OM SWASTI ASTU
OLEH Dr. NI NYOMAN SUKERTI, SH.,MH. BAGIAN HUKUM & MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
BH Primer 1. Norma atau kaedah dasar yakni Pembukaan UUD 1945. 2. Peraturan dasar (BT UUD 1945, Tap2 MPR). 3. Peraturan Per-Uuan UU, PP, Kepres,Kepmen dan Perda. 4. BH yg tdk dikodifikasikan (hk adat). 5. yurisprudensi. 6. Traktat. 7. BH dr jaman penjajahan yg msh berlaku hingga kini (KUHP). BH Sekunder membri penjlsan BH primer spt RUU, Hsl Penel, karya ilmiah dr kalangan hk. BH Tertier kamus dan ensiklopedia
I
Manusia dlm kehidupan bermasyarakat senantiasa berhadapan dng kekuatankekuatan lainnya. Diperlukan adanya norma-norma yg menentukan tindakan yg boleh atau tdk boleh dilakukan. Dlm kehidupan masyarakat adat di Bali yg diwadahi oleh desa pakraman norma tsb lasim disebut awig-awig, sime, dresta,
perarem.
Awig-awig: patokan tingkah laku tertulis/tdk tertulis, dibuat oleh masyarakat ybs berdasarkan rasa keadilan, kepatutan yg hidup dlm masyarakat dlm bingkai Tri Hita Karana. Setiap desa pakraman di Bali pasti mempunyai awig-awig walaupun bentuknya mungkin tdk tertulis. pertimbangan: hukum adat dlm bentuk yg tidak tertulis sangat sulit dikenali, krn itu dng penulisan awig-awig kepastian hk lebih terjamin baik bagi krama desa, prajuru, maupun pemerintah. Disamping itu akan memudahkan memahami isi hukum adat.
Sima pada mulanya berarti patok , batas wilayah atau juga berarti wilayah; kemudian berubah arti menjadi patokan-patokan atau ketentuan yg tdk tertulis yg berlaku dlm suatu masyarakat. Dresta: Pandangan suatu masyarakat mengenai suatu tata krama pergaulan hidup di desa pakraman. Ada juga yg berpendapat dreste = pemargi. Perarem: Keputusan paruman (rapat) desa pakraman yg mempunyai kekuatan hk mengikat.
Awig-Awig Sebagai Produk Hukum Desa Pakraman - Kewenangan membuat awig-awig adalah otonomi yang dimiliki berdasarkan: - otonomi asli (kodratnya); juga - kekuasaan negara: Pasal 18 B Ayat 2 UUD 1945 Perda Propinsi Bali No. 03/2001 (pasal 1 angka 4) yg kmd diubah menjadi Perda No. 3 Th 2003.
Dengan otonomi yang dimiliki bukan berarti otonomi penuh yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, sebab dalam pelaksanaan otonominya desa pakraman tdk boleh bertentangan atau harus tunduk pada kekuasaan negara (bukan republik kecil dalam suatu republik, atau negara dalam negara)
Penjelasan Umum angka 11 Perda N0. 3/2001, “ …dasar desa pakraman adalah Pancasila dan UUD Republik Indonesia 1945. Dasar ini mengandung karakteristik filosofis yg membentuk nilai-nilai dasar keadilan, kebenaran, dan kepastian dari setiap aturan-aturan yg ditetapkan.
Landasan yuridis dan filosofis desa pakraman sekaligus merupakan landasan awig-awig. Landasan Yuridis adalah sistem hukum negara dibawah payung UUD 1945 (Pasal 18B, Ayat 2). Dalam peraturan perundangundangan lokal adalah Perda 03/2001 kmd diubah menjadi Perda No. 3 Th 2003. Landasan Filosofis adalah nilai-nilai Tri Hita Karana, disamping nilai-nilai yg terkandung dalam Pancasila
1. 2. 3.
Dlm awig-awig desa pakraman diatur dasar dan tujuan (petitis lan pamikukuh): Dasar Negara Pancasila; UUD 1945; Tri Hita Karana
Awig-awig sebagai produk hk desa pakraman tdk bisa diabaikan dng landasan filosofis desa pakraman (Tri Hita Karana): Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Isi pokok awig-awig adalah penjabaran dari Tri Hita Karana. Konkritisasinya adalah: Kahyangan Tiga mrpkan poyeksi dp Parhayangan; krama desa mrpkan proyeksi dp pawongan; dan wilayah atau teritorial mrpkan proyeksi dp palemahan. Ketiga unsur tsb terjalin erat satu sama lainnya.
Sanksi dalam awig-awig disebut Pamidanda, meliputi:
1. 2. 3.
Arta danda; Jiwa danda: spt ditegur (keglemekin), dikucilkan (kasepekang), dsbnya. Penyangaskara danda: berupa kewajiban
menyelenggarakan upacara agama untuk mengembalikan keseimbangan magis, spt nyarunin desa, dsbnya Semua bentuk sanksi tsb bertujuan menjaga kasukertan desa, menjaga keharmonisan hubungan dalam bingkai Tri Hita Karana.
SEKIAN DAN TERIMAKSIH