WUJUD AKULTURASI BUDAYA ARAB - SUNDA PADA MASYARAKAT PASAR REBO, KELURAHAN NAGRI KIDUL, PURWAKARTA Khairun Nisa 180910070028
ABSTRAK Skripsi ini berjudul : “Wujud Akulturasi Budaya Arab-Sunda Pada Masyarakat Pasar Rebo, Kelurahan Nagri Kidul, Purwakarta”. Penelitian ini menggunakan analisis sosiologi budaya dengan metode deskriptif analitik dan metode fenomenologi dalam tinjauan disiplin ilmu sastra dan budaya. Sosiologi budaya digunakan untuk mendeskripsikan kebudayaan bahasa dan adat istiadat masyarakat keturunan Arab di Pasar Rebo melalui dokumentasi, wawancara, dan pengamatan langsung terhadap masyarakat Pasar Rebo baik yang keturunan Arab maupun pribumi serta studi kepustakaan. Hasil penelitian terhadap masyarakat Pasar Rebo menunjukkan bahwa bahasa Arab yang digunakan oleh masyarakat Pasar Rebo, sudah tidak murni sepenuhnya bahasa Arab melainkan percampuran antara bahasa Arab-Indonesia-Sunda yang disebut dengan campur kode. Hal ini disebabkan karena semakin sedikitnya jumlah masyarakat keturunan Arab yang memakai bahasa Arab itu sendiri. Sedangkan adat istiadat masyarakat Pasar Rebo khususnya masyarakat keturunan Arab sudah banyak bercampur dengan budaya pribumi, tetapi masih ada beberapa tradisi budaya Arab yang masih terpelihara seperti, tradisi di bulan Ramadhan, tradisi berkumpul di rumah induk setiap usai shalat jumat, dan tradisi pengajian rutin setiap malam Jumat. Kata Kunci: akulturasi, Arab-Sunda, Purwakarta, sosiologi budaya, campur kode
ABSTRACT This minithesis is entitled “The Acculturation Form of Arabic-Sundanese Culture in Pasar Rebo Community, Village of Nagri Kidul, Purwakarta”. This research uses sociology of culture analysis with descriptive analytical method and phenomenology method in review of literature and cultural disciplines. Sociology of culture is used to describe language culture and customs the community of Arabs descent in Pasar Rebo through documentation, interviews and direct observation on the community of Pasar Rebo both are Arabs descent and the natives as well as literary study. The results of research on the community Pasar Rebo shows that the arabic language which is used by a community Pasar Rebo, Was not completely pure Arabic but a mixture of Arabic-Indonesia-Sundanese, which is called the mixed code. This is because the least amount of Arabs descent that is to make use of the Arabic language. Whereas the customs that are used by the Pasar Rebo community especially the community of arab descent there have been many mixed with the native culture. But there are still some Arab cultural traditions are still preserved until today like, the traditions of Ramadan, the tradition of gathering at the parent's House every Friday after Friday’s prayer, and the tradition of regular recitation every Friday night. Key Word: acculturation, Arabic-Sundanese, Purwakarta, sociology of culture, mixed code
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hubungan antara masyarakat Arab dan Indonesia terjalin sejak lama (sekitar tahun 800-1300). Asal mula kedatangan keturunan bangsa Arab adalah untuk mengadu nasib dan mencari nafkah di negeri orang dengan cara berdagang. Karena mayoritas orang-orang Arab berprofesi sebagai pedagang, sebagian pedagang yang datang ke kepulauan Indonesia adalah pengusaha kaya dengan menggunakan kapalkapal besar. Rupanya faktor itulah yang menyebabkan mereka mudah diterima dikalangan ningrat di Indonesia. Hubungan interaksi sosial antara masyarakat Arab-Indonesia menghasilkan suatu pola kebiasaan yang saling mempengaruhi sehingga terciptanya kebiasaan dan kebudayaan baru yang saling adopsi antar kedua belah pihak (Koentjaraningrat, 1980: 269-270). Oleh karena itu, maka terjadilah sebuah proses asimilasi yang disebabkan hubungan interaksi sosial antar masyarakat pribumi dengan masyarakat asing yang juga mempengaruhi budaya dan bahasa antar keduanya. Pada umumnya masyarakat keturunan Arab yang bermukim di Indonesia, memiliki bahasa khas sebagai bahasa daerah tempat tinggal mereka. Sebagai contoh, di bawah ini merupakan bentuk percakapan campuran antara dua orang berketurunan Arab yang disaksikan oleh penulis di Purwakarta: A: “Engke dianteurkeun, deh…” : /Engke dianteurkeun/ /deh/ : ‘Nanti saya hantarkan, deh… B: “Muhun, sakalian cokot kueh di baet, nya..!” : /Muhun/ /sakalian cokot kueh di baet/ /nya!/ : ‘Iya, sekalian ambil kue di rumah ( BA: ) ﺑﯿﺖ, ya..!’
Berdasarkan keterangan di atas, penulis mencoba meneliti bagaimana selukbeluk terjadinya akulturasi budaya masyarakat Sunda yang berketurunan Arab (ArabSunda) yang terdapat di daerah Pasar Rebo, Kelurahan Nagri Kidul, Purwakarta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Dan Kebudayaan Masyarakat dan kebudayaan hubungannya sangat erat, kebudayaan tidak mungkin timbul
tanpa adanya masyarakat dan eksistensi masyarakat itu
dimungkinkan oleh adanya kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan saling tergantung satu sama lain. Masyarakat tidak mungkin merupakan kesatuan fungsional tanpa kebudayaan di dalam kelakuannya secara nyata dan mewariskannya dari generasi ke generasi (Linton, 1984: 195). Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya. Dalam hal ini, menurut Coertz, kebudayaan dapat dilihat sebagai “mekanisme kontrol” bagi kelakuan dan tindakan-tindakan sosial manusia, atau menurut Keesing sebagai “pola-pola bagi kelakuan manusia” (dalam Suparlan, 1986: 65). Akulturasi Akulturasi merupakan salah satu mekanisme dari perubahan kebudayaan. Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif, kemudian timbul perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan (Haviland, 1988b: 263). Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact, mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep
itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa meyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu, selalu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah dipisah-pisahkan (Koentjaraningrat, 1990: 248). BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Asal mula kedatangan bangsa Arab ke daerah Pasar Rebo Kedatangan bangsa Arab ke Indonesia sejak abad 7 Masehi (Algadri, 1996: 54) telah membentuk kelompok-kelompok sosial sendiri yang sangat tampak menjelang abad 20 dengan dijumpainya pemukiman Arab di pulau Jawa, seperti Jakarta, Cirebon, Tegal, Semarang, dan termasuk pula Purwakarta. Pada umumnya mereka berasal dari Hadramaut (Pjiper, 1984: 116). Purwakarta, sebuah kabupaten di Jawa Barat merupakan salah satu tempat ditemukannya sebuah masyarakat bahasa asing, tepatnya di Kelurahan Nagri Kidul, yaitu Masyarakat berbahasa Arab. Adapun komunitas keturunan Arab yang ada di Purwakarta, khususnya di Kelurahan Nagri Kidul, secara mayoritas mereka tidak langsung berasal dari Hadramaut, melainkan berasal dari Indramayu, disamping ada juga yang berasal dari Jakarta, Bogor, dan Madiun (Hasil wawancara : Ust. Awod Abid). Dari informasi hasil wawancara dengan beberapa responden (para وﻟﯿﺘﻰ/ wulayti;/ “sengkek”), diperkirakan bahwa orang Arab telah masuk ke Nagri Kidul sejak tahun 1900-an, sehingga sejak awal abad 20 itu sampai saat ini telah
membentuk sebuah kelompok sosial, dapat dipastikan telah terjadi interaksi sosial dan proses saling mempengaruhi antara orang Arab dan keturunannya dengan masyarakat setempat. Sebagaimana diungkapkan oleh Koentjaraningrat (1980: 269270) bahwa hubungan interaksi sosial masyarakat pendatang dengan penduduk setempat akan menghasilkan suatu pola kebiasaan yang saling mempengaruhi yang pada akhirnya menciptakan kebiasaan atau kebudayaan baru atau saling adopsi antar kedua belah pihak. Dengan kata lain telah terjadi asimilasi kebudayaan antara komunitas keturunan Arab dan penduduk setempat. Akan tetapi menurut Soekanto (1990: 95), karena komunitas keturunan Arab merupakan kelompok minoritas, maka proses asimilasi itu akan terhalang oleh faktor in group feeling, yaitu adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Perasaan keterikatan itu (in group feeling) juga tampak pada kalangan komunitas Arab di Kelurahan Nagri Kidul, Purwakarta. Pengaruh Bahasa Arab terhadap bahasa Sunda pada masyarakat Pasar Rebo Pada pembahasan kali ini, penulis menguraikan hasil analisis campur kode yang terjadi di masyarakat Pasar Rebo, berdasarkan dari segi kosakatanya. Dalam menganalisis campur kode, penulis mencoba merekam data-data berupa percakapan antara penulis dan beberapa orang keturunan dan percakapan antar mereka. Penulis kemudian mentransliterasikan isi percakapan tersebut secara fonologis. Responden selain menguasai bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Arab, mereka juga menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, baik aktif maupun pasif, yang mereka peroleh melalui pendidikan. Bahkan, ada sebagian masyarakat keturunan Arab yang menguasai bahasa daerah selain bahasa Sunda yaitu bahasa Jawa. Karena mereka merupakan pendatang yang menetap di Purwakarta mengikuti suaminya ataupun keluarganya. Berdasarkan pengamatan penulis, kosakata-kosakata yang sering dijumpai dalam tindakan campur kode adalah kosakata yang biasa diucapkan untuk
membicarakan hal-hal yang umum dan sehari-hari seperti membicarakan tentang keluarga, penyebutan benda-benda yang lazim ditemui dan angka, ucapan-ucapan keagamaan yang lazim ditemui pada masyarakat muslim. Campur kode yang penulis temui adalah kasus campur kode antara bahasa Sunda-Arab atau bahasa IndonesiaArab. Berikut ini adalah beberapa cuplikan percakapan sebagai contoh campur kode yang memuat kosakata-kosakata:
Panggilan untuk anggota keluarga
1) A: “Datang ke sini sama siapa?” B: “Sama njid” “Sama kakek” (BA: ّ)ﺟﺪ 2) A: “Mana waliduk?” /Mana waliduk?/ “Mana ayahmu (BA: ?)واﻟﺪك
Menyebutkan nama-nama benda atau angka
1) A: “Tolong titip syantoh, ya…” /Tolong titip syantoh/ /ya/ “Tolong titip tas (BA: )ﺷﻨﻄﺔ, ya…” 2) A: “Ada tukar fulus?” /Ada tukar fulus?/ “Ada tukar uang (BA: ?)ﻓﻠﻮس 3) A:”Muhun, sakalian cokot kue di baet, nya…!” /Muhun/ /sakalian cokot kue di baet/ /nya!/ “Iya, sekalian ambil kue di rumah (BA: ) ﺑﯿﺖ, ya…!” 4) A: “Naon ieu teh, faedeh nya?” /Naon ieu teh/ faedeh nya?/ “Apa ini, keuntungan (BA: ) ﻓﺎ ﺋﺪة
Menyapa ketika bertemu atau berpisah, menanyakan kabar, dan menanyakan sesuatu.
1) A: “Assalamu ‘alaikum, keif?” /Assalamu ‘alaikum// keif?/
اﻟﺴﻼ م ﻋﻠﯿﻜﻢ, apa kabar (BA: ) ﻛﯿﻒ, ya?” 2) A: “Cup, reja’ heula, nya…” /Cup, reja’ heula//nya/ “Cup, pulang (BA: ) رﺟﻊ, ya..” 3) A: “Kam?” /Kam?/ “Berapa? (BA: ) ﻛﻢ 4) A: ‘Kak zaitun khalas ngambil piring?” /Kak Zaitun khalas ngambil piring?/ “Kak zaitun sudah (BA : ) ﺧﻠﺺngambil piring? Cuplikan-cuplikan percakapan di atas merupakan beberapa contoh yang berhasil penulis dapatkan. Terlihat pada pengucapan kosakata-kosakata itu terdapat campur tangan dengan dialek setempat. Pada cuplikan-cuplikan percakapan di atas juga terlihat bahwa sebenarnya ada kata-kata yang dapat diungkapkan dengan bahasa Indonesia, tetapi seperti yang telah dijelaskan di atas juga bahwa campur kode itu dapat hadir karena penutur telah terbiasa menggunakan percampuran demi kemudahan belaka dan datang dari sistem tingkah laku sebagai hasil dorongan sistem budaya, sistem sosial, atau sistem kepribadian secara terus-menerus. Bentuk Adat Istiadat bangsa Arab masyarakat Pasar Rebo Upacara adat di Kelurahan Nagri Kidul ini sebagian besar dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan agama Islam, namun di dalamnya terdapat adat istiadat yang berlaku pada masyarakat.
Upacara Adat ini biasanya dipimpin oleh seorang alim ulama (Kyai) dan seorang tokoh Adat. Dalam upacara Adat, seperti: upacara kehamilan, upacara kelahiran, upacara khitanan, upacara perkawinan, dan upacara kematian yang dilaksanakan secara Islam. Yang tidak terlepas di dalamnya juga terdapat upacara menurut Adat atau tradisi kebiasaan yang sering mereka lakukan. Tradisi Kehamilan Awal mulanya masyarakat keturunan Arab tidak mengenal dengan yang namanya empat bulanan, tujuh
bulanan, sembilan bulanan, dan reuneuh
mundiengeun. Akan tetapi, semenjak masyarakat keturunan Arab datang kemudian menikah dengan orang keturunan pribumi, barulah masyarakat keturunan Arab mengenal dengan kebiasaan-kebiasaan semacam ini dan melakukan kebiasaankebiasaan seperti orang pribumi. Sehingga masyarakat keturunan Arab di daerah Pasar Rebo ini, mulai belajar mengenal budaya Sunda tersebut. Sampai sekarang ini upacara seperti itu sudah dikenal oleh masyarakat keturunan Arab disana. Tradisi Kelahiran Pada masyarakat Pasar Rebo yang asli pribumi, biasanya dalam hal kelahiran ada beberapa tahap sebelum menuju ke acara aqiqah. Yang pertama acara memelihara tembuni dan yang kedua acara nenjrag bumi. Dari kedua tahap tersebut, pada masyarakat Pasar Rebo, khusunya oleh masyarakat keturunan Arab sendiri sudah jarang dilakukan, bahkan hampir tidak pernah. Karena menurut masyarakat keturunan Arab acara-acara tersebut tidak wajib hukumnya, berbeda hal nya dengan aqiqah yang hukumnya wajib bagi yang mampu. Kata Ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata “Aqiqatun” yang berarti “Anak Kandung”. Acara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur kita sebagaimana telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi anak yang shaleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, 14 hari, dan boleh juga setelah
21 hari. Akan tetapi biasanya masyarakat di sana menyelenggarakannya setelah bayi berusia 40 hari. Tradisi Khitanan Khitanan biasanya dilakukan pada pagi-pagi sekali setelah shubuh, karena waktu tersebut dianggap oleh masyarakat keturunan Arab masih sepi dari aktifitas orang-orang disekitar tempat tinggal orang Arab. Pengkhitanan ini dilakukan oleh seorang dokter atau tukang sunat yang disebut (bengkong). Bersamaan dengan anak itu disunat, petasan pun dinyalakan dan tetabuhan dibunyikan. Tujuannya untuk menghibur anak-anak. Setelah itu barulah para tamu berdatangan baik yang dekat maupun yang jauh, dan disitulah para tamu memberikan bingkisan berupa amplop kepada anak yang dikhitan agar merasa gembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti, wayang golek, sisingaan atau aneka tarian. Di dalam upacara ini sebagian besar merupakan upacara Adat, tetapi tidak pernah lepas dari ketentuan-ketentuan agama, misalnya dalam arakarakan. Para penabuh rebana juga selalu mengumandangkan syair-syair pujian kepada Allah maupun rasulnya. Tradisi Perkawinan Masyarakat Arab-Sunda Purwakarta, khususnya masyarakat Pasar Rebo mempunyai tradisi perkawinan yang khas dan tidak lepas dari pada kehidupan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh R.H.M Akib (1975: 11) bahwa tiap manusia, golongan dan bangsa di dunia ini menurut keadaannya mempunyai sejarah yang lalu mempunyai adat istiadat atau tradisi kebiasaan hidupnya, mempunyai ciriciri mereka sendiri dan kepribadian sendiri. Adat upacara perkawinan pada masyarakat Pasar Rebo, masih terbilang cukup kental dengan budaya Arab. Akan tetapi, semenjak banyaknya masyarakat keturunan Arab yang menikah dengan orang pribumi, mulailah adat mereka tercampur dengan adat pribumi itu sendiri, dikarenakan kemauan dari pihak keluarga pribumi yang tidak ingin melepas budaya mereka. Biasanya pihak mempelai pria akan mengalah dan mengikuti tata adat pernikahan dari pihak mempelai wanita. Namun tidak semua
pihak mempelai pria mau mengalah dan mengikuti tata adat dan sistem yang biasa dilakukan dalam budaya mempelai wanita. Bisa kita lihat dibawah ini, contoh gambar perkawinan antara orang Arab (wanita) dengan orang pribumi (pria). Tradisi Kematian Penduduk di Kelurahan Nagri Kidul ini sebagian besar memeluk agama Islam (99,46%), ajaran Islam sangat berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat. Ini dapat dilihat dalam upacara kematian yang dalam tata caranya banyak memakai unsurunsur Islam. Masyarakat Pasar Rebo, apabila mendengar kabar ada yang meninggal dunia, mereka cepat-cepat pergi ke rumah yang mendapat musibah itu dengan membawa perlengkapan yang dibutuhkan, seperti : bendera kuning, kain kafan, bunga rampai, wewangian, dan lain-lain. Selain dari beberapa orang itu mempersiapkan, ada juga tetangga yang datang kemudian membacakan surat yasin bersama-sama ataupun perorangan. Sebelum jenazah dikuburkan terlebih dahulu dimandikan dengan air bersih, serta kalau masih ada kotoran dalam perutnya dikeluarkan. Setelah beberapa kali dibersihkan, maka barulah jenazah tadi diambilkan wudhu’. Setelah itu baru dibungkus dengan kain kafan berwarna putih. Sebelum dibungkus, kerabat dekat atau keluarga diberikan kesempatan untuk mencium kedua pipinya, sebagai tanda kasih sayang dan ketulusan hati serta keikhlasan akan kepergiannya. Kemudian jenazah dimasukkan ke keranda dan dibawa ke masjid, untuk dishalatkan. Adapun bagi masyarakat Arab disana yang boleh mengantarkan jenazah itu cukuplah laki-lakinya saja. Bagi perempuan, haram hukumnya. Karena menurut masyarakat Arab terdahulu, perempuan itu lemah dan terlalu banyak dosa. Oleh karenanya, perempuan baik dari keluarga maupun kerabat dekat yang ingin mengantarkan jenazahnya cukuplah sampai depan rumah saja. Hingga akhirnya masyarakat non keturunan Arab (pribumi) di sana pun ikut tradisi yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab itu sendiri.
Tradisi di bulan Ramadhan Masyarakat keturunan Arab pada masyarakat Pasar Rebo, dalam tradisi pada bulan Ramadhan ini masih sangat kental dan tetap terpelihara hingga saat ini. Meski mereka berasal dari marga yang berbeda, mereka masih disatukan oleh tradisi lama. Umumnya, masyarakat pribumi tidak pernah melakukan tradisi-tradisi khusus menjelang datangnya bulan Ramadhan, selain berkunjung ke rumah sanak saudara terdekat untuk bersilaturrahmi. Sedikit berbeda halnya dengan tradisi masyarakat keturunan Arab di sana. Tradisi khas ini masih sangat terasa, pada saat menyambut datangnya bulan Ramadhan misalnya, antara warga saling berkunjung dan saling mengucap “Syahrul Mubarak…”. Itu menandakan bahwa mereka akan mulai memasuki bulan Ramadhan dengan terlebih dahulu saling memaafkan satu sama lain. Kebiasaan-kebiasaan ini dilakukan secara turun-temurun setiap memasuki bulan Ramadhan. Ada lagi khas tradisi di masyarakat Pasar Rebo ini, yaitu pada saat shalat tarawih. Tarawih di sini dimulai pada pukul 20.30 WIB dan baru berakhir menjelang pukul 22.00. karena waktu tersebut dianggap oleh masyarakat keturunan Arab sebagai waktu yang tenang bagi mereka untuk shalat berjamaah. Tradisi Berkumpul di Rumah Induk Usai Shalat Jumat Tradisi berkumpul setelah usai shalat jumat ini merupakan kebiasaan masyarakat keturunan Arab di Pasar Rebo. Kebiasaan ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat keturunan Arab hingga sekarang. Tradisi ini dilakukan setelah usai shalat jumat, lebih tepatnya usai melaksanakan Sayyidatul Ayyam. Tempat berkumpulnya ini di rumah induk ibu (orang tua). Adanya tradisi ini untuk bersilaturahmi dengan keluarga lainnya sambil berbincang-bincang dan makan bersama. Tradisi ini awalnya dianggap asing bagi masyarakat pribumi, tetapi setelah masyarakat pribumi menikah dengan keluarga keturunan Arab. Maka mereka mulai membiasakan diri dengan tradisi ini. Sehingga masyarakat pribumi menganggap
tradisi ini sebagai silaturrahmi antar keluarga jauh maupun dekat sekaligus bertemu dengan orang tua. Tradisi Pengajian Rutin Setiap Malam Jumat Pengajian rutin setiap malam jumat ini diadakan pada hari kamis malam, ba’da maghrib sampai ba’da isya. Pengajian ini sering mereka sebut dengan Ratiban. Ratiban ini tidak hanya sekedar mengaji saja, tetapi ada pembacaan yasinan, ratibul hadad, serta ceramah-ceramah agama. Pengajian ini diikuti oleh kaum pria saja baik anak-anak,dewasa, maupun bapak-bapak. Pengajian ini juga dihadiri oleh para jamaah dari mana-mana, tidak hanya dari masyarakat Pasar Rebo saja. Pengajian ini dipimpin oleh seorang Kyai/Syekh yang dianggap tetua di sana. Pengajian dimulai dengan pembacaan yasin dan diakhiri dengan ratibul hadad, kemudian dilanjut dengan shalat isya. Setelah itu barulah diisi dengan ceramah agama. Para jamaah yang mendengarkan ceramah, biasanya sambil menikmati hidangan yang dibawa oleh masing-masing jamaah. Kebiasaan ini bagi jamaah masyarakat pribumi, agar para jamaah yang mendengarkan tidak merasa ngantuk. Yang lebih khasnya lagi ceramah yang disampaikan oleh Kyai/ Syekh ini menggunakan bahasa Arab. Bagi masyarakat pribumi yang tidak mengerti isi ceramah itu, tidak mengurangi rasa ingin tahunya. Bahkan dengan rasa ingin tahu mereka, mereka selalu mengikuti pengajian ini sehingga lambat laun mereka mampu dan bisa mengerti isi dari setiap ceramah-ceramah yang disampaikan. Oleh karena itu, tradisi ini menjadi biasa bagi masyarakat pribumi. Bagi mereka mau bahasa ceramah tersebut bahasa Arab, Sunda maupun Indonesia, tidak mengurangi rasa tidak ingin tahu mereka. Bahkan dengan adanya tradisi ini mereka senang bisa mengikuti hal keagamaan yang membawa mereka menjadi hal yang positif.
BAB IV PENUTUP Simpulan Maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Komunitas keturunan Arab merupakan masyarakat pendatang yang membawa bahasanya ke dalam bahasa asli yang terdapat di Indonesia. Mereka tersebar di berbagai wilayah Indonesia, salah satunya di daerah Purwakarta Jawa Barat, tepatnya di kelurahan Nagrikidul Kecamatan Purwakarta. 2. Komunitas keturunan Arab di Purwakarta saat ini selain mengenal bahasa Arab mereka juga menguasai bahasa Indonesia bahkan berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam penggunannya mereka biasa mencampurkan ketiga bahasa itu dalam berkomunikasi. 3. Dari hasil penelitian tentang bahasa, pergeseran bahasa memang terjadi dalam pemakaian bahasa Arab dari generasi ke generasi semakin menurun yang ditandai dengan semakin sedikitnya jumlah masyarakat yang memakai bahasa Arab masih sering dipakai dalam komunikasi dalam bentuk alih kode, kosakata, maupun unsur serapannya. 4. Dari segi adat istiadat masyarakat Pasar Rebo, faktor adat istiadat memegang peranan penting di dalam segala pola kehidupan karena adat istiadat ini merupakan ciri khas masing-masing daerah. Adapun Adat istiadatnya seperti upacara-upacara yang dilakukan oleh masayarakat Pasar Rebo masih dalam ketentuan-ketentuan agama Islam yang sesuai dengan budaya Arab. Saran Hasil penelitian ini merupakan penelitian awal yang hanya ditinjau dari segi sosiologi budaya. Analisis terhadap akulturasi budaya pada masyarakat Pasar Rebo, juga dapat menggunakan segi keilmuan seperti ilmu antropologi, ilmu sejarah, serta segi keilmuan lainnya. Oleh karena itu, disarankan bagi pembaca yang berminat agar
objek kajian dalam penelitian ini dapat diteliti lebih luas lagi dengan menggunakan segi keilmuan yang lainnya. Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan khususnya dalam bidang kebudayaan.
DAFTAR SUMBER
Akib, R.H.M. 1975. Sejarah dan Kebudayaan Palembang, Tentang Adat Istiadat Palembang. Palembang. Algadri, Mr. Hamid. 1996. Islam dan Keturunan Arab dalam Pemberontakan Melawan Belanda. Edisi ketiga, Edisi Pertama 1984. Bandung: Mizan. Haviland, William A. 1988a. Antropologi, Jilid I, Jakarta: Erlangga. Koentjaraningrat,Dr.. 1959. Pengantar Antropologi. Jakarta : PT.Penerbit Universitas Djakarta. Linton, Ralph. 1984. The Study Of Man. Bandung : Jemmars. Pjiper, G.F. 1984. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 (terj.). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Suparlan, Parsudi. 1986. Keluarga Dan Kekerabatan, dalam individu keluarga Dan Masyarakat, Jakarta: Akademika Presindo. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Ke 4, Edisi Pertama 1982. Jakarta: CV. Rajawali