PENERAPAN AUGMENTED REALITY PADA KOTAK PONSEL SEBAGAI MEDIA PERIKLANAN VIRTUAL (Studi Kasus: Global Teleshop Superstore)
Naskah Publikasi
diajukan oleh Irwan Setiawanto 08.11.1947
kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012
AUGMENTED REALITY IMPLEMENTATION IN HANDPHONE BOX AS VIRTUAL ADVERTISEMENTS MEDIA
(Case Study: Global Teleshop Superstore) PENERAPAN AUGMENTED REALITY PADA KOTAK PONSEL SEBAGAI MEDIA PERIKLANAN VIRTUAL (Studi Kasus: Global Teleshop Superstore) Irwan Setiawanto Jurusan Teknik Informatika STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
ABSTRACT Augmented Reality (AR) is an environment that includes a 3D virtual objects into the real environment. This system is much closer to the real environment (real). Therefore, elements of reality are preferred in this system. The system is different from the virtual reality that is entirely virtual environment. AR allows users to interact in real time with the system. The use of AR has now widened mostly aspect in life and is projected to experience significant growth. This is because the use of AR is very exciting and allows users to work on something, such as marketing strategy and introduction of products to consumers. Business development in Indonesia lately more and more prominent of the complexity, competition, change and uncertainty. This is forcing companies to pay more attention to the environment that could affect the company, so the company knows what kind of marketing strategy and how it should be implemented in the company. When the exhibition was held, this time the mobile phone manufacturers must display original prodak to consumers for the show. While every visitor who comes there may be an ignorant atu accidentally nudged and falls resulting loss, 3D miniature phone helps visitors to find out the model they want to buy. By making use of AR technology, original mobile phone models can be replaced with a virtual 3D display using a computer, so that employers can save costs, because it does not need to display the original phone. It encourages the author tries to show the model in a 3D mobile augmented reality environment that can help the user to know how well the design and spec phones they want. In this study selected Global Teleshop Superstore, as it is considered a potential business of developing mobile phone in areas of Yogyakarta and even Indonesia. The results of the study are expected to use mobile entrepreneurs in promoting their products. Keywords: augmented reality, media promotion, 3D models, mobile
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Augmented Reality (AR) saat ini lebih banyak digunakan dalam pengolahan
grafika komputer. Dengan dasar pemikiran untuk menggabungkan dunia maya dan dunia nyata. Banyak diperoleh ide-ide untuk memudahkan seseorang dalam menciptakan visualisasi yang lebih bagus, efisien, dan imajinatif. Augmented reality menggunakan kamera (real-time) yang akan mendeteksi marker untuk menampilkan sebuah modeling visualisasi objek 3D diatasnya. Hal ini membuat ilmu ini menarik untuk dipelajari dan ditekuni. Karena itu, unsur reality lebih diutamakan pada sistem ini. Sistem ini berbeda dengan virtual reality (VR) yang sepenuhnya merupakan virtual environment. Augmented reality mengijinkan penggunanya untuk berinteraksi secara real-time dengan sistem. Banyak perkembangan dalam pemanfaatan aplikasi membangun augmented reality yang dikembangkan dalam berbagai bidang, salah satunya mencakup bidang periklanan atau media promosi ponsel. Sehingga bertujuan untuk menarik minat pembeli terhadap suatu produk barang ponsel yang ditawarkan, membantu memahami spesifikasi ponsel, mengurangi kerugian kerusakan sempeling ponsel yang didispaly, membantu sales dalam menjelaskan mengenai model ponsel, dan membangun rasa untuk menjaga kondisi kotak ponselnya agar tetap baik. Maka vendor ponsel dituntut untuk harus membuat desain kotak yang dirancang agar dapat memberikan gambaran modeling tiga dimensi (3D) bentuk ponsel dengan ukuran sebenarnya secara maya kepada calon pembeli mengenai model ponsel yang akan mereka beli. Dengan sentuhan sebuah inovasi baru, model ponsel ini akan divisualisasikan menjadi 3D yang ditampilkan di layar monitor melalui media webcam. Dengan bentuk visualisasi tiga dimensi (3D) model ponsel, kotak ponsel akan terlihat lebih menarik dan friendly.
2.
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Augmented Reality Ronald T. Azuma (1997, A Survey of Augmented Reality)1 mendefinisikan
augmented reality sebagai penggabungan benda-benda nyata dan maya dilingkungan nyata, berjalan secara interaktif dalam waktu nyata, dan terdapat integrasi antar benda dalam tiga dimensi, yaitu benda maya terintegrasi dalam dunia nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, namun augmented reality hanya menambahkan atau melengkapi kenyataan. Penggabungan benda nyata dan maya dimungkinkan dengan teknologi tampilan yang sesuai, interaktivitas dimungkinkan
1
Azuma, Ronald T. (August 1997). "A Survey of Augmented Reality". Presence: Teleoperators and Virtual Environments.
melalui perangkat-perangkat input tertentu, dan integrasi yang baik memerlukan penjejakan yang efektip.
2.2
Sejarah Augmented Reality Sejarah tentang augmented reality dimulai pada tahun 1957-1962, ketika seorang
penemu yang bernama Morton Heilig, seorang sinematografer yang menciptakan dan mempatenkan sebuah simulator yang disebut sensorama dengan visual getaran dan bau. Pada tahun 1966, Ivan Sutherland menemukan head-mounted display yang dia claim adalah jendela ke dunia virtual. Tahun 1975, seorang ilmuwan bernama Myron Krueger menemukan videoplace yang memungkinkan pengguna dapat berinteraksi dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Tahun 1989, Jaron Lanier memeperkenalkan virtual reality dan menciptakan bisnis komersial pertama kali didunia maya, Tahun 1992 mengembangkan augmented reality untuk melakukan perbaikan pada pesawat boeing, dan pada tahun yang sama, LB Rosenberg mengembangkan salah satu fungsi sistem AR, yang disebut virtual fixtures, yang digunakan di Angkatan Udara AS Armstrong Labs, dan menunjukan manfaatnya pada manusia, dan pada tahun 1992 juga, Steven Feiner, Blair Maclntyre dan Dorée Seligmann, memperkenalkan untuk pertama kalinya Major Paper untuk perkembangan Prototype Augmented Reality.
3.
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1
Analisis Umum
3.1.1
Cara analisis data Setelah menilai beberapa kriteria, penulis menggunakan 4 cara analisis yaitu:
meneliti, memeriksa, mempelajari, dan membandingkan data untuk melakukan perancangan sistem yang akan dibuat. 1. Meneliti Dengan cara ini, semua kendala dan tingkat kesulitan perancangan sistem dapat dikelompokan agar mudah untuk dilakukan analisis dan dicari solusinya. Setelah semua kendala diteliti dan dikelompokan, maka dilanjutkan cara selanjutnya. 2. Memeriksa Pada tahap ini, kebutuhan hardware dan software diperiksa, agar memenuhi kebutuhan minimum hardware dan software yang direkomendasikan pada penerapan Augmented reality pada umumnya. 3. Mempelajari Mempelajari merupakan cara analisis yang paling sederhana dalam perancangan sistem ini, sebab hanya mempelajari tools tiap-tiap software yang akan digunakan. Contoh: membuat patern, import dan export file. Namun mempelajari
“bagaimana marker bisa terdeteksi oleh kamera” tidak mudah, dan hal itu akan dijelaskan pada pembahasan “Deteksi Marker”. 4. Membandingkan Setelah 3 cara diatas, selanjutnya membandingkan rancangan sistem yang telah dibuat dengan sistem augmented reality yang dijadikan acuan dan perbandingan dalam penelitian, sehingga dapat dilakukan interpretasi yang diperlukan. No.
Acuan
Modeling Ponsel AR AR sebagai media pembelajaran dan
1
AR sebagai media promosi
2
AR berbasis Web
Aplikasi untuk personal computer
3
Marker didalam brosur
Menggunakan Single Marker
4
Membutuhkan koneksi internet
Tidak membutuhkan internet
analisis perancangan modeling
Gambar 3.1 Tabel Perbandingan
3.1.2
Analisis SWOT Berikut analisis SWOT pada augmented reality pada kotak ponsel sebagai media
periklanan virtual :
Kekuatan (Strengths) Penggabungan antara obyek-obyek virtual 2 Dimensi atau 3 Dimensi sehuingga seolah-olah terlihat nyata dan menyatu dengan dunia nyata. Menjadikan kotak ponsel menjadi lebih menarik dan memiliki nilai tambah dari sekedar kotak ponsel biasanya yang hanya menjadi kotakan begitu saja. Serta memberikan konten untuk individu berinteraksi dengan ruang-ruang atau bendabenda itu dan menyediakan suatu pengalaman yang lebih banyak dan moderen.
Kelemahan (Weakness) Aplikasi ini dapat dijalankan melalui komputer dengan bantuan webcam yang memiliki ketentuan spesifikasi tertentu atau lebih praktis bisa menggunakan leptop juga netbook yang terdapat webcamnya. Yang dimaksud disini adalah apabila webcam dan komputer yang digunakan berada dibawah syarat spesifikasi minimal maka tidak dapat digunakan, dan sebaliknya, jika spesifikasi makin tinggi maka akan semakin baik hasil tampilannya. Marker yang dibuat harus tersinari oleh cahaya yang cukup, dengn kata lain augmented reality ini sangat memerlukan cahaya dalam menampilkannya. Tanpa cahaya marker tidak akan terbaca oleh webcam, namun bila terkena cahaya yang berlebihan hingga mengganggu input kedalam wabcam maka objek 3D tidak akan muncul.
Peluang ( Oportunity ) Ponsel adalah sebuah gedget yang sangat populer dan menjadi komoditi utama dalam lifestyle zaman ini. Disamping fenomena jejaring sosial yang mendongkrak penjualan ponsel semakin tinggi, dimana membuat setiap orang menjadi ingin selalu berkomunikasi secara mobile. Bahkan hampir setiap orang didunia ini memiliki ponsel. Dimulai dari masyarakat ekonomi rendah hingga atas, memiliki kelas gadget yang berbeda-beda sesuai peruntukannya. Penjualan ponsel setiap tahunnya semakin meningkat dan terus meningkat dengn update kecanggihan fitur-fiturnya. Dengan sentuhan sedikit sebuah inovasi baru dengan augmented
reality,
ponsel
yang
terdapat
dalam
kotak
ponsel
akan
divisualisasikan kedunia nyata secara realtime menjadi 3D melalui media webcam. Ini akan menjadi semakin menarik dan memiliki nilai lebih daripada kotak ponsel yg sebelumnya. Dengan cakupan pemasaran ponsel yang sangat besar, akan menjadi peluang yang baik dalam pembuatan projek ini.
Ancaman ( Threats ) Dikarenakan augmented reality berkembang dengan cukup cepat, maka akan banyak muncul aplikasi menarik lainnya menggunakan aplikasi ini. Dilihat dari segi biaya pembuatannya, augmented reality ini membutuhkan komputer dan webcam dengan spesifikasi khusus dan juga software pendukung berjalannya Augmented Reality.
3.2
Analisis Kebutuhan Sistem
3.2.1
Kebutuhan hardware Perangkat keras apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem AR yang
dibangun. Perangkat keras sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya pada saat menampilan objek 3D. Berikut merupakan kebutuhan minimal hardware : a. PC atau Laptop dengan Processor 1 GHZ atau lebih b. Random Acess Memory (RAM) 1024 MB c. Hardisk dengan ruang kosong 100 Mb d. VGA 32 Mb Onboard atau VGA Card e. Webcam 1,3 Mb Pixel 3.2.2
Kebutuhan software Untuk mengimplementasikan AR pada kotak ponsel ini, diperlukan setidaknya
tiga jenis perangkat lunak. Yang pertama yaitu perangkat lunak untuk mengolah objek 3D, selanjutnya perangkat lunak pengolah gambar (untuk keperluan layout dan texturing), dan yang terakhir perangkat lunak pembangun aplikasi augmented reality itu sendiri. Software yang digunakan dalam penerapan ini meliputi :
1. Autodesk 3D Studio MAX 2. Adobe Photoshop CS2 3. Adobe Illustrator CS2 4. ArToolKit Software Library 5. Operation System : Microsoft Windows 7 3.2.3
Kebutuhan brainware Aspek ini merupakan individu yang akan terlibat langsung dalam implementasi
AR pada kotak ponsel. Manusia sebagai pencipta dan pengguna sistem, sehingga sistem ini bisa digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaanya. Oleh karena itu tanpa adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka ketersediaan software dan hardware tidak akan berarti.
3.3
Analisis Kelayakan Sistem Analisis
kelayakan
sistem
digunakan
untuk
menentukan
kemungkinan
keberhasilan solusi yang diusulkan. Tahapan ini berguna untuk memastikan bahwa solusi yang diusulkan tersebut benar-benar dapat tercapai dengan sumber daya dan dengan memperhatikan kendala yang terdapat pada permasalahan. Informasi yang dihasilkan oleh aplikasi ini berupa 3D modeling yang menampilkan gambar hasil tangkapan webcam dengan benda maya didalamnya. Aplikasi ini menuntut adanya objek-objek ponsel yang dijadikan sebagai marker untuk memunculkan benda objek 3D pada monitor. Output yang dihasilkan adalah modeling ponsel berupa 3Dnya. Aplikasi ini tidak mengandung unsur pornografi atau cybercrime. Oleh karena itu, aplikasi ini tidak melanggar hukum teknologi informasi yang ada saat ini sedikit pun.
3.4
Perancangan Sistem Pada tahap ini diuraikan tentang perancangan sistem yang akan dibuat untuk
terwujudnya penelitian yang diinginkan, dimana pada dasarnya sistem ini dikerjakan secara software saja. Inti dari penerapan AR ini adalah modeling ponsel yang akan tampil dari kotak ponsel dalam format 3D. Untuk membangun model, digunakan software Autodesk 3DS Max 2010. Langkah awal pembuatan model adalah dengan menterjemahkan gambar 3D ponsel pada sketsa kemudian proses dimulai dengan membentuk bagian-bagian dengan menggunakan tool pada panel create dan dilanjutkan dengan proses memodifikasi menjadi bentuk-bentuk tertentu dan kemudian diakhiri dengan pemberian material/ pewarnaan dan cahaya.
Berikut adalah gambaran proses alur kerja system Augmented Reality :
Gambar 3.1 Flowchart Sistem 3.4.1
Desain marker Maker merupakan trigger atau pemicu yang akan dikenali oleh kamera webcam
sebagai bentuk simbol model 3D dari setiap objek modeling ponsel. Bentuk dari marker sebuah persegi hitam dan ditengahnya terdapat bagian bentuk putih bisa berbentuk gambar, angka, huruf, atau apa saja. Didalam pola marker yang merupakan ilustrasi hitam dan putih persegi dengan batas hitam tebal dan latar belakang putih digunakan agar komputer mengenali posisi dan orientasi marker dan menciptakan dunia virtual 3D.
Gambar 3.2 Bentuk Pola Marker Pembuatan pola marker sebenarnya sangat mudah, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pola marker, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Pola marker tidak boleh simetris, baik secara vertikal, horizontal, maupun diagonal. Pola marker yang seperti ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi keberhasilan program dalam menampilkan objek 3D, hanya saja objek yang dibaca akan me-
reset posisinya terus-menerus, karena kesalahan program dalam mengidentifikasi marker saat diputar atau dimiringkan pada sudut tertentu terhadap webcam. 2. Pola marker dibuat sesederhana mungkin agar proses identifikasi lebih cepat, namun harus tetap bersifat unik. Poin ini harus diperhatikan mengingat hardware pendeteksi marker yaitu webcam yang digunakan memiliki resolusi tidak terlalu besar (berkisar antara 0,3 sampai 1,3 mega pixel) 3. Marker dicetak pada kertas dope atau tidak mengkilat. Hal tersebut untuk menghindari pantulan cahaya berlebihan pada marker yang dapat mengganggu proses pembacaan marker karena tahap kalibrasi tidak dapat dilakukan. 4. Ukuran optimal marker untuk media cetak berkisar antara 5-10 cm2.
4.
IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN
4.1
Implementasi Sistem Sebelum
memulai
pada
pengimplementasian
sistem,
terlebih
dahulu
mendownload semua library yang dibutuhkan dan juga software yang digunakan, karena program tidak akan dapat dijalankan jika librarynya tidak ada. Berikut merupakan alasan penulis mengapa menggunakan ArToolkit yaitu : 1. Tracking kode hanya menggunakan desain kotak hitam dengan bagian tengah dibuat logo atu bentuk unik yang disebut dengan marker. 2. Mudah menerapkan multi marker. 3. Framework yang sederhana untuk membuat aplikasi Augmented Reality. 4. Sebuah library grafis yang sangat sederhana. 5. Open Source dengan lisensi GPL.
4.2
Hasil Pengujian Program Berikut ini merupakan hasil dari pengujian sistem augmented reality untuk
penerapan pada kotak ponsel, yang akan dijalankan dengan menggunakan aplikasi ArToolKit : 1. Pada saat menjalankan sistem, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah lamanya waktu loading model. Lama dan cepatnya waktu loading tersebut dapat dipengaruhi oleh seberapa besar obek 3D yang dibuat dan berapa banyak material yang dipakai. 2. Saat pengujian terjadi kesalahan, yaitu objek 3D yang muncul tidak sempurna. Bisa dalam posisi terbalik, berdiri ataupun miring. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengganti parameter pada file *.dat yang terdapat di C:\Program Files\ARToolKit\bin\Wrl. Buka file vivaz.dat dengan wordpad dan rubah ukuran parameter dengan ukuran sebagai berikut :
0.0 0.0 50.0
# Translation
90.0 1.0 0.0 0.0
# Rotation
25 25 25
# Scale
Benda berada pada posisi yang tidak semestinya dapat diatasi dengan mengganti bagian tersebut dengan yang baru. 3. Masalah lain yang muncul adalah ukuran objek 3D yang terlalu kecil ataupun terlalu besar, ataupun posisi menghadapnya yang kurang tepat. Masalah ini dapat diatasi dengan memperbesar atau memperkecil ataupun merotasikan objek langsung pada software 3DS Max, kemudian dilakukan export kembali ke C:\Program Files\ARToolKit\bin\Wrl. 4. Intensitas cahaya juga memiliki pengaruh sangat besar, yaitu apabila intensitas cahaya terlalu rendah marker tidak akan terbaca, begitu juga jika intensitas cahaya terlalu berlebih. Apabila sebagian marker tertutup oleh bayangan yang terlalu gelap objek pun tidak akan muncul. Jadi cahaya yang dibutuhkan kamera dalam menangkap marker dapat diatur sendiri sampai kira-kira cahaya mencukupi untuk menerangi daerah sekitar marker. 5. Jarak sangat berpengaruh dalam pembacaan marker. Jauh atau dekatnya marker dari kamera akan berpengaruh terhadap berjalannya program ini karena dengan jauhnya marker dari kamera webcam, maka kamera akan sulit mengenali marker tersebut, sehingga proses pembacaan marker tidak dapat berjalan dengan baik.
Gambar 4.1 Deteksi Marker 6. Objek yang terkadang hilang dan muncul, dikarenakan posisi dan sudut pandang terhadap marker yang kurang sesuai dan terpengaruh oleh cahaya.
7. Kualitas kamera juga mempengaruhi muncul tidaknya objek. Marker dapat dibaca kamera dengan ukuran maksimal selebar layar yang ditangkap kamera, dan ukuran minimal tertentu sesuai spesifikasi dari kamera tersebut. Jika Objek tidak muncul dikarenakan marker yang terlalu kecil dan jauh sehingga tidak terbaca oleh kamera.
Gambar 4.2 Rendering kamera
5.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan Dari hasil pengujian dan analisa pada bab sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut : 1. Sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lain membuat kotak ponsel augmented reality ini dapat memberi kesan yang berbeda dan meningkatkan daya tarik pembeli. 2. Pola marker dapat mempengaruhi hasil virtual. Marker dengan pola sederhana dan kompleks menampilkan objek dengan posisi penglihatan tetap. Sedangkan untuk marker denga pola simetris, objek 3D yang ditampilkan sering berubah posisinya. 3. Selain pola marker, Jarak marker dengan kamera juga sangat berpengaruh dalam proses berjalannya program ini, bila terlalu dekat atau terlalu jauh maka kamera tidak dapat membaca marker dengan baik sehingga program tidak dapat mengenali marker tersebut. 4. Aplikasi yang dibuat dengan metode pendeteksian pola (marker detection) dapat dikembangkan menjadi sebuah aplikasi yang real time dan menarik,
dan dapat diimplementasikan secara luas dalam berbagai media. Sebagai contoh dalam media periklanan secara virtual pada kotak ponsel.
5.2
Saran Augmented reality pada kotak ponsel ini masih jauh dari sempurna. Selama
perancangan terlihat adanya kekurangan yang terletak pada detail dan kualitas obyek 3D, ukuran objek yang terlalu kecil ataupun terlalu besar, ataupun posisi menghadapnya yang kurang tepat. Hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan teknis dari sumber daya manusia. Salah satu pengembangan yang dapat dilakukan adalah perbaikan pada animasi dan objek 3D produk, serta pengembangan dan penambahan desain masing-masing objek yang bisa lebih baik lagi. Peneliti berharap, pengembangan augmented reality tidak difokuskan hanya pada software library ArToolkit, tetapi dikembangkan lagi dari software library yang lain, seperti: FLARToolkit, NYARToolkit, OpenSpace 3D Editor, ARToolKitPlus atau ARTag yang memiliki tracking system yang lebih baik . Perangkat keras yang digunakan tidak lagi webcam tetapi HMD (Head-Mounted-Display) agar didalam penggunaannya, para konsumen lebih nyaman dalam berinteraksi dengan setiap model ponselnya.
Daftar Pustaka Azuma, Ronald T. (August 1997). "A Survey of Augmented Reality". Presence: Teleoperators and Virtual Environments. Borko, Furht. “Handbook of Augmented Reality”. Springer, 2011 Haller, Michael (1 Juni 2007). “Emerging Technologies of Augmented Reality: Interfaces and Design”. London: Idea Group Publishing. Paul M., 2007, “OpenSceneGraph : Quick Start Guide” R. Silva, J.C. Oliveira, G.A. Giraldi. “Introduction to Augmented Reality”. National Laboratory for Scientific Computation. Stephen Cawood and Mark Fiala. “Augmented reality: a practical guide”. Raleigh, N.C. : Pragmatic Bookshelf, 2007 Vallino, James R. (April 1998). “Interactive Augmented Reality”. Rochester, New York: University of Rochester Jurnal Hirokazu Kato, Mark Billinghurst, Ivan Poupyrev. (November 2000). Cara kerja ARToolkit.http://www.hitl.washington.edu/artoolkit/documentation/userarwork.htm Imperial College London. Visualisation and imaging for robotic assisted surgery. http://www1.imperial.ac.uk/medicine/research/researchthemes/healthtechnologies/ surgicaltechnologies/robotic_surgery 3D Objek interior.http://archive3d.net/ diakses 2 Oktober 2012.