Penerapan Insentif Pajak atas Corporate Social Responsibility (Studi Kasus PT XYZ Tahun 2011) Agnes Theresia dan Tafsir Nurchamid Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik E-mail:
[email protected]
Abstrak Melihat pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) dalam membantu pemerintah di bidang sosial, pemerintah menjalankan fungsi reguleren pajak dengan memberikan insentif pajak untuk mendorong perusahaan dalam melaksanakan program CSR. PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang melaksanakan CSR secara konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis bentuk insentif pajak yang diberikan atas program CSR pada PT XYZ berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait, (2) menganalisis pengaruh insentif pajak tersebut terhadap beban pajak penghasilan badan PT XYZ, dan (3) menganalisis hambatan yang dihadapi PT XYZ dalam menerapkan kebijakan insentif pajak tersebut. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan, salah satunya dengan wawancara mendalam, dan dengan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk insentif pajak yang diterima oleh PT XYZ berupa deductible expense yang akan berpengaruh pada pajak penghasilan badan PT XYZ, dimana biaya-biaya CSR yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan menurunkan jumlah penghasilan kena pajak, yang akan menyebabkan menurunnya jumlah pajak penghasilan badan yang terutang. Adapun hambatan yang dihadapi oleh PT XYZ dalam mengakui biaya CSRnya sebagai deductible expense adalah ketidakjelasan peraturan mengenai kriteria subjek dan objek, serta tata cara atau prosedur atas sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, ditambah kurangnya sosialisasi akan peraturan tersebut.
The Application of Tax Incentives on Corporate Social Responsibility (Case Studies PT XYZ in 2011) Abstract Considering the importance of Corporate Social Responsibility (CSR) in helping the government in social field, the government runs the regulerend functions of tax by providing tax incentives to encourage companies for implementing CSR.PT XYZ is one of the companies that performs CSR consistently. This research aims to analyze (1) the form of tax incentives granted in CSR programs based on XYZ legislation related, (2) the effect of tax incentives on corporate income tax expense PT XYZ, and (3) the barriers that XYZ encountered in applying the tax incentive policy. This reasearch was conducted through a qualitative approach, where data collection is done by field studies, one of them with in-depth interviews, and the study of literature. These results indicate that the form of tax incentives received by PT XYZ a deductible expense that will affect corporate income tax, where the costs of CSR that can be deducted from gross income will reduce the amount of taxable income, which will lead to the declining amount of tax corporate income owed. The obstacles faced by PT XYZ in recognizing costs as a deductible expense CSR is unclear regulations on the criteria of subject and object, as well as the procedure or procedures that donations can be deducted from gross income, plus the lack of socialization to these rules. Keywords: Corporate income tax; corporate social responsibility; deductible expense; tax incentives.
1 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Pendahuluan Corporate Social responsibility (CSR) merupakan salah satu bentuk operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial saja, akan tetapi juga untuk pembangunan sosial – ekonomi kawasan secara melembaga dan berkelanjutan. Kemunculan tanggung jawab sosial diawali pada tahun 1060-an, yaitu dimana negara-negara telah pulih dari Perang Dunia II, dan saat itu persoalan keterbelakangan dan kemiskinan mulai mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Howard Bowen dianggap sebagai orang yang pertama kali mencetuskan konsep “Social Responsibility” atau tanggung jawab sosial. Tulisan-tulisannya di era 1950-1955 memunculkan pemikiran bahwa bekerja adalah bukan hanya untuk meraih keuntungan semata. Sekitar tahun 1997, John Elkington menambahkan konsep penting atas hasil pemikiran Bowen dengan konsep yang dikenal dengan “3P”. Elkington menegaskan bahwa tanggung jawab sosial haruslah dijalankan secara berkelanjutan oleh perusahaan. Elkington meramu konsepnya dengan memasukkan tiga aspek utama dalam CSR, yaitu Profit (keuntungan), People (masyarakat/pegawai), dan Planet (lingkungan), yang juga dikenal dengan Triple Bottom Lines. Ketiga faktor tersebut berkaitan satu sama lain dan bersifat dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan (Wibisono, 2007). Masyarakat tergantung pada ekonomi, ekonomi dan keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan. Wibisono (2007 : 77) juga mengemukakan tiga alasan penting yang berlandaskan dari konsep 3P mengapa kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan merupakan bagian dari lingkungan hidup disekitarnya, oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh perusahaan akan berdampak bagi keberlangsungan kehidupan lingkungan disekitarnya. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat pada dasarnya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, dimana masyarakat membutuhkan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan perusahaan membutuhkan penerimaan yang berasal dari pembelian produk oleh masyarakat tersebut. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam bahkan menghindari konflik sosial yang mungkin terjadi karena dampak negatif yang dihasilkan oleh perusahaan bagi lingkungan di sekitarnya. Hamid, Yuni, dan Zaim (2007 : 8), menyatakan dalam bukunya bahwa berkaitan dengan tanggung jawab sosial tersebut, Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, mengatur keringanan untuk perusahaan dalam menjalankan CSR dengan memberikan insentif pajak 2 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
kepada perusahaan-perusahaan yang telah melakukan program CSR. Insentif pajak bagi donatur adalah penting dan dapat meningkatkan gairah kedermawanan para donatur untuk semakin banyak menyumbang bagi sektor sosial. Insentif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tambahan penghasilan (uang, barang, dan sebagainya) yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja. Jadi dapat bahwa insentif pajak sehubungan dengan CSR merupakan tambahan (dalam hal ini pemberian fasilitas berupa keringanan pajak) yang diberikan kepada donatur atau investor yang menjalankan aktivitas CSR untuk meningkatkan atau mencapai tujuan pemerintahan di bidang sosial. PIRAC (2007) mengidentifikasikan beberapa alasan atau dasar pemikiran yang mendasari kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk program CSR, antara lain: pertama, pemerintah menyadari bahwa pajak tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya instrumen yang digunakan untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah meyakini bahwa dana yang dihasilkan dari pengumpulan pajak tidak mungkin dapat menyediakan seluruh layanan atau infrastruktur sosial yang diperlukan oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah membuka diri bagi masuknya inisiatif dan keterlibatan pihak-pihak di luar pemerintah dalam membantu mengatasi hal tersebut. Kedua, pemerintah menangkap potensi besar aktifitas filantropi (kedermawanan sosial) masyarakat dengan mengakomodasinya dalam kebijakan yang lebih konkret. Ketiga, pemerintah mencoba menggunakan skema insentif perpajakan untuk menstimulus masuknya dana dari individu atau organisasi ke bidang-bidang tertentu yang dianggap penting untuk didanai, sesuai dengan fungsi kebijakan perpajakan sebagai instrument reguleren. Pelaku bisnis di Indonesia semakin menyadari pentingnya CSR bagi keberlangsungan usahanya, sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 yang mewajibkan perusahaan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan segala sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peneliti mengambil salah satu contoh perusahaan yang telah melaksanakan program Corporate Sosial Responsibility (CSR) untuk diteliti, yaitu PT XYZ. PT XYZ memiliki kebijakan menyisihkan 1,5% dari keuntungan bersih per tahun untuk mendanai pelaksanaan investasi sosial. Pada tahun 2011, anggaran yang dialokasikan untuk program CSR sebesar Rp5.268.000.000. Total dana program CSR yang terealisasi sebesar Rp4.294.199.400 atau 81,51% dari total yang dianggarkan. Konsistensi PT XYZ dalam program CSR ditunjukkan juga dengan penghargaan yang didapatkan PT XYZ pada tahun 2011, yaitu pada ajang Indonesian CSR Awards 2011 yang dilaksanakan pada 15 Desember
3 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
2011. PT XYZ meraih Grand Platinum – tingkat penghargaan tertinggi bagi perusahaan – atas perolehan penghargaan 6 Platinum, 1 Emas, dan 1 Apresiasi. Selain penghargaan yang diterima, standarisasi terhadap penulisan pelaporan CSR telah dikembangkan PT XYZ berdasarkan standar Global Reporting Initiative (GRI). Untuk pelaporan tahun 2011 ini, PT XYZ memperoleh penghargaan The Best First Time Sustainability Reporting dalam Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR). Atas keseriusan yang ditunjukkannya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenaik pemberian insentif pajak atas CSR pada PT XYZ. Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
tersebut,
penulis
mengemukakan
permasalahan pokok penelitian ini ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apakah bentuk insentif pajak yang diterima PT XYZ atas Corporate Social Responsibility yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait?
2.
Bagaimana pengaruh insentif pajak atas CSR pada beban pajak penghasilan badan PT XYZ?
3.
Apakah hambatan yang dihadapi PT XYZ dalam menerapkan kebijakan pemberian insentif pajak atas CSR?
Tinjauan Teoritis 1.
Fungsi Regulerend Dalam bukunya, Nurmantu (2005) mengemukakan bahwa salah satu fungsi pajak, yaitu
fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan merupakan suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak, yakni fungsi budgetair. Pajak ditempatkan sebagai instrumen kebijaksanaan untuk mengatur hal yang bersifat non-budgetair, seperti bidang sosial budaya dan politik. Salah satu fungsi reguleren pajak adalah dalam hal pemberian fasilitas pajak. (h.36-37) 2.
Insentif Pajak Untuk mencapai fungsi mengatur dari pajak, maka pemerintah dalam penyusunan
kebijakan perpajakannya mengadakan perubahan-perubahan tarif yang bersifat umum serta memberikan beberapa pengecualian, berbagai keringanan (insentif pajak) atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus ditujukan pada suatu hal. Lain halnya dengan Shome yang mengungkapkan bahwa pemberian insentif pajak masih dipakai oleh setiap negara baik 4 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
negara yang sedang berkembang maupun negara berkembang sebagai suatu kebijakan alternatif untuk mempengaruhi investasi. Negara-negara tersebut percaya bahwa insentif pajak, dengan segala apapun bentuknya, merupakan cara yang terbaik untuk mendorong investasi. (Amalia, 2008, h. 26) 3.
Deductible Expense Menurut Sommerfeld dan Wagner sebagaimana dikutip oleh Rosdiana dan Tarigan
bahwa pertimbangan politik dan masalah administrasi perpajakan terkadang menjadi alasan tersendiri dalam penentuan tax reliefs di suatu sistem perpajakan Negara. Bentuk-bentuk dari tax reliefs terdiri dari berbagai nama dan bentuk, antara lain: adjustments, deductions, exemptions, allowances, credits. Justifikasi dua jenis tax reliefs yang paling banyak di pakai oleh sistem pajak penghasilan di seluruh dunia, yaitu deductible expense dan personal exemption. (Haula dan Raisan, 2005, h. 148-149). Deductible expense atau deductions merupakan biaya yang berkaitan dengan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Mansury (1992) mengkategorikan biaya pengurang penghasilan perusahaan dalam dua jenis, yaitu: biaya operasi usaha dan biaya penyusutan. Biaya operasi usaha meliputi semua biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan biaya yang membebani penghasilan (termasuk biaya material, biaya gaji, premi asuransi, dan biaya administrasi yang terjadi pada tahun pajak yang sama). Rosdiana dan Tarigan (2005) juga mengemukakan bahwa untuk keperluan perpajakan, prinsip utama dari ketentuan-ketentuan mengenai biaya-biaya yang dapat diperbolehkan untuk dijadikan pengurang (deductible expenses) dalam menghitung penghasilan neto adalah: a.
Biaya-biaya tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, atau dikenal di Indonesia dengan istilah biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
b.
Pajak mengutamakan prinsip substance over form. Dengan kata lain, tidak menjadi masalah istilah atau nama biaya tersebut, yang terpenting hakikat dari biaya tersebut dikeluarkan. Sepanjang biaya tersebut dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan, maka boleh dijadikan sebagai deductible expenses.
4.
Corporate Social Responsibility Konsep tanggung jawab sosial lebih menekankan pada tanggung jawab perusahaan atas
tindakan dan kegiatan usahanya yang berdampak pada orang-orang tertentu, masyarakat, dan lingkungan di mana perusahaan tersebut melakukan aktivitas usahanya. (Busyra Azheri, 2011, h. 54). Menurut Lantos (1998) dalam Afifah (2011), tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) 5 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
dibedakan menjadi tiga jenis : (1) Ethical corporate social responsibility, yaitu bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan atau sosial masyarakat akibat kegiatan bisnis perusahaan; (2) Altoristik corporate social responsibility, yaitu aktivitas sosial perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat tanpa terkait langsung dengan keputusan perusahaan; dan (3) Strategic corporate social responsibility, yaitu aktivitas perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan citra perusahaan di target pasarnya meningkatkan pendapatan perusahaan. Menurut Susanto (2007 : 28) dalam proposal penelitian Reni Dahar (2011), dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu (1) mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan, (2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis, (3) CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdersnya, (4) meningkatkan penjualan, dan (5) insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. 5.
Tax Saving (Penghematan Pajak) Tax saving merupakan salah satu bentuk perencanaan pajak secara legal, yaitu masih
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak terutang. Dapat dikatakan juga bahwa tax saving merupakan upaya untuk menghemat pengeluaran pajak melalui pengaturan suatu peristiwa untuk meminimumkan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan. Salah satu cara untuk melakukan penghematan pajak adalah dengan memaksimalkan biaya-biaya fiskal. Pemaksimalan biaya-biaya fiskal tersebut berupa tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan biaya-biaya yang menurut fiskus dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Adapun biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan biaya yang tercantum di dalam pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Metode Penelitian 1.
Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pertimbangan untuk
melakukan penelitian kualitatif didasarkan pada kedudukan teori yang dijadikan peneliti sebagai dasar atau petunjuk untuk menemukan pemahaman atas suatu fenomena sosial. Fenomena sosial yang peneliti kaji yaitu tentang pemberian insentif pajak atas biaya yang 6 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
dikeluarkan dalam program CSR yang dilaksanakan di perusahaan. Peneliti mengamati fenomena ini dengan mengkaitkannya pada pentingnya program CSR yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan dan mengkajinya dengan berdasarkan teori-teori yang berkaitan (dalam hal ini pajak) untuk ditetapkan sebagai suatu kebijakan berdasarkan analisis data secara mendalam. Peneliti pun turut menggambarkan penerapan program CSR yang diselenggarakan oleh salah satu perusahaan di Indonesia, yaitu PT XYZ sebagai bahan kajian. 2.
Teknik Pengumpulan Data Data yang peneliti kategorikan sebagai dokumen dan lainnya adalah data penunjang
yang diperoleh dari studi literatur. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Studi lapangan (field research) Studi lapangan dilaksanakan melalui wawancara mendalam serta mengumpulkan data
berupa dokumen-dokumen yang ada di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara mendalam menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang terdiri dari beberapa pertanyaan utama berjenis terbuka (open-ended question), yang kemudian dapat dikembangkan saat wawancara berlangsung. Wawancara juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan. Wawancara mendalam dilakukan dengan berbagai pihak yang dianggap mengetahui dengan pasti dan kompeten dalam masalah insentif pajak atas CSR, diantaranya dengan pejabat atau petugas dilingkungan DJP, BKF, pihak konsultan, akademisi, perusahaan terkait dan forum CSR. 2.
Studi literatur (literary research) Studi literatur dilakukan terhadap berbagai jenis peraturan, buku, penelitian, dan
dokumen lainnya sehubungan dengan perlakuan perpajakan atau insentif pajak atas CSR atau sumbangan yang dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto, yang dapat memberi data penunjang bagi penelitian ini. Literatur peneliti dapatkan dari internet, media massa, perpustakaan kampus dan instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini. Selain itu, studi literatur merupakan titik awal penelitian ini serta sebagai alat bantu untuk menganalisis data yang diperoleh di lapangan. 3.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.
Data, gambaran, maupun informasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya yang menurut peneliti adalah penting, sehingga tidak semua temuan yang diperoleh di lapangan dan literatur yang akan digunakan dalam analisa guna mendapatkan hasil dari penelitian ini. Peneliti turut 7 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
mempertimbangkan mengenai kebaruan, validitas, dan reabilitas data atau informasi. Analisis dilakukan dengan mengkaitkan hasil temuan yang sudah dipilih tersebut dengan teori-teori yang ada, sehingga akan didapat hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian.
Hasil Penelitian PT XYZ tidak hanya memilih program atau bentuk-bentuk CSR yang menurut peraturan perpajakan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto melainkan program CSR yang dipilih atau dijalankan oleh PT XYZ benar-benar yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar lingkungan kegiatan usahanya. Biaya yang telah dikeluarkan oleh PT XYZ untuk kegiatan CSR pada tahun 2011, adalah sebesar Rp 4.294.199.400. Dana tersebut dialokasikan ke berbagai bidang program CSR, yaitu untuk bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, keagamaan, kepemudaan, pengelolaan dampak lingkungan, infrastruktur, serta tanggap bencana dan donasi. Pada laporan keuangan PT XYZ, seluruh biaya aktivitas CSR yang dilakukan oleh PT XYZ baik yang diakui secara fiskal maupun yang tidak diakui secara fiskal dibukukan ke dalam komponen beban usaha komersial yaitu termasuk ke dalam beban umum dan administrasi pada akun kontribusi dan donasi, seperti tabel di bawah ini: Tabel 1. Beban Umum dan Administrasi PT XYZ Tahun 2011 BEBAN UMUM DAN ADMINISTRASI Gaji dan tunjangan lainnya Rp 146.305.360.000 Jasa profesional Rp 85.632.094.000 Penyusutan Rp 51.511.493.000 Perjalanan dinas Rp 15.346.346.000 Sewa Rp 14.479.335.000 Listrik, air dan komunikasi Rp 11.831.458.000 Beban iuran dana pensiun Rp 10.339.327.000 Perbaikan dan pemeliharaan Rp 11.289.583.000 Transportasi Rp 8.869.832.000 Kontribusi dan donasi Rp 5.930.223.000 Pajak Rp 7.855.858.000 Biaya alokasi kantor pusat Rp 5.249.644.000 Asuransi Rp 3.875.181.000 Keamanan Rp 3.839.249.000 Penyisihan kerugian penurunan nilai Rp 1.518.838.000 Beban administrasi lainnya Rp 31.480.245.000 Sub Total Rp 415.354.066.000 Beban umum yang dikapitalisasi ke tanaman belum menghasilkan (Rp 1.859.458.000) Beban Umum dan Administrasi - Neto Rp 413.494.608.000 Sumber: PT XYZ (Telah diolah kembali)
8 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Biaya yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya menurut peraturan perpajakan, masuk ke dalam beda tetap yaitu beban yang tidak dapat dikurangkan. Hal tersebut dapat dilihat seperti perhitungan beban pajak penghasilan kini tahun 2011 PT XYZ seperti berikut: Tabel 2. Beban Pajak Penghasilan Kini PT XYZ Tahun 2011 Laba sebelum beban pajak penghasilan menurut laporan laba rugi Ditambah (dikurangi): Penurunan nilai goodwill Bagian Perusahaan atas laba Entitas Anak Laba Entitas Anak sebelum taksiran pajak penghasilan Laba sebelum beban pajak penghasilan Perusahaan Beda temporer: Total beda temporer Beda tetap: Beban yang tidak dapat dikurangkan Pendapatan bunga bagian Perusahaan yang telah dikenakan PPh Pasal 23 Final
Rp 1.117.571.463.000 Rp 58.972.605.000 Rp 765.175.370.000 (Rp 1.153.002.548.000) Rp 788.716.890.000 Rp
40.256.702.000
Rp
37.210.504.000
(Rp
1.191.050.000)
Bagian Perusahaan atas laba (rugi) Entitas Anak (Rp 765.175.370.000) Total beda tetap (Rp 729.155.916.000) Taksiran penghasilan kena pajak Perusahaan Rp 99.817.676.000 Beban pajak kini perusahaan (20%*)) Rp 19.963.535.000 Baban pajak kini Entitas Anak Rp 223.000.299.000 Total Beban Pajak Kini Rp 242.963.834.000 Sumber: PT XYZ (Telah diolah kembali) *) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Perusahaan Terbuka dapat memperoleh penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 5% lebih rendah dari tarif tertinggi, jika memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Penurunan tarif tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah N0. 81 tahun 2007, PMK No. 238/PMK.03/2008, serta SE Dirjen Pajak No. 42/PJ/2009. Pada tanggal 31 Desember 2011 dan 2010, PT XYZ telah memenuhi ketentuan tersebut, oleh karena itu, telah menggunakan tingkat pengurangan pajak sebesar 5% dalam penghitungan pajak penghasilan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011 dan 2010, sehingga tarif pajak penghasilan badan sebesar 20%.
Pembahasan 1.
Bentuk Insentif Pajak Berupa Deductible Expense atas Corporate Social Responsibility pada PT XYZ Bentuk insentif pajak yang paling ideal dan memungkinkan untuk perusahaan yang
melaksanakan CSR adalah berupa deductible expense atau biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Rosdiana dan Tarigan (2005) dalam bukunya, bahwa justifikasi dua jenis tax reliefs yang paling banyak di pakai oleh sistem pajak penghasilan di seluruh dunia, yaitu deductible expense dan personal exemption. Menurut Jati (2013) dalam wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti, mengenai konsep taxable - deductible atau non-taxable – non-deductible kaitannya dengan CSR adalah bagi penerima CSR berarti non-taxable income, misalnya lembaga pendidikan 9 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
menerima sumbangan fasilitas pendidikan. Seharusnya bagi si pemberi sumbangan tersebut non-deductible, namun kalau untuk CSR itu tetap deductible. Dengan kata lain ada insentif disini bahwa pemerintah mendorong pelaku usaha untuk menyumbangkan sebagian dari penghasilannya untuk keperluan kegiatan CSR tersebut. Deductible expenses atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atas program CSR diatur di dalam pasal 6 ayat (1) huruf g, i, j, k, l, dan m Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pengaturan pajak atas CSR tersebut tersirat di dalam undang-undang ke dalam jenis-jenis sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 2.
Pengaruh Insentif Pajak berupa Deductible Expense terhadap Beban Pajak PT XYZ PT XYZ memanfaatkan insentif pajak berupa deductible expenses yang di dapat atas
kegiatan CSR yang dilakukan. Berikut merupakan analisis deductible expenses dan nondeductible expenses atas biaya CSR PT XYZ tahun 2011: 1.
Pendidikan Pada tahun 2011 alokasi biaya untuk pendidikan adalah sebesar 33,56% dari total biaya,
atau setara dengan Rp 1.441.200.000. Adapun biaya di bidang pendidikan tersebut digunakan untuk program: a.
Pembinaan enam yayasan pendidikan di bawah unit usaha PT XYZ sebesar Rp 75.000.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan karena yayasan pendidikan tersebut walaupun sudah mendapatkan ijin operasional sekolah namun belum terakrediatasi. Oleh karena hal tersebut, menurut PP Nomor 93 Tahun 2010 biaya tersebut tidak dapat dikurangkan.
b.
Pemberian beasiswa mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi kepada 275 siswa sebesar Rp 1.146.000.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dengan memperhatikan kewajaran sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang PPh Pasal 6 ayat (1) huruf g. Kewajaran yang dimaksud adalah penerima beasiswa tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi, atau pengurus dari PT XYZ serta dengan jumlah yang wajar. Dalam hal ini, semua penerima beasiswa merupakan pelajar berprestasi yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi, atau pengurus dari PT XYZ serta dengan jumlah yang wajar.
10 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
c.
Pemberian penghargaan kepada guru teladan sebesar Rp 23.000.000 dan mengadakan lomba karya tulis sebesar Rp 17.200.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, karena tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu, biaya tersebut bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan.
d.
Pembangunan, rehabilitasi dan pengembangan sarana pendidikan dan sarana penunjang sebesar Rp 180.000.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf l yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 dimana disebutkan bahwa yang termasuk ke dalam fasilitas pendidikan adalah prasarana dan sarana
yang
dipergunakan
untuk
kegiatan
pendidikan
termasuk
pendidikan
kepramukaan, olahraga, dan program pendidikan di bidang seni dan budaya nasional. 2.
Ekonomi Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang ekonomi sebesar 12,82% dari total
biaya, atau setara dengan Rp 550.402.500. Biaya di bidang ekonomi tersebut digunakan untuk program pengembangan perekonomian masyarakat lokal melalui: a.
Kegiatan non-operasional yang mencakup pembinaan koperasi dan pengembangan usaha mikro-kecil-menengah (UMKM) meliputi bantuan modal usaha sebesar Rp 246.250.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan karena bukan kegiatan operasional perusahaan (tidak berhubungan dengan kegiatan inti perusahaan). Oleh karena itu, biaya tersebut tidak termasuk dalam kategori biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan sehingga tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b.
Kegiatan yang terkait dengan bisnis inti perusahaan, termasuk program kemitraan petani inti-plasma, pembinaan petani sawit plasma dan non-plasma, serta pemberian bantuan bibit sawit atau karet dan pelatihan teknis perkebunan sebesar Rp 304.152.500. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk kegiatan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan karena mengacu kepada UU PPh Pasal 6 ayat (1) huruf g dimana biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran. Gunadi (2013) dalam wawancara 11 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
mendalam yang dilakukan peneliti juga mengemukakan bahwa apabila petani yang telah dibina dan dilatih tersebut sudah memiliki kemampuan dan ikut bekerja di PT XYZ, biaya tersebut dapat dikategorikan secara tidak langsung namun tidak jauh sebagai biaya mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan. 3.
Kesehatan Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang kesehatan sebesar 4,85% dari total
biaya, atau setara dengan Rp 208.415.000. Biaya di bidang kesehatan tersebut digunakan untuk kegiatan: donor darah dan khitanan massal, pengasapan nyamuk DBD, bantuan operasi, sosialisasi bahaya kanker pada anak, donasi untuk mewujudkan rumah singgah bagi penderita kanker anak di Indonesia, lomba bayi sehat, dan bantuan untuk Puskesmas. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk bidang kesehatan tersebut seluruhnya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, karena tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu, biaya tersebut bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan. 4.
Keagamaan Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang keagamaan sebesar 12,55% dari total
biaya, atau setara dengan Rp 539.000.000. Biaya di bidang keagamaan tersebut digunakan untuk kegiatan: santunan anak yatim, penyandang cacat, panti asuhan dan pesantren, rehabilitasi tempat ibadah, bantuan acara MTQ, apresiasi seni dan pengadaan buku agama, program Tali Asih, dan siraman rohani dengan melakukan kegiatan dzikir akbar bersama Ustad maupun safari Ramadhan. Menurut PP Nomor 60 tahun 2010, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk bidang keagamaan seperti yang disebutkan di atas seluruhnya tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut dikarenakan PT XYZ membayar zakat atau sumbangan keagamaan bukan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. 12 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
5.
Kepemudaan Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang kepemudaan sebesar 6,75% dari total
biaya, atau setara dengan Rp 289.843.000. Biaya tersebut digunakan untuk kegiatan: a.
Turnamen olah raga sebesar Rp 148.343.000, pembinaan turnamen eksternal sebesar Rp 51.500.000, dan bantuan sarana olah raga sebesar Rp 65.000.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk ketiga kegiatan olahraga di atas tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Pada peraturan UndangUndang PPh Pasal 6 ayat (1) huruf m memang disebutkan bahwa sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, akan tetapi disebutkan bahwa ketentuannya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 Pasal 1 huruf (d) disebutkan bahwa sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang dimaksud merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga. Pembinaan olahraga yang dilakukan oleh PT XYZ merupakan kegiatan kepemudaan yang memperhatikan generasi muda di lingkungan usahanya, dengan tujuan memberi dukungan penuh agar para pemuda mendapatkan ruang untuk mengejar prestasi secara sportif, namun pembinaan olahraga tersebut bukan melalui lembaga pembinaan olah raga. Oleh karena hal tersebut PT XYZ tidak dapat mengurangkan biaya tersebut dari penghasilan bruto-nya.
b.
Bantuan kegiatan kepemudaan sebesar Rp 25.000.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk bantuan kegiatan kepemudaan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, karena tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu, biaya tersebut bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan.
6.
Pengelolaan Dampak Lingkungan Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang lingkungan. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengelolaan dampak lingkungan berupa pengolahan limbah sebesar 5,17% dari total biaya, atau setara dengan Rp 222.135.000. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, karena berdasarkan UU PPh Pasal 6 ayat 1 huruf a angka 5 dimana biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk di dalamnya biaya pengolahan limbah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 13 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
7.
Infrastruktur Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang infrastruktur sebesar 8,89% dari
total biaya, atau setara dengan Rp 381.943.000. Biaya di bidang infrastruktur tersebut digunakan untuk kegiatan: memperbaiki infrastruktur khususnya jaringan jalan dan jembatan di daerah operasional; perbaikan jalan desa; pembangunan halte; dan pembuatan taman penghijauan. Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk infrastruktur tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UU PPh Pasal 6 ayat (1) huruf k yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010. Adapun biaya infrastruktur sosial yang boleh dijadikan biaya pengurang untuk 1 tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya. Penghasilan neto fiskal Tahun 2010 PT XYZ adalah sebesar Rp 808.694.189.000. Jadi, biaya infrastruktur yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan adalah tidak melebihi Rp 40.434.709.450 (5% x Rp 808.694.189.000), sehingga Rp 381.943.000 seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 8.
Tanggap bencana dan donasi Pada tahun 2011 alokasi biaya CSR untuk bidang tanggap bencana dan donasi sebesar
15,40% dari total biaya, atau setara dengan Rp 661.260.900. Biaya di bidang tanggap bencana dan donasi tersebut digunakan untuk kegiatan: a.
Penyalurkan sumbangan sukarela dari para karyawan untuk pemulihan korban letusan gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 275.000.000.
b.
Memberi bantuan dalam kasus bencana alam lokal yang berskala lebih kecil dan tidak mendapat sorotan media sebesar Rp 386.260.900. Bencana letusan Gunung Merapi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta bukanlah bencana nasional. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X berpendapat: “Bencana letusan Gubung Merapi tidak perlu diusulkan sebagai bencana nasional karena wilayah yang terkena erupsi Merapi di DIY hanya kabupaten Sleman, jadi hanya bencana lokal saja sehinga tanpa bantuan dari pemerintah pusat, masyarakat di DIY sebenarnya juga bisa menyelesaikan dampak dari bencana tersebut.” (“Letusan Merapi bukan Bencana Nasional”, seperti dikutip dari artikel)
14 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Atas biaya CSR yang dikeluarkan PT XYZ untuk bantuan dalam kedua kasus bencana alam tersebut sebesar Rp 661.260.900 tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan karena bukan merupakan bencana nasional melainkan hanya bencana lokal saja. Berdasarkan penjelasan PP Nomor 93 Tahun 2010, bahwa yang dimaksud dengan “bencana nasional” adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Nugroho (2013) dalam wawancara mendalam yang dilakukan peneliti juga mengemukakan bahwa hanya biaya untuk bencana nasional saja yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sedangkan bencana lokal tidak. Hal tersebut dikarenakan jika bencana lokal pemda setempat yang mengatasinya, sedangkan apabila bencana nasional sudah menjadi urusan Pemerintah Pusat. Artinya, jika Pemerintah Pusat yang mengatasi, pastinya membutuhkan dana yang besar, untuk itu Pemerintah Pusat membutuhkan bantuan dari perusahaan, maka muncullah CSR dalam bentuk sumbangan untuk bencana nasional dan biayanya dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto. Berdasarkan analisis di atas, biaya kegiatan CSR yang dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto (diakui secara fiskal) adalah sebesar Rp 2.234.230.500. Atas biaya yang dikoreksi (yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto) di atas sebesar Rp 2.059.968.900 dimasukan ke dalam beda tetap : beban yang tidak dapat dikurangkan. Berikut ilustrasi perbandingan penghitungan pajak penghasilan badan apabila seluruh biaya CSR yang dilakukan perusahaan tahun 2011 tidak dapat dibiayakan atau dikurangkan dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto: Tabel 3: Perbandingan Pajak Penghasilan Kini PT XYZ Tahun 2011 jika Seluruh Biaya CSR NonDeductible dan Deductible Expense KETERANGAN
NON-DEDUCTIBLE
Taksiran penghasilan kena pajak Perusahaan (sebelum ditambahkan biaya CSR)
Rp
99.817.676.000
Biaya CSR
Rp
2.234.230.500
Taksiran penghasilan kena pajak Perusahaan (setelah ditambahkan biaya CSR)
Rp
102.051.906.500
Beban pajak kini perusahaan (20%) Rp 20.410.381.300 Baban pajak kini Entitas Anak Rp 223.000.299.000 Total Beban Pajak Kini Rp 243.410.680.300 Tax Saving (Penghematan Pajak) Rp 446.846.300 Sumber: PT XYZ (Telah diolah kembali)
DEDUCTIBLE Rp
99.817.676.000 -
Rp
99.817.676.000
Rp 19.963.535.000 Rp 223.000.299.000 Rp 242.963.834.000
15 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Seperti yang dapat di lihat dari tabel di atas, dengan adanya insentif pajak untuk kegiatan CSR berupa deductible expense, perusahaan dapat melakukan tax saving atau penghematan pajak sebesar Rp 446.846.300. Seperti teori yang menyebutkan salah satu cara untuk melakukan penghematan pajak adalah dengan memaksimalkan biaya-biaya fiskal. Dalam hal ini, biaya CSR yang telah dilakukan oleh PT XYZ yang sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat 1 UU PPh merupakan salah satu bentuk penghematan pajak yang dilakukan oleh PT XYZ melalui kegiatan Corporate Social Responsibility. 3.
Hambatan yang Dihadapi PT XYZ dalam Menerapkan Kebijakan Pemberian Insentif Pajak atas Corporate Social Responsibility Dalam mengakui biaya CSR sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto, PT XYZ mengalami beberapa kendala. Kendala tersebut disebabkan antara lain karena: a.
Belum adanya kejelasan dari peraturan perpajakan yang ada mengenai ketentuan kriteria subjek dan objek, serta tata cara pengakuan biaya sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b.
Kurangnya sosialisasi atas peraturan yang terkait dengan sumbangan yang dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto, sehingga menyebabkan PT XYZ kurang memahami peraturan yang mengatur mengenai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Sebagai perbandingan, penulis menambahkan perlakuan perpajakan atas CSR di
beberapa negara lain. Perlakuan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 4: Perlakuan Perpajakan atas CSR di Beberapa Negara No. 1.
Negara Thailand
2. 3.
Singapura Filipina
4.
Amerika
5.
Kanada
6.
Australia
Perlakuan Pajak atas CSR (Sumbangan) Dalam mengitung Pajak Penghasilan Badan, biaya yang dapat dikurang termasuk sumbangan hingga 2% dari laba bersih. Terdapat pengurangan (dua kali jumlah sumbangan) pajak ganda. Pengurangan yang dibatasi - sumbangan kepada lembaga atau badan berikut akan dikurangkan 5% dari penghasilan kena pajak yang berasal dari perdagangan, bisnis atau profesi yang dihitung tanpa manfaat sepenuhnya dari kontribusi; dan Pengurangan penuh - seluruh jumlah sumbangan kepada lembaga atau badan tertentu yang telah diatur dalam peraturan terkait. Batasan dari sumbangan yang dapat dikurangkankan adalah tidak lebih dari 10% dari penghasilan kena pajak untuk tahun pajak. Pajak yang dikenakan atas biaya sumbangan dapat dijadikan kredit pajak bagi pemberi sumbangan, dalam hal ini orang pribadi. Tarif kredit pajak tergantung wilayah atau provinsi tempat tinggal si pemberi sumbangan yang ditentukan dalam charitable donation tax credit rates. Untuk korporasi atau perusahaan, jumlah maksimum sumbangan amal yang dapat dikurangkan adalah 75% dari laba bersih. Jumlah pemotongan pajak yang dapat diklaim tergantung pada jenis hadiah yang disumbangkan. Untuk sumbangan berupa uang adalah sejumlah sumbangan tersebut. Untuk sumbangan berupa properti, ada berbagai aturan penilaian tergantung pada jenis sumbangan. Sumber: Olahan Penulis
16 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa besaran jumlah sumbangan yang dapat dikurangkan dari pajak bervariasi, ada yang 2% dari laba bersih, 5% dan 10%
dari
penghasilan kena pajak ataupun dapat dikurangkan seluruhnya sejumlah sumbangan yang diberikan atau dikeluarkan. Untuk Kanada, insentif pajaknya berupa tax credit untuk orang pribadi, dimana biaya untuk sumbangan yang dikenakan pajak dapat menjadi kredit pajak dengan tarif yang telah ditentukan, dan deduction maksimum 75% dari laba bersih untuk perusahaan (corporation). Pengaturan perpajakan di Indonesia atas sumbangan pada dasarnya mirip dengan pengaturan di negara lain, akan tetapi peraturan yang mengatur perpajakan atas sumbangan di Indonesia terpisah-pisah. Di dalam Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, sumbangan yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto masuk ke dalam pasal 6 ayat 1 dan untuk ketentuan lebih lanjutnya diatur oleh Peraturan Pemerintah dan PMK dimana sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto besarnya tidak boleh lebih dari 5% dari penghasilan neto pajak tahun sebelumnya dan tidak boleh mengakibatkan rugi di tahun pajak saat CSR dilaksanakan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis pokok permasalahan pada bab sebelumnya serta didukung oleh teori-teori yang ada, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1)
Bentuk insentif pajak atas CSR pada PT XYZ berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan adalah berupa deductible expense, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjalankan CSR dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Adapun peraturan yang mengatur mengenai tersebut adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 dan PMK Nomor 76 Tahun 2011.
2)
Pengaruh insentif pajak atas CSR pada beban pajak PT XYZ adalah terjadi Pajak Penghasilan PT XYZ yang terutang menjadi lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan, biaya-biaya yang diperbolehkan oleh fiskus sebagai biaya pengurang penghasilan bruto akan berdampak pada penurunan Penghasilan Kena Pajak dan akhirnya akan berpengaruh terhadap penurunan pajak penghasilan badan yang terutang di akhir periode fiskal. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara penghitungan pajak penghasilan badan dengan biaya yang deductible dan non-deductible, dimana jika
17 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
biaya CSR deductible, PT XYZ dapat melakukan tax saving atau penghematan pajak sebesar Rp 446.846.300. 3)
Hambatan yang dihadapi oleh PT XYZ dalam menerapkan kebijakan pemberian insentif pajak atas CSR adalah kurangnya kejelasan peraturan dan sosialisasi mengenai prosedur dan tata cara dalam mengakui biaya CSR yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang diatur dalam peraturan-peraturan terkait sehingga PT XYZ mengalami kesulitan dalam mendapatkan insentif pajak tersebut. Dalam prakteknya, PT XYZ masih bingung akan bukti-bukti apa saja yang harus dikumpulkan dan dipenuhi agar dapat diakui oleh DJP pada saat pemeriksaan.
Saran Adapun saran yang dapat dijadikan pertimbangan berkaitan dengan permasalahan penelitian antara lain: 1)
Sehubungan dengan insentif pajak atas CSR berupa deductible expense, apabila PT XYZ ingin melakukan penghematan pajak yang lebih besar dari program CSR, maka PT XYZ dapat melakukan pemilihan program yang sesuai dengan apa yang diatur di dalam peraturan yang terkait atau dapat menganggarkan dana yang lebih besar pada program yang menurut peraturan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto daripada program yang tidak dapat dikurangkan.
2) A. Apabila PT XYZ mengalami kesulitan dalam memahami peraturan mengenai CSR (sumbangan), yang dapat dilakukan PT XYZ adalah melakukan privat rulling dengan DJP. Selain agar lebih jelas, surat Dirjen tersebut juga dapat dijadikan sebagai bukti pada saat pemeriksaan apabila fiskus mengkoreksi biaya yang menurut surat Dirjen tersebut tidak perlu dikoreksi. B. Untuk Pemerintah, agar Pemerintah dapat mempertimbangkan dibuatnya regulasi khusus yang menangani mengenai perpajakan atas CSR. Paling tidak agar dikeluarkannya peraturan pelaksana yang lebih detail dari PP dan PMK, yaitu yang mengatur mengenai kriteria subjek dan objek, serta tata cara atau prosedur untuk menjadikan biaya CSR sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang ketat agar CSR yang dilakukan perusahaan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan menjadi suatu penyelewengan oleh pihak-pihak tertentu.
18 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Daftar Referensi Buku: Abidin, Hamid, Yuni Kusumastuti, dan Zaim Saidi. Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba; Pelajaran dari Mancanegara. Jakarta: Piramedia, 2007. Agoes, Sukrisno, dan Estralita Trisnawati. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat, 2008. Azheri, Buysra. Corporate Social Responsibility (Dari Voluntary Menjadi Mandatory). Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Gunadi. Akuntansi Pajak (Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru). Jakarta: PT Grasindo, 2009 Hartanti, Dwi. “Makna Corporate Social Responsibility: Sejarah dan Perkembangannya.” Economics Bisnis and Accounting Review Edisi III / September - Desember 2006. Judisseno, Rimsky K. Pajak dan Strategi Bisnis (Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Nurmantu, Safri, dan Azhari A. Samudra. Dasar-dasar Perpajakan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003. Poerwanto. Corporate Social responsibility (Menjinakkan Gejolak Sosial di Era “Pornografi”). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Rosdiana, Haula, Raisan Tarigan. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan di Indonesia. Bandung: Alfabeta, 2007. Wahyudi, Isa & Buysra Azheri. Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi. Malang : Intrans Publishing dan Inspire Indonesia, 2008. Wibisono, Yusuf. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publising, 2007. Kamus: Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar bahasa Indonesia (edisi kedua). Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Karya Ilmiah: Afifah, Dzul. Skripsi: Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Oleh PT. Wirakarya Sakti Dalam Penguatan Ekonomi Lokal. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 2011. Amalia, Dini. Skripsi: Kajian Beasiswa Sebagai Insentif Pajak Dalam Upaya Mendorong Pembangunan Pendidikan (Ditijnjau dari Supply Side Tax Policy). Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008. Dahar, Reni. Proposal Penelitian: Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Profitabilitas, Besaran Pajak Penghasilan, dan Biaya Operasional (Studi Empiris Pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI). Padang: Pasca Sarjana Universitas Andalas, 2011. Sudarmono. Skripsi: Analisis Tax Reliefs atas Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Perusahaan Kontraktor Pertambangan Batubara (Studi Kasus Pada PT. XYZ). Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008 19 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013
Peraturan Perundang-undangan: Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893. , Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756. , Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5148. , Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5182. , Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 205. Lain-lain: Gunadi. Dosen Universitas Indonesia / Guru Besar Pepajakan. Wawancara Mendalam. 11 Juni 2013, pukul 08.00 wib Jati, Wisamodro. Dosen Bidang Perpajakan Universitas Indonesia. Wawancara Mendalam. 01 Juni 2013, pukul 09 wib. Laporan Tahunan (Annual Report) 2011 PT XYZ Laporan Pertanggungjawaban (Sustainability Report) 2011 PT XYZ “Letusan Merapi Bukan Bencana Nasional”
, diakses pada tanggal 15 Juni 2013 pukul 13.00 wib.
“Menilik Lebih Dalam Soal CSR”, diakses pada tanggal 24 Maret 2013 pukul 21:30. Nugroho, Yulianto Endy. Manajer KAP Drs Santoso Harsokusumo, Irwan & Rekan. Wawancara Mendalam. 08 Juni 2013, pukul 12.00 wib. “Sumbangan Sosial Perusahaan” , diakses pada tanggal 24 Maret 2013 pukul 22.15 , diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 15.25. www.bir.gov.ph www.cra-arc.gc.ca www.iras.gov.sg www.irs.gov www.rd.go.th
20 Penerapan insenti..., Sianturi, Agnes Theresia, FISIP UI, 2013