Blok Beton Terkunci
PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI
1.
PENDAHULUAN
Kegiatan penelitian dan pengembangan ini termasuk dalam Kelompok Pengendalian Daya Rusak Air, sub kegiatan Prediksi dan Pengendalian Dampak Negatif Perubahan Morfologi Sungai. 1.1. Latar Belakang: Optimasi pemanfaatan potensi sungai saat ini terus digalakkan. Namun data lapangan menunjukkan bahwa dalam banyak kasus upaya ini tidak terkendali dan mengakibatkan eksploitasi sungai yang berlebihan. Sungai, terutama ruas bagian alluvial selalu memberikan respon terhadap aktivitas manusia dan atau aktivitas alami yang mengusik keseimbangan sungai. Respon tersebut dapat berupa perubahan morfologi sungai sebagai suatu upaya dirinya untuk mencapai kondisi keseimbangan yang baru. Perubahan morfologi sungai ini dapat menuju ke suatu kondisi yang tidak diinginkan, bertentangan dengan keinginan-keinginan pemangku kepentingan dan memberikan dampak berupa degradasi potensi sungai. Pada kondisi ini upaya pengendalian dampak negatif perubahan morfologi sungai perlu dilakukan. Namun demikian upaya pengendalian ini sering memicu respon sungai ke arah yang lebih buruk. Perlu dikemukakan bahwa setiap upaya pemanfaatan dan konservasi potensi sungai, serta pengendalian daya rusak sungai harus dilakukan berdasarkan pengertian yang mendalam tentang respon sungai dan didukung oleh alternatif-alternatif teknologi yang diperlukan. Tantangan lapangan terkait dengan masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai adalah keterbatasan waktu pelaksanaan, kecenderungan morfologi sungai yang selalu berubah dan data lapangan yang terbatas. Berkaitan dengan hal ini diperlukan suatu teknologi yang dapat memecahkan masalah keterbatasan-keterbatasan di atas. Kerangka Acuan Kerja
1
Blok Beton Terkunci
1.2 Identifikasi Masalah Memperhatikan uraian pada latar belakang kegiatan, secara ringkas dapat dilakukan identenfikasi masalah sebagai berikut: 1)
Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan pengelola sungai termasuk pemberi ijin pemanfaatan potensi sungai untuk memahami dan memprediksi respon sungai.
2)
Tingkat kemakmuran masyarakat yang relative rendah, sehingga peraturan dan peraturan sukar diterapkan karena eksploitasi potensi sungai merupakan pilihan yang tidak terelakan guna mempertahankan hidup bagi sebagian masyarakat.
3)
Keterbatasan teknologi yang handal dan mudah diadaptasikan dengan kondisi dan tuntutan lapangan yang beragam untuk memecahkan masalah perubahan morfologi sungai baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang.
4)
Terkait dengan masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai adalah keterbatasan waktu pelaksanaan, kecenderungan morfologi sungai yang selalu berubah dan data lapangan yang terbatas.
1.3
Batasan Masalah
Upaya untuk memecahkan masalah keterbatasan ketrampilan SDM Pengelola Sumber Daya Air yang diidentifikasi pada butir 1) tengah dilakukan oleh Pusat Litbang Sumber Daya Air melalui cakupan kegiatan Dissemination Unit for Water
Resources
Management
and
Technology
di
Balai
Sungai.
Pengembangan Piranti Lunak untuk penunjang pemodelan numerik respon morfologi sungai telah dilakukan antara lain dalam kegiatan pengembangan A Riverine Finite Element Model with Sediment Transport Sub-processes (Moerwanto, 1997). Masalah pada butir 2) berada diluar jangkauan langsung Tugas dan Fungsi Pusat Litbang Sumber Daya Air. Masalah-masalah yang akan dipecahkan pada kegiatan ini terbatas pada hal-hal berikut: 1)
Keterbatasan teknologi yang handal dan mudah diadaptasikan dengan kondisi dan tuntutan lapangan yang beragam untuk memecahkan masalah perubahan morfologi sungai baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang.
Kerangka Acuan Kerja
2
Blok Beton Terkunci
2)
Ketidaktersediaan teknologi dan panduan untuk memecahkan masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai dengan benar-benar memperhatikan
keterbatasan
waktu
pelaksanaan,
kecenderungan
morfologi sungai yang selalu berubah dan data lapangan yang terbatas. 1.4
Lingkup Kegiatan
Infrastruktur sumber daya air secara umum harus memiliki karakteristik dan desain yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan masing-masing sungai. Selain sifat yang sangat mendasar tersebut, pembangunan, operasi dan pemeliharaan, termasuk rehabilitasi bangunan keairan memerlukan biaya yang tidak murah. Memperhatikan hal-hal ini, maka agar hasil penelitian sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterapkan di lapangan, diambil strategi pelaksanaan yang sekaligus menggambarkan lingkup kegiatan sebagai berikut: 1)
Tipologi penyebab permasalahan degradasi dan/atau gerusan lokal yang dihadapi di lapangan dan harus dicakup untuk dipecahkan melalui kegiatan ini adalah: a.
Teknologi rehabilitasi problema degradasi dan gerusan lokal yang penerapannya
tanpa
dukungan
pengeringan
lapangan
(dewatering), b.
Teknologi rehabilitasi problema degradasi dan gerusan lokal yang penerapannya memerlukan kondisi lapangan yang kering.
2)
Memperhatikan tantangan pada butir 1), maka tipologi permasalahan perlu dirangkum dari masalah-masalah gerusan lokal yang dihadapi di Bendung Karet Jatimlerek di S. Brantas – Jawa Timur, Bendung Gerak Pamarayan di S. Ciujung – Jawa Barat, masalah degradasi dasar sungai di Jembatan Cibarusah dan Cidege di Jawa Barat dan masalah perkembangan morfologi sungai arah horizontal di S. Cikaengan dan Cibuni di Jawa Barat. Hasil rangkuman tipologi permasalahan tersebut harus dijadikan dasar pembuatan desain Blok Beton Terkunci.
3)
Pembuatan desain dan pengujian Blok Beton Terkunci dilakukan di Laboratorium dengan bantuan model hidraulik fisik.
4)
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik Blok Beton Terkunci yang didesain, akan dibuat usulan desain penerapan kepada BBWS Brantas
Kerangka Acuan Kerja
3
Blok Beton Terkunci
untuk penanggulangan masalah di Bendung Karet Jatimlerek, kepada BBWS
Ciujung-Ciliman-Cidurian
penanggulangan
masalah
yang
dihadapi di Bendung Gerak Pamarayan dan kepada BBWS Citarum untuk menanggulangi permasalahan degradasi dasar sungai yang dihadapi di Jembatan Cibarusah 5)
Jika usulan-usulan penerapan lapangan disetujui, maka cakupan kegiatan akan bertambah dengan pembangunan prototip dan evaluasi unjuk kerja di lapangan.
1.5
Tujuan
Menghasilkan model-model Blok Beton Terkunci lengkap dengan uraian karakteristik masing-masing model dan panduan desain yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di hilir bangunan air dan di sekitar pilar jembatan. 1.6
Sasaran
Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan sasaran-sasaran terukur sebagai berikut: 1)
Mempelajari penyebab dan mekanisme gerusan lokal di hilir bangunan air dan di sekitar pilar jembatan,
2)
Menghasilkan model-model blok beton yang dapat saling mengunci ke arah samping kiri-kanan, atas-bawah dan searah aliran sehingga membentuk struktur yang tahan terhadap gaya seret namun tetap lentuk, lengkap dengan karakteristik masing-masing model blok beton terkunci yang dihasilkan tersebut, baik secara teoritik maupun dengan bantuan uji model hidraulik fisik di Laboratorium,
3)
Menyusun pedoman desain, acuan pemilihan model yang sesuai dengan kebutuhan lapangan dan cara pelaksanaan di lapangan,
4)
Jika mendapat dukungan dari Balai Besar Wilayah Sungai terkait, meneliti efektivitas penggunaan blok beton terkunci di lapangan sebagai pengaman gerusan lokal di hilir bangunan air dan di sekitar pilar jembatan.
Kerangka Acuan Kerja
4
Blok Beton Terkunci
1.7
Tahapan Kegiatan
Memperhatikan tingkat kebutuhan penyelesaian permasalahan di lapangan yang sangat mendesak, maka: 1)
Sasaran 1, 2 dan 3 (berupa Draft Pedoman) harus dapat dicapai diselesaikan dalam Tahun Anggaran 2004.
2)
Capaian yang harus diwujudkan pada Tahun Anggaran 2004 adalah Detail
Desain
Prototip
Pemecahan
Masalah
Lapangan
untuk
mendapatkan persetujuan dan dukungan pembiayaan dari BBWS terkait. 3)
Pada Tahun Anggaran 2005 diupayakan agar prototip penerapan berbagai model Blok Beton Terkunci dapat dilaksanakan di lapangan.
4)
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan prototip, perlu dilakukan penyesuaian serta penyempurnaan materi pedoman. Pedoman Desain, Acauan pemilihan Model dan Cara Penerapan Lapangan Blok Beton Terkunci harus selesai pada Tahun Anggaran 2005.
1.8
Fomulasi Kegiatan
Keterbatasan waktu pelaksanaan, kecenderungan morfologi sungai yang selalu berubah dan data lapangan yang terbatas merupakan tantangan yang harus dipecahkan dalam penanganan masalah gerusan dan degradasi dasar sungai. Untuk menjawab tantangan ini perlu disusun tipologi pemicu permasalahan degradasi dan/atau gerusan lokal secara lengkap untuk dicarikan desain pemecahan yang sesuai untuk masing-masing tipologi masalah dan diuji di Laboratorium dengan bantuan model hidraulik fisik. Selanjutnya model-model ini diterapkan di lapangan untuk penyempurnaan kekurangan-kekurangan yang tidak terdeteksi baik secara teoritik maupun dari hasil uji model hidraulik fisik.. 1.9
Hipotesis
Rangkaian blok beton yang dapat saling mengunci ke arah samping kiri-kanan, atas-bawah dan serah aliran, sehingga membentuk struktur yang tahan terhadap gaya seret namun tetap lentuk merupakan teknologi yang diperlukan untuk memecahkan kendala lapangan dalam pemecahan masalah degradasi dasar sungai dan gerusan lokal. Kait-mengait antar blok beton dapat
Kerangka Acuan Kerja
5
Blok Beton Terkunci
meningkatkan gaya seret kritis hingga 5 kali lipat jika dibandingkan dengan gaya seret kritis blok beton tersebut jika berdiri sendiri. Keunggulan ini dapat mereduksi berat blok beton yang diperlukan untuk menahan gaya seret aliran. Kaitan antar komponen harus cukup lentur tetapi tidak mudah lepas agar bangunan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan morfologi sungai ruas alluvial yang mudah berubah. 1.10
Lokasi Kegiatan
Permasalahan lapangan yang akan dipelajari dan dijadikan dasar penyusunan desain adalah permasalahan gerusan lokal di Jembatan Cibarusah di S. Cipamingkis, masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai di hilir Bendung Gerak Pamarayan di S. Ciujung, perubahan morfologi ruas sungai Ciliwung di Kebun Raya Bogor, perubahan morfologi S. Cikaengan dan S. Cibuni semua di Jawa Barat, serta masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai di hilir Bendung Karet Jatimlerek di S. Brantas – Jawa Timur. Jika mendapat dukungandari BBWS terkait, pembangunan prototip direncanakan juga dilaksanakan pada bangunan-bangunan air tersebut. Penyusunan desain dan pengujian dengan bantuan model hidraulik fisik akan dilakukan di Laboratorium Hidraulika, Balai Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air – Bandung.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gerak mula partikel
Stabilitas partikel yang berada di dasar sungai akan dipengaruhi oleh gaya seret aliran air. Gaya-gaya yang bekerja pada partikel tersebut dapat diskematisasikan sebagai berikut:
Kerangka Acuan Kerja
6
Blok Beton Terkunci
F 1
G
2
Gambar 2.1 Skematisasi gaya-gaya yang bekerja Butir material di dasar sungai akan bergerak jika gaya pendorong yang bekerja (gaya seret dan gaya angkat hidraulik) lebih besar dari pada gaya penahan gerakan (Van Rijn, 1993):
1. o .D 2 2 s a .g.D 3
0 dengan D g α ρs ρa
0
2 1
.g.D s
a
: = diameter material / partikel = percepatan gravitasi = lengan momen dari gaya-gaya yang bekerja = rapat massa sedimen = rapat massa air = tekanan seret aliran = a .g.R.I
R
= jari jari hidraulik aliran = kemiringan energi aliran
m
m / s 2
m
kg / m kg / m N / m 3 3
2
m
Memperhatikan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu partikel di dasar sungai akan lebih sukar bergerak jika memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)
Memiliki diameter butir dan rapat massa jenis yang besar. Kendala yang dihadapi apabila memanfaatkan karakteristik ini dalam menanggulangi permasalahan gerusan dasar sungai, baik dengan penggunaan material alami atau buatan, adalah sebagai berikut: a) Batu alam dengan diameter yang cukup besar di beberapa lokasi makin sukar diperoleh.
Kerangka Acuan Kerja
7
Blok Beton Terkunci
b) Pengangkutan
material
dari
lokasi
asal
(quarry
area)
dan
penempatan/ penyusunan material memerlukan alat bantu mekanik yang sesuai. 2)
Memperpanjang lengan momen gaya penahan. Hal ini dapat diperoleh dengan memilih dan menyusun material dasar sungai sedemikian rupa, sehingga titik guling jauh dari titik berat. Namun demikian hal ini perlu dilakukan dengan hati–hati, karena material dapat terputar sehingga terjadi kondisi di mana titik guling malah mendekati titik berat material.
3)
Memperkecil dampak tekanan seret. Upaya ini dapat diperoleh dengan memilih bentuk material dengan luas bidang kerja tekanan seret yang kecil. Material yang bentuknya pipih dan “streamline” mempunyai bidang kerja tekanan seret yang kecil.
Di samping uraian di atas, dapat dikemukakan juga beberapa hal yang dapat mempengaruhi stabilitas material dasar sungai, yaitu: 1)
Efek gradasi material dasar sungai. Jika material dasar sungai sangat tidak seragam, maka akan terjadi efek perisai (shielding effect) pada dasar sungai. Pada kondisi ini, material dengan diameter butir yang lebih besar daripada diameter butir rata–rata akan mendapat gaya seret yang lebih besar dibandingkan jika material tersebut berada pada dasar sungai yang seragam. Sebaliknya, material dengan diameter butir yang lebih kecil daripada diameter butir rata–rata akan mendapat gaya seret yang lebih kecil dibandingkan jika material tersebut berada pada dasar sungai dengan material yang seragam.
z
Gambar 2.2 Efek gradasi material pada dasar sungai Kerangka Acuan Kerja
8
Blok Beton Terkunci
2)
Efek kemiringan dasar sungai. Material di dasar sungai dengan kemiringan dasar sungai searah aliran akan mengalami pengurangan stabilitas seperti diskematisasikan pada gambar berikut : F()
G.sin N=G.cos
G
Gambar 2.3 Skematisasi gaya yang bekerja
Dari uraian di atas, faktor pengurangan stabilitas dinyatakan dengan faktor koreksi kemiringan sebagai berikut (Schoklitsch, 1914): K =
sin sin
dengan :
3)
= Sudut geser dalam material dasar sungai
()
= Kemiringan dasar sungai
()
Pengaruh turbulensi aliran. Dengan menerapkan kondisi “aman” berdasarkan parameter Shields, maka stabilitas material pelindung gerusan dasar sungai dapat dinyatakan dalam hubungan berikut : cr =
cr u* cr s a gD gD 0.03
Karena untuk kondisi hidraulik kasar diketahui besar kecepatan rata–rata dapat dihitung berdasarkan persamaan:
u
Kerangka Acuan Kerja
= 5.75 u* log
12h ks
9
Blok Beton Terkunci
maka dengan mengambil harga kekasaran hidraulik, ks = 2D dapat diperoleh perkiraan harga kecepatan kritis gerak mula partikel sebagai berikut :
ucr
= 5.75
ucr
= 0.1 gD log
0.03 gD log
12h 2D
6h D
Pusaran aliran turbulen biasanya selalu terjadi di hilir peredam energi bangunan air atau di sekitar tembok pangkal / pilar jembatan. Kondisi ini dapat mengurangi stabilitas material pelindung gerusan dasar sungai di lokasi bangun air tersebut di atas. Guna mengatasi hal ini, maka harga kecepatan kritis gerak mula partikel perlu direduksi dengan faktor reduksi turbulensi aliran, sebagai berikut ( Cox, 1958 ): 1,45 1 3r
=
r
= angka intensitas turbulensi
dimana : = 0,3 – 0,35 untuk kondisi aliran di hilir peredam energi. 2.2
Gerusan lokal
Gerusan lokal merupakan fenomena yang kerap dijumpai pada bangunan air yang dibangun pada ruas sungai alluvial. Fenomena ini juga dihadapi akibat proses alami, misalnya di hilir terjunan air atau sebagai respon sungai saat ada pohon yang tumbang dan mengganggu aliran di palung sungai. Secara umum gerusan lokal terjadi akibat : 1)
Penurunan stabilitas material di dasar sungai di hilir / sekitar bangunan air akibat peningkatan intensitas turbulensi aliran.
2)
Pengangkutan material dasar sungai oleh aliran tanpa muatan sedimen
Aliran air yang keluar dari bendungan atau bendung yang cukup tinggi, umumnya hanya mengangkut sedimen dengan volume yang jauh lebih kecil daripada kapasitas angkut sedimen aliran tersebut. Pada kondisi ini aliran secara bertahap akan mengambil material dasar sungai hingga kapasitas angkutnya terpenuhi. Fenomena ini akan menghasilkan Kerangka Acuan Kerja
10
Blok Beton Terkunci
gerusan yang sangat dalam tepat di hilir bangunan air (dikenal sebagai problema gerusan lokal), dan penurunan dasar sungai pada ruas sungai bisa terjadi cukup panjang (dikenal dengan problema degradasi dasar sungai). Kedua fenomena di atas saling terkait erat dan dapat diperburuk jika pada ruas sungai tersebut juga terdapat penambangan material dasar sungai. Pada kondisi ini degradasi dasar sungai makin bertambah dalam, intensitas turbulensi aliran naik karena efektifitas bangunan peredam energi turun akibat penurunan muka air hilir. Sebagai hasil akhir dari fenomena tersebut adalah terjadinya gerusan lokal yang dalam di hilir dan sekitar bangunan air. 2.3
Lapisan buatan pelindung dasar.
Mengacu pada uraian gaya–gaya yang bekerja pada material dasar sungai, upaya peningkatan daya tahan material terhadap gaya seret aliran dan hal–hal yang mempengaruhi gerak mula material dasar sungai, maka untuk melindungi material dasar sungai dari bahaya gerusan lokal dan degradasi dasar sungai diperlukan material buatan dengan karateristik sebagai berikut: 1)
Dapat saling terkait untuk meningkatkan berat material sehingga sukar bergerak,
2)
Berat material buatan relatif ringan agar dapat diangkut dengan alat mekanik yang sederhana.
3)
Dapat tersusun dan terkait pada arah kiri dan kanan, vertikal dan searah aliran. Hal ini diperlukan agar material dapat disusun seperti yang diinginkan tidak terputar dan hanya dapat berguling ke arah lengan momen guling terpanjang.
3
METODOLOGI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Metodologi
Perumusan tipologi permasalahan lapangan tentang gerusan local dan degradasi dasar sungai untuk dijadikan dasar pembuatan desain blok beton terkunci dilakukan dengan cara penyelidikan langsung di lapangan dan dengan dukungan analisis secara teoritik. Uji model hidraulik fisik dilakukan untuk Kerangka Acuan Kerja
11
Blok Beton Terkunci
mengevaluasi
kesempurnaan
desain.
Prototip
diupayakan
benar-benar
dilaksanakan di lapangan untuk memecahkan masalah nyata yang sedang dihadapi pada bangunan air yang memerlukan teknologi yang dihasilkan oleh kegiatan ini 3.2
Kerangka Pemikiran.
Kendala keterbatasan waktu pelaksanaan, kecenderungan morfologi sungai yang selalu berubah dan data lapangan yang terbatas merupakan tantangan utama dalam penanganan masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai. Berkaitan dengan hal ini diperlukan suatu teknologi yang dapat memecahkan kendala-kendala tersebut. Dalam kerangka berpikir pemecahan masalah, dalam penelitian harus dipelajari dan dihasilkan bangunan penahan gerusan lokal dan pengendali dasar sungai dengan karakteristik sebagai berikut: 1)
Dapat dibagi menjadi beberapa komponen yang modular,
2)
Komponen dapat dicetak secara fabrikasi atau “insitu”,
3)
Berat komponen “relatif ringan” tetapi dapat saling mengait dalam arah vertikal, horizontal dan arah memanjang aliran,
4)
Kaitan antar komponen cukup lentur tetapi tidak mudah lepas agar bangunan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan morfologi sungai,
5)
Tahan terhadap abrasi dan benturan batu oleh aliran sungai yang membawa pasir kerakal dan batuan.
Untuk memastikan pencapaian kriteria tersebut, maka penelitian dikelompokkan dalam tahapan sebagai berikut: 1)
Pembuatan alternatif-alternatif desain komponen dan evaluasi teoritik,
2)
Pengujian di laboratorium uji model hidraulik untuk memeriksa pemenuhan persyaratan komponen ideal seperti diuraikan di atas,
3)
Pelengkapan parameter hidraulik dasar dari susunan komponen, antara lain: kelulusan air, kekasaran dan lengkung debit,
4)
Pencarian mitra kerja yang hendak bekerjasama dalam menerapkan blok beton terkunci guna menanggulangi masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai,
Kerangka Acuan Kerja
12
Blok Beton Terkunci
5)
Pembuatan model cetakan, pencetakan blok beton terkunci dan penerapan lapangan,
6)
Evaluasi kinerja blok beton terkunci di lapangan.
Kerangka Acuan Kerja
13