1
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan )
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM
OLEH :
NAMA : JUNITA SITORUS NIM : 040 200 109 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
2
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM
NAMA : JUNITA SITORUS NIM : 040 200 109 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
(Abul Khair, SH, M.Hum) NIP. 131 842 854
DOSEN PEMBIMBING I
DOSEN PEMBIMBING II
(Abul Khair, SH, M.Hum) NIP. 131 842 854
(Rafiqoh Lubis, SH. M.Hum) NIP. 132 300 076
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Segala sembah sujud, puji syukur, dan terimakasih penulis ucapkan kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus atas segala cinta kasih, pertolongan, kemurahan, dan penyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Adapun judul dari skripsi ini adalah : “PENEGAKAN
HUKUM
TERHADAP
TINDAK
PIDANA
PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS”. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari pada pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini. Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
4
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM., selaku Pembantu dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 5. Bapak Abul Khair, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, untuk semua kesabaran dan dedikasi dalam membimbing penulis baik dalam studi, dan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
meluangkan
waktu
untuk
membimbing
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini dan kesabarannya dalam membimbing penulis mulai dari titik awal penulisan skripsi sampai dengan selesainya penulisan ini. Terimakasih banyak ibu. 7. Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana. 8. Bapak M. Eka Putra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali penulis, yang telah memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
5
10. Buat Ayahanda T. Sitorus dan Ibunda H. Simanjuntak yang terkasih dan tercinta, terimasih untuk Doa, semua kasih, cinta dan sayangnya yang teramat banyak sekali, perhatian, pengorbanan dan bimbingan yang tulus kepada penulis. 11. Buat kakak Herlina, abang Sahat, adek Meriko dan Dede Teresya Nova yang telah memberikan kasih sayang yang begitu indah serta dukungan moril kepada penulis. 12. Buat abangku tercinta dan tersayang Hendra Lion Hutasoit, terimakasih
buat
cinta,
sayang,
perhatian,
kesetiaan
dan
pengorbanannya yang sudah jauh-jauh datang datang dari tanjung balai buat bantuin adc menyelesaikan skripsi dan juga sudah mengingatkan adc. 13. Temen-temen terdekat dan terbaik, Claudya Eterina Br Purba, terimakasi udah membantu temenmu ini dan waktu serta sudah mengingatkan aku buat menyelesaikan skripsi aku, dan juga buat Romelda Proniastria makasi banyak ya. Tetaplah menjadi Soulmate’ aku yang abadi selamanya. 14. Rekan-rekan di Tim Basket Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Jangan menyerah walaupun kita belum menang. SEMANGAT. 15. Kakak-kakak senior di FH-USU. 16. Sahabat-sahabat penulis stanbuk 2004 (dari PRM sampai Reguler), khusus temen-temen group-A, senang bisa mengenal kalian semua Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
6
(Vellyn-Virsa-Ayu-Tika-Irma, Ilsa-Tantri-Tami, Migdad-Amar-IlhamHartanta-Igun-Ramon, Aminah cs, Rozi-Ajo-Darma, Agus, Raja, Lidya cs).
Medan, Juni 2008.
Penulis, JUNITA SITORUS NIM 040200109
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iv DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. vi ABSTRAK………………………………………………………………………. vii BAB I.
PENDAHULUAN………………………………………………….. 1 A. Latar belakang………………………………………………… 1 B. Perumusan masalah…………………………………………… 4 C. Tujuan dan manfaat penulisan……………………………….... 4 D. Keaslian penulisan…………………………………………….. 5 E. Tinjauan kepustakaan…………………………………………. 6 1. Pengertian penegakan hukum……………………….. 6 2. Pengertian tindak pidana……………………………. 14 3. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan dan Jenis-Jenis Penyeludupan…………………………… 19 F. Metode penelitian……………………………………………... 23 G. Sistematika penulisan…………………………………………. 25
BAB II.
DAMPAK PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS DI INDONESIA…………………………………………………… 28 A. Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia…………………………………….………. 28 B. Dampak penyeludupan pakaian bekas di Indonesia….……..... 37
BAB III. KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
8
PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS…………………………. 51 A. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan…………………………………………..……….. 51 B. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor……………………………………………… 58 C. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.642/MPR/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 230/MPP/Kep/7/1997 Tentang Barang yang diatur Tata Niaga Impornya………………………………… 61 D. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/mpp/Kep/10/2002 Tentang Tata Niaga Impor Tekstil………………………………………………………. 62
BAB IV. PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS……………………….. 65 A. Kasus…………………………………………………… …. 65 B. Analisis kasus…………………………………… ………… 78
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN……………………… … ……… 88 A. Kesimpulan……………………………………… … ……... 88 B. Saran……………………………………………… … ……. 90
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… ……. 92
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
9
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Dakwaan dan Putusan Hakim dalam Kasus Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas…………………................ 83
Tabel 2 : Pertimbangan Hakim dalam Putusan Kasus Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas……………………. 85
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
10
ABSTRAKSI JUNITA SITORUS1 ABDUL KHAIR, SH, M.HUM** RAFIQOH LUBIS, SH, M.HUM***
Masalah pemberantasan penyeludupan pakaian bekas tetap akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik dikalangan para penegak hukum,oleh karena masalah ini menjadi salah satu sasaran pkokok dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum dan beberapa instansi terkait yang memiliki kewenangan dan pengawasan atas pelaksanaan impor dan ekspor barang. Tindak pidana penyelundupan sangat merugikan dan mengganggu keseimbangan kehidupan bangsa Indonesia. Kerugian Negara akibat dari penyelundupan pakaian bekas ini mencapai triliunan rupiah. Adanya penyeludupan pakaian bekas yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur ekspor-impor yang berlaku bila dibiarkan begitu saja tapa ada penyelesaian karena bea-bea yang masuk akan digunakan sebagai dana pembangunan bangsa. Larangan impor pakaian bekas sudah ada sejak 18 Januari 1982 akan tetapi masih banyak masyarakat yang melakukan penyelundupan pakaian bekas ini. Hal ini lah yang menjadi latar belakang ketertarikan penulis untuk menulis skripsi dengan permasalahan; apakah dampak penyeludupan pakaian bekas; peraturan apakah yang berkaitan dengan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas; bagaimana penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas. Metode penelitian didalam skripsi ini adalah Yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Medan. Data sekunder dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas adalah faktor geografis; kondisi industri dalam negeri; transportasi; mentalitas dan masyarakat, serta dampak penyeludupan pakaian bekas adalah dampak negatif yakni: terhadap pendapatan Negara; perekonomian Negara; perkembangan industri dalam negeri dan kesempatan kerja dan tenaga kerja sedangkan dampak positifnya adalah bagi masyarakat miskin yang dapat memperoleh pakaian dengan harga yang murah. Peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan adalah UndangUndang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Keputusan Menteri perindustrian dan perdagangan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 disebutkan bahwa pelaku penyeludupan akan diberikan hukuman akumulatif
1
Mahasiswi Fakultas Departemen Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. pengajar dan Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. ***Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. ** Staf
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
11
berupa pidana penjara dan denda. Dan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.229/MPP/Kep/7/1997 dan No.642/MPP/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I No.230/MPP/Kep/7/1997 tercantum bahwa barang yang di impor harus dalam keadaan baru dan barang gombal baru dan bekas dilarang. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap putusan kasus dengan nomor 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn dan putusan nomor 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn, dapat dilihat bahwa kedua kasus tersebut diperiksa secara splitsing.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Tindak pidana penyeludupan sangat merugikan dan mengganggu keseimbangan
kehidupan
bangsa
Indonesia.
Kerugian
Negara
akibat
penyeludupan mencapai triliunan rupiah. Modus yang dilakukan pada umumnya mengakali berbagai fasilitas kemudahan ekspor-impor yang diberikan Bea Cukai. 2 Dengan adanya penyeludupan-penyeludupan yang dilakukan oleh oknumoknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur eksport-import yang berlaku. Hal ini sudah jelas sangat merugikan Bangsa Indonesia jika dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaiannya karena bea-bea tersebut kelak akan dipergunakan sebagai dana pembangunan bangsa, yang salah satunya bersumber dari pajak. Berbagai penyeludupan terjadi di Indonesia termasuk penyeludupan pakaian bekas. Penyeludupan pakaian bekas (ballpressed) ada yang terjadi dalam frekuensi tinggi sehingga hampir setiap saat dapat di baca dan di dengar dari media masa yaitu tentang penyeludupan pakaian bekas. Maraknya penyeludupan pekaian bekas (ballpressed) di Indonesia karena terpuruknya perekonomian Indonesia. Perekonomian yang terpuruk sungguh menyulitkan rakyat
dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga rakyat demi memenuhi kebutuhan
2
http://www.hukmas.depkeu.go.id/kliping/unit.asp?kdx=unittopik&KDunit=DJBC%20% 20%20%20%20%20&KDTOPIK=KEPABEAN%20%20&urunit=Direktorat%20Jenderal%20Bea %20dan%20Cukai&urtopik=KEPABEANAN, diakses pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 10.10 WIB. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
13
ekonomi, urusan sandang pun jadi nomor dua. Dari segi ekonomi pakaian bekas yang dikirim dari Negara luar tersebut lebih murah harganya. Masuknya pakaian bekas impor illegal ke pasar domestik selama ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk memberantas praktek impor pakaian bekas illegal tersebut sampai tuntas. 3 Di Indonesia dewasa ini banyak sekali ditemukan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas, yaitu sebagai contoh Syaifullah bin Isnin, nakhoda KM Hendrayan, terdakwa perkara penyeludupan pakaian bekas asal Singapura, divonis dua tahun penjara dan denda Rp2 juta subsider satu bulan kurungan 4, Budijono dan Irfan 4.493 bal pakaian bekas impor illegal tersebut berhasil ditangkap aparat Kepolisian dari Polda Metro Jaya antara Oktober 2002 sampai 20 April 2003. Sebelumnya Menperindag juga telah memusnahkan 1.696 bal pakaian bekas impor illegal senilai Rp 1,5 miliar di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara yang berhasil ditangkap aparat Angkatan Laut dan Polri dan telah divonis oleh Pengadilan untuk disita dan selanjutnya dimusnahkan dengan cara dibakar. Dengan demikian, 4.493 bal pakaian bekas impor yang baru dibakar aparat berwenang tersebut nilainya diperkirakan mencapai Rp 2 miliar. Oleh karena itu, Pemerintah kini mulai mengambil tindakan tegas terhadap pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia secara ilegal dengan menyita dan memusnahkan barang
3
http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, diakses pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 09.30 WIB. 4 http://www.antara.co.id/arc/2008/2/19/ penyelundup- pakaian- bekas- divonis- 2- tahunpenjara/, diakses pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 13.15 WIB. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
14
haram tersebut dengan cara dibakar. Penyitaan produk pakaian bekas impor dilakukan aparat berwenang karena kegiatan impor produk pakaian bekas sampai kini masih tetap dilarang pemerintah. Bahkan ketentuan larangan impor pakaian bekas sudah sejak 18 Januari 1982 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan dan Koperasi (Mendagkop) karena impor pakaian bekas merupakan kegiatan yang illegal. 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan mengatur bahwa Direktorat Jendral Bea Cukai adalah melakukan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean. Namun mengingat letak geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan
Negara
tetangga,
maka
perlu
dilakukan
pengawasan
terhadap
pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyeludupan dengan modus pengangkutan antar pulau khususnya dalam barang tertentu. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Yang dimaksud dengan kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar di daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. 6 Dan dalam Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dalam Pasal 3 menyebutkan barang yang di impor harus dalam keadaan baru. Akan tetapi meskipun adanya
5
http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 12.00 WIB. 6 Undang-undang No.17 Tahun 2006 Tentang perubahan Undang-undang N0.10 Tahun 1995 Tentang kepabeanan Pasal 1 ayat (1). Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
15
peraturan-peraturan tersebut masih dapat
masuknya pakaian bekas tersebut
ke Indonesia. 7 Dari paparan tersebut di atas masalah tindak pidana penyeludupan pakaian bekas akan menjadi bahan perbincangan yang menarik di kalangan para penegak hukum, para kalangan mahasiswa, sampai kepada masyarakat luas tentunya. Oleh karena itu timbul suatu ketertarikan penulis yang sangat besar untuk menulis skripsi tentang masalah Tindak Pidana penyeludupan pakaian bekas tersebut berjudul : “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS”
B. Rumusan Permasalahan Dari uraian latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan di bahas sebagai berikut ini : 1. Apakah dampak penyeludupan pakaian bekas? 2. Peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas 3. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas 4. C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
7
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
16
1. Untuk mengetahui dampak peyeludupan pakaian bekas. 2. Untuk mengetahui Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Tindak Pidana Peyeludupan pakaian bekas. 3. Untuk
mengetahui
penegakan
hukum
terhadap
Tindak
Pidana
Penyeludupan pakaian bekas. Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Teoritis, Yaitu penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk memberikan pengetahuan bagi mereka mengenai penyeludupan pakaian bekas, mulai dari hal-hal yang menyebabkan
larangan impor, pengaturan Tindak Pidana Penyeludupan, dan
penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas. 2. Manfaat Praktis, Yaitu dapat mengetahui bagaimana Tindak Pidana Penyeludupan dari sisi hukumnya dan juga pengaruh dan dampaknya bagi pendapatan Negara, serta skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum tentang Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas.
D. Keaslian Penulisan Penulisan karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas” ini adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Penulis telah melakukan di Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
17
perpustakaan Fakultas Hukum U.S.U dan tidak ada skripsi yang menulis judul yang sama, kalau pun ada, penulis yakin substansi pembahasannya berbeda. Karya tulis dalam bentuk skripsi ini, dibuat oleh penulis guna melengkapi salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum USU Medan, merupakan hasil dari daya upaya penulis dalam mengumpulkan segala jenis keterangan-keterangan, informasi, data-data baik itu berupa artikel ataupun tulisan dari koran maupun internet, begitu juga dari bukubuku, peraturan perundang-undangan. Segala upaya pencarian informasi yang dilakukan penulis semata-mata adalah berkaitan dengan penulisan karya tulis bentuk skripsi yang membahas tentang penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas. Apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegakan hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Penegakan hukum yang dikaitkan dengan perlindungan masyarakat terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
18
salah satu sarana politik criminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula dikenal dengan istilah “social defence”. 8 Menurut Barda Nawawi, ada 4 aspek dari perlindungan masyarakat yang harus juga mendapatkan perhatian dalam penegakan hukum pidana, yaitu: 9 a. Mayarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Bertolak dari aspek ini, maka wajar apabila penegakan hukum bertujuan untuk penanggulangan kejahatan. b. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap sifat berbahayanya seseorang. Oleh karena itu wajar pula, apabila penegakan hukum pidana bertujuan memperbaiki sipelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna. c. Masyarakat memerlukan pula perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegakan hukum maupun dari masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan yang sewenangwenang dilakukan hukum. d. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang tergantung sebagai
8
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, Halaman 11. 9 Ibid, Halaman 13. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
19
akibat adanya kejahatan. Oleh karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Hukum berfungsi dilaksanakan
sebagai perlindungan manusia. Hukum harus
agar kepentingan manusia terlindungi. Pelaksanaan dapat
berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Hukum yang dapat dilanggar itu dalam hal ini harus ditegakkan melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Ada 3 unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum, yaitu: 10 1. Kepastian hukum (rechtssicherheit); 2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit); dan 3. Keadilan (gerechtigkeit). Penegakan hukum (pidana), apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu: 11 1) Tahap formasi, yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang. Tahap ini disebut tahap legislatif. 2) Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif.
10
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, Halaman 145. Teguh Prasetyo & Abdul Halim, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, halaman 111. 11
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
20
3) Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara kongkrit oleh aparat penegak hukum. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap mengenjawantahkannya dalam sikap dan tindakan sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Tegaknya hukum ditandai oleh beberapa faktor yang saling berkaiatan erat yaitu hukum dan aturannya. 12 Penegakan hukum tidak hanya mencakup Law enforcement tetapi juga Peace maintenance. Hal ini karena pada hakekatnya penegakan hukum merupakan proses penyesuaian antara nilai-nilai, keadaan-keadaan dan pola perilaku nyata, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Oleh karena itu tugas utama penegakan hukum adalah mencapai keadilan. 13 Penegakan hukum dalam Negara dilakukan secara preventif dan represif. Penegakan hukum secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi ternyata masih juga terdapat pelanggaran hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka hukum
12
Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, Halaman 3. 13 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, Halaman 98. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
21
harus ditegakkan secara preventif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasionalnya didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, sampai kepada lembaga pemasyarakatan. 14 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang kongkrit. Hukum itu harus berlaku sebagaimana mestinya dan pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, Fiat Justitia et pereatMundus (meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan). Hal itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindunggan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam kepastian tertentu. 15 Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk
adanya ketertiban
masyarakat, sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa suatu proses penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh budaya yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat,
14 15
Teguh Prasetyo & Abdul Halim, Op.Cit, Halaman 112. Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, Halaman 145.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
22
jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan didalam masyarakat. Unsur penegakan yang lain adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan. Proses pelaksanaan atau penegakan hukum harus dilakukan secara adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Keadilan bersifat sebaliknya yaitu bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain. 16 Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:17 a. Faktor hukum itu sendiri, misalnya Undang-undang. b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. c. Faktor sarana dan aktifitas yang mendukung penegakan hukum. d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
16 17
Sudikno Mertokusumo, Ibid, Halaman 146. Soejono Soekanto, Op.Cit, Halaman 8.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
23
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektifitas penegakan hukum. Unsur-unsur yang terkait dalam menegakkan hukum sebaiknya harus diperhatikan, kalau dalam
menegakkan hukum hanya
diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Proses dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Kenyataan yang terjadi dalam praktek, tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. 18 Seseorang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya tanpa adanya kepastian hukum dan akhirnya timbul keresahan. Rasa tidak adil dan kaku juga akan timbul apabila terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan terlalu ketat mentaati peraturan hukum. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat: Lex dura sed tamen scripta (undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya). Undang-undang itu tidak sempurna. Undang-undang itu memang tidak mugkin mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas. Undang-undang itu adakalanya tidak lengkap dan adakalanya
18
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, Halaman 147.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
24
undang-undang itu tidak jelas. Undang-undang harus dilaksanakan meskipun tidak lengkap atau tidak jelas. Hakim harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang dalam hal terjadi
pelanggaran
undang-undang.
Hakim
tidak
dapat
menangguhkan
pelaksanaan atau penegakan undang-undang yang telah dilanggar. Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. Ia dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih tidak sempurnanya undang-undang atau tidak ada hukumnya. Hakim mau tidak mau harus menjatuhkan putusan ( Pasal 22 AB, Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Asas penegakan hukum yang tepat, sederhana dan berbiaya ringan hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan masyarakat. Sejalan dengan itu pula, masih banyak ditemui sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merugikan masyarakat maupun keluarga korban. Harus diakui juga bahwa banyak anggota masyarakat yang masih sering melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya yaitu mempengaruhi aparatur hukum secara negatif dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku pada proses penegakan hukum yang bersangkutan, yang ditujukan pada diri pribadi, keluarga anak/kelompoknya. 19 Faktor-faktor yang mempengaruhi belum berperannya masyarakat secara baik dan optimal sesuai ketentuan dalam proses penegakan hukum tentu banyak
19
Soejono Soekanto, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Halaman1. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
25
sekali. Peran masyarakat tentunya sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum, selain itu tentu masih banyak ditemui hambatan/kendala-kendala yang merugikan masyarakat selama proses penegakan hukum tersebut.
2. Pengertian Tindak pidana Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah pidana (perbuatan pidana), kesalahan dan pidana serta korban. 20 Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. 21 Menurut Simon, pengertian stafbaar feit berbunyi sebagai berikut: “Stafbaar feit is een strafbaar gestelde on rechmatige (wederrechelijk), metschuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar person”, 22 yang dalam terjemahannya adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan dapat dihukum.
20
Fuah Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004, halaman
31. 21
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, halaman 67. 22 Satochid kartanegara, Hukum Pidana kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Halaman 65. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
26
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah Tindak Pidana, Peristiwa pidana, Delik, Pelanggaran Pidana, Perbuatan yang boleh dihukum, Perbuatan yang dapat dihukum, Perbuatan Pidana. 23 Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni Straf, Baar, Feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbaar Feit itu, ternyata Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan Baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata Feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. 24 Secara literlijk kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Kaitanya dengan istilah Strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum. Padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti starf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. Kata “baar” mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah, yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk feit memang lebih pas untuk diterjemahkan dengan perbuatan. Kata pelanggaran telah lazim digunakan dalam pembendaharaan hukum Indonesia untuk mengartikan dari istilah overtrading
23 24
Adami Chazawi, Op Cit., Halaman 67. Ibid. Halaman 69.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
27
sebagai lawan dari istilah misdrijven (kejahatan) terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP. 25 Kata “peristiwa”, menggambarkan pengertian yang lebih luas dari perkataan perbuatan. Hal itu karena peristiwa tidak saja menunjuk kepada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana. Peristiwa baru menjadi penting dalam hukum pidana, apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia (pasif maupun aktif). 26 Istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan, walaupun masih dapat diperbedakan juga ketepatannya. Tindak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif (handelen) semata, dan tidak termasuk kelakuan manusia yang pasif atau negatif (nalaten). Pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkannya diperlukan/diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya mengambil (Pasal 362 KUHP) atau merusak (Pasal 406 KUHP). Perbuatan pasif adalah suatu bentuk perbuatan fisik apapun yang oleh karenanya, dengan demikian seseorang
25 26
Ibid. Ibid.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
28
tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong (Pasal 531 KUHP) atau perbuatan membiarkan (Pasal 304 KUHP). 27 Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan itu juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana 28. Untuk istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi dalam perundangundangan pidana Indonesia, seperti dalam KUHP dan Peraturan-peraturan Tindak Pidana Khusus. Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian strafbaar feit dan beliau mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
27 28
Ibid. Ibid., Halaman 75.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
29
Beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek dari pada perbuatan, “tindak” tidak menunjukan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan kongkrit. 29 Dari pengertian diatas, Moeljatno memberikan unsur tindak pidana sebagai berikut: 30 a. perbuatan; b. yang dilarang (oleh aturan hukum); c. ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan); Dari uraian unsur tindak pidana diatas, maka yang dilarang adalah perbuatan manusia, yang melarang adalah aturan hukum. Berdasarkan kata perbutan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tetapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa seorang itu dipidana karena melakukan perbuatan yang dilarang di dalam hukum. Pandangan beliau terhadap perbuatan pidana dalam istilah yang beliau gunakan, bahwa beliau memisahkan antara perbuatan dengan orang melakukan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut : a. Ada suatu norma pidana tertentu. b. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-Undang. c. Norma pidana itu harus berlaku sebelum perbuatan itu terjadi.
29
Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Sinar Grapika, Jakarta, 1991, Halaman 3. 30 Adami Chazawi, Op Cit., Halaman 79. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
30
Dengan perkataan lain, bahwa tidak seorangpun karena suatu perbuatan tertentu, bagaimanapun jahatnya, dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu. 31 Jadi syarat utama dari adanya “perbuatan pidana” adalah kenyataan bahwa ada aturan yang melarang dan mengancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
3. Pengertian
Tindak
Pidana
Penyeludupan
dan
Jenis-Jenis
Penyeludupan a. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan Istilah “penyeludupan” , “menyeludup” sebenarnya bukan istilah yuridis. Ia merupakan pengertian gejala sehari-hari, dimana seseorang secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi memasukkan atau mengeluarkan barang-barang ke atau dari dalam negeri dengan latar belakang tertentu. 32 Latar belakang perbuatan demikian ialah untuk menghindari bea cukai (faktor ekonomi), menghindari larangan yang dibuat oleh pemerintah seperti senjata api, amunisi, dan sejenisnya, narkotika (faktor keamanan) dan lain-lain. Penyeludupan dalam arti ini adalah dalam pengertian luas. Sedangkan dalam pengertian sempit mengenai penyeludupan terdapat di dalam Keputusan Presiden No. 73 Tahun 1967 pada Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “tindak pidana
31 32
Lihat Pasal 1 ayat (1) KUHP. Hamzah, Delik Penyelundupan,Akademi Pressindo, Jakarta,1985, Halaman 1.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
31
penyeludupan ialah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia (impor).33 Pengertian Penyeludupan sebagaimana yang dimuat dalam Keputusan Presiden No. 73 Tahun 1967 sama dengan Pengertian Penyeludupan yang dimuat dalam the New Grolier Webster International Of English Languange (Volume II, halaman 916) yang berbunyi “To Import or export secretly and contrary to law, without payment of legally required duties” yang dalam terjemahannya adalah “mengimpor atau mengekspor secara rahasia dan bertentangan dengan hukum yang ditentukan dengan sah”. 34 Di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi (UU drt. No. 7 Tahun 1955) dan ordonansi Bea maupun INPRES No. 4 Tahun 1985 tidak dijumpai pengertian penyeludupan. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan dalam bahasa Inggris “smuggle” dan dalam bahasa Belanda “smokkel” yang artinya mengimpor, mengekspor, mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan Perundangundangan
yang
berlaku
atau
tidak
memenuhi
formalitas
pabean
(douneformaliteiten) yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 35
33
Ibid. Baharudin Lopa, Tindak Pidana Ekonomi (Pembahasan Tindak Pidana Penyelundupan ), Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, Halaman 22. 35 Soufnir Chibro, Pengaruh Tindak Pidana Penyeludupan Terhadap Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, Halaman 5. 34
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
32
Dalam Law Dictionary, 36 Penyeludupan diartikan dalam terjemahannya adalah pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang dilarang, atau pelanggaran atas pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang tidak dilarang, tanpa membayar bea yang dikenakan atas Undang-undang Pajak tau Bea Cukai. Dari pengertian penyeludupan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hakekat dari penyeludupan adalah untuk menghindari bea masuk atau bea keluar, supaya mendapatkan keuntungan yang besar. Pengertian tindak pidana penyeludupan dalam kamus bahasa Indonesia adalah kata “tindak” yang artinya langkah dan perbuatan. Kata “pidana” yang artinya kejahatan. Sedangkan kata “penyeludupan” yang kata dasarnya adalah “seludup” artinya menyuruk, masuk dengan diam-diam, menukik dan menyelinap. Jadi kata “penyeludupan” adalah proses, cara, perbuatan menyeludup. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa tindak pidana penyeludupan adalah perbuatan kejahatan yang dilakukan dengan cara diam-diam atau menyelinap.
b. Jenis-Jenis Penyeludupan Secara umum jenis-jenis penyeludupan dapat dibagi dalam dua jenis yaitu sebagai berikut : 37
36
Ibid, Halaman 6. Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lany, Amir Mushsin, Kejahatan-Kejahatan Yang Merugikan Dan Membahayakan Negara, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, Halaman 64. 37
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
33
1. Penyeludupan Impor, adalah suatu perbuatan memasukkan barang-barang dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia dengan tidak memenuhi prosedur yang ditentukan bagi pemasukan barang-barang dari luar negeri. 2. Penyeludupan Ekspor, adalah pengeluaran barang-barang dari Indonesia keluar negeri tanpa melalui prosedur untuk itu. Disamping itu, sekarang dikenal adanya jenis penyeludupan lain, yakni Penyeludupan Legal dan Penyeludupan Ilegal. Penyeludupan Legal ialah pemasukan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia atau mengeluarkan barang dari Indonesia ke luar negeri dengan melalui prosedur yang ditentukan yakni dilindungi dengan dokumen, tetapi dokumen tersebut tidak sesuai barang yang dimasukkan atau barang yang dikeluarkan. Tidak sesuainya itu umumnya dalam hal jenis, kualitas, kuantitas dan harga barang. Sedangkan Penyeludupan Ilegal ialah pemasukan atau pengeluaran barang tanpa dilindungi dokumen. 38 Berdasarkan perkembangan praktek yang disebut dengan penyeludupan legal sekarang ini oleh masyarakat atau instansi penegak hukum disebut dengan penyeludupan Administrasi. Sedangkan yang disebut dengan Penyeludupan Ilegal sekarang ini disebut dengan Penyeludupan Fisik. Seperti yang telah dijelaskan di atas penyeludupan fisik, dalam hal ini tidak mempergunakan dokumen-dokumen untuk melindungi barang-barangnya. Perbuatan tersebut bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala kewajiban atau larangan yang telah ditetapkan dalam atau berdasarkan Ordonansi Bea serta
38
Ibid.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
34
reglemen lampirannya dan peraturan-peraturan lain sebagai peraturan pelaksana dari ordonansi bea. Hal ini sesuai dengan Pasal 26 b ayat (1) Ordonansi Bea (RO), yang berbunyi : “ Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor barang-barang atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang-barang tanpa mengindahkan akan ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini dan dari reglemen-reglemen yang terlampir padanya atau yang mengangkut ataupun yang menyimpan barang-barang bertentangan dengan sesuatu ketentuan larangan yang ditetapkan berdasarkan ayat kedua pasal 3” Perbuatan ini pada umumnya dilakukan di luar daerah pelabuhan dimana tidak terdapat Pertugas Bea dan Cukai, dengan kata lain
dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi. Sedangkan Penyeludupan Administratif adalah merupakan penyeludupan yang dilakukan
seakan-akan barang tersebut dilindungi oleh dokumen yang
diperlukan, jadi dipergunakan dokumen yang tidak sesuai dengan barang yang dilindunginya atau memakai dokumen palsu. Penyeludupan ini memberikan keterangan yang salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang dalam perberitahuan impor, pengiriman
kedalam atau keluar daerah pabean atau
pembongkaran atau dalam suatu pemberitahuan tidak menyebutkan barang-barang yang dikemas dengan barang-barang lain, hal ini sesuai dengan Pasal 25 IIc Ordonansi Bea (RO). Dari uraian pengertian di atas, maka hanya Pasal 26 huruf b ayat (1) Ordonansi Bea lah yang sejak semula dikatakan sebagai kejahatan sedangkan dalam pasal-pasal lainya dalam RO masih berstatus mungkin pelanggaran dan mungkin juga kejahatan, maka perbuatan penyeludupan yang melanggar pasal 26 Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
35
huruf b yang ditetapkan sebagai penyeludupan fisik atau penyeludupan murni, sedangkan yang lainnya adalah penyeludupan administratif.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian Hukum Normatif (yuridis normative), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. 2. Jenis Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder diperoleh dari: a. Bahan hukum primer, yakni semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, contohnya berupa Undang-Undang, Keputusan Menteri, dan lain-lain. b. Bahan hukum sekunder, yakni semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas, seperti artikel-artikel yang dimuat diberbagai media informasi seperti : website internet, Koran, Majalah.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
36
c. Bahan hukum tersier, yakni semua dokumen yang berisikan konsepkonsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. 3. Metode pengumpulan data Dalam menulis skripsi ini membutuhkan bahan atau masukan sehingga menjadi sebuah skripsi. Untuk mengumpulkan data di dalam memecahkan permasalahan penulisan skripsi ini maka penulis melakukan penelitian yakni :
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan datadata
dari berbagai sumber seperti buku-buku, peraturan-peraturan
tentang kepabeanan dan penyeludupan, selain itu juga penelitian terhadap artikel-artikel ilmiah yang dimuat di Koran dan majalah baik yang dimuat diberbagai media massa maupun yang dimuat di Internet. b. Field Research (Penelitian Lapangan) Yaitu; dengan mengambil putusan pengadilan yang menyangkut kasus kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas khususnya
putusan di Pengadilan Negeri Medan untuk
dianalisis sesuai dengan permasalahan.
4. Analisis data Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
37
Dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang telah diperoleh oleh penulis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini , yaitu data yang diperoleh dianalisis secara utuh dan menyeluruh dengan tidak menggunakan statistik.
F. Sistematika Penulisan Bab I
: Pendahuluan. Dalam bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang pemilihan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan gambaran singkat tentang isi skripsi.
Bab II
: Dampak penyeludupan pakaian bekas. Di dalam bab ini menjelaskan factor-faktor apa sajakah yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia dan dampak negatif dan positif
penyeludupan pakaian bekas di
Indonesia. Bab III
:
Ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas. Dalam bab ini memaparkan saksi-saksi terhadap pelaku penyeludupan, yaitu :
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
38
a. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1995
tentang
Kepabeanan. b. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.229/MPP/Kep/7/1997
Tentang
Ketentuan
Umum
dibidang Impor. c. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.642/MPP/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I Kepmenrindag
Nomor.
230/MPP/Kep/7/1997
Tentang
Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya. d. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.732/MPP/Kep/10/2002
Tentang
Tata
Niaga
Impor
Tekstil. Bab IV
: Penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas. Dalam bab ini akan membahas kasus dan menganalisa kasus tentang penyeludupan pakaian bekas.
Bab V
: Kesimpulan dan saran Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan skripsi ini.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
39
BAB II DAMPAK PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS
A. Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia Meningkatnya penyeludupan merupakan salah satu kendala yang dapat menghambat
pembangunan
nasional.
maraknya
impor
pakaian
bekas,
diperkirakan dipengaruhi oleh faktor, antara lain: luasnya wilayah kepulauan nusantara dan begitu banyaknya pintu masuk dan keluar yang harus diamankan, kondisi industri dalam negeri yang belum mampu bersaing dengan produk impor, kemampuan dan kemauan aparatur penegak hukum, serta rendahnya partisipasi
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
40
warga masyarakat dalam bekerja sama dengan aparatur pemerintah dan faktorfaktor lainnya yang saling mempunyai hubungan kausal. 39
1. Faktor Geografis Luasnya Kepulauan Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, yang diapit oleh dua benua besar, yaitu Asia dan Australia dan yang sangat berdekatan dengan Negara-negara tetangga, yang sudah lebih dahulu mengalami kemajuan, baik dibidang perekomonian maupun industri membuka kesempatan atau peluang atau bahkan dapat merangsang para pengusaha (lokal maupun asing) untuk melakukan penyeludupan pakaian bekas. Keadaan ini misalnya terutama dimanfaatkan oleh para penyeludup disekitar Kepulauan Riau, Aceh (seperti di Lhokseumawe, Sabang, Langsa dan lain-lain), Sumatera Utara (Belawan, Tanjung Balai Asahan dan Pangkalan Brandan), Sulawesi Utara, Tengah dan Tenggara dan Timur, Maluku, dan daerah-daerah pantai lainnya. 40 Apabila diperhatikan letak geografis Kepulauan Riau misalnya. Kepulauan ini yang terdiri dari kurang lebih 3.214 buah pulau, yang dari dulu dikenal sebagai sarang penyeludup. Penyeludupan di daerah ini bisa bersifat tradisional yang dilakukan oleh perseorangan dan kelompok masyarakat pantai, dan bisa juga bersifat professional yang melibatkan sindikat penjahat, baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar Negeri. 41
39
Soufnir Chibro, Op.Cit, Halaman 1. Soufnir Chibiro, Op.Cit, halaman 35. 41 Ibid. 40
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
41
Kawasan
perairan
di
sekitar
Kepulauan
Riau
memang
rawan
Penyeludupan. Arus penyeludupan itu dapat berasal dari kawasan Sumatera daratan yang hendak menuju ke Malaysia atau Singapura. Pakaian bekas sering diseludupkan dari arah Malaysia dan Singapura menuju Indonesia melalui kawasan kepulauan Riau dan daratan Sumatera. Kondisi geografis kawasan Kepulauan Riau dan sekitarnya memang memungkinkan para penyeludup dengan mudah masuk dan keluar kawasan itu. Apalagi banyak tersebar pelabuhanpelabuhan kecil di pelosok-pelosok pulau yang dapat dimanfaatkan oleh para penyeludup untuk memasukkan barang-barang ilegal. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan fasilitas dan peningkatan kemampuan baik armada maupun personel, baik dari jajaran Bea dan Cukai, Satuan Polisi Air dan Udara, serta TNI Angkatan Laut untuk menjaga dan mengamankan kawasan itu. 42
Selama ini, Negara Singapura, Malaysia, Cina, Hongkong, Taiwan, Korea serta Negara Jepang ditenggarai sebagai negara pengekspor pakaian bekas ke Indonesia. 43Pakaian bekas tersebut yang diseludupkan langsung dari luar negeri ke Indonesia seluruhnya disalurkan ke kepulauan Indonesia bukan hanya satu kepulauan saja, misalnya pulau Riau dengan jalur-jalur: Singapura – Pekan baru, Singapura – Batam – Tanjung Pinang – Pekan Baru, Singapura – Balaikarimun –
42
http://209.85.175.104/search?q=cache:su7YQWU41Z4J:64.203.71.11/kompascetak/0506/11/daerah/1806998.htm+faktor+geografis+penyelundupan+pakaian+bekas&hl=id&ct= clnk&cd=3&gl=id, diakses pada tanggal 15 Maret 2008 pukul 13.02 Wib. 43 http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/4/10/e5.htm, diakses pada tanggal 21 April 2008 pukul 12.32 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
42
Pekan Baru, Malaka/Malaysia – Bengkalis, Singapura – Selat Panjang - Pekan Baru serta Singapura Kuala Enok, Pulau Ketam – Malaysia – Bagansiapi-api.
Selain kepulauan Riau, terdapat pula jalur-jalur penyeludupan pakaian bekas yang diperkirakan sering terjadi disepanjang pantai yang termasuk dalam wilayah perairan Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi , Maluku dan lainlain. Di wilayah Sumatera Utara yang termasuk salah satu wilayah yang sering terlihat melakukan kegiatan haram ini, yang langsung dikirim dari luar negeri, misalnya dengan jalur: Negara Korea-Singapura-Malaysia dan langsung dikirimkan ke daerah-daerah seperti Medan, Batam,Tanjung Balai Asahan, dan daerah lainnya.
2. Kondisi Industri Dalam Negeri Tidak dapat disangkal, bahwa kondisi industri dalam negeri turut pula mempengaruhi pesatnya impor pakaian bekas di Indonesia, karena sebagaimana diketahui produksi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri pada umumnya masih dalam tahap perkembangan, sehingga hasilnyapun belum dapat diandalkan. Tingginya biaya produksi menjadikan hasil produksi kurang mampu bersaing dengan barang-barang produksi luar negeri. Keadaan ini ditambah lagi dengan tingginya biaya tansportasi dan minimnya sarana angkutan, sehingga menyebabkan hambatan dalam distribusi dan pemasaran. 44
44
Sofnir Chibro, Op.Cit, Halaman 36.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
43
Pakaian impor bekas itu tidak seluruhnya bekas pakai, karena ada sebagian di antaranya yang merupakan pakaian dari gerai ritel yang sudah ketinggalan mode, setelah tidak laku dijual walaupun dengan diskon yang cukup besar. Maka wajarlah jika produk lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor itu setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yaitu : 45 a) Bahan baku yang sekarang relatif mahal; b) Upah buruh yang cukup tinggi dan membengkaknya biaya operasi (overhead) seperti: tarif dasar listrik, rekening telepon dan bahan bakar minyak; c) Belum lagi biaya nonteknis
yang tentunya sangat membebani
pengusaha nasional sehingga produknya tidak mampu bersaing dengan produk impor. Seperti yang telah diketahui bahwa tidak semua pakaian impor bekas isinya bekas pakai ada juga pakaian yang masih baru. Bila dibandingkan harganya jauh lebih murah barang impor dengan barang lokal misalnya: sepatu, tas dan pakaian, produk impor ditawarkan dengan harga yang lebih murah sedangkan dengan merek dan ukuran yang sama produksi dalam negeri ditawarkan dengan harga yang jauh lebih mahal. Sebagai contoh dari salah satu pelaku penyeludupan pakaian bekas. Keuntungan dari bisnis pakaian bekas yang didatangkan dari Pasir Gudang Malaysia, sangat menggiurkan. Dengan modal sedikit, keuntungan dipastikan
45
http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, diakses pada tanggal 13 meret 2008 Pukul 11.21 WIB. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
44
berlipat ganda. Namun, resiko yang dihadapi tentunya juga tak kecil seperti tertangkap aparat di laut. Satu bale press dibeli dengan harga sekitar Rp 1-2 juta lebih. Di tempat tujuan penyeludupan, seperti di Tanjung Balai Karimun atau Tembilahan, satu ikat bale press itu dijual lagi kepada penadah dengan harga dua kali lipat. Dari Tanjung Balai Karimun dan Tembilahan itu, pakaian-pakaian bekas itu didrop lagi ke beberapa kota, seperti Medan dan Jakarta. 46 Dengan keadaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hasil produksi dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan barang-barang hasil produksi impor. Produk pakaian impor yang dijual dengan harga sangat murah itu ditujukan kepada pangsa pasar masyarakat kelas bawah atau sedikit kelas menengah sehingga memungkinkan para penyelundup melakukan aksinya karena masyarakat Indonesia lebih berminat untuk mengunakan pakaian bekas impor tersebut disamping harga yang lebih murah dan dapat di jangkau oleh masyarakat miskin. Dan dengan adanya disparitas harga antara produk lokal dengan produk impor membuka kemungkinan para penyeludup melakukan aksinya.
3. Transportasi Masalah penyeludupan akan ditentukan pula oleh faktor tranportasi. Daerah-daerah tertentu di Indonesia dalam mendatangkan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat sering mengalami keterlambatan, disebabkan belum
46
http://209.85.175.104/search?q=cache:pmgZzRBLQzwJ:legalitas.org/%3Fq%3Dnode/3 7+tindak+pidana+penyelundupan&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, Diakses pada tanggal 30 Januari 2008 pukul 13.35 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
45
lancarnya hubungan satu Pulau dengan Pulau lainnya. Bahkan seperti Pulau Nias, Simeulue (Sinabang), Sinkel dan lain-lain beberapa waktu yang lampau sering tergantung pada keadaan alam (cuaca) apabila ingin mendatangkan kebutuhan sehari-hari kedaerah tersebut karena hubungan darat dari daerah lain memang belum tersedia. Akibatnya masyarakat didaerah-daerah terpencil itu sering memasukkan barang-barang kebutuhan pokoknya secara tidak sah (kadangkadang dibawa oleh kapal-kapal besar asing). 47 Hal diatas ditambah lagi dengan letak daerah-daerah (pulau-pulau) tertentu di Indonesia memang berdekatan dengan Negara-negara tetangga seperti Singapura, malaysia dan sebagainya. Kepulauan Riau dan Aceh misalnya, lebih dekat dengan singapura dari pada ke Pekan Baru, Jakarta, Medan dan lain-lain. Keadaan seperti ini akan dimanfaatkan benar oleh para penyeludup guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga kita menemui didaerah-daerah pantai yang letaknya lebih dekat ke Negara tetangga tersebut banyak barang-barang eks luar negeri tanpa diketahui asal-usulnya, apakah masuk secara resmi atau penyeludupan. Luasnya wilayah kepulauan serta banyaknya daerah-daerah ditanah air kita yang belum lancar sarana
transportasinya jelas membuka peluang para
penyeludup untuk melakukan aksinya, hal ini ditambah lagi dengan letak
47
Soufnir Chibiro, Op.Cit. Halaman 38.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
46
kepulauan-kepulauan tersebut yang sangat berdekatan dengan Negara-negara tetangga kita yang industrinya terlebih dahulu mengalami kemajuan. 48 Seperti halnya barang-barang ekspor impor berupa barang-barang bekas sering diantarpulaukan, sehingga kecurigaan terhadap muatan kapal antar pulau tersebut diabaikan. Lebih-lebih jika mereka melindungi barang-barang yang diangkutnya itu dengan faktur-faktur pembelian palsu yang diperoleh dari importer, maka akan sangat sulit bagi para petugas penyidik atau penyelidik yang mencurigai muatan kapal antar pulau tersebut, kecuali kalau mereka benar-benar tertanggkap tangan sedang berlayar diperairan Indonesia tanpa dilindungi dokumen-dokumen yang sah atau sedang membongkar atau memindahkan barang-barang dari kapal asing kekapal lokal yang tengah berlayar antar pulau. Dan yang lebih lagi bila adanya keterlibatan Aparat yang bersangkutan seperti Bea Cukai, Polisi dan Angkatan laut yang mempelancar proses penyeludupan pakaian bekas tersebut. Dengan cara, Aparat yang telah bekerja sama dengan pihak pengusaha atau pemilik barang-barang tersebut bila barang tersebut masuk ke perairan Indonesia maka aparat yang bersangkutan akan membebaskan barang tersebut karena aparat tersebut sudah mendapatkan bagiannya dari pemilik barang atau pengusaha tersebut.
48
Ibid, Halaman 39
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
47
4. Mentalitas Indonesia yang dikaruniai oleh Tuhan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, penduduk yang banyak, boleh berbangga dan bersyukur atas Rahmat Tuhan. Akan tetapi jika yang mengendalikan atau yang mengelolah semua sumber daya alam itu tidak jujur, maka bukan tidak mungkin Negara kita akan tetap menderita sebagai rakyat miskin. Sejarah telah membuktikan bahwa, kekayaan alam dan bumi yang melimpah ruah belum merupakan jaminan kemakmuran suatu bangsa, tetapi dengan kecerdasan, ketekunan serta tekad yang kuatlah dapat dijadikan modal utama menuju terciptanya kemakmuran dan kebahagiaan meskipun secara geografis alam dan buminya tergolong miskin. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa bumi dan kekayaan alam kita cukup kaya akan sumber-sumber daya alamnya, dan juga keterampilan serta ketekunan bangsa kita sudah teruji sejak zaman kolonial hingga zaman pembangunan sekarang ini. Akan tetapi yang perlu dipertanyakan sejauhmana mental para petugas kita dalam menghadapi godaan dan cobaan oknum-oknum yang ingin melakukan penyeludupan di Negara kita.
Kita tidak bisa
menggeneralisir mental para petugas tersebut, bahkan kita tidak bisa mengabaikan sikap dan mental beberapa oknum petugas yang terlibat dalam peyeludupan pakaian bekas tersebut dan para petugas yang tidak bertanggung jawab bekerja sama dengan para penyeludup. 49
49
Ibid, halaman 40.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
48
Para pelaku atau otak penyeludupan pada umumnya bukanlah orang-orang atau pengusaha bermodal kecil, melainkan orang-orang yang bermodal besar. Jadi apabila mental para petugas kita tidak dapat mengatasi bujukan dan rayuan oknum-oknum penyelundup jadi sudah barang tentu hal tersebut menjadi makanan empuk bagi penyeludup yang memiliki otak lihai dan licik. Mampukah para petugas kita menghadapi cobaan-cobaan yang dilancarkan oknum-oknum penyeludup yang ingin merong-rong perekonomian kita ? jawabannya terletak pada hati nurani para petugas kita tersebut. 50
5. Masyarakat Dalam usaha penanggulangan Tindak Pidana Penyeludupan sering dirasakan kurang memberikan partisipasi warga masyarakat, maskipun media massa telah cukup gencar memuat berita-berita tentang pemberantasan penyeludupan dan sering memaparkan dampak negatif dari penyeludupan bagi perekonoian Negara. Mungkin hal ini disebabkan karena warga masyarakat merasa beruntung karena dapat membeli pakaian bekas luar negeri asal seludupan karena barang tersebut memiliki harga yang murah dan memiliki mutu tinggi dibanding produk dalam negeri. 51 Di satu pihak, maka penyeludupan tersebut dilakukan mendapatkan keuntungan materil yang semaksimal mungkin, apalagi dengan adanya gejala resesi sekarang. Disamping untuk mendapatkan keuntungan meteril yang sebesar-
50 51
Ibid Ibid, halaman 42.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
49
besarnya, penyeludupan juga mungkin dilakukan untuk mengacaukan system ekonomi Negara dan masyarakat. Dengan demikian, maka tidak mustahillah bahwa motif ekonomis dan politis berlangsung bersamaan. Disamping itu juga, impor pakain bekas sangat menguntungkan masyarakat kelas bawah dan sedikit menengah, karena barang illegal tersebut jauh lebih murah dan membantu masyarakat untuk lebih mudah memiliki pakaian. Maka dari itu kebanyakan dari masyarakat kita lebih memilih membeli pakaian bekas yang kwalitasnya tidak kalah dengan kwalitas pakaian baru . Keadaan ini dapat kita lihat dan saksikan di pasar-pasar tradisional, di mana banyak pakaianpakaian dari luar negeri dijual dengan harga yang jauh lebih murah dengan harga di pasaran. Hal ini disebabkan warga masyarakat haus akan pasar barang-barang bermutu, sedangkan daya beli masyarakat sendiri masih rendah. Dan juga konsumen barang-barang mewah di Indonesia semakin meningkat jumlahnya akibat kamajuan teknologi serta kecenderungan anggota masyarakat tertentu kearah masyarakat prestige.
B. Dampak impor pakaian bekas di Indonesia Sebelum membicarakan dampak impor pakain bekas di Indonesia, maka terlebih dahulu akan membahas Modus Operandi (cara-cara) perbuatan penyeludupan secara umum yang dapat berbentuk fisik dan administrasi. 52 1. Impor a. Fisik
52
H. A. K. Moch. Anwar, Op.Cit, halaman 55.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
50
Dalam hal ini sama sekali tidak dipergunakan dokumen yang dilindungi barangnya. Baik di bidang impor atau ekspor perbuatan ini dilakukan pada umumya diluar daerah pelabuhan, dimana tidak terdapat petugas-petugas Bea dan Cukai. Dapat dinyatakan dilakukan secara sembunyi. Perbuatan ini dilakukan : i) melalui daerah pelabuhan (laut, uadara): Truck-lossing, transipment, dan lain-lain. ii) Di luar daerah pabean. b. administrasi Perbuatan penyeludupan ini dilakukan seakan-akan barang itu dilindungi oleh dokumen-dokumen yang diperlukan. Jadi dipergunakan dokumen yang tidak sesuai dengan barang yang dilindunginya. Berbagai cara dalam penggunaan dokumen dalam impor adalah: - Pemberitahuan salah. Dengan sengaja melakukan pengisian salah satu dokumen, seperti PPUD,KPP, Invoice tentang: - kwalitas atau nitu barang; - kwalitas atau jumlah barang; - harga barang. - Penggunaan dokumen yang telah terpakai; - Penggunaan dokumen sekaligus untuk dua barang sejenis; - Penyalah gunaan fasilitas-fasilitas yang diberikan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku: - fasilitas perwakilan asing; - fasilitas perwakilan PMA dan PMDN; - fasilitas proyek social budaya; - fasilitas barang-barang pindahan dengan paspornya. 2. Ekspor Di bidang ekspor juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang hampir sama dengan cara-cara dibidang impor, khususnya cara pemberitahuan salah. Pelanggaran di bidang ekspor sudah tidak menimbulkan masalah lagi berhubung syarat-syarat ekpor hasil produksi dalam negeri diperingati guna memperoleh devisa sebanyak mungkin. Hanya harus diperhatikan mengenai mutu barang. Diusahakan, agar barang jadi yang di ekspor, setidak-tidaknya hasil produksi yang sudah diolah. a. Fisik Perbutan ini dapat dilakukan: - melalui daerah pelabuhan (laut dan darat); - di daerah diluar daerah pelabuhan. b. Administrasi Perbuatan dilakukan secara segaja dengan pengisian salah E3 mengenai; - kwalitas atau mutu barang; - kwalitas atau jumlah barang; - harga; - tariff post. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
51
Dalam kasus penyelundupan pakaian bekas juga terdapat modus operandi. Beragam cara bagi para pelaku penyeludupan pakaian bekas melakukan aksinya. Modus Operandi (cara-cara) perbuatan penyeludupan pakaian bekas adalah sebagao berikut: 1. Impor a. Fisik Dalam hal ini sama sekali tidak dipergunakan dokumen yang dilindungi barangnya. Baik di bidang impor atau ekspor perbuatan ini dilakukan pada umumya diluar daerah pelabuhan, dimana tidak terdapat petugas-petugas Bea dan Cukai. Dapat dinyatakan dilakukan secara sembunyi. Perbuatan ini dilakukan : i) melalui daerah pelabuhan (laut, uadara): Truck-lossing, transipment, dan lain-lain. ii) Di luar daerah pabean. b. administrasi Perbuatan penyeludupan ini dilakukan seakan-akan barang itu dilindungi oleh dokumen-dokumen yang diperlukan. Jadi dipergunakan dokumen yang tidak sesuai dengan barang yang dilindunginya. Berbagai cara dalam penggunaan dokumen dalam impor adalah: i) Pemalsuan Dokumen; ii) Tanpa dokumen yang sah;
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
52
iii) Barang yang diangkut dengan kapal yang dicampurkan dengan barangbarang lain; iv) Statusnya sebagai importir adalah dengan memberitahukan secara tidak benar uraian barang pada dokumen, untuk menghindari ketentuan tataniaga impor tekstil dan produk tekstil. 53
Dalam skripsi ini juga akan menjelaskan mengenai betapa besarnya dampak negatif dari impor pakian bekas terhadap pembangunan bangsa, mulai dari dampaknya terhadap pendapatan Negara, perkembangan industri dalam negeri sampai pada kesempatan kerja dan stabilitas nasional. Meskipun banyaknya dampak negatif dari impor pakaian bekas terhadap beberapa segi dalam kelangsungan hidup Bangsa dan Negara, akan tetapi impor pakaian bekas juga menimbulkan dampak posifif bagi masyarakat. Adapun dampak impor pakaian bekas di Indonesia, terdiri dari dampak positif dan negatif bagi Bangsa dan Negara, yaitu sebagai berikut : 1. Dampak Negatif, terdiri dari: a) Terhadap Pendapatan Negara Aktivitas impor dan perdagangan pakaian bekas begitu sangat berdampak buruk bagi perekonomi Indonesia dan pada akhirnya akan menghambat
53
http://209.85.175.104/search?q=cache:HJe87G3eId0J:new.beacukai.go.id/news/print_ne ws.php%3FnewsID%3D1236%26channelID%3D02+modus+operandi+tindak+pidana+penyelund upan+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 12.00 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
53
pembangunan dan mempersukar jalan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Penyeludupan pakaian bekas pada umumnya, penyeludupan administrasi pada khususnya dapat mengakibatkan kerugian dalam penerimaan Negara dari bea masuk serta serta pungutan-pungutan lainnya. Penyeludupan administrasi didasarkan atas under invoicing yang menimbulkan akibat mengurangi pengenaan bea serta pungutan-pugutan lain atas pemasukan dan pengeluaran barang. Di dalam melaksanakan pembangunan diperlukan biaya yang sangat besar dan merupakan usaha secara terus menerus yang mulai dari tahap pertama sampai pada tahap yang terakhir yang apabila pada tahap terakhir ini pembangunan dapat terlaksana tampa hambatan. Hal ini didasarkan atas kerja dan disiplin yang tinggi oleh aparatur pemerintah dan warga masyarakat. Dimana biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan diperoleh dari dalam maupun dari Luar Negeri, yang diantaranya berupa berbagai macam pajak dan bea ekspor dan impor.54 Meningkatnya Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas merupakan salah satu kendala yang dapat menghambat pembangunan. Tindak Pidana Penyeludupan baik Fisik maupun administratif sudah jelas lama berlangsung. Penyeludupan yang meningkatkan kemungkinan karena luasnya wilayah, kemampuan dan kemauan aparatur pemerintah dalam memberantasnya, serta rendahnya pastisipasi masyarakat untuk bekerja sama dengan aparatur pemerintah.
54
H. A. K. Moch. Anwar,Op.Cit, Halaman 60.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
54
Tindak Pidana Penyeludupan yang dilakukan oleh segelintir atau sekelompok kecil orang-orang yang tidak bertanggung jawab, semata-mata hanya dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, sementara pelaku yang bersangkutan tidak memikirkan dampaknya yang sangat luas dan berat bagi perekonomian bangsa, disamping keamanan dan stabilitas nasional akan terganggu. Kebijakan impor yang dijalankan Pemerintah, didasarkan pada kebutuhan Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang belum sepenuhnya dapat dihasilkan didalam negeri. Disamping barang impor, penyeludupan juga sering dilakukan melalui fasilitas ekspor barang komoditi. Disamping
itu,
penyeludupan pada umumnya dan penyeludupan
administrasi pada khususnya dapat mengakibatkan kerugian dalam penerimaan Negara dari bea masuk, pajak dan pungutan-pugutan lainnya yang tidak dibayar. Penyeludupan yang berdasarkan atas under invoicing akan menimbulkan akibat merugikan pengenaan bea serta pungutan lain atas pemasukan dan pengeluaran. Usaha optimallisasi untuk mempertahankan kondisi, perkembangan, pertumbuhan serta pemasukan pendapatan negara dari sektor bea masuk, pajakpajak ekspor sangat tergantung pada dedikasi dan kejujuran dibidang ekspor dan impor, demikian juga diperlukan adanya dedikasi yang tinggi dan integritas kepribadian para aparatur Negara dan penegak hukum. 55
55
Soufnir Chibro, Op.Cit, Halaman 26.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
55
b) Terhadap Perekonomian Negara Masukkan impor pakaian bekas ke Indonesia dari segi pembangunan adalah merupakan hambatan, bahkan dapat menghancurkan pertumbuhan ekonomi di dalam masyarakat, karena dengan penyeludupan, disamping mengurangi pendapatan Negara juga dapat mematikan industri-industri di dalam negeri, dan pada akhirnya akan mengacaukan perekonomian masyarakat dan stabilitas nasional. 56 Penyeludupan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, tidak hanya mengurangi pendapatan Negara dari bea masuk serta pungutan-pugutan lainnya atas pemasukan dan pengeluaran barang, akan tetapi juga dapat menimbulkan kekacauan di bidang perekonomian Negara dan masyarakat. Hal ini nampak jelas dengan membajirnya barang-barang hasil seludupan, yang mengakibatkan barangbarang produksi dalam negeri tidak dapat bersaing. Maraknya perdagangan pakaian bekas di pasaran dengan harga sangat murah, dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang skala kecil dan menengah yang menjual pakaian baru produk lokal secara eceran.
57
Realitas tersebut berdampak sangat buruk terhadap perekonomian nasional karena mengganggu produktivitas industri tekstil dan produk tekstil untuk tepatnya disingkat (TPT) di dalam negeri yang merupakan perusahaan padat
56
http://72.14.235.104/search?q=cache:qkfO5QgWXwoJ:siscamling.wordpress.com/burh uh/industri-tekstil-indonesia-dalam-multi-fibre-agreement-mfa-dan-perdaganganbebas/+DAMPAK+IMPOR+PAKAIAN+BEKAS+TERHADAP+PENDAPATAN+NEGARA&hl =id&ct=clnk&cd=10&gl=id&client=firefox-a, diakses pada tanggal 26 Maret 2008 pukul 21.03 Wib. 57 http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, diakses pada tanggal 13 Maret 2008 pukul 11.21 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
56
karya. Industri TPT terancam dapat mengalami pengurangan produksi yang dikhawatirkan akan terjadi penurunan pendapat karyawan karena pengurangan jam kerja atau yang lebih menyakitkan adalah pemutusan hubungan kerja. 58 Situasi yang demikian sangat tidak menarik bagi investasi baik oleh investor dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, para pemodal yang sudah beroperasi di Indonesia justru lari ke Negara lain yang biaya produksinya lebih kompetitif. Sementara pasar di dalam negeri yang kosong segera dibanjiri oleh produk dari luar negeri yang harganya lebih murah. Sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing mengingat biaya produksinya yang terlalu mahal. Dari uraian diatas menggambarkan, betapa Tindak Pidana Penyeludupan sangat membahayakan perekonomian masyarakat dan Negara, tindak pidana yang merusak perekonomian bangsa dan Negara yang diperlukan bagi kelangsungan Pembangunan Nasional.
c) Terhadap Perkembangan Industri Dalam Negeri Dalam pelaksanaan pembangunan Nasioanal, maka sumber-sumber alam Indonesia harus digali dan dimanfaatkan secara rasional, yang berarti bahwa pembangunan di Indonesia harus mampu membawa perubahan-perubahan fundamental dalam struktur perekonomian, dan produksi nasional yang berasal dari sector-sektor diluar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar 58
Ibid, http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, tanggal 13 Maret 2008 pukul 11.21 Wib.
diakses
pada
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
57
peranannya. Sehingga untuk itu, industri dalam negeri menjadi tulang punggung perekonomian bangsa, dimana dewasa ini penduduk yang hidup dari sektor diluar pertanian semakin bertambah dan komposisi ekspor akan berubah, sehingga akan diharapkan ekspor Indonesia semakin meningkat berupa bahan-bahan yang telah diolah menjadi barang jadi. 59 Banyaknya beredar barang-barang hasil selundupan yang harganya lebih rendah akan menutup pasaran bagi barang-barang hasil industri dalam negeri, yang berakibat akan mengurangi rangsangan atau usaha peningkatan produksi dalam negeri. Dengan penurunan produksi dalam negeri akan menimbulkan pemutusan Hubungan Kerja bagi karyawan, dan pemutusan hubungan kerja akan menghambat perluasan kesempatan kerja, sehingga program pembangunan di bidang social dan kesejahteraan lainnya akan mengalami hambatan. Membanjirnya barang-barang
hasil selundupan dapat mengakibatkan
kemacetan atau hambatan dalam pembangunan industri dalam negeri, sehingga dengan demikian, pabrik-pabrik tekstil akan berhenti berproduksi, dan pada akhirnya dan pada akhirnya pabrik-pabrik tersebut tidak mampu mengembalikan kredit pinjaman bank yang diterimanya dan pada gilirannya akan menghambat pembangunan diberbagai sektor. Dari sudut industri, impor pakaian bekas khususnya akan sangat mengganggu pasar domestik yang merupakan pangsa pasar bagi industri garmen kecil dan konveksi. Dan umumnya akan mengganggu seluruh sektor industri TPT
59
Soufnir Chibro, Op.Cit, halaman 30.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
58
nasional, yaitu industri weaving/knitting; industri spinning; dan industri serat. Penjelasannya sebagai berikut:60
1) Produk industri garmen kecil dan konveksi nasional pasarnya sebesar 100% adalah domestik, walaupun ada yang ekspor akan tetapi tidak langsung. Disamping itu pula, pangsa pasarnya adalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dengan adanya impor pakaian bekas, sudah pasti pasar industri garmen kecil dan konveksi tidak lagi 100% karena harus berbagi dengan produk impor tersebut. Akibatnya, dan ini dapat diprediksikan, bahwa akan ada beberapa industri garmen kecil dan konveksi ini yang tidak beroperasi/tutup/mati. 2) Dengan terganggunya industri garmen kecil dan konveksi ini, dampaknya secara berurutan menggangu pula industri hulunya. Pertama mempengaruhi industri weaving/knitting yang rata-rata 65% produknya digunakan oleh industri garmen kecil dan konveksi. Kedua, mengganggu produksi industri spinning sebagai penyuplai industri weaving/knitting yang rata-rata 50%. Ketiga, mempengaruhi produksi industri serat yang menyuplai ke industri spinning yang rata-rata 75%. Secara nasional, impor pakaian bekas akan menimbulkan kekacauan terhadap pola distribusi TPT domestik pada pruduksi, dan ini artinya, produksi industri TPT nasional akan menurun yang pada gilirannya akan terjadi penurunan pula pada penggunaan mesin-mesin industri. Implikasinya: 61
1) Di bidang sosial, yaitu pengurangan tenaga kerja sesuai dengan proporsi mesin-mesin yang digunakan. 2) Di bidang ekonomi, selain terjadi penurunan pada penerimaan devisa dari ekspor termasuk pajak dan retribusi, juga mempengaruhi penerimaan pada penjualan/pendapatan industri TPT itu sendiri. Namun disisi lain, konsumen golongan ekonomi lemah atau masyarakat yang berpenghasilan rendah memperoleh manfaat, yaitu banyak pilihan dan harga murah.
60
http://egismy.wordpress.com/2005/01/10/kajian-pakaian-bekas/, diakses pada tanggal 13 Maret 2008, pukul 11.33 WIB. 61 Ibid, http://egismy.wordpress.com/2005/01/10/kajian-pakaian-bekas/, diakses pada tanggal 13 Maret 2008, pukul 11.33 WIB. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
59
Selain mengganggu industri TPT yang dampaknya dapat menambah jumlah pengangguran, impor pakaian bekas sangat potensial menjadi media untuk penularan berbagai jenis virus penyakit kepada pemakai pakaian itu berikutnya. Aktivitas impor pakaian bekas sangat potensial merusak citra bangsa dan negera Indonesia di mata internasional karena menjadi semacam 'tempat pembuangan' limbah pakaian bekas.
62
Yang lebih parah lagi adalah akan berkembang suatu image bahwa Indonesia seakan telah menjadi negara yang sangat miskin karena hanya mampu membeli barang bekas dari luar negeri dan tidak sanggup lagi membeli barang baru. Citra buruk yang sangat merugikan negara dan bangsa Indonesia dapat menimbulkan keengganan investor untuk berinvestasi. Bagaimana investor tertarik untuk berinvestasi kalau citra yang berkembang bahwa Indonesia adalah negara miskin.
d) Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja Melonjaknya
impor pakaian bekas akhir-akhir ini cukup meresahkan
karena ikut mempercepat bangkrutnya produsen dalam negeri. Dipastikan impor pakaian bekas akan semakin marak, saat terjadi liberalisasi penuh perdagangan TPT. Sektor TPT, sebagai sektor padat karya, harus diakui telah mampu mengurangi angka pengangguran.
62
Ibid, http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, tanggal 13 Maret 2008 pukul 11.21 Wib.
diakses
pada
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
60
Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa maraknya perdagangan pakaian bekas di pasaran dengan harga sangat murah, dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang skala kecil dan menengah yang menjual pakaian baru produk lokal secara eceran. Dan berdampak buruk terhadap perekonomian nasional karena menganggu produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri yang merupakan perusahaan padat karya. Sehingga industri TPT dapat mengalami pengurangan produksi yang dikhawatirkan akan terjadi penurunan pendapatan karyawan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Industri tekstil dan garmen, berperanan penting dalam menyerap tenaga kerja. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri yang tak bisa diabaikan peranannya. 63 Maka dari itu dengan adanya impor pakain bekas ini akan sangat merugikan pabrik-pabrik dan industri-indusri dalam bidang industri tekstil
yang
apabila
pabrik-pabrik
dan
industri-industri
tidak
mampu
mengembangkan diri atau bahkan berhenti berproduksi alias gulung tikar akibat tidak mampu bersaing dengan barang-barang luar negeri hasil penyeludupan yang membanjiri pasaran, maka maka para tenaga kerja tersebut akan mengalami pemutusan hubungan kerja, yang pada akhirnya menambah pengangguran di Indonesia. Sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan umum yang hidup dalam masyarakat kita cenderung kearah masyarakat prestige, yang mengutamakan
63
Ibid,http://72.14.235.104/search?q=cache:mkfV5WvTAO0J:kompas.com/kompascetak/0502/19/Fokus/1565611.htm+faktor+yang+mendukung+pesatnya+impor+pakaian+bekas&h l=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 26 Maret 2008 Pukul 11.18 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
61
barang-barang hasil buatan luar negeri, tanpa mempedulikan bahwa barangbarang tersebut dimasukkan ke Indonesia secara illegal ataupun legal. Lebih-lebih memang mutu dan harga eks impor tersebut lebih baik dan lebih murah dibandingkan barang-barang produksi dalam negeri.
2. Dampak positif dari impor pakaian bekas. Dari beberapa dampak negatif terhadap impor pakaian bekas di Indonesia yang telah diuraikan diatas, tidak di pungkiri bahwa di sisi lain terdapat juga dampak positif dari impor pakaian bekas tersebut terutama bagi masyarakat kelas bawah serta kelas menengah. Adanya impor pakaian bekas ini, sangat membantu masyarakat kelas menengah dan kebawah baik sebagai pedagang maupun para konsumen atau pembeli. Karena masyarakat yang kurang mampu dapat memiliki barang atau pakaian buatan dari Luar Negeri dengan harga yang ditawarkan sangat murah serta kualitas pakaian bekas tersebut terbilang cukup bagus dan masih layak untuk dipakai, oleh karena itu sangat banyaknya peminat dari masyarakat Indonesia untuk berdagang dan menggunakan pakaian bekas tersebut yang di impor dari Luar Negeri. 64
64
http://209.85.175.104/search?q=cache:684BcLBgIREJ:www.pontianakpost.com/berita/i ndex.asp%3FBerita%3DMetropolis%26id%3D25699+dampak+impor+pakaian+bekas&hl=id&ct= clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 25 April pukul 10.00 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
62
Keberadaan impor pakaian bekas ini juga telah memberikan dampak positif kepada perekonomian masyarakat kecil serta terciptanya lapangan kerja baru yang kurang lebih jumlahnya mencapai 50.000 orang saat ini di Sumatera Utara. 65 Di Sumatera Utara Para pedagang juga mampu menggerakkan sektor usaha lain, seperti transportasi. Jika impor pakaian bekas dihentikan langsung, maka mata pencarian para pedagang akan hilang. Kebanyakan pedagang di Sumut merupakan pedagang kecil yang tidak mempunyai alternatif usaha lain. 66 Bisnis pakaian bekas impor merupakan bisnis yang cukup menjanjikan. Harga yang relatif murah dengan kualitas yang bagus, membuat baju-baju bekas itu laku di pasaran. Karena banyaknya peminat. 67 Dan keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan impor pakaian bekas tersebut terbilang lumayan banyak dan menguntungkan. Apabila kita melihat pengusaha-pengusaha besar, sudah dapat kita simpulkan bahwa keuntungan yang didapatnya jauh lebih banyak, apa lagi pedagang eceran juga mendapatkan kentungan. Maka dari itu sangat banyak peminatnya dari impor pakaian bekas tersebut.
65
http://209.85.175.104/search?q=cache:y4sfvNq4WwJ:www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Matriks_Berita/berita.asp%3Fkd%3D84+dampak+positif+ pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 08 Juni 2008 pukul 08.00Wib. 66 http://209.85.175.104/search?q=cache:9d8M_aceor0J:64.203.71.11/kompascetak/0304/09/ekonomi/244409.htm+dampak+impor+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=i d, diakses pada tanggal 08 Juni 2008 pukul 08.30 Wib. 67
http://209.85.175.104/search?q=cache:MTbDwx9DE0gJ:www.balipost.co.id/BaliPostce tak/2003/4/10/e5.htm+dampak+positif+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses pada tanggal 25 April 2008 pukul 09.23 Wib. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
63
BAB III KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS
Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas, diantaranya adalah sebagai berikut: A. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Masalah pemberantasan Tindak Pidana penyeludupan pakaian bekas telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepabeanan. Dalam praktik kepabeanan dewasa ini, penanganan atas pelanggaran ketentuan kepabeanan lebih dititik beratkan pada penyelesaian secara fiskal yakni berupa pembayaran sejumlah uang kepada Negara dalam bentuk denda. Dalam hal ini merupakan pengaruh era globalisasi yang menuntut kecepatan dan kelancaran arus barang bagi kemajuan perdagangan nasional dan internasional. Undang-undang kepabean pada dasarnya menganut asas menghitung dan menyetor sendiri bea masuk yang terhitung oleh importir (self assessment). Sistem ini memberi kepercayaan yang besar pada pengguna jasa kepabeanan. Namun Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
64
kepercayaan tersebut harus diimbangi dengan tanggungjawab, kejujuran, dan kepatuhan dalam pemenuhan ketentuan Undang-undangn yang berlaku, sehingga apabila pengguna jasa kepabeanan dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan oleh undang-undang kepabeanan maka akan diatur bagaimana pemberian sanksi bagi mereka yang melanggar tersebut. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan mengatur dan menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor atau mengekspor barang tampa megindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan Undang-undang dapat diancam dengan pidana dengan berupa hukuman penjara dan denda. Sanksi pidana berupa hukuman penjara dan denda dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 diatur dalam Pasal 102, yang berbunyi : Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini dipidana kerena melakukan penyeludupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Yang dimaksud tanpa mengindahkan dalam pasal diatas adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan Undang-undang ini. Dengan demikian apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan ketentuan Undang-undang ini, walupun tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan pasal tersebut. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
65
Pasal 103 Barangsiapa yang : a. menyerahkan Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban Pabean; b. mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor; c. membuat, menyetujui, atau serta dalam penambahan data palsu ke dalam buku atau catatan; atau d. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Disebutkan dengan jelas bahwa seseorang yang menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana akan dikenai sanksi pidana, dalam hal ini secara spesifik dikaitkan dengan importir pakaian bekas secara ilegal. Dan dari keempat jenis tindak pidana kepabeanan ini secara jelas dapat terlihat mengatur khusus pelanggaran atas kewajiban kepabeanan yang sangat berbeda dengan Pasal-pasal pelanggaran. Misalnya, butir a menegaskan adanya kesengajaan menyerahkan dokumen palsu yang secara umum sebenarnya juga di atur dalam pasal-pasal pemalsuan yang ada dalam hukum pidana. Pada ketentuan Pasal 103 huruf d UU N0. 10 Tahun 1995 yang berhubungan dengan keadaan dimana seseorang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh atau memberikan barang impor yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan dimana barang tersebut ditemukan sebagai hasil pemerikasaan buku atau informasi intelijen, penyidik Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
66
dapat menyita barang tersebut dengan wewenang yang ia miliki. Orang yang melakukan hal tersebut di atas dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling bayak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Akan tetapi jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan itikad baik, maka yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Namun, kemungkinan lain bisa terjadi bila pelaku kejahatan tersebut dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dihukum. Seseorang atau kelompok yang melakukan pelanggaran atas peraturan yang telah ditentukan dalam Undang-undang ini dapat berikan sanksi bagi seseorang yang mengangkut barang yang tampa memiliki dokumen yang sah yang menurut Undang-undang ini diharuskan disimpan, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 104 UU No. 104 Tahun 1995 yang berbunyi : a. Mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102; b. Memusnakan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut Undang-undang ini harus disimpan; c. Menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkapan pabean, atau catatan; atau d. Menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomosili diluar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean menurut Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda pling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dalam pasal ini disebutkan bahwa semua bukti transaksi perdagangan harus disimpan dengan baik dan dijaga, hal ini menjadi suatu keharusan menurut undang-undang. Dan apabila ada dokumen yang seharusnya diserahkan kepada Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
67
kepabeanan sebagai administrasi kenegaran yang berhubungan dengan tansaksi antar Negara.
Pasal 106 Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Pasal 50, atau Pasal 51 dan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Jika menelaah kepada isi pasal tersebut diatas maka dapat diketahui jika ada importir yang melakukan impor pakaian bekas merupakan suatu perbuatan yang merugikan keuangan Negara, dimana impor pakaian bekas selain melanggar ketentuan perundang-undangan jaga telah melangkahi kewenanan kepabeanan dalam menjaga dan menjalankan tugas mengawasi perdangan disuatu wilayah. Pasal 107 Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan Pemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir atau eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidana berdasarkan Undang-undang ini, ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pelanggaran pidana perihal pekerjaannya dan perbuatan yang terancam pidana, maka petigas itu akan dikenai ancaman pidana yang sesuai, begitu juga petus yang membantu importir pekaian bekas dan terkait dalam modus tansaksinya secara langsung akan dikenai saksi yang berlaku.
Pasal 108 1. Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
68
hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada : a. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan atau b. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau melalaikan pencegahannya. 2. Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga oleh atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. 3. Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda. Dalam pasal tersebut diatas dijelaskan segala bentuk kerjasama, organisasi, dan segala bentuk korporasi dan kerjasama dalam hal perdagangan yang illegal dan menyalahi peraturan perundang-undangan akan dikenai sanksi yang sesuai dengan undang-undang. Pasal 109 1. Barang impor atau ekspor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, 103 huruf b atau huruf d, Pasal 104 huruf a atau Pasal 105 huruf a dirampas untuk negara. 2. Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat dirampas untuk negara. 3. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
69
Dalam Pasal 109 ini disebutkan dengan jelas segala jenis barang yang merupakan barang yang dilarang dalam kegiatan ekspor-impor akan disita oleh Negara dan ditindak secara hukum, serta mendapat penyelesaian hukum pula dengan tidak ada suatu pengecualian. Dengan kata lain impor-ekspor pakain bekas yang notabene dilarang oleh perundang-undan akan mendapat perlakuan yang sama seperti halnya undang-undang mengaturnya.
Perihal sanksi pidana yang diberikan kepada suatu badan hukum yang melakukan suatu Tindak Pidana Penyeludupan dapat dilihat pada Pasal 108 UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan. Dalam pasal ini dimungkinkan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik Negara atau daerah dengan mana dan dalam bentuk apapun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firman atau kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi yang mana kadang-kadang orang melakukan tindak pidana tersebut tersembunyi dibelakang atau mengatas namakan badan-badan tersebut diatas. Oleh sebab itu selain badanbadan tersebut diatas harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak tersebut tidak untuk diri sendiri tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan yang diancam dengan hukuman pidana, seolah-olah mereka sendiri yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan dan Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
70
atau pemimpinnya. Terhadap badan-badan tersebut diatas dapat dipidana berupa pidana denda paling banyak RP. 300.000.000,00 (tiga ratys juta rupiah), jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara atau denda.
B. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/ Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.
229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor disahkan pada tanggal 4 juli 1997. Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tersebut yang diperbolehkan melakukan kegiatan impor tekstil adalah perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenalan Importir (API) dan pengecualian barang atau perusahaan yang mengimpor barang. Pasal 1 a. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean; b. Daerah pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah dareh, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempattempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun Kepabeanan; c. Barang yang diatur tata niga impornya adalah barang yang impornya hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang diakui dan disetujui oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengimpor barang yang tidak boleh di impor; d. Barang yang dilarang impornya adalah barang yang tidak boleh di impor. Dalam pasal ini disebutkan dengan jelas pengertian impor dan juga wilayah ZEE sebagai wilayah Trade Mark untuk melakukan kegiatan Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
71
perdagangan. Begitu juga dengan yang disetujui dalam praktek perdagangan impor tersebut adalah yang sesuai dengan peraturan perundangan untuk perindustrian. Didalam pasal ini dikatakan barang impor yang legal adalah barang yang tidak dapat di impor kembali, melainkan untuk dikonsumsi konsumen di Negara importir.
Hal ini nampak jelas dalam ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 yang menentukan bahwa: (1) Impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Sementara (APIS) atau Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT)”. (2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), Barang, Perusahaan atau peroragan yang mengimpor barang sebagai berikut: a. Barang pindahan; b. Barang impor sementara; c. Barang kiriman, hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, atau kebudayaan; d. Barang perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertuhas di Indonesia berdasarkan asas timbale balik; e. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia; f. Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan.
Dan disebutkan juga dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 tercantum bahwa barang yang di impor harus dalam keadaan baru. Pasal 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 keputusan ini tidak berlaku untuk pengimpor kapal niaga dan kapal ikan.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
72
Pasal ini merupakan pengecualian untuk impor terhadap kapal, dimana kapal bekas dapat dimpor tanpa menyalahi perundang-unadangan. Begitu juga dalam pasal 5 berikut ini yang menyebutkan: Pasal 5 Pengecualian lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 keputusan ini dapat ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pasal 8 Barang yang diatur tata niaga impornya, barang yang dilarang di impornya, barang yang dimasukkan dari luar negeri ke tempat penimbunan berikat, barang yang dimasukkan dari tempat penimbunan berikat ke wilayah lain dalam Daerah Pabean serta barang dalam rangka Perdagangan Lintas Batas, diatur sendiri. Barang
impor
yang
pemasukannya
dimasukkan
melalui
tempat
penimbunan berikat ataupun wilayah lain dalam suatu wilayah kepabeanan yang mana kegunaannya adalah untuk perdagangan lintas batas diatur secara khusus oleh peraturan tersendiri secara khusus. Pasal 9 Importir yang melanggar ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sanksi terhadap pelanggaran ketentuan dalam importir barang dagang perihal pakaian bekas ini diatur didalam peraturan perundang-undang secara terpisah dan tersendiri. Sebagaimana ketentuan lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Perdagangan Internasional, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 berikut ini; Pasal 10 Ketentuan yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Internasional. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
73
Pasal 11 Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka keputusan Menteri Perisdustrian dan Perdagangan Nomor 125/MPP/Kep/5/1996 tentang ketentuan umum di bidang impor, dinyatakan tidak berlaku. Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa impor pakaian bekas dilarang. Meskipun dalam ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 3 tersebut tidak dituliskan secara jelas jenis barang yang di impor, akan tetapi apapun jenis barang tersebut apabila barang tersebut merupakan barang bekas tidak boleh di impor, karena barang yang boleh di impor haruslah dalam keadaan baru.
C. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 642/MPP/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :230/MPP/Kep/7/1997 Tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya. Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.642/MPR/Kep/9/2002 tertanggal 23 September 2002 Tentang Larangan Impor pakaian bekas bukan hanya menyangkut aspek ekonomi. Kebijakan yang diambil juga memperhatikan masalah kesehatan.
Pasal I 1. Mengubah Lampiran I nomor urut 108 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997, semula :
NO.
NOMOR HS
URAIAN BARANG
TATA NIAGA IMPOR
108
ex. 6310.90.000
Gombal baru dan bekas
IU LIMBAH
menjadi : Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
74
NO.
. NOMOR HS
URAIAN BARANG
TATA NIAGA IMPOR
108
ex. 6310.90.000
Gombal baru dan bekas
DILARANG
2. Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka : a. Semua ketentuan lainnya yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997 dinyatakan tetap berlaku; b. Lampiran I nomor urut 16 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 231/MPP/kep/7/1997 tentang Prosedur Impor Limbah dinyatakan tidak berlaku lagi. 3. Impor gombal yang L/C-nya telah dibuka sebelum tanggal ditetapkannya Keputusan ini, masih dapat dilaksanakan dengan ketentuan gombal yang diimpor sudah tiba di pelabuhan tujuan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan ini. Didalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997 dinyatakan bahwa yang termasuk kedalam kategori uraian barang bekas yang dapat diimpor adalah berupa ‘gombal baru dan bekas’. Jika dikaitkan dengan impor pakaian bekas maka masuknya pakaian bekas ke Indonesia menurut Keputusan Menteri ini adalah legal dan diijinkan oleh peraturan perundang-undangan. Namun dengan adanya perubahan yang di tuangkan dalam Keputusan Menteri No. 642/MPP/Kep/9/2002 menyatakan bahwa
impor barang berupa
‘gombal baru dan bekas’ ini adalah dilarang. Dengan kata lain jelas bahwa masuknya pakaian bekas dari luar negeri dilarang oleh undang-undang dan merupakan perbuatan yang ilegal.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
75
D. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/mpp/Kep/10/2002 Tentang Tata Niaga Impor Tekstil Dalam rangka mencegah beredarnya tekstil impor ilegal di pasaran Indonesia yang menimbulkan perdagangan tidak adil dan mengakibatkan kerugian terhadap tekstil produksi dalam negeri serta guna mempertahankan iklim usaha tetap kondusif, maka Pemerintah RI memberlakukan peraturan tata niaga impor tekstil yang baru. Peraturan baru impor tekstil tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. : 732/MPP/Kep/10/2002 tanggal 22 Oktober 2002, yang berisi :
Pasa1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan Tekstil adalah tekstil lembaran yang termasuk dalam Pos Tarif HS sebagaimana dimaksud Lampiran I Keputusan ini. (Pada lampiran I SK ini terdapat 18 item Pos Tarif yang diatur Tata Niaga Impornya, yaitu : Pos Tarif-Pos Tarif 52.08 s/d 52.11 (Kain tenunan dari kapas); 52.12 (Kain tenunan lainnya dari kapas); 53.09 (Kain tenunan dari lena); 53.10 (Kain tenunan dari goni atau dari serat tekstil kulit pohon lainnya dari Pos Tarif No. 53.03); 53.11 (Kain tenun dari serat tekstil nabati lainnya; kain tenun dari benang kertas); 53,07 (Kain tenun dari benang filamen sintetik, termasuk kain tenun yang diperoleh dari bahan pada Pos No. 54.04); 54.08 (Kain tenun dari benang filamen tiruan, termasuk kain tenun yang diperoleh dari bahan pada Pos No. 54.05 ; 55.12 s/d 55.14 Kain tenun dari serat stapel sintetik; 55.15 (Kain tenun lainnya dari serat stapel sintetik dan Pos Tarif 55.16 (Kain tenun dari serat stapel tiruan); 56.02 (Kain kempa diresapi, dilapisi, ditutup atau dibuat berlapislapis maupun tidak); 58.01 (Kain tenunan berbulu dan kain chenille, selain kain dalam Pos No. 58.02 atau No. 58.06); 58.02 (Kain handuk terry dan kain tenunan terry semacam itu, selain kain pita dari Pos No. 58.06, kain tekstil berjumbai, selain produk dari Pos No. 57.03); 58.04 (Kain tule dan kain jala lainnya, tidak termasuk kain tenun, rajut atau kait, renda dalam bentuk lembaran, jalur atau dalam bentuk motif, selain kain dari Pos No. 60.02); 58.10 (Kain sulaman dalam lembaran, jalur atau motif); 58.11 (Produk tekstil dilapisi dalam lembaran, disusun dari satu atau lebih Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
76
lapisan dari bahan tekstil dipasang dengan bantalan dijalin atau secara lain, selain kain dari Pos No. 60.02); 60.01 (Kain berbulu, termasuk kain “berbulu panjang” dan kain terry, dirajut atau dikait) dan Pos Tarif 60.02 (Kain rajutan atau kaitan lainnya). Dalam pasal ini disebutkan jenis-jenis kain yang legal untuk di impor menurut undang-undang.
Pasal 2 1) Tekstil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Tekstil, selanjutnya disebut IP Tekstil. 2) Pengakuan sebagai IP Tekstil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyangkut antara lain tentang jumlah dan jenis tekstil yang dapat diimpor dan waktu pengapalannya. 3) Tekstil yang diimpor oleh IP Tekstil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi dari industri yang dimiliki oleh IP Tekstil dan dilarang diperjual belikan maupun dipindah-tangankan. Pengaturan perihal perusahan yang di ijinkan untuk melakukan impor begitu juga dengan jumlah dan jenis barang yang di impor serta pengapalannya diatur didalam pasal ini. Begitu juga barang impor yang bahan dasar barang impor yang dilarang pada pasal 1 dilarang untuk diperdagangkan dan dipindah tempatkan.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
77
BAB IV PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS
A. Kasus 1. Putusan No. 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn. Pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2006, sekitar pukul 23.00 Wib mertua Irpan Jailani (terdakwa) bernama Subani alias Keling (DPO) yang juga merupakan pemilik kapal ikan tanpa nama tanpa tanda selar bermesin dompeng 23 PK. Subani mengajak Irpan Jailani untuk menjemput pakain bekas di tengah laut atas suruhan/pesanan dari Indra Syafaruddin (saksi) dan Irpan Jailani menyetujuinya. Indra Syafaruddin selaku pemilik barang menyewa kapal/boat tersebut dari Subani alias Keling dengan imbalan/upah sebesar Rp.1.000.000; (Satu juta rupiah) per-trip, sedangkan untuk Irpan Jailani selaku Nahkoda kapal ikan tersebut, Awaluddin dan Anjes Asmara selaku Anak Buah Kapal mendapat imbalan/upah masing-masing sebesar Rp.100.000; (Seratus ribu rupiah) per-trip, Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
78
tetapi uang tersebut belum diterima karena sesuai perjanjian uang tersebut akan diberikan apabila pakaian bekas sampai tujuan. Pada hari Senin, tanggal 26 Juni 2006 sekitar pukul 02.00 wib. Irpan Jailani selaku nahkoda kapal/boat tanpa selar bermesin dompeng 23 PK bersama dengan Subani, Awaluddin (Anak Buah Kapal), Anjes Asmara (Anak Buah Kapal) dan Indra Syafaruddin berangkat menuju ketengah laut dan tiba di Lampu Satu sekitar pukul 04.00 wib dan merapat ke kepal KM.IRMA yang di nahkodai oleh
Masdar (DPO), dan memuat pakaian bekas yang sedang lego jangkar.
Setelah itu Irpan Jailani bersama dengan Indra Syafaruddin, Subani, Awaluddin dan Anjes Asmara bersama-sama meninggalkan karung pakaian bekas ke kapal yang di nahkodai Irpan Jailani hingga selesai. Lalu kapal tersebut berangkat menuju Sei Dengki Tanjung Balai Asahan. Namun sekitar pukul 09.00 wib kegiatan tersebut di pergoki oleh Patroli Polisi Perairan 208 yang sedang melakukan patroli di perairan Kwala Bagan Asahan yaitu pada posisi 02-58’- 00 LU – 48’ – 00’ BT. Pada saat itu Irpan Jailani tidak dapat menunjukkan/ memperlihatkan surat atau dokumen yang melindungi muatan maupun surat kapal ikan tanpa nama dan tanpa tanda selar bermesin dompeng 23 PK. Setelah itu Komandan E. Sihombing bersama-sama Bripda Samiun Butar-butar dan Bharatu, As Manik yang kemudian melakukan penangkapan dan kapal di Ad Hock ke Belawan untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
DAKWAAN DAN TUNTUTAN
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
79
Jaksa Penuntut Umum mengajukan Irpan Jailani sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Belawan melakukan perbuatan pidana sebagai berikut: Pertama
: Pasal 102 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Telah mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang berupa 60 ( Enam puluh ) karung/goni pakaian bekas dari Port Klang Malaysia, tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang Kepabeanan.
Kedua
: Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun
1995
Tentang Kepabeanan. Telah mengangkut barang berupa 60 (enam puluh) karung/goni pakaian bekas asal Port Klang Malaysia yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102.
Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Pengadilan Negeri Medan yang bersidang di Belawan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa Irpan Jailani bersalah melakukan Tindak Pidana Kepabeanaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeaan. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1(Satu) Tahun dikurangi selama berada dalam tahanan, Denda sebesar Rp.1.000.000; (Satu juta rupiah) Susb 6 (Enam) Bulan kurungan. 3. Menyatakan barang bukti berupa : Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
80
-
1 (Satu) Unit Boat Tanpa nama mesin dompeng 23 PK dikembalikan kepada Pemiliknya
-
60
(Enam
puluh)
karung/goni
pakaian
bekas
untuk
dimusnakan. 4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1000; (Seribu rupiah).
PENGADILAN NEGERI Hakim pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya atas perkara ini mempertimbangkan yang pada pokoknya sebagai berikut: Menimbang, bahwa terdakwa diajukan dipersidangan oleh jaksa penuntut umum dengan surat dakwaan tertanggal 25 Agustus 2006 No. PDM – 21/ Rp.9 / Fd.2/08/2006 yang pada pokoknya sebagai berikut : Pasal 102 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Jo Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Dan mendengar pembelaan dari terdakwa, maka Majelis Hakim memilih dan mempertimbangkan. Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar/ dibacakan keterangan saksi yang di bawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: 1. E. Sihombing 2. Samiun Butar-Butar 3. As. Manik Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
81
4. Awaluddin 5. Anjes Asmara 6. Indra Safaruddin 7. Kunto Prasti trenggono Menimbang, bahwa dipersidangan telah diajukan barang bukti berupa : 1. 1 (satu)unit Boat; 2. 60 (enam puluh) karung pakaian bekas. Dimana terdakwa dan saksi mengenal dan membenarkan barang bukti tersebut. Menimbang, bahwa atas fakta-fakta tersebut di atas Majelis Hakim akan mempertimbangkannya dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut : Bahwa terdakwa di dakwakan Jaksa Penuntnt Umum melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 102 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Jo Pasal 104 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 bahwa dakwaan yang diatur dalam Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, mempunyai unsur sebagai berikut: 1. Barang siapa. 2. Telah mengangkat barang yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan. Menimbang, bahwa atas tindak pidana tersebut diatas dan terdakwa mampu bertanggungjawab maka perbuatan terdakawa patut dijatuhi pidana dan yang setimpal untuk itu adalah pidana penjara.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
82
Menimbang, bahwa masa tahanan yang telah dijalani terdakwa patut dikurangkan sepenuhnya dengan pidan penjara yang dijatuhkan. Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 unit boat dan 60 karung/goni pakaian bekas di musnakan. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana atas perbuatan terdakwa Majelis Hakim perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang terdapat dalam diri terdakwa pada pokoknya sebagai berikut:
Hal-hal yang meringankan - Terdakwa berterus terang dipersidangan sehingga tidak menghambat jalannya persidangan - Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi - Terdakwa belum pernah di hukum. Hal-hal yang memberatkan - Perbuatan terdakwa merusak produk tekstil dalam negeri. Memperhatikan ketentuan Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan perkara ini. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terdapat dipersidangan, jika dihubungkan dengan unsur-unsur Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995, sebagaimana yang dimaksud dalam surat dakwaan penuntut umum, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa fakta-fakta tersebut memenuhi unsur-unsur Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
83
dakwaan, oleh sebab itu terdakwa haruslah di hukum yang setimpal dengan perbuatannya.
Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri memberikan putusan sebabai berikut:
MENGADILI 1.
Menyatakan Terdakwa : IRPAN JAILANI tersebut telah terbukti secara sah
dan
menyakinkan
bersalah
melakukan
tindak
pidana
“PENYELUDUPAN”; 2.
Menjatuhkan Pidana, oleh karena itu dengan pidana penjara : 7 (Tujuh) bulan; Denda sebesar Rp.1.000.000; (Satu juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 6 (Enam) bulan;
3.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4.
Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan;
5.
Menyatakan barang bukri berupa : 1 (Satu) unit Boat Tanpa mesin dompeng 23 PK dikembalikan kepada Pemiliknya sedangkan 60 (Enam puluh) karung/goni pakain bekas dirampas untuk dimusnakan;
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
84
6.
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000; (Seribu rupiah).
2. Putusan No. 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn. Pada hari Minggu, tanggal 25 Juni 2006 pukul 12.00 Wib, Indra Safaruddin (tersagka) telah dihubungi oleh Yusuf (DPO) umur 35 Tahun, beralamat Esdengki Tanjung Balai melalui HP (Hand Phond) untuk mengambil pakaian bekas milik Indra Safaruddin. Yusuf mengatakan kepada tersangka Indra Safaruddin untuk mengambil pakaian bekas tersebut dari Boat yang sedang lego jangkar di Kwala Bagan Asahan. Yusuf berjanji jika barang tersebut sampai di gudang Esdengki Tanjung Balai, Yusuf akan memberikan gaji/upah sebesar Rp.25.000; (dua puluh lima ribu rupiah). Setelah disuruh oleh Yusuf untuk mengambil pakaian bekas, tersangka Indra Safaruddin menjumpai mertua Irpan Jailani (saksi tersangka Indra Safaruddin) yaitu Subani alias Keling selaku pemilik kapal ikan. Indra Safaruddi menyewa kapal milik Subani alias Keling untuk melangsir pakaian bekas dengan upah/imbalan sebesar Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) dan tersangka mengajak Awaluddin dan Anjes Asmara (saksi) selaku Anak Buah Kapal untuk ikut, dan yang mengangkut pakaian bekas tersebut adalah Subani alias Keling. Pada hari Senin, tanggal 26 Juni 2006 sekitar pukul 02.00 wib. Tersangka bersama Awak Kapal Irpan Jailani, Awaluddin (Anak Buah Kapal), Anjes Asmara (Anak Buah Kapal) dan Indra Syafaruddin berangkat menuju ketengah laut dengan menggunakan kapal ikan tanpa nama dan tanpa tanda selar bermesin Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
85
dompeng 23 PK dan tiba di Lampu Satu sekitar pukul 04.00 wib dan merapat ke kepal KM.IRMA yang sedang berlabuh di Lampu Putih Perairan Bagan Asahan yang di nahkodai oleh Masdar (DPO), dan memuat pakaian bekas yang sedang lego jangkar. Setelah itu Irpan Jailani bersama dengan Indra Syafaruddin, Subani, Awaluddin dan Anjes Asmara bersama-sama meninggalkan karung pakaian bekas ke kapal. Lalu kapal tersebut berangkat menuju Sei Dengki Tanjung Balai Asahan. Namun sekitar pukul 09.00 wib kegiatan tersebut di pergoki oleh Patroli Polisi Perairan 208 yang sedang melakukan patroli di perairan Kwala Bagan Asahan yaitu pada posisi 02-58’- 00 LU – 48’ – 00’ BT. Pada saat itu Irpan Jailani tidak dapat menunjukkan/ memperlihatkan surat atau dokumen yang melindungi muatan maupun surat kapal ikan tanpa nama dan tanpa selar bermesin dompeng 23 PK. Setelah itu Komandan E. Sihombing bersama-sama Bripda Samiun Butarbutar dan Bharatu, As Manik yang kemudian melakukan penangkapan dan kapal di Ad Hock ke Belawan untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
DAKWAAN DAN TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum mengajukan Indra Safaruddin sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Belawan melakukan perbuatan pidana sebagai berikut: Pertama
: Pasal 102 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Telah mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang berupa 60 ( Enam puluh ) karung/goni
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
86
pakaian bekas dari Port Klang Malaysia, tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang Kepabeanan. Kedua
: Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun
1995
Tentang Kepabeanan. Telah mengangkut barang berupa 60 (enam puluh) karung/goni pakaian bekas asal Port Klang Malaysia yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102.
Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Pengadilan Negeri Medan yang bersidang di Belawan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa Indra Safaruddin bersalah melakukan Tindak Pidana Kepabeanaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeaan. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (Satu) Tahun dikurangi selama berada dalam tahanan, Denda sebesar Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) Susb 6 (Enam) Bulan kurungan 3. Menyatakan barang bukti berupa : - 1 (satu) buah HP Nokia type 3100 dirampas untuk dimusnahkan. 4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000; (seribu rupiah).
PENGADILAN NEGERI Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
87
Hakim pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya atas perkara ini mempertimbangkan yang pokoknya sebagai berikut: Bahwa terdakwa diajukan dipersidangan oleh jaksa penuntut umum dengan surat dakwaan tertanggal 25 Agustus 2006 No. PDM – 22/ Rp.9 / Fd.2/08/2006 yang pada pokoknya sebagai berikut : Pasal 102 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Jo Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dan mendengar pembelaan dari terdakwa, maka Majelis Hakim memilih dan mempertimbangkan. Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar/dibacakan keterangan saksi yang di bawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: 1. E. Sihombing 2. Samiun Butar-Butar 3. As. Manik 4. Awaluddin 5. Anjes Asmara 6. Irfan Jailani 7. Kunto Prasti trenggono Menimbang, bahwa dipersidangan telah diajukan barang bukti berupa 1 (satu) buah HP Nokia type 3100. Dimana terdakwa dan saksi mengenal dan membenarkan barang bukti tersebut.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
88
Menimbang, bahwa atas fakta-fakta tersebut di atas Majelis Hakim akan mempertimbangkannya dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut : Menimbang, bahwa terdakwa di dakwakan Jaksa Penuntnt Umum melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 102 Undangundag No. 10 Tahun 1995 Jo Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 bahwa dakwaan yang diatur dalam Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, mempunyai unsur sebagai berikut: 1. Barang siapa. 2. Telah mengangkat barang yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan. Menimbang, bahwa atas tindak pidana tersebut diatas dan terdakwa mampu bertanggungjawab maka perbuatan terdakawa patut dijatuhi pidana dan yang setimpal untuk itu adalah pidana penjara. Menimbang, bahwa masa tahanan yang telah dijalani terdakwa patut dikurangkan sepenuhnya dengan pidan penjara yang dijatuhkan, Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 buah HP merek Nokia di rampas untuk di musnakan. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana atas perbuatan terdakwa Majelis Hakim perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang terdapat dalam diri terdakwa pada pokoknya sebagai berikut: Hal-hal yang meringankan - Terdakwa berterus terang dipersidangan sehingga tidak menghambat jalannya persidangan Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
89
- Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya - Terdakwa belum pernah di hukum. Hal-hal yang memberatkan - Perbuatan terdakwa merusak produk tekstil dalam negeri.
Memperhatikan ketentuan Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan perkara ini. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terdapat dipersidangan, jika dihubungkan dengan unsur-unsur Pasal 104 huruf a Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana yang dimaksud dalam surat dakwaan penuntut umum, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa fakta-fakta tersebut memenuhi unsur-unsur dakwaan, oleh sebab itu terdakwa haruslah di hukum yang setimpal dengan perbuatannya.
Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri memberikan putusan sebagai berikut: MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa : INDRA SAFARUDDIN tersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENYELUDUPAN”;
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
90
2. Menjatuhkan Pidana, oleh karena itu dengan pidana penjara : 7 (tujuh) bulan; Denda sebesar Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 6 (Enam) bulan; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan; 5. Menyatakan barang bukri berupa : -
1 (satu) Boat dikembalikan kepada pemiliknya;
-
60 (Enam puluh) pakaian bekas di rampas untuk di musnakan.
6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000; (seribu rupiah).
B. ANALISIS KASUS 1. Putusan No. 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn. Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana Nomor 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn mengenali Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas, maka Penulis akan memberikan analisa terhadap kasus tersebut yakni sebagai berikut : Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini adalah kejahatan dibidang penyeludupan yaitu memasukkan 60 (Enam puluh) Karung/goni pakaian bekas dari Luar Wilayah Pabean Indonesia (Fort Kelang Malaysia) kedalam wilayah Pabean Indonesia Perairan Asahan tanpa dilengkapi dengan dokumen Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
91
mengunakan kapal ikan tanpa nama dan tanpa tanda selar bermesin 23 Pk. Perbuatan terdakwa diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Lebih lengkap rumusan pasalnya adalah sebagai berikut :
Pasal 102 “Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini dipidana kerena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. Pasal 104 huruf a “Mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102”
Unsur-unsur perbuatan dalam Pasal 102 Jo Pasal 104 huruf a UndangUndang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan antara lain : a. Barang Siapa; Perkataan “barang siapa” dalam pasal ini menunjukkan pelakunya (subjek) atau orang yang melakukan kejahatan yaitu Irpan Jailani; b. Telah mengangkat barang yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan; Kata “telah mengangkat barang” dalam pasal ini adalah bahwa terdakwa telah terlibat di dalam pengangkutan barang hasil tindak pidana
penyeludupan.
Kata
“berasal
dari
tindak
pidana
penyeludupan” adalah barang bukti berupa pakaian bekas yang berada
di
dalam
kapal
merupakan
hasil
tindak
pidana
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
92
penyeludupan karena pakaian bekas tersebut tidak memiliki dokumen yang sah.
Pelaku yang dijadikan terdakwa dalam kasus ini adalah yang bernama Irpan Jailani. Pelaku tindak pidana dalam kasus ini merupakan menusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam fakta-fakta di persidangan terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan pidana memasukkan barang yang berasal dari tindak pidana penyeludupan berupa pakaian
bekas
sebanyak
60
(Enam
puluh)
goni
sehingga
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Terdakwa
sebagai
pelaku
penyeludupan
pakaian
bekas
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman penjara 7 (Tujuh) bulan dan denda sebanyak Rp.1.000.000; (Satu juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995. Jaksa Penuntut umum telah secara tepat menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan untuk membuat dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa. Sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada terdakwa dalam kasus ini adalah pidana penjara 7 (Tujuh) bulan. Saksi yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menumtut terdakwa dengan pidana penjara 1 (Satu) tahun. Pada putusan Hakim, disini penulis mengamati bahwa ada hal-hal yang memperberat dan dan hal-hal yang memperingan hukuman terdakwa terhadap Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
93
putusan Hakim. Terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan memberikan keterangan
yang
berterus terang
sehingga
dapat
memperlancar
proses
persidangan. Hal ini merupakan factor yang dapat memperingan hukuman terdakwa. Adapun hal-hal yang memperberat dalam hal ini adalah akibat dari perbuatan dari terdakwa merusak proses produk tektil dalam negeri. Dimana produk dalam negeri tidak laku dipasaran dan berakibat rusaknya perekonomian Negara. Sehingga Hakim dalam menjatuhkan putusannya dapat melihat akibat dari perbuatan terdakwa.
2. Putusan No. 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn. Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana Nomor 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn mengenai Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas, maka Penulis akan memberikan analisa terhadap kasus tersebut yakni sebagai berikut : Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini adalah kejahatan dibidang penyeludupan pakaian bekas yaitu memasukkan dan memiliki 60 (Enam puluh) Karung/goni pakaian bekas dari Luar Wilayah Pabean Indonesia (Fort Kelang Malaysia) kedalam Wilayah Pabean Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah, yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Lebih lengkap rumusan Pasalnya adalah sebagai berikut : Pasal 102 “Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
94
Undang-undang ini dipidana kerena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Pasal 104 huruf a “Mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102”
Unsur-unsur perbuatan dalam Pasal 102 Jo Pasal 104 huruf a UndangUndang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan antara lain : a. Barang Siapa; Perkataan “barang siapa” dalam pasal ini menunjukkan pelakunya (subjek) atau orang yang melakukan kejahatan yaitu Irpan Jailani; b. Telah mengangkat barang yang berasal dari Tindak Pidana Penyeludupan; Kata “telah mengangkat barang” dalam pasal ini adalah bahwa terdakwa telah terlibat di dalam pengangkutan barang hasil tindak pidana
penyeludupan.
Kata
“berasal
dari
tindak
pidana
penyeludupan” adalah barang bukti berupa pakaian bekas yang berada
di
dalam
kapal
merupakan
hasil
tindak
pidana
penyeludupan karena pakaian bekas tersebut tidak memiliki dokumen yang sah.
Pelaku yang dijadikan terdakwa dalam kasus ini adalah yang bernama Indra Safaruddin. Pelaku tindak pidana dalam kasus ini merupakan menusia sebagai
subjek
hukum
pidana
yang
dapat
mempertanggungjawabkan
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
95
perbuatannya. Dalam fakta-fakta di persidangan terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan pidana memasukkan dan memiliki barang yang berasal dari tindak pidana penyeludupan berupa pakaian bekas sebanyak 60 (Enam puluh) goni sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Terdakwa
sebagai
pelaku
penyeludupan
pakaian
bekas
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman penjara 7 (Tujuh) bulan dan denda sebanyak Rp.1.000.000; (Satu juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995. Jaksa Penuntut umum telah secara tepat menggunakan ketebtuan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan untuk membuat dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa. Sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada terdakwa dalam kasus ini adalah pidana penjara 7 (Tujuh) bulan. Saksi yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menumtut terdakwa dengan pidana penjara 1 (Satu) tahun. Kasus penyeludupan pakaian bekas yang dianalisis di dalam skripsi ini merupakan perkara yang sama namun terhadap para pelakunya diperiksa dalam berkas perkara yang berbeda (Splitsing) yakni terhadap Irpan Jailani dan Indra Safaruddin. Dapat dilihat dalam kedua kasus ini, pada kasus yang pertama Irpan Jailani adalah sebagai terdakwa dan Indra Safaruddin adalah sebagai saksi. Dan sebaliknya dalam kasus yang kedua Indra Safaruddin adalah sebagai terdakwa sedangkan Irpan Jailani adalah sebagai saksi. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
96
Dari kedua kasus yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan tersebut dapat digambarkan didalam table dibawah ini : Tabel 1 Dakwaan dan Putusan Hakim dalam Kasus Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas
No 1
Terdakwa
Dakwaan
IRPAN JAILANI No.Perkara 3.412/Pid.B/200 6/PN.Mdn
- Pasal 102 UU No. 10 Tahun 1995; - Pasal 104 Huruf a UU No. 10 Tahun 1995
Barang Bukti -1 (Satu) unit Boat; -60 (Enam puluh) karung pakaian bekas
Putusan
Vonis
Pasal 104 huruf a UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabean an
Pidana penjara selama 7 (Tujuh) bulan dan Denda Rp.1000 .000; (Satu juta rupiah) 2 INDRA - Pasal 102 -1 (Satu) Pasal 104 Pidana SAFARUDDIN UU No. 10 buah Hp huruf a penjara No.Perkara Tahun 1995; Nokia UU No. selama 7 3.433/Pid.B/200 - Pasal 104 type 3100 10 Tahun (tujuh) 6/PN.Mdn huruf a UU 1995 bulan No. 10 Tahun dan tentang 1995 Kepabean Denda an Rp.1000 .000; (Satu juta rupiah) Sumber : data sekunder diolah dari putusan Pengadilan Negeri Medan Dari kedua putusan diatas, jumlah masa pidana penjara adalah sama dan juga kesamaan dalam jumlah denda yang dikenakan. Dalam kasus yang pertama jumlah masa pidana penjara yang dijatuhkan selama 7 (Tujuh) bulan dan Denda sebanyak Rp.1.000.000: (Satu juta rupiah), dan pada kasus yang kedua jumlah Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
97
masa pidana penjara yang dijatuhkan selama 7 (Tujuh) bulan dan Denda sebanyak Rp.1.000.000: (Satu juta rupiah). Namun ada kejanggalan dimana terpidana Indra Safaruddin mendapat putusan pidana yang sama dengan terpidana Irpan Jailani, hal ini dapat dilihat karena Indra Safaruddin merupakan pemilik kapal, dimana putusan tersebut tidak menjelaskan hal ini. Mengenai keputusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus tindak pidana penyelundupan pakaian bekas dapat dilihat melalui pertimbangan-pertimbangan hakim sebagaimana yang terurai dalam putusannya. Secara garis besar pertimbangan-pertimbangan tersebut tersimpul pada bagianbagian hal yang memberatkan dan hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Dari kedua kasus yang diperoleh dapat digambarkan pertimbangan-pertimbangan hakim didalam putusan melalui tabel sebagai berikut :
Tabel 2 Pertimbangan Hakim dalam Putusan Tindak Pidana Penyelundupan pakaian bekas No 1
Putusan
Pertimbangan Hakim
Putusan No. Hal-hal yang meringankan : 3.412/Pid.B/2006/ - Terdakwa berterus terang dipersidangan PN.Mdn sehingga tidak menghambat jalannya persidangan - Terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya - Terdakwa belum pernah di hukum. Hal-hal yang memberatkan: - Perbuatan terdakwa merusak produk tekstil
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
98
dalam negeri. 2
Putusan
No. Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa berterus terang dipersidangan 3.433/Pid.B/2006/ sehingga tidak menghambat jalannya persidangan PN.Mdn - Terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya - Terdakwa belum pernah di hukum.
Hal-hal yang memberatkan: - Perbuatan terdakwa merusak produk tekstil dalam negeri. Sumber : data sekunder diolah dari putusan Pengadilan Negeri Medan Dari kedua putusan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa semua pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak mempengaruhi terhadap lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap terdakwa dan denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa. Dapat dilihat dari kedua kasus ini hal-hal yang memberatkan dan meringankan adalah sama, meskipun pada kasus yang kedua bahwa terdakwa adalah sebagai pemilik pakaian bekas tersebut dan memasukkan pakaian bekas tersebut dari Luar Wilayah Pabean Indonesia kedalam wilayah Pabea Indonesia. Sedangkan pada kasus yang pertama terdakwa sebagai Nahkoda kapal ikan yang membawa pakaian bekas tersebut masuk kewilayah Pabean Indonesia. Walaupun adanya perbedaan dalam kasus pertama dan kedua tetapi hal-hal yang memberatkan tetap sama karena sama-sama telah merusak produk tekstil dalam negeri. Dalam Pasal 102 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan larangan ekspot import pakaian bekas tidak ada disebutkan,karena Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
99
Pasal 102 pengaturannya secara umum tidak menyebutkan secara khusus jenis barang yang diseludupkan. Penulis dapat menyimpulkan dari pasal ini bahwa, perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 1995 disebut penyeludupan. Apabila ditinjau dari Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 229/MPP/Kep/7/1997 disini jelas adanya larangan terhadap import barang bekas termasuk dalam hal ini adalah pakaian bekas, yang boleh di impor adalah barang harus dalam keadaan baru. Dengan adanya Kepmen ini sudah jelas bahwa barang bekas termasuk dalam daftar barang yang boleh di import. Namun di dalam putusan halim samasekali tidak ada disebutkan mengenai adanya Kepmen ini di dalam pertimbangan-pertimbangan Hakim.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab ini sebelumnya, maka dalam bab ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dari penelitian dan pengulasan/pembahasan teori/materi yang dilakukan. Adapun kesimpulan dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut : 1. Dampak negatif dari penyeludupan pakaian bekas adalah sangat merugikan industri dalam negeri dan merugikan pendapatan serta perekonomian Negara, akan tetapi disisi lain terdapat juga dampak positif bagi masyarakat miskin yang menguntungkan karena dapat membeli barang-barang eks luar negeri asal seludupan dengan harga murah dan mutu yang lebih tinggi. Masalah pemberantasan
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
101
penyeludupan pakaian bekas di Indonesia masih mengalami hambatan-hambatan antara lain : a. Masalah geografis Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan serta kedudukannya pada persimpangan jalan Internasional yang sangat vital dan stategis, mempunyai keuntungan dan kelemahan tertentu. b. Faktor-faktor
lain
yang
mempengaruhi
terjadinya
penyeludupan pakaian bekas tidak lain adalah faktor mentalitas seseorang, yakni mental negatif pedagang dan mental negatif dari sementara petugas-petugas atau pejabat yang bersangkutan. 2. Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas merupakan suatu tindak pidana yang mempunyai pengaruh terhadap segi-segi kehidupan masyarakat, baik terhadap segi kehidupan sosial, ekonomi dan politik, maka usaha-usaha penanggulangan dan pemberantasannya tidak semudah yang dibayangkan melainkan banyak hal-hal yang harus dihadapi. Dalam pemberian sanksi, setiap perbuatan Tindak Pidana. Jika merujuk kepada UndangUndang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan disebutkan bahwa penyeludupan pakaian bekas yang dilakukan oleh orang atau badan hukum akan dikenai sanksi yang yang bersifat pidana akumulatif, yakni Sanksi Pidana Penjara dan Sanksi Denda. Dan dalam Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
102
No.229/MPP/Kep/7/1997 bahwa barang yang di impor harus dalam keadaan baru dan Perdagangan
Keputusan Menteri Perindustrian dan
No.642/MPP/Kep/9/2002
Tentang
Perubahan
Lampiran I No.230/MPP/Kep/7/1997 tercantum barang gombal baru dan bekas dilarang untuk di impor oleh importir untuk masuk ke Indonesia.
3. Penyeludupan pakaian bekas bukanlah suatu tindak pidana yang baru lagi. Bahkan penyeludupan pakaian bekas ini sudah berlangsung lama dan sangat sulit untuk memberantasnya. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang tentang Kepabeanan dan surat keputusan menteri perindustrian dan perdagangan akan tetapi masih banyaknya ditemukan oknumoknum yang melakukan kejahatan ini untuk mendapatkan keuntungan dan merugikan Negara. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap putusan kasus dengan nomor 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn dan putusan nomor 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn, Kasus penyeludupan pakaian bekas yang dianalisis di dalam skripsi ini merupakan perkara yang sama namun terhadap para pelakunya diperiksa dalam berkas perkara yang berbeda (Splitsing) yakni terhadap Irpan Jailani dan Indra Safaruddin. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
103
B. Saran Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka perlu kiranya dicari langkah yang paling tepat untuk menjawab atau mengatasi berbagai permasalahan yang sudah diuraikan sebelumnya. Untuk itu terdapat saran yang mungkin dapat dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, saran-saran tersebut adalah sebagai berukit : 1. Mengingat luasnya akibat sosial ekonomi daripada penyeludupan pakaian bekas, maka disarankan agar petugas-petugas pemberantasan penyeludupan pakaian bekas ditingkatkan, berpangkal tolak pada sikap Pemerintah yang telah digariskan Presiden, yakni penyeludupan pakaian bekas dalam bentuk apapun harus diberantas dan para pelakunya ditindak tegas sesuai peraturan-peraturan yang berlaku. 2. Bahwa dalam peranannya sebagai salah satu Instansi Pemerintah yang ikut serta dalam usaha memberantas Penyeludupan pakaian bekas, maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugasnya hendaknya dibantu oleh para pihak yang berwenang dalam hal tersebut, terutama peran serta masyarakat dalam hal ini sangat diperlukan. Dan sebaiknya masyarakat tidak mudah tergiur dengan harga impor pakaian bekas yang lebih murah dari pakaian lokal, sebab tingkat kesehatannya belum tentu terjamin. Sebab impor pakaian bekas tesebut adalah pakaian yang sudah pernah digunakan oleh orang lain
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
104
yang mana kita belum tentu tahu apakah orang yang memakai pakaian tersebut terkena penyakit menular atau tidak. 3. Kiranya
sanksi
yang
diberikan pada
pelaku
Tindak
Pidana
Penyeludupan pakaian bekas haruslah lebih tegas lagi agar perbuatan penyeludupan dapat dihindari atau setidakya dapat mengurangi terjadinya perbuatan penyeludupan pakaian bekas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-buku : Arif,
Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Chibro, Sournir, Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta,1992.
Terhadap
Faal. M, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991. Hamzah, A. Delik Penyelundupan, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1985. Lopa, Baharudin, Tindak Pidana Ekonomi (Pembahasan Tindak Pidana Penyelundupan), Pradnya Paramita, Jakarta,1992. Marpaung, Leden, Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991 Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,1999. Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
105
Moch. Anwar, Segi-Segi Hukum Masalah Penyelundupan, Alumni, Bandung, 1982. Prakoso, Djoko dkk, Kejahatan-Kejahatan yang Merugikan Membahayakan Negara, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987.
dan
Prasetyo,Teguh & Abdul Halim, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Purba, Radiks, Dasar-Dasar Bea dan Cukai dan Devisa, Ami, Jakarta,1970. Satochid, Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Magasiswa. Soekanto, Soejono, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996. _______, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983. Usfa, Fuah & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004.
2. Peraturan Perundang-undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang – Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Undang-undang No.17 Tahun 2006 Tentang perubahan Undang-undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 Tentang ketentuan umum dibidang impor. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 642/MPR/ Kep/9/2002 tentang perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang barang yang diatur tata niaga Impornya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/mpp/Kep/10/2002 Tentang Tata Niaga Impor Tekstil.
3. Website : Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
106
http://www.hukmas.depkeu.go.id/kliping/unit.asp?kdx=unittopik&KDunit=DJBC %20%20%20%20%20%20&KDTOPIK=KEPABEAN%20%20&urunit=Direktor at%20Jenderal%20Bea%20dan%20Cukai&urtopik=KEPABEANAN, diakses pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 10.10 WIB. http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 09.30 WIB.
diakses
http://www.antara.co.id/arc/2008/2/19/ penyelundup- pakaian- bekas- divonis- 2tahun-penjara/, diakses pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 13.15 WIB. http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 12.00 WIB.
diakses
http://209.85.175.104/search?q=cache:su7YQWU41Z4J:64.203.71.11/kompascetak/0506/11/daerah/1806998.htm+faktor+geografis+penyelundupan+pakaian+b ekas&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses pada tanggal 15 Maret 2008 pukul 13.02 Wib. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/4/10/e5.htm, diakses pada tanggal 21 April 2008 pukul 12.32 Wib. http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, tanggal 13 Meret 2008 Pukul 11.21 WIB.
diakses
pada
http://209.85.175.104/search?q=cache:pmgZzRBLQzwJ:legalitas.org/%3Fq%3Dn ode/37+tindak+pidana+penyelundupan&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, Diakses pada tanggal 30 Januari 2008 pukul 13.35 Wib. http://209.85.175.104/search?q=cache:HJe87G3eId0J:new.beacukai.go.id/news/pr int_news.php%3FnewsID%3D1236%26channelID%3D02+modus+operandi+tind ak+pidana+penyelundupan+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 12.00 Wib. http://72.14.235.104/search?q=cache:qkfO5QgWXwoJ:siscamling.wordpress.com /burhuh/industri-tekstil-indonesia-dalam-multi-fibre-agreement-mfa-danperdaganganbebas/+DAMPAK+IMPOR+PAKAIAN+BEKAS+TERHADAP+PENDAPATA N+NEGARA&hl=id&ct=clnk&cd=10&gl=id&client=firefox-a, diakses pada tanggal 26 Maret 2008 pukul 21.03 Wib. http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, tanggal 13 Maret 2008 pukul 11.21 Wib.
diakses
pada
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009
107
http://egismy.wordpress.com/2005/01/10/kajian-pakaian-bekas/, tanggal 13 Maret 2008, pukul 11.33 WIB.
diakses
pada
http://209.85.175.104/search?q=cache:684BcLBgIREJ:www.pontianakpost.com/b erita/index.asp%3FBerita%3DMetropolis%26id%3D25699+dampak+impor+paka ian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 25 April pukul 10.00 Wib. http://209.85.175.104/search?q=cache:y4sfvNq4WwJ:www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Matriks_Berita/berita.asp%3Fkd%3D84+ dampak+positif+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses pada tanggal 08 Juni 2008 pukul 08.00Wib. http://209.85.175.104/search?q=cache:MTbDwx9DE0gJ:www.balipost.co.id/Bali Postcetak/2003/4/10/e5.htm+dampak+positif+pakaian+bekas&hl=id&ct=clnk&cd =1&gl=id, diakses pada tanggal 25 April 2008 pukul 09.23 Wib. http://209.85.175.104/search?q=cache:9d8M_aceor0J:64.203.71.11/kompascetak/0304/09/ekonomi/244409.htm+dampak+impor+pakaian+bekas&hl=id&ct= clnk&cd=1&gl=id, Diakses pada tanggal 08 Juni 2008 pukul 08.30 Wib.
Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. USU Repository © 2009