Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
PENEGAKAN HUKUM SEBAGAI SALAH SATU SARANA PENEGAKAN DISIPLIN NASIONAL Dahnial Khumarga ABSTRACT Discipline enforcement problem in society nowadays can not be viewed from the social and cultural point of view alone, but it has to be viewed from the law enforcement aspects as well. The weakness of the law enforcement performance will obviously cause the problem of law disobedience among the society members, concurrently create the disobedience to the social order (national dicipline) as well. The national dicipline campaign which once was proclaimed int the era of New Order seems to be still relevant to be applied in the Reform Era, among other to curb the overacted or uncontroled excessive praactices with the pretext of performing the freedom of expression. In other words, the National Dicipline campaign can be benefitted to establish a disciplinary and responsible freedom of expression. Keywords: Discipline enforcement, Social and culture points of view; Sanctions; National Dicipline movement; Diciplinary and respondsible freedom; Disorder.
Pendahuluan Salah satu unsur negara hukum menurut Emanuel Kant dan Julius Stahl adalah bahwa pemerintahan harus berdasarkan peraturanperaturan (wetmatigheid van het bestuur) (Sudikno Mertokusumo, 1999:22). Adanya ketaatan masyarakat untuk mematuhi dan menjalankanperaturan yangdibuat oleh negara merupakan suatu hal yang mutlak. Kepatuhan menjalankan aturan hukum tersebut akan menjadikan masyarakat tertib, 42
teratur, dan memiliki kedisiplinan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kedisiplinan ini sebenarnya telah dimulai pada saat memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-87 yang diadakan di Jakarta Convention Centre pada tanggal 20 Mei 1995, pada saat itu telah dicanangkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan baik, demikian juga dicanangkan Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Pada saat itu Kepala Negara mengajak seluruh rakyat Indonesia agar memulainya
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
dari kegiatan sehari-hari, seperti mematuhi rambu-rambu lalu-lintas, membuang sampah, antri, mematuhi jam kerja dan sebagainya. Apa yang dicanangkan Kepala Negara mengenai dimulainya Gerakan Disiplin Nasional seolah-olah hanya suatu "nasihat dari seorang Bapak kepada anaknya" saja. Tidak disebutkan bahwa akan ada tindak lanjut berupa pengenaan sanksi dan sebagainya. Jadi, seolah-olah masih taraf " belum begitu serius". Namun kalau kita dapat menjadikan berita dan komentar melalui pers sebagai mewakili opini publik, dapatlah disimpulkan bahwa publik sudah sangat menanti-nanti adanya suatu tindak lanjut dari pencanangan GDN tersebut. Dalam mengutip pendapat para anggota DPR dan pemuka masyarakat lainnya, pers pada umumnya menggelarkan suatu sinyalemen yang bernada S.O.S. Selain banyak yang mengharapkan agar dimulai dengan keteladanan, tidak sedikit pula yang menginginkan ditegakkannya sanksi hukum. Sebuah mass media tulis, menulis bahwa pada umumnya
yang berhasil diwawancarai berpendapat bahwa gerakan disiplin nasional kini sudah benarbenar merosot dengan contohcontoh korupsi, kolusi, pungli maupun praktek suap menyuap yang demikian merajalelanya. "Anehnya lagi, mereka justru banyak yang lolos dari sanksi hukum, karena sanksi itu sendiri tidak dilaksanakan secara tegas", Wakil Ketua DPR RI menekankan pentingnya penegakan hukum secara konsisten untuk mendukung disiplin nasional. "Disiplin tak akan bisa tegak bila aturan hukum diabaikan begitu saja", katanya H. Sutardjo Soerjogoeritno juga berpendapat bahwa penegakan hukum seharusnya dilakukan tanpa pandang bulu. Disiplin nasional akan terwujud manakala penegakan hukum dilakukan. Pada umumnya pendapat umum dilndonesia mengiri terhadap negara tetangga Singapura dan Malaysia yang "semuanya teratur karena mereka berdisiplin". Dari apa yang dipaparkan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa selain tidak sedikit yang mengharapkan keteladanan dari atasan sebagai sarana perwujudan disiplin nasional, mereka pada umumnya juga mendambakan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
43
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
ditegakkanya (sanksi) hukum secara tidak pandang bulu dan konsisten. Dengan menyebut Singapura sebagai negara tetangga yang dipuji keteraturannya berkat disiplin yang berhasil ditegakkan, secara implisit sebenarnya sudah mengisyaratkan gaya penegakan disiplin melalui penegakan hukumnya. Kalau begitu keadaannya, mengapa Indonesia dalam rangka mengejar ketinggalannya dengan negara-negara tetangga, lagipula desakan dari dalam negeri sendiri, belum juga memikirkan usaha penegakan disiplin melalui penegakan hukum? Disiplin Nasional Disiplin Sebelum kita membicarakan tentang usaha-usaha pemerintah menegakkan disiplin nasional melalui penegakan hukum, marilah terlebih dahulu kita telaah apa yang dimaksud dengan "disiplin", kemudian apa pula "disiplin nasional". Kata disiplin berasal dari bahasa Latin "Diciplina" yang arti utamanya sebenarnya "pengajaran", "pelajaran", "ajaran". Bisa juga berarti "pengetahuan", "ilmu", "mata 44
pelajaran". Namun arti lain dari kata Latin "disciplina" adalah juga "tata-tertib". "peri kelakuan", "aturan", " patokan", dan sebagainya. Umpamanyakata Latin "diciplinae militaris" dapat diterjemahkan menjadi "disiplin milker". Namun di kemudian hari perkembangan menjadi terbalik. Kata "disiplin" lebih dikenal sebagai dalam arti "tata tertib" daripada sebagai "disiplin ilmu". Kalau kita simak apa yang dijabarkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kita temukan untuk arti disiplin: 1) tata - tertib (disekolah, kemiliteran, dsb); 2) ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib dan sebagainya; dan 3) bidang studi yang memiliki obyek, sistem dan metode tertentu. Demikian juga kalau kita mencari dalam kamus bahasa Inggris (oleh John M. Echols & Hassan Shadily), maka kita temukan arti kata "Discipline" : 1) disiplin; 2) ketertiban; dan 3) pelajaran. Jadi kalau kita berpegangan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut diatas, maka arti
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
"disiplin" yang paling mendekati pengertian sekarang atau dalam konteks pembahasan ini, ialah: "ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib". Disiplin Nasional Setelah kita mengetahui pengertian yang relevan dari disiplin, marilah kita telaah apa yang dimaksud dengan istilah "disiplin nasional". Istilah "disiplin nasional" sebetulnya sudah disebutkan oleh Kepala Negara dalam pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1978. Dalam konteks ini dikatakan "bahwa aparatur yang bersih dan wibawa juga merupakan kekuatan yang ampuh untuk menegakkan disiplin nasional yang merupakan syarat bagi pertumbuhan bangsa yang kokoh dan membangun ". Perumusan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan Disiplin Nasional dapat kita temukan dalam GBHN tahun 1998 sebagai berikut: "Disiplin Nasional ialah suatu sikap mental bangsa yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan, baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap
norma-norma kehidupan yang berlaku dengan norma-norma tersebuttujuan nasional akan dapat dicapai". Disiplin nasional kemudian masuk secara resmi dalam Krida Kedua dari Panca Krida Kabinet Pembangunan V yang dibentuk pada tanggal 21 Maret 1988. Di dalam Krida Kedua tersebut antara lain dikatakan: "Meningkatkan disiplin nasional yang dipelopori oleh aparatur negara menuju terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa". Pernyataan di dalam krida kedua ini menunjukkan tekad aparatur pemerintah untuk memelopori peningkatan disiplin nasional. Dengan kata lain disiplin nasional itu harus dimulai oleh seluruh petugas di bidang pemerintahan sebagai Abdi Negara, Abdi Masyarakat, Perencana dan Pelaksana Pembangunan. Tekad itu harus diwujudkan dengan melaksanakan disiplin kerja, disiplin waktu, kepatuhan pada peraturan dan atasan, memberantas korupsi, penyalahgunaan wewenang, mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya. Untuk itu
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
45
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Sa
Panca Krida Kabinet Pembangunan V ini merupakan landasan formal bagi pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan yang harus terus ditingkatkan, termasuk juga berupa pengawasan melekat. Dengan demikian diharapkan akan terwujud aparatur negara yang bersih, dalam rangka meningkatkan citra dan kewibawaanya. Pada masa Orde Baru (1988) pernah diarahkan tentang pengertian Disiplin Nasional sebagai berikut: " Disiplin nasional di sini kita beri arti yang seluas-luasnya mulai dari kepatuhan kita yang tulus pada nilai-nilai luhur Pancasila, semangat dan ketentuan UUD 1945, segala Ketetapan MPR sampai terwujud disiplin nyata dalam kehidupan sehari-hari yang diperlukan untuk membawa tingkat yang makin maju dari kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita. Singkatnya disiplin nasional merupakan syarat penting bagi terwujudnya masyarakat modern. Untuk mewujudkan disiplin nasional tadi, aparatur negara harus menjadi pelopor, terutama karena masyarakat akan mengikuti tindak - tanduk mereka yang dianggap sebagai panutan. Bagi 46
Law Review, Fakultas Hukum Uni
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
aparatur negara sendiri, disiplin diri harus dijadikan awal bagi terwujudnya disiplin nasional. Dengan disiplin diri, dengan menjunjung tinggi aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, maka akan terwujud pemerintahan yang bersih dan berwibawa." Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bertanggung jawab, sangat tergantung pada tingkat ketaatan dan kepatuhan terhadap Pancasila, UUD 1945, Ketetapan-ketetapan MPR dan peraturan perundangundangan lainnya. Tingkat ketaatan dan kepatuhan yang kurang mantap, terutama di lingkungan aparatur negara, dapat mengganggu atau menghambat pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu disiplin nasional harus dipelopori oleh aparatur pemerintah, yang merupakan juga sebagai prasyarat objektif bagi peningkatan ketangguhan Ketahanan Nasional untuk mewujudkan aspirasi dan cita-cita bangsa. Disiplin Nasional juga akan terwujud jika didukung oleh kualifikasi kepribadian setiap aparatur negara. Untuk itu Has Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
diperlukan kepribadian yang mencerminkan: a) Taqwa kepada Tuhan YME, yang mampu melaksanakan perintah-perintahNya dan menghindari laranganlaranganNya, karena yakin akan adanya balasan pahala dan dosa. b) Kepatuhan dinamis, yang mewajibkan setiap aparatur negara memahami dan menjalankan kebijakan umum pemerintah. c) Kesadaran perlunya kepatuhan dan ketaatan, dengan menampilkan satunya antara hati dan perbuatan, agar terciptanya kehidupan yang tertib yang tidak dipaksakan dan tidak didasarkan atas tekanan sesuatu kekuatan/ kekuasaan. d) Kepatuhan yang rasional, berupa ketaatan yang dilakukan atas hasil proses berpikir tentang manfaatnya, terutama dalam menghadapi kehidupan yang akan diwarnai oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang dinamis. e) Sikap mental, berupa kepatuhan dan ketaatan dengan berpihak pada setiap perilaku
f)
atau perbuatan baik, yang dilakukan oleh setiap perilaku atau perbuatan baik, yang dilakukan oleh setiap warga negara secara perseorangan atau oleh aparatur negara, sebagai pencerminan dari sikap bertanggung jawab terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak merongrong, menghambat, dan merusak upaya aparatur pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan material dan spiritual seluruh rakyat Indonesia, baik secara perseorangan maupun kelompok (golongan). Keteladanan, baik sebagai pejabat pimpinan/atasan maupun bukan sehingga selalu menjadi panutan bagi bawahan dan masyarakat, antara lain dalam mewujudkan disiplin kedinasan dan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa disiplin pribadi yang dimiliki oleh setiap warga negara merupakan pangkal tolak terwujudnya disiplin nasional yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
47
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terlihat kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap nilai-nilai fundamental sebagai pedoman kehidupan nasional, sebagaimana tersurat dan tersirat dalam pandangan hidup Pancasila dan UUD 1995. Masyarakat memiliki kesadaran berpolitik dan berkonstitusi yang positif, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat memiliki kesadaran berupa kemauan dan kemampuan untuk menghadapi dan menantang setiap usaha yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Memiliki juga harga diri, patriotisme dan rasa bangga sebagai bangsaIndonesia yang merdeka dan berdaulat serta memiliki kepribadian yang berbeda dari bangsa yang lain di muka bumi ini. Sedangkan pada giliran terakhir di dalam masyarakat tercipta pula sikap dan perilaku yang selaras dengan kebijaksanaan pemerintah sebagai pengelola negara dalam mewujudkan tujuan nasional. Keselarasan itu ditampilkan pada kemauan untuk berpartisipasi secara positif bukan sebaliknya merongrong atau menghambat pelaksanaan serta merusak hasilhasilnya.
Sehubungan dengan itu perlu dilakukan berbagai upaya yang bernilai strategis dan dilakukan secara nasional. Upaya-upaya itu antara lain adalah: a) Peningkatan disiplin pribadi dan disiplin nasional di seluruh jajaran aparatur negara, baik melalui pendidikan dan latihan maupun melalui suasana bekerja di lingkungan masing-masing. Upaya ini harus dimulai oleh para atasan pada semua tingkat agar menjadi panutan dan pelopor di lingkungan kerja masing-masing. b) Semua pegawai sebagai aparatur negara melaksanakan gerakan keteladanan yang dapat memberikan pengaruh positif pada masyarakat, terutama dalam rangka mendidik masyarakat mentaati disiplin. c) Peningkatan pengawasan fungsional dan pengawasan melekat serta mendayagunakan secara maksimum pengawasan masyarakat, diiringi dengan keberanian melaksanakan sanksi yang bersifat obyektif dan konsisten. d) Membentuk atau menunjuk suatu badan yang diberi wewenang melakukan
48
Law Review, Fakultas Hukum Un.
rsitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Sam Sarana Penegakan Disiplin Nasional
pengarahan dan mengkoordinasikan pembinaan disiplin nasional oleh instansi pemerintah dan badan-badan swasta. e) Memasyarakatkan secara dini nilai-nilai dasar dan pola tingkah laku berdasarkan pandangan hidup Pancasila yang berdampak strategis bagi pembentukan kepribadian nasional, melalui lembaga pendidikan formal dan non formal untuk semua tingkatan. Sehubungan dengan itu perlu disiapkan materi yang aktual yang dapat diintegrasikan dalam berbagai kurikulum masing-masing, khususnyabagi lembaga pendidikan formal. f) Pembentukan opini masyarakat secara terarah dan intensif tentang arti dan manfaat disiplin diri dan disiplin nasional, melalui berbagai media massa. g) Membina dan menegakkan hukum nasional dalam usaha menciptakan dan menggalang kehidupan yang tertib dan teratur berdasarkan normanorma hukum bagi seluruh lapisan masyarakat.
dan istilah "disiplin nasional" yang digunakan dalam konteks mendalami pengertian dilancarkannya kampanye Gerakan Disiplin Nasional yang dalam makalah ini dikaitkan dengan usaha penegakkannya melalui gerakan hukum. Penegakan Hukum Dalam Arti Luas Penegakkan hukum dalam bahasa Indonesia umumnya dikenal sebagai padanan bahasa Inggris "Law Enforcement" atau "Rechtshandhaving" dalam bahasa Belanda. Ada kesan bahwa apabila kita berbicara tentang penegakan hukum maka orang mengasosiasikannya dengan masalah atau tindakan represif saja. Padahal menurut Dr. Andi Hamzah, SH seharusnya meliputi tindakan preventif juga yang dalam bahasa Inggrisnya disebut "compliance " (pemenuhan) yang dilakukan melalui penerangan, persuasi, supervisi agar hukum ditaati (A. Hamzah, 1995:4).
Demikian kiranya cukup terjelaskan pengertian "disiplin"
Kalau kita coba menelusuri arti "enforcement" dari Black's Law Dictionary (Fifth Edition), maka kita dapati uraian sebagai berikut: "The act of putting
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita
apan, Vol. 11, No.3, Maret 2003
~~49
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
something such as a law into effect; the execution of a law; the carrying out of a mandate or cammand." Dari apa yang kita dapatkan di muka, maka mau tidak mau kita mendapat kesan hanya pengertian reperesif belaka. Sedangkan kalau kita mencari arti "compliance" yang dikatakan Andi Hamzah tindakan preventif dalam penegakan hukum maka kita dapati uraian: "submission"; "obedience "; "conformance "; yang artinya kira-kira ketundukan; ketaatan; penyesuaian. Tidak terkesan adanya kaitan dengan pengertian penegakan hukum preventif. Disayangkan bahwa Andi Hamzah tidak menguraikan lebih lanjut atas apa yang dipaparkan. Kalau kita telaah definisi yang diberikan oleh para pakar Sosiologi Hukum, maka kitakutip terlebih dahulu pendapat Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA sebagai berikut: "Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk 50
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1979). Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH berpendapat bahwa penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang dimaksud sebagai keinginankeinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum (Rahardjo, 1983:24). Bagi Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, penegakan hukum adalah keseluruhan upaya mewujudkan suasana kehidupan yang aman, tenteram, tertib dan sejahtera yang berintikan keadilan berdasarkan Pancasila, bagi manusia dan masyarakat di negara Indonesia. Baik Andi Hamzah, Soerjono Soekanto, Satjipto Rahardjo maupun Hadari Nawawi kesemuanya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penegak hukum bukan sekedar polisi, jaksa dan hakim saja, melainkan juga advokat/pengacara/penasihat hukum, pejabat administrasi bahkan masyarakat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol, II, No,3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Dengan demikian bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum di sini bukanlah sekedar yang bersifat represif-kriminal belaka, namun dalam arti yang luas, termasuk didalamnya tugas "peace maintenance" (Soerjono Soekanto, 1983:10). Unsur -unsur Penegakan Hukum Yang Relevan Yang dimaksud dengan unsurunsur penegakan hukum yang relevan ialah inventarisasi dari unsur-unsur penegakan hukum (dalam arti luas) yang terkait langsung dalam pembahasan ini, namun tidak lepas dari substansi penegakan hukum. Prof. Dr. Hadari Nawawi, umpamanya, menyebutkan tiga upaya dalam hubunganini, yakni: 1) Upaya menciptakan dan memelihara perangkat hukum (perundang-undangan) guna menjamin kepastian hukum. 2) Upaya menumbuhkan dan memelihara perangkat aparat penegak hukum yang kuat, bersih dan berwibawa, berani dan bertindak efisien dan efektif. Aspek perangkat aparat penegak hukum bersih menyentuh langsung pada disiplin pribadi, yang
memerlukan kesadaran untuk menghindarkan diri dari tindakan penyelewengan berupa sogok, upeti, memutarbalikan kebenaran dan kepentingan pribadi dan bahkan kecenderungan pemerasan. 3) Upaya menciptakan, memelihara, dan meningkatkan kesadaran hukum, yang ada pada gilirannya akan menumbuhkan ketaatan hukum masyarakat. Aspek ini tidak dapat pula dilepaskan dari disiplin pribadi anggota masyarakat yang suka melakukan budaya sogok, suap, upeti, dll. Untuk kepentingan pribadi dengan merugikan orang Iain, masyarakat, bangsa dan negara. (Hadari Nawawi, 1994: 93). Ketiga unsur upaya itu kesemuanya relevan dengan upaya penegakan hukum. Tidak termasuk dalam upaya yang berkaitan dengan penegakan hukum umpamanya: keteladanan, peningkatan disiplin pribadi, pendidikan formal/nonformal, dan sebagainya. Dr. Andi Hamzah, SH berbicara tentang: 1) Pembinaan penegak hukum, termasuk di dalamnya soal rekrutmennya;
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
51
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Salu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
2) Ancaman hukuman, termasuk denda, yang memerlukan revisi, mengingat yang ada/ berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi jumlahnya. 3) Peraturan perundangundangan yang memerlukan peraturan pelaksanaanya, juklak, juknis, dan sebagainya agar jangan ditunda-tunda. 4) Pembinaan Sarana dan Prasarana Penegak Hukum, seperti motto: penyelesaian perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan. (A.Hamzah, 1995:4-17)
judul buku tersebut, tinjauannya adalah dari segi aspek sosiologis. Oleh karenanya ia berpendirian bahwa apabila kita dalam membicarakan masalah penegakan hukum hanya berdasarkan pada ketentuan hukum, maka kita hanya memperoleh gambaran stereotipis yang kosong. Ia baru menjadi berisi manakala dikaitkan pada pelaksanaannya yang konkret oleh manusia.
Soerjono Soekanto, dalam bukunya yang berjudul "Faktorfaktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum" (1983) juga mengemukakan perlunya faktorfaktor Undang-undang, Penegak Hukum, Sarana atau Fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan diperhatikan agar bisa mensukseskan missi penegakan hukum. Dalam bukunya yang berjudul "Masalah Penegakan Hukum - Suatu Tinjauan Sosiologis" (1983), beliau juga mengemukakan perlunya faktorfaktor perundang-undangannya, penegak hukumnya, sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Sebagaimana
Ketika mencanangkan Gerakan Disiplin Nasional pada Hari Kebangkitan Nasional tersebut di atas, Presiden juga tidak secara jelas-jelas menyebutkan akan dilancarkannya penerapan sanksi terhadap penyimpangan atau pelanggarannya. Namun demikian, hal itu bukan berarti bahwa aparatur negara harus merasa bingung ataupun "bengong" untuk menindaklanjuti pencanangan Kepala Negara tersebut. Peraturan (Pusat) ataupun Perda-Perda yang mengandung sanksi-sanksi hukum ataupun administratif, kalaupun tidak bisa dikatakan cukup lengkap, sebetulnya sudah boleh dikatakan lumayan mencukupi. Selain itu,
52
Upaya Penegakan Disiplin Nasional Melalui Penegakan Hukum
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
kalau memang ada niat yang bersungguh-sungguh dari para atasan, operasi penertiban sudah langsung bisa dilakukan. Umpamanya tentang pematuhan jam kerja, termasuk gejala meninggalkan kantor sebelum jam kerja berakhir serta penyalahgunaan jam kerja untuk perbuatan-perbuatan indisipliner seperti membaca koran, menonton televisi (kantor) dan mengobrol sudah bisa mulai dilancarkan. Sebagai contoh adalah apa yang sedang dilancarkan oleh aparat penertiban di DKI segera setelah dicanangkan GDN oleh Presiden, khususnya mengenai tertib lalulintas. Mengenai usaha penegakan disiplin (nasional) melalui penegakan hukum pertama-tama dapat disebutkan PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri. Sebelum itu kita dapatkan PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta. Kemudian KepresNo. 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup. Adapun usaha pendisiplinan untuk masyarakat telah pula
dilancarkan melalui penegakan hukum dalam hal ini Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 1992 (UU No. 14 Tahun 1992) yang sangat terkenal itu. Mengapa justru Undang-Undang tentang Lalu-Lintas ? Karena sangat dirasakan bahwa citra tentang tiadanya disiplin paling mencolok adalah pada lalu lintas jalan. Bukan cuma kemacetan yang ditimbulkan di jalan-jalan raya dalam kota, namun jugajalan-jalan raya menuju luar kota dengan pelanggaran berat muatan yang dapat mengakibatkan rusaknya jalan maupun rusaknya kendaraaan dengan patahnya sumbu (as) kendaraan sehingga akan menghambat kelancaran lalu lintas. Kalau kita telaah seluruh naskah UU No. 14 Tahun 1992, tidak terdapat satu katapun tentang disebutnya disiplin nasional bagi warga masyarakat. Namun ketika masih dalam pembahasan pada taraf DPR saja masyarakat dalam hal ini mass media yang diasumsikan mewakili opini publik sudah menyebutkan sebagai usaha penegakan disiplin nasional warga masyarakat. Setelah adanya penegakan disiplin nasional melalui penegakan hukum bagi aparat
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
53
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
negara, dalam hal ini pegawai negeri melalui berbagai peraturan perundang-undangari tersebut di atas, kiranya tepatlah kalau bagi pihak warga masyarakat yang diatur paling dulu adalah tentang lalu lintas jalan. Ada pemeo yang beredar secara cukup luas yang mengatakan bahwa untuk menilai tentang keteraturan suatu negara, kita cukup menjadikan sebagai tolok ukurnya keadaan lalu lintasnya. Kalau lalu lintasnya semrawut, maka Pemerintahannyapun demikian. Mungkin ada benarnya juga kalau kita mengamati secara empiris keadaan suatu negara dihubungkan dengan lalu lintasnya. Adapun pengaturan mengenai ketidak-teraturan di bidang-bidang lain, diperkirakan kesemuanya telah ada. Umpamanya tentang ketidak-tertiban sebagai akibat para pedagamg kaki lima yang berjualan dengan menyita badan jalan, parkir secara berlapis, pembuangan sampah bukan ditempat diperuntukan, dan sebagainya. Masalahnya diperkirakan hanya kurang konsistennya usaha penertiban. Kalaupun sebabnya adalah kurang beratnya sanksi, sebagaimana halnya pengaturan lalu lintas 54
sebelum diundangkannya UU No. 14 Tahun 1992, maka sebagaimana yang disarankan oleh Andi Hamzah, kiranya peraturannya perlu segera direvisi. Kalau penyebabnya adalah kolusi "kelas teri" maka peraturan seperti PP No. 30/80 seyogyanya diterapkan. Faktor-faktor Mempengaruhi Hukum
Yang Penegakan
Judul paragraph (heading) tersebut di atas yang "menjiplak" judul karangan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., MA, bagi Indonesia lebih cocok di baca "Faktor-Faktor yang Menghambat Penegakan Hukum". Sebab mempengaruhi bisa berefek positif bisa pula berefek negatif, kalau lebih banyak efek positifnya bisa kita sebut "memperlancar" atau "memperkuat" namun kalau sebaliknya maka kita sebut "menghambat" atau "memperlemah" penegakan hukum. Dalam hubungannya dengan keadaan Indonesia efek positifnya diperkirakan sangat minim sekali. Marilah kita coba telaah dengan mengacu pada apa yang digunakan sebagai pendekatan oleh baik Satjipto Rahardjo maupun Soerjono Soekanto.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Faktor Perundang-undangan Kalau kita mengacu pada apa yang diuraikan di atas, maka mengenai faktor pertama ini kiranya bisa dikatakan cukup memadai. Kalaupun ada kekurangannya, bukan pada eksistensinya, melainkan di sanasini pada ancaman hukumannya; terlebih-lebih lagi tentunya pada penegasannya. Mengenai ini akan kita bahas dalam Faktor Penegak Hukum nanti. Mengenai kurang memadainya beberapa hukuman dan denda, Andi Hamzah telah membahasnya cukup luas dalam makalahnya berjudul Pembinaan Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Jangka Panjang II. (A. Hamzah, 1995: 8-12). Diambil contoh oleh Hamzah tentang delik pencurian (Pasal 362 KUHP) dengan ancaman pidananya adalah penjara 5 tahun atau denda maksimum Rp. 900,(sembilan ratus rupiah). Dari contoh ini kemudian A. Hamzah mengusulkan agar ancaman pidana denda dalam KUHPidana segera sajadinaikkanmenjadi 10.000 kali lipat. Tidak usah menunggu-nunggu ~ sampai diundangkannya KUHPidana yang baru. Tidak usah pula melalui Pansus segala. Cukup digarap dalam satu minggu saja.
Diusulkan juga agar mengikuti jejak Swedia, Norwegia, Denmark kemudian disusul oleh Jerman, Australia lalu Portugal yang mengubah sistem pengenaan denda menjadi apa yang dikenal dengan "day fine" (denda harian). Perhitungannya didasarkan atas pendapatan terhukum per hari dikurangi dengan kewajiban dan utang. Jadi kalau terhukum dipidana dengan pidana penjara 6 bulan, maka berarti ia harus membayar denda sebanyak 180 kali pendapatannya per hari dikurangi dengan kewajiban dan utang. Jerman mencantumkan minimum 10 DM dan maksimum 10.000 DM (kurang lebih Rp. 15 juta) per hari. Portugal mencantumkan minimal 10 Escudos dan maksimal 10.000 Escudos. RRC lain lagi. Mungkin menyadari sebagai negara berkembang yang tidak luput dari inflasi sebagaimana Indonesia, maka mereka memakai cara terbuka, yakni KUHPidananya tidak mencantumkan denda yang harus dibayar, tetapi diserahkan kepada kebijaksanaan Hakim pada setiap kasus, dengan mempertimbangkan perbuatan, penghasilan, utang, tingkah laku, dan sebagainya dari sang terhukum. Jika denda tidak bisa dibayar oleh
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
55
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
terhukum, barulah diganti dengan hukuman penjara. Faktor Penegak Hukum Mengenai faktor hukum ini A. Hamzah juga menyumbangkan gagasannya sebagai berikut: Rekrutmen Polisi agar mengutamakan hukum daripada kemahiran menebak. Rekrutmen Jaksa agar lebih cermat lagi. Disarankan agar melalui psycho test dan ujian saringan yang ketat. Di Jepang, umpanya tes rekrutmen dijadikan satu dengan rekrutmen Hakim dan calon advokat. Para lulusan Fakultas Hukum dipilih yang indeks prestasinya yang tertinggi, kemudian harus menjalani psycho test dan ujian saringan yang sangat ketat. Menurut seorang Jaksa Jepang yang mengikuti seminar di Jakarta pada tahun 1992, ada calon yang ingin menjadi advokat hingga mengikuti tes sebanyak 20 kali atau selama 20 tahun baru lulus. Calon Jaksa, Hakim dan advokat ini kemudian hams mengikuti pendidikan selama 2 tahun dalam pengetahuan praktek maupun teori. Setelah melewati pendidikan tersebut dengan sukses, baru mereka dipersilakan memilih profesi mana yang akan ditempuh. Setelah menjatuhkan pilihan antara 56
Jaksa, Hakim atau advokat, mereka harus menjalani pendidikan lagi dalam pengetahuan keterampilan profesi masing-masing. Dengan demikian mereka akan mempunyai persepsi dan penafsiran tentang hukum yang tidak banyak berbeda. Sesuatu yang kiranya dapat dijadikan bahan perbandingan yang berharga di Indonesia. Kalau keadaan di Jepang demikian, tentunya negara-negara maju lainnyapun akan tidak banyak berbeda. Di Amerika Serikat umpamanya, pendidikan hukum termasuk yang tersulit ditembus. Persamaannya ialah dengan pendidikan kedokteran, suatu profesi yang menyangkut nyawa orang. Kalau untuk pendidikan kedokteran dikenal ada tahap premed study, demikian juga pendidikan hukum dikenal apa yang disebut pre law classes, perkuliahan pra - hukum. Seleksinya juga ketat. Hampirsama dengan Jepang, untuk bisa memasuki profesi sebagai penegak hukum, ujian saringannya tidak kalah sulitnya dengan untuk memasuki profesi kedokteran. Bagaimana keadaannya di Indonesia? Konon Fakultas yang paling mudah dibuka adalah
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Fakultas Hukum. Soalnya profesi sarjana yang berada di suatu Kabupaten/Daerah Tk. II adalah justru Sarjana Hukum. Jumlah gabungan antara Jaksa dan Hakim ditambah staf pengadilan dan Kejaksaan sudah cukup untuk menjadi staf pengajar suatu Fakultas Hukum. Apalagi ditambah Advokat/Pengacara dan Notaris yang terdapat di Kabupaten tersebut ditambah dari kalangan Pemda setempat, maka lengkaplah suatu tim lengkap untuk menduduki jabatan Dekan, Pudek, Kepala Biro dan sebagainya untuk siap mengoperasikan pendidikan (tinggi) hukum. Setelah lulus, untuk memasuki profesi penegak hukum, dalam hal ini Hakim dan Jaksa konon tidak sesulit di Jepang. Untungnya persyaratan pembukaan fakultas-fakultas non-ekstra makin dipersulit dan persyaratan pembukaan perguruan tinggipun diperketat dengan persyaratan kualifikasi dosennya yang tidak bisa asal- asalan lagi. Mengenai praktek peradilan, isyu Mafia Peradilan menggambarkan citra peradilan kita. Tentang sejauh mana kebenarannya, biarlah opini publik yang menjadi penilainya. Biar Vox Populi yang menjadi hakimnya.
Akhir-akhir ini banyak pihak yang meragukan Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD'45 yang berbunyi : "Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukannya para hakim". Mungkin itulah sebabnya mengapa Hakim Benyamin Mangkudilaga, SH yang berani memenangkan gugatan TEMPO melawan Menteri Penerangan RI demikian disanjungnya oleh mereka yang mendambakan bunyi penjelasan Pasal 24 & 25 UUD'45 itu benarbenar bisa terwujud dalam kenyataan. Mengenai perkara penagihan terhadap kredit macet, kalau duapuluhan tahun yang lalu ada plesetan bahwa meminta jasa Letnan atau Kapten lebih ampuh dan lebih murah daripada menggunakan jasa advokat, sekarang "saingan" ampuhnya advokat bukanlah lagi oknum ABRI melainkan apa yang dikenal dengan sebutan debt collectors alias penagih utang. Tentang siapa mereka, orang kebanyakan {the main in the street) -pun banyak tahu. Tentu orang bertanya - tanya mengapa profesi yang didominasi oleh kelompok masyarakat yang
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 11, No.3, Maret 2003
57
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
lebih banyak menggunakan otot daripada otak itu demikian menjamurnya. Apa gejala semacam itu terjadi juga di negara-negara yang seleksi terhadap pejabat penegak hukumnya seketat Jepang?
pengacara/penasihat hukum ke dalam unsur penegak hukum. Namun dalam hubungannya dengan penegakan disiplin kiranya perannya minim sekali. Faktor Masyarakat
Pemeo atau plesetan yang berbunyi: "melapor kehilangan kambing, akibatnya bahkan kehilangan kerbau", sebagaimana dikutip oleh A. Hamzah, tentu kita sama-sama tahu plesetan itu dialamatkan kepada siapa. Dalam menertibkan disiplin lalu lintas baik di kota-kota besar maupun luar kota prestasi polisipun tidak terlalu terpuji. Bagaimana dengan unsur penegak hukum advokat/ pengacara? Tentu diantara mereka tidak semuanya yang terlibat bisnis "jual-beli" hukum. Namun yang disebut praktek mafia biasanya yang dipersalahkan sebagai pemicunya (uitlokker) adalah pihak yang berpekara termasuk yang mewakilinya, dalam hal ini pengacaranya. Konon masih cukup banyak kalangan advokat yang tidak terhanyut menempuh jalan pintas untuk menyelesaikan perkara. Kebanyakan para penulis tentang masalah-masalah hukum memang memasukkan advokat/ 58
Faktor (struktur), masyarakat diyakini berpengaruh terhadap penegakan hukum. Umpamanya struktur masyarakat Medan terkenal dengan sifat dinamisnya. Oleh karenanya seorang pejabat dalam bidang penegakan hukum yang mendapat penempatan di Medan, biasanya dinilai sebagai batu ujian untuk mendapat promosi atau penempatan yang lebih terhormat. Seorang pejabat (penegak hukum) yang cocok untuk di Aceh belum tentu cocok untuk mendapat penempatan di Minahasa. Demikian juga seorang yang berprestasi cukup baik ketika menjabat di Papua belum tentu cocok untuk di Jakarta. Lebih mikro lagi, di lima Kotamadya Jakarta. Seorang Kapolres yang sukses di Jakarta Utara, belum tentu bisa berhasil dengan prestasi yang sama bila ditempatkan di Jakarta Selatan. Kita tahu bagaimana struktur masyarakat Jakarta Utara dengan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. U, No.3, Maret 2003
Khuinarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
daerah seperti Warakas, Koja, Cilincing dan sebagainya dan kita tahu pula Jakarta Selatan dengan Kebayoran Barunya, Pondok Indahnya, Cinere, dan sebagainya. Hal lain yang masih bersangkut paut dengan struktur atau kondisi masyarakat dalam hal pengaruhnya terhadap penegakan hukum ialah kebijakan pengaturan lalu lintas di Ibu kota yang lebih terkenal dengan bahasa Inggrisnya ketentuan 'Three In One', yaitu pada jam-jam tertentu, yakni jam 6.30 hingga jam 10.00 pagi kendaraan pribadi yang memasuki jalan-jalan tertentu harus berisi penumpang tiga orang (berikut pengemudi). Suatu kebijakan lalu lintas yang sudah diterapkan di Singapura kurang lebih duapuluh tahun yang lalu. Mungkin karena melihat suksesnya Singapura dalam mengurangi arus lalu lintas di jalan-jalan protokol pada jam-jam sibuk (rush hours), maka kemudian diterapkan di Jakarta. Memang pada minggu-minggu pertama berhasil mengurangi arus lalu lintas di kawasan dimaksud secara cukup drastis. Namun lambat laun keadaannya hampir sama kembali seperti semula ! Apa yang terjadi? Ternyata muncullah profesi baru, yakni "jockey-jockey" atau
apapun namanya. Yang dimaksud ialah anak-anak berumur antara tujuh tahun hingga belasan tahun yan siap melengkapi angka tiga. Kalau si pemilik kendaraan mengemudikan sendiri kendaraannya, maka ia harus pula menambah dua jockey. Upahnya cukup murah, tidak lebih dari Rp. 5000,-. Mereka sudah berterima kasih. Apa artinya penambahan seribu dua ribu perak, bila dibandingkan dengan harus mengambil jalan melingkar atau melambung. Untuk pengeluaran bensin saja tidak cukup. Apalagi untuk menghemat. Apalagi kalau harus kena tilang. Pokoknya dihitung dari sudut apa saja masih serba menguntungkan kalau "berlaku sosial' dengan memberikan upah kepadajockey jockey tadi. Menyaksikan adanya tiga orang dalam mobil, apa yang bisadiperbuatBungPolisi! Pernah terhadap kelompok joki semacam itu dilakukan razia. Tapi, berapa orang anggota polisi harus dikerahkan untuk itu tiap paginya? Untuk menjaga ketertiban saja sudah kekurangan orang. Dan anakanak tersebut begitu melihat ada gerakan Polisi menghampiri mereka, mereka berlarian saja menghindar. Apa akan dikejar dengan tembakan peringatan?
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
59
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Ketentuan pidana untuk perjokian semacam itu saja belum ada. Dengan contoh-contoh tersebut di atas, kiranya sudah jelas bagi kita bahwa struktur atau kondisi masyarakat harus diperhitungkan sebagai faktor yang bisa mempengaruhi usaha penegakan hukum. Faktor Kekuasaan Kalau kita coba menemukan arti "kekuasaan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mungkin yang tercocok dalam konteks ini ialah berbunyi : "kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik". Kalau mau lengkap seharusnya juga : harta atau kekayaan. Mengenai faktor kekuasaan yang berpengaruh terhadap usaha penegakan hukum ini diperkirakan orang paling enggan untuk membicarakannya secara terbuka. Kalau dalam rangka kasak - kusuk justru paling seru dibicarakan. Apakah ini merupakan pertanda bahwa keterbukaan di negara kita ini masih merupakan Utopia? 60
Namun kalau kita mau jujur, harus diakui bahwa pengaruh (negatif) kekuasaan terhadap usaha penegakan hukum di negara kita masih sangat besar. Sebagai contoh kecil-kecil saja, kembali soal lalu lintas di Jakarta khususnya, mungkin juga sama di tempattempat lain. Sebuah kendaraan dihentikan oleh petugas kepolisian karena melanggar ketentuan lalu lintas. Sebut saja memasuki jalan satu arah dari arah yang berlawanan. Setelah dihentikan ternyata pengemudinya seorang anak muda bahkan tidak memiliki SIM. STNK-nya juga "ketinggalan". Pada kaca depan maupun belakang tertempel sticker organisasi pemuda tertentu. Dari dialog antara petugas yang berpangkat Sersan Kepala dengan pengemudi diketahui bahwa anak seorang purnawirawan Perwira Tinggi yang sekarang berkarya sebagai pimpinan Induk Koperasi Angkatan tertentu. Maka sang Serka tadi merasa cukup dengan memberi wejangan saja agar lain kali hati - hati dalam memperhatikan rambu lalu lintas dan jangan lupa membawa SIM dan STNK. Itu baru anak seorang purnawiraan. Bagaimana kalau lebih "menyeramkan" lagi ?
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No J, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Dalam operasi pemberantasan perjudian liar, menurut berita mass media, terjaring juga seorang tokoh organisasi pemuda yang sangat terkenal. Menurut berita selanjutnya yang bersangkutan bahkan sudah ditahan di Polda Metro Jaya, juga terkena tuduhan tindak pidana lainnya. Pada waktu hangat - hangatnya beredar berita tentang telah ditahannya tokoh organisasi pemuda itu, penulis kebetulan menghadiri pelantikan organisasi kepemudaan lainnya di Bali Room Hotel Indonesia. Seakan - akan tidak percaya pada kebenaran penglihatan sendiri, para hadirin saling bertanya apakah yang duduk di baris tertentu itu bukankah tokoh pemuda yang sedang ramai diberitakan? Setelah didaulat untuk naik panggung untuk menyanyi, maka barulah jelas indra penglihatan kami tidak kurang suatu apa. Bukan saja bebas hingga sekarang, konon yang bersangkutan akan menuntut pihak kepolisian atas salah satu kasus yang dituduhkan kepadanya itu. Kalau begitu, bagaimana sebenarnya kebenaran berita - berita di mass media dulu itu? Ataukah faktor kekuasaan berperan di sini? Pada penjelasan di atas kekusaaan yang diberikan oleh
Kamus Besar Bahasa Indonesia disarankan agar ditambahkan juga kualifikasi harta atau kekayaan. Salah satu contoh ialah kasus berikut. Guna meningkatkan tertib lalu lintas sekaligus mewujudkan keamanan berlalu lintas, jalan yang tergolong lebar, diberi batas pemisah dari beton di tengahnya. Cela untuk kendaraan berputar (u-turn) juga tidak dibuat, agar kelancaran lalu lintas tidak terhambat oleh kendaraankendaraan yang berputar balik arah. Belakangan dibangun sebuah Pasar Swalayan yang besar. Sudah bisa diduga, tidak lama sesudah itu jalur pemisah di dekat Pasar Swalayan tersebut kemudaian dijebol untuk perputarannya kendaraan-kendaraan yang akan menuju pusat perbelanjaan itu, meskipun oleh karenanya lalu lintas menjadi sangat macet bahkan semrawut. Pertanyaannya ialah apakah berbelanja demikian pentingnya seperti halnya pasien gawat darurat yang harus mendapat perawatan segera? Atau hanya demi melariskan pasar swalayan saja? Itulah suatu contoh bagaimana kekuasaan yang "ditimbulkan oleh harta/kekayaan bisa berpengaruh terhadap usaha penegakan hukum.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
61
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
bersifat unifikatif untuk seluruh bangsa Indonesia. Mengenai perkawinan saja hukum perkawinan yang sudah diundangkan sejak tahun 1974 dalam pelaksanaannya masih terasa belum lancar betul. Ketentuan-ketentuannya sebagai hukum materiil saja terasa masih bersifat gado-gado.
Faktor Kebudayaan Soerjono Soekanto dalam bukunya "Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum" berpendapat bahwa Faktor Kebudayaan sebenarnya bisa dibahas bersama Faktor Masyarakat (Soerjono Soekanto, 1980:38). Juga dalam tulisan ini, karena faktor masyarakat sudah diketengahkan, mengenai faktor kebudayaan bisa menjadi pelengkap saja. Contoh yang mencolok ialah kiranya apa yang dipelopori oleh Van Vollenhoven yang dianggap sebagai Bapak Hukum Adat Indonesia. Dari hasil penelitian yang banyak menggunakan tenaga para mahasiswa dari Rechts Hoge School dahulu, ia akhirnya bisa menemukan sistematik Hukum Adat yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia. Alasan mengapa ia berpendapat bahwa untuk hukum perdata, hukum perdata Eropah ketika itu belum bisa dinyatakan berlaku ialah agar bisa dicerna oleh masyarakat Indonesia setempat. Hukum Adat akhir-akhir ini memang perannya kian hari kian menyusut. Meskipun demikian, mengenai hukum warisnya umpamanya, hingga sekarang masih belum bisa diberlakukan yang 62
Law Review, Fakultas Hukum Un
Law In The Books dan Law In Action Penerapan hukum yang memperhatikan lingkungan tempat hukum itu diterapkan disebut dalam bahasa Inggris dengan istilah Law in The Books dan Law in Action. Untuk efektifnya suatu penerapan hukum maka penting sekali segala faktor yang mempengaruhi masyarakat yang akan menerima penerapan hukum itu di kaji. Dengan demikian penerapannya diharapkan tidak akan mengalami hambatan. International Legal Center (ILC) juga telah melakukan studi tentang hal itu dan sebagai hasilnya antara lain dituangkan dalam hasil pengamatan sebagai berikut: "We have seen that in many law schools of Africa, Asia and :
tas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Latin America, the predominant concept identifies law as simply a system ofprevailing legal norms (created by legislatures of courts). Consequently, the lawyer is conceived as a specialist in laws and the law school curriculum reflects this image by teaching the concent of legal doctrine while ignoring the social context in which it operates or its impact on behavior". Lebih Ianjut, laporan tersebut mengatakan bahwa pengajaran hukum hendaknya diarahkan kepada pemahaman sebagai berikut: " emphasizes not only knowledge of the law as a set of normative rules and the capacity to interpret it, but the azquisition of other skills and insights, e.g., ability to analyze and evaluate the policy assumptions behind the law; awareness that there are problems of social development which may be affected by the law; appreciation of relationships between the legal system and political and economic system and the social scienes as tools to enable informed development of law as an instrument of social change "(ILC, 1975:60).
Penegakan Disiplin Nasional Mengenai penegakan disiplin nasional dalam arti luas di luar yang melalui penegakan hukum sebagaimana dikemukakan sebelumnya, yakni taqwa kepada Tuhan YME, kepatuhan dinamis, kesadaran perlunya kepatuhan dan ketaatan, kepatuhan yang rasional, sikap mental dan keteladanan. Demikian yang dikutip dari buku karangan Prof. Dr. H. Hadari Nawawi (Hadari Nawawi, 1994:90-91). Prof. Dr. Ir. Sjamsoe'oed Sadjad, dalam tulisannya yang berjudul "Mendisiplinkan Bangsa" (Kompas, 4 Juli 1995), menitik beratkan pada sikap correct dalam segala hal. Jadi mungkin bisa dipersamakan dengan butir 3,4 dan 5-nya Hadari Nawawi. Dalam mengambil Singapura sebagai contoh yang disebutnya "dengan kebersihan dan ketertiban yang luar biasa" hal itu menurutnya bisa dicapai, disamping pendidikan masyarakatnya ditegakkan kuatkuat, Pemerintah Singapura juga menerapkan sanksi hukum terhadap ketidaktertiban dengan sangat ketat. Jadi diakui oleh Sjamsoe'oed bahwa selain melalui pendidikan, penegakan hukum secara represifnya benar-benar diterapkan secara ketat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
63
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Memang harus diakui, bukan hanya orang Indonesia yang memuji ketertiban Singapura, atau dalam konteks tulisan ini: disiplin nasional Singapura. Soal antri, soal menyebrang jalan, soal buang sampah sembarangan, soal larangan merokok, soal ketertiban lalu lintas dan sebagainya, pendatang dari negara-negara majupun mengacungkan jempolnya. Pernah penulis berbincang-bincang dengan seorang pengusaha Filipina yang sedang berkunjung ke Singapura menceritakan tentang kesannya dibandingkan dengan sekian banyak negara yang pernah dikunjunginya. la menyampaikan kekagumannya yang luar biasa yang justru dicapai oleh suatu negara Asia Tenggara. Orang tahu bagaimana hal itu bisa dicapai. Sebagaimana apa yang ditulis oleh Sjamsoe'oed tersebut dimuka, sebagian penting memang dihasilkan dari ketatnya pelaksanaan sanksi atau penegakan hukum. Suatu gerakan yang diawali oleh Pemerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Begitu populemya Lee Kuan Yew, sehingga ketika New York sedang mencari-cari seorang Gubernur yang tepat untuk bisa menangani segala kemelut dan ketidak tertiban New York City, 64
ada yang menyebut - nyebut nama Lee Kuan Yew sebagai orang yang tepat untuk bisa dicapai oleh Singapura bukan sekedar penerapan-penerapan denda, hukuman atau sanksi-sanksi lainnya. Pendidikan sebagaimana disebutkan Sjamsoe'oed Sadjad juga diperhatikan. Selain itu keteladanan para Pemimpin juga boleh dijadikan contoh. Penutup Banyak saran sebagai resep penegakan disiplin nasional. Enam butir yang disebutkan pada pembahasan sebelumnya sebagaimana dikemukakan oleh Hadari Nawawi. Ada yang mengemukakan pendidikan baik formal maupun non-formal sebagai suatu sarana yang ampuh. Tetapi penerapan sanksi atas segala peraturan yang sudah ada atau dengan kata lain usaha penegakan hukum adalah resep yang ampuh guna mengejar ketinggalan. Memang, kalau akibat daripada merosotnya disiplin nasional bisa sampai menjangkau timbulnya korupsi sebagaimana disinyalir oleh MUI, kiranya penerapan sanksi yang tegas namun setimpal untuk mengakhiri maupun
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Sale
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
mencegahnya, nampaknya sulit dihindarkan. Korupsi dan kolusi yang tentunya berakibat menghambat pembangunan bahkan kalau makin menjadi parah bahkan menggagalkan pembangunan, kiranya harus diterima sebagai setimpal kalau para pelakunya harus menerima sanksi yang bagaimana beratnyapun.
(GDN). Suatu gerakan nasional yang baik sekali untuk dijadikan semacam pemicu daripada Good (Public) Governance.
Tidak lama setelah dicanangkannya Gerakan Disiplin Nasional sudah mulai menerapkan sanksi berupa denda terhadap pelanggar disiplin nasional. Korbannya pada umumnya penyeberang jalan, pedagang kaki lima, pembuang sampah di jalanan. Jadi, mereka yang tergolong lapisan bawah.
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman., Jakarta, lOJuni 1995.
Pada gilirannya, disiplin nasional akan terwujud manakala penegakan hukum dilakukan, demikian kita ulangi pernyataannya sebagaimana telah disebutkan dalam bab Pendahuluan di muka. Itu saja masih boleh juga, apabila dibandingkan dengan tidak ada tindak lanjutnya sama sekali. Akhir-akhir ini orang bahkan sudah melupakan bahwa delapan tahun lebih yang lalu pernah dicanangkan suatu gerakan yang disebut Gerakan Disiplin Nasional
Daftar Bacaan Hamzah, A., Dr. S.H, Pembinaan Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Janka Panjang II,
, Membangun dan Menegakkan Hukum dalam era pembangunan berdasarkan PAN CASH A dan UUD 1945, kumpulan karangan dalam rangka peringatan 25 tahun Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia di Jakarta (1958-1983), Penerbit Erlangga, 1983. Hanawi, H. Hadari, Prof. Dr., Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Mertokusumo, Sudikno, Prof. Dr., SH, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Rajawali, 1999Rusin, M, Rusaini, S.H.,M.H., Beberapa Permasalahan Hukum Pemikiran dan Penegakan, Universitas Muhammadyah Jakarta, 1993.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
~65
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Rahardjo, Satjipto, Prof. Dr. S.H., Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1983. Redaksi Sinar Grafika, Undang - undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 1992, Radar Jaya Offset, 1992. Sardjono, Agus, Beberapa Problematika Penegakan Hukum Dalam Praktek Peradilan, Hukum dan Pembangunan, nomor 5, tahun XXIV Oktober 1994. Soekanto, Soerjono, Dr., S.H., M.A., Penegakan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit BinaCipta, 1983. Sjadjad, Sjamsoe'oed, Prof. Dr. Ir., Mendisiplinkan Bangsa, Kompas,4Julil995. Soekanto, Soerjono, Prof. Dr., S.H., M.A., Faktor - faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CV. Rajawali, 1983.
66
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003