PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2009
Ririn Andriani Silfiana C24104086
RINGKASAN Ririn Andriani Silfiana. C24104086. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal. Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung. Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD). Makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung terdiri dari 33 genus dan 19 famili, dimana tidak semua famili ditemukan pada setiap stasiun. Dari keempat stasiun didapat kondisi kesehatan perairannya bervariasi, dimana kondisi stasiun yang paling sehat terdapat pada stasiun 1 dengan warna perairan yang masih cukup jernih, daerah sekitar sungai yang masih alami. Berdasarkan indeks biologi stasiun 1 ini cukup baik dan hasil kualitas perairan masih sesuai dengan baku mutu PP.No 82 Tahun 2001. Berdasarkan indeks biologi yang didapat kondisi perairan Sungai Cihideung termasuk kedalam perairan sedang hingga baik, dengan indeks biologi yang paling sesuai untuk Sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2.
PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
SKRIPSI Judul Penelitian
: Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa
: Ririn Andriani Silfiana
Nomor Pokok
: C24104086
Program Studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui,
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 131 956 708
Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP. 132 084 932
Mengatahui : II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Ujian: 24 Maret 2009
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus – Oktober 2008 dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2008
Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi; 2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc., masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1 MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll). 4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi; 5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi. 6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan), Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib, Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran, kritik dan support dalam penelitian ini; 7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1.2. Rumusan Permasalahan……………………………………………... 1.3. Tujuan.................................................................................................. 1.4. Manfaat................................................................................................ II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai……........................................................................................ 2.2. Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan....... 2.2.1. Struktur Komunitas................................................................. 2.2.2. Organisme Makroavertebrata.................................................. 2.3. Karakteristik Sungai........................................................................... 2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai .................................. 2.3.2. Tipe Substrat........................................................................... 2.4. Parameter Fisika................................................................................. 2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)................ 2.4.2. Kekeruhan............................................................................... 2.4.3. Suhu........................................................................................ 2.4.4. Kecepatan arus........................................................................ 2.5. Parameter Kimia.................................................................................. 2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD).............................................. 2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)..................................... 2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO).................................. 2.5.4. pH................................................................................................ III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel............................................. 3.3. Alat dan Bahan..................................................................................... 3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai...................................... 3.5. Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata........................... 3.5.1. Parameter Biologi....................................................................... 3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia........................................................ 3.6. Analisis Data Biota.............................................................................. 3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata.......... 3.6 2. Indeks Biologi............................................................................. 3.6.3. Analisis keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dan parameter kualitas air................................................................
viii
1 2 3 3
5 6 6 8 10 10 10 11 11 11 12 12 13 13 13 14 13
16 18 20 20 21 21 21 22 22 23 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata……………………………..... 4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata…………...... 4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata…….. 4.1.3. Indeks Biologi............................................................................. 4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)………………………………………………………….... 4.2. Parameter Fisika Kimia……………………………………………… 4.3. Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun......................................................................................... V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………………………………………………….............. 5.2. Saran………………………………………………………………....
30 30 34 37 41 43 47 50 51
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
52
LAMPIRAN……………………………………………………………….…
56
Daftar Riwayat Hidup………………………………………………………
79
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai.................................................................................
7
2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975)..........................................................................................................
8
3. Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) ........................................
10
4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari)................................
17
5. Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia.........................
22
6. Nilai σ Untuk Indeks Saprobitas................................................................
24
7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas...................................................
24
8. Nilai indeks saprobitas (Iσ) dan interpretasinya........................................
24
9. Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991)..................................................................
25
10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996).........................................................................................
26
11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003).......................................................................................
27
12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun................................................
31
13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun.....................
38
14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan)............................................................................. 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson...............................................................
47
16. Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun.....................................................
48
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung....................................
4
2. Peta Stasiun Pengamatan di Sungai Cihideung........................................
18
3. Contoh daerah riffle..................................................................................
19
4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2..................................
26
5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun...................................
30
6. Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata........................................
33
7. Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun……………………………...
34
8. Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata........................
35
9. Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun….........
41
10. Kondisi stasiun pengambilan contoh........................................................
42
11. Parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun........................................
44
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Masson,1991)...................................................................................................
56
2. Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT...........................................
57
3. Nilai Indeks LQI...............................................................................................
57
4. Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas..........................
58
5. Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun ..........
58
6. Nilai FBI (Hilsenhoff, 1988 in Hauer and Lambert, 1996).........................................
59
7. Skor SIGNAL berdasarkan famili dan makrozoobenthos (Chessmann 2003)...........
61
8. Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun.......
63
9. Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung..................................................
64
10. Foto-foto stasiun Sampling............................................................................
65
11. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian........................................
66
12. Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan...................................
67
13. Data kelimpahan makroavertebrata………………………………………..
68
14. Data biomassa makroavertebrata...................................................................
71
15. Data Anova dan uji lanjut LSD......................................................................
74
xii
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sungai termasuk perairan mengalir, dengan pergerakan air yang satu arah secara terus menerus, dimana terbagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir. Sesuai dengan konsep kontinum (Vannote et al. 1980), setiap bagian sungai memiliki struktur sedimen penyusun dasar sungai yang bervariasi. Sebagai salah satu bentuk perairan umum, sungai merupakan ekosistem yang mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di sekitar lingkungan perairan. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan dalam pemanfaatan sungai, diantaranya untuk keperluan industri, rumah tangga, transportasi, perikanan dan lain sebagainya (Husnah et al. 2006 in Setiawan, 2008). Komunitas adalah kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu dan merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem (Odum 1993). Suatu perairan yang bersih ataupun tercemar, tidak terlepas oleh komposisi biota serta struktur komunitas yang ada di sekitar wilayah perairan tersebut. Komunitas ini mempunyai lima karakteristik yang mencerminkan keadaannya, yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk pertumbuhan, kelimpahan tropik serta struktur tropik (Krebs 1989 in Odum 1993). Hadiati (2000) menyatakan bahwa Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten Bogor. Hulu sungainya terletak di Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung ini merupakan sungai yang juga banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, baik di gunakan untuk irigasi, media pembuangan limbah rumah tangga, serta kegiatan mandi, mencuci pakaian (MCK). Sehubungan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan manusia di sepanjang DAS Cihideung, dikhawatirkan semakin membuat kesehatan sungainya semakin terganggu, dengan adanya penurunan kualitas air tersebut.
1
2 Sehubungan
dengan
penurunan
kesehatan
sungai
tersebut
akan
mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Salah satu kelompok biota yang dapat terpengaruh akan perubahan kondisi perairan ini asalah organisme makroavertebrata. Makroavertebrata yang dikenal sebagai organisme bentik ini berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organik, selain itu berfungsi juga menjaga stabilitas sediment (Thompson and Lowe 2004). Oleh karena itu, makroavertebrata dalam komunitas sungai ini sangat penting sebagai hal yang utama dalam jejaring makanan antara sumberdaya organik. Terdapat beberapa hal dari sekian banyak penjabaran yang menyebabkan makroavertebrata dapat dijadikan indikator biologis, beberapa diantaranya dinyatakan oleh Kennish (1990) in Setiawan (2008) yaitu: 1. Memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis bahan pencemar dan memberikan reaksi yang cepat. 2. Tidak memiliki kemampuan untuk bermigrasi apabila kondisi perairan tidak sesuai. 3. Mudah ditangkap dan dipisahkan dalam beberapa jenis. Adanya masukan bahan-bahan terlarutmatau limpasan dari luar perairan akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin meningkat. Masukan bahan organic maupun perubahan subsrtat dapat mempengauhi kelimpahan makroavertebrata. Oleh karena itu, makroavertebrata dapat dijadikan indikator kesehatan perairan.
1.2. Rumusan Permasalahan Sungai Cihideung digunakan penduduk sekitar untuk kepentingan kehidupan sehari-hari seperti, mandi, mencuci, kegiatan rumah tangga, irigasi sawah, mencuci hewan ternak dan lain sebagainya. Selain itu terdapat daerah persawahan, perkebunan, tambak ikan, dan tempat penjernihan air. Banyaknya kegiatan di sekitar sungai tersebut, dapat mengakibatkan penurunan kualitas air sungai, sehingga kesehatan sungai menjadi terganggu. Semakin pesatnya pembangunan pemukiman di sekitar sungai dan kesadaran masyarakat setempat yang
masih rendah juga berpengaruh terhadap penurunan kondisi kualitas
perairan Sungai Cihideung.
3 Dari sekian banyak kegiatan di sekitar Sungai Cihideung, masing-masing mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan organik, dan apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus tentunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas sungai dari kondisi alaminya menjadi tercemar. Kegiatan yang ada di sekitar sungai diantaranya dapat menyebabkan akumulasi bahan organik, penurunan kadar oksigen terlarut, serta berkurangnya organisme makroavertebrata yang intoleran. Akan adanya perubahan terhadap kondisi kesehatan sungai tersebut, merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Skema perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.
1.3. Tujuan Penelitian berdasarkan komposisi makroavertebrata ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung. 2. Menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung. 3. Menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas perairan melalui parameter biologi serta fisika dan kimia daerah Sungai Cihideung, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terus ekosistemnya.
ditingkatkan,
dan diperhatikan kelestarian lingkungan dan
4
Kegiatan antropogenik (limbah rumah
Hidrologi sungai
tangga).
Makroavertebrata
Limpasan air hujan dan masukan bahan organik
Aktivitas manusia di sekitar sungai
Akumulasi bahan organik
Jenis yang bertahan di sungai (+) Komunitas makroavertebrata sebagai salah satu penunjang tingkat kesehatan sungai
Gambar 1.
Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir sepanjang Kabupaten Bogor. Hulu sungai ini terletak di kaki Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan seperti sumber air minum, sumber air baku bagi tempat pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga, perladangan dan persawahan. Hadiati (2000) menambahkan bahwa kondisi di sekitar Sungai Cihideung menunjukan adanya kegiatan antropogenik yang dilakukan warga yang berdampak pada kualiatas perairan. Pada sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan penyebab umum yang terjadi pada sungai. Hal tesebut sangat mempengaruhi makhluk hidup yang ada di sekitar sungai. Pada perairan mengalir kecepatan arus, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi adalah hal yang paling berperan di sungai (Jeffries and Mills 1996). Kesehatan adalah, sesuatu hal yang masih sesuai dengan fungsinya, dan belum terkontaminasi secara besar-besaran. Sesuatu yang sehat itu tentunya tidaklah sakit. Kesehatan ekosistem sungai mengambil perhitungan terhadap cakupan yang cukup luas dari faktor luar dan dalam seperti, kualitas perairan dan habitat organisme yang masih baik (NCOAMN 2005 in www.orc.govt.nz). Kondisi sungai yang sehat dapat dilihat dari warna perairannya, hasil kualitas perairannya serta indikator biologi yang menunjang ekosistem sungai tersebut. Warna perairan bisa ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, bisa karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (Effendi 2003), untuk sungai yang masih sehat warnanya cenderung jernih. Untuk kualitas perairan sungai yang sehat tentunya masih termasuk dalam baku mutu yang ada, dan untuk indikator biologinya, jenis-jenis organisme yang sensitive terhadap perubahan kualitas air dapat menjadi penciri sungai yang masih sehat. Organisme yang digunakan menjadi indicator biologi di perairan, adalah organisme yang berpengaruh penting terhadap rantai makanan yang ada pada ekosistem sungai.
5
6 2.2. Makroavaertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan 2.2.1. Struktur Komunitas Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga jika organisme yang dominan tersebut hilang maka akan menimbulkan perubahanperubahan penting dalam komunitas (Odum 1993). Struktur komunitas ini merupakan hal yang penting dalam menunjang ekosistem sungai. Hal ini diperlukan disaat kita ingin membuat hubungan antara biota-biota tertentu dengan lingkungannya dalam hal ini ekosistem sungai. Menurut Krebs (1972), komunitas merupakan suatu kumpulan dari populasi makhluk hidup dalam sebuah area atau habitat tertentu. Sama halnya seperti populasi, komunitas juga memiliki suatu rangakaian sifat yang tidak berdasarkan komponen individu, namun lebih
berdasarkan tingkat komunitas secara
menyeluruh. Organisme makroavertebrata banyak yang hidup sebagai benthos, yakni semua organisme yang melekat pada dasar substrat atau hidup di dasar endapan. Benthos tinggal di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna, sedangkan yang tinggal pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epifauna (Odum 1993). Menurut Reynoldson (1983) and Hutchinson (1996) in Wetzel (2001), keanekaragaman, kelimpahan, dan produktivitas organisme benthos ditentukan oleh beberapa proses ekologi yaitu: 1. Peristiwa di masa lalu yang membantu atau mencegah suatu spesies dalam mencapai sebuah habitat. 2. Pembatasan secara fisik dari spesies pada tiap tingkat dari daur hidupnya. 3. Ketersediaan sumber energi 4. Kemampuan spesies untuk mentoleransi kompetisi, pemangsaan, dan parasit. Perubahan komunitas adalah gambaran perubahan populasi yang menyusun komunitas. Karena adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan lingkungan atau sumberdaya yang terjadi dalam komunitas akan menyebakan perubahan satu atau lebih populasi didalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pergantian populasi oleh kelompok organisasi lain yang dapat dibedakan sebagai
7 sebuah komunitas lain yang baru, sehingga organisme suatu populasi akan menjadi
indikator
biologi
bagi
perubahan
lingkungan
(Ravera
1979).
Pengelompokan struktur komunitas makroavertebrata dapat dilihat pada Tabel 1. Keberadaan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah masukan bahan organik dan anorganik. Faktor biotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah, bakteri yang membantu dekomposisi bahan organik, dimana beberapa jenis mkroavertebrata menjadikannya sebagai salah satu sumber makanan.
Tabel 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai. Kodisi perairan Bersih Tercemar sedang
Tercemar
Tercemar berat
Menurut
Struktur komunitas Makroavertebrata Komunitas makroavertebrata yang seimbang dengan beberapa spesies intoleran yang hidup dengan diselingi populasi fakultatif, tidak ada spesies yang mendominasi. Berkurangnya jumlah spesies intoleran dan beberpa kelompok fakultatif, serta satu atau dua spesies toleran yang mulai mendominasi. Komunitas makroavertebrata dengan jumlah terbatas diikuti oleh penghilangan kelompok intoleran dan fakultatif. Kelompok toleran mulai melimpah merupakan tanda perairan tercemar bahan organik. Penghilangan hampir seluruh hewan makroavertabrata, kemudian diganti oleh perkembangan cacing oligocheata dan organisme yang mampu bernapas di udara
Stirn
(1981)
ekosistem
yang
stabil
dicirikan
oleh
keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis, serta jumlah individu perjenis terbagi dengan merata. Selanjutnya dikatakan pula bahwa komunitas pada lingkungan tercemar dan tidak sehat dicirikan adanya perubahan struktur
komunitas
dari
yang
baik
menjadi
tidak
baik.
Kelimpahan
makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan juga faktor biologi, seperti suhu, pH, kekeruhan, tipe substrat, arus, kedalaman, dan interaksi organisme lainnya. Hal ini dapat menyebabkan adanya perubahan kualitas air dari sehat menjadi tidak sehat, dan akan mengubah komposisi dan besarnya populasi makroavertebrata.
8 Menurut Cummins (1975) makroavertebrata dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. Kelompok organisme yang termasuk dalam makroavertebrata diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Annelida. Dalam komunitas perairan, makroavertebrata memiliki peranan yang penting dalam mendaur ulang bahan organik sehingga dapat digunakan dalam menduga tingkat kesuburan perairan. Menurut Odum (1993) organisme bentik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya perikanan melalui hubungan rantai makanan detritus yang dimulai dari organisme yang sudah mati. Secara umum benthos dan makroavertebrata ini dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan makan dan cara makan, pada Tabel 2. Tabel 2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins 1975). Tipe cara makan
Makroavertebrata
Grazer (herbivora)
Molusca (Sphaeridae, Planorbiidae, Physidae, Unionidae), Ephemeroptera (Heptageniidae), Tricoptera (Gossosomatidae dan Phrygareidae), dan Coleoptera (Psephenidae dan Elmidae).
Shredders (detritivora pada substrat kasar)
Plecoptera (Nemouridae, Pteronarcidae, Peltoperlidae), Diptera (Tipulidae), dan Tricoptera (Limnephilidae).
Collectors (filter feeder dan deposit feeder)
Ephemerpotera (Heptageniidae, Baetidae), Tricoptera (Hydrophysidae), Diptera (Simuliidae dan Chironomidae) dan Oligochaeta Plecoptera (Perlidae), Megaloptera, dan Odonata (Petalaridae, Gomphidae).
Predator (karnivora)
2.2.2. Organisme Makroavertebrata Indikator biologis dapat mencakup berbagai kelompok organisme mikro (bakteri, jamur, mikroalgae, protozoa) ataupun organisme makro (makrofita, serangga, moluska, cacing,dan ikan). Tetapi pada umumnya satu sistem penduga kualitas air hanya menggunakan satu kelompok komunitas yaitu komunitas plankton, perifiton, mikrobenthos, makrobenthos (makro-mikroavertebrata) dan ikan (Loeb and Spacie 1994 in Setiawan 2008).
9 Wilhm (1975) mengelompokkan benthos yang termasuk avertebrata ini berdasarkan kepekaan terhadap derajat pencemaran yang disebabkan oleh bahan organik, yaitu: 1. Intoleran adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada perairan dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada perairan kaya bahan organik. Organisme intoleran merupakan kelompok organisme yang hanya tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang di temui di perairan kaya akan bahan organik. Organisme ini tidak dapat berkembang dengan maksimal apabila terjadi penurunan kualitas air secara drastis, contohnya dari ordo Ephemeroptera, Tricoptera, dan Plecoptera. 2. Fakultatif adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada kondisi kualitas lingkungan yang lebih
rendah dibandingkan dengan benthos intoleran.
Organisme fakultatif adalah kelompok oragnisme yang mampu hidup dalam kisaran kondisi lingkungan yang besar di bandingkan dengan organisme intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup pada perairan yang banyak mengandung bahan organik, namun mereka tidak dapat bertahan hidup pada perairan yang keadaan airnya tercemar berat. Jenis organisme golongan ini contohnya dari kelompok Odonata, Gastropoda dan Crustaceae, dan beberapa jenis Tricoptera. 3. Toleran adalah benthos yang dapat tumbuh dan berlangsung pada kisaran kualitas lingkungan yang luas. Organisme toleran adalah kelompok organisme yang tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sangat luas, artinya jenis organisme ini sering dijumpai pada perairan yang berkualitas jelek sekalipun. Umumnya organisme jenis toleran ini peka terhadap tekanan lingkungan dan pada perairan yang tercemar bahan organik. Contoh organisme yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Tubificidae. Contoh organisme yang temasuk kedalam jenis organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat dilihat pada Tabel 3.
10 Tabel 3. Beberapa contoh organsime makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman 1993) Status
Jenis makroavertebrata
Intoleran
Caddisfly, Mayfly (Ephemera simulans), Stonefly (Ameletus), Hellgramite (Chloroperline), Aquatic beetles (Psepenus herickii), Riffles beetles (Helichus lithopilus).
Fakultatif
Toleran
Crayfish (udang air tawar), Blackfly (Simulium), Dragonfly, Cranefly (Hydropsyche), Damselfly, Syncera woodmasoniana, Melanoides sp. Midge (Chironomus), Leech (Glossophonia, Halobdella), Aquatic Earthworms (Tubifex sp., Lumbriculus)
2.3. Karakteristik Sungai 2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai Lebar sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air. Sedangkan badan sungai merupakan daerah sungai yang masih mungkin terkena aliran air pada saat pasang tertinggi. Sehingga saat bulan purnama, pada saat pasang terjadi, lebar sungai sama dengan lebar badan sungai (Basmi 2000). Pengukuran lebar sungai dan badan sungai dilakukan pengukuran dari ujung sisi yang satu keujung sisi yang lain, biasanya lebar badan sungai hingga keujung lainnya, sedangkan lebar badan sungai diukur dari ujung sisi sungai yang masih terdapat air hingga ujung sisi lainnya yang masih terdapat air.
2.3.2. Tipe Substrat Menurut Miller in Effendi (2003) tipe substrat menentukan jumlah dari jenis makroavertebrata karena selain menjadi habitat yang sesuai bagi organisme untuk berkolonisasi, juga berperan terhadap kesediaan bahan makanan. Menurut Odum (1993) kondisi tipe dasar pasir atau lumpur halus, biasanya merupakan tipe dasar yang tidak sesuai dan mendukung jumlah jenis individu dan binatang bentik. Menurut Odum (1993) bahwa habitat yang berbeda seperti lumpur, pasir, batu kerikil atau material organik mendukung perbedaan kepadatan ekosistem
11 dalam suatu ekosistem. Pada umumnya tipe substrat pada perairan mengalir adalah lumpur halus, pasir, dan kerikil. Substrat juga memiliki peran penting bagi kehidupan organisme yang ada di sungai dan dapat menjadi penentu habitat makroavertebrata, baik dari segi batuan hingga substrat yang ada didasar sungai. Menurut Darajat (2008) in Setaiawan (2008), jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble (karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu lanau clay (lempung) <1/256 mm. 2.4. Parameter Fisika 2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS) Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air serta tersaring pada kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm (APHA 1989). Padatan tersuspensi yang masuk ke dalam sungai memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Apabila jumlah dan ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar dan aliran tidak terlalu deras, maka pertikel-pertikel akan mengendap ke dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi substrat tempat hidup makroavertebrata, sehingga keanekaragaman dan kelimpahannya akan menurun(Hawkes 1979). Secara umum daerah hulu mempunyai fluktuasi suhu tahunan yang paling kecil, kemudian sepanjang tahun semakin menuju hilir, maka fluktuasi suhu tahunan akan semakin besar. Suhu yang layak untuk kehidupan organisme air tawar berkisar antara 20-30 C dengan suhu optimum berkisar antara 25-28 C (Huet and Timmermans 1971).
2.4.2. Kekeruhan Air sungai yang paling alami pada umumya tidak berwarna, dan adanya berbagai warna ini biasanya merupakan indikasi adanya bahan organik yang masuk ke perairan, dan bisa juga berasal dari daun yang sudah menguning (Klein 1971). Menurut Mason (1991) dijelaskan kekeruhan air biasanya disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat dalam air, misalnya pertikelpertikel lumpur, bahan organik, plankton dan mikroorganisme.
12 Kekeruhan ini menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003). Perbedaan kekeruhan yang sangat besar sering kali terjadi di sungai. Di sungai-sungai pegunungan dengan substrat berbatu kekeruhan biasanya rendah. Sementara di sungai-sungai dataran rendah kekeruhan biasanya tinggi (Welch 1952). Menurut (Lloyd 1985 in Effendi 2003), peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13-50% produktivitas primer. Keleruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme aquatik, serta dapat meghambat penetrasi cahaya yang akan masuk ke dalam perairan. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi 2003).
2.4.3. Suhu Suhu merupakan pengatur utama proses fisik dan kimia yang terjadi di perairan. Suhu air secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen, dan kelarutan oksigen ini secara langsung mempengaruhi kehidupan organisme, seperti tumbuhan dan reproduksi biota (Huet and Timmermans 1971). Suhu yang tinggi akan berpengaruh terhadap reaksi-reaksi kimia dan reaksi enzimatik. Suhu sungai banyak dipengaruhi oleh musim, kedalaman badan air, komposisi substrat, kekeruhan dan cahaya yang masuk ke perairan. Menurut Macan (1974) in Setiawan (2008), suhu 36,5-41oC merupakan lethal temperatur bagi makroavertebrata, artinya pada suhu tersebut organisme bentik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian.
2.4.4. Kecepatan arus Arus
juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
kehidupan
makroavertebrata. Pada air mengalir terdapat dua zona utama yaitu zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras ini merupakan daerah dangkal dengan arus deras yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan. Zona ini merupakan
13 habitat makroavertebrata yang dapat melekat kuat pada dasar substrat (Odum 1993). Menurut Welch (1952), arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Berdasarkan kecepatan arus, Macon (1974) in Welch (1952) dikelompokkan sungai menjadi sungai berarus sangat cepat (>100 cm/detik), arus cepat (50-100 cm/detik), arus sedang (25-50 cm/detik), arus lambat (10-25 cm/detik), dan arus sangat lambat (<10 cm/detik).
2.5. Parameter Kimia 2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Menurut Effendie (2003), pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dengan bantuan oksidator kuat dalam suasana asam. COD ini merupakan kebutuhan oksigen, yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) agar menjadi CO2 dan H2O (Effendie, 2003). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20mg/l. Selanjutnya Jenie (1993) in Setiawan (2008), menyatakan bahwa COD pada umumnya memberikan perkiraan kebutuhan O2 total dari pemecahan atau dari oksidasi limbah secara relatif. Nilai COD dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia (selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida dan benzena).
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Kebutuhan oksigen biologis di perairan yang biasa dikenal dengan BOD, merupakan gambaran kadar bahan organik, yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi CO2 dan H2O ( Davis and Cornwell
14 1991 in Effendi 2003). Nilai BOD ini hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis, yaitu berupa lemak, protein, glukosa dan lain sebagainya yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan, sehingga tidak menunjukkan nilai BOD yang sebenarnya (Fardiaz 1992). Nilai BOD yang besar tentunya tidak baik bagi kehidupan organisme perairan.
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO) Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Oksigen ini bisa berasal dari fotosintesis plankton, ataupun berasal dari tanaman air yang ada di sekitar perairan serta dari difusi udara (APHA 1989). Di daerah hulu turbulensi membantu pertukaran gas-gas terlarut antara atmosfer dan permukaan air. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sekali bagi serangga air untuk menunjang proses respirasinya (Ward 1992 in Setiawan 2008). Interaksi antara oksigen terlarut dengan arus, substrat dan suhu menunjang ekologi serangga air, pola distribusi dari oksigen terlarut akan berpengaruh juga pada pola distribusi serangga air. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kada oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi 2003).
2.5.4. pH Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi (Boyd 1982). Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah basa (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan biota air di sekitar perairan. Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota
15 akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH dengan kisaran 78,5. Makroavertebrata memiliki kisaran toleransi terhadap pH yang berbeda-beda, seperti gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH diatas 7. Dalam kelompok Insecta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran pH yang lebar. Sebagian besar Famili Chironomidae mewakili kelompok serangga, yaitu berada pada pH diatas 8,5 dan dibawah 4,5 (Hawkes 1979).
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan contoh makroavertebrata dan kualitas air dilaksanakan di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor yang stasiunnya di mulai dari hulu hingga ke daerah yang masih bersubstrat batu dengan waktu berselang satu bulan. Pengambilan contoh air sebagai parameter fisika dan kimia dilakukan sesuai dengan jumlah stasiun, yaitu sebanyak 4 kali, pada setiap waktu pengambilan contoh. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2008, Kemudian pengamatan kedua dilakukan selang sebulan setelah pengamatan pertama yaitu pada tanggal 22 September 2008, dan pengamatan yang ketiga di lakukan pada tanggal 23 Oktober 2008. Selama pengamatan dan pengambilan contoh ini terjadi perbedaan cuaca karena memang masing-masing bulan memiliki karakteristik cuaca yang berbedabeda. Untuk bulan Agustus masih masuk ke dalam musim kemarau, walaupun terkadang hujan, untuk bulan September sudah memasuki musim peralihan, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dan untuk bulan Oktober masuk kedalam musim hujan, dimana curah hujan pada bulan tersebut relatif lebih tinggi dibanding ke dua bulan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya masing-masing bulan ini akan memberikan hasil yang bervariasi terhadap keberadaan makroavertebrata. Untuk mengetahui adanya perbedaan curah hujan pada setiap pengambilan contoh, maka data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun Sungai Cihideung ini melewati beberapa desa yang ada di Kecamatan Dramaga, seperti Desa Purwasari, Situ Daun, Neglasari, Cinangneng, Cihideung Ilir, dan Cibanteng. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, stasiun 1 di mulai dari daerah huu yaitu daerah antara Desa Situ Daun dan Purwasari, stasiun 2, 3,4, mengarah ke utara. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.
16
17 Tabel 4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari). AGS
SEP
OKT
28 60 20 13
7 37 40 7 6 29 21 -
31 4 21 2 21 2 23 -
28 6 4 14 32 13 21
1 2 23 16 41 8 -
40 30 2 18 56 31 16 2 83 -
-
-
tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 DD I
108
97
81
DD II
41
76
113
DD III
90
65
188
JUMLAH
239
238
382
HH
11
13
16
MAX
60
41
83
Sumber: Badan Metereologi dan Geofisika (Stasiun Klimatologi, 2008) Keterangan: DD I= Hujan dari hari ke 1-10 ;DD II= Hujan dari hari ke 10-20 ; DD III= Hujan dari hari ke 20-30 ;HH= Hari terjadi hujan ; Max= jumlah total hujan.
18
St 4 St 3
St 2
St 1
U
Sumber: Jabotabek Map (2005).
Gambar 2. Peta stasiun pengamatan di Sungai Cihideung.
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Nedham and Nedham (1962) telah mengindikasikan dengan jelas bahwa daerah berbatu atau daerah dangkal yang beriak merupakan daerah yang terdapat banyak makanan bagi makroavertebrata. Selain itu pergerakan aliran air menyebabkan oksigen juga sangat alami, karena makroavertebrata termasuk hewan yang membutuhkan banyak oksigen. Hal inilah yang menyebabkan banyak
19 dari pengamatan untuk mengetahui kelimpahan dari suatu organisme akuatik dilakukan pada wilayah beriak (riffle) tersebut. Pada wilayah yang kondisi airnya masih terlihat bersih, membuat proses fotosintesis berjalan lebih efektif dalam menghasilkan organisme plankton. Maka pengamatan dilakukan di beberapa stasiun. Untuk pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan di 4 stasiun dengan empat kali ulangan. Pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan pada daerah sungai yang beriak (riffle) dan mengikuti pola bentuk sungai, karena makroavertebrata menyukai daerah tersebut. Contoh perairan yang beriak dapat dilihat pada Gambar 3. Pengambilan contoh air untuk parameter fisika kimia dan biota air dilakukan pada setiap stasiun tanpa ulangan.
Gambar 3. Contoh daerah riffle (Doc. Pribadi)
Stasiun 1, terletak antara Desa Situ Daun dan Purwasari, Kecamatan Dramaga, daerah ini merupakan bagian dari hulu Sungai Cihideung. Lahan di sekitar digunakan untuk daerah persawahan, perkebunan dan ada pula kegiatan perikanan, 500 m dari lokasi stasiun 1 terdapat tambak yang masih aktif. Substrat dasar di Stasiun 1, adalah batu-batu besar dan relatif dangkal, daerah stasiun 1 ini perairannya cukup jernih. Stasiun 2, terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga. Di sekitar Stasiun 2 ini digunakan sebagai lahan persawahan, perkebunan dan pemukiman yang berada di kanan kiri stasiun dengan substrat dasar batu berkerikil yang relatif lebih kecil dibandingkan batu pada Stasiun 1.
20 Stasiun 3, terletak di Desa Dramaga yaitu di daerah Leuwikopo, dimana di daerah ini digunakan masyarakat sekitar untuk kegiatan MCK, pemukiman penduduk dan di pinggir sungai terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga daerah sekitar sungai relatif sangat kotor. Substrat dasar batu berkerikil dan agak berlumpur, dengan keadaan perairan cukup tenang. Stasiun 4 terletak di belakang tempat penjernihan air IPB. Lahan sekitar digunakan untuk bagunan pengolahan air IPB, hutan kecil, dan ladang. Substrat dasarnya berupa batu kerikil dan dasar perairan keras. Tetapi wilayah sekitar perairan lebih baik dibandingkan dengan Stasiun 3.
3.3. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata yaitu D-frame net, cool box, kantong plastik, spidol permanen, saringan halus dengan diameter pori 500 µm, baki, pinset, botol film, mikroskop, kaca pembesar, kertas label, data sheet dan buku identifikasi. Bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan formalin 10%. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan dan pengamatan sampel air antara lain botol sampel 1 liter, tongkat berskala, termometer, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer. Bahan-bahan pereaksi
yang digunakan dalam
pengukuran DO, COD serta H2S antara lain H2SO4, NaOH, Na-thiosulfat dan lainlain.
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai 1. Lebar sungai Pengukuran lebar sungai dilakukan secara langsung di lokasi dengan mengunakan tali berskala (meteran). Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri daratan tertinggi sampai bagian daratan tertinggi di ujung kanan sungai yang tidak terdapat genangan. 2. Lebar badan sungai Pengukuran lebar badan sungai dilakukan di lokasi dengan tali berskala. Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri sungai sampai bagian ujung kanan sungai yang masih terdapat genangan.
21 3. Kecepatan arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan secara langsung di lokasi dengan menggunakan botol aqua yang di isi sedikit pasir yang diikatkan pada tali rafia sepanjang 5 m, kemudian dihanyutkan mengikuti aliran sungai dan dicatat waktunya dngan stopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada titik yang berbeda.
3.5. Pengambilan Contoh dan Analisis Makroavertebrata 3.5.1. Parameter Biologi Pengambilan contoh makroavertebrata adalah pengambilan contoh biota air yang di lakukan dengan menggunakan D-frame net. D-frame net diletakkan pada kondisi air yang masih beriak seperti aliran air, baik itu bagian tepi maupun bagian tengahnya. Daerah yang diganggu sebesar 1 x 1 m2 selama kurang lebih 10 menit pada setiap stasiun dengan 4 kali ulangan. Biota yang tertangkap dimasukan kedalam plastik berukuran 1 kg dan diberi formalin 10%. Kemudian sampel biota tersebut dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi. Analisis dilakukan di laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sampel tersebut sebelum diidentifikasi berdasarkan genus, terlebih dahulu dilakukan penyortiran sampel dari serasah dan bahan lainnya, setelah itu diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop dan kemudian sampel-sampel makrooavertebrata itu dimasukan ke dalam boto-botol film. Setelah diidentifikasi, organisme makroavertebrata ditimbang per jenis, dengan timbangan digital untuk mendapat nilai biomassa.
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia Contoh air diambil dari tiap stasiun, kemudian diteliti untuk memperoleh data fisika dan kimia yang akan dianalisa baik secara insitu maupun secara eksitu di Laboratorium. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh makroavertebrata. Pada setiap stasuin dilakukan pengambilan sampel sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Kemudian sampel air tersebut di masukkan ke dalam botol sampel berukuran 1 liter, kemudian ditaruh didalam kulkas. Analisis kualitas air dilakukan pada laboratorium Produktifitas
22 dan Lingkungan (Prolink), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Parameter-parameter yang di amati serta peralatan yang di gunakan disajikan dengan Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia Fisika Parameter
Unit
Alat/Metode
Keterangan
TSS
mg/l
Alat filtrasi/Gravimetri
Laboratorium
Kekeruhan
NTU
Turbidity-meter/Turbidimetrik
Laboratorium
Kecepatan arus
cm/detik
Benda terapung/visual
Insitu
Suhu
o
Thermometer Hg/Pemuaian
Laboratorium
Tipe substrat
-
Visual
Insitu
C
Kimia Parameter
Unit
Alat/Metode
Keterangan
COD
mg/l
Alat titrasi/Winkler
Laboratorium
BOD
mg/l
Alat titrasi/iodometrik
Laboratorium
DO
mg/l
Alat titrasi/Titrimetrik
Insitu
pH
-
pH meter/Visual
Laboratorium
3.6. Analisis Data Biota 3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Komposisi jenis makroavertebrata merupakan gambaran keanekaragaman makroavertebrata yang terdapat disuatu perairan. Komposisi kelimpahan, yaitu perbandingan antara jumlah individu tiap jenis spesies dengan jumlah individu dari semua spesies makroavertebrata yang di jumpai tiap stasiunnya atau jumlah inidividu yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Sedangkan biomassa makroavertebrata merupakan bobot dari individu makroavertebrata yang ditemukan dari setiap pengambilan contoh. Analisis komposisi kelimpahan makroavertebrata ini didapat dari hasil identifikasi dengan mikroskop elektrik dan mengacu pada buku identifikasi. Sedangkan untuk biomassa makroavertebrata, didapat dari hasil penimbangan
23 berat basah dari tiap individu makroavertebrata yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh, dengan menggunakan timbangan digital.
3.6.2. Indeks Biologi 1. Indeks Saprobitas Tingkat pencemaran dalam suatu perairan dapat dilihat dengan menggunakan Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan parameter biologi dalam hal ini menggunakan makroavertebrata. Makroavertebrata yang telah di identifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator β Mesosaprobik, dan α mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikator polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle and Buck 1955 in Wilhm 1975) sebagai berikut : Iσ =
∑ σ .h ∑h
Keterangan : Iσ = Indeks Saprobitas σ = Tingkat saprobitas tiap spesies h = Frekuensi kehadiran relatif spesies Langkah-langkah analisis indeks saprobitas adalah: 1. Menentukan nilai s (tingkat pencemaran) Makroavertebrata yang diperoleh dikelompokkan jenisnya berdasarkan kepekaan terhadap polusi organik dengan mengacu pada Tabel 6. Apabila organisme tersebut masuk dalam organisme sensitif maka nilai σ = 1, bila fakultatif mempunyai nilai σ = 2,5 (mesosaprobik), dan bila organismenya toleran maka σ = 5 (polisaprobik). Contoh jenis organisme yang sesuai dengan tingkat kepekaan bahan pencemar dapat dilihat pada Tabel 3 dalam tinjauan pustaka.
24 Tabel 6. Nilai σ Untuk Indeks Saprobitas σ 1 2 3 4
Tingkat saprobitas makroavertebrata Jenis Makroavertebrata Indikator oligosaprobik Indikator β mesosaprobik Indikator σ mesosaprobik Indikator polisaprobik
2. Menentukan nilai h. Dari data yang telah ada pada setiap stasiun dilakukan penghitungan jumlah individu rata-rata. Kemudian ditentukan nilai terbesar (a) dan nilai terkecil (b) dari nilai rata-rata tadi dicari hasil pengurangan ((a-b)/3) untuk menentukan selang kelas dalam pembobotan nilai h. Nilai kisaran untuk genus atau spesies yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas. h 1 3 5
Interpretasi Genus/ spesies yang jarang ditemukan Genus/ spesies yang acap kali ditemukan Genus/ spesies yang sering ditemukan
3. Kemudian hasil dari perhitungan nilai σ dan h tersebut dimasukan dalam rumus Iσ untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan, sehingga status perairan dapat diduga dengan melihat indeks saprobitas (Iσ). Jenis makroavertebrata yang masuk kedalam nilai h, dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai indeks saprobitas (Iσ) dan interpretasinya. Iσ 1. 1,0-1,5 2. 1,5-2,5 3. 2,5-3,5 4. 3,5-4,5
Tingkat pencemaran Sangat ringan Ringan Sedang Berat
25 2. LQI (Lincoln Quality Index) Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut : OQR =(X+Y)/2 Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 9. Tabel 9.
Nilai OQR (Overal Quality Ratings ) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Masson 1991).
Nilai OQR
Indeks
Interpretasi
6+
A++
Kualitas excellent
5,5
A+
Kualitas excellent
5
A
Kualitas excellent
4,5
B
kualitas baik
4
C
kualitas baik
3,5
D
kualitas sedang
3
E
kualitas sedang
2,5
F
kualitas rendah
2
G
kualitas rendah
1,5
H
kualitas sangat rendah
1
I
kualitas sangat rendah
26 3. FBI (Family Biotic Indeks) Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer and Lamberti (1996). Indeks
Kualitas Air
1. 0-3,75
Excellent
2. 3,76-4,25
Sangat baik
3. 4,26-5,00
Baik
4. 5,01-5,75
Sedang
5. 5,76-6,50
Agak buruk
6. 6,51-7,25
Buruk
7. 7,26-10,00
Sangat buruk
4. SIGNAL 2 (Steram Invertebrate Grade Number Average Level ) SIGNAL
2
merupakan
indeks
biotik
yang
sederhana
untuk
makroavertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia bagian timur khususnya untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun langkah-langkah perhitungan dari SIGNAL 2 adalah sebagai berikut : 1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai 1-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 7. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor ini berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 4 stasiun dengan empat kali ulangan. 2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang
27 ditemukan dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam penelitian ini jumlah famili rata-rata yang nilainya <1 tidak diberi skor dan faktor pembobotan. 3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan. 4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 2003). Nilai SIGNAL 2 dapat dilihat pada Lampiran 7. 5. Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar 4. 6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sample makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan. Tabel 11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003). Jumlah individu pada tiap famili 1-2 3-5 6-10 11-20 >20
Faktor Pembobotan 1 2 3 4 5
10 9 8
Kuadran 3
Kuadran 1
7 6 5 4 3
Kuadran 4
2
Kuadran 2
1 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Juml ah F ami li
Gambar 4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2.
28
Dari Gambar 4 nilai kuadran 1, menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah makroavertebrata. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa keanekaragaman juga tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Tingginya nilai SIGNAL 2 yang didapat pada kuadran 1 dapat menunjukan bahwa kekeruhan dan kandungan nutrient yang ada pada kuadran 1 ini rendah. Pada kuadran 2 menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makroavertebrata yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa adanya keanekaragaman fisik habitat yang tinggi dan terdapat faktor tekanan ekologis. Nilai SIGNAL 2 pada kuadran ini rendah, yang mengindikasikan tingginya kekeruhan dan nutrient yang ada di kuadran 2. Pada kondisi tersebut sungai yang ada pada kuadran 2, telah mengalami perubahan dari kondisi alaminya. Untuk kuadran 3 menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2, dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Sungai berada pada kuadran 3, diindikasikan sudah tercemar, bisa diakibatkan adanya buangan limbah kegiatan perkebunan
atau
dari
limbah
antropogenik
yang
dapat
menyebabkan
meningkatnya nilai pH. Pada kuadran 4, digambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dengan jumlah famili makroavertebrata yang rendah pula. Perairan yang berada pada kuadran 4 diindikasikan telah tercemar berat, karena buangan limbah dari daerah sekitar sungai yang cukup tinggi. Perairan sungai yang masuk kedalam kuadran terindikasi sudah tercemar berat.
3.6.3. Anilisis Keterkaitan Antara Kelimpahan Makroavertebrata dan Kualitas Air 1. Koefisien Korelasi Pearson Untuk korelasi antara kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson) (Hasan 2008). Analisis dilakukan dengan mengunakan software SPSS 13.0. Dimana analisis ini digunakan untuk mengatahui bagaimana
29 hubungan makroavertebrata dengan parameter kualitas air, apakah kuat, significant, ataukah lemah. n ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
r=
(n ∑ X 2 − (∑ X ) 2 )(n ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 )
Keterangan : r : Korelasi antar kelimpahan dengan parameter kualitas air lainnya X : Parameter kelimpahan Y : Parameter kualitas air lainnya n : jumlah data Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson diinterpretasikan sebagai berikut: (1). r≈0= tidak ada korelasi; 0< r ≤0,20= Sangat lemah; (2) 0,20< r ≤0,40= Lemah; (3) 0,40< r ≤0,70= Cukup ;(4) 0,70< r <0,90= Kuat; (5) r≈1= Sempurna.
2. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference) Uji lanjut LSD ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik and Sumertajaya 2002), di gunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Jika masing-masing perlakuan memiliki perlakuan yang sama maka untuk semua pasangan perlakuan kita hanya memerlukan satu nilai BNT ini, sedangkan jika ulangan tiap perlakuan tidak sama maka setiap pasangan perlakuan membutuhkan satu nilai BNT sebagai pembanding. Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah: HO: µi= µi’ ; H1= µi≠ µi’ LSD = t (α
2, dbs
) KTS (
1 1 + ) TA TB
Keterangan : LSD : uji lanjut t (α ) : nilai selang kepercayaan (95%) 2 dbs : derajat bebas sisa TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS : Kuadrat tengah sisa.
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata 4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata Dari hasil pengamatan sebanyak 3 kali waktu sampling, dengan 4 kali ulangan ditemukan 33 genus makroavertebrata dari 19 famili. famili tersebut tidak semua ditemukan di setiap stasiun, hal itu dapat dilihat pada Tabel 12. Jumlah famili yang ditemukan ditampilkan dalam grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun
Jumlah famili pada setiap stasiun bervariasi, misalnya stasiun 1 pada setiap waktu pengamatan ditemukan jumlah famili makroavertebrata, berkisar antara 11 sampai 18 famili, di stasiun 2 berkisar 8 sampai 14 famili, di stasiun 3 berkisar 9 sampai 12 famili, dan di stasiun 4 berkisar 7 sampai 14 famili. Jumlah famili
30
31 yang didapat pada setiap stasiun tidak berbeda nyata, hal tersebut didapat dengan hasil uji yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Jumlah famili yang paling banyak ditemukan pada stasiun 1, dimana jumlah famili yang ditemukan mencapai 17 famili. Hal itu terjadi dikarenakan stasiun 1 masih berada di daerah hulu, sehingga walaupun di sekitar stasiun 1 ini terdapat beberapa kegiatan manusia, namun perairannya masih bersih dan belum terkontaminasi bahan organik berlebih. Selain itu pada stasiun 1 ini, substratnya masih terdiri dari bebatuan yang besar, dengan aliran sungai yang memiliki banyak titik beriak yang sangat disukai oleh organisme makroavertebrata. Sedangkan jumlah famili terendah ditemukan pada stasiun 3. Hal tersebut terjadi karena banyaknya kegiatan antropogenik, selain itu daerah sekitar sungai digunakan sebagai tempat mencuci, dipinggir sungai juga terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga perairan di sekitar stasiun 3 cukup tercemar. Aliran air pada stasiun 3 di beberapa titik memang agak tenang, sehingga makroavertebrata yang ditemukan juga berkurang. Famili apa saja yang ditemukan pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun. Ordo Tricoptera
Famili Hydropsydae Rhyacophilidae Simuliidae Diptera Tipulidae Tendipedidae Heleidae Psephenidae Coleoptera Elmidae Lepidoptera Pyralidae Ephemeroptera Heptagenidae Metretopopidae Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Chloroperlidae Annelida Glossiphonidae Synceridae Gastropoda Thiaridae Planariidae Oligochaeta Lumbricullidae Jumlah Keterangan: √= ada; - = tidak ada
Stasiun 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17
Stasiun 2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 16
Stasiun 3 √ -
Stasiun 4 √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 13
32 Pada stasiun 1 ini hampir semua famili ditemukan, tetapi famili yang paling mendominasi dan banyak ditemukan adalah jenis Hydropsydae. Di stasiun 2 ini ditemukan famili yang tidak jauh berbeda dari stasiun 1, untuk famili Tipulidae hanya ditemukan pada stasiun 1. Substrat pada stasiun 2 sendiri berupa bebatuan kecil, serta pasir berkerikil. Pada stasiun 3 ini famili yang ditemukan lebih sedikit serta jumlah dari masing-masing genus juga lebih sedikit. Jenis yang banyak ditemukan di stasiun 3 ini adalah famili Hydropsydae, Tendipedidae, dan Pyralidae. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat substrat kerikil pasir disertai sedikit lumpur. Ordo Ephemeroptera yang ditemukan hanya sedikit, hal tersebut dikarenakan perairan stasiun 3 kualitasnya menurun, sehingga jenis-jenis tersebut kurang dapat mentolerirnya. Pada stasiun 4 ini jumlah famili dan organismenya semakin ke waktu pengamatan ke tiga pada bulan Oktober, makin sedikit. Hal ini karena waktu pengamatan ke tiga masuk kedalam siklus musim hujan, dimana curah hujan sudah semakin besar, dan menyebabkan aliran sungai pun semakin deras, sehingga makroavertebrata yang ada terbawa oleh arus sungai. Seluruh makroavertebrata yang ditemukan pada setiap stasiun dihitung kelimpahannya. Nilai kelimpahan pada tiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai kelimpahan makroavertebrata dapat dilihat pada Gambar 6. Kelimpahan makroavertebrata dari hasil pengamatan sangat bervariasi, tetapi jelas terlihat, bahwa kelimpahan paling rendah terdapat pada stasiun 4, dan terlihat menurun dari pengambilan contoh bulan Agustus hingga Oktober. Dari kelimpahan yang didapat paling rendah pada stasiun 4 bisa dikatakan stasiun 4 ini kondisi perairannya sudah mengalami gangguan, sehingga kesehatan sungainya sungainya pun terganggu, dan bisa dikatakan kondisinya tidak sehat. Nilai kelimpahan rata-rata pada setiap stasiun cukup berbeda nyata, dilihat dari gambar grafik pun terdapat nilai yang bervariasi pada masing-masing stasiun. Nilai hasil uji kelimpahan tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 15. Menurunnya nilai kelimpahan terjadi pada bulan Oktober ini diduga karena musim hujan, dimana curah hujan pada bulan ini lebih banyak di banding ke dua bulan sebelumnya, sehingga debit air serta kecepatan arus pun lebih besar, sehingga makroavertebrata terbawa arus sungai. Pengambilan contoh yang ke satu di lakukan pada bulan Agustus, dimana pada bulan ini masih musim kemarau,
33 walaupun ada hujan tetapi curah hujannya tidak begitu besar, sehingga debit air, dan kecepatan arus di sungai masih stabil, sehingga cocok bagi habitat makroavertebrata.
Gambar 6. Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata. Pada grafik terlihat datanya semakin menurun berbeda dengan stasiun lainnya dimana pada pengambilan contoh yang ke dua meningkat, hal tersebut terjadi akibat arus di stasiun 1 semakin besar, karena nilai kelimpahan makroavertebrata di Sungai Cihideung, dipengaruhi oleh parameter fisika, kimia, substrat dasar perairan, dan kecepatan arus (Hawkes 1979). Untuk data jumlah genus rata-rata yang ditemukan pada setiap stasiun, sebagai informasi tambahan dapat dilihat pada Gambar 7. Dari gambar dapat dilihat genus yang paling banyak ditemukan yaitu pada stasiun 1, dan yang paling sedikit ditemukan yaitu pada stasiun 3. Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa perairan stasiun 3 ini sudah tidak sehat, dengan rendahnya jumlah genus yang ditemukan.
34
Gambar 7. Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun
4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Komposisi makroavertebrata dan biomassa makroavertebrata pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut dapat dilihat perbandingan antara komposisi kelimpahan makroavertebrata dan komposisi biomassanya. Komposisi kelimpahan merupakan jumlah organisme yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh, sedangkan komposisi biomassa makroavertebrata merupakan bobot dari masing-masing organisme yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Rata-rata pada stasiun 1, pada setiap pengambilan contoh, organisme yang mendominasi adalah jenis Tricoptera dan Diptera yang termasuk jenis fakultatif, hal tersebut dikarenakan substrat yang cocok pada stasiun 1 ini. Untuk biomassanya rata-rata yang mendominasi pada stasiun 1 ini adalah jenis Tricoptera, dan Gastropoda. Tricoptera dapat mendominasi, karena memiliki jumlah kelimpahan yang besar, sehingga bobot yang didapat pun besar ke dua ordo ini termasuk kedalam organisme yang mampu mentolerir bahan organik dalam jumlah yang sedang. Stasiun 1 ini masih bagus perairanya, dan masih tergolong sehat, dilihat dari organisme makroavertebrata masih terdapat jenis Plecoptera yang termasuk organisme sensitif, dan masih banyaknya ditemukan
35 organisme fakultatif. Untuk daerah sekitar stasiun 1 terdapat perkebunan dan pemukiman, namun tidak padat.
a).
b). Agustus
Agustus
100%
100%
80%
80%
60%
60%
40%
40%
20%
20% 0%
0% 1
2
3
Stasiun Pengamatan
1
4
2
3
4
Stasiun Pengamatan
Septem ber
September 100%
100%
80%
80%
60%
60%
40%
40%
20%
20% 0%
0% 1
2
3
1
4
2
3
4
Stasiun Pengamatan
Stasiun Pengamatan
Oktober
Oktober 100%
100%
80%
80%
60%
60% 40%
40%
20%
20%
0%
0%
1
2
3
4
1
Stasiun Pengamatan
2
3
4
Stasiun Pengamatan
Keterangan: a= komposisi kelimpahan; b= komposisi biomassa
Gambar 8. Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata
Untuk stasiun 2, rata-rata pada setiap pengambilan contoh ordo yang ditemukan
paling banyak dan mendominasi adalah Ephemeroptera dan
36 Tricoptera. Berbeda dengan kelimpahan, untuk biomassanya yang mendominasi adalah jenis Gastropoda dan Ephemeroptera. Gastropoda melimpah karena hewan tersebut merupakan hewan bercangkang, sehingga memiliki berat yang lebih besar dibanding organisme lainnya. Jenis Tricoptera dan Ephemeroptera yang banyak ditemukan pada stasiun 2 ini, merupakan organisme intoleran yang dapat digunakan untuk menunjukan keadaan daerah aliran suatu perairan yang belum tercemar berat (Wilhm 1975). Perairan stasiun 2 ini dapat dikategorikan masih cukup sehat, walaupun masuk ke dalam kategori tercemar ringan. Pencemaran tersebut diduga berasal dari daerah sekitar sungai yang terdapat pemukiman penduduk dan wilayah perkebunan, dan beberapa meter di atas stasiun 2 ini terdapat tambak ikan yang masih cukup aktif. Untuk biomassanya sendiri lebih dipengaruhi oleh bobot organisme yang ditemukan, tanpa berhubungan langsung dengan bahan pencemar. Untuk stasiun 3, rata-rata organisme yang mendominasi adalah ordo Tricoptera pada pengambilan bulan Agustus, dan Diptera pada pengambilan contoh bulan September dan Oktober. Berbeda dengan kelimpahan, untuk biomassa stasiun 3 yang mendominasi adalah jenis Gastropoda dan Lepidoptera. Gastropoda dan Lepidoptera dapat mendominasi dalam biomassa karena ukurannya lebih besar dari jenis Ticoptera dan Diptera, sehingga walaupun nilai kelimpahannya lebih besar, namun tidak pada nilai biomassa, karena biomassa salah satunya dipengaruhi oleh ukuran satuan organisme itu sendiri. Pada stasiun 3 ini
diduga sudah mendapat masukan bahan organik yang lebih besar dan
perairannya sudah tidak sehat, karena banyak ditemukan organisme jenis Diptera yang beberapa jenisnya masuk kedalam jenis fakultatif dan toleran. Menurut Hawkes (1979) meningkatnya kandungan bahan organik di perairan akan meningkatkan pula jenis-jenis makroavertebrata yang tahan terhadap perairan tercemar. Rata-rata kelimpahan pada stasiun 4 juga tidak berbeda jauh dengan stasiun 3, dimana ordo Ephemeroptera mendominasi pada bulan Agustus dan September, untuk Oktober banyak ditemukan ordo Diptera. Hal tersebut di karenakan pada pengambilan September dan Oktober sudah mulai memasuki musim penghujan, aliran air lebih deras, dan masukan bahan organik lebih besar. Untuk biomassa
37 yang mendominasi adalah Gastropoda, hal tersebut diduga pada stasiun 4 ini keanekaragaman jenis makin menurun sehingga Gastropoda yang mendominasi dari segi biomassa, walaupun untuk kelimpahannya tidak terlalu besar. Dari rata-rata komposisi biomassa makroavertebrata, yang memiliki bobot terbesar didominasi oleh jenis Gastropoda, tetapi untuk komposisi kelimpahan makroavertebratanya didominasi oleh jenis Tricoptera, Ephemeroptera dan Diptera. Untuk jenis Tricoptera ini bahkan jumlahnya ada yang mencapai 223 pada salah satu stasiun, namun dari segi bobot tidak terlalu besar sesuai dengan ukuran per jenisnya. Seperti yang kita ketahui Gastropoda merupakan hewan avertebrata yang bercangkang, sehingga bobot terbesarnya itu berasal dari cangkangnnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelimpahan yang besar tidak berarti bobotnya ikut besar, demikian juga sebaliknya., karena besar biomassa makroavertebrata ini salah satunya dipengaruhi oleh ukuran dari organisme makroavertebrata. Ukuran dari satuan organisme juga mempengaruhi dari bobot yang didapat. Hal tersebut dapat dilihat dari data kelimpahan jenis makroavertebrata dan biomassa pada Lampiran 13 dan 14. Dari famili yang ditemukan pada setiap stasiun dapat digolongkan menjadi insekta dan non-insekta. Famili yang termasuk ke dalam jenis insekta adalah Tricoptera, Lepidoptera, Diptera, Ephemeroptera, Coleoptera, dan Plecoptera, sedangkan yang tidak termasuk insekta adalah Turbellaria, Gastropoda, Oligochaeta, Annelida dan Polichaeta. Untuk jenis insekta biasanya berada pada substrat yang relatif berbatu besar dan berpasir (Setiawan 2008).
4.1.3. Indeks Biologi Indeks biologi yang digunakan dalam analisis makroavertebrata di Sungai Cihideung yaitu LQI, FBI, indeks saprobitas, dan SIGNAL 2. LQI ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kriteria lingkungan. Pada metode ini pemberian nilai berdasarkan tiap famili dari makroavertebrata yang ditemukan (Abel 1989). Nilai OQR dari makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung pada periode Agustus – Oktober dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, dengan acuan skor pada Lampiran 1 dan 2. Tabel 13, memperlihatkan nilai indeks biologi pada setiap stasiun di setiap bulannya, sedangkan Tabel 14,
38 memperlihatkan nilai indeks biologi pada setiap stasiun, dengan nilai tiap bulannya dirata-ratakan.
Tabel 13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada tiap stasiun di setiap bulan. Stasiun 1 NILAI
Indeks biologi LQI
FBI
Indeks saprobik
OQR Kisaran Interpretasi FBI Interpretasi Kisaran Interpretasi Is Kisaran Interpretasi
1
2
5,5
3,5 3,5-5,5 D-A+ 4,4 5,1 B B 4,4-5,11 S-B 1,96 2,6 1,96-2,96
Stasiun 2 3
1
4
5
5,1 S
2,9
sedang-ringan
2
Stasiun 3 3
1
2
Stasiun 4 3
1
4 2,5 2,5-5 F-A 4,5 4,5 4,4 B B B 4,47-4,58 B 2,2 3,2 2,2 2,2-3,13
5
4 2,5 2,5-5 F-A 4,73 5,4 5,4 B S S 4,73-5,42 S-B 2,20 2,8 3,3 2,20-3,19
sedang-ringan
sedang-ringan
2
3
4,5
5 1,5-5 H-A 4,93 5,29 B S 4,7-5,29 S-B 2,57 2,70 2,57-3,30
1,5
4,7 B
3,3
sedang
Tabel 14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan) Indeks Biologi
Nilai
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
OQR
5
4,5
4,5
3,5
LQI
Interpretasi
A
B
B
D
FBI
4,76
5,59
5,15
5,25
FBI
Interpretasi
B
S
S
S
Is
2,50
2,52
2,73
2,86
Indeks saprobitas
Interpretasi
R
S
S
S
Keterangan : A+= excellent; A = excellent; B = Baik; C = Baik; D = Sedang; R=ringan; H = Sangat rendah; F=Kualitas rendah; S= Sedang; B= Baik; Is= indeks saprobitas; 1= Agustus; 2= September; 3= Oktober;
Metode FBI digunakan untuk mengetahui organisme mana yang lebih peka terhadap kandungan oksigen terlarut karena adanya masukan bahan organik. Organisme yang lebih peka terhadap kandungan oksigen, memiliki nilai toleransi (skor biotik indeks) yang rendah, sedangkan organisme yang memiliki toleransi luas terhadap kandungan oksigen, memiliki nilai toleransi lebih besar. Nilai FBI di perairan Sungai Cihideung dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, dengan acuan skor pada Lampiran 6. Indeks saprobitas pertama kali diusulkan oleh Pantle and Buck tahun 1955 in (Ravera, 1979), untuk mengetahui tingkat pencemaran berdasarkan struktur
39 komunitas makroavertebrata. Tingkat pencemaran yang terjadi dalam suatu perairan dapat dilihat dalam indeks saprobitas. Nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada tabel 14 dengan indeks biologi lainnya. Nilai OQR (Overall Quality Ratings) pada indeks LQI masing- masing stasiun cukup bervariasi, dimana pada pengambilan contoh bulan Agustus nilainya berkisar antara 4,5-5,5,nilai tersebut menunjukan bahwa perairan pada pengambilan contoh pertama dari stasiun 1 hingga stasiun 4 masih dalam keadaan Ecxellent (Mason 1991). Acuan skor LQI dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada stasiun 1 nilai OQR masih termasuk bagus, dimana hal tersebut ditunjukkan oleh nilai perairan dengan kualitas sedang menuju excellent, jadi stasiun 1 ini dikategorikan kualitas perairannya masih baik. Pada stasiun 2 ini menurun kualitasnya, penurunan nilai OQR bisa terjadi karena sudah mulai memasuki musim penghujan, dimana arus lebih besar serta masukan bahan organik pun lebih banyak.Untuk stasiun 3, di temukan nilai OQR yang sama seperti pada stasiun 2 dimana kualitas perairannya berada pada kualitas yang rendah menuju excellent, nilai terbesar didapat dari pengambilan contoh pertama bulan Agustus dan terkecil pada pengambilan contoh bulan Oktober. Pada stasiun 4 kualitas perairan kembali menurun tetapi tidak secara drastis, yaitu berada pada kisaran 1,5-5 dimana nilai terbesar didapat dari pengambilan contoh bulan Agustus, sedangkan terkecil pada sampling Oktober. Untuk kesehatan Sungai Cihideung berdasarkan nilai LQI yang paling sesuai adalah nilai pada Tabel 14, dimana semakin ke arah stasiun 4, nilainya semakin menurun, dan Stasiun 1 hasilnya Ecxellent hal tersebut sesuai dengan hasil parameter kualitas airnya, yang memperlihatkan stasiun yang paling sehat adalah stasiun 1. Selain indeks LQI, ada pula Family Biotic Index (FBI). Pada stasiun 1 nilai FBI masih baik, dimana didapat interpretasi dengan kualitas air sedang hingga baik, nilai FBI nya tidak berbeda jauh. Dimana kualitas air yang baik berada pada pengambilan bulan Agustus dan September yang perairannya relatif masih bersih. Pada stasiun 2 kisaran nilai FBI terjadi peningkatan, dimana kualitas perairan pada stasiun 2 baik. Pada stasiun 3 nilai FBI mulai mengalami peningkatan, dan untuk stasiun 4 ini hampir semua jenis makroavertebrata tidak dapat bertahan.
40 Nilai FBI yang baik terdapat pada stasiun 1 dan 2, karena pada stasiun 1 dan 2 perairan masih bersih dengan kondisi substrat batuan besar dan pasir berkerikil, dan kegiatan manusia yang berada di sekitar stasiun, hanyalah daerah persawahan. Sedangkan pada stasiun 3 daerah sekitarnya di gunakan sebagai tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah, dan untuk stasiun 4 sendiri lebih dekat ke hilir, sehingga bisa di kategorikan wilayah pemulihan. Pada pengambilan contoh yang ke tiga nilai FBI didapat 4,5 – 5,4, dimana pada pengambilan contoh ke tiga ini sudah memasuki musim penghujan, sehingga kualitas air yang didapat dari sedang hingga baik. Pada pengambilan contoh ke tiga pada bulan Oktober kualitas sedang berada pada stasiun 1 dan 3, dan kualitas baik berada pada stasiun 2 dan 4. Untuk nilai FBI dapat dibandingkan antara nilai pada Tabel 13 dan 14, dimana pada Tabel 14 nilai FBI lebih jelas, semakin kearah stasiun 4 nilainya semakin menurun, dan stasiun yang paling sehat adalah stasiun 1 dengan interpretasi keadaan perairan Baik, dan semakin kearah stasiun 4 kondisi perairannya sedang. Nilai saprobitas yang semakin besar menunjukkan kualitas perairan yang semakin tercemar. Pada stasiun 1 termasuk kedalam perairan yang tercemar sedang hingga ringan, hal ini karena perairan stasiun 1 ini berada dekat hulu, sehingga tidak terjadi pencemaran berat. Untuk stasiun 2 ini walaupun nilai indeks saprobitasnya lebih besar dibandingkan stasiun 1 namun masih termasuk ke dalam kisaran tercemar sedang hingga ringan.
Pada stasiun 3 juga hasil indeks
saprobitas lebih besar dari stasiun 1 dan 2 namun masih termasuk kedalam tercemar sedang hingga ringan. Begitu pula untuk perairan stasiun 4 didapat nilai saprobitas dengan kisaran 2,57-3,30 dan termasuk kedalam perairan yang tercemar sedang. Untuk indeks saprobitas dapat dibandingkan antara nilai pada Tabel 13 dan 14, dimana nilai pada Tabel 14 lebih jelas. Stasiun yang paling sehat terdapat di stasiun 1 dengan interpretasi kualitas perairannya tercemar ringan. Dari semua stasiun diketahui bahwa perairan Sungai Cihideung kondisi perairannya sedang hingga baik. Dimana stasiun yang paling sehat berada pada stasiun 1. Semakin kearah stasiun 4 kualitas perairannya semakin menurun. Penurunan kulitas perairan ini diduga karena adanya buangan dari limbah rumah
41 tangga warga sekitar sungai, irigasi sawah, serta dari limpasan Daerah Aliran Sungai yang membawa bahan organik ataupun anorganik.
4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level) Metode ini pertama kali di kembangkan di Australia tahun 1993, digunakan untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean di dekat Sidney. SIGNAL 2 ini mengindikasikan kualitas air di sungai, untuk nilai makroavertebrata di Sungai Cihideung dapat dilihat pada Lampiran 8, beserta acuan skor SIGNAL 2 pada Lampiran 7. Untuk penyebaran skor SIGNAL 2 dapat dilihat pada Gambar 9.
10 9
Nilai SIGNAL 2
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
5
10
15
20
25
Jumlah famili Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Gambar 9. Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun
Semakin kecil skor SIGNAL 2 menunjukan organisme yang memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan yang tercemar (Chessman 2003). Pada Gambar 8, dapat dilihat adanya penyebaran titik pada kuadran 1 dan 3. Hal tersebut menunjukan bahwa organisme memiliki toleransi terhadap perubahan lingkungan perairan. Pada grafik tersebut, yang diplotkan adalah rata-rata jumlah nilai pada setiap stasiun yang terdiri dari 4 stasiun pada tiga kali pengambilan contoh dengan nilai < 0 tidak dimasukan, sehingga terdiri dari empat titik. Pada kuadran 1 tersebut menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili makroavertebrata, jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa,
42 keanekaragaman keadaan fisik habitat makroavertebrata yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Pada kuadran 1 ini menggambarkan kondisi perairan stasiun 1 dan 2 yang sehat dengan tingginya jumah famili yang ditemukan. Hal tersebut diduga karena perairan stasiun 1 dan 2 keadaan perairannya masih baik, dengan tingkat pencemaran ringan, seperti yang disebutkan pada indeks biologi. Pada kuadran 2 menunjukan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah famili makroavertebrata yang tinggi tidak ada stasiun yang masuk kedalam kuadran 2 ini. Pada kuadran 3, menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Stasiun yang masuk kedalam kuadran 3 ini adalah sebagian titik dari stasiun 3 dan 4, dimana yang dapat bertahan adalah jenis makroavertebrata yang fakultatif atau toleran, sehingga sungai yang berada di kuadran 3 ini telah di indikasikan tidak sehat karena banyak zat pencemar yang masuk kedalam perairan. Untuk kuadran 4 menunjukan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makroavertebrata yang rendah pula. Pada gambar di atas digambarkan tidak ada stasiun yang berada pada kuadran 4 ini, hal tersebut diduga dengan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili yang tidak menurun drastis, dapat digambarkan bahwa pencemaran pada stasiun 3 dan 4 tidak tercemar berat. Keadaan semua kuadran dapat dilihat dari kondisi masing-masing stasiun yang terdapat pada Gambar 10.
Keterangan: A=stasiun 1; B=stasiun 3; C=stasiun 2; D=stasiun 4.
Gambar 10. Kondisi stasiun pengambilan contoh.
43
4.2 Parameter Fisika dan Kimia Parameter fiska dan kimia diambil bersamaan dengan pengambilan contoh makroavertebrata. Parameter fisika dan kimia merupakan parameter-parameter penting untuk menunjang kehidupan makroavertebrata, hasil analisis kualitas air disajikan dalam grafik dan dapat dilihat pada Gambar 11. TSS atau padatan tersuspensi. Kandungan padatan tersuspensi yang ada di sungai salah satunya dipengaruhi oleh kekeruhan dan curah hujan. TSS yang didapat di Sungai Cihideung ini berkisar antara 6 – 17 mg/l. Dimana pada grafik terjadi fluktuasi, nilai terendah terdapat pada stasiun 1, dimana stasiun 1 ini masih dekat dengan daerah hulu, dengan substrat batuan besar. Untuk nilai TSS terbesar terdapat di stasiun 3, tingkat kekeruhannya pun disekitar stasiun 3 ini tinggi, diduga terdapatnya aktifitas antropogenik yang tinggi di sekitar stasiun 3 ini sebagai penyebab nilai TSS tinggi. Tingginya nilai TSS akan berpengaruh pada kekeruhan perairan dan akan berpengaruh pula pada kemampuan organisme melekat di substrat. Nilai kekeruhan berhubungan erat dengan nilai TSS, karena ke dua parameter tersebut saling menunjang dan dapat menggambarkan bagaimana substrat perairan. Nilai kekeruhan pada Sungai Cihideung yang didapat tidak jauh berbeda dengan pola nilai TSS, dimana semakin ke arah stasiun 4 nilainya semakin meningkat. Stasiun 1 memiliki nilai kekeruhan terendah karena substrat yang ada di stasiun 1 satu berupa batuan besar dan pasir berkerkil, kegiatan di sekitar stasiun 1 juga tidak banyak, dan ada pula tempat penjernihan air. Sedangkan pada stasiun 3 banyak kegiatan antropogenik, selain pemukiman yang padat, kemudian tempat pembuangan dari pemukiman itu sendiri, hingga digunakan untuk mencuci. Air limpasan dari daerah diatasnya juga berkumpul di stasiun 3, terlebih lagi substrat stasiun 3 ini terdiri dari tanah serta pasir berlumpur. Kekeruhan sendiri disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun yang berupa plankton dan organisme lain (APHA 1976; Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003).
44
Gambar 11. Parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun.
45 Oksigen diperlukan bagi setiap mahkluk hidup, begitu juga dengan organisme makroavertebrata. Nilai oksigen di perairan bisa menjadi faktor pembatas bagi organisme makroavertebrata (Setiawan 2008). Nilai oksigen terlarut di Sungai Cihideung ini dapat dilihat pada Gambar 10, semakin ke arah stasiun 4 nilainya semakin menurun. Nilai kandungan oksigen terlarut apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001 yaitu >4mg/l, maka memenuhi baku mutu yang ada. Selain oksigen terlarut, ada pula Oksigen biokimiawi (BOD), yang merupakan nilai bahan organik yang berasal dari dekomposisi aerob organisme perairan. Nilai oksigen biokimiawi Sungai Cihideung dapat dilihat pada Lampiran 9, dimana nilainya berfluktuasi. Hasil pengamatan diperoleh nilai BOD di DAS Cihideung berkisar antara 1,28 mg/l dan 1,96 mg/l dengan rata-rata sebesar 1,638 mg/l Berdasarkan baku mutu yang telah di tetapkan pada PP. No. 82 Tahun 2001, nilai BOD di DAS Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan perikanan. Center dan Hill (1979) in Effendi (2003) menjelaskan bahwa di sungai yang berarus lambat, kadar BOD sebesar 5 mg/l akan menyebabkan lingkungan air yang buruk, namun di perairan berarus deras kadar BOD sebesar 30 mg/l belum mengakibatkan gangguan nyata. Kadar BOD5 tertinggi terdapat di stasiun 3 yaitu sebesar 1,96 mg/l. Tingginya nilai BOD yang didapat pada stasiun 3 diduga akibat banyaknya bahan organik yang masuk kedalam perairan berasal dari daerah sekitar stasiun 3, yang banyak terdapat aktivitas antropogenik, atau berasal dari limpasan air dari daerah aliran sungai di atasnya, akan tetapi tingginya kandungan oksigen terlarut di perairan dapat juga membantu mendekomposisi bahan organik yang masuk ke perairan yang dilakukan oleh bakteri aerob dan anaerob. Apabila dibandingkan dengan nilai BOD, Nilai COD yang didapat pada setiap stasiunnya pada Sungai Cihideung ini cukup tinggi dapat dilihat pada grafik semakin ke arah hilir nilai COD semakin meningkat. Tingginya nilai COD ini disebabkan adanya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Sungai Cihideung, sehingga beban masukan bahan organik pun semakin besar. Dimana nilai terbesar terdapat pada stasiun 3, hal ini diduga karena stasiun 3 ini di kelilingi oleh pemukiman penduduk yang padat, dimana memiliki sistem aliran
46 pembuangan langsung ke sungai, selain itu sungai juga digunakan sebagai tempat mencuci, dan terdapat pula tempat pembuangan sampah. Suhu merupakan parameter fisika untuk mengatahui kualitas perairan sungai. Suhu air sungai dipengaruhi oleh musim, iklim, dan ketinggian permukaan laut, elevasi dan vegetasi di sepanjang aliran sungai (Setiawan 2008). Rata-rata suhu di Sungai Cihideung ini berkisar antara 26 – 27,6 0C. Pada grafik dapat terlihat semakin ke stasiun 4, terjadi penurunan suhu dan suhu terendah berada pada stasiun 3. Secara umum suhu pada masing-masing stasiun tidaklah berbeda jauh. Suhu sangat berhubungan erat dengan cuaca pada saat pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan pada pagi menjelang siang, sehingga masih banyak sinar matahari. Bila dilihat dari baku mutu air kelas II menurut PP no. 82 tahun 2001 suhu air sungai berkisar 21-270C, sehingga suhu Sungai Cihideung ini masih masuk kedalam baku mutu. Derajat keasaman atau biasa di kenal dengan pH didaerah Sungai Cihideung kondisinya dapat dilihat dari Gambar 9. Nilai pH antara stasiun 1, 2, dan 4 tidak jauh berbeda, sedangkan nilai pH terendah terdapat pada stasiun 3, hal tersebut diduga karena banyaknya aktifitas antropogeik di sekitar stasiun 3. Nilai pH Sungai Cihideung masih berada dalam kisaran pH yang dapat ditolerir oleh organisme makroavertebrata, termasuk serangga yaitu 4,5 – 8,5 (Hawkes 1979). Selain faktor fisika dan kimia yang telah di bahas, salah satu parameter yang penting lainnya adalah kecepatan arus dan kondisi substrat yang ada. Nilai kecepatan arus yang ada di Sungai Cihideung sangat bervariasi dan berubah-ubah. Dari ke tiga pengambilan contoh yang dilakukan nilai per stasiunnya sangat beragam, semakin kearah stasiun 4 nilainya semakin menurun. Dimana nilai tertinggi pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4. Agustus ini masuk kepada musim kemarau, tetapi tetap ada curah hujan. Semakin menurunya nilai kecepatan arus diduga karena semakin ke daerah hilir maka pergerakan air akan semakin melambat, hal tersebut dipengaruhi juga oleh tingkat kedalaman sungai dan jenis substrat. Nilai arus tertinggi berada pada stasiun 1, hal tersebut dikarenakan substrat pada stasiun 1 berupa batuan besar dengan kedalaman yang relatif pendek, walaupun memiliki arus yang kencang, organisme makroavertebrata dapat bertahan di batu-batu yang ada, selain itu pada stasiun 3 dan 4 substratnya
47 terdiri dari dasar berbatu yang keras dan pasir berlumpur, serta memiliki kedalaman yang lebih besar, karena menuju ke hilir sungai. Untuk nilai substrat ini tidak ada analisis secara mendetail, hanya secara visual saja, dapat diketahui untuk substrat jenis Cobblestone (batuan sungai yang besar) ± 25% dan paling banyak terdapat pada stasiun 1. Untuk jenis pebble (batuan kerikil) ± 55%, yang ada di semua stasiun. Untuk jenis lumpur sisanya yaitu ± 20%, berada pada semua stasiun, namun
berada di dasar perairan,
sehingga yang mendominasi tetaplah jenis batuan. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai dapat digunakan apabila terjadi perubahan topografi perairan maupun adanya penambahan massa air yang disebabkan oleh air hujan, ataupun akibat saluran irigasi. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai yang paling tinggi terdapat pada stasiun 1, hal tesebut karena daerah stasiun 1 ini cukup luas, dengan substrat batuan besar yang menyebabkan daerah sungai ini lebih luas. Selain dari luas daerah sekitar sungai, semakin ke pengambilan contoh yang ke tiga yaitu bulan Oktober, nilai lebar badan sungai dan lebar sungai ini semakin besar. Hal tersebut terkait dengan curah hujan, karena pada pengambilan contoh pertama bulan Agustus masuk kedalam musim kemarau, dan pada pengambilan contoh yang terakhir bulan Oktober musim hujan, sehingga semakin besar nilainya.
4.3. Keterkaitan Kelimpahan Makroavertebrata dan Kualitas Air Pada Setiap Stasiun. 1. Korelasi Pearson Perbandingan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara kelimpahan makroavertebrata dengan suhu, diperoleh nilai korelasi sebesar 0,053 dan tidak didapat niali probability, sehingga dapat diketahui bahwa keterkaitannya tidak signifikan. Hal tersebut menunjukan korelasi antara kedua parameter tesebut sangat lemah. Hal ini sesuai dengan Hasan (2008), bahwa nilai korelasi 0< r ≤0,20 masuk kedalam korelasi yang sangat lemah.
48 Tabel 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson. Parameter Kelimpahan dan TSS Kelimpahan dan Kekeruhan Kelimpahan dan BOD Kelimpahan dan COD Kelimpahan dan DO Kelimpahan dan pH Kelimpahan dan Suhu Kelimpahan dan Arus
p 0,05 0,05 (-) 0,05 (-) (-) (-) (-)
r 0,628 0,673 0,295 0,674 0,475 0,414 0,053 0,037
n 12 12 12 12 12 12 12 12
Korelasi Cukup kuat Cukup kuat Lemah Cukup kuat Cukup kuat Cukup kuat Sangat lemah Sangat lemah
Keterangan:p= nilai probability pada level 0,05 (95%); r= korelasi Pearson; n= jumlah paameter; (-) = tidak significant
Untuk korelasi kelimpahan famili makroavertebrata dengan kekeruhan dan TSS nilai korelasinya cukup kuat dengan probability sebesar 0,05. Nilai tersebut menunjukan adanya pengaruh dari nilai kekeruhan dan TSS terhadap jumlah kelimpahan makroavertebrata, sehingga korelasinya signifikan. Untuk korelasi jumlah kelimpahan makroavertebrata dengan parameter arus diperoleh nilai korelasi sangat lemah. Untuk parameter pH dan DO diperoleh nilai korelasi cukup kuat, namun tidak signifikan, karena tidak didapat nilai probability. Korelasi jumlah kelimpahan makroavertebrata dengan parameter BOD dan COD amat berbeda, karena untuk BOD hubungannya lemah, dengan perolehan nilai korelasi sebesar 0,295 dan tidak signifikan. Sedangkan hubungan kelimpahan dengan COD diperoleh nilai sebesar 0,67 dan probability 0,05 dengan hubungan korelasi yang
cukup
kuat.
Hal
tersebut
menunjukan
bahwa
nilai
kelimpahan
makroavertebrata dengan COD ini signifikan, berarti COD ini cukup mempengaruhi kelimpahan makroavertebrata di Sungai Cihideung.
2. Anova Satu Arah dan Uji lanjut LSD Sebelum diadakanya uji lanjut LSD ini didapat nilai Anove satu arah yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil dari uji lanjut LSD yang dapat dilihat pada Tabel 16, didapat hanya nilai Suhu, DO, BOD, dan COD yang berbeda nyata pada level 0,05. Hal tersebut juga diperkuat dengan bentuk trendline yang ada pada Gambar 10, dimana nilai uji lanjut ini sesuai dengan trendlinenya. Dengan nilai yang uji lanjut yang ada dapat dilhat adanya keterkaitan antar parameter pada setiap stasiunnya, dimana kondisi perairan serta
49 musim pada saat pengambilan contoh cukup mempengaruhi satu sama lain. Untuk sungai ini, adanya perbedaan waktu dalam pengambilan contoh dapat mempengaruhi hasil dari kualitas air dan kelimpahan makroavertebrata.
Tabel 16. Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun. Beda Nilai p Keterangan Tengah 1-2 112,083* Kelimpahan 1-3 116,250* 0,05 Tidak berbeda 1-4 133,833* TSS Tidak berbeda Kekeruhan Tidak berbeda 1-3 -35,333* 0,05 Berbeda nyata COD 1-4 -24,00* 0,05 Berbeda nyata 2-3 -36,667* 0,05 Berbeda nyata 2-4 -25,333* 0,05 Berbeda nyata 1-2 -1,9203* 0,05 Berbeda nyata 1-3 -2,0843* 0,05 Berbeda nyata BOD 1-4 -0,3116* 0,05 Berbeda nyata 2-3 -0,1640* 0,05 Berbeda nyata 2-4 1,6087* 0,05 Berbeda nyata 3-4 1,7727* 0,05 Berbeda nyata DO 1-3 3,530* 0,05 Berbeda nyata 1-4 3,4233* 0,05 Berbeda nyata Arus Tidak berbeda pH Tidak berbeda Suhu 3-4 -1,333* 0,05 Berbeda nyata Keterangan: *=nilai yang berbeda nyata; p= probabiliti pada level 95%(0,05); - = tidak terdapat nilai Parameter
Stasiun
Dari hasil yang didapat dari penelitian ini diketahui bahwa Sungai Cihideung ini termasuk kedalam perairan yang tingkat kesehatanya sedang hingga baik, dengan kondisi stasiun yang paling sehat berada distasiun 1. Kondisi perairan Sungai Cihideung ini tergantung pada letak wilayah DAS nya. Oleh karena itu perlu diperhatikann lagi tata guna lahan dan pemanfaatan sungai di sekitar DAS Cihideung dimana pengelolaan ini berguna untuk memperlancar infiltrasi air kedalam tanah, mengusahakan pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud
yang
berguna
bagi
masyarakat,
mengusahakan
semua
sumberdaya tanah dan air untuk memaksimumkan produksi, sehingga pencemaran oleh masyarakat dapat diredam.
50
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Nilai biologi, fisika dan kimia Sungai Cihideung sangat bervariasi. Seperti halnya jenis makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung ini terdiri dari 33 genus dari 19 famili yang ada. Komposisi terbesar dari ordo, Tricoptera, Diptera dan Ephemeroptera, yang rata-rata merupakan organisme intoleran dan fakultatif. Status perairan dari indeks-indeks biologi, LQI, FBI, dan indeks saprobitas kualitas perairannya termasuk kedalam sedang hingga baik, serta pada SIGNAL 2 juga bahwa organisme makroavertebrata di Sungai Cihideung ini memiliki toleransi tinggi terhadap kondisi lingkungan tercemar, dimana status perairannya ada yang masih bagus, tetapi ada yang terindikasikan sudah tercemar. Untuk indeks biologi yang paling sesuai digunakan pada sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2. Sedangkan secara fisika dan
kimia kondisi perairan Sungai Cihideung
masih masuk ke dalam tercemar sedang, dan nilai kualitas air yang bervariasi dari mulai tercemar hingga baik. Dari keempat stasiun, stasiun yang paling sehat berdasarkan parameter biologi dan fisika serta kimia adalah stasiun 1, dimana warna perairan stasiun 1 ini masih jernih dan berada dilokasi yang masih asri, dengan kelimpahan dan jumlah famili makroavertebrata yang ditemukan paling besar dan kualitas air yang masih termasuk kedalam baku mutu kelas II PP.No 82 Tahun 2001. Keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dengan parameter kualitas air mengunakan SPSS 13.0, didapat nilai yang signifikan untuk nilai TSS, kekeruhan dan COD. Hal tersebut menunjukan bahwa TSS, kekeruhan dan COD memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelimpahan makroavertebrata pada Sungai Cihideung.
50
51
5.2. Saran Perlu diadakan penelitian lebih mendetail mengenai kualitas perairan dari berbagai metode yang ada, pada Sungai Cihideung ini agar hasilnya pun lebih mendetail dan akurat Hal tersebut dapat dilakukan untuk mengantisipasi pencemaran yang lebih jauh lagi terkait dengan semakin banyaknya sungai-sungai yang tercemar di Indonesia ini, karena ulah manusia pada umumnya. Selain itu bagi masyarakat awam pada umumnya perlu diadakan penyuluhan serta pengawasan terhadap penggunaan sungai sesuai fungsinya khususnya pada Sungai Cihideung ini, misalnya saja dengan upaya pembersihan wilayah sekitar sungai, oleh pemerintah yang berwenang bersama masyarakat sekitar, sebagai wujud dari program kebersihan sungai.
52
DAFTAR PUSTAKA APHA. 1989. Standar Methods for Examination of Water and Wastewater. Ed 17th. Washington, D.C. Basmi J. 2000. Planktonologi: Distribusi Plankton dalam Perairan. dipublikasikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Tidak
Boyd CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Elsevies Scientific. Publishing Company. New York.482p. Chessman B. 2003. SIGNAL 2.iv- A Scoring System for Macroinvertebrates (‘Water Bugs’) in Ausralian Rivers ( User manual ). Departement of the Environtment Heritage. Australia. 32p. Cummins KW. 1975. Makroinvertebrates. In Whitton, B.A (Ed). River Ecology. Blackwell Scientific Publication Oxford. 170p. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 258h. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hadiati, R. 2000. Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Biologi Kualitas Lingkungan Perairan Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.Bogor. 70h. Tidak dipublikasikan. Hasan MI. 2008. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 297h. Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicators of River Water Quality. In James, A. and L.Evison (Ed). Biological Indicators of water quality. John wiley&Sons. Chichester. Hilsenhoff WL. 1988. Benthic Macroinvertebrates. in F. R. Hauer and G. A. Lamberti (Ed). Methods in Stream Ecology. Academic press. San Diego Huet M and Timmermans JA. 1971. Teks Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of fish. Fishing News (Books). London.436p. Hutchinson GE. 1976. Atreatise on Limnology (I). Jhon Wiley and Son, Inc. New York.
52
53 Hynes HBN. 1978. The Ecology of Running Water. Toronto: University of Toronto Press. Jeffries M, Mills D. 1996. Freshwater Ecology. Principles and Applications Chichester England: Jhon Wiley and sons, UK. Klein L. 1971. River Polution: I. Chemical Analysis. London Butterworths.206p. Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publisher. New York. 694p. Mason CF.1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman. New York.250p. Mason CF.1991. Biology of Freshwater Pollution. Longman Scientific and Technical. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan (Dengan Aplikasi SAS dan Minitab).Jilid I, Edisi 2. IPB Press. Bogor. Nedham GJ, Nedham RP. 1962. A Guide To Study of Freshwater Biology. Ed 5. Blackwell Science Ltd. Odum EP.1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Plafkin JL, Barbour MT, Porter KD, Gross SK, and Hughes RM. 1989. Rapid Bioassesment Protocolis for Use In Stream and Rivers. Benthic Makroinvertebrates and Fish. U.S. Environment Protection Agency. Washington, DC: US EPA 440p. River and Stream Health (North and Coastal Otago Annual Monitoring Summary). 2005 in www.orc.govt.nz (2 April 2009). Ravera O. 1979. Biological Aspect of Freshwater Pollution. Pergamon Press. London. Setiawan D. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Stirn J. 1981. Manual of Ecological Assesment of Pollution Effect Methods In Aquatic Environmet. Tech. Pap.FAO Rome.209p. Thompson B, Lowe S. 2004. Assesment of Macro Benthos Respon to Sediment Contamination in The San Fransisco Estuary. California. USA: J Environ Toxico.217p.
54 Vannote RL, Minshal GW, Cummins KW, Sedel JR, Cushing CE. 1980. The River Continum Concept. USA: Can j Fish Aquatic. Sci-137p. Welch PS.1952. Limnology.2rd edition.Mc Graw-Hill Book Company,Inc. New York.539h. Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebrates of The United States. A WileyInterscience Publication. New York. Wetzel RG. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystem. Academic Press. San Diego, California. USA. 1006h. Wilhm JF. 1975. Biological Indicator of Pollution in BA Whitton ( Ed ) River Ecology. Blackwell Scientific Publication. Oxford. 237p. Zimmerman MC. 1993. The use of the biotic inex as an indication of water quality. Volume 5 (C.A. Goldman, P.L. Hauta, M.A. O’Donnell, S.E. Andrews, and R. van der Heiden, Editors). Proceedings of the 5th Workshop/Conference of the Association for Biology Laboratory Education (ABLE).115P.
55
LAMPIRAN
56 Lampiran 1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Mason 1991) Istilah Mayflies Stoneflies River bug Caddisflies
Crayflies Dragonflies Caddisflies Mayflies Stone flies CaddisJies Snails Caddisflies Mussels Shrimps Dragonflies Water bugs Water Beetles
Caddisflies Craneflies Blackflies Flatworms Mayflies Alderflies Leeches Snails Cockles Leeches Hoglouse Midges Worms
Family Sliphlonuridae, Heptageniidae, Leptophlebiidae, Ephemerellidae, Potamanthidae, Ephemeridae Taeniopterygidae, Leuctridae, Capniidae, Perlodidae, Perlidae, Chloroperlidae Aphelochciridae Phryganedae, Molannidae, Beracidae, Odontoceridae, Leptoceridae, Goeridae, Lepidostomatidae, Brachycentridae, Sericostomatidae Astacidae Lestidae, Agriidae, Gomphidae, Cordulegasteridae, Aeshnidae, Cordullidae, Libellulidae Psychomyidae, Philoootamiidae Caenidae Nemouridae Rhyacophilidae, Polycentropidae, Limnephilidae Neritidae, Viviparidae, Ancylidae Hydroptilidae Unionidae Coroohiidae, Gammaridae Platycnemididae, Coenamidae Mesoveliidae, Hydrometridae, Gerridae, Nepidae, Naucoridae, Notonectidae, Pleidae, Corixidae Haliplidae, Hygrobiidae, Dytiscidae, Gyrinidae, Hydrophilidae, Clambidae, Heiodidae,Dryopidae, Elminthidae, Chrvsomelidae, Curculionidae Hydroosychidae Tipulidae Simuliidae Planariidae, Dendrocoelidae Baetidae Sialidae Piscicolidae Valvatidae, Hydrobiidae, Lymnaeidae, Physidae, Planorbidae Sphaeriidae Glossiphoniidae, Hirudidae, Erpobdellidae AselIidae Chitonomidae Oligochaeta (whole class)
Skor 10
8
7
6
5
4
3
2 1
57
Lampiran 2. Tabel rating standar dan nilai BMWP dan ASPT (Mason 1991) Habitat beriak dan masih bersih Rating X ASPT 7 6,0+ 6 5,5-5,9 5 5,1-5,4 4 4,6-5,0 3 3,6-4,5 2 2,6-3,5 1 0-2,5 Habitat beriak kotor untuk kolam Skor BMWP Rating X Skor ASPT 121+ 7 5,0+ 101-120 6 4,5-4,9 81-100 5 4,1-4,4 52-80 4 3,6-4,0 25-50 3 3,1-3,5 10-24 2 2,1-3,0 0-9 1 0-2,0 Skor BMWP 151+ 121-150 91-120 61-90 31-60 15-30 0-14
Rating Y 7 6 5 4 3 2 1 Rating Y 7 6 5 4 3 2 1
Lampiran 3. Nilai indeks LQI NILAI BMWP ASPT X Y OQR
St 1 St 2 St 3 St 4 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 67 53 43 71 32 27 65 40 24 57 48 6,1 4,82 5,38 5,46 5,33 4,5 5,91 5 4 5,7 6 4 3 3 4 3 2 4 3 2 3 3 7 4 5 6 5 3 6 5 3 6 7 5,5 3,5 4 5 4 2,5 5 4 2,5 4,5 5
3 14 2,8 1 2 1,5
58 Lampiran 4. Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas Oligosaprobik Ryacophila Chloroperline Optioservus Derallus polycentropus psephenus herricki Tipula Ameletus Arthroplea Ametropus Traverella
Mesosaprobik Hydropsyche Heptagenia Baetis syncera Brotia
olisaprobik Chironomus Lumbriculus Dugessia curtisia Namalycastis
Melanoides pupa tendipes tetan parapoynx paragrytis pupa tricoptera larva simulium
Pentaneura Dasyhelea Halobdella Glossiphonia Namalycastis
Lampiran 5. Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun. Jarang Ryacophila Chloroperline Tipula Derallus polycentropus Dugessia curtisia Namalycastis Lumbriculus
Acap kali Brotia pupa tricoptera pupa tendipes tetan Chironomus Lumbriculus Halobdella Glossiphonia syncera Melanoides psephenus herricki
Sering Hydropsyche Heptagenia Baetis parapoynx paragrytis Ameletus Arthroplea Ametropus Traverella simulium Pentaneura Dasyhelea
59 Lampiran
6.
Grup
Plecoptera
Nilai
FBI
in
Hauer
dan
Lambert
1996)
Polvcentrooodidae
6
Nilai 1
Psycomyiidae
2
Rhvacophilidae
0
Chloroperlidae
1
Sericostontatidae
3
Leuctridae
0
Uenoidea Corvdalidae Sialidae Pvralidae Drvopidae
3 0 4 5 5
Nemouridae
-
Megaloptera
-
Perlidae
1
Perlolidae
2
Pteromarcyidae
0
Taenioptervl!idae
2
Baetidae
4
Baetisuidae
3
Caenidae
7
Ephemerellidae
1
Ephemeridae
4
Oligoneuridae
Tricoptera
1988
Famili Capniidae
Heptageniidae Ephemeroptera Leotophlebiidae Metretooodidae .
Odonata
(Hilsenhoff
4 2 2 2
Polvmitarcvidae
2
Potomanthidae
2
Siphlonuridae
7
Tricorythidae
4
Aeshnidae
3
Calopterv2idae
5
Coenagrionidae
9
Cordulegastridae CorduIlidae Gomphidae
3 5 1
Lestiidae
9
Libellulidae
9
Macromiidae
3
Brachycentridae
1
Calamoceratidae
3
Glossosomatidae
0
Helicopsychidae
3
Hvdropsvchidae
4
Hvdroptilidae
4
Lepidostomatidae
1
Leptoceridae LimneDhilidae Molannidae
4 4 6
Odontoceridae
0
Philoootamatidae
3
Phrvganeidae
4
Lepidootera Coleoptera
60 Lampiran 6. (lanjutan) Elmidae
4
Psephenidae
4
Athericidae
2
Blepharoceridae
0
Ceratopogonidae
6
Blood-red
8
Chironomidae
Diptera
Isopoda
Dolochopodidae
4
Empididae Ephydridae Psychodidae
6 6 10
Simuliidae
6
Muscidae
6
Syrphydae
10
Tabanidae
6
Tipulidae
3
Gammaridae
4
Talitridae Asellidae
8 8 6 4
Lymnaeidae Phiysidae Sphaeridae Bdellidae Platyhelminthidae
6 8 8 10 4
Acarirfonnes Mollusca Hirudinea Turbe
61
Lampiran 7. Nilai SIGNAL berdasarkan famili dan makroavertebrata yang ditemukan (Chessman, 2003) Ordo/Kelas/filurn Famili Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Acarina Amhipoda Amhipoda Amhipoda Amhipoda Amhipoda Amhipoda Amphipoda Amphipoda Amphiooda Anaspidacea Anostraca Bivalva Bivalva Bivalva Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera
Arrenuridae Aturidae Eylaidae Hydrachnidae Hvdrodromidae Hydryphantidae Hygrobatidae Limnesiidae Limnocharidae Mideopsidae Momoniidae Notodromadidae Oxidae Pionidae Torrenticolidae Unionicolidae Ceinidae Corophiidae Eusiridae Melitidae Neoniphargidae Paracalliopidae Paramelitidae Perthiidae Talitridae Koonungidae Branchipodidae Corbiculidae Hvriidae Sphaeriidae Brentidae Carabidae Chrysomelidae Curculionidae Dytiscidae Elrnidae Gyrinidae Haliplidae Heteroceridae Hydraenidae Hydrochidae Hvdrophilidae Hygrobiidae Limnichidae Microsporidae Noteridae Psephenidae
Coleoptera Ptiliidae Ordo/Kelas/filurn Famili
Skor
Ordo/Kelas/filum
8 8 5 7 8 8 8 7 10 4 10 1 8 5 10 8 2 4 7 7 4 3 4 4 3 1 1 4 5 5 3 3 2 2 2 7 4 2 I 3 4 2 I 4 7 4 6
Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera HemiPtera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hemiptera Hirudinea Hirudinea Hirudinea Hirudinea Hvdrozoa Hvdrozoa Isopoda Isopoda Isopoda Isopoda Isopoda Isopoda Isopoda Isopoda LepidoPtera Mecoptera Megaloptera Megaloptera Nemertea Neuroptera Neuroptera Neuroptera Nemetomorpha Notostraca Odonata Odonata
3 Skor
Odonata Ordo/Kelas/filum
Famili Hydrobiidae Lymnaeidae Physidae Planorbidae Pomatiopsidae Thiaridae Viviparidae Belostomatidae Corixidae Gelastocoridae Gerridae Hebridae Hydrometridae Mesoveliidae Naucoridae Nepidae Notonectidae Ochteridae Pleidae Saldidae Veliidae Eroobdellidae Glossiphoniidae Omithobdellidae Richard""nianidae Clavidae Hvdridae Amphisopidae Cirolanidae Janiridae Mesamphisopidae Oniscidae Phreatoicidae Phreatoicopsidae Sphaeromatidae PvraIidae Nannochoristidae Corydalidae Sialidae T etrastemmatidae Neurorthidae Osmylidae Sisyridae Gordiidae Triopsidae Aeshnidae Austrocorduliidae (dulu bagian Corduliidae) Coenagrionidae Famili
Skor 4 1 1 2 1 4 4 1 2 5 4 3 3 2 2 3 1 2 2 1 3 1 1 1 4 3 2 1 2 3 3 2 4 2 1 3 9 7 5 7 9 7 3 5 1 4 10 2 Skor
62
Lampiran 7 (lanjutan) Coleoptera Coleoptera Coleoptera Decapoda Decapoda Decapoda Decapoda Decapoda Decapoda Decapoda Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Diptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Ephemeroptera Gastropoda Gastropoda Gastropoda
Ptilodactylidae Scirtidae Staphylinidae Atydae Grapsidae Hymenosomatidae Palemonidae Parastacidae Sundatelphusidae Shiponotidae Aphroteniinae (subfamily) Athericidae Blephariceridae Cecidomydae Ceratopogonidae Chaoboridae Chironomide Culcidae Diamseinae Dixidae Dolichopopidae Empididae Ephydridae Muscidae Orthoclaniinae pelecorhyncidae Podonominae Psychodidae Scatopsidae Sciaridae Sciomyzidae Simuliidae Stratiomydae Syrpidae Tabanidae Tanyderidae Tanypodinae Thaumaleidae Tipuliidae Ameletopsidae Baetidae Caenidae Coloburicidae Leptophlebiidae Oniscigastridae Prostopistomatidae Siphlonuridae Teloganodidae Ancylidae Bithyniidae Glacidorbidae
10 6 3 3 7 3 4 4 3 6
Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata
8
Odonata
8 10 1 4 2 3 1 6 7 3 5 2 1 4 10 6 3 1 6 6 5 2 2 3 6 4 7 5 7 5 4 8 8 8 4 10 9 4 3 5
Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Odonata Oligochaeta Oligochaeta Oligochaeta Oligochaeta Oligochaeta Plecoptera Plecoptera Plecoptera Plecoptera Plecoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Tricoptera Turbellaria Turbellaria
.
Corduleohvidae
Corduliidae Diphlebiidae Ghompidae Hemicordulidae Hypolestidae Isotictidae Lestidae Libellulidae Lindeniidae Macomiidae (bag. Corduliidae) Megapodagrionidae protoneuridae Synlestidae Synthemistidae Telephelebidae Urothemistidae Enchytraeidae Lumbriculiidae Naididae Phreodrilidae Tubificidae Autroperlidae Eustheniidae Gripopterygidae Notonemouridae Spongiliidae Antipodoeciidae Atriplectididae Calamoceratidae Calocidae Conoesucidae Dipseidopsidae Ecnomidae Glossomatidae Helicophidae Helicopsydae Hydribiosidae Hydropsydae Hydroptilidae Kokiriidae Leptoceriidae Limnephiliidae Odontoceridae Oeconesidae Philopotamidae Philorheithridae Polycentropopidae Tasimiidae Dugessia Temnocephala
5 5 6 5 5 9 3 1 4 3 8 5 4 7 2 9 9 4 1 5 4 3 10 10 8 6 3 8 7 7 9 7 9 4 9 10 8 8 6 4 3 6 8 7 8 8 8 7 8 2 5
63 Lampiran 8 Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun. Nilai Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Nilai SIGNAL 2 5,281 5,286 5,222 5,125 Jumlah famili 11 9 6 7
64 Lampiran 9. Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung Keterangan: Baku mutu: Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001
Parameter Suhu Lebar badan sungai Lebar sungai TSS Kecepatan arus Kedalaman pH DO BOD COD Kekeruhan
Satuan oC m m mg/l cm/s m mg/l mg/l mg/l mg/l NTU
Bakumutu 28
50
6-Jan >4 3 25
st1 27 25,2 23,4 7 1,54 22-25 7,4 7,59 0,235 28 19,5
Sampling 1 st2 st3 27 26 16,72 14,85 13,3 7,2 5 14 1,73 2,45 13-17 15-30 6,76 6,55 5,9 4,54 2,152 2,354 12 64 20 30
st4 27 22,4 18,5 15 3,44 14-33 6,5 3,5 0,564 54 29
st1 27 25,2 23,4 2 1,42 23-25 7 6,59 0,216 24 10
Sampling 2 st2 st3 26 25 16,72 14,85 13,3 7,2 2 6 1,65 1,96 13-15 15-38 7 7 3,65 2,99 2,022 2,312 32 54 12 16
st4 28 22,4 18,5 2 2,46 15-35 7 2,05 0,542 42 18
st1 26 25,5 23 10 1,05 36-38 6,98 7,87 0,26 30 23
Sampling 3 st2 st3 27 27 14,7 15,4 14,5 8,4 26 31 1,15 1,25 20-45 25-70 7,26 7,03 5,9 3,93 2,298 2,298 34 70 40 36
st4 27 26,5 22,5 29 1,05 24-55 7,2 6,23 0,54 58 34
65 Lampiran 10. Foto-foto stasiun Sampling.
Gambar 1. Stasiun 1
Gambar 2. Stasiun 2
Gambar 3. Stasiun 3
. Gambar 4. Stasiun 4 Lampiran 11. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian.
66
1. Alat
Gambar 1. D-frame net
Gambar 2. Mikroskop
Gambar 3. alat titrasi
Gambar 4. Timbangan digital
Gambar 5. Baki
Gambar 6. Turbidity meter 2. Bahan
Gambar 7. Reagen
Gambar 8. Botol sampel & formalin
67 Lampiran 12. Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan.
Gambar 1. Hydropsyche
Gambar 2. Lumriculus
Gambar 3. Simulium Perbesaran 4x10
Gambar 4. Dasyhelea Perbesaran 4x10
Gambar 5. Heptagenia
Gambar 6. Brotia
68 Lampiran 13. Data Kelimpahan Makroavertebrata Ordo Tricoptera
Diptera
Family Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Elmidae
Lepidoptera
Psephenidae Pyralidae
Epheroptera
Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae Jumlah
Genus Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
1
Stasiun 1 2 3
4
1
100
223
103
94
30 2
52
10
40 2 1 0
5 14 1 3 3 0
12 2
2
15 3
3 2 1 2 3 12
7 9 5
22 31
Sampling 1 (Agustus) Stasiun 3 4 1 2 3
24 1 2 5
21 2
3
26 3 7 2
11
15
7
3
12
7
3 5 1
15
17
Stasiun 4 2 3
1 8
5
6
4 3
7
3 5 2
7 3 7 1
10
6
3
1
14
3 30 2
5
2
1
16 22 10
4
5
5
23 25
6
15 4 5
4 6
13 10 6 5 16 21
12 35 4 6 9 18 8 3
9
14
3
2 3
2
3
4
2
338
276
211
75
2
228
9
4
2 1
7 15 15
Stasiun 2 2 3
146
3 4 10 5 6 5 6 1
3 2 10
2 1 2 143
3
2 3
80
2 10 4 15 14 2
4
9 3 2
1
2
5 2 3 6 4 12 11
1 2
4 4 1 11 5 7 8
80
1
2 2
4 3 3
1 5 1 5 2 6 9
6 5 2
3
1 2 6 9 1
4
62
40
47
5 2 1
17 11 1
2 75
2 1
1
1 30
2
2 2 10 6
6 46
48
69 Lampiran 13. Data Kelimpahan Makroavertebrata (lanjutan) Ordo
Family
Genus
Stasiun 1 2 3
1 Tricoptera
Diptera
Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Elmidae
Lepidoptera
Psephenidae Pyralidae
Epheroptera
Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae Jumlah
Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
4
1 77
64 6
23 1
152 4
41 2
17
22
59
130
2
5
28
17
4
23 9 20
3 10 6 16
1 4
3
Sampling 2 (September) Stasiun 2 Stasiun 3 2 3 4 1 2 3 29 2
71 1
77
19
3 25
8
42
31
9
21
7 1 1
40
24
11 8
4
Stasiun 4 2 3
1
4
22
9 3
12 1
9
17
22 1
21 1
2
21
24
4
31
25
25
3
9
21
8
5
1
10
4 3
8 15
12 7
6 7
1 2 4
1 5
2 3 2
11
2 2 2 7 4
7 2 15 3 2
1
5
1
5
3 3
2
2
1 7
2 2
6 6 5 1
2
5 14 9 10
4 1 13 7 1
2
6 15
1 18 12
5 2 5 3 2
1 3 16 14
2 5 17 21 2
12 3 3
4 4 1 1
2 2
2 6 1
2 10 125
19 6 2 5
77
344
9 3 6 4 2 1 279
5 5
6
21 1 175
7 186
91
5 1
7 2 1
2 1
1 3 8 7
3 1
1 1
2
3 1 6
3 9
149
82
60
1
104
159
49
1
3 1
73
94
77
70 Lampiran 13. Data Kelimpahan Makroavertebrata (lanjutan) Ordo
Family
Genus
Stasiun 1 2 3
1 Tricoptera
Diptera
Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Lepidoptera Epheroptera
Elmidae
Psephenidae Pyralidae Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae
Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
4
36
122
64 1
41
32
21
86
45
21
10
5
2
5
7
15 1
3 2
1
3
8
1
5
5
7 1 3 2
9
3 4 1
4 2
4
1 1
5 1
1
Stasiun 2 2 3
5
9
Sampling 3 (Oktober) Stasiun 3 4 1 2 3
8
6
4
8
7 1
7
8 1
2
1
24
2
4
4
4
2
10
7
3
7
4
2
1
2 2 2
2 2
3 1
1
2 2
3
14
1
1
6
7
2
16
6 4
4
4
8
6 1
7
3
6
3
5 2 1
2 2
1 1
1 2 2
1 1
1
5
7 1
Stasiun 4 2 3
1
19
1
1
5
11
5 1
2
2 3 2
6
4
3 2
4
1
1
1
1
2
3
3 1
1
3
1
2
5 1
4
1
3
1
6
2
18
2
71 Lampiran 14. Data Biomassa Makroavertebrata Sampling 1 (Agustus) Ordo Tricoptera
Diptera
Family Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Elmidae
Lepidoptera
Psephenidae Pyralidae
Epheroptera
Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae
Genus Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
1 0,507
0,0337 0,188 0,0023 0,0002
Stasiun 1 2 3 1,4002 0,3842 0,0047 0,0156 0,1156 0,0012 0,0017
0,0931
Stasiun 2 4 0,3585
1 0,1201 0,0084
3 0,0593 0,0018 0,0021 0,0009
4 0,0591 0,0025
0,0003
2 0,0455 0,0037 0,0086 0,0004
0,007 0,005
0,0076
0,0083
0,0045
0,0019
0,0059
0,0075
0,0016 0,004 0,0009
1 0,0006
0,0011 0,0009
0,0013
0,0099 0,0065 0,0381 0,0365 0,0016
0,0016 0,0408 0,1043 0,0066 0,0062 0,0034
0,0257 0,0,312
0,0019 0,029
0,0037 0,0018 0,0006 0,0039
0,0826 0,0361 0,0063 0,0152 0,0179 0,0097
0,0039
0,0021
0,0016
0,0018
0,0013 0,012
0,0022
0,0021
0,0003
0,1034 0,0697 0,0308 0,0427 0,0319 0,0347
0,0048
0,0051 0,0081
0,0198 0,0208 0,005 0,0111 0,0058 0,0119
0,0605 0,068 0,0011 0,0607 0,0335 0,0262 0,0043 0,0036
4,7329
6,7394
0,4312
0,0871
0,0265
0,9401
0,00246 0,0082
0,6521 0,0623
1 0,00914
0,003 0,0025
0,0018
0,0013
0,0023 0,0035
4 0,1682
Stasiun 4 2 3 0,0396 0,0489
4 0,0049
0,0031
0,0032 0,0034
Stasiun 3 2 3 0,0359 0,0249
0,0034
0,0016 0,0506 0,0506 0,0031 0,018 0,0275 0,0409 0,0057 0,0284 0,019 0,0063
0,0223 0,0051 0,0599
0,0023 0,0008 0,0174
0,0056 0,0048 0,0593 0,0111 0,0196 0,0056
0,0038
0,0007
0,0016
0,0033 0,0009 0,0009
0,0011
0,0076
0,0052 0,047 0,0072 0,0094 0,0335 0,0103 0,0137
0,0014 0,0008
0,0003 0,0004 0,0021
0,0004 0,1099 0,0317 0,0081 0,0022 0,0257 0,0042 0,0082 0,0204
0,0003 0,0021 0,0013 0,0017
0,0009
0,0072 0,0013 0,0187 0,0057 0,0091 0,0122
0,016 0,061 0,0018 0,0021 0,0086 0,0033 0,0073 0,0029
0,018
0,001 0,001
0,0425
0,009 0,0029 0,0065 0,0018
0,0019 0,0033 0,0061 0,0111
1,0065
72 Lampiran 14. (lanjutan) Sampling 2 (September) Ordo
Family
Genus
Stasiun 1 1
Tricoptera
Diptera
Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Elmidae
Lepidoptera
Psephenidae Pyralidae
Epheroptera
Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae
Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
Stasiun 2
Stasiun 3
2
3
4
1
2
3
4
1
0,34 0,093
0,1133 0,0085
0,8468 0,0481
0,1457 0,0089
0,4253
0,0992 0,0062
0,2422 0,0017
0,1334
0,0204
0,0168
0,0215
0,327
0,1116
0,0006
0,001
0,1007
0,0084
0,0011
0,0891 0,0271 0,0266
0,0004 0,004 0,0011 0,0069
0,0005 0,0004
0,0284
0,0005 0,0147
0,0026 0,0269 0,0137
0,0313
0,1588 0,0843 0,0245 0,041 0,0081
0,0027 0,1211 0,0846 0,017 0,0004
0,0011
0,0024 0,0625
0,0015
0,098
0,0087
0,0031
0,0457
0,0012 0,0004 0,0001
0,87 0,006
0,0088
0,0011
0,2507
0,0051
0,0329
0,0027 0,0045
0,0112
0,0108
0,0094 0,0172
0,0252 0,0141
0,0304 0,0071 0,0281 0,0117
0,0412
2
4
0,1181
0,4575 0,0069
0,3753 0,0021
0,324
0,1121
0,0028
0,0172 0,1412
0,0031 0,0081 0,0772
0,0227 0,0075 0,2412 0,0451 0,0099
0,0054 0,7066 0,0152 0,0092 0,0061
1
2
3
4
0,062
0,1063
0,0673 0,0033
0,0435
0,0175
0,0019
0,0143
0,412
0,0101
0,035
0,0031
0,0015
0,0009
0,0001
0,0021
0,0002
0,0021
0,0009 0,0003
0,0012
0,0083 0,007
0,0098 0,023 0,0182
0,0078
0,0155 0,0096 0,012 0,015
0,0121 0,0134
0,3812
0,4136 0,3843
0,0009
0,0076 0,0407 0,0421 0,0635
0,00642
0,0013 0,0017 0,0065 0,0062 0,0182 0,0022
0,0017 0,0097 0,0155 0,0206 0,0211
0,0024 0,0041
Stasiun 4 3
0,0004 0,0804 0,2005
0,8803 0,624
0,0003 0,0071 0,0239 0,0312
0,0009 0,0098 0,0312 0,0257
0,0806
0,0574
0,1302
0,0517
0,0022
0,019 0,0035
0,0043
0,4616 0,0267 0,0041 0,0092
0,0011
0,0043
0,0009 0,0007
0,0617
0,0696 0,5502 0,2775
0,9112 0,301
0,0578 0,814 0,068
73 Lampiran 14. (lanjutan) Sampling 3 (Oktober) Ordo
Family
Genus
Stasiun 1 1
Tricoptera
Diptera
Hydropsydae Rhyacophilidae Simulidae Tipulidae Tendipedidae
Heleidae Coleoptera
Elmidae
Lepidoptera
Psephenidae Pyralidae
Epheroptera
Heptagenidae Ametropopidae
Annelida
Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Glossiphonidae Planaviidae
Gastropoda
Oligochaeta
Synceridae Thiaridae Lumbriculidae
2
3
4
1
0,0065 0,0121
0,2722
Hydropsyche Pupa tricoptera Ryacophila Simulium Tipula Pentaneura Syndiamesa Chyronomus Dasyhelea Pupa tendipes tetan Optioservus Derallus Polycentropus Psephenus Parapoynx Paragrytis Heptagenia Arthroplea Ametropus Traverella Ameletus Baetis Chloroperline Halobdella Glossiphonia Dugessia Curtisia
0,1673 0,0066
0,174
0,0951
0,0116
0,0405
0,0294
0,0081
0,0029
0,0047
0,007 0,0004 0,0094
0,0081 0,0008 0,0023
0,001 0,0001
0,0024 0,0315 0,1518 0,0058
0,006
Syncera Brotia Melanoides Lumbriculus
0,2173 0,1261
0,0775 0,0013
0,0006
0,0009
Stasiun 2 2 3 0,0434
0,0043
0,0031
0,0006
0,0011
0,00552 0,0006 0,0005
0,0071
0,0022 0,1426 0,0697
0,0035
0,0112
0,0007 0,009 0,0827
0,004
0,0009
0,0003 0,0012
4
0,0006 0,0133 0,0055
0,0006 0,0005
1 0,0099
Stasiun 3 2 3
1
2
3
4
0,0128
0,0371
0,0236 0,0071
0,0138 0,0054
0,0587
0,0174
0,0346
0,0016
0,0092
0,0025
0,0005
0,001
0,0028
0,0032 0,0001
0,0012
0,0142 0,0154
0,0404
0,0005
0,0051 0,01304
Stasiun 4 4
0,001 0,0569 0,0536
0,0008
0,0008 0,0011
0,0006
0,0007 0,0002
0,0792
0,0065
0,3027
0,0003
0,009
0,0238
0,9941 0,4649 0,0078
2,4789 0,0467
2,2692 0,1653 0,1675
0,0459 0,3612 0,0076
0,6058 0,6058
0,5833 0,5733 0,0155
0,0069
0,0245
0,0054
0,056 0,5169
0,0008
0,0112 0,0213 1,3841
75 Lampiran 15. Anova dan uji lanjut LSD ANOVA Famili Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Mean Square
df
36,167
2
18,083
28,750 64,917
9 11
3,194
F
Sig.
5,661
,026
Multiple Comparisons Dependent Variable: Famili LSD
(I) Stasiun 1,00 2,00 3,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 1,00 3,00 1,00 2,00
Mean Difference (I-J) 2,25000 4,25000* -2,25000 2,00000 -4,25000* -2,00000
Std. Error 1,26381 1,26381 1,26381 1,26381 1,26381 1,26381
Sig. ,109 ,008 ,109 ,148 ,008 ,148
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,6089 5,1089 1,3911 7,1089 -5,1089 ,6089 -,8589 4,8589 -7,1089 -1,3911 -4,8589 ,8589
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Kelimpahan ANOVA Kelimpahan
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 33590,771 10018,833 43609,604
df 3 8 11
Mean Square 11196,924 1252,354
F 8,941
Sig. ,006
Multiple Comparisons Dependent Variable: Kelimpahan LSD
(I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00
Mean Difference (I-J) Std. Error 112,08333* 28,89468 116,25000* 28,89468 133,83333* 28,89468 -112,08333* 28,89468 4,16667 28,89468 21,75000 28,89468 -116,25000* 28,89468 -4,16667 28,89468 17,58333 28,89468 -133,83333* 28,89468 -21,75000 28,89468 -17,58333 28,89468
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig. ,005 ,004 ,002 ,005 ,889 ,473 ,004 ,889 ,560 ,002 ,473 ,560
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 45,4521 178,7146 49,6187 182,8813 67,2021 200,4646 -178,7146 -45,4521 -62,4646 70,7979 -44,8813 88,3813 -182,8813 -49,6187 -70,7979 62,4646 -49,0479 84,2146 -200,4646 -67,2021 -88,3813 44,8813 -84,2146 49,0479
76 Lampiran 15. (lanjutan) Suhu ANOVA Suhu
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2,667 4,000 6,667
df
Mean Square ,889 ,500
3 8 11
F 1,778
Sig. ,229
Multiple Comparisons Dependent Variable: Suhu LSD
(I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00
Mean Difference (I-J) Std. Error ,00000 ,57735 ,66667 ,57735 -,66667 ,57735 ,00000 ,57735 ,66667 ,57735 -,66667 ,57735 -,66667 ,57735 -,66667 ,57735 -1,33333* ,57735 ,66667 ,57735 ,66667 ,57735 1,33333* ,57735
Sig. 1,000 ,282 ,282 1,000 ,282 ,282 ,282 ,282 ,050 ,282 ,282 ,050
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,3314 1,3314 -,6647 1,9980 -1,9980 ,6647 -1,3314 1,3314 -,6647 1,9980 -1,9980 ,6647 -1,9980 ,6647 -1,9980 ,6647 -2,6647 -,0020 -,6647 1,9980 -,6647 1,9980 ,0020 2,6647
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
TSS ANOVA TSS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 205,583 1065,333 1270,917
df
Mean Square 68,528 133,167
3 8 11
F ,515
Sig. ,684
Arus ANOVA Arus
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 940,346 4376,570 5316,917
df
Mean Square 313,449 547,071
3 8 11
F ,573
Sig. ,649
pH ANOVA pH
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,129 ,642 ,770
df 3 8 11
Mean Square ,043 ,080
F ,534
Sig. ,672
77 Lampiran 15. (lanjutan) DO ANOVA Do
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 24,223 14,509 38,732
df
Mean Square 8,074 1,814
3 8 11
F 4,452
Sig. ,041
Multiple Comparisons Dependent Variable: Do LSD
(I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00
Mean Difference (I-J) 2,20000 3,53000* 3,42333* -2,20000 1,33000 1,22333 -3,53000* -1,33000 -,10667 -3,42333* -1,22333 ,10667
Std. Error 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959 1,09959
Sig. ,080 ,012 ,014 ,080 ,261 ,298 ,012 ,261 ,925 ,014 ,298 ,925
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,3357 4,7357 ,9943 6,0657 ,8877 5,9590 -4,7357 ,3357 -1,2057 3,8657 -1,3123 3,7590 -6,0657 -,9943 -3,8657 1,2057 -2,6423 2,4290 -5,9590 -,8877 -3,7590 1,3123 -2,4290 2,6423
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
BOD ANOVA BOD
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 10,415 ,041 10,456
df 3 8 11
Mean Square 3,472 ,005
F 674,781
Sig. ,000
Multiple Comparisons Dependent Variable: BOD LSD
(I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00
Mean Difference (I-J) -1,92033* -2,08433* -,31167* 1,92033* -,16400* 1,60867* 2,08433* ,16400* 1,77267* ,31167* -1,60867* -1,77267*
Std. Error ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856 ,05856
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Sig. ,000 ,000 ,001 ,000 ,023 ,000 ,000 ,023 ,000 ,001 ,000 ,000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2,0554 -1,7853 -2,2194 -1,9493 -,4467 -,1766 1,7853 2,0554 -,2991 -,0289 1,4736 1,7437 1,9493 2,2194 ,0289 ,2991 1,6376 1,9077 ,1766 ,4467 -1,7437 -1,4736 -1,9077 -1,6376
78 Lampiran 15. (lanjutan)
Kekeruhan ANOVA Kekeruhan
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 187,063 851,167 1038,229
df 3 8 11
Mean Square 62,354 106,396
F ,586
Sig. ,641
COD ANOVA COD
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2955,667 584,000 3539,667
df 3 8 11
Mean Square 985,222 73,000
F 13,496
Sig. ,002
Multiple Comparisons Dependent Variable: COD LSD
(I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00
Mean Difference (I-J) 1,33333 -35,33333* -24,00000* -1,33333 -36,66667* -25,33333* 35,33333* 36,66667* 11,33333 24,00000* 25,33333* -11,33333
Std. Error 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615 6,97615
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Sig. ,853 ,001 ,009 ,853 ,001 ,007 ,001 ,001 ,143 ,009 ,007 ,143
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -14,7537 17,4204 -51,4204 -19,2463 -40,0870 -7,9130 -17,4204 14,7537 -52,7537 -20,5796 -41,4204 -9,2463 19,2463 51,4204 20,5796 52,7537 -4,7537 27,4204 7,9130 40,0870 9,2463 41,4204 -27,4204 4,7537
79
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juni 1986, sebagai anak pertama dari satu bersaudara (tunggal), dari pasangan Bapak Dwi Waryono, Bscf. dan Ibu Tati Suryati. Pendidikan formal diawali di SDN Bangka 4 Kota Bogor, hingga lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN 3 Kota Bogor dan menyelesaikan studi tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMUN 5 Kota Bogor tahun 2004 dan pada tahun yang sama pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada program studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di himpunan profesi HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perairan) periode 2005 – 2006 bidang Informasi dan Komunikasi, serta beberapa kepanitian diantaranya: Festival Air (2005), OMBAK (2006), kepanitian pada fieldtrip mata kuliah: Ekologi Perairan, Oseanografi Umum dan Biologi Laut. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur
Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor” di bawah bimbingan Dr.Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Dr.Ir.M Mukhlis Kamal, M.Sc.
79