BAB I PENDAHULUAN Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh, dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah, bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat, adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui program keluarga berencana. Undang-undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Untuk mengimplementasikan UU tersebut diatas, Pemerintah, antara lain, melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2005-2009 telah menggariskan arah kebijakan program KB nasional untuk periode lima tahun. Dalam RPJMN disebutkan bahwa program KB nasional merupakan rangkaian pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sebagai langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk melalui keluarga berencana, serta pengembangan dan peningkatan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Sejalan dengan arah kebijakan RPJM tersebut, maka BKKBN Provinsi Aceh melakukan telaah (Review) dan reformulasi arah kebijakan program serta menyelaraskan dengan arah kebijakan pemerintah. Untuk tahun 2009, pembangunan Program Keluarga Berencana Nasional dilakukan melalui pelaksanaan empat program pokok, yaitu (1) Program Keluarga Berencana; (2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja; (3) Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga; dan (4) Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas; serta tiga program pendukung, yaitu (1) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur; dan (2) Program 1
1
Penerapan Kepemerintahan yang Baik (3) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara. Sementara itu, perubahan lingkungan strategis dan tuntutan terhadap pencapaian program RPJM 2004 – 2009 telah mendorong terjadinya perubahan Visi dan Misi BKKBN dan Grand Strategy (strategi dasar) BKKBN yang dikukuhkan dengan Peraturan Kepala BKKBN No. 28/HK.010/B.5/2007, tanggal 30 Januari 2007. Melalui Visi BKKBN yaitu : “Seluruh Keluarga Ikut KB”, diharapkan dapat menjadi inspirator, fasilitator, dan pengarah program KB Nasional, sehingga dimasa yang akan datang seluruh keluarga menerima dan berpartisipasi dalam program keluarga berencana. Misi BKKBN yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” melalui pelaksanaan Grand Strategy yang meliputi : Pertama, menggerakkan dan membudayakan seluruh masyarakat dalam program keluarga berencana; Kedua, menata kembali pengelolaan program keluarga berencana; Ketiga, memperkuat sumber daya manusia (SDM) operasional program keluarga berencana; Keempat, meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui program keluarga berencana; dan Kelima, meningkatkan pemberdayaan program keluarga berencana. Dalam rangka memperkuat pencapaian program KB nasional berbagai upaya telah dilakukan, antara lain membangun kesepakatan antara Kepala SKPD-KB Kab/Kota dan Kepala BKKBN Provinsi dalam bentuk Kesepakatan Keberhasilan Program yang harus dicapai oleh BKKBN Provinsi yang meliputi: 1) Pencapaian PB; 2) PB Pria; 3) PIK KRR; 4) Kelompok UPPKS; 5) Keluarga Para Sejahtera dan KS I yang aktif berusaha; 6) Keluarga yang mempunyai Balita yang aktif dalam BKB; 7) Keluarga yang mempunyai remaja yang aktif dalam BKR; 8) Perkembangan kelembagaan OPD KB Kabupaten/Kota berbentuk Badan sesuai dengan PP 41 tahun 2007; dan 9) OPD-KB Kabupaten/Kota penerima Dana Alokasi Khusus yang melapor. Dengan telah berlalunya enam bulan I tahun 2009, maka perlu dilakukan telaahan (Review) untuk melihat sejauhmana upaya dan hasil pencapaian pelaksanaan program KB nasional yang telah dilakukan dibandingkan dengan kebijakan, sasaran, dan program/kegiatan yang telah direncanakan. Disamping itu, Telaahan juga dilakukan terhadap kinerja SKPD-KB Kab/Kota dalam pelaksanaan Program KB Nasional berdasarkan Kesepakatan Keberhasilan Program (KKP) yang telah disepakati dalam Rakerda yang lalu.
2
2
BAB II CAKUPAN LAPORAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA A.
Laporan Pelayanan Kontrasepsi
Berdasarkan rekapitulasi laporan pelayanan keluarga berencana (Rek.R/I/Kab-Dal/08) bulan Juni 2009, tercatat seluruh Kab/Kota mengirimkan laporan ke Provinsi dengan jumlah kabupaten/kota melapor sebanyak 23 atau 100% dari 23 kabupaten/kota yang terdaftar sama dengan bulan yang lalu. Pada umumnya, Kecamatan yang tidak mengirimkan laporan hasil pelayanan KB bisa disebabkan tidak adanya kegiatan yang dilakukan oleh Kecamatan bersangkutan atau ada kegiatan yang dilakukan tapi terlambat mengirimkan laporan dari jadwal yang telah ditentukan. Untuk melihat sebaran Kabupaten/Kota dan Kecamatan yang melapor atau tidak melapor dapat dilihat pada Lampiran 1 Persentase Cakupan Laporan Tempat Pelayanan KB Dari 2.433 tempat pelayanan KB yang ada, yang terdiri dari 73,3 Klinik KB Pemerintah; Klinik KB 66,0 75,0 Swasta; Dokter Praktek Swasta; 52,1 dan Bidan Praktek Swasta, yang 50,0 melapor hanya sebanyak 1.829 25,0 atau 75,17%. Angka persentase ini turun 5,64% dibandingkan 0,0 pencapaian bulan lalu. Persentase cakupan laporan KKB Pemr KKB Swas DPS BP klinik KB menurut tempat pelayanan pada bulan Juni 2009 dapat dilihat pada Gambar 1 di atas. Tidak maksimalnya tempat pelayanan KB melapor bisa disebabkan tidak adanya PB ataupun PA yang dilayani oleh Klinik KB Pemerintah, Klinik KB Swasta, Dokter Praktek Swasta, dan Bidan Praktek Swasta atau ada yang dilayani tapi jumlahnya terlalu kecil untuk dilaporkan. Sebab lainnya, jumlah tempat pelayanan KB yang ada tidak sebesar jumlah tempat pelayanan KB yang tercatat. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan jumlah tempat pelayanan KB yang melapor bulan-bulan sebelumnya yang berkisar antara 1.727 (terendah) dan 1.932 (tertinggi). Bila ditarik 2 tahun kebelakang, jumlah tempat pelayanan KB melapor pada tahun 2007 tertinggi 1.241 dan pada tahun 2008 tertinggi 1.974. 100,0
90,7
3
3
Secara lebih rinci dapat disampaikan jumlah sarana pelayanan yang melaporkan kegiatannya sebagai berikut : 1.
Klinik KB Pemerintah. Laporan yang masuk pada bulan Juni 2009 sebanyak 437 klinik KB atau 90,66% dari 482 klinik KB pemerintah yang ada. Dibandingkan dengan 3 tempat pelayanan KB lainnya, Klinik KB Pemerintah merupakan tempat pelayanan KB yang paling tinggi cakupan laporannya. Pada bulan ini terdapat 18 Kabupaten/Kota yang cakupan laporannya mencapai 100% yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Banda Aceh, Sabang, Aceh Singkil, Bireun, Langsa, Ace Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Tamiang, bener Meriah, Pidie Jaya dan Subulussalam. Untuk cakupan laporan terendah (di bawah 50%) terdapat di 1 Kabupaten/Kota yaitu: Aceh Tenggara. Sisanya mempunyai cakupan laporan di atas 50%, dengan jarak sebar antara 71,43% di Kota Lhokseumawe sampai 94,74% di Aceh Tengah. Apabila dibandingkan dengan laporan bulan sebelumnya ternyata persentase cakupan laporan Klinik KB Pemerintah bulan ini lebih rendah 7,68%.
2.
Klinik KB Swasta. Selain Klinik KB Pemerintah, Klinik KB Swasta mempunyai cakupan laporan relatif rendah, yaitu 52,05% atau sebanyak 38 klinik yang melapor dari 73 Klinik KB Swasta yang ada atau terdaftar. Terdapat 10 Kabupaten/Kota dengan cakupan laporan klinik KB swasta mencapai 100% yaitu: Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Bireun, Langsa, Nagan Raya, Bener Meriah Cakupan laporan terendah -- di bawah 50% -- terdapat di 5 Kabupaten/Kota yaitu: Aceh Tenggara, Lhokseumawe, Aceh Tamiang, Gayo Lues, dan Aceh Jaya. 11 Kabupaten/Kota lainnya mempunyai cakupan laporan 50,0% ke atas. Sedangkan 7 kab/kota lain tidak ada klinik KB swasta yang terdaftar. Jika dibandingkan dengan laporan bulan Mei 2009 terlihat persentase cakupan laporan Klinik KB Swasta bulan ini lebih rendah 1,37%.
3.
Jumlah laporan yang masuk dari Dokter Praktek Swasta (DPS) pada bulan Juni 2009 tercatat sebanyak 202 atau 66% dari 306 DPS yang ada. Pencapaian ini 0,3% lebih rendah dibandingkan dengan laporan bulan Mei 2009. Pada laporan DPS hanya 7 Kabupaten/Kota yang cakupan laporannya mencapai 100% yaitu Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Singkil, Gayo Lues, Nagan Raya dan Bener Meriah. 16 Kabupaten/Kota lainnya 4
4
mempunyai cakupan laporan mulai 0% di Aceh Jaya sampai 94,74% di Aceh Selatan. Secara umum dapat dikatakan masih ada 8 Kabupaten/Kota yang cakupan laporan DPS-nya masih di bawah 50,0%. 4.
Jumlah Bidan Praktek Swasta (BPS) melapor pada bulan Juni 2009 adalah 1.152 atau 73,28% dari 1.572 BPS yang ada. Dalam laporan BPS terdapat 7 Kabupaten/Kota yang cakupan laporannya mencapai 100%, yaitu Pidie, Aceh Utara, Sabang, Aceh Singkil, Gayo Lues, Bener Meriah, Subulussalam. Untuk cakupan laporan BPS di bawah 50% terdapat di 3 Kabupaten/Kota yaitu Simeulue, Aceh Jaya dan Aceh Tamiang dengan persentase cakupan laporan paling rendah di Aceh Tamiang sebesar 7,78%. Jika dibandingkan dengan laporan bulan lalu terlihat persentase cakupan laporan Klinik KB Swasta bulan ini lebih rendah 3,95%. Lebih detil perkembangan tempat pelayanan KB melapor dapat dilihat pada Lampiran 2
B.
LAPORAN PENGENDALIAN LAPANGAN
Pada bulan Juni 2009, dari Rek.Prov./F/I/Dal/08 tercatat sebanyak 23 Kabupaten/Kota yang mengirimkan laporan ke Provinsi. Dari 23 Kabupaten/Kota yang mengirimkan laporan, hanya 262 Kecamatan (94,92%); dan Desa/Kelurahan (96,21%) yang mengirimkan laporan. Seperti halnya laporan pelayanan kontrasepsi (F/II/KB), tidak maksimalnya cakupan laporan pengendalian lapangan dari semua tingkatan wilayah administrasi akan mempengaruhi cakupan laporan perkembangan atau pencapaian program secara keseluruhan. Adanya Kecamatan, ataupun Desa/Kelurahan yang tidak melapor bisa mengindikasikan tidak adanya kegiatan yang dilakukan oleh Kecamatan, Desa/Kelurahan bersangkutan atau ada kegiatan yang dilakukan tapi frekuensinya terlalu kecil sehingga tidak dilaporkan atau terlambat mengirimkan laporan dari jadwal yang telah ditentukan. Sementara itu untuk kelompok-kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, dan BKL, secara Kab/Kota jumlah yang melapor pada bulan ini adalah BKB 1.669 kelompok (76,1%); BKR 954 kelompok (80,2%); BKL 641 kelompok (84,4%). Sedangkan jumlah Kelompok UPPKS yang melapor pada bulan yang sama tercatat sebanyak 851 atau 80,1% dari 1.063 kelompok UPPKS yang ada. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran 3.
5
5
Jika melihat cakupan laporan dari kelompok tribina maupun kelompok UPPKS dari bulan Januari 2009 sampai Juni 2009, terlihat cakupan laporan tidak pernah mencapai angka 100%. Persentase BKB melapor pada bulan-bulan sebelumnya berada pada interval 70% 77,4%; BKR 71,2% - 82%; BKL 79,3% - 86,2%; dan UPPKS 65,9% 83,4%. Tidak seluruhnya kelompok caturbina maupun kelompok UPPKS yang ada mengirimkan laporan bisa disebabkan memang tidak adanya kegiatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dimaksud atau jumlah kelompok tribina dan kelompok UPPKS yang benar-benar ada tidak sebesar jumlah yang tercatat.
6
6
BAB III PELAKSANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN A.
Program
1.
Program Keluarga Berencana Program ini dimaksudkan untuk Menjamin ketersediaan pelayanan KB berkualitas untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) termasuk didalamnya upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
a.
Pencapaian Peserta KB Baru (PB) Untuk tahun 2009 ini, perkiraan permintaan masyarakat untuk menjadi peserta KB baru (PPM-PB) di Provinsi Aceh ditetapkan sebanyak 145.148 pasangan. Dibandingkan dengan target PPM PB tahun 2008 sebesar 132.350 pasangan, terjadi kenaikan sasaran sekitar 12.798 pasangan atau sekitar 9,7%. Sampai dengan bulan Juni 2009, perolehan PB tercatat sebanyak 77.312 pasangan atau 53,26% dari PPM-PB. Apabila dibuat rata-rata per bulan maka rata-rata pencapaiannya 8,9%. Jika diasumsikan target setiap bulan yang harus dicapai adalah 8,3%, maka dapat dikatakan pencapaian PB sampai bulan Juni telah melewati sasaran enam bulanan yang seharusnya dicapai (50%). Apabila pencapaian rata-rata perbulan tersebut dapat dipertahankan pada bulan-bulan berikutnya, diperkirakan pada akhir tahun 2009 pencapaian PB Provinsi Aceh mencapai angka sekitar 106,0%. Dilihat persebarannya menurut Kab/Kota, terdapat 13 Kab/Kota yang persentase PB per PPM PB-nya melebihi sasaran enam bulanan (≥ 50,0%). 10 Kab/Kota lainnya pencapaiannya masih di bawah sasaran (antara 10,26% - 49,71%) dengan pencapaian terendah terdapat di Kabupaten Simeulue sebesar 10,26%. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran 4. Perlu juga disampaikan, sampai dengan bulan Juni 2009, secara provinsi tidak atau belum terjadi fluktuasi pencapaian 7
7
setiap bulannya. Pencapaian PB agak rendah pada awal tahun untuk kemudian naik secara konsisten pada bulan-bulan berikutnya. Diduga, rendahnya pencapaian PB pada awal tahun disebabkan masih rendahnya pencairan/penyerapan anggaran untuk mendukung kegiatan operasional di lapangan. Tren menurun mungkin akan terjadi pada bulan September, saat mayoritas penduduk menjalankan ibadah puasa. Berdasarkan data 3 tahun terakhir, pencapaian PB cenderung menurun pada bulan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan untuk kemudian naik kembali setelah Ramadhan. Gambar 2 memperlihat tren pencapaian PB per bulan sampai dengan Juni 2009. TREN PENCAPAIAN PB JANUARI – JUNI 2009 80.000
77.312
70.000
62.597
60.000
49.316
50.000
36.853
40.000
30.000
23.718 20.000
12.233 10.000
8,43
7,91
9,05
JANUARI
FEBRUARI
MARET
8,59
9,15
APRIL
MEI
10,14
0
JUNI
Gambar 2 Walaupun secara total pencapaian PB telah melampaui sasaran enam bulanan, namun apabila dilihat per metoda kontrasepsi, hanya PB suntikan dan pil yang angka pencapaiannya melebihi sasaran, yaitu Suntikan 88,83% dan pil 56,54%. Metoda kontrasepsi lainnya, pencapaian PB per PPM-nya masih dibawah target enam bulanan dengan pencapaian terendah ada pada PB kondom Dibandingkan dengan angka PPM-nya, sampai dengan Juni 2009, secara propinsi persentase PB Suntikan sudah mencapai 8
8
88,83% atau rata-rata 14,8% per bulannya. Tingginya angka pencapaian tersebut “mendongkrak” pencapaian PB secara total. Tingginya angka pencapaian PB Suntikan, selain karena merupakan metoda kontrasepsi yang paling banyak dipakai, juga disebabkan turunnya PPM tahun 2009, dibandingkan tahun 2008, yang mencapai 44,69%. Pada tingkat kab/kota, 22 kab/kota berhasil melampaui sasaran enam bulanan dengan pencapaian terrtinggi terdapat di Pidie Jaya (175,86%) dan terendah di Aceh Tamiang (52,11%). Hanya Kabupaten Simeulue yang capaiannya masih dibawah sasaran enam bulanan yaitu 24,57%. Setelah Suntikan, metoda kontrasepsi lain yang cukup tinggi pencapaiannya, adalah Pil dengan angka capaian secara provinsi sebesar 56,54% (rata-rata 9,4% per bulan). Di tingkat kab/kota, hanya 13 kab/kota yang perolehan PB Pil dibandingkan dengan PPM-nya melewati angka sasaran. Sisanya, 10 kab/kota, pencapaiannya masih di bawah sasaran. Jarak sebar pencapaian PB Suntikan di kab/kota adalah 4,09% di Simeulue (terendah) dan 91,25% di Aceh Timur (tertinggi). Metoda kontrasepsi lain yang pencapaiannya juga relatif cukup tinggi adalah IUD, walaupun tetap masih di bawah sasaran. Secara propinsi, persentase pencapaian PB IUD terhadap PPM-nya sampai dengan bulan Juni sebesar 43% dengan rata-rata per bulannya 7,2%. Bila dilihat persebarannya menurut kab/kota, terdapat 8 kab/kota yang persentase pencapaiannya di atas sasaran. 15 Kab/kota lainnya pencapaiannya masih di bawah sasaran dengan pencapaian terendah di Aceh Singkil, Simeulue, dan Gayo Lues (masih 0%) Banyaknya kab/kota yang belum berhasil melampaui target 6 bulanan, mengindikasikan “tingginya” target yang ditetapkan bila dibandingkan tahun lalu. Sebagai salah satu metoda kontrasepsi jangka panjang, perolehan PB MOW terhadap PPM-nya sampai dengan bulan Juni adalah 41,57% atau 8,43% di bawah target 6 bulanan. Jika dihitung rata-rata per bulannya angkanya adalah 6,9%. Pada tingkat kab/kota, hanya 9 kab/kota yang pencapaiannya di atas sasaran dengan pencapaian tertinggi di Aceh Singkil 300%. Sementara itu, 14 kab/kota pencapaiannya masih di bawah sasaran dengan rentang 0% - 37,50%. Metoda
kontrasepsi 9
jangka
panjang
lain
yang 9
pencapaiannya juga “agak tinggi” walaupun tetap masih di bawah sasaran adalah Implan. Secara provinsi, persentase pencapaian PB Implan terhadap PPM-nya sampai dengan bulan Juni adalah 37,40% dengan rata-rata per bulannya 6,24%. Apabila dilihat persebarannya menurut kab/kota, terdapat 9 kab/kota yang persentase pencapaiannya di atas sasaran. 14 kab/kota lainnya pencapaiannya masih di bawah sasaran dengan pencapaian terendah di Kota Lhokseumawe (0%). Sebagai salah satu metoda kontrasepsi yang diperuntukkan bagi pria, persentase pencapaian PB MOP terhadap PPM-nya cukup tinggi. Sampai dengan bulan Juni adalah 43,48% atau 6,52% di bawah target 6 bulanan dan merupakan metoda kontrasepsi jangka panjang yang paling tinggi pencapaiannya. Jika dihitung rata-rata per bulannya angka pencapaiannya adalah 7,25%. Walaupun secara propinsi pencapaian PB MOP per PPM PB MOP masih di bawah sasaran, pada tingkat kab/kota, terdapat 6 kab/kota yang pencapaiannya di atas sasaran dengan pencapaian tertinggi di Aceh Tamiang (300%). Sementara itu, 17 kab/kota lainnya pencapaiannya masih di bawah sasaran dengan capaian masih 0%. Lebih detil, pencapaian PB per PPM PB dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain MOP, metoda kontrasepsi yang lain bagi pria adalah Kondom. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Kondom merupakan metoda kontrasepsi yang angka pencapaiannya paling rendah, yaitu secara propinsi hanya sebesar 11,41% (rata-rata 1,91% per bulan). Di tingkat kab/kota, hanya 1 kab/kota yang perolehan PB Kondom dibandingkan dengan PPMnya melewati angka sasaran, yaitu Kabupaten Pidie dengan 50,25%. Sisanya, 22 kab/kota, pencapaiannya masih jauh di bawah sasaran. Rendahnya persentase pencapaian PB Kondom tidak terlepas dari tingginya PPM yang ditetapkan untuk tahun ini dibandingkan dengan PPM tahun 2008. Terjadi kenaikan PPM sebesar 337,60% dari 9.065 pada tahun 2008 menjadi 39.668 pada tahun 2009. b.
PB Menurut Alat/Obat Kontrasepsi Yang Digunakan Dilihat dari kontribusinya pada pencapaian PB secara keseluruhan sampai dengan akhir Juni 2009 ini, alat/obat kontrasepsi Suntikan dan Pil masih merupakan alat/obat kontrasepsi yang paling banyak digunakan, masing-masing dengan 49,91% dan 41,55%. Sementara itu, metoda 10
10
kontrasepsi jangka panjang seperti Implan, IUD, MOW, dan MOP kontribusinya terhadap total PB masih di bawah 10%. Walaupun persentase pencapaian PB Implan terhadap PPM-nya masih di bawah pencapaian PB IUD, kontribusinya terhadap PB total masih lebih tinggi, yaitu 1,43% berbanding 1,11%. Sementara itu, Kondom yang persentase pencapaiannya paling rendah dibandingkan dengan persentase pencapaian PB MOW dan PB MOP, ternyata kontribusinya terhadap pencapaian PB total masih lebih tinggi, yaitu 5,86% berbanding 0,14% untuk MOW dan 0,01% untuk MOP. Gambar 3 di bawah ini menunjukkan sebaran PB menurut metoda kontrasepsi : PB MENURUT JENIS KONTRASEPSI S/D JUNI 2009
MOP 5,86%
0.01% MOW
0,14%
IUD
1,11%
KONDOM SUNTIKAN 2.69%
49,91%
PIL
IMPLAN
1,43%
41,55%
GAMBAR 3 c.
Pencapaian PB Wanita Sampai akhir Juni 2009, kontribusi PB Wanita yang terdiri dari PB IUD, PB MOW, PB Implan, PB Suntik, dan PB Pil terhadap PB Total mencapai 94,14% dengan kontribusi tertinggi ada pada PB Suntikan dan PB Pil masing-masing 49,91% dan
11
11
41,55%. Metoda lainnya, Implan, IUD, dan MOW memberikan kontribusi masing-masing 1,43%, 1,11%, dan 0,14%. Apabila dibandingkan dengan sasaran PPM PB-Wanita tahun 2009 yang berjumlah 105.457 peserta, maka pencapaian PB-Wanita secara provinsi sampai dengan bulan Juni telah mencapai angka 69,01%. Angka ini lebih tinggi dari sasaran enam bulanan sebesar 50%. Jika dilihat per metoda, pencapaian PB Suntikan terhadap PPM PB Suntikan telah mencapai 88,83%, PB Pil 56,54%, PB IUD 43%, PB MOW 41,57%, dan PB Implan 37,40%. Untuk mengetahui sebarannya menurut provinsi dapat dilihat pada lampiran 6 Sementara itu, apabila dilihat kontribusinya terhadap total PB Wanita, sebarannya secara kab/kota adalah Suntikan 36,59%, Pil 30,46%, Implan 1,05%, IUD 0,82%, dan MOW 0,10%. (Lihat Lampiran 7.) d.
Pencapaian PB Pria Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keikutsertaan pria dalam ber-KB, akan tetapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Sampai dengan akhir Juni 2009 pencapaiannya hanya 4.538 peserta atau 3,13% dari total PB, yang terdiri dari 10 PB-MOP (0,01%) dan 4.528 PB-Kondom (3,12%).(Lihat Lampiran 8). Apabila dibandingkan dengan sasaran PPM PB-Pria tahun 2009 yang berjumlah 39.691 peserta, maka pencapaian PB-Pria secara propinsi sampai dengan bulan Juni baru mencapai angka 11,44%. Angka ini masih jauh dari sasaran enam bulanan sebesar 50%. Jika dilihat per metoda, pencapaian PB MOP terhadap PPM PB MOP baru mencapai 43,48%, sedangkan Kondom hanya 11,41%. Diperlukan upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan pencapaian PB Pria terutama PB Kondom. Untuk mengetahui sebaran PB Pria menurut kab/kota dapat dilihat pada Lampiran 9.
e.
PB Menurut Jalur Pelayanan Walaupun program KB saat ini telah diarahkan kepada kemandirian masyarakat dalam memperoleh pelayanan kontrasepsi serta peningkatan fungsi sektor swasta dalam penyediaan pelayanan kontrasepsi, mayoritas peserta KB masih 12
12
mendapatkan pelayanan KB dari jalur pemerintah. Secara propinsi dari 77.312 peserta KB baru yang telah dilayani, 67,78% diantaranya mendapatkan pelayanan dari jalur pemerintah. Sisanya 32,220% mendapatkan pelayanan dari jalur swasta, baik itu Klinik KB Swasta, Dokter Praktek Swasta, maupun Bidan Praktek Swasta. Pada tingkat kab/kota, persentase pencapaian PB jalur pemerintah berjarak sebar dari yang tertinggi 96,38% di Sabang sampai terendah 47,76% di Bener Meriah. Sebaliknya, persentase pencapaian PB-Swasta tertinggi 52,24% di Bener Meriah dan terendah 3,62% di Sabang. (Lihat Lampiran 10). Peserta KB baru yang mendapatkan pelayanan KB melalui jalur swasta, sebagian besar pergi ke Bidan Praktek Swasta. Dari 32,23% PB jalur swasta, 26,74% diantaranya dilayani oleh Bidan Praktek Swasta, 3,63% Klinik KB Swasta, dan sisanya 1,86% dilayani oleh Dokter Praktek Swasta. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran 11 dan 12. f.
Kasus Kegagalan Kasus kegagalan merupakan kasus kejadian ketidak efektifan suatu metoda kontrasepsi yang digunakan oleh peserta KB sehingga menyebabkan peserta KB positif hamil. Secara propinsi, sampai dengan bulan Juni 2009 jumlah kasus kegagalan IUD adalah 4, naik 1 kasus dibandingkan laporan bulan lalu. Jumlah kasus kegagalan IUD tertinggi terjadi di Kota Langsa 2 kasus. Sedangkan di Aceh Tamiang dan Banda Aceh masing-masing 1 kasus. Dari 23 kab/kota, hanya 3 kab/kota yang melaporkan ada kasus kegagalan IUD, yaitu Kota Langsa, Aceh Tamiang, dan Kota Banda Aceh. Apabila 4 kasus kegagalan ini benar-benar berasal dari PB IUD 2009 yang sampai bulan Juni berjumlah 857, maka kasus kegagalan terjadi pada setiap pemasangan 214 IUD. Sebagai salah satu metoda kontrasepsi bagi wanita, MOW s/d Juni 2009 tidak ada kasus kegagalan. Sementara itu, untuk kasus kegagalan MOP secara propinsi hanya 1 kasus. Kasus kegagalan MOP terjadi di 1 kab/kota yaitu Kab. Aceh Besar. 22 kab/kota melaporkan tidak ada kejadian kegagalan MOP di wilayahnya. Jika 1 kasus kegagalan MOP ini 13
13
dibandingkan dengan perolehan PB MOP sebanyak 10, berarti pada setiap 10 tindakan Medis Operatif Pria terjadi 1 kegagalan. Selain IUD, Implan termasuk metoda kontrasepsi yang cukup tinggi angka kegagalannya, yaitu secara propinsi berjumlah 13 kasus, naik 2 kasus dari laporan bulan Mei. Kasus kegagalan Implant terjadi di 6 kab/kota yaitu Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Bener Meriah dan Pidie Jaya. Kasus kegagalan Implan tertinggi terdapat di Bener Meriah dan Aceh Tengah dengan jumlah 4 dan 3 kasus. Jika 13 kasus kegagalan Implan dibandingkan dengan prolehan PB Implan sebanyak 1.106, berarti 1 kasus kegagalan terjadi pada setiap 85 pemasangan Implant. Masih banyaknya kasus kegagalan bisa mengindikasikan belumnya maksimalnya kualitas pelayanan KB yang dimulai sebelum, saat, dan sesudah pelayanan. Untuk melihat lebih jelas sebaran kasus kegagalan per Kab/Kota dapat dilihat pada Lampiran 13. g.
Kasus Komplikasi Kasus komplikasi merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kualitas pelayanan KB. Sampai dengan akhir Juni 2009, secara provinsi kasus kejadian komplikasi berat IUD ada 3 kasus. Kejadian tertinggi terdapat di Aceh Tamiang 2 kasus dan terendah di Bireun 1 kasus. Dari 23 kab/kota, hanya 2 kab/kota yang melaporkan ada kejadian komplikasi berat IUD, yaitu Bireun dan Aceh Tamiang. Dibandingkan kasus komplikasi IUD dan Implan, kasus komplikasi berat MOW dan MOP relatif kecil. Secara provinsi, jumlah kasus komplikasi berat MOW sampai dengan akhir Juni 2009 sebanyak 3 Kasus terdapat di Aceh Singkil. Dari 23 kab/kota, kasus komplikasi berat MOW terjadi di 1 kab/kota yaitu Aceh Singkil, sisanya melaporkan tidak ada kejadian komplikasi. Sementara itu jumlah komplikasi berat MOP secara propinsi angkanya juga relatif kecil, yaitu 1 kasus, dan hanya terjadi di Aceh Singkil. Seperti halnya komplikasi berat IUD, kasus komplikasi 14
14
berat Implan sampai dengan akhir Juni 2009 juga cukup besar, yaitu secara nasional terdapat 7 kejadian, naik 16,67% dari laporan bulan Mei 2009. Kejadian tertinggi terdapat di Aceh Tengah dengan 3 kasus dan Aceh Tamiang 2 kasus. Hanya 4 kabupaten/kota yang melaporkan mengalami kejadian komplikasi berat implan selama 6 bulan terakhir, yaitu Aceh Besar, Aceh Timar, Aceh Tengah, dan Aceh Tamiang. Untuk Suntikan s/d Juni 2009, hanya 1 kab/kota yang melaporkan tidak ada kejadian komplikasi berat di wilayahnya yaitu Aceh Tamiang. Terjadinya kasus komplikasi berat dengan jumlah yang bervariasi di setiap kab/kota, bisa mengindikasikan masih belum tingginya kualitas pelayanan KB yang diberikan baik sebelum, pada saat, dan sesudah pelayanan. Untuk melihat lebih jelas sebaran kasus kegagalan per kab/kota dapat dilihat pada Lampiran 14. 2.
Program Kesehatan Reproduksi Remaja Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pengetahuan sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi. Dalam rangka menunjang kegiatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan reproduksi remaja, telah dibentuk PIK-KRR. Jumlah PIK-KRR yang harus terbentuk berdasarkan KKP 2009 adalah sebanyak 342. Sasaran yang harus dicapai ini merupakan angka kumulatif dari tahun sebelumnya. Dengan jumlah pencapaian sampai akhir Desember 2008 sebesar 78, maka sasaran baru pada tahun 2009 adalah 342 dikurangi 78 atau 264 kelompok. Berdasarkan data dari Seksi Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Prov. Aceh sampai bulan Juni 2009, jumlah PIK-KRR yang telah terbentuk sebanyak 210 kelompok. Apabila dibandingkan dengan sasaran kontrak kinerja tahun 2009, maka persentase pencapaiannya secara provinsi sebesar 61,4%. Sementara itu, pencapaian baru sampai dengan bulan Juni adalah 210 dikurangi 78 atau 132 kelompok. Jika dibandingkan dengan sasaran baru tahun 2009 maka pencapaian baru sampai saat ini baru mencapai 50%. Lebih 15
15
lengkap, pencapaian kumulatif dan pencapaian baru PIK_KRR dapat dilihat pada Lampiran 15. Sementara itu untuk Pendidik Sebaya Terlatih, secara provinsi jumlahnya ada 169 orang, Konselor Sebaya Terlatih ada 73 orang, dan guru/ketua terlatih ada 736. Secara kuantitatif pencapaian sudah relatif baik, akan tetapi dari segi tahapan kelompok PIK-KRR ternyata sebanyak 60,23% masih dalam kategori tahap tumbuh, dan hanya 0,87 % yang termasuk dalam kategori tahap tegar. Tanpa upaya pengembangan institusi KRR yang berkualitas, maka dikhawatirkan upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran remaja akan kesehatan reproduksi tetap terbatas. Dilihat dari basis PIK-KRR, sebagian besar ada di sekolahsekolah, baik umum maupun keagamaan. (lampiran 15) 3.
Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga Tujuan dari program ini adalah membina ketahanan keluarga dan meningkatkan kesejahteraannya dengan memperhatikan kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup yaitu dari janin hingga lanjut usia. Salah satu upaya dalam meningkatkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga adalah dengan menggerakkan kelompok kegiatan tribina, yaitu BKB, BKR, dan BKL serta pengikutsertaan Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS I) dalam kelompok Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sekjahtera (UPPKS). Dalam analisis dan evaluasi pelaksanaan program KB nasional ini yang dibahas hanya keluarga punya balita yang aktif dalam kelompok kegiatan BKB, keluarga yang punya anak remaja yang aktif dalam kelompok kegiatan BKR, kesertaan KPS dan KS I dalam kegiatan ekonomi produktif, serta kelompok UPPKS yang terdaftar dalam direktori.
a.
Keluarga Punya Balita Aktif Dalam BKB Keluarga punya balita aktif dalam BKB didefinisikan sebagai keluarga dimana orang tua dan atau anggota keluarga lainnya hadir dalam pertemuan yang dilakukan oleh kader kelompok BKB. Secara nasional, pada bulan Juni 2009, data dan informasi mengenai BKB ádalah jumlah kelompok kegiatan BKB 16
16
yang ada tercatat sekitar 2.169 kelompok; jumlah keluarga yang mempunyai anak balita dan menjadi anggota kelompok kegiatan BKB menurut statistik rutin berjumlah 33.231 keluarga sedangkan yang menjadi sasaran KKP adalah 35.708; jumlah keluarga yang aktif atau hadir dalam pertemuan sebanyak 33.231 keluarga. Dengan demikian, apabila dibandingkan dengan sasaran KKP maka persentase keluarga punya balita yang aktif dalam BKB secara provinsi adalah 93,1 Jika jumlah keluarga yang aktif dalam BKB per Juni 2009 dibandingkan dengan keadaan pada akhir tahun 2008 maka jumlahnya sekitar 1.758 keluarga lebih sedikit. jika dicermati,perkembanga persentase keluarga punya balita yang aktif dalam BKB Bulan Juni 2009 secara provinsi angkanya berada pada interval 18% sampai 222,8%. Apabila dilihat persebarannya menurut Kab/Kota pada bulan Juni 2009 terdapat 12 Kab/kota yang pencapaiannya melebihi KKP yaitu Pidie, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Simeulue, Bireuen, langsa, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Tamiang, dan Subulussalam. Pada sisi lain, terdapat 3 kab/kota, yaitu Kota Sabang, Abdya dan Gayo Lues memperoleh angka pencapaian di bawah 50%. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran 16 b.
Keluarga Punya Remaja Aktif Dalam BKR Keluarga punya balita aktif dalam BKR didefinisikan sebagai keluarga dimana orangtua dan atau anggota keluarga lainnya hadir dalam pertemuan yang dilakukan oleh kader kelompok BKR. Menurut statistik rutin BKKBN, data dan informasi mengenai BKR pada bulan Juni tahun 2009 ádalah jumlah kelompok kegiatan BKR yang ada 1.189 kelompok; jumlah keluarga yang mempunyai anak remaja dan menjadi anggota kelompok kegiatan BKR berjumlah 14.457 keluarga sedangkan yang menjadi sasaran KKP adalah 15.248; jumlah keluarga yang aktif atau hadir dalam pertemuan sebanyak 497 (lebih rendah dibandingkan dengan kondisi pada akhir tahun 2008 yang tercatat sebanyak 14.954) keluarga. Apabila dibandingkan dengan sasaran KKP, maka persentase keluarga punya anak remaja yang aktif dalam BKR secara provinsi pada bulan Juni 94,8%.
17
17
Sementara itu pada tingkat kab/kota bulan Juni 2009, terdapat 11 kab/kota yang pencapaiannya melebihi sasaran KKP, yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Barat, Aceh Tenggara, Sabang, Simeulue, Bireun, Aceh Jaya, Nagan Raya, Bener Meriah dan Subulussalam. Sebaliknya masih ada Kab/Kota yang persentase pencapaiannnya dibawah 50 %, yaitu Aceh Timur 5,4%, Banda Aceh, 22,8% dan Abdya 43,2% (lampiran 17) c.
KPS dan KS I Anggota UPPKS Berusaha Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan ekonomi keluarga terutama untuk peserta KB dari KPS dan KS I adalah dengan mengikut sertakan mereka dalam kelompok Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Dengan menjadi anggota UPPKS diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Pada Bulan Juni 2009, jumlah kelompok UPPKS yang ada menurut data statistik rutin BKKBN adalah sebesar 851 kelompok. Jumlah KPS dan KS I menjadi anggota UPPKS sebanyak 10.620 keluarga sedangkan yang menjadi sasaran KKP adalah 13.506 keluarga. Sementara itu, jumlah KPS dan KS I yang aktif berusaha sebanyak 10.602 keluarga, hampir sama tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi pada akhir tahun 2008 yang tercatat sebanyak 10.647 keluarga. dibandingkan dengan sasaran KKP maka Apabila persentase KPS dan KS I anggota UPPKS aktif berusaha secara propinsi hanya sebesar 78,5%. Pada tingkat kab/kota terdapat 6 kab/kota yang persentase KPS dan KS I aktif berusaha di atas sasaran KKP, seperti Aceh Besar (396,8%), Aceh Timur (433,7%), dan Aceh Jaya (317,3%). Sebaliknya, masih ada 8 kab/kota kab/kota yang pencapaiannya di bawah 50% yaitu Aceh Utara (14%), Aceh Tenggara (4,1), Gayo Lues (2,5%), dan Aceh Tamiang (3,6%). Lihat Lampiran 18.
d.
Kelompok UPPKS Dalam Direktori Jumlah kelompok UPPKS yang harus terdaftar dalam Direktori menurut KKP 2009 adalah sebanyak 1.063. Sasaran yang harus dicapai ini merupakan angka kumulatif dari tahun sebelumnya. Dengan jumlah pencapaian sampai akhir Desember 18
18
2008 sebesar 938, maka sasaran baru pada tahun 2009 adalah 1.063 dikurangi 938 atau 125 kelompok. Dalam kaitannya dengan bantuan modal yang diterima oleh kelompok UPPKS, dana yang tersedia pada APBN Provinsi sebesar Rp. 390.000.000,- . Yang sudah disalurkan Rp. 340.000.000,- Tinggal sisa Rp. 50.000.000,- yang belum disalurkan. 4.
Program Penguatan Berkualitas
Pelembagaan
a.
Kelembagaan OPD-KB Kabupaten/Kota
Keluarga
Kecil
Kepmendagri Nomor 57 tahun 2007 menyatakan bahwa batas akhir penyesuaian nomenklatur OPD-KB Kabupaten/Kota sampai akhir Juli 2008. Perkembangan penyesuaian nomenklatur OPD-KB Kabupaten/Kota sampai bulan Juni yang berdasarkan keketapan hukum yang dimiliki sebagai berikut : Tabel 1. Perkembangan Kelembagaan OPDKB-Kabupaten/Kota No. Status Kelembagaan
Jumlah Persentase Kabupaten/Kota
1. Peraturan Daerah
22
95,66%
1
4,35%
3. Draft Eksekutif
0
0,0%
4. Masih dengan PP 8/2003 dan daerah pengembangan
0
0,0%
23
100%
2. Rancangan Daerah
Peraturan
Jumlah Kabupaten/Kota
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah OPD-KB kabupaten/kota yang telah menyesuaikan diri dengan PP 41/2007 yang dikukuhkan dengan Perda tercatat 22 atau 95,66%. Dengan demikian masih ada 1 OPD-KB Kabupaten/Kota (4,35%) yang belum mempunyai perda sesuai
19
19
PP 41/2007 walaupun batas akhir penyesuaian nomenklatur telah terlewati. Dari 22 OPD-KB Kabupaten/Kota yang sudah ada perdanya, 68,19% atau 15 OPD-KB Kabupaten/Kota yang berbentuk Badan/Dinas. Apabila dibandingkan dengan sasaran kontrak kinerja pencapaiannya baru mencapai 65,22%. Lihat Lampiran 19. B.
Alokasi dan Realisasi Anggaran
1.
Alokasi Anggaran Dukungan anggaran untuk pelaksanaan Program Keluarga Berencana Nasional Prov. Aceh melalui DIPA TA 2009 sebesar Rp. 23.096.258.000,-. Yang semuanya bersumber dari anggaran Rupiah Murni (RM).
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
100 % RM ADB-DHS
00%
Anggaran Th.2009
Apabila dibandingkan dengan anggaran tahun 2008 sebesar Rp. 25.650.867.000,- yang kemudian direvisi menjadi 24.160.998.000,- secara keseluruhan anggaran tahun 2009 terjadi penurunan sebesar Rp. 1.064.740.000,- atau 4,61%.Penurunan tersebut disebabkan karena adanya dana bantuan ADB-DHS tidak ada lagi. Dari total anggaran sebesar Rp. 23.096.258.000,- yang dialokasikan untuk operasional sebesar Rp. 22.844.738.000 atau 98,91%, dan sarana prasarana sebesar Rp. 251.520.000,atau 1,09%. Disamping itu, dalam pemantapan revitalisasi Program Keluarga Berencana untuk mewujudkan Keluarga Kecil Berkualitas merupakan salah satu prioritas pembangunan saat ini, sehingga perlu mendorong Pemerintahan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan peningkatan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana kepada masyarakat, Pemerintah pada tahun 2009 ini mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Keluarga Berencana sebesar Rp. 18.093.000.000,- untuk 19 20
20
Kabupaten/Kota, Dana Alokasi Khusus tahun 2009 ini ada kenaikan sebesar Rp. 5.448.000.000,- atau 43,09%. jika dibanding DAK Tahun 2008 sebesar Rp. 12.645.000.000,- (untuk 13 kab/kota). Namun DAK ini tidak tertuang dalam DIPA, pencairannya langsung dari Pemerintah Pusat (Menteri Keuangan) kepada Pemerintahan Kabupaten/Kota. Rincian dana untuk tahun anggaran 2009 adalah sebagai berikut :
Anggaran Rupiah Murni (RM) Total Anggaran Rupiah Murni sebesar Rp. 23.096.258.000,- untuk mendukung operasional Keluarga Berencana sesuai tugas dan fungsi. Dari Total anggaran tersebut dikelola oleh BKKBN Prov. Aceh sebesar Rp. 14.110.942.000,-, Sedangkan sisanya sebesar Rp. 8.985.316.000 di droping ke SKPD KB Kab/Kota.
2.
Laporan Data Keuangan Laporan data keuangan ini bersumber dari Laporan F/II/Keu/ bulan Juni 2009, laporan rekap rincian droping kab/kota (UP/LS) dan laporan realisasi anggaran kegiatan per komponen bulan Juni 2009.
3.
Realisasi Anggaran Dari pagu anggaran DIPA TA 2009 sebesar Rp. 23.096.258.000,- realisasi SPM sebesar Rp. 10.025.330.790,atau 43,71%, sedangkan realisasi SPJ baru mencapai Rp. 10.075.343.446,- atau 43,62% dari pagu dana atau 99,80% dari SPM. Dari total realisasi s/d bulan Juni 2009 sebesar 43,71%, merupakan realisasi yang diperoleh dari realisasi kegiatan operasional sebesar Rp. 9.993.387.990,- (98,99%) serta realisasi pengadaan Rp. 101.942.800,- (1,01%). Jika Total Pagu dikurangi dengan pagu sarana prasarana sebesar Rp. 21
21
251.520.000,- maka pagu yang tersedia untuk operasional menjadi sebesar Rp. 22.884.738.000,- sehingga realisasi yang dicapai dari kegiatan operasional baru mencapai 43,67% atau sebesar Rp. 9.993.387.800 dari pagu dana yang tersedia. Berikut rincian realisasi anggaran per program : 1).
Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 3.923.26.238,- atau 46,09 % dari pagu sebesar Rp. 8.511.718.000,- sedangkan realisasi SPJ (GU/LS) sebesar Rp. 3.923.26.238- atau 46,09 % dari SPM
2).
Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 1.116.514.000,- atau 50,58% dari pagu sebesar Rp. 2.207.550.000,sedangkan realisasi SPJ sebesar Rp. 1.103.634.000,- atau 50% dari SPM.
3).
Program Sarana dan Prasarana Aparatur, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 101.942.800,- atau 40,53 % dari pagu sebesar Rp. 251.520.000,- sedangkan realisasi SPJ sebesar Rp. 101.942.800,- atau 40,53 % dari SPM
4).
Program Keluarga Berencana, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 1.566.636.750,- atau 41,17% dari pagu sebesar Rp. 3.804.970.000,- sedangkan realisasi SPJ sebesar Rp. 1.565.747.613,- atau 41,15 % dari SPM.
5).
Program Kesehatan Reproduksi Remaja, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 340.725.100,- atau 34,50 % dari pagu sebesar Rp. 987.500.000,-, sedangkan realisasi SPJ (GU/LS) sebesar Rp. 338.385.100,- atau 34,27 % dari SPM.
6).
Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 1.725.935.000,- atau 37,31 % dari pagu sebesar Rp. 4.625.400.000,- sedangkan realisasi SPJ (GU/LS) sebesar Rp. 1.725.935.000,- atau 37,31 % dari SPM.
22
22
7).
Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas, realisasi SPM/SP2D sebesar Rp. 1.319.459.300,- atau 48,73 % dari pagu sebesar Rp. 2.707.600.000,- sedangkan realisasi SPJ (GU/LS) sebesar Rp. 1.319.165.300,- atau 48,72% dari SPM.
C.
Persediaan Alat/Obat Kontrasepsi
1.
Evaluasi laporan bulanan F/V/KB yang masuk -
2.
Tingkat Kabupaten / Kota Laporan F/V/KB/00 (laporan gudang) selama bulan Januari s/d Juni 2009 (Semester I) seluruh kabupaten/kota mengirimkan laboran (100%). Evaluasi Persediaan Alat / Obat Kontrasepsi Persediaan Alat Kontrasepsi di tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota sampai 30 Juni 2009 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel : Persediaan Alat/Obat Kontrasepsi Juni 2009 (F/V/KB/00)
No
Jenis Kontrasepsi 2
Satuan
1 1
Pil
3 Cycle
2
Implant
Implant
3
IUD
4 5
Provinsi 4 1.428.000
Kab/Kota
Jumlah
5 6 450.391 1.878.391
2.930
5.438
8.368
Each
362
3.666
4.028
Kondom
Lusin
57.874
48.334
106.208
Suntikan
Vial
121.860
238.847
360.707
Dari tabel diatas dapat diketahui kemampuan alat/obat kontrasepsi bulan Juni 2009 pada setiap tingkatan mulai dari tingkat provinsi dan kab/kota (kolom 4 dan 5).
23
23
3. Pemenuhan Kebutuhan Alkon/Obat Kontrasepsi Upaya pemenuhan kebutuhan alat/obat kontrasepsi untuk bulan Juli s/d Desember 2009 (Semester II) secara provinsi disusun berdasarkan PPM (PB-PA) oleh Bidang KB-KR dan Subag Perlengkapan dan Perbekalan Persediaan Kontrasepsi berdasarkan hasil stock. Tabel : Rasio Kemampuan Stock Alat/Obat Kontrasepsi BKKBN Prov. Aceh bulan Juni 2009 No.
Jenis Kontrasepsi
Satuan
Stock Prov.
1
2
3
4
1.
Pil
Cycle
2.
Implant
Set
3.
IUD
4. 5.
Perkiraan Rata-rata Kebutuhan per bulan 5
Ratio
1.428.000
182.247 7,83
2.930
246 11,9
Each
362
166 2,18
Kondom
Lusin
57.874
22.395 2,58
Suntikan
Vial
121.860
70.696 1,72
6
Dari tabel diatas kemampuan stock alat/obat kontrasepsi di gudang Provinsi bulan Juni 2009 dapat diketahui : a. Kemampuan stock kontrasepsi yang tertinggi adalah Implant untuk kebutuhan 11,9 bulan memdatang b. Kemampuan stock kontrasepsi yang terendah adalah Suntikan yaitu kebutuhan selama 1,72 bulan mendatang 4. Distribusi Realisasi distribusi alat/obat kontrasepsi dari BKKBN Provinsi ke SKPD KB Kab/Kota dilakukan sesuai dengan laporan bulanan (F/V/KB/00) yang dikirim dari kabupaten/kota berdasarkan surat permintaan alkon dari SKPD-KB Kab/Kota masing-masing 24
24
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1.
PROGRAM KB
a.
Secara provinsi pencapaian PB (53,26%) telah melampaui sasaran enam bulanan, yaitu 50%. Walaupun begitu, kesenjangan pencapaian antar wilayah masih terlihat, seperti tergambar pada jarak sebar pencapaian antara 10,26% 91,86%.
b.
Secara provinsi pencapaian PB Wanita juga telah melewati sasaran enam bulanan, yaitu 69,01%. Walalupun begitu, jika dilihat per metoda, hanya PB Suntikan dan pil yang melampaui target. Lainnya, masih di bawah target. Hanya 3 kab/kota yang pencapaian PB Wanitanya di bawah sasaran enam bulanan, yaitu Simeulue, Gayo Lues dan Aceh Tamiang.
c.
Pencapaian PB Pria secara propinsi masih jauh di bawah sasaran, yaitu hanya 11,43%. Hanya satu kab/kota, yaitu Kab. Pidie yang pencapaiannya di atas sasaran, yaitu 50,21%. Kesenjangan pencapaian antar wilayah masih terjadi, seperti terlihat dari jarak sebar antar kab/kota yang cukup besar yaitu antara 0,84% - 50,21%.
d.
Metoda kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh peserta KB baru masih berupa Suntikan (49,91%) dan Pil (41,55%), sedangkan pencapaian masing-masing MKJP masih di bawah 10,0%.
e.
Kasus Kegagalan dan Komplikasi pemakaian alat/obat kontrasepsi masih banyak terjadi dengan kejadian terbanyak ada pada implant, disusul IUD, dan MOP.
2.
PROGRAM KRR
a.
Secara kuantitatif, persentase pencapaian PIK-KRR sampai dengan Juni 2009 (kumulatif) yaitu 61,4%. Walaupun begitu, secara kualitas masih harus ditingkatkan karena hampir 98,10% diantaranya masih masuk dalam kategori Tumbuh.
3.
PROGRAM KETAHANAN & PEMBERDAYAAN KELUARGA
a.
Secara provinsi partisipasi keluarga yang aktif dalam BKB maupun BKR dibandingkan dengan sasaran masing-masing relatif baik, yaitu 93,1% untuk BKB dan 94,8% untuk BKR. 25
25
b.
KPS dan KS I yang aktif berusaha dibandingkan sasaran secara propinsi hanya sebesar 78,5%.
c.
Pencapaian kumulatif Kelompok UPPKS yang telah tercatat dalam direktori secara propinsi telah mencapai 80,1%.
4.
PROGRAM PENGUATAN BERKUALITAS
a.
Kelembagaan OPD-KB Kabupaten/Kota yang sudah Perda sesuai PP 41/2007 sudah mencapai 90,9%. Walaupun begitu, yang berbentuk Badan, sesuai sasaran KKP, baru mencpai 84,2%.
5.
PELAKSANAAN ANGGARAN
a.
Total anggaran BKKBN Prov. Aceh Rp. 23.096.258.000,- yang bersumber dari DIPA APBN Murni tahun 2009.
b.
Realisasi anggaran BKKBN Provinsi Aceh s/d bulan Juni 2009 sebesar Rp 10.095.343.446,- atau 43,71%. Dari Pagu DIPA sebesar Rp. 23.096.258.000-, total realisasi s/d bulan Juni 2009 sebesar 43,71%, merupakan realisasi yang diperoleh dari realisasi pengadaan sarana dan prasarana 1,01% (Rp. 101.942.800), dan realisasi kegiatan operasional 98,99% (Rp. 9.993.387.990,-) dari total realisasi.
6.
STOCK KONTRASEPSI
a.
Laporan gudang (F/V/KB/00) Kabupaten/Kota bulan Januari – Juni 2009 (semester I) masuk 100%.
b.
Kemampuan stock kontrasepsi yang tertinggi adalah Implant (11,9 bulan) dan terendah Suntikan (1,72 bulan).
PELEMBAGAAN
KELUARGA
KECIL
B.
Saran
1.
Perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih intensif agar pencapaian PB terutama PB Kondom di bulan-bulan mendatang lebih meningkat.
2.
Perlu upaya-upaya lebih keras untuk peningkatan pencapaian kontrasepsi jangka panjang sebagai upaya percepatan penurunan TFR;
3.
Perlu upaya-upaya yang lebih intensif agar “gap” pencapaian sasaran program KB dapat diperkecil sehingga terjadi pemerataan pencapaian antar wilayah; 26
26
4.
Perlu upaya-upaya yang lebih intensif untuk peningkatan penggarapan KB Pria terutama di wilayah-wilayah yang potensial.
5.
Perlu upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas PIK-KRR sehingga dapat lebih berdampak pada penurunan fertilitas;
6.
Perlu upaya-upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan nomenklatur kelembagaan OPD-KB Kabupaten/Kota menjadi Dinas/Badan;
7.
Perlu upaya-upaya yang penyerapan anggaran;
8.
Perlu upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan alat kontrasepsi di semua tingkatan wilayah mulai dari penyediaan, penyimpanan, dan distribusi sesuai dengan pedoman pengelolaan yang telah ditetapkan (JKK).
lebih
27
intensif
untuk
meningkatkan
27
DAFTAR ISI
Halaman
I.
PENDAHULUAN ...................................................................... 1
II.
CAKUPAN LAPORAN PROGRAM KB .................................... 3
III. PELAKSANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN....................... 7
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 25
LAMPIRAN-LAMPIRAN