Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM Oleh: Dr. H. Husni Thamrin, SH, MH, MM Dosen Fakultas Hukum Universitas Kutai Kartanegara
ABSTRAK Keberadaan Indonesia sebagai negara hukum telah melahirkan regulasi yang melingkupi segala aspek kehidupan bertujuan untuk melindungi Hak Asasi Manusia dan penegakan hukum. Dalam melaksanakan tujuan tersebut maka terlebih dahulu negara harus mampu mencapai dan mewujudkan tujuan hukum, yaitu nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Pekerjaan yang paling berat saat ini ialah menghadapi berbagai polemik dan isu hukum sehingga belum berjalan dengan baik, tentunya dibutuhkan ketegasan terhadap komitmen penegakan hukum sehingga terwujud suatu nilai kepastian dan kemanfaatan bagi rakyat indonesia. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Negara Hukum Latar Belakang Indonesia adalah Negara hukum, hal itu sudah termuat jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai Negara hukum Indonesia memiliki tujuan dan cita- cita yang hendak dicapai. Konsep Negara Hukum pada awalnya di kembangkan di Eropa Kontinental antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan hak asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan. 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4. Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu elemen penting dari suatu Negara hukum adalah perlindungan hak asasi manusia. hak asasi manusia adalah hak dasar yang
paling hakiki yang dimiliki oleh manusia semenjak dia lahir ke dunia. Oleh karena itu perlindungan hak asasi manusia merupakan agenda penting yang wajib dilakukan oleh Negara. Hak asasi manusia sebagiamana termuat dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Salah satu bentuk hak yang dilindungi dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia adalah hak untuk memperoleh keadilan yang diatur dalam pasal 17, 18, 19 Undang-Undang HAM. Hukum merupakan seperangkat aturan yang
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 49
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
berisi perintah serta larangan sifatnya mengikat, serta terdapat sanksi yang tegas jika terdapat pelanggaran terhadap hukum itu sendiri. Hukum dibuat oleh penguasa dan diterapkan pada yang dikuasai. Tujuan hukum menurut beberapa ahli hukum merumukan prinsip-prinsip umum tujuan hukum adalah keadilan, kemanfaatan, atau kefaedahan dan kepastian. Untuk mencapai tujuan tersebut maka norma-norma hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jadi sutau hukum harus bisa ditegakkan agar dapat berfungsi dengan baik sehingga tujuan dari hukum tersebut dapat tercapai Penegakan hukum di Indonesia saat ini masih belum bisa mencapai tujuan dari hukum itu sendiri. Setelah berubahnya masa dari orde baru ke reformasi. Penegakan hukum di Indonesia mengalami naik turun. Terkadang penegakan hukum tersebut memuaskan rakyat terkadang mengecewakan rakyat. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai dunia penegakan hukum saat ini dalam krisis integritas. Krisis ini terjadi pada institusi dan personal penegak hukum mulai dari jaksa, hakim hingga polisi. Fenomena krisis integritas di lembaga penegakan hukum sudah barang tentu menimbulkan problema dalam mewujudkan Negara hukum yang salah satunya ditandai oleh konsistens dan keteguhan dalam penegakan hokum. Oleh karena itu
lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk penegakan hukum yang seharusnya agar tercapai tujuan dari dibentuknya hukum itu sendiri. Permasalahan yang menjadi isu hukum dan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana bentuk penegakan hukum ke depan agar sesuai dengan tujuan hukum?
Metode Penulisan Pembuatan suatu karya ilmiah hukum tentu tidak akan terlepas dari metode penulisan yang didasarkan pada hasil penelitian baik normatif atau empirik. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tipe penelitian dalam tulisan ini adalah Yuridis Normatif (Legal Research). Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis substansi peraturan perundang-undangan terhadap pokok permasalahan atau isu hukum dalam konsistensinya dengan asas-asas hukum yang ada. Dalam penulisan ini digunakan pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode anasisis isi (content analysis), dengan melakukan pengkajian secara mendalam terhadap subtansi (isi) peraturan perundang-undangan terkait untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 50
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
Hasil dan Pembahasan Konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Konsep Immanuel Kant kemudian disempurnakan oleh Julius Stahl yang mengemukakan bahwa Negara hukum formal klasik (rechtstaat) itu unsur-unsurnya dicirikan sebagai berikut : 1. Adanya pengakuan terhadap hakhak asasi manusia. 2. Adanya pemisahan kekuasaan. 3. Pemerintah dijalankan berdasarkan kepada undangundang (hukum tertulis). 4. Adanya pengadilan administrasi Konsep Negara penjaga malam sebagai konsep Negara hukum klasik, secara histories sangat dipengaruhi oleh paham ekonomi liberal yang berlaku pada waktu itu. Prinsip dalam lapangan ekonomi “laissez faire, laissez aller” diterapkan dalam lapangan ketatanegaraan. Menurut Franz Magnis-Suseno ada 4 syarat atau ciri penting negara hukum: 1. Adanya asas legalitas yang artinya bahwa pemerintah bertindak semata-mata atas dasar hukum yang berlaku. 2. Adanya kebebasan dan kemandirian kekuasaan kehakiman terutama dalam fungsinya untuk menegakkan hukum dan keadilan 3. Adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia 4. Adanya pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi atau hukum dasar. Ciri yang pertama hingga ciri ketiga yang diungkapkan Franz Magnis Suseno tersebut menjadi poin penting yang harus dipenuhi
oleh sutau Negara hukum begitupula Indonesia yang juga merupakan Negara hukum. Indonesia sebagai negara hukum menggunakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Tujuan hukum sebagai perwujudan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang merupakan tujuan universal dari suatu hukum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka hukum harus ditegakkan sebagaimana fungsinya. Jika kita melihat ke belakang dari segi sejarahnya sistem hukum Indonesia memiliki struktur yang sama dengan sistem hukum pada masa penjajahan Belanda. Hal itu tidak dapat dipungkiri karena sistem hukum Indonesia banyak mengadaptasi pada sistem hukum pada masa penjajahan Belanda. Sistem hukum dan peradilan Indonesia sebelum merdeka bersifat majemuk dan sistemnya dibedabedakan berdasarkan golongan atau ras, yaitu golongan eropa, golongan keturunan cina dan timur asing, serta golongan pribumi. Di masa orde baru perkembangan dan dinamika hukum dapat dikatakan mengalami keterpurukan. Hukum menjadi alat bagi penguasa, sebagai contoh pemerintah membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia, intervensi pemerintah pada jalannya penegakan hukum, hingga akhirnya istilah KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme mulai berkembang pada saat itu. Kebebasan rakyat berpendapat dibungkam, pelanggaran hak asasi manusia juga terjadi dimana-mana. Kemunduran tersebut membangkitkan semangat beberapa pihak yang menginginkan perubahan yang kemudian dikenal dengan
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 51
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
istilah reformasi. Beralihnya masas orde baru ke reformasi menjadi tonggak perubahan tatanan hukum di Indonesia. Diawali dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga empat kali amandemen UUD 1945. Pembentukan beberapa undangundang yang merupakan bentuk pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan, pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan juga ekonomi. Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa reformasi, bahkan semakin tidak terkendali. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim saat itu juga masih dirasa masih belum mampu melalukan terobosan di bidang penegakan hukum. Hal tersebut terlihat saat banyaknya pelanggaran ham yang terjadi pada masa peralihan dari orde baru ke reformasi yang tidak kunjung mendapatkan kepastian hukum, sedangkan pada saat itu perangkat mengenai HAM bai UNdang-Undang HAM maupun peradilan yang khusus menangani kasus pelanggaran Ham sudah dibentuk. Penegakan hukum masih dianggap masih belum tegas terasa masih terjadi diskriminasi, masih memihak pihak-pihak tertentu dan masih belum bisa membuat jera para pelakunya. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya. Keadaan tersebut menyebabkan masyarakat menajdi krisis kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum sehingga tidak
jarang masayarakat menajadi lebih memilih menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri bahakan cenderung main hakim sendiri. Pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum sebagai alat penyelesaian konflik dirasakan perlunya untuk mewujudkan ketertiban masyarakat. Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum , kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit dan carut marut. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Filsuf Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 52
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
kaya dan kuat (laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang ‘numpang’ ngecas handphone di sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara mendapatkan hukuman yang sangat minimal bahkan kalo bisa bebas walaupun dalam undangundangnya ada juga pidana maksimal. Kasus-kasus hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan tidak jelas endingnya. Sedangkan jika kasus hukum tersebut menyangkut masyarakat biasa hukum dibuat seruncing mungkin. Hal tersebut menjadi ironi dimana hukum harusnya lebih bisa melindungi masayrakat umum bukannya melindungi mereka yang punya kuasa. Ketidakadilan yang terjadi pada masayarakat yang tidak puas akan penegakan hukum tentunya akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawananperlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa. Disparitas putusan hakim, korupsi
suap yang melibatkan penegak hukum semakin memperburuk citra penegak hukum. Lalu bagaimana konsep penegak hukum ke depannya. Menurut Jimly Asshidiqie penegakan hukum ditinjau dari 2 sudut yaitu dari sudut subjek nya juga dari sudut objeknya. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya Ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Menurut Lawrence Friedman, penegakan hukum akan bisa efektif jika tiga unsur pokok yang menjadi pilar penegakan hukum bisa berjalan baik, yakni substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Berdasarkan pendapat tersebut, jika kita berbicara tentang sistem hukum, maka ketiga unsur tersebut secara
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 53
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
bersama-sama atau secara sendirisendiri, tidak mungkin kita kesampingkan. Struktur adalah keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi: kepolisian dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya. Substansi adalah keseluruhan asashukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Budaya hukum adalah kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat. Oleh karena itu untuk menuju terciptanya supremasi hukum tentunya memerlukan suatu kerja keras dari seluruh elemen yang ada di Negara kita. Upaya untuk menciptakan supremasi hukum bukan hanya hak lembaga-lembaga Negara kita dengan pembagian kekuasaannya yang bercirikan prinsip check and balances dalam pelaksanaan pemerintahannya, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga Negara untuk berpartisipasi dalam usaha terciptanya supremasi hukum di Negara kita. Pentingnya budaya hukum untuk mendukung adanya sistem hukum, sebagaimana Friedman mengatakan, bahwa Substansi dan Aparatur saja tidak cukup untuk berjalannya sistem hukum. Dimana Lawrence M Friedman menekankan kepada pentingnya Budaya Hukum (Legal Culture). Dengan begitu maka hukum dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya dan tujuan hukum dapat tercapai yaitu keadilan kemanfaatan dan kepastian hukum. Kesimpulan
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum pada dasarnya diakibatkan karena hukum itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya, penegakan akan hukum lemah bahkan cenderung tidak adil, runcing ke bawah tumpul ke atas. Sedangkan hukum seharusnya netral tidak berpihak karena hukum diciptakan dengan tujuan untuk keadilan kemanfaatan dan kepastian hukum itu sendiri. Menurut Lawrence Friedman, penegakan hukum akan bisa efektif jika tiga unsur pokok yang menjadi pilar penegakan hukum bisa berjalan baik, yakni substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Oleh karena itu untuk dapat mengembalikan fungsi hukum yang sebenarnya dan mencapai tujuan hukum itu maka mental dari para aparat penegak hukum harus diperbaiki terlebih dahulu, substansi hukum harus lebih memihak ke rakyat dan bukan semata-mata menjadi alat penguasa untuk menekan masayarakat. Dan budaya akan kesadaran hukum di masayarakat lebih ditingkatkan lagi. Dengan begitu Indonesia dapat mewujudkan Negara hukum dengan makna yang sesungguhnya. Daftar Bacaan Benny K Harman, 1997, Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Munir Fuady, , Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Bandung: Refika Aditama Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, http://www.jimly.com/makal ah/namafile/57/Konsep_Nega ra_Hukum_Indonesia.pdf
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 54
Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum
Jimly
asshiddiqie, Penegakan Hukum, http://www.jimly.com Syafruddin Kalo, Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum Dan Rasa Keadilan Masyarakat, hunterscience.weebly.com/up loads/3/.../makalah_penegaka n_hukum.do http://nasional.news.viva.co.id/news/ read/485932-mahfud-penegakan-hukum-diindonesia-di-bawah-5
Jurnal Ilmiah PROGHRESIF, Vol.11 No.32 Agustus 2014
Page 55