perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS HIRARKI PROSES ( AHP ): DALAM PENENTUAN FORMULA ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SRAGEN TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentarsi : Perencanaan Keuangan Daerah
Oleh : EKOWATI YULI WIDYANINGSIH S 4211007
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP): DALAM PENETUAN FORMULA ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SRAGEN Disusun oleh :
EKOWATI YULI WIDYANINGSIH S 4211007 Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal : Sabtu, 8 September 2012 Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji
Dr. Yunastiti P, MP
…………………
Pembimbing Utama
Lukman Hakim, MSi PH. D ……....................
Pembimbing Pendamping
Dr. AM Soesilo, MSc
………………….
Mengetahui Direktur PPs UNS
Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP.19610717 198601 1 001
Dr. AM Soesilo, MSc NIP. 195903328 198803 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: EKOWATI YULI WIDYANINGSIH
NIM
: S 4211007
Program Studi
: magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi
: PPW dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain. Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Surakarta, 9 Agustus 2012 Tertanda
EKOWATI YULI WIDYANINGSIH
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk : Bangsa Indonesia dan masyarakat Kabupaten Sragen Orang tuaku yang tidak lelah berdo’a untukku Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu setia mendampingiku
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Musibah adalah rahmat Allah yang tertunda
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pembobotan variabel penentu Alokasi Dana Desa (ADD) menggunakan metode Analisis Hirarki Proses (AHP) dengan tanpa metode AHP, menentukan skala prioritas atau bobot dari masing-masing variabel penentu Aloakasi Dana Desa, menerapkan formula ADD menurut perspektif daerah sehingga mengetahui bobot variabel dalam formulasi Alokasi Dana Desa yang oleh Pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan pembangunan desa serta menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD) dengan menambahkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia yaitu tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan memberikan kuesioner kepada responden ( anggota DPRD Kabupaten Sragen Komisi II, BKBPMD, DPPKAD, Kabag Pemdes, Bapeda, Kecamatan dan Lurah Desa) dan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Sragen dan Badan Keluarga Berencana dan Pembangunan Masyarakat Desa (BKBPMD) Sragen. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu metode AHP dan formula ADD yang disesuaikan dengan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 perihal Alokasi Dana Desa dari Pemerintah kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa. Hasil penelitian ini menunjukkaan bahwa formula ADD dibagi dalam dua alternatif dimana alternatif pertama jumlah anggaran ADD sama dengan jumlah dari Pemkab Sragen, untuk alternatif kedua jumlah ADD yang dianggarakan sebesar 10 % dari dana perimbangan yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Hasil perhitungan formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang mengalami penurunan jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika menggunakan formula sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan sebanyak 82 desa mengalami kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan menggunakan formula ADD alternative 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan jumlah dana yang diterima dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan dibandingkan ketika menggunakan formula ADD Pemkab Sragen.
ABSTRACT commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
The purpose of this study was to compare the determinants of the variable weighting Alokasi Dana Desa (ADD) using the Analysis Hierarchy Process (AHP) with no AHP method, determine the priority or weight of each determinant variable Aloakasi Village Fund, apply the formula of ADD in a regional perspective so knowing the weight of the formulation variables in the village Fund Aloaksi by the central government and rural development needs and to develop a formula Alokasi Dana Desa (ADD) by adding variables related to human development, namely the level of poverty, education and health in Sragen. The data used in this study is the primary data by giving a questionnaire to the respondent (the member of Commission II Sragen, BKBPMD, DPPKAD, Head Pemdes, Bapeda, District and Village Ward) and secondary data from the Central Statistics Agency (BPS) Sragen, Regional Planning Board (Bapeda) Sragen and Family Planning Board and Community Development (BKBPMD) Sragen. Analysis tools used in this study there are two kinds, namely the AHP method and the formula is adjusted to ADD is Letter Mendagri Number 140/640/SJ Year 2005 concerning allocation of funds from the Village District / Town to the Village Government The results of this study that the formula ADD menunjukkaan divided in two alternative where the first alternative ADD budgeted amount equal to the sum of Sragen government, for the second alternative ADD dianggarakan amount of 10% of the balance of funds received by the Regional Government. The results of the calculation formula alternative ADD 1 shows there were 114 villages has decreased the amount of the amount of funds received compared to when using the previous formula formula ADD Sragen district government and as many as 82 villages has increased the amount of funds received. While using the formula 2 ADD alternative no village which has decreased the amount of funds received and as many as 196 villages has increased compared to when using the formula ADD Sragen government.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyeleseikan penyusunan Tesis dengan judul “ Penerapan Hirarki Analisis Proses (AHP): Dalam Penentuan Formulasi Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen” dapat diselesaikan dengan baik. Buah karya penelitian ini merupakan sebagian persyaratan akademis dalam mencapai derajat kesarjanaan S-2 di Program Studi Magister Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada : 1.
Bapak Lukman Hakim, MSi, Ph D, dan Dr. AM Soesilo, MSc
yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan yang beliau berikan menjadi petunjuk penguasaan yang luas atas berbagai topik dalam penyusunan tesis ini. 2.
Bapak Agus Faturrahman, SH,MHum, Bupati Sragen beserta jajaran eksekutif di lingkungan Pemerintah kabupaten Sragen yang telah memberikan kesempatan, bantuan moril dan materiil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Bapak Sugiyamto, MM, Ketua DPRD Kabupaten Sragen yang telah memberikan ijin dan bantuan data sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.
4.
Keluargaku yang terdiri dari suami (Aris Wijayanto), dan ketiga anakku (Sekti, Sekar dan Laras) yang telah memberikan dukungan moril dan batin tiada kenal lelah demi suksesnya pendidikan yang penulis tempuh ini.
5.
Kedua orang tuaku yang senantiasa memberi dukungan, dorongan dan semangat untuk penyelesaian tesis ini. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya
dikarenakan berbagai keterbatasan yang dimiliki penulis dan sangat mengharapkan kritikan dan saran terutama dalam penyempurnaan tesis ini, dengan segala kerendahan, penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat secara akademis dan praktis.
Sragen,
Agustus 2012
Penulis
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………….
ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………….
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….. .
iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………….. .
v
ABSTRAKSI ……………………………………………………….
vi
ABSTRACT …………………………………………………………
vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………….
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………
ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………
xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah …………………………………..
1
B. Perumusan Masalah………………………………………..
13
C. Tujuan dan Manfaat ………………………………………
13
1. Tujuan Penelitian ……………………………………
13
2. Manfaat Penelitian ………………………………….
14
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian teoritis 1. Alokasi Dana Desa ………………………………………..
15
2. Pengertian Desa, Desentralisasi dan Otonomi Desa ……...
17
3. Fungsi dan Kewenangan Pemerintah Desa ………………..
19
4. Transfer Keuangan dan Pembiayaan Pemerintahan Desa …
20
5. Pembangunan Desa ………………………………………..
25
a. Pembangunan Masyarakat Desa …………………..
25
b. Keswadayaan masyarakat Desa …………………..
27
c. Perencanaan Pembangunan Berbasis Sosbud Laokal
28
d. Perencanaan Pembangunan Partisipatuf Desa ……
29
e. Pembangunan Desa yang Berkelanjutan …………
31
6. Gambaran Umum Kebijakan Alokasi Dana Desa ………..
33
7. Pengelolaan Alokasi Dana Desa …………………………
36
8. Metoda AHP …………………………………………….
45
B. Penelitian Relevan ………………………………………………
47
C. Kerangka Pemikiran …………………………………………….
49
BAB III. METODE PENELTIAN A. Jenis dan Sumber data ……………………………………..
64
B. Definisi Operasional ……………………………………….
63
C. Unit Analisis ………………………………………………..
53
1. Model Formula ADD ………………………………..
53
2. Penghitungan Bobot Desa dengan AHP ……………
57
3. Konsistensi ………………………………………….
62
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………. 1. Kondisi Geografis Kabupaten Sragen ………………
69 69
a. Letak dan Batas Wilayah …………………...
69
b. Kondisi Demografis ………………………….
70
2. Pembagian Administratif ……………………………
72
3. Jumlah penduduk …………………………………….
73
4. Jumlah Penduduk Miskin …………………………….
74
5. Luas Wilayah …………………………………………
76
6. Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang tidak Sekolah
77
7. Jumlah Penduduk Buta Huruf ………………………
78
8. Angka Kematian Bayi ………………………………
79
9. Penderita Penyakit Menular …………………………
81
B. Hasil Analisis data dan Pembahasan ………………………
82
1. Metode AHP ………………………………………..
82
2. Konsistensi AHP ……………………………………
87
3. Perumusan Formula ADD …………………………..
89
4. Besaran ADD yang diterima masing-masing Desa …
92
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………..
95
B. Saran ………………………………………………………
96
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
99
LAMPIRAN ……………………………………………………………..
102
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Hal Alokasi Dana Desa di Tiap Kecamatan Se Kabupaten Sragen Tahun 11 2010
3.1
Skala banding secara berpasangan (Saaty,1993)
58
3.2
Nilai Indeks Random
63
4.1
Data Kepadatan Penduduk Tahun 2010
71
4.2
Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa di Kabupaten 72 Sragen Tahun 2010
4.4
Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survey
82
4.5
Bobot Relatif Dan Eigenvector Utama
84
4.6
Nilai Pembangkit Random (RI)
89
4.7
Bobot variabel Penentu Bobot Desa
90
4.8
Besaran ADD yang diterima masing-masing desa
92
4.9
Desa Penerima Dana terbesar dan terkecil
93
4.10
Selisih Penerimaan Dana Setelah Adanya Formula ADD
94
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Siklus Pembangunan Partisipatif Desa
30
2.2 Penggunaan Alokasi Dana Desa
33
2.3. Struktur Organisasi Tim Pengelola ADD
45
2.4. Struktur Hirarki
52
3.1. variabel-variabel Penentu Bobot Desa
55
4.1. Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
74
4.2. Jumlah Penduduk Miskin Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
75
4.3. Letak geografis Kabupaten Sragen
76
4.4. Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah per kecamatan tahun 2010 (orang)
77
4.5. Jumlah penduduk buta huruf per kecamatan Tahun 2010 (orang)
79
4.6. Kasus Kematian Bayi Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
80
4.7. Penderita penyakit menular per kecamatan tahun 2010(kasus)
81
4.8. Hasil kuesioner responden dengan analisis AHP
85
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Responden AHP (35 orang) ……………………….. ……
102
Lampiran 2
Kuesioner AHP ………………………………………….
105
Lampiran 3
Hasil Kuesioner AHP ……………………………….......
113
Lampiran 4
Alokasi Dana Desa Di Tiap Desa Se Kabupaten Sragen Tahun 2010 ……………………………………………….
114
Lampiran 5
Perbandingan Rincian Besaran ADD masing-masing Desa
120
Lampiran 6
Perhitungan Besaran Anggaran Untuk Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ……………….
commit to user xv
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI Ekowati Yuli Widyaningsih, 2012. Penerapan Analisis Hirarki Proses (AHP) dalam Penentuan Formula Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pembobotan variabel penentu Alokasi Dana Desa (ADD) menggunakan metode Analisis Hirarki Proses (AHP) dengan tanpa metode AHP, menentukan skala prioritas atau bobot dari masing-masing variabel penentu Aloakasi Dana Desa, menerapkan formula ADD menurut perspektif daerah sehingga mengetahui bobot variabel dalam formulasi Alokasi Dana Desa yang oleh Pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan pembangunan desa serta menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD) dengan menambahkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia yaitu tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan memberikan kuesioner kepada responden ( anggota DPRD Kabupaten Sragen Komisi II, BKBPMD, DPPKAD, Kabag Pemdes, Bapeda, Kecamatan dan Lurah Desa) dan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Sragen dan Badan Keluarga Berencana dan Pembangunan Masyarakat Desa (BKBPMD) Sragen. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu metode AHP dan formula ADD yang disesuaikan dengan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 perihal Alokasi Dana Desa dari Pemerintah kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa. Hasil penelitian ini menunjukkaan bahwa formula ADD dibagi dalam dua alternatif dimana alternatif pertama jumlah anggaran ADD sama dengan jumlah dari Pemkab Sragen, untuk alternatif kedua jumlah ADD yang dianggarakan sebesar 10 % dari dana perimbangan yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Hasil perhitungan formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang mengalami penurunan jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika menggunakan formula sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan sebanyak 82 desa mengalami kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan menggunakan formula ADD alternative 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan jumlah dana yang diterima dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan dibandingkan ketika menggunakan formula ADD Pemkab Sragen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ekowati Yuli Widyaningsih, 2012. Application of Analytical Hierarchy Process in determining The Allocation Formula Villages in The District Sragen.
The purpose of this study was to compare the determinants of the variable weighting Alokasi Dana Desa (ADD) using the Analysis Hierarchy Process (AHP) with no AHP method, determine the priority or weight of each determinant variable Aloakasi Village Fund, apply the formula of ADD in a regional perspective so knowing the weight of the formulation variables in the village Fund Aloaksi by the central government and rural development needs and to develop a formula Alokasi Dana Desa (ADD) by adding variables related to human development, namely the level of poverty, education and health in Sragen. The data used in this study is the primary data by giving a questionnaire to the respondent (the member of Commission II Sragen, BKBPMD, DPPKAD, Head Pemdes, Bapeda, District and Village Ward) and secondary data from the Central Statistics Agency (BPS) Sragen, Regional Planning Board (Bapeda) Sragen and Family Planning Board and Community Development (BKBPMD) Sragen. Analysis tools used in this study there are two kinds, namely the AHP method and the formula is adjusted to ADD is Letter Mendagri Number 140/640/SJ Year 2005 concerning allocation of funds from the Village District / Town to the Village Government The results of this study that the formula ADD menunjukkaan divided in two alternative where the first alternative ADD budgeted amount equal to the sum of Sragen government, for the second alternative ADD dianggarakan amount of 10% of the balance of funds received by the Regional Government. The results of the calculation formula alternative ADD 1 shows there were 114 villages has decreased the amount of the amount of funds received compared to when using the previous formula formula ADD Sragen district government and as many as 82 villages has increased the amount of funds received. While using the formula 2 ADD alternative no village which has decreased the amount of funds received and as many as 196 villages has increased compared to when using the formula ADD Sragen government.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Paradigma baru pembangunan daerah dewasa ini lebih mengutamakan pemerintahan desa dengan otonomi desanya. Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan peran penting dari desa adalah tersedianya dana yang cukup. Salah satu sumber Pendapatan desa yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota yang merupakan Alokasi Dana Desa (ADD). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa memberikan kepastian hukum terhadap keberadaan Aloaksi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan desa secara otonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Namun dalam pelaksanaannya Alokasi Dana Desa (ADD) belum ada standar baku petunjuk pembuatan formulasi Alokasi Dana Desa dengan variabel-variabel pembobotan desa, terkait dengan hal tersebut penulis memberikan alternatif dalam pembobotan desa dengan menggunakan analisis AHP (Analisis Hirarki Proses). Nakagawa,
Nasu,
Saito dan Nobuyoshi Yamaguchi (2010) menyatakan
untuk memecahkan masalah sosial diperlukan analisis dampak alternatif kebijakan pada tujuan keseluruhan dan berfungsi sebagai alat mendukung pengambilan keputusan. Studi ini sangat relevan dengan Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, artinya Desa dapat memperoleh ADD jika pihak SKPD yang mengelola kebijakan ADD telah melaksanakan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) sesuai yang terangkum dalam APBD. Demikian juga, Kustituanto (2001) menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode AHP perspektif individu dapat disimpulkan sebagi perspektif pemerintah Kabupaten/kota dan erat berkaitan dengan tujuan yang diraihnya, artinya keberadaan Tim Fasilitasi ADD di SKPD berperan penting dalam membagi ADD ke seluruh desa dengan memakai rumus pembagian ADD. Menurut Saaty dan Shang (2007) , AHP digunakan untuk menyusun suatu kerangka kerja dan membentuk kembali proses pengambilan keputusan kelompok tersebut, hal ini efektif untuk alokasi sumber daya dan prioritas ketika sekelompok kecil terlibat. Demikian juga, Kamal M Subhi Al-harbi suatu menejemen proyek dapat menggunakan AHP sebagai metode untuk membuat potensi dalam pengambilkan keputusan. Hal ini berkaitan dengan keberadaan lembaga-lembaga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
yang ada dalam pemerintahan untuk menyusun formula Alokasi Dana Desa dengan memberikan skala penilaian yang penting sampai yang paling penting menggunakan skala 1 – 9 sehingga diperoleh keputusan kelompok (Beynon, 2002: 104-117). Pemahaman desa di atas menempatkan desa sebagai suatu organisasi pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengatur dan mengurus warganya atau komunitasnya. Dengan posisi tersebut desa memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kesuksesan Pemerintah Pusat secara luas. Desa menjadi garda terdepan dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari pemrintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk Tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desa menjadi prioritas utama bagi kesuksesan Pembangunan Nasional. Transisi politik yang terjadi di Indonesia menghasilkan dua proses politik yang berjalan secara stimultan, yaitu desentralisasi dan demokratisasi. Kedua proses politik itu terlihat jelas dalam dalam pergeseran pengaturan format politik di area lokal maupun nasional, yaitu dari pengaturan politik otoritarian- sentralistik menjadi lebih demokratis- desentralistik (Dwipayanan, 2005:3). Menurut Dwipayana (2005:6) desentralisasi memungkinkan dengan cepat berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik hubungan kekuasaan antar daerah dan pusat. Demokratisasi setidaknya mengubah hubungan kekuasan diantara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
lembaga-lembaga politik utama dalam berbagai tingkatan.Salah satu perubahan karakter hubungan kekuasaan tercermin dari pergeseran locuspolitics dari pemerintah oleh birokrasi menjadi pemerintahan oleh partai (party gonverment). Sementara Noordiawan (2007:284) menyatakan bahwa desentralisasi, penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan republik Indonesia. Selain itu, Suparmoko (2002:19) menyatakan bahwa untuk pemahaman sistem pemerintahan perlu dipahami perbedaan pengertian antara istilah desentralisasi dekonsentrasi. Desentralisasi diartikan suatu pengembangan otonomi daerah, dekonsentrasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenamg dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau perangkat pusat di daerah. Mardiasmo (2002:6-7) menyatakan, secara teoritis desentralisasi akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu : pertama mendorong meningkatnya partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) diseluruh daerah dengan meningkatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masyarakat-masyarakat daerah; kedua memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap, sedangkan tingkat pemerintahan yang paling rendah adalah desa. Oleh karena itu otonomi desa benar-benar merupakan kebutuhan yang harus diwujudkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintahan desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggrakan rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggungjawab dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban keuangan desa
yang dimaksud diantaranya adalah
pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa. Seringkali Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara pendapatan dan pengeluaran. Kenyataan demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana dan FPPD,2005). Pertama, Desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua, Kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga, rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat, banyak program pembangunan masuk desa , tapi hanya dikelola oleh dinas. Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan kepada desa dari dana
sesuai
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota (Pasal 1 ayat 11, PP 72/2005). Kelahiran UU No.32/2004 yang kemudian diperkuat dengan PP 72/2005 memberikan kepastian hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan Kabupaten/Kota. Berdasarkan PP 72/2005 pasal 68 ayat 1 huruf c, desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). ADD yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.Menteri Dalam Negeri tertanggal 17 Agustus 2006 mengeluarkan Surat Kawat bernomor 140/1841/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk segera merealisasikan ADD, terutama kepada Kabupaten/Kota yang sama sekali belum melaksanakan ADD. Dalam Surat kawat tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan jelas menyebutkan bahwa percepatan ADD dilakukan untuk mendukung peningkatan kinerja pemerintahan Desa. Agar dapat melaksanakan perannya dalam mengatur dan mengurus komunitasnya, desa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005, diberikan kewenangan yang mencakup : 1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota; dan 4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Wasistiono (2006:107) menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimnan juga ada penyelenggaraan otonomi daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “autonomy” indentik dengan “aotomoney”, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan yang dimiliki. Sumber pendapatan desa berdasarkan pasal 212 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Desa, meliputi : - hasil usaha desa; - hasil kekayaan desa; - hasil swadaya dan partisipasi; - hasil gotong royong; - lain-lain pendapatan asli desa yang sah. 2. Bagi hasil pajak daerah dan restribusi daerah kabupaten/kota; 3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
4. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota; 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Lebih lanjut pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 menyebutkan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas : 1. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; 2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) untuk desa dan dari restribusi kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi desa; 3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; 4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Ketentuan pasal tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan dana perimbangan yang diterima kabupaten kepada desa-desa dengan memperhatikan prinsip keadilan dan menjamin adanya pemerataan. Kabupaten Sragen adalah salah satu dari beberapa Kabupaten di Indonesia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
yang reponsif terhadap tuntutan desa tersebut. Sejak tahun 2007 Kabupaten Sragen telah mengalokasikan dana untuk desa yang disebut Alokasi Dana Desa (ADD), sebagai analogi DAU dari Pemerintah Pusat kepada daerah yang dipraktekkan oleh Kabupaten Sragen kepada Desa dengan harapan pembangunan semakin merata sampai tingkat desa. Sesuai dengan pasal 68 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa telah diatur bahwa bagi dari dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang diterima kabupaten untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa. Yang dimaksud bagi dari dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah terdiri atas dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja pegawai. Sehingga ADD dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut : ADD = MINIMAL 10% X (BAGI HASIL + DAU – BELANJA PEGAWAI)
Seringkali anggaran Alokasi Dana Desa dirasakan oleh Desa masih
kurang
proporsional apabila dibandingkan dana perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten
Sragen
dari
Pemerintah
pusat.
Sehingga
pihak
desa
sering
mempertanyakan bagaimana Pemerintah daerah menghitung besaran anggaran ADD bahkan desa juga mengusulkan kenaikan anggaran ADD setiap tahun. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen No 1 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010, seharusnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
anggaran untuk alokasi dana desa secara keseluruhan adalah Rp.17.801.000.000,sedangkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 6 Tahun 2010 dana yang dialokasikan sebesar Rp.7.346.000.000,-hanya 41,26% dari anggaran yang seharusnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk alokasi dana desa. Peraturan Bupati Sragen Nomor 6 Tahun 2010 menjelaskan bahwa
dalam
penentuan besaran dana Alokasi Dana Desa untuk masing-masing desa adalah hasil perkalian dari total alokasi dana desa yang dianggarkan dengan bobot desa masingmasing desa. Bobot desa itu sendiri ditentukan berdasarkan kemiskinan, keterjangkauan/jarak wilayah, pendidikan, kesehatan,jumlah penduduk, luas wilayah dan partisipasi masyarakat/swadaya. Sementara dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke pemerintah desa disebutkan bahwa dalam penentuan bobot desa didasarkan pada variabel utama dan variabel tambahan di mana variabel utama mencakup kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan. Pelaksanaan asas merata yang selanjutnya disebut Alokasi
Dana
Desa
minimum ditentukan 70% dari jumlah Alokasi Dana Desa keseluruhan atau sebesar Rp. 4.407.600.000,- yang dibagi rata sama besar kepada 196 desa. Dari pembagian tersebut seluruh desa di Kabupaten Sragen minimum memperoleh dana sebesar Rp. 22.487.755,-. Sedangkan asas adil yang disebut Alokasi Dana Desa proporsional dialokasikan sebesar 30% jumlah Alokasi Dana Desa keseluruhan atau sebesar Rp. 2.938.400.000,- yang dibagi berdasarkan variabel-variabel atau bobot masing-masing desa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Keseluruhan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen Rp.7.346.000.000,yang dibagi kepada 196 desa di 20 Kecamatan dalam komposisi proporsional tiap desa yang terdiri dari Alokasi Dana Desa minimum dan Alokasi Dana Proporsional. Dengan pembagian tersebut diperoleh Alokasi Dana Desa terendah adalah desa Pringanom Kecamatan Masaran dengan alokasi sebesar Rp. 36.873.000,-, sedangkan desa yang memperoleh alokasi Dana Desa tertinggi desa Gilirejo Baru Kecamatan Miri sebesar Rp. 38.862.000,-. Adapun rincian pembagian pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1. Alokasi Dana Desa Di Tiap Kecamatan Se Kabupaten Sragen Tahun 2010 NO
DESA
1 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX Jumlah
2 KEC. MASARAN KEC. SIDOHARJO KEC. KARANGMALANG KEC. SRAGEN KEC. KEDAWUNG KEC. GONDANG KEC. SAMBIREJO KEC. SAMBUNGMACAN KEC. NGRAMPAL KEC. TANGEN KEC. MONDOKAN KEC. SUKODONO KEC. GESI KEC. JENAR KEC. GEMOLONG KEC. KALIJAMBE KEC. PLUPUH KEC. TANON KEC. MIRI KEC. SUMBERLAWANG
ADD MINIMUM 3 292.340.815 269.853.060 179.902.040 44.975.510 224.877.550 202.389.795 202.389.795 202.389.795 179.902.040 157.414.285 202.389.795 202.389.795 157.414.285 157.414.285 224.877.550 314.828.570 359.804.080 359.804.080 224.877.550 247.365.305 4,407,600,000
Sumber : Badan KBPMD Kab Sragen tahun 2010. commit to user
ADD PROPORSIO NAL 4 192.020.206 175.248.132 121.100.836 29.348.727 152.822.358 135.172.039 132.711.733 134.758.620 117.426.072 106.124.907 140.416.702 137.107.837 103.275.393 105.799.432 148.839.966 207.545.474 236.953.805 238.455.838 156.343.969 166.907.975 2,938,400,000
JUMLAH ADD 5 484.361.021 445.101.192 301.002.876 74.324.237 377.699.908 337.561.834 335.101.528 337.148.415 297.328.112 263.539.192 342.806.497 339.497.632 260.689.678 263.213.717 373.737.516 523.374.044 596.757.885 598.259.918 381.221.519 414.273.280 7,346,000,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Dengan memperhatikan pembagian Aloaksi Dana Desa untuk masing-masing Desa tersebut Pemerintah Kabupaten Sragen berharap penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berjalan dengan optimal, sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa dalam hal pembangunan dan sosial kemasyarakatan desa. Pemerintah Desa sebagai unit pemerintah terdepan yang berhubungan langsung dengan masyarakat perlu mendapatkan dukungan dana dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan maupun pembangunan, terutama sekali dalam rangka upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Seiring dengan Surat Edaran Mendagri No 140/640/SJ Tahun 2005, tentang pelaksanaan ADD dan No 140/286/SJ Tahun 2006 tentang pelaksanaan ADD. Pemerintah Kabupaten Sragen perlu menyusun strategi dan kabajikan terkait pembagian ADD yang berdasarkan azaz merata adil yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan membantu percepatan pembangunan desa yang kurang mampu. Untuk menjaga terpeliharanya azaz merata dan adil dalam pembagian ADD serta pemanfaatan dan penyaluran Alokasi Dana Desa secara tepat dengan mempetimbangkan aspek/variabel jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah penduduk miskin, Anak tidak sekolah umur 7 s/d 15 tahun, Buta huruf, Angka kematian bayi dan Penderita penyakit menular, maka perlu solusi alternatif formulasi Alokasi Dana Desa dengan menggunakan berbagai variabel tersebut berdasarkan persepsi legislatif, pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat dengan menggunakan analisis AHP. Kustituanto (2001) menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode AHP perspektif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
individu dapat disimpulkan sebagi perspektif pemerintah Kabupaten dan erat berkaitan dengan tujuan yang diraihnya. B. Perumusan Masalah Bagaimana memformulasikan penyaluran Alokasi Dana Desa secara tepat dengan mempertimbangkan bobot variabel jumlah penduduk, luas wilayah,
jumlah
penduduk miskin, anak tidak sekolah umur 7 s/d 15 tahun, buta huruf, angka kematian bayi dan penderita penyakit menular secara integratif menurut persepsi legislatif, pemerintah
Kabupaten Sragen dan masyarakat dengan menggunakan
analisis AHP. C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian a. Membandingkan pembobotan variabel penentu
ADD menggunakan metode
AHP dengan tanpa metode AHP b. Menentukan skala proritas atau bobot dari
masing-masing variabel penentu
ADD c. Menerapkan fomula ADD menurut perspektif daerah. d. Untuk mengetahui bobot variabel dalam formulasi alokasi Dana Desa yang oleh pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan pembangunan desa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
e. Menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD)
dengan
menambahkan
variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia yaitu tingakt kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen.
2. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : a.Bagi pemerintah daerah Hasil dari analisis menggunakan metode AHP ini selanjutnya dapat bermanfaat sebagai referensi kebijakan pemerintah kabupaten Sragen dalam meningkatkan prioritas pembangunan melalui pelaksanaan ADD b.Bagi peneliti Bagi peneliti sendiri,diharapkan penelitian ini mampu meningkatkan kepekaan dan daya nalar terhadap masalah-masalah ekonomi khususnya tentang masalah pembangunan. c.Bagi pihak lain Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi yang berminat melakukan penelitian mengenai pembobotan kepentingan masing-masing program pembangunan dengan melakukan alokasi sumber daya, baik pendanaan dan sumber daya manusia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Alokasi Dana Desa Dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdapat penekanan atas kebijakan otonomi daerah yang menetapkan kabupaten dan kota sebagai titik berat otonomi. Hal ini berusaha untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan diri dan memberikan harapan kepada masyarakat untuk dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik melalui kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mementingkan nasib mereka. Hal ini dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Alokasi Dana Desa (ADD) pada dasarnya adalah bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa yang bersumber dari APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah Desa. Terkait dengan pengelolaan Keuangan Desa, Ali (2007:185) mengemukakan pendapatnya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Isu penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan desa bermula ketika UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa secara tegas menetapkan pemberian kewenangan yang cukup besar bagi kabupaten dan Desa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Ketika UU tersebut dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001, banyak kalangan kemudian menggulirkan gagasan akan perumusan mekanisme Alokasi Dana Desa (ADD), sebagai aktualisasi dari penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima pemerintah Kabupaten ke Pemerintah desa. Ini penting mengingat desa beerdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa memiliki otonomi asli Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan, yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan kabupaten dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang sesuai, maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki pemerintahan desa. Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa, maka desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan kepadanya, Faktor-faktor penting dalam mendesain DAU pada dasarnya dapat diadopsi dalam mendesaian ADD, menurut Sidik dkk (2001, 158-160) faktor-faktor yang penting dalam mendesain DAU : a. Sumber dana untuk alokasi DAU ada tiga cara untuk menentukan jumlah dana yang akan dialokasikan sebagai transfer pusat kedaerah antara lain a) proporsi tertentu dari pemerintah atau prosentase tertentu dari PDB, b) secara ad hoc artinya seperti belanja yang lain, c) berdasarkan formula, misalnya sebagai proporsi tertentu dari pengeluaran spesifik atau dikaitkan dengan berbagai karakteristik umum daerah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
penerima transfer. Dalam hal ini DAU menggunakan cara pertama untuk menciptakan stabilitas bagi pemerintah daerah sekaligus fleksibilitas bagi pemerintah pusat. b. Formula distribusi: formula yang baik harus diupayakan untuk membantu efisiensi dan bertujuan untuk mengisi celah fiskal dalam rangka mencapai pemerataan akan tetapi harus dapat mendefinisikan kebutuhan belanja dan kapasitas fiskal yang akurat dengan menggunakan faktor-faktor obyektif c. Kondisionalitas: apakah transfer akan dilakukan dengan bersyarat dalam arti penyediaan standar pelayanan publik tertentu. DAU adalah unconditional block grant sehingga persyaratan tersebut tidak ada 2. Pengertian desa, Desentralisasi dan Otonomi Desa Istilah desa berasal dari bahasa India, Swadesi yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada kesatuan hidup dengan suatu norma dan memiliki batas wilayah yang jelas (Yuliati dan Pramono, 2003:23) Desentralisasi dan otonomi merupakan dua istilah yang memiliki makna berbeda namun dalam prakteknya sering dianggap sama. Turner dan Hulme (1997:152) menyimpulkan bahwa desentralisasi diartikan sebagai pelimpahan kewenangan (transfer of authority) dalam menjalankan berbagai urusan publik dari pemerintah pusat ke individu atau ke agensi lain yang lebih dekat dalam memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
pelayanan publik. Berdasarkan basis pendegelasian (basis for delegation), desentralisasi dapat dilakukan berdasarkan territorial (kewajiban ) atau fungsional. Desentralisasi dapat bersifat desentralisasi penuh (devolution), desentralisasi administratif (decocentration), atau pengalihan dari sektor publik ke sektor swasta (privatization ) Peraturan
perundang-undangan
telah
menegaskan
adanya
pemberian
kewenangan kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Pengertian ini menjadi substansi desentralisasi di tingkat desa. Desentralisasi desa dapat diartikan secara fungsional yaitu pendelegasian untuk menjalankan fungsi pelayanan publik dan secara teritorial merupakan kewenangan untuk mengatur masyarakat dalam batas kewilayahan tertentu. Dengan demikian desentralisasi desa pada intinya merupakan pelimpahan kewenangan kepada desa untuk megurus dirinya sendiri. Otonomi berasal dari bahasa yunani autos dan nomos yang berarti pemerintahannya sendiri. Dalam wacana administrasi publik, daerah otonom disebut lokal self government yang berbeda dengan istilah daerah saja yang disebut sebagai lokal self government (Nugroho, 2004:6). Sebuah daerah otonom memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundangan yang berlaku.Pemahaman ini merupakan dasar adanya self governing community ( Penjelasan unun PP No.76 tahun 2001). Konsekuensi desentralisasi dan otonomi desa adalah adanya pelimpahan fungsi dan kewenangan pemerintahan supra commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
desa ke desa. Secara umum fungsi dan kewenangan tersebut adalah menjalankan roda pemerintahan di desa dalam rangka memberikan pelayanan publik. 3. Fungsi dan kewenangan Pemerintah Desa. Pada prinsipnya fungsi pemerintah dalam ekonomi dikelompokkan menjadi tiga,yaitu fungsi lokal (allocation function ), fungsi distribusi (distribution function ), dan fungsi stabilisasi (stabilization function ) (Musgrave and Musgrave, 1989:6). Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah dalam menyediakan barang publik atau pengadaan barang dan jasa yang gagal disediakan oleh mekanisme pasaar. Fungsi distribusi adalah fungsi pemerintah dalam rangka mendistribusikan pendapatan dan kesejahteraan kepada masyarakat secara berkeadilan. Fungsi stabilisasi adalah fungsi pemerintah dalam rangka mencapai atau mempertahankan kondisi tertentu, seperti terciptanya kesempatan kerja yang tinggi, stabilnya tingkat harga pada level yang rasional, atau mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Skala mikro ketiga fungsi tersebut dapat dijalankan pemerintah desa dalam perekonomian desa, untuk itu pemerintah desa memerlukan berbagai kewenangan. Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa secara formal merupakan kewenangan yang ditegaskan dalam Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan PPNo. 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Bab III Pasal 7 bahwa terdapat empat hal yang menjadi kewenangan desa yaitu (a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; (b) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; (c) tugas pembantuan dari Pemerintahan Pusat, pemerintahan Propinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota. Untuk tugas ini harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia; (d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan ke desa. 4. Transfer Keuangan dan Pembiayaan Pemerintahan Desa Sesuai dengan asas money follow function, kewenangan yang dilimpahkan kepada pemerintahan desa harus disertai pendanaan untuk menjalankan kewenangan tersebut. Pada tahun anggaran 1969/1970 pemerintah pusat mulai menganggarkan dana untuk desa melalui Instruksi Presiden (Inpres) bantuan pembangunan desa. Inpres ini bertujuan untuk mendorong peningkatan gotong royong dan swadaya masyarakat dalam pembangunan desa. Inpres diberikan ke daerah berdasarkan jumlah desa dikalikan jumlah subsidi per desa (Mahi dan Ardiansyah, 2002:10). Pada tahun anggaran 1994/1995 terdapat jenis baru untuk pendanaan pembangunan desa, yaitu melalui Inpres Desa Terpadu (IDT). Inpres ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan khusus (special assistance) kepada daerah-daerah yang dikategorikan tertinggal dalam hal pembangunan dibandingkan daerah lain. Target utama anggaran ini adalah untuk menekan jumlah penduduk miskin di desa. Walaupin masih sedikit laporan yang secara khusus mengkaji keberhasilan pembiayaan pemerintah pusat ke desa melalui berbagai jenis Inpres tersebut, namun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
seperti halnya keberadaan transfer pemerintah pusat ke daerah pada masa lalu menyisakan dua persoalan utama, yaitu tidak sesuainya berbagai jenis Inpres tersebut dengan kebutuhan daerah dan meningkatkan kesenjangan fiskal antar daerah (Mahi dan Ardiansyah, 2002:21). Berdasarkan pengalaman transfer pemerintah tersebut, melalui konsep desentralisasi fiskal UU No 25 tahun 1999 transfer dana dari Pemerintah lebih menekankan peranan bantuan yang bersifat umum (general purpose grant). Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Pasal 68 mengatur sumber pembiayaan pemerintah desa berasal dari lima komponen, yaitu : a. Pendapatan asli desa (PADes); b. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10 % untuk desa dan dari restibusi kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi desa; c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; d. Bantuan keuangan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka urusan pemerintah; e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Berdasarkan pasal 68 PP No 72 tahun 2005 tersebut, diketahui bahwa hubungan keuangan antara pemerintahan kabupaten dengan pemerintahan desa berupa bagi hasil pendapatan (revenue sharing) yang berasal dari pajak dan restribusi daerah dan bantuan (grants) yang berasal dari dana perimbangan yang diterima kabupaten. Pendapatan desa dari dana perimbangan belum ada pengaturannya, padahal bagi desa sumber penerimaan ini sangat penting. Tujuan adanya dana bantuan dari pemerintah kabupaten ke pemerintahan desa pada prinsipnya sama dengan tujuan dana bantuan antara pemerintah pusat ke kabupaten. Menurut Simanjuntak dan Hidayanto (2002:27), pada prinsipnya ada tiga tujuan adanya transfer dana bantuan antar tingkat pemerintah : a. Meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal, yaitu mengurangi perbedaan kemampuan fiskal antara pemerintah yang pusat dengan pemerintah daerah; b. Meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal, yaitu mengurangi perbedaan kemampuan fiskal antara pemerintah daerah; c. Sebagai insentif bagi pemerintah daerah yang memberikan pelayanan dengan manfaat yang menyebar, insentif ini juga dapat diberikan berdasarkan pertimbangan lain misalnya prestasi pemerintah daerah dalam mengupayakan penerimaan dari sumber daya yang dimiliki, prestasi atas penyelenggaraan pelayanan publik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Simanjutak dan Hidayanto (2002:158) menyebutkan bahwa perumusan alokasi dana bantuan harus memiliki sifat kecukupan, fleksibel dan stabil.Kecukupan artinya alokasi dana dapat menutupi kebutuhan dana pemerintah daerah, Fleksibel artinya besar dana alokasi disesuaikan dengan kemampuan pemerintah pusat, sedangkan stabil artinya bahwa adanya kepastian bagi pemerintah daerah dalam mendapatkan alokasi dana. Berdasarkan praktek di banyak Negara, ada tiga cara untuk menentukan jumlah alokasi dana transfer. a. Proporsi tertentu dari penerimaan pemerintah atau prosentase tertentu dari penerimaan pemerintah; b. Secara ad hoc dialokasikan seperti halnya pengalokasian keperluan belanja lainnya; c. Menggunakan formulasi tertentu, misalnya dikaitkan dengan proporsi dari pengeluaran spesifik atau karakteristik daerah penerima bantuan. Pendistribusian dana bantuan pemerintah kabupaten ke pemerintahan desa pada prinsipnya sama dengan pendistribusian dana bantuan dari pemerintah pusat ke daerah. Hasil studi Ma (1997) di berbagai Negara, menyimpulkan setidaknya ada empat model pendistribusian yang dipraktekkan (Yansekardias, 2001:24-28). Model tersebut antara lain : a. Model kesenjangan fiskal (fiscal gap). Pendistribusian transfer didasarkan atas perbedaan antara kebutuhan dan kemampuan fiskal, sehingga merupakan model transfer yang paling baik. Model ini memerlukan persyaratan ketersediaan data khususnya yang terkait dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
pengeluaran. Persyaratan ini belum banyak dipenuhi di Negara-negara berkembang, karena keterbatasan data yang dimiliki pemerintah. Selisih antara jumlah pengeluaran dengan kapasitas fiskal daerah merupakan kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang diharapkan dapat ditutupi dengan dana transfer yang bersifat umum (block grant). b. Model kapasitas fiskal (fiscal capacity). Transfer dengan model ini didasarkan atas kemampuan atau kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah, dan mengabaikan perbedaan kebutuhan fiskal antara daerah. Menurut model ini, daerah yang memiliki kapasitas fiskal dibawah rata-rata nasional akan mendapat dana transfer yang lebih besar, sehingga disimpulkan tujuannya adalah pemerataan kemampuan fiskal antar daerah. c. Model transfer berdasarkan indikator kebutuhan. Model ini didasarkan atas pemikiran agar setiap daerah mampu memenuhi kebutuhan pelayanan publik minimum yang telah ditentukan. Indikatornya sangat tergantung dari berbagai sudut pandang seperti tujuan pemerintah, faktor sejarah, dan politik. Indikator-indikator yang digunakan antara lain tingkat pendapatan per kapita,
kepadatan
penduduk,
luas
daerah,
tingkat
kemiskinan,
tingkat
pengangguran, tingkat kematian bayi, tingkat harapan hidup, tingkat putus sekolah,infrstruktur yang tersedia, tingkat pembangunan, dan sebagainya. d. Model transfer berdasarkan kesamaan basis pajak per kapita. Model ini didasarkan atas rasio total transfer terhadap jumlah penduduk serta dapat digunakan untuk mengurangi kesenjangan kapasitas fiskal antar daerah, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
walaupun tidak dapat menjamin kondisi tersebut berlangsung dalam kurun waktu lama. 5. Pembangunan Desa a. Pembangunan Masyarakat Desa Esensi dari demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari dan untuk rakyat. Tidak ada alasan untuk meyakini bahwa esensi utama dari pemerintahan yang demokratis akan berubah dalam beberapa waktu mendatang. Di Indonesia mekanisme perencanaan pembangunan baik yang berlaku dipusat maupun di daerah diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 tahun 1982 tentang P5D atau (Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah), namun dengan beralihnya sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi serta tuntutan reformasi yang berkembang, regulasi tersebut dirasa kurang layak lagi untuk diterapkan. Pembangunan merupakan proses kegiatan untuk meningkatkan keberdayaan dalam meraih masa depan yang lebih baik. Pengertian ini meliputi upaya untuk memperbaiki keberdayaan masyarakat, bahkan sejalan dengan era otonomi, makna dari konsep hendaknya lebih diperluas menjadi peningkatan keberdayaan serta penyertaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Oleh karenanya bahwa dalam pelaksanaannya harus dilakukan strategi yang memandang masyarakat bukan hanya sebagi obyek tetapi juga subyek pembangunan yang mampu menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses pembangunan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Hal ini sesuai dengan arah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
kebijakan pembangunan yang lebih diprioritaskan kepada pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan menegakkan citra pemerintah daerah dalam pembangunan. Menurut Surjadi (1995:1) Pembangunan Masyarakat Desa adalah sebagai suatu proses dimana anggota-anggota masyarakat desa pertama-tama mendiskusikan dan menentukan keinginan mereka, kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama untuk memenuhi keinginan mereka tersebut. Pembangunan Masyarakat Desa mempunyai ruang lingkup dan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah dalam strata pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan terbawah atau desa yaitu pemerintahan di tingkat „grass roots’ peningkatan taraf hidup yang berupa lebih banyak pengenalan atas benda-benda fisik yang bernilai ekonomis, mungkin dapat saja diberi penilaian secara standard dan kemudian jadi ukuran. Pembangunan masyarakat desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasaan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian obyektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai Sistem Pembangunan Desa. Menurut Sumitro (1994:49) Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
dirumuskan secara umum dan merata dan menjadi pedoman setiap langkah Pembangunan Sektoral di Bidang Pedesaan. b. Keswadayaan masyarakat Desa Keswadayaan bisa dipahami sebagai “semangat” yakni upaya yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Keswadayaan juga berarti semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas (Raharjo, 1992). Penanganan masalah kemiskinan selama ini didasarkan pada asumsi bahwa kemiskinan
merupakan
fenomena
rendahnya
kesejahteraan
dan
kurangnya
penguasaan terhadap sumber daya. Padahal sebenarnya fenomena kemiskinan sangat komplek dan bersifat multidimensional. Masalah kemiskinan ditandai oleh banyak faktor misalnya kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja, kondisi fisik yang lemah akibat kurangnya gizi, tingginya tingkat ketergantungan mereka dan terefleksikannya dalam budaya kemiskinan yang digariskan satu generasi ke generasi berikutnya (Tjokrowinoto:1993). Kondisi kemiskinan di atas terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Orang miskin adalah orang yang serba kurang mampu dan terbelit dalam lingkaran ketidakberdayaan (BappenasDepdagri, 1993) Upaya penanggulangan kemiskinan,khususnya di pedesaan erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat dan kemandirian desa. Partisipasi masyarakat ini dimulai dari perumusan persoalaan, perencanaan, pengelolaan, pengendalian kegiatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
dan penilaian keberhasilan pembangunan. Dengan partisipasi ini diharapkan masyarakat pada akhirnya memiliki kemampuan membangun dirinya sendiri dan lingkungannya secara swadaya dan berkelanjutan. Swadaya masyarakat merupakan semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki. Swadaya juga dapat dipahami sebagai kemampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas-fasilitas yang telah tersedia sebagai hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah (Raharjo,1992). Tidak berkembangnya swadaya masyarakat mengakibatkan penduduk miskin tetap terperangkap dalam kemiskinan. Menurut Chamaers (1983), kemiskinan itu sendiri bukanlah hal yang melekat pada diri orang miskin itu sendiri seperti ketidakberdayaan, kerawanan, kelemahan fisik, isolasi dan kemiskinan itu sendiri, dan dapat pula merupakan sesuatu yang bersifat eksternal seperti kebijaksanaan pembangunan yang lebih mendukung perkembangan lapisan masyarakat ekonomi kuat ketimbang lapisan masyarakat lemah. Menurut Soetrisno (1991) dominannya kepala desa dalam perencanaan program-program pembangunan desa, telah mengabaikan aspirasi dan partisipasi masyarakat desa menyebabkan matinya kemandirian politik pembangunan. c. Perencanaan Pembangunan Berbasis Sosial Budaya Lokal Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
serta perbedaan-perbedaan kedaerahan (bersifat majemuk). Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perencanaan pembangunan melalui pendekatan sosial budaya ini diarahkan untuk meningkatkan peranan dan pengembangan Lembaga Adat dan Budaya Lokal guna menumbuh kembangkan kembali nilai-nilai budaya lokal dalam menunjang pemberdayaan masyarakat sehingga akan tumbuh kondisi sosial budaya yang sehat dan dinamis, yang pada akhirnya akan bermuara pada masyarakat madani dan mengembalikan citra budaya bangsa Indonesia. d. Perencanaan Pembangunan Partisipatif Desa Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa. Prinsip pembangunan partisipatif sebagai berikut : 1).
pemberdayaan
2).
tranparansi
3).
akuntabilitas
4).
berkelanjutan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
5).
partisipasi. Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut :
1).
mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan
2).
Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan pembangunan daerah
3).
Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
4).
mengoptimalkan partisipasi masyarakat
5).
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya desa secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. 2. Pelaksanaan
PEMANFAATAN PENGEMBANGAN TINDAK LANJUT PP
3. Pengendalian
1. Perencanaan 1. PERENCANAAN a. Musrenbang Dusun b. Musrenbangdes c. Musrenbangkec d. Pembiayaan
2. PELAKSANAAN a. Pola Swakelola b. Pola Kerjasama operasional c. Pola swadaya d. B T O
3. PENGENDALIAN a. Musrenbang Dusun b. Musrenbangdes c. Musrenbangkec d. Pembiayaan
Gambar 2.1. Siklus Pembangunan Partisipatif Desa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
e. Pembangunan Desa yang Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berkelanjutan dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan-kegiatan di suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di masa sekarang tanpa membahayakan daya dukung sumberdaya bagi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Tantangan pembangunan
berkelanjutan
adalah
menemukan
cara
untuk
meningkatkan
kesejahteraan sambil menggunakanan sumberdaya alam secara bijaksana. Arus globalisasi yang semakin kuat perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa mekanisme pasar tidak selalu mampu memecahkan masalah ketimpangan sumberdaya. Kebijakan pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah pedesaan. Penataan kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, akan tetapi keberhasilannya dapat dilihat dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator antara lain : kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, kontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi makro, efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis. Ada empat aspek umum cirri-ciri spesifik terpenting mengenai konsep agroekosistem. Empat aspek umum tersebut adalah : 1).
Kemerataan (equitability)
2).
Keberlanjutan (sustainability)
3).
Kestabilan (stability) dan
4).
Produktivitas (productivity). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana hasil suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya. Sustainability dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya mempertahankan produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala. Stability merupakan ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumberdaya bebas dari keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Productivity adalah ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik atau ekonominya. Di masa yang akan datang, dalam konteks pembangunan pedesaan yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya di desa haruslah dilaksanakan dalam satu pola yang menjamin kelestarian lingkungan hidup, menjaga keseimbangan biologis, memelihara kelestarian dan bahkan memperbaiki kualitas sumberdaya alam sehingga dapat terus diberdayakan, serta menerapkan model pemanfaatan sumberdaya yang efisien. Pemerintah Kabupaten memberikan Alokasi Dana Desa merupakan wujud nyata pemenuhan Hak Desa dalam membiayai Program Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat di desa. Alokasi Dana Desa tersebut digunakan dalam pembangunan fisik dan non fisik dengan tujuan Perkembangan Desa. Indikator dalam hal ini meliputi tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan dasar dan tingkat kesehatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Alokasi Dana Desa
Pembangunan Fisik dan non fisik
Kemiskinan
Pendidikan dasar
kesehatan
Gambar 2.2. Penggunaan Alokasi Dana Desa.
6. Gambaran Umum Kebijakan Alokasi Dana Desa Alokasi dana Desa (ADD) merupakan dana transfer dari pemerintah kabupaten ke desa. ADD dibutuhkan karena adanya desentralisasi dan otonomi desa, yaitu pelimpahan kewenangan untuk memberikan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintah desa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan prinsip money follow function, maka fungsi yang dijalankan pemerintahan desa harus disertai aspek pendanaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh dari bagi hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada pasal 18 bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen).Menurut Peraturan daerah kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sumber Pendapatan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2006 Nomor 16) bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDes adalah Rencana keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan Alokasi Dana Desa terdapat pada bantuan keuangan pemerintah Kabupaten dimaksud peraturan daerah meliputi : a. Alokasi Dana Desa b. Penyisihan pajak c. Sumbangan bantuan lainnya dari kabupaten Dengan sasaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagikan kepada 196 desa di 20 kecamatan Kabupaten Sragen. Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dilihat berdasarkan variabel utama dan variabel tambahan. Variabel utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
antar desa secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat desa. Variabel utama meliputi : a.
Kemiskinan;
b.
Pendidikan dasar;
c.
Kesehatan Variabel tambahan merupakan variabel yang dapat ditambahkan oleh masing-
masing daerah. Variabel tambahan meliputi : a.
Jumlah penduduk;
b.
Luas wilayah;
c.
Potensi ekonomi;
d.
Partisipasi masyarakat;
e.
Jumlah unit komunitas di desa (RT, RW, Dusun) Bantuan langsung Alokasi Dana Desa (ADD) yang selanjutnya disebut ADD
adalah dana bantuan langsung yang dialokasikan kepada Pemerintah Desa digunakan untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, kelembagaan dan prasarana desa yang diperlukan serta diprioritaskan oleh masyarakat, yang pemanfaatan dan administrasi pengelolaannya dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa. Bantuan langsung Alokasi Dana Desa (ADD) dimaksudkan sebagai dana stimultan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
7. Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa(ADD) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes oleh karena itu dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut : a. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. b. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum; c. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. d. Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) sangat terbuka untuk meningkatkan sarana Pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa. e. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di kabupaten Sragen berdasarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 6 Tahun
2010
tentang
Pedoman
umum
mengenai
commit to user
pencairan,
pengelolaan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan terhadap penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen tahun anggaran 2010 sebagai berikut : a. Persiapan 1).Guna membantu kelancaran dalam penggunaan dana ADD, Kepala desa membentuk Tim Pengelola yang terdiri dari : a). Ketua
: Kepala Desa
b). Sekretaris
: Sekretaris Desa
c). Bendahara ADD
: Perangkat Desa (Kaur Keuangan/kaur umum)
d).Koordinator Pelaksana Pembangunan (khususnya pembangunan fisik) :Anggota LP2MD 2). Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana telah ditetapkan oleh Bupati, harus dicantumkan dalam APBDesa. b.Perencanaan 1).Berdasarkan besarnya ADD yang ditetapkan oleh Bupati, Kepala Desa menyusun Rencana Kegiatan Desa (RKD) dengan tahapan/langkah sebagai berikut : a).Mengadakan Musyawarah Pembangunan Desa yang dihadiri oleh Kepala desa, Perangkat
Desa.
Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD),
Lembaga
Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa (LP2MD), Pengurus PKK, RT/RW dan Tokoh Masyarakat. b).Dalam musyawarah tersebut disepakati kesanggupan Swadaya Mayarakat untuk menunjang pembangunan fisik ADD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
2). RKD disusun dengan perincian penggunaan ADD, diatur sebagai berikut : a). Sebesar 30% digunakan untuk operasional pemerintah desa BPD, lembagalembaga desa antara lain digunakan untuk : (1) Biaya Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) (2) Operasional Penyelenggaraan Pemerintah Desa untuk ATK, biaya rapat. (3) Honor bendahara ADD (4) Biaya Penyelenggaraan Musrenbangdes (5) Biaya Penyelenggaraan Bulan Bhakti Gotong Royong (6) Tunjangan Asuransi Kesehatan bagi pemerintah desa (7) Penguatan kelembagaan atau operasional BPD, LP2MD, RT dan lembagalembaga desa. (8) Pengadaan atau pemeliharaan komputer (9) Untuk mendukung program keluarga berencana. b). Sebesar 70% digunakan untuk Modal LKD dan Pemberdayaan Masyarakat meliputi : (1) 15% untuk bantuan LKD ( 2) 65% untuk menunjang pembangunan prasarana fisik desa : - pengaspalan jalan, makadam jalan, pengecoran jalan, jembatan, goronggorong, buk deker, kantor desa/balai desa. (3) Yang 20% untuk menunjang kegiatan TP PKK desa sebesar Rp. 4000.000,dan untuk kegiatan pemberdayaan dan pelatihan SDM. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Untuk kegiatan PKK Desa sebesar Rp 4000.000,- (Empat juta rupiah) antara lain meliputi : Sekretariat : (a). Alat Tulis Kantor (ATK) (b). Pengadaan buku-buku administrasi PKK Desa, RT, RW, dasa wisma (c). Pengadaan majalah Nusa Indah (d). Biaya rapat-rapat (e). Orientasi/pemantapan hasil Rakernas VI bagi TP PKK Desa Pokja I : (a). Peningkatan Iman dan taqwa (b). Penyuluhan bahaya Narkoba (c). Sosialisasi penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) (d). Pola asuh anak (PAA) dan penanggulangan pekerja Anak (PPA) Pokja II : (a). Bina Keluaraga Balita (BKB)/Bina Keluaraga Remaja (b). Pembentukan Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ©. Pelatihan dan ketrampilan (d). Pelatihan LP3PKK (e). Pengadaan Alat Permainan Edukatif (APE) (f). Sosialisasi Anak Indonesia membangun budaya damai Pokja III : (a). Bantuan bibit/pemanfaatan pekarangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
(b). Sosialisasi hatinya PKK ©. Pemanfaatan Tehnologi Tepat Guna (TTG) (d). Perwujudan Rumah sehat (e). Lomba cipta menu beragam bergizi berimbang Pokja IV : (a). Pemberian makanan tambahan (b). Pelatihan kader posyandu ©. Pengadaan sarana posyandu (d). Gerakan sayang ibu (e). Kesatuan gerak pkk, KB kesehatan (f). Sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (g). Lingkungan bersih dan sehat (LBS) 3). RKD yang telah ditandatangani oleh kepala desa, ketua BPD dan Ketua LP2MD serta Bendahara ADD, selanjutnya diteliti dan disetujui oleh camat kemudian dikirim kepada Bupati cq. Kepala Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan masyarakat dan Desa untuk disahkan menjadi Dokumen Kegiatan Desa (DKD). c.Pencairan 1). Guna pengendalian penyaluran ADD, kepala desa membuka rekening kas desa atas nama Bendahara Desa di BPR/BKK setempat. 2). Pencairan ADD harus dilakukan dengan persyaratan berupa DKD disertai: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
a). Anggaran ADD harus dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) b). Usulan Rencana Kegiatan Desa (URKD) yang telah disahkan Camat c). Surat Perjanjian Pemberian Dana (SPPD) ADD dari kepala Desa selaku Ketua Pengelola ADD. d). Berita acara pembayaran penarikan dana (BA-PPD) e). Keputusan kepala Desa tentang Tim Pengelola dana ADD. f). Berita Acara Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdesa) disertai daftar hadir peserta musyawarah. g). Berita acara kesanggupan swadaya masyarakat. 3). Camat mengirimkan dokumen tersebut kepada Kepala Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa selanjutnya untuk dibuat daftar rekapitulasi tagihan untuk diteruskan kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Sragen. 4). Berdasarkan tagihan sebagaimana dimaksud, DPPKAD kabupaten Sragen melakukan proses pencairan ADD sesuai persyaratan dan ketentuan perundangundangan yang berlaku. 5). Pelaksanaan penyaluran ADD tersebut dilakukan dengan transfer langsung dari rekening Kas Daerah ke Rekening Kas Desa yang dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap melalui BPR BKK/BKK, untuk tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar 30%. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
6). Bendaharawan desa dengan diketahui oleh Kepala Desa mencairkan rekening kas desa dan selanjutnya diserahkan kepada bendahara ADD. 7). BPR BKK/ BKK dapat menolak pencairan, apabila penandatanganan proses pencairan tidak dilakukan oleh bendaharawan desa dengan diketahui oleh Kepala Desa. 8). Untuk pencairan tahap I dan tahap II dilakukan dengan persyaratan sebagaimana tersebut ditambah dengan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana dan foto kegiatan fisik pada tahap sebelelumnya. d. Pengelolaan 1). Bendahara ADD mendistribusikan dana disesuaikan dengan URKD, dalam forum pertemuan/rapat. 2). Untuk kegiatan yang sifatnya fisik, dikoordinasikan dengan anggota LP2MD dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa. 3). Penggunaan dana ADD harus dilaksanakan dengan tertib serta diadministrasikan dengan rapi dan benar oleh bendahara ADD. 4). Perincian pemasukan dan pengeluaran keuangan harus dibukukan dalam Buku Kas Umum oleh bendahara desa. e. Pelaporan 1). Kepala Desa selaku ketua Pengelola penggunaan ADD wajib menyampaikan laporan bulanan ( setiap tanggal 1 bulan berikutnya) tentang ADD yang telah dilaksanakan kepada Camat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2). Camat selaku Ketua Tim Pengendali ADD melaporkan perkembangan secara umum ADD setiap bulan (tanggal 5 bulan berikutnya) kepada Bupati cq. Kepala Badan Keluaraga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. f. Pertanggungjawaban 1). Kepala Desa selaku Ketua Pengelola Penggunaan Alokasi Dana Desa harus menyampaikan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD kepada Bupati dibuat setiap akhir tahapan serta dilampiri foto kegiatan setiap tahapan. Hal tersebut harus sudah diselesaikan sebagai salah satu syarat pencairan dana ADD tahap berikutnya. 2). Bahwa penggunaan ADD dimasukkan dalam APBDes, oleh karena itu Kepala Desa
wajib
mencantumkan
mempertanggungjawabkannya
rincian kepada
penggunaan Bupati
dana
melalui
tersebut
LPPD
dan
(laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ) di akhir tahun anggaran dan wajib mencantumkan rincian penggunaan dana tersebut dalam LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) kepada BPD serta wajib menginformasikan penggunaan dana tersebut kepada masyarakat melalui IPPD (Informasi penyelenggaraan Pemerintah Desa) yang tata cara penyampaian berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3).Pemeliharaan hasil-hasil kegiatan dan pengembangannya sepenuhnya menjadi tanggungjawab Pemerintah Desa dan masyarakat. 4).Penggunaan dana
bantuan ADD diserahkan dan sepenuhnya
tanggungjawab Pemerintah Desa dan masyarakat. commit to user
menjadi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
5). Apabila dalam pelaksanaan penggunaan ADD ada kegiatan yang menyimpang dari petunjuk pelaksanaan ini, maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Bupati sragen. g. Monitoring dan Evaluasi 1). Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Tim Pemantau dan Evaluasi ADD Kabupaten Sragen, antara lain meliputi kualitas pelaksanaan fisik, non fisk/keuangan, tertib admninstrasi/teknis yang dilaksanakan desa. 2).Camat sebagai Ketua Tim Pengendali Tingkat kecamatan harus senantiasa melakukan pengendalian setiap saat untuk menjaga agar penggunaan ADD dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. H. Pengawasan 1). Pengawasan terhadap penggunaan ADD dilakukan oleh Tim Penanggungjawab kebijakan ADD. 2).Pengawasan terhadap penggunaan ADD dilakukan oleh Aparat Fungsional Daerah. 3). Pengawasan terhadap penggunaan ADD dapat dilakukan masyarakat 4).Dalam hal terjadi penyimpangan/penyalahgunaan, terlebih dahulu camat setempat wajib menyelesaikannya serta melaporkan hasilnya kepada Bupati Sragen. 5).Dalam hal penyimpangan tersebut belum dapat teratasi, maka untuk penyelesainnya ditangani oleh Bupati dibantu satuan Kerja Terkait. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
i. Sanksi Bagi pengelola ADD yang terbukti melakukan penyelewengan/penyalahgunaan pengguanaan dana ADD diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk lebih jelasnya alur dari tanggungjawab penggunaan ADD di tingkat desa seperti pada bagan seperti berikut ini : Kepala desa Ketua Pengelola ADD
Sekretaris Desa
Kaur Umum/Kaur Keuangan
Sekretaris Pengelola ADD
Bendahara ADD
Lembaga Kemasyarakatan Desa (LP2MD, BPD, RT, RW, TP PKK, Lembaga lain yang dibutuhkan Gambar 2.3 Struktur Organisasi Tim Pengelola ADD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
8. Metoda AHP Pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan pendapat yang sulit dipecahkan dalam pembobotan formula Alokasi Dana Desa karena masingmasing pihak memiliki pandangan, pengetahuan dan pengalaman yang berbeda atas tingkat kepentingan masing-masing program. Dalam rangka menghindari perbedaan pendapat yang tidak mendapatkan titik temu, maka digunakan metode Analytical Hierarchical Process (AHP). Analytical Hierarchi Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan menjadi metode yang mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi AHP sangat luas, tidak hanya digunakan dalam bidang teknik, namun juga dalam permasalahan ekonomi dan bisnis. Pada bidang pemerintahan, AHP telah digunakan para analisis untuk membantu aparat pemerintah dalam melakukan penentuan kebijakan publik yang sesuai. Kebijakan publik sendiri lebih luas definisinya tidak sekedar pengambil keputusan. Hal ini dikarenakan kebijakan publik juga menyangkut keterlibatan berbagai pihak yang lebih luas tidak saja kalangan pemerintah sebagai pengambil keputusan, namun juga ada pihak-pihak lain yang terlibat diluar pemerintahan. Proses pengambilan keputusan dalam menyusun kebijakan tidaklah mudah karena kepentingan semua pihak yang terlibat harus terakomodasi sehingga akan mendapatkan kebijakan yang terbaik untuk semua pihak dari cara pandang atau perspektif yang berbeda-beda dari pihak-pihak tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Metode AHP merupakan alat pengambilan keputusan terutama dalam menghadapi permasalahan yang komplek dalam menentukan pilihan ataupun prioritas terhadap alternatif pemecahan masalah yang ada. Metode ini dipakai ketika para pengambil keputusan mengalami kesulitan untuk menentukan berbagai faktor tersebut (factor evaluation). AHP menggunakan perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot-bobot dan nilai kepentingan masing-masing faktor tersebut.Secara keseluruhan keungulan metode ini antara lain adaalah : a. Permasalahan dengan berbagai pertimbangan kompleks, dimana sebuah permasalahan memiliki beberapa akar permasalahan yang semuanya harus dipertimbangkan secara stimultan. b.
AHP dapat mengakomodasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam menganalisa permasalahan.
c.
AHP digunakan untuk menentukan pilihan pemecahan masalah terbaik dan pemeringkatan atau priortas pemecahan masalah dari alternatif yang ada.
d.
AHP dapat digunakan untuk menentukan bobot pengalokasian sumber daya yang selama ini tidak dapat dilakukan metode lain, misalnya pengalokasian dana, sumber daya alam dan manusia.
e.
AHP dapat mengakomodasi dan mengkompromikan pendapat berbagai pihak. Setiap pihak dapat menyampaikan pendapatnya secara bebas namun rahasia berdasarkan penilaiannya sendiri tanpa pengaruh pihak lain. Penggunaan metode ini diharapkan agar dicapai keputusan final yang dapat diterima semua pihak karena semua pendapat telah terakomodasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
B. Penelitian Relevan Penelitian ini merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa. Penelitian yang relevan dengan tema metode AHP dalam pembobotan formulasi alokasi dana desa telah diteliti oleh beberapa penelitian terdahulu. Yansekardias (2001) yang menggunakan metode AHP dalam penentuan bobot alternatif pada perhitungan DAU dengan lokasi sampel di lingkungan Pemerintah DI Yogyakarta. Hasil penelitian menemukan bukti bahwa menurut persepsi daerah untuk bobot variabel pemenuhan kebutuhan minimum lebih tinggi dibandingkan variabel pelimpahan wewenang dan pemerataan, dengan mengintegrasikan tiga aspek prioritas variabel yang digunakan dalam dalam distribusi DAU adalah pendapatan daerah, tingkat kemiskinan, produk domestic regional bruto (tidak termasuk minyak dan gas), populasi, area tertutup dan aksebilitas. Jamli (2003) mengenai penerapan AHP dalam penentuan prioritas pembangunan kasus Jawa Timur dan Jawa Tengah. AHP digunakan untuk menentukan prioritas pembangunan di tingkat lokal maupun nasional. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasikan berbagai sektor pembangunan diterapkan untuk kasus-kasus tertentu dalam pemerintahan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan susunan pemeringkatan program antara ketiga kelompok responden yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
menunjukkan kemungkinan perbedaan latar belakang pemahaman tentang daerah masing-masing responden, kemampuan sumber daya dan ketersediannya, dan tantangan kondisi medan di daerah yang bersangkutan. Nakagawa,dkk (2010). Hirarki kebijakan berbasis AHP untuk memecahkan masalah sosial yang memerlukan pendekatan multiphase, metode baru memprediksi atau analisis dampak alternatif kebijakan pada tujuan keseluruhan. Dengan kata lain, memprediksi atau merasionalisasi cara orang menghargai situasi dimana alternatif yang mengadopsi dilaksanakan, ini akan berfungsi sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kekuatan dalam pengambilan keputusan sangat didukung oleh beberapa alternatif kebijakan Javadian, dkk (2011), penerapan pembangunan perkotaan berkelanjutan dalam analisis kesesuaian lingkungan dari penggunaan lahan pendidikan dengan menggunakan AHP di Teheran. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah lokasi untuk penggunaan lahan pendidikan yang didirikan di Teheran dan beberapa faktor seperti jangkauan akses, kemiringan, dan kompatibilitas dievaluasi, maka AHP diterapkan untuk memberikan bobot untuk setiap indikator maka diputuskan bahwa lokasi tersebut adalah yang cocok untuk penggunaan lahan pendidikan. Penelitian ini membahas formulasi Alokasi Dana Desa di kabupaten Sragen, perbedaan yang mencolok dibandingkan penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini lebih menitikberatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembobotan formulasi Alokasi Dana Desa dengan berdasarkan metode Analytic Hieararchy Process (AHP).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
C. Kerangka Pemikiran Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dana transfer dari pemerintah Kabupaten ke desa. ADD dibutuhkan karena adanya desentralisasinya dan otonomi desa, yaitu pelimpahan kewenangan untuk memberikan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan prinsip money follow function, maka fungsi yang dijalankan pemerintah desa harus disertai aspek pendanaan. Pemerintah Kabupaten Sragen mengeluarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang alokasi dana desa di kabupaten Sragen, kelebihan dari formula ini adalah mengakomodir kondisi riil fisik daerah seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kesehatan dan pendidikan menjadi pertimbangan penting. Namun apabila didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang desa dan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ tahun 2005, maka ada beberapa kelemahan dari formula ADD yang digunakan oleh pemerintah. Beberapa kelemahan dari formula ADD adalah jumlah dana yang dianggarkan belum mencapai 10% dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten Sragen Tahun 2010. Variabel-variabel yang digunakan sebagai penentu bobot desa sudah mengacu pada Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ tahun 2005 disebutkan bahwa dalam penentuan bobot desa didasarkan atas variabel utama dan variabel tambahan yang ditentukan oleh Kabupaten/kota berdasarkan karakter, budaya dan kesediaan data daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Variabel utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot desa. Variabel utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat desa. Variabel utama meliputi : 1. Kemiskinan; 2. Pendidikan dasar; 3. Kesehatan. Variabel tambahan merupakan variabel yang ditambahkan oleh masingmasing daerah. Variabel tambahan meliputi : 1. Jumlah penduduk; 2. Luas wilayah; 3. Potensi ekonomi; 4. Partisipasi wilayah; 5. Jumlah unit komunitas di desa. Formulasi Alokasi Dana Desa di kabupaten Sragen bobot desa ditambahkan dengan jumlah penduduk usia 7 s/d 15 tahun yang tidak sekolah, angka kematian bayi dan penderita penyakit menular untuk mendapatkan alokasi dana desa yang adil dan proporsional. Gambar 2.4 menunjukkan struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan variabel pembobotan formulasi Alokasi Dana Desa oleh yang memutuskan anggaran (legislatif), yang mendistribusikan (Pemerintah Kabupaten Sragen) dan pemanfaat anggaran (masyarakat). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
HIRARKI MODEL FORMULA ALOKASI DANA DESA KABUPATEN SRAGEN
Formulasi Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen Tujuan Dengan metode AHP
Stakeholder
legislatif
Pemkab Sragen
Masyarakat
Gambar 2.4 Struktur hirarki.
commit to user
Penderita penyakit menular.
Angka kematian bayi
Buta Huruf
Tidak sekolah 7-15 tahn
Jumlah Penduduk miskin
Luas wilayah
Jumlah penduduk
Alternatif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian Dalam studi penelitian, penggunaan metodologi merupakan suatu langkah yang harus ditempuh, agar hasil-hasil yang sudah terseleksi dapat terjawab secara valid, reliabel dan obyektif, dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian survey guna memperoleh data primer mengenai pembobotan formula Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen dengan memberikan kuesioner AHP terhadap responden, serta didukung data sekunder yang berasal dari dinas/instansi terkait. B. Unit Analisis Menurut Kuncoro
(2003:107) sampel adalah bagian dari populasi yang
diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Penetapan jumlah sampel dilakukan dengan metode purpose random sampling yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pemahaman responden terhadap obyek yang diteliti, yaitu variabelvariabel penentu bobot desa. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan metode AHP oleh yankerdias (2001) yaitu melakukan penelitian dengan lokasi sampel dilingkungan pemerintah DI Yogyakarta tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
penentuan bobot alternatif dalam pembagian DAU dengan menggunakan metode AHP, menggunkan responden hanya 8 orang. Responden dalam penelitian ini penulis tetapkan adalah para pembuat keputusan di tingkat kab sragen dan kepala desa selaku pemanfaat ADD dan pelaku kegiatan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan di desa yang memiliki pengetahuan, pengalaman maupun pemahaman terhadap distribusi ADD. Dalam penelitian ini yang dijadikan responden sejumlah 37 orang. Metode pemecahan masalah dalam kegiatan mendiskripsikan pandangan stakeholder (legislatif, Pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat ) dilakukan dengan pengisian kuesioner AHP oleh responden. Analisa persepsi dengan AHP ditujukan untuk mendiskripsikan pandangan para stakeholder mengenai pembobotan alternatif formulasi Alokasi Dana Desa. Analisa hasil studi digunakan untuk menarik kesimpulan tentang persepsi stakeholder mengenai pembobotan alternatif formulasi ADD. Selanjutnya, hasil kuesioner setiap responden dianalisis untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab setiap pertanyaan dalam kuesioner. Apabila nilai rasio inkonsistensi lebih besar dari 0,1, maka dilakukan revisi pendapat. Namun jika nilai rasio inkonsistensi sangat besar, maka responden tadi dihilangkan. C. Tehnik Pengambilan Sampel Penelitian tentang pembobotan formula alternatif Alokasi Dana Desa di Kabuaten Sragen dengan metode AHP dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada stokeholder yaitu legislatif, Pemkab Sragen dan masyarakat yang berisi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
perbandingan berpasangan antar varibel kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan. Kuesioner tersebut didahului dengan memberikan penjelasan tentang pengertian masing-masing variabel disertai penjelasan mengenai cara pengisiannya. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari instansiinstansi terkait yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sragen, meliputi : Badan Pusat Statistik ( BPS ), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( Bappeda ), Dinas Pendidikan nasional, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Sragen dan Dinas Kesehatan kabupaten. D. Sumber dan Metode Pengumpulan Data Adapun jenis data yang diperoleh dalam penelitian lapangan ini adalah data primer dan data sekunder, diantaranya : 1.Data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari para responden (legislatif, Pemkab Sragen dan masyarakat) dengan cara memberikan kuesioner model AHP, Data yang digunakan meliputi data transfer pemerintah Kabupaten Sragen ke desa yang berbentuk ADD, jumlah penduduk miskin, Jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah, jumlah penduduk buat huruf, jumlah kematian bayi di bawah 1 tahun, penderita penyakit menular, jumlah penduduk dan luas wilayah masingmasing desa yang ada di Kabupaten Sragen pada tahun 2010. 2.Data sekunder, yakni data yang diperoleh melalui laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya data yang berhubungan dengan pembobotan formulasi Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Untuk menghindari bias dan demi terjaganya konsistensi data yang diperoleh, maka data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Sragen, sedangkan data yang diperoleh dari Dinas dan instansi lainnya bersifat pendukung untuk melengkapi data yang tidak tersedia di BPS. (Kuncoro, 2003:134) menyebutkan bahwa pada intinya data dalam penelitian ini harus memiliki kriteria sebagai berikut : a). Ketepatan waktu; b). Relevansi c). Akurasi. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel yang digunakan untuk mewakili kebutuhan data penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin merupakan gambaran tingkat kemiskinan suatu desa, jumlah penduduk miskin yang ada menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah untuk memberikan pelayanan publik semakin banyak penduduk miskin di suatu desa maka semakin banyak dana yang akan diterima oleh desa tersebut. 2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah Variabel yang mengindikasikan banyaknya penduduk usia sekolah yang tidak mampu sekolah atau melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ). Jumlah penduduk usia sekolah yang tidak mampu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
sekolah menggambarkan kebutuhan dana yang harus dikeluarkan untuk memberikan pelayanan di bidang pendidikan, semakin banyak jumlah penduduk usia sekolah yang tidak mampu sekolah di suatu desa maka semakin banyak alokasi dana yang diterima oleh desa tersebut. 3. Jumlah penduduk buta huruf Jumlah penduduk buta huruf di suatu desa menggambarkan kebutuhan dana untuk meningkatkan pelayanan publik, semakin banyak penduduk buta huruf di suatu desa semakin besar dana yang diterima desa 4. Jumlah kematian bayi Jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun di suatu desa enggambarkan kebutuhan dana untuk penyediaan di bidang kesehatan, semakin banyak kasus kematian bayi di suatu desa maka semakin besar dana yang diterima desa 5. Penderita Penyakit menular Jumlah kasus penderita penyakit menular adalah sebagai gambaran kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan publik, semakin banyak kasus penderita penyakit menular di suatu desa maka semakin besar dana yang akan diterima oleh desa tersebut. 6. Jumlah penduduk Jumlah penduduk merupakan gambaran kebutuhan dana yang diperlukan dalam menyediakan pelayanan publik. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
maka kebutuhan pelayanan publik semakin besar pula dan karenanya akan membutuhkan dana yang semakin besar pula. 7. Luas wilayah Luas wilayah administratif suatu desa semakin besar lingkup pelayanan yang harus disediakan di suatu desa. Sehingga semakin luas suatu desa, maka kebutuhan anggaran yang diperlukan akan semakin besar. 8. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa yang selanjutnya disebut prosentase dana dari APBD yang dialokasikan berdasarkan variabel; 9. Formula ADD adalah suatu rumusan atau model atas alokasi perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa di kabupaten Sragen berdasarkan variabel kemiskinan, kesehatan, jumlah penduduk dan luas wilayah; 10. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk pembiayaan kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan desentralisasi; 11. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kebijakan pemerintah kabupaten Sragen dalam mengimplementasikan dana perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa; 12. Metode AHP model pengambilan keputusan dengan multiple kriteria yang dapat melakukan analisis secara stimultan dan terintegrasi antar parameter-parameter yang kualitatif atau sumber dan bahkan yang kuantitatif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
F. Teknik Analisis Data 1. Model Formula ADD Mengacu pada Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ, formula Alokasi Dana Desa yang proporsional harus berdasarkan asas merata dan adil, yaitu :a). Asas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Aloaksi Dana Desa Minimal (ADDM) b). Asas adil adalah besarnya bagian ADD yang dibagi secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDi) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya : kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan). Selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Besarnya prosentase perbandingan antara asas merata dan adil ditetapkan oleh daerah. Misalnya, ADDM adalah 60% dari jumlah ADD dan besarnya ADDP (dana proporsional) adalah 40% dari jumlah ADD. Pendistribusian ADD ditentukan oleh variabel-variabel penyusun bobot desa. Variabel-variabel yang mewakili kebutuhan fiskal memiliki hubungan yang searah dengan bobot desa. Sifat hubungan variabel diasumsi sebagai berikut : a). Jumlah penduduk (JP), semakin banyak jumlah penduduk di suatu desa maka kebutuhan pelayanan publik semakin besar pula dan karenanya akan membutuhkan dana yang semakin besar pula; b). Luas wilayah (LW),luas wilayah administratif suatu desa menandakan semakin besar lingkup pelayanan yang harus disediakan di suatu desa. Sehingga semakin luas suatu desa, maka kebutuhan anggaran yang diperlukan akan semakin besar; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
c). Jumlah penduduk miskin (JPM), jumlah penduduk miskin merupakan gambaran tingkat kemiskinan yang terjadi di suatu desa. Jumlah penduduk miskin menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah untuk memberikan pelayanan publik; d). Jumlah tidak tamat sekolah pendidikan dasar 9 tahun (TS), semakin banyak jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah di suatu desa maka kebutuhan pelayanan publik di sektor pendidikan semakin besar pula dan karenanya akan membutuhkan dana yang semakin besar pula; e). Jumlah penduduk yang buta huruf (BH), semakin banyak jumlah penduduk yang buta huruf di suatu desa maka semakin besar alokasi dana desa yang akan diterima oleh desa tersebut; f). Angka kematian bayi (AKB), semakin tinggi tingkat kematian bayi di suatu desa maka semakin besar pula dana yang disediakan untuk memberikan pelayanan kesehatan; g). Penderita penyakit menular , semakin tinggi penderita penyakit menular di suatu desa maka semakin besar ADD yang akan diterima oleh desa yang bersangkutan sehubungan dengan bertambahnya pelayanan publik. Untuk lebih jelasnya dalam menyusun variabel yang digunakan untuk menentukan bobot desa masing-masing desa berdasarkan pemerintah Kabupaten Sragen dalam hal ini Badan keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sragen dapat dilihat gambar 3.1. :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyakit menular
Jumlah penderita
bayi
Jumlah kematian
huruf
Jumlah buta
Usia anak 7-15 tahun tidak sekolah
Luas wilayah
Jumlah penduduk miskin
Jumlah Penduduk
61
DICARI INDEKS MASING-MASING DESA
IJP
IJPM MM MM
ILW WW
ITS
IBH
IKB
IPPM M
BOBOT DESA
Gambar 3.1. Variabel-variabel penentu bobot desa.
Berdasar pada uraian di atas, maka model formula yang akan diusulkan adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
ADD
= ADDM + ADDP ……………………………………………… ( 1 )
ADD
: Jumlah Alokasi Dana Desa yang dianggarkan Pemkab Sragen
ADDM
: Alokasi Dana Desa Minimum ( 60% ADD )
ADDP
: Alokasi Dana Desa Proporsional ( 40 % ADD )
ADDi
= ADDMi + ADDPi ……………………………………………..( 2 )
ADDi
: Alokasi Dana Desa untuk desa yang bersangkutan
ADDMi
: Alokasi Dana Desa Minimum tiap desa ( ADDM / ∑ Jml Desa )
ADDPi
: Alokasi Dana Desa Proporsional tiap desa ( BDi x ADDP )
BDi
= β1 IJPi+β2 ILWi+β3 IJPMi+β4 ITSi+β5 IBHi+β6 IKBi+β7 PMi
Keterangan : BDi
I
: Nilai Bobot Desa yang bersangkutan
: Indeks masing-masing variable
Β1,2, ...7
: Koefisien masing-masing variable, dimana β1+β2 + ….+β7 = 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
2. Penghitungan Bobot Desa dengan AHP Proses AHP, pada dasarnya di desain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala prefensi diantara berbagai sel alternatif. Analisa ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur/kuantitatif,masalah yang memerlukan keputusan (judgement) maupun pada situasi yang komplek atau tidak tersangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman maupun intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1993). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan melakukan dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini membandingkan variabel-varibel pembobotan formula Alokasi Dana Desa yang terdiri dari jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun, buta hurug, angka kematian bayi dan penderita penyakit menular.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Tabel 3.1. Skala Banding Secara Berpasangan (Saaty, 1993) Intensitas dari kepentingan Pada skala absolute 1
Definisi
Penjelasan
Sama pentingnya
Kedua kriteria menyumbangkan sama pada tujuan Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain Bukti menyukai satu aktifitas atas yang lain sangat kuat Bila kompromi dibutuhkan
2
Agak lebih penting yang satu atas lainnya
5
Cukup penting
7
Sangat penting
9
Kepentingan yang ekstrim
2,4,6,8
Nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan Jika aktifitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktifitas j maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan i Rasio yang didapat langsung dari pengukuran
Berbalikan
Rasio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1993); a).
Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalaan yang tidak terstruktur.
b).
Memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalaan kompleks;
c).
Menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linear;
d).
Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemenelemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat;
e).
Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak trwujud untuk mendapatkan prioritas;
f).
Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas;
g). h).
Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif; Mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka;
i).
Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda;
j).
Memungkinkan orang memperluas definisi pada suatu persoalaan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Dalam studi ini, untuk pembobotan variabel-variabel penentu ADD menggunakan AHP yang berdasarkan pada persepsi responden. Dalam menggunakan metode AHP ada beberapa tahapan yang dipergunakan. Tahap awal adalah merakapitulasi jawaban kuesioner kemudian membuat tabulasi data dengan bantuan excel. Hasil tabulasi data tersebut dicari nilai rata-rata seluruh jawaban. Setelah ratarata jawaban responden diketahui langkah selanjutnya adalah membuat matrik perbandingan berpasangan sehingga dapat diperoleh tingkat kepentingan variabel. Selanjutnya menghitung pirority vector dengan cara membandingkan masing-masing nilai dengan jumlah kolomnya kemudian mengambil nilai rata-rata baris dari bobot relatif secara keseluruhan, selanjutnya menghitung rasio konsistensi untuk memeriksa apakah penilaian perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsisten atau tidak Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisa data sebagi berikut (Saaty, 1993): a). Identifikasi sistem, untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalah yang dihadapi;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
b). Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umun, dilanjutkan dengan sub tujuan,kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah; c). Perbandingan berpasangan, menggambaarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “key person”. Mereka dapat terdiri atas : (1) pengambilan keputusan; (2) para pakar; (3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi; d). Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut : C1 C1 A= (aij)= C2 ….. Cn
1 1/a12 . 1/a1n
C2
……
Cn
a12 1 . 1/a2n
……. ……. ……. ……..
A1n A2n . 1
Dalam hal ini C1, C2,…Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. e). Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
f). Pengolahan horizontal, yaitu : (a) perkalian baris; (b) perhitungan vector prioritas atau vector cirri (eigen vector); (c) perhitungan akar cirri (eigen value) maksimum, dan (d) perhitungan rasio inkonsitensi. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden. g). Pengolaiohan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama; h). Revisi pendapat, dilakukan bila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi (>0,1). Beberpa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi sangat terbatas mengingat akan terjadi penyimpangan dari jawaban sebenarnya. 3. Konsistensi Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002,137) dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisian akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada
eigenvalue.
Dengan
mengkombinasikan
apa
yang
telah
diuraikan
sebelumnya,jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten, maka
penyimpangan
kecil
dari
cij
akan
tetap
menunjukkan
eigevalue
terbesar,nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (Saaty, 1993) dengan persamaan. CI
= α maks – n n–1
dimana : α maks
= eigenvalue maksimum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
n
= ukuran matriks
Indeks Konsistensi (CI) ; matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai dengan 9) beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika “judgement” numeric diambil secara acak dari skala 1/9. 1/8,…,…,1,2,…,9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, sebagai berikut: Tabel 3.2 Nilai Indeks Random Ukuran Matrik
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Indeks Random
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1,32
1.41
1.45
1.49
1.51
1.48
1.56
1.57
1.59
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR). CR
= CI ………………………………………………………………………(4) RI
CR
= rasio konsistensi
CI
= indeks konsistensi
RI
= indeks rasio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Wilayah penelitian merupakan hal yang diperlukan untuk memberikan pendalaman pemahaman mengenai permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Berikut ini akan diberikan gambaran mengenai wilayah Kabupaten Sragen. 1. Kondisi Geogeafis Kabupaten Sragen a. Letak dan Batas Wialayah Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Sragen terletak di jalur utama Solo-Surabaya, kabupaten ini merupakan gerbang utama sebelah timur Propinsi Jawa Tengah, yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur. Sragen dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Yogyakarta-Jakarta) dengan stasiun terbesarnya Sragen, serta lintas Semarang-Solo dengan stasiun terbesarnya Gemolong. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Sragen : -
Sebelah Timur
: Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa
Timur) -
Sebelah Barat
: Kabupaten Boyolali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
-
Sebelah Utara
-
Sebelah Selatan
: Kabupaten Grobogan : Kabupaten Karanganyar
Luas wilayah Kabupaten Sragen adalah 941.55 km2 yang terbagi dalam 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 196 desa. Secara fisiologis, wilayah kabupaten Sragen terbagi atas : 40.037,93 Ha (42,52%) lahan basah (sawah) 54.117,88 Ha (57,48%) lahan kering. Kabupaten Sragen terletak pada 7*15 LS dan 7*30 LS serta 110*45 BT dan 111*10BT. Wilayah Kabupaten Sragen berada didataran dengan ketinggian rata-rata 109 M diatas permukaan laut. Sragen mempunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19-31*C. Curah hujan rata-rata dibawah 3000 mm per tahun dengan hari hujan dibawah 150 hari per tahun. b. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Sragen berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 877.402 jiwa yang terdiri dari 433.987 jiwa laki-laki dan 443.415 jiwa perempuan. dengan kepadatan penduduk rata-rata 932 jiwa/km2. Diperlukan perhatian dari pemerintah daerah dalam hal pengendalian jumlah penduduk dan kepadatan penduduk termasuk persebarannya berkaitan dengan fertilitas penduduk baik menyangkut tingkat kelahiran dan kematian penduduk. , Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Tabel 4.1. Data Kepadatan Penduduk Tahun 2010 Kecamatan
Luas Wilayah (km) 46,96
Jumlah Penduduk (Jiwa) 46,640
Kepadatan Penduduk (/Km2) 993
Plupuh
48,36
46,296
957
Masaran
44,04
65,790
1494
Kedawung
49,78
59,817
1202
Sambirejo
48,43
37,135
767
Gondang
41,17
43,653
1060
Sambungmacan
38,48
44,073
1145
Ngrampal
34,40
36,359
1057
Karangmalang
42,98
58,331
1357
Sragen
27,27
65,816
2413
Sidoharjo
45,89
51,169
1115
Tanon
51.00
54,849
1075
Gemolong
40,23
47,398
1178
Miri
53,81
32,703
608
Sumberlawang
75,16
45,609
607
Mondokan
49,36
34,341
696
Sukodono
45,55
31,540
692
Gesi
39,58
21,848
552
Tangen
55,13
27,151
492
Jenar
63,97
26,884
420
Total
941,55
877,402
932
Kalijambe
Sumber: BPS kabupaten sragen Dalam Angka tahun 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
2. Pembagian Administratif Luas wilayah Kabupaten Sragen lebih kurang 941.55 km2, terdiri dari 20 kecamatan yang meliputi 196 desa dan 12 kelurahan dengan jumlah RW 1.591, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2. Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa di Kabupaten Sragen Tahun 2010. NO
Kecamatan
Luas Wilayah
Desa 1 2 3 4 1 Kalijambe 46.96 14 2 Plupuh 48.36 16 3 Masaran 44.04 13 4 Kedawung 49.78 10 5 Sambirejo 48.43 9 6 Gondang 41.17 9 7 Sambungmacan 38.48 9 8 Ngrampal 34.40 8 9 Karangmalang 42.98 10 10 Sragen 27.27 8 11 Sidoharjo 45.89 12 12 T a n o n 51.00 16 13 Gemolong 40.23 14 14 M I r i 53.81 10 15 Sumberlawang 75.16 12 16 Mondokan 49.36 9 17 Sukodono 45.55 9 18 G e s i 39.58 7 19 Tangen 55.13 7 20 J e n a r 63.97 7 Jumlah 941.55 208 Sumber: BPS Kabupaten Sragen dalam Angka Tahun 2010 commit to user
Banyaknya RW 5 41 87 129 88 92 51 86 79 102 113 73 140 95 62 84 69 79 43 34 44 1.591
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Wilayah Kabupaten Sragen dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Sebelah selatan Bengawan Solo: - Luas wilayah
: 32.760 ha (34,79%)
- Tanah Sawah
: 22.027 ha (54,85%) terdiri dari 9 kecamatan dan 88 desa.
b. Sebelah Utara bengawan Solo : - Luas wilayah
: 61.395 ha (65,21%)
- Tanah Sawah
: 18.102 ha (45,15%) terdiri dari 11 kecamatan dan 120 desa.
3. Jumlah Penduduk Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen menyebutkan pada tahun 2010 penduduk Kabupaten Sragen hampir mencapai angka 900 ribu jiwa yang tersebar di 20 kecamatan dan 208 desa, kepadatan penduduk Kabupaten Sragen sebesar 938 orang/km2 dengan penduduk terbanyak berada di desa Banaran kecamatan Sambungmacan yaitu sebanyak 9.670 jiwa atau 1.13% jumlah penduduk kabupaten Sragen dan desa dengan jumlah penduduk sedikit adalah desa Srawung kecamatan Gesi yaitu sebanyak 1.746 jiwa atau 0,2 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010.
4. Jumlah Penduduk Miskin Situasi moneter nasional pada tahun 2005 yang belum stabil sebagai akibat dari naiknya harga bahan bakar minyak berimbas pada naiknya harga kebutuhan pokok, hal ini menyebabkan brtambahnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sragen. Bertambahnya penduduk miskin berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat Sragen, untuk mengetahui jumlah penduduk miskin di Sragen tahun 2010 per kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Gambar 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010. Berdasarkan gambar 4.2 , jumlah penduduk miskin yang terbesar ada di Kecamatan Tanon sebanyak 4.070 orang dan jumlah penduduk miskin yang paling sedikit berada di kecamatan gesi sebanyak 1.353 orang. Desa dengan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah Desa Karanganom Kecamatan Sukodono sebanayak 576 orang atau 1.16% dari jumlah penduduk miskin kabupaten Sragen, sedangkan desa dengan jumlah penduduk miskin terkecil adalah desa Saradan Kecamatan Karangmalang yaitu sebanyak 80 orang atau 0.16% dari penduduk miskin kabupaten Sragen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
5. Luas Wilayah Kabupaten Sragen merupakan bagian dari wilayah Jawa Tengah, berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Timur sehingga bisa dikatakan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan Propinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah, untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini :
Gambar 4.3 Letak Geografis Kabupaten Sragen Sumber : PDE Kabupaten Sragen 2012. Wilayah administrasi Kabupaten Sragen yang seluas 941.55 km2 terbagi atas 20 kecamatan dan 208 desa sejak tahnu 2011, Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah kecamatan Sumberlawang dengan luas 75.16 km2 dan wilayah paling sempit adalah kecamatan Sragen dengan luas 27.27 km2. Sedangkan desa yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
memiliki wilayah paling luas adalah Desa Jenar Kecamatan Jenar dengan luas 1.454 km2 dan wilayah paling sempit adalah desa Kalimacan Kecamatan Kalijambe dengan luas 0.196 km2. 6. Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah Laju perkembangan di sektor pendidikan di Kabupaten Sragen sudah jauh lebih baik dari kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah lainnya, khususnya dilihat dari penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah di Kabupaten Sragen pada tahun 2010 yaitu 4.262 orang. Untuk mengetahui jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun di Kabupaten Sragen per Kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini :
Gambar 4.4 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah per kecamatan tahun 2010 (orang) Sumber : Badan KB PMD Kab Sragen, 2010. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah adalah faktor ekonomi dan paradigma di masyarakat yang mencerminkan tidak pentingnya sekolah tinggi-tinggi bagi anak-anak mereka.
4.1.7. Jumlah Penduduk Buta Huruf Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Sragen (Bappeda), bahwa penduduk buta huruf ini disebabkan karena usia lanjut atau non produktif, ibu rumah tangga dan anak terlantar atau penyandang masalah sosial. Jumlah penduduk buta huruf di Kabupaten Sragen pada tahun 2010 sebanyak 63.113 orang. Kesulitan dalam menentukan keakuratan jumlah yang pasti adalah dari penduduk yang usia lanjut, hal ini dikarenakan alasan mereka buat bahwa sebenarnya bisa membaca namun kesulitan akibat faktor kesehatan saja. Untuk mengetahui jumlah penduduk buta huruf di Kabupaten Sragen tahun 2010 per kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Gambar 4.5 Jumlah penduduk buta huruf per kecamatan Tahun 2010 (orang) Sumber : BPS Sragen, Bapeda Kab Sragen Tahun 2010. Berdasarkan gambar 4.5
diatas jumlah penduduk buta huruf banyak
ditemukan di Kecamatan Sragen 7.137 orang dan paling sedikit adalah kecamatan sumberlawang 228 orang. Dari data Bapeda Kabupaten Sragen, jumlah penyandang buta huruf di Sragen didominasi oleh penduduk usia lanjut. Hal ini diakibatkan motivasi yang rendah untuk berusaha meningkatkan kemampuan baca tulisnya, disamping itu ada kendala kesehatan mata yang sering menjadi alasan utama. 8. Angka Kematian Bayi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi adalah pengetahuan terhadap kesehatan serta perilaku hidup sehat yang masih rendah, keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai di wilayah-wilayah terpencil. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Sragen, kematian bayi yang dimaksud adalah kematian bayi yang usianya dibawah 1 tahun. Jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Sragen pada tahun 2010 ada 110 kejadian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut ini :
Gambar 4.6 Kasus Kematian Bayi Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) Sumber : BPS Kab Sragen tahun 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Berdasarkan gambar 4.6 diatas, kasus kematian bayi banyak dijumpai di kecamatan Sukodono dengan 19 kejadian, sedangkan kasus kematian bayi terendah ada di Kecamatan Gondang,Kecamatan Sragen dan kecamatan Miri.
9. Penderita Penyakit Menular Beberapa alasan yang menjadi faktor penyebab masih banyaknya jumlah kasus penderita penyakit menular khususnya penyakit TBC, Kusta, dsb, diantaranya adalah kemiskinan dan perilaku serta pengetahuan akan kesehatan masyarakat dan keluarga masih rendah seperti pemeriksaan kesehatan secara rutin pada tenaga medis atau unit pelayanan kesehatan. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Sragen, pada tahun 2010 ada 385 kasus penderita penyakit menular, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.7 berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Gambar 4.7 Penderita penyakit menular per kecamatan tahun 2010 (kasus) Sumber : BPS Kabupaten sragen tahun 2010.
B. Hasil Analisis Data dan Pembahasan 1. Metoda AHP Kuesioner dibagikan secara terpisah kepada tiga kelompok responden yaitu anggota DPRD Kab Sragen bagian Komisis II sebanyak 13 orang, Pemkab Sragen terdiri dari Badan KBPMD, DPPKAD, BAPEDA dan Kabag Pemdes sebanyak 18 orang dan masyarakat terdiri dari Kepala Desa sebanyak 20 orang. Setelah dilakukan analisis terhadap data dengan metode AHP didapat hasil seperti tabel 4.3. berikut ini: Tabel 4.3. Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
JP JP JPM LW TS BH AKB PNY M
JPM 1 1 1 2 1 1 1 8
1 1 1 1/2 1 1/3 1 5,8333
LW
TS
1 1 1 1 1/3 1/3 1/2 5,1666
1/2 2 1 1 1/2 1/3 1/3 5,6666
BH
AKB
1 1 1 3 3 3 2 3 1 1/3 3 1 1/2 1/2 11,5 11,8333
PNY M 1 1 2 3 2 2 1 12
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.3 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk menentukan variabel bobot desa baginya, jumlah penduduk agak lebih penting dibandingkan dengan anak usia 7 – 15 tahun tidak sekolah, namun anak usia 7 – 15 tahun tidak sekolah agak lebih penting dari jumlah penduduk miskin. Kepentingan relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masingmasing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan (normalized principal eigenvector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrik perbandingan berpasangan. Ia merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap barisnya. Bobot relatif yang dinormalkan dari faktor jumlah penduduk terhadap jumlah penduduk miskin dalam tabel 4.1 adalah 1/5.8333 = 0,1714, jumlah penduduk terhadap luas wilayah adalah 1/5.1666 = 0,1936, jumlah penduduk terhadap anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun adalah 1/2 : 5,6666 = 0,0882, jumlah penduduk terhadap buta huruf adalah 1/11.5 = 0,087, jumlah penduduk terhadap angka kematian bayi 1/11.8333 = 0,0845, jumlah penduduk terhadap penderita penyakit menular 1/12 = 0,0833, sedangkan bobot relatif yang dinormalkan untuk faktor usia 7 – 15 tahun tidak sekolah terhadap jumlah penduduk adalah 2/8 = 0,25. Tabel 4.4 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang dinormalkan dari tabel 4.3. Eigen vector utama yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.4 didapat dengan merata bobot relatif yang dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.4. Bobot Relatif Dan Eigenvector Utama
JP JPM LW TS BH AKB PNY.M
Eigenvekto JP JPM LW TS BH AKB PNY.M r utama 0,125 0,1714 0,1936 0,0882 0,087 0,0845 0,0833 0,119 0,125 0,1714 0,1936 0,3529 0,087 0,2535 0,0833 0,18096 0,125 0,1714 0,1936 0,1765 0,2609 0,2535 0,1667 0,1925 0,25 0,0857 0,1936 0,1765 0,1739 0,2535 0,25 0,1976 0,125 0,1714 0,0645 0,0882 0,087 0,0282 0,1667 0,10442 0,125 0,0571 0,0645 0,0588 0,2609 0,0845 0,1667 0,11679 0,125 0,1714 0,0968 0,0588 0,0435 0,0423 0,0833 0,08873 1 1 1 1 1 1 1 1
, CI = 0,12825 , RI = 1,32 , CR = 0,0971 < 0,1 OK commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Sumber : hasil perhitungan Tabel 4.4 Keterangan : JP (Jumlah Penduduk), JPM (jumlah Penduduk Miskin), LW (Luas wilayah), TS (Anak Tidak Sekolah Usia 7 – 15 tahun), BH (Buta Huruf), AKB (Angka Kematian Bayi), PNY M (Penderita Penyakit Menular) Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Dari tabel 4.4. responden menilai bahwa variabel anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun sebagai variabel utama, menyusul variabel luas wilayah, variabel jumlah penduduk miskin, variabel jumlah penduduk, variabel angka kematian bayi, variabel buta huruh dan variabel penderita penyakit menular. Bagi responden, variabel anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun 19,76/19,25 = 1,026 kali lebih penting dari variabel luas wilayah, variabel luas wilayah 19,25/18,1 = 1,06 kali lebih penting dari variabel jumlah penduduk miskin, variabel jumlah penduduk miskin 18,1/11,9 = 1,52 kali lebih penting dari variabel jumlah penduduk, variabel jumlah penduduk 11,9/11,68 = 1,01 kali lebih penting dari variabel angka kematian bayi, variabel angka kematian bayi 11,68/10,44 = 1,11 kali lebih penting dari variabel buta huruf dan variabel buta huruf 10,44/8,87 = 1,17 kali lebih penting dari variabel penderita penyakit menular. Variabel prioritas dalam penentuan Formula Alokasi Dana Desa di Kabupaten sragen beserta bobotnya adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Gambar 4.8. Hasil kuesioner responden dengan analisis AHP. Berdasarkan gambar 4.8 hasil analisis responden menunjukkan : 1. Penderita penyakit menular (0,08873 Jumlah kasus penderita penyakit menular merupakan gambaran dalam meningkatkan pelayanan publik dalam bidang kesehatan, di Kabupaten Sragen tahun 2010 terdapat 385 kasus penderita penyakit menular. 2. Angka kematian bayi (0,11679) Jumlah kematian bayi disuatu desa menggambarkan kebutuhan dana untuk penyediaan pelayanan kesehatan, semakin banyak kasus kematian bayi disuatu desa semakin besar dana yang diperlukan oleh desa tersebut. Di Kabupaten Sragen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
selama Tahun 2010 terdapat 110 kasus kematian bayi dan yang paling tinggi ada di kecamatan Sukodono dengan 19 kejadian. 3. Buta huruf (0,10442) Jumlah penduduk buta huruf semakin besar di suatu desa membutuhkan dana yang besar pula dalam meningkatkan pelayanan publik dalam bidang pendidikan. Di Kabupaten Sragen tahun 2010 terdapat 63.113 orang yang didominasi oleh penduduk usi lanjut. 4. Anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun (0,1976) Variabel ini mengindikasikan banyaknya penduduk usia sekolah yang tidak mampu sekolah atau melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun). Jumlah penduduk tidak sekolah usia 7 – 15 tahun di Kabupaten Sragen tahun 2010 yaitu 4.262 orang, menggambarkan kebutuhan dana yang harus dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Sragen untuk memberikan pelayanan di bidang pendidikan. Semakin banyak jumlah penduduk usia sekolah yang tidak mampu sekolah di suatu desa semakin banyak alokasi dana yang diterima oleh desa tersebut. 5. Luas wilayah (0,1925) Luas wilayah administratif suatu desa semakin besar lingkup pelayanan yang harus disediakan di suatu desa, sehingga semakin luas suatu desa, maka kebutuhan anggaran yang diperlukan akan semakin besar . Pemerintah Kabupaten Sragen terdiri dari 208 desa dan 20 Kecamatan, desa yang paling luas wilayahnya adalag commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
desa Jenar Kecamatan Jenar, sedangkan Desa yang paling sempit wilayahnya adalah Desa Kalimacan Kecamatan Kalijambe. 6. Jumlah penduduk miskin (0,18096) Jumlah penduduk miskin merupakan gambaran tingkat kemiskinan suatu desa, jumlah penduduk miskin menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah untuk memberikan pelayanan publik, sehingga semakin banyak penduduk miskin di suatu desa maka semakin banyak dana yang akan diterima oleh desa tersebut. Desa dengan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah desa Karanganom Kecamatan Sukodono sebanyak 576 orang, sedangkan desa dengan jumlah penduduk miskin terkecil adalah desa Saradan Kecamatan Karangmalang. 7. Jumlah penduduk (0,119) Jumlah penduduk merupakan gambaran kebutuhan dana untuk pelayanan publik, semakin banyak jumlah penduduk suatu desa maka kebutuhan pelayanan publik semakin besar dan membutuhkan dana yang besar pula.Di kabupaten Sragen desa yang mempunyai jumlah penduduk terbnyak adalah desa Banaran kecamatan Sambungmacan sebanyak 9.670 jiwa dan desa yang mempunyai jumlah penduduk sedikit adalah desa Srawung Kecamatan Gesi yaitu sebanyak 1.746 jiwa. 2. Konsistensi AHP Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap j dan ajk menyatakan kepentingan darihadap faktor k harus sama dengan faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk= aik untuk semua i,j,k maka matrik tersebut konsisten. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan.Jika A>b (misalnya2>1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistensi jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden
yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak
konsistensinya besar. Saaty (1993) telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus : C.I
= α maksimum – n n–1
dimana : C.I
= indek konsistensi
αmaksimim = nilai eigen terbesar dari matrik berordo n nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil prkalian jumlah kolom dengan eigen vector utama. αmaksimim = 0,199 x 8 + 0,18096 x 5,8333 + 0,1925 x 5,1666 + 0,1976 x 5,6666 + 0,10442 x 11,5 +0,11679 x 11,8333 + 0,08873 x 12 = 7,7695 Karena matrik berordo 7 (yakni terdiri dari 7 faktor), nilai indek konsistensi yang diperoleh : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
C.I
= 7,7695 – 7 = 0,12825 7–1
Apabila C>I> bernilai nol, berarti matrik konsisten. Batas ketidakkonsistensi yang ditetapkan saaty, diukur dengan menggunakan Rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan. Nilai ini tergantung dengan ordo matrik n.
Tabel 4.5. Nilai Pembangkit Random (RI) n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
R.I
0
0
0,58
0,9
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
C.R
= CI/RI = 0,12825/1,32 = 0,0971
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. 3. Perumusan formula ADD Penentuan bobot masing-masing variabel yang digunakan dalam formula Alokasi Dana Desa (ADD) ini menggunakan perhitungan berdasarkan hasil penentuan variabel formula ADD dengan metode AHP. Untuk mengetahui hasil bobot masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Tabel 4.6. Bobot variabel Penentu Bobot Desa Variabel
Bobot
Usia 7 -15 tahun tidak sekolah
0,21
Luas wilayah
0,2
Jumlah penduduk miskin
0,19
Jumlah Penduduk
0,13
Angka Kematian Bayi
0,1
Buta Huruf
0,09
Penderita penyakit menular
0,08
Jumlah total bobot seluruh variabel
1
Angka-angka di atas menunjukkan bahwa bobot masing-masing variabel tidak mengabaikan variabel yang sudah menjadi acuan Pemerintah Kabupaten Sragen. Formula ADD dalam penelitian ini menggunakan dua alternatif, yaitu alternatif 1 dengan asumsi jumlah ADD yang dianggarkan sama jumlahnya dengan jumlah ADD yang dianggarkan yaitu sebesar Rp 7.346.000.000,-. Sedangkan alternatif 2 dengan asumsi bahwa jumlah ADD yang dianggarkan sesuai dengan amanat Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tentang Desa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan dibawah ini :
ADD Alternatif 1
= ADDM + ADDP
ADD
= Anggaran yang sama dengan ADD, yaitu Rp.7.346.000.000
ADDM
= 60% ADD = Rp 4.407.600.000,-
ADDP
= 40% ADD = Rp. 2.938.400.000,commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Persamaan di atas dikembangkan lagi untuk menghitung besaran ADD yang akan diterima oleh masing-masing desa (ADDi) dengan menggunakan formula sebagai berikut : ADDi
= ADDMi + ADDPi
ADDMi
= ADDM/∑ desa = Rp 4.407.600,-/196 = Rp. 22.487.755,-
ADDPi
= ADDP x BDi = Rp 2.938.400.000,- x BDi
Perumusan formula ADD dengan alternatif kedua adalah sebagai berikut : ADD Alternatif 2
= ADDM + ADDP
ADD
= Rp 17.801.000.000,-
ADDM
= 60 % ADD = Rp 10.680.600.000,-
ADDP
= 40% ADD = Rp 7.120.400.000,Persamaan di atas dikembangkan lagi untuk menghitung besaran ADD yang
akan diterima oleh masing-masing desa (ADDi) dengan menggunakan formula sebagai berikut : ADDi
= ADDMi + ADDPi
ADDMi = ADDM/∑ desa = Rp 10.680.600.000,-/196 = Rp 54.492.857,ADDPi = ADDP x BDi
= Rp 7.120.400.000,- x BDi
4. Besaran ADD yang diterima masing-masing desa Berdasarkan formula ADD yang sudah dijelaskan dibagian sebelumnya, maka besaran ADD yang diterima oleh masing-masing desa dengan membandingkan antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
formula ADD Pemkab Sragen, ADD alternatif I dan formula ADD alternatif 2 bisa dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7. Besaran ADD yang diterima masing-masing desa Besaran Dana
ADD Pemkab
ADD Alternatif 1
ADD Alternatif 2
Sragen Dibawah 50juta
196 desa
196 desa
0
> 50 juta – 80 juta
0
0
4 desa
> 80 juta – 100 juta
0
0
166 desa
Diatas 100 juta
0
0
26 desa
196 desa
196 desa
196 desa
Jumlah desa Sumber : lampiran 2
Berdasarkan tabel di atas, formula ADD Pemkab Sragen maupun dengan formula ADD alternatif 1 menghasilkan besaran dana yang diterima dibawah 50 juta, jelas terlihat karena total ADD yang dianggarkan Pemkab Sragen hanya Rp 7.346.000.000,-. Berbeda dengan formula ADD alternatif 2, dari tabel di atas dapat dilihat tidak ada desa yang menerima dana dibawah 50 juta dan sisanya menerima dana kisaran 50 juta sampai 100 juta bahkan ada 26 desa yang menerima di atas 100 juta.Halini dapat dimaklumi karena dalam formula ADD alternatif 2 untuk dana minimum yang diterima masing-masing desa saja mencapai Rp 54.492.857,Besaran dana yang diterima oleh masing-masing desa apabila ditinjau dari desa penerima dana terbesar dan terkecil dapat dilihat pada tabel beriku :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Tabel 4.8. Desa Penerima Dana terbesar dan terkecil No
Dana
1
Terbesar
2
3
Terkecil
Selisih
ADD Sragen
ADD Alternatif 1
ADD Alternatif 2
Rp 38.862.000,-
Rp 57.895.000,-
Rp 139.807.000,-
(gilirejo baru)
(Karanganom)
(Karanganom)
Rp 36.873.000,-
Rp 32.848.000,-
Rp 79.561.000,-
(Pringanom)
(pungsari)
(saradan)
Rp 1.989.000,-
Rp 25.047.000,-
Rp 60.246.000,-
Sumber : lampiran 2 Berdasarkan tabel 4.8 di atas untuk ADD Pemkab Sragen tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara penerima dana ADD terbesar dan dana terkecil, semua berkisar pada dana sebesar Rp 37.000.000,-. Untuk formula ADD alternatif 1 dan ADD alternatif 2 desa Karanganom Kecamatan Sukodono penerima dana terbesar hal ini dikarenakan desa karanganom memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu sebanyak 576 jiwa dan jumlah kematian bayi tertinggi 6 kasus.Sementara desa Saradan mendapat bagian dana sedikit karena jumlah penduduk miskin paling sedikit sebanyak 80 jiwa. Adanya ketidaksamaan dari hasil perhitungan ketiga formula di atas karena untuk ADD Pemerintah Kabupaten Sragen penentuan variabel pembobotan desa belum melibatkan SKPD, untuk ADD alternatif 1 dan ADD alternatif 2 variabel pembobotan desa dengan metode AHP Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ikut menentukan faktor-faktor utama dalam pembobotan desa. Berkaitan dengan selisih besaran dana yang diterima, maka telah terjadi kenaikan dan penurunan jumlah dana yang diterima oleh masing-masing desa setelah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
adanya formula ADD alternatif 1 dan formula alternatif 2, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.9 Selisih Penerimaan Dana Setelah Adanya Formula ADD Penerimaan ADD
ADD Alternatif 1
ADD alternatif 2
Penambahan dana
82 desa
196 desa
Penurunan Dana
114 desa
0
Jumlah desa
196 desa
196 desa
Sumber : hasil perhitungan lampiran 2 Berdasarkan tabel 4.9 di atas, selisih penerimaan dana dengan menggunakan formula ADD alternatif 1 maka ada 114
desa yang penerimaan bantuannya
mengalami penuruna apabila dibandingkan dengan menggunakan ADD Pemkab Sragen dan 82 desa mengalami penambahan, sedangkan apabila menggunakan formula ADD alternatif 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Faktor utama yang mempengaruhi pembobotan formula Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten sragen adalah anak usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah (19,76%), luas wilayah (19,25%), jumlah penduduk miskin (18,09%), jumlah penduduk (11,9%), angka kematian bayi (11,67%), buta huruf (10.44%) dan penderita penyakit menular (8,87%). 2. Tidak terdapat perubahan dalam besaran penerimaan dana masing-masing desa, setelah menggunakan formula ADD alternatif 1 karena sebanyak 196 desa masih menerima bantuan dibawah 50 juta. Hasil perhitungan dengan menggunakan formula ADD alternatif 2 menunjukkan sebanyak 4 desa menrima bantuan dana antara 50 juta sampai dengan 80 juta, 166 desa menerima bantuan antara 80 juta sampai dengan 100 juta dan sebanyak 26 desa menerima bantuan diatas 100 juta dan desa Karanganom penerima dana terbanyak Rp 139.807.000,-. 3. Hasil perhitungan formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang mengalami penurunan jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika menggunakan formula sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan sebanyak 82 desa mengalami kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
menggunakan formula ADD alternatif 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan jumlah dana yang diterima dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan dibandingkan ketika menggunakan formula ADD Pemkab Sragen.
B. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah disampaikan diatas, maka dapat diberikan saran-saran yang nantinya dapat memperbaiki dan menyempurnakan dalam memberikan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen dimasa yang akan datang. Saran-saran dimasud adalah : 1. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formula ADD alternatif 1 maka besaran bantuan desa yang akan diterima masing-masing desa terjadi penurunan penerimaan bantuan dana sebanyak 142 desa bila dibandingkan dengan menggunakan formula ADD pemkab Sragen, maka disarankan untuk memberikan pengertian kepada desa bahwa azaz merata dan adil tidak harus selalu sama besar jumlah dananya tapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu masingmasing bobot desa. 2. Perbedaan alokasi anggaran untuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang cukup besar apabila
menggunakan
formula
ADD
alternatif
2,
yaitu
sebesar
Rp
10.455.000.000,- dibandingkan dengan menggunakan formula ADD Pemkab Sragen, maka disarankan agar dalam pengalokasian APBD perlu mengambil pos anggaran dinas-dinas terkait yang di dalamnya menyangkut program-program peningkatan indeks pembangunan manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
3. Sosialisasi terhadap pendanaan Alokasi Dana Desa kepada seluruh stakeholder sehingga bisa disepakati terhadap pembobotan ADD sesuai varibel-variabel yang sudah ditentukan oleh Pemerintah dengan SE Mendagri No. Nomor 140/640/SJ Tahun
2005
tentang
Pedoman
Alokasi
Dana
Desa
dari
Pemerintah
Kabupaten/Kota ke pemerintah desa dalam penentuan bobot desa didasarkan pada variabel utama dan variabel tambahan dimana variabel utama mencakup kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan dan variabel-variabel sesuai dengan kondisi di Kabupaten Sragen. 4. Beberapa hal prioritas segera dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen dalam upaya meningkatkan efesiensi dan efektifitas pola ADD antara lain diperlukan adanya reformulasi besaran ADD yang diterima setiap desa yang penentuannya dengan mempertimbangkan berbagai varibel desa seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah, jumlah penduduk buta huruf, angka kematian bayi dan penderita penyakit menular dengan mengacu pada regulasi terbaru dari pemerintah pusat, sehingga besarnya ADD yang diterima oleh Desa dapat memenuhi prinsip adil dan merata. 5. Penelitian ini masih terbatas dalam hal variabel-variabel penelitian yang digunkana untuk menentukan bobot desa, karena pada kenyataanya masih banyak variabelvariabel penentu bobot desa seperti sarana dan prasarana baik bidang kesehatan maupun pendidikan, indeks harga pendidikan, indeks pengangguran, tingkat ketergantungan tenaga kerja dan lain-lain. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih dipertajam dalam menggunkan variabel-variabel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
penentu bobot desa yang disesuaikan dengan ketersediaan data serta disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan masing-masing daerah Dengan adanya saran yang telah dikemukakan , penulis berharap dalam kebijakan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen tidak menjadi kebijakan politis yang hanya mendongkrak kepentingan pihak-pihak tertentu, namun diharapkan merupakan kebijakan yang berhasil guna bagi penyelenggara pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta lebih mengedepankan kpentingan umum daripada kepentingan pribadi maupun golongan tertentu saja.
commit to user