PENENTUAN HIPOSENTER GEMPA MIKRO MENGGUNAKAN METODE SINGLE EVENT DETERMINATION DAN JOINT HYPOCENTER DETERMINATION PADA LAPANGAN PANAS BUMI X Dr. Muhammad Hamzah S.Si MT1, Makhrani S.Si M.Si1, Nur Hasni2 1
Dosen Pembimbing Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam 2 Mahasiswa Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Sari Penelitian ini dilakukan pada lapangan panasbumi X untuk menentukan posisi hiposenter dan episenter gempa mikro. Penentuan hiposenter gempa mikro ini dilakukan dengan menggunakan metode Single Event Determination (SED) dan Joint Hypocenter Determination (JHD). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu tiba gelomabng P dan S yang terekam pada masing-masing stasiun. Hasil penelitian menunjukkan posisi hiposenter sebanyak 15 kejadian yang tersebar secara acak. Distribusi hiposenter berada pada kedalaman 1000-10000 meter. Penyebaran hiposenter dibawah 1000 meter menunjukkan bahwa gempa yang terjadi berada di sekitar reservoir dan pada kedalaman 4000-10000 meter sebanyak 10 kejadian yang dipengaruhi aktivitas vulkanik. Kata Kunci: Lapangan Panasbumi X, Hiposenter, gempa mikro, SED, JHD.
Abstract The research was conducted at a X geothermal field to determine the position of microearthquake hypocenter and epicenter. Hypocenter determination was done by Single Event Determination (SED) and Joint Hypocenter Determination (JHD). In this research used P and S waves arrival time that recorded at each station. The result showed that the position of hypocenter from the earthquake as much as 15 which spread random. Distribution of the hypocenter was at a depth 1000-10000 meters. Hypocenter spread below 1000 meters indicate that the earthquake was around reservoir and at a depth of 4000-10000 as much as 10 events that influenced volcanic activity. Keyword: X geothermal field, hypocenter, microearthquake, SED, JHD
1
I.
PENDAHULUAN kejadian gempa melalui letak hiposenter dan episenter. Dalam geologi, informasi lokasi hiposenter dapat digunakan untuk melihat kecenderungan arah aliran air injeksi dan menggambarkan sesar yang merupakan zona dengan permeabilitas yang relatif tinggi untuk pembuatan sumur produsi baru.
Lapangan panas bumi pada masa produksi terjadi perubahan tekanan, temperatur dan fasa fluida di dalam reservoir. Menurut Kuwano dan Takashi, hal ini kemudian dapat menimbulkan ketidakstabilan di reservoir sehingga menyebabkan terbentuknya rekahanrekahan yang menjadi salah satu penyebab timbulnya gempa mikro di dalam reservoir (Kamah, 2006).
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengidentifikasi distribusi lokasi hiposenter lapangan panas bumi melalui penentuan hiposenter gempa mikro dengan menggunakan metode Single Event Determination (SED) dan Joint Hypocenter Determination (JHD). Dalam penelitian ini, data diperoleh dari PT. Pertamina Geothermal Energy.
Salah satu metode geofisika yang digunakan untuk pemantauan reservoir panas bumi adalah pemetaan episenter dan hiposenter gempa mikro dengan skala kegempaan < 3 skala Richter. Metode ini dapat menunjukkan sebaran zona-zona
II.
(y0), dan kedalaman di bawah permukaan (z0 [km]). Saat hiposenter dan waktu asal ditentukan oleh waktu kedatangan fase seismik dimulai oleh gempa pertama, lokasi akan dihitung sesuai dengan titik di mana gempa dimulai. Hal tersebut dilakukan secara iterasi hingga diperoleh model hiposenter yang menghasilkan nilai residual di tiap stasiun mencapai nilai minimum yang telah ditentukan.
Teori Dasar
Metode Penentuan Lokasi Hiposenter Metode Single Event Determination Pada penelitian ini untuk SED digunakan teori dan prinsip metode Geiger. Metode Geiger adalah suatu prosedur iterasi dengan menggunakan optimasi Least Square untuk menentukan lokasi hiposenter (Sahara, 2009).
Dimulai dari t adalah waktu tiba pertama (first arrival time) gelombang seismik di setiap stasiun pengamatan (seismometer) ke-i (xi, yi, zi) dari hiposenter (x0, y0, z0), Tcal adalah waktu tempuh kalkulasi berdasarkan model kecepatan 1D bawah permukaan yang digunakan dan
Lokasi gempa didefenisikan dengan lokasi hiposenter gempa (x 0, y0, z0) dan waktu asal t0. Hiposenter adalah lokasi fisik dari sumber gempa, biasanya diberikan dalam longitude (x0), latitude 2
Sedangkan Tobs adalah waktu tempuh observasi berdasarkan selisih antara waktu tiba di tiap stasiun (t i) dengan waktu asal (t0). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
=
=[
=
Apabila suatu gempa terjadi pada posisi x0, yo, zo pada waktu t0 di stasiun dengan posisi xi, yi, zi akan tercatat waktu tiba gelombang gempa tersebut pada waktu t i, maka waktu tempuh gelombang seismik dapat diketahui (x0, yo, zo, t0).
= = = =
=
… … … … … …
1 = …2
1
hiposenter
+ + + +
(5) yang
(6)
Perbaikan posisi hiposenter akan terus dilakukan dengan melakukan iterasi hingga residual waktu tempuh observasi dan kalkulasi mendekati nol.
(2) Metode Joint Hypocenter Determination
Bila persamaan 2.5 di atas disusun untuk semua stasiun yang merekam gempa maka akan terbentuk sebuah matriks persamaan residual waktu tempuh. Matriks persamaan tersebut bisa dituliskan dalam persamaan: [ ]x
… … …
Perbaikan lokasi diperoleh adalah:
Linearisasi persamaan 2.4 bisa dituliskan kembali dalam bentuk .
+
… … …
=
Dari persamaan 2.3 diketahui apabila waktu tiba gelombang pada stasiun pengamat sama dengan jumlah dari waktu tempuh dan waktu asal, maka akan menghasilkan residual/error yang bernilai nol, dapat diperkirakan bahwa posisi dan waktu asal gempa tersebut benar.
+
(4)
adalah sebagai berikut : 1 1 1
Dengan ri adalah nilai residual.
= t+
[ ] r
Dengan elemen penyusun matriks di atas
(1)
−
]
Salah satu metode untuk merelokasi hiposenter dengan lebih akurat adalah Joint Hypocenter Determination (JHD). Metode ini secara simultan akan menginversi waktu tempuh sekelompok hiposenter untuk mendapatkan lokasi hiposenter yang lebih akurat serta besaran koreksi stasiun sebagai koreksi terhadap
(3)
3
Personal Computer (PC), Perangkat Lunak SMART-24, Gobal Mapper dan Arcgis, Surfer, serta Matlab.
kesalahan akibat model kecepatan 1D yang digunakan. Koreksi stasiun adalah suatu koreksi untuk memasukkan variasi kecepatan ke arah lateral yang tidak diperhitungkan pada penggunaan model kecepatan 1-D. Koreksi ini dilakukan pada semua stasiun pengamat.
III.2.2 Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data gempa mikro periode MaretMei 2011 yang terekam pada masingmasing stasiun MEQ Pertamina Geothermal lapangan X.
Dalam buku Grandis (2010) menyatakan agar residual waktu tempuh observasi dan kalkulasi memiliki signifikasi yang jelas, maka selisih kuadratik data pengamatan dengan data perhitungan dirata-ratakan serta dihitung akarnya sehingga menghasilkan root mean square error (ERMS) dalam satuan data (Purwansyah, 2012): =
∑ (
−
)
III.3. Pengolahan Data Kegiatan ini meliputi pemindahan data hasil pemantauan (monitoring) gempa mikro di lapangan berupa *.cd11 dan mengkonversinya ke dalam format *suds menggunakan Smartoffline, menyatukan signal seismik dari seluruh stasiun pada waktu yang sama menggunakan Smartassociate, memfilter data yang memiliki status gps unlocked, memfilter dari file associate yang memiliki event, serta automatic picking menggunakan Smartquake.
(11)
III. Metodologi Penenlitian III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai Mei-Juli 2013, untuk monitoring gempa mikro dilaksanakan di daerah produksi area lapangan panas bumi X yang secara kegiatan pengolahan data dilaksanakan di Kantor Pusat Pertamina Geothermal Energy Jakarta Pusat.
Setelah itu melakukan, trimming, analisis microseismic signal, manual picking, pemetaan hiposenter dan episenter dengan metode SED dan JHD menggunakan Seisplus. Setelah mengetahui posisi hiposenter, data tersebut diplot ke dalam peta mengguanakan Surfer.
III.2 Alat dan Bahan III.2.1 Alat Peralatan yang digunakan untuk pengolahan data gempa terdiri dari: Perangkat keras (Hardware) yaitu
IV. Hasil Dan Pembahasan IV.1 Hasil 4
Data yang digunakan adalah data gempa mikro selama interval Maret hingga Mei 2011. Dari hasil analisis sinyal data, hasil picking dari bulan Maret-Mei jumlah data gempa yang dimonitoring di lapangan panas bumi X didapat sebanyak 272 event yang terdiri dari 15 event gempa mikro dan 257 termasuk ke dalam kategori gempa regional dengan selisih waktu tiba gelombang P dan S (ts – tp) berkisar 10-60 detik dengan magnitudenya lebih dari 3 SR (Skala Richter) sedangkan gempa-gempa lokal (mikro) memiliki selisih waktu tiba kurang dari 3 detik dan magnitudenya kurang dari 3 SR sekitar 0 – 2 SR.
waktu tiba gelombang P dan S dari 15 gempa yang telah dipick, dan model kecepatan gelombang. Hasil dari penggunaan metode SED akan menghasilkan nilai hiposenter awal (x 0, y0, z0), origin time (waktu asal), dan travel time.(waktu tempuh). Distribusi episenter gempa mikro area panas bumi X dengan menggunakan metode SED dengan menggunakan Surfer untuk memplotnya di peta sedangkan distribusi hiposenter digambarkan dalam 3D yang dihasilkan dari program Matlab. Penentuan Hiposenter Menggunakan Metode JHD
dengan
Metode Joint Hypocenter Determination (JHD) diaplikasikan untuk memperbaiki kesalahan lokasi hiposenter awal dari SED serta mengurangi efek kesalahan model kecepatan 1 D yang digunakan pada metode SED melalui nilai koreksi.
IV.1 Penentuan Hiposenter dengan Menggunakan Metode SED Sebelum menentukan hiposenter, maka terlebih dahulu harus diketahui waktu tiba gelombang P dan S. Untuk mengetahui waktu tiba gelombang P dan S dilakukan picking secara interaktif menggunakan program Seisplus. Hasil akhir yang diperoleh dari picking berupa file dalam *.pha berisikan informasi hasil picking dalam hal ini waktu tiba gelombang P dan S.
Penentuan
Hiposenter
dengan
Menggunakan Metode SED dan JHD Hasil penentuan episenter yang sudah dioverlay antara SED dan JHD dapat dilihat adanya sedikit improvement (penyimpangan) hiposenter antara hasil SED dan JHD.
Setelah tahap picking dilakukan selanjutnya penentuan lokasi awal hiposenter dengan menggunakan metode Single Event Determination (SED) hanya untuk gempa mikro saja. Input yang digunakan pada proses inversi SED ini yaitu, lokasi stasiun perekam MEQ,
Untuk posisi gempa terhadap kedalaman, maka dibuat penampang dalam arah longitude dan latitude pada area lapangan panas bumi X.
5
menunjukkan posisi hiposenter yang lebih akurat. Data gempa mikro yang didapatkan hanya berjumlah 15 event. Analisis tingkat kegempaan yang terekam pada seismometer kebanyakan menunjukkan gempa-gempa tektonik regional sebanyak 257. Data gempa mikro yang didapat sangat minim. Hal ini disebabkan kemungkinan karena durasi pengukuran yang relatif singkat, background noise yang cukup besar, dan sensitifitas yang besar.
Gambar 4.7 Distribusi episenter gempa mikro hasil overlay antara metode SED dan JHD Perbandingan histogram RMS waktu tempuh SED dan JHD, secara stasitik hasil ini juga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, karena memiliki nilai RMS waktu tempuh yang lebih kecil sekitar 0 sampai 0.1 ms.
Pada daerah tersebut terjadi gempa mikro. Adanya gempa mikro yang berasosiasi dengan aktivitas gunung api yaitu gunung api G1 menandakan daerah gunung api tersebut masih aktif. Ini juga menandakan bahwa gempa mikro disebabkan karena kejadian atau aktivitas gunung api atau magmatik.
Perbandingan histogram Tobs-Tcal SED dan JHD yang menunjukkan bahwa T obsTcal untuk JHD lebih tinggi pada interval nilai 0-0.005 dimana hal itu menunjukkan penggunaan metode JHD memiliki perbaikan yang lebih bagus dibandingkan metode SED karena apabila Tobs-Tcal mendekati 0 maka diasumsikan posisi hiposenter mendekati benar.
Hasil analisis error pada tiap stasiun memberikan nilai koreksi stasiun yang sangat kecil. Tanda positif atau negatif pada nilai koreksi stasiun mengindikasikan variasi struktur kecepatan bawah permukaan yang lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan model kecepatan yang diberikan Nilai ini tentu sangat kecil dibanding dengan nilai data waktu tempuh yang rata-rata 0.1 second, sehingga nilai koreksi tidak begitu memberikan perubahan lokasi hiposenter yang signifikan.
Pembahasan Penelitian ini secara umum menggunakan metode iterasi untuk menentukan parameter model yang cocok dengan hasil observasi lapangan, di mana hal ini ditandai oleh selisih nilai residual waktu tempuh yang mendekati nol. Metode SED dan JHD diharapkan mampu meminimalkan error sehingga dapat
6
Rata-rata posisi hiposenter hanya bergeser sekitar 2 m dari posisi SED dengan trend antar hiposenter yang sama. Dengan asumsi bahwa data picking sudah mendekati benar, maka nilai koreksi stasiun yang sangat kecil ini kemungkinan dikarenakan model kecepatan sebenarnya dari lapangan panas bumi X mendekati benar, sehingga penggunaan model kecepatan 1D dianggap sudah cukup mewakili kondisi sebenarnya.
panjang dipengaruhi pergerakan tektonik dan aktivitas vulkanik. 2. Distribusi hiposenter gempa pada periode Maret-Mei 2011 di lapangan panas bumi X belum memberikan indikasi adanya struktur rekahan baru yang terbetuk. Oleh karena itu, diperlukan waktu yang lama secara periodic data gempa mikro pada lapangan panas bumi X untuk memetakan zona permeabilitas baru yang terbentuk.
Dari peta episenter gempa, secara keseluruhan posisi gempa tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola yang jelas. Sehingga sangat sulit untuk menggambarkan jalur struktur dari sebaran episenter yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Afnimar. 2009. Seismologi. Laboratorium Seismologi Institut Teknologi Bandung. Bandung Akbar, M. R. 2009. Eksplorasi Energi Panas Bumi dengan Metode Geofisika dan Geokimia pada Daerah Jaboi, Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Tugas Akhir, Program Studi Teknik Geologi, ITB. Bandung.
V. PENUTUP V.1 Kesimpulan 1. Dari 273 kejadian gempa di lapangan panas bumi X hanya terdapat 15 kejadian gempa mikro pada periode Maret-Mei 2011. Berdasarkan perhitungan SED dan JHD kedalaman lokasi hiposenter gempa mikro berada pada kedalaman 1000-10000 meter. Penyebaran hiposenter di bawah 3000 meter menunjukkan bahwa gempa yang terjadi berada di sekitar reservoir dan penyebaran hiposenter antara 4000-10000 meter sebanyak 10 kejadian. Selain itu, kejadian yang berdurasi
Anonim. 2011. Pemprosesan Gempa Mikro Proyek Geothermal Kotamobagu Sulawesi Utara. Pertamina Geothermal Energy (PGE). Anonim. 2003. Seisplus – Interactive Seismological Data Processing Package. Geotech Instrument
7
Antasari, D. 2013. Pemodelan Gaya Berat dengan metode inversi Steepest Descent pada daerah prospek panas bumi X. Kelompok Keahlian Fisika Bumi Dam Sistem Kompleks Program Studi Fisika Fak Mipa ITB.Bandung
pada Tahun 20072008 dan Pembangunan Inti Borehole Seismometer dengan Menggunakan Sensor Micro Electro-Mechanical System. Thesis Program Studi Panas Bumi. ITB Saptadji, N.M. 2002. Teknik Panas Bumi. Departemen Teknik Perminyakan Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. ITB
Apandi, T., & Bachri, S. (1997). Peta geologi kotamobagu, Sulawesi, skala 1:250000. Pusat Penelitian dan pengembangan geologi.Bandung
Pujol, J. 2000. Joint Event Location – The JHD Technique and Applications to Data From Local Seismic Networks. Advances in Seismic Location, 163-204.
Gomberg, J., dan Shedlock, K. 1990. The Effect of S-Wave Arrival Times on The Accuracy of Hypocenter Estimation. Bulletin of Seismological Society of America, Vol. 80, No. 6, pp. 1605-1628.
Purwansyah, B. 2012. Penentuan hiposenter Gempa Mikro Lapangan Panasbumi Lahendong Menggunakan Metode Geiger. Universitas Hasanuddin. Makassar
Herman, D.Z. 2003. Makalah: Studi Sistem Panas Bumi Aktif Dalam Rangka Penyiapan Konservasi Energi Panas Bumi Direktorat Invetarisasi Sumber Daya Mineral DJGSM. 13 hal
Rachni, A. 2012. Penentuan Hiposenter Gempa Mikro dengan Menggunakan Metode SED, JHD, dan DD pada Lapangan Panas Bumi Lamda: Tugas Akhir, jurusan Teknik Geofisika. Universitas Pendidikan Indonesia
Kamah, Y. 2006. Laporan Periodik Monitoring Gempa Mikro (MEQ) PT. PERTAMINA (PERSERO) Area Geothermal Kamojang.Bandung. Unpublished
Sahara, D. 2009. Relokasi Hiposenter Menggunakan Metode SED, JHD, dan DD: Tugas Akhir, Jurusan Teknik Geofisika. FTTM-ITB Bandung.
Kusnadi, Y. (2008). Relokasi Hiposenter Gempa Mikro Lapangan Panas Bumi Wayang Windu pada saat Diimplemantasikan Injeksi Air 8