TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung Atika Almira(1), Agus S. Ekomadyo(2) (1)
Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
(2)
Abstrak Pasar rakyat memiliki peran vital tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga dalam aspek sosial budaya. Kedua aspek tersebut dapat diperkuat dengan memperhatikan isu penciptaan karakter lokal dalam perancangan pasar. Pasar Sederhana, Bandung direncanakan untuk dirancang ulang menjadi pasar tematik kerajinan tangan. Dengan letaknya yang berada di Bandung, ibukota Jawa Barat, serta fungsinya yang menghadirkan kerajinan tangan Jawa Barat, seharusnya pasar ini dapat merepresentasikan budaya Sunda sebagai karakter lokalnya. Perancangan menggunakan transformasi bentuk peminjaman dan tradisional melalui studi preseden yang dilakukan terhadap aspek bentuk, ruang, dan motif yang dimiliki budaya Sunda. Beberapa hal yang diterapkan dalam perancangan adalah transformasi bentuk leuit ke dalam bangunan pasar, penataan ruang-ruang antara sebagai ruang sosio-kultural, serta penerapan batik Sunda Cupat Manggu pada fasad bangunan. Keseluruhan transformasi dipastikan memenuhi berbagai kriteria lainnya yaitu dengan menonjolkan elemen arsitektural lokal, membuat pengalaman ruang yang menarik, serta menyediakan ruang sosiokultural. kata-kunci : budaya sunda, pasar rakyat, pasar sederhana bandung, transformasi
Pendahuluan Keberadaan pasar rakyat di tengah masyarakat perlahan mulai tergantikan dengan kehadiran pasar modern. Karenanya, peran vital pasar rakyat dari aspek ekonomi dan aspek sosialbudaya mulai tergeser pula. Penataan ulang berbagai pasar menjadi hal yang dapat dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan nilai ekonomi dari pasar tetapi juga untuk meningkatkan aspek sosial-budaya dari pasar dengan menguatkan karakter lokalnya. Penataan berbagai pasar rakyat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dapat di arahkan untuk perbaikan ini. Salah satu pasar yang akan ditata ulang adalah Pasar Sederhana yang terletak di Jalan Sederhana, Sukajadi, Bandung. Pasar ini akan dirancang ulang untuk mengakomodasi komoditas kerajinan tangan Jawa
Barat dan juga kebutuhan sehari-hari. Penataan ulang pasar juga bertujuan untuk membentuk image yang kuat dari setiap pasar agar pasar memiliki captive market sehingga memberikan dampak positif terhadap ekonominya. Pasar Sederhana harus juga memiliki karakter yang kuat baik dalam mencerminkan lokalitas maupun komoditas yang dijual. Dalam merancang pasar, penciptaan karakter lokal adalah salah satu aspek yang patut diperhatikan selain aspek arsitektur kota dan aspek standar fungsional. Ada tiga isu yang harus diperhatikan dalam menciptakan karakter lokal dari sebuah pasar, yaitu tampilan fisik, pengalaman ruang, dan ruang sosio-kultural. (Ekomadyo & Hidayatsyah, 2012) Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | D 081
Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung
Tabel 1. Kriteria Perancangan Pasar Aspek Penciptaan Karakter Lokal Isu
Tujuan
Kriteria
Tampilan fisik
Menampilkan karakter fisik pasar yang berasosiasi dengan arsitektur lokal
Perancangan bangunan harus menggunakan elemen-elemen arsitektur lokal
Pengalaman ruang
Menyajikan pengalaman ruang yang menarik bagi pengunjung saat berbelanja
Zoning dan alur sirkulasi dapat dirancang dengan mempertimbangkan pengalaman ruang dan suasana yang menarik bagi pengunjung Jalur-jalur sirkulasi harus dirancang agar pengunjung bisa menikmati suasana pasar Unit jual bisa dirancang dengan manjadikan barang dagangan sebagai atraksi visual
Ruang sosiokultural
Menjadikan pasar tradisional sebagai ruang sosio-kultural bagi warga kota
Ruang-ruang sosio-kultural, baik permanen atau temporer, harus tersedia untuk menampung aktivitas sosial atau seni pertunjukan rakyat di pasar
Sumber: Dr. Agus S. Ekomadyo, ST., MT. dan Ir. Sutan Hidayatsyah, M.SP. (2012) Tabel 1 menunjukkan kriteria yang harus dicapai ketika merancang ulang Pasar Sederhana dalam aspek penciptaan karakter lokal. Arsitektur lokal yang diangkat dalam perancangan pasar ini adalah arsitektur Sunda, karena dianggap dapat merepresentasikan lokasi pasar yang terletak di Bandung, Jawa Barat, dan juga mewakili komoditas yang dijual di dalamnya, yaitu kerajinan tangan Jawa Barat. Oleh karena itu, tulisan ini berfokus pada bagaimana Arsitektur Sunda sebagai preseden lokal diambil dan kemudian ditransformasikan ke dalam bangunan baru dengan memenuhi aspek penciptaan karakter lokal dalam perancangan pasar.
dan (3) dekonstruksi atau dekomposisi, dengan memecah unsur-unsur yang dimiliki untuk disusun kembali sehingga menghasilkan kombinasi baru.
Kajian Preseden Budaya Sunda
Studi preseden dimulai dengan mempelajari tipologi-tipologi bangunan yang terdapat di dalam arsitektur Sunda. Arsitektur Sunda memiliki berbagai tipologi bangunan seperti rumah tinggal, Bale Patemon (balai pertemuan) atau Bale Desa (balai desa), masjid, dan Leuit (lumbung). Arsitektur Sunda tidak memiliki tipologi khusus yang berkaitan dengan pasar. Akan tetapi, di antara seluruh bangunan ter-sebut, leuit merupakan bangunan yang memiliki karakteristik yang paling mirip dengan pasar.
Perancangan ini menggunakan metode transformasi dengan menjadikan budaya Sunda sebagai preseden. Menurut Antoniades (1992) metode transformasi terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) tradisional, dengan penyesuaian bentuk oleh batasan-batasan eksternal, internal, dan estetika; (2) peminjaman, dengan mengambil bentuk suatu objek yang mengambil sifat dua dan tiga dimensinya untuk kemudian dialihkan dalam bentuk arsitektur;
D 082 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Secara umum, proses transformasi yang dilakukan ada di dalam lingkup transformasi tradisional dan peminjaman. Proses transformasi dilakukan dengan mencari konsep bentuk, konsep ruang, dan motif yang dapat disesuaikan dari budaya Sunda melalui studi preseden. Bentuk-bentuk yang telah dipelajari kemudian disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal dari kasus perancangan.
Atika Almira
nakan untuk keperluan bersama, dari mulai ruang berkumpul maupun ruang bermain anak. Bahkan ruang ini juga digunakan untuk keperluan berbagai upacara adat dan pertunjukan kesenian.
Gambar 1. Leuit atau lumbung. Sumber: sobat budaya.or.id
Leuit merupakan bangunan tempat menyimpan padi. Bentuk ini cocok untuk diaplikasikan pada pasar karena keduanya memiliki filosofi yang sama sebagai ‘tempat penyimpanan dan penyediaan’ kebutuhan. Selain itu, filosofi bentuk lumbung yang semakin ke atas semakin besar melambangkan kekayaan dan kemakmuran. Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita pasar sebagai pusat aktivitas ekonomi. Leuit ini memiliki denah segi empat (bujur sangkar) dengan atap pelana serta terdiri dari satu ruang kosong untuk penyimpanan. Studi mengenai ruang sosio-kultural juga dilakukan dengan mempelajari Kampung Naga. Di Kampung Naga, rumah dibangun secara berdampingan. Bagian tepas (ruang tamu) suatu rumah akan berdampingan dengan bagian tepas rumah yang lain, demikian pula posisi pawon (dapur) akan berdampingan pula dengan pawon pada bagian lain. (Hermawan, 2014)
Gambar 2. Ruang antara di Kampung Naga menjadi ruang sosio-kultural salah satunya sebagai ruang bermain anak. Sumber: clara-indonesia.com
Pekarangan menjadi kelengkapan sebuah rumah dan gabungan pekarangan rumah dapat digu-
Gambar 3. Motif batik Cupat Manggu yang berasal dari Ciamis, Jawa Barat. Sumber: diciamis.com
Untuk memperkuat identitas bangunan sebagai pasar kerajinan tangan, selain dari aspek bentuk dan ruang, motif juga ditinjau untuk bisa diaplikasikan dalam detail bangunan, salah satu-nya untuk fasade, bagian yang dapat dilihat secara langsung dari luar bangunan. Batik Cupat Manggu diambil sebagai batik yang dapat mewakili kerajinan tangan Jawa Barat yang belum cukup dikenal namun memiliki bentuk yang menarik. Kasus Perancangan Bandung
Pasar
Sederhana
Pasar Sederhana terletak di Jalan Jurang, Kelurahan Pasteur, Kota Bandung, Jawa Barat. Tapak termasuk ke dalam Kawasan Bandung Utara (KBU). Lahan dengan kontur yang cukup miring tersebut ditetapkan dengan angka KDB 40% dan KLB sebesar 1,6. Pasar dikelilingi area perdagangan dan area permukiman yang dibatasi oleh jalan di sebelah utara, timur, dan selatan; dan dibatasi oleh sungai kecil di bagian barat.
PD Pasar Bermartabat Kota Bandung sebagai pemilik proyek menginginkan pasar dirancang sebagai pasar tematik kerajinan yang berskala wilayah/distrik. Fungsi pasar mencakup pasar komoditas harian, baik kering maupun basah. Bangunan setidaknya harus bisa menampung 1000 pedagang.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | D 083
Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung
Konsep dan Hasil Perancangan Berdasarkan kriteria perancangan, diperlukan adanya elemen-elemen arsitektur lokal yang diadaptasi ke dalam bangunan. Studi preseden menunjukkan bahwa terdapat tiga elemen yang dapat dirujuk dari Budaya, yaitu massa bangunan, ruang luar dari bangunan, serta motif batik dari budaya Sunda. Transformasi Bentuk Leuit Konsep massa dan bentuk dari Pasar Sederhana mengambil bentuk dasar dari leuit. Peletakkan massa bangunan mengikuti peletakkan massa
bangunan di kampung Sunda yang memanjang dari Timur ke Barat. Beberapa penyesesuaian dilakukan dalam proses transformasi bentuk seperti ketinggian bangunan yang menyesuaikan dengan kebutuhan ruang, KDB, dan KLB. Ketinggian bangunan juga disesuaikan dengan kondisi eksternal yaitu ketinggian bangunan sekitar. Penyesuaian lain yang dilakukan dari bentuk tersebut salah satunya adalah dengan meninggikan sebagian level atap agar terdapat ruang untuk masuknya cahaya dan sirkulasi udara demi menunjang kebutuhan internal pasar.
Gambar 4. Tahapan transformasi massa bangunan Pasar Sederhana
D 084 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Atika Almira
Gambar 5. Penerapan konsep Arsitektur Sunda dalam perancangan Pasar Sederhana, Bandung dalam skema potongan dan tampak bangunan.
Penataan Ruang-ruang Antara sebagai Ruang Sosio-kultural Adaptasi dari leuit juga diterapkan pada konsep ruang. Leuit merupakan sebuah bangunan dengan ruang kosong di dalamnya. Hal ini diambil dalam perancangan ruang dalam bangunan yang mengambil tipologi pasar berbentuk hall. Konsep ruang ini sekaligus menjawab kriteria dalam menguatkan pengalaman ruang yang ditawarkan pasar. Dengan menggunakan konsep hall, sebagian besar unit jual terlihat oleh pengunjung sehingga barang dagangan berupa kerajinan tangan dapat menjadi atraksi visual. Konsep ini juga memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk menikmati suasana pasar secara keseluruhan. Sekuens pada tapak dirancang agar ruang luar menjadi simpul sirkulasi sekaligus titik kumpul
yang memudahkan pengunjung untuk berorientasi. Skema ini berlaku baik dari sirkulasi Utara-Selatan maupun Timur-Barat. Dengan demikian, diharapkan pengunjung dapat menikmati ruang luar pasar sebagaimana pengunjung menikmati ruang dalamnya. Seperti yang telah dipelajari dari Kampung Naga, ruang-ruang antarmassa bangunan ini menjadi ruang sosiokultural yang dapat menampung aktivitas interaksi sosial maupun seni pertunjukan rakyat. Ruang-ruang sosio-kultural lainnya juga dihadirkan dengan membuat akses yang dioptimalkan bagi pejalan kaki di sisi utara, selatan, dan timur pasar yang diibaratkan sebagai pekarangan rumah dalam perkampungan masyarakat Sunda. Pekarangan atau plaza dari pasar yang terletak di bagian Utara, Selatan, Timur, dan Barat ini dapat digunakan dengan bebas oleh publik tanpa terganggu oleh kendaraan bermotor karena akses untuk kendaraan telah dibatasi hanya di bagian belakang pasar.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | D 085
Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung
Penerapan Motif Batik Sunda pada bagian Fasad Bangunan
Gambar 6. Aplikasi Batik Sunda Cupat Manggu pada muka bangunan
Untuk merepresentasikan karakter pasar kerajinan tangan, motif batik Sunda diambil dan diaplikasikan pada muka bangunan. Batik yang diambil adalah batik Cupat Manggu yang cukup khas namun belum banyak diangkat. Batik ini kemudian ditransformasikan bentuknya sehingga didapatkan abstraksi yang tidak terkesan monoton dan secara estetika tampak menarik. Motif asli Cupat Manggu tetap ditampilkan dengan tujuan mengenalkan batik Sunda itu sendiri. Peletakan panel pada muka bangunan menyesuaikan dengan massa bangunan sehingga diharapkan keberadaan motif batik sebagai kulit kedua bangunan dapat memperkuat identitas tidak hanya dari detail motifnya tetapi juga dari keseluruhan citra yang ditampilkan Kesimpulan Penerapan budaya Sunda pada Pasar Sederhana dilakukan agar pasar memiliki karakter lokal yang kuat. Dengan demikian diharapkan rancangan pasar dapat berkontribusi untuk menguatkan aspek sosial-budaya pasar, bahkan meningkatkan nilai ekonomi pasar karena pasar memiliki captive market. Penerapan budaya Sunda pada perancangan Pasar Sederhana Bandung dilakukan dengan tiga cara, yaitu transformasi bentuk leuit ke
D 086 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
dalam konsep massa bangunan, penataan ruang-ruang antara sebagai ruang sosio-kultural di dalam pasar, serta penerapan motif batik Sunda Cupat Manggu pada fasad bangunan. Ketiga aspek ini ditransformasikan dengan cara peminjaman dari elemen budaya Sunda dan diolah secara tradisional dengan menyesuaikan terhadap batasan internal maupun eksternal. Keseluruhan transformasi dipastikan memenuhi berbagai kriteria lainnya utamanya dalam aspek penciptaan karakter lokal dengan menonjolkan elemen arsitektural lokal, membuat pengalaman ruang yang menarik, serta menyediakan ruang sosio-kultural. Menerapkan budaya Sunda pada perancangan bangunan baru khususnya pasar memiliki tantangan tersendiri. Salah satu tantangannya adalah menemukan preseden yang tepat dari khazanah budaya Sunda untuk bisa diterapkan ke kasus perancangan. Di samping itu, menerapkan kearifan lokal yang telah ditemukan dari budaya Sunda ke dalam kasus perancangan pun menjadi tantangan lain untuk bisa menghasilkan rancangan baru yang menarik tanpa kehilangan identitas asal-usulnya. Daftar Pustaka Antoniades, Anthony C. (1992). Poethics of Architecture. Van Nostrand Reinhold, New York. Ekomadyo, Agus S. dan Sutan Hidayatsyah. (2012). Isu, Tujuan, dan Kriteria Perancangan Pasar Tradisional. Jurnal Temu Ilmiah IPLBI 2012 Hermawan, Iwan. (2014). Bangunan Tradisional Kampung Naga. Sosio Didaktika: 1 ( 2) Des 2014. Suhamihardja, A. Suhandi dan Yugo Sariyun. ____. Kesenian Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga, Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarya, Yanyan. (2014). Strategi Adaptasi Visual pada Ragam Hias Batik Sunda. Disertasi Program Studi Ilmu Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Zarkasih, Ruswadi, dkk. (1984). Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan