322 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
PENERAPAN ASAS NASIONALITAS PASIF TERHADAP TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI Lailatul Mustaqimah Univesitas Ahmad Yani Kalimantan Selatan Email :
[email protected]
Abstrak Permasalahan di bidang Teknologi Informasi semakin berkembang dan tanpa batas, kejahatan bisa di lakukan oleh warga Negara Asing yang berada di luar Negeri dan merugikan di wilayah Negara Indonesia, dengan adanya Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 diharapkan mampu menjerat pelaku kejahatan yang berstatus warga Negara Asing tersebut. Dan asas hukum pidana yang mengatur adalah asas Nasionalitas Pasif. Tujuan diadakannya penelitian ini guna mengkaji alasan terjadinya perluasan Asas Nasionalitas Pasif dalam Pasal 37 UU ITE serta penerapan asas ini terhadap kejahatan teknologi informasi. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian ini merupakan normatif, dimana penelitian ini dilakukan dengan menginventarisir peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sejauh mana peraturan yang ada mengatur tentang masalah yang diteliti. Dengan pendekatan Asas- asas, Pendekatan PerUndang-Undangan, dan Pendekatan Konsep yakni doktrin atau pendapat para ahli yang bertujuan untuk melihat hukum positif yang berlaku, sehingga dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa alasan perluasan jangkauan Asas Nasionalitas Pasif dalam Pasal 37 UU ITE adalah sebagai acuan dasar dalam menangani permasalahan ini dengan adanya UndangUndang Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat di terapkan terhadap Tindak Pidana di bidang Teknologi Informasi yang Locus delicti nya diluar wilayah Indonesia, dan berwenangnya Kepolisian Republik Indonesia menyidik perkara tindak pidana di bidang Teknologi Informasi yang terjadi diluar wilayah Indonesia atau berwenangnya aparatur penegak hukum Republik Indonesia seperti kepolisian, kejaksaan,dan kehakiman dalam penyelesaian tindak pidana ini sekalipun pelaku berada di Luar Negeri dan Warga Negara Asing karena yang diserang adalah kepentingan Indonesia. Konsekuensi hukum berdasarkan perluasan Asas ini adalah dalam tindak pidana di bidang Teknologi Informasi namun penegakan hukum di bidang ini masih memerlukan sarana yang lain untuk dapat tegakkan aturan tersebut khususnya apabila melibatkan Warga Negara lain, sarana tersebut seperti Perjanjian kerjasama penanganan Perkara Pidana atau Perjanjian Ekstradisi. Kata kunci : Asas Nasionalitas Pasif, Tindak Pidana, Teknologi Informasi
Abstract Problems in Information Technology is a growing and without limit , the crime can be committed by foreign nationals residing outside the State and the harm in the territory of Indonesia , with the existence of Act Nomor 11 of 2008 is expected to ensnare offenders with the status of citizens foreign . And the principle of criminal law is the principle that governs Passive Nationalities . The objective of this study to assess the reasons for the expansion of Nationalities Passive principle in Article 37 of Law ITE and the application of this principle against crime information technology. The method used is a normative study, in which the study was conducted with an inventory of the legislation in force and the extent to which the existing rules governing the matter being investigated. With the approach of principles, approaches Legislation, and approach the concept of doctrine or opinion of experts that aims to see the positive law applicable, so that it can provide answers to the problems in this study. Based on the results of the study concluded that the reason for the expansion of Nationalities Passive principle in Article 37 of Law ITE is a basic reference in addressing this issue with the Law Nomor11 of 2008 on Information and Electronic Transactions can be applied against Crime in the field of Information Technology Locus delicti her outside the territory of
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……323
Indonesia, and other competent Indonesian Police investigate criminal case in the field of Information Technology that occurred outside the territory of Indonesia or other competent law enforcement agencies the Republic of Indonesia such as the police, prosecutors, and judges in the completion of this criminal act even if the perpetrator was in the Foreign and Foreigners because the attack was the interest of Indonesia. The legal consequences of this principle is based on the expansion in crime in the area of Information Technology, but law enforcement in this area still requires other means to enforce these rules, especially if it involves any other citizen, the means of such cooperation agreement or handling Criminal Extradition Treaty. Key words : Nationality principle Passive, Crime, Information of Technology
sistem
PENDAHULUAN Perkembangan
sebagai sasarannya, misalnya denial of service
pemanfaatan Internet tak hanya membawa
attack (DoS), defacing, cracking maupun
dampak positif bagi para penggunanya, tetapi
phreaking.
juga dampak negatif bila para pengguna tidak
umum dari kejahatan teknologi informasi di
berhati-hati dalam memanfaatkan teknologi
atas, dapat dilihat bahwa yang menjadi alat
ini. Seperti maraknya situs porno yang dapat
atau pun objek dari kejahatan ini adalah
merusak mental generasi penerus bangsa,
komputer. Dalam hal ini komputer diartikan
pencurian kartu kredit atau yang biasa disebut
secara luas, yaitu yang terhubung dengan
dengan istilah carding, hacking terhadap
saluran internet, sebatas menggunakan LAN
beberapa situs, pencurian data orang lain,
(Local Area Network), atau yang sama sekali
penyebaran virus yang dapat mengganggu
tidak tidak terhubung dengan jaringan internet
sistem
atau pun LAN.
komputer,
pesat
informasi
dalam
kerja
yang
dan fasilitas teknologi
dan
lain-lain.
Kejahatan semacam inilah yang dikenal dengan istilah Cybercrime.
Mengacu
pada
penggolongan
Cyber crime tidak mengenal batasan dan dapat dilakukan negara mana pun dan
Secara garis besar, kejahatan yang
dapat menyerang negara mana pun juga.
berkaitan dengan teknologi informasi dapat
Itulah sebabnya cyber crime digolongkan
dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama,
sebagai
kejahatan
teknologi
merupakan salah satu kejahatan yang sangat
informasi, misalnya penipuan kartu kredit,
meresahkan masyarakat dunia. Berkenaan
penipuan bursa efek, penipuan perbankan,
dengan penentuan yurisdiksi, dalam hukum
pornografi anak, perdagangan narkoba, serta
internasional dikenal 3 jenis yurisdiksi, yaitu
terorisme. Kedua, kejahatan yang menjadikan
yurisdiksi untuk menetapkan Undang-Undang
yang
difasilitasi
kejahatan
transnasional,
serta
324 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
(the jurisdiction to prescribe), yurisdiksi
Jurisdiction, yaitu asas yang menentukan
untuk penegakan hukum (the jurisdiction to
bahwa setiap negara berhak untuk menangkap
enforce), dan yurisdiksi untuk menuntu (the
dan menghukum para pelaku pembajakan.
jurisdiction to adjudicate). Dalam konteks
Asas
kajian ini, pengertian yurisdiksi merujuk
mencakaup pula kejahatan inti (core crime),
kepada yurisdiksi penegakan hukum. Dalam
misalnya kejahatan terhadap kemanusiaan.1
kajian yurisdiksi tersebut, untuk menentukan
ini
kemudian
Selanjutnya
diperluas
Darrel
C.
sehingga
Menthe
hukum yang berlaku ada beberapa asas yang
mengemukakan, ada beberapa teori yang
biasa digunakan sebagai berikut: a) Subjective
dapat menjelaskan tentang yurisdiksi hukum
Territorality, yaitu asas yang menentukan
yang berlaku dalam cyberspace, yaitu: 2 a) The
berlakunya hukum ditentukan berdasarkan
theory of the uploader and the downloader.
tempat perbuatan tersebut dilakukan; b)
Berdasarkan teori ini pengertian uploader
Objective Territorality, yaitu asas perluasan
adalah pihak yang meng-unggah (upload)
dari
informasi ke dalam suatu lokasi dalam
asas
Subjective
Territorality
yang
menentukan bahwa hukum yang berlaku
cyberspace,
adalah hukum dimana akibat utama perbuatan
pihak
itu terjadi dan memberikan dampak yang
informasi dari internet. Suatu negara dapat
merugikan bagi negara yang bersangkutan; c)
melarang suatu kegiatan
Passive Nationality, yaitu asas yurisdiksi
downloading yang diperkirakan bertentangan
berdasarkan kewarganegaraan korban. Asas
dengan kepentingan Negara; b) The law of the
ini jarang digunakan karena antara lain hukum
server. Pendekatan lain yang dapat digunakan
warga negara asing dianggap tidak memadai
adalah kedudukan atau lokasi server
untuk melindungi warga negara asing; d)
webpage, yaitu dimana mereka dicatat sebagai
Protective,
yang
data elektronik. Menurut teori ini sebuah
hukum
webpage yang berlokasi si server pada
didasarkan atas keinginan negara untuk
Universitas Stanford (misalnya) harus tunduk
melindungi kepentingan negara dari kejahatan
pada hakim california. Namun teori ini akan
menentukan
yaitu
asas
bahwa
yurisdiksi
berlakunya
yang
sedangkan
downloader.adalah
mengakses
(meng-unduh)
uploading dan
dari
yang dilakukan diluar wilayahnya. Asas ini pada umumnya digunakan apabila korban adalah
negara
atau
pemerintah;
e)
Universality, disebut juga Universal Interest
1
Widodo. 2013. Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi cybercrime law. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, hlm. 40 2 Darrel C. Menthe. Jurisdiction in Cyberspace : A Theory of International Spaces. http://www.mttlr.org, diakses pada tanggal 21 Juli 2015
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……325
sulit digunakan apabila uploader berada
suatu negara memperoleh pengakuan dan
dalam yurisdiksi negara asing; c) The theory
kedaulatan penuh untuk berbagai aturan dan
of international space.
Dalam hal ini
kebijaksanaan secara penuh, sehingga harus
diusulkan agar cyberspace menjadi the fourt
diakui bahwa menerapkan yurisdiksi yang
space.
pada
tepat dalam kejahatan-kejahatan di dunia
sifat
maya
Analognya
keberadaan
fisik,
tidak
terletak
melainkan
internasionalitasnya
pada
yaitu
soverignless
quality.
(cybercrime)
pekerjaan bersifat
mudah,
bukan karena
internasional
merupakan kejahatannya
sehingga
banyak
Selain kenyataan bahwa cyber crime
bersinggungan dengan kedaulatan banyak
merupakan kejahatan transnasional sehingga
negara atau sistem hukum negara lain. Harus
yurisdiksi hukum sulit untuk diterapkan,
diakui bahwa menerapkan yurisdiksi yang
terdapat
yang
tepat dalam kejahatan-kejahatan didunia maya
menyebabkan cyber crime semakin sulit untuk
(cybercrime) bukan merupakan pekerjaan
ditangani, yaitu:3 a) Tidak adanya konsensus
yang mudah, karena jenis kejahatan bersifat
global mengenai jenis-jenis cyber crime; b)
internasional sehingga banyak bersinggung
Kurangnya keahlian aparat penegak hukum
dengan kedaulatan banyak negara (sistem
dan ketidakcukupan hukum untuk melakukan
hukum negara lain).
permasalahan
lain
investigasi dan mengakses sistem komputer; c)
Ketidakharmonisan
di
dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 11
Kurangnya
Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi
sinkronisasi mekanisme penegakan hukum,
elektronik menyebutkan bahwa setiap orang
bantuan hukum, ekstradisi, dan kerja sama
dengan sengaja melakukan
internasional dalam melakukan investigasi
dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
cyber crime.
27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah
berbagai
negara;
dan
hukum d)
acara
Berkenaan dengan yurisdiksi tersebut,
Yurisdiksi merupakan hal yang sangat krusial
sekaligus
Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
khususnya
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia. Pada
berkenaan dengan pengungkapan kejahatan-
BAB VII menyebutkan Perbuatan yang
kejahatan di dunia maya yang bersifat
dilarang, diantaranya tercantum di dalam
internasional
cybercrime).
Pasal 27 sampai dengan Pasal 36. Pada Pasal
Dengan adanya kepastian yurisdiksi, maka
27 menyebutkan mengenai Perbuatan yang
3
kompleks
perbuatan yang
(international
Asril Sitompul.2001. Hukum Internet. Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.54
dilarang diantaranya, Setiap orang dengan
326 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/
bertautan dalam masalah kejahatan yang
atau mentransmisikan dan/ atau membuat
melibatkan dua atau lebih negara.
dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/
Salah satu asas hukum dalam KUHP
atau dokumen Elektronik yang memiliki
adalah asas nasional aktif, yakni suatu asas
muatan yang melanggar kesusilaan, yang
yang menyatakan berlakunya undang-undang
memiliki muatan perjudian, memiliki muatan
hukum pidana Indonesia di luar wilayah
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,
Negara bagi setiap orang, warga Negara atau
yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
orang asing ang melangar kepentingan hukum
pengancaman.
Indonesia, atau melakukan perbatan pidana
Berpijak
atas
hal
tersebut
maka
yang membahayakan kepentingan nasional
permasalahan yang muncul adalah mengapa
Indonesia di luar negeri. Asas Nasional Pasif
terjadi perluasan jangkauan Asas Nasionalitas
diatur dalam Pasal 4 yang menyebutkan
Pasif dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor
bahwa ketentuan pidana dalam perundang-
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
Transaksi
Elektronik,
dan
bagaimana
orang yang melakukan di luar Indonesia. 1)
hukum
terhadap
perluasan
Salah satu kejahatan berdasarkan Pasal-Pasal
jangkauan Asas Nasionalitas Pasif dalam
104, 106, 107, 108, 110, 111, pada ke-1, 127
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi?
dan 131. 2) Pemalsuan surat hutang atau
konsekuensi
sertiifikat hutang atas tanggungan Indonesia. PEMBAHASAN
Dan Pasal 8, bahwa ketentuan pidanan dalam
Dasar Perluasan Jangkauan Asas Nasionalitas Pasif Dalam Pasal 37 UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhkoda dan penumpang perahu Indonesia yang diluar Indonesia.
Dalam hukum pidana dikenal beberapa
Dasar hukum dari asas nasional pasif
asas yang menjadi dasar bagi pembentukan
adalah, tiap-tiap Negara yang berdaulat pada
serta
umumnya
penerapan
hukum.
Asas-asas
ini
berhak
untuk
melindungi
merupakan asas yang telah diakui oleh hukum
kepentingan hukumnya, walpun kepentingan
Internasional sebagai dasar bagi suatu negara
hukum. Dengan demikian, undang-undang
untuk menerapkan hukum yang berlaku di
hukum pidanan Indonesia dapat diperlukan
negara
terhadap
tersebut.
Akan
tetapi
dalam
penerapannya, asas-asas ini dapat saling
siapapun,
baik
warga
Negara
maupun bukan warga Negara yang melakukan
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……327
pelanggaran terhadap kepentingan hukum
Indonesia atau yang tidak dilakukan di luar
Negara Indonesia dimanapun dan terutama di
Indonesia.
luar negeri. Misalnya melakukan kejahatan
keyakinan akan adanya kebutuhan untuk
penting terhadap kemanan Negara erta kepala
mencapai, sebagai suatu prioritas, kebijakan
Negara Indonesia(Pasal 104-108 KUHP).
kriminal
Dapat kita ketahui dalam KUHP Pasal
Dalam
bersama
hal
ini
yang
disebutkan
ditujukan
pada
perlindungan masyarakat terhadap tindak
2-9. Dalam hukum Internasional setiap negara
pidana
dianggap
memberlakukan perUndang-Undangan yang
memiliki
wewenang
untuk
Cyber,
melaksanakan ketentuan hukum terhadap
sesuai
setiap kejahatan yang terjadi di wilayah
internasional.
negara
tersebut.
Adapun
pemberlakuan
dan
Di
antara
lain
mendorong
dalam
kejahatan
dengan
kerjasama
Teknologi
hukum terhadap warga negara yang berada di
Informasi dapat diterapkan Asas Nasionalitas
luar
sebagai
Pasif yang ada kaitannya di dalam Pasal 37
kewajiban sekaligus tanggung jawab sebagai
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
warga negara. Dan Pasal 4 KUHP memuat
elektronik,
asas nasionalitas pasif. Maksudnya undang -
sengaja melakukan perbuatan yang dilarang
undang pidana Indonesia berlaku bagi setiap
sebagaimana
orang – baik warga negara Indonesia maupun
sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah
warga negara asing – yang melakukan tindak
Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
pidana di luar wilayah Indonesia sepanjang
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia”.
perbuatan
itu
Mungkin Pasal 37 ini dibuat agar dalam
Indonesia.
Sedangkan,
wilayah
negara
tersebut
melanggar
kepentingan
dimaksud
orang dengan
dalam
Pasal
27
kondisi dimana seorang yang berada di
mengandung asas nasionalitas aktif, yaitu
Indonesia disini yang dimaksud adalah warga
perundang - undangan pidana Indonesia
negara asing atau seorang warga negara
berlaku terhadap warga negara Indonesia di
Indonesia
manapun ia berada.
warga negara lain dengan menggunakan
penipuan
terhadap
server yang ada di negara lain, orang tersebut
adalah peraturan hukum pidana Indonesia
dapat dijerat dengan undang-undang ini. Akan
berlaku
yang
tetapi karena Pasal 27 mengatur tindakan-
negara
tindakan yang tidak memiliki standar yang
Indonesia, baik dilakukan oleh waega negara
sama di negara lain, ditambah dengan Pasal
menyerang
Nasionalis
melakukan
Pasif
terhadap
Asas
5
“Setiap
KUHP
Pengertian
Pasal
yakni
tindak
kepentingan
pidana hukum
328 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
34
yang
mengatur
masalah
penjualan
Pasal 27 ayat (2); dengan sengaja dan tanpa
perangkat keras dan lunak, Pasal 37 otomatis
hak mendistribusikan atau membuat dapat di
menghasilkan konflik yurisdiksi.
aksesnya Informasi elektronik yang memiliki
Perluasan makna kata “Setiap orang” yang terdapat
di
dalam
Pasal
37
muatan perjudian di luar wilayah Indonesia
ini
terhadap Sistem Elektronik yang berada di
mengartikan tidak hanya berlaku untuk Warga
wilayah yurisdiksi Indonesia. Di dalam RUU
negara indonesia saja tetapi juga Warga
ITE
negara asing, didalam Pasal 37 ini mengalami
terhadap larangan akses tanpa hak terhadap
perluasan dari data yang diperoleh penulis
sistem elektronik.
perbuatan
yang
dilarang
merujuk
dari DPR RI yakni risalah rapat rancangan,
Diterapkan Asas Nasionalitas Pasif
penyusunan dan rapat pembahasan Undang-
artinya ketentuan hukum pidana Indonesia
Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang
berlaku bagi semua tindak pidana yang
Informasi dan transaksi elektronik, dijelaskan
merugikan
terhadap Pasal 37 dengan beberapa unsur:
tercantum pada Pasal 4 KUHP bagi seorang
Pertama,
sengaja
warga negara Asing atau warga negara
melakukan perbuatan yang dilarang, yang
Indonesia yang melakukan tindak pidana yang
dimaksud adalah orang perorangan atau badan
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
hukum baik seorang warga negara Asing yang
Pasal 36 Undang-Undang Informasi dan
berada di Indonesia atau seorang warga
transaksi elektronik. Yang menjadi objek
negara Indonesia yang melakukan “perbuatan
tindak pidana dalam Pasal 27 sampai dengan
yang dilarang” terhadap warga negara lain
Pasal 36 tersebut adalah Sistem Elektronik
dengan menggunakan server yang ada di
yang berada di Indonesia. Oleh karena itu,
negara lain, maka orang tersebut dapat dijerat
setiap orang yang melakukan perbuatan
dengan undang-undang ini. Dengan alasan
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27
kejahatan yang dilakukan di luar wilayah
sampai dengan Pasal 36 di luar Indonesia,
Indonesia yang berdampak terhadap Sistem
sepanjang ditujukan kepada sistem elektronik
elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi
Indonesia,
Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
setiap
orang
dengan
Kedua, perbuatan yang dilarang sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
27
sampai dengan Pasal 36, diantaranya dalam
kepentingan
dapat
negara
dipidana
yang
berdasarkan
Elektronik. Hal tersebut merupakan maksud dari “memiliki akibat hukum di wilayah
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……329
hukum Indonesia” sebagaimana dimaksud
umum, teori locus delicti dalam ilmu hukum
dalam Pasal 2 Undang-Undang ini.
pidana dan yurisprudensi yang ada adalah: 1)
Maka perbuatan yang dilakukan oleh
Teori
perbuatan
materiil
(leer
van
de
Warga Negara Asing yang telah membuat dan
lichamelijke daad). Menurut teori ini, yang
mendistribusikan
yang
menjadi locus delicti ialah tempat dimana
bersifat perjudian tersebut melalui sistem
pelaku melakukan perbuatan-perbuatan yang
elektronik, dapat dikenai aturan Pidana. Selain
kemudian dapat menimbulkan tindak pidana
hal tersebut, unsur “memiliki akibat hukum
yang bersangkutan. Dengan kata lain, locus
perangkat
lunak
Indonesia”
juga
deilcti ialah tempat dimana perbuatan yang
asas
perlu ada supaya tindak pidana dapat terjadi.
memperluas
Dengan demikian, waktu dan tempat delik
keberlakuan Undang-Undang Informasi dan
ialah sama. Kelemahannya ialah teori ini tidak
Transaksi Elektronik. Berdasarkan Pasal 2
membawa penyelesaian dalam hal delik
tersebut diatas ketentuan-ketentuan tindak
materil. 2) Teori alat yang dipergunakan (leer
Pidana dunia maya sebagaimana dimaksud
van het instrument). Menurut teori alat yang
dalam BAB VII tentang Perbuatan Yang
dipergunakan, tempat tindak pidana dilakukan
Dilarang Pasal 27 s/d Pasal 37 UU ITE
ialah ditempat alat yang dipergunakan pelaku
beserta ancaman-ancaman pidananya berlaku
menyelesaikan tindak pidana. Alat tersebut
bagi: 1) Orang (yaitu orang perseorangan,
dianggap sebagai perpanjangan tangan dari
baik warga Negara Indonesia, warga Negara
pelaku, sehingga dimana alat tersebut bekerja
asing, maupun badan hukum) dalam wilayah
disitu pula pelaku dianggap berada. 3) Teori
Negara Indonesia, atau 2) Orang (WNI,
akibat (leer van het gevolgt). Menurut teori
WNA, badan hukum) diluar wilayah uokum
ini, locus delicti ialah tempat akibat yang
Indonesia dan perbuatan tersebut memiliki
dilarang dari suatu tindak pidana muncul.
diwilayah
hukum
dimaksudkan
untuk
memperluas
nasionalitas
Pasif
dan
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia,
Adapun perluasan jangkauan Asas
atau memliki akibat hukum diluar wilayah
Nasionalitas
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan
perluasan
Indonesia.
berdasarkan prinsip kewarganegaraan, asas
Perumusan
keberlakuan
UU
Pasif dari
ini asas
yang
merupakan
territorial
yang
ITE
Nasionalitas Pasif ini pada hakekatnya adalah
dalam Pasal 2 juga mengakomodir teori-teori
asas untuk melindungi kepentingan nasional
locus delicti yang berlaku di Indonesia. Secara
sehingga aturan- aturan pidana suatu Negara
330 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
dapat diterapkan terhadap warga Negara asing
negara. Oleh karena itu, banyak negara
yang melakukan kejahatan diluar wilayah
menambahkan Asas lain agar Perundang-
Negara tersebut tetapi korban perbuatan
Undangan pidananya tetap berlaku dalam
pidana adalah warga Negara tersebut.4
kondisi- kondisi yang tidak dapat dijangkau
pada
Asas Nasional Pasif ini didasarkan
dengan asas teritorialitas, khususnya dalam
prinsip
kondisi dimana pelaku tidak hadir dalam
hominess
Interest
reipublicae
quod
yang
berarti
conserventur
kepentingan
suatu
negara
warga
Asas ini lebih dikenal dengan asas
asas
ekstrateritorial. Asas ekstrateritorial pun ini
nasionalitas pasif, Van Hamel menyatakan :
diwujudkan dalam Pasal 4 KUHP dan Pasal 5
“…
KUHP.
dilindungi.5
negaranya Voorts
het
schutzprinzip,
agar
wilayah negara yang bersangkutan.
Mengenai
passieve
(Realprinzip,
beschermingsbeginsel)
Pasal
4
KUHP
memuat
Asas
ter
Nasionalitas Pasif, yang dimaksudkan untuk
bescherming van nationale rechtsbelangen,
Undang-Undang Pidana Indonesia berlaku
algemeene of bijzondere, zit het dan, in
bagi setiap orang, baik Warga Negara
verband met het vorige, tegenover, nationale
Indonesia maupun Warga Negara Asing yang
ruimer dan tegenover vreemdelingen, mee
melakukan tindak pidana di luar wilayah
onmisbaar. (… untuk asas nasionalitas pasif
Indonesia sepanjang perbuatan itu melanggar
(prinsip riil, prinsip sesungguhnya, asas
kepentingan Indonesia. Sedangkan, Pasal 5
perlindungan) untuk melindungi kepentingan
KUHP mengandung Asas Nasionalitas Aktif,
nasional, baik yang umum maupun yang
yaitu Perundang-Undangan Pidana Indonesia
khusus, meskipun sehubungan prinsip yang
berlaku terhadap warga negara Indonesia di
terdahulu juga diperlukan, namun terhadap
manapun ia berada.
warga Negara lebih dilindungi daripada warga Negara asing).6
Maka untuk Asas Nasionalitas Pasif menurut Penulis sulit untuk diterapkan karena
Dasar adanya Asas Nasionalitas Pasif
berdasarkan prinsip di Negara yang memiliki
dalam KUHP Dalam perkembangan saat ini
yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi
dimana
memiliki
korban kejahatan yang dilakukan orang asing
keterbatasan untuk menjerat seseorang yang
di luar negeri maka Indonesia akan memiliki
melakukan tindak pidana diluar wilayah suatu
yurisdiksinya sendiri berdasarkan Prinsip
Asas
4
Teritorialitas
Moeljatno, Op. Cit, hlm. 40 5 Eddy O.S Hiariej. Op.Cit, hlm. 257. 6 G.A. Van Hamel, Op. Cit, hlm. 170
Nasionalitas Pasif terhadap Pelaku kejahatan Cybercrime yang melakukan perbuatan yang
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……331
dilarang, diantaranya Mendistribusikan atau
negeri. Dan disini tidak menjadi masalah
mentransmisikan
yang
tentang si pelaku tindak pidana apakah warga
bermuatan Perjudian yang merugikan wilayah
negara setempat atau warga negara asing.
yurisdiksi Indonesia. Namun perbuatan yang
Dasar hukumnya adalah setiap negara wajib
dilarang yang dimaksud nyatanya sekarang ini
melindungi
kepentingan
tidak hanya mencakup yang dimuat dalam
kepentingan
nasionalnya
Bab IV yang mengatur Tentang “Perbuatan
diluar
yang dilarang”
Undang-Undang nomor 11
Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 4
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
ayat 1, 2, dan 3; Pasal 7, dan Pasal 8. Dalam
Elektronik tetapi juga lebih daripada itu
Pasal 4 disebutkan bahwa ketentuan pidana
dengan melihat jenis-jenis Cybercrime yang
dalam
beragam sekarang ini semakin sulit bagi kita
diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
untuk menentukan seperti apa pertanggung
diluar Indonesia.
Perangkat
Lunak
jawaban pidananya. Pada Asas Nasionalitas Pasif
atau
disebut
juga
atau
yang diluar
perundang-undangan
atau
dilanggar negeri.
Indonesia
Jika melihat kepada Kitab Undang-
asas
Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap
Perlindungan yang diatur di dalam Pasal 4,7,8
tindak pidana di dunia maya (cybercrime)
KUHP dimana dasar penggunaannya adalah
yang bersifat Transnasional7 masih memiliki
dengan pemikiran bahwa setiap Negara yang
kekurangan dalam hal yurisdiksi karena
berdaulat berhak melindungi kepentingan
perkembangan yang cepat di bidang ilmu dan
hukumnya. Asas ini tidaklah mudah untuk
teknologi
diterapkan karena kejahatan atau tindak
tingginya mobilitas manusia baik secara
pidana ini berkaitan dengan lintas Negara
nasional maupun internasional. Berhubung
(Transnasional), dan dalam ruang maya
hampir setiap manusia adalah Warga Negara
(Virtual) meski demikian asas ini tetap dapat
dari suatu Negara yang berdaulat, maka
digunakan
sebagai
peningkatan
menangani
permasalahan kejahatan yang
acuan
sebagai
wilayah
hukumnya
dasar
dalam
banyak
telah
mengakibatkan
mobilitas
menimbulkan
manusia masalah
semakin
tersebut berkaitan
berhubungan dengan komputer di Indonesia. Berlakunya
perundang-undangan
hukum pidana didasarkan kepada kepentingan hukum suatu negara yang dilanggar oleh seseorang diluar wilayah negara atau diluar
7
Transnasional adalah suatu gebrakan sosial yang tumbuh dikarenakan meningkatnya interkonektifitas antar manusia diseluruh Dunia yang semakin memudarkan batas-batas antar Negara perkembangan telekomunikasi khususnya internet, migrasi penduduk dan terutama globalisasi yang menjadi pendorong perkembangan transnasionalisme ini
332 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
dengan
yurisdiksi
ekstrateritorial
suatu
Negara.
pidana yang terjadi padanya (Prinsip Nasional Pasif).
Oleh sebab itu KUHP dikatakan masih memiliki
kekurangan
Keberlakuan Undang-undang Pidana
dikarenakan aturan
yang tercantum pada KUHP didasarkan pada
berlakunya hanya sebatas territorial-nya saja
asas -asas yang berlaku secara internasional,
atau tempat dimana berlakunya suatu aturan
antara lain asas territorial, asas nasional aktif
Pidana tersebut, karena berlakunya suatu
dan asas nasional pasif. Dalam perkembangan
Undang-undang
Negara
penerapannya, asas teritorialitas ini memiliki
digantungkan kepada tempat di mana suatu
keterbatasan untuk menjerat seseorang yang
perbuatan pidana dilakukan.8 Melihat kepada
melakukan tindak pidana diluar wilayah suatu
prinsip Nasional Aktif dan Nasional Pasif,
Negara. Oleh karena itu, banyak Negara
maka suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
menambahkan asas lain agar perundang-
pelaku baik di luar negeri maupun di dalam
undangan pidananya tetap berlaku dalam
negeri
status
kondisi- kondisi yang tidak dapat dijangkau
kewarganegaraannya dalam hal ini pelaku
dengan asas teritorialitas, khususnya dalam
agar dapat dihukum sesuai dengan aturan
kondisi dimana pelaku tidak dapat hadir
yang berlaku kepadanya (Prinsip Nasional
dalam wilayah Negara yang bersangkutan.
harus
pidana
melihat
suatu
kepada
Aktif). Begitu juga kepada korban yang
Asas
ini
dikenal
ekstrateritorial,
pasif maka agar dapat diberikan perlindungan
diwujudkan dalam Pasal 4 KUHP dan Pasal 5
hukum kepada korban harus terlebih dahulu
KUHP. Pasal 4 KUHP memuat Asas Nasional
diketahui apakah status korban adalah warga
Pasif tentang pemberlakuan Undang-undang
Negara tempat terjadinya peristiwa pidana
pidana Indonesia kepada setiap orang baik
atau bukan. Setelah diketahui maka akan
warga Negara Indonesia maupun warga
diberikan perlindungan hukum dan jika
negara asing yang melakukan tindak pidana
diketahui bahwa korban bukan merupakan
diluar
warga Negara pada tempat peristiwa pidana
melanggar kepentingan Indonesia, mengalami
yang terjadi kepadanya, maka korban harus
manfaat perluasan dalam Pasal 37 Undang-
kembali
Undang informasi dan transaksi elektronik
Negara
asalnya
untuk
meminta perlindungan hukum atas peristiwa
ekstrateritorial
asas
merasa dirugikan, menurut prinsip nasional
kepada
Asas
dengan
ini
wilayah hukum Indonesia namun
diantaranya
dapat
memberikan
kepastian
hukum untuk menjerat pelaku kejahatan 8
P.A.F Lamintang, Op cit, hlm. 89
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……333
teknologi informasi yang pelakunya Warga
tindak pidana cybercrime. Perbuatan pidana
Negara Asing yang berada di dalam atau
yang diatur dalam Undang-Undang Informasi
diluar wilayah Indonesia dan merugikan
dan Transaksi Elektronik BAB VII tentang
Warga
perbuatan yang dilarang, perbuatan- perbuatan
Negara
Indonesia
atau
wilayah
yurisdiksi Indonesia.
tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa
Dalam Pasal 5 KUHP mengandung
kelompok sabagai berikut: 1) Tindak pidana
asas nasionalitas aktif yaitu perundang-
yang berhubungan dengan aktivitas illegal,
undangan pidana Indonesia berlaku kepada
yaitu
setiap warga Negara Indonesia dimanapun ia
transmisi, dapat diaksesnya konten illegal,
berada. Namun begitu juga hukum pidana
yang terdiri dari: Kesusilaan, Perjudian,
Indonesia telah mengalami perluasan dalam
Penghinaan atau pencemaran nama baik,
hal batas-batas keberlakuannya baik dalam
Pemerasan atau pengancaman, Berita bohong
negeri maupun luar negeri atau disebut
yang menyesatkan dan merugikan konsumen,
ekstrateritorial dengan adanya dukungan dari
Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan
Undang-undang yang mengatur tentang asas
SARA, dan Mengirimkan informasi yang
ekstrateritorial salah satunya yaitu Undang-
berisi ancaman kekerasan atau menakut-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
nakuti yang ditujukan secara pribadi; b)
Informasi dan Transaksi Elektronik. Karena
Dengan cara apapun melalui akses illegal; c)
cyberspace adalah merupakan dunia virtual
Intersepsi illegal terhadap informasi atau
yang lokasinya sulit untuk ditemukan tetapi
dokumen elektronik dan sistem elektronik. 2)
dapat dikunjungi oleh berjuta pengguna yang
Tindak pidana yang berhubungan dengan
tersebar di seluruh dunia setiap saat.
gangguan
:
a)
Distribusi
(interferensi),
atau
yaitu
penyebaran,
gangguan
Perluasan jangkauan asas-asas ini
terhadap informasi atau dokumen elektronik
dimaksudkan untuk mengantisipasi metode
(data interference), dan gangguan terhadap
atau cara melakukan kejahatan dalam dunia
system elektronik
maya yang memanfaatkan karakteristik ruang
Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang
virtual, selain itu, pengaturan ini juga
dilarang.
memberikan dasar hukum bagi Pemerintah
informasi atau dokumen elektronik. 4) Tindak
Indonesia untuk memberikan bantuan hukum
pidana tambahan (accesoir). 5) Perberatan-
kepada Negara lain dalam menyelesaikan
perberatan terhadap ancaman pidana.
permasalahan
yang
berhubungan
dengan
3)
(system interference). 2)
Tindak
pidana
pemalsuan
334 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
Perluasan jangkauan Asas Nasionalitas
maka upaya untuk melindungi aset tersebut
Pasif ini bertujuan untuk Pelaku yang
sangat
berstatus
yang
perlindungan adalah melalui hukum pidana,
melakukan kejahatan di bidang Teknologi
baik dengan bersaranakan penal maupun non
Informasi ini dapat dijerat hukum Pidana di
penal.
warga
Negara
Asing
Indonesia berdasarkan Pasal 37 UndangUndang
Nomor11
satu
upaya
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-
Informasi dan Transaksi Elektronik apabila
Undang yang diharapkan (ius konstituendum)
tidak ada perluasan maka hanya warga Negara
adalah perangkat hukum yang akomodatif
Indonesia saja yang dapat di jerat tidak untuk
terhadap
warga
terhadap permasalahan, termasuk dampak
Asing,
2008
Salah
tentang
Negara
Tahun
diperlukan.
sedangkan
untuk
perkembangan
penyalahgunaan
serta
antisipatif
kejahatan Teknologi Informasi ini banyak
negatif
Internet
dilakukan oleh Warga Negara Asing yang
berbagai motivasi yang dapat menimbulkan
berada di luar wilayah Negara Indonesia.
korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia
Konsekuensi Hukum Terhadap Adanya Perluasan Jangkauan Asas Nasionalitas Pasif Dalam Tindak Pidana Di Bidang Teknologi Informasi Cybercrime
merupakan
kejahatan
yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Internet yang menghadirkan cyberspace dengan realitas virtualnya
menawarkan
kepada
manusia
berbagai harapan dan kemudahan. Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik sistem jaringan
komputernya
itu
sendiri
yang
menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri yang
menjadi
sarana
untuk
melakukan
kejahatan. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi
dengan
belum
memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai cyber crime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana. Kegiatan
siber
meskipun
bersifat
virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis dalam hal ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk kategorikan sesuatu dengan ukuran dalam kualifikasi hukum konvensional untuk dijadikan obyek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……335
lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah
dan mengikuti segala kaidah-kaidah yang
kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata,
terkandung didalamnya.
meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Upaya
Dengan demikian, subyek pelakunya harus
membutuhkan
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah
mengingat teknologi informasi khususnya
melakukan perbuatan hukum secara nyata.
internet telah dijadikan sebagai sarana untuk
Kebijakan sebagai upaya untuk melindungi
membangun
informasi membutuhkan suatu pengkajian
informasi. Keberadaan undang-undang yang
yang sangat mendalam, menyangkut aspek
mengatur cybercrime memang diperlukan,
sosiologis, filosofis, yuridis, dan sebagainya.
akan tetapi apalah arti undang-undang jika
Teknologi informasi sekarang ini sangat
pelaksana dari undang-undang tidak memiliki
strategis
terhadap
kemampuan atau keahlian dalam bidang itu
aktifitaskehidupan manusia oleh karena itu
dan masyarakat yang menjadi sasaran dari
dibutuhkan pengaturan secara khusus dengan
undang-undang tersebut tidak mendukung
dibentuk nya suatu undang-undang yang dapat
tercapainya
menanggulangi kejahatan terhadap teknologi
tersebut. Asas Nasionalitas Pasif diterapkan
informasi.
dalam kejahatan teknologi informasi ini
dan
berdampak
luas
Peraturan terhadap teknologi informasi agar
diterima
masyarakat
mempertimbangkan
harus
semua
aspirasi
penanganan keseriusan
masyarakat
tujuan
cybercrime semua
yang
pihak
berbudaya
pembentukan
hukum
dimana asas ini ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapa pun juga
baik
WNI
maupun
WNA
yang
(suprastruktur, infrastruktur, kepakaran dan
melakukan perbuatan pidana di luar wilayah
aspirasi
Indonesia.
internasional)
kepentingan
harus
diserasikan.Pembentukan
dan
berbagai
diselaraskan
dan
Jadi
yang
diutamakan
adalah
peraturan
keselamatan kepentingan suatu negara. Asas
perundang-undangan di dunia cyber pun,
ini menentukan bahwa hukum pidana suatu
berpangkal pada keinginan masyarakat untuk
negara (juga Indonesia) berlaku terhadap
mendapatkan jaminan keamanan keadilan dan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar
kepastian hukum. Sebagai norma hukum
negeri, jika karena itu kepentingan tertentu
cyber atau cyber law akan bersifat mengikat
terutama kepentingan negara dilanggar di luar
bagi tiap-tiap individu-individu untuk tunduk
wilayah kekuasaan negara itu.
Disini yang
dilindungi bukanlah kepentingan individu
336 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
orang Indonesia, tetapi kepentingan nasional
pencurian
atau kepentingan umum yang lebih luas. Jika
pembelanjaan di internet. Teknologi informasi
orang Indonesia menjadi korban delik di
di yakini akan menjadi alternatif utama bagi
wilayah Negara lain, yang dilakukan oleh
penyelenggaraan kegiatan bisnis (e-business)
orang asing, maka hukum pidana Indonesia
maupun pemerintahan (e-government) yang
tidak berlaku. Diberi kepercayaan kepada
selama ini dan dimasa lalu lebih di jalankan di
setiap Negara untuk menegakkan hukum di
dunia nyata (the realworld). Namun demikian
wilayah sendiri. Berlakunya undang-undang
selain keuntungan yang menjanjikan dan
hukum pidana dari suatu Negara menurut asas
teknologi khususnya teknologi informasi saat
ini disandarkan kepada kepentingan hukum
ini menjadi pedang bermata dua karena selain
(Rechtbelang) menurut Simons: Rechtgoed
memberikan kontribusi
yang dilanggarnya. Dengan demikian apabila
kesejahteraan, kemajuan, dan memudahkan
kepentingan hukum dari suatu Negara yang
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
menganut asas ini dilanggar oleh seseorang,
perbuatan
baik oleh warga Negara ataupun oleh orang
undang-undang yang mengatur cybercrime
asing dan pelanggaran yang dilakukukan baik
memang diperlukan, yakni adalah Undang-
diluar
yang
Undang Nomor 11 Tahun 2008 akan tetapi
menganut asas tadi, Undang-undang hak
apalah arti undang-undang jika pelaksana dari
pidana Negara itu dapat diperlakukan terhadap
undang-undang tidak memiliki kemampuan
di pelanggar tadi.
atau
maupun
didalam
Negara
Konsekuensi hukum yang terjadi saat
dana
kredit
bagi
melalui
peningkatan
melawan hukum).9 Keberadaan
keahlian
masyarakat
kartu
dalam
yang
bidang
menjadi
itu
dan
sasaran
dari
ini, Kenyataan nya yang terkait dengan
undang-undang tersebut tidak mendukung
pemanfaatan teknologi informasi tidak lagi
tercapainya
dapat dilakukan pendekatan melalui sistem
tersebut.
tujuan
pembentukan
hukum
hukum konvensional, mengingat kegiatannya
Walaupun sudah ada aturan yang
tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu
melegalkan tindakan penegak hukum dalam
negara,
dapat
menangani tindak pidana cyber crime, namun
dilakukan dari belahan dunia manapun,
bukan berarti semudah membalikkan telapak
aksesnya
dengan
mudah
kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan
sekalipun,
misalnya
dalam
9
Indonesia. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 11 Tahun 2008,. LN Tahun 2008 No. 58 . TLN No. 4843, Penjelasan
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……337
tangan dalam penentuan
tempus delicti
yang telah membuat dan mendistribusikan
cybercrime karena kejahatan ini menggunakan
perangkat lunak yang bersifat perjudian
alat- alat canggih atau teknologi yang canggih
tersebut melalui sistem elektronik, dapat
untuk melakukan kejahatannya dan tidak
dikenai aturan Pidana. Selain hal tersebut,
mudah melacak dan mendeteksi secara mudah
unsur “memiliki akibat hukum diwilayah
untuk menentukan tempus, locus, alat bukti
hukum Indonesia “ juga dimaksudkan untuk
maupun tersangkanya itu sendiri. Diterapkan
memperluas asas nasionalitas Pasif dan
Asas Nasionalitas Pasif artinya ketentuan
memperluas
hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
Informasi
tindak pidana yang merugikan kepentingan
Berdasarkan Pasal 2 tersebut diatas ketentuan-
negara yang tercantum pada Pasal 4 KUHP
ketentuan
bagi seorang warga negara Asing atau warga
sebagaimana dimaksud dalam BAB VII
negara Indonesia yang melakukan tindak
tentang Perbuatan Yang Dilarang Pasal 27 s/d
pidana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai
Pasal 37 UU ITE beserta ancaman-ancaman
dengan Pasal 36 Undang-Undang Informasi
pidananya berlaku bagi Orang (yaitu orang
dan transaksi elektronik. Yang menjadi objek
perseorangan, baik warga Negara Indonesia,
tindak pidana dalam Pasal 27 sampai dengan
warga Negara asing, maupun badan hukum)
Pasal 36 tersebut adalah Sistem Elektronik
dalam wilayah Negara Indonesia, atau Orang
yang berada di Indonesia. Oleh karena itu,
(WNI, WNA, badan hukum) diluar wilayah
setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum Indonesia dan perbuatan tersebut
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27
Memiliki akibat hukum di wilayah hukum
sampai dengan Pasal 36 di luar Indonesia,
Indonesia, atau Memliki akibat hukum diluar
sepanjang ditujukan kepada sistem elektronik
wilayah hukum Indonesia dan merugikan
Indonesia,
kepentingan
dapat
dipidana
berdasarkan
keberlakuan dan
Undang-Undang
Transaksi
tindak
Pidana
Indonesia.
Elektronik.
dunia
maya
Perumusan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
keberlakuan UU ITE dalam Pasal 2 juga
Elektronik.
mengakomodir teori-teori locus delicti yang
Hal tersebut merupakan maksud dari
berlaku di Indonesia.
“memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Dalam perluasan asas Nasionalitas
Indonesia” sebagaimana dimaksud dalam
Pasif ini terdapat beberapa konsekuensi
Pasal 2 Undang-Undang ini. Maka perbuatan
hukum terhadap tindak pidana di bidang
yang dilakukan oleh Warga Negara Asing
Teknologi Informasi, diantaranya sebagai
338 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
berikut: 1) Dengan adanya Undang-Undang
ketahui berbagai macam jenis kejahatan
Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
cybercrime
Transaksi
terapkan
sedangkan di dalam aturan KUHP dan
terhadap Tindak Pidana di bidang Teknologi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Informasi
diluar
Elektronik untuk “Perbuatan yang dilarang”
wilayah Indonesia. 2) Meskipun pelaku tindak
hanya mencakup beberapa jenis kejahatan
pidana melalui internet jelas identitasnya,
cybercrime saja.
Elektronik
yang
dapat
Locus
di
delictinya
saat
ini
selalu
berkembang
apakah pelaku berada di wilayah Republik Indonesia atau diluar negeri. Jika di wilayah
PENUTUP
Indonesia, diwilayah hukum mana mereka
Perluasan Asas Nasionalitas Pasif
melakukan tindak pidana. Hal ini penting
disebabkan oleh: 1) Tindak Pidana di bidang
diketahui
Teknologi
untuk
menentukan
kompetensi
Informasi
di
Indonesia
terus
pengadilan yang akan mengadili. Jika pelaku
berkembang dengan berbagai jenis bentuk
sudah ditemukan, untuk menganalisis kasus
kejahatan baru dan kebanyakan berasal dari
tersebut perlu dikaji berdasarkan doktrin
Luar Negeri yang tentunya merugikan wilayah
keberlakuan hukum pidana menurut tempat.
Indonesia.
Hal ini juga sulit dilaksanakan pada kasus
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tertentu seperti Carding yang dilakukan dalam
tentang Informasi dan Transaksi elektronik
suatu Negara tetapi korbannya di Negara
yang
asing, atau sebaliknya. 3) Berwenangnya
dimaksudkan untuk Warga Negara atau badan
Kepolisian Republik Indonesia
menyidik
hukum Asing yang melakukan Tindak pidana
perkara tindak pidana di bidang Teknologi
dibidang teknologi informasi di luar wilayah
Informasi
yang
terjadi
diluar
wilayah
Indonesia tetapi merugikan Indonesia dapat
Indonesia
atau
berwenangnya
aparatur
dijerat. 2) Tindak Pidana di bidang Teknologi
penegak hukum Republik Indonesia seperti
Informasi atau Cybercrime adalah kejahatan
kepolisian, kejaksaan,dan kehakiman dalam
tanpa batas, maka masih bersinggungan
penyelesaian tindak pidana ini sekalipun
dengan yurisdiksi antar Negara. Dengan Asas
pelaku berada di Luar Negeri dan Warga
Nasionalitas Pasif ini mampu memberikan
Negara Asing karena yang diserang adalah
kejelasan bagi Pelaku kejahatan yang memang
kepentingan Indonesia. 4) Asas Nasionalitas
harus
Pasif ini tidak mudah diterapkan jika yang
Indonesia. 3) Banyaknya kasus tindak pidana
Berdasarkan
menyebutkan
di
adili
Risalah
dalam
dengan
Rapat
Pasal
hukum
37
pidana
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……339
Teknologi
Informasi
yang belum
dapat
Adapun
saran
yang
dapat
menjerat pelaku yang berada di luar wilayah
dikemukakan terhadap permasalahan dalam
Indonesia
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Konsekuensi
terhadap
Dengan terus berkembangnya tindak pidana
perluasan Asas Nasionalitas Pasif dalam
Teknologi Informasi maka dalam menangani
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi,
hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor11
adalah : 1) Dengan pemikiran bahwa setiap
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Negara yang berdaulat berhak melindungi
Elektronik tetapi juga masih bergantung
kepentingan hukumnya untuk menangani
dengan
kejahatan Teknologi Informasi yang berkaitan
Pidana. Diharapkan akan ada pembaharuan
dengan Lintas Negara atau tidak terbatas,
Undang-Undang
dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor11
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
dengan melihat jenis tindak pidana Teknologi
Elektronik asas ini diperluas sebagai acuan
Informasi yang berkembang saat ini. 2)
dasar dalam menangani permasalahan di
Diharapkan Pemerintah atau aparat penegak
bidang Teknologi Informasi. 2) Dengan
hukum dapat mencegah Tindak Pidana di
adanya Undang-Undang Nomor11 Tahun
bidang teknologi Informasi ini, misalnya
2008
Transaksi
dengan melindungi aplikasi yang bermuatan
Elektronik dapat di terapkan terhadap Tindak
Perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur
Pidana di bidang Teknologi Informasi yang
dalam
Locus delictinya diluar wilayah Indonesia. 3)
2008
Berwenangnya Kepolisian Republik Indonesia
Elektronik, dengan memberikan password
menyidik perkara tindak pidana di bidang
atau ID. Seperti konten dewasa yang hanya
Teknologi Informasi yang terjadi diluar
dengan menyetujui konfirmasi laman akses
wilayah
berwenangnya
maka bisa diakses oleh anak berusia di bawah
aparatur penegak hukum Republik Indonesia
umur. 3) Sekalipun terhadap perluasan Asas
seperti kepolisian, kejaksaan,dan kehakiman
Nasionalitas Pasif dalam tindak pidana di
dalam
bidang
tentang
hukum
Informasi
Indonesia
penyelesaian
dan
atau
tindak
pidana
ini
Kitab
Undang-Undang
Nomor11
Hukum
Tahun
2008
Undang-Undang Nomor11 Tahun tentang
Informasi
Teknologi
dan
Informasi
Transaksi
namun
sekalipun pelaku berada di Luar Negeri dan
penegakan hukum di bidang ini masih
Warga Negara Asing karena yang diserang
memerlukan sarana yang lain untuk dapat
adalah kepentingan Indonesia.
tegakkan aturan tersebut khususnya apabila
340 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
melibatkan tersebut
Warga seperti
Negara
lain,
Perjanjian
sarana
kerjasama
penanganan Perkara Pidana atau Perjanjian Ekstradisi.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir. 2013. Pengantar Teknologi Informasi Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi penerbit Adami Chazawi. 2001. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada. Agus Raharjo. 2002.Cybercrime Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi. Bandung Alistaris Gultom. 2005. Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung: Refika Aditama. Andi Hamzah. 1990. Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta: P.T. Sinar Grafika Andi Zainal Abidin. 2010. Hukum Pidana 1. Jakarta: P.T Sinar Grafika. Anton M MoelijoNomor 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai pustaka Asril Sitompul. 2001. Hukum Internet. Bandung: Citra Aditya Bakti. Banda Nawawi Arief. 2001. Antisipasi penanggulangan “cybercrime” dengan hukum pidana Barda Nawawi Arief. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: citra Aditya, Barda Nawawi Arief. 2008. Masalah Penegakan Hukum dan Kebiajkan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Prenada media group, Bandung Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Denrivianto Budhijanto. 2000. Aspek- Aspek Hukum dalam Perniagaan Secara
Elektronik (E-Comerce). Makalah pada Seminar Aspek Hukum Transaksi Perdagangan via Internet di Indonesia. Bandung: Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Eddy O.S Hiariej. 2009. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Jakarta: P.T Erlangga Freddy Haris, 2008. Cybercrimedari Persfektif Akademis, Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Friedman Lawrence M. 1984. American Law. New York: W.W Norton & Co. G.A van Hamel. 1913. Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlansche Strafrecht, Derde Druk. De Erven F. Bohn Haarlem & Gebr. Belinfante ‘sGravenhage. Kamus Hukum. Penerbit Permata Press Jeff Zalesky. 1999. Spritualitas Cyberspace, Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi Kehidupan Keberagaman Manusia M. Arief Mansur. 2007. Cyberlaw Aspek Hukun Teknologi Informasi. Pustaka bersama, Jakarta MoeljatNomor 2008. Asas-asas hukum pidana. Jakarta: P.T Rineka Cipta. Muladi. 2003. Kebijakan Kriminal Terhadap Cybercrime. Majalah Media Hukum vol. 1. Jakarta O.C. Kaligis. 2012. Penerapan UndangUndang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik dalam prakteknya . Jakarta : Yasrif Watampoone Onno W Purbo. 2007. Kebangkitan Nasional ke 2 Berbasis Teknologi Informasi, Computer Network Research Group. I P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung: P.T Citra Aditya Bakti Sigid SuseNomor 2012. Yurisdiksi Terhadap Tindak Pidana Siber dalam PerUndang-Undangan Indonesia
Lailatul Mustaqimah : Penerapan Asas Nasional Pasif……341
dihubungkan dengan Konvensi Dewan Eropa 2001, dalam Buku Yudha Bhakti, et. al, Penemuan Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Fikahati Aneska Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Sutanto. 2008. Cybercrime Motif dan Penindakan. Pustaka bersama , Jakarta. Soenarto Soerodibroto. 2007. Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta : P.T RajaGrafindo Persada Teguh Prasetyo. 2012. Hukium Pidana . Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada The Hujibers. 1998. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Kanisius Widodo. 2013. Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi cybercrime law. Yogyakarta: Aswaja Pressindo Yuyun Yulianah. 2005. Pembuktian Tindak Pidana Cyber Crime. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Jurnal : Risalah Rapat DPR- RI Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Naskah akademik RUU Tindak Pidana di bidang Teknologi Informasi disusun oleh Mas Wigantoro Roes Setiyadi. 2003. CyberPolicy Club dan Indonesia Media Law and Policy Center Tesis : Azamul Fadhly Noor. 2005. “Tinjauan Yuridis terhadap Cybercrime” di Indonesia”. Tesis Magister Universitas Sumatera Utara. Medan: Magister Universitas Sumatera Utara Philemon Ginting. 2008. “Kebijakan penanggulangan Pidana teknologi Informasi melalui hukum pidana”. Tesis Magister Universitas Diponegoro. Semarang: Magister Universitas Diponegoro
Situs / Internet : Darrel C. Menthe. Jurisdiction in Cyberspace : A Theory of International Spaces. http://www.mttlr.org, diakses pada tanggal 21 Juli 2015 Opung Mimin. 2014. Jenis-Jenis Cybercrime. http://itdare. blogspot.com/2014/02/Pengertiancybercrime-dan-jenis-jenis cybercrime. html?m=1, Diakses Pada Tanggal 29 Juli 2015 Wahyu Agung. 2011. Kendala Dan Hambatan Penegakan Cyber Crime di Indonesia :http://inalsyn.blogspot.com/2013/05/k endala-dan-hambatan-penegakancyber.html http://www.baliorange.web.id/kasus-pritamulyasari-vs-rs-omni-dan-inter netmarketing/ http:/www.Detiknews.com, diakses pada tanggal 30 Juli 2015 http://www.itsoke.net/disraker/000000db.htm; Indonesian Observer, 26 Juli 2001 http://www.kapanlagi.com/html/kronologis_ka sus_video_porno_ariel_peterpan.html http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/ 08/10493531/Ada.Unsur Kejahatan.Lain.di.Kasus.33.WNA.Asal .Tiongkok http://www.fl.unud.ac.id/blockbook/BLOCK% 20BOOK%20Th.2009/BB%20Hukum %20Organisasi%20Internasional%20 2009.pdf http://yogapw.wordpress.com/2009/11/13/pen gertian-bukti-digital-digital-evidence Pemain Judi poker di Facebook Divonis 130 Hari Penjara, http://www.merdeka.com, diakses tanggal 22 juli 2015 Tiga Pelaku Judi Online Divonis Enam Bulan, http://www.beritasiaga.com, diakses tanggal 22 juli 2015
342 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 2, September 2016
www.google.com.KASUS%20CYBERCRIM E/kebijakan-kriminalisasi-dan penanganan www.kompas.com/Cyber.Crime..Indonesia.Te rtinggi.di.Dunia