Penelaahan Dasar-dasar Pemeriksaan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Berdasarkan Pendekatan Manajemen Risiko dalam Era Self Assessment Wahyu Adi Perdana, Tubagus Chairul Amachi Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta mengenai dasar-dasar pemeriksaan pabean pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan pendekatan manajemen risiko berkaitan dengan kinerja penerimaan bea masuk. Lebih utama lagi terkait penerapan self assessment dalam pemberitahuan impor barang. Objek Penelitian adalah penerimaan bea masuk di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok untuk periode Januari-November 2014. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penerimaan bea masuk juga dipengaruhi oleh kepatuhan importir. DJBC telah melakukan usahan ekstra (extra effort) untuk menggali potensi penerimaan bea masuk dengan cara menerbitkan surat penetapan. Penerbitan surat penetapan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan pabean yang selektif melalui manajemen risiko penjaluran. Sebagai hasilnya terlihat bahwa penerimaan dari jalur merah hasil extra effort menunjukkan tingkat persentase penerimaan yang lebih besar dari jalur lainnya.
Review the Basics of Inspection at Directorate General Customs and Excise upon Risk Management Approach in the Era of Self Assessment Abstract This study aim to describe the known facts regarding basics of inspectionat Directorate General Customs and Excise againts import duty revenue. Primarily related application self assessment in a notice of import goods. Object of this study is import duty revenue in Prime Customs Office Tanjung Priok for the period January-November 2014. The result of research shows that import duty revenue affected by compliance of importer. Directorate General Customs and Excise has been doing extra effort to explore the potential import duty by issuing determination letter. It based on the selective inspection risk management through line system. As the result seems that import duty revenue from extra effort the red lines indicates the percentage rate greater than revenue of other lines. Keywords : import duty, tax, risk management, self assessment, inspection, compliance audit
Pendahuluan Untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang memajukan kesejahteraan umum sesuai dengan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dibutuhkan adanya pendapatan negara yang diwujudkan dalam bentuk APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) Republik Indonesia. Pendapatan negara
Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam struktur APBN mengingat peranannya sebagai sumber dari kapasitas fiskal Pemerintah, menekan defisit anggaran, dan pembiayaan belanja negara. Keberadaan pendapatan negara memegang
peranan penting dalam pembangunan suatu negara, menjamin
jalannya pemerintahan dan berlangsungnya pencapaian kesejahteraan hidup bernegara. Pemerintah memegang wewenang dalam pemungutan dan pengelolaan pendapatan negara dengan tujuan menyejahterakan rakyatnya. Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Ketiga komponen utama pendapatan negara tersebut terdiri dari sub komponen, penerimaan perpajakan merupakan komponen yang paling banyak memiliki sub komponen yang dijabarkan di dalam APBN. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri kecuali cukai dikelola oleh Direkterorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pemerintah Daerah dan penerimaan pajak perdagangan internasional dan cukai dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Berdasarkan susunan pos APBN salah satu item Penerimaan Dalam Negeri dari Penerimaan Perpajakan yang terkait dengan Pajak Perdagangan Internasional salah satunya adalah Bea Masuk, yaitu berupa penerimaan yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importir sehubungan dengan kegiatan memasukkan barangbarang ke dalam daerah pabean. Tugas pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bea masuk dibayar oleh importir berdasarkan nilai pabean dan tarif dari barang yang dimasukkan dalam daerah pabean. Pada prinsipnya setiap barang yang berasal dari luar daerah pabean akan terhutang bea masuk saat masuk dalam garis daerah pabean Indonesia. Nilai pabean diperoleh dari nilai pabean dalam International Commercial Terms (incoterms) yakni nilai transaksi CIF, yang dikalikan dengan nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM). Nilai transaksi CIF dihitung berdasarkan dari 3 (tiga) unit komponen biaya CIF (cost, insurance, dan freight). CIF harus diberitahukan berdasarkan nilai transaksi yang merupakan nilai sebenarnya yang umumnya tercermin pada nilai harga satuan dan kuantitas yang tercantum pada harga invoice atas barang yang dijual ke Indonesia.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Nilai transaksi impor Indonesia beragam dari berbagai negara di dunia dengan berbagai komoditi pula. Pelaksanaan pemungutan bea masuk saat ini dengan menggunakan metode self assessment. Importir diperkenankan memasukkan barang impor ke dalam daerah pabean dan dibongkar di kawasan pabean dengan kewajiban melakukan pemberitahuan impor barang (PIB) dan menunaikan kewajiban pabeannya di kantor pabean. Pemberitahuan impor barang yang dilakukan dengan metode self assessment memperkenankan importir untuk memberitahukan informasi mengenai jenis barang, negara asal, jumlah, dan harga barang secara mandiri dilengkapi dengan dokumen pelengkap. Pemberitahuan mengenai jenis barang dan negara asal
akan menentukan tarif bea masuk. Jenis barang dalam klasifikasi HS
menentukan tingkat tarif yang telah ditetapkan pada BTKI. Negara asal barang juga akan menentukan fasilitas yang akan diterima terhadap barang tersebut bila ada kerjasama perdagangan antara Indonesia dan negara asal tersebut berupa skema tarif sesuai dengan jenis barang yang disepakati dalam perjanjian. Pemberitahuan mengenai jumlah dan harga barang menentukan nilai CIF. Jumlah dan harga barang merupakan bagian utama dalam penghitungan nilai transaksi CIF. Nilai transaksi yang diberitahukan wajib dilengkapi dokumen pelengkap seperti invoice dan packing list. Self assessment saat ini dirasa paling ideal karena memberikan kesempatan kepada importir sebagai pemilik barang yang dianggap paling mengetahui mengenai jenis, jumlah, dan harga barang yang dikirim dari luar negeri kepadanya. Pemberitahuan melalui metode ini benar-benar memberikan kepercayaan kepada importir untuk menghitung sendiri nilai bea masuk yang harus dibayarnya. Pemerintah memberikan trust kepada importir dengan tujuan mempermudah pelayanan pabean bagi importir yang akan menunaikan kewajibannnya dalam hal pabean. Metode ini lebih memberikan kecepatan dalam pelayanan kepabeanan. Pemerintah tiap negara tentu akan tetap mengawasi arus lalu lintas barang antar negara. Arus lalu lintas keluar masuk barang pada suatu negara tetap diatur dan diawasi untuk menjamin ketahanan dalam negeri dari sisi ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Barang yang keluar dan masuk pada umumnya dikenakan pungutan sesuai peraturan dari tiap negara. Pengenaan pungutan untuk lalu lintas
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
barang ini ditujukan untuk tujuan pengawasan dan pemasukan bagi negara. Pengawasan arus lalu lintas barang antar negara dan pungutan terhadap barang tersebut dilaksanakan oleh institusi kepabeanan yakni DJBC. Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dinyatakan bahwa Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Fungsi utama DJBC adalah pelayanan dan pengawasan pabean, dua fungsi yang terlihat saling kontradiksi. Untuk menyeimbangkan dua fungsi tersebut maka dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan pengawasan tersebut telah diterapkan manajemen risiko. Manajemen risiko pada DJBC dilakukan secara umum melalui sistem penjaluran pada pemberitahuan impor barang (PIB). Sistem penjaluran ini memilah PIB berdasarkan tingkat risiko yang dibawanya. Tingkat risiko ini dilihat dari profil importir dan profil komoditi. Pengelompokkan
risiko ini perlu
dilakukan karena metode pemungutan bea masuk menggunakan
metode self
assessment tentu membawa risiko seperti potensi pemberitahuan yang tidak benar yang dilakukan oleh importir, hal seperti ini yang diwaspadai oleh DJBC. Fungsi manajemen risiko menjembatani fungsi pelayanan dan pengawasan DJBC terhadap ketidakpatuhan dan pelanggaran di bidang pabean. Ketidakpatuhan dan pelanggaran di bidang impor dapat menurunkan potensi penerimaan bea masuk. Bila berdasarkan penelitian dan pemeriksaan terdapat kesalahan dalam PIB yang diserahkan oleh importir maka terkait bea masuk pejabat DJBC dapat menerbitkan Surat Penetapan Nilai dan Tarif Pabean (SPTNP) yang berisi tambah bayar atau lebih bayar bea masuk disertai denda dan sanksi. SPTNP dalam pembahasan ini dihubungkan sebagai bentuk hasil dari kinerja manajemen risiko yang dilakukan oleh DJBC dalam mendeteksi dan memutuskan adanya kesalahan dalam pemberitahuan impor barang yang dilakukan oleh importir. SPTNP memengaruhi penerimaan bea masuk karena terbitnya SPTNP menyatakan keterangan tambah atau kurang bayar bea masuk. Penerimaan bea masuk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai transaksi CIF, kurs dari NDPBM, tarif, dan kinerja manajemen risiko dalam menerbitkan SPTNP. Faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan bea masuk
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
menarik penulis untuk menganalisisnya karena mengingat pentingnya kontribusi penerimaan bea masuk bagi pendapatan negara dalam APBN. Penulis akan membahas lebih lanjut hubungan penerapan manajemen risiko DJBC dan kegiatan pemeriksaan pabean terhadap penerimaan bea masuk dalam era self assessment di Indonesia dengan fokus pada kinerja manajemen risiko dari penjaluran. Dalam menghitung bea masuk importir harus memperhatikan nilai transaksi CIF, kurs NDPBM, dan tarif bea masuk. Bila dirumuskan maka perhitungan bea masuk secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut: Bea Masuk
= nilai pabean x tarif bea masuk = CIF x NDPBM x tarif bea masuk
NDPBM = nilai dasar penghitungan bea masuk (kurs) CIF
= cost + insurance + freight
Cost
= harga per unit x kuantitas
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain: 1.
Untuk mengetahui apa bentuk menajemen risiko di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait kegiatan impor.
2.
Untuk mengetahui lebih mendalam penerapan self assessment di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3.
Untuk mengetahui peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengawasi penerapan self assessment.
Tinjauan Teoritis Menurut Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Uang yang masuk dalam kas negara digunakan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan pemerintahan negarayang bertujuan memajukan kesejahteraan umum. Pajak menurut Andriani adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak
yang
membayarnya
menurut
peraturan-peraturan,
dengan
tidak
mendapatkan prestasi secara kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara menjalankan pemerintahan. Pajak bagi suatu negara pada
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
prinsipnya mempunyai peran ganda, yaitu fungsi fiskal (budgetair) dan fungsi mengatur (regurelend). Dari kedua fungsi tersebut, kadang-kadang fungsi budgetair lebih menonjol dari pada fungsi regurelend, misalnya pada pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun demikian fungsi regulerend kadang-kadang sangat diutamakan seperti dalam pemungutan bea masuk dan cukai. Bea masuk menurut Arief Sorojo, “Bea masuk adalah pajak tidak langsung yang dikenakan terhadap lalu lintas barang yang masuk dari luar ke dalam daerah pabean Indonesia”. Berdasarkan susunan pos APBN terlihat bahwa salah satu item Penerimaan Dalam Negeri dari Penerimaan Perpajakan yang terkait dengan Pajak Perdagangan Internasional salah satunya adalah Bea Masuk, yaitu berupa penerimaan yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importir sehubungan dengan kegiatan memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean. Tugas pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia (diimpor), wajib memenuhi ketentuan pabean dan menjadi subjek bagi pemeriksaan pabean (penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik). Sistem dan prosedur yang secara efektif diberlakukan sejak tanggal 1 April 1997 dan terakhir disempurnakan dengan KEP-07/BC/2003 adalah salah satunya penerapan konsep self assessment yang memberikan kepercayaan penuh pada imporir untuk memberitahukan barang impor melalui dokumen Pemberitahuan Impor Barang dan menghitung serta membayar sendiri bea masuk dan pajak-pajak dalam rangka impor. Dalam Waluyo (2007: 17) dikemukakan beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu antara lain Self Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Nilai Pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar menghitung Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Di dalam sistem self assessment, besarnya nilai pabean harus diberitahukan oleh importir dalam
suatu
pemberitahuan
pabean dengan jujur. Importir yang tidak patuh cenderung untuk memanipulasi pemberitahuan nilai pabean ini dengan maksud ia dapat membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang rendah. Sejak tanggal 1 Januari 2000 semua negara anggota WTO telah melaksanakan Article VII GATT (Agreement on Implementation of Article VII of GATT 1994) dalam sistem penetapan nilai pabean mereka. Persetujuan ini sering disebut sebagai WTO Valuation Agreement. Persetujuan
ini menggariskan
bahwa untuk menetapkan nilai pabean harus menggunakan salah satu cara dari 6 cara atau metode penetapan harga yang tersedia sebagai berikut: a.
Metode I
: Metode nilai transaksi (article 1 dan 8)
b.
Metode II
: Metode nilai transaksi barang identik (article 2)
c.
Metode III
: Metode nilai transaksi barang serupa (article 3)
d.
Metode IV
: Metode deduksi (article 5)
e.
Metode V
: Metode komputasi (article 6)
f.
Metode VI
: Metode fall-back (article 7)
Nilai Pabean = nilai transaksi CIF x NDPBM Dalam dunia perdagangan internasional dikenal istilah Incoterms (International Commercial Terms). Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Interbasional atau International Chamber of Commerce (ICC), versi terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2011 disebut sebagai Incoterms 2010. Incoterms 2010 terdiri dari 11 (sebelas) istilah (terms). Dalam penghitungan nilai pabean diperoleh dari nilai pabean dalam International Commercial Terms (incoterms) yakni dari nilai transaksi CIF, yang dikalikan dengan nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM). Nilai pabean dihitung berdasarkan nilai transaksi CIF dimana CIF terdiri dari cost, insurance, dan freight merupakan dasar penghitungan bea masuk Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
menurut perjanjian yang sudah disepakati pada sales contract. Nilai cost adalah nilai barang yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Cost akan tergantung dari kuantitas barang dan harga satuan dari barang. Insurance atau asuransi adalah biaya asuransi pengangkutan dari pelabuhan muat di luar negeri sampai dengan pelabuhan bongkar di Indonesia. Freight adalah biaya pengangkutan dari pelabuhan muat di luar negeri sampai pelabuhan bongkar di Indonesia. Menurut Lord Porter karakteristik umum dari CIF adalah sebagai berikut: The Obligation imposed on a seller under a CIF contract are a well known and in the ordinary case, include the tender if a bill of loading covering goods contacted to be sold and no others, coupled with an insurance policyin the normal form and accompanied by an invoice with shows the price and, as in this case, usually contains a deduction of the freight which buyer pays before at the port of discharge. Kurs untuk penghitungan bea masuk di Indonesia menggunakan suatu nilai kurs yang dikenal dengan nama Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM). NDPBM adalah nilai tukar yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 114/PMK.04/2007 tentang Nilai Tukar Mata Uang yang Digunakan untuk Penghitungan dan Pembayaran Bea Masuk ditetapkan bahwa pembayaran bea masuk dilakukan dalam mata uang rupiah. Tarif merupakan suatu kebijakan perdagangan yang paling umum. Secara umum pengertian tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barangbarang yang melintasi batas pabean suatu negara. Hodgson dan
Herander
menyatakan dalam buku International Economics Relation, menyatakan: A tarrif is a tax imposed on goods and services traded across national bordes and can be applied to either imports or exports. Altough as a matter of prctice, tarrifs are applied mainly to imports, many less developed countries do apply duties to a significant number of their export product. Noshworthy (2000) mendefinisikan manajemen risiko:
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Implementation of measures aimed at reducing the likelihood of those threats occurring and minimising any damage if they do; Risk analysis and risk control form the basis of risk management where risk control is the application of suitable controls to gain a balance between security, usability and cost Fungsi kepabeanan yang harus mendukung perdagangan dan juga tetap menjaga kepatuhan kepabeanan pada setiap stakeholder menyebabkan kepabeanan pada saat ini harus menerapkan pendekatan yang lebih efektif dalam menjalankan kedua peran tersebut secara efektif. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melakukan manajemen risiko. David Widdowson dalam hal ini memberikan konsep aplikasi manajemen risiko dalam konteks kepabeanan: Dua fungsi utama kepabeanan yaitu fungsi kontrol dan fasilitas (control and facilitation) harus mampu dijalankan secara seimbang. Kepabeanan harus mampu untuk menjaga dua risiko secara bersamaan, yaitu risiko kegagalan memfasilitasi perdagangan internasional dan risiko ketidakpatuhan pabean di dalam negeri. Manajemen risiko dalam kepabeanan berhubungan erat dengan tingkat kepatuhan dalam kepabeanan itu sendiri. Hal ini karena manajemen bertujuan untuk menciptakan sebuah sisitem pengawasan yang efektif namun tetap memberikan fasilitas-fasilitas kepabeanan. Widdowson kemudian membagi manajemen kepatuhan menjadi dua jenis gaya, yaitu tradisional dan manajemen risiko. Gaya tradisional merupakan sebuah istilah dimana peran kepabeanan hanya digambarkan sebagai penjaga gerbang (gate keeper) masuknya barang impor ke dalam suatu negara. Gaya kedua adalah gaya manajemen risiko, sebuah gaya baru yang diharapkan akan digunakan oleh seluruh otoritas kepabeanan di dunia. Gaya manajemen risiko ini menekankan pada keseimbangan antara pengawasan serta fasilitas yang diberikan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini membahas sebuah manajemen risiko DJBC yang dikaitkan dengan dampak penerapannya terhadap penerimaan bea masuk. Penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian termasuk dalam penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
menurut Nazir (1988) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan-hubungan antara fenomena yang sedang diselidiki. Penelitian ini berdasarkan dimensi waktu termasuk sebagai penelitian crosssectional. Penelitian yang dilakukan ini dilaksanakan pada jangka waktu tertentu, yaitu sejak bulan Januari 2014 hingga November 2014. Penelitian ini hanya akan dilaksanakan pada jangka waktu tersebut. Site penelitian dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. Dengan pertimbangan bahwa 70% barang impor di Indonesia masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Penelitian ini membahas tentang dampak penerapan manajemen risiko terhadap penerimaan bea masuk. Penelitian ini hanya akan membahas manajemen risiko dengan fokus pada faktor penetapan jalur impor yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. Impor yang dibahas adalah untuk kegiatan impor barang untuk dipakai dengan melihat data pada pemberitahuan impor barang (PIB) yang diberitahukan kepada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. Gambaran Umum Prosedur Impor Barang yang dimasukkan dalam wilayah pabean Republik Indonesia sebagai barang impor pada prinsipnya terhutang atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Importir mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban pabean dan pajak atas barang yang dimasukkan tersebut. Kewajiban pabean atas barang impor adalah memberitahukan dan membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terhutang. Untuk kegiatan pelayanan impor umumnya pengeluaran barang impor untuk dipakai. Sehingga dalam pembahasan ini akan fokus hanya pada kegiatan impor yang dimaksudkan untuk dipakai. Yang dimaksud dengan impor untuk dipakai adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai atau untuk dimiliki atau untuk dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia. Pada prinsipnya barang impor untuk dipakai dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
masuk dan pajak dalam rangka impornya (customs clearance). Barang impor diberitahukan
kepada
kantor
pabean
dengan
menyerahkan
dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang akan memperoleh penjaluran. Selanjutnya akan melewati tahapan pemeriksaan pabean dan apabila setelah pemeriksaan tidak terdapat kesalahan atau pelanggaran maka dapat diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) oleh pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan
pabean
meliputi
penelitian
dokumen
PIB
dan
dokumen
pelengkapnya serta pemeriksaan fisik barang. Barang yang dimasukkan dalam wilayah pabean Republik Indonesia sebagai barang impor pada prinsipnya terhutang atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hak negara yang terdapat atas kegiatan impor barang antara lain: 1.
Bea Masuk
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4.
Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22)
5.
Cukai (untuk barang-barang yang terkena cukai) Pembayaran
bea
masuk
dan
pungutan
impor
dilakukan
dengan
menggunakan SSPCP (surat setoran pabean, cukai, dan pajak) yang merupakan satu dokumen. Satu SSPCP digunakan untuk menyetorkan semua jenis penyetoran penerimaan pabean, cukai, dan pajak dalam rangka impor, untuk satu dokumen pemberitahuan impor barang. Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi. Sistem self asssesment yang memberikan keleluasan kepada importir untuk memberitahukan sendiri jumlah, jenis, harga, negara asal, dan bea masuk dari barang yang harus dibayarnya. Hal ini tentu dengan risiko bawaan adanya potensi salah atau tidak benarnya pemberitahuan yang dilakukan oleh importir. Ketidakpatuhan dan pelanggaran di bidang impor dapat menurunkan potensi penerimaan bea masuk. Bila berdasarkan penelitian dan pemeriksaan terdapat kesalahan dalam PIB yang diserahkan oleh importir maka terkait bea masuk pejabat DJBC dapat menerbitkan Surat Penetapan Nilai dan Tarif Pabean
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
(SPTNP) yang berisi tambah bayar atau lebih bayar bea masuk disertai denda dan sanksi. SPTNP dalam pembahasan ini dihubungkan sebagai bentuk hasil dari kinerja manajemen risiko yang dilakukan oleh DJBC dalam mendeteksi dan memutuskan adanya kesalahan dalam pemberitahuan impor barang yang dilakukan oleh importir. SPTNP memengaruhi penerimaan bea masuk karena terbitnya SPTNP menyatakan keterangan tambah atau kurang bayar bea masuk. Dalam era self assessment ini importir yang aktif untuk melakukan penghitungan dan pemberitahuan bea masuk terhutang dan melakukan pembayaran ke kas negara. Pihak pemerintah dalam hal ini DJBC hanya berperan dalam mengawasi untuk kegiatan pemungutan. Peran pengawasan oleh DJBC melekat untuk tiap pemberitahuan impor barang. Perlunya pengawasan oleh DJBC dikarenakan pemberitahuan dan penghitungan dilakukan sendiri oleh importir memunculkan adanya kemungkinan kesalahan. Munculnya kemungkinan kesalahan ini punya potensi yang cukup besar karena penghitungan dan pemberitahuan dilakukan secara mandiri oleh importir tanpa adanya pendampingan dari petugas. Kebenaran pemberitahuan dan penghitungan sepenuhnya dipercayakan kepada pihak importir. Adanya kemungkinan kesalahan yang timbul memunculkan adanya risiko yang patut diawasi oleh DJBC. Pengawasan perlu dilakukan untuk menjamin hak penerimaan negara atas barang impor terpenuhi. Selain terkait penerimaan, barang impor perlu diawasi untuk menjamin keamanan masyarakat, perlindungan industri dalam negeri dan kelancaran perdagangan. Dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1995 jo. Undangundang nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan dinyatakan bahwa terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan dilakukan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang disampaikan oleh importir atau kuasanya. Pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen. Pemeriksaan fisik barang dilakukan dengan tujuan untuk menguji kesesuaian kebenaran jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan impor barang dengan fisik barang yang ada sesungguhnya. Kegiatan pemeriksaan fisik barang ini serupa dengan kegiatan stock opname dan audit inventory yang mana dalam kegiatan ini utamanya
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
menggunakan
asersi
kelengkapan
dan
keberadaan.
Pemeriksaan
fisik
membandingkan fisik barang yang sesungguhnya ada dengan data yang diberitahukan oleh importir pada packing list dan pemberitahuan impor barang. Serta membandingkan apakah barang yang ada dalam importasi telah diberitahukan pada dokumen pemberitahuan dan telah tepat jumlah dan jenis yang diberitahukan. Dalam pemeriksaan fisik ini asersi kelengkapan dan keberadaan jadi kunci utama pelaksanaan pemeriksaan. Membandingkan catatan yang tertulis dengan kondisi fisik barang jadi fokus utama kegiatan. Dalam pemeriksaan fisik barang Pejabat Fungsional Pemeriksa Barang dituntut agar dapat membuat laporan hasil pemeriksaan barang yang berisi tentang laporan jumlah, jenis, keterangan negara asal, keterangan kondisi barang dan deskripsi barang. Kegiatan pemeriksaan fisik ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa fisik barang yang ada pada importasi sesuai dengan yang diberitahukan pada dokumen pemberitahuan impor barang. Untuk barang-barang tertentu seperti produk kimia, bahan tekstil, produk olahan mineral, dan lain-lain diajukan contoh barangnya ke laboratorium untuk dilakukan pengujian barang untuk menentukan klasifikasi jenis barang yang tepat. Karena untuk produk-produk tersebut tidak dapat diklasifikasikan jenis barangnya secara kasat mata. Penelitian dokumen dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen, kegiatan penelitian dokumen ini lebih menekankan pada pengujian pemberitahuan nilai pabean, klasifikasi pos tarif
barang dan fasilitas impor.
Penelitian dokumen impor meliputi penelitian pemberitahuan impor barang (PIB) dan dokumen pelengkap pabean lainnya. Data yang tercantum dalam PIB berasal dari data yang ada pada dokumen pelengkap seperti invoice, packing list, bill of lading (BL), dan polis asuransi. Pada intinya tugas penelitian dokumen pabean adalah untuk mengetahui apakah dokumen yang diajukan oleh importir benar dan telah memenuhi persyaratan. Nilai pabean yang diteliti meliputi penelitian mengenai nilai CIF (cost, insurance, freight) terkait barang impor dengan membandingkan nilai barang yang diberitahukan dengan kewajaran harga. Untuk menentukan harga yang
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
diberitahukan wajar salah satunya dengan membandingkan harga yang diberitahukan dengan database profil harga yang dimiliki oleh DJBC. Setelah penelitian harga, selanjutnya PFPD akan meneliti ketepatan importir dalam mengklasifikasikan barang sesuai HS Code. Klasifikasi barang akan menentukan pos tarif yang berkaitan dengan besarnya tarif bea masuk dan ketentuan larangan pembatasan barang dari instansi-instansi pemerintah terkait. Klasifikasi barang dimulai dengan mengidentifikasi barang menurut karakteristik, fungsi, dan komponennya sesuai dengan ketentuan umum klasifikasi barang yang berlaku pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia. Bila dipandang perlu PFPD dapat mengajukan contoh barang untuk diuji laboratorium guna dapat diidentifikasi jenis barang yang diimpor dan dapat dengan tepat diklasifikasikan di dalam pos tarif nya. Pos tarif yang ditentukan oleh PFPD merujuk pada penentuan besarnya tarif bea masuk dan ketentuan izin larangan dan pembatasan (lartas) yang harus dipenuhi. Bila pos tarif yang ditetapkan oleh PFPD ada ketentuan lartas maka importir wajib memenuhi perizinan dari instansi terkait sebelum barang dapat dikeluarkan dari kawasan pabean. PFPD juga memiliki tugas untuk meneliti kebenaran fasilitas perdagangan yang dimiliki oleh importir. Sebagai contoh importir memberitahukan barang impor dari negara Tiongkok yang memperoleh fasilitas perdagangan ACFTA dengan tarif khusus yang lebih rendah. Maka PFPD mempunyai tugas untuk meneliti apakah certificate of origin dari fasilitas tarif ACFTA itu valid atau tidak. Bila berdasarkan hasil penelitian, PFPD meragukan kebenaran fasilitas tersebut maka atas fasilitas yang diberitahukan oleh importir dapat dibatalkan sehingga atas pembatalan tersebut PFPD menetapkan kembali tarif menjadi tarif MFN (most favoured nation). Kewenangan PFPD dalam menetapkan harga dan tarif dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP). Kewenangan PFPD dalam menentukan klasifikasi terhadap barang lartas dituangkan dalam Nota Pemberitahuan Barang Lartas (NPBL). Atas penetapan harga dan tarif dapat menghasilkan lebih bayar atau kurang bayar bagi importir. Namun kebanyakan hasil penelitian PFPD menghasilkan penetapan kurang bayar. Kurang bayar dapat
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
dikarenakan penetapan atas harga, klasifikasi pos tarif, dan koreksi fasilitas perdagangan. Audit dalam kepabeanan sebagai alat pengawasan yang komprehensif dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap ketentuan di bidang kepabeanan. Audit dalam kepabeanan sangat diperlukan sebagai konsekuensi dari pemberlakuan: •
Self assessment
•
Ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
•
Pemberian fasilitas bea masuk tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean DJBC untuk menjamin tercapainya hak negara dalam penerimaan dari bea
masuk telah mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi dengan membuat mekanisme manajemen risiko dalam
melakukan pelayanan dan pengawasan
kepabeanan. Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas
fisik
barang.
Pemeriksaan
dilakukan
secara
selektif
dengan
mempertimbangkan risiko yang melekat pada importasi tersebut. Penelitian dokumen dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Barang. Untuk menggawal pemungutan bea masuk Direktorat Jenderal Bea Cukai menerapkan manajemen risiko dalam proses kegiatannya untuk memastikan dan menjamin bahwa bea masuk telah dipungut sesuai aturan dan mendeteksi adanya pelanggaran dalam proses pemungutan bea masuk. Terhadap barang impor yang telah diajukan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko. Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud sebelumnya diterapkan penjaluran pengeluaran barang impor berdasarkan kombinasi antara Profil Importir dan Profil Komoditi. Sistem penjaluran menghasilkan beberapa
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
jalur pelayanan kepabeanan yakni jalur MITA Prioritas, MITA Non Prioritas, jalur hijau, jalur kuning, dan jalur merah. Penjaluran ini menghasilkan perlakuan pelayanan yang berbeda berdasarkan tingkat risikonya. Institusi kepabeanan memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik barang, dan post clearance audit. Penjaluran menghasilkan jenis pemeriksaan dan cara pembayaran yang berbeda, perbedaan masing-masing pelayanan: a. Jalur merah Barang impor tidak diperkenankan dikeluarkan dari kawasan pabean sebelum dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, pembayaran bea masuk dilakukan sebelum menyerahkan pemberitahuan; b. Jalur Kuning Barang impor boleh dikeluarkan dari kawasann pabean setelah dilakukan penelitian dokumen pemberitahuan tanpa dilakukan pemeriksaan fisik, pembayaran bea masuk dilakukan sebelum menyerahkan pemberitahuan; c. Jalur Hijau Barang impor boleh dikeluarkan dari kawasan pabean tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen terlebih dahulu. Penelitian dokumen dilakukan kemudian denganjangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan, pembayaran bea masuk dilakukan sebelum menyerahkan pemberitahuan; d. Jalur MITA Non Prioritas Barang impor boleh dikeluarkan dari kawasan pabean tanpa dilakukan pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen terlebih dahulu, tapi secara random jalur ini dapat terkena pemeriksaan fisik untuk memeriksa kepatuhan. Pembayaran bea masuk dapat dilakukan secara berkala; e. Jalur Prioritas Barang impor boleh dikeluarkan dari kawasan pabean tanpa pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen terlebih dahulu. Pembayaran bea masuk dapat dilakukan secara berkala.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Kinerja Penerimaan Sistem self assessment yang diterapkan saat ini memberikan wewenang kepada importir untuk menghitung dan memberitahukan sendiri bea masuk dan pajak terhutang atas barang dari kegiatan impor. Dengan menghitung dan memberitahukan sendiri
muncul risiko atas ketidakpatuhan importir dalam
memberitahukan impor dengan tidak benar. Untuk mengelola risiko yang ada tersebut Bea dan Cukai telah menerapkan manajemen risiko dengan mengelompokkan tingkat risiko melalui mekanisme penjaluran. Penjaluran yang diterapkan membedakan perlakuan tingkat pelayanan dan pengawasan. Terhadap pemberitahuan impor barang dilakukan pemeriksaan berupa penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik. Pengelolaan risiko ini dilakukan untuk mengendalikan tingkat kepatuhan importir dalam pemberitahuan pabean agar hak negara dari penerimaan kegiatan impor dapat terpenuhi. Selain penerimaan bea masuk dari yang diberitahukan melalui pemberitahuan impor barang secara self assessment, penerimaan bea masuk juga berasal dari kinerja Bea dan Cukai dalam meneliti pemberitahuan yang disampaikan dan menerbitkan surat penetapan berupa SPTNP (surat penetapan tarif dan nilai pabean), SPKTNP (surat penetapan kembali tarif dan nilai pabean), SPP (surat penetapan pabean), dan SPSA (surat penetapan sanksi administrasi) yang dalam hal ini diistilahkan sebagai extra effort. Extra effort dalam pembahasan ini diukur berdasarkan nilai rupiah bukan berdasarkan banyaknya jumlah dokumen yang diterbitkan tagihannya berdasarkan penetapan pejabat Bea dan Cukai. Hal ini dengan pertimbangan karena pengukuran kinerja penerimaan didasarkan jumlah rupiah dari target penerimaan setiap tahunnya. Pengukuran kontribusi penerimaan extra effort dilihat dari nilai nominal rupiah yang diterbitkan. Berikut gambaran potensi penerimaan Bea dan Cukai Tanjung Priok dari PIB yang telah diberitahukan dan tagihan yang telah diterbitkan hingga bulan Oktober 2014: Potensi Penerimaan Bea Masuk KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok Tahun 2014 Uraian
BM Self Assessment Nilai BM
Extra Effort (Tagihan Terbit) BM Notul
Denda Adm+Bunga
Total Tagihan
Total
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Uraian
BM Self Assessment
Extra Effort (Tagihan Terbit) BM Notul
Nilai BM
Denda Adm+Bunga
Total Tagihan
Total
7.388,23 1.413,97 1.219,25 1.276,13 1.223,00
312,96 254,34 45,25 72,85 130,68
115,95 1223,12 12,84 16,5 25
428,91 1.477,46 58,09 89,35 155,68
7.817,14 2.891,43 1.277,34 1.365,48 1.378,68
Akum. 2014
12.520,58
816,08
1393,41
2.209,49
14.730,07
Persentase
85,00%
5,54%
9,46%
15,00%
100,00%
Semester I 2014 Juli 2014 Agustus 2014 September 2014 Oktober 2014
Sumber: diolah dari data KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok Potensi penerimaan bea masuk berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa terdiri dari dua kategori utama yakni berasal dari self assessment dan extra effort. Penerimaan dari pemberitahuan mandiri importir hingga akhir Oktober 2014 berjumlah 85% dari total potensi penerimaan sedangkan penerimaan dari kinerja petugas Bea dan Cukai dalam menerbitkan tagihan dari extra effort berjumlah 15% dari total potensi penerimaan. Tagihan yang diterbitkan oleh petugas terdiri dari dua item, pertama tagihan tambahan bea masuk hasil nota pembetulan dan yang kedua tagihan atas sanksi administrasi berupa denda dan bunga. Bea masuk tambahan hasil extra effort memegang porsi 5,54% dari total potensi penerimaan dan sanksi administrasi lebih punya porsi yang besar sejumlah 9,45%. Pada bulan Juli 2104 terdapat tambahan bea masuk hasil nota pembetulan dan sanksi administrasi yang cukup signifikan karena terbit hasil audit diantaranya PT Subaru sebesar Rp 1.289,39 Milyar. Berdasarkan tabel di atas ternyata penerimaan bea masuk ternyata bukan hanya dari pemberitahuan impor barang yang disampaikan oleh importir (self assessment) tetapi ada juga hasil dari kinerja petugas Bea dan Cukai dalam meneliti kebenaran pemberitahuan dan menerbitkan penetapan dan tagihan. Potensi penerimaan pada tabel Potensi Penerimaan Bea Masuk KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok
baru berupa potensi yang keseluruhannya belum
menjadi penerimaan karena belum semua potensi tersebut telah masuk dalam kas negara. Untuk realisasi penerimaan dan prediksi penerimaan akan digambarkan pada Prognosa Penerimaan. Berikut gambaran prognosa penerimaan bea masuk Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Prognosa Penerimaan Bea Masuk KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok Tahun 2014 Prognosa Penerimaan Bea Masuk KPU Tanjung Priok Bulan Januari -‐ Desember 2014 ( Dalam Milyar Rp)
Keterangan
Self Assessment (PIB) Berkala MITA Extra Effort BM DTP Total BM
Kontri. Target
13.573,51
Realisasi sd 12 Nov 2014 10.884,67
2.306,27
% dari target
%porsi Perkiraan Prediksi realisasi Nov -‐ Des Total
% porsi prediksi
80,19%
75,41%
24,13
10.908,80
75,31%
1.750,28
75,89%
12,13%
3,64
1.753,92
12,11%
2.094,15
1.772,71
84,65%
12,28%
2,39
1.775,10
12,26%
159,59
26,48
16,59%
0,18%
20,00
46,48
0,32%
18.133,53
14.434,14
79,60%
100%
50,16
14.484,30
100%
Sumber: KPU BC Tanjung Priok Pada tabel di atas penerimaan bea masuk dibagi dalam 4 (empat) kategori yakni dari self assessment (PIB), berkala MITA, extra effort, dan BM DTP. Kategori self assessment (PIB) yang dimaksud disini adalah penerimaan dari PIB yang diberitahukan oleh importir yang masuk dalam penjaluran selain jalur MITA (mitra utama). Kategori kedua Berkala MITA adalah penerimaan dari pembayaran yang dilakukan oleh importir-importir yang mendapatkan jalur MITA (mitra utama) yang mendapat pelayanan pembayaran berkala terhadap importasinya. Kategori ketiga extra effort adalah kebijakan usaha kinerja tambahan yang dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai untuk menggali potensi penerimaan dari penerbitan SPTNP, SPKTNP, SPP, dan SPSA. Penerbitan SPTNP dan lainnya tersebut sebagai hasil kinerja pejabat Bea dan Cukai mengamankan hak penerimaan negara. Penerbitan surat penetapan melalui penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi. Dan kategori terakhir adalah penerimaan dari DTP (ditanggung pemerintah), kategori ini memang terdapat pada beberapa jenis barang yang bea masuknya ditanggung oleh pemerintah. Pada tabel prognosa penerimaan bea masuk di atas dapat terlihat bahwa berdasarkan persentase porsi proyeksi hingga akhir tahun 2014 jumlah penerimaan terbesar akan diperoleh dari kategori penerimaan self assessment yang diberitahukan oleh importir, dengan persentase proyeksi sebesar 75,31%.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Kemudian penerimaan terbesar kedua akan diperoleh dari hasil extra effort sebesar 12,26%, jumlah ini berbanding tipis dengan penerimaan dari pembayaran berkala MITA dengan persentase 12.11%. Pembayaran berkala oleh MITA merupakan fasilitas yang diterima oleh importir yang terdaftar sebagai importir mitra utama dengan tingkat risiko yang rendah pada profil importir dan profil komoditi yang diimpornya. Pada prinsipnya importir MITA juga melakukan sistem self assessment hanya fasilitas pembayaran terhadap kewajiban bea masuk dan pajak dalam rangka impornya yang dapat penangguhan dibayar secara berkala. Proyeksi penerimaan dari extra effort sebesar 12,26% hasil dari kinerja petugas Bea dan Cukai dalam melakukan manajemen risiko. Dari keseluruhan pemberitahuan dan penghitungan yang disampaikan secara self assessment oleh importir kedapatan bahwa ada pemberitahuan yang tidak sesuai yang perlu dilakukan nota pembetulan oleh pejabat Bea dan Cukai, nota pembetulan dilakukan dengan menerbitkan SPTNP, SPKTNP, SPP, dan SPSA. Penerbitan penetapan oleh Bea dan Cukai membuktikan bahwa terdapat
risiko salah
pemberitahuan impor barang yang disampaikan kepada Bea dan Cukai. Kesalahan pemberitahuan dikoreksi melalui penetapan tarif dan nilai pabean serta diberikan sanksi administrasi. Persentase 12,26% merupakan capaian penerimaan yang menyatakan bahwa penerimaan bea masuk tidak hanya dipengaruhi oleh unsur nilai transaksi CIF, kurs, dan tarif saja tetapi juga berdasarkan peran kinerja Bea dan Cukai dalam meneliti kembali pemberitahuan dan penghitungan yang dilakukan oleh importir. Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan kepatuhan importir dengan metode manajemen risiko dengan mengelompokkan profil dan komoditi berdasarkan risikonya.
Pengelompokan
dilakukan
untuk
memudahkan
pemeriksaan.
Pemeriksaan mendalam dilakukan secara selektif karena tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan untuk seluruh barang impor. Kendala yang akan dihadapi bila seluruh barang diperiksa adalah dibutuhkan banyaknya sumber daya dan arus logistik terhambat. Terkait arus logistik barang, penjaluran yang berpotensi besar menghambat arus barang impor adalah jalur merah. Pada jalur merah, barang impor wajib dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Pemeriksaan fisik di tempat penimbunan sementara membutuhkan waktu untuk pergerakan kontainer dan pemeriksaan fisik. Setelah pemeriksaan fisik pun perlu diteliti dokumen terlebih dahulu dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan fisik. Dampaknya ada jeda waktu untuk tiap tahap pemeriksaan dan proses sehingga jalur merah merupakan penjaluran yang paling menghambat arus logistik barang sebelum semua ketentuan pabeannya terpenuhi. Pada tahun 2013 dan sebelumnya tingkat jalur merah di Bea dan Cukai Tanjung Priok tergolong tinggi, hampir lebih dari 20% untuk total dokumen pemberitahuan impor barang yang masuk. Jalur merah yang cukup banyak menuntut pemeriksaan fisik di lapangan dengan jumlah sumber daya pemeriksa yang juga cukup banyak dan dituntut untuk melakukan pemeriksaan dan pelaporan secara cepat agar semua dokumen jalur merah dapat terlayani. Banyaknya jalur merah membuat banyak barang menumpuk di kawasan pabean yang menyebabkan macetnya arus barang di pelabuhan. Akhir tahun 2013 Kementerian Keuangan menginstrusikan untuk menurunkan tingkat persentase jalur merah dengan menggeser sebagian jalur merah masuk ke jalur kuning dan hijau untuk mengurangi waktu jeda (dwelling time) di pelabuhan. Berikut perbandingan penjaluran pada tahun 2013 dan tahun 2014: Perbandingan Penjaluran Tahun 2013 dan 2014 Jalur Merah Kuning Hijau MITA Prioritas MITA Non Prioritas Hico Scan
2013 Jml Dok 103.214 47.836 253.775 72.506 42.170 2.027 521.528
2014 % 19,79% 9,17% 48,66% 13,90% 8,09% 0,39% 100%
Jml Dok 35.745 84.822 249.433 66.809 38.568 1.791 477.168
% 7,49% 17,78% 52,27% 14,00% 8,08% 0,38% 100%
Selisih -12,30% 8,60% 3,61% 0,10% 0,00% -0,01%
Sumber: KPU BC Tanjung Priok Berdasarkan data di atas dapat dilihat persebaran penjaluran di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. Di tahun 2014 terlihat perubahan persebaran drastis untuk penjaluran pada jalur merah dan kuning. Jalur merah pada tahun 2014 mengambil porsi 7,49% dan jalur kuning 17,78% dari total seluruh dokumen, jumlah ini berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Kondisi
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
ini terjadi akibat kebijakan Kementerian Keuangan dalam rangka menurunkan dwelling time salah satu caranya dengan menurunkan tingkat jalur merah yang diduga sebagai salah satu penyebab kemacetan arus barang di pelabuhan yang pada tahun sebelumnya berada pada angka 19,79%. Penurunan tingkat jalur merah berdampak pada berkurangnya jumlah pemeriksaan fisik di lapangan. Sebagian dokumen jalur merah dialihkan masuk menjadi jalur kuning dan hijau selanjutnya pemeriksaan fisik dialihkan kepada fokus penelitian dokumen. Walaupun pemeriksaan fisik melalui penjaluran dalam jalur merah berkurang akan tetapi Bea dan Cukai tetap mempunyai wewenang memeriksa fisik
selain jalur merah
dengan mekanisme periksa fisik melalui nota hasil intelijen. Penerimaan negara dari perdagangan internasional impor tidak hanya berupa bea masuk tetapi juga terkait penerimaan pajak dalam rangka impor. Pajak dalam rangka impor (PDRI) antara lain PPN, PPnBM, dan PPh. Porsi penerimaan bea masuk dan PDRI yang tercatat pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, 17% porsi penerimaan bea masuk dan selebihnya 83% porsi penerimaan untuk PDRI yang dipungut oleh Bea dan Cukai. Porsi penerimaan bea masuk dalam pemungutan pajak perdagangan internasional ini memang relatif jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penerimaan untuk pajak dalam rangka impor (PPN, PPh, dan PPnBM) hal ini patut diketahui bahwa sebenarnya prinsip penerapan bea masuk dan pajak sedikit berbeda. Bea masuk memang dikenakan pada barang impor dengan tujuan lebih kepada fungsinya sebagai fungsi reguleren berbeda dengan PDRI yang memegang peranan lebih pada fungsi penerimaan fiskal. Namun bea masuk merupakan termasuk unsur penghitungan dasar pajak. Untuk penghitungan pajak, bea masuk juga jadi bahan penghitungan karena bea masuk jadi unsur dasar pengenaan pajak. Karena bea masuk menjadi unsur dasar pengenaan pajak maka besar kecilnya bea masuk memengaruhi penerimaan perpajakan juga. Selain itu pula penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat Bea dan Cukai juga akan memengaruhi penerimaan perpajakan. Penetapan tarif dan nilai pabean dapat menghasilkan penetapan kurang bayar pada bea masuk dan juga pada pajak dalam rangka impor (PDRI). Jika penetapan tarif menggeser ke tarif bea masuk yang lebih tinggi maka akan memperbesar bea masuk dan secara berantai juga akan memperbesar PDRI. Jika
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
penetapan pada nilai pabean yang lebih tinggi maka akan memperbesar bea masuk dan juga akan memperbesar PDRI lebih tinggi lagi karena dasar pengenaan PDRI dari nilai pabean dan bea masuk keduanya menjadi meningkat maka peningkatan PDRI lebih tinggi bila terjadi penetapan nilai pabean. Ikhtisar Indikator Importasi 2014 Keterangan Jumlah Dokumen Netto (Ribu Ton) Devisa Total (Juta USD) BM (Milyar Rp) Kurs Rata-‐Rata Tarif Rata-‐Rata
TOTAL 2014
2013
477.168 521.528 27.481 30.064
Naik/Turun Nilai
%
(44.360) (2.583)
-‐8,51% -‐8,59%
50.570
59.869
(9.298) -‐15,53%
12.521 11.796 2,10%
13.362 9.723 2,30%
(841) 2.073 -‐0,20%
-‐6,29% 21,32% -‐8,56%
Sumber: data KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok Untuk kecenderungan impor tahun 2014 dapat dilihat pada tabel Ikhtisar Indikator Importasi 2014, data tersebut diambil untuk data kegiatan impor hingga 12 November 2014. Terlihat bahwa dari seluruh item perbandingan data tahun 2014 dan 2013 yang menampilkan perbedaan yang signifikan untuk tahun 2014 adalah kurs rata-rata. Kurs rata-rata tahun 2014 sebesar Rp 11.796,- sedangkan tahun 2013 sebesar Rp 9.723,- dengan selisih kenaikan sebesar 21,32%. Meskipun aktivitas impor menurun, dilihat dari turunnya tonase dan nilai impor, penerimaan bea masuk masih cenderung meningkat karena pengaruh kurs tahun 2014 meningkat. Pada tahun 2014 ini terjadi penurunan jumlah dokumen merah, pada tahun 2013 jumlah dokumen merah sebanyak 103.214 dokumen sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 35.745 dokumen. Penurunan jumlah dokumen merah pada tahun 2014 ini sangat signifikan sekali. Akibat penurunan jumlah dokumen merah maka terjadi jumlah penurunan pemeriksaan fisik di lapangan. Kebanyakan dokumen merah digeser masuk ke jalur hijau dan kuning. Kebijakan penurunan tingkat jalur merah dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi dwelling time
di
pelabuhan Tanjung Priok. Pengurangan jalur merah mengakibatkan fokus pemeriksaan lebih ditekankan pada penelitian dokumen. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa tarif rata-rata jalur merah tahun 2014 mengalami peningkatan Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
dengan tarif rata-rata 3,88%, meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan tarif rata-rata tahun 2013 3,56%. Tarif rata-rata yang meningkat hanya terjadi pada jalur merah, jalur lain mengalami penurunan tarif rata-rata. Tarif rata-rata dihitung dengan membagi jumlah penerimaan bea masuk dengan nilai devisa yang diterima dan kurs rata-rata. Peningkatan tarif rata-rata jalur merah sebagai hasil dari fokus penelitian yang lebih pada jalur ini karena jalur merah dikategorikan memiliki risiko yang lebih tinggi dari jalur lainnya. Tingginya risiko dilihat dari profil importir dan profil komoditi. Pemeriksaan fisik barang pada jalur merah dilakukan untuk memastikan kesesuaian fisik barang berdasarkan jumlah, jenis, merk, tipe, negara asal barang dan keterangan lain yang dibeitahukan pada PIB sesuai dengan kondisi fisik barang. Selanjutnya dilakukan penelitian dokumen terkait klasifikasi pos tarif, nilai pabean, dan fasilitas impor. Jalur merah dengan risiko yang lebih tinggi dari jalur lainnya dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk memastikan kapatuhan importir dalam pemberitahuan impor barangnya. Berdasarkan data penerimaan di atas diperoleh data bahwa tarif rata-rata jalur merah lebih tinggi daripada jalur lainnya. Tarif rata-rata tinggi ini karena penerimaan dari bea masuk jalur merah relatif lebih tinggi hasil pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen mendalam pejabat Bea dan Cukai. Faktor kurs dan devisa untuk jalur merah relatif stabil, untuk kontribusi devisa jalur merah hanya berkontribusi sebesar 6,89% tetapi untuk bea masuk jalur merah berkontribusi sebesar 12,75%. Manajemen
risiko
melalui
penjaluran
membantu
DJBC
dalam
mengidentifikasi dan mengelompokkan pemberitahuan impor barang berdasarkan tingkat risiko sehingga membantu dalam melaksanakan tugas pelayanan dan pengawasan. Dari hal ini dapat terlihat bahwa dengan melakukan manajemen risiko melalui penjaluran dan melakukan pemeriksaan dan penelitian, Bea dan Cukai dapat menguji kepatuhan importir dan dapat menggali potensi penerimaan yang lebih optimal dengan menerbitkan surat penetapan berupa SPTNP, SPP, dan SPSA terhadap importir yang salah atau tidak patuh dalam menyampaikan pemberitahuan impor barang. Kesimpulan
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Berdasarkan pengamatan dan penelitian sebagaimana yang telah dibahas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Manajemen risiko di DJBC diterapkan salah satunya melalui penjaluran berdasarkan profil risiko importir dan komoditi. Penjaluran membedakan perlakuan tingkat pelayanan dan pemeriksaan. Terdapat beberapa penjaluran yaitu, jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, jalur nonprioritas dan jalur prioritas.
2.
Dalam penerapan self assessment dalam pemenuhan kewajiban kegiatan impor, importir diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan impor barang (PIB). Pemberitahuan impor barang meliputi pemberitahuan secara mandiri oleh importir terkait pemberitahuan jumlah, jenis, harga, klasifikasi, tarif, negara asal, fasilitas, dan kondisi dari barang. Melalui pemberitahuan secara mandiri ini muncul risiko salah atau tidak benarnya pemberitahuan impor barang. DJBC melakukan pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen serta post clearance audit.
3.
Penerimaan bea masuk dipengaruhi oleh beberapa faktor variabel antara lain nilai transaksi CIF, tarif, dan kurs. Faktor lain juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global, volume perdagangan dunia, pertumbuhan ekonomi dalam negeri, inflasi dunia, inflasi dalam negeri. Selain faktor-faktor tersebut
berkaitan
dengan
penerapan
self
assessment
faktor
yang
memengaruhi penerimaan bea masuk juga dipengaruhi oleh kepatuhan importir yang dikelola salah satunya melalui manajemen risiko oleh DJBC. 4.
DJBC melakukan usaha ekstra (extra effort) untuk menggali potensi penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan menerbitkan SPTNP, SPKTNP, SPP, dan SPSA. Extra effort menghasilkan potensi penerimaan bea masuk pada periode Januari-November 2014 di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok sebesar 15% dari total penerimaan bea masuk.
5.
Seiring perkembangan dunia industri dan perdagangan yang menuntut kelancaran arus logistik dan untuk mengurangi dwelling time maka jalur merah yang merupakan penjaluran dengan pemeriksaan fisik dikurangi jumlahnya. Walaupun jumlah jalur merah dikurangi namun demikian Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
berdasarkan persentase penerimaan, penerimaan dari jalur merah hasil extra effort menunjukkan tingkat persentase penerimaan yang lebih besar dari jalur lainnya. Hasil extra effort untuk jalur merah ini sebagai bentuk manajemen Daftar Referensi Andriani, P.J.A. (2000). Pajak dan Pembangunan. Jakarta: UI Press. Anthony, Robert N. Dan Vijay Govindarajan. (1995). Management Control System (8th Ed). Boston: Richard D. Irwin, Inc. Arens, Alvin A., Randal J, Elder dan Mark S. Beasley. (2012). Auditing and Assurance Service: An Integrated Approach (14th Ed). New Jersey: Prentice Hall. Armstrong, Michael. (2006). A Handbook of Management Techniques (revised 3rd Ed). London: Kogan-Page. Aryana, I Made. (2011). Pengaruh Tarif Bea Masuk, Kurs, dan Volume Impor Terhadap Penerimaan Bea Masuk di Indonesia. Thesis, Universitas Udayana, Bali. Bazerman, Max H. Dan Don A. Moore. (2008). Judgement in Managerial Decision Making (7th Ed). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Bogdan, Robert dan Sari Knopp Biklen. (2006). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theories and Methods (5th Ed). USA: Pearson. Boynton, William C., Raymond N. Johnson dan Walter G. Kell. (2001). Modern Auditing (Student Study Guide). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.. Clough, Richard H. and Glenn A. Sears. (1994). Construction Contractin: A Practical Guide to Company Management (6th Ed). USA: Wiley & Sons, Incorporated, John. Creswell, John W. (1994). Research Design : Qualiative and Quantitative Approaches. California : Sage Publication. Davis, Gordon B. dan Margarethe H. Olson. (1985). Management Information Systems: Conceptual Foundation, Structure, and Development (2nd Ed). New York: McGrawHill Book Co. Dlava, Deviyanto.(2012). Implementasi Manajemen Risiko dalam Bidang Impor. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. Hall, James A. (2007). Sistem Informasi Akuntansi, Buku 1 (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat. Hidayat, Wahyu. (1994). Pengantar Ilmu Ekonomi Internasional. Jakarta: Komunika Utama. Hodgson, John S. dan Mark G. Herander. (1983). International Economic Relation. New Jersey: Prentice Hal- International edition. Hopkin, Paul. (2010). Fundamental of Risk Management: Understanding, Evaluating, and Implementing Effective Risk Management. London: Kogan Page Limited. Industry Panel on Customs Audit Reforms. (1995). Looking to the Future – Compliance Improvement, Report of the Industry Panel on Customs Audit Reforms. Canberra: Australia Customs Service. International Chamber of Commerce. (2010). Incoterms 2010. http://www.iccwbo.org/products-and-services/trade-facilitation/incoterms-2010/ Lapone, Bestrand. (2011). Risk Management Systems: Using Data Mining in Developing Countries Customs Administration. World Customs Journal, Vol. 5, Number 1, 17-27. Mangkoesoebroto, Guritno. (2001). Ekonomi Publik (Ed III). Yogyakarta: BPFE.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indah. Neuman, Wiliam Lawrence. (2000). Social Research, Qualitative and Quantitaive Approach (4th Ed). USA: Allyn & Bacon. Noshworthy, J.D. (2000). Implementing Information Security in the 21st Century – Do you have the balancing actors ?. UK. Elsevier Advanced Technology Publications Oxford. Porter, Lord dan Clive M Schmithoff's. (1990). Export Trade : The Law and Practice of Internetional Trade. London: Steven & Sons, Ltd. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. __ __, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. __ __, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan __ __, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 jo. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 jo. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 jo. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan __ __, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 jo. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 jo. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). __ __, Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. Undang-undang 11 Tahun 1994 jo. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 jo. Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Romney, Marshall B dan Paul John Steinbart. (2006). Sistem Informasi Akuntansi, Buku 1 (Edisi 9). Jakarta: Salemba Empat. Rosdiana, Haula, dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Seyoum, Belay. (2009). Export-Import Theory, Practices, and Prochedures (2nd Ed). New York: Routledge. Smith, Clifford W. Dan Charles W. Smithson. (1990). The Handbook of Financial Engineering: New Financial Product Innovations, Application, and Analyses. USA: Ballinger Pub Co. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sunarso. (2008). Modul Aplikasi Nilai Pabean. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Surojo, Arief. (2003). Pajak atas Lalu Lintas Barang sebagai Bagian dari Kewajiban Pabean di Dalam Mekanisme Ekspor-Impor. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Tim Penyusun Pusdiklat Bea dan Cukai. (2008). Teknis Kepabeanan Lanjutan di Bidang Impor. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Waluyo. (2007). Perpajakan Indonesia. Buku 1, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Warta Bea Cukai edisi September 2014. (2014). Realisasi Penerimaan DJBC 2014. Jakarta: Warta Bea Cukai. hal 35. Widdowson, David. (2004). Managing Risk in Customs Context, dalam Luc De Wolf and Jose B Sokol (Ed). Customs Modernization Handbook (hlm. 91-99). Washington DC: World Bank.
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014
Universitas Indonesia Penelaahan dasar-dasar pemeriksaan di..., Wahyu Adi Perdana, FE UI, 2014