Skala Minimum dari usahatani sawi, bayam dan kangkung dapat diketahui. Hasil analisis menunjukkan bahwa BEP usahatani sawi, bayam dan kangkung berturut-turut sebesar Rp 35.530; Rp 25.000,- dan Rp 38.890,-. Nilai BEP ini dapat dicapai pada skala minimum usaha 21 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
seluas 27,5 m2 (untuk sawi); 36 m2 (untuk bayam); dan 60 m2 (untuk kangkung). Artinya bila petani di kecamatan Wonoayu mengusahakan tanaman sawi, bayam, dan kangkung seluas di atas skala minimum tersebut, akan memperoleh keuntungan. Sebaliknya bila luas usahataninya berada di bawah luasan skala minimum akan mengalami kerugian (Suryadi, et al., 1999). Dan usahatani ini terus berkembang hingga saat ini (2013) berdasarkan pengamatan lapang.
22 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
BAB V KESIMPULAN
Karena keterbatasan lahan pertanian, maka masyarakat Wonoayu menerapkan pertanian “peri urban”, dimana lokasi lahan pertanian di pinggiran perkotaan, sehingga memudahkan produsen untuk mengakses produknya ke konsumen dan mengurangi tingkat kerusakan produk. Oleh karena itu, petani memilih tanaman sayuran yang unggul, memiliki nilai ekonomis tinggi, dan banyak digemari oleh masyarakat perkotaan. Masyarakat menerapkan sistem pertanian tumpang sari dalam sebedeng lahan dengan tanaman kangkung darat, sawi, dan bayam dengan menggunakan teknik budidaya sayur seperti pada umumnya dari persiapan benih hingga pasca panen. Pertanian ini memberikan pendapatan dan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat, sehingga menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bila dianalisis berdasarkan usahataninya dari tahun 1999 hingga saat ini (2013) dapat diperoleh bahwa besarnya biaya tenaga kerja disebabkan oleh tenaga kerja penyiraman. Berdasarkan harga jual tersebut, nampak bahwa penerimaan tertinggi dari usahatani per satuan luas diperoleh dari usahatani sawi, yaitu Rp 299.000,-/250 m2 dan terendah diperoleh dari usahatani bayam sebesar Rp 135.850,-/200 m2. R/C ratio tertinggi diperoleh dari usahatani sawi yaitu 1,51% dan terendah adalah usahatani bayam yaitu 1,35%. Semua ini memiliki perbedaan pada masing-masing sayuran yang dibudidaya, tergantung luas lahan garapan dan kepandaian petani dalam mengolahnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa BEP usahatani sawi, bayam dan kangkung berturut-turut sebesar Rp 35.530; Rp 25.000,-; dan Rp 38.890,-. Nilai BEP ini dapat dicapai pada skala minimum usaha seluas 27,5 m2 (untuk sawi); 36 m2 (untuk bayam); dan 60 m2 (untuk kangkung). Artinya bila petani di kecamatan Wonoayu mengusahakan tanaman sawi, bayam, dan kangkung seluas di atas skala minimum tersebut, akan memperoleh keuntungan. Sebaliknya bila luas usahataninya berada di bawah luasan skala minimum akan mengalami kerugian. Namun terdapat beberapa masalah yang kurang mendukung pertanian di Wonoayu, antara lain: kepemilikan lahan yang relatif sempit, lahan umumnya bukan milik petani, keterbatasan modal, sering terjadi anomaly cuaca, dan kurangnya pengetahuan petani terhadap penerapan teknologi pertanian, sehingga dibutuhkan pembekalan pengetahuan sebagai dasar dalam pelaksanaan usahatani. Selain itu, kesesuaian lahan untuk budidaya sayuran termasuk cukup sesuai dengan faktor pembatas suhu dan kelembaban. Namun hal ini 23 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
dapat diatasi dengan memberikan naungan dan melakukan penyiraman secara teratur pada musim kemarau. Nilai BEP dan Skala Minimum tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam usahatani. Selain itu solusi lain dapat pula dilakukan budidaya tanaman kedelai yang sangat sesuai dengan daerah Wonoayu dan unggul secara kompetitif. Dapat pula masyarakat menerapkan teknik urban farming dengan memanfaatkan lahan sempit di rumah. Meskipun demikian, pertanian ini juga didukung oleh adanya Pusat Studi dan Pengembangan Agribisnis Hortikultura (PUSPA LEBO) yang memiliki fungsi sebagai tempat pelatihan pelayanan dan agrowisata bagi masyarakat. Selain itu, ada pula pasar induk modern (PUSPA AGRO) sebagai penyalur hasil produksi pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan dari produsen kepada konsumen serta sebagai tempat pelatihan dan pendidikan bagi petani.
24 | M a n a j e m e n A g r o e k o s i s t e m B u d i d a y a S a y u r a n K e c a m a t a n Wonoayu Kabupaten Sidoarjo