ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) November 2010 (C) Ahmad Fachri (D) Hubungan antara Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk Divisi IT (information technologi) (E) 79 halaman Pada saat ini kinerja karyawan merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan ataupun organisasi dan akan selalu begitu. Karena kinerja karyawan dipandang dapat mempengaruhi jalannya perusahaan atau organisasi keseluruhan. Kondisi ini menuntut perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawannya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, dan hal itu harus didukung oleh karyawan yang professional dan mencegah stres kerja yang berleb yang dialami karyawan, karena apabila karyawan mengalami stress kerja yang berlebihan maka akan menyebabkan kinerja karyawan itu menurun. Selain itu gaya kepemimpinan yang terdapat diperusahaan juga berpengaruh pada kinerja ka dalam hal ini gaya kepemimpinan transaksional berperan penting dalam peningkatan kinerja karyawan, karena dalam gaya kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan bawahan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan, Yang mengakibatkan harus adanya target dalam kesepakatan yang diberikan oleh atasan , apabila memenuhi target yang telah di sepakati maka karyawan akan mendapatkan imbalan yang pada akhirnya imbalan yang telah didapat akan membuat karyawan memaksimalkan kinerja yang dia miliki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 50 orang yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa skala stres kerja, skala gaya kepemimpinan transaksional, dan skala kinerja dengan model skala Likert. Reliabilitas skala kerja sebesar 0.8778 terdiri dari 36 item. Reliabilitas gaya kepemimpinan transaksional sebesar 0.8465 dengan jumlah 30 item, dan reliabilitas kinerja sebesar 0.8751 dengan jumlah 36 item. Hasil penelitian menunjukkan aspek-aspek stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksional memberikan sumbangan perubahan sebesar 23.1 % terhadap variabel kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk. Dan aspek imbalan kontingen dari variabel gaya kepemimpinan transaksional memberikan sumbangan 4.89 Peneliti selanjutnya dianjurkan untuk menambah jumlah bergerak di bidang yang berbeda dengan penelitian ini
i
den dengan perusahaan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rakhmatnya dan kemudahan yang diberikan -Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. dan tidak lupa salawat serta salam kita berikan kepada Nabi akhir zaman, Suritauladan umat manusia yaitu Muhammad Saw beserta keluarganya, dan para sahabat-sahabatnya
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak ba
langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terimaksih kepada:
1. Bapak Jahja Umar Ph.D Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para Wakil Dekan yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, MA dan Ibu Yufi Adriani,
.Psi.Psi sebagai pembimbing
dalam penulisan skripsi ini, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini
3. Dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang akademik, kemahasiswaan, perpustakaan yang telah memberikan fasilitas dalam melancarkan skripsi ini hingga skripsi ini selesai.
4.
Seluruh karyawan khususnya divisi IT yang telah membantu penelitian selama di PT
XL Axiata tbk 5. Karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Kedua orang tua tercinta ayah dan mamah yang selalu mencurahkan kasih sayangnya yang tulus
dan memberikan bantuan moril maupun materil, selalu sabar dalam
membimbing. dan menjadi pelipur lara dikala penulis terpuruk dan kehilangan semangat. Ayah yang selau berusaha dengan kringatnya mencari uang demi membiayai aku sampai selesai kuliah. Tidak lupa kepada Mamah yang selalu berdoa sepanjang malam hanya untuk demi kelancaran skripsi penulis dan memberi keyakinan bahwa menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa kedua sodara panulis terimakasih.
ii
penulis bisa
7. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi Ekstensi angkatan 2006 kenangan indah bersama kalian tidak pernah ter lupakan 8. Kakak kelas yang telah membantu dalam memberi masukan
p skripsi ini yaitu
Adimas, Bayu, Taufik, Yuniar, Retno, Nida.
9. Selvi Nur’aini yang telah memberi semangat,. 10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
dukungan dan semangat
dari kalian yang membuat skripsi ini selesai pada waktunya.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Seluruh skripsi ini adalah tanggung jawab penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat
memberi manfaat dan berguna bagi semua pihak.
Bekasi, 18 November 2010
P enulis
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….... iii LEMBAR ORISINALITAS…………………………………………… …... iv MOTTO……………………………………………………………………... v
ABSTRAK…………………………………………………………………... vi KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii
DAFTAR ISI......................................................................
........................... x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xvi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 1.2. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah………………….... 9 1.2.1. Pembatasan Masalah........................................................ 9 1.2.2. Rumusan Masalah............................................................ 10 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 10 1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................... 10 1.5. Sistematika Penulisan Skripsi......................................................... 11
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja..........................................
.............................................. 12
2.1.1. Pengertian Kinerja........................................................... 12 2.1.2. Aspek-aspek kinerja………............................................ 16 2.1.3. Faktor-faktor kinerja....................................................... 19 2.2. Stres kerja…………………………........................................... 22 iv
2.2.1. Pengertian Stres Kerja................................................. 22 2.2.4 Aspek-aspek Stres kerja …………………................. 26 2.2.5. Stresor dan Jenis-jenisnya dalam kerja ...................... 28 2.3. Gaya Kepemimpinan Transaksional…………….……………. 33 2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transaksional……. 33 2.3.2. Aspek Gaya Kepemimpinan Transaksional……….... 36 2.4. Kerangka Berpikir........................................................... 2.5. Hipotesis........................................
....... 39
........................................ 43
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian........................................................................... 45 3.1.1. Pendekatan Dan Metode Penelitian............... 3.2. Variabel Penelitian….............................
.......... 45
................................ 46
3.2.1 Identifikasi Variabel.................................................... 46 3.2.2 Definisi Konseptual……………….………………... 3.2.3 Definisi Oprasional Variabel…………………
6 47
3.3. Populasi dan Sampel................................................................... 47 3.3.1. Populasi……................................................................ 47 3.3.2. Sampel……….............................................................. 48 3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel……….…………...
48
3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian...........…………….. 49 3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data………………………. 49 3.5 Uji Instrumen Penelitian yang digunakan…………………..... 54 3.5.1 Uji Validitas……………………………………….. 54 3.5.2 Uji Reliabilitas………………………………………... 54 3.5.3 Hasil uji coba alat ukur............................. v
.................. 55
3.6 Teknik Analisis Data…………………………………………..…. 60 3.7 Prosedur Penelitian……..……………………………….......…….. 61
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian........................................... 62 4.1.1 gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin........... 62 4.1.2 gambaran umum responden berdasarkan usia.......................... 63 4.2 Deskripsi data...............................................................................
. 64
4.2.1 kategorisasi stres kerja............................................................ 64 4.2.2 kategorisasi gaya kepemimpinan transaksional...................... 65 4.2.3 kategorisasi kinerja.......
....................................................... 66
4.3 Hasil uji hipotesis............................................................................... 66 4.3.1 Hasil uji regresi....................................................................... 66 BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 71 5.2 Diskusi................................................................................................ 76 5.3 Saran................................................................................................... 78 5.3.1 Saran teoritis………………………………………………. 78 5.3.2 Saran praktis…………………………….………………. 79
DAFTAR PUSTAKA
vi
vii
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yan ingin dan harus dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruh i p erilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap pelaku y organisasi. Kegiatan yang paling lazim di nilai dalam
g terdapat dalam
uatu organisasi adalah
kinerja karyawan, Edy Sutrisno (2010).
Kinerja karyawan merupakan salah satu topik yang senan t
a menarik dan
dianggap penting, baik oleh ilmuwan maupun praktisi, karena kinerja karyawan dipandang dapat mempengaruhi jalan nya organisasi secar keseluruhan. Setiap organisasi memiliki tujuan untuk mencapai kinerja y ang seoptimal mungkin. Oleh karena itu peningkatan kinerja organisasi yang seoptimal mungkin idak terlepas dari kinerja karyawan itu sendiri, sebagai salah satu
ktor yang menentukan
kinerja organisasi atau perusahaan, Rita (2004).
Usaha peningkatan kinerja karyawan, salah satu perm asal an dasar adalah bagaimana sebenarnya meningkatkan kinerja karyawan. Tidak ada pelaku bisnis dari sektor industri mana pun
yang m enginginkan kinerja perusahaannya
menuru n akibat kinerja karyawanya kurang produktif. Da am hal ini kinerja karyawan individual m erupakan faktor yang utama yang m nentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi. Dengan kinerja yang tinggi diharapkan dapat
2
mem berikan sumb angan yang sangat berarti bagi kinerja
an kemajuan
perusahaan. Kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang terampil dalam berbagai bidang sudah merupakan tuntutan dunia glo bal yang tida dapat ditunda. Terlebih dimasa krisis yang melanda, maka seharusn ya kesadaran
ahwa adanya tuntutan
untuk m embuat perencanaan pengembangan SDM yang berkualitas, Rivai (dalam Herly, 2010)
Selain karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga bisa menjadi liabilitas atau penghambat, Robert dan Jhon (dalam Herly, 2010). Dengan demikian, karyawan sebagai sumber produktif dan terbina dapat diarahkan sebagai ten aga kerja yang efektif dan efisien.
Penggunaan tenaga kerja yang efektif d an terarah merupakan kunci dari peningkatan
kinerja
pegawai,
sehingga
dibutuhkan
suatu
kebijaksanaan
perusahaan untuk menggerakkan tenaga kerja tersebut agar mau bekerja lebih produktif, sesuai dengan rencana yang telah direncanak
oleh perusahaan.
Kinerja karyawan merupakan kebutuhan bagi karyawan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa motif yang kuat dalam kinerja pegawa untuk berhasil atau unggul dalam situasi persaingan adalah sejauh mana karyawan mampu mem aksimalkan kinerjanya dalam bekerja.
Menurut Miner (dalam Edy Sutrisno, 2010), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus
3
berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam men capai tujuan y ang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakan oleh sekelompok orang yang b rperan aktif sebagai pelaku (actors ) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi yang bersangkutan, Prawirosentono (1999). Dengan kata lain bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organis
juga baik. Kinerja
seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, terhind ar dari stres yang berlebihan, diberi gaji sesuai dengan perjanjian, dan mempunyai harap an masa depan lebih baik Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja karyawan berbasis kompetensi akan mam pu memperb aiki manajemen dan pemanfaatan teknologi yang digunakan organisasi dan perusahaan. Karena bagi perusahaan pengembangan atau peningkatan kinerja karyawan berbasis kompetensi meru pakan salah satu upaya yang dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karya
n berbasis
kompetensi merup akan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada kary awan y ang men unjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja. Dengan demikian organisasi dan perusahaan akan mam pu mencapai tujuan yang diinginkan, dan menghasilkan sumber daya manusia yang maksimal yang mampu bersaing.
selain menghasilkan karyawan yang mampu bersaing, kary
n tersebu t
juga harus mensiasati timbulnya stres kerja yang berlebihan agar tidak menganggu
4
kinerja karyawan tersebut. Karena d alam dunia kerja sering timbul berbagai masalah salah satunya ad alah stres kerja. Baik disadari maupun tid ak, pekerjaan seseorang dapat menimbulkan stres kerja pada dirinya.
l ini pasti akan tampak
dalam kurun waktu yang panjang Syech Idrus, Bambang Swasto dan Abdul Hakim (1999) men laskan bahwa stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif mau pun kelompok pekerja biasa. Stre
kerja
dapat
mengganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional. Sullivan dan Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja yang diukur dengan role ambiguity , role conflict , dan role overload ) dan kinerja, pada umumnya stres atau tekanan jiwa merupakan keadaan wajar, terbentuk dalam respon terh adap setiap hasrat atau kehendak, Anorogo d
iri m anusia sebagai W idiyanti (dalam
Syech Idrus, Bambang Swasto dan Abdul Hakim, 1999). Selanjutnya diungkapkan oleh Gitosu darmo dan sud ita (dalam Syech Idrus, Bam ban Swasto dan Abdul Hakim, 1999) bahwa stres mempunyai dampak positif dan egatif. Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat ersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja karyawan. Sedangkan dam pak negatif stres pada tingkat yan g tinggi adalah kinerja karyawan menurun secara mencolo k. Kondisi ini terjadi karena karyawan akan lebih banyak menggunakan tenagan ya untuk melawan stres dari pada un
melakukan tugas
atau pekerjaan yang diberikan oleh atasan. Dalam hal ini stres kerja memp unyai posisi yang pentin dalam kaitannya
5
dengan kinerja sumber daya manusia, dana dan materi. S lain dipengaruhi oleh fakto r-faktor yang ada dalam diri individu, stres kerja juga dipengaru hi oleh faktorfakto r dari organisasi dan lingkungan. Hal ini perlu di sadari dan di pahami. Pemahaman akan sumber-sum ber dan penyebab stres di lin disertai pemahaman terhad ap penanggulangann ya adalah p
gan pekerjaan ting baik bagi para
karyawan m aupun para eksekutif untuk kelangsungan organisasi yang sehat dan
efektif. Beehr & Newman (dalam Sutarto Wijono, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam in raksi di antara manu sia dan pekerjaan. Secara umum, stres didefinsikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tub h seseorang Nykodym dan George (dalam Sutarto Wijono, 2010), sebaliknya Selye (dalam. Brief et al, dalam Sutarto W ijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu konsep yang terus-menerus bertambah. Ini terjadi jika
emakin banyak
permintaan, maka sem akin bertambah munculnya poten si s es kerja dan peluang untuk menghadapi ketegangan akan ikut bertambah pula. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidak hadiran kerja dan kecenderungan m engalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak dian tara tenaga kerja di dalam organisasi
u perusahaan mengalami
stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu, Jacin ta (dalam Dwi Retnaningtyas, 2005)
6
Selain stres seb agai salah satu y ang mempengaruhi kinerja kar awan, yaitu gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin
n sangat
mem pengaruhi kondisi kerja, dimana akan berhubungan dengan bagaimana karyawan menerima suatu gaya kepemimpinan, senang atau tidak, suka atau tidak, karyawan harus menerima
itu. Di satu
sisi gay a kepemim inan
dapat
menyebabkan p eningkatan kinerja di sisi lain dapat men ebabkan penurunan kinerja, Edwar M. Noor, Armanu Thoyib, dan Gozali (200 ) Sri Handajani (2007) menjelaskan keberadaan pemimpin m rupakan suatu proses dimana seseorang atau pemimpin mempengaruhi baw
annya dengan
tanpa paksaan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh sebab itu, tin ggi rendahnya usaha yang dilakukan oleh para bawahan untuk melaksanakan kerjaan mereka, sebagian b esar diten tukan oleh efektif tidaknya pengaruh yang diberikan pem impin, Pareke (dalam Nurmayanti, 2004). Oleh karena itu, efektivitas pemimpin dalam menghadapi berbagai aktivitas dewasa ini sangat ditentukan oleh ku alitas hubungan an ra pem impin dengan pengikut. Hubungan tersebut hendaknya tidak hanya hubungan kerja yang bersifat formal dimana pemimpin
bertindak sebagai atasan bagi
engikut dalam
organisasi, nam un hendaknya hubungan tersebut haruslah terjalin dengan lebih luas dim ana pemimpin atau atasan dapat bertindak sebag
mitra bagi bahawannya
dalam menghad api berbagai hambatan dan memotivasi bawa an untuk terus berprestasi dalam pekerjaannya. Sehingga p emimpin seka
g ini harus flaksibel,
bersikap terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan bawahann a, bersedia melakukan
7
komunikasi dan mampu menyuarakan kepentingan dari bawahannya, D'Ambrosio (dalam Nurmayanti, 2004) Gaya kepemim pinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruh perilaku orang lain. Sukses tidaknya karyawan dalam berprestasi kerja dapat dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasanny a, Thoha (dalam Hardini, 200 , dalam Sri Suranta, 2003). Melalui gaya kepemimpinan yang dimiliki seoarang pemim in, ia akan mentransfer beberapa nilai seperti penekanan kelompok, dukungan dari orangorang/karyawan. Toleransi terhadao resiko, kriteria pe gupahan dan sebagainya. Gaya kepemim pinan seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi kondisi kerja, dimana akan berhubu ngan dengan bagaimana karyawan menerim a suatu gaya kepemimpinan, senang atau tidak, suka atau tidak d isatu sisi gaya kepemimpinan tertentu dapat menyebabkan peningkatan kinerja di sisi lain dapat menyebabkan penurunan kinerja. Bass (1998) mengemukakan kepemimpinan merupakan suatu mengarahkan, mempengaruhi dan mengendalikan aktivitas dengan pekerjaan seperti halnya mempengaruhi m otivasi
roses
ang berhubungan ryawan untuk
mencapai tujuan kh usus organisasi. Menurut Rivai (2008 definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam m enentu
tujuan organisasi,
mem otivasi perilaku bawahan untuk mencapai tujuan, mem engaruhi untuk mem perbaiki kelompok dan budayanya.
8
Gaya kepemim pinan adalah suatu pola tingkah laku yang irancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu, Ranupandojo dan Husnan (2002). Gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk mempengaruhi perilaku orang lain sep erti yang ia lihat (Thoha, 2003). Menurut Bass (dalam Artanti 2001 dalam Sri Handajani, 2007), gaya kepemimpinan dibagi menjadi dua yaitu: gaya kepemimpin
transaksional dan
transformasional. Dalam gaya kepemimpinan transaksiona , hubungan pemimpin dan bawahan didasarkan p ada sejumlah pertukaran atau
war-menawar diantara
mereka. Dalam memotivasi bawahannya terutama melalui p rtukaran berbasis imbalan bersayarat dengan fokus utama penetapan sasaran, klarifikasi hubungan antara kinerja dengan imbalan, dan memberikan umpan balik konstruktif agar bahwan selalu melakukan tugas yang telah digariskan. S
angkan gaya
kepemimpinan transaformasional, hubungan pemimpin dan bawahan lebih dari sekedar pertukaran dan selalu berusaha menigkatkan kep ntingan kelompok diatas kepentingan pribadi. Bass
(1990)
mengemukakan
kepemimpinan
transaksional
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan sua
proses pertukaran
yang menyebabkan bawahan mendapat im balan serta memban mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk mem diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih b ai
yang
bawahannya
uhi hasil yang
penjualan atau pelayanan
yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi. Membantu
9
bawahannya dalam mengidentifikasi yang harus dilakukan pemimpin membawa bawahannya kepada kesadaran tentang konsep diri serta
arga diri dari
bawahannya tersebut. Pendekatan transaksional menggunakan konsep mencapai tujuan sebagai kerangka kerja. Seorang pemimpin yang menggunakan gay a kepemimpinan transaksional membantu karyawannya dalam menin gkatkan mencapai hasil yan g diin ginkan dengan dua cara, yang p pem impin mengenali apa yang harus dilakukan bawahan un
otivasi untuk a yaitu seorang mencapai hasil
yang sudah direncanakan setelah itu pemimpin mengklari kasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa percaya diri d am melaksanakan pekerjaan
yang membutuhkan perannya. Yang
kedua
mengklarifikasi bagaiman a pemenuhan kebutuhan dari baw
adalah
pemimpin
an akan tertukar
dengan penetapan p eran un tuk mencapai hasil yang sudah disepakati (Bass, 1985). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan untuk meneliti dan membuktikan “ Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT. XL Axiata Tbk”. Maka penelitian ini berjudul “HUBUNGAN STRES KERJA DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN KINERJA KARYAW AN PT.XL Axiata Tbk” Pembatas an Masalah dan Rumusan Mas alah Pembatas an Masalah
10
Mengingat luasn ya permasalahan dalam penelitian ini, m
a pen elitian ini dibatasi
pada hubungan antara stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan. Adapun pembatasannya y aitu
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang kary awan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tan
g jawab yang
diberikan kepadanya. Stres kerja adalah kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antara individu dan lingkungan kerja ang d apat mengancam dan memberi tekanan secara psiko logis, fisiologis, dan kap individu Gaya kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang melibatkan suatu proses p ertukaran yang menyebabkan bawahan men dapat im alan serta mem bantu bawahannya m engidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk mem enuhi h asil yang diharapkan seperti kualitas pengel
ran yang lebih baik,
pen jualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan , serta mengurangi biaya produksi. Karyawan yang diteliti adalah karyawan HRD devisi information technology (IT) PT XL Axiata Tbk Rumus an Masalah Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek gejala fisik dari variabel Stres kerja dengan variabel Kin erja Karyawan PT. XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek emosional d ari variabel
11
Stress kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek intelektual d ari variabel Stres kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubungan yan g signifikan antara “Aspek Interpersonal dari variabel Stres kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axi
Tbk”?
Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek imbalan kontingen dari variabel Gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek manajemen eksepsi aktif dari variabel Gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek manajemen eksepsi pasif dari variabel Gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk”? Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek laissez faire dari variabel Gaya kepem impinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk”?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji Hubungan antara Stres Kerja dan
Gaya Kepemim pinan Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT. XL Axiata Tbk
Manfaat Penelitian Manfaat praktis
12
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat m mberi masukan bagi semua karyawan khususnya pada karyawan PT. XL Axiata Tbk tentang hubungan Stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksion
dengan kinerja
kary awan Manfaat teoritis Hasil p enelitian ini diharapkan dapat mem beri masukan ang bermanfaat bagi perkemban gan ilmu psikologi industri dan organisasi serta dapat digunakan sebagai pedoman didalam penelitian lebih lanjut terutam a untuk mengkaji variabel-variabel lain yang berhubungan d engan stres kerja dan gaya kepemimpinan tran saksional dengan kinerja .
Sistematika Penulisan Bab I
Pend ahuluan Latar belakang m asalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistem atika penulisan
Bab II
Kajian teori Pengertian kinerja, dimensi/aspek kinerja, faktor-faktor kinerja, pengertian stres kerja, aspek-aspek stres kerja, Stresor dan Jenisjenisnya
dalam
Transaksional,
kerja,
Aspek
Pengertian Gaya
Gaya
Kepemimpinan
Kepemimpinan Transaksional,
kerangka berfikir Bab III
Metode Penelitian Jenis penelitian, variabel penelitian, devinisi konsep al dan
13
oprasional, populasi dan sample, teknik pengambilan data, uji instrument penelitian, hasil uji instrument, metode an isis, prosedur penelitian. Bab IV
Analisa dan persentasi data Berisi uraian mengenai gam baran umum responden penelitian, deskripsi data, uji persyaratan, kategorisasi, serta p ngujian hipotesis, dan hasil uji regres i
Bab V
Kesimp ulan
Kesimp ulan, saran, lam piran-lampiran, dan daftar pustaka. BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab kajian teori ini membahas tentang pengertian kinerja, aspek dari kinerja, factor kinerja, salain itu pengertian stress
rja, aspek-aspek stress kerja,
stressor dan jenis-jenisnya dalam kerja juga dibahas,
an pengertian gaya
kepemimpinan tran saksion al, aspek gaya kepemimpin an transaksional juga di bahas dalam bab kajian teori, termasuk kerangka berfikir dan hipotesis.
2.1
Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja karyawan
merupakan aset penting bagi perusah aan, b anyak hal yan
perlu
diperhatikan terkait dengan peningkatan kinerjanya. Campbell, et.all (dalam
Cascio, 1998, dalam Edy Sutrisn, 2010) menyatakan bahwa kinerja sebagai suatu yang tampak, yaitu individu relevan dengan tujuan orga isasi. Kinerja yang baik
14
merupakan salah satu sasaran organisasi dalam m encapai produktivitas kerja yang tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak terlepas d
kualitas sumver daya
manusia yang baik pula. Kinerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dih ilkan pada sebuah fungsi pekerjaan atau aktivitas selama periode tertentu yang berhub ungan dengan tujuan organisasi, Kane & Kane, Benardin & Rusell, Cascio (dalam Edy Sutrisno, 2010). Kinerja seseorang merupakan gabungan d ari kem ampuan usaha, dan kesempatan , yang dapat diukur dari akibat yang dihasil nnya. Oleh karena itu, kinerja bukan menyangkut karakteristik pribadi yang d i
jukan oleh seseorang
melalui hasil kerja yang telah dan akan dilakukan seseorang. Kinerja dapat pula diartikan sebagai kesuksesan individu dalam melakukan
ekerjaannya. Ukuran
kesuksesan masing-masin g karyawan bergantung pada fung
dari pekerjaannya
yang spesifik dalam bentuk aktivitas selama kurun wakt tertentu. Dengan kata lain, ukuran kesuksesan kin erja tersebut didasarkan pada ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Menurut Malayu S.P Hasibuan (dalam Edy Sutrisno, 2010) yang menyebu t kinerja sebagai prestasi kerja mengungkapkan “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, an kesu ngguhan serta waktu. Sedangkan menurut Robbins (2003: 241) Kinerja adalah sebagai fungsi interaksi an tara kemapuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M), dan
15
kesempatan atau op portunity (O); yaitu kinerja = f (AxMxO) yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemam puan, motivasi dan kesempatan. Dengan kata lain, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motiv i dan kesempatan. Lain lagi dengan McCloy et,all (dalam Khairul Umam, 2010) mengatakan bahwa kinerja juga bisa berati perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan terhadap tercapainya tujuan organisasi (goal-relevant action ). Tujuan-tujuan tersebut bergantung pada wewenang penilai yang menentukan tujuan apa yang harus dicapai oleh karyawan. Oleh karena itu, kinerja bukan merupakan hasil dari tindakan atau perilaku, m elainkan tindakan itu sendiri McCloy menguraikan bahwa agar seseorang melakukan tugas sesuai dengan kin prasyarat yang harus dipenuhi adalah mem iliki pengetah
yang diinginkan, n dan keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan dan membuat pilihan dengan sungguh-sungguh untuk bekerja pada tugas pekerjaannya selama beberapa
ggang waktu tertentu
dengan tingkat usaha tertentu. Schultz & Schultz (dalam Khairul Umam , 2010), mengatakan bahwa karyawan akan mampu memotivasi diri mereka sepenuhnya ka ada tujuan pasti yang ingin diraih. Tujuan tersebut adalah hasil yang a
hendak dicapai. Sejauh
mana kesuksesan karyawan dalam mencapai tu juan tersebut melalui tugas-tugas yang dilakukan dengan kinerja (Suhartini, 1992) Gherington (1994), mengatakan bahwa kinerja menunjukka
pencapaian
target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu.
nerja yang optimal akan
16
terwujud bilamana organisasi dapat memilih karyawan ya g memiliki m otivasi dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaannya serta memili
kondisi yang
mem ungkinkan mereka agar bekerja secara maksimal. Motowid lo & Van Scotter (dalam Khairul Umam, 2010) mengatakan bahwa terd apat du a jenis kinerja dalam pekerjaan, yaitu kinerja tugas (task performance) dan kinerja kontekstual (contextual performance ). Kinerja tugas mengacu pada hasil-hasil yang diperoleh dari tugas sub ntif yang membedakan pekerjaan seseorang dengan pekerjaan orang lainnya, serta meliputi aspek-aspek yang lebih teksn is. Menurut W elbourne et. al. (dalam Rotundo & Sackett 2002), kinerja tugas m erupakan peran pekerjaan yang digambarkan dalam bentuk kualitas dan kuantitas hasil dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kinerja kontekstual memberikan sum bangan pad
keefektifan
organisasi dengan mendukung keadaan organ isasional, social, dan psikologis. Kinerja kontekstual mengacu pada hasil-hasil dari peri aku yang dibutuhkan untuk mendukung struktur social organisasi serta hanya dapat memberikan dukungan pada subbagian organisasi jika aspek-aspek yang bersifat teknis dalam organisasi dapat berfungsi dengan baik. Pada umum nya kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksan akan suatu pekerjaan. Leb ih tegas lagi Prawirosentono (1999), mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
enang dan tanggung
jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
17
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan
suai dengan moral
maupun etika. Menurut Miner (dalam Edy Sutrisno, 2010), kin erja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam men capai tujuan y ang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakan oleh sekelompok orang yang b rperan aktif sebagai pelaku (actors ) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi
ang
bersangkutan (Prawirosentono, 1999). Dengan kata lain ila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organis
juga baik. Kinerja
seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, terhirhindar dari stres yang berlebihan, diberi gaji sesuai dengan perjanjian, dan mempunyai harap an masa depan lebih baik Sedangkan Irianto (dalam Edy Sutrisno, 2010), mengemukakan kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh seseorang dala Keberhasilan o rganisasi tergantung pada
kinerja
para
melakukan tugas. p aku
organisasi
bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia y ng terdapat dalam unit-u nit dalam suatu organisasi tersebut dapat dinilai secara o jketif. Oleh karena itu kinerja m erupakan suatu yang lazim untuk memantau
18
produktivitas kerja sumber daya manusia, baik yang berorientasi pada produksi barang, jasa, maupun pelayanan. Dem ikian pula, perwujudan kinerja yang mem banggakan juga sebagai imbalan instrin sik. Agar dicapai kinerja yang professional,
hal-hal
seperti
kesukarelaan,
pengembangan kerja sama yang saling
pengembangan
diri
pribadi,
menguntu ngkan, serta partisip asi
seutuhnya perlu dikembangkan (Hadipranata, 1996). Dari beberapa pengertian kinerja yang disampaikan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah
merup akan tingkat
kesuksesan yang dicapai oleh seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
2.1.2 As pek Kinerja Aspek kinerja adalah unsur-unsur dalam pekerjaan yang kinerja untuk mengukur kinerja, asp ek-aspek kinerja di
enunjukan
b angkan menjadi
indicator kinerja. In dikator kinerja digunakan untuk m ngembangkan instrumen t evaluasi kinerja yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja seorang pegawai. Pengembangan aspek dan indikator kinerja dilaksanakan analysis atau analisis pekerjaan (Robbins, 1993)
Ability
Performance
elalui job
19
Motivation Opportunity
S ou rce adaptedbfrom M . Blumberg and C .D. P ringel
, ”t he missing o ppourt uni ty in
Organizational Research: some implication for a theory of the work performance' Academy o f M nanagem ent Ri vi ew, oct ober 1 9 82
Gambar 2.1 Dim ensi Kinerja Sumber : Organizational Behavior Leading and Managing in Australia and New Zeland 3 rd Ed (2001)
Ability atau kem ampuan, adalah karakter yang menyebabkan seorang mampu melakukan sesuatu baik secara psikologis maupun fisiologis (Gibson, Ivan cevich
dan
Donnely
2000).
Menurut
Keith
Davis
(dalam
Mangkunegara 2000, dalam Herly, 2010) kem ampuan terdari dari knowledge + skill sehingga ability termasuk pendidikan yang memadai untuk pekerjaan dan terampil
dalam mengerjakan tugas
ehari-hari.
Dengan demikian perlu juga untuk menempatkan karyawan esuai dengan keahlian, Motivation atau motivasi, diartikan suatu sikap (attitu de) pimpinan dan kary awan terhadap situasi kerja (situation ) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan men unjukan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
20
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hu bungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, keb
n pimpinan, pola
kepemimpinan kerja. Opp ortunity atau peluang yaitu merup akan fungsi dari tiadanya rin
gan-
rintangan yang men gendalakan karyawan itu (Rivai, 2005). Mangkunegara (2000) memiliki pendapat yang sama dengan teori konvergensi dari William Stren yang mengatakan bahwa kinerja terkait dengan lingkungan organisasiny a. Lingkungan organisasi yang dimaksud ial h kondisi fisik meliputi bantu an atau fasilitas dari luar seperti kond si tempat kerja, tercukupi peralatan dan perlengkapan kerja, adanya tem n yang mau mem bantu, tercukupinya informasi yang diperlukan, adan a aturan dan prosedur kerja, Kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemapuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M), dan kesempatan atau opportunity (O); yaitu kinerja = f (AxMxO) yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan,
otivasi
dan kesem patan. Dengan kata lain, kin erja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja . Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan y
i mem peroleh
keuntungan. Organ isasi dapat beoperasi karena kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh para karyawan yang ada di dalam organisasi tersebut. Menuru t
21
Prawiro sentoso (dalam Edy Sutrisno, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:
Evektivitas dan efisiensi
Dalam hubunganya dengan kinerja organisasi, maka ukura baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalah ya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi Dikatakan efektif bila men capai tuju an, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapi tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitasdari kelompok (organisasi) bila tujuan kelo pok tersebut dapat dicapai sesu ai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sed ngkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan d am upaya men capai tujuan organisasi.
Otoritas dan tan ggung jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masingmasing karyawan yang ada dalam organisasi men getahui apa yang m enjadi haknya dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mem unyai komitm en dengan organisasiny a dan ditunjang den gan dis plin kerja yang
22
timggi.
Disiplin Secara umum, disiplin menunjukan suatu kondisi atau hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan perusahaan dan ketetapan perusahaan.
Disiplin meliputi ketaatan dan hormat perjanjian yang
ibuat antara
perusahaan dan karyawan. Dengan d emikian, bila peratur n atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering di anggar, m aka kary awan mempun yai disiplin yan g buruk, sebaliknya, bi
karyawan
tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin y ang baik.
Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan den gan tuju an organisasi. Setiap inisiatif seb aliknya mendapat perhatian atau ta ggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik
Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawah
, lebih-lebih
bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumen
iyang jelas dan
23
men dukung , meny ebabkan organisasi akan kehilangan energy atau daya dorong untuk maju. Dengan kata lain, inisiatif karyawa yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirny
akan
mem pengaruhi kinerja.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (dalam Khaerul Um am, 2010 ), fakto r-faktor yang mempengaruhi kinerja individ u yaitu: Kemampuan
Motivasi Dukungan yang diterima
Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
Hub ungan mereka dengan organisasi
David C. Mc Cleland (1997), seperti dikutip Mangkunegara (2001:68) berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja”. Motifasi berprestasi adalah dorongan dalam d ri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar m ampu mencapai kinerja yang baik. Menurut, McClelland mengemukakan enam karakteristik dari seseorang yang mem iliki motifasi yang tinggi yaitu: Memiliki tanggung jawab yang tinggi
Berani mengambil resiko
24
Memiliki tujuan yang realistis
Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang un
merealisasi
tujuan
Memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan
Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan
Selanjutnya menurut Gibson (khaerul Umam, 2010), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu: Faktor
individu:
kemampu an,
keterampilan,
latar
belaka g
keluarga,
pengalaman kerja, tingkat social dan demografi seseorang
Faktor psikologi: p ersepsi, stress kerja, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja
Faktor organisasi: struktur organisasi, desain p ekerja
, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system )
2.2
Stres Kerja
2.2.1 Definis i Stres kerja Stres kerja y ang diu ngkapkan oleh parah ahli di antaranya French, Rogers,
25
& Cobb (dalam Sutarto, 2010) telah mendefinisikan stres kerja sebagai berikut: “a misfit between a person's skill and abilities and demands of the job misfit in term of person's need supplied by the job environment.” Kemudian bersama Van Harrison d an Pinneau (dalam Sutarto, 2010) mereka mengubah definisi itu menjadi “ any characteristic of the job environment wich process a threat to individual.” Lain lagi menurut Stephen P. Robbins (dalam Paiman, 2000) yang mem berikan definisi stres kerja sebagai berikut, stres kerja adalah kondisi dinamis dimana seseorang bertentangan dengan peluang, hambatan atau permintaan yang terkait dengan apa yang di inginkan dan dimana penyelesaian itu diterima karena adanya unsur hal yang penting dan tidak pasti. Adapun pengungkapan berbeda yang dilontarkan oleh Smith (dalam Sutarto, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu: pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Contoh: keadaan tempat yang bising dan ventilas udara yang kurang baik. Hal ini akan mengu rangi motivasi karyawan. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “ workload” juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, faktor tanggung jawab kerja. Dan yang terakhir, tantangan yang muncul dari tugas. Selanjutnya, Caplan et al. (dalam. Beehr & Newman, 1978 dalam, Sutarto, 2010) mengatakan bah wa stres kerja mengacu pada semua kara
stik pekerjaan
26
yang mungkin memberi an caman kepada individu tersebut. Dua jenis stres kerja yang m ungkin mengancam individu yaitu baik berupa tuntutan dimana individu mungkin tidak berusaha mencapai kebutuhannya atau pers
iaan yang tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut. Namun, Beehr & Newman (dalam Sutarto, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam in raksi di antara manu sia dan pekerjaan. Secara umum, stres didefinsikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tubuh seseorang, Nykodym dan Geo rge (dalam Sutarto, 2010), sebaliknya Selye (dalam. Brief et al. 1981, dalam Sutarto, 2010) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu konsep ang terus-menerus bertambah. In i terjadi jika semakin bany
perm intaan, maka
semakin bertambah munculnya potensi stres kerja dan peluang untuk menghadapi ketegangan akan ikut bertambah pula. Seorang individu mungkin mengalami gejala stres kerja ositif seandainya mendapat kesempatan untuk naik jabatan atau menerima reward . Tetapi sebaliknya, jika dia m erasa dihambat oleh beebagai seb
diluar kontrol dalam
mencapai tujuannya, m aka ia akan mengalami gejala stres yang negative Brief et al (dalam Sutarto, 2010). Kemudian, Kahn dan Quin (dalam. Ivanceviech et al. 1982, dalam Sutarto, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang negatif seperti konflik peran, kekab uran peran, dan beban kerja yang belebihan dalam pekerjaan. Sementara itu , Keenan
dan Newton (dalam
Sutarto, 2010) juga
27
berpendapat stres kerja perwujudan dari kekaburan pera, konflik peran, dan beban kerja yang berlebihan. Kondisi ini selanjutnya akan dapt mengganggu prestasi dan kemampuan individu untuk bekerja. Ivanceviech et al (dalam Sutarto, 2010 ) mengatakan bahwa pengalaman individu mengalami stres kerja dapat digam barkan melalui perbedaan antara faktor-faktor stres dari ling
gan eksternal yang
disebabkan faktor internal, yaitu tingkah laku tipe A. Menurut Kavaganh, Hurst, dan Rose (dalam Sutarto, 2010), stres kerja juga merupakan suatu ketidak seimbangan persepsi individu tersebut terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan. Gibson (dalam Ravai dan Mulyadi, 2003) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, y itu stres sebagai stimulus, stres sebagai rerspon, dan stres sebagai stimulus-resp
. Stres sebagai stimulus
merupakan pendakatan yang menitikberatkan pada lingkun an. Definisi stimulus mem andang stres sebagai sesuatu kekuatan yang menekan mem berikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini
ndividu untuk
emandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar seb uah stimulus atau respon, melainkan stres m unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderun
akan hasil interaksi n individu untuk
mem berikan tanggapan. Sementara itu Luthans mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
28
menyesuaikan diri y ang dipengaruhi oleh perb edaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan isik seseorang. Secara lebih khusus, stres kerja terkait dengan kend al dan tuntutan. Yang pertama mencegah anda dari mengerjakan apa yang sangat anda inginkan. Yang kedua mengacu pada hilangnya sesuatu yang sangat diing nkan. Jadi bila anda akan menjalan i tinjauan kinerja tahunan ditempat kerja, anda merasa stres karena anda menghadapi kesempatan, kendala, dan tuntutan. Tin
n kinerja yang baik
dapat mendorong kepromosi, tanggung jawab yan g lebih b sar, dan gaji yang lebih tinggi. Tetapi tinjauan ulang yang buruk dapoat
enghalangi anda dari
mem peroleh p ro mosi itu. Bahkan tinjauan kinerja yang l
biasa b uruk mungkin
akan mengakibatkan anda dipecat. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja kary
n mengalami
beberapa gejala yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlib at, dan kesulitan dalam masalah tid ur. Selain itu ketidak keseimbangan antara
rakteristik kepribadian
karyawan d engan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan d apat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa stres kerja adalah suatu kond isi dari hasil penghayatan subjektif individu yan g dapat berupa interaksi antara individu dan lingkungan kerja yang dapat m engan m dan memberi
29
tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap in dividu.
As pek Stres kerja
Menurut Andrew Goliszek (1992), setiap reaksi yang kita miliki belum tentu merupakan gejala stress. Reaksi setiap orang pas berbeda-beda. Apa yang menjadi tanda stress bagi seseorang mungkin m erupakan ertanda penyakit bagi orang lain. Gejala-gejala stress dapat dibagi menjadi
pat katagori, yakni fisik,
emosi, perilaku dan intelektual. Gejala fisik meliputi sakit kepala, kelopak mata berkedip-kedip tanp a sadar, hidung bergerak-gerak tanp sadar, rasa nyeri dimuka atau rahang, mulut tenggorakan kering, sulit menelan, ariawan dilidah, sakit leher, pusing dan lain sebagainya. Adapun gejala emosi meliputi; mudah tersinggung, suasana hati berubah (mood ), depresi, sikap agresif yang tidak normal dan lain sebagainya. Terakhir adalah gejala intelektu al yang meliputi sulit berkonsentrasi, mudah lupa, daya ingat menurun, dan mutu kerja yang re dah Menurut Braham (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003), gejala stres dapat berupa tandatanda yaitu: 1. Gejala Fisik Berikut ini adalah gejala-gejala fisik yang sering ditemui pada hasil pen elitian mengenai stres pekerjaan : Sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, su lit buang air besar, adanya gangguan p
cernaan, radang
usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan
30
darah tinggi, kehilangan energy 2. Emosional
Gejala-gejala emosional yan g sering ditemukan didalam
s kerja
adalah: marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sen itive, gelisah dan cemas, suasana hati mud ah berubah-ubah, sedih, m ud
men angis
dan depresi, gugup, agresif terh adap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. 3. Intelektual Gejala-gejala intelektual yan g sering ditemukan didala
stres kerja
adalah: mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menur
, sulit untuk
berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Interpersonal Gejala-gejala interpersonal yan g sering ditemukan dida am stres kerja yaitu: acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pad orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, sena g mencari kesalahan oran g lain atau men yerang dengan kata-kata,
enutup diri
secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan b ahwa tres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, pros
berpikir dan kondisi
seseorang di mana ia terpaksa m emberikan tanggapan mel ihi kem apuan penyesuaian dirinya terhadap tuntutan eksternal (lingk
gan), stres yang terlalu
31
besar dapat mengancam kemampuan orang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang b
agai macam stres yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stresor dan Jenis Stres sor Sumber stres (stressors ) adalah suatu kondisi, situasi atau peristiwa yang dapat menyebabkan stres. Dalam hal ini Newstrom dan Davis (dalam Sutarto, 2010) mengatakan “ conditions that tend to cause stres are called stressors ”. Ada berbagai sumber stres yang menyebabkan stres di pe
haan
diantaranya adalah faktor pekerjaan itu sendiri dan di uar pekerjaan itu. Pendapat ini sejalan dengan Tosi (dalam Sutarto, 2010) yang menyebutkan bahwa ada lima macam faktor yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan factor organisasi. Sementara itu, penjelasan lain yang dikemukakan oleh Kaplan (Khaerul Umam, 2010) tentang stresor ialah “ Any Stimuli that makes demands on an organism requiring ada ptation or adjustment”. Sedangkan Sheridan & Radmacher (dalam Khaerul Umam, 2010) men definisikan stresor sebagai segala hal yang memb uat tuntutan terhadap individu. Jadi, stresor dap t disim pulkan sebagai kondisi fisik dan lingkungan atau kejadian-kejadian yang dipersepsikan mengancam, merusak atau m embahayakan yang dapat menimb
ketidak
seimbangan dalam diri seseorang. Banyaknya kemungkinan stimulus yang dapat dikatago rikan sebagai sumber stres membuat munculny a b
erpa pendapat yang
32
berbeda tentang jenis-jenis stresor dan su mber-sumber
ss yang mungkin
diperoleh in dividu. Quick dan Quick (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003) mengkatagorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif
(bersiafat
membangun).
Hal
tersebu t
termasuk
kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasos asikan dengan pertumb uhan,
fleksibilitas,
kemampuan
adaptasi,
d an
ti gkat
performance yang tinggi. Distres , yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, nrgatif, dan destruktif (bersifat m erusak). Hal terseb
termasuk
konsekuensi
penyakit
individu
dan
juga
organisasi
seperti
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism ) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan
atian
Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), m enyatakan bahwa seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika: 1) Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya dak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah
apat juga
men jadi penyebab stress kerja. 2) Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.
33
3) Oleh karenanya diperlukan kerjasama an tara kedua belah pihak untuk men yelesaikan p ersoalan stres tersebut. Luthans (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003) menyebutkan bahwa penyebab stres
(stressor) terdiri atas: Extra organizational stressor , yang terd iri d ari perubahan sosial teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi, kaeadaan keu angan ras, dan keadaan komunitas. Organizational stressor , yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi. Group stressor, yang terdiri dari kurangnya kebersamaaan dalam grou p, kurangnya
dukungan
so cial,
serta
adanya
konflik
intrai d ividu,
interpersonal, dan intergrou p. I ndividual stressor , yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidak jel san peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadi
tipe A, control
personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua yaitu: Group stressor, adalah penyebab stres yan gberasal dari situasi maup keadaan didalam perusahaan, misalnya kuranganya kerja
a antara
karyawan, koflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun
34
kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan I ndividual stressor adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, ko ntrol personal dan tingkat kepasrahan
seseorang,
persepsi
terhadap
diri
sendiri,
tingkat
ketabahan
dalam
menghadapi konflik peran serta ketidak jelasan peran. Tosi et al. (dalam Sutarto, 2010) yang mengatakan bahwa ada lima faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi atau perusahaan yaitu: Faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seseoran dimana peneliti-peneliti menunjukan
individu, yaitu
bahwa orang yang
pekerjaan rutin mengalami tingkat keengganan, kebosana
ekerja pada (Kornhauser,
1995) dan bekerja dengan kecepatan gerakan m empunyai h bungan signifikan dengan ketegangan, kecem asan, kemarahan dan tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut (Hurrel, 1995). Tekanan-tekanan psikologis yang tinggi menyebabkan tugas-tugas menjadi beresiko tinggi dalam melakukan pengendalian terhadap keputusan. Hal ini disebabkan in ividu memberi respon terhadap tekanan psikologis tersebut dengan satu cara yang dikehend aki oleh orang lain bukan seperti cara yang dikehendakinya.
Stres p eran, dalam satu kesempatan, Kh an (1964) telah
elakukan penelitian
tentang konflik peran dan ketidak jelasan peran dalam
tu organisasi.
Tujuan nya penelitian ini adalah untuk m engetahui hubun an tingkat
35
ketegangan peran dan penyesuaian diri.
Pelu ang partisipasi, ada beberapa manajer dilaporkan b
wa apabila tingkat
partisipasi mereka dalam mengamb il keputusan dirasakan lebih banyak akan mengalami stres yang lebih rendah. Sebaliknya, ti gkat kecemasan terhadap tugas dan ancaman terhadap tugas dirasakan rendah oleh m anajer yang partisipan ya terhadap tugasnya rendah (Tosi, 1971).
Tanggung jawab, dengan tanggung jawab yang lain m ungki
dapat
mem pengaruhi stres yang sedang bekerja (Cooper dan Marshall, 1976). Sebagai seorang manajer keefektifannya tergantung pada siapa yang bekerja untukn ya, seandainya manajer mempunyai alasan
ahwa dirinya
tidak mempunyai kepercayaan terhadap mereka, atau kemampuannya kurang dapat mengendalikan m ereka, maka manajer akan m
galami stres
karena dirinya tidak dapat mengendalikan situasi tersebut.
Faktor-faktor organisasi, men urut (Argyris, 1964; presthus, 1978) berpendapat bahwa organisasi itu sendiri dapat menyebabkan stres.
to hnya, banyak
yang percaya bahwa birokrasi (atau mekanis) merupakan entuk organisasi yang mengarah d an tidak memaksimalkan poten si individu sedangkan struktur organisasi leb ih memungkinkan untuk mewujudka
potensi dan
produktivitas individu. Dalam setiap organisasi harus dapat memahami adanya be agai gejala yang dapat menyebabkan timbulnya stres kerja. Stres kerja timbul karena adanya
36
hubungan interaksi dan komunikasi antara individu dan ingkungannya. Selain itu, stres muncul karena adanya jawaban individu yang berewujud emosi, fisiologis dan pikiran terhadap kon disi, situasi atau peristiwa y
g meminta tuntutan
terhadap diri individ u dalam pekerjaannya. Berbagai gejala stres dapat dilihat dari adanya berbagai perubahan dalam fisiologis, psikologis ataupun sikap tertentu yang sem
itu dapat menjadi faktor
penyebab timbulya stres. Faktor-faktor yang dapat menjadi sumber stres adalah fakto r yang berhubungan dengan pekerjaan dan di luar p kerjaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan adalah faktor yang b
naan dengan
pekerjaan karyawan , stres peran yang berhubungan denga ketidak jelasan peran, konflik peran, dan beban peran, kesempatan partisipasi tanggung jawab, dan fakto r o rganisasi. Faktor-faktor diluar pekerjaan seperti perubahan stru ktur kehidupan, duku ngan sosial, locus of control internal dan eksternal, kepribadian tipe A atau tipe B, harga diri, fleksibelitas/kaku, kemampuan Tosi,(dalam Sutarto, 2010).
2.3
Gaya Kepemimpinan Transaksional
2.3.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transaks ional Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasion
dan transaksional
ini d ikembangkan oleh James MacFregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpi an transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Jadi,
37
kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan
ertukaran yang
bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam kontes orga isasional oleh Bernard Bass. Bass
(1990)
mengemukakan
kepemimpinan
transaksional
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan sua
proses pertukaran
yang menyebabkan bawahan mendapat im balan serta memban mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk mem diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih b ai
yang
bawahannya
uhi hasil yang
penjualan atau pelayanan
yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi. Membantu bawahannya dalam mengidentifikasi yang harus dilakukan pemimpin membawa bawahannya kepada kesadaran tentang konsep diri serta
arga diri dari
bawahannya tersebut. Pendekatan transaksional menggunakan konsep mencapai tujuan sebagai kerangka kerja. Gaya kepemimpinan transaksional juga dijelaskan oleh Thomas (2003) sebagai suatu gaya kepemimpinan yang mendapatkan m otivasi para bawahannya dengan menyerukan ketertarikan mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan terfokus pada hasil d ari tugas dan hubungan dari pekerja yang baik dalam pertukaran untuk penghargaan yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin untuk men yesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan pengikut.
38
Kepemimpinan
transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya
kepemimpinan yan g memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengen
klasifikasi sasaran,
standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan Hubungan antara pemimp in transaksional dangan bawah an terjadi jika: 1. Mengetahui apa yang diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh apa yang diiginkan apabil
kinerja
mereka memenuhi harapan. 2. Memberikan / menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji mem peroleh imbalan. 3. Responsif terhadap kepentin gan pribadi bawahan sela n kepentingan pribadi itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah
ilakukan oleh
bawahan. Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemu kakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal akni:
1. Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang
akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan
harapan.
2. Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan. 3. p emimpin respo nsif terhadap kepentingan pribadi kary awan selama
39
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan
ang telah
dilakukan karyawan. Model
gaya
kepemimpinan
transaksional,
dalam
model
kep mimpinan
transaksional, hubungan antara pemimpin dan bawahan da at digam barkan
sebagai berikut (Bass, 1985): Pemimpin mengenali apa yang dicapai bawahan dari pekerjaan dan men coba untuk melihat bahwa bawahannya dapat mencapai
a yang
diinginkan bila kinerja bawahannya tersebut menjam innya
Pemimpin mem berikan imbalan dan janji untuk usaha yang dilakukan oleh bawahan
Pemimpin akan responsif terhadap m inat-minat pribadi b
hannya b ila
mereka menyelesaikan pekerjaannya.
Dua faktor diidentifikasikan oleh Bass sebagai ciri pe laku kepemimpinan transaksional yang berbeda dalam tingkat aktivitas yan dilakukan oleh pemimpin dan sifat interaksinya dengan bawahan, yaitu imbalan k
tingen dan manajemen
pengecualian. Imbalan kontingen dipandang sebagai pertukaran aktif dan pasif antara pem impin dan bawahan dimana bawahan diberi imbalan bil berhasil mencapai sasaran yang telah disetujui. Imbalan dapat berupa pen
an dari p emimpin akan
pekerjaan yang telah dilaksanakan, bonus atau peningkatan dalam pemberian jasa. Para pemim pin dapat juga melakukan transaksi dengan pa
bawahan dengan
40
mem fokuskan pada kesalahan-kesalahan, menunda kep utusa
atau menghindari
campur tangan sampai terjadi suatu kesalahan. Transaks ini disebut dengan manajemen pengecualian. Berdasarkan
pendapat
para
ahli
dapat
ditarik
kesimpulan
bawa
kepemimpinan transaksional adalah
kepemimpinan yang melibatkan atau
menekankan
memotivasi
pada
imbalan
untuk
bawahan,
kepemimpinan transaksional ini memiliki karakteristik
arti ya
gaya
erilaku memotivasi
bawahan dengan cara mem beri penghargaan yang sesuai (contingen reward ) dan manajemen seperlunya (mana gement by exception ).
2.3.2 Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transaks ional Aspek-aspek pembentuk gaya kepemimpinan transaksion al menunjuk pada hal-hal yang dilakukan pemimpin dalam penerapannya. Menurut Burns (dalam Robbins, 2003), suatu gaya kepemimpinan memiliki faktor-faktor yang menunjukkan gaya seorang pemimpin dalam memotivasi bawahannya. Upaya mem otivasi bawahan agar menjadi efektif dilakukan deng
mempengaruhi
bawahan agar bertindak sesuai dengan waktu dan saling
eratif untuk
mencapai tujuan. Gaya kepemimpin an transaksional menurut Bass et.al (dalam Munandar, 2001) diben tuk oleh ciri-ciri yang berupa imbalan kontingen (contingent reward ), manajemen eksepsi aktif (active management by exception ), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exceptio n ). Ciri-ciri tersebut dapat
41
diuraikan sebagai berikut : a. Im balan Kontingen (Contingent Reward ) Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan, dan yan g m enguntungkan perusahaan, maka kepada mereka dija jikan imbalan yang setimpal, Bawahan akan menerima imbalan pem impin
sesuai
dengan
kemampuannya
dalam
d ri
mencapai
keberhasilannya sesuai dengan target-target yang telah ditentukan. Misalnya jika bawahan berp restasi tinggi akan men dapatkan imbalan
(reward ) yang memuaskan d irinya dan mengakui pencapaian atau keberhasilan yang dibuatnya. Transaksinya ialah; “jika anda bekerja baik akan beri imbalan yang baik” b. Man ajemen eksepsi aktif (active mana gement by exception ). Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pen gawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yan g dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara
langsung.
Hal
ni
bertujuan
untuk
mengantisipasi
dan
mem inimalkan tingkat kesalahan yang timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin transaksional tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja bawahan meskipun p roses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud agar bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang telah ditetapkan. Transaksinya ialah; “silahkan melaksanakan tugas pekerjaan anda, saya
42
akan awasi secara ketat, sehingga jika saya melihat akan timbul kesalahan, atau jika begitu timbul kesalah, akan saya b antu anda” c. Manajemen eksepsi pasif (passive managemen t by exception ) Seorang manajer baru bertindak setelah terjadi
kegagalan bawahan
untuk mencapai tujuan, atau setelah benar-benar timbul masalah yang serius. Namun apabila manajer berpandangan bahwa ia belum akan bertind ak jika belum timbul masalahnya atau jika belum ada kegagalan. Bawahan m endapat kesempatan untuk berupaya memperbaiki kerjanya, mengatasi masalahnya, mengkoreksi kesalahannya. Transaksinya ialah; “silahkan melaksanakan tugas pekerjaan anda. Jika timb jika
anda
bertindak
salah,
usah akan
men gatasi
masalah, atau masalah
u
mem perbaiki kesalahan anda sendiri. Saya baru akan ban
anda, jika
saya lihat anda tidak mampu mengatasi masalahnya atau
emperbaiki
kesalahan yang anda buat” Laissez-Faire Manajer memb iarkan bawahannya melakukan tugas p ekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu untuk kerja seluruhn a merupakan tanggung jawab bawahanny a. Seperti melepas tanggung jawab dan menghindari pembuatan keputusan. Transaksinya ialah; “silahkan anda melakukan
tugas
pekrjaan
anda
secara
mandiri, anda
melakukannya dan harus bertanggung jawab sendiri atas hasil kerja anda”.
mam u
43
ciri-ciri p embentuk gaya kepemimpinan transaksional tersebut digunakan pem impin untuk mem otivasi dan mengarahkan bawahan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan yang berhasil dalam meyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan memperoleh mb alan yang sesuai. Sebaliknya bawahan yang gagal dalam menyelesaikan tuga
ya dengan baik akan
mem peroleh sanksi agar dapat bekerja lebih baik dan meningkatkan mutu kerjanya. Efektif atau tidaknya kepemimpin an atasan tergantu ng p da derajat ketepatan pengenalan bawahan oleh atasan. Bila tepat k efektif. Alat pengukuran kepemimpinan yang disusun ole
emimpinannya akan Bass dan Alvolio
mengukur baik ciri-ciri dari kepemim pinan trasaksional maupun kepemim pinan transformasional.
Kerangka Berfikir
karyawan
merupakan aset penting bagi perusah aan, b anyak hal yan
perlu
diperhatikan terkait dengan peningkatan kinerjanya. Peningkatan kinerja organisasi yang seoptimal mungkin tidak terlepas dari kinerja karyawan, sebagai salah satu fakto r y ang menentukan kinerja organisasi atau perusah an.
Perusahaan sebagai organisasi, tentunya terdiri dari b berapa komponen, dan karyawan termasuk salah satu komponennya yang penting. Karena karyawan / sumber daya manu sialah yang bisa berpro duktivitas dan
emiliki kinerja yang
tinggi. Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, suatu ketetapan mutlak
44
bahwa peru sahaan harus men gupayakan karyawannya menjad pro duktif dan hal tersebut dapat tercermin dari kinerja karyawan yang di
ju kan.
Dalam hal ini tidaklah mudah meningkatkan kinerja kary
an untuk
mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan ataupun organ isasi. Banyak sekali hal-hal yang dapat menghambat dan m emberikan ha positif terhadap kinerja karyawan, diantaran ya yang dapat menghamabat a alah stres kerja.
Beehr & Newman (dalam Sutarto, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi di antara manusia dan pekerjaan. Secara umum, stres didefinsikan sebagai ran sangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tub
seseorang, Nykodym
dan George (dalam Sutarto, 2010 ), sebaliknya Selye (dalam. Brief et al. 1981, dalam Sutarto, 2010) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu konsep ang terus-menerus bertambah. In i terjadi jika semakin bany
perm intaan, maka
semakin bertambah munculnya potensi stres kerja dan peluang untuk menghadapi ketegangan akan ikut bertambah pula yang pada akhirnya men
ibatkan kinerja
karyawan itu menurun Stres juga d apat membantu bisa juga b erbahaya bagi hasil kerja, hal ini tergantung pada tingkatann ya. Apabila tidak ada stres, maka tidak ada tantangan kerja dan kinerja karyawan cenderung rendah. Sebagaim ana stres meningkat, hasil kerjapun
cen derung meningkat
karena
stres
akan
membantu
meningkatkan sumber dayanya guna memenuh i persyaratan yang konstruktif adalah stres yang mempunyai simulasi
karyawan
ekerjaannya. Stres sehatan yang
45
mem bedakan karyawan dapat m erespon tantangan tersebut
ahkan stres juga
dapat mencapai hubungan dengan hasil kerja karyawan yang tinggi menuru t kemampuan kerjanya setiap hari. Dalam hal ini gejala-gejala yang terdapat dalam stres
enurut Menurut
Braham (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003), gejala stres dapat berupa tanda-tan da yaitu: (1) Gejala fisik yang didalamnya terdapat hal-hal mengenai stres pekerjaan : Sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan p encernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, p
ggung terasa sakit, urat-
urat pada bahu dan leh er terasa tegang, keringat berle ihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi, keh ilangan energy. (2). EmosionalGejala-gejala emosional yang sering ditemukan didalam stres kerja adalah: mara -m arah, mudah tersinggung dan terlalu sensitive, gelisah dan cem as, uasana hati mudah berubahubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresi terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan m
tal. (3). Intelektual,
Gejala-gejala intelektual yang sering ditemukan didalam stres kerja adalah: mudah lupa, kacau p ikiranny a, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikira
saja. (4) Interpersonal,
Gejala-gejala interpersonal yang sering ditemukan d idalam stres kerja yaitu: acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berleb han, dan m udah menyalahkan orang lain.
46
Penjalasan d iatas merupakan hal yang menghambat kinerja karyawan yaitu stres kerja dengan gejala-gejala yang dialam i oleh karyawan bila mendapatkan stres yang berlebihan. Selanjutnya hal yang mendukung
positif dalam
meningkatkan kinerja atau yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu gaya kepemimpinan transaksional Selain itu, gay a kepemim pinan transaksional dapat juga mempengaruhi kinerja karyawan, karena gaya kepemimpinan transaksional ini menekankan pada transaksi atau imbalan yang terjadi pada bawahan. Yang mengakibatkan harus adanya target dalam pekerjaan yang diberikan atasan, apabila tidak sesuai target maka karyawan tidak akan mendapatkan im balan d an akh irnya kinerja karyawan akan menurun akibat tidak adanya imbalan dari hasil yang didapat, karena tidak sesuai dengan target. Adapun yang terdapat di dalam gaya kepemimpinan transa
ional itu
adalah: 1) Imb alan kontingen (Contingent reward ) dimana imbalan kontingen ini menjelaskan bahwa jika bawahan melakukan p ekerjaan untuk kepentingan perusahaan, dan yang menguntungkan perusah aan, maka kepada mereka dijanjikan imbalan yang setim pal dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan, 2) Manajemen
eksepsi akitf (active management by exeception )
dimana manajemen eksepsi aktif ini menjelaskan tentang tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pengawasan secara direktif terhad ap bawahannya. Pengawasan direktif yang di maksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara langsung, 3) Manajemen eksepsi pasif (passive management by
47
exception ) dimana seorang manajer atau
atasan baru akan bertin ak setelah
terjadi kegagalan atau benar-benar timbul masalah yang serius. Dengan demikian bawahan m endapat kesempatan berupaya memperbaiki pekerjaannya, 4) laissez faire dimana manajer atau atasan membiarkan bawahannya melak
tugas
pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu untuk kerja seluruhnya merupakan tanggung jawab bawahannya.
Gejala fisik Stres kerja
Emosional
Intelektual Interpersonal Kinerja karyawan Imbalan kontingen Gaya kepemimpinan Transaksional
Manajemen eksepsi akitf
Manajemen eksepsi pasif Laissez faire
2.5 HIPOTESIS
H1 . 1: ada hubungan yang signifikan antara aspek gejala fisik dari variabel
48
stres kerja dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk
H1.2 : ada hubu ngan yang signifikan antara aspek emosional d ri variabel stres kerja dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk
H1.3 : ada hubu ngan yang signifikan antara aspek intelektual ari variabel stres kerja dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk
H1 . 4: ada hubungan yang signfikan antara aspek interpersona dari variabel stres kerja dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk
H1 . 5: ada hu bungan yang signifikan antara aspek imbalan kon ngen dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk
H1 . 6: ada hubungan yang signifikan antara aspek manajemen eksepsi aktif dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan
n erja karyawan
PT XL Axiata Tbk
H1 . 7: ada hubungan yang signifikan antara aspek manajemen e epsi pasif dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan
n erja karyawan
PT XL Axiata Tbk
H1 . 8: ada hubungan yang signifikan antara aspek laissez faire dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawa PT XL Axiata Tbk
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan definisi
erasional, populasi dan
sampel, sampel dan teknik p engambilan sampel, instrumen pengu mpulan data, teknik analisis data, prosedur penelitian
3.1
Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan Pend ekatan yang d igunakan dalam penelitian ini adalah
endekatan kuantitatif
yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif d il
an pada
50
penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpu lan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hip otesis nihil. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian in i adal h metode deskriptif. Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) m etode d krip tif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang men yangkut keadaan pada waktu yang sed
g berjalan dari
poko k suatu penelitian. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini menuru t Travers (dalam Sevilla, 1993) adalah untuk menggambark
sifat suatu keadaan
yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebabsebab dari suatu gejala tertentu. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian regresi ganda. Penelitian regresi ganda bertujuan u ntuk mendaptkan pengaruh dua ariabel kriterium atau untuk mencari hub ungan fungsional dua variabel prediktor atau lebih dengan variabel kriteriumny a. Melalui penelitian ini kita dapat memastikan berapa b ar sumbangsih masing-masing aspek dari variabel-variabel tersebut.
3.2
Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikas i Variabel Menurut Kerlinger (2006), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita melekatkan bilangan atau nilai yaitu variabel bebas (independent variabel) dan terikat (dependent variabel), dalam penelitian ini variabel-
51
variabelnya adalah Variabel Independent 1 (X1): stres kerja variabel Independent 2 (X2): gaya kepemimpinan transaksional variabel Dependent (Y): kin erja karyawan
3.2.2 Definis i K onseptual Kinerja adalah merupakan tingkat kesuksesan yang dicap i oleh seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab nya. Stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa in teraksi antara individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap individu. Kepemimpinan transaksional adalah kep emimpinan yang me ibatkan atau menekankan
pada
imbalan
untuk
memotivasi
bawahan,
kepemimpinan transaksional ini memiliki karakteristik
arti ya
gaya
erilaku memotivasi
bawahan dengan cara mem beri penghargaan yang sesuai (contingen reward ) dan manajemen seperlunya (mana gement by exception ).
3.2.3
Definis i Oprasional Variabel Definisi operasional variabel kinerja adalah skor yang diperoleh dari
karyawan PT XL Axiata Tbk, yang diukur dengan skala kinerja dengan aspekaspek sebagai berikut: Kemampuan (ability ), Motivasi (motivation ), Peluang
(opportunity ) Definisi operasional variabel stres kerja adalah skor
ang diperoleh dari
52
karyawan PT XL Axiata Tbk, yang diukur dengan skala stres kerja dengan aspekaspek sebagai berikut: Gejala Fisik, Emosional, Intelektual, Interpersonal Definisi operasional variabel gaya kepemimpinan transa
ional adalah skor
yang diperoleh dari karyawan PT XL Axiata Tbk, yang diukur dengan skala gaya kepemimpinan transaksional dengan aspek-aspek sebagai
erikut: Imbalan
Kontingen, Manajemen Eksepsi Aktif, Manajemen Eksepsi Pasif, Laissez Faire
3.3 Populas i dan Sampel 3.3.1 Populasi Kerlinger
(dalam
Sevilla,
1993)
mendefinisikan
populasi
sebagai
“keseluruhan an ggota, kejadian atau objek-objek yang t lah ditetapkan dengan baik”. Sedangkan Gay (dalam Sevilla dkk, 1993) mendefin isikan populasi sebagai kelompok d i mana peneliti akan m enggeneralisasikan hasil penelitiannya Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan PT. XL Axiata Tbk devisi I nformation Technology (IT) berjumlah 70 karyawan
3.3.2 Sampel Sampel adalah
sebagian
anggota
p opulasi y ang
diambil d ngan
menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Teknik sampling bergun a agar: 1) mereduksi anggota
populasi
menjadi
anggota
sampel
yang
(representatif), sehingga ksesimpulan terh adap populas
mewakili
opulasinya
dapat dipertanggung
53
jawabkan, 2) lebih tetliti menghitung yang sedikit dari pada yang banyak, 3) menghemat waktu, ten aga, biaya, dan lain sebagainya. Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minim
yang
ditawarkan oleh Gay, bahwa untuk penelitian korelasi d ambil 30 subjek atau lebih (Sevilla, 1993). Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) ukuran sampel dalam enelitian deskriptif korelasional adalah 30 subjek. Peneliti men
mbil sampel sebanyak 50
subjek karena untuk menganalisa data penetapan sampel
ang lebih besar
mengurangi bias yang timbul dibandingkan dengan menggu akan sampel dalam jumlah sedikit.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan ad ah teknik simple random sampling , yaitu semua anggota atau subjek penelitian memiliki kesempatan y ang sama untuk dipilih sebagai sampel. Caranya ialah dengan menggunakan undian, ord inal, table bilangan ran dom, atau computer. Keuntungan dari teknik simple random sampling ini adalah anggota sampel mudah dan cepat diperoleh, d an kelemahannya adalah kadang-kadang tidak mendapatkan data yang lengkap dari pop ulasinya. Peneliti menggunakan und ian dalam teknik pengambilan sample Sample yang diamb il dalam penelitian ini menggun akan m dan dengan jumlah sample adalah 50 Karyawan PT XL Axiata Tbk.
3.4
Teknik pengumpulan data dan Penelitian
e deskriptif
54
3.4.1 Ins trumen Pengumpulan Data Instrumen pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesion er dalam bentuk skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: Bagian pertama berisi skala stres kerja yang diambil berd asarkan aspek-aspek stres kerja (Abraham, 2001) yaitu: gejala fisik, emosional, intelektual, interpersonal Bagian kedua berisi skala gaya kepemimpinan transaksion al yang diambil berdasarkan aspek-aspek gaya kepem impinan transaksio nal (B. M. Bass, 2003) yaitu Imbalan Kontingen (contingent reward ), manajemen eksepsi aktif (active management by exception ), Manajemen eksepsi pasif (p assive management by exception ), laissez-faire Bagian ketiga berisi skala kinerja yang diambil berdasarkan aspek-aspek kinerja (Rob bins, 1993) yaitu: kemampuan (ability ), motivasi (motivation ), peluang
(opportunity ) Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang digunakan peneliti adalah skala likert. Peneliti menggunakan skala likert yang b rupa pernyataan pendapat disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju . Biasan ya resp onden memberi tanda pada skala 1 sam pai 4 sebagai alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk alternatif jawaban ragu-ragu atau netral (R) tidak digunakan agar mengurangi pengaruh “kecenderungan sentral” dan mendorong responden untuk m emutuskan sendiri apakah positif atau negatif (dalam Sevilla, 1993)
55
Untuk masing-masing skor pada alternatif jawaban yang telah disediakan adalah: Tabel 3.1 Skor pernyataan Sangat Sesuai S esuai
Tidak Sesuai
Sangat Tidak
(SS)
(S)
(TS)
S esuai (STS)
FAVOREBEL
4
3
2
1
UNFAVOREBEL
1
2
3
4
pernyataan
Tabel 3.2 Blue print Stres kerja
56
NO 1
Aspek
Indikator
fav
unfav
jumlah
Gejala Fisik
- Sulit tidur atau Tabel 3.3
1,3,5,6
2,4,7,8
14
tidur tak teratur 9,11,12 10,13,14 Blue Print Gaya Kepemimpinan Transaks ional no 1
Aspek
- Sakit kepala Indikator
fav
unfav
jumlah
Imbalan
-keringat berlebihan -janji penghargaan
1, 2, 3
4, 5,6
10
Kontingen
-tekanan darah untuk
7, 8
9,10
tinggi prestasi kerja yang -berubah selera baik makan -pengakuan 2
Emosional
- marah-marah keberhasilan
15,
17, 16, 18, 20,
2
Manajemen
-mudah tersinggung -mengkoreksi dan
19 11, 12,
eksepsi
- gelisah dan cemas mengevaluasi
21, 23, 15, 16, 17, 18
aktif
-suasana hati mudah 24 langsung kinerja
12
22, 25, 26 13, 14, 8
berubah bawahan - gugup -pengawasan direktif 3
Intelektual
- mudah lupa
27,
-sulit berkon sentrasi
31
29, 28, 30, 32
6
- su ka melamun 4
Interpersonal
-acuh dan
33, 35
34,36
4
mendiamkan orang lain -menutup diri 18
18
36
57
3
Manajemen
-bawahan
19, 20,
21, 22,
eksepsi
mem punyai
23, 25
24, 26
pasif
Kesempatan
27, 29,
28, 30
4
15
15
30
8
mem perbaiki kesalahan -membiarkan bawahan mengatasi masalah pekerjaannya sendiri -membiarkan bawahan mengkoreksi kesalahannya sendiri 4
Laissez Faire
-melepaskan tanggung jawab
-menghindari pem buatan Keputusan
Tabel 3.4 Blue print Kinerja
58
NO 1.
Aspek
Indikator
fav
unfav
Jumlah
Kemampuan
-wawasan y ang
1, 2, 5,6
3, 4, 7,8
10
(ability)
sesuai jabatan
9,
10
-teramp il dalam mengerkjakan tugas -ditemp atkan sesuai den gan keahlian 2.
3.
Motivasi
-kebijakan pimpinan
11, 13,
12, 15,16
(motivation )
-hubungan kerja
14
19,20
-fasilitas kerja
17,18
Pelu ang
-peraturan organisasi
21,22
23,24
(opportunity )
-perlengkapan kerja
25,26,2
28,29,30
mem adai
7
34,35,36
10
16
-kondisi tempat kerja 31,32, 33 18
3.5
18
36
Uji Instrumen Penelitian yang Digunakan Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu d lakukan uji validitas
dan reliabilitas alat ukur penelitian (try out) pada 50 karyawan PT XL Axiata.
59
3.5.1 Uji validitas Menurut Sevilla (1993) validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Analisa data-data yang digunakan adalah analisa statistika sebagai cara untu k mengetahui hubungan antara variabel independent 1 atau X1 yaitu Stres Kerja d an variabel independent 2 atau X2 yaitu Gaya kepemimpinan transaksional, variabel terikat atau variabel Y yaitu Kinerja yang menggunakan SPSS 11.5
3.5.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian a
akurasi yang di
tunjukkan oleh instrumen pengukuran (dalam Sevilla,199 ). Untuk mengetahui sejauh mana reliabilitas dari skala yang telah dibuat, maka penulis menggunakan teknik Alph a Cronbach. Adapun dalam penghitungannya menggunakan program SPSS 11.5
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Kriteria
Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel
>0,9
Reliabel
0,7-0,9
Cukup Reliabel
0,4-0,7
Kurang Reliabel
0,2-0,4
Tidak Reliabel
<0,2
60
3.5.3 Has il uji coba alat ukur Sebelu m penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji coba alat ukur dengan jum lah total keseluruhan item sebanyak 102 item dari tiga skala yaitu skala stres kerja yang berjumlah 36 item, skala gaya kepemimpinan transaksional yang berjumlah 30 item dan skala kinerja yang berjumlah 36 item. Uji instrumen diberikan pada 50 karyawan PT XL Axiata Tbk
Hasil uji validitas alat ukur Uji validitas alat ukur dilakukan pada tiga jenis skala yang digunakan dalam penelitian, yaitu uji validitas skala stres kerja, uji validitas skala gaya kepemimpinan transaksional dan uji validitas skala kinerja. Pada skala stres kerja, dari 36 item yan g di uji cobakan, terdapat 30 item yang valid dan sisanya 6 item yang tidak valid. Dengan koefisien reliabilitas 0.8801 dan taraf signifikansi 0,3. Dengan demkian nom er item mana saja yang valid dan tid
valid dapat dilihat
pada tabel 3.6 blue print stress kerja setelah try out, yang perhitungannya menggunakan SPSS 11.5
Tabel 3.6 Blue print Stres kerja s etelah try out
61
NO Aspek Indikator Keterangan : *item yang valid 1
Gejala Fisik
- Sulit tid ur atau
fav
unfav
jumlah
1*,3*,5*,6*
2*,4*,7,8*
14
tidur tak teratur 9*,11*,12* 10* ,13*,14* pada skala gaya kepemimpinan transaksional di dapat 26 item yang valid - Sakit kepala dengan koefisien reliabilitas 0.8465 dan taraf sign ifikansi 0,3 dari total 30 item - keringat yang diberikan. Dengan demkian nomer item mana saja yang valid dan tidak valid berlebihan dapat dilihat pada tabel 3.7 blue print gaya kepemimpinan transaksional setelah try - tekanan darah out, yang perhitungannya menggunakan SPSS 11.5
tinggi Tabel 3.7 - berubah selera trans aksional setelah try out Blue Print gaya kepemimpinan no 2 1
Aspek
makan Indikator
fav
unfav
jumlah
Emosional Imbalan
- marah-marah -janji penghargaan 15*, 17*, 1*, 2*, 16, 4*,18*, 20, 10 12
Kontingen
- mudah untuk
19*, 21*, 3*
tersinggung 23*, 24* prestasi kerja yang 7*, 8*
22*, 25*, 5*,6* 26* 9,10*
- gelisah baik dan cemas -pengakuan - suasana hati keberhasilan 2
3
Manajemen
mudah -mengkoreksi dan
11*,
13, 14*,
eksepsi
berubah men gevaluasi
12*,
17*, 18
aktif
- gugup langsung kinerja
Intelektual
- mudah lupa bawahan
8
15*, 27, 29*, 16*,31
-sulit -pengawasan direktif
28*, 30*,
6
32*
berkonsentrasi - suka melamun 4
Interpersonal
-acuh dan mendiamkan orang lain -menutup diri
33*, 35*
34*,36
4
62
3
Manajemen
-bawahan
19*,
21*,
eksepsi
mem punyai
20*,
22*,
Pasif
Kesempatan
23*,
24*, 26*
mem perbaiki
25*
8
kesalahan -membiarkan bawahan mengatasi masalah pekerjaannya sendiri -membiarkan bawahan men gkoreksi kesalahannya sendiri 4
Laissez Faire
-melepaskan
27*, 29,
28*, 30*
4
15
15
30
tanggung jawab
-menghindari pem buatan Keputusan
Keterangan : *item yang valid
Sedangkan pad a skala kinerja di dapat 29 item yang valid dengan koefisien
63
reliabilitas 0.8763 dan taraf signifikansi 0,3 dari total 30 item yang diberikan. Dengan demkian nom er item mana saja yang valid dan tid
valid dapat dilihat
pada tabel 3.8 blue p rint kinerja setelah try out, yan
perhitungannya
menggunakan SPSS 11.5
Tabel 3.8 Blue print Kinerja NO 1.
Aspek
Indikator
Kemampuan
(ability)
fav
unfav
Jumlah
-wawasan yang sesuai 1*, 2*,
3, 4*,
10
jabatan
5*,6*
7*,8*
-terampil dalam
9*,
10*
mengerkjakan tugas -ditempatkan sesuai dengan keah lian 2.
Motivasi
-kebijakan pimpinan
11*,
12*,
(motivation )
-hubungan kerja
13* , 14*
15*,16*
-fasilitas kerja
17* ,18*
19,20*
10
64
3.
Pelu ang
-peraturan organisasi
21* ,22*
23*,24*
(opportunity )
-perlengkapan kerja
25* ,26*,
28,29,
mem adai
27*
30*
-kondisi tempat kerja
31*,32*,
34*,35,
33
36
18
18
Keterangan : *item yang valid
16
36
65
Uji Reliabilitas alat ukur Uji reliabilitas dalam perhitungannya menggunakan program SPSS versi 11.5 Pengujian instrument dilakukan pada item-item yang val d dari setiap skala penelitian, skala stres kerja berjumlah 30 item, skala gaya kepemimpinan transaksional berjumlah 26 item dan skala kinerja 29 item. Dari hasil hitungan uji reliabilitas terhadap instrument penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.8 Koefis ien Reliabilitas Ins trumen Penelitian Alat Ukur Koefis ien Alpha Cronbach Keterangan
Stres kerja 0.880
Reliabel
Gaya kepem impinan transaksional 0.846
Reliabel
Kinerja 0, 876
Reliabel
66
Teknik Analis is Data Dalam penelitian regresi berganda, besar atau tingginya pengaruh antar variabel dinyatakan dengan analisis regresi ganda. Un tuk mengetahui seberapa besar sumbangsih antara aspek-aspek dari variabel stress kerja dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan, maka dalam penelitian ini menggunakan regresi ganda , dengan penghitungannya m enggunakan program SPSS versi 11.5
3.7 Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini, pen eliti men coba merencanakan langkah-langkah yang diharapkan dapat menun jang kelancaran penelitian. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut Persiapan penelitian Rumusan masalah Menentukan variabel-variabel yang diteliti Menentukan lokasi penelitian Pelaksanaan penelitian Try out Field tes Pengolahan data Pemberian kode d an melakukan scoring terhadap hasil skala yang telah diisi
67
oleh responden Mengh itung dan menginput data yang diperoleh p ada comp
r
Membuat kesimpulan Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai gambaran umum responden
enelitian,
deskripsi data, uji persyaratan, pengujian hip otesis, d an uji regresi
4.1 Gambaran Umum Res ponden Penelitian Responden dalam pen elitian ini adalah karyawan PT XL A iata Tbk dengan sampel sebanyak 50 orang. 4.1.1
Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Berikut ini akan disajikan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin
yang jumlah keseluruh anya adalah 50 responden Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
68
Laki-laki
24
48%
Perempuan
26
52%
Jumlah
50
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini adalah 50 orang, 24 orang berjenis kela in laki-laki dengan persentase sebesar 48% dan 26 orang yang berjenis kelam in perempuan dengan persentase sebesar 52%.
4.1.2
Gambaran responden berdasarkan usia Berikut ini akan disajikan gambaran responden berdasarkan usia yang
jumlah keseluruhanya adalah 50 responden Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan usia
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
23
4
8%
24
3
6%
25
2
4%
26
8
16%
27
10
20%
28
9
18%
29
8
16%
30
6
12%
50
100%
jumlah
69
Peneliti mengambil usia dari 23 sampai 30 tahun di karenaka pada u sia tersebut masuk kedalam dewasa awal di mana pada masa t rsebut individu mem asu ki beberapa tipe pekerjaan yang mengharuskan mereka m engeksplorasi pilihan karir dan pengamb ilan keputu san dalam ambiguitas, ketid akpastian dan
stres (Lock, 1988). Dari 50 responden yang diteliti berdasarkan usia pada p
elitian
ini, diketahui bahwa respo nden berasal dari usia yang berbeda. Dan berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seba yak 4 karyawan yang berusia 23 tahun dengan persentase 8%, sebanyak 3 karyawan yang beru sia 24 tahun dengan persentase 6%, sebanyak 2 karyawan yan
berusia 25 tahun
dengan persentase 4%, sebanyak 8 karyawan yang berusia 26 tahun dengan persentase 16%, seban yak 10 karyawan yang berusia 27 tahun dengan persentase 20%, sebanyak 9 karyawan yang berusia 28 tah un dengan
ersentase 18%,
sebanyak 8 karyawan yang b erusia 29 tahun dengan p erse tase 16%, dan yang terakhir sisanya 6 karyawan yang berusia 30 tahun dengan persentase 12%.
4.2 Deskrips i data Pada skala stres kerja diketahui nilai mean adalah 82, 6 dan standar deviasinya ad alah sebesar 5,61. Sedangkan pada skala gay a kepemimpinan transaksional diketahui nilai mean ad alah 73,68 dan standar deviasinya adalah sebesar 5,73. Dan pad a skala kinerja karyawan mempu nyai nilai mean 85,5 dan standar deviasinya 4,97 Berikut ini adalah tabel d escriptive statistics: Tab l 4.3
70
Descriptive tatistic
Stres kerja
Mean
Std. Deviation
82,16
5,61 5,73
4.2.1
Gaya kepem impinan transaksional
73,68
Kinerja
85,5
4,97
Kategoris asi Stres kerja Untuk mengetahui tingkat stres kerja pada responden, p
eliti
menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi menjadi tiga interval d engan kategori tinggi, sedang, an rendah. Adapun tingkat stres kerja pada responden, dapat dilihat pada tabel b erikut: Tabel 4.4
kategori Tinggi sedang Rendah
Tabel kategori stres kerja Nilai angka X > M + 1SD = 88 M - 1SD > X > M + 1SD 78-87 X < M - 1SD = 77 Jumlah
frekuensi 10 33 7 50
Dari tabel di atas dapat diketahui kategori skor stres kerja, seperti ditunjukan dalam tabel, diketahui bahwa mayoritas resp
den (66%) mengalami
stres kerja dengan kategori sedang, 20% mengalami stres kerja dengan kategori
% 20% 66% 14% 100%
71
tinggi, dan hanya 14 % yang m engalami stres kerja deng
4.2.2
kategori rendah
Kategoris asi gaya kepemimpinan trans aksional Untuk mengetahui kategorisasi gaya kep emimpinan transaksional, peneliti
menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi menjadi tiga interval d engan kategori tinggi, sedang, an rendah. Adapun tingkat intensitas penggunaan internet, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. 5 Tabel kategori gaya kepemimpinan transaksional
kategori TINGGI SEDANG RENDAH
Nilai X > M + 1SD M - 1SD > X > M + 1SD X < M - 1SD JUMLAH
angka = 79 69-78 = 68
frekuensi 5 41 4 50
% 10% 82% 8% 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui kategorisasi skor gaya kepemimpinan transaksional, seperti tertera d i tabel diketah ui bahwa mayoritas responden (82%) bergaya kepemimp inan transaksional dengan kategori sed
g, 10% bergaya
kepemimpinan tran saksion al dengan kategori tinggi, dan hanya 8 % bergaya kepemimpinan transaksional dengan kategori rendah
4.2.3
Kategoris asi Kinerja Untuk mengetahui kategorisasi kinerja, peneliti menggunakan kategorisasi
rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi men jadi tiga interval dengan
72
kategori tinggi, sedang, dan rendah. Adapun tingkat intensitas penggunaan internet, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.6 Tabel kategori kinerja karyawan
kategori TINGGI SEDANG RENDAH
Nilai X > M + 1SD M - 1SD > X > M + 1SD X < M - 1SD JUMLAH
angka = 91 82-90 = 81
frekuensi 7 33 10 50
% 14% 66% 20% 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui kategorisasi skor kinerja, seperti tertera d tabel diketahui bahwa mayoritas responden (66%) memiliki kin rja dengan kategori sedang, 20% memiliki kinerja dengan kategori
dah, dan hanya 14 %
mem iliki kinerja dengan kategori tinggi
4.3 Hasil Uji Hipotesis 4.3.1 Has il Uji Regresi Berikut adalah hasil dari analisis regresi antara aspek-aspek gaya kepemimpinan transaksional dengan variable kinerja karyawan, kemudian dilakukan p enghitungan nilai R squre untuk melihat seb
pa besar sumbangsih
aspek-aspek gay a kepemimpinan transaksio nal terhadap kinerja karyawan. Hasil perhitunganny a akan ditampilkan pada table di bawah ini
73
Tabel 4.7
Mode l 1
Model Summary R Square Adjusted R Square
R
.480(a)
.231
.081
Std. Error of the Estimate 4.76886
a Predictors: (Constan t), LAISSEZ FAIRE, INTERPERSONA , MANAJEMEN EKSEPSI AKTIF, GEJALA FISIK, IMBALAN KONTINGEN, MANAJE EN EKSEPSI PASIF, EMOSIONAL, INTELEKTUAL
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai R dihasilkan 0.480, nilai R Square yang didapat adalah sebesar 0,231. Hal ini berarti bah a kedelapan aspek dari stress kerja dan gaya kepemimpinan transaksional memberikan sumbangsih sebesar 23,1% bagi perubahan variabel kinerja karyawan. Dengan dem kian 76,9% aspek lain selain kedelapan aspek dari indikato r stress kerja dan indikator gaya kepemimpinan transaksional yang tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat mem berikan perubahan terhadap variabel kinerja.
Setelah diketahui nilai r square signifikansi sumbangsih aspek-aspek stress kerja dan gaya kepemimpinan transaksional terh adap kinerja karyawan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untu k mengetahui aspek-aspek pada mod el persamaan garis regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) berikut;
Tabel 4.8 ANOVA(b)
74
Model 1
Regressi on Residual
Total
Sum of Squares 279.578
Df 8
932.422 1212.000
F
Mean Square 34.947
41 49
Sig.
1.537 .175(a)
22.742
a Predictors: (Constan t), LAISSEZ FAIRE, INTERPERSONA , MANAJEMEN EKSEPSI AKTIF, GEJALA FISIK, IMBALAN KONTINGEN, MANAJE EN EKSEPSI PASIF, EMOSIONAL, INTELEKTUAL b Dependent Variable: KINERJA KARYAW AN
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai F hitung ya g didapat adalah sebesar 1,537. Sementara nilai F tabel dengan df 8 dan 41 adalah sebesar 2,18. Karena nilai F hitung yang di dapat < F tabel maka disim pulkan bahwa model persamaan garis regresi yan g dipergunakan dalam penelitian ini tidak dapat diterapkan. Setelah diketahui nilai f hitung untuk men guji persama
regresi, kemudian
dilakukan penghitungan uji signifikansi konstanta dari aspek-aspek variab el independen yang diukur. Hasilnya disajikan pada tabel Coefficients (a) berikut: Tabel 4.9 Coefficients(a) Unstan dardized Coefficients
Model
B 1
(Constan t) GEJALA FISIK EMOSIONA L INTELEKT UAL INTERPERS ONAL
56.070 .229
Std. Error 14.359 .258
-.050 -.623 1.251
Standardi zed Coefficien ts
t
Sig.
Beta
.143
3.905 .887
.000 .380
.268
-.031
-.188
.852
.601
-.187
.685
-
1.036 .265 1.827
.306 .075
75
IMBALAN KONTINGE N MANAJEM
.632
.292
-.390 .351 EN EKSEPSI AKTIF MANAJEM .423 .332 EN EKSEPSI PASIF LAISSEZ .080 .894 FAIRE a Dependent Variable: KINERJA KARYAW AN
.347 2.165
.036
-
-.184
.273
1.112
.203 1.275
.210
.014
.929
.089
Table 4.10 Proporsi Varian Pada As pek-aspek Variabel Stres kerja dan Aspek-aspek variable gaya kepemimpinan trans aksional IV R2 R2 change F hitung Df F table Signifikansi
X1
0.029
0.029
1.45
1.48
4.03
Tidak signifikan
X12
0.032
0.003
0.145
1.47
4.03
Tidak signifikan
X12 3
0.034
0.002
0.095
1.46
4.03
Tidak signifikan
X12 3 4
0.090
0.056
2.8
1.45
4.03
Tidak signifikan
X12 3 4 5
0.181
0.091
4.89
1.44
4.03
Signifikan
X12 3 4 5 6
0.195
0.014
0.778
1.43
4.03
Tidak signifikan
X12 3 4 5 67
0.231
0.036
2
1.42
4.03
Tidak signifikan
X12 3 4 5 67 8
0.231
0
0
1.41
4.03
Tidak signifikan
Total
0.231
Dari table di atas dapat di lihat besarnya kontribusi masing-masi g aspek gaya kepemimpinan transaksional sebagai berikut: Aspek gejala fisik dari variabel stress kerja dengan kinerja karyawan dipero leh
76
nilai F hitung sebesar 1.45 dan F tabel 4.03 m aka kesimpulannya F hitung lebih kecil dari F table (F hitung < F tabel ), sehingga antara aspek gejala fisik dari variabel stress kerja dengan kinerja karyawan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek emosional d ari variabel stress kerja dengan kinerja karyawan dipero leh nilai F hitung sebesar 0.145 dan F tabel 4.03, maka kesimpulannya F hitung lebih kecil dari F tabel (F Hitung <
F tabel), sehingga antara aspek
emo sional dari variabel stress kerja dengan kinerja karyawan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek intelektual d ari variabel stress kerja dengan ki erja karyawan dipero leh nilai F hitung sebesar 0.095 dan F tabel 4.03, maka kesimpulannya F hitung lebih kecil dari F table (F hitun g < F tab el ), seh ingga dapat di sim pulkan antara aspek in telektual dari variabel stress kerja dengan kin erja karyawan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek interperson al dari variab el stress kerja dengan kinerja karyawan diperoleh nilai F hitung sebesar 2.8 dan F tabel sebes
4.03, m aka
kesimpulannya F hitung lebih kecil dari F table (F hitung < F tabel), sehingga dapat disimpulkan antara aspek interpersonal ari variabel stress kerja den gan kinerja karyawan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek imbalan kontingen dari variabel gaya kepemimpinan transaksio nal dengan kinerja karyawan diperoleh nilai F hitung sebesar 4.89 dan F tabel 4.03, maka F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel), sehingga
77
dapat disimpulkan antara aspek im balan kontingen dari
riabel gaya
kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan terdapat hubungan yang signifikan . Hal in i berarti jika aspek imbalan kontingen pada seorang kary awan tinggi maka akan m eningkatkan kinerja karyawa
itu. Diantara
aspek-aspek lainnya hanya aspek imbalan kontingen yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja karyawan. Aspek manajemen eksepsi aktif dari variabel gaya kepem
pinan transaksio nal
dengan kinerja karyawan diperoleh nilai F hitung sebes
0.788 dan F tabel
4.03, maka F hitung lebih kecil dengan nilai F tabel ( hitung < F tabel), sehingga dapat disimpulkan bahwa antara aspek manajemen eksepsi aktif dari variabel gaya kepemimpinan transaksio nal dengan k nerja karyawan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek
manajemen
eksepsi
pasif
dari
variabel
gaya
transaksional d engan kinerja karyawan diperoleh n ilai
kepem mpinan hitung sebesar 2
dan F tabel 4.03, maka F hitung lebih kecil dengan F tabel (F hitung < F tabel), sehingga dapat disimpulkan bahwa antara aspek
anajemen eksepsi
pasif dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja kary awan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Aspek laissez faire dari variabel gaya kepemimpinan transaksionanl dengan kinerja karyawan diperoleh nilai F hitung sebesar 0 dan F tabel sebesar 4.03, maka dap at dikatakan F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel), sehingga dapat disimpulkan bahwa antara aspek laissez faire dari
78
variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan tidak terdapat hub ungan yang signifikan. Dari kedelapan aspek variable stress kerja dan aspek v
abel gaya
kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan yan memiliki sumbangsih secara signifikan adalah imbalan kontin gen dengan n ilai F hitung 4.89 maka dapat di simp ulkan bahwa F hitung dari aspek imbalan kontingen > F table, dengan dem ikian bahwa hanya aspek imbalan kontingen dan yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variable kinerja karyawan. Dan hasil regresi yang telah d ilakukan, dapat disimpul n bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan, maka intervensi yang dapat diberikan adalah aspek imbalan kontingen karena aspek tersebut m emberik
signifikansi yang
paling besar diantara aspek-aspek lainnya. Berdasarkan table di atas, diketahui bahwa sumbangsih aspek gaya kepemimpinan transaksio nal dan aspek stres
asing-masing
rja adalah sebagai
berikut: R 2 chan ge hitung sebesar 2,9% pada aspek Gejala fisik R 2 chan ge hitung sebesar 0.3% pada aspek Emosional R 2 chan ge hitung sebesar 0.2% pada aspek Intelektual R 2 chan ge hitung sebesar 5.6% pada aspek Interpersonal R 2 chan ge hitung sebesar 9.1% pada aspek Imbalan kontingen R 2 chan ge hitung sebesar 1.4% pada aspek Manajemen eksep i aktif R 2 chan ge hitung sebesar 3.6% pada aspek Manajemen eksep i pasif
79
R 2 chan ge hitung sebesar 0% pada aspek Laissez faire Jika dilakukan intervensi untuk peningkatan kinerja karyawan, maka aspek imbalan kontingen dalam kinerja perlu didahulukan, karena imbalan kontingen mem beri sumbangan yang paling besar diantara aspek-aspek lain.
BAB V KESIM PULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab terakhir ini peneliti mencoba menyimpulkan dari semua hasil penelitian serta mendiskusikan hasil penelitian ini ya g berkaitan dan juga dengan saran u ntuk penelitian yang sejenis dengan apa yang p enulis teliti agar lebih berkembang dan tentu saja lebih baik dari penelitian y
g sudah ada.
5.1. Kes impulan Kesimp ulan hasil penelitian ini adalah: Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan melalui analisis regresi, menunjukan nilai Fhitung pada aspek gejala fisik dari variabel stress kerja dengan variabel kinerja karyawan menunjukan angka seb sar 1.45 dan F table sebesar 4.03, maka F hitung < F table, dapat disimpulkan
H1. 1
ditolak dengan demikian Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
80
aspek gejala fisik dari variabel stres kerja dengan variabel kinerja karyawan.
Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan melalui analisis regresi, menunjukan nilai Fhitung pada aspek emosional dari variabel stres kerja dengan kin erja karyawan menunjukan angka sebesar 0.145 dan F table sebesar 4.03, m aka F hitung < F table, dapat disimpulkan H1. 2 ditolak dengan dem ikian Tidak terdapat h ubungan yang signifikan antara aspek emosional dari variabel stres kerja dengan kinerja karyawan.
Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan melalui menunjukan nilai F
hitung
nalisis regresi,
p ada aspek intelektual dari variabel stress kerja
dengan kin erja karyawan menunjukkan angka sebesar 0.095 dan F table sebesar 4.03, maka dapat d ikatakan F hitu ng < F table, dapat d simpulkan
H1 . 3 ditolak dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asp ek intelektual dari variabel stress kerja
dengan kinerja
karyawan
Berdasrkan hasil p enelitian yang menggunakan analisis
i, m enunjukan
nilai F hitung pada aspek interp ersonal dari variabel stress kerja de gan kinerja kary awan menunju kkan angka sebesar 2.8 dan F table 4.03, maka bisa dikatakan F hitung < F table, dapat disimpulkan H1 .4 ditolak dengan dem ikian tidak terdapat hubun gan
yang signifikan
antara aspek
81
interpersonal dari variabel stress kerja dengan kinerja karyawan
Berdasrkan hasil p enelitian yang menggunakan analisis
i, m enunjukan
nilai
F
hitung
p ada aspek imbalan kontin gen dari variabel gaya kepemi pinan
transaksional dengan kinerja karyawan menunjukkan angka sebesar 4.89 dan F tabel 4.03, maka dapat dikatakan F hitung > F table, disimpulkan
H1 . 5 diterima dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara aspek imbalan kontingen dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan
Berdasrkan hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi, m enunjukan nilai
F
hitung
pada aspek manajemen ekksepsi aktif dari variabel gaya
kepemimpinan transaksional
dengan kinerja karyawan menunjukkan
angka sebesar 0.788 dan F tabel 4.03, maka dapat dikatan F h itung < F table, disimpulkan H1 .6 ditolak dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek m anajemen eksepsi aktif dari variabel gaya kepemimpinan transaksion al dengan kinerja karyawan Berdasrkan hasil p enelitian yang menggunakan analisis
i, m enunjukan
nilai
F
hitung
pada aspek manajemen eksepsi pasif dari variabel gaya
kepemimpinan transaksional
dengan kinerja karyawan menunjukkan
82
angka sebesar 2 dan F tabel 4.03, maka dapat dikatakan F hitung < F table, disimpulkan H1 . 7 ditolak dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek manajemen eksepsi pasif dari variabel gaya kepemimpinan transaksion al dengan kinerja karyawan
Berdasrkan hasil penelitian yang menggunakan analisis
gresi, m enunjukan
nilai
F
hitung
pada aspek laissez faire dari variabel gay a kepemimpinan
transaksional dengan kinerja karyawan menunjukkan an gka sebesar 0 dan F tabel sebesar 4.03, m aka dapat dikatakan F hitung < F table, disimpulkan H1 . 8 ditolak dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek la issez faire dari variabel gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan
5.2. Diskus i Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa hanya gaya kepemi pinan transaksional dengan kinerja terdapat hubungan positif yang signifikan, hal ini dilihat dari aspek-aspek gaya kepemimpinan transaksion
yang menyumbangkan
nilai sebesar terutama dari aspek imbalan kontingen ya g menyumbang nilai sebesar 4.89. Dengan demikian gaya kepemimpinan transaksional memiliki
83
pengaruh yang cu kup bagus bagi perkembangan atau penin
tan kinerja
karyawan. Hal ini didukung dengan teori yang sudah ad a dikemukakan oleh Bass (1990) mengungkapkan imbalan kon tingen dipandang sebagai pertukaran aktif dan pasif antara pemimp in dan bawahan dimana bawahan d beri im balan bila berhasil mencapai sasaran yang telah disetujui. Imbala dapat berupa pengakuan dari pemimpin akan pekerjaan yang telah dilaksanakan, onus, atau peningkatan dalam pemberian jasa. Salain itu dari definisi gaya kepemimpinan transaksional itu sendiri didalam jurn al aplikasi manajemen Burns,dan B ss (dalam Dadi Komardi, 2009) menjelaskan bahwa kepemimpinan transaksional did finisikan suatu model pem impin yang memandu
atau mem otivasi bawahan kearah
ditetapkan dengan memperjelas peran d an tuntunan tugas
yang
Kepemimpinan
transaksional digambarkan oleh Burns (dalam Dadi Komardi, 2009), sebagai pem otivasian pengiku t, utamanya melalui perubahan berd sarkan contingent reward .
Pada
prinsipnya
kepemimpinan
transaksional
merupakan
usaha
meningkatkan kinerja karyawan dengan cara mempertukarkan imbalan dengan unjuk kerja bawahan, dan mengindikasikan bahwa pemimpi
transaksional
menekankan pertukaran yang bernilai ekon omis dan jangka pendek. Sedangkan pendakpat Bass (dalam Dadi Komardi, 2009), dimana kepe impinan transaksional tidak hanya menekankan pad a pertukaran im balan yang di utuhkan, tetapi juga klarifikasi peran dan cara-cara bawahan menyelesaikan
as. Proses transaksi
antara pemimpin dan bawahan diarahkan untuk meningkatkan kinerja karyawan agar menghasilkan unjuk kerja yang memuaskan .
84
Karena di dalam
gaya kepemimpinan transaksional memfokuskan
perhatianny a pada transaksi interpersonal antara pemim in dengan bawahan yang melibatkan
hubun gan
p ertukaran.
Pertukaran
tersebut
didasarkan
pada
kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan, Yang mengakib atkan harus adanya target dalam kesepakatan yang diberikan o leh atasan , apabila memenuhi target yang telah di sepakati m aka karyawan akan mendapatkan imbalan yang pada akhirnya mbalan yang telah didapat akan m embuat karyawan memaksimalkan kinerja yang dia miliki. Penelitian mengenai gaya kepemimpin an transaksional d engan kinerja karyawan yang terkait dan telah diteliti yaitu penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional serta
otivasi Kerja terhadap
Kinerja dan Kepuasan Individual Karyawan dalam Organis i Perusahaan Industri telekomunikasi”, oleh Dadi Komardi (2009) didapatkan kesimpulan bahwa kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh yang sign fikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Temuan ini sejalan dengan p mikiran Burns dalam Bass (1985), hubungan p ertukaran pada kepemimpinan
transaksional yaitu
pem impin menawarkan pekerjaan dan im balan sementara bahawan menawarkan unjuk kerja yang diharapkan pemimpin. Dalam hal ini te bentuk tran saksi, di mana atasan menawarkan imbalan abstrak (kepercayaan, komitm
dan respek), dan
imbalan ny ata. Ini dapat diartikan bersifat imbal jasa atau b alas jasa. Proses transaksi an tara pemimpin dan bawahan diarahkan agar m
ghasilkan unjuk kerja
yang memuaskan. Hal ini semakin menambah bukti bahwa b
wa gaya
85
kepemimpinan transaksional memang memberikan kontrib usi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dengan demikian pengaruh untuk masing-masing aspek dari variabel gaya kepemimpinan transaksional yang memberikan pengaruh mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari hasil tersebut, perusahaan
isa mencoba menerapkan
aspek-aspek yang sesuai dengan hasil penelitian yang d
at memberikan pengaruh
postif signifikan agar dapat meningkatkan kinerja kary
nnya. Sehingga ketika
kinerja karyawanny a m eningkat maka peru sahaan pun akan mengalami progres yang positif.
5.3 Saran Berdasarkan penilitian ini, peneliti menyadari bahwa m ih banyak kekurangan didalam penulisan ini. Untuk itu, dari peneliti ada beberapa saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa, yaitu berupa saran teoritis dan saran praktis
5.3.1 Saran teoritis Peneliti selanjutnya dianjurkan untuk menambah jumlah
ponden dengan
perusahaan bergerak di bidang yang berbeda dengan penelitian ini.
Pada p enelitian selanjutnya dapat meneliti gaya kepemi pinan transaksio nal dan kinerja karyawan dengan variabel lain yan g m emilik hubungan signifikan, karena dalam penelitian ini hanya gaya kep mimpinan
86
transaksional yang memiliki hubungan yang signifikan terutama dari aspek imbalan kontingen .
5.3.2 Saran praktis Untuk pimpinan perusahaan hendaknya memberikan imbalan yang lebih jika kary awan tersebut memberikan kinerja yang baik bagi p
ahaan, seperti
kenaikan gaji, mempromosikan jabatannya menjadi leb ih
aik, sehingga
kary awan akan m enunjukkan kinerjanya secara maksim al
an pada
akhirnya akan berimbas pada progres peningkatan yang p
itif bagi
perusahaan.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para karyawan ebih mem aksimalkan lagi kemampuan yang dimilikinya, agar perusahaan pun dak sia-sia dalam men geluarkan reward yang telah diberikan kepad a karyawannya.