KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN
JURNAL
YANCE MARIANI 09010117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP PGRI) SUMATERA BARAT PADANG 2014
KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN Oleh : Yance Mariani, Nurhadi, Elza Safitri Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI) Sumatera Barat
Abstract Role of Hymenoptera in nature can give positive effect and negative toward animals and human. Positive benefit is such as predator, describe organic ingredient, handle bug and also help pollination. Negative benefit is as destroyer of plant in field for fruit, leaves, branch and flower. Change of condition is between rubber agroecosystem and society coffee with forest that is not yet became rubber agroecosystem and coffee become agriculture area, plantation which often change action of ant to bug. The research is about Hymenoptera Composition of Ground Surface in Two Agroecosystem and Forest At Kenagarian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan has purpose to know Hymenoptera composition of ground surface and how chemicalphysic factor surface in two agroecosystem and forest. The research is about Hymenoptera Composition of Ground Surface in Two Agroecosystem and Forest At Kenagarian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan have been done in February-april 2014. This research uses descriptive survey. Take of sampling in this research include from three stations like, station I of rubber plant, station II of coffee plant and station III of forest around rubber plant and coffee. Take of sampling is done with Pitfall Trap Method. Trap is used by bucket plastic which is 15 cm of diameter and 6 cm of high. To shunned entering rain water, so trap is give roof with 25 x 25 cm with high 15 cm from ground surface. Based on the research that have been done about Hymenoptera composition in two Agroecosystem and forest can be concluded that Hymenoptera composition in ground surface is founded 4 subfamily, 12 genus and individual sum 174. Genus is with density and high frequency alike Diacamma (23.55%) and (15.62%) that is higher compared other genus. Lower frequency is Leptogencys, Camponotus and Solenopsis alike (5.07%). Chemical-physic factor of environment takes sample in three station between 23-240C, pH ground is around 6.6-6.7, water ground is between 52-67%, and organic ground C is 4.6-7.3%. Keyword: Hymenoptera Composition and Two Agroecosystem and Forest
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Perubahan kondisi hutan menjadi agroekosistem karet dan kopi akibat adanya aktivitas manusia akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur, komposisi dan fungsi hutan. Tutupan vegetasi semakin berkurang, fauna kehilangan habitat, kematian flora dan fauna, terjadinya perubahan cuaca. Lebih jauh kerusakan hutan akan mengakibatkan kerusakan biotik dan abiotik yang sangat mempengaruhi kehidupan hewan permukaan tanah. Semut (Hymenoptera: Formicidae) adalah serangga yang ditemukan pada hampir setiap jenis ekosistem kecuali di daerah kutub dan memiliki beragam peran dalam ekosistem dan sangat melimpah di kepulauan maupun daratan yang luas dan diperkirakan mencapai 15.000 spesies (Bolton,1994). Semut dapat berperan sebagai indikator ekologi untuk menilai kondisi ekosistem karena semut mudah dikoleksi dengan cara yang bisa distandarisasi, menyebar dalam jumlah yang banyak dalam suatu lokasi dan memungkinkan untuk diidentifikasi (Wilson, 1976). Peran semut dialam dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap hewan dan manusia. Manfaat positif misalnya sebagai predator, menguraikan bahan organik, mengendalikan hama dan bahkan membantu penyerbukan. Manfaat negatif sebagai perusak tanaman di lapangan baik buah, daun, ranting, maupun bunga. Oleh karena itu, semua serangga yang berguna untuk manusia sebaiknya dilestarikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Pitfall-Trap (perangkap jebak). Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 13 Februari sampai 16 Februari 2014 di Dua Agroekosistem dan Hutan di Kanagarian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan. Pitfall-Trap dipasang dengan jarak 10 m satu sama lain. Perangkap diisi dengan larutan Kahle (etil alkohol 95% 30cm³, formaldehida 12 cm³, asam asetat glasial 4 cm³, aquades 60 cm³), larutan kalium kromat, asam sulfat pekat (H2SO4), larutan baku induk 5000 ppm C dan aquades. Untuk menghindari masuknya air hujan, maka perangkap diberi atap seng dengan ukuran 25x25 cm dengan tinggi 15 cm dari permukaan tanah. Pemasangan perangkap dilakukan selama 3 hari. Sampel yang di dapat dimasukan ke dalam botol koleksi. Identifikasi Hymenoptera permukaan tanah di lakukan di laboratorium STKIP PGRI Sumatera Barat. Pengukuran kadar air tanah dan kadar C organik tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Pengukuran faktor fisika kimia tanah seperti suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, dan kadar C organik tanah dapat dilihat pada tabel 2. Analisis data dengan menghitung kepadatan (K), kepadatan relatif (KR), frerkuensi (F), frekuensi relatif (FR) dari Hymneoptera yang ditemukan.
Keberadaan serangga permukaan tanah yang sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya. Hal ini berarti serangga permukaan tanah mendapatkan
Hymenoptera permukaan tanah di Dua Agroekosistem dan Hutan di Kanagarian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan yaitu didapatkan 4 subfamili 12 genus dan 174 individu. Kehadiran Hymenoptera permukaan tanah di Kanagrian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo didominasi dengan kehadiran subfamili Formicinae dan Ponerinae (masing-masing 4 genus), diikuti subfamili Myrmicinae (3 genus), dan subfamili Dolichoderinae (1 genus) yang di sajikan pada (tabel 1).
sumber makanan yang cukup sehingga kepadatannya relatif tinggi dibandingkan dengan yang lainnya (Arief, 2001). Sehubungan dengan hal di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi Hymenoptera permukaan tanah di dua agroekosistem dan hutan di kanagarian Sungai Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Identifikasi Hymenoptera Permukaaan Tanah Pada Tiga Stasiun Subfamili
Ponerinae
Formicinae
Dolichoderinae Myrmicinae
Genus
Diacamma Leptogenys Odontomachus Anochetus Polyrachis Anoplolepis Camponotus Oecophylla Dolichoderus Pheidole Monomorium Solenopsis
Jumlah
Stasiun I 4 2 5 4 3 9 3 8 6 5 7 2 58
Jumlah Individu Stasiun Stasiun II III 6 16 4 2 6 8 3 6 5 10 5 7 5 0 5 0 6 8 4 3 2 3 3 5 54 68
Total 26 8 19 7 18 21 8 13 20 12 12 10 174
Tabel 2. Faktor Fisika Kimia Lingkungan Titik Pengambilan Sampel di Sekitar Pemasangan Perangkap Jebak
Stasiun
Parameter I
II
III
Suhu Tanah (⁰C)
24
24
23
pH Tanah Kadar Air Tanah (%)
6.6 52
6.7 61
6,7
Kadar C Organik Tanah (%)
4,6
6,9
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tiga stasiun Hymenoptera permukaan tanah yang ditemukan pada stasiun I 4 subfamili, 12 genus, 58 individu. Pada stasiun II 4 subfamili, 12 genus, 54 individu, dan pada stasiun III 4 subfamili, 10 genus, 68 individu. Kondisi areal yang ditumbuhi vegetasi dasar dan berserasah serta tertedah matahari merupakan salah satu faktor pendukung kehadiran Hymenoptera permukaan tanah salah satunya semut hitam (Diacama scelpatrum) dan semut merah (Formica sp.) mereka anggota Formicinae yang umum di permukaan tanah. Menurut Adisoemarto (1998), pada ekosistem alami jalinan ekologi yang terbentuk relatif stabil sehingga keanekaragaman jenis yang ada
67 7,3
relatif tinggi asalkan tidak terjadi tekanan pada ekosistem itu. Menurut Suin (1991), pada tanah yang vegetasinya beranekaragam dan rapat seperti hutan alami, komponen dan kepadatan populasi hewan permukaan tanah akan tinggi. Ferkuensi kehadiran tertinggi stasiun I genus Anoplolepis. Kehadiran Anoplolepis tiap lokasi dikarenakan kemampuannya mencari makan dan membuat sarang di sampah-sampah daun dan kayu lapuk. Pada stasiun II dan III frekuensi kehadiran tertinggi genus Diacama. Pada stasiun III vegetasi pohon lebih beranekaragam dan lebih rapat sehingga mendukung ketebalan serasah. Ketebalan serasah juga mendukung kehadiran Hymenoptera permukaan tanah. Ketebalan dan
serasah yang ada pada III stasiun menambah bahan organik yang akan mengalami dekomposisi oleh Arthropoda permukaan tanah. Menurut Suin (1997), ferkuensi kehadiran hewan tanh dapat dikelompokkan atas empat kelompok, yaitu Asidental (025%), Assesori (25-50%), Konstan (50-75%), dan Absolut (> 75%). Keanekaragaman hewan permukaan tanah lebih tinggi di hutan dibandingkan dengan daerah terbuka. Suin (1991), melaporkan bahwa, komposisi hewan permukaan tanah pada hutan dan kebun tidak sama, antara lain karan berbedanya kadar organik tanah. Rendahnya kepadatan serangga permukaan tanah dari genus tiap stasiun menunjukkan adanya pengaruh faktor pendukung habitat. Kesesuaian lingkungan, ketersediaan makanan, adanya predator dan fungsi ekologis di ekosistem merupakan faktor penentu kehadiran Hymenoptera permukaan tanah. Korelasi jenjang Spearman komposisi Hymenoptera permukaan tanah antar stasiun menunjukkan bahwa stasiun berkorelasi nyata pada taraf α 1% dan 5% (r tabel = 0,504). Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya urutan komposisi Hymenoptera permukaan tanah ketiga staisun tidak bebeda nyata. Diduga karena kondisi lingkungan masih mendukung untuk kehadiran Hymenoptera permukaan tanah dan karena faktor fisika kimia tanah ketiga stasiun masih optimal untuk vegetasi dan mendukung kehadiran Hymenoptera permukaan tanah (Tabel 2). Kesamaan habitat Hymenoptera permukaan tanah antar lokasi lebih dari 50%. Menurut Krebs (1985) dalam Suin (1991), dua ekosistem dikatakan memiliki persamaan komunitas bila indeks similaritasnya lebih dari 50%. Perbedaan yang ditemukan disebabkan oleh beberapa faktor yang menetukan komposisi Hymenoptera permukaan tanah, seperti faktor vegetasi, fisika kimia tanah dan cuaca. Faktor fisika kimia tanah di tiga stasiun masih optimal untuk mendukung kehadiran Hymenoptera permukaan tanah. Menurut Adianto (1979), kadar air tanah tergolong rendah bila kurang dari 30% dan kadar C organik tinggi bila lebih dari 30%. Pada stasiun I dan II vegetasi yang ditemukan
sebagai penutup tanah hanya jenis rumputrumputan. Penetrasi cahaya matahari langsung ke permukaan tanah, hal itu memungkinkan suhu tanahnya tinggi. Proses dekomposisi material organik di tanah berlangsung tetapi tidak maksimal sehingga kadar organiknya rendah. Itu disebabkan oleh kurangnya serasah sebagai material organik yang akan didekomposisikan oleh sebab itu kadar organik tanah stasiun I dan II rendah. Walaupun demikian proses dekomposisi bahan organik yang ada masih dapat menyumbang ketersediaan unsur hara untuk vegetasi yang ada. Pada stasiun III, vegetasi yang ditemukan tidak hanya vegetasi dasar tetapi sudah ada beberapa vegetasi dengan habitus pohon, kayu rimbun, dan bambu. Keadaan itu menyebabkan penetrasi cahaya matahari tidak langsung ke permukaan tanah, karena terlindung oleh tajuk. Oleh karena itu suhu tanah pada stasiun III rendah. Kadar organik tanah cukup tinggi karena serasah yang ada cukup tebal, sehingga proses dekomposisi berlangsung terus yang dapat menyumbang kadar organik tanah. Cox dan Moore (2000), menyatakan bahwa perbedaan temperatur, mikro iklim cahaya, kelembaban, pola makan, aktivitas dan lain-lain berpengaruh terhadap keragaman spesies. Sebagai contoh, iklim dapat mengubah ukuran dan tampilan tubuh semut (Newman dan Dalton, 1976). Selain itu, keragaman semut dapat pula dipengaruhi oleh kompetisi interspesifik, variasi ketersediaan sumber makanan, kualitas habitat (Palmer, 2003 dalam Latumahina, 2011), dan perubahan aktivitas tertentu (Bestelmeyer, 2000). Aktivitas manusia seperti pertanian dapat mengancam kepunahan sebagian besar Arthropoda termasuk semut di dalamnya (Tilman et al, 2002 dalam Latumahina, 2011). Penggunaan lahan secara intensif dan berlebihan akan menyebabkan penurunan keragaman spesies, meningkatkan dominansi dan menimbulkan ketidakstabilan biodiversitas (Mac Arthur, 1972 dalam Latumaniha, 2011). KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang komposisi Hymenoptera di
Dua Agroekosistem dan Hutan dapat disimpulkan bahwa komposisi Hymenoptera permukaan tanah ditemukan 4 subfamili, 12 genus dan total individu 174. Genus dengan kepadatan relatif dan frekuensi relatif tertinggi yaitu Diacamma (23,55%) dan (15,62%). Sedangkan frekuensi relatif terendah adalah Leptogenys, Camponotus dan Solenopsis yaitu 5,07%.
Newman and Dalton, 1976. Ant from Close up. Thomas Y. Crowell Company. Suin, N.M. 1991. Perbandingan Komunitas Hewan Permukaan Tanah Antara Ladang dan Hutan di Bukit PinangPinang Padang. Laporan Penelitian Universitas Andalas, Padang. Suin, N.M. 2002. Metode Ekologi. Padang: Universitas Andalas.
DAFTAR PUSTAKA Adianto, 1983. Biologi Pertanian (Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan Insektisida). Bandung: Alumni. Adisoemarto, S. 1998. Kemungkinan Penggunaan Serangga Sebagai Indikator Pengolahan Keanekaragaman Hayati. Biota. Vol. III. (1) : 25-33. Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yoyakarta: Kanisius. Bestelmeyer B.T., and Wiens J.A. 2000. The Effects of Land Use On The Structure Of Ground-foraging Ant Communities in The Argenitne Chaco. Ecol Appl 6: 1225-1240. Bolton, B. 1994. Identification Guide to the Ant General of the World. Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts: London, England. Cox. CB, D. Moore. 2000. Biogeography: an Ecological and Evolutionary Approach. 6th ed. Australia: Blackwell Science Ltd.
Latumahina, Fransia. 2011. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Terhadap Keanekaragaman Semut Alam. Jurnal Ekologi. Vol. 6. Wilson. 1976. The Insect Societes. Cambridge Massachusetts: The BelknapPr of Harvard Univ. Pr.