Penerapan Cooperative Learning Model Jigsaw Dengan Metode Konstruktivistik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Nglames Kab. Madiun Tahun Pelajaran 2010/2011. Oleh : Musalamah Guru SMAN 1 Nglames Kabupaten Madiun, E-mail:
[email protected] . ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Sejarah melalui Penerapan Cooperative Learning Model Jigsaw Dengan Metode Konstruktivistik yang dilakukan pada siswa Kelas XI IPS 3 SMAN 1 Nglames Kabupaten Madiun. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas terdiri dari 4 siklus tiap siklus mempunyai 4 tahap, yaitu : perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil pembelajaran: Rata-Rata nilai hasil belajar siswa pada refefleksi awal sampai dengan siklus IV, selalu naik dengan rincian sebagai berikut : Rerata refleksi awal : 67, siklus I : 71, siklus II: 75, siklus III: 75, dan Rerata siklus I V: 74 Jumlah Peserta didik yang mendapat nilai 70 keatas dari refleksi awal sampai dengan siklus IV sebagai berikut : Refleksi awal: 58 %, Siklus I : 72 %, Siklus II: 83 %, Siklus III : 86 %, dan Siklus IV: 89 %. Model Cooperative Learning model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar sejarah khususnya Perkembangan Islam di Indonesia di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Nglames tahun pelajaran 2010 / 2011. Kata Kunci : Hasil Belajar, Kooperatif Learning, Jigsaw, Konstruktivistik
A. PENDAHULUAN Bakat, minat, dan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap peserta didik adalah obyek pelayanan pendidikan yang utama dan hal ini harus benarbenar dipahami oleh guru selaku pendidik. Proses pembekalan peserta didik dengan beragam ilmu pengetahuan harus dimulai sejak dini melalui pembelajaran di kelas yang mampu memunculkan bakat, minat, dan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Melalui kompetensi yang dimilikinya seorang
guru harus mampu menampilkan pembelajaran yang dapat mengembangkan segenap potensi yang dimiliki peserta didik baik koognitif, afektif maupun psikomotor atau yang dapat meningkatkan motivasi sekaligus hasil belajar peserta didik. Pengorganisasian pembelajaran dikelas dengan metode dan strategi yang tepat adalah jawabannya. Sebab harus diakui bahwa proses pengajaran tidak akan berlangsung optimal apabila strategi yang digunakan tidak
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
80
tepat (Berg, 1995;9). Dalam hal ini, system pengajaran sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran yang tepat dapat berlaku efektif di kelas. Berdasarkan pengamatan, pengalaman serta refleksi, terhadap pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran sejarah selama ini dialami peserta didik kelas XI/IPS SMA Negeri 1 Nglames Kab. Madiun dapat disimpulkan sebagai berikut: Kinerja guru kurang optimal, guru masih menerapkan pembelajaran konvensi onal (menggunakan metode ceramah), sehingga peserta didik kurang kreatif, pemilihan strategi pembelajaran yang belum sesuai dengan kondisi dan situasi peserta didik. Akibatnya minat dan motivasi peserta didik dalam belajar sejarah rendah, bahkan menganggap pelajaran sejarah membosankan dan tidak penting . Jika keadaan seperti tersebut di atas dibiarkan, maka dampak yang terjadi adalah nilai sejarah selalu di bawah standar, bahkan nilainya sangat rendah dibanding mata pelajaran yang lain. Untuk mengatasi permasalahan ini, peneliti melakukan kegiatan pembelajaran dengan “Pendekatan Kooperatif Tenik Jigsaw”. Melalui kegiatan ini diharapkan interaksi antara guru dan peserta didik, antar peserta didik dengan peserta didik, muncul suasana yang baru dan menggairahkan, baik melalui diskusi kelompok, bertanya jawab maupun menyampaikan informasi kepada sesama teman dapat
berjalan secara efektif dan efesien, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik itu sendiri, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Sejarah melalui Penerapan Cooperative Learning Model Jigsaw dengan Metode Konstruktivistik, pada Peserta Didik Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Nglames Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2010/2011. Adapun asumsi tindakannya adalah hasil belajar pada kompetensi dasar : “Menganalisis pengaruh perkembang an Agama dan Kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia” pada Peserta Didik Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Nglames Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat meningkat, melalui Penerapan Cooperative Learning Model Jigsaw dengan Metode Konstruktivistik Indikator Keberhasilan Karena SMA Negeri 1 Nglames menempati ranking menengah ke bawah dan Peserta didik kelas XI IPS 3 tahun pelajaran 2010/2011 ini heterogen kemapuan intelektualnya, maka indicator keberhasilan ditetapkan sekurangkurangya 85% Peserta didik mendapat nilai 70 atau lebih. B. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
81
Belajar merupakan suatu aktivitas mental / psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan nilai – nilai. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. (Winkel, 1996). Hasil belajar itu secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Proses perubahan ini ada yang terjadi secara alamiah, ada pula yang terjadi karena direncanakan. Proses yang direncanakan agar terjadi perubahan disebut proses belajar. Perubahan perilaku merupakan hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik (Bloom, dalam Soewondo, 2003). Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah bahwa hasil belajar itu dapat dikatakan sebagai perubahan tingkah laku yang mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Hasil belajar ranah kognitif ini berorientasi pada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan sederhana sampai dengan kemapuan untuk memecahkan suatu masalah. 2. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan
menggunakan kelompok kecil sedemikian rupa sehimgga Peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan pembelajaran mereka (Jonhson & Johnson 1989). Selanjutnya ahli lain menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif itu merujuk pada suatu macam metode mengajar dimana Peserta didik bekerja pada kelompok – kelompok kecil untuk membantu belajar satu sama lain tentang materi akademik. Setiap Peserta didik bekerja bersama sebagai suatu kelompok untuk memecahakan masalah, menyelesai kan tugas, atau menyempurnakan tujuan bersama. Setiap Peserta didik berusaha memberikan sumbangan pada upaya kelompoknya karena mereka memandang imbalan yang diterima kelompoknya sama seperti penghargaan pada diri mereka. (Slaiving,1995) Jigsaw Jigsaw adalah salah satu pendekatan pembelajaran kooperatif. Dalam penerapan jigsaw peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan anggota 4 – 5 peserta didik, secara heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada peserta didik dalam bentuk LKS atau teks. Setiap anggota bertanggung jawab pada satu soal yang menjadi tanggung jawabnya sebagai contoh, jika banyaknya soal LKS ada 4 nomor, sedangkan anggota kelompok ada 4 peserta didik, maka masingmasing anggota mempelajari 1 nomor
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
82
saja. Anggota kelompok lain yang mendapat tugas nomor soal yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang nomor soal tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli soal nomor 1, kelompok ahli soal nomor 2, kelompok ahli soal nomor 3, dan kelompok ahli soal nomor 4. Selanjutnya kelompok tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajari di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman-teman di kelompoknya sediri. Terakhir dilakukan presentasi oleh kelompok ahli Konstruktivistik Pembelajaran konstruktivistik dimulai dari masalah (sering muncul dari diri peserta didik) dan selanjutnya membantu peserta didik menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya inquiri atau menemukan dan ketrampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar). Perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memperoleh informasi baru (Piaget, dalam Nur dan Wikandari, 2000)
Berdasarkan hal itu, maka dalam konstruktivistik terdapat empat aspek penting dalam pengembangan perubahan kognitif yang bertumpu pada aspek sosial dalam belajar. Empat aspek itu adalah :1) Pembelajaran social, 2) Zona perkembangan terdekat, 3) Pemagangan kognitif, dan 4) Dukungan tahap demi tahap dari pemecahan masalah. (Subyanto, 2004) C. METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di SMA Negeri 1 Nglames Kab. Madiun Tahun Pelajaran 20102011, dengan mengambil objek peserta didik kelas XI IPS 3, berjumlah 36 peserta didik dengan komposisi 24 peserta didik putra dan 12 peserta didik putri. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan September Minggu ke 2 sampai dengan Desember minggu ke 1 2010. a. Refleksi Awal Refleksi awal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik pada mata pelajaran sejarah dan sikap peserta didik tehadap proses pembelajaran sejarah. Kemampuan awal sejarah dijaring dengan soalsoal, sedangakan sikap peserta didik dalam poses pembelajaran dijaring dengan angket sederhana. b. Perencanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, dilaksanakan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
83
menggunakan model siklus. Setiap siklus melalui 4 tahapan, yaitu (1) Planing, (2) Acting, (3) Observing, dan (4) Reflekting. Model siklus ini digunakan dengan tujuan apabila pada siklus awal ditemukan kelemahan, maka kelemahan tersebut diperbaiki pada siklus berikutnya secara berkelanjutan, sehingga siklus berikut hasilnya diharapkan akan lebih baik dari siklus sebelumnya. Setiap siklus, tahap-tahapnya sebagai berikut : 1. Planning (Perencanaan) Untuk memperlancar pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada tahap ini mempersiapkan segala sesuatu yang bisa mendukung jalanya Penelitian, antar lain : (1) Membagi peserta didik dalam kelompok kecil, (2) Memilih materi pembelajaran, (3) Membuat Rencana Pembelajaran, (4) Membuat Lembar Kerja Peserta Didik, (5) Membuat alat evaluasai akhir siklus, (6) Mempersiapkan lembar pengamatan guru, (7) Mempersiapkan lembar pengamatan peserta didik, (7) Membuat angket peserta didik, (8) catatan lapangan, dan (9) Materi untuk refleksi awal. Untuk efisiensi waktu peserta didik diatur duduk berkelompok sesuai dengan kelompoknya (kelompok asal). 2. Acting (Pelaksanaan) Semua yang sudah disiapkan, selanjutnya dimplementasikan di kelas sebagai berikut : a. Pendahuluan
Karena peserta didik telah duduk menempati kelompoknya (kelompok asal). Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memberi motivasi dan apresiasi. Guru memberi penjelasan cara kerja model Jigsaw, kemudian membagi LKPD. b. Kegiatan Inti Dengan pembelajaran langsung guru menjelaskan materi secara garis besar dan cara menyelesaikan LKPD. Selanjutnya memerintahkan peserta didik untuk membentuk kelompok baru berdasarkan nomor dada dari setiap kelompok asal. Setelah kelompok baru terbentuk (kelompok ahli), kelompok tersebut mendiskusikan salah satu soal dalam LKPD sesuai dengan nomor dada. Misal : 1. Kelompok nomor dada 1, mendiskusikan soal nomor 1. 2. Kelompok nomor dada 2, mendiskusikan soal nomor 2, demikian seterusnya. Guru berkeliling dan membimbing kelompok atau peserta didik yang memerlukan. Kolaborator mengamati, baik kinerja guru maupun proses pembelajaran kelompok. Apabila dirasa cukup, guru memerintahkan peserta didik untuk kembali kepada kelompok asalnya, selanjutnya masing – masing peserta didik dari kelompok ahli menjelaskan kepada anggota kelompok asal tentang hasil diskusinya, diteruskan dengan presentasi kelompok ahli. Kegiatan diakhiri dengan penilaian
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
84
tertulis yang dikerjakan secara individu. c. Penutup Peserta didik diberi ulasan singkat tentang materi yang baru dipelajari. Guru bersama peserta didik membuat kesimpulan. 3. Observing (Pengamatan) Pengamatan dilakukan oleh guru bersama kolaborator. Guru dan kolaborator mengamati kinerja peserta didik dalam proses pembelajaran. Kinerja guru diamati oleh kolaborator. 4. Reflecting (Refleksi) Guru bersama kolaborator mendiskusikan temuan – temuan pada masing – masing siklus untuk menentukan perbaikan – perbaikan dan tindakan alternatif pada siklus berikutnya. Metode Pengumpulan Data Agar data yang terkumpul dapat dengan mudah didapat dan hasilnya mudah dicari, maka data yang dikumpulkan diklasifikasikan. Data tersebut dikumpulkan menggunakan : 1. Angket Digunakan dalam rangka mengetahui sejauh mana tanggapan peserta didik terhadap 5 (lima) aspek dalam pelaksanaan penelitian ini, antara lain : Apakah model pembelajarn ini termasuk baru, pernah diterapkan, menarik, menyenangkan dan ini layak untuk diteruskan. Angket diberikan setelah keseluruhan pembelajaran selesai.
2. Alat evaluasi Pembelajaran Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan peserta didik dalam materi sejarah, adalah soal uraian bebas yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dari setiap siklusnya. 3. Lembar observasi guru dan catatan lapangan Merupakan alat pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator terhadap pelaksanaan pembelajaran jigsaw yang dilakukan peneliti didalam kelas, dimulai dari tahap pendahuluan, kegiatan inti hingga tahap penutup. Metode Analisis Data Data yang telah terkumpul, di tabulasi secara sederhana, kemudian analisis diskriptif, kualitatif dan kuantitatif secara sederhana pula. Analisis data dilakukan pada :a. Hasil Pengamatan Penilaian Proses Penilaian proses dilakukan pada 4 (empat) aspek kemampuan dalam penilaian proses yang terdiri dari kemampuan peserta didik dalam : 1) berbagi tugas bersama anggota kelompoknya. 2) melakukan strategi atau metode dalam rangka menyelesaikan tugas yang diberikan, 3) mempresentasikan hasil dari kerja kelompoknya didepan kelas, 4) menarik kesimpulan atas hasil diskusi bersama dikelas. Aktivitas peserta didik dalam kelompok, diukur berdasarkan jumlah peserta didik yang terlibat dalam kerja kelompok. Selanjutnya peserta
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
85
didik yang aktif maupun yang tidak aktif di prosentasikan dengan rumus :
Secara umum peserta didik yang “senang” terhadap proses pembelajaran Sejarah dari 8 item pertanyaan, ada 7 item yang lebih besar dari peserta didik yang menjawab “tidak” sehingga prosentase “senang” lebih besar dari pada“tidak”. Perinciannya hanya pada item diberi kesempatan bertanya prosentase “tidak” lebih besar dari “senang”. Melihat data di atas, perlu ada motivasi pada peserta didik agar bergairah lagi apabila diberi kesempatan bertanya, lebih antusias dan senang. Hasil refleksi awal menunjukkan 58 % mendapat nilai 70 ke atas, dibawah ketentuan minimal yang disyaratkan untuk ketuntasan klasikal (85%) dan keberhasilan tujuan pembelajaran. Keadaan umum di atas menunjukkan bahwa khusus pembelajaran Sejarah di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Nglames Tahun Pelajaran 2010-2011 belum optimal. Namun hal positif yang terekam adalah rerata hasil refleksi telah mencapai 67. untuk mengoptimalkan hasil belajar Sejarah di kelas yang bersangkutan. Siklus I
Jumlah peserta didik yang aktif/tidak aktif Jumlah peserta didik keseluruhan
X 100 %
Sedangkan kemampuan peserta didik dalam penilaian proses diukur berdasarkan jumlah peserta didik yang aktif terlibat dalam kerja kelompok. Selanjutnya peserta didik yang aktif dikategorikan dalam 4 (empat) kategori penilaian proses dan diprosentasikan dengan rumus : Jmlh siswa aktif pada setiap kategori kemampuan x 100% Jumlah siswa keseluruhan yang aktif
b. Hasil Tes Akhir Per -Siklus Dalam setiap siklus dihitung berapa banyak peserta didik yang mendapatkan nilai dari 0 hingga nilai 100, selanjutnya, dihitung rerata (prosentase) dari setiap jumlah yang ada dengan rumus : Jumlah peserta didik yang mendapat nilai x 100% Jumlah peserta didik keseluruhan
Selanjutnya setiap rerata dibandingkan dengan batas ketuntasan belajar peserta didik dalam pembelajaran. Indikator keberhasilan secara klasikal ditetapkan sekurangkurangnya 85% peserta didik mendapat nilai 70 (ketuntasan individu) atau lebih. D. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN Pembahasan Refleksi Awal
DAN
Tabel Hasil Penilaian Proses, Pada Siklus I Sikl us
I
Aktivitas Peserta didik Dalam Kelompok Aktif Pasif 75
25
Kemampuan Peserta didik Dalam PenilaianProses (%)
KET
No.1
No.2
No.3
No.4
75
61
58
58
Sumber : Hasil Penilaian Proses JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
86
Dari data tersebut berarti kemampuan peserta didik dalam berbagi tugas sudah baik (no1) , dan perlu ditingkatkan adalah kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan tugas (no 2), presentasi (no 3) dan menarik kesimpulan (no 4), masih didominasi oleh peserta didik yang pandai. Dari hasil akhir tes siklus I, peserta didik yang mendapat nilai 70 ke atas sebanyak 71 %. Ini berarti mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan refleksi awal 58%. Demikian juga dengan reratanya naik 4 % dari 67 menjadi 71 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator dan peneliti, diperolah data sebagai berikut: 1) saat perubahan kelompok ahli situasi kelas gaduh, 2) aktifitas peserta didik masih didominasi oleh peserta didik pandai, demikian juga pada saat presentasi, 3) masih terdapat beberapa peserta didik yang canggung dalam menjelaskan hasil diskusi pada teman sekelompoknya, 4) setelah berdiskusi peserta didik pandai masih mau menjadi tutor teman lain dalam kelompok asal. Keadaan tersebut dapat dipahami karena mengemukakan pendapat dan aktifitas lain dalam proses pembelajaran memang perlu proses pembiasaan pada peserta didik. Sehingga untuk peserta didik yang belum terbiasa memerlukan bimbingan dan pembiasaan yang lebih. Peran guru / peneliti perlu saat
peserta didik mengalami kebuntuan untuk menerangkan. Situasi kelas agak ramai saat peserta didik kembali dari kelompok ahli menuju kelompok asli masing – masing dan sebaliknya. Hal ini bisa dimaklumi karena masih pada tahap awal, jadi masih kurang terbiasa, dengan model Jigsaw ini, termasuk peneliti sendiri. Dari hasil pengamatan tentang hasil penilaian proses dan tes akhir siklus menunjukkan bahwa 72 % (26 Peserta didik) telah mendapat nilai 70, menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal minimal dan tujuan pembelajaran di siklus I belum tercapai. Hal ini berarti masih terdapat 10 peserta didik ( 28%) yang perlu diadakan remidi diluar kontek penelitian ini. Dengan demikian pelaksanaan siklus II perlu dilaksanakan perbaikan pada : a) persiapan peserta didik dalam menghadapi proses pembelajaran, proses kelompok ahli serta proses pembentukkannya, b) aktivitas peserta didik , c) perlu pengurangan dominasi dari peserta didik yang pandai untuk memberikan kesempatan pada peserta didik yang kurang. Pembahasan siklus II Berdasarkan hasil Refleksi dari siklus I, maka pada pelaksanaan siklus II ini diadakan perbaikan sebagai berikut:
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
87
1) Peserta didik diberi PR untuk merangkum materi yang akan dibahas. 2) Diadakan perubahan angota kelompok ahli 3) Dihimbau pada siswa pandai untuk memberi kesempatan pada kelompok yang kurang dalam kegiatan diskusi dalam maupun ahli. 4) Pada saat perpindahan dari kelompok ahli ke kelompok asal dihimbau untuk tertib dan tidak gaduh. Hasil pengamatan penilaian proses pada Siklus 2, menunjukkan 86% peserta didik aktif dan 14% pasif, 86,11 % peserta didik memiliki kemampuan dalam berbagi tugas, mengalami kenaikan jika dibanding dengan siklus 1, kemudian secara berturut – turut kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan tugas (no 2), presentasi (no 3) dan menarik kesimpulan (no 4), masing-masing menunjukkan angka 69 % , 64% dan 61%. Dari keadaan ini tingkat kemampuan peserta didik yang pandai dan yang kurang memang konsisten. Dari hasil penilaian Siklus II rerata hasil tes 75, ini berarti ada kenaikan sebesar 4 % jika dibandingkan dengan siklus I. Peserta didik yang mendapatkan nilai 70 atau lebih mencapai 81%, atau masih terdapat 7 peserta didik yang perlu menjalani remidial. Situasi kelas pada siklus II, sudah mulai terkendali, Peserta didik
mulai bisa menerapkan petunjuk guru, waktu pindah ke kelompok ahli atau sebaliknya sudah tertip, tidak banyak komentar dari peserta didik. Peserta didik kelihatan lebih senang karena bisa berganti kelompok pada saat diskusi. Hanya pada saat kembali di kelompok asal, beberapa peserta didik masih kelihatan gugup bila menjelaskan soal yang menjadi tanggung jawabnya. Melihat seperti ini guru memberi motivasi agar tidak takut menjelaskan karena keberhasilan seseorang harus dimulai dari masa sekolah ini. Dari hasil pengamatan tentang hasil penilaian proses dan tes akhir siklus menunjukkan bahwa 81% ( 29 peserta didik) telah mendapat nilai 70, ini berarti bahwa ada beberapa tujuan pembelajaran di siklus II ini belum tercapai, karena masih terdapat 7 peserta didik (19 %), yang harus menjalani remidi diluar kontek penelitian ini. Untuk itu pada siklus III perlu diadakan beberapa perbaikan pada proses belajar dalam klompok ahli. Pembahasan Siklus III Berdasarkan hasil Refleksi dari siklus I, maka pada pelaksanaan siklus II ini diadakan perbaikan sebagai berikut: Peserta didik dalam kelompok ahli harus memiliki resume hasil pembahasan kelompoknya, sehingga ketika harus menjelaskan pada kelompok asal tidak akan mengalami kesulitan.
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
88
Berdasarkan pengamatan penilaian proses, pada siklus III, point aktifitas peserta didik dalam kelompok mengalami peningkatan pada kemampuan dalam menyelesaikan tugas (no 2), presentasi (no 3), masing-masing 78% dan 69 %, sedangkan untuk kemampuan menarik kesimpulan masih perlu peningkatan Rerata hasil tes akhir siklus III masih sama dengan siklus II yaitu 75, namun Jumlah peserta didik yang memperoleh nilai 70 atau lebih mencapai 86 % (31 peserta didik) ini berarti telah memenuhi persyaratan minimal yang diminta untuk ketercapaian ketuntasan klasikal 85 %, berarti juga tujuan pembelajaran pada siklus III telah tercapai. Situasi kelas saat proses pembelajaran berlangsung kelihatan lebih tertib. Proses pembentukan kelompok ahli, jalannya diskusi kelompok maupun diskusi kelas, bimbingan guru, proses kembali ke kelompok semula dan cara menjelaskan soal dari masing – masing peserta didik pada anggota kelompok bisa berjalan dengan baik. Tetapi harus diakui masih perlu pemantapan dan terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki pada pembelajaran berikutnya, terutama dalam kegiatan presentasi. untuk memantapkan proses dan hasil pembelajaran bisa dilanjutkan pada siklus berikutnya (Siklus IV) untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam menarik kesimpulan ( penilaian proses item 4). Pembahasan Siklus IV Berdasarkan Hasil pengamatan Ketrampilan proses, terlihat jelas pada bahwa aktifitas peserta didik terus menerus mengalami peningkatan yaitu menjadi 92 %. untuk kemampuan peserta didik dalam berbagi tugas, strategi penyelesaian tugas dicapai oleh 83 % peserta didik dan kemampuan presentasi dan menarik kesimpulan, masing – masing dicapai oleh 72% peserta didik dan 64 % peserta didik. Tes akhir siklus IV ini, apabila dibandingkan dengan siklus III, nilai 70 ke atas mengalami kenaikan, namun reratanya mencapai 74, 1% lebih rendah dari rerata siklus III. Diduga penyebabnya adalah banyaknya ulangan harian pada saat itu, sehingga peserta didik harus mempersiapkan materi mata pelajaran lain. Meskipun demikian peserta didik yang mencapai nilai 70 atau lebih justru mengalami kenaikan menjadi 89% (32 peserta didik), dengan keadaan semacam ini berarti ketuntasan minimal klasikal tercapai dan demikian juga tujuan pembelajaran pada siklus IV. Situasi pembelajaran di siklus ini terlihat tertib, baik proses pembelajaran maupun proses tutor sejawat saat salah seorang anggota kelompok menjelaskan hasil diskusi kelompok pada anggota – anggota kelompok asal. Guru sebagai
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
89
medorator pada diskusi kelas lebih trampil dalam mengelola kelas dan memotivasi peserta didiknya sehingga komunikasi dua arah, bahkan komunikasi menjadi multi arah sehingga lebih hidup. Hasil angket tanggapan peserta didik terhadap Penerapan Cooperative Learning model jigsaw yang dipadu dengan pembelajaran langsung, terdapat 92 % peserta didik menyatakan menarik, menyenagkan dan layak untuk dilanjutkan. Melihat hasil penilaian proses, hasil tes akhir siklus IV, serta situasi kelas saat proses pembelajaran berlangsung mulai dari refleksi awal sampai siklus IV ini, hasil reratanya selalu naik, kecuali dari siklus II ke siklus III raratanya tetap dan dari siklus III ke siklus IV reratanya menurun 1 point. Namun demikian dari siklus I sampai dengan siklus IV peserta didik yang mendapat nilai 70 ke atas selalu mengalami kenaikan bahkan pada siklus III dan siklus IV sudah mencapai di atas 85 % atau sudah memenuhi ketuntasan minimal secara klasikal. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Cooperative Learning Model Jigsaw dengan Metode Konstruktivis tik yaitu pembelajaran dengan membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil untuk bekerja sama antara mereka menyelesaikan tugas bersama. Peserta didik bekerja dalam kelompok beranggota 4 – 5 peserta
didik. Setiap anggota kelompok membahas pasal yang berlainan. Selanjutnya peserta didik dari kelompok berlainan yang membahas pasal sama membentuk kelompok ahli untuk berdiskusi, selanjutnya para peserta didik di kelompok ahli kembali ke kelompok semula dan bergantian mengajarkan apa yang sudah dipelajarinya itu. Penerapan Cooperative Learning Model Jigsaw dengan Metode Konstruktivistik dapat meningkatkan hasil belajar Peserta Didik, dapat dibuktikan dari rerata hasil tes selalu naik dengan rincian sebagai berikut : rerata refleksi awal, 67, siklus I 71, siklus II 75, siklus III 75, siklus IV 74, meskipun dari siklus III ke siklus IV ada penurunan sebesar 1 point namun bisa dilihat dari kondisi awal ada kenaikan sebesar 7 point. Jumlah peserta didik yang mendapat nilai 70 ke atas dari refleksi awal sampai dengan sklus IV juga mengalami kenaikan antara lain: refleksi awal, 58 %, siklus I, 72 %, siklus II, 83 %, siklus III, 86 %, siklus IV, 89 % Prosentase peserta didik yang mendapat nilai 70 ke atas, dari sklus I sampai dengan siklus IV selalu mengalami kenaikan, meskipun batas minimal yang diisyratkan untuk keberhasilan tujuan pembelajaran baru dapat dicapai pada siklus ke III dan ke IV. Saran Karena Cooperative Learning Model Jigsaw dengan Metode
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
90
Konstruktivistik dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka perlu ditindaklanjuti agar penerapan model ini bisa berkelanjutan. Guru hendaknya dapat menyiapkan instrumen pembelajaran yang sesuai di luar konteks Penelitian Tindakan Kelas ini, sehingga pembelajaran lebih efektif. Penerapan Cooperative Learning model jigsaw yang dipadu dengan pembelajaran langsung, terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka Model jigsaw ini dapat diimplementasikan pada semua mata pelajaran untuk pembahasan materi di kelas, sehingga bisa meningkatkan hasil belajar serta mutu pendidikan pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1987. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian dan Proses Belajar Mengajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Diperbanyak untuk kepentingan terbatas : Kepala Sekolah, Guru SMP di Lingkungan Bidang Dokumen Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Timur. Anonymous, 2001. Pedoman Teknik Classroom Action Research. Jakarta. Dinas Dikdasmen Direktorat SLTP. Ibrahim, Muslimin, 2000. Pembelajaran Kooperatif,
Surabaya Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA. University Press. Johnson. D. W. & Johnson R. T. 1989. Cooperative And Competition : Theory And Research, Edina MN : Interaction Book Company. Nur, Muhammad, 1998. Pendekatan – Pendekatan Konstruktivistik, Surabaya, University Press, IKP. _____, dan Wikandari, 2000. Pengajaran Berpusat Pada Peserta didik dan Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pengajaran. Surabaya. Pusat Studi Matematika dan IPA sekolah UNESA. Slovin, Robert. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice, second Edition ; Masschusets Allyn & bacon Co. Soewondo, Eds. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta. Depdiknas, Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan. Subayantoro, 2004. Materi pelatihan Teritegrasi Mata Pelajaran Bahasa Idonesia. Jakarta Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
91
Dasar dan Menegah Direktirat Pendidikan Lanjutan Pertama. Winkel, 1996. Psikologi Pengajaran Edisi Revisi. Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia.
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550
92