PENELITIAN TENTANG KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI JAWA TIMUR
Ole DR. INDASAH.,Ir.,M.Kes
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2012
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara dalam memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Konsep negara kesejahteraan ini menekankan adanya pendekatan konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagaimana yang menjadi haknya. Di negara-negara Barat, kesejahteraan negara sering dipandang sebagai strategi ‗penawar racun‘ kapitalisme, yakni dampak negatif ekonomi pasar bebas, sehingga welfare state sering disebut sebagai bentuk dari ‗kapitalisme baik hati‘ (compassionate capitalism), oleh sebab itu, Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens.
Bentham berpendapat bahwa sesuatu
yang dapat menimbulkan kebahagiaan yang lebih adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan rasa sakit adalah buruk.1 Aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Selain itu, Bentham berpendapat agar mendorong ketaatan dengan kontrol sosial melalui hukum tidak hanya secara langsung
1
Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
2
dengan menerapkan hukuman pada pelanggarnya, tetapi juga mendorong ketaatan tanpa paksaan dengan mengatur besarnya kebahagiaan dan penderitaan. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai ―bapak kesejahteraan negara‖ (father of welfare states).
Selanjutnya Sir William Beveridge mengusulkan sebuah sistem
asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi orang dari sejak bayi hingga mati (from cradle to grave). Terkait dengan hal diatas, UUD 1945 Pasal 28 H (amandemen kedua) mengamanahkan bahwa: ―Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat‖, dan Pasal 34 – ayat 2 (amandemen keempat) menyatakan bahwa: ―Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan‖. Di samping itu, Ketetapan MPR RI No. X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 juga menugaskan kepada Presiden untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberi perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, Sistem Jaminan Sosial di Indonesia mengalami perubahan cukup besar dengan tujuan agar sistem yang ada sekarang dapat lebih efektif dalam melayani
3
para penerima manfaat jaminan sosial, juga untuk memperluas cakupan manfaat jaminan sosial ke seluruh rakyat Indonesia, baik bagi tenaga kerja di sektor formal maupun informal, baik rakyat yang bekerja maupun yang miskin dan tidak mampu, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, dengan tujuan agar terjadi subsidi silang atau redistribusi pendapatan yang kaya dengan yang miskin dan yang sehat dengan yang sakit. Karena program jaminan sosial yang ada sekarang dianggap kurang berhasil dalam tujuannya untuk memberikan manfaat yang cukup baik bagi para penerima manfaat, karena jumlah penerima manfaat, nilai manfaat, dan hasil investasi dana jaminan sosial dianggap masih relatif kecil, dan tata kelola dana jaminan sosial juga dianggap masih kurang baik. Pembentukan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional telah mengubah sistem jaminan sosial yang ada sekarang, yaitu dari sebuah sistem tabungan wajib (provident fund) menjadi sebuah asuransi sosial (social insurance) yang bersifat wajib. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut akan menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sekarang (seperti Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang dinilai kurang berhasil memberikan manfaat yang berarti kepada penggunanya, karena jumlah pesertanya kurang, jumlah nilai manfaat program kurang memadai, dan kurang baiknya tata kelola manajemen program tersebut. Manfaat program jaminan sosial sebagaimana ditetapkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
4
Nasional cukup komprehensif, yaitu meliputi jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal, atau wiraswastawan. Bahkan dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ditentukan bahwa pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu. Pada dasarnya sistem jaminan sosial yang berbasiskan komunitas lokal yang tumbuh dari masyarakat golongan lemah secara tradisional telah mulai berkembang sejak lama dengan cara partisipatif gotong royong dan saling tolong menolong. Model semacam ini dilakukan masyarakat untuk menangani kantong-kantong kemiskinan diberbagai wilayah lokal dengan mengandalkan setempat.
berbagai
Model
ini
kemampuan mengisyaratkan
yang
dimiliki
pentingnya
oleh
masyarakat
penguatan
yang
memberikan peluang kepada masyarakat untuk menangani masalahnya sendiri atas dasar kemampuannya sendiri melalui sebuah sistem jaminan sosial yang dikelola dari, oleh dan untuk mereka. Sistem jaminan sosial berbasis komunitas lokal tidak saja bersifat reaktif terhadap keadaan darurat, akan tetapi bersifat strategis karena program ini telah dipersiapkan landasannya berupa institusi masyarakat untuk memajukan masyarakat di massa mendatang.
5
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk ke‐empat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN – Deutsche Bank (2009), Indonesia menyumbang sekitar 6 persen penduduk di Asia (Tahun 2000 dan Proyeksi 2010). Hal ini menunjukkan
bahwa
kuantitas
penduduk
Indonesia
merupakan
permasalahan strategis. Pada Bab 30 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004‐2009, salah satu permasalahan pembangunan
kependudukan
dan
keluarga
kecil
berkualitas
yang
dikemukakan adalah masih tingginya angka kelahiran penduduk. Dengan angka kelahiran total sebesar 2,3 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI 2007 setelah dikoreksi), terjadi sekitar 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan jumlah kelahiran ini sama dengan jumlah total penduduk Singapura pada tahun 2000 (World Bank). Kondisi ini menyebabkan tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk karena tingkat kelahiran merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Jika ditilik lebih dalam, angka kelahiran tersebut tidak serta merta sama antara wilayah desa‐kota, antarprovinsi, antartingkat pendidikan, dan antartingkat
kesejahteraan.
Survei
Demografi
dan
Kesehatan
Indonesia/SDKI 2007 menunjukkan bahwa mereka yang memiliki latar belakang pendidikan rendah dan kurang sejahtera memiliki tingkat kelahiran yang lebih besar. Total Fertility Rate/TFR pada kelompok kuintil pertama lebih tinggi (3,0) dibandingkan dengan kuintil keempat (2,5). Jika tidak diupayakan pengendalian penduduk secara serius, hal ini berimplikasi
6
kepada beratnya beban pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk menyediakan pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan, termasuk di Provinsi Jawa Timur. Menurut Santoso (2012), bahwa kebijakan pembangunan kesehatan di Jawa Timur mengamanahkan untuk meningkatkan aksesibilitas kualitas pelayanan kesehatan.
dan
Aksesibilitas ini bermakna terhadap
keterjangkauan pelayanan kesehatan oleh masyarakat, yaitu untuk menjamin peningkatan kesehatan masyarakat. Hal ini dapat difahami bahwa salah satu tujuan negara kita adalah meningkatkan kesejahteraan umum, di mana salah satu parameter kesejahteraan umum adalah tingkat kesehatan masyarakat. Keterjangkauan
atas
pelayanan
kesehatan
dapat
menyangkut
keterjangkauan secara geografis, financial maupun sosial. Secara geografis telah dilakukan upaya untuk membangun berbagai fasilitas sarana pelayanan kesehatan diberbagai pelosok Jawa Timur.
Pondok Kesehatan Desa,
Pondok Bersalin Desa dan Pusat Kesehatan Masyarakat adalah ujung depan dari sarana pelayanan kesehatan. Sekitar 923 Puskesmas tersebar di berbagai penjuru Jawa Timur. Sementara itu tersedia pula 43 Rumah Sakit Umum daerah, 9 Rumah sakit khusus, 20 Rumah Sakit TNI / POLRI serta sekitar 97 Rumah Sakit Swasta. Suatu Jumlah yang relatif banyak, namun pada nyatanya masih ada masyarakat yang masih juga lolos tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.
7
Selain harapan tersebut, peserta jaminan kesehatan daerah adalah setiap orang warga masyarakat dan anggota keluarganya yang telah memenuhi ketentuan keikutsertaan menurut Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008, di mana setiap peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga yang lain diluar jumlah maksimal anggota keluarga yang dapat diikutsertakan menurut SJKD, menjadi tanggungan peserta dengan cara penambahan iuran. Jumlah masyarakat miskin non kuota peserta jamkesda diputuskan dalam Keputusan Bupati / Walikota. Jumlah masyarakat miskin kuota di Jawa Timur sampai dengan saat ini sebanyak 10.710.051 jiwa sebagai peserta program Jamkesmas, dan 1.411.742 jiwa peserta program Jamkesda. Namun demikian, masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan kartu Jamkesda, dan harus mengurus Surat Pernyataan Miskin (SPM) sebagai pengganti sementara kartu Jamkesda. Ketentuan tentang Surat Pernyataan Miskin (SPM) ini selanjutnya diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No 55 Tahun 2010 tanggal 6 Juli Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur jawa timur No. 4 tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 4 Tahun 2008 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. Peningkatan jumlah SPM yang kurang terkontrol dengan baik, dapat mengakibatkan terjadinya pembengkakan klaim jamkesda. Hal ini terlihat dari Press release pelaksanaan program Jamkesda Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur tanggal 30 Agustus 2012, bahwa realisasi klaim biaya pelayanan peserta jamkesda di 5 RS Provinsi dan UPT bulan Januari – Juni
8
2012 sebesar Rp 110.144.674,- (64,74 % dari total anggaran).
Peserta
jamkesda yang menggunakan kartu untuk berkunjung sebanyak 25.527 peserta (25,91%) dan SPM 71,435 kunjungan (72,5%), lain-lain 1.557 kunjungan (1,59%). Sebanyak 12 Kabupaten/Kota dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur telah melebihi pagu.
Jika SPM tidak dihentikan,
maka diprediksikan dana jamkesda akan habis pada bulan September 2012. Adanya
peningkatan
jumlah
SPM
dan
pembengkakan
klaim
Jamkesda ini, perlu dilakukan penelitian tentang validitas kepesertaan Jamkesda di Jawa Timur. Pada awal program pelaksanaan Jamkesda pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten masih memberlakukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi masyarakat miskin dengan menunjukkan bukti KTP atau KSK, kemudian diterbitkan oleh Kepala desa / Kelurahan dan atau camat dengan masa berlaku 3 (tiga) bulan. Hal ini sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur No. 4 Tahun 2009.
Kemudian SKTM tidak berlaku, diganti dengan Surat Pernyataan
Miskin (SPM) yang diterbitkan oleh Bupati / Walikota atau Pejabat Eselon II yang ditunjuk, dengan masa berlaku 3 (tiga) bulan. Oleh karena itu, upaya evaluasi ketepatan sasaran perlu dilakukan penelitian melalui pengambilan sampel masyarakat miskin di beberapa kabupaten / kota. Tujuannnya untuk mengetahui ketepatan sasaran peserta Jamkesda di lapangan. Sebagian besar penerima kartu peserta Jamkesda sudah sesuai dengan kriteria miskin yang ditetapkan oleh BPS. Namun beberapa kabupaten/ kota masih banyak ditemukan ketidak sesuaian antara kondisi penerima kartu miskin dengan
9
kriteria miskin yang sudah ditetapkan. Beberapa peserta memang ditemukan adanya perubahan status miskin dari peserta. Namun beberapa peserta yang lain memang tidak sesuai dengan kriteria miskin yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat dan ditemukan sebagian kecil dipengaruhi oleh keadaan politik di daerah setempat. Sampai saat ini upaya penetapan kriteria miskin masih menjadi masalah di lapangan, sehingga mengakibatkan jumlah sasaran masyarakat miskin berbeda antara angka BPS dengan hasil pendataan di daerah. Pendataan peserta Jamkesda di beberapa kabupaten / kota telah menggunakan kriteria BPS, namun beberapa daerah kabupaten kota yang lain telah melakukan inovasi dengan menetapkan kriteria BPS ditambah dengan kriteria lainnya sesuai ketentuan daerah masing-masing. Sedangkan di beberapa daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur telah mengembangkan proses pendataan dan penentuan sasaran penduduk miskin by name by adress dengan pendekatan bottom up dari RT, desa/kelurahan, ada mekanisme verifikasi dan penetapan daftar masyarakat miskin dengan menggunakan SK Bupati/Walikota. Sistem ini hampir dilakukan oleh semua kabupaten / kota (RT, PKK, kader kesehatan, dan kepala dusun). Sedangkan kegiatan sosialisasi kepesertaan jamkesda di daerah beberapa kabupaten/kota juga dirasa sudah cukup baik. Banyak kader-kader kesehatan di berbagai kabupaten / kota ikut berperan aktif
10
melakukan sosialisasi kepesertaan Jamkesda melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan2. Atas dasar beberapa pertimbangan dan pemikiran diatas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kepesertaan
program
jaminan
kesehatan
daerah
ketepatan sasaran pada
pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur.
1.2 Perumusan masalah Penelitian Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut : 2.1 Bagaimanakah gambaran kondisi sosial ekonomi peserta program jaminan kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 ? 2.2 Bagaimana gambaran ketepatan sasaran kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur ? 2.3 Bagaimana menentukan tolak ukur kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur ?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk memberikan jaminan kesehatan yang menyeluruh, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengembangkan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah 2
Disarikan dari Laporan Semester Dewan Wali Amanah BPJKD Provinsi Jawa Timur
11
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur, dan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 4 tahun 2009. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat disusun sebagai berikut : 3.1 Untuk mengetahui variabel sosial ekonomi kepesertaan program
jaminan kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. 3.2 Mengetahui
ketepatan
sasaran
kepesertaan
program
jaminan
kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur. 3.3 Menentukan tolak ukur kepesertaan program jaminan kesehatan
daerah di Provinsi Jawa Timur
1.4 Manfaat dan Out Put Penelitian 1.4.1 Manfaat Operasional Bagi Pembuat Kebijakan Program Jaminan Kesehatan Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah yang diterapkan saat ini bukanlah tujuan akhir,
12
tetapi
sebagai
alat
untuk
mencapai
tujuan
dalam
meningkatkan
kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat di Jawa Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Pemerintah agar pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Daerah tetap searah dengan tujuan tersebut, serta tepat sasaran. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan bagi para pengambil kebijakan agar tujuan program Jaminan Kesehatan Daerah dapat tepat sasaran, mensejahterakan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di Jawa Timur.
1.4.2 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dengan diimplementasikannya kebijakan program Jaminan Kesehatan Daerah di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2008, hingga saat ini telah terjadi pergeseran dalam tanggungjawab pengelolaan fiskal, baik pada pemerintah provinsi maupun pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur untuk alokasi pelayanan publik program Jaminan Kesehatan Daerah. Dalam penelitian ini dikumpulkan rumusan konsep dan teori, sehingga terjadi proses baik metodologis, analitis serta penarikan kesimpulan berkaitan dengan masalah kepesertaan Jamkesda. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kebijakan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
meningkatkan
validitas
kepesertaan
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur.
13
program
Jamkesda
pada
1.4.3 Output yang dihasilkan Output yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa sebagai berikut : 1.4.3.1
Proposal penelitian tentang kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
1.4.3.2
Data hasil penelitian tentang kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
1.4.3.3
Dokumen laporan penelitian tentang kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
1.4.3.4
Rekomendasi kebijakan hasil penelitian tentang kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
BAB. II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teoritik 2.1.1 Sejarah dan filosofis sistem jaminan sosial Sistem jaminan sosial bermula dari Jerman (1883), ketika Bismarck memperkenalkan jaminan kesehatan, jaminan pemutusan hubungan kerja,
14
dan
jaminan
hari
tua
bagi
para
pekerja
agar
mereka
terjamin
kesejahteraannya sehingga produktivitas mereka meningkat. Model sistem jaminan sosial seperti inilah yang lalu berkembang ke negara-negara lain. Jepang adalah negara Asia pertama yang memperkenalkan sistem jaminan sosial (1922). Bahkan dapat dikatakan bahwa Jepang "mencontoh" Jerman. Amerika
Serikat
baru
menerapkan
sistem
jaminan
sosial
dengan
memberlakukan Social Security Act pada tahun 1935, sebagai bagian the new deal-nya Presiden Roosevelt. Karena disadarinya akan sulitnya mewujudkan tingkat kesejahteraan yang minimal bagi seluruh rakyat dalam situasi ekonomi yang tidak menentu. Ketika Amerika Serikat (AS) dilanda depresi ekonomi tahun 1930-an, Presiden Roosevelt justru menjawabnya dengan program jaminan sosial. Demikian juga dilakukan oleh Otto Von Bismarck di Jerman tahun 1880-an sehingga Bismarck dikenal sebagai "bapak" sistem jaminan sosial.3
Tujuan sistem jaminan sosial
adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, melindungi masyarakat dari risiko ekonomi yang disebabkan hal-hal yang tak terduga (misalnya sakit), atau menurunnya penghasilan karena berhenti bekerja, memasuki masa pensiun, atau tidak dapat bekerja lagi karena mengalami cacat akibat kerja, usia lanjut, terkena pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Sifatnya, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Untuk itu diperlukan dukungan sistem pembiayaan memadai. 3
Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
15
Saat ini telah dikenal beberapa mekanisme pembiayaan sistem jaminan sosial. Pertama, mekanisme asuransi sosial (social insurance), di mana pembiayaan sistem jaminan sosial berasal dari iuran peserta. Bagi pekerja, iuran ditetapkan berdasar persentase upah, dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja. Dengan demikian, ada kegotongroyongan antara peserta yang kaya-miskin, sehat-sakit, tua-muda, khususnya dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. Kedua, bantuan sosial (social assistance), merupakan subsidi pemerintah kepada masyarakat tidak mampu. Pelaksanaan bantuan sosial dapat diintegrasikan dengan penyelenggaraan sistem jaminan sosial apabila memenuhi syarat sebagai pembayaran iuran. Ketiga, pelayanan sosial (social services), merupakan pelayanan bagi kelompok masyarakat khusus, misalnya penderita tunanetra dan kecacatan lainnya. Keempat, tabungan wajib (provident funds), antara lain yang diperkenalkan Singapura, dengan CPF (Central Provident Funds). Seluruh masyarakat, kelompok formal
maupun
nonformal,
diwajibkan
menabung
untuk
menjamin
kesejahteraannya. Dengan sifat-sifat sebagaimana dikemukakan di atas, sistem jaminan sosial merupakan cara untuk mencapai kesejahteraan. Dengan
demikian,
sistem
jaminan
sosial
merupakan
mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Karena sistem jaminan sosial juga merupakan instrumen mobilisasi dana masyarakat yang besar melalui mekanisme asuransi sosial atau tabungan wajib. Dalam jangka panjang, akan merupakan upaya memupuk tabungan nasional yang besar sehingga berdampak pada pembangunan ekonomi, membuka peluang investasi,
16
kesempatan kerja, kemandirian ekonomi, dan keadilan sosial. Dapat dikatakan, pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan sistem jaminan
sosial,
sementara
sistem
jaminan
sosial
pertumbuhan ekonomi lebih baik, lebih berkeadilan sosial.
akan
berdampak
Dalam konteks
perlindungan sosial (social protection), sistem jaminan sosial merupakan bentuk formal dari proteksi sosial yang lebih luas, yang meliputi proteksi nonformal, misalnya dalam bentuk proteksi oleh keluarga sendiri (extended family) dan bentuk-bentuk kebijakan lokal yang banyak dikenal di Indonesia, yang merupakan bentuk "nonformal" dari proteksi sosial, yang harus tetap dijaga kelangsungannya, seperti sumbangan kematian, sumbangan bantuan biaya berobat. diselenggarakan,
Adapun pertamakali
jaminan adalah
sosial
Jaminan
yang Kesehatan
lazim yang
diselenggarakan berdasarkan asuransi sosial, diberikan sesuai dengan standar dan kebutuhan medik. Namun pada dasarnya program-program jaminan sosial itu ditentukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara. Terbuka kemungkinan jaminan lainnya, misalnya jaminan pendidikan anak atau santunan keluarga (family allowance) sebagaimana di Perancis. Meskipun demikian, pengembangan jenis program jaminan sosial dan perluasan kepesertaannya harus diselenggarakan secara bertahap. Aspek kelayakan program amat penting agar sistem jaminan sosial memperoleh kepercayaan besar sehingga (meski) bersifat wajib, masyarakat dapat mengikuti program sistem jaminan sosial sebagai bagian kebutuhan hidup. Jika sistem jaminan sosial mampu dikembangkan, upaya mewujudkan
17
kesejahteraan rakyat dapat berlangsung melalui pendekatan sistem, tidak fragmented
sehingga
terjamin
kelangsungannya
meskipun
masih
memerlukan perjalanan panjang. Sistem jaminan sosial harus terkait dengan kemampuan kita untuk memobilisasi dana secara berkelanjutan. Dana-dana itu berada ditangan orang-orang yang tidak miskin (walau belum tentu kaya), yang selama ini seolah-olah tidak memiliki fungsi sosial selain (sebagian) untuk membayar pajak dan kemungkinan zakat/infak/shadakoh. Dana mereka
itu,
dimiliki
dan
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
kesejahteraannya sendiri (dan keluarga). Sistem jaminan sosial merupakan mekanisme untuk memberi fungsi sosial dana-dana dari masyarakat yang mampu, tanpa merugikan masyarakat yang mampu itu sendiri, antara lain melalui mekanisme asuransi sosial. Sistem jaminan sosial dengan demikian juga merupakan instrumen mobilisai dana masyarakat untuk membiayai kesejahteraan masyarakat. Sistem jaminan sosial juga akan memberi dampak ekonomi karena dana yang terkumpul itu juga memiliki nilai ekonomi yang sangat bermakna melalui program investasinya, ataupun pembukaan lapangan kerja baru. Secara tidak langsung, memberi dampak positif pada peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat, disamping secara khusus meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang relatif kurang mampu, memberi proteksi terhadap risiko ekonomi yang tidak terduga (misalnya karena sakit), melalui mekanisme gotong royong/solidaritas diantara peserta sistem jaminan sosial ini, seluruh perangkat analisis
18
dinamika pembangunan berporos pada ideologi kapitalisme. Kapitalisme yang mengedepankan demokrasi liberal, hak asasi manusia dan ekonomi pasar bebas ini telah merasuki hampir seluruh pendekatan pembangunan. Kapitalisme bahkan diklaim telah menjadi pandangan hidup universal seluruh bangsa manusia. Pendekatan lain seringkali dianggap telah menemui jalan buntu dan akhir sejarahnya (the end of history).
Setelah kapitalisme
memonopoli hampir seluruh sistem ekonomi, kini semakin banyak pengamat yang menggugat apakah sistem yang didasari persaingan pasar bebas ini mampu menjawab berbagai permasalahan nasional maupun global. Menurut
Rudolf
Hickel,
setelah
kapitalisme mengalahkan semua lawannya, ia akan cenderung menjadi lupa diri karena tiadanya "tangan pengatur keadilan". Pemikir sosialis Jerman Robert Heilbroner kemudian mengajukan strategi bahwa perlawanan terhadap kapitalisme di masa depan seharusnya tidak diarahkan untuk membongkar total sistem ini, melainkan lebih diarahkan agar sistem yang "unggul" ini lebih berwajah manusiawi (compassionate capitalism). Contoh paling mirip dengan gagasan Heilbroner ini adalah diterapkannya sistem negara kesejahteraan (welfare state) khususnya di negara-negara Barat yang dikenal selama ini pendukung loyal kapitalisme. Di Eropa dan AS, konsep negara kesejahteraan diwujudkan dalam bentuk perlindungan negara terhadap masyarakat, terutama kelompok lemah seperti orang miskin, cacat, penganggur agar terhindar dari gilasan mesin kapitalisme.
Sumber
utama pembiayaan jaminan sosial di banyak negara adalah pajak
19
penghasilan yang dipungut dari rakyat. Karenanya, prinsip utama yang mendorong mengapa negara perlu memberikan jaminan sosial adalah karena semua bentuk perlindungan sosial tersebut termasuk dalam kategori hak-hak dasar warga negara yang wajib dipenuhi oleh negara.
2.1.2 Sistem jaminan sosial Nasional Upaya untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah memperoleh legalitas konstitusi yang mantap, di mana Ketetapan
MPR
Nomor
X/2001
menugaskan
presiden
untuk
mengembangkan sistem jaminan sosial. Perubahan Konstitusi RI telah menentukan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 bahwa "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat." Tentunya program jaminan sosial tersebut, diantaranya termasuk jaminan pemeliharaan kesehatan prabayar yang bersifat sosial. Dan agar hak warganegara atas jaminan kesehatan sosial tersebut dapat terpenuhi, konstitusi RI pada Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Dukungan politik (political will) sebagai syarat penyelenggaraan sistem jaminan social telah terwujud dalam konstitusi sebagai hukum dasar negara. Sistem jaminan sosial sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945, dengan demikian (selayaknya) tidak terlepas dari prinsip-
20
prinsip universal yang telah lama dikenal, dengan berbagai modifikasi, selain tetap memperhatikan tradisi, budaya, dan kondisi lokal sistem jaminan sosial merupakan bagian sistem nasional, baik sistem ekonomi maupun politik bangsa. Dengan prinsip-prinsip jaminan sosial yang telah ditetapkan dalam UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kepesertaan sistem jaminan sosial dikembangkan bertahap, dimulai dari kelompok formal dan/atau yang telah mampu membayar iuran. Bagi masyarakat yang tidak mampu, yang menerima subsidi bantuan iuran, terbuka peluang diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial, bila program bantuan sosial itu telah memenuhi syarat program sistem jaminan sosial. Ruang lingkup jaminan sosial adalah sangat luas antara lain meliputi adanya jaminan pendidikan, kesehatan, kematian, PHK, kecelakaan kerja, kecelakaan diri dan masih banyak lagi macam ragamnya, yang menjamin kesinambungan ekonomi/penghasilan seseorang meskipun terjadi suatu risiko pada dirinya. Program Jaminan Sosial adalah jaminan yang menjadi bagian dari program jaminan ekonomi suatu bangsa. Menurut Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 didefinisikan bahwa ―jaminan sosial sebagai perwujudan dari pada sekuritas sosial adalah seluruh sistim perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat
guna
memelihara
taraf
kesejahteraan
sosial.‖
Adapun
pemenuhan jaminan sosial dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor
21
6 Tahun 1974, bertujuan agar taraf kesejahteraan sosial pada warga masyarakat tidak menurun sampai dibawah suatu taraf yang dipandang layak, tanpa melupakan usaha-usaha untuk secara terus menerus meningkatkan taraf kesejahteraan sosial segenap Warganegara Indonesia. Kemudian dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, mendefinisikan ‖jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.‖4
2.1.3 Prinsip dalam Jaminan Sosial Nasional Berdasarkan pasal 28H UUD 45 hasil amendemen tahun 2000 dinyatakan ―bahwa…setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan”. Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan tersebut bertujuan untuk menjamin hak-hak kesehatan yang fundamental sesuai dengan deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB di tahun 1947. Penjaminan hak tersebut diperkuat dengan amendemen UUD 45 tanggal 11 Agustus 2002 pasal 34 ayat 2 yang menyatakan bahwa ―Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat….‖ Dan ayat 3 menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab
atas
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan….”.
Dengan
amendemen tiga pasal tersebut, tugas pemerintah harus makin jelas yaitu secara eksplisit menempatkan kesehatan sebagai bagian utama dari pembangunan rakyat yang harus tersedia secara merata bagi seluruh rakyat. 4
Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
22
Dengan kata lain, prinsip ekuitas telah ditancapkan dalam UUD 45 sehingga pemerintah pusat dan daerah kini tidak bisa lagi menghindar dari penyediaan anggaran yang lebih besar bagi sektor kesehatan atau mengembangkan sebuah sistem jaminan kasihan bagi seluruh rakyat. Menurut Thabrany (2008), bahwa sampai saat ini sistem kesehatan di Indonesia masih jauh dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Rakyat
kecil
sangat
terbebani
dengan
sistem
kesehatan
yang
diperdagangkan. Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan yang lebih banyak atau lebih baik mutunya. Di bulan Februari 2005, Televisi 7 menayangkan program realita dimana seorang bayi anak petugas kebersihan Universitas Indonesia terpaksa meninggal dunia karena tidak punya uang. Bayinya yang menderita radang paru-paru tidak dapat dirawat di RS Pasar Rebo, milik Pemda DKI yang baru saja diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT, yang tentu saja berorientasi dagang, cari untung dari rakyat yang sakit), karena tidak punya uang muka. Pemda DKI juga tidak bisa menggunakan dana jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, karena orang tua pasien bukan penduduk DKI. Jika saja ada dana dan program Askeskin sudah berjalan, maka nyawa si bayi hampir pasti dapat diselematkan. Puluhan ribu rakyat meninggal di Indonesia, yang mengaku Pancasilais, hanya kerana keluarga mereka tidak memiliki uang. Di negeri kapitalis sekalipun, hal itu tidak boleh terjadi. Mahlil Rubi (2007)5 dalam disertasinya
5
Rubi, Mahlil. Hubungan Belanja Kesehatan Katastropik Dengan Belanja Protein, Pendidikan, Dan Pemiskinan Di Indonesia, Tahun 2004. Disertasi. FKMUI, Januri, 2007
23
menemukan bahwa 83% rumah tangga mengalami pembayaran katastropik ketika satu anggota rumah tangga membutuhkan rawat inap. Artinya, sebuah rumah tangga akan jatuh miskin (sadikin, sakit sedikit jadi miskin), karena harus berhutang atau menjual harta benda untuk biaya berobat di RS, bahkan di rumah sakit publik. Padahal, di seluruh dunia, prinsip keadilan yang merata (setara) atau equity yang digunakan adalah equity egalitarian, yang pada prinsipnya menjamin bahwa setiap penduduk mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya (you get what you need), dan bukan sesuai kemampuannya membayar (Thabrany, 20056; Wagsatff and Doorslair, 2000)7 Berbagai Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan pelayanan (inequity, ketidakadilan/ ketidak-setaraan) hanya dapat diperkecil dengan memperbesar porsi pendanaan publik, baik melalui APBN (tax funded) maupun melalui sistem asuransi kesehatan sosial. Sayangnya, seperti disampaikan dimuka, pendanaan kesehatan bersumber pemerintah sangat kecil dan cakupan asuransi kesehatan yang sustainable di Indonesia masih sangat rendah yaitu berkisar pada 9% penduduk tidak mengalami kenaikan berarti sejak tahun tahun 70an (Thabrany, 2002)8. Kini alhamdulillah program Askeskin sudah mulai berjalan yang meningkatkan cakupan jaminan
6
Thabrany, H. Dalam Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Masyarakat. Rajagrafindo, Jakarta, 2005 7 Wagsaff A and Doorslair, V.D. Equity in Health Care Financing and Delivery. In Culyer AJ and Newhouse JP (Ed) Handbook of Health Economics, Vol IB. Elsevier Science, BP. Amsterdam, the Netherland, 2000 8 Thabrany, 2002. Current health insurance coverage in Indonesia. Paper presented in the Asia- Pacific Summit on Health Insurance and Managed Care, Jakarta May 22-26, 2002.
24
kesehatan menjadi lebih dari 40% penduduk.
Walaupun di tahun 2008
terjadi perubahan program Askeskin menjadi Jamkesnas dan polemik yang dimunculkan mengesankan ada salah urus dalam program Askeskin, faktanya sampai hari ini belum ada bukti salah urus. Hal ini akan segera dapat dibuktikan. Padahal pada tahun 2003 hampir 100% penduduk (kecuali yang tinggal di luar negeri atau didusun sangat terpencil) Muangtai sudah memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah (Tangcharoensathien, dkk, 20059; Thangcharoensathien, 2003)10. Rendahnya pendanaan kesehatan dan cakupan asuransi keseahatan sosial di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketidak-tahuan dan ketidak-pedulian pemerintah dalam melindungi penduduknya dari proses pemiskinan karena mahalnya biaya kesehatan. Menurut Widodo (2012), dalam pelaksanaan sistem jaminan sosial berlaku prinsip utama dan Pendukung (tambahan); a. Prinsip Utama yang terdiri dari: (1) Prinsip Solidaritas, yaitu suatu prinsip adanya saling membantu diantara dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi silang seperti yang kaya membantu yang miskin, yang muda membantu yang tua, serta yang sehat membantu yang sakit. Dengan prinsip tersebut
memungkinkan
perluasan
cakupan
terhadap
seluruh
penduduk. 9
Tangcharoensathien,dkk. Thailand. Dalam Than Sein in Social Health Insurance in Selected Asian Countries. New Delhi, 2005. 10 Thangcharoensathien, V. Social Health Insurance in South-East Asia. Makalah disajikan pada Regional Expert Group Meeting on Social Health Insurance, New Delhi, Maret 2003.
25
(2) Prinsip Efisiensi , prinsip ini memungkinkan pelayanan menjadi terkendali karena pelayanan yang diberikan hanya pelayanan yang dibutuhkan saja. Selain itu terjadi juga urun biaya, sehingga tidak dirasakan terlalu berat bagi yang tidak mampu. (3) Prinsip
Ekuitas
yang
berarti
bahwa,
setiap
penduduk
harus
memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan dan kemampuannya. (4) Prinsip Portabilitas yang menunjukkan bahwa, seseorang tidak boleh kehilangan jaminan / perlindungan. (5) Prinsip nirlaba, tidak mengambil keuntungan namun bukan berarti harus merugi tetapi azas manfaat bagi seluruh pelaku asuransi kesehatan (Bapel, Peserta, Pemberi pelayanan kesehatan serta Pemerintah karena mempunyai penduduk yang sehat dan produktif). b. Prinsip Tambahan yang terdiri dari: (1) Prinsip Responsif yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai standar kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis. (2) Prinsip koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak akan terjadi duplikasi cakupan dan pelayanan, sehingga lebih efisien. Diharapkan upaya pemeliharaan kesehatan dapat membawa hasil yang diharapkan, bila diberikan penekanan yang sama kepada keseluruhan prinsip dan aspek tersebut di atas secara serentak dan sekaligus. Dengan demikian, harus dikembangkan suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan
26
kesehatan yang merangkum keseluruhan prinsip dan aspek tersebut dan diarahkan pada: 1. Manajemen Kepesertaan: Pengelolaan kepesertaan, agar tidak terjadi subsidi yang salah sasaran dan duplikasi pembiayaan. Kejelasan dan legalitas kepesertaan merupakan kunci utama efisiensi penerapan sistem asuransi kesehatan sosial. Dalam Manajemen Kepesertaan harus ada kebijakan yang jelas tentang bantuan sosial dan premi yang harus dibayarkan.
Bantuan sosial harus diformat sedemikian rupa
sehingga prinsip keadilan itu akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat; 2. Manajemen Keuangan:
Pengendalian biaya, agar pelayanan
kesehatan dapat lebih terjangkau oleh setiap orang.
Pembayaran
PPK oleh Bapel dilakukan dengan pembayaran pra-upaya (prepaid), dalam hal ini dengan kapitasi atau sistim anggaran. Cara pembayaran di muka ini akan memacu para PPK untuk merencanakan pelayanan kesehatan yang paling efektif clan efisien serta berorientasi lebih banyak kepada tindakan promotif clan preventif. Kapitasi dihitung berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar pada masing-masing PPK (tidak atas dasar jumlah kunjungan) dan dibayar di muka, langsung kepada PPK. 3. Manajemen Pelayanan Kesehatan:
Peningkatan mutu pelayanan
kesehatan agar dapat secara efektif dan efisien dan efisien meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan mutu juga
27
harus disertai pemeratan upaya kesehatan dengan peranserta masyarakat yang dilaksanakan secara selaras, terpadu dan saling memperkuat, agar setiap orang dapat menikmati hidup sehat; 4. Manajemen Informasi: Adanya penanganan keluhan peserta maupun PPK. Ketidakpuasan dan keluhan para peserta ataupun PPK harus dapat disalurkan lewat suatu mekanisme "Penanganan Keluhan" yang tetap, hingga dapat menjamin stabilitas dalam menerapkan sistem asuransi kesehatan sosial. Manajemen informasi juga akan menjamin tingkat portabilitas yang tinggi.
Selain itu adanya pemantauan
pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan medis peserta clan mengendalikan penggunaan pelayanan yang berlebihan dan pemborosan yang tidak diperlukan.11 Selanjutnya sesuai amanah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur, Sistem Jaminan Sosial Daerah diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: a. Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; sehingga peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan 11
Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
28
peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Sehingga
penyelenggaraan
jaminan
sosial
tidak
diutamakan untuk mencari keuntungan atau tidak dengan sendirinya menjadikan surplus dana jaminan sosial yang dikelola selama periode tertentu sebagai nilai penambah kekayaan dari suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur.
Pengelolaan
dimaksudkan Penyelenggara
untuk
dana
amanat
jaminan
sosial
laba
(nirlaba)
bagi
Badan
tujuan
utama
mencari
Jaminan
Sosial,
akan
tetapi
tidak
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesarbesarnya
kepentingan
peserta.
Dana
amanat,
hasil
pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Oleh karena itu, diperlukan bentuk badan hukum yang sejalan dan cocok dengan pelaksanaan prinsip ini. c. Prinsip
keterbukaan
dalam
ketentuan
ini
adalah
prinsip
mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
29
d. Prinsip
kehati-hatian
dalam
ketentuan
ini
adalah
prinsip
pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Prinsip
akuntablitas
dalam
ketentuan
ini
adalah
prinsip
pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan jaminan
yang
berkelanjutan
meskipun
peserta
berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal atau bahkan berpindah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan seluruh warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur menjadi peserta program jaminan sosial sehingga dapat terlindungi. Tetapi, meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
warga
masyarakat
Daerah
Provinsi
Jawa
Timur,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dapat dimulai dari pekerja di sektor formal dan peduduk Daerah Provinsi Jawa Timur yang tergolong miskin dan tidak mampu sebagai penerima bantuan iuran, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara sukarela, sehingga dapat mencakup petani, nelayan dan
30
mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dapat mencakup seluruh warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur, yang dilaksanakan secara bertahap. Penentuan tahapan luas cakupan kepesertaan wajib ditetapkan oleh Gubernur Daerah Provinsi Jawa Timur berdasarkan usulan dan pertimbangan wali amanah. h. Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah dana yang terkumpul dari iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta dan digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.12
2.1.4 Pilar dan sifat dalam asuransi kesehatan Tujuan system jaminan social nasional adalah memperluas cakupan penduduk yang memiliki jaminan kesehatan yang memenuhi kebutuhan dasar medis sehingga
memungkinkan seseorang hidup
sehat
dan
berproduksi. Dengan demikian, penduduk menjadi produktif dan keadaan ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara melalui pajak. 12
Prinsip-prinsip penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah dapat dibaca secara lengkap dalam Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur beserta penjelasannya
31
Dengan adanya undang-undang ini, asuransi kesehatan akan dilaksanakan secara wajib dan merupakan asuransi kesehatan sosial. Bagi masyarakat yang mampu masih dapat juga mengikuti asuransi kesehatan lainnya yang sifatnya komersial. Hal yang harus difahami dan dikelola secara baik dalam penerapannya dengan memperhatikan sebagai berikut13 : 2.1.4.1 Tiga pilar penerapan SJSN Tiga Pilar penerapan SJSN pada dasarnya adalah konsekuensi atas penetapan jenis asuransi, jenis jaminan, serta sasaran. Kesemuanya itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang layak akan kesehatan. Pilar yang pertama adalah bantuan sosial (social assistance) yang ditujukan bagi masyarakat miskin / tidak mampu / berpenghasilan tidak tetap. Diharapkan dengan adanya pendanaan ini, kebutuhan dasar yang layak dapat dipenuhi secara optimal. Pilar yang kedua adalah asuransi kesehatan sosial (social health insurance) yang merupakan asuransi wajib dengan sasaran seluruh penduduk yang mampu dan berpenghasilan. Pilar ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pilar yang ketiga adalah pelengkap (supplemen) dengan jaminan kesejahteraan yang lebih besar dan lengkap serta bersifat ‖private‖ serta bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan sesuai keinginan dan kemampuan keuangannya. 2.1.4.2 Sifat Asuransi Kesehatan Sosial
13
Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
32
Undang-undang SJSN menyebutkan bahwa, asuransi yang akan dijalankan merupakan asuransi sosial yaitu asuransi yang bersifat wajib, dengan iuran premi berdasarkan persentase pendapatan. Bagi masyarakat miskin, preminya dibayar oleh pemerintah yang merupakan perwujudan Pembukaan UUD 1945 yaitu masyarakat miskin dibiayai oleh Negara. Secara
skematis,
sistem
asuransi
kesehatan
sosial
dapat
digambarkan sebagai berikut 14:
Pemerintah
Lembaga Pengawas
Akuntabilitas
Lembaga Asuransi/Bapel
Premi
Kapitasi
Pemberi Pelayanan Kesehatan
Managed Care
MAMPU
Kebutuhan
TIDAK MAMPU
Subsidi
Masyarakat
Gambar 1. Model Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin di Provinsi Jawa Timur
Badan penyelenggara (Bapel) harus perusahaan yang not for profit, tetapi bukan berarti tidak boleh mengambil keuntungan sama sekali, karena keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk pengembangan Bapel serta peningkatan mutu layanan asuransi kesehatan. Bagan di bawah ini menunjukkan perbandingan antar berbagai sistem asuransi kesehatan.
14
Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
33
Tabel 2.1 Perbandingan Berbagai Model Asuransi Kesehatan Asuransi Sosial
Kesehatan
Asuransi Kesehatan Komersial
Aspek
Asuransi Kesehatan Komersial dengan regulasi
(Social Insurance)
Health (Commercial/ Private Health (Regulated Health Insurance) Insurance) Sukarela/ Sukarela/ 1. Kepesertaan wajib /pokok Perorangan/ kelompok kelompok Group rating/ Rating by class, Community rating 2. Perhitungan premi community rating sex, age dll Menyeluruh/ 3. Santunan / Benefit Sesuai kontrak Sesuai kontrak komprehensif 4. Premi/ iuran Persentasi gaji Angka absolute Angka absolut - Kaya - miskin - Sehat – sakit - Sehat - sakit 5. Kegotong-royongan Sehat - sakit - High risk - low risk (solidaritas sosial) - Tua - muda - Tua - muda - High risk - low risk 6. Kenaikan biaya + +++ ++ 7. Peran pemerintah +++ + ++ 8. Pengelolaan Not for profit / nirlaba For profit / laba For profit /laba
Sumber : Widodo J Pujirahardjo, 2012
Prinsip dasar asuransi kesehatan sosial diambil dari prinsip solidaritas dari German yaitu yang kaya membantu yang miskin; yang muda membantu yang tua; yang sehat membantu yang sakit. Dalam hal ini akan terjadi azas keadilan
serta
subsidi
silang
dalam
pendanaan
kesehatan
karena
masyarakat dilayani dengan pelayanan kesehatan yang sama. Dengan demikian, kesejahteraan seluruh masyarakat dapat tercapai secara optimal.
2.1.5 Kepesertaan dalam sistem jaminan kesehatan daerah
34
2.1.5.1 Pengertian peserta jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
Peserta adalah semua warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur yang telah mendaftarkan diri atau didaftarkan dan telah membayar iuran sesuai dengan ketentuan masing-masing program jaminan sosial yang diikutinya. Yang dimaksud Warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur adalah setiap orang, baik Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang masuk secara sah serta bertempat tinggal di wilayah Daerah Provinsi Jawa Timur dan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Gubernur. Untuk program jangka pendek, WNA yang bekerja di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan pelayanan. Sedangkan untuk program jangka panjang, hanya WNA yang tak menjadi peserta jaminan sosial yang sama di negara asalnya dan ada perjanjian timbal balik dengan negara tersebut yang diwajibkan menjadi peserta15.
2.1.5.2 Sifat kepesertaan Pada prinsipnya setiap warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur wajib menjadi peserta, akan tetapi upaya penegakan hukum atas sifat kepesertaan yang wajib tersebut diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis, diantaranya dalam hal kesiapan sistem informasi kependudukan, pengumpulan iuran dan kelayakan program. Pengkajian dan 15
Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
35
perumusan tahapan kepesertaan dan jenis program jaminan sosial yang wajib diikuti warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur dilakukan oleh dewan wali amanah16.
2.1.5.3 Kewajiban peserta Setiap peserta wajib membayar iuran secara teratur sesuai skema kepesertaan program jaminan sosial yang diikutinya, sebagai berikut : Setiap kepala keluarga dan anggota keluarganya wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sesuai dengan ketentuan masing-masing program jaminan sosial yang wajib diikutinya menurut skema kepesertaan program diatas. Meskipun kepala keluarga dan anggota keluarganya telah mendaftarkan dirinya atau didaftarkan oleh pemberi kerja menjadi peserta program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh selain Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dan ruang lingkup manfaatnya mencakup program jaminan kesehatan dasar yang diatur dalam sistem Jaminan sosial Daerah Provinsi Jawa Timur.
Tabel 2.2 Jenis kelompok peserta Jamkesda
No.
Jenis Kelompok Peserta Pembayar Iuran
Jenis Program Jaminan
Dibayar
Kes Pdk Plt
16
Km KK
Kd
Ht
Pen
Kepesertaan Jamkesda di Jawa Timur diselenggarakan secara bertahap, dimana pada tahap pertama diprioritaskan untuk peserta Maskin penerima bantuan iuran (PBI), dan tahap kepesertaan kedua adalah peserta Jamkesda mandiri (Jamkesman) yang bersifat non PBI.
36
No.
Jenis Kelompok Peserta
Jenis Program Jaminan
1.
Pempus
1.
PBI
2.
Pemprov
2.
PBI
3.
Kepala Keluarga
3. 4. 5. 6.
KK Isteri Anak Lain – lain
4.
PK Formal
7. 8. 9. 10.
P. tetap P. tidak tetap P.luar jam kerja P. anak
5.
PK Informal
11. 12. 13. 14.
P.tetap P. tidak tetap P.luar jam kerja P. anak
6.
Wiraswasta
15.
WS
7.
LPTK
16.
C.Pramuwisma
8.
PPTKI
17. 18.
C. TKI TKI
Sumber : Anton Hardianto, 2007
Mereka tetap dapat memanfaatkan program jaminan kesehatan dasar yang diatur dalam sistem Jaminan sosial Daerah Provinsi Jawa Timur tanpa membayar iuran lagi. Sedangkan bagi kepala keluarga dan anggota keluarganya yang belum terasuransikan dalam program jaminan kesehatan manapun, tetap berkewajiban membayar iuran sesuai ketentuan yang diatur dalam sistem Jaminan sosial Daerah Provinsi Jawa Timur. Untuk pemberi kerja sektor formal dan sektor informal wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta, memotong iuran dari upah pekerja,
menambahkan
iuran
yang
37
menjadi
tanggungjawabnya
dan
membayarkan ke rekening BPJSD setiap awal bulan sesuai dengan ketentuan
masing-masing
program
jaminan
sosial
menurut
skema
kepesertaan program diatas. Berkaitan dengan penggolongan pemberi kerja pada sektor formal atau informal ditetapkan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh wali amanah.
Bagi pekerja yang bekerja sebagai wiraswasta, baik
secara berkelompok maupun perorangan, wajib mendaftarkan diri menjadi peserta program jaminan sosial dan membayar iurannya secara individual maupun berkelompok. Untuk penyedia fasilitas tempat bekerja para wiraswasta berkewajiban mendaftarkan pengguna fasilitasnya menjadi peserta program jaminan sosial menurut skema kepesertaan program. Sedangkan LPTK/PPTKI wajib mendaftarkan calon pramuwisma, calon TKI dan TKI sebagai peserta sesuai skema kepesertaan program yang wajib diikutinya. Sedangkan warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur yang bekerja di sektor informal atau wiraswasta yang tidak bekerja lagi dan tergolong tidak mampu, tetap dapat menjadi peserta dengan iuran yang ditanggung, akan tetapi sebagian atau seluruh iurannya (tergantung tingkat kemiskinannya) dibayarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai peraturan yang berlaku.
2.1.5.4 Hak peserta Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi sesuai ketentuan program jaminan sosial yang diikutinya, yang diantaranya meliputi
38
ketentuan persyaratan dan tata cara memperoleh manfaat yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah tentang sistem jaminan sosial Daerah Provinsi Jawa Timur. Yang dimaksudkan dengan persyaratan adalah kejadian yang menimbulkan hak seperti kejadian sakit merupakan syarat peserta berhak mendapatkan jaminan kesehatan, sedangkan memasuki usia pensiun merupakan syarat untuk memperoleh hak pensiun17.
2.1.5.5 Pendaftaran peserta -
Pendaftaran peserta dari kelompok keluarga dilakukan oleh kepala keluarga sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang tercantum dalam kartu keluarga. Apabila suatu keluarga atau beberapa anggotanya telah menjadi peserta program asuransi kesehatan, maka kepala keluarga harus membuktikannya dengan melampirkan polis asuransi, kartu peserta atau bukti kepesertaan yang lain.
-
Pendaftaran peserta oleh pemberi kerja di sektor formal dilakukan sesuai dengan jumlah pimpinan dan pekerja yang dimilikinya, paling lama 30 hari kerja sejak terjadinya hubungan kerja. Dalam pendaftaran peserta tersebut, pemberi kerja wajib melampirkan data pribadi pekerja secara lengkap beserta daftar anggota keluarga yang akan didaftarkan menjadi peserta. 17
Baca secara lengkap dalam naskah akademik penyusunan Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
39
-
Pendaftaran peserta dari pemberi kerja sektor informal dan kelompok wiraswasta yang bertempat usaha dalam satu kawasan yang disediakan oleh penyedia tempat usaha, dilakukan secara berkelompok oleh penyedia tempat usaha. Selain itu, pendaftaran peserta bagi pemberi kerja sektor informal dan kelompok wiraswasta yang tergabung dalam suatu organisasi usaha, dapat dilakukan oleh organisasi usaha seperti koperasi atau asosiasi usaha, sebagaimana pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya. Sedangkan bagi Pendaftaran peserta bagi pemberi kerja sektor informal dan kelompok wiraswasta yang tidak tergabung dalam suatu organisasi usaha, mendaftarkan diri mereka dan anggota keluarganya dilakukan secara perorangan. Untuk itu, wali amanah akan menetapkan kriteria atau persyaratan pekerja sektor informal yang dapat mendaftarkan diri pada suatu tahap tertentu. Persyaratan pendaftaran ini diperlukan untuk menjamin bahwa pekerja dapat membayar iuran secara teratur.
-
Pendaftaran peserta bagi calon pramuwisma, calon TKI dan TKI dilakukan oleh LPTK/PPTKI sesuai skema kepesertaan program yang wajib diikutinya.
-
Pendaftaran oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur untuk kepesertaan program jaminan sosial dari kelompok penerima bantuan iuran, seperti warga masyarakat di sektor informal yang tergolong warga masyarakat miskin yang berhak mendapat bantuan atau subsidi iuran menjadi peserta melalui pendaftaran oleh instansi pemerintah daerah
40
yang bertanggungjawab untuk itu, sesuai dengan peraturan pelaksanaan sistem jaminan sosial Daerah Provinsi Jawa Timur.18
2.1.5.6 Tanda kepesertaan Setiap peserta yang telah didaftarkan atau mendaftarkan diri, termasuk anggota keluarganya sesuai persyaratan yang telah ditentukan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur akan memberikan Kartu Peserta yang merupakan kartu identitas yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat program jaminan sosial. Dalam Kartu Peserta tercantum nomor identitas peserta yang dibuat berdasarkan nomor identitas kependudukan dan nomor kartu keluarga.
2.1.5.7 Perluasan kepesertaan Kepesertaan mencakup seluruh warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa
Timur
dan
dilakukan
secara
bertahap
sesuai
kesiapan
penyelenggaraan dan kelayakan program berdasarkan penelitian dan kajian dari wali amanah. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur, Pemberi Kerja, Pekerja, Pemerintah dan Masyarakat perlu bersama-sama mengupayakan perluasan kepesertaan dimaksud. Sasaran harus di ‗manage‘ secara baik sehingga tidak terjadi salah sasaran dan duplikasi anggaran serta akan lebih efisien. Dengan demikian, 18
Baca secara lengkap dalam naskah akademik penyusunan Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
41
kita bagi masyarakat menjadi masyarakat miskin yang harus ditanggung pemerintah, masyarakat pekerja ‖informal‖serta masyarakat yang mampu mendanai sendiri kesehatannya19.
2.1.6 Masyarakat miskin sebagai sasaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) 2.1.6.1 Definisi Kemiskinan Pengertian kemiskinan sangatlah komplek. Kemiskinan terkait dengan masalah kekurangan pangan dan gizi, keterbelakangan
pendidikan,
kriminalisme, pengangguran, prostitusi. dan masalah‐masalah lain yang bersumber
dari
rendahnya
tingkat
pendapatan
perkapita
penduduk.
Kemiskinan merupakan masalah yang amat kompleks dan tidak sederhana penanganannya. Kemiskinan menurut penyebabnya terbagi menjadi 2 macam. Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor‐faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau sedikitnya bisa dikurangi dengan mengabaikan faktor‐faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok 19
Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
42
masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan atau dengan perkataan lain ‖seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin karena mereka miskin‖ (Analisis dan Penghitungan Tingkat kemiskinan, BPS). Kemiskinan secara konseptuan dapat dibedakan menjadi dua, relatif (Relative Poverty) dan kemiskinan absolut (Absolute Poverty). Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk ―termiskin‖, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi
pendapatan/pengeluaran
penduduk
sehingga
dengan
menggunakan definisi ini berarti ―orang miskin selalu hadir bersama kita‖. Selanjutnya, kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar
43
tersebut
dikenal
dengan
istilah
garis
kemiskinan.
Penduduk
yang
pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut menjadi penting saat akan menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antarwaktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Masalah kemiskinan menjadi perhatian utama di berbagai negara. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka. Saat ini, berbagai sumber menginformasikan tentang angka kemiskinan di Indonesia dengan angka yang bervariasi, hal ini disebabkan oleh perbedaan dari definisi garis kemiskinan yang dipakai sebagai garis kemiskinan (Muljono, 2006). Definisi miskin memiliki beberapa versi tergantung pada instansi yang menjadi rujukan.20
2.1.6.2 Konsep Kemiskinan Menurut BKKBN 20
Disarikan dari laporan Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
44
BKKBN
mendefinisikan
miskin
berdasarkan
konsep/pendekatan
kesejahteraan keluarga, yaitu dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu keluarga prasejahtera (KPS), keluarga sejahtera I (KS‐I), keluarga sejahtera II (KS‐II), keluarga sejahtera III (KS‐III), dan keluarga sejahtera III plus (KS‐III Plus). Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan dengan menggunakan 21 indikator sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi dalam membangun keluarga sejahtera dengan mengetahui faktor‐faktor dominan yang menjadi kebutuhan setiap keluarga. Faktor‐faktor dominan tersebut terdiri dari (1) pemenuhan kebutuhan dasar; (2) pemenuhan kebutuhan psikologi; (3) kebutuhan pengembangan; dan (4) kebutuhan
aktualisasi
diri
dalam
berkontribusi
bagi
masyarakat
di
lingkungannya. Dalam hal ini, kelompok yang dikategorikan penduduk miskin oleh BKKBN adalah KPS) dan KS‐I. Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan pokok (pangan), sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama. Mereka yang dikategorikan sebagai KPS adalah keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam) kriteria KS‐I. Selanjutnya, KS‐I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu satu atau lebih indikator pada tahapan KS‐II. Menurut BPS (2008), pendekatan BKKBN ini dianggap masih kurang realistis karena konsep dan KS‐I sifatnya normatif dan lebih sesuai dengan keluarga kecil/inti. Selain itu, ke‐5 indikator tersebut masih bersifat sentralistik
45
dan seragam, yang belum tentu relevan dengan keadaan dan budaya lokal. Untuk melaksanakan program dan kegiatannya, BKKBN menggunakan data‐data yang bersumber dari Survei Pendataan Keluarga. Survei yang telah dilaksanakan BKKBN sejak tahun 1994 tersebut bertujuan untuk menghasilkan data dan informasi secara mikro meliputi aspek demografi, keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan individu anggota keluarga sejak tahun 2001.
46
47
Oleh karena itu Pendataan Keluarga menjadi sarana operasional bagi para petugas dan pengelola untuk mempertajam segmentasi sasaran program (Profil Pendataan Keluarga 2009, BKKBN).
48
Pendataan Keluarga dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan cara langsung mendatangi keluarga‐keluarga melalui kunjungan dari rumah ke rumah; dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah (pemda dan BKKBN) secara serentak pada waktu yang telah ditentukan (bulan Juli ‐ September setiap tahunnya). Alur pendataan keluarga digambarkan pada Gambar 2 di bawah ini.
2.1.6.3 Pendekatan Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach) untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Badan Pusat Statistik pertama kali melakukan penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin pada tahun 1984. Pada saat itu, penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin mencakup periode 1976‐1981 dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) modul konsumsi. Sejak itu, setiap tiga tahun sekali BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin yang disajikan menurut daerah perkotaan dan pedesaan. Selanjutnya, mulai tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk
49
miskin setiap tahun. Hal tersebut bisa terwujud karena sejak tahun 2003 BPS mengumpulkan data Susenas Panel Modul Konsumsi setiap bulan Februari atau Maret. BPS juga menggunakan hasil survei Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang digunakan untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing‐masing komoditi pokok non‐makanan. Metode yang digunakan oleh BPS dalam melakukan penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin adalah dengan menghitung garis kemiskinan (GK). Penduduk dikatakan miskin apabila penduduk tersebut memiliki rata‐rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan (BPS, 2008). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan terdiri dari dua komponen, Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non‐Makanan (GKNM), sebagai berikut 21: GK = GKM + GKNM Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi‐padian,
umbi‐umbian,
ikan,
daging,
telur
dan
susu,
sayuran,
kacang‐kacangan, buah‐buahan, minyak dan lemak, dll). Ke‐52 jenis komoditi ini merupakan komoditi‐komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh
21
Disarikan dari laporan Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
50
penduduk miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70 persen dari total pengeluaran orang miskin. Sementara,
Garis
Kemiskinan
Non‐makanan
(GKNM)
adalah
kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/sub‐kelompok non‐makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi /sub‐kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub‐kelompok yang tercatat dalan data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil SPKKD 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non‐makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi.
2.1.6.4 Data Kemiskinan Mikro Data kemiskinan yang diperoleh dari Susenas merupakan data makro berupa perkiraan penduduk miskin di Indonesia, yang hanya dapat disajikan sampai tingkat provinsi/kabupaten.
Sementara itu, untuk intervensi
program‐program penanggulangan kemiskinan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Jamkesmas, dan Program Keluarga Harapan (PKH) diperlukan data yang bersifat mikro. Oleh sebab itu, BPS melakukan survei Pendataan
Sosial
Ekonomi
Penduduk
2005/2006
(PSE05)
untuk
mendapatkan data kemiskinan mikro, berupa direktori rumah tangga yang
51
layak menerima BLT. Data ini berisi nama kepala rumah tangga dan alamat tempat tinggal mereka. Berbeda dengan data kemiskinan makro, penentuan rumah tangga penerima BLT pada PSE05 didasarkan pada pendekatan karakteristik rumah tangga, bukan dengan pendekatan nilai konsumsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum (non‐monetary approach). Ada 14 indikator yang digunakan untuk menentukan rumah tangga miskin sebagaimana terdapat pada Tabel 3. Data PSE05 tersebut dimutakhirkan melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 yang dimulai pada bulan September dalam rangka penyiapan database RTS untuk memenuhi kebutuhan data berbagai program perlindungan sosial yang dilaksanakan mulai tahun 2009. Survei PPLS 2008 menambahkan 2 indikator di luar 14 indikator dalam survei PSE05.22
2.1.6.6 Pendekatan Kemiskinan Menurut World Bank World Bank membuat garis kemiskinan absolut sebesar US$ 1 dan US$ 2 PPP (purchasing power parity/paritas daya beli) per hari (bukan nilai tukar US$ resmi) dengan tujuan untuk membandingkan angka kemiskinan antarnegara/wilayah dan perkembangannya menurut waktu untuk menilai kemajuan
yang
dicapai
dalam
memerangi
kemiskinan
di
tingkat
global/internasional. Angka konversi PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa di mana
22
Disarikan dari Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
52
jumlah yang sama tersebut dapat dibeli sebesar US$ 1 di Amerika Serikat. Angka
konversi
ini
dihitung
berdasarkan
harga
dan
kuantitas
di
masing‐masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survei yang biasanya dilakukan setiap lima tahun.
Sumber : BKKBN, 2010
2.1.6.7
Kemiskinan Penduduk
dan
Karakteristik
53
Sosial
Demografi
Pelaksanaan program‐program penanggulangan kemiskinan telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin mencapai 36,1 juta jiwa atau sebesar 16,6 persen dari total penduduk Indonesia turun menjadi 32,5 juta jiwa atau sebesar 14,1 persen pada tahun 2009, meskipun sempat mengalami kenaikan cukup besar pada tahun 2006 (BPS). Dalam Bab 16 – Kemiskinan (RPJMN 2004 – 2009) disebutkan bahwa permasalahan kemiskinan dapat dilihat dari aspek beban kependudukan. Beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya tanggungan keluarga dan tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumah tangga miskin cenderung mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak. Karena rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Tingkat kematian anak pada rumah tangga miskin juga relatif tinggi sebagai akibat dari kurangnya pendapatan dan akses kesehatan serta pemenuhan gizi anak mereka. Dengan demikian jumlah anggota rumah tangga yang besar dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia masa depan, yang dalam hal ini adalah anak‐anak sebagai generasi penerus. Rata‐rata jumlah anggota rumah tangga pada rumah tangga miskin di Indonesia pada tahun 2008 yaitu 4,64 orang di mana tercatat 4,70 orang di perkotaan dan 4,61 orang di perdesaan. Sedangkan rata‐rata jumlah anggota rumah tangga tidak miskin pada tahun yang sama sebesar 3,79 orang, di mana tercatat 3,86 orang di perkotaan dan 3,74 orang di perdesaan. Indikasi ini membuktikan bahwa rata‐rata jumlah anggota
54
rumah tangga miskin lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin. Tampak pula bahwa rata‐rata jumlah anggota rumah tangga miskin dan tidak miskin di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan. Data SDKI 2007 (setelah dikoreksi) juga menunjukkan bahwa rata‐rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan miskin lebih tinggi dibandingkan perempuan yang lebih kaya, yaitu 3,0 (kuintil 1) dibandingkan 2,5 (kuintil 4). TFR pada perempuan dengan pendidikan tidak tamat SD juga lebih tinggi (2,8) dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat pendidikan tamat SMP (2,5). Selanjutnya, median usia kawin pertama pada perempuan di kuintil 1 lebih rendah (18,7 tahun) dibandingkan dengan kuintil 5 (21,9 tahun). Beratnya beban pada rumah tangga miskin menyebabkan terhambatnya peluang anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan dan pelayanan gizi dan kesehatan. Seringkali anak‐anak tersebut harus bekerja untuk membantu membiayai kebutuhan keluarganya.
Anak‐anak yang
kurang mendapatkan pendidikan dan gizi yang layak tersebut pada akhirnya akan menjadi calon‐calon orangtua dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan rendah, yang kemudian akan menghasilkan anak‐anak dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang rendah pula. Pada akhirnya, kelompok miskin tersebut akan tidak pernah lepas dari lingkaran kemiskinan.
55
Hasil Analisis Kemiskinan (BPS, 2008) menunjukkan bahwa persentase perempuan kepala rumah tangga miskin pada tahun 2008 mencapai 12,91 persen, sedangkan pada kelompok rumah tangga tidak miskin tercatat 13,52 persen. Di samping itu, kecenderungan persentase wanita sebagai kepala rumah tangga di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan baik pada kelompok rumah tangga miskin maupun rumah tangga tidak miskin. Selanjutnya, rata‐rata lama sekolah kepala rumah tangga miskin lebih pendek dibandingkan dengan kepala rumahangga tidak miskin, yaitu 4,40 tahun dibandingkan dengan 7,23 tahun. Sementara itu, rata‐rata lama sekolah yang dijalani kepala rumah tangga miskin di perkotaan lebih lama dibandingkan dengan di perdesaan, yaitu sebesar 5,19 tahun dibandingkan dengan 4,06 tahun. rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah tangga
56
menyebabkan rendahnya peluang mereka untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya. Kualitas pola pendidikan dari orangtua ke anak juga rendah. Oleh karena itu kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya pengendalian kuantitas penduduk, khususnya pada kelompok miskin.
2.1.7
Tantangan Penyerasian Konsep Kemiskinan antara BPS dan BKKBN
Mencermati
konsep
kemiskinan,
metode
pengukuran
tingkat
kemiskinan, dan indicator penentu kemiskinan yang digunakan oleh BPS dan BKKBN,
maka
dapatlah
disimpulkan
beberapa
perbedaan
dan
persamaannya. BPS melakukan pendataan sosial ekonomi pada tahun 2005 dan pendataan program perlindungan sosial pada tahun 2008 untuk mendapatkan data mikro kemiskinan yang berguna untuk perencanaan program‐program perlindungan sosial dan program pengentasan kemiskinan. Sementara itu, BKKBN melakukan survey pendataan keluarga setiap tahun (sudah dimulai sejak tahun 1994) untuk operasionalisasi program KB, yaitu antara lain untuk mengetahui jumlah PUS sasaran program KB dan untuk merencanakan jumlah alokon beserta distribusinya. BPS melakukan survei terhadap rumah tangga miskin yang dapat terdiri dari beberapa keluarga miskin, sementara BKKBN melakukan survei terhadap keluarga. Meskipun mendatangi setiap rumah tangga miskin, BKKBN tidak menggunakan istilah rumah tangga di dalam pelaporannya. Menurut BPS, kemiskinan diukur menggunakan 16 indikator terpilih. Berdasarkan
ke‐16
indikator
tersebut,
57
BPS
melakukan
survei
dan
menghitung jumlah rumah tangga, jumlah keluarga, dan jumlah penduduk. 16 indikator tersebut kemudian dibobot berdasarkan situasi dan kondisi budaya lokal setiap daerah. Hal ini dilakukan oleh BPS karena indikator yang dirasa
paling
berkontribusi
menentukan
tingkat
kemiskinan
bersifat
heterogen dan tidak sama di setiap daerah, tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya lokal daerah tersebut. Berdasarkan pembobotan yang dilakukan, BPS mengklasifikasikan rumah tangga, keluarga, dan penduduk menjadi 3, sangat miskin, miskin, dan
hampir
miskin.
Sasaran
program
Jamkesmas
meliputi
rumah
tangga/keluarga yang tergolong sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Sementera itu, BKKBN mengukur kemiskinan dengan menggunakan 1‐14 indikator dari 21 indikator tahapan keluarga sejahtera. 14 indikator tersebut diklasifikasikan berdasarkan aspek pemenuhan kebutuhan dasar dan pemenuhan kebutuhan psikologis. BKKBN mengklasifikasikan keluarga miskin
menjadi
dua,
yaitu
KPS
dan
KS‐I.
Suatu
keluarga
akan
dikelompokkan menjadi KPS apabila salah satu indikator dari aspek kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi dan akan dikelompokkan menjadi KS‐I apabila salah satu indikator kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Indikator kemiskinan menurut BKKBN tersebut berlaku secara nasional tanpa memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. KPS dan KS‐I tersebut kemudian menjadi sasaran pelayanan KB secara gratis termasuk pemberian alokon di dalamnya.
Apabila membandingkan 16 indikator
kemiskinan BPS dan 21 indikator tahapan keluarga sejahtera BKKBN (Tabel
58
10), dapat disimpulkan bahwa kedua instansi tersebut mengukur tingkat kemiskinan dalam suatu rumah tangga/keluarga berdasarkan pada factor pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dalam hal ini adalah kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Selain itu, penghasilan dan kemampuan suatu rumah tangga/keluarga untuk mendapatkan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan juga menjadi faktor yang sama‐sama diukur untuk menentukan tingkat kemiskinan. Namun, jika mencermati lebih lanjut pada setiap indikator penentu tingkat kemiskinan di kedua instansi tersebut, ditemukan perbedaan yang cukup mendasar, yaitu pada indikator yang digunakan dan ukuran‐ukuran dari setiap indikator tersebut. Persamaan dan perbedaan indikator dan ukuran yang digunakan dapat diamati lebih lanjut pada Tabel 10. BPS tidak mengukur kebutuhan yang sifatnya tidak nyata seperti pengetahuan agama dan ketaatan dalam beribadah, selain itu BPS juga tidak mengukur keterlibatan/partisipasi seseorang di dalam suatu organisasi dan kehidupan social bermasyarakat sebagai bentuk aktualisasi diri sebagaimana yang dilakukan oleh BKKBN. Sementara itu, perbedaanya dengan BPS, BKKBN tidak mengukur indikator yang sebenarnya termasuk pada kebutuhan mendasar seperti kebutuhan akan air minum dan sanitasi, kebutuhan akan sumber penerangan, dan kebutuhan akan bahan bakar, padahal indicator tersebut sangat merefleksikan kondisi sosial dan ekonomi suatu masyarakat23.
23
Disarikan dari laporan Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
59
60
61
Selanjutnya, meskipun BPS dan BKKBN mengukur hal yang sama, seperti
variable
pendidikan
dan
kesehatan,
namun
indikator
dan
ukuran/parameter yang digunakan oleh kedua instansi tersebut berbeda. Misalnya,
indikator
pendidikan
tertinggi
kepala
keluarga:
tidak
bersekolah/tidak tamat SD/ hanya SD (BPS) dan indikator seluruh anggota keluarga umur 10‐60 tahun bisa baca tulisan latin dan indikator semua anak umur 7‐15 th dalam keluarga bersekolah (BKKBN). BPS hanya melihat pada tingkat pendidikan kepala keluarga saja dan tingkat pendidikan yang dimaksud hanya sampai tamat SD tanpa melihat anggota keluarga lainnya. Sementara itu, BKKBN mengukur tingkat pendidikan berdasarkan dua indikator yang mencerminkan (1) kemampuan baca tulisan latin pada seluruh anggota keluarga yang berusia 10‐60 tahun tanpa melihat apakah anggota keluarga tersebut mengenyam pendidikan dasar atau tidak dan (2) kemampuan mengenyam wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, usia 7‐15 tahun. Kemudian, indikator untuk mengukur kesehatan yaitu ―tidak sanggup membayar biaya pengobatan dan puskesmas/poliklinik‖ (BPS) apabila
62
dipadankan dengan indikator untuk mengukur kesehatan yang digunakan oleh BKKBN, terdapat 3 indikator yang meliputi (1) bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan, (2) PUS ingin ber‐KB ke sarana pelayanan kontrasepsi, dan (3) PUS dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini karena BKKBN bertujuan untuk memotret kondisi PUS dan kemampuan penggunaan alat/metode kontrasepsinya. Di samping itu, pada beberapa indikator yang relatif sama seperti kebutuhan akan papan, BPS secara detail memperinci kondisi rumah tinggal yang dimaksud, meliputi kondisi atap, dinding, dan lantai rumah disertai jenis bahan yang digunakannya, sementara BKKBN kurang memiliki parameter yang terukur. Atap, dinding, dan lantai yang baik dapat bersifat relatif dan sangat tergantung pada petugas lapangan yang melakukan pendataan. Indikator lainnya, seperti penghasilan diukur oleh BPS dengan menetapkan batas penghasilan yang dimaksud, yaitu kurang dari Rp 600.000 per bulan disertai jenis pekerjaannya. Sementara, BKKBN hanya menyebutkan adanya penghasilan tanpa dibatasi besarannya. Bila mencermati hal‐hal di atas, maka pendataan yang dilakukan oleh BPS dan BKKBN masing‐masing memiliki
kelebihan
dan
kelemahan
sendiri.
Indikator‐indikator
yang
digunakan oleh BPS sampai saat ini cukup relevan dan mewakili kondisi ekonomi masyarakat, terlebih lagi pada proses pengklasifikasian dan perhitungan tingkat kemiskinan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Selain itu, indikator BPS memiliki ukuran/parameter yang jelas sehingga akan mengurangi subjektifitas pada saat pelaksanaan
63
pendataan. Sementara itu, kelemahannya adalah pelaksanaan pendataan kemiskinan mikro oleh BPS dilaksanakan 3 tahun sekali padahal penduduk miskin bersifat sangat dinamis. Hal ini menyebabkan data penduduk miskin kurang mutakhir dan dapat menyebabkan distorsi dalam implementasi program-program penanggulangan kemiskinan. Pada beberapa laporan disebutkan bahwa rumah tangga miskin yang tidak terdata masih cukup banyak. Biaya pelaksanaan pendataan kemiskinan mikro juga sangat besar dan membutuhkan aparat yang handal dan kompeten untuk memastikan cakupan pendataan dan validitas datanya.
BKKBN Pendataan keluarga
yang dilakukan oleh BKKBN dilaksanakan reguler setiap tahun sekali, sehingga data keluarga KPS dan KS‐I cukup mutakhir. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pendataan juga jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan pendataan mikro BPS. Survei pendataan keluarga melibatkan tenaga lini lapangan KB yang ada sampai tingkat RT/RW, tenaga lini lapangan tersebut merupakan individu yang mengenal betul kondisi ekonomi setiap rumah tangga yang disurveinya. Oleh karena itu, distorsi terhadap cakupan pendataan keluarga lebih kecil dibandingkan dengan pendataan kemiskinan mikro dan data yang dihasilkan menjadi lebih valid. Sayangnya, indikator‐indikator yang digunakan oleh BKKBN kurang dapat diukur dan sangat mungkin bersifat subjektif tergantung pada petugas yang mendata. Selain itu, indikator tersebut juga berlaku secara nasional dan kurang sensitive terhadap kondisi sosial budaya lokal daerah.
64
Pada penerapannya di lapangan, perbedaan indikator sebagaimana diuraikan di atas ternyata menimbulkan perbedaan cakupan penduduk miskin yang mendapatkan Jamkesmas. Data dasar penentuan Jamkesmas adalah survei PSE 2005 yang kemudian dimutakhirkan melalui survei PPLS 2008. Jumlah keluarga KPS dan KS‐I jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Jumlah keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin pada tahun 2008 adalah sebanyak 18,8 juta keluarga, sementara menurut BKKBN, jumlah KPS dan KS‐I masing‐masing adalah sebanyak 13,5 juta keluarga dan 13,7 juta keluarga, sehingga total KPS dan KS‐I menjadi 27,2 juta keluarga. Persentase KPS dan KS‐I terhadap jumlah total keluarga hasil pendataan keluarga tahun 2008 adalah sebesar 46,2 persen. Sementara itu, dengan menggunakan jumlah keluarga yang sama, maka persentase keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin adalah sebesar 31,8 persen. Perbedaan cakupan keluarga miskin tersebut mengakibatkan banyaknya KPS dan KS‐I yang tidak memperoleh Jamkesmas yang mana layanan KB gratis terintegrasi di dalamnya. Pada program Jamkesmas sendiri, dilaporkan banyak penduduk yang belum mendapat Jamkesmas, selain itu banyak pula dilaporkan sasaran Jamkesmas yang kurang tepat. Di beberapa daerah, penduduk miskin
yang
tidak
mendapatkan
Jamkesmas
diupayakan
mendapat
Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) yang dananya bersumber dari APBD. Selain itu, adapula jaminan kesehatan dalam bentuk‐bentuk lainnya yang juga bersumber dari APBD. Apabila digambarkan secara sederhana,
65
cakupan Jamkesmas, Jamkesda, jaminan kesehatan lainnya, dan surat keterangan miskin terhadap KPS dan KS‐I adalah sebagai berikut :
Penduduk miskin yang merupakan peserta Jamkesmas, Jamkesda, jaminan kesehatan lainnya, atau memiliki surat keterangan miskin dapat memperoleh pelayanan KB secara gratis di tempat‐tempat pelayanan statis seperti puskesmas, rumah sakit tertentu, dan klinik. Sementara, penduduk miskin di luar tersebut di atas sama sekali tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB gratis. Sayangnya, persentase cakupan masingmasing bentuk jaminan kesehatan tersebut tidak dilengkapi dengan data‐data yang memadai sehingga belum dapat dilakukan analisis yang lebih tajam. Berdasarkan hal ini, BKKBN tetap mengupayakan peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi KPS dan KS‐I
66
melalui pelayanan KB mobil (Tim KB Keliling/TKBK). BKKBN dalam hal ini melakukan koordinasi dan kerjasama lintas‐sektor, yaitu dengan SKPD KB kabupaten/kota,
dinas
kesehatan,
TNI
manunggal,
dan
PKK.
Pelaksanaannya juga diitegrasikan pada momen‐momen tertentu dan seperti kegiatan rutin bulanan posyandu dan hari keluarga nasional/Hargarnas. Perbedaan cakupan keluarga miskin sebagaimana diuraikan di atas bukan merupakan isu baru dalam pelaksanaan pelayanan KB gratis bagi masyarakat miskin dan diperlukan upaya serius untuk menyelaraskan indikator di kedua instansi tersebut. Beberapa indikator tahapan keluarga sejahtera dirasakan sudah tidak lagi relevan di era teknologi informasi saat ini, seperti indikator ―makan bersama paling kurang seminggu sekali untuk berkomunikasi‖. Kemajuan IT yang pesat saat ini memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intensif tanpa harus bertatap muka. Indikator lainnya seperti ―memperoleh informasi dari surat kabar, radio, TV, majalah‖ dimasukkan ke dalam aspek kebutuhan pengembangan yang bukan merupakan aspek penentu KPS dan KS‐I. Saat ini, radio/TV bukan lagi barang mahal/langka yang tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam terhadap indikator tahapan keluarga sejahtera. Berdasarkan uraian di atas, akan sangat baik apabila indikator BKKBN dapat terintegrasi dengan data BPS melalui koordinasi penyerasian kebijakan yang melibatkan kedua instansi, termasuk pula Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Integrasi indicator tersebut sudah
67
semestinya
dilaksanakan
untuk
mewujudkan
unified
database
dan
mendukung efektifitas dan efisiensi program penanggulangan kemiskinan. Tenaga lini lapangan KB yang menguasai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat dapat menjadi modal utama yang mendukung keberhasilan pendataan, indikator‐indikator kemiskinan yang terukur, valid, dan mutakhir menjadi basis utama perencanaan pembangunan.
2.1.8 Peserta dan Pemberi Pelayanan Kesehatan
Dengan
Universal Health Coverage maka akses masyarakat atas sarana pelayanan kesehatan khususnya dari segi finansial diharapkan tidak mengalami kendala. Jaminan keterjangkauan pelayanan kesehatan oleh masyarakat menjadi semakin nyata. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa Universal Health Coverage merupakan jaminan asuransi kesehatan warga negara. Pola asuransi kesehatan bagi masyarakat selama ini sebenarnya sudah ada meskipun beragam macamnya. Kelompok masyarakat berstatus sebagai pegawai negeri sipil dijamin kesehatannya melalui PT. Askes. Kelompok masyarakat pekerja melalui PT Jamsostek. Masyarakat miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas) ataupun Jamkesda. Sementara itu kita kenal juga Asuransi Kecelakaan Lalu lintas Jasa Raharja. Dengan universal health coverage maka jaminan kesehatan seluruh warga negara disatukan pembiayaan dan penanganannya. Ada 3 hal yang butuh kejelasan pengaturan sehubungan universal health coverage, yakni ;
68
Peserta
Regulator
Pemberi
Pengelola Jaminan
Pelayanan
Sumber : Santoso (2012)
Pada era Universal Health Coverage maka hanya dikenal Lembaga negara yang bertindak sebagai pengelola. Dalam hal ini bukan Perusahaan melainkan Badan yang mengelola Jaminan Kesehatan. Lembaga ini tidak punya kamus kata ―profit‖ dalam kiprah kerjanya. Kalaupun memiliki sisa hasil usaha sehingga disumbangkan dalam bentuk prasarana dan sarana bagi penyelenggara pelayanan kesehatan maka hal itu patut untuk dipertanyakan. Premi – klaim ratio adalah salah satu ukuran yang harus
69
dipantau. Yang dimaksud peserta dalam hal Universal health Coverage adalah seluruh warga negara penduduk negeri. Tentu saja dibutuhkan kejelasan pembuktian untuk diberikan pelayanan kesehatan. Adanya ―gradasi masyarakat‖ yang dikaitkan dengan kelas pelayanan membutuhkan sistem pengaturan yang seksama. Mereka yang mendapat jatah untuk dirawat di kelas 3 kemudian atas keinginan sendiri ingin dirawat di kelas Utama, maka dibutuhkan perhitungan tersendiri atas perubahan yang dimintanya. Mengantisipasi berbagai masalah yang potensial timbul dalam pelaksnaan Universal Helath Coverage maka keberadaan Lembaga Regulator menjadi penting. Pembahasan kita kali ini pada masalah pengaturan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh peserta dengan penekanan pada masalah rujukan. Sekali lagi kejelasan atas kepesertaan adalah penting. Permasalahan seringkali timbul manakala seseorang berubah status cara bayar dari yang semula umum (membayar sendiri) kemudian menjadi tanggungan suatu lembaga penjamin/ asuransi. Kalau masalah kepesertaan bisa dibuktikan dengan ―menggosokkan‖ kartu identitas seperti pada penggunaan kartu kredit, maka masyarakat dan pihak penyelenggara pelayanan akan mendapat kemudahan dalam transaksi pengobatannya. Keruwetan fotokopi berkas berkas yang banyak dan beragam bagi masyarakat miskin seyogyanya tidak lagi tampak di keseharian mereka yang berobat di puskesmas atau rumah sakit. Mengoptimalkan e-ktp dalam hal ini patut difikirkan bersama. Tentu saja masyarakat harus senantiasa membawa
70
e-ktp di dompetnya agar jika sewaktu waktu dibutuhkan kartu tersebut bisa ditunjukkan. Masyarakat dan semua yang mencantumkan lebel masyarakat hendaknya memahami apa saja penyakit yang dijamin pengobatannya serta bagaimana tata cara memanfaatkan jaminan kesehatan dengan benar. Kejelasan siapa penanggung
jawab,
pelayanan
apa
yang
ditanggung,
sejak
kapan
ditanggung biayanya adalah keseharian permasalahan yang ada di Rumah Sakit. Adalah suatu kebutuhan agar masyarakat memahami format rujukan berjenjang dan terstruktur terkait fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dimanfaatkannya. Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 tahun 2012 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan diatur dengan sistem rujukan. Hal tersebut dilakukan terkait fasilitas yang ada di pelaksanaan pelayanan kesehatan berbagai macamnya. Tidak semua rumah sakit memiliki peralatan medik yang lengkap lagi canggih maupun tenaga dokter spesialis ataupun sub spesialis. Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa ada berbagai tingkatan pelayanan kesehatan (Santoso, 2012).
71
RS tipe A RS tipe B RS tipe C Puskesmas Perawatan Puskesmas Pondok Kesehatan Desa
Sumber : Santoso (2012)
Secara
umum
ada
sejumlah
penyelenggara
pelayanan
kesehatan
sebagaimana tampak pada gambar di atas. Yang belum tertulis adalah praktek dokter, prakter dokter spesialis, laboratorium dan juga klinik klinik lainnya. Berbagi peran dalam menjaga kesehatan masyarakat adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Permenkes 001 th 2012 menyebutkan ada 3 tingkatan penyelenggara pelayanan kesehatan; primer, sekunder dan tersier.
Penataan atas modalitas pada berbagai level pelayanan butuh
ditinjau ulang.
Tabel 2.3 Modalitas & level Pelayanan
Modalitas Dokter Tenaga Kesehatan lain Sarana Diagnostik Rontgen/Imaging Laboratorium Histopatologis Medikasi / obat Terapi intervensi Operatif
Primer
Sekunder
72
Tersier
Non operatif Rawat inap ICU Forensik Sumber : Santoso (2012)
Melibatkan kelompok profesional dokter, perumah sakitan dan profesi lain adalah suatu upaya untuk memformulasikan kemampuan penjenjangan penyelenggara pelayanan kesehatan. Termasuk merumuskan penyakit apa pada berbagai spesialisasi yang bisa ditangani di tingkat primer, sekunder maupun tersier. Misalnya pada penyakit kencing manis, mana kasus yang bisa di tangani di Puskesmas, mana yang harus dirujuk ke Rumah Sakit Tersier. Setelah pasien ―selesai‖ di tangani di RS Tersier, maka pasien dapat di‖rujuk balik‖ ke RS Sekunder atau bahkan ke Puskesmas dengan catatan dan saran pengobatan yang harus diteruskan. Dengan rujuk balik maka berduyunnya pasien ke rumah sakit hanya untuk kontrol dapat dikurangi. Tentu saja ketersediaan obat yang memadai di Puskesmas harus diupayakan. Di sisi lain dokter dan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas juga didukung sepenuhnya untuk memberikan pelayanan sebaik baiknya. Tidak berarti harus seorang spesialis berada di Puskesmas, melainkan bekal keilmuan spesialistik untuk kasus tersebut yang harus ditularkan. Adanya Continuing MediCal Education adalah salah satu upaya untuk menambah ―rasa percaya diri‖ dari mereka yang bekerja di pelayanan primer dalam menangani pasien. Hal lain yang mendorong seorang petugas di pelayanan primer ―mudah‖ merujuk tampaknya ada faktor pola pembiayaan. Realistis
73
tentunya untuk merujuk pasien sekiranya tidak mencukupi dukungan pembiayaan untuk menangani pasien. Pengaturan sistem pembiayaan di berbagai tingkat pelayanan butuh ditinjau ulang. Pola pembiayaan yang berlaku saat ini butuh di‖up date‖ secara seksama agar tidak terkesan hanya dirumuskan oleh satu sisi. Melibatkan sepenuhnya para provider penyelenggara pelayanan secara lebih seksama InsyaAllah akan menghasilkan formula yang lebih mendekati kenyataan aplikasi di lapangan. Sistem IT yang baik adalah yang mampu mengakomodir kebutuhan lapangan. Kiranya para pakar IT bangsa Indonesia dapat melakukan hal tersebut dengan berkomunikasi secara intens dengan para praktisi pelayanan kedokteran dan perumah sakitan. Tentu saja semangat untuk menghadirkan pelayanan yang efektif dan efisien senantiasa ada agar pembiayaan kesehatan kuratif semakin bisa dihemat.24
2.2 Tinjauan Empirik 2.2.1 Penyelenggaraan Asuransi Sosial Kesehatan Sebagai negara kesejahteraan (welfare state), Negara Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial sebelum berlakunya Undang-undang Nomor
24
Dr. dr. Kohar Hari Santoso, SpAn. KAP.KIC., Wakil Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya; Optimalisasi rujukan terstruktur dan berjenjang di Jawa Timur.
74
40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Namun, pencapaian cakupan kepesertaannya hingga saat ini hanya mencakup kelompok formal tertentu saja. Oleh sebab itu, perlu kita tinjau beberapa negara yang telah mengembangkan sistem jaminan sosial yang ada di ASEAN, Jerman, Perancis, Inggris dan Kanada dan beberapa negara lainnya sebagai bahan kajian dalam menyusun sistem jaminan sosial yang sesuai untuk dikembangkan di daerah Provinsi Jawa Timur. Program jaminan sosial yang memberikan keuntungan bagi pesertanya secara prinsip merupakan hak dan boleh jadi menjadi kewajiban negara, pemerintah dan pemberi kerja. Pelanggan terhadap penyelenggaraan jaminan sosial
merupakan
pelanggan
terhadap
hak
asasi
manusia.
Namun,
penyelenggaraan program jaminan sosial tiap negara sangat bervariasi sesuai dengan komplikasi permasalahan yang dihadapi. Penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara ASEAN pada umumnya memiliki kesamaan dan kultur yang sama, maka di dalam pembahasan bagian ini akan memasukkan perbandingan sistem jaminan sosial di berbagai negara di ASEAN termasuk pengembangan dananya. Studi perbandingan ini juga bermanfaat tidak hanya sekedar mengetahui mekanisme operasional tetapi masalah koordinasi kebijaksanaan di dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial. Penyelenggaraan program jaminan sosial yang funded tidak terlepas dari kepentingan investasi dan dimanapun mereka berada selalu diselenggarakan oleh lembaga pemerintah. Di negara yang super liberal
75
pun,
social security atau funded atau universal diselenggarakan oleh
lembaga pemerintah dan bahkan ada yang mendapatkan subsidi. Funded social security adalah program jaminan sosial yang pembiayaannya dibebankan kepada peserta dan sebaliknya program yang universal didasarkan atas anggaran belanja pemerintahan. Sistem jaminan sosial universal adalah sebagai penerima bantuan iuran atau non-contributory scheme, sehingga pembiayaannya menjadi beban pajak pendapatan yang berasal dari pekerja yang masih aktif bekerja. Dengan perkataan lain bahwa pajak yang dibayarkan oleh mereka yang masih aktif bekerja di dalamnya terdapat komponen jaminan social atau yang biasa kita kenal di Indonesia dalam PPh 21. Misalnya Australia mengalokasikan 1% dari 8% pajak penghasilan untuk pembiayaan social security. Masalah
pokok
yang
dihadapi
negara-negara
maju
dalam
menyelenggarakan sistem universal ini biasanya dikaitkan dengan makin terbatasnya jumlah kontributor dalam hal ini pembayar pajak, karena makin
tingginya
tingkat pengangguran yang berkisar 10-11%
misalnya di Inggris dan Australia (1995). Akhirnya, pemerintah melakukan budget cut on social security expenditure. Adapun berkembang
masalah-masalah termasuk
yang
macan-macan
Asia
dihadapi yang
negara-negara pada
umumnya
menyelenggarakan sistem kapitalis dan Indonesia pada khususnya berhubungan dengan masalah ketenaga-kerjaan
76
seperti
belum
meratanya pelaksanaan upah minimun regional dan masalah sektor informal. Selain itu, juga masih ada masalah-masalah lain seperti tingginya inflasi,
laju
terbatasnya instrumen investasi pasar modal dan gejolak
moneter yang berkepanjangan. Namun untuk di Indonesia, penunjukkan badan penyelenggara yang berbentuk BUMN Persero yang berorientasi mencari keuntungan justru menjadi masalah tersendiri. Karena di negara-negara ASEAN lainnya pada umumnya bukan BUMN Persero, tetapi badan khusus seperti pemberlakuan dana pensiun sebagai badan khusus di Indonesia. Sehingga badan-badan tersebut sebagai badan khusus penyelenggara jaminan sosial wajib tidak dikenakan pajak badan. Barangkali hanya Indonesia dan Yordania di dunia ini yang badan penyelenggaranya berupa korporasi sehingga menjadi obyek pajak. Secara organisatoris,
tanggung jawab pimpinan puncak di
beberapa negara ASEAN sangat bervariasi. Misal-nya pimpinan puncak SSS
Philippines
bertanggungjawab
langsung
kepada
Presiden
sementara EPF Malaysia dan CPF Singapore bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan sedangkan Thailand ber-tanggung jawab kepada Menteri Perburuhan. Dan yang lebih menarik lagi adalah pelaksanaan law enforcement
termasuk diperbolehkan investasi di luar
negeri . Program investasi luar negeri pada CPF telah lama diperbolehkan sedangkan pada EPF dan SSS baru diberlakukan sejak 3 tahun yang silam. Adapun tujuan investasi di luar negeri tidak lain untuk meng-
77
antisipasi adanya kesempatan investasi di luar negeri berkenaan dengan global investment portfolio. Dalam ekonomi pasar social yang dianut oleh negara Jerman, berprinsip bahwa negara adalah pembuat utama peraturan dengan peran negara dalam pasar dijalankan seminimal mungkin, tetapi semaksimal yang diperlukan. Dengan ini negara biasanya mengambil peran besar dalam penanganan ekonomi negara dalam rangka mencapai tujuan sosial, misalnya jaminan sosial. Dengan ini, Jerman bukan negara dengan ekonomi pasar liberal atau neo-liberal, tetapi ekonomi pasar sosial (social market economy). Keadilan sosial (social justice) dinyatakan dalam pasal 20 sebagai salah satu dari prinsip dasar dalam Konstitusi. Hal ini berarti bahwa negara mempunyai kewajiban untuk mengambil tindakan untuk mengambil langkah penyeimbangan dalam persoalan perbedaan dan tegangan sosial. Salah satu instrumen untuk mencapai tujuan itu adalah menetapkan sistem jaminan sosial, dan sekarang ini bagaimana untuk membuatnya tetap efektif, untuk semua masyarakat di negara Jerman. Apabila dibandingkan dengan konstitusi negara Indonesia maupun landasan filosofi negara, yaitu UUDNRI 1945 dan Pancasila, keberadaan keadilan sosial bagi seluruh rakyat merupakan prinsip penyelenggaraan negara dalam mewujudkan tujuan negara. Untuk pembentukan peraturan perundang-undangan tentang jaminan sosial di Jerman dibuat di tahun 1883, sekitar 124 tahun yang lalu. Penetapan ini harus diakui adalah keputusan politik penguasa waktu itu, dan
78
bukan
tindakan
yang
secara
langsung
dilakukan
untuk
mencapai
kesejahteraan masyarakat. Di masa itu, Jerman telah memulai proses industrialisasi. Masyarakat kelas pekerja tumbuh berkembang secara terus menerus, tetapi pekerja itu bekerja dalam sistem kapitalis dengan kondisi kerja yang amat menyedihkan, dimana mereka harus bekerja 16 jam per hari, 6 hari per minggu, dengan upah yang amat minim, tidak ada jaminan sosial sama sekali. Untuk memperbaiki kondisi itu, pekerja mengorganisir mereka sendiri. Mereka mendirikan serikat buruh dan partai sosialdemokratik dan partai komunis. Penguasa feodal melihat hal ini sebagai ancaman. Kemudian, penguasa menetapkan sistem jaminan sosial, yang memberikan manfaat untuk pekerja. Hal ini dilakukan pertama-tama untuk melonggarkan tegangan politik, dan bukan tindakan solidaritas atau karitatif. Jaminan sosial pada saat awalnya ditetapkan untuk menenangkan pekerja dan untuk menstabilkan kekuasaan elit penguasa. Dengan ini, asuransi kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan di tahun 1883, asuransi kecelakaan di tahun 1884, asuransi pensiun di tahun 1889, dan asuransi pengangguran di tahun 1927. Prinsip sistem jaminan sosial ini bertahan dalam masa kerajaan yang itu berakhir dengan terjadinya Perang Dunia I di tahun 1918, bertahan di masa Republik Weimar sampai dengan di tahun 1933 dan juga bertahan pada masa kediktatoran Nazi yang diakhiri kekuasaannya oleh kekuatan sekutu di tahun 1945.
79
Dalam situasi Jerman sekarang disadari bahwa sistem penetapan kesejahteraan masyarakat menjalani kerumitan sendiri seperti di Indonesia. Maksudnya secara politis ada tarik-menarik, tapi ada peran yang semakin lama semakin disadari bahwa bagaimana parlemen itu menetapkan soal social welfare state. Jerman adalah ekonomi pasar sosial, yang menjadi rumusan dasar setelah perang dunia ke II sampai dengan sekarang. Dalam konteks sebagai sebuah negara sosial ditegaskan 3 hal besar peran negara. Yang pertama adalah soal perlindungan terhadap hak-hak dasar, terutama martabat manusia, perkawinan keluarga, kesetaraan laki-laki dan perempuan. Yang kedua istilahnya adalah social obligation of proverty yang berarti setiap hak milik itu punya fungsi sosial. Yang ketiga adalah proteksi sosial, terutama terhadap resiko-resiko yang ada pada masyarakat, apakah sakit dan soal pekerjaan atau soal umur. Perlunya
keterlibatan
negara
dalam
menangani
masalah
kesejahteraan sosial di Indonesia telah tersirat dan tersurat dengan jelas dalam Pancasila, UUD 1945 dan UU No. 6/1974 tentang Pokok-pokok Usaha Kesejahteraan Sosial. Namun demikian, harus diakui perhatian pihak pemerintah dalam hal pembangunan kesejahteraan sosial ini boleh dibilang masih rendah, parsial dan residual serta sporadis. Baik pada masa Orde Baru maupun era reformasi saat ini yang belum terintegrasi dengan strategi pembangunan pemerintah maupun dalam suatu satu sistem yang menjamin keberlanjutan program kesejahteraan tersebut.
80
perbandingan Sistem Jaminan Sosial menurut Peraturan Perundangundangan di Indonesia. Penanganan masalah sosial masih belum menyentuh persoalan mendasar. Program-program jaminan sosial dan pelayanan sosial masih bersifat parsial dan karitatif serta belum didukung oleh kebijakan sosial yang mengikat. Orang miskin, cacat, dan menganggur masih dipandang sebagai sampah pembangunan yang harus dibersihkan. Kalaupun mereka dibantu, itu baru sebatas bantuan uang atau barang berdasarkan prinsip belas kasihan, tanpa konsep dan strategi yang jelas.
Bahkan dengan
menguatnya ide liberalisme dan kapitalisme, kini terdapat kecenderungan, pemerintah semakin tidak mau terlibat mengurusi permasalahan sosial. Pemerintah lebih tertarik pada bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya, termasuk menarik pajak dari rakyat sebesar-besarnya. Sedangkan tanggung jawab menangani masalah sosial dan memberikan jaminan sosial, pemerintah berkeinginan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat khususnya sektor swasta. Dalam literatur pembangunan sosial maupun praktek pemerintahan di seluruh dunia, negara senantiasa secara jelas menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok lemah, salah satunya dengan memiliki departemen atau perangkat daerah khusus yang menangani permasalahan sosial. Jadi tidak terbalik, bagi kelompok masyarakat yang kuat, pemerintah memiliki berbagai departemen dan perangkat pemerintahan untuk melayani mereka, sementara untuk kelompok lemah, pemerintah "angkat kaki" sambil
81
dengan ringannya mengharuskan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri.
Namun,
setelah
terdapat
putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor Perkara 007/PUUIII/2005, maka terdapat peluang sekaligus tanggungjawab bagi daerah untuk memenuhi kewajiban dalam pengembangan sistem jaminan sosial di daerah, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.4 Perbandingan Makna Hukum dari Undang – Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pra dan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI No
1.
2.
FAKTOR
MAKNA HUKUM UU SJSN SEBELUM PUTUSAN SESUDAH PUTUSAN MKRI MKRI Ruang Lingkup Sistem Sistem nasional hanya Sistem daerah sebagai Jaminan Sosial diartikan sebagai sistem subsistem nasional yang tersentral Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS): a. kewenangan pem- Pemerintah Pusat 3 Pemerintah Pusat untuk bentukan pembentukan BPJS di tingkat Pusat 4
Pemerintahan Daerah untuk pembentukan BPJS di tingkat Daerah
b. produk hukum pem- Harus dibentuk dengan a. BPJS tingkat Daerah bentukan Undang – undang ( UU ) dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah (Perda)
c. embrio BPJS
b. BPJS tingkat Pusat tetap harus dibentuk dengan UU Hanya menjadi hak mono- Semua Badan Penyelenggapoli empat BUMN saja, ra program jaminan sosial ( yaitu PT. Askes (Persero), cth : jaminan kesehatan, PT. Jamsostek (Persero), jaminan kematian, jaminan PT. Taspen (Persero) & pendidikan, dll) yang dibenPT. ASABRI (Persero) tuk Pemerintahan Daerah dapat menyesuaikan diri menjadi BPJS yang menjalankan program jaminan sosial sesuai ketentuan UU
82
No
3.
FAKTOR
MAKNA HUKUM UU SJSN SJSN a. Hanya menjadi hak d. Persyaratan monopoli empat BUMN a. Harus memenuhi prinsip saja, yaitu PT. Askes penyesuaian/transisi penyelenggaraan PT. untuk dapat menjadi (Persero), Jaminan Sosial sesuai BPJS di tingkat Pusat/ Jamsostek (Persero), ketentuan Pasal 4 UU PT. Taspen (Persero) & Daerah SJSN PT. ASABRI (Persero) agar dapat jadi BPJS b.Pembentukan BPJS di tingkat Pusat harus b. Pembentukan BPJS dengan UU dan untuk baik yang sudah ada BPJS di tingkat Daerah maupun yang baru dapat dibentuk dengan harus dengan UU Perda Penerapan prinsip – prinsip penyelengga-raan UU SJSN : a. Nirlaba Badan Penyelenggara da- Entitas Badan Penyelenglam penyelenggaraan pro- gara program jaminan gram jaminannya hanya sosial harus berbentuk memisahkan program jami-entitas hukum yang nan tambahan yang bersifat bertujuan tidak mencari sukarela dengan tujuan un- keuntungan tuk mencari keuntungan / komersial dipisahkan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial yang bersifat dasar dengan tujuan tidak untuk mencari keuntungan / nor for profit b. Dana Amanah Pengelolaan keuangan dari Terdapat pemisahan program tambahan yang penge-lolaan kekayaan bersifat sukarela operasional Badan dipisahkan dengan Penyelenggara de-ngan pengelolaan keuangan kekayaan dana titipan program jaminan sosial (dana amanah) peserta dalam sistem akuntansi program jaminan sosial dan pelaporan dari Badan Penyelenggara
c. Portabilitas
Sedangkan pengelola-an kekayaan operasio-nal Badan Penye-lenggara tidak dipisah-kan dari pengelolaan kekayaan dana titipan peserta program jami-nan sosial Hanya dipahami sebagai Disamping dipahami prinsip adanya jaminan sebagai adanya jaminan yang berkelanjutan meski- yang berke-lanjutan pun peserta berpindah meskipun peserta pekerjaan atau tempat ting- berpindah pekerjaan atau gal dalam wilayah Negara tempat tinggal, juga harus
83
No
FAKTOR
MAKNA HUKUM UU SJSN Kesatuan Republik Indone- adanya jaminan yang bersia kelanjutan meskipun peserta berpindah Badan Penyelenggara 4. Subyek hukum penye- BPJS di tingkat Pusat yang BPJS di tingkat Daerah lenggaraan SJSN telah dibentuk dengan UU yang telah dibentuk dan memenuhi persyaratan dengan Perda dan pasal 4 UU SJSN memenuhi persyaratan pasal 4 UU SJSN Sumber : Anton Hardianto, 2007
Sistem
asuransi
kesehatan
sosial
secara
teori
memberikan
kemungkinan solusi yang terbaik: tidak hanya penyesuaian pembayaran terhadap pendapatan yang berubah-ubah dan tidak menentu yang biasa terjadi pada masyarakat agraris seperti di Indonesia, namun selain itu juga, aturan-aturan dapat ditetapkan untuk membagi beban dan manfaat dengan suatu cara bahwa yang lebih mampu mensubsidi mereka yang miskin. Dalam praktiknya, bagaimanapun, sejumlah masalah muncul. Antara lain tingginya premi asuransi, biaya administrasi, tidak dapat tertanggungnya mereka yang berisiko tinggi ke dalam paket asuransi, prosedur yang berbelit dalam mengajukan pembayaran, kantor pusat mendiskriminasikan mereka yang miskin dan menguntungkan yang kaya, jurang diskriminasi antara kaum miskin dan para elit perkotaan, serta keterbatasan kemampuan sumerdaya masnusia. Masalah-masalah teknis
dalam mengelola sistem asuransi
kesehatan harus dipecahkan, yaitu melindungi kemungkinan penggunaan pelayanan yang berlebihan (over utilisation), dan bertentangan dengan mengumpulkan pooling hanya pada mereka yang memiliki risiko lebih tinggi (adverse risk selection).
Masalah utamanya, bagaimanapun juga adalah
84
menetapkan sebuah sistem yang dapat dipercaya oleh masyarakat bahwa dana asuransi sosial yang telah dibayar memang tidak akan dikorupsi. Sistem asuransi adalah mekanisme menggalang dana. Dalam lingkungan dimana masyarakat pernah mengalami dana yang tidak dikelola dengan baik, pengendalian pemakaian dana adalah tantangan besar dalam mengembangkan sistem asuransi kesehatan sosial. Suatu hal penting,
untuk
transparansi
mencari
dalam
solusi organisasi
menjalankan
sistem
yang
yang yang dapat menjamin asuransi,
dan
menciptakan
mekanisme pengendalian dan saluran informasi serta penanganan keluhan yang dekat dengan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, pengendalian atas dana asuransi harus diberikan kepada wakil masyarakat yang telah dikenal dan dipercayai oleh peserta asuransi. Dan sebaiknya disetiap daerah ada yang bertanggungjawab itu terlebih di era desentralisasi. Manajer seyogyanya menempatkan diri sedemikain rupa agar menjadi partner yang kompeten terkait dengan dana asuransi dan negosiasi sosilasi serta bersama-sama menegosiasi solusi untuk mekanisme pembiayaan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan seluruh aspek masalah sistem jaminan dan pembiayaan pelayanan kesehatan, para manager badan penyelenggara jaminan esehatan tidak hanya fokus pada berbagai persyaratan dalam manajemen keuangan. Namun, yang terpenting dalam sukses tidaknya suatu sistem pembiayaan adalah apakah ada pemecahan-pemecahan masalah yang ditemukan mendapat legitimasi dalam masyarakat setempat. Hal ini
85
membutuhkan upaya keras dan kreatifitas untuk menemukan struktur organisasi di mana masyarakat setempat terlibat di dalam proses pengambilan keputusan, pada jalannya sistem kesehatan, termasuk struktur dan pendayagunaan dana yang ada. Hanya dalam sistem yang terdiri dari perwakilan masyarakat setempat dapat membangun kepercayaan dalam pengelolaan dana yang baik, melakukan program yang lebih ambisius sistem jaminan sosial daerah25.
2.2.2 Pengalaman pada beberapa negara Menurut laporan WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah, dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk belanja kesehatan selama tahun 1999-2003 berkisar antara 28,1% - 35,9% sementara kontribusi pemerintah Muangtai pada kurun waktu yang sama berkisar antara 54,8% - 61,6% dari belanja kesehatan rakyatnya. Di berbagai negara maju, pembiayaan kesehatan bersumber dana publik mengambil porsi yang lebih besar. Di Inggris, Prancis, Australia, dan Taiwan pembiayaan publik untuk pelayanan kesehatan mencapai lebih dari 80% dari biaya kesehatan total. Di Indonesia sebaliknya, lebih dari 70% biaya kesehatan harus ditanggung sendiri oleh tiap keluarga (out of pocket -OOP) yang
sangat
bersifat
regresif.
Penelitian
Thabrany,
dkk
(2000)26
menunjukkan bahwa 10% rumah tangga termiskin harus menghabiskan 25
Baca secara lengkap dalam naskah akademik penyusunan Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur 26 Thabrany, dkk. Telaah Komprehensif Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Indonesia. YPKMI, Jakarta, 2000
86
230% penghasilannya sebulan untuk membiayai sekali rawat inap anggota keluarganya. Sementara keluarga 10% terkaya hanya menghabiskan 120% penghasilan keluarga sebulan untuk membiayai satu kali rawat inap anggota keluarganya. Akibatnya akses terhadap pelayanan rumah sakit menjadi sangat tidak adil, karena penduduk miskin tidak mampu membiayi perawatan. Penelitian yang dilakukan Thabrany dan Pujiyanto (2000) menunjukkan bahwa penduduk 10% terkaya mempunyai akses rawat inap di rumah sakit yang 12 kali lebih besar dari penduduk 10% termiskin. Menurut Thabrany (2008) bahwa secara umum negara-negara yang lebih konsisten dalam program cakupan universal dan efisiensi makro (biaya kesehatan nasional yang rendah) tidak menggantungkan sistemnya pada asuransi kesehatan swasta, baik dalam bentuk tradisional-indemnitas maupun dalam bentuk managed care (HMO, PPO, maupun POS). Sedangkan
Amerika
merupakan
satu-satunya
negara
maju
yang
menggantungkan sistem asuransinya pada asuransi komersial mempunyai kinerja keuangan yang sangat mahal, hampir dua kali biaya termahal di negara lain, dan lebih dari dua kali dari biaya kesehatan di Jepang dan Jerman yang sama-sama memiliki banyak badan penyelenggara asuransi kesehatan. Biaya rawat inap perhari di Amerika mencapai 5-10 kali lebih mahal dibandingkan negara-negara maju lainnya yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda. Jika dilihat cakupan asuransinya, Amerika masih memiliki 17% penduduk (43 juta jiwa) yang tidak mempunyai jaminan
87
(uninsured). Sementara indikator makro kesehatan, IMR dan LE, tidak menjunjukan status yang lebih baik dari banyak negara atau dari tetangganya Kanada. Negara yang kaya memang akan mengeluarkan biaya besar karena memang biaya hidup tinggi. Suatu ukuran yang dapat memantau beban finansial adalah besarnya biaya kesehatan dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB). Perkembangan persentase biaya kesehatan terhadap PDB di enam negara OECD, 1970-1997 telah dilakukan oleh
Ikegami
dan
Campbell
(1999)27.
Amerika
secara
konsisten
menghabiskan biaya kesehatan sebagai prosentasi terhadap PDB yang terus meningkat tak terkendali. Dibandingkan dengan Jepang dan Inggris yang memiliki sistem pembiyaan dan penyediaan kesehatan yang terkendali (bukan managed care) ternyata Amerika menghabiskan jauh lebih besar, baik dalam nilai nominal dolar maupun dalam prosentase terhadap PDB. Dari enam negara yang dibandingkan, hanya Amerikalah yang menggantungkan pembiayaan kesehatan yang dominan kepada mekanisme pasar asuransi kesehatan komersial/swasta, termasuk berbagai bentuk managed care seperti HMO, PPO, dan POS.28
2.2.3 Peran Pemerintah Daerah Terhadap Jamkesda Sejak adanya gugatan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Jawa Timur menggugat bahwa penyelenggaraan JKN/dan jaminan sosial lain 27
Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling Trhough. Health Affairs 18(3):56-75. 28 Materi Thabrany (2008), disampaikan pada Diskusi RPJMN Bappenas 29 April 2008.
88
harusnya didesentralisai ke daerah sebagai hak dan kewajiban pemerintah daerah. Oka Mahendra (2006)29, mantan Dirjen Hukum dan Perundangundangan Departemen Hukum dan HAM—ketika itu, mengatakan bahwa keputusan
MK
tidak
signifikan
terhadap
penyelenggaraan
SJSN.
Sesungguhnya Keputusan MK memperkuat UU SJSN dengan pernyataan MK bahwa ―UU SJSN sudah cukup memadai menjawab amanat UUD45 Pasal 34 ayat 2‖ karena UU SJSN telah mengatur sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Pasal 19 ayat 1 UU SJSN yang berbunyi ―Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas‖
tetap
berlaku,
tidak
dibatalkan
oleh
MK.
Dengan
penyelenggaraan secara nasional, maka amanat UUD45, untuk menjamin seluruh rakyat, bisa diwujudkan. Karenanya, memang program JKN harus diselenggarakan secara Nasional, tidak dipecah-pecah per daerah. Perdebatan
tentang
penyelenggaran
Pusat
dan
Daerah
sesungguhnya hanya terletak pada keinginan untuk mengelola dana oleh daerah dengan usulan pembentukan BPJSD. Sesungguhnya, jika yang dikedepankan kepentingan rakyat, perdebatan tersebut menjadi tidak signifikan. Sebab, rancangan BPJS adalah rancangan badan milik seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sehingga tidak ada kepemilikan Pemerintah ataupun Pemda. Penyelenggaraan Nasional oleh ke-empat BPJS semata-mata didasarkan pada pertimbangan protabilitas dan ekuitas. 29
Oka Mahendra. Dirjen Hukum dan Perundang-undangan. Penjelasan dan Arti Keputuasn MK yang disampaikan dalam Loka Karya SJSN di Jakarta, Maret 2006
89
Jaminan yang sifatnya seumur hidup haruslah portable, harus bisa dinikmati oleh seluruh rakyat ke daerah manapun ia bekerja, tinggal, atau berkunjung untuk tujuan jangka pendek. Selain itu, jaminan yang diberikan haruslah sesuai dengan kebutuhan medis, meskipun di suatu daerah belum tersedia suatu pelayanan medis tertentu, maka peserta yang membutuhkan pelayanan medis tertentu itu dapat dirujuk ke daerah lain, tanpa harus mengalami kesulitan administratif karena badan penyelenggaranya tidak memiliki kerja sama dengan rumah sakit di daerah lain. Inilah prinsip ekuitas yang menjadi pertimbangan, tidak bisa lain, bahwa program jaminan sosial yang diatur SJSN haruslah bersekala Nasional. Alhamdulillah, Keputusan MK memperkuat hal ini. Kalau pemda ingin membentuk BPJSD untuk menyelenggarakan program lain (komplemen) atau memberikan jaminan tambahan (suplemen) tentu saja dapat dilakukan oleh Pemda30. UU SJSN mengatur pendanaan untuk kesehatan dan program jaminan sosial lain. Dana (uang/fiskal) akan bekerja lintas daerah dan tidak terbatas di suatu daerah. Karena eksternalitas lintas daerah itulah, maka pengelolaan
dana
yang terbatas oleh daerah
akan mempersempit
kemudahan untuk rakyat. Jika ada yang menggugat bahwa program nasional terlalu besar karena Indonesia terlalu besar, sesungguhnya pandangan itu terlalu
sempit
dan
tidak
mempertimbangkan
kemajuan
teknologi.
Pengelolaan jaminan kesehatan secara nasional pada hakikatnya tidak banyak berbeda dengan pengelolaan kartu kredit, Visa atau Mastercard
30
Thabrany (2008)
90
(kecuali bahwa dana tidak dibatasi dan kartu jaminan hanya dapt digunakan untuk ―belanja pelayanan kesehatan‖. Bukankah setiap orang yang memegang kartu Visa atau Mastercard dapat dengan mudah belanja di mana saja, bahkan di seluruh dunia, dengan jutaan merchant yang melayani. Bukankah sangat mudah untuk melayani peserta jaminan kesehatan di mana saja ia sedang berada (tinggal, bepergian dinas, atau sedang wisata). Setiap orang yang memegang kartu jaminan dapat mengngunakannya di fasilitas kesehatan yang pasang logo ―Terima peserta AKN‖. Disini BPJS menetapkan dan mengontrak puskesmas, klinik, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang jumlahnya tidak mencapai 100 ribu, dimana setiap pemegang kartu dapat ―membeli pelayanan kesehatan‖ dan tagihannya dikirim langsung oleh fasilitas kesehatan ke BPJS. Prinsip ini merupakan perwujudan dari prinsip kerja money follow patient. Sangat memudahkan untuk rakyat dimanapun. Jangan lupa, bahwa yang diurus oleh BPJS adalah uangnya, pembayarannya, sama seperti yang diurus oleh pengelola kartu kredit. Dengan kartu kredit, kemanapun, di dunia !!!, kita pergi; kita dapat berbelanja. Tidak ada alasan negara kita luas, penduduknya besar, dan berpulau-pulau sehingga tidak mungkin dikelola oleh satu badan. Pemegang kartu kredit Visa misalnya, yang kini berjumlah lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, dapat berbelanja dan memenuhi kebutuhannya dimana saja di dunia, no boundary. Begitulah nanti sistem AKN kita. Bedanya, dalam AKN kita tidak perlu memikirkan limit pinjaman seperti di kartu kredit. Berapapun besar biaya berobat, sejauh pengobatan itu secara medis dibutuhkan dan RS
91
tempat kita berobat kompeten, maka dengan kartu peserta AKN—peserta akan dilayani. Rumah sakit tidak perlu khawatir bed debt, atau minta uang muka, karena sejauh mereka memenuhi prosedur—biaya berobat akan dibayar BPJS. Inilah prinsip money follow patient. Dengan kartu peserta AKN, kemanapun kita berobat di tanah air, NKRI, baik di RS publik maupun RS swasta, kita tidak perlu memikirkan ada atau tidak uang tunai. Cukup membayar iuran rutin bulanan.
2.2.4 Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial31. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya 31
Baca kembali pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
92
pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan
berdasarkan
prinsip
masyarakat
yang
nondiskriminatif,
setinggi-tingginya partisipatif,
dilaksanakan
perlindungan,
dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam
dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan32. Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga masyarakat berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin; dengan demikian 32
Saat ini GBHN mengalami penyesuaian sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan nasional.
93
diperlukan sistem yang mengatur pelaksanaan upaya pemenuhan hak warga untuk tetap hidup sehat, dengan mengutamakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Dalam rangka pemenuhan hak masyarakat miskin sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 dimaksud, Pemerintah mempunyai tugas menggerakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu harus dijamin. Namun demikian, sudut pandang para pengambil kebijakan banyak masih belum menganggap bahwa kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi
dana
kesehatan
hingga
kini
masih
tergolong
rendah
bila
dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya
Undang-Undang
Nomor
94
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. UndangUndang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan33. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah,
pemerintah
provinsi
dan
pemerintah
kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Selanjutnya pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan sebagai berikut : 33
Dalam Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur tentang kewenangan daerah yang telah dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom.
95
(1) asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa. (2) asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual. (3) asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara. (4) asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. (9) asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. (10) asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. (11) asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.
96
(12) asas
norma
agama
berarti
pembangunan
kesehatan
harus
memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.34 Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan termasuk pembiayaannya perlu digerakkan dan diarahkan sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna, dengan memperhatkan fungsi sosial dan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu. Fungsi sosial sarana kesehatan dalam arti bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kesehatan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat harus memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan golongan masyarakat
yang
kurang
mampu
dan
tidak
semata-mata
mencari
keuntungan. Pengelolaan kesehatan sebagaimana tersebut dilakukan dalam bentuk asuransi kesehatan, sehingga asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang kegotongroyongan. atau solidaritas masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan. Meskipun secara kultural, asuransi kesehatan bukanlah budaya bangsa Indonesia dan bukan juga budaya bangsa-bangsa lain, akan tetapi akar atau elemen asuransi kesehatan sebagai alat gotong royong sudah merupakan peradaban manusia di dunia. Dalam bentuk tradisional, seluruh masyarakat bahu-mambahu memberikan pertolongan semampunya untuk membantu anggota masyarakat yang sakit.
34
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas untuk memberikan arah pembangunan kesehatan yang saat ini sedang berjalan.
97
Perkembangan pelayanan kesehatan modern dalam bentuk rumah sakit tidak lepas dari semangat kegotong royongan ini35. Pelayanan rumah sakit pada awalnya murni sebagai ekspresi kegotong-royongan dengan memberikan pelayanan atau perawatan tanpa tuntutan imbalan, murni karitas atau sedekah. Akan tetapi karena longgarnya korehensi sosial dalam kehidupan modern dan tuntutan pendanaan yang realistik maka pelayanan rumah sakit berkembang menjadi komoditas. Namun peran rumah sakit sebagai pelayanan karitas, dalam artian sempit maupun luas formal seperti yang disedikan oleh pemerintah, sampai saat ini dan tampaknya akan terus, tetap ada. Bentuk solidaritas sosial dalam kemasan modern, disebut asuransi kesehatan, juga berkembang mengikuti jejak pelayanan rumah sakit.
2.3 Dasar Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah 1. Deklarasi HAM PBB, 10 Desember 1948 (Pasal 25 ayat (1) 2. Konvensi ILO 102, 1952 3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
35
Baca kembali Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur.
98
Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 9. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 12. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445); 13. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
99
14. Putusan Mahkamah Konstitusi RI terhadap 007/PUU-III/2005 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; 18. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009; 19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan; 20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor tentang Standar Pelayanan Medis;
595/Menkes/SKA/II/1993
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar pelayanan Minimal di Rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah; 23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 686/ KEP/ MENKES/ VI/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat; 24. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
100
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 7 seri D); 26. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. 27. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 tahun 2011 tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur. 28. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2012 tentang Mekanisme pengajuan klaim bagi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan di Jawa Timur
101
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Permasalahan penelitian ini berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepesertaan program jamkesda. Penelitian ini dapat dikatagorikan kedalam penelitian korelasional, yaitu suatu upaya untuk meneliti hubungan antar variabel. Hubungan tersebut bisa bersifat simetri, asimetri, atau resiprokal. Disisi lain, ditinjau dari sifat permasalahan yang akan dipecahkan maka penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatori. Singarimbun dan Effendi (1989) mengungkapkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai hubungan-hubungan antar variabel dan melakukan yang telah dirumuskan termasuk kedalam jenis
penelitian
eksplanatori (penjelasan). Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan secara survey, yaitu mengambil sampel dari populasi. Instrument penelitian berupa daftar pertanyaan atau kuisioner. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner dan interview.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan dilakukan di tiga wilayah budaya masyarakat Jawa Timur, yaitu wilayah budaya Mataraman, wilayah budaya
102
Pesisir & Arek dan wilayah budaya Madura, sesuai dengan pembagian wilayah budaya yang ditentukan oleh BKKBN Jawa Timur.
Pelaksanaan
penelitian dilakukan selama dua bulan setelah penandatangan kontrak pekerjaan.
3.3 Rencana Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan validitas kepesertaan program jamkesda, metode utama yang digunakan adalah metode survey lapangan guna pengumpulan data primer. Sedangkan untuk permasalahan yang berkaitan dengan efekivitas kepesertaan program jamkesda digunakan data sekunder, yaitu data dari berbagai laporan pemerintah, dan hasil penelitian terdahulu. Disamping itu juga dikumpulkan data berupa peraturan-peraturan/ kebijaksanaan penelitian yang mempunyai keterkaitan dengan objek yang akan diteliti, guna memperkuat data hasil penelitian.
3.4 Populasi dalam penelitian Populasi pada penelitian ini adalah setiap orang warga masyarakat dan anggota keluarganya. Populasi tersebut tersebar di 3 wilayah budaya di Jawa Timur yaitu: pada wilayah budaya Mataraman, wilayah budaya Pesisir & Arek dan Wilayah budaya Madura sesuai petunjuk BKKBN Provinsi Jawa Timur. Penduduk di Provinsi Jawa Timur dibagi ke dalam 3 (tiga) wilayah budaya, yaitu sebagai berikut :
103
1. Wilayah budaya Mataraman 2. Wilayah budaya Pesisir & Arek 3. Wlayah budaya Madura 3.5 Sampel penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Multi Stages Sampling sebagai berikut : STAGE I a) Unit sampel merupakan daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur. b) Selanjutnya untuk wilayah Propinsi
Jawa Timur penarikan sampel
dilakukan secara Stratified Random sampling, di mana setiap wilayah budaya diambil 4 (empat) Kabupaten/Kota sebagai daerah sampel secara random. Hasil penarikan sampel secara random dapat dilihat pada table 3.1 Tabel 3.1 Hasil Penarikan Daerah Sampel Penelitian No
Wilayah Budaya 1.
Mataraman
2.
Pesisir dan Arek
3.
Madura
Kabupaten / Kota sebagai Sampel Kab. Ponorogo Kota Blitar Kab. Madiun Kab. Ngawi Kab. Malang Kota Surabaya Kab. Sidoarjo Kab. Tuban Kab. Sumenep Kab. Sampang Kab. Probolinggo Kab. Bondowoso
104
STAGE II a) Dari masing-masing sampel Pemerintah Kabupaten / Kota diambil 1 (satu) kecamatan sebagai sampel, serta dilakukan secara Random Sampling. b) Unit sampel berupa kecamatan STAGE III a) Untuk masing-masing kecamatan dipilih 1 (satu) desa, secara Rendom Sampling. b) Pada setiap desa, dipilih sampling 50 responden, dilakukan secara Simple Random Sampling. Jika jumlah responden tidak mencukupi, maka responden dapat diambilkan dari peserta jamkesda yang ada di wilayah (desa) di Kecamatan tersebut.
Tabel 3.2 Daerah sampel penelitian Propinsi
Wilayah Budaya Mataram
Jawa Timur
Pesisir & Arek
Madura
Daerah sampel Pemkab / Kota
Kab. Ponorogo Kab. Blitar Kab. Madiun Kab. Ngawi Kota Surabaya Kab. Sidoarjo Kab. Malang Kab. Tuban
Kab. Sumenep Kab. Sampang Kab.
105
Kecamatan
Kecamatan Kecamatan B Kecamatan C Kecamatan D Kecamatan E Kecamatan F Kecamatan G Kecamatan H Kecamatan I Kecamatan J Kecamatan K
Desa
Responde n
Desa A Desa B Desa C Desa D
50 50 50 50
Desa E Desa F Desa G
50 50 50
Desa H
50
Desa I Desa J Desa K
50 50 50
Probolinggo Kecamatan L Kab. Bondowoso Total sampel
Desa L
50
600
Sumber: Data diolah
c) Dengan demikian jumlah sampel mencapai sekitar 600 responden yang ada di 12 Kabupaten / Kota di Jawa Timur yang masing-masing memiliki wilayah budaya. Sehingga setiap wilayah budaya terdapat kurang lebih 200 sampel (responden). Hal ini sudah memenuhi syarat digunakanya Structural Equation Model / SEM (Hair et al., 1995).
3.6 Instrumen Penelitian Alat utama dalam penelitian ini ialah kuesioner yang di tujukan terhadap responden yaitu kepala keluarga yang berada di tiga wilayah budaya yang menjadi daerah sampel penelitian. Disamping itu juga akan dilakukan wawancara dengan para narasumber (pejabat pemerintah, tokoh masyarakat baik formal maupun informal) dengan tehnik ini diharapkan dapat memperkuat informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner. Ketepatan pengujian suatu hipotesis tidak akan mengenai sasaran bila data yang dipakai tidak valid. Data yang valid dapat diperoleh dari instrument penelitian, berupa kuisioner, yang reliable dan valid. Untuk itu, perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. (Daftar isian kuesioner penelitian terlampir). a. Uji validitas
106
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin di ukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dalam penelitian ini dilakukan validitas internal yaitu suatu alat pengukur yang menentukan sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep yang di uji dengan cara menghitung korelasi antara masingmasing pernyataan (item/ indikator) dengan skor total menggunakan tehnik korelasi product moment. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan dengan software SPSS for Windows Rel 12.0 b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Cara pengukurannya adalah menggunakan koefisien Alpha Cronbach dimana jika nilai alpha lebih besar 0,6 menunjukkan data tersebut reliable (Malhotra, 1992). Perhitungan koefisien Alpha Cronbach dilakukan dengan software SPSS for Windows Rel 12.0. 3.7 Metode Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan dengan cara survey, yaitu dengan menanyakan secara langsung kepada responden melalui kuesioner. Dalam pelaksanaanya di lapangan peneliti ahli dibantu tim surveyor dan tenaga administrasi. Tenaga surveyor yang akan diterjunkan ke 12
Kabupaten/Kota
yang
menjadi
sasaran
lokasi
penelitian.
Disamping itu, pengumpulan data juga akan dilakukan secara
107
wawancara terhadap beberapa responden dan tokoh masyarakat. Sebelum berangkat kelapangan surveyor ditraining oleh peneliti ahli tentang tugas-tugas yang akan dilakukan di lapangan baik dalam usaha pengumpulan data primer lewat kuesioner dengan cara wawancara dengan responden maupun data sekunder dari para nara sumber yang terpilih. Dari data-data yang masuk selanjutnya diseleksi dan kemudian ditabulasi. 3.8
Metode Analisis Data Berdasarkan rancangan penelitian, maka penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi, melalui program SPSS versi 12. teknik ini memungkinkan
peneliti
menguji
beberapa
variabel
dependent/independen. Pemodelan regresi adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antar variabel.
108
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1.
Gambaran Umum Kepesertaan Program Jamkesda Penelitian ini menggambarkan tentang kepesertaan program
Jaminan Kesehatan Daerah di Provinsi Jawa Timur. Kepesertaan program ini tidak lepas dengan masalah kepesertaan program Jameksda.
Oleh
karena itu, persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah daerah maupun nasional dewasa ini. Salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin, terutama untuk pengelolaan program Jamkesda. Data kemiskinan yang baik akan dapat digunakan untuk
mengevaluasi
kebijakan
pemerintah
terhadap
kemiskinan,
membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka.
Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
pertama
kali
melakukan
penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin pada tahun 1984. Pada saat itu, penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin mencakup periode 1976-1981 dengan menggunakan data Survei Sosial
109
Ekonomi Nasional (Susenas) modul konsumsi. Sejak itu, setiap tiga tahun sekali BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk
miskin
yang
disajikan
menurut
daerah
perkotaan
dan
perdesaan. Sejak tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin setiap tahun. Hal ini bisa terwujud karena sejak tahun 2003 BPS mengumpulkan data Susenas Panel Modul Konsumsi setiap bulan Februari atau Maret (BPS, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi, ketepatan sasaran, serta penentuan tolak ukur kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Kegiatan ini sebagai implementasi pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur, dan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 4 tahun 2009. Gambaran umum pada penelitian menganalisis tentang karakteristik kepesertaan program Jamkesda di Jawa Timur, kondisi sosial ekonomi, ketepatan, serta tolak ukurnya dalam upaya menentukan peserta Jamkesda.
Karakteristik
peserta Jamkesda ini, misalnya jenis kelamin peserta, umur, status dalam keluarga, status perkawinan, kepemilikan identitas pribadi, jenis cacat
110
yang diderita, jenis penyakit kronis, pendidikan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, kedudukan dalam pekerjaan, dan sebagainya.
4.1.1. Gambaran kondisi sosial ekonomi peserta penerima Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur
4.1.1.1 Jenis Kelamin peserta Gambaran kepesertaan penerima program Jamkesda di Jawa Timur dapat dilihat pada Table 4.1. Berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat, bahwa sebagian besar penerima kartu Jamkesda adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 66,7% , dan 33,3 % adalah berjenis kelamin perempuan, atau sebanyak 400 responden dari hasil penelitian berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Penerima Jamkesda Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
400
66.7
66.7
66.7
Perempuan
200
33.3
33.3
100.0
Total
600
100.0
100.0
Valid laki-laki
Sumber : Data penelitian diolah
Selanjutnya apabila data jenis kelamin ini disusun dalam bentuk diagram lingkar, maka dapat dilihat seperti
Gambar 4.
Kepesertaan
program Jamkesda banyak terdiri dari perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat dipergunakan pula dalam menggambarkan proporsi jumlah penduduk di Jawa Timur, antara perempuan dan laki-laki.
111
Gambar 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin kepesertaan program Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.2 Status peserta dalam keluarga Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa
peserta jamkesda hasil
penelitian ini adalah kepala keluarga, yaitu sebesar 65,8 % atau sebanyak 395 orang, yang berstatus suami / isteri sebesar 17.2% atau 103 responden, serta anak sebesar 12.7% atau 76 responden, serta sisanya status lainnya. Hasil penelitian ini memang diprioritaskan pada survey rumah tangga miskin peserta Jamkesda, namun di lapangan ditemukan pula penerima jamkesda yang bukan kepala rumah tangga, karena kemungkinan pertimbangan lainnya.
112
Tabel 4.2 Status Peserta Jamkesda Dalam Keluarga
Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kepala rumah tangga
395
65.8
65.8
65.8
isteri/suami
103
17.2
17.2
83.0
76
12.7
12.7
95.7
Menantu
1
.2
.2
95.8
Cucu
9
1.5
1.5
97.3
15
2.5
2.5
99.8
1
.2
.2
100.0
600
100.0
100.0
Anak
orantua/mertua status lainnya Total
Sumber : Data penelitian diolah
Hasil analisis penelitian dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh status dalam keluarga terhadap variabel kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,582> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh status dalam keluarga terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Namun demikian, pemberian kartu atau status kepesertaan jamkesda di Jawa Timur didominasi oleh kepala rumah tangga yang mencapai 65.8 persen.
113
Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi status responden peserta Jamkesda
4.1.1.2.
Status perkawinan
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar peserta jamkesda hasil penelitian ini memiliki status menikah atau berkeluarga yang angkanya sebesar 75,5 persen atau sebanyak 453 responden, belum menikah 92 responden atau 15.3 persen, cerai hidup 0.8 persen atau sebanyak 5 responden, sedangkan cerai mati 8.3 persen atau 50 responden.
Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa responden penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kartu jamkesda terutama untuk kepala rumah tangga.
114
Tabel 4.3 Status Perkawinan peserta Cumulative Frequency Valid
belum kawin
Percent
Valid Percent
Percent
92
15.3
15.3
15.3
453
75.5
75.5
90.8
cerai hidup
5
.8
.8
91.7
cerai mati
50
8.3
8.3
100.0
600
100.0
100.0
Kawin
Total
Sumber : Data penelitian diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh status menikah dengan variabel kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,969,> 0,05.
Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh status menikah terhadap variabel tingkat kemiskinan peserta jamkesda, sehingga pemberian kartu jamkesda tidak harus selalu diberikan pada kepala rumah tangga, tetapi bagi peserta jamkesda yang memerlukan dan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada keluarga tersebut. Namun demikian pemberian kartu jamkesda selama ini diprioritaskan kepada kepala keluarga, padahal anggota keluarga lainnya yang justru memerlukan kartu tersebut untuk mendapatkan pelayanan ke rumah sakit.
Berdasarkan analisis ini
diharapkan pemberian kartu, selain mempertimbangkan status keluarga, juga melihat kondisi kesehatan bagi yang bersangkutan.
115
Gambar 4.3 Distribusi frekuensi status perkawinan peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.3.
Kepemilikan identitas pribadi
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa responden peserta jamkesda pada penelitian ini memiliki identitas diri Kartu Tanda Penduduk (KTP), akte lahir, Kartu Susunan Keluarga (KSK) dan Surat Ijin Mengemudi (SIM) sebanyak 73,3 persen atau 442 responden, memiliki akte lahir 116 responden atau 19.3 persen, akta lahir dan KSK sebesar 2,3 persen, akta lahir , KSK dan KTP sebanyak 4,7 persen.
Tabel 4.4 Kepemilikan Identitas Pribadi Peserta Jamkesda
116
Cumulative Frequency Valid
akte lahir
Percent
Valid Percent
Percent
116
19.3
19.3
19.3
aktet lahir dan ksk
14
2.3
2.3
21.7
akta lahir, ksk,ktp
28
4.7
4.7
26.3
akte lahir,ksk,ktp,sim
442
73.7
73.7
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data penelitian diolah.
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepemilikan identitas dengan variabel tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,591,> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan identitas terhadap variabel tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Selanjutnya
berdasarkan tabel 4.4 dapat dibuat dalam bentuk diagram lingkar sebagaimana Gambar 4.4. Berdasarkan pengamatan di lapangan peserta penerima pelayanan program Jamkesda memiliki idintitas diri yang lebih lengkap, mulai KTP, SIM, KSK dan SIM. Hal ini dapat dimengerti, karena beberapa lokasi penelitian ini didasarkan atas lokasi penelitian pada wilayah perkotaan, sehingga banyak peserta jamkesda sebenarnya mereka juga memiliki sarana transportasi yang mereka butuhkan untuk menunjang kehidupan mereka dalam bekerja.
117
Gambar 4.4 Distribusi frekuensi kepemilikan identitas pribadi peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.4.
Jenis cacat
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hampir semua peserta jamkesda tidak memiliki cacat tubuh, yang angkanya mencapai 98 persen atau sebanyak 588 responden, sisanya tuna netra (buta), cacat anggota gerak, ditemukan juga peserta yang lumpuh, dan cacat lainnya.
Tabel 4.5 Peserta Jamkesda berdasarkan cacat tubuh
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak cacat
588
98.0
98.0
98.0
tuba netra/buta
2
.3
.3
98.3
cacat anggota gerak
1
.2
.2
98.5
Lumpuh
2
.3
.3
98.8
cacat lainnya
7
1.2
1.2
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data penelitian diolah
118
Selanjutnya, apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh cacat tubuh dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,785,> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh cacat tubuh terhadap variabel tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Untuk melihat kondisi peserta jamkesda ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
.
Gambar 4.5 Distribusi frekuensi cacat tubuh responden Jamkesda di Jawa Timur
119
4.1.1.5.
Jenis penyakit kronis
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar peserta jamkesda yang menjadi responden tidak memiliki penyakit kronis, angkanya sebesar 75,7 persen atau sebesar 454 responden.
Sedangka sisanya terkena
hipertensi, penyakit asma, jantung, TBC, Stroke, Kanker, dan sebagainya.
Tabel 4.6 Penyakit Kronis Peserta Jamkesda
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak ada
454
75.7
75.7
75.7
Hipertensi
56
9.3
9.3
85.0
6
1.0
1.0
86.0
19
3.2
3.2
89.2
Jantung
3
.5
.5
89.7
Diabetes
15
2.5
2.5
92.2
7
1.2
1.2
93.3
15
2.5
2.5
95.8
kanker/tumor anas
3
.5
.5
96.3
gagal ginjal
2
.3
.3
96.7
20
3.3
3.3
100.0
600
100.0
100.0
Rematik Asma
TBC Stroke
Lainnya Total
Sumber : Data penelitian diolah
Apabila hasil penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan regresi untuk melihat pengaruh jenis penyakit kronis dengan variabel tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,522 > 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh jenis penyakit kronis terhadap variabel kemiskinan peserta jamkesda. Hal ini berarti bahwa peserta Jamkesda yang selama ini berjalan
120
didominasi oleh peserta yang sehat dan tidak memiliki penyakit kronis. Hal ini dapat diamati di lapangan bahwa peserta penyakit kronis yang banyak berobat ke RSUD Provinsi ataupun Kabupaten dan Kota banyak yang menggunakan Surat Pernyataan Miskin.
Selanjutnya gambaran peserta
Jamkesda yang selama ini jalan dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Distribusi frekuensi penyakit kronis responden Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.6. Pendidikan Responden Pada Tabel 4.7 dapat dilihat dengan jelas karakteristik pendidikan peserta jamkesda.
Tingkat pendidikan peserta Jamkesda dikelompokkan
menjadi; belum sekolah, tamat SD, tamat MI, tamat SMP, tamat MTS, tamat SMA, tamat MA, tamat Paket A/B/C , tidak sekolah lagi dan Perguruan Tinggi. Dari analisis penelitian ini diperoleh hasil hampir separuh responden peserta jamkesda tidak bersekolah, yaitu sebesar 32,7 % (196 responden) ,
121
tamat SD sebesar 23.3 persen atau sebanyak 139 peserta, tamat SMA/SMK sebesar 11.8 persen atau 71 peserta, Perguruan Tinggi 6 peserta atau 1 persen.
Untuk jelasnya tingkat pendidikan bagi peserta Jamkesda yang
menjadi responden penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Peserta Jamkesda Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak / belum pernah sekolah
118
19.7
19.7
19.7
SD
139
23.2
23.2
42.8
MI
5
.8
.8
43.7
SMP
56
9.3
9.3
53.0
MTs
2
.3
.3
53.3
71
11.8
11.8
65.2
MA
4
.7
.7
65.8
Paket A/B/C
3
.5
.5
66.3
196
32.7
32.7
99.0
6
1.0
1.0
100.0
600
100.0
100.0
SMA / SMK
tidak sekolah lagi PT Total
Sumber : Data Penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi untuk melihat pengaruh
pendidikan
dengan
tingkat
kemiskinan
sebagai
indicator
kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,799> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Hal ini dapat diamati di lapangan bahwa
122
peserta jamkesda mayoritas tidak sekolah, tamat SD, atau tidak sekolah. Meskipun peserta jamkesda ada beberapa orang yang berpendidikan Perguruan Tinggi, namun hal ini tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel kemiskinan peserta. Untuk memudahkan melihat peserta berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat Gambar 4.7
Gambar 4.7 Distribusi frekuensi pendidikan peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.7.
Kepemilikan ijasah
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hampir separuh responden peserta jamkesda tidak memiliki ijazah SD sebesar 155 peserta yaitu sebanyak 25.5 persen, memiliki ijazah SD 220 peserta atau 36.7 persen, tamat SMP sederajat 113 peserta atau 18.8 persen, serta tamat
123
SMA/ sederajat 107 peserta atau 17.8 persen, dan tamat PT sebanyak 6 peserta atau 0.8 persen.
Tabel 4.8 Ijasah Tertinggi Peserta Jamkesda Cumulative
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
tidak punya
155
25.8
25.8
25.8
SD / sederajat
220
36.7
36.7
62.5
SMP / sederajat
113
18.8
18.8
81.3
SMA / sederajat
107
17.8
17.8
99.2
PT
5
.8
.8
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data Penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepemilikan ijasah dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,165,> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan ijasah terhadap variabel tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Kondisi ini dapat dipahami bahwa secara pendidikan, peserta Jamkesda banyak didominasi oleh mereka yang tidak bersekolah dan tamatan SD, SMP, dan sebagian kecil sampai ke Perguruan Tinggi, namun karena kondisi mereka yang relatif sehat dan normal, serta tidak menderita penyakit kronis maka penggunaan kartu tersebut relatif tidak ada atau kecil, sehingga tingkat pendidikan ini tidak menunjukkan gambaran yang memberikan pengaruh signifikan terhadap varaibel kemiskinan yang ada.
124
Gambar 4.8 Distribusi frekuensi ijazah tertinggi peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.8. Sumber penghasilan Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa hampir separuh peserta jamkesda hasil penelitian memiliki sumber penghasilan sebagai petani sebanyak 164 peserta atau 27.3 persen, perkebunan 22 peserta atau 3.7 persen, buruh bangunan 57 peserta atau 9,5 persen, perdagangan dan jasa 97 peserta atau 16.2 persen, serta kriteria lainnya sebanyak 222 peserta atau 37 persen.
Penentuan kriteria lainnya dalam hal pekerjaan ini
sebaiknya harus jelas, karena dalam kuisioner termasuk jenis pekerjaan yang tidak termasuk kriteria yang disebutkan.
125
Tabel 4.9 Sumber Penghasilan Peserta Jamkesda
Frequency Valid
0 Pertanian
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
.2
.2
.2
164
27.3
27.3
27.5
Perkebunan
22
3.7
3.7
31.2
Peternakan
3
.5
.5
31.7
Perikanan
3
.5
.5
32.2
industri / kerajinan
13
2.2
2.2
34.3
buruh bangunan
57
9.5
9.5
43.8
Angkutan
18
3.0
3.0
46.8
perdagangan dan jasa
97
16.2
16.2
63.0
Lainnnya
222
37.0
37.0
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sumber penghasilan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu0,849,> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh sumber penghasilan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Distribusi frekuensi sumber penghasilan peserta Jamkesda di Jawa Timur
126
4.1.1.9.
Kedudukan dalam pekerjaan
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hampir separuh yang bersedia menjadi peserta jamkesda memiliki usaha secara mandiri dalam pekerjaan sebesar 31,8 persen atau sebanyak 191 peserta, sebagai buruh atau karyawan sebanyak 191 peserta atau 24.8 persen, sebagai pekerja bebas atau serabutan 62 peserta atau 10.3 persen, serta pekerjaan lainnya sebanyak 176 peserta atau 29.3 persen.
Tabel 4.9 Status Kedudukan Dalam Pekerjaan
Frequency Valid
0 berusaha sendiri buruh tidak dibayar buruh / karyawan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
.2
.2
.2
191
31.8
31.8
32.0
7
1.2
1.2
33.2
149
24.8
24.8
58.0
pekerja bebas
62
10.3
10.3
68.3
pekerja keluara tidak dibayar
14
2.3
2.3
70.7
Lainnya
176
29.3
29.3
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kedudukan dalam pekerjaan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,113,> 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kedudukan dalam
pekerjaan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Selanjutnya untuk
127
lebih jelasnya gambaran kepesertaan Jamkesda dapat dilihat sebagaimana Gambar 4.10
Gambar 4.10 Distribusi frekuensi status kedudukan dalam pekerjaan peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.10. Keikutsertaan peserta Jamkesda dengan program perlindungan sosial lainnya
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang peserta jamkesda juga mendapatkan program perlindungan sosial lainnya, antara lain mendapatkan bantuan raskin sebesar 61 persen atau sebanyak 366 peserta, program keluarga harapan (PKH) dan jamsostek sebanyak 4 peserta atau 0.7 persen, jamkesmas sebanyak 57 peserta 9.5 persen, asuransi lain sebanyak 160 peserta atau 26.7 persen. Berkaitan dengan hal
128
ini, maka penerima kartu jamkesda yang menerima kartu jamkesmas harus dibatalkan agar kepesertaanya tidak menjadi doble.
Tabel 4.11 Keikutsertaan peserta Jamkesda dengan program perlindungan sosial lainnya. Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
9
1.5
1.5
1.5
PKH
4
.7
.7
2.2
366
61.0
61.0
63.2
Jamkesmas
57
9.5
9.5
72.7
Jamsostek
4
.7
.7
73.3
Asuransi lain
160
26.7
26.7
100.0
Total
600
100.0
100.0
Raskin
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepesertaan program lain dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,003< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh kepesertaan program lain terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Karena keikutsertaan program ini
memberikan pengaruh pada variabel tingkat kemiskinan, maka programprogram tersebut perlu dilakukan pengkajian secara mendalam agar pemberian bantuan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, namun juga tidak melanggar ketentuan setiap penyelenggaraan program yang diberikan kepada peserta Jamkesda, karena prinsipnya pemberian pelayanan jamkesda tidak dibenarkan doble dengan pemberian pelayanan program
129
jamkesmas. Gambaran keikutsertaan program ini dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Distribusi frekuensi keikutsertaan peserta dalam program perlindungan sosial lainnya
4.1.1.11. Penggunaan kartu jamkesda
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa sebagian besar peserta jamkesda pernah menggunakan program ini, atau sebesar 52 persen yaitu sebanyak 312 peserta, sedangkan sebanyak 287 peserta tidak pernah memanfaatkan kartu (pelayanan jamkesda) atau sebanyak 47.8 persen.
Tabel 4.11 Pengalaman menggunakan Kartu Jamkesda bagi peserta
Vali d
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
1
.2
.2
.2
Pernah
312
52.0
52.0
52.2
tidak pernah
287
47.8
47.8
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data penelitian diolah
130
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh penggunaan kartu jamkesda dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,045< 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan kartu
jamkesda terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Untuk jelasnya penggunaan kartu jamkesda bagi peserta dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Distribusi frekuensi pernah menggunakan kartu jamkesda bagi peserta Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.13. Tempat mendapatkan pelayanan jamkesda
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa sebagian peserta jamkesda menggunakan kartu Jamkesda untuk mendapatkan pelayanan ke RS Kabupaten / Kota sebesar 64,5% atau sebanyak 387 peserta, sedangkan sebanyak 25 persen pernah mendapatkan pelayanan berobat ke Rumah Sakit Provinsi sebanyak 25 peserta atau 4.2 persen, serta mendapatkan pelayanan di RS Provinsi dan kabupaten/Kota sebanyak 7 peserta atau 1.2
131
persen, sedangkan sisanya sebanyak 181 peserta atau 30.2 persen tidak pernah menggunakan kartu jamkesda untuk berobat ke PPK.
Tabel 4.13 Penggunaan Kartu Untuk Mendapatkan Pelayanan Di PPK Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
181
30.2
30.2
30.2
RS Kota/Kab
387
64.5
64.5
94.7
RS Propinsi
25
4.2
4.2
98.8
7
1.2
1.2
100.0
600
100.0
100.0
RS Kota/Kab dan Prop Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh tempat pelayanan jamkesda dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,808,> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh tempat pelayanan jamkesda terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.13. Peserta jamkesda banyak yang memiliki kartu, namun tidak memanfaatkan kartu tersebut untuk mendapatkan pelayanan jamkesda pada pemberi pelayanan kesehatan rumah sakit, baik rumah sakit provinsi maupun kabupaten dan kota, namun sebagian juga pernah menggunakan kartu tersebut untuk berobat ke PPK. Terhadap kondisi ini, maka diperlukan berbagai upaya penyuluhan agar peserta jamkesda mengetahui dan
132
memahami bagaimana menggunakan hak-hak yang melekat pada kartu tersebut.
Gambar 4.13 Distribusi frekuensi mendapatkan pelayanan Jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.14 Kepemilikan Buku Tabungan Bagi Peserta
Berdasarkan Tabel 4.14 didapatkan hasil bahwa sebagian kecil peserta jamkesda yang mempunyai buku tabungan sejumlah 1 buah yakni sebesar 11 persen atau sebanyak 66 peserta, sedangkn hampir semua peserta tidak memiliki tabungan sebesar 87,8 persen atau sebanyak 527 peserta. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa peserta Jamkesda secara umum tidak memiliki buku tabungan.
133
Tabel 4.14 Jumlah Buku Tabungan Yang dimiliki Peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
527
87.8
87.8
87.8
1
66
11.0
11.0
98.8
2
7
1.2
1.2
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data Penelitian Diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jumlah buku tabungan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,424 > 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh jumlah buku tabungan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.14 Jumlah Buku Tabungan yang dimiliki peserta
134
4.1.1.15 Jenis buku tabungan
Berdasarkan Tabel 4.15 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda sesuai jenis buku tabungan yang dimilikinya hampir separuh menggunakan tabungan lainnya sejumlah 173 peserta yakni sebesar 28,8 persen, tidak memiliki buku tabungan sebesar 62 persen atau sebanyak 372 peserta, bank pemerintah 42 peserta atau 7 persen, bank swasta 13 peserta atau 2.3 persen.
Tabel 4.15 Karakteristik jenis buku tabungan peserta jamkesda di Jawa Timur
Frequency Valid
tidak punya
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
372
62.0
62.0
62.0
bank pemerintah
42
7.0
7.0
69.0
bank swasta
13
2.2
2.2
71.2
tabungan lain
173
28.8
28.8
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jenis buku tabungan dengan variabel tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,01< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh jenis buku tabungan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Kepesertaan jamkesda dilihat berdasarkan kepemilikan jenis buku tabungan dapat digambarkan pada Gambar 4.15.
135
Gambar 4.15 Karakteristik jenis buku tabungan peserta jamkesda di Jawa Timur
4.1.1.16
Karakteristik peserta Berdasarkan jumlah sarana transportasi
Berdasarkan tabel 4.16 didapatkan hasil bahwa peserta sesuai sarana transportasi yang dimilikinya sebagian besar memiliki 1 sarana transportasi sejumlah 343 responden atau sebesar 57,2 persen, tidak memiliki sarana transportasi sebanyak 133 peserta atau 22.2 persen, serta 92 peserta memiliki dua sarana transportasi atau 15.3 persen. Hasil survey di masyarakat umumnya mereka memiliki sarana transportasi berupa sepeda pancal, sepeda motor, mobil, kapal / perahu motor lainnya.
136
Tabel 4.16 Peserta jamkesda berdasarkan jumlah sarana transportasi yang dimilik
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
133
22.2
22.2
22.2
1
343
57.2
57.2
79.3
2
92
15.3
15.3
94.7
3
17
2.8
2.8
97.5
4
15
2.5
2.5
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Hasil analisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jumlah sarana transportasi dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,033< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh jumlah sarana transportasi terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Selanjutnya hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Jumlah sarana transportasi peserta Jamkesda
137
4.1.1.17 Kepesertaan Berdasarkan jenis sarana transportasi Berdasarkan tabel 4.17 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan jenis sarana transportasi menggunakan motor sebagai sarana transportasi sebesar 53 persen atau sebanyak 318 peserta, sepeda pancal 28.7 persen atau 172 peserta, mobil 1 peserta atau 0.2 persen, kapal / perahu motor sebanyak 14 peserta atau 2.3 persen.
Tabel 4.17 Kepesertaan dilihat dari jenis sarana transportasi
Frequency Valid
0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
95
15.8
15.8
15.8
sepeda pancal
172
28.7
28.7
44.5
sepeda motor
318
53.0
53.0
97.5
1
.2
.2
97.7
14
2.3
2.3
100.0
600
100.0
100.0
Mobil kapal / perahu motor Total
Sumber : Data penelitian diolah
Sesuai hasil analisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jenis sarana transportasi dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh jenis sarana transportasi terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Oleh karenanya terhadap jenis sarana tranportasi peserta ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kepesertaan jamkesda.
138
Gambar 4.17 Kepesertaan dilihat dari jenis sarana transportasi
4.1.1.18 Karakteristik Berdasarkan rata-rata pendapatan Sesuai hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.17 didapatkan hasil bahwa pendapatan peserta jamkesda pada penelitian ini berkisar antara Rp 50.000 sampai dengan dengan Rp 2.500.000. apabila dilihat dari ketentuan tingkat kemiskinan responden yang mempunyai rata rata pendapatan kurang dari 600.000 sebanyak 47,4 %.Rata-rata pendapatan mereka secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.18.
RataRataPendapatan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
50000
1
.2
.2
.2
70000
2
.3
.3
.5
139
75000
1
.2
.2
.7
80000
2
.3
.3
1.0
90000
1
.2
.2
1.2
100000
13
2.2
2.2
3.3
150000
6
1.0
1.0
4.3
200000
8
1.3
1.3
5.7
250000
5
.8
.8
6.5
256000
1
.2
.2
6.7
290000
1
.2
.2
6.8
300000
53
8.8
8.8
15.7
350000
20
3.3
3.3
19.0
367000
1
.2
.2
19.2
400000
30
5.0
5.0
24.2
430000
1
.2
.2
24.3
450000
23
3.8
3.8
28.2
500000
95
15.8
15.8
44.0
550000
14
2.3
2.3
46.3
555000
1
.2
.2
46.5
560000
1
.2
.2
46.7
600000
69
11.5
11.5
58.2
625000
1
.2
.2
58.3
650000
8
1.3
1.3
59.7
670000
5
.8
.8
60.5
700000
35
5.8
5.8
66.3
750000
12
2.0
2.0
68.3
760000
2
.3
.3
68.7
780000
1
.2
.2
68.8
800000
20
3.3
3.3
72.2
850000
7
1.2
1.2
73.3
870000
1
.2
.2
73.5
140
890000
1
.2
.2
73.7
900000
26
4.3
4.3
78.0
950000
7
1.2
1.2
79.2
1000000
54
9.0
9.0
88.2
1100000
2
.3
.3
88.5
1200000
11
1.8
1.8
90.3
1250000
3
.5
.5
90.8
1300000
6
1.0
1.0
91.8
1500000
26
4.3
4.3
96.2
1600000
1
.2
.2
96.3
1700000
1
.2
.2
96.5
1800000
14
2.3
2.3
98.8
1900000
1
.2
.2
99.0
2000000
1
.2
.2
99.2
2500000
5
.8
.8
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh tingkat pendapatan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000< 0,05. Hal ini menunjukkan ada pengaruh tingkat pendapatan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Terhadap tingkat pendapatan ini, maka penentuan
kepesertaan jamkesda dapat dijadkan sebagai bahan pertimbangan mereka.
4.1.1.19 Karakteristik peserta terhadap kepemilikan bangunan
141
Berdasarkan tabel 4.19 didapatkan hasil bahwa peserta jameksda dilihat berdasarkan kepemilikan bangunan, sebagian besar mereka telah memiliki rumah sendiri yakni sebesar 73,5 persen atau sebanyak 441 peserta, k3.5 persen, sewa 21 peserta atau 3.5 persen, kontrak 17 peserta atau 2.8 persen, milik orang tua atau saudara sebanyak 108 peserta atau 18 persen. Gmbaran kepemiilikan bangunan peserta jamkesda ini dapat dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal Peserta
Frequency Valid
milik sendiri
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
441
73.5
73.5
73.5
Kontrak
17
2.8
2.8
76.3
Sewa
21
3.5
3.5
79.8
bebas sewa
3
.5
.5
80.3
Dinas
2
.3
.3
80.7
108
18.0
18.0
98.7
8
1.3
1.3
100.0
600
100.0
100.0
milik ortu / saudara Lainnya Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepemilikan bangunan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,222> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh kepemilikan bangunan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda yang diteliti.
142
Gambar 4.19 Kepemilikan bangunan peserta Jamkesda 4.1.1.20 Karakteristik peserta dari jenis lantai Berdasarkan
tabel
4.20
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan jenis lantai, hampir separuh responden memiliki rumah dengan lantai tanah yakni sebesar 44% atau sebanyak 264 peserta, sedangkan sisanya menggunakan lantai bukan tanah sebanyak 336 peserta atau 56 persen.
Tabel 4.20 Jenis lantai rumah peserta Jamkesda Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tanah / bambu / kayu
264
44.0
44.0
44.0
bukan tanah/ bambu/ kayu
336
56.0
56.0
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
143
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh
jenis lantai dengan
tingkat kemiskinan
sebagai indicator
kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,058> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh jenis lantai terhadaptingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lantai rumah
peserta jamkesda, baik terbuat dari tanah ataupun bahan lainnya tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kriteria miskin yang ditentukan oleh BPS.
Jenis lantai ini bisa dimengerti dan dimaklumi, bagi peserta
jamkesda miskin dari wilayah perkotaan, tentu saja sangat sulit dicari mereka yang bukan berasal dari tegel atau sejenisnya, bahkan tidak ada lagi yang menggunakan tanah. Gambaran jenis lantai rumah peserta dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Jenis lantai rumah peserta Jamkesda
4.1.1.21 Karakteristik luas bangunan peserta Jamkesda
144
Berdasarkan tabel 4.21 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda sesuai luas bangunan rumah yang dimiliki, sebagian kecil responden memiliki luas bangunan 40 m2, yakni sebesar 8,8 % atau sebanyak 53 peserta jamkesda, 45 m2 sebanyak 52 peserta atau 8.7 persen.
Luas
bangunan, jumlah peserta, serta persentasi setiap kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 LuasBangunanrumah peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
2
.3
.3
.3
7
2
.3
.3
.7
10
4
.7
.7
1.3
12
14
2.3
2.3
3.7
15
1
.2
.2
3.8
18
2
.3
.3
4.2
20
35
5.8
5.8
10.0
23
2
.3
.3
10.3
24
6
1.0
1.0
11.3
25
13
2.2
2.2
13.5
27
1
.2
.2
13.7
28
1
.2
.2
13.8
30
26
4.3
4.3
18.2
31
1
.2
.2
18.3
32
8
1.3
1.3
19.7
34
1
.2
.2
19.8
35
21
3.5
3.5
23.3
36
4
.7
.7
24.0
38
3
.5
.5
24.5
40
53
8.8
8.8
33.3
42
7
1.2
1.2
34.5
43
1
.2
.2
34.7
45
52
8.7
8.7
43.3
48
6
1.0
1.0
44.3
49
2
.3
.3
44.7
145
50
46
52
1
54
6
55
11
56
7.7
7.7
52.3
.2
.2
52.5
1.0
1.0
53.5
1.8
1.8
55.3
17
2.8
2.8
58.2
59
1
.2
.2
58.3
60
50
8.3
8.3
66.7
63
6
1.0
1.0
67.7
64
7
1.2
1.2
68.8
65
16
2.7
2.7
71.5
67
3
.5
.5
72.0
68
2
.3
.3
72.3
70
24
4.0
4.0
76.3
72
7
1.2
1.2
77.5
74
3
.5
.5
78.0
75
10
1.7
1.7
79.7
76
1
.2
.2
79.8
77
1
.2
.2
80.0
78
6
1.0
1.0
81.0
80
19
3.2
3.2
84.2
82
1
.2
.2
84.3
84
1
.2
.2
84.5
86
1
.2
.2
84.7
87
2
.3
.3
85.0
88
1
.2
.2
85.2
89
1
.2
.2
85.3
90
15
2.5
2.5
87.8
91
1
.2
.2
88.0
95
2
.3
.3
88.3
96
5
.8
.8
89.2
98
1
.2
.2
89.3
100
2
.3
.3
89.7
104
6
1.0
1.0
90.7
108
3
.5
.5
91.2
112
3
.5
.5
91.7
120
10
1.7
1.7
93.3
128
1
.2
.2
93.5
130
1
.2
.2
93.7
132
1
.2
.2
93.8
140
1
.2
.2
94.0
141
1
.2
.2
94.2
146
147
1
.2
.2
94.3
150
5
.8
.8
95.2
160
1
.2
.2
95.3
170
1
.2
.2
95.5
200
25
4.2
4.2
99.7
286
1
.2
.2
99.8
300
1
.2
.2
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh luas bangunan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,745> 0,05 hal ini menunjukkan
tidak
ada
pengaruh
luas
bangunan
terhadap
tingkat
kemiskinan peserta jamkesda. Gambaran luas bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 4.21
Gambar 4. 21 Luas bangunan rumah peserta Jamkesda
4.1.1.22 Karakteristik jenis dinding rumah peserta Jamkesda
147
Berdasarkan tabel 4.22 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan jenis dinding rumahnya, sebagian besar dinding rumah adalah tembok yakni sebesar 59,7% atau sebanyak 358 peserta, sisanya jenis dinding lainnya.
Tabel 4.22 Jenis dinding bangunan rumah peserta Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Bambu
21
3.5
3.5
3.5
Rumpia
5
.8
.8
4.3
59
9.8
9.8
14.2
Tembok
358
59.7
59.7
73.8
Lainnya
157
26.2
26.2
100.0
Total
600
100.0
100.0
Kayu
Sumber : Data hasil penelitian diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jenis dinding dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan ada pengaruh jenis dinding terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
148
Gambar 4.22 Jenis didnding rumah peserta Jamkesda
4.1.1.23 Karakteristik tempat BAB peserta Jamkesda Berdasarkan tabel 4.23 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan tempat BAB, hampir semua telah mimiliki sendiri tempat BAB yakni sebesar 84,5% atau sebanyak 507 peserta, bersama rumah tangga lain sebanyak 43 peserta atau 7.2 persen, WC umum sebanyak 30 peserta atau 5 persen, tidak memiliki WC sebanyak 20 peserta atau 3.3 %
Tabel 4.23 Tempat BAB Peserta Jamkesda
Frequency Valid
milik sendiri
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
507
84.5
84.5
84.5
bersama rumah tangga lain
43
7.2
7.2
91.7
wc umum
30
5.0
5.0
96.7
tidak ada
20
3.3
3.3
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh tempat BAB dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,191> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh tempat BAB terhadaptingkat kemiskinan peserta jamkesda.
149
Gambar 4.23 Tempat BAB peserta Jamkesda
4.1.1.24 Karakteristik jenis kloset peserta Jamkesda Berdasarkan Tabel 4.24 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan jenis kloset, dimana hampir separuh jumlah peserta jamkesda telah menggunakan kloset leher angsa yakni sebesar 44,7% atau sebanyak 268 responden. Tabel 4.24 Jenis Kloset Peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
leher angsa
268
44.7
44.7
44.7
Plengseng
192
32.0
32.0
76.7
Cemplung
105
17.5
17.5
94.2
tidak pakai
35
5.8
5.8
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
150
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jenis kloset dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh jenis kloset terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda yang diteliti.
Terhadap jenis kloset ini tentunya bisa dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kriteria kepesertaan jamkesda di masa mendatang.
Gambar 4.24 Jenis kloset peserta jamkesda
4.1.1.25 Karakteristik tempat pembuangan akhir tinja Berdasarkan tabel 4.25 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja, hampir separuh pada lubang tanah yakni sebesar 46,8% atau sebanyak 281 peserta. Sedangkan yang di pantai sebasar 4,2% atau sebanyak 25 peserta.
Secara lengkap penggunaan
tempat pembuangan akhir ini dapat dilihat Tabel 4.25.
151
Tabel 4.25 Tempat Pembuangan Akhir Tinja Peserta Jamkesda Frequency Valid
tanki / SPAL
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
119
19.8
19.8
19.8
11
1.8
1.8
21.7
sunai / danau/ laut
139
23.2
23.2
44.8
lubang tanah
281
46.8
46.8
91.7
Pantai
25
4.2
4.2
95.8
Lainnya
25
4.2
4.2
100.0
600
100.0
100.0
kolam / sawah
Total
Gambar 4.25 Tempat Pembuangan Tinja Peserta Jamkesda
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh
TPA
Tinja
dengan
tingkat
kemiskinan
sebagai
indicator
kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh TPA tinja terhadaptingkat kemiskinan peserta jamkesda
4.1.1.26 Karakteristik berdasarkan sumber penerangan
152
Berdasarkan tabel 4.26 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan sumber penerangan, dimana hampir semua responden telah menggunakan listrik PLN yakni sebesar 97,8% atau sebanyak 587 peserta menggunakan penerangan dari PLN.
Sedangkan lainnya ada yang menggunakan non
PLN, petromak, obor dan sebagainya.
Tabel 4.26 Sumber Penerangan Peserta Jamkesda Frequency Valid
listrik PLN
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
587
97.8
97.8
97.8
Non PLN
5
.8
.8
98.7
Petromak
4
.7
.7
99.3
pelita/ obor
3
.5
.5
99.8
Lainnya
1
.2
.2
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sumber penerangan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,724>0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh sumber penerangan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambaran sumber penerangan ini dapat
dilihat pada Gambar 4.26
153
Gambar 4.26 Sumber penerangan peserta Jamkesda
4.1.1.27 Karakteristik penggunaan daya PLN Berdasarkan Tabel 4.27 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan penggunaan daya PLN, hampir semua menggunakan daya 450 watt yakni sebesar 79,7 persen atau sebanyak 478 responden, sebagian lainya dengan daya 900 watt. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.27.
Tabel 4.27 Penggunaan daya PLN peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
450 watt
478
79.7
79.7
79.7
900 watt
93
15.5
15.5
95.2
1300 watt
7
1.2
1.2
96.3
2200 watt
2
.3
.3
96.7
> 2200 watt tanpa meteran Total
1
.2
.2
96.8
19
3.2
3.2
100.0
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
154
Hasil analisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh
daya
PLN
dengan
tingkat
kemiskinan
sebagai
indicator
kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,518> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh daya PLN terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.27 Peserta jamkesda berdasarkan penggunaan daya PLN
4.1.1.28 Karakteristik peserta jamkesda berdasarkan sumber air minum
155
Berdasarkan Tabel 4.28 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan sumber air minum yang dipergunakan setiap harinya, dimana hampir separuh dari populasi menggunakan sumur bor yakni sebesar 37 persen atau sebanyak 222 responden, air kemasan sebanyak 39 peserta atau 6.5 persen, sumur terlindung 128 peserta atau 21.3 persen, serta sebagian lainnya menggunakan leding meteran, leding eceran, sumur terlindung, sumur tak terlindung, mata air terlindung, air hujan, serta cara lainnya.
Tabel 2.28 Penggunaan Sumber Air Minum
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
air kemasan bermerk
39
6.5
6.5
6.5
air isi ulang
28
4.7
4.7
11.2
leding meteran
69
11.5
11.5
22.7
leding eceran
59
9.8
9.8
32.5
sumur bor / pompa
222
37.0
37.0
69.5
sumur terlindung
128
21.3
21.3
90.8
5
.8
.8
91.7
40
6.7
6.7
98.3
sumur tak terlindung mata air terlindung air hujan
2
.3
.3
98.7
Lainnya
8
1.3
1.3
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sumber air minum dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini
156
menunjukkan ada pengaruh sumber air minum terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.28 Penggunaan sumber air minum 4.1.1.29 Karakteristik jarak dengan septictank Berdasarkan Tabel 4.29 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan jarak dengan septictank, hampir separuh responden telah memiliki septiktank >10 m yakni sebesar 45,5 % atau sebanyak 273 peserta, dan 33,3 persen kurang dari 10 m atau sebanyak 200 peserta.
Tabel 4.29 Jarak Dengan Saptiktank Frequency Valid
Missing Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<10 m
200
33.3
33.4
>10 m
273
45.5
45.6
79.0
tidak tahu
126
21.0
21.0
100.0
Total
599
99.8
100.0
1
.2
600
100.0
System
Sumber : Data hasil penelitian diolah
157
33.4
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh jarak dengan septiktank dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,083> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh jarak dengan septictank terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
4.1.1.30 Karakteristik Berdasarkan fasilitas air minum Berdasarkan
tabel
4.29
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan fasilitas air minumsebagian besar milik sendiri yakni sebesar 75,2% atau sebanyak 451 responden. Tabel 4.30 Fasilitas Air Minum Peserta Jamkesda Frequency Valid
Sendiri
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
451
75.2
75.2
75.2
Bersama
70
11.7
11.7
86.8
Umum
72
12.0
12.0
98.8
7
1.2
1.2
100.0
600
100.0
100.0
tidak ada Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh fasilitas air minum dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,164> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh fasilitas air minum terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Hal ini berarti penggunaan fasilitas air minum
158
tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kriteria miskin peserta jamkesda.
Gambar 4.30 Penggunaan fasilitas air minum peserta jamkesda
4.1.1.31 Karakteristik Berdasarkan cara memperoleh air minum Berdasarkan Tabel 4.31 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan cara memperoleh air minum dimana sebagian besar responden tidak membeli air minum yakni sebesar 69,2% atau sebanyak 415 peserta, sisanya sebanyak 185 peserta membeli air minum atau 30.8 persen.
Tabel 4.31 Cara Memperoleh Air Minum Peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Membeli
185
30.8
30.8
30.8
tidak membeli
415
69.2
69.2
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh cara memperoleh air minum dengan tingkat kemiskinan sebagai
159
indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan
ada pengaruh cara memperoleh air minum
terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
Gambar 4.31 Cara memperoleh air minum
4.1.1.32 Karakteristik Berdasarkan bahan bakar Berdasarkan Tabel 4.32 didapatkan hasil bahwa sebagian besar peserta menggunakan bahan bakar gas / elpiji yakni sebesar 65,5% atau sebanyak 393 responden, minyak tanah 25 peserta atau 4.2 persen, kayu bakar 162 peserta atau 27 persen.
Tabel 4.32 Penggunaan Bahan Bakar Frequency Valid
Listrik gas/elpiji
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
1.5
1.5
1.5
393
65.5
65.5
67.0
160
minyak tanah Arang
25
4.2
4.2
71.2
11
1.8
1.8
73.0
kayu bakar
162
27.0
27.0
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh bahan bakar dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh bahan bakar terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.32 Penggunaan bahan bakar
4.1.1.33 Karakteristik Berdasarkan jenis atap Berdasarkan tabel 4.33 didapatkan hasil bahwa hampir seluruh responden menggunakan atap genteng sebesar 86,7% atau sebanyak 520
161
responden, sedangkan lainnya menggunakan, asbes sebanyak 59 peserta atau 9.8 persen, dan lainnya menggunakan sirap, seng, serta ijuk.
Tabel 4.33 Penggunaan jenis atap Frequency Valid
Sirap
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
.8
.8
.8
520
86.7
86.7
87.5
Seng
14
2.3
2.3
89.8
asbes
59
9.8
9.8
99.7
2
.3
.3
100.0
600
100.0
100.0
genteng
Ijuk Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh
jenis
atap
dengan
tingkat
kemiskinan
sebagai
indicator
kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh jenis atap terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
162
Gambar 4.33 Penggunaan jenis atap peserta jamkesda
4.1.1.34
Karakteristik berdasarkan kemampuan mengkonsumsi daging
Berdasarkan tabel 4.34 didapatkan hasil bahwa responden berdasarkan kemampuan mengkonsumsi daging dalam seminggu, dimana sebagian besar responden mengkonsumsi daging 1 kali seminggu yakni sebesar 57,8 % atau sebanyak 347 responden. Sedangkan sebagian kecil responden tidak makan daging dalam kurun waktu 1 minggu sekali sebesar 17,8% atau sebanyak 107 responden.
Tabel 4.34 Kemampuan konsumsi daging peserta jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
107
17.8
17.8
17.8
1 kali seminggu
347
57.8
57.8
75.7
2 kali seminggu
95
15.8
15.8
91.5
>2 kali seminggu
51
8.5
8.5
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kemampuan mengkonsumsi daging dalam seminggu dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai
163
signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan
ada pengaruh
kemampuan mengkonsumsi daging dalam seminggu terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.34 Kemampuan mengkonsumsi daging bagi peserta
4.1.1.35 Karakteristik Berdasarkan kemampuan membeli pakaian dalam setahun Berdasarkan
tabel
4.34
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan kemampuan membeli pakaian dalam setahun, dimana hampir seluruh responden membeli baju hanya 1 stel/tahun yakni sebesar 80% atau sebanyak 480 responden, dan 14 persen lebih dari 1 stel.
Tabel 4.34 Kemampuan Membeli Pakaian Baru Dalam Setahun
164
Frequency Valid
0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
1.3
1.3
1.3
1 stel
480
80.0
80.0
81.3
2 stel
85
14.2
14.2
95.5
>2 stel
27
4.5
4.5
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kemampuan membeli pakaian dalam satu tahun dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh kemampuan membeli pakaian dalam satu tahun terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
Gambar 4.34 Kemampuan membeli pakaian baru peserta
4.1.1.35 Karakteristik Berdasarkan makan dalam sehari
165
Berdasarkan
tabel
4.35
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan kemampuan makan dalam sehari dimana sebagian besar responden makan > 2 kali sehari yakni sebesar 67,3 % atau sebanyak 404 responden.
Tabel 4.35 Kemampuan makan dalam sehari peserta Jamkesda Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1 kali
9
1.5
1.5
1.5
2 kali
187
31.2
31.2
32.7
> 2 kali
404
67.3
67.3
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh makan dalam sehari dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,005< 0,05 hal ini menunjukkan
ada
pengaruh
makan
kemiskinan peserta jamkesda
166
dalam
sehari
terhadap
tingkat
Gambar 4.35 Kemampuan makan sehari peserta
4.1.1.36 Karakteristik pengobatan Berdasarkan
Berdasarkan
tabel
4.36
kemampuan
didapatkan
hasil
membayar
bahwa
biaya
responden
berdasarkan kemampuan membayar biaya pengobatan dimana sebagian besar responden tidak mampu membayar biaya pengobatan yakni sebesar 64,7% atau sebanyak 388 responden, yang mampu membayar 35 persen.
Table 4.36 Kemampuan membayar biaya pengobatan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Mampu
212
35.3
35.3
35.3
tidak mampu
388
64.7
64.7
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : data penelitian diolah
167
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kemampuan membayar biaya pengobatan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,013< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh kemampuan membayar biaya pengobatan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Masyarakat
yang
memiliki
kemampuan
rendah
untuk
membiayai
pengobatannya perlu mendapatkan jaminan kesehatan jamkesda, sebaliknya mereka yang memiliki kemampuan tinggi perlu dilakukan kajian lebih detail mengenai kemampuan membiayai pengobatan mereka.
Gambar 3.36 Kemampuan membayar biaya pengobatan
4.1.1.37 Karakteristik Keluarga
Berdasarkan
168
sumber
penghasilan
Kepala
Berdasarkan
tabel
4.37
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan sumber penghasilan Kepala Keluarga dimana hampir separuh responden berpenghasilan <600.000 yakni sebesar 48,2% atau sebanyak 289 responden.
Tabel 4.37 Sumber Penghasilan Kepala Keluarga
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Petani
102
17.0
17.0
17.0
buruh tani
121
20.2
20.2
37.2
Nelayan
4
.7
.7
37.8
buruh bangunan
74
12.3
12.3
50.2
buruh perkebunan
10
1.7
1.7
51.8
lainnya dg penghasilan < 600000
289
48.2
48.2
100.0
Total
600
100.0
100.0
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sumber penghasilan kepala keluarga dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh sumber penghasilan kepala keluarga terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
169
Gambar 4.37 Sumber penghasilan Kepala Keluarga
4.1.1.38 Karakteristik pendidikan tertinggi Kepala Keluarga Berdasarkan tabel 4.38 didapatkan hasil bahwa responden pendidikan tertinggi Kepala Keluarga hampir separuh pendidikan KK hanya SD yakni sebesar 41,2% atau sebanyak 247 responden.
Tabel 4.38 Pendidikan Tertinggi Kepala Kerluarga (KK) Frequency Valid
0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
.2
.2
.2
tidak sekolah
96
16.0
16.0
16.2
tidak tamat SD
54
9.0
9.0
25.2
hanya SD
247
41.2
41.2
66.3
Lainnya
202
33.7
33.7
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
170
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh pendidikan tertinggi kepala keluarga dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh pendidikan tertinggi kepala keluarga terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.38 Pendidikan tertinggi Kepala Keluarga
4.1.1.39 Karakteristik Berdasarkan tidak memiliki tabungan dan barang yang mudah dijual Berdasarkan tabel 4.39 didapatkan hasil bahwa peserta berdasarkan tabungan dan barang yang mudah dijual dimana sebagian besar responden tidak memiliki tabungan dan barang yang mudah dijual yakni sebesar 59,5% atau sebanyak 357 responden. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.39.
Tabel 4.39 Tabungan Dan Barang Mudah Jual
171
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Ya
243
40.5
40.5
40.5
Tidak
357
59.5
59.5
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh tidak memiliki tabungan dan barang yang mudah dijual dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh antara tabungan dan barang yang mudah dijual terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
4.1.1.40 Karakteristik Berdasarkan kepemilikan barang yang mudah dijual
Berdasarkan
tabel
4.40
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan kepemilikan barang yang mudah dijual dimana hampir separuh responden memiliki motor yakni sebesar 36,5% atau sebanyak 219 responden. Hal ini dapat dilihat jelas pada Tabel 4.40.
Tabel 4.40 Barang Yang Mudah Dijual Peserta Jamkesda Frequency Valid
0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
85
14.2
14.2
14.2
Mobil
6
1.0
1.0
15.2
Kapal
61
10.2
10.2
25.3
sepeda motor
219
36.5
36.5
61.8
Sepeda
109
18.2
18.2
80.0
lemari es
15
2.5
2.5
82.5
Hp
26
4.3
4.3
86.8
172
Emas baran modal lain Total
7
1.2
1.2
88.0
72
12.0
12.0
100.0
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Gambar 4.40 Barang yang mudah dijual peserta Jamkesda
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepemilikan barang yang mudah dijual dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,109> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh kepemilikan barang yang mudah dijual terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda.
4.1.1.41 Karakteristik Berdasarkan kepemilikan asset sendiri Berdasarkan
tabel
berdasarkan kepemilikan
4.41
didapatkan
hasil
bahwa
responden
asset sendiridimana hampir seluruh responden
memiliki asset ternak lain yakni sebesar 35,2% atau sebanyak 211
173
responden. Sdangkan hampir separuh juga tidak memiliki aset ternak sebesar 44% atau sebanyak 264 responden.
Tabel 4.41 Karakteristik Berdasarkan kepemilikan asset sendiri peserta jamkesda Jawa timur
Frequency Valid
0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
264
44.0
44.0
44.0
ternak sapi
14
2.3
2.3
46.3
ternak kambing
34
5.7
5.7
52.0
ternak ayam
77
12.8
12.8
64.8
ternak lainnya
211
35.2
35.2
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh kepemilikan
asset sendiri dengan tingkat kemiskinan sebagai
indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,026< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh kepemilikan asset sendiri terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
174
Gambar 4.41 Memiliki asset sendiri
4.1.1.42 Karakteristik Berdasarkan sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari hari Berdasarkan
tabel
4.42
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dimana sebagian besar responden berhutang kadang-kadang yakni sebesar 67,7% atau sebanyak 247 responden. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4.42
Tabel 4.42 Sering berhutang untuk kebutuhan sehari-sehari Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
63
10.5
10.5
10.5
Tidak
131
21.8
21.8
32.3
kadang-kadang
406
67.7
67.7
100.0
Total
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah.
175
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh sering berhutang
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
terhadap
tingkat
kemiskinan peserta jamkesda.
Gambar 4.42 Sering berhutang bagi peserta Jamkesdaq
4.1.1.43 Karakteristik sesuai pengeluaran untuk makan seminggu Berdasarkan
tabel
4.43
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan pengeluaran untuk kebutuhan makan senilai Rp 100.000 yakni sebesar 3,8% atau sebanyak 23 responden, sebaliknya nilai diatas atau dibawah Rp 100.000 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.43.
176
Tabel 4.43 Karakteristik Berdasarkan pengeluaran untuk makan peserta jamkesda Jawa timur Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4500
1
.2
.2
.2
5000
3
.5
.5
.7
7000
3
.5
.5
1.2
7500
2
.3
.3
1.5
8500
3
.5
.5
2.0
9000
1
.2
.2
2.2
9800
1
.2
.2
2.3
10000
2
.3
.3
2.7
10500
2
.3
.3
3.0
11000
3
.5
.5
3.5
11300
1
.2
.2
3.7
11500
2
.3
.3
4.0
12000
2
.3
.3
4.3
12500
1
.2
.2
4.5
13000
2
.3
.3
4.8
13500
3
.5
.5
5.3
14500
3
.5
.5
5.8
14800
1
.2
.2
6.0
15000
4
.7
.7
6.7
15500
6
1.0
1.0
7.7
16000
2
.3
.3
8.0
17000
1
.2
.2
8.2
19000
4
.7
.7
8.8
20500
1
.2
.2
9.0
21500
5
.8
.8
9.8
22000
1
.2
.2
10.0
22500
2
.3
.3
10.3
23000
1
.2
.2
10.5
23500
1
.2
.2
10.7
25000
1
.2
.2
10.8
26000
1
.2
.2
11.0
26500
1
.2
.2
11.2
27000
1
.2
.2
11.3
30000
1
.2
.2
11.5
31000
1
.2
.2
11.7
32000
1
.2
.2
11.8
177
33500
1
.2
.2
12.0
34500
1
.2
.2
12.2
35000
1
.2
.2
12.3
36000
1
.2
.2
12.5
37000
1
.2
.2
12.7
39000
1
.2
.2
12.8
40000
2
.3
.3
13.2
41500
1
.2
.2
13.3
47000
2
.3
.3
13.7
48000
1
.2
.2
13.8
50000
13
2.2
2.2
16.0
50500
2
.3
.3
16.3
53000
1
.2
.2
16.5
54100
1
.2
.2
16.7
54500
1
.2
.2
16.8
54600
2
.3
.3
17.2
55000
5
.8
.8
18.0
56000
5
.8
.8
18.8
57000
2
.3
.3
19.2
58500
2
.3
.3
19.5
59000
1
.2
.2
19.7
60000
5
.8
.8
20.5
61000
1
.2
.2
20.7
62000
3
.5
.5
21.2
62600
1
.2
.2
21.3
62750
1
.2
.2
21.5
63000
1
.2
.2
21.7
65000
3
.5
.5
22.2
67000
3
.5
.5
22.7
68000
2
.3
.3
23.0
69000
1
.2
.2
23.2
69500
1
.2
.2
23.3
70000
8
1.3
1.3
24.7
70500
1
.2
.2
24.8
71000
1
.2
.2
25.0
74000
1
.2
.2
25.2
74500
2
.3
.3
25.5
75000
10
1.7
1.7
27.2
76000
4
.7
.7
27.8
77000
2
.3
.3
28.2
78000
3
.5
.5
28.7
178
78500
3
79000
1
80000
8
81000
1
81500
.5
.5
29.2
.2
.2
29.3
1.3
1.3
30.7
.2
.2
30.8
1
.2
.2
31.0
82000
1
.2
.2
31.2
84000
9
1.5
1.5
32.7
85000
6
1.0
1.0
33.7
86500
2
.3
.3
34.0
87000
4
.7
.7
34.7
87900
2
.3
.3
35.0
89000
9
1.5
1.5
36.5
90000
14
2.3
2.3
38.8
90100
1
.2
.2
39.0
91000
1
.2
.2
39.2
92000
1
.2
.2
39.3
94000
3
.5
.5
39.8
94500
1
.2
.2
40.0
95000
3
.5
.5
40.5
96000
3
.5
.5
41.0
97000
6
1.0
1.0
42.0
97500
2
.3
.3
42.3
98000
2
.3
.3
42.7
98500
1
.2
.2
42.8
99000
4
.7
.7
43.5
100000
23
3.8
3.8
47.3
100500
1
.2
.2
47.5
101000
3
.5
.5
48.0
102500
1
.2
.2
48.2
104000
3
.5
.5
48.7
105000
11
1.8
1.8
50.5
106000
1
.2
.2
50.7
106500
2
.3
.3
51.0
107000
2
.3
.3
51.3
108000
1
.2
.2
51.5
109000
1
.2
.2
51.7
110000
4
.7
.7
52.3
111000
1
.2
.2
52.5
112000
3
.5
.5
53.0
113000
1
.2
.2
53.2
114000
2
.3
.3
53.5
179
115000
2
.3
.3
53.8
117000
4
.7
.7
54.5
117500
1
.2
.2
54.7
119000
3
.5
.5
55.2
120000
5
.8
.8
56.0
121000
6
1.0
1.0
57.0
122000
5
.8
.8
57.8
123000
2
.3
.3
58.2
124000
3
.5
.5
58.7
125000
5
.8
.8
59.5
125500
1
.2
.2
59.7
126000
1
.2
.2
59.8
126500
2
.3
.3
60.2
127000
3
.5
.5
60.7
129000
1
.2
.2
60.8
130000
3
.5
.5
61.3
131000
1
.2
.2
61.5
132000
2
.3
.3
61.8
133000
3
.5
.5
62.3
134000
2
.3
.3
62.7
134500
1
.2
.2
62.8
135000
1
.2
.2
63.0
136000
6
1.0
1.0
64.0
136600
1
.2
.2
64.2
137000
5
.8
.8
65.0
138000
2
.3
.3
65.3
139000
2
.3
.3
65.7
140000
10
1.7
1.7
67.3
141000
2
.3
.3
67.7
143000
1
.2
.2
67.8
144000
2
.3
.3
68.2
144500
2
.3
.3
68.5
145500
2
.3
.3
68.8
146000
4
.7
.7
69.5
147000
4
.7
.7
70.2
147500
2
.3
.3
70.5
149000
3
.5
.5
71.0
150000
18
3.0
3.0
74.0
150500
1
.2
.2
74.2
151000
1
.2
.2
74.3
152000
4
.7
.7
75.0
180
153000
1
.2
.2
75.2
153500
1
.2
.2
75.3
154000
1
.2
.2
75.5
155000
1
.2
.2
75.7
156000
2
.3
.3
76.0
158000
2
.3
.3
76.3
158500
2
.3
.3
76.7
159000
2
.3
.3
77.0
161000
3
.5
.5
77.5
162000
3
.5
.5
78.0
163000
2
.3
.3
78.3
164000
4
.7
.7
79.0
165000
1
.2
.2
79.2
167000
1
.2
.2
79.3
168000
5
.8
.8
80.2
169000
2
.3
.3
80.5
170000
1
.2
.2
80.7
171000
2
.3
.3
81.0
172000
4
.7
.7
81.7
173000
2
.3
.3
82.0
175000
2
.3
.3
82.3
176000
2
.3
.3
82.7
177000
3
.5
.5
83.2
177500
2
.3
.3
83.5
178000
1
.2
.2
83.7
180000
3
.5
.5
84.2
180500
1
.2
.2
84.3
181500
4
.7
.7
85.0
182000
1
.2
.2
85.2
182500
4
.7
.7
85.8
184000
1
.2
.2
86.0
186000
1
.2
.2
86.2
188000
2
.3
.3
86.5
189000
1
.2
.2
86.7
191000
3
.5
.5
87.2
196000
1
.2
.2
87.3
197000
1
.2
.2
87.5
198000
1
.2
.2
87.7
199000
1
.2
.2
87.8
200000
4
.7
.7
88.5
203000
1
.2
.2
88.7
181
206000
4
.7
.7
89.3
210000
2
.3
.3
89.7
210500
1
.2
.2
89.8
211500
1
.2
.2
90.0
213000
1
.2
.2
90.2
217000
1
.2
.2
90.3
219000
2
.3
.3
90.7
221000
1
.2
.2
90.8
232000
6
1.0
1.0
91.8
233000
1
.2
.2
92.0
235000
1
.2
.2
92.2
236000
1
.2
.2
92.3
238000
4
.7
.7
93.0
248000
1
.2
.2
93.2
250000
3
.5
.5
93.7
251000
14
2.3
2.3
96.0
252000
1
.2
.2
96.2
253500
1
.2
.2
96.3
256000
1
.2
.2
96.5
265000
1
.2
.2
96.7
269000
1
.2
.2
96.8
273000
1
.2
.2
97.0
290000
1
.2
.2
97.2
350000
1
.2
.2
97.3
361000
1
.2
.2
97.5
370000
2
.3
.3
97.8
375000
1
.2
.2
98.0
385000
1
.2
.2
98.2
402000
2
.3
.3
98.5
480000
4
.7
.7
99.2
500000
1
.2
.2
99.3
508000
1
.2
.2
99.5
527500
1
.2
.2
99.7
628000
2
.3
.3
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh pengeluaran untuk makanan dengan tingkat kemiskinan sebagai
182
indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,001< 0,05 hal ini menunjukkan
ada pengaruh pengeluaran untuk makanan
terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
Gambar 4.43 Karakteristik Berdasarkan pengeluaran untuk makanan peserta jamkesda Jawa timur
4.1.1.43 Karakteristik Berdasarkan pengeluaran bukan makanan Berdasarkan
tabel
4.44
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan pengeluaran bukan untuk makan senilai Rp 100.000 yakni sebesar 4,5% atau sebanyak 27 responden.
Selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.44
Tabel 4.44 Pengeluaran Bukan Untuk Makan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7000
1
.2
.2
.2
9900
2
.3
.3
.5
10000
3
.5
.5
1.0
183
13500
1
.2
.2
1.2
15000
2
.3
.3
1.5
16000
1
.2
.2
1.7
17000
1
.2
.2
1.8
18000
2
.3
.3
2.2
20000
12
2.0
2.0
4.2
22000
2
.3
.3
4.5
23000
1
.2
.2
4.7
24500
1
.2
.2
4.8
25000
2
.3
.3
5.2
26000
13
2.2
2.2
7.3
27000
1
.2
.2
7.5
29000
3
.5
.5
8.0
30000
11
1.8
1.8
9.8
31000
1
.2
.2
10.0
32000
2
.3
.3
10.3
33000
1
.2
.2
10.5
33300
1
.2
.2
10.7
34000
1
.2
.2
10.8
35000
8
1.3
1.3
12.2
36000
1
.2
.2
12.3
37000
3
.5
.5
12.8
38000
1
.2
.2
13.0
39000
1
.2
.2
13.2
40000
6
1.0
1.0
14.2
44000
1
.2
.2
14.3
45000
8
1.3
1.3
15.7
46000
1
.2
.2
15.8
47000
3
.5
.5
16.3
48000
2
.3
.3
16.7
49000
2
.3
.3
17.0
50000
9
1.5
1.5
18.5
51000
1
.2
.2
18.7
52000
2
.3
.3
19.0
54500
1
.2
.2
19.2
55000
2
.3
.3
19.5
56000
1
.2
.2
19.7
58000
1
.2
.2
19.8
59000
1
.2
.2
20.0
60000
4
.7
.7
20.7
61000
1
.2
.2
20.8
184
62000
3
.5
.5
21.3
63000
2
.3
.3
21.7
64000
1
.2
.2
21.8
65000
2
.3
.3
22.2
66000
1
.2
.2
22.3
68000
3
.5
.5
22.8
70000
8
1.3
1.3
24.2
71000
1
.2
.2
24.3
72000
1
.2
.2
24.5
75000
3
.5
.5
25.0
77000
1
.2
.2
25.2
79000
1
.2
.2
25.3
80000
6
1.0
1.0
26.3
81000
1
.2
.2
26.5
85000
4
.7
.7
27.2
86000
1
.2
.2
27.3
87000
1
.2
.2
27.5
88000
2
.3
.3
27.8
90000
9
1.5
1.5
29.3
93000
1
.2
.2
29.5
95000
6
1.0
1.0
30.5
97000
1
.2
.2
30.7
98000
1
.2
.2
30.8
98750
1
.2
.2
31.0
100000
27
4.5
4.5
35.5
102000
1
.2
.2
35.7
103000
1
.2
.2
35.8
104000
1
.2
.2
36.0
105000
3
.5
.5
36.5
109000
2
.3
.3
36.8
110000
4
.7
.7
37.5
111000
1
.2
.2
37.7
112500
4
.7
.7
38.3
115000
6
1.0
1.0
39.3
117000
1
.2
.2
39.5
118000
3
.5
.5
40.0
120000
8
1.3
1.3
41.3
121000
1
.2
.2
41.5
124000
2
.3
.3
41.8
125000
8
1.3
1.3
43.2
125500
1
.2
.2
43.3
185
126000
1
.2
.2
43.5
128000
1
.2
.2
43.7
129000
1
.2
.2
43.8
130000
7
1.2
1.2
45.0
132000
3
.5
.5
45.5
134000
1
.2
.2
45.7
135000
4
.7
.7
46.3
137000
1
.2
.2
46.5
138000
1
.2
.2
46.7
140000
4
.7
.7
47.3
142000
1
.2
.2
47.5
143000
1
.2
.2
47.7
143900
1
.2
.2
47.8
145000
4
.7
.7
48.5
146000
1
.2
.2
48.7
146600
1
.2
.2
48.8
149000
1
.2
.2
49.0
150000
13
2.2
2.2
51.2
153000
1
.2
.2
51.3
154000
1
.2
.2
51.5
155000
1
.2
.2
51.7
160000
5
.8
.8
52.5
161000
1
.2
.2
52.7
162000
2
.3
.3
53.0
165000
2
.3
.3
53.3
166000
2
.3
.3
53.7
167000
1
.2
.2
53.8
169000
1
.2
.2
54.0
170000
4
.7
.7
54.7
171000
1
.2
.2
54.8
172000
2
.3
.3
55.2
175000
1
.2
.2
55.3
179000
1
.2
.2
55.5
180000
5
.8
.8
56.3
184000
1
.2
.2
56.5
185000
1
.2
.2
56.7
190000
1
.2
.2
56.8
190750
2
.3
.3
57.2
193000
1
.2
.2
57.3
195000
1
.2
.2
57.5
196000
4
.7
.7
58.2
186
199000
2
.3
.3
58.5
200000
21
3.5
3.5
62.0
206000
1
.2
.2
62.2
210000
1
.2
.2
62.3
211000
1
.2
.2
62.5
215000
1
.2
.2
62.7
216000
1
.2
.2
62.8
220000
4
.7
.7
63.5
223000
1
.2
.2
63.7
225000
3
.5
.5
64.2
226000
1
.2
.2
64.3
227000
2
.3
.3
64.7
230000
1
.2
.2
64.8
232000
2
.3
.3
65.2
233000
1
.2
.2
65.3
238000
1
.2
.2
65.5
240000
3
.5
.5
66.0
244000
2
.3
.3
66.3
245000
4
.7
.7
67.0
246000
2
.3
.3
67.3
247000
1
.2
.2
67.5
250000
12
2.0
2.0
69.5
253000
1
.2
.2
69.7
255000
2
.3
.3
70.0
256000
1
.2
.2
70.2
260000
1
.2
.2
70.3
262000
1
.2
.2
70.5
263000
2
.3
.3
70.8
265000
3
.5
.5
71.3
267000
1
.2
.2
71.5
270000
6
1.0
1.0
72.5
272000
1
.2
.2
72.7
277000
1
.2
.2
72.8
280000
1
.2
.2
73.0
285000
2
.3
.3
73.3
288000
1
.2
.2
73.5
289000
1
.2
.2
73.7
290000
2
.3
.3
74.0
295000
3
.5
.5
74.5
297000
1
.2
.2
74.7
300000
10
1.7
1.7
76.3
187
307000
2
.3
.3
76.7
310000
2
.3
.3
77.0
313000
1
.2
.2
77.2
315000
2
.3
.3
77.5
320000
2
.3
.3
77.8
328000
2
.3
.3
78.2
330000
4
.7
.7
78.8
333000
3
.5
.5
79.3
335000
1
.2
.2
79.5
345000
1
.2
.2
79.7
350000
2
.3
.3
80.0
353000
2
.3
.3
80.3
360000
1
.2
.2
80.5
363000
1
.2
.2
80.7
364400
2
.3
.3
81.0
365000
2
.3
.3
81.3
377000
1
.2
.2
81.5
385000
1
.2
.2
81.7
387000
1
.2
.2
81.8
400000
3
.5
.5
82.3
404000
1
.2
.2
82.5
407000
1
.2
.2
82.7
410000
2
.3
.3
83.0
436000
1
.2
.2
83.2
440000
2
.3
.3
83.5
445000
1
.2
.2
83.7
450000
4
.7
.7
84.3
452000
1
.2
.2
84.5
455000
1
.2
.2
84.7
457000
1
.2
.2
84.8
465000
1
.2
.2
85.0
474000
1
.2
.2
85.2
496000
1
.2
.2
85.3
499000
1
.2
.2
85.5
500000
2
.3
.3
85.8
515000
1
.2
.2
86.0
520000
1
.2
.2
86.2
533000
2
.3
.3
86.5
542000
1
.2
.2
86.7
546000
1
.2
.2
86.8
555000
1
.2
.2
87.0
188
596714
1
.2
.2
87.2
625000
4
.7
.7
87.8
667000
1
.2
.2
88.0
673000
1
.2
.2
88.2
680000
7
1.2
1.2
89.3
688000
1
.2
.2
89.5
700000
1
.2
.2
89.7
740000
1
.2
.2
89.8
804000
1
.2
.2
90.0
820000
2
.3
.3
90.3
835000
2
.3
.3
90.7
847000
1
.2
.2
90.8
880000
2
.3
.3
91.2
900000
1
.2
.2
91.3
1000000
1
.2
.2
91.5
1130000
1
.2
.2
91.7
1158000
1
.2
.2
91.8
1160000
1
.2
.2
92.0
1170000
2
.3
.3
92.3
1200000
1
.2
.2
92.5
1230000
1
.2
.2
92.7
1500000
1
.2
.2
92.8
1814000
2
.3
.3
93.2
2000000
1
.2
.2
93.3
2006000
1
.2
.2
93.5
2020000
1
.2
.2
93.7
2022000
1
.2
.2
93.8
2113700
1
.2
.2
94.0
2124000
1
.2
.2
94.2
2129000
1
.2
.2
94.3
2401000
1
.2
.2
94.5
2751000
1
.2
.2
94.7
2946000
1
.2
.2
94.8
2996000
1
.2
.2
95.0
3006000
1
.2
.2
95.2
3010000
1
.2
.2
95.3
3156000
1
.2
.2
95.5
3190000
1
.2
.2
95.7
3200000
1
.2
.2
95.8
3520000
14
2.3
2.3
98.2
3617000
1
.2
.2
98.3
189
3868000
1
.2
.2
98.5
3900000
1
.2
.2
98.7
3931000
1
.2
.2
98.8
4758000
1
.2
.2
99.0
6685000
2
.3
.3
99.3
7185000
2
.3
.3
99.7
13125000
1
.2
.2
99.8 100.0
13261000 Total
1
.2
.2
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh pengeluaran bukan untuk makan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,910> 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh pengeluaran bukan untuk makan terhadaptingkat kemiskinan peserta jamkesda
Gambar 4.44 Pengeluaran bukan makanan
190
4.1.1.45
Berdasarkan
Karakteristik Berdasarkan rata-rata pengeluaran sebulan tabel
4.45
didapatkan
hasil
bahwa
responden
berdasarkan rata rata pengeluaran sebulan sejumlah 428.571 yakni sebesar 3,7 % atau sebanyak 22 responden. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Karakteristik Berdasarkan rata rata pengeluaran sebulan peserta jamkesda Jawa timur Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
19286
1
.2
.2
.2
21429
3
.5
.5
.7
30000
3
.5
.5
1.2
32143
2
.3
.3
1.5
36429
3
.5
.5
2.0
38571
1
.2
.2
2.2
42000
1
.2
.2
2.3
42857
2
.3
.3
2.7
45000
2
.3
.3
3.0
47143
3
.5
.5
3.5
48429
1
.2
.2
3.7
49286
2
.3
.3
4.0
51429
2
.3
.3
4.3
53571
1
.2
.2
4.5
55714
2
.3
.3
4.8
57857
3
.5
.5
5.3
58500
1
.2
.2
5.5
62143
3
.5
.5
6.0
63429
1
.2
.2
6.2
64286
3
.5
.5
6.7
66429
6
1.0
1.0
7.7
68571
2
.3
.3
8.0
72857
1
.2
.2
8.2
81429
4
.7
.7
8.8
87857
1
.2
.2
9.0
92000
1
.2
.2
9.2
191
92143
4
.7
.7
9.8
94286
1
.2
.2
10.0
96428
1
.2
.2
10.2
96429
1
.2
.2
10.3
98571
1
.2
.2
10.5
100700
1
.2
.2
10.7
107100
1
.2
.2
10.8
108700
1
.2
.2
11.0
111429
1
.2
.2
11.2
113571
1
.2
.2
11.3
115500
1
.2
.2
11.5
128571
1
.2
.2
11.7
132857
1
.2
.2
11.8
137000
1
.2
.2
12.0
143571
1
.2
.2
12.2
147000
1
.2
.2
12.3
150000
1
.2
.2
12.5
154200
1
.2
.2
12.7
158571
1
.2
.2
12.8
165000
1
.2
.2
13.0
167142
1
.2
.2
13.2
171429
2
.3
.3
13.5
177857
1
.2
.2
13.7
201428
1
.2
.2
13.8
201429
1
.2
.2
14.0
205714
1
.2
.2
14.2
214286
12
2.0
2.0
16.2
215000
1
.2
.2
16.3
216429
1
.2
.2
16.5
216500
1
.2
.2
16.7
227143
1
.2
.2
16.8
231900
1
.2
.2
17.0
233500
1
.2
.2
17.2
234000
2
.3
.3
17.5
235714
4
.7
.7
18.2
235715
1
.2
.2
18.3
240000
5
.8
.8
19.2
244286
2
.3
.3
19.5
250700
1
.2
.2
19.7
250714
1
.2
.2
19.8
252857
1
.2
.2
20.0
192
257143
4
.7
.7
20.7
257200
1
.2
.2
20.8
261429
1
.2
.2
21.0
265714
3
.5
.5
21.5
268300
1
.2
.2
21.7
268929
1
.2
.2
21.8
270000
1
.2
.2
22.0
278571
3
.5
.5
22.5
287143
3
.5
.5
23.0
291000
1
.2
.2
23.2
291429
1
.2
.2
23.3
295714
1
.2
.2
23.5
297900
1
.2
.2
23.7
300000
8
1.3
1.3
25.0
302100
1
.2
.2
25.2
304300
1
.2
.2
25.3
313333
1
.2
.2
25.5
317100
1
.2
.2
25.7
319000
1
.2
.2
25.8
319286
1
.2
.2
26.0
321429
10
1.7
1.7
27.7
325714
4
.7
.7
28.3
330000
2
.3
.3
28.7
334286
3
.5
.5
29.2
336428
2
.3
.3
29.5
336429
1
.2
.2
29.7
338500
1
.2
.2
29.8
342857
8
1.3
1.3
31.2
347143
1
.2
.2
31.3
349286
1
.2
.2
31.5
351400
1
.2
.2
31.7
360000
9
1.5
1.5
33.2
364286
6
1.0
1.0
34.2
370714
2
.3
.3
34.5
372000
4
.7
.7
35.2
376714
2
.3
.3
35.5
381429
8
1.3
1.3
36.8
385714
13
2.2
2.2
39.0
386143
1
.2
.2
39.2
390000
1
.2
.2
39.3
394286
1
.2
.2
39.5
193
402857
3
.5
.5
40.0
405000
1
.2
.2
40.2
407143
3
.5
.5
40.7
411429
3
.5
.5
41.2
415714
6
1.0
1.0
42.2
417857
2
.3
.3
42.5
420000
2
.3
.3
42.8
422143
1
.2
.2
43.0
424000
1
.2
.2
43.2
424286
3
.5
.5
43.7
428500
1
.2
.2
43.8
428571
22
3.7
3.7
47.5
430700
1
.2
.2
47.7
432857
3
.5
.5
48.2
439286
1
.2
.2
48.3
445714
2
.3
.3
48.7
447000
1
.2
.2
48.8
450000
10
1.7
1.7
50.5
452142
1
.2
.2
50.7
454285
1
.2
.2
50.8
456429
2
.3
.3
51.2
458571
2
.3
.3
51.5
462857
1
.2
.2
51.7
467143
1
.2
.2
51.8
471400
1
.2
.2
52.0
471428
1
.2
.2
52.2
471429
3
.5
.5
52.7
475714
1
.2
.2
52.8
480000
3
.5
.5
53.3
484286
1
.2
.2
53.5
488571
1
.2
.2
53.7
488600
1
.2
.2
53.8
492857
2
.3
.3
54.2
501428
2
.3
.3
54.5
501429
2
.3
.3
54.8
503571
1
.2
.2
55.0
510000
3
.5
.5
55.5
514000
1
.2
.2
55.7
514286
3
.5
.5
56.2
514300
1
.2
.2
56.3
518000
1
.2
.2
56.5
194
518571
5
.8
.8
57.3
522800
1
.2
.2
57.5
522857
4
.7
.7
58.2
527143
2
.3
.3
58.5
531429
3
.5
.5
59.0
535714
5
.8
.8
59.8
537857
1
.2
.2
60.0
540000
1
.2
.2
60.2
542143
2
.3
.3
60.5
544285
1
.2
.2
60.7
544286
2
.3
.3
61.0
552857
1
.2
.2
61.2
557143
3
.5
.5
61.7
561429
1
.2
.2
61.8
565700
1
.2
.2
62.0
565714
1
.2
.2
62.2
570000
3
.5
.5
62.7
574285
1
.2
.2
62.8
574286
1
.2
.2
63.0
576429
1
.2
.2
63.2
578571
1
.2
.2
63.3
582800
1
.2
.2
63.5
582857
5
.8
.8
64.3
587100
1
.2
.2
64.5
587143
4
.7
.7
65.2
591429
2
.3
.3
65.5
595714
1
.2
.2
65.7
600000
10
1.7
1.7
67.3
604286
1
.2
.2
67.5
604800
1
.2
.2
67.7
612857
2
.3
.3
68.0
617143
2
.3
.3
68.3
619286
2
.3
.3
68.7
623571
2
.3
.3
69.0
625714
3
.5
.5
69.5
627800
1
.2
.2
69.7
630000
3
.5
.5
70.2
632143
2
.3
.3
70.5
638571
3
.5
.5
71.0
642800
1
.2
.2
71.2
642857
18
3.0
3.0
74.2
195
645000
1
.2
.2
74.3
647143
1
.2
.2
74.5
651429
3
.5
.5
75.0
651500
1
.2
.2
75.2
655714
1
.2
.2
75.3
657857
1
.2
.2
75.5
660000
1
.2
.2
75.7
664286
1
.2
.2
75.8
668571
2
.3
.3
76.2
677000
1
.2
.2
76.3
677143
1
.2
.2
76.5
679286
2
.3
.3
76.8
681429
2
.3
.3
77.2
690000
4
.7
.7
77.8
694286
3
.5
.5
78.3
698571
2
.3
.3
78.7
702857
4
.7
.7
79.3
707150
1
.2
.2
79.5
715714
1
.2
.2
79.7
720000
5
.8
.8
80.5
724286
2
.3
.3
80.8
728571
1
.2
.2
81.0
732857
2
.3
.3
81.3
737143
4
.7
.7
82.0
741429
2
.3
.3
82.3
750000
2
.3
.3
82.7
754286
2
.3
.3
83.0
758571
3
.5
.5
83.5
760714
2
.3
.3
83.8
762800
1
.2
.2
84.0
771429
3
.5
.5
84.5
773500
1
.2
.2
84.7
777857
4
.7
.7
85.3
780000
1
.2
.2
85.5
782143
4
.7
.7
86.2
788571
1
.2
.2
86.3
797143
1
.2
.2
86.5
805700
1
.2
.2
86.7
805714
1
.2
.2
86.8
810000
1
.2
.2
87.0
818571
3
.5
.5
87.5
196
840000
1
.2
.2
87.7
844300
1
.2
.2
87.8
848571
1
.2
.2
88.0
852857
1
.2
.2
88.2
857143
5
.8
.8
89.0
870000
1
.2
.2
89.2
882857
3
.5
.5
89.7
900000
2
.3
.3
90.0
902000
1
.2
.2
90.2
904300
1
.2
.2
90.3
912857
1
.2
.2
90.5
930000
1
.2
.2
90.7
938571
2
.3
.3
91.0
947143
1
.2
.2
91.2
994286
6
1.0
1.0
92.2
998600
1
.2
.2
92.3
1011429
1
.2
.2
92.5
1020000
4
.7
.7
93.2
1062900
1
.2
.2
93.3
1071429
3
.5
.5
93.8
1075714
14
2.3
2.3
96.2
1080000
1
.2
.2
96.3
1097143
1
.2
.2
96.5
1135714
1
.2
.2
96.7
1152857
1
.2
.2
96.8
1170000
1
.2
.2
97.0
1242857
1
.2
.2
97.2
1500000
1
.2
.2
97.3
1547200
1
.2
.2
97.5
1585714
2
.3
.3
97.8
1607143
1
.2
.2
98.0
1650000
1
.2
.2
98.2
1722857
2
.3
.3
98.5
2057143
4
.7
.7
99.2
2142857
1
.2
.2
99.3
2177000
1
.2
.2
99.5
2260714
1
.2
.2
99.7
2691429
2
.3
.3
100.0
600
100.0
100.0
Total
Sumber : Hasil penelitian diolah
197
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh rata rata pengeluaran sebulan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,001< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh rata rata pengeluaran sebulan terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
4.1.1.46 Karakteristik Berdasarkan rata rata pengeluaran bukan makanan sebulan Berdasarkan tabel 4.46 didapatkan hasil bahwa peserta jamkesda berdasarkan rata rata pengeluaran bukan makanan sebulan adalah sebagai berikut.
Tabel
4.46 Karakteristik berdasarkan pengeluaran makanan peserta jamkesda Jawa timur Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
bukan
Cumulative Percent
445
1
.2
.2
.2
800
1
.2
.2
.3
833
2
.3
.3
.7
1125
1
.2
.2
.8
1250
2
.3
.3
1.2
1333
1
.2
.2
1.3
1417
1
.2
.2
1.5
1500
2
.3
.3
1.8
1666
1
.2
.2
2.0
1667
10
1.7
1.7
3.7
1833
2
.3
.3
4.0
1917
1
.2
.2
4.2
2042
1
.2
.2
4.3
2083
3
.5
.5
4.8
2167
13
2.2
2.2
7.0
2208
1
.2
.2
7.2
2250
1
.2
.2
7.3
198
2417
3
.5
.5
7.8
2500
10
1.7
1.7
9.5
2583
1
.2
.2
9.7
2667
2
.3
.3
10.0
2750
1
.2
.2
10.2
2833
1
.2
.2
10.3
2900
1
.2
.2
10.5
2916
1
.2
.2
10.7
2917
5
.8
.8
11.5
3000
1
.2
.2
11.7
3083
3
.5
.5
12.2
3167
1
.2
.2
12.3
3333
4
.7
.7
13.0
3667
1
.2
.2
13.2
3750
6
1.0
1.0
14.2
3833
1
.2
.2
14.3
3917
3
.5
.5
14.8
4000
2
.3
.3
15.2
4083
2
.3
.3
15.5
4167
3
.5
.5
16.0
4250
1
.2
.2
16.2
4333
2
.3
.3
16.5
4583
2
.3
.3
16.8
4875
1
.2
.2
17.0
4917
1
.2
.2
17.2
5000
2
.3
.3
17.5
5083
1
.2
.2
17.7
5167
3
.5
.5
18.2
5250
2
.3
.3
18.5
5333
2
.3
.3
18.8
5416
1
.2
.2
19.0
5417
1
.2
.2
19.2
5667
2
.3
.3
19.5
5833
10
1.7
1.7
21.2
5917
1
.2
.2
21.3
6000
1
.2
.2
21.5
6250
3
.5
.5
22.0
6600
1
.2
.2
22.2
6666
2
.3
.3
22.5
6667
3
.5
.5
23.0
7063
1
.2
.2
23.2
199
7083
3
.5
.5
23.7
7167
1
.2
.2
23.8
7250
1
.2
.2
24.0
7333
2
.3
.3
24.3
7500
8
1.3
1.3
25.7
7750
1
.2
.2
25.8
7916
1
.2
.2
26.0
7917
5
.8
.8
26.8
8083
1
.2
.2
27.0
8167
1
.2
.2
27.2
8229
1
.2
.2
27.3
8250
2
.3
.3
27.7
8300
1
.2
.2
27.8
8333
23
3.8
3.8
31.7
8500
1
.2
.2
31.8
8583
1
.2
.2
32.0
8600
1
.2
.2
32.2
8750
3
.5
.5
32.7
9083
1
.2
.2
32.8
9166
1
.2
.2
33.0
9167
1
.2
.2
33.2
9250
1
.2
.2
33.3
9375
4
.7
.7
34.0
9583
6
1.0
1.0
35.0
9750
1
.2
.2
35.2
9800
1
.2
.2
35.3
9833
1
.2
.2
35.5
10000
6
1.0
1.0
36.5
10083
1
.2
.2
36.7
10333
2
.3
.3
37.0
10400
1
.2
.2
37.2
10416
1
.2
.2
37.3
10417
4
.7
.7
38.0
10458
1
.2
.2
38.2
10500
1
.2
.2
38.3
10667
1
.2
.2
38.5
10833
7
1.2
1.2
39.7
11000
3
.5
.5
40.2
11167
1
.2
.2
40.3
11250
4
.7
.7
41.0
11417
1
.2
.2
41.2
200
11500
1
.2
.2
41.3
11666
1
.2
.2
41.5
11667
3
.5
.5
42.0
11833
1
.2
.2
42.2
11917
1
.2
.2
42.3
11992
1
.2
.2
42.5
12083
4
.7
.7
43.2
12167
1
.2
.2
43.3
12217
1
.2
.2
43.5
12500
13
2.2
2.2
45.7
12750
1
.2
.2
45.8
12800
1
.2
.2
46.0
12917
1
.2
.2
46.2
13300
1
.2
.2
46.3
13333
4
.7
.7
47.0
13500
2
.3
.3
47.3
13750
2
.3
.3
47.7
13800
1
.2
.2
47.8
13917
1
.2
.2
48.0
14167
3
.5
.5
48.5
14250
1
.2
.2
48.7
14333
1
.2
.2
48.8
14583
1
.2
.2
49.0
14917
1
.2
.2
49.2
15000
4
.7
.7
49.8
15417
1
.2
.2
50.0
15833
1
.2
.2
50.2
15896
2
.3
.3
50.5
16250
1
.2
.2
50.7
16333
4
.7
.7
51.3
16583
2
.3
.3
51.7
16667
21
3.5
3.5
55.2
16833
1
.2
.2
55.3
17167
1
.2
.2
55.5
17500
1
.2
.2
55.7
17583
1
.2
.2
55.8
17917
1
.2
.2
56.0
18000
1
.2
.2
56.2
18333
4
.7
.7
56.8
18583
1
.2
.2
57.0
18750
3
.5
.5
57.5
201
18917
2
.3
.3
57.8
19167
1
.2
.2
58.0
19333
2
.3
.3
58.3
19417
1
.2
.2
58.5
19833
1
.2
.2
58.7
20000
4
.7
.7
59.3
20333
2
.3
.3
59.7
20400
2
.3
.3
60.0
20417
1
.2
.2
60.2
20500
2
.3
.3
60.5
20583
1
.2
.2
60.7
20833
11
1.8
1.8
62.5
21083
1
.2
.2
62.7
21250
2
.3
.3
63.0
21833
1
.2
.2
63.2
21917
2
.3
.3
63.5
22083
3
.5
.5
64.0
22250
1
.2
.2
64.2
22500
5
.8
.8
65.0
23083
1
.2
.2
65.2
23333
1
.2
.2
65.3
23750
2
.3
.3
65.7
24000
1
.2
.2
65.8
24083
1
.2
.2
66.0
24167
2
.3
.3
66.3
24583
3
.5
.5
66.8
24750
1
.2
.2
67.0
25000
10
1.7
1.7
68.7
25583
2
.3
.3
69.0
25833
2
.3
.3
69.3
26083
1
.2
.2
69.5
26250
1
.2
.2
69.7
26583
1
.2
.2
69.8
26667
2
.3
.3
70.2
27333
2
.3
.3
70.5
27500
4
.7
.7
71.2
27750
3
.5
.5
71.7
28750
1
.2
.2
71.8
29167
2
.3
.3
72.2
29417
2
.3
.3
72.5
30000
1
.2
.2
72.7
202
30250
1
.2
.2
72.8
30367
2
.3
.3
73.2
30416
1
.2
.2
73.3
30417
1
.2
.2
73.5
31400
1
.2
.2
73.7
32083
1
.2
.2
73.8
33300
1
.2
.2
74.0
33333
3
.5
.5
74.5
33667
1
.2
.2
74.7
33917
1
.2
.2
74.8
34167
2
.3
.3
75.2
35000
1
.2
.2
75.3
36333
1
.2
.2
75.5
36667
2
.3
.3
75.8
37417
1
.2
.2
76.0
37500
3
.5
.5
76.5
37667
1
.2
.2
76.7
37917
1
.2
.2
76.8
38000
2
.3
.3
77.2
38083
1
.2
.2
77.3
41333
1
.2
.2
77.5
41667
2
.3
.3
77.8
42917
1
.2
.2
78.0
43000
1
.2
.2
78.2
44417
2
.3
.3
78.5
45000
2
.3
.3
78.8
45167
1
.2
.2
79.0
45500
1
.2
.2
79.2
46250
1
.2
.2
79.3
52083
4
.7
.7
80.0
54000
5
.8
.8
80.8
54200
1
.2
.2
81.0
55583
1
.2
.2
81.2
56083
1
.2
.2
81.3
56666
1
.2
.2
81.5
56667
6
1.0
1.0
82.5
57000
1
.2
.2
82.7
57333
1
.2
.2
82.8
59500
1
.2
.2
83.0
60000
1
.2
.2
83.2
61667
1
.2
.2
83.3
203
62800
1
.2
.2
83.5
65000
2
.3
.3
83.8
66000
1
.2
.2
84.0
68000
1
.2
.2
84.2
68333
2
.3
.3
84.5
69583
2
.3
.3
84.8
70583
1
.2
.2
85.0
73333
2
.3
.3
85.3
75000
1
.2
.2
85.5
77000
1
.2
.2
85.7
79250
1
.2
.2
85.8
81000
1
.2
.2
86.0
83333
1
.2
.2
86.2
90000
2
.3
.3
86.5
94167
1
.2
.2
86.7
96500
1
.2
.2
86.8
96667
1
.2
.2
87.0
97500
2
.3
.3
87.3
100000
2
.3
.3
87.7
102500
1
.2
.2
87.8
110000
2
.3
.3
88.2
120000
2
.3
.3
88.5
125000
2
.3
.3
88.8
128000
1
.2
.2
89.0
129000
1
.2
.2
89.2
135000
1
.2
.2
89.3
135853
1
.2
.2
89.5
149200
1
.2
.2
89.7
151167
2
.3
.3
90.0
161500
1
.2
.2
90.2
163400
1
.2
.2
90.3
166667
1
.2
.2
90.5
167000
1
.2
.2
90.7
167167
1
.2
.2
90.8
168500
1
.2
.2
91.0
169000
1
.2
.2
91.2
170000
1
.2
.2
91.3
172000
1
.2
.2
91.5
175000
1
.2
.2
91.7
176142
1
.2
.2
91.8
177000
1
.2
.2
92.0
204
177417
1
.2
.2
92.2
184000
1
.2
.2
92.3
194000
1
.2
.2
92.5
200083
1
.2
.2
92.7
210000
1
.2
.2
92.8
225000
1
.2
.2
93.0
229250
1
.2
.2
93.2
245500
1
.2
.2
93.3
249667
1
.2
.2
93.5
250000
1
.2
.2
93.7
250500
1
.2
.2
93.8
250833
1
.2
.2
94.0
254166
1
.2
.2
94.2
256000
1
.2
.2
94.3
260000
1
.2
.2
94.5
263000
1
.2
.2
94.7
266667
1
.2
.2
94.8
293333
14
2.3
2.3
97.2
299000
1
.2
.2
97.3
300000
1
.2
.2
97.5
301417
1
.2
.2
97.7
315000
1
.2
.2
97.8
322333
1
.2
.2
98.0
325000
1
.2
.2
98.2
327583
1
.2
.2
98.3
387000
1
.2
.2
98.5
396500
1
.2
.2
98.7
424000
1
.2
.2
98.8
474000
1
.2
.2
99.0
557083
2
.3
.3
99.3
598750
2
.3
.3
99.7
643333
1
.2
.2
99.8 100.0
909047 Total
1
.2
.2
600
100.0
100.0
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh rata rata pengeluaran bukan makanan sebulan dengan tingkat kemiskinan sebagai indicator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai
205
signifikansi yaitu 0,002< 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh rata rata pengeluaran bukan makanan sebulan terhadaptingkat kemiskinan peserta jamkesda
4.1.1.47 Karakteristik berdasarkan sumber penghasilan terbesar
Berdasarkan tabel 4.47 didapatkan hasil bahwa responden yang mempunyai sumber penghasilan terbesar sebagai buruh / karyawan yakni sebesar 65 % atau sebanyak 390 responden.
Tabel 4.47 Karakteristik berdasarkan sumber penghasilan terbesar peserta jamkesda Jawa timur
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
penerima pendapatan
125
20.8
20.8
buruh / karyawan
390
65.0
65.0
85.8
85
14.2
14.2
100.0
600
100.0
100.0
Pengusaha Total
20.8
Sumber : Data hasil penelitian diolah
Apabila dianalisis dengan menggunakan regresi linier untuk melihat pengaruh sumber penghasilan terbesar dengan tingkat kemiskinan sebagai indikator kepesertaan jamkesda didapatkan nilai signifikansi yaitu 0,045< 0,05 hal ini menunjukkan
ada pengaruh sumber penghasilan terbesar
terhadap tingkat kemiskinan peserta jamkesda
206
Gambar 4.47 Karakteristik berdasarkan sumber penghasilan terbesar peserta jamkesda Jawa timur
4.2 Analisis terhadap ketepatan sasaran kepesertaan program Jaminan Kesehatan daerah di Jawa Timur Badan Pusat Statistik telah melakukan Studi tentang Penentuan Kriteria Penduduk Miskin, serta mengetahui karakteristik-karakteristik rumah tangga yang mampu mencirikan kemiskinan secara konseptual, yaitu dengan pendekatan 16 Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008 dengan berdasarkan pada kebutuhan dasar/garis kemiskinan. Hal ini penting karena pengukuran makro (basic needs) tidak dapat digunakan dalam mengidentifikasi rumah tangga/penduduk miskin di lapangan. Sesuai hasil SPKPM 2000 telah diperoleh 8 variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan rumah tangga miskin.
Kedelapan variabel
tersebut, meliputi; Luas lantai perkapita, jenis lantai, air minum / ketersediaan
207
air bersih, jenis jamban / WC, kepemilikan asset, pendapatan (total pendapatan per bulan), pengeluaran (persentase pengeluaran untuk makanan), serta tingkat konsumsi lauk pauk (daging, ikan, telur, ayam). Kedelapan variabel tersebut diperoleh dengan menggunakan metode stepwise logistic regression dan misklasifikasi yang dihasilkan sekitar 17 persen. Hasil analisis deskriptif dan uji Chi-Square
menunjukkan bahwa
kedelapan variabel terpilih tersebut sangat terkait dengan fenomena kemiskinan dengan tingkat kepercayaan sekitar 99 persen. Skor batas yang digunakan adalah 5 (lima) yang didasarkan atas modus total skor dari domain rumah tangga miskin secara konseptual. Dengan demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai minimal 5 (lima) ciri miskin maka rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin. Sedangkan, berdasarkan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05) dimana untuk mendapatkan data kemiskinan mikro berupa direktori rumah tangga menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang berisi nama kepala rumah tangga dan alamat tempat tinggal mereka. Berbeda dengan data kemiskinan makro, penentuan rumah tangga penerima BLT pada PSE05 didasarkan pada pendekatan karakteristik. Sedangkan analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008 untuk rumah tangga, bukan dengan pendekatan nilai konsumsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum (non-monetary approach), tetapi Indikator yang digunakan ada sebanyak 14 variabel, yaitu; Luas lantai rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, fasilitas tempat buang air besar, sumber air minum,
208
penerangan yang digunakan, bahan bakar yang digunakan, frekuensi makan dalam sehari, kebiasaan membeli daging / ayam/ susu, kemampuan membeli pakaian, kemampuan berobat ke puskesmas / poliklinik, lapangan pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, serta kepemilikan aset.
Disisi lain, untuk mengukur kemiskinan, BPS juga menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Di samping BPS, Bank Dunia juga mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Selanjutnya ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Dari hasil penelitian terhadap karakteristik sosial ekonomi yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah anggota rumah tangga, persentase wanita sebagai kepala rumah tangga, rata-rata usia kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga (dilihat dari indikator rata-rata lamanya bersekolah kepala rumah tangga). Keempat karakteristik sosial ekonomi tersebut dibandingkan dengan melihat proporsi rumah tangga (Head Count Index) yang dikategorikan sebagai miskin dan
209
tidak miskin. Rumah tangga miskin cenderung mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak. Karena rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Tingkat kematian anak pada rumah tangga miskin juga relatif tinggi akibat kurangnya pendapatan dan akses kesehatan serta pemenuhan gizi anak mereka. Dengan demikian jumlah anggota rumah tangga yang besar dapat menghambat peningkatan sumberdaya manusia masa depan, yang dalam hal ini adalah anak-anak. Sedangkan
berdasarkan
karakteristik
ketenagakerjaan,
dimana
terlihat sumber penghasilan utama rumah tangga menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan yang diharapkan dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi suatu rumah tangga. Cerminan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dari status miskin atau tidak miskin suatu rumah tangga yang ditentukan dari rata-rata pengeluaran per kapita per bulan suatu rumah tangga. Salah satu karakteristik ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan adanya perbedaan antara rumah tangga miskin dan tidak miskin adalah lapangan usaha atau sektor yang menjadi sumber penghasilan utama rumah tangga. Begitu pula, dilihat berdasarkan karakteristik tempat tinggal atau perumahan, di mana salah satu indikator perumahan yang diinginkan banyak orang adalah keleluasaan pribadi (privacy) yang salah satunya tercermin dari luas lantai rumah per kapita (m2). Salah satu acuan dari Departemen Kesehatan menentukan bahwa suatu rumah dapat dikatakan memenuhi salah satu persyaratan sehat jika penguasaan luas lantai rumah per kapitanya minimal 8 m2 (BPS, 2001).
210
Berdasarkan beberapa pertimbangan dan pemikiran di atas, maka sesuai data PPLS 2008, dengan membandingkan terhadap 16 indikator kemiskinan,yang menyatkan bahwa sangat miskin apabila memenuhi 14 – miskin 9 – 10 dan kurang dari 8
16 indikator, miskin 11-13,mendekati
indikator dinyatakan tidak miskin. Berdasarkan garis kemiskinan makanan danGaris Kemiskinan non makanan yang menyatakan bahwa tidak miskin apabila >355.610, hampir tidak miskin 280.488 – 350.610, hampir miskin 233.740 – 280.480 dan miskin < 233.740. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran tingkat kemiskinan peserta jamkesda dengan kategori 16 indikator adalah sangat miskin 0,2 % miskin 12,7 %. Mendekati miskin 23,7 % dan tidak miskin 63,5 %. Berikut data secara rinci tingkat kemiskinan peserta jamkesda : KatmisBPS Cumulative Frequency Valid
Miskin
Percent
Valid Percent
Percent
76
12.7
12.7
12.7
Mendekati Miskin
143
23.8
23.8
36.5
Tidak Miskin
381
63.5
63.5
100.0
Total
600
100.0
100.0
211
Berdasarkan Garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan diperoleh tidak miskin 71,2 %, hampir tidak miskin 7,2 %, hampir miskin 4,3 %, miskin 17,3 %. Berikut data secara rinci tingkat kemiskinan berdasarka GKM dan GKNM KatmisGKM Cumulative Frequency Valid
tidak miskin
Percent
427
71.2
212
Valid Percent 71.2
Percent 71.2
hampir tidak miskin
43
7.2
7.2
78.3
hampir miskin
26
4.3
4.3
82.7
miskin
104
17.3
17.3
100.0
Total
600
100.0
100.0
Bersadarkan nilai tingkat kemiskinan ditinjau dari 16 indikator BPS diperoleh : JumlahBPS Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1
2
.3
.3
.3
2
8
1.3
1.3
1.7
3
41
6.8
6.8
8.5
4
55
9.2
9.2
17.7
213
5
62
10.3
10.3
28.0
6
63
10.5
10.5
38.5
7
58
9.7
9.7
48.2
8
86
14.3
14.3
62.5
9
51
8.5
8.5
71.0
10
98
16.3
16.3
87.3
11
54
9.0
9.0
96.3
12
13
2.2
2.2
98.5
13
9
1.5
1.5
100.0
600
100.0
100.0
Total
214
4.3 Menentukan tolok ukur kepesertaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur
Berdasarkan hasil analisis regresi linier diperoleh gambaran bahwa Indikator yang tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat kemiskinan antara lain: Jumlah dan jenis tabungan, luas bangunan, penerangan, sumber penerangan dan daya listrik PLN;
Sedangkan Indikator yang berpengaruh antara lain : Kepemilikan sarana transportasi
(jenis dan jumlah), Pendapatan
( 600.000), pengeluaran
untuk makanan, Pengeluaran bukan makanan, Status kepemilikan rumah (rumah layak huni dan layak sanitasi) , Rata rata pengeluaran makanan dalam
sebulan, Rata rata pengeluaran bukan makanan dalam sebulan,
Rata rata pengeluaran rumah tangga, Luas bangunan (luas lantai <8 m per orang, Jenis dinding, Tempat BAB (buang air besar), Sumber air minum, Bahan bakar , Jenis atap , Konsumsi dalam seminggu, Membeli pakaian baru dalam setahun, Makan dalam satu hari, Kemampuan berobat, Sumber penghasilan (pekerjaan tidak tetap/musiman,pns rendahan), Pendidikan kepala
keluarga
(pendidikan
di
tempuh
semua
anggota
keluarga),
Kepemilikan aset, serta sering tidaknya peserta berhutangใ Untuk menentukan tolok ukur kepesertaan jamkesda dengan melihat indikator yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Apabila ada
215
pengaruh
indikator
dengan
tingkat
kemiskinan
hal
ini
perlu
direkomendasi digunakan senbagai indikator penentuan tingkat kemiskinan peserta jamkesda. Sedangkan apabila dari hasil statistik analisis regresi linier tidak menunjukkan adanya pegyaruh maka perlu dipertimbangkan lagi untuk dijadikan indikator penentuan tingkat kemiskinan.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja yang memenuhi kriteria miskin, sehingga perlu ditinjau kembali indikator indikator yang digunakan
216
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan Gambaran
kondisi
sosial
ekonomi
peserta
jamkesda
yang
menyangkut antara lain : Jenis kelamin 66,7 % laki laki, status dalam keluarga 65,8% sebagai kepala keluarga, kepemilikan identitas pribadi 73,3 % memiliki identitas (KK,KTP,akte lahhir dan sim) , cacat tubuh 98 % tidak cacat, 75,7 % tidak memiliki penyakit kronis, pendidikan 32,7% tidak sekolah, 23,3 % Sdtamat SNA 11,8 % dan 1 % perguruan tinggi. Status Perkawinan 75,5 % kawin, sumber penghasilan 27,3 % petani dan 37 % kriteria lain. Kedudukan dalam pekerjaan 31,8% mandiri,87,8 % tidak
mempunyai
buku
tabungan,
57,2%
memiliki
1
sarana
transportasi, 53 % memiliki sepeda motor,47,4 % pendapatan < 600.000, 73,5 % memiliki rumah sendiri, 56 % lantai bukan tanah/kayu,59,7% dinding tembok, 84,5% mempunyai tempat BAB sendiri,44,7% kloset leher angsa, 46,8% tempat pembungan akhir tinja berupa lubang tanah, 97,8% penerangan listrik, 79,7% daya listrik 450, sumber air minum 37 % sumur bor, 45,5% jarak sumber air minum septictank > 10 meter, 75% tersedia fasilitas air minum, 69,2% air minum tidak membeli, 65,5% bahan bakar menggunakan elpigi, 86,7% atap genteng, 57,8 % mengkonsumsi daging 1 x seminggu, 80% mampu membeli pakaian 1 x setahun,67,3% makan >2 x sehari,
217
64,& % tidak mampu berobat, pendidikan kepala keluarga 41,2% hanya tamat SD, 59,5% memiliki tabungan barang yang mudah dijual, 36,5 % memiliki aset sepeda motor, 44 % tidak mempunyai aset ternak, 67,7% kadang kadang berhutang, 65% sumber penghasilan terbesar adalah buruh
Ketepatan sasaran jamkesda 1. Ditinjau dari tingkat kemiskinan menurut 16 indikator BPS diketahui bahwa 2. Ditinjau dari tingkat kemiskinan menurut GKM dan GKNM diperoleh bahwa 3. Ditinjau dari kepesertaan lain program lain selain jamkesda diperoleh bahwa 9,5% juga peserta jamkesmas, 0,7 % jamsostek,26,7 % asuransi lain 4. Ditinjau dari penggunaan kartu 47,8% tidak pernah menggunakan kartu, sehingga
hal
ini
menunjukkan
bahwa
peserta
jamkesda
tidak
memerlukan kartu jamkesda
Untuk menentukan tolok ukur kepesertaan jamkesda 1. Penentuan indikator tingkat kemiskinan untuk menentukan kepesertaan jamkesda antara lainKepemilikan sarana transportasi jumlah), Pendapatan
( 600.000),
pengeluaran untuk makanan,
Pengeluaran bukan makanan, Status kepemilikan rumah
218
(jenis dan
(rumah layak
huni dan layak sanitasi) , Rata rata pengeluaran makanan dalam sebulan, Rata rata pengeluaran bukan makanan dalam sebulan, Rata rata pengeluaran rumah tangga, Luas bangunan (luas lantai <8 m per orang, Jenis dinding, Tempat BAB (buang air besar), Sumber air minum, Bahan bakar , Jenis atap , Konsumsi dalam seminggu, Membeli pakaian baru dalam setahun, Makan dalam satu hari, Kemampuan berobat, Sumber penghasilan (pekerjaan tidak tetap/musiman,pns rendahan), Pendidikan kepala keluarga (pendidikan di tempuh semua anggota keluarga), Kepemilikan aset, serta sering tidaknya peserta berhutang 2. Perlu diperjelas ketentuan kategori indikator kemiskinan dari masing masing indikator
5.2. Saran dan Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi dan saran perbaikan dalam rangka pelaksanan program Jamkesda bagi masyarakat miskin di Jawa Timur. 5.2.1. Perlu managemen kepesertaan agar tidak salah sasaran, dublikasi program.
Penentuan sasaran dengan pendekatan RT,PKK,Kader
Kesehatan,kepaladesa/kelurahan
219
5.2.2 Diperlukan koordinasi dan sinkronisasi dengan semua pihak terkait penyelenggaraan Jamkesda, agar pelaksanaan program Jamkesda bisa tepat sasaran sesuai amanah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008.
DAFTAR PUSTAKA
A. DAFTAR BUKU Aneka Program Asuransi Jiwa dan Pensiun, PT. Kis Aktuaria, 2005. Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur Butler, RJ. The Economics of Social Insurance and Employee Benefits. Kluwer Academic Publisher, Boston, USA, 1999. Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
George E. Rejda. "Social Insurance and Economic Security", Third Edition, 1988, Prentice-Hall, Inc.,ADivision of Simon&Schuster, Englewood Cliffs, New Jersey. George H. Andrews and John A. Beekman. "Actuarial Projections for the OldAge, Survivors, and Disability Insurance Program of Social Security in The United States of America", Actuarial Educaton and Research Fund, 500 Park Boulevard, Itasca, Illinois. Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling Trhough. Health Affairs 18(3):56-75.
220
Kertonegoro, S. Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-negara ASEAN. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 1998 Kohar Hari Santoso, SpAn. KAP.KIC., Wakil Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya; Optimalisasi rujukan terstruktur dan berjenjang di Jawa Timur. Laurence S. Seidman. "Funding Social Security, A Strategic Alternative", 1999, Cambridge University Press. Martin Feldstein, Editor. "Privatizing Social Security", 2000, The University of Chicago Press. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek – Aspek Hukum Asuransi Dan Surat Berharga, , PT. Alumni, 2003. Nazir, Moh. ―Metode Penelitian‖, Ghalia Indonesia, 1983, 63. Nawawi, Hadari., ―Metode Penelitian Bidang Sosial‖, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1987, 63. Oka Mahendra. Dirjen Hukum dan Perundang-undangan. Penjelasan dan Arti Keputuasn MK yang disampaikan dalam Loka Karya SJSN di Jakarta, Maret 2006 Press Release program Jamkesda dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, dapat dilihat pada http : // dinkes.jatimprov.go.id/ userimage/ image0120120831151544421.pdf Rakhmat, Jalaluddin., ―Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984, 24. Rubi, Mahlil. Hubungan Belanja Kesehatan Katastropik Dengan Belanja Protein, Pendidikan, Dan Pemiskinan Di Indonesia, Tahun 2004. Disertasi. FKMUI, Januri, 2007 Social Health Insurance : A Guidebook for Planning, Charles Normand and Axel Weber, WHO and ILO, 2000. Subramanian Iyer. "Actuarial mathematics of Social Security Pensions", 2000, A Joint technical Publication of the International Labour Office (ILO) and the International Social Security Association (ISSA). Thabrany, H. Dalam Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Masyarakat. Rajagrafindo, Jakarta, 2005
221
Thabrany, dkk. Telaah Komprehensif Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Indonesia. YPKMI, Jakarta, 2000 Thabrany, 2002. Current health insurance coverage in Indonesia. Paper presented in the Asia- Pacific Summit on Health Insurance and Managed Care, Jakarta May 22-26, 2002. Tangcharoensathien,dkk. Thailand. Dalam Than Sein in Social Health Insurance in Selected Asian Countries. New Delhi, 2005. Thangcharoensathien, V. Social Health Insurance in South-East Asia. Makalah disajikan pada Regional Expert Group Meeting on Social Health Insurance, New Delhi, Maret 2003. Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage. Wagsaff A and Doorslair, V.D. Equity in Health Care Financing and Delivery. In Culyer AJ and Newhouse JP (Ed) Handbook of Health Economics, Vol IB. Elsevier Science, BP. Amsterdam, the Netherland, 2000
B. DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN
1. Deklarasi HAM PBB, 10 Desember 1948 (Pasal 25 ayat (1) 2. Konvensi ILO 102, 1952 3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad 1847:23); 5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
222
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 10. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 13. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445); 14. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 15. Putusan Mahkamah Konstitusi RI terhadap 007/PUU-III/2005 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
223
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; 19. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009; 20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan; 21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor tentang Standar Pelayanan Medis;
595/Menkes/SKA/II/1993
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar pelayanan Minimal di Rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah; 24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 686/ KEP/ MENKES/ VI/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat; 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 7 seri D); 27. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa
224
Timur Nomor 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. 28. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 tahun 2011 tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur. 29. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2012 tentang Mekanisme pengajuan klaim bagi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan di Jawa Timur 30. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/370/KPTS/013/2011 tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/462/KPTS/013/2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/370/KPTS/013/2011 tentang Pejabat Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur Periode 2011-2013.
225
DAFTAR KUESIONER PENELITIAN TENTANG KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI JAWA TIMUR I. IDENTITAS PESERTA 1. Nama lengkap / Jenis Kelamin
: .......................................................................................... .......
2. Tempat / Tanggal Lahir / Umur
: .................................................................................................
3. Status dalam keluarga /Agama
: ........................................................................................
4. Alamat lengkap / Desa / Kelurahan : ................................................................................................ …………………………………………………………………….. 5. Kabupaten / Kota / Provinsi
:..................................................................................................
II. DATA SOSIAL EKONOMI KELUARGA / PESERTA 6. Status hubungan dalam keluarga peserta (diisi nama dan diurutkan dari Kepala Keluarga) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Kepala Rumah Tangga b. Isteri / Suami c. Anak d. Menantu
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
e. Cucu f. Orang tua / Mertua g. Famili lain h. Status lainnya
7. Jenis kelamin anggota keluarga : ……orang. (sebutkan siapa saja, sesuai urutan nomor 6) 1. ……………………………………….Jenis kelamin ……………(L/P) 2. ………………………………………. Jenis kelamin ……………(L/P) 3. ………………………………………. Jenis kelamin ……………(L/P) 4. ………………………………………. Jenis kelamin ……………(L/P) 5. ………………………………………. Jenis kelamin ……………(L/P)dst
226
8. Status Perkawinan Nama-nama 1. 2. 3. 4. 5. 6.
(Berkaitan dengan nomor 6) (Diisi keterangan yang sesuai)
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Belum kawin
b. Kawin
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
c. Cerai Hidup
d. Cerai Mati
9. Kepemilikan identitas pribadi (Berkaitan dengan nomor 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Tidak memiliki
b. Surat lahir
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
c. Akta lahir
d. KTP
e. SIM
f. KSK
10. Jenis cacat tubuh (Berkaitan dengan nomor 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Tidak cacat e. Cacat anggota gerak
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
b. Tuna netra / buta f. Lumpuh
c. Tuna rungu / tuli d. Tuna wicara / bisu g. Cacat lainnya.....................................
11. Jenis Penyakit kronis / menahun yang pernah diderita (Berkaitan dengan nomor 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
227
Keterangan : a. Tidak ada f. Diabetes j. Gagal ginjal
b. Hipertensi c. Rematik d. Asma e. Jantung g. TBC h. Stroke i. Kanker / Tumor ganas h. Lainnya ( paru-paru, flek, HIV, dan lain-.........................................
12. Pendidikan / Partisipasi sekolah dari peserta (Berkaitan dengan Nomor 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
Keterangan : a. Tidak/belum pernah sekolah b. Sekolah di SD c. Sekolah di MI d. Sekolah di SMP e. Sekolah di MTs f. Sekolah di SMA/SMK g. Sekolah di MA h. Paket A/B/C i. Tidak Sekolah Lagi j. Perguruan Tinggi (PT) 13. Ijazah / STTB tertinggi yang dimiliki (Berkaitan dengan no 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Tidak punya ijazah e. Perguruan Tinggi
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
b. SD/ sederajat
c. SMP/ sederajat
d. SMA/ sederajat
14. Sumber penghasilan atau jenis lapangan usaha dari pekerjaan utama (Berkaitan dengan no 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Pertanian padi, palawija, buah-buahan d. Perikanan / nelayan
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
b. Buruh perkebunan/ Kehutanan e. Pertambangan/ galian
228
c. Peternakan
f. Industri/ kerajinan g. Buruh bangunan h. Angkutan i. Perdagangan dan Jasa j. Lainnya (dijelaskan)........................................................................ 15. Status kedudukan dalam pekerjaan utama ( Berkaitan nomor 6) Nama-nama (Diisi keterangan yang sesuai) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... ....................................................... .......................................................
Keterangan : a. Berusaha sendiri d. Pekerja bebas
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
b. Berusaha dibantu buruh tidak dibayar c. Buruh/ karyawan e. Pekerja keluarga tak dibayar f. Lainnya………………………
16a. Jumlah buku tabungan yang dimiliki anggota keluarga : ..........buah. 16.b Jenis buku tabungan yang dimiliki anggota keluarga a.
Bank pemerintah
:
b. Bank swasta
c. Tabungan lainnya...............................
17.a. Jumlah sarana transportasi yang dimiliki dan dikuasai anggota keluarga: ........buah 17.b. Jenis sarana tranportasi sehari-hari yang dimiliki dan dikuasai anggota keluarga (pilihan bisa lebih dari 1) a.
Sepeda pancal
b. Sepeda motor
d.
Jenis lainnya...........................
c. Mobil
e. Kapal/perahu motor Rp
18. Perkiraan rata-rata pendapatan dalam sebulan 19. Status kepemilikan (penguasaan) bangunan tempat tinggal yang ditempati.
a. b. c. d.
Milik Sendiri Kontrak Sewa Bebas sewa
e. Dinas f. Milik orang tua/sanak/saudara g. Lainnya........................................
20. Jenis lantai tempat tinggal (terluas) terbuat dari : a. Tanah / bambu/kayu murahan b. Bukan Tanah/bambu/kayu ............................ c. Luas bangunan (lantai) tempat tinggal : .................................... m2 21. Jenis dinding tempat tinggal terluas terbuat dari : a. Bambu b. Rumbia c. Kayu berkualitas rendah
229
murahan
d. Tembok tanpa diplester e. Lainnya.............................................. 22. A. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar (WC) : a. Milik sendiri c. WC Umum b. Bersama rumah tangga lain d. Tidak ada B. Jenis kloset : a. Leher angsa c. Cemplung/cubluk b. Plengsengan d. Tidak pakai C. Tempat pembuangan akhir tinja: a. Tangki/SPAL d. Lubang tanah b. Kolam/sawah f. Pantai/tanah lapang/kebun c. Sungai/danau/laut g. Lainnya ................................. 23. A. Sumber penerangan rumah tangga peserta : a. Listrik PLN d. Pelita/Sentri/obor b. Listrik non PLN e. Lainnya .............................................. c. Petromak/aladin B. Jika listrik PLN, daya terpasang: a. 450 watt d. 2.200 watt b. 900 watt e. > 2.200 watt c. 1.300 watt f. Tanpa meteran 24. A). Sumber air minum : a. Air kemasan bermerek b. Air isi ulang c. Leding meteran d. Leding eceran e. Sumur bor/pompa lainnya.......................... f. Sumur terlindung g. Sumur tak terlindung
h. Mata air terlindung i. Mata air tak terlindung j. Air sungai k. Air hujan l. Sumber
B. Jika sumber air minum dari pompa/sumur/mata air, jarak ke tempat penampungan kotoran/tinja terdekat : a. < 10 m c. Tidak tahu b. > 10 m 25. Jika sumber air minum menggunakan fasilitas air minum: a. Sendiri c. Umum b. Bersama d. Tidak ada 26. Cara memperoleh air minum : a. Membeli b. Tidak membeli
230
27. Bahan bakar/energi utama untuk memasak sehari-hari : a. Listrik d. Arang/briket b. Gas/elpiji e. Kayu bakar c. Minyak tanah f. Arang / Lainnya ...................................... 28. Jenis atap bangunan terluas a. Sirap b. Genteng c. Seng d. Asbes kondisi jelek/kualitas rendah e. Ijuk f. Rumbia 29. Konsumsi daging/susu/ayam selama seminggu a. 1 kali seminggu b. 2 kali seminggu
c. Lebih dari 2 kali seminggu
30. Membeli pakain baru dalam setahun a. 1 stel pakaian b. 2 stel pakaian c. Lebih dari 2 stel pakaian baru 31. Makan dalam sehari a. 1 kali makan b. 2 kali makan c. Lebih dari 2 kali makan 32. Kemampuan membayar biaya pengobatan dan puskesmas / poliklinik a. Sanggup / mampu b. Tidak sanggup / mampu 33. Sumber penghasilan kepala keluarga a. Petani dengan luas 500 m2 b. Buruh tani c. Nelayan d. Bureuh bangunan e. Buruh perkebunan f. Pekerjaan lainnya dengan pendapatan kurang Rp 600.000,- per bulan 34. Pendidikan tertinggi kepala keluarga a. Tidak bersekolah b. Tidak tamat SD c. Hanya SD d. Lainnya............................ 35. Tidak memiliki tabungan / b arang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,-, seperti sepeda motor kredit/non kredit a. Ya b. Tidak 36. Memiliki sendiri aset : ( Aset yang dimiliki oleh anggota keluarga) pilihan bisa lebih dari 1 a. Mobil d. Sepeda g. Emas b. Kapal /perahu motor e. Lemari es h. Barang modal lainnya................ c. Sepeda motor f. Hp 37. Memiliki aset / usaha ( Aset yang dimiliki oleh anggota keluarga) pilihan bisa lebih dari 1
231
a. Ternak sapi b. Ternak kambing c. Ternak ayam d. Jenis ternak lainnya..................................................... (ternak gadoaan tidak termasuk) 38. Sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari a. Ya b. Tidak c. Kadang-kadang 39. Ikut Kepersertaan dalam Program : a. Program Keluarga Harapan (PKH) b. Beras untuk orang miskin (raskin) c. Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkemas) d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (jamsostek) e. Asuransi kesehatan lainnya............................................ III. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA III.A. PENGELUARAN KONSUMSI UNTUK MAKANAN SELAMA SEMINGGU TERAKHIR (BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI DAN PEMBERIAN)
Jumlah (Rp)
(1)
(2)
1. Padi-padian
a. Beras b. Lainnya (jagung, terigu, tepung beras, tepung terigu, dll) 2. Umbi-umbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dll) 3. Ikan/udang/cumi/kerang a. Segar/basah b. Asin/diawetkan 4. Daging (daging sapi / kerbau / kambing / domba / babi / ayam, jeroan, hati, limpa, abon, dendeng, dll) 5.
Telur dan Susu a. Telur ayam / itik / puyuh b. Susu murni, susu kental, susu bubuk, dll
6.
Sayu-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawang, cabe, tomat, dll)
7.
Kacang-kacangan (kacang tanah / hijau / kedele / merah / tunggak / mete, tahu, tempe, tauco, oncom, dll)
232
8.
Buah-buahan (jeruk, mangga, apel, durian, rambutan, salak, duku, nanas, semangka, pisang, pepaya, dll)
9.
Minyak dan lema (minyak kelapa / goreng, kelapa, mentega, dll)
10. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, teh, kopi, coklat, sirup, dll) 11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin, dll) 12. Konsumsi lainnya a. Mie instant, mie basah, bihun, makaroni/ mie keriting b. Lainnya (kerupuk, emping, dll) 13. Makanan dan minuman jadi a. Makanan jadi (roti, biuskuit, kue basah, bubur, bakso, gado-gado, nasi rames, dll) b. Minuman non alkohol (soft drink, es sirop, limun, air mineral, dll) c. Minuman mengandung alkohol (bir, anggur, dan minuman keras lainnya)
14. Tembakau dan sirih a. Rokok (rokok kretek, rokok putih, cerutu) b. Lainnya (sirih, pinang, tembakau, dan lainnya) 15. Jumlah pengeluaran makanan (Rincian 1 s.d 14) III. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA (LANJUTAN) III.B. PENGELUARAN KONSUMSI BUKAN MAKANAN (BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI DAN PEMBERIAN)
Sebulah Terakhir (Rp)
12 bulan Terakhir (Rp)
(1)
(2)
(3)
16. Perumahan dan fasilitas rumah tangga a. Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah (milik sendiri, bebas sewa, dinas), dan lain-lain b. Pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan c. Rekening listrik, air, gas, minyak tanah, kayu bakar, dll d. Rekening telepon rumah, pulsa HP, telepon umum, wartel, internet, warnet, benda pos, dll
233
17. Aneka barang dan jasa a. Sabun mandi/cuci, rambut/muka, tisu, dll
kosmetik,
perawatan
b. Biaya kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dokter praktek, duku, obat-obatan dan lainnya) c. Biaya pendidikan (uang pendaftaran, SPP, komite sekolah, uang pangkal/ daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus dan lainnya) d. Transportasi, pengangkutan, bensin, solar, minyak pelumas e. Jasa lainnya (gaji sopir, pembantu, rumah tangga, hotel, dll) 18. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian, sepatu, topi dan lainnya) 19. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan (elektronik), alat olahraga, perihasan, kendaraan, payung, arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang listrik, barang elektronik, dll) 20. Pajak, pungutan dan asuransi a. Pajak (PBB, pajak kendaraan) b. Pungutan/retribusi c. Asuransi Kesehatan d. Lainnya (Asuransi lainnya, tilang, PPh, dll) 21. Keperluan pesta dan upacara/kenduri tidak termasuk makanan (perkawinan, ulang tahun, khitanan, upacara keagamaan, upacara adat dan lainnya) 22. Jumlah pengeluaran bukan makanan (Rincian 16 s.d Rincian 21) 23. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan (Rincian 15 x
30 ) 7
234
24. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan ( Rincian 22 Kolom 3 ) 12
25. Rata-rata pengeluaran rumah tangga sebulan (Rinciang 23 + 24) 26. Sumber penghasilan terbesar rumah tangga (pilih dari ART dengan penghasilan terbesar): a. Lapangan usaha .......................................................................................... (Tulis selengkap-lengkapnya) b. Status Pekerjaan : 0. Penerima pendapatan 1. Buruh / karyawan 2. Pengusaha 27. Pernah menggunakan kartu jamkesda a. Pernah
b. Tidak pernah
28. Pernah mendapatkan pelayanan jamkesda di a. Rumah sakit kota/kabupaten b. Rumah sakit propinsi c. Rumah sakit kota/kabupaten dan propinsi
Demikian keterangan ini kami buat dengan sebenarnya sebagai upaya penyempurnaan program jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur Surveyor, Responden, ......................................
..............................
Lampiran pengaruh karakteristik responden dengan kemiskinan Status dalam keluarga Variables Entered/Removed
b
235
Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
StatusDalamKelu arga
Method . Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.041
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.002
-.004
2.24758
a. Predictors: (Constant), StatusDalamKeluarga
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
1.533
1
1.533
Residual
924.445
183
5.052
Total
925.978
184
Sig. .303
.582
a
a. Predictors: (Constant), StatusDalamKeluarga b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.528
.301
StatusDalamKeluarga
-.061
.111
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jenis kelamin
236
Coefficients Beta
t
-.041
Sig.
25.022
.000
-.551
.582
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JenisKelamin
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.042
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.002
-.004
2.24749
a. Predictors: (Constant), JenisKelamin
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
1.607
1
1.607
Residual
924.371
183
5.051
Total
925.978
184
F
Sig. .318
.573
a
a. Predictors: (Constant), JenisKelamin b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) JenisKelamin
Std. Error 7.115
.514
.183
.324
a. Dependent Variable: JumlahBPS
237
Coefficients Beta
t
.042
Sig.
13.855
.000
.564
.573
Status perkawinan
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
StatusPerkawina n
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.003
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.005
2.24943
a. Predictors: (Constant), StatusPerkawinan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
.008
1
.008
Residual
925.971
183
5.060
Total
925.978
184
Sig. .001
.969
a
a. Predictors: (Constant), StatusPerkawinan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 7.404
.417
238
Coefficients Beta
t 17.746
Sig. .000
StatusPerkawinan
-.008
.209
-.003
-.039
F
Sig.
.969
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Kepemilikan identitas pribadi
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
KepemilikanIdent itasPribadi
b
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.040
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.002
-.004
2.24766
a. Predictors: (Constant), KepemilikanIdentitasPribadi
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
1.467
1
1.467
Residual
924.511
183
5.052
Total
925.978
184
.290
.591
a
a. Predictors: (Constant), KepemilikanIdentitasPribadi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Model
Unstandardized Coefficients
239
Coefficients
t
Sig.
B 1
Std. Error
(Constant)
7.884
.934
KepemilikanIdentitasPribadi
-.134
.248
Beta 8.443
.000
-.539
.591
-.040
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Cacat tubuh Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
a
CacatTubuh
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.020
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.005
2.24898
a. Predictors: (Constant), CacatTubuh
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.378
1
.378
Residual
925.601
183
5.058
Total
925.978
184
a. Predictors: (Constant), CacatTubuh b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
240
a
F
Sig. .075
.785
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
Beta
(Constant)
7.516
.492
CacatTubuh
-.121
.444
t
-.020
Sig.
15.281
.000
-.273
.785
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Penyakit kronis Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
PenyakitKrois
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.047
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.002
-.003
2.24692
a. Predictors: (Constant), PenyakitKrois
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
2.074
1
2.074
Residual
923.904
183
5.049
Total
925.978
184
a. Predictors: (Constant), PenyakitKrois b. Dependent Variable: JumlahBPS
241
F
Sig. .411
.522
a
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PenyakitKrois
Coefficients
Std. Error
Beta
7.295
.222
.045
.070
t
Sig.
32.928
.000
.641
.522
.047
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pendidikan Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Pendidikan
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.019
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.005
2.24904
a. Predictors: (Constant), Pendidikan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.330
1
.330
Residual
925.648
183
5.058
Total
925.978
184
a. Predictors: (Constant), Pendidikan b. Dependent Variable: JumlahBPS
242
F
Sig. .065
.799
a
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
Coefficients Beta
(Constant)
7.326
.298
Pendidikan
.013
.052
t
.019
Sig.
24.618
.000
.256
.799
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Ijasah tertinggi Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
IjasahTertinggi
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model 1
R .103
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.011
.005
2.23759
a. Predictors: (Constant), IjasahTertinggi
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
9.736
Mean Square 1
243
9.736
F 1.945
Sig. .165
a
Residual
916.242
183
Total
925.978
184
5.007
a. Predictors: (Constant), IjasahTertinggi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
Beta
(Constant)
7.844
.365
IjasahTertinggi
-.207
.149
-.103
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sumber penghasilan Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
SumberPenghasi lan
b
Method . Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model 1
R .014
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.005
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilan
b
ANOVA
244
t
2.24922
Sig.
21.484
.000
-1.394
.165
Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.185
1
.185
Residual
925.793
183
5.059
Total
925.978
184
F
Sig. .037
.849
a
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
(Constant) SumberPenghasilan
7.327
.363
.008
.043
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Status kedudukan dalam pekerjaan Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
StatusKeduduka
b
Method . Enter
nDalamPekerjaa n
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model 1
R .117
R Square a
.014
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .008
a. Predictors: (Constant), StatusKedudukanDalamPekerjaan
245
2.23397
Beta
t
.014
Sig.
20.158
.000
.191
.849
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
12.691
1
12.691
Residual
913.287
183
4.991
Total
925.978
184
F
Sig.
2.543
.113
a
a. Predictors: (Constant), StatusKedudukanDalamPekerjaan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant) StatusKedudukanDalamPeke
6.959
.316
.119
.075
rjaan a. Dependent Variable: JumlahBPS
Ikut kepesetaan dalam program
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
IkutKepersertaan DalamProgram
b
Method . Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
246
Coefficients Beta
t
.117
Sig.
22.041
.000
1.595
.113
1
.216
a
.047
.041
2.19648
a. Predictors: (Constant), IkutKepersertaanDalamProgram
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
43.089
1
43.089
Residual
882.890
183
4.825
Total
925.978
184
F
Sig.
8.931
.003
a
a. Predictors: (Constant), IkutKepersertaanDalamProgram b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.599
.436
IkutKepersertaanDalamProgr
-.459
.154
am a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pernah menggunakan kartu jamkesda Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
PernahMenggun
b
Method . Enter
akanKartuJamke sda
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
247
Coefficients Beta
t
-.216
Sig.
19.726
.000
-2.989
.003
Model
R
1
R Square
.148
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.022
.016
2.22479
a. Predictors: (Constant), PernahMenggunakanKartuJamkesda
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
20.188
1
20.188
Residual
905.791
183
4.950
Total
925.978
184
F
Sig.
4.079
.045
a
a. Predictors: (Constant), PernahMenggunakanKartuJamkesda b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PernahMenggunakanKartuJa
Std. Error 6.271
.577
.685
.339
mkesda a. Dependent Variable: JumlahBPS
Mendapat pelayanan di RS Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
MendapatkanPel ayananDi
b
Method . Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
248
Coefficients Beta
t
.148
Sig.
10.859
.000
2.020
.045
Model Summary
Model
R
1
.018
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.000
-.005
2.24908
a. Predictors: (Constant), MendapatkanPelayananDi
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.299
1
.299
Residual
925.680
183
5.058
Total
925.978
184
F
Sig. .059
.808
a
a. Predictors: (Constant), MendapatkanPelayananDi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) MendapatkanPelayananDi
Std. Error 7.299
.404
.099
.409
a. Dependent Variable: JumlahBPS
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
Jumlah buku tabungan Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JumlanBukuTab
b
Method . Enter
a
ungan
249
Coefficients Beta
t
.018
Sig.
18.046
.000
.243
.808
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS Model Summary
Model
R
1
.035
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.001
.000
2.615
a. Predictors: (Constant), JumlanBukuTabungan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
4.387
1
4.387
Residual
3522.650
515
6.840
Total
3527.037
516
Sig. .641
.424
a
a. Predictors: (Constant), JumlanBukuTabungan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.509
.121
JumlanBukuTabungan
-.209
.261
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jenis buku tabungan Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
JenisBukuTabun gan
b
Method . Enter
a
250
Coefficients Beta
t
-.035
Sig.
62.179
.000
-.801
.424
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
R Square
.112
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.013
.011
2.600
a. Predictors: (Constant), JenisBukuTabungan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
44.591
1
44.591
Residual
3482.445
515
6.762
Total
3527.037
516
F
Sig.
6.594
.011
a
a. Predictors: (Constant), JenisBukuTabungan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.711
.146
JenisBukuTabungan
-.213
.083
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jumlah sarana transportasi Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JumlahSaranaTr ansportasi
b
Method . Enter
a
251
Coefficients Beta
t
-.112
Sig.
52.971
.000
-2.568
.011
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
R Square
.094
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.009
.007
2.605
a. Predictors: (Constant), JumlahSaranaTransportasi
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
31.071
1
31.071
Residual
3495.966
515
6.788
Total
3527.037
516
F
Sig.
4.577
.033
a
a. Predictors: (Constant), JumlahSaranaTransportasi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.790
.185
JumlahSaranaTransportasi
-.292
.137
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jenis sarana transportasi Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JenisSaranaTran
b
Method . Enter
a
sportasi
252
Coefficients Beta
t
-.094
Sig.
42.149
.000
-2.139
.033
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.322
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.104
.102
2.477
a. Predictors: (Constant), JenisSaranaTransportasi b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
366.530
1
366.530
Residual
3160.507
515
6.137
Total
3527.037
516
F
Sig.
59.725
.000
a
a. Predictors: (Constant), JenisSaranaTransportasi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.820
.205
JenisSaranaTransportasi
-.834
.108
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Rata rata prendapatan Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
RataRataPendap atan
b
Method . Enter
a
a. All requested variables entered.
253
Coefficients Beta
t
-.322
Sig.
43.067
.000
-7.728
.000
Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
b
Method
RataRataPendap atan
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.189
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.036
.034
2.570
a. Predictors: (Constant), RataRataPendapatan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
126.493
1
126.493
Residual
3400.543
515
6.603
Total
3527.037
516
Sig.
19.157
.000
a
a. Predictors: (Constant), RataRataPendapatan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) RataRataPendapatan
Std. Error 8.064
.175
-8.402E-7
.000
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Status kepemilikan bangunan
254
Coefficients Beta
t
-.189
Sig.
46.112
.000
-4.377
.000
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
StatusKepemilika
. Enter
nBangunanTemp a
atTinggal
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.054
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.003
.001
2.613
a. Predictors: (Constant), StatusKepemilikanBangunanTempatTinggal
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
10.216
1
10.216
Residual
3516.820
515
6.829
Total
3527.037
516
F
Sig.
1.496
.222
a
a. Predictors: (Constant), StatusKepemilikanBangunanTempatTinggal b. Dependent Variable: JumlahBPS Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.626
.166
StatusKepemilikanBangunan
-.071
.058
TempatTinggal a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jenis lantai
255
Coefficients Beta
t
-.054
Sig.
45.927
.000
-1.223
.222
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JenisLantai
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.083
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.007
.005
2.608
a. Predictors: (Constant), JenisLantai b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
24.543
1
24.543
Residual
3502.494
515
6.801
Total
3527.037
516
F
Sig.
3.609
.058
t
Sig.
a
a. Predictors: (Constant), JenisLantai b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.546
.120
JenisLantai
-.034
.018
a. Dependent Variable: JumlahBPS
256
Coefficients Beta
-.083
62.931
.000
-1.900
.058
Luas bangunan Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
LuasBangunan
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.014
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.002
2.617
a. Predictors: (Constant), LuasBangunan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.725
1
.725
Residual
3526.311
515
6.847
Total
3527.037
516
F
Sig. .106
.745
a
a. Predictors: (Constant), LuasBangunan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) LuasBangunan
Std. Error 7.535
.205
.000
.003
a. Dependent Variable: JumlahBPS
257
Coefficients Beta
t
-.014
Sig.
36.726
.000
-.325
.745
Jenis dinding Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JenisDinding
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.234
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.055
.053
2.544
a. Predictors: (Constant), JenisDinding
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
193.000
1
193.000
Residual
3334.036
515
6.474
Total
3527.037
516
Sig.
29.812
.000
a
a. Predictors: (Constant), JenisDinding b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) JenisDinding
Std. Error 10.459
.557
-.743
.136
a. Dependent Variable: JumlahBPS
258
Coefficients Beta
t
-.234
Sig.
18.777
.000
-5.460
.000
Tempat BAB Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
TempatBAB
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.058
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.003
.001
2.613
a. Predictors: (Constant), TempatBAB
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
11.697
1
11.697
Residual
3515.340
515
6.826
Total
3527.037
516
F
Sig.
1.714
.191
t
Sig.
a
a. Predictors: (Constant), TempatBAB b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.749
.236
TempatBAB
-.212
.162
a. Dependent Variable: JumlahBPS
259
Coefficients Beta
-.058
32.868
.000
-1.309
.191
Jenis kloset Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
a
JenisKloset
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.329
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.108
.107
2.471
a. Predictors: (Constant), JenisKloset
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
382.661
1
382.661
Residual
3144.375
515
6.106
Total
3527.037
516
Sig.
62.674
.000
t
Sig.
a
a. Predictors: (Constant), JenisKloset b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
5.665
.254
JenisKloset
.941
.119
a. Dependent Variable: JumlahBPS
TPA Tinja
260
Coefficients Beta
.329
22.338
.000
7.917
.000
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
TPAtinja
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.287
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.082
.080
2.507
a. Predictors: (Constant), TPAtinja b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
289.550
1
289.550
Residual
3237.487
515
6.286
Total
3527.037
516
F
Sig.
46.060
.000
a
a. Predictors: (Constant), TPAtinja b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) TPAtinja
Std. Error 5.630
.294
.555
.082
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sumber penerangan
261
Coefficients Beta
t
.287
Sig.
19.150
.000
6.787
.000
Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
Method
SumberPeneran gan
b
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.016
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.002
2.617
a. Predictors: (Constant), SumberPenerangan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.857
1
.857
Residual
3526.180
515
6.847
Total
3527.037
516
F
Sig. .125
.724
a
a. Predictors: (Constant), SumberPenerangan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) SumberPenerangan
Std. Error 7.405
.241
.070
.199
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Daya
262
Coefficients Beta
t
.016
Sig.
30.730
.000
.354
.724
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Daya
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.029
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.001
-.001
2.611
a. Predictors: (Constant), Daya
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
2.853
1
2.853
Residual
3497.873
513
6.818
Total
3500.726
514
F
Sig. .418
.518
a
a. Predictors: (Constant), Daya b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.601
.202
Daya
-.084
.130
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sumber air minum
263
Coefficients Beta
t
-.029
Sig.
37.648
.000
-.647
.518
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
SumberAirMinum
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.227
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.052
.050
2.549
a. Predictors: (Constant), SumberAirMinum
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
181.765
1
181.765
Residual
3345.271
515
6.496
Total
3527.037
516
F
Sig.
27.983
.000
a
a. Predictors: (Constant), SumberAirMinum b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) SumberAirMinum
Std. Error 6.011
.299
.296
.056
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jarak dengan septiktank
264
Coefficients Beta
t
.227
Sig.
20.076
.000
5.290
.000
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JarakDenganSap
b
Method . Enter
a
iteng
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.076
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.006
.004
2.611
a. Predictors: (Constant), JarakDenganSapiteng b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
20.541
1
20.541
Residual
3504.180
514
6.817
Total
3524.721
515
Sig.
3.013
.083
a
a. Predictors: (Constant), JarakDenganSapiteng b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 7.088
.252
.184
.106
JarakDenganSapiteng a. Dependent Variable: JumlahBPS
Fasilitas dengan air minum
265
Coefficients Beta
t
.076
Sig.
28.155
.000
1.736
.083
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
FasilitasAirMinu m
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.061
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.004
.002
2.612
a. Predictors: (Constant), FasilitasAirMinum
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
13.278
1
13.278
Residual
3513.759
515
6.823
Total
3527.037
516
F
Sig.
1.946
.164
a
a. Predictors: (Constant), FasilitasAirMinum b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) FasilitasAirMinum
Std. Error 7.182
.242
.211
.152
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Cara memperoleh air minum
266
Coefficients Beta
t
.061
Sig.
29.627
.000
1.395
.164
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
CaraMemperoleh AirMinum
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.156
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.024
.022
2.585
a. Predictors: (Constant), CaraMemperolehAirMinum b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
85.743
1
85.743
Residual
3441.293
515
6.682
Total
3527.037
516
F
Sig.
12.832
.000
a
a. Predictors: (Constant), CaraMemperolehAirMinum b. Dependent Variable: JumlahBPS Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) CaraMemperolehAirMinum
Std. Error 5.970
.437
.868
.242
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Bahan bakar Variables Entered/Removed
b
267
Coefficients Beta
t
.156
Sig.
13.676
.000
3.582
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
BahanBakar
Method
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.284
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.081
.079
2.509
a. Predictors: (Constant), BahanBakar
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
284.779
1
284.779
Residual
3242.258
515
6.296
Total
3527.037
516
Sig.
45.234
.000
a
a. Predictors: (Constant), BahanBakar b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) BahanBakar
Std. Error 5.877
.263
.542
.081
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Jenis atap Variables Entered/Removed
b
268
Coefficients Beta
t
.284
Sig.
22.374
.000
6.726
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
JenisAtap
Method
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.252
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.063
.062
2.533
a. Predictors: (Constant), JenisAtap b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
223.707
1
223.707
Residual
3303.329
515
6.414
Total
3527.037
516
F
Sig.
34.877
.000
a
a. Predictors: (Constant), JenisAtap b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
5.267
.391
JenisAtap
.980
.166
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Konsumsi daging Variables Entered/Removed
b
269
Coefficients Beta
t
.252
Sig.
13.474
.000
5.906
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
KonsumsiDaging
. Enter
SelamaSemingg u
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.261
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.068
.066
2.526
a. Predictors: (Constant), KonsumsiDagingSelamaSeminggu
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
239.919
1
239.919
Residual
3287.118
515
6.383
Total
3527.037
516
F
Sig.
37.589
.000
a
a. Predictors: (Constant), KonsumsiDagingSelamaSeminggu b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.444
.193
KonsumsiDagingSelamaSem
-.831
.135
inggu a. Dependent Variable: JumlahBPS
Membeli pakaian baru dalam setahun Variables Entered/Removed
b
270
Coefficients Beta
t
-.261
Sig.
43.854
.000
-6.131
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
MembeliPakaian
. Enter
BaruDalamSetah un
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.166
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.028
.026
2.581
a. Predictors: (Constant), MembeliPakaianBaruDalamSetahun b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
97.291
1
97.291
Residual
3429.745
515
6.660
Total
3527.037
516
F
Sig.
14.609
.000
a
a. Predictors: (Constant), MembeliPakaianBaruDalamSetahun b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.239
.229
MembeliPakaianBaruDalamS
-.610
.160
etahun a. Dependent Variable: JumlahBPS
Makan dalam sehari Variables Entered/Removed
b
271
Coefficients Beta
t
-.166
Sig.
36.023
.000
-3.822
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
MakanDalamSeh ari
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.122
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.015
.013
2.597
a. Predictors: (Constant), MakanDalamSehari
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
52.839
1
52.839
Residual
3474.198
515
6.746
Total
3527.037
516
F
Sig.
7.833
.005
a
a. Predictors: (Constant), MakanDalamSehari b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.993
.553
MakanDalamSehari
-.580
.207
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Mampu membayar biaya pengobatan Variables Entered/Removed
b
272
Coefficients Beta
t
-.122
Sig.
16.272
.000
-2.799
.005
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
MampuMembaya
. Enter
rBiayaPengobata n
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.109
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.012
.010
2.601
a. Predictors: (Constant), MampuMembayarBiayaPengobatan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
41.984
1
41.984
Residual
3485.053
515
6.767
Total
3527.037
516
F
Sig.
6.204
.013
a
a. Predictors: (Constant), MampuMembayarBiayaPengobatan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) MampuMembayarBiayaPeng
Std. Error 6.781
.303
.410
.165
obatan a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sumber penghasilan kk Variables Entered/Removed
b
273
Coefficients Beta
t
.109
Sig.
22.383
.000
2.491
.013
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
SumberPenghasi lanKK
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.170
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.029
.027
2.579
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilanKK b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
101.393
1
101.393
Residual
3425.644
515
6.652
Total
3527.037
516
Sig.
15.243
.000
a
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilanKK b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.302
.239
SumberPenghasilanKK
-.207
.053
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pendidikan tertinggi kk Variables Entered/Removed
b
274
Coefficients Beta
t
-.170
Sig.
34.701
.000
-3.904
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
PendidikanTertin ggiKK
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.227
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.052
.050
2.549
a. Predictors: (Constant), PendidikanTertinggiKK
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
181.695
1
181.695
Residual
3345.342
515
6.496
Total
3527.037
516
Sig.
27.971
.000
a
a. Predictors: (Constant), PendidikanTertinggiKK b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
9.053
.318
PendidikanTertinggiKK
-.545
.103
Coefficients Beta
t
-.227
28.474
.000
-5.289
.000
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Tidak memiliki tabungan dan barang yang mudah dijual Variables Entered/Removed
b
275
Sig.
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
TidakMemilikiTa
. Enter
bunganDanBara ngMudahJual
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS Model Summary
Model
R
1
.204
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.041
.040
2.562
a. Predictors: (Constant), TidakMemilikiTabunganDanBarangMudahJual b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
146.065
1
146.065
Residual
3380.972
515
6.565
Total
3527.037
516
F
Sig.
22.249
.000
a
a. Predictors: (Constant), TidakMemilikiTabunganDanBarangMudahJual b. Dependent Variable: JumlahBPS Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
9.009
.343
TidakMemilikiTabunganDanB
-.919
.195
arangMudahJual a. Dependent Variable: JumlahBPS
Memiliki barang yang mudah dijual Variables Entered/Removed
b
276
Coefficients Beta
t
-.204
Sig.
26.241
.000
-4.717
.000
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
MemilikiBarangY angMudahDijual
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.071
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.005
.003
2.610
a. Predictors: (Constant), MemilikiBarangYangMudahDijual
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
17.597
1
17.597
Residual
3509.440
515
6.814
Total
3527.037
516
F
Sig.
2.582
.109
a
a. Predictors: (Constant), MemilikiBarangYangMudahDijual b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.753
.205
MemilikiBarangYangMudahD
-.080
.050
ijual a. Dependent Variable: JumlahBPS
Memiliki asset sendiri
277
Coefficients Beta
t
-.071
Sig.
37.758
.000
-1.607
.109
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
MemilikiAsetSen diri
b
Method . Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.098
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.010
.008
2.604
a. Predictors: (Constant), MemilikiAsetSendiri
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
34.023
1
34.023
Residual
3493.014
515
6.783
Total
3527.037
516
F
Sig.
5.016
.026
a
a. Predictors: (Constant), MemilikiAsetSendiri b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.752
.167
MemilikiAsetSendiri
-.135
.060
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sering berhutang
278
Coefficients Beta
t
-.098
Sig.
46.406
.000
-2.240
.026
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
SeringBerhutang
. Enter
UntukKebutuhan Sehari
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.239
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.057
.055
2.555
a. Predictors: (Constant), SeringBerhutangUntukKebutuhanSehari
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
194.152
1
194.152
Residual
3192.280
489
6.528
Total
3386.432
490
F
Sig.
29.741
.000
a
a. Predictors: (Constant), SeringBerhutangUntukKebutuhanSehari b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) SeringBerhutangUntukKebut
Std. Error 5.178
.437
.889
.163
uhanSehari a. Dependent Variable: JumlahBPS
Ikut kepesertaan dalam program
279
Coefficients Beta
t
.239
Sig.
11.856
.000
5.453
.000
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
IkutKepersertaan DalamProgram
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.030
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.001
-.001
2.616
a. Predictors: (Constant), IkutKepersertaanDalamProgram b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
3.136
1
3.136
Residual
3523.901
515
6.843
Total
3527.037
516
F
Sig. .458
.499
a
a. Predictors: (Constant), IkutKepersertaanDalamProgram b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) IkutKepersertaanDalamProgr
Std. Error 7.306
.281
.066
.097
am a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pengeluaran untuk makan Variables Entered/Removed
b
280
Coefficients Beta
t
.030
Sig.
26.001
.000
.677
.499
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
PengeluaranUnt ukMakan
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.144
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.021
.019
2.590
a. Predictors: (Constant), PengeluaranUntukMakan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
72.881
1
72.881
Residual
3454.156
515
6.707
Total
3527.037
516
F
Sig.
10.866
.001
a
a. Predictors: (Constant), PengeluaranUntukMakan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PengeluaranUntukMakan
Std. Error 7.997
.194
-4.349E-6
.000
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pengeluaran bukan untuk makan Variables Entered/Removed
b
281
Coefficients Beta
t
-.144
Sig.
41.223
.000
-3.296
.001
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
PengeluaranBuk anUntukMakan
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.005
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.000
-.002
2.617
a. Predictors: (Constant), PengeluaranBukanUntukMakan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.087
1
.087
Residual
3526.950
515
6.848
Total
3527.037
516
F
Sig. .013
.910
a
a. Predictors: (Constant), PengeluaranBukanUntukMakan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PengeluaranBukanUntukMak
Coefficients
Std. Error 7.475
.123
1.259E-8
.000
an a. Dependent Variable: JumlahBPS
Rata rata pengeluaran makanan satu bulan
282
Beta
t
.005
Sig.
60.710
.000
.113
.910
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
RataRataPenelu
. Enter
aranMakananSe a
bulan
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.144
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.021
.019
2.590
a. Predictors: (Constant), RataRataPeneluaranMakananSebulan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
73.338
1
73.338
Residual
3453.698
515
6.706
Total
3527.037
516
F
Sig.
10.936
.001
a
a. Predictors: (Constant), RataRataPeneluaranMakananSebulan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) RataRataPeneluaranMakana
Std. Error 7.997
.193
-1.020E-6
.000
Coefficients Beta
nSebulan a. Dependent Variable: JumlahBPS
Rata rata pengeluaran bukan makanan sebulan
283
t
-.144
Sig.
41.344
.000
-3.307
.001
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
b
Method
RataRataPengel
. Enter
uaranBukanMak ananSebulan
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.134
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.018
.016
2.593
a. Predictors: (Constant), RataRataPengeluaranBukanMakananSebulan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
63.639
1
63.639
Residual
3463.398
515
6.725
Total
3527.037
516
F
Sig.
9.463
.002
a
a. Predictors: (Constant), RataRataPengeluaranBukanMakananSebulan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) RataRataPengeluaranBukan
Std. Error 7.649
.127
-3.606E-6
.000
Coefficients Beta
t
-.134
MakananSebulan a. Dependent Variable: JumlahBPS
Rata rata pengeluaran rumah tangga satu bulan
284
Sig.
60.387
.000
-3.076
.002
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
RataRataPenelu aranRTsebulan
b
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.151
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.023
.021
2.587
a. Predictors: (Constant), RataRataPeneluaranRTsebulan b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
80.457
1
80.457
Residual
3446.580
515
6.692
Total
3527.037
516
F
Sig.
12.022
.001
a
a. Predictors: (Constant), RataRataPeneluaranRTsebulan b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) RataRataPeneluaranRTsebul
Std. Error 8.011
.191
-9.684E-7
.000
an a. Dependent Variable: JumlahBPS
Sumber penghasilan terbesar
285
Coefficients Beta
t
-.151
Sig.
41.965
.000
-3.467
.001
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
SumberPenghasi lanTerbesar
b
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.088
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.008
.006
2.607
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilanTerbesar
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
27.415
1
27.415
Residual
3499.622
515
6.795
Total
3527.037
516
F
Sig.
4.034
.045
a
a. Predictors: (Constant), SumberPenghasilanTerbesar b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.837
.212
SumberPenghasilanTerbesar
-.369
.184
a. Dependent Variable: JumlahBPS
Pernah menggunakan kartu jamkesda
286
Coefficients Beta
t
-.088
Sig.
37.022
.000
-2.009
.045
Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
b
Method
PernahMenggun
. Enter
akanKartuJamke sda
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.054
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.003
.001
2.613
a. Predictors: (Constant), PernahMenggunakanKartuJamkesda
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
10.319
1
10.319
Residual
3516.718
515
6.829
Total
3527.037
516
F
Sig.
1.511
.220
a
a. Predictors: (Constant), PernahMenggunakanKartuJamkesda b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.898
.359
PernahMenggunakanKartuJa
-.283
.230
mkesda a. Dependent Variable: JumlahBPS
Mendapatkan pelayanan jamkesda di
287
Coefficients Beta
t
-.054
Sig.
22.005
.000
-1.229
.220
Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
Method
MendapatPelaya nanJamkesdaDi
b
. Enter
a
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JumlahBPS
Model Summary
Model
R
1
.044
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.002
.000
2.615
a. Predictors: (Constant), MendapatPelayananJamkesdaDi b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
6.676
1
6.676
Residual
3520.361
515
6.836
Total
3527.037
516
F
Sig. .977
.323
a
a. Predictors: (Constant), MendapatPelayananJamkesdaDi b. Dependent Variable: JumlahBPS
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.663
.219
MendapatPelayananJamkes
-.224
.226
daDi a. Dependent Variable: JumlahBPS
288
Coefficients Beta
t
-.044
Sig.
35.055
.000
-.988
.323
289