PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI HUTAN ADAT LEKUK 50 TUMBI (LEMPUR), KABUPATEN KERINCI, PROVINSI JAMBI
HARRY TRI ATMOJO AKSOMO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN HARRY TRI ATMOJO AKSOMO (E34062832). Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO. Perubahan iklim merupakan dampak langsung dari pemanasan global. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata bumi yang erat kaitannya dengan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan kegiatan mitigasi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK merupakan cara yang efektif dalam melakukan upaya mitigasi tersebut. Hutan merupakan penyerap dan penyimpan karbon yang baik di bandingkan tipe penggunaan lahan lainnya. Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) merupakan kawasan dengan beberapa tipe penggunaan lahan yang telah mengalami perubahan akibat aktifitas manusia maupun proses alami. Perubahan ini berpengaruh juga terhadap cadangan karbonnya, padahal kawasan ini memiliki peranan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon guna mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan global. Penelitian ini bertujuan untuk menduga cadangan karbon dan perubahannya di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) pada 19882008. Pengukuran cadangan karbon di lapang dilakukan selama 3 bulan (AgustusOktober 2010). Bahan yang digunakan berupa citra landsat 5 TM dan landsat 7 ETM (Path 126 Row 62) serta peta rupa bumi dan tata batas kawasan. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah dengan menggunakan metode tidak merusak untuk pohon dan merusak untuk tumbuhan bawah dan semak belukar. Pengolahan data pendugaan biomassa menggunakan persamaan allometrik yang kemudian dikonversi untuk mengetahui nilai karbon. Jumlah plot pengukuran karbon yang dibuat adalah 19 plot yang mewakili tipe penggunaan lahan yang ada, yaitu hutan sekunder, kebun kayu manis dan semak belukar. Tipe penggunaan lahan yang memiliki cadangan karbon terbesar adalah hutan sekunder (191,59 Mg.ha-1) dan yang memiliki cadangan karbon terkecil adalah semak belukar (18,12 Mg.ha-1). Cadangan karbon tahun 1988 adalah sebesar 91.300,08 Mg dan pada tahun 2008 sebesar 88.300,62 Mg. Cadangan karbon selama periode 1988-2008 mengalami penurunan sebesar 2999,46 Mg. Kata kunci: Hutan Adat lekuk 50 Tumbi (Lempur), cadangan karbon, penggunaan lahan, biomassa, allometrik
SUMMARY HARRY TRI ATMOJO AKSOMO (E34062832). Carbon stock Changes Assessment in Indigenous Forest Lekuk 50 Tumbi (Lempur) Regency Kerinci Provincy Jambi. Under Supervision of AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO. Climate change is driven by global warming. Global warming is the increase of earth average temperature that closely related to concentration of greenhouse gases in the atmosphere. One of solutions to overcome this problem is to conduct mitigation of greenhouse gas emission. Increase the carbon stock and decrease the greenhouse emission are the effective ways to conducting the mitigation. Forest is the best carbon absorbtion and storage than other types of land use. Indigenous forest Lekuk 50 Tumbi (Lempur) is the area with some type of land use that has changed due to human acivities or natural processes. These changes also affect carbon stock, even though this area has a role in carbon sequestration and storage with climate change due to global warming. This study was aimed to estimate carbon stock and their change in indigenous forest Lekuk 50 Tumbi (Lempur) on 1988-2008. Measurements of carbon stocks was conducted for 3 months (AugustSeptember 2010). Materials used were the landsat 5 TM and Landsat 7 ETM image (Path 126 Row 62), topographic map and the boundary of the area. Above ground carbon stock were measured using undestructive method for tree and destructive for shrubs and herbs. Biomass was estimated by using allometric equation which was then converted to carbon value. The number of carbon measurements plot were 19 plot that represents the type of existing land use, namely secondary forest, plantations of cinnamon and shrubs. Types of land use which had the largest carbon stock was secondary forest (191,59 Mg.ha-1) and the smallest carbon stock was shrubs (18,12 Mg.ha-1). Carbon stocks in 1988 were 91.300,08 Mg and in 2008 about 88.300,62 Mg . Carbon stocks over a period of 1988-2008 decreased by 2999,46 Mg. Key words : Indigenous forest Lekuk 50 Tumbi (Lempur), carbon stocks, land use, biomass, allometric.
PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI HUTAN ADAT LEKUK 50 TUMBI (LEMPUR), KABUPATEN KERINCI, PROVINSI JAMBI
HARRY TRI ATMOJO AKSOMO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Harry Tri Atmojo Aksomo NRP E34062832
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
Nama Mahasiswa NIM
: Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. : Harry Tri Atmojo Aksomo : E34062832
Menyetujui:
Pembimbing I,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. NIP. 196209 18 198903 1 002
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,M.Sc. NIP.196203 16 198803 1 002
Mengetahui Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 195809 15 198403 1 003
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya. Segala upaya tidaklah berguna tanpa kehendak dari Allah SWT “Sang Penguasa Alam Semesta”. Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan dengan tulus atas terselesaikannya penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pembaca dan seluruh pihak yang membutuhkan khususnya bagi kemajauan ilmu pengetahuan kehutanan di Indonesia. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis untuk kemajuan di masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 1 Oktober 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Budi Aksomo dan Ibu Mintarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Bangka 4 Kota Bogor tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kota Bogor tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Kota Bogor tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melalui Tahap Persiapan Bersama (TPB), penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama menjalankan studi di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan
Mahasiswa
Konservasi
Sumberdaya
Hutan
dan
Ekowisata
(HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Goa (KPG “HIRA”) dan anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE “TAPAK”). Kegiatan lapang yang pernah diikuti oleh penulis antara lain, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA 2008 di Cagar Alam Gunung Simpang Provinsi Jawa Barat, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) 2008 di Baturaden dan Cilacap, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)HIMAKOVA 2009 di Taman Nasional Manupeu Tanahdaru, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) 2010 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Shalawat serta salam tidak lupa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Orang tua tercinta Budi Aksomo (Bapak), Mintarsih (Ibu), Rudiansyah Aksomo (Kakak) dan Alm. Setyaji Dwi Aksomo (Kakak) atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, motivasi, nasihat dan dukungan lahir maupun batin, serta untuk seluruh anggota keluarga lainnya, terimakasih banyak.
2.
Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. atas segala arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya selama penelitian hingga penulisan skripsi.
3.
Dosen beserta staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.
4.
Seluruh staff DISHUTBUN Kabupaten Kerinci yang telah membantu penulis selama pengambilan data di lapangan.
5.
Ibu Neneng Susanti dan keluarga, Bapak Sasli Rais dan keluarga, Bapak Evaraizal dan keluarga, Bapak Sarikan dan keluarga atas semua bantuan dan pendampingannya selama di Kerinci.
6.
Teman seperjuangan selama di lapangan Febriyanto Kolanus dan Reni Lestari, terimakasih banyak bantuannya.
7.
Teman-teman mahasiswa dan sarjana: Amrizal Yusri, Agung, Abdi, Akmal, Didit, Fajar, A Tajalli, Stefhen, Domi, Berry, Iman, Catur, Afroh, Hafiz, Iska, Arga, Fiona, Septa, Nano, Ayam, Muis, Aje, Age, Yunus dan teman-teman
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan dan dukungannya. 8.
Teman-teman laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial atas pertukaran ilmu dan diskusi seputar penelitan ini.
9.
Keluargaku Cendrawasih 43, salut untuk kekerabatan kita. Terimakasih untuk kasih sayang, canda tawa, air mata dan tetesan darah yang tidak sengaja tercipta. Pengalaman adalah guru terbaik, dan kalian adalah pengalaman itu. Mustahil untuk dilupakan.
10. Seluruh keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 11. Terimakasih untuk semangat dan doanya MSJP 12. Keluarga besar HIMAKOVA 13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.
Bogor, Agustus 2011
Harry Tri Atmojo Aksomo
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR . .............................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN . .........................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa dan Karbon Tersimpan .............................................
4
2.2 Cadangan karbon di Berbagai Tipe Penutupan Lahan ...............
6
2.3 Perubahan Iklim ..........................................................................
7
2.4 Perubahan Penggunaan Lahan ..................................................
9
2.5 Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) ...............................
10
2.6 Penginderaan Jauh untuk Perubahan Lahan dan Karbon .........
12
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................
14
3.2 Alat dan Bahan .........................................................................
14
3.3 Batasan Masalah Penelitian ......................................................
15
3.4 Data yang Dikumpulkan .............................................................
15
3.5 Metode Pengambilan Data ........................................................
15
3.5.1 Bentuk dan ukuran petak pengukuran biomassa ...........
15
3.5.2 Analisis data ..................................................................
17
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas ...........................................................................
24
4.2 Sejarah Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ........................
24
4.3 Topografi ....................................................................................
26
4.4 Iklim ............................................................................................
26
ii
4.5 Potensi ........................................................................................
26
4.6 Kondisi Masyarakat Sekitar Kawasan ........................................
27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Pengambilan Titik ......................................................
29
5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian .....................................................
32
5.3 Biomassa Tersimpan dan Cadangan Karbon di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan .....................................................................
34
5.3.1 Cadangan karbon hutan ....................................................
35
5.3.2 Cadangan karbon non-hutan .............................................
36
5.4 Penggunaan Lahan ......................................................................
37
5.4.1 Penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988 ....................................................... 5.4.2 Penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 ....................................................... 5.5 Perubahan Penggunaan Lahan dan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ............................... 5.6 Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dan Konsep REDD .....................................................
37 39 41 44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan . ................................................................................
47
6.2 Saran . ..........................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
48
LAMPIRAN ..............................................................................................
51
iii
DAFTAR TABEL No 1
Halaman Paremeter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah dan metode pengukurannya ............................................................
6
2
Cadangan karbon di beberapa tipe penutupan lahan ................................
7
3
Saluran citra landsat TM ..........................................................................
13
4
Informasi citra satelit landsat yang digunakan .........................................
14
5
Daftar peta pendukung .............................................................................
15
6
Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan ..............................................................
17
Daftar persamaan allometrik yang akan digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan ..........................................................................
17
8
Kandungan biomassa dan cadangan karbon di tipe penutupan lahan ......
34
9
Luas dan persentase luas penutupan lahan di Hutan Adat Lekuk 50
7
10 11 12
Tumbi (Lempur) tahun 1988 ....................................................................
37
Luas dan persentase luas penutupan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 .................................................................... Perubahan penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).
39 42
Perubahan penggunaan lahan dan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ......................................................................
43
iv
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Uraian subsistem SIG ...............................................................................
12
2
Plot contoh untuk pengukuran biomassa ... ............................................
16
3
Tahap pendugaan cadangan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan ...
19
4
Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) .......................................................... ...
22
Lokasi penelitian Hulu Air Lempur dan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ...................................................................................................
24
(a) Hutan Adat Bukit Setangis; (b) Hutan Adat Hulu Air Tanjung (Kemulau); (c) Hutan Adat Gunung Batuah ............................................
25
7
Struktur kelembagaan adat Lekuk 50 Tumbi Lempur .............................
28
8
Gamber peta distribusi ground control point (GCP) ................................
30
9
Gambar distribusi titik plot contoh pengukuran karbon ..........................
31
10
Hutan sekunder di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur)......................
33
11
Kebun kayu manis di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).
..........
33
12
Semak belukar di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). ......................
34
13
Peta Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988 ........................
38
14
Peta Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 ........................
40
5 6
v
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1
Daftar spesies dan kerapatan jenis ............................................................
52
2
Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Bukit Setangis .......................
54
3
Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Hulu Air Tanjung ..................
61
4
Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Gunung Batuah ....................
69
5
Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Tahun 1988 .....................................................................
78
Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Tahun 2008 .....................................................................
79
7
Daftar distribusi ground control point (GCP) ..........................................
80
8
Daftar distribusi plot contoh pengukuran karbon ....................................
82
6
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perubahan iklim akibat pemanasan global semakin menjadi perhatian yang serius bagi kelangsungan kehidupan manusia di bumi saat ini. Pemanasan global adalah kenaikan rata-rata suhu permukaan bumi dan laut dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Pemanasan global adalah salah satu aspek kunci perubahan iklim (Erni & Tugendhat 2010). Beberapa gejala yang telah timbul semakin menegaskan akan pentingnya mengatasi permasalahan ini. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim global yang terjadi akhirakhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gasgas asam arang atau karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Lusiana et al. (2005) menegaskan bahwa peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama perubahan penggunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga dan aktivitas industri. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam mengantisipasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah dengan upaya mitigasi terhadap karbon yang berada di bumi. Mitigasi adalah tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam rangka mengatasi perubahan iklim (Cifor 2009). Sebagaimana ditegaskan oleh Lasco et al. (2004) bahwa pemanasan global dapat dikurangi dengan cara menaikkan penyerapan karbon dan atau menurunkan emisi karbon. Upaya mitigasi terhadap perubahan iklim diwujudkan dengan kesepakatan global bertajuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang melibatkan negara-negara di dunia. Perkembangan isu tentang perubahan iklim dibahas setiap tahunnya dalam pertemuan yang dinamakan Conference of the Parties (COP). Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang bertujuan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan suatu mekanisme yang
2
paling hangat diperbincangkan dalam pertemuan internasional mengenai perubahan iklim sebagai salah satu upaya mitigasi terhadap perubahan iklim global. Konsep REDD menjanjikan insentif berupa aliran dana bagi negara pemilik hutan yang mampu menjaga kelestarian hutan dalam kaitannya sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Berdasarkan tingkat penyerapan dan mempertahankan karbonnya, hutan merupakan bagian penting karena areal hutan merupakan penyerap dan penyimpan karbon yang baik, terutama pada hutan alam yang merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya seperti pertanian, perkebunan dan lain-lain. Hal ini dikarenakan hutan alam memiliki tingkat keragaman spesies pohon yang tinggi, selain itu di dalamnya terdapat berbagai spesies tumbuhan bawah serta serasah dengan jumlah yang banyak sehingga menjadikannya sangat efektif dalam menyerap serta menyimpan karbon. Untuk itu, jika terjadi perusakan dan perambahan pada suatu hutan, maka karbon yang tersimpan dan dipertahankan oleh hutan tersebut akan berkurang atau bahkan hilang dan terlepas ke udara. Hal ini akan semakin meningkatkan kandungan karbon (zat arang) di atmosfer. Teknologi penginderaan jarak jauh merupakan salah satu cara yang efektif dalam mendukung penyajian hasil pengukuran jumlah biomassa dan cadangan karbon pada suatu kawasan dengan tipe penggunaan lahan yang berbeda-beda serta pemantauan perubahan lahannya dari waktu ke waktu. Sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), satelit yang ada cukup memadai untuk memantau kondisi terkini tentang sumber daya alam (Dahlan et al. 2005). Data hasil perubahan penggunaan lahan yang telah diintegrasikan dengan data hasil pengukuran karbon yang diwakili oleh beberapa skala plot dan telah melalui pengolahan serta analisis dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) dapat memberikan gambaran pendugaan perubahan cadangan karbon dari waktu ke waktu yang dapat dijadikan sebagai baseline cadangan karbon. Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas, baik yang merupakan kawasan hutan konservasi maupun areal hutan lain di luar kawasan konservasi seperti Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ini. Namun, kegiatan penelitian
3
yang terkait dengan pendugaan terhadap jumlah biomassa dan cadangan karbon masih tergolong jarang. Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) adalah bagian dari hutan yang ada di Indonesia yang dikelola dan dilestarikan menurut fungsinya oleh masyarakat secara adat dan turun temurun dalam bentuk pemanfaatan yang disesuaikan dengan aturan adat yang berlaku. Selain aturan adat yang berlaku, pelestarian kawasan ini pun didukung oleh pengukuhannya sebagai hutan adat melalui SK Bupati TK II Kerinci No. 96/1994 tanggal 10 Mei 1994 tentang penetapan Hutan Hak Adat Hulu Air Lempur dengan luas 858,3 Ha. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu areal hutan alam dengan keadaan yang relatif masih baik dan menjadi salah satu kawasan tangkapan air untuk daerah di bawahnya. Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) pun tidak terlepas dari berbagai gangguan baik yang terjadi secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Berbagai gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan kondisi hutan yang dapat mempengaruhi cadangan karbonnya. Keadaan ini mendorong untuk dilakukannya kajian tentang pendugaan jumlah biomassa dan cadangan karbon serta perubahannya di kawasan ini, mengingat pentingnya kajian ini bagi kelanjutan pemanfaatan hutan yang lebih lestari khususnya pemanfaatan hutan non-kayu dalam bentuk pemanfaatan jasa hutan berupa cadangan karbon.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menduga jumlah cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). 2. Menduga perubahan jumlah cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).
1.3 Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari kajian ini diharapkan dapat menjadi data dasar serta bahan masukan bagi pengelolaan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) terkait fungsinya sebagai suatu kawasan penyimpan serta penyerap karbon.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa dan Karbon Tersimpan 2.1.1 Definisi biomassa dan karbon tersimpan Hairiah dan Rahayu (2007) mendefinisikan biomassa sebagai masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. Sedangkan Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering tanur ton per unit area. Setiap tumbuhan memiliki komponen biomassa yang terdapat di atas dan di dalam permukaan tanah. Namun, dari jumlah biomassa yang terkandung tersebut sebagian besar terdapat di atas permukaan tanah. Penyimpanan karbon tumbuhan pada bagian atas pemukaan tanah lebih besar dibandingkan bagian bawah permukaan tanah, tetapi jumlah karbon di atas pemukaan tanah tetap ditentukan oleh besarnya jumlah karbon di bawah permukaan tanah (Hairiah & Rahayu 2007). Hal ini terkait dengan kondisi kesuburan tanah. Dahlan et al. (2005) menegaskan bahwa total kandungan karbon di atas permukaan tanah dipengaruhi oleh jenis vegetasi, kesuburan tanah dan gangguan (termasuk pencurian dan hama penyakit). Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam bentuk gas di udara (atmosfer). Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa karbon yang terdapat di atas permukaan tanah terdiri atas biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma), nekromassa (batang pohon mati) dan serasah (bagian tanaman yang telah gugur dan ranting yang terletak di permukaan tanah). Sedangkan karbon di dalam tanah meliputi biomassa akar serta bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang telah menyatu dengan tanah akibat pelapukan). Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa hutan alami yang keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah merupakan gudang penyimpanan karbon yang baik.
5
Karbon di udara mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah & Rahayu, 2007). Pohon (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan lain-lain (Sutaryo 2009).
2.1.2 Pengukuran biomassa dan karbon tersimpan Menurut Brown (1997) besarnya karbon tersimpan mencapai 50% dari nilai biomassanya. Ditegaskan juga oleh Sutaryo (2009) yang menyatakan bahwa dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Hal ini menunjukkan pentingnya mengetahui nilai biomassa dalam menentukan besaran pendugaan cadangan karbon pada suatu kawasan hutan. Untuk mengukur besarnya biomassa tersimpan di atas permukaan tanah dapat menggunakan persamaan allometrik ataupun dengan cara destruktif. Persamaan allometrik didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa hutan/pohon persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo 2009). Keunggulan menggunakan persamaan allometrik diantaranya dapat mempersingkat waktu pengambilan data di lapangan, tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM), mengurangi biaya dan mengurangi kerusakan pohon (Tresnawan & Rosalina 2002). Parameter dan metode
6
pengukuran biomassa dan nekromassa yang biasa digunakan, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah dan metode pengukurannya Parameter Tumbuhan bawah Serasah kasar dan halus Arang dan abu Tumbuhan berkayu Pohon-pohon hidup Pohon mati, masih berdiri Pohon mati, sudah roboh Tunggak pohon Sumber : Hairiah et al. 2001
Metode Destruktif Destruktif Destruktif Destruktif Non-destruktif, persamaan allometrik Non-destruktif, persamaan allometrik Non-destruktif, rumus silinder Non-destruktif, rumus silinder
2.2 Cadangan karbon di Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 miliar ton karbon (FWI 2003). Studi dan penelitian yang menjadikan pendugaan karbon sebagai objeknya telah banyak dilakukan di berbagai daerah. Namun hasil akhir pada setiap kawasan studi tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan kondisi di setiap kawasan yang berbeda-beda. Ditegaskan pula oleh Purwanti (2008) bahwa keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur vegetasi, pengelolaan yang berbeda dan rezim iklim. Sebagai perbandingan, Lasco et al. (2004) menjelaskan bahwa kadar kandungan karbon tersimpan di dalam biomassa pada hutan tropis berkisar antara 41,5% sampai 50%. Basuki et al. (2004) meneliti kandungan karbon tersimpan tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh. & de Vriese) dan damar (Agathis loranthifolia Salisb) di RPH Somagede BKPH Karanganyar KPH Kedu Selatan, masing-masing sebesar 126,8 ton/ha dan 21,6 ton/ha. Bakri (2009) dalam penelitiannya menemukan cadangan karbon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Toba Samosir sebanyak 95,82 ton/ha. Sedangkan Hilmi (2003) meneliti kadar karbon tersimpan pada tegakan hutan mangrove di Indragiri Hilir, Riau, untuk jenis bakau minyak (R. apiculata) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 47.007,97
7
kg/ha sampai 119.372,88 kg/ha. Jenis bakau hitam (R. mucronata) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 3.258,34 kg/ha sampai 3.957,44 kg/ha. Jenis Bruguiera sp. memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 1.476.67 kg/ha sampai 8.746,11 kg/ha. Gambaran jumlah cadangan karbon di berbagai tipe penutupan lahan di beberapa lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Cadangan karbon di beberapa tipe penutupan lahan Sistem Hutan primer Hutan primer Hutan primer Hutan sekunder Hutan sekunder Hutan sekunder Hutan sekuder Hutan sekunder Agroforestri muda Agroforestri sederhana Agroforestri kopi muda Agroforestri kopi tua Agroforestri coklat muda Padang ilalang Padang ilalang Padang rumput Sawah (padi) Semak belukar
Lokasi Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah3 Taman Nasional Manupeu Tanadaru, NTT4 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 Taman Nasional Gunung Merapi8 Taman Nasional Meru Betiri9 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat5 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Taman Nasional Gunung Merapi8 Taman Nasional Meru Betiri9 Hutan Sekunder Jasinga, Bogor, Jawa Barat7
Cadangan karbon (Mg.ha-1) 230,1 178,44 250,90 135,40 81,65 212,9 172,08 106,61 37,7 21.31-80,79 27,92 63,69 14,04 4,2 3,57 1,47 4,8 10,51
Semak belukar 3,62 Semak belukar 32,28 Tegakan Schima 0,4-2,7 wallichii di areal setelah kebakaran umur 1-4 tahun 1 Sumber: Lusiana et al. (2005); 2Prasetyo (2010); 3HIMAKOVA (2008); 4HIMAKOVA (2009); 5Yuly (2008); 6Hairiah et al. (2001); 7Nurhayati (2005); 8Pandiwijaya (2011); 9 Sularso (2011). *1 Mg = 106 g = 1 Ton = 106 Tg.
2.3 Perubahan Iklim Perubahan iklim didefinisikan sebagai berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain temperatur dan distribusi curah hujan dan berdampak luas terhadap kehidupan manusia (Kementrian Lingkungan Hidup 2001 diacu dalam
8
Sularso 2011). Perubahan iklim global akibat pemanasan global telah menjadi isu yang serius ditanggapi oleh negara-negara di dunia. Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang didominasi oleh CO2, CH4 dan N2O menjadi faktor utama terjadinya pemanasan global. Lusiana et al. (2005) menegaskan bahwa peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama perubahan penggunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga dan aktivitas industri. Rata-rata
temperatur
bumi
meningkat
0,60C
dan
masih
sangat
memungkinkan untuk terus meningkat. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer pada tahun 1998 sebesar 360 ppmv, dengan kenaikan per tahun sebesar 1,5 ppmv, sehingga dapat diprediksi 100 tahun mendatang rata-rata temperatur global akan meningkat 1,7-4,50C (Houghton et al. 2001 diacu dalam Lusiana et al. 2005). Ekosistem hutan mengandung sekitar 60% karbon yang ada di daratan (Bakhtiar et al. 2008). Namun ironisnya, selain sektor peternakan, sektor kehutanan merupakan penyumbang terbesar dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan melalui kegiatan manusia dan pengaruh alam, diantaranya penebangan, perambahan hutan, konversi lahan, kebakaran hutan, dan aktivitas lainnya. Rahayu et al. (2007) diacu dalam Bakri (2009) menerangkan bahwa usaha untuk menurunan emisi karbon yang merupakan salah satu unsur gas rumah kaca tersebut sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi. Melalui berbagai pertemuan internasional, negara-negara di dunia mulai menyusun upaya-upaya mitigasi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan terkait perubahan iklim. Melalui kesepakatan bertajuk United Nations framework Convention on Clamite Change (UNFCCC ), negara-negara di dunia setiap tahunnya melakukan pertemuan yang membahas tentang isu terkini
9
tentang perubahan iklim dalam bentuk pertemuan yang dinamakan Conference of the Parties (COP). Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi UNFCCC, pernah menjadi tuan rumah pertemuan COP-13 di Nusa Dua Bali tahun 2007 dimana di dalamnya membahas dengan serius salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan yaitu konsep Reducting Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Konsep REDD ini pertama kali dibahas dalam pertemuan COP-11 di Montreal tahun 2005. REDD merupakan suatu mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Masripatin 2007). Saat ini, REDD berkembang menjadi mekanisme penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, peran konservasi, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, dan peningkatan cadangan karbon hutan, yang umum disebut REDD+ (Kementerian Kehutanan 2010). REDD+ merupakan pengembangan dari konsep sebelumnya. Tidak hanya sekedar mengurangi deforestrasi dan degradasi hutan, REDD+ juga mempertimbangkan peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon hutan serta pengelolaan hutan secara lestari (sustainable forest management) yang mencakup kelestarian produksi, ekologi, dan sosial budaya setempat dalam penilaiannya.
2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda-benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Arsyad 2000 diacu dalam Purwanti 2008). Penggunaan lahan adalah kegiatan penggunaan lahan, baik secara alami atau kegiatan manusia pada sebidang tanah (Vink 1975 diacu dalam Purwanti 2008). Dilihat dari keadaan fisiknya, penutupan lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki vegetasi dan non-vegetasi. Hairiah et al. (2001) menjelaskan perubahan penggunaan lahan dari vegetasi menjadi non-vegetasi dapat merubah albedo dan jumlah sinar matahari yang dapat diserap oleh permukaan tanaman, selain itu juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara global. Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO2 dengan jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun (Watson et al. 2000 diacu
10
dalam Lusiana et al. 2005). Terlebih lagi jika perubahan penggunaan lahan yang dilakukan tersebut dilakukan dengan cara membakar lahan karena hal tersebut dapat melepaskan karbon tersimpan jauh lebih besar dibandingkan dengan tanpa melakukan pembakaran. Hairiah et al. (2001) menyebutkan bahwa perubahan penggunaan lahan (pemotongan pohon) dengan membakar biomassa
di atas
permukaan tanah dapat mengurangi total C sekitar 66% bila dibandingkan dengan pemotongan pohon tanpa membakarnya, kehilangannya relatif kecil yaitu sebesar 22%. Ditambahkan juga bahwa dalam plot yang tidak terbakar beberapa karbon tersimpan dari vegetasi asli masih tersisa, misalnya cabang atau ranting yang besar, batang pohon dan beberapa pepohonan yang dibiarkan. Pelepasan karbon ke atmosfer akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1 C yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg C ha-1 year-1 (Lusiana et al. 2005).
2.5 Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu teknologi baru yang saat ini menjadi alat bantu (tools) yang esensial dalam menyimpan, mamanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan data spasial (Prahasta 2001). Pengertian dari sistem informasi geografis adalah sistem yang menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk, secara umum (Prahasta 2005). Pemanfaatan (SIG) secara terpadu dalam sistem pengolahan citra digital adalah untuk memperbaiki hasil klasifikasi (Budiyanto 2005). SIG dinilai sebagai hasil penggabungan dua sistem, yaitu sistem komputer untuk bidang Kartografi (CAC) dan sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database). Dengan demikian SIG mempunyai keunggulan karena penyimpanan dan presentasi data dipisahkan sehingga data dapat dipresentasikan dalam berbagai cara dan bentuk. Prahasta (2005) menjelaskan bahwa kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis atribut dan fungsi analisis spasial (basis data atribut). Fungsi
11
analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basis data (DBMS) dan perluasannya. Operasi basis data mencakup pembuatan basis data baru (create database), penghapusan basis data (drop database), pembuatan tabel basis data (create table), penghapusan tabel basis data (drop table), mengisi dan menyisipkan data (record) ke dalam tabel (insert), membaca dan mencari data (field atau record) dari tabel basis data (seek, find, search dan retrieve), mengubah dan meng-edit data yang terdapat di dalam tabel basis data (update dan edit), penghapusan data dari tabel basis data (delete, zap, pack), pembuatan indeks untuk setiap tabel basis data. Operasi perluasan data yaitu membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain (export and import), komunikasi sistem basis data yang lain (misalkan dengan menggunakan driver ODBC), menggunakan bahasa basis data standart SQL (structured query language) dan mengoperasikan fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di dalam sistem basis data. Sedangkan fungsi analisis spasial terdiri dari klasifikasi (reclassify), overlay, buffering, analisis tiga dimensi (3D), proses digitalisasi gambar. Sistem Informasi geografis (SIG) juga dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu input data, output data, manajemen data, manipulasi data serta analisis data. Subsistem dapat melakukan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Jika subsistem di atas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, skema subsistem SIG tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 (Prahasta 2005).
12
INPUT DATA Tabel DATA OUTPUT
Laporan MANIPULASI DAN MANAJEMEN DATA
Pengukuran lapang
Peta Storage (data base) Tabel
Data digital lain
Input
Retrieval
Output
Peta (tematik, topografi, dll)
Laporan Processing Informasi digital (softcopy)
Citra satelit Foto udara Data lainnya
Gambar 1 Uraian subsistem SIG.
Teknologi GPS (Global Positioning System) menyampaikan informasi penting yang dibutuhkan dan merupakan salah satu bentuk data spasial dalam pengolahan data SIG. Data atau informasi yang dihasilkan dari GPS biasanya berbentuk data vektor. Puntodewo et al. (2003) diacu dalam Budiyanto (2005) menyebutkan bahwa teknologi GPS memberikan terobosan yang sangat penting dalam menyediakan data untuk SIG karena keakuratan data yang diberikan oleh data GPS sangat tinggi.
2.6 Penginderaan Jauh untuk Perubahan Lahan dan Karbon Remote Sensing atau penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
13
obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1997). Beberapa kegunaan dari aplikasi penginderaan jarak jauh yaitu dapat mengetahui besarnya perubahan lahan, identifikasi vegetasi, pendugaan biomassa karbon, pendugaan Leaf Area Index (LAI), memprediksi hasil pencitraan dan lain sebagainya. Metode penginderaan jauh dapat digunakan untuk menggambarkan stok karbon atau biomassa dengan leluasa pada permukaan tanah. Mickler et al. (2002) diacu dalam Muukkonen dan Heiskanen (2005) menjelaskan bahwa perubahan cadangan karbon pada suatu lokasi akan lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh ini. Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan (Lo 1995). Data penginderaan jauh dapat berupa citra dan atau non-citra. Dalam penginderaan jauh terdapat beberapa saluran (band) yang sesuai dengan jenis citranya. Berikut adalah fungsi band dari citra landsat TM yang tertera dalam Tabel 3. Tabel 3 Saluran citra landsat TM Saluran 1
Kisaran gelombang 0,45-0,52
2
0,52-0,60
3
0,63-0,69
4
0,76-0,90
5
1,55-1,75
6 7
10,40-12,50 2,08-2,35
Sumber: Lillesand dan Kiefer (1997).
Kegunaan Peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas pengunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di antara dua saluran spectral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antar kenampakan vegetasi dan non-vegetasi Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi, juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dengan tanaman, serta lahan dan air. Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah. Pemisahan formasi batuan Saluran infra merah termal, bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis ganguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi kajian penelitian dilaksanakan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pengambilan data lapang dilakukan selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2010), sedangkan untuk kegiatan pengolahan data lapang dan analisis citra dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB selama empat bulan (Januari-April 2011).
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam kajian ini secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :
Alat dan bahan yang digunakan pada pengukuran dan pengambilan data di lapang, yaitu alat tulis, kalkulator, global positioning system (GPS), golok, kamera digital, kompas, meteran, peta kawasan, pita ukur, tali rafia, oven, alkohol 70%, trash bag, blangko pengukuran (tally sheet) dan timbangan.
Alat dan bahan yang digunakan pada pengolahan dan analisis data yaitu seperangkat komputer, software ArcGis 9.3, software ERDAS imagine 9.1, software microsoft word, software microsoft excel, peta tata batas kawasan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) , peta rupa bumi Indonesia dan Citra Landsat. Informasi keseluruhan citra landsat dan peta pendukung yang digunakan
dalam penelitian ini tersaji di dalam Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Informasi citra satelit landsat yang digunakan Path/row
126/62
Seri Landsat TM/ Landsat 5 ETM/ Landsat 7
Tanggal perekaman citra satelit 13 Juni 1988 19 Mei 2008
Sumber Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB
15
Tabel 5 Daftar peta pendukung No 1 2
Judul Peta rupa bumi Peta tata batas kawasan
Skala 1:250.000 1:25.000
Sumber Badan Planologi ICDP-TNKS
3.3 Batasan Masalah Penelitian Penelitian ini membatasi kajian pada jumlah cadangan karbon yang hilang dari dalam Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dengan orientasi konversi karbon menjadi CO2 sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah (above ground carbon) dengan menggunakan metode tidak merusak (non-destructive) serta persamaan allometrik untuk tegakan pohon dan metode merusak (destructive) untuk tumbuhan bawah, serasah dan semak belukar.
3.4 Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam kajian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer terdiri atas spesies pohon dan diameter pohon serta berat basah dan berat kering tumbuhan bawah yang dicari nilai biomassa tersimpan dan cadangan karbonnya serta tipe pengunaan lahan. Sedangkan data sekunder berupa data spasial Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) serta studi literatur yang dapat mendukung data primer yang dikumpulkan dalam kegiatan pengambilan data lapang.
3.5 Metode Pengambilan Data 3.5.1 Bentuk dan ukuran petak pengukuran biomassa tumbuhan. Terdapat beberapa jenis dan ukuran petak yang digunakan dalam pengukuran nilai biomassa vegetasi di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Pengukuran biomassa pohon dilakukan dengan cara non-destructive (tidak merusak bagian tumbuhan) dan untuk tumbuhan bawah dengan cara destructive (merusak). Plot contoh pengukuran dibuat pada setiap hektar lahan yang dipilih dengan langkah sebagai berikut (Hairiah & Rahayu 2007) : a. Untuk lahan hutan: dibuat plot pengukuran 5 m x 40 m = 200 m2 (disebut subplot). Subplot ini digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter 5
16
cm sampai 30 cm pada vegetasi yang kondisinya seragam, artinya menghindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasinya. b. Ukuran subplot diperbesar bila di dalam lahan yang diamati terdapat pohon yang berdiameter > 30 cm. Ukuran plot berubah menjadi 20 m x 100 m (2.000 m2). c. Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon yang cukup lebar, ukuran subplot dibuat lebih besar dengan ukuran 20 m x 100 m = 2.000 m2. d. Bila pada subplot terdapat tanaman tidak berkeping dua (dikotil) seperti bambu dan pisang, maka dilakukan pengukuran diameter dan tinggi masingmasing individu dalam setiap rumpun. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang, seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya. a
b
c
5 m x 40 m 20 m x 100 m
Keterangan : a. subplot pengukuran tumbuhan bawah, berukuran 2 x 0,5 m x 0,5 m. b. subplot pengukuran vegetasi berdiameter 5 cm – 30 cm, berukuran 5 m x 40 m. c. subplot pengukuran vegetasi berdiameter > 30 cm, berukuran 20 m x 100 m. Gambar 2 Plot contoh untuk pengukuran biomassa. Pengambilan data primer berupa pengukuran diameter pohon dilakukan karena memiliki hubungan atau korelasi yang positif dengan penghitungan biomassa pohon. Semakin besar diameter, maka semakin besar pula karbon yang tersimpan di dalam tubuh pohon tersebut. Setelah biomassa pohon diketahui, selanjutnya dapat dilakukan pendugaan jumlah cadangan karbon yang terdapat di dalam vegetasi di lokasi kajian. Untuk mengetahui nilai biomassa tumbuhan bawah dan semak belukar, dilakukan pemotongan tumbuhan bawah dan semak belukar di dalam plot pengukuran secara menyeluruh (destructive) untuk kemudian diukur berat basah dan berat keringnya. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 6.
17
Tabel 6 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan Pengukuran plot (m2) 2000 2000 0,25
Penggunaan lahan Hutan sekunder Kebun kayu manis Semak belukar
Jumlah plot 11 5 3
3.5.2 Analisis data 3.5.2.1 Biomassa tersimpan Penilaian pendugaan biomassa dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji oleh peneliti–peneliti sebelumnya. Persamaan tersebut disajikan di dalam Tabel 7. Tabel 7
Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan
Kategori biomassa Pohon bercabang
Persamaan allometrik B = 0,11ρ(D2,62)*
Sumber Ketterings (2001) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Hairiah dan Rahayu (2007)
Nekromassa (pohon mati) B = π ρ H(D2)/40* Keterangan : B = Biomassa (kg.pohon-1) D = Diameter setinggi dada (cm) H = Tinggi pohon (cm) ρ = Kerapatan kayu (g.cm-3) * = Sumber kerapatan kayu diperoleh berdasarkan Prosea, Soewarsono PH (1990), Anonim (1981), Martawijaya A (1992) diacu dalam ICRAF (http://www.worldagroforestry.org) dan Brown (1997).
Persamaan lain yang akan digunakan untuk menduga nilai biomassa tumbuhan bawah adalah sebagai berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) : Total BK g =
𝐵𝐾 subcontoh g x Total BB (g) 𝐵𝐵 subcontoh g
Keterangan : BK = Berat kering total BKc = Berat kering contoh BBc = Berat basah contoh BB = Berat basah total
3.5.3.2 Cadangan Karbon Pada penelitian ini, nilai cadangan karbon yang terdapat di tiap tipe penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Lasco et al. (2004) sebagai berikut : Cadangan karbon di hutan sekunder = biomassa x 44,6% Cadangan karbon di hutan agroforestri dan perkebunan = biomassa x 44% Cadangan karbon di padang rumput/belukar = biomassa x 42,9%
18
Hasil pengukuran pendugaan cadangan karbon dapat menunjukkan pula seberapa besar pendugaan pelepasannya, pelepasan tersebut adalah dalam bentuk senyawa CO2. Untuk mengetahui CO2 yang hilang, nilai C dikonversi ke dalam bentuk CO2 dengan mengalikan nilai C dengan faktor konversi sebesar 3,667 (von Mirbach 2000). Hasil konversi nilai C menjadi CO2 tersebut akan menunjukkan pendugaan pelepasan karbon dari lokasi penelitian dengan asumsi kehilangan karbon tersebut seluruhnya dalam bentuk gas. Nilai 3,667 sendiri diperoleh dari perbandingan antara berat molekul senyawa CO2 sebesar 44 terhadap berat atom unsur C yang sebesar 12. CO2 = C x 3,667 Keterangan : CO2 = kandungan karbondioksida (ton/ha) C = kandungan karbon (ton/ha) 3.5.2.3 Pendugaan cadangan karbon Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan menggunakan informasi luas penggunaan lahan hasil klasifikasi yang kemudian dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dari kelas penggunaan lahan yang bersangkutan. Langkah awalnya adalah dengan melakukan klasifikasi kelas penggunaan lahan berdasarkan hasil interpretasi lapang yang telah dilakukan, hasil klasifikasi tersebut selanjutnya dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon.
19
Pohon
Pengolahan citra
Gambar 3 Tahap pendugaan cadangan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan. 3.5.2.4 Peta penggunaan lahan terklasifikasi Peta penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini dihasilkan dari citra landsat 5 TM dan landsat 7 ETM dari tahun yang telah ditentukan yaitu tahun 1988 dan 2008 yang telah melalui tahap klasifikasi sesuai dengan bentuk penggunaannya. Data penggunaan lahan yang dihasilkan dari dua citra tahun yang berbeda ini digunakan untuk melakukan analisis perubahan penggunaan lahannya. Proses analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi perbandingan pengunaan lahan multi waktu (time series) dari kedua peta yang telah dibuat. Pembuatan peta penggunaan lahan terklasifikasi ini diawali dengan melakukan koreksi geometrik pada citra satelit yang akan digunakan. Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan non-sistematis yang terjadi
20
pada citra satelit. Kesalahan yang mungkin terjadi seperti variasi ketinggian tempat, variasi ketinggian satelit, variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik, kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasi bentuk relief permukaan bumi dan ketidaklinieran cakupan sensor satelit (Prahasta 2005). Koreksi geometrik dilakukan dengan menghubungkan citra satelit dengan peta acuan yang tersedia. Peta acuan yang digunakan berupa peta sungai, danau dan peta garis pantai rupa bumi Indonesia (RBI). Dalam prosesnya, hubungan antara kedua peta ini ditunjukkan dengan penempatan ground control point (GCP) pada kedua peta tersebut. Akurasi koreksi geometrik sendiri ditunjukkan dengan nilai RMS-error (root mean square-error) yang dihasilkan, dimana jika semakin kecil nilai RMSerror, maka ketepatan titik GCP pun akan semakin tinggi. Untuk melihat hasil akhir dari koreksi geometrik, dilakukan uji keakuratan terhadap citra hasil koreksi tersebut dengan cara melakukan overlay antara citra hasil koreksi dengan peta acuan yang digunakan. Proses ini akan memperlihatkan besarnya penyimpangan pada citra hasil koreksi geometrik. Koreksi geometrik yang telah dilakukan dapat diterima dan dapat digunakan jika posisi penyimpangannya tidak melebihi satu piksel pada citra atau seluas 900 m2 pada kondisi sebenarnya. Citra hasil koreksi geometrik selanjutnya disederhanakan sesuai dengan kebutuhan lokasi penelitian melalui proses pemotongan citra (subset image) dengan menggunakan digitasi polygon peta batas Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Hasil pemotongan citra digunakan sebagai peta panduan selama kegiatan survei lapang. Peta ini akan membantu dalam menentukan titik lokasi pengukuran biomassa tersimpan di setiap tipe penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian selama kegiatan lapang berlangsung. Titik-titik lokasi pengambilan data lapang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan proses klasifikasi citra secara terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing akan menghasilkan peta yang telah dikategorikan menjadi beberapa tipe penggunaan lahan. Selain menggunakan titik lokasi pengambilan data lapang, proses klasifikasi terbimbing pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan link google map yang dapat menunjukkan penggunaan lahan terkini di lokasi penelitian. Peta penggunaan lahan multi waktu hasil klasifikasi terbimbing yang telah melalui proses recode dilengkapi dengan atribut berupa kerapatan
21
karbon di setiap tipe penggunaan lahan yang nilainya diperoleh dari hasil pengukuran lapang. Klasifikasi penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dibagi menjadi lima kelas penggunaan lahan yaitu Hutan sekunder, kebun kayu manis, semak belukar, lahan terbuka dan awan dan bayangan (no data). Uji akurasi harus dilakukan terhadap peta hasil klasifikasi terbimbing sebelum peta tersebut benar-benar bisa digunakan. Proses ini dilakukan untuk mengetahui keakuratan hasil klasifikasi terbimbing yang telah dilakukan dengan melihat perbedaan antara titik survei lapang dengan peta hasil klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi terbimbing dapat diterima jika nilai akurasi yang diperoleh mencapai 85%. Selanjutnya dapat diketahui jumlah perubahan cadangan karbon di lokasi penelitian yang dihitung berdasarkan data cadangan karbon di setiap tipe penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan pada waktu yang berbeda. Alur tahap pendugaan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tersaji dalam Gambar 4.
22
Citra satelit
RBI dan peta batas kawasan
Koreksi geometrik
Klasifikasi tidak terbimbing
Pemotongan citra
Survei lapang Klasifikasi terbimbing
Areal contoh Pengukuran karbon
Citra terklasifikasi
Tidak
Pengolahan data Akurasi Peta penggunaan lahan
Cadangan karbon
Terima
Cadangan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan
Analisis perubahan cadangan karbon
Data perubahan cadangan karbon
Gambar 4 Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). 3.5.2.5 Pendugaan perubahan cadangan karbon Pendugaan perubahan cadangan karbon dilakukan dengan mengaitkan data hasil pengukuran karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dengan luas setiap tipe penggunaan lahan di lokasi penelitian. Selanjutnya, nilai karbon dari setiap tipe penggunaan lahan hasil perhitungan akan dijadikan nilai karbon
23
pembanding pada dua citra terklasifikasi yang digunakan. Data penggunaan lahan citra terklasifikasi tahun 1988 dan 2008 digunakan dalam pendugaan perubahan cadangan karbon. Pendugaan cadangan karbon pada dua citra terklasifikasi dengan tahun yang berbeda pada dasarnya dilakukan sebagai proses pemberian atribut ulang pada peta penggunaan lahan dengan data cadangan karbon pada skala plot tipe penggunaan lahan yang sama. Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe penggunaan lahan pada waktu yang berbeda, sehingga dapat diketahui perubahan cadangan karbon berdasarkan perubahan penggunaan lahan.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1. Letak dan Luas Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Kawasan Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) yang terletak di Kecamatan Gunung Raya ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: Utara
: Kecamatan Keliling Danau
Selatan : Provinsi Bengkulu Timur
: Kecamatan Batang Merangin
Barat
: Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat
Gambar 5 Lokasi penelitian Hulu Air Lempur dan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). 4.2 Sejarah Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dikukuhkan melalui SK Bupati TK II Kerinci No. 96/1994 tanggal 10 Mei 1994 tentang penetapan Hutan Adat Air
25
Lempur dengan luas 858,3 ha. Hutan adat ini termasuk dalam wilayah lingkungan Kerapatan Adat Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur sehingga dikenal dengan nama Hutan Adat lekuk 50 Tumbi (Lempur). Kawasan ini meliputi tiga lokasi hutan adat yaitu Gunung Batuah, Bukit Setangis dan Hulu Air Dusun Tanjung (Bukit Kemulau). Hutan Hak Adat 50 Tumbi (Lempur) dikelola oleh Perwalian Masyarakat Adat Desa Lembaga Kerja Tetap (LKT) Daerah Hulu Air Lempur meliputi: a. Desa Lempur Hilir. b. Desa Lempur Mudik. c. Desa Dusun Baru Lempur dan kelurahan Lempur Tengah.
(a)
(b)
(c) Gambar 6 (a) Hutan Adat Bukit Setangis; (b) Hutan Adat Hulu Air Tanjung (Kemulau); (c) Hutan Adat Gunung Batuah.
26
4.3.Topografi Bentang alam Lempur secara umum terbagi atas tiga tipologi yaitu rawa, atau dataran lembah, perbukitan dan pengunungan. Kawasan Hutan adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) merupakan daerah berbukit-bukit yang setiap bukitnya dipisahkan oleh lembah curam. Derajat kemiringan kawasan ini antara 10-85 dengan ketinggian antara 500-2.505 m dpl. Lempur merupakan wilayah jalur patahan-patahan kecil yang rawan mengalami erosi dan longsor dan sangat labil terhadap gempa. Hal ini ditandai dengan ditemukannya sumber-sumber panas bumi (solfatara). Selain itu ditandai dengan pola penyebaran danau yang membentuk suatu basin atau cekungan menandakan bahwa daerah tersebut terbentuk karena proses pengangkatan tenaga endogen. Hutan adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) sebagian besar berupa batuan-batuan dengan lubang besar di bawahnya, kondisi tanah yang didominasi oleh jenis andosol menyebabkan tanah di lokasi ini sangat gembur sehingga mudah amblas. Semakin tinggi didaki, kawasan perbukitan ini semakin sulit untuk dilewati.
4.4. Iklim Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi yang berupa daerah perbukitan memiliki curah hujan tahunan yang tinggi, yaitu berkisar antara 2.500 - 3.000 mm. Tingginya curah hujan ini menyebabkan kawasan ini potensial sebagai daerah tangkapan air untuk daerah di bawahnya. Kawasan ini memiliki kelembaban sebesar 84%, suhu rata-rata 21,8°C dengan suhu maksimum 27,9°C dan minimum 17,5°C.
4.5. Potensi Jauh sebelum dikukuhkan sebagai Hutan Hak Adat, kawasan di sekitar Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) secara turun temurun telah dimanfaatkan
sebagai
perkebunan
yang
didominasi
jenis
kayu
manis
(cinnamomum burmanii) oleh masyarakat sekitar. Secara umum, perkebunan kayu manis di Kabupaten Kerinci tersebar luas di seluruh daerah, hal ini yang menyebabkan Kabupaten Kerinci menjadi salah satu penghasil kulit kayu manis terbesar di Indonesia.
27
Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) memiliki potensi antara lain: a. Tumbuhan, yaitu paku resam, Bambusa sp, Ardisia sp, Syzygium sp, dan Ficus sp. Di sini juga terdapat jenis tanaman obat-obatan, misalnya selasih gunung, kudo bawah, anggrek jambu, kap simpai, rukam, bintunangan, pulutpulut dan paku jantan. Selain itu terdapat jenis-jenis kayu keras yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan seperti surian, kayu apit, dan kayu bayo. Namun, dalam pemanfaatannya harus melalui persetujuan dari lembaga adat. b. Hutan hak adat sebagai tempat rekreasi atau obyek wisata, bentang alam yang berbukit-bukit dan panorama alam yang indah bisa ditawarkan sebagai obyek wisata. Selain itu, baik di dalam maupun di luar Hutan Hak Adat terdapat beberapa danau seperti Danau Lingkat, Danau Kaca, Danau Nyalo dan lainnya yang bisa dikembangkan menjadi obyek daya tarik wisata alam.
4.6. Kondisi masyarakat sekitar Kawasan Masyarakat Lempur merupakan masyarakat asli yang sudah lama dan secara turun temurun menempati daerah Lempur. Pada awal terbentuknya, masyarakat Lempur hanya berjumlah 50 keluarga. Hal ini yang mendasari penamaan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), dimana tumbi memiliki arti keluarga. Seiring berjalannya waktu, jumlah keluarga yang menempati daerah ini semakin bertambah sampai saat sekarang. Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan peladang. Sehingga sejak pagi hari masyarakat lempur sudah disibukkan dengan aktivitas berladangnya masing-masing, Pada sore hari mereka baru kembali ke rumah masing-masing. Kepatuhan terhadap hukum adat membuat mereka terikat pada suatu kekerabatan yang erat, sehingga setiap diadakannya kegiatan adat mereka pasti berkumpul bersama. Kehidupan bermasyarakat adat Lempur dipimpin oleh seorang Depati Agung. Namun dalam menjalankan peraturan adat dan pengambilan keputusan, Depati Agung dibantu oleh Depati Suko Berajo dan Depati Anum. Ketiga pemuka adat ini dibantu oleh depati-depati dan ninik mamak yang dikenal dengan istilah “Depati Nan Sepuluh dan Ninik Mamak Nan Berenam”. Gambar 7 menunjukkan struktur kelembagaan adat Lekuk 50 Tumbi Lempur.
28
DEPATI AGUNG
DEPATI ANUM
DEPATI SUKO BERAJO
DEPATI NAN BERENAM (Lempur Mudik dan Dusun Baru Lempur) 1. Depati Pulang 2. Depati Serampas 3. Depati Kerinci 4. Depati Telago 5. Depati Anggo 6. Depati Naur
DEPATI NAN BEREMPAT (Lempur Hilir dan Lempur Tengah) 1. Depati Suko Berajo 2. Depati Muncak 3. Depati Mudo 4. Depati Nalo
Nenek Mamak Nan Batigo (Lempur Mudik dan Dusun Baru Lempur) 1. Kedemang Sri Memanti 2. Manggung Sri Menanti 3. Seri Paduko Rajo
Nenek Mamak Nan Batigo (Lempur Hilir dan Lempur Tengah) 1. Rajo Depati 2. Rajo Bujang 3. Raja Mangkuto Alam
Gambar 7 Struktur kelembagaan adat Lekuk 50 Tumbi Lempur.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Distribusi Pengambilan Titik Terdapat dua jenis pengambilan titik distribusi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu titik distribusi plot contoh pengukuran karbon dan titik kontrol lapang (ground control point). Pengambilan titik dilakukan dengan menggunakan bantuan alat penerima sinyal global positioning system (GPS). Keakuratan dan ketepatan penempatan titik dipengaruhi oleh sistem kerja GPS yang digunakan, dimana GPS bekerja dengan dipengaruhi oleh jumlah sinyal satelit yang ditangkap saat pengambilan titik. Untuk mendapatkan titik koordinat yang akurat, diusahakan pengambilannya dilakukan pada tempat yang relatif tidak terlalu tertutup oleh tajuk pohon sehingga GPS dapat lebih mudah menangkap sinyal. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Lillesand dan Kiefer (1997) dimana penangkapan sinyal oleh GPS dipengaruhi faktor atmosfer, bentuk tutupan tajuk pohon dan pantulan sinyal terhadap topografi bumi. Total titik yang diambil pada lokasi penelitian sebanyak 53 titik dengan pengambilan titik yang dilakukan secara acak berdasarkan keterwakilan setiap tipe penggunaan lahan yang ada di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) (Gambar 8). Pengambilan titik interpretasi lapang ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terbaru tentang keadaan terkini di lapang yang akan dicocokkan dengan interpretasi warna peta citra landsat yang tersedia sehingga dapat mempermudah proses uji keakuratan geometri. Titik distribusi plot contoh pengukuran karbon yang diambil adalah sebanyak 19 titik, dimana jumlah tersebut mewakili jumlah plot contoh yang diukur pada lokasi penelitian (Gambar 9). Titik tersebut diambil secara acak berdasarkan tipe penggunaan lahan di seluruh lokasi penelitian sehingga dianggap dapat mewakili keseluruhan kondisi lokasi penelitian.
30
Gambar 8 Peta distribusi ground control point (GCP).
31
Gambar 9 Peta distribusi titik plot contoh pengukuran karbon.
32
5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian Sebagian besar Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) merupakan hutan sekunder yang tumbuh alami namun telah mengalami kerusakan, baik yang disebabkan oleh pengaruh alam maupun perusakan oleh manusia. Indriyanto (2008) menerangkan bahwa hutan alam terbagi dua, yaitu hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer merupakan hutan alam asli yang belum pernah mengalami kerusakan besar oleh alam maupun manusia, sedangkan hutan sekunder merupakan hutan asli yang pernah mengalami kerusakan oleh kegiatan alam dan manusia. Hutan primer sendiri tidak ditemukan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) ini. Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) terbagi dalam tiga lokasi yang sekaligus menjadi lokasi pengambilan titik survei yaitu Gunung Batuah, Bukit Setangis dan Hulu Air Dusun Tanjung (Bukit Kemulau). Hutan sekunder pada kawasan ini banyak ditumbuhi oleh spesies kelat (Madhuca sericea), melasin (Morinda citrifolia), dan medang giring (Vitex heterophylla). Kondisi lantai hutan di hutan sekunder relatif dipenuhi oleh tumbuhan bawah yang tumbuh menyebar, hal ini disebabkan oleh kondisi tajuk yang tidak terlalu rapat. Kondisi tajuk seperti ini memungkinkan cahaya matahari dapat menembus ke lantai hutan dengan baik. Rata-rata tinggi pohon di hutan sekunder ini sendiri berkisar antara 10-25 m. Di beberapa bagian hutan terdapat cukup banyak pohon tumbang, kebanyakan pohon-pohon tersebut tumbang secara alami dan telah mengalami pelapukan. Banyaknya pohon tumbang yang dibiarkan hingga melapuk tersebut bisa disebabkan karena hutan ini merupakan hutan adat yang segala peraturannya termasuk tata cara pengambilan kayu di hutan masih dipatuhi oleh masyarakat sehingga tidak ada yang menggambil tanpa seizin lembaga adat.
33
Gambar 10 Hutan sekunder di Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Kebun kayu manis ditemukan di ketiga lokasi penelitian, yaitu Gunung Batuah, Bukit Setangis dan Hulu Air Tanjung (Bukit Kemulau). Kayu manis yang ditanam adalah spesies Cinnamomum burmanii dengan jarak tanam rata-rata antar individu 3 m x 3 m. Tidak ada pembagian lahan kayu manis berdasarkan kelas umur pohon dan waktu pemanenan yang jelas dan teratur, biasanya pemilik hanya melakukan perawatan di saat awal menanam dan hanya sesekali kembali untuk melihat lahannya. Berdasarkan hasil survei, ketinggian lokasi ditemukannya vegetasi kayu manis berkisar antara 1.054 m sampai 1.266 m.
Gambar 11 Kebun kayu manis di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Semak belukar ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Semak belukar terjadi akibat pembukaan lahan yang begitu saja ditinggalkan atau tidak kembali dimanfaatkan, hal ini menyebabkan lahan tersebut berkembang dengan sendirinya. Di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) semak belukar banyak ditemui di bekas kebun kayu manis yang ditinggalkan dan lokasinya mendekati hutan. Spesies tumbuhan yang terdapat di tipe lahan semak belukar diantaranya yaitu puar (Hornstedtia sp), seturup (Desmodium sp.), kerakap (Maclura cochinchinensis), akar kap (Drynaria sparsisora), akar lundang (Derris elliptica)
34
Gambar 12 Semak belukar di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).
5.3 Biomassa Tersimpan dan Cadangan Karbon di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil perhitungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) yang terbagi dalam tiga tipe penggunaan lahan, diketahui kawasan ini memiliki kisaran pendugaan biomassa tersimpan dan cadangan karbon sebesar 42,24 – 429,57 Mg.ha-1 dan 18,12 – 191,59 Mg.ha-1. Biomassa tersimpan dan cadangan karbon tertinggi terdapat di hutan sekunder dengan besaran 429,57 Mg.ha-1 dan 191,59 Mg.ha-1, sedangkan biomassa tersimpan dan cadangan karbon terendah terdapat di semak belukar dengan besaran 42,24 Mg.ha-1 dan 18,12 Mg.ha-1. Rekapitulasi hasil perhitungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon tersaji dalam Tabel 9 dan secara lengkap biomassa tersimpan dengan setiap komponen penyusunnya disajikan dalam Lampiran 1 sampai Lampiran 4. Tabel 8 Kandungan biomassa dan cadangan karbon di tipe penggunaan lahan No.
Tipe penggunaan lahan
Hutan sekunder 1 Kebun kayu manis 2 Semak belukar 3 Keterangan *1Mg = 106 g = 1 Ton
Rata-rata biomassa tersimpan (Mg.ha-1) 429,57 156,69 42,24
Rata-rata cadangan karbon (Mg.ha-1) 191,59 68,94 18,12
35
5.3.1 Cadangan karbon hutan Hasil pengolahan data menunjukkan pembagian tipe penggunaan hutan menjadi dua tipe yaitu hutan sekunder dan kebun kayu manis. Cadangan karbon pada hutan sekunder di Hutan Lekuk 50 Tumbi (Lempur) diasumsikan menjadi yang terbesar sehingga dijadikan sebagai acuan dalam penelitian. Pada perhitungan cadangan karbon di setiap tipe penggunaan lahan, digunakan nilai rata-rata cadangan karbon yang dipilih untuk mewakili seluruh kondisi hutan yang dianggap sama. Hal ini didasari oleh tidak diketahui dengan jelas pola dan periode penebangan atau konversi hutan di tipe penggunaan lahan lainnya. Pendugaan cadangan karbon hutan sekunder di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) menunjukkan nilai sebesar 191,57 Mg.ha-1, sedangkan untuk kebun kayu manis menghasilkan nilai cadangan karbon sebesar 68,94 Mg.ha-1. Hutan Indonesia diperkirakan memiliki stok karbon antara 161-300 Mg.ha-1 (Murdiyarso et al. 1995 diacu dalam Lusiana et al. 2005). Sedangkan secara umum Lasco et al. (2004) menyatakan bahwa cadangan karbon pada hutan alam di Asia Tenggara lebih dari 200 Mg.ha-1. Berbagai penelitian tentang pendugaan cadangan karbon telah dilakukan di beberapa lokasi. Sebagai perbandingan, hasil pengukuran cadangan karbon di atas permukaan tanah yang masih tersimpan di hutan sekunder Kalimantan oleh Lusiana et al. (2005) menunjukkan angka 212,9 Mg.ha-1. Hasil pengukuran lain menunjukkan cadangan karbon yang tersimpan di hutan sekunder TNBBS adalah sebesar 81,65 Mg.ha-1 (Prasetyo 2010), sedangkan di TNGM cadangan karbon hutan sekundernya mencapai 172,08 Mg.ha-1 (Pandiwijaya 2011). Perbedaan nilai cadangan karbon pada beberapa lokasi ini dipengaruhi oleh kondisi hutan di masing-masing lokasi tersebut, antara lain kerapatan pohon, ukuran diameter pohon, spesies-spesies yang tumbuh, dan lain sebagainya. Nilai cadangan karbon pada hutan sekunder di lokasi penelitian relatif lebih besar dibandingkan dengan beberapa lokasi lain, banyak ditemukannya pohon dengan diameter yang cukup besar, nekromassa berkayu yang masih tersimpan di hutan, dan spesies yang tumbuh pada lokasi, mempengaruhi cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Cadangan karbon di hutan sekunder relatif tidak akan lebih besar dari yang terdapat di hutan primer. Secara umum pada hutan
36
lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya (Kementerian Kehutanan 2010). Lusiana et.al (2005) menyebutkan di Nunukan, Kalimantan Timur, nilai cadangan karbon di hutan primer mencapai 230,1 Mg.ha-1. Lain halnya dengan hasil pengukuran cadangan karbon di hutan alam Sumberjaya, Lampung Barat oleh van Noordwijk et al. (2002) yang menunjukan cadangan karbon sebesar 390 Mg.ha-1.
5.3.2 Cadangan karbon non-hutan Tipe penggunaan lahan yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu semak belukar, penggunaan lahan non-hutan lainnya seperti perdu dan padang rumput tidak ditemukan. Sedangkan agroforestri hanya terdapat di luar lokasi saja, hal ini karena Hutan Adat Lekuk 50 (Tumbi) memang dijaga melalui peraturan adat untuk keperluan ekologi serta pelestarian alam di daerah sekitarnya. Hasil pendugaan cadangan karbon pada tipe penggunaan lahan semak belukar di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) menunjukkan nilai sebesar 18,12 Mg.ha-1. Prasetyo (2009) dalam penelitiannya di TNBBS menyatakan bahwa cadangan karbon semak sebesar 10,51 Mg.ha-1. Sedangkan Pandiwijaya (2011) menyatakan cadangan karbon semak di TNGM sebesar 3,62 Mg.ha-1. Berbeda dengan nilai karbon yang ditemukan di TNMB, Sularso (2011) menyebutkan nilai cadangan karbon semak belukar pada lokasi ini jauh lebih besar yaitu 32,28 Mg.ha-1. Perbedaan nilai cadangan karbon ini bisa saja dipengaruhi oleh spesies-spesies yang berbeda pada setiap daerah. Lokasi yang ditumbuhi oleh semak belukar di hutan adat ini kebanyakan merupakan bekas kebun kayu manis yang ditinggalkan dan tidak lagi dirawat oleh masyarakat, terutama pada kebun yang berbatasan dengan hutan. Hal ini menyebabkan lahan tersebut berkembang dan kembali membentuk diri dengan sendirinya, bukan tidak mungkin jika dalam jangka waktu tertentu lahan tersebut akan mengalami suksesi menjadi hutan kembali. Semak belukar juga ditemukan di beberapa lokasi di sisi luar hutan.
37
5.4 Penggunaan Lahan 5.4.1 Penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988 Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1988 menghasilkan lima tipe penggunaan lahan yang berbeda. Penentuan suatu lokasi sebagai tipe penggunaan lahan terpilih dilakukan dengan cara membedakannya melalui penampakan warna setiap piksel pada citra yang dapat terlihat perbedaannya. Titik koordinat yang diambil di lokasi dengan menggunaan bantuan GPS dijadikan sebagai bantuan dalam mempermudah proses klasifikasi tersebut. Hasil klasifikasi menunjukkan tipe penggunaan lahan hutan sekunder memiliki luasan yang paling dominan yaitu 459,73 ha atau 62,632%. Lahan terbuka merupakan tipe penggunaan lahan dengan luasan yang paling kecil yaitu 3,01 ha atau 0,409%. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988 tersaji dalam Tabel 10 dan Gambar 13. Nilai overall classification accuracy peta penggunaan lahan tahun 1988 adalah 87,5%. Tabel 9 Luas dan persentase luas penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988 No. 1 2 3 4 5
Tipe penggunaan lahan Hutan sekunder Kebun kayu manis Semak belukar Lahan terbuka Awan dan bayangan (No data)
Luas (ha)
%
459,73 44,67 7,72 3,01 218,90
62,632 6,086 1,051 0,409 29,822
32
38
Gambar 13 Peta penggunaan lahan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988.
39
5.4.2 Penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 Hasil klasifikasi citra landsat 7 ETM tahun 2008 menghasilkan empat tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan yang luasannya paling dominan adalah hutan sekunder dengan 432,12 ha atau 58,104%. Data hasil klasifikasi menunjukkan lahan terbuka merupakan tipe penggunaan lahan dengan luasan yang paling kecil yaitu 4,71 ha atau 0,633%. Tipe kelas awan dan bayangan (no data) sebenarnya tidak terdapat pada citra Landsat 7 ETM tahun 2008, tipe kelas tersebut diperoleh dari hasil overlay tipe kelas awan dan bayangan (no data) dari citra landsat 5 TM tahun 1988. Hal ini dilakukan agar luas awan dan bayangan (no data) yang tidak ada datanya, pada kedua citra memiliki besaran yang sama. Kondisi ini diperlukan untuk menghasilkan perbandingan yang objektif dalam menentukan perubahan biomassa tersimpan dan cadangan karbon pada lokasi penelitian. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 tersaji dalam Tabel 11 dan Gambar 14. Nilai overall classification accuracy peta penggunaan lahan tahun 2008 adalah 91,07%. Tabel 10 Luas dan persentase luas penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008 No. 1 2 3 4 5
Tipe penggunaan lahan Hutan sekunder Kebun kayu manis Semak belukar Lahan terbuka Awan dan bayangan (No data)
Luas (ha) 432,12 77,08 10,88 4,71 218,90
% 58,104 10,365 1,464 0,633 29,434
39
40
Gambar 14 Peta penggunaan lahan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 2008.
41
5.5 Perubahan Penggunaan Lahan dan Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tahun 1988-2008 Peta hasil klasifikasi yang tersaji pada Gambar 13 dan Gambar 14 menunjukkan adanya perbedaan luas Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Pada tahun 1988 tercatat luas kawasan seluas 734,03 ha sedangkan pada tahun 2008 seluas 743,70 ha. Kondisi ini menunjukkan terdapat perbedaan luas kawasan seluas 9,67 ha, hal ini terjadi akibat proses koreksi geometrik yang tidak sempurna. Peta hasil klasifikasi Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dari dua tahun yang berbeda, menunjukkan terjadinya perubahan luasan di setiap tipe penggunaan lahan pada periode 1988 sampai 2008. Perubahan luas lahan yang terjadi dapat berupa peningkatan maupun penurunan total luas lahannya. Hutan sekunder yang semula pada tahun 1988 memiliki luas total 459,73 ha, mengalami penurunan total luas lahan sebesar 27,62 ha pada tahun 2008 menjadi 432,12 ha. Penurunan luas tersebut berubah menjadi kebun kayu manis, semak belukar dan lahan terbuka. Peningkatan luas lahan terjadi pada kebun kayu manis, semak belukar dan lahan terbuka. Kebun kayu manis mengalami peningkatan luas yang paling besar, pada tahun 2008, kebun kayu manis mengalami peningkatan luas sebesar 32,41 ha lebih luas dibandingkan tahun 1988. Pembukaan lahan hutan sekunder menjadi kebun kayu manis menjadi penyebab utama peningkatan luas lahan tersebut. Perubahan luas setiap tipe penggunaan lahan terjadi karena adanya perubahan secara menyeluruh di kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) yang saling mempengaruhi selama periode 1988 sampai 2008. Sebagai contoh, luas hutan sekunder tidak hanya mengalami penurunan dari tahun 1988 sampai 2008, peningkatan luas hutan sekunder juga terjadi akibat perubahan lahan kebun kayu manis, semak belukar dan lahan terbuka yang menjadi hutan sekunder, masing-masing seluas 16,41 ha, 1,71 ha dan 1,79 ha (Tabel 11). Peningkatan luas hutan ini karena masyarakat mendapat bantuan bibit tanaman seperti surian dari pihak TNKS. Data perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama periode tahun 1988 sampai 2008 secara keseluruhan tersaji pada Tabel 11.
42
Tabel 11 Perubahan penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur)
No 1 2 3 4 5
Penggunaan lahan 1988 Hutan sekunder Kebun kayu manis Semak belukar Lahan terbuka No data Total
Hutan sekunder 400,20 16,41 1,71 1,79 12,02 432,12
Penggunaan lahan tahun 2008 Kebun Semak Lahan kayu manis belukar terbuka 42,89 6,42 3,41 25,11 2,11 0,49 4,39 1,14 0,41 1,22 0,00 0,00 3,49 1,22 0,41 77,08 10,88 4,71
No data 6,82 0,57 0,08 0,00 0,00
Cadangan karbon di Hutan Adat lekuk 50 Tumbi (Lempur) mengalami perubahan selama kurun waktu 1988 sampai 2008. Peta kelas penggunaan lahan yang telah dihubungkan dengan kerapatan karbon di setiap tipe penggunaan lahan terkait, dapat mewakili peta cadangan karbon pada lokasi penelitian. Gambaran peta antara tahun 1988 dan 2008 menunjukkan adanya penurunan cadangan karbon pada Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Kehilangan karbon terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan sekunder dengan nilai 5.291,14 Mg. Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang terjadi pada tipe penggunaan lahan kebun kayu manis dan semak belukar, dimana selama kurun waktu tahun 1988 sampai 2008 mengalami peningkatan cadangan karbon masing-masing sebesar 2.234,28 Mg dan 57,40 Mg. Peningkatan cadangan karbon khususnya pada tipe penggunaan lahan kebun kayu manis terjadi akibat adanya peningkatan luas lahan hasil konversi hutan menjadi kebun kayu manis selama kurun waktu tersebut. Sebagaimana yang diketahui, bahwa luas dan kondisi suatu lahan akan mempengaruhi cadangan karbonnya. Informasi tentang perubahan penggunaan lahan yang diikuti dengan perubahan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12 Perubahan penggunaan lahan dan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) Luas Luas tahun tahun No. % 1988 2008 (ha) (ha) 1 Hutan sekunder 459,73 62,632 432,12 2 Kebun kayu manis 44,67 6,086 77,08 Semak belukar 7,72 1,051 10,88 3 4 Lahan terbuka* 3,01 0,409 4,71 5 No data** 218,90 29,822 218,90 Total 734,03 100 743,70 Keterangan : * tidak dilakukan pendugaan cadangan karbon ** awan dan bayangan awan Tipe penggunaan lahan
Perubahan % 58,104 10,365 1,464 0,633 29,434 100
penggunaan
lahan (ha) -27,62 32,41 3,17 1,71 -
Karbon tahun 1988 (Mg) 88.080.44 3.079,83 139.81 91.300,08
% 96,474 3,373 0,153 100
Karbon tahun 2008 (Mg) 82.789,30 5.314,10 197,22 88.300,62
% 93,759 6,018 0,223 100
Perubahan karbon (Mg) -5.291,14 2.234,28 57,40 -2.999,46
43
44
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui total cadangan karbon pada tahun 1988 adalah sebesar 91.300,08 Mg, sedangkan pada tahun 2008 adalah sebesar 88.300,62 Mg. Total perubahan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dari tahun 1988 sampai tahun 2008 berkurang sebesar 2.999,46 Mg (3,285%) atau berkurang 149,97 Mg (0,164%) setiap tahunnya. Nilai persentase penurunan cadangan karbon setiap tahun pada kawasan ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan beberapa lokasi lainnya. Pengukuran di lokasi lain menunjukkan hasil yang relatif lebih besar, pengukuran cadangan karbon di TWNC TNBBS dari tahun 2000 hingga 2009 menunjukkan penurunan sebesar 7,18% atau 0,72% setiap tahun (Prasetyo 2009). Sedangkan pengukuran di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur dari tahun 1996 hingga 2003 menunjukkan perubahan sebesar 17% atau 2,43% per tahun (Lusiana et al. 2005). Nilai kehilangan karbon pada lokasi ini yang sebesar 2.999,46 Mg tersebut setara dengan pelepasan CO2 dari kawasan ini sebesar 10.999,02 Mg atau 549,95 Mg per tahun jika diasumsikan 1 Mg karbon setara dengan 3,667 Mg CO2 (von Mirbach 2000).
5.6 Cadangan Karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dan Konsep REDD REDD (reducing emissions from deforestation and degradation) merupakan suatu mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Marispatin 2007). Sejalan dengan isu pemanasan global yang tengah menjadi sorotan dunia serta bagaimana cara memitigasinya, konsep REDD ini berkembang dan menjadi salah satu topik utama yang diperbincangkan dalam pertemuan-pertemuan internasional terkait perubahan iklim. Konsep ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi dalam mengatasi isu pemanasan global setelah mekanisme A/R CDM (aforestation/reforestation clean development mechanism) yang sebelumnya coba dijalankan mengalami banyak kendala dalam pelaksanaannya. Dalam menetapkan suatu kawasan sebagai lokasi pelaksanaan REDD, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya biofisik dan ekologi, tata kelola kawasan, kondisi sosial, ekonomi dan
45
budaya masyarakat di sekitar kawasan serta konflik kepentingan antara pihak yang berkepentingan. Selain beberapa kriteria tersebut, data dan informasi luas penggunaan lahan dan cadangan karbon beserta kecenderungan perubahannya di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur), merupakan aspek yang termasuk dalam kriteria pemilihan lokasi pelaksanaan REDD yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/Menhut-II/2009. Di dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa kawasan hutan adat seperti Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) berhak diajukan dan diikut sertakan dalam program REDD ini. Sebagai suatu konsep, REDD mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi terkini. Dewasa ini dikenal suatu konsep dengan nama REDD+ yang merupakan pengembangan dari konsep sebelumnya. Tidak hanya sekedar mengurangi deforestrasi dan degradasi hutan, konsep ini juga mempertimbangkan peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon hutan serta pengelolaan hutan secara lestari (sustainable forest management) yang mencakup kelestarian produksi, ekologi, dan sosial budaya setempat dalam penilaiannya. Dalam pelaksanaannya yang direncanakan dimulai pada tahun 2012, suatu kawasan yang nantinya berhak menerima insentif dari program REDD/REDD+ yang sekarang sedang diujicobakan di beberapa lokasi, haruslah memiliki reference emission level (REL) sebagai acuan dasar dan salah satu syarat suatu lokasi agar dapat memperoleh sertifikat REED yang nantinya dapat diperdagangkan. Nilai penurunan kualitas Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) berupa perubahan cadangan karbon tahun 1988-2008 sebesar 149,97 Mg (0,164%) atau setara pelepasan CO2 ke udara sebesar 549,95 Mg setiap tahunnya, dapat dijadikan sebagai acuan dasar nilai simpanan karbon dalam penentuan REL untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan. Nilai persentase penurunan cadangan karbon per tahun yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa masyarakat adat Lempur sebagai pengelola kawasan hutan dengan peraturan adatnya, telah cukup baik menjaga kelestarian ekologi hutannya. Terlebih lagi di sekitar kawasan hutan adat ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh kebun kayu manis dengan akses jalan yang sebenarnya bisa mempermudah masyarakat untuk memasuki kawasan hutan dan rentan terhadap perambahan. Konversi hutan menjadi kebun kayu manis yang terjadi di beberapa titik di kawasan hutan ini sedikit banyak
46
mempengaruhi simpanan karbonnya, sebagaimana yang diketahui bahwa baik dan buruknya kondisi suatu hutan akan mempengaruhi cadangan karbon yang tersimpan di hutan tersebut. Hal ini bisa saja ditekan atau bahkan dikembalikan kepada fungsi aslinya sebagai kawasan hutan jika hubungan kerjasama antara pemerintah daerah dengan masyarakat adat Lempur dapat ditingkatkan, khususnya dalam penjagaan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dari aktivitas manusia di luar masyarakat adat Lempur. REDD/REDD+ sebagai suatu mekanisme yang dipersiapkan guna mengatasi isu pemanasan global merupakan sebuah sistem yang cukup menjanjikan dalam aspek finansial bagi pelaku-pelaku di dalamnya, terutama pihak-pihak pemilik kawasan hutan. Konsep yang ditawarkan dalam mekanisme REDD/REDD+ akan memberikan insentif berupa aliran dana segar bagi kawasan yang memenuhi kriteria dilaksanakannya program ini nanti. Hal ini akan memberikan keuntungan berlipat jika mekanisme REDD/REDD+ dapat dilaksanakan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Terlaksana atau tidaknya mekanisme ini, kelestarian ekologi Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dengan segala potensi di dalamnya termasuk cadangan karbon, harus tetap dijaga oleh masyarakat adat Lempur dengan pemanfaatan yang disesuaikan dengan peraturan adat yang telah berlaku secara turun-temurun. Namun, dengan adanya konpensasi aliran dana bagi kawasan ini jika memenuhi kriteria sebagai penerima mekanisme REDD/REDD+, diharapkan masyarakat adat Lempur dapat menerima konpensasi berupa aliran dana tersebut sebagai apresiasi kegiatan pelestarian yang telah mereka lakukan selama ini.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Total cadangan karbon pada tahun 1988 adalah sebesar 91.300,08 Mg, sedangkan pada tahun 2008 adalah sebesar 88.300,62 Mg. 2. Total perubahan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) antara tahun 1988-2008 mengalami penurunan sebesar 2.999,46 Mg (3,285%) atau berkurang 149,97 Mg (0,164%) setiap tahunnya. Kehilangan nilai cadangan karbon dari tahun 1988-2008 setara dengan pelepasan CO2 ke udara sebesar 10.999,02 Mg atau 549,95 Mg setiap tahunnya.
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan kegiatan reforestasi pada tipe penggunaan lahan berupa lahan terbuka dan semak belukar untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon di dalam biomassa vegetasi.
2. Pemasangan pal batas Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) agar batas kawasan jelas, serta patroli rutin sebagai upaya mencegah deforestasi dan degradasi hutan yang dapat mempengaruhi cadangan karbonnya, mengingat kawasan hutan ini dikelilingi oleh perkebunan kayu manis yang rentan terhadap konversi lahan. 3. Peningkatan partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).
48
DAFTAR PUSTAKA Bakhtiar I, Santoso H, Hafild E, Novira R. editor. 2008. Perubahan Iklim, Hutan, dan REDD: Peluang atau Tantangan?. Civil Socienty Organitation Network on Forestry Governance and Climate Change, The Partnership for Governance Reform. Bogor. Bakri. 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir [tesis]. Sumatera Utara: Program Studi Biologi. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Basuki TM, Adi NR, Sukresno. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam Tegakan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. Di dalam Basuki, Editor. Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB; Kebumen, 03 Agustus 2004. Surakarta. Hlm 84-94. Brown S. 1997. Estimating Biomass Change of Tropical Forest: a Primer. FAO Forestry paper 134. Food Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Budiyanto E. 2005. Sistem Informasi Menggunakan ArcView Gis. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2009. REDD: Apakah Itu? Pedoman CIFOR Tentang Hutan, Perubahan Iklim dan REDD. Bogor: CIFOR. Dahlan, Jaya INS, Istomo. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia mangium Willd. Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan SPOT-5: (Studi kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor). Di dalam: ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, 14 – 15 September 2005. hlm 108-117. Erni C, Tugendhat H. editor. 2010. Apa itu REDD? Sebuah Panduan Untuk Masyarakat Adat. Jakarta : Rumah AMAN. [FWI/GFW]. 2003. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C, Global Forest Watch, Edisi 3. Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre –ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p. Hairiah K, Sitompul SM, Noordwijk MV, Cherly AP. 2001. Carbon Stock of Tropical Landuse System as Part of Global C Balance. Journal. Bogor.
49
Hilmi E. 2003. Model Penduga Kandungan Karbon Pada Pohon Kelompok Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. Dalam Tegakan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Indragiri Hilir Riau). [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. [HIMAKOVA FAHUTAN IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2008. Laporan Akhir Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2008 Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya. Bogor: HIMAKOVA Fahutan, IPB. [HIMAKOVA FAHUTAN IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Laporan Akhir Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2009 Taman Nasional Manupeu Tanahdaru. Bogor: HIMAKOVA Fahutan, IPB. [ICRAF].2008. Transforming Lives and Lanscapes http://www.worldagroforestry. org/sea/products/AFDbases/wd/ asps/SearchSimple.asp. [17 Maret 2011]. Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara. Kementerian Kehutanan. 2010. Strategi REDD- Indonesia: Fase Readiness 20092012 dan Progres Implementasinya. Jakarta. Ketterings QM, Coe R, Noordwijk MV, Ambagau Y, Palm C. 2001. Reducing Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above-Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forests. Forest Ecology and Management.146: 199-209. Lasco RD, Pulhin FB, Roshetko JM, Banaticla MRN. 2004. LULUCF Climate Change Mitigation Project in the Philippines : a Primer. World Agroforestry Centre. Southeast Asia Regional Research Programe. Lillesand TM, Kiefer MV. 1997. Penginderaan Jarak Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote sensing and Image Interpretation. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta : Universitas Indonesia (UIPress). Lusiana B, Noordwijk MV, Rahayu S. editor, 2005. Carbon Stocks in Nunukan, East Kalimantan: a Spatial Monitoring and Modelling Approach. Report from the carbon monitoring team of the Forest Resources Management for Carbon Sequestration (FORMACS) project. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 98 p. Masripatin N. 2007. Apa itu REDD?. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.
50
Muukkonen P, Heiskanen J. 2005. Estimating Biomass For Boreal Forests Using ASTER Satellite Data Combined With Standwise Forest Inventory Data. Remote Sensing of Environment Journal (99) 434 – 447. Pandiwijaya A. 2011. Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2001. Konsep-Konsep Dasar: Sistem Informasi Geografi. Bandung: CV Informatika Bandung. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial Arcview. Bandung: CV Informatika Bandung. Prasetyo A. 2010. Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Tambling Wildlife Nature Conservation Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Center for International Foretry Research. Purwanti KD. 2008. Pendugaan Karbon Tersimpan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan dengan Permodelan Spasial Data Pengukuran Lapang dan Inderaja (Studi Kasus Kawasan Puncak dan Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sularso GNM. 2011. Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Meru Betiri. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomasssa. Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Tresnawan H, Rosalina U. 2002. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah di Ekosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan (Studi Kasus Hutan Dusun Aro, Jambi). Jurnal Manajemen Hutan Tropika 8(1):15-29. von Mirbach M. 2000. Carbon Budget Accounting at the Forest Management Unit Level: an Overview of Issues and Methods. Ottawa. Canada’s Model Forest Program. Natural Resoruces Canada. Yuly. 2008. Prospek Pengelolaan Agroforestry untuk Tujuan Perdagangan Karbon di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Daftar spesies tumbuhan dan kerapatan jenis No
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Sumber*
1
Anak lareh
2
Anak pulus
Laportea stimumans Miq.
Urticaceae
0,38
3
Aro
Sterculia sp.
Sterculiaceae
0,44
4
Aro munting
Neonauclea excelsa Merrill
Rubiaceae
0,77
5
Balam merah
Palaquium sericeum H.J. Lam
Sapotaceae
0,62
6
Balam putih
Sapotaceae
0,56
7
Balik angin
Palaquium hexandrum (Griff.) Baill Firmiana malayana Kosterm.
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Martawijaya et al. (1992)
Sterculiaceae
0,38
Prosea 5(3) p:239
8
Bayo
0,57
Brown (1997)
9
Benit
0,57
Brown (1997)
10
Dedap
0,57
Brown (1997)
11
Empeni
0,76
Prosea 5(3) p:109
12
Empini putih
0,57
Brown (1997)
13
Gelam
0,57
Brown (1997)
14
Kayu aro nasi
0,57
Brown (1997)
15
Kayu bawang
Dysoxylum euphlebium Merr.
Meliaceae
0,65
16
Kayu bintang
Euphorbiaceae
0,75
17
Kayu genit
Anonaceae
0,68
18
Kayu labu
Bischofia javanica Blume Orophea enneandra Blume Aglaia argentea Blume
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Martawijaya (1992) Martawijaya et al. (1992) Prosea 5(3) p:420
Meliaceae
0,79
19
Kayu Manis
Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Lauraceae
0,57
20
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
Moraceae
0,55
21
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
Sapotaceae
0,79
22
Kelenza
Sapindaceae
0,91
23
Kemang
Opiliaceae
0,57
Brown (1997)
24
Kemenyan
Styracaceae
0,54
Anonim (1981)
25
Kerakap
Nephelium lappaceum L. Lepionurus sylvestris Blume Styrax benzoin (DRY.) Ficus subulata Blume
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Prosea 5(1) p:293; Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Anonim (1981)
Moraceae
0,57
Prosea 5(3) p:233
26
Langghadeung
Siphonodon celastrineus Griff.
Celastraceae
0,76
27
Letung
Galearia aristifera Miq.
Euphorbiaceae
0,69
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990)
Galearia maingayi Hook.f Castanopsis malaccensis Gamble
Euphorbiaceae
Fagaceae
Brown (1997) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Prosea 5(2) p:424
53
Lampiran 1(lanjutan) Daftar spesies tumbuhan dan kerapatan jenis No
Nama ilmiah
Famili
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Sumber*
28
Maloi
29
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
Verbenaceae
0,53
30
Medang hijau
Icacinaceae
0,57
31
Medang janggat Medang kacang
Gomphandra javanica (Bl.) Val. Buchanania arborescens (Bl.) Bl. Mastixia trichotoma Blume
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Brown (1997)
Anacardiaceae
0,56
Anonim (1981)
Cornaceae
0,49
32
Brown (1997)
33
Medang kanis
34
Medang kemiri
0,57
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Brown (1997)
35
Medang ketapang
0,57
Brown (1997)
36
Medang limau
Galearia filiformis Boerl.
Euphorbiaceae
0,69
37
Medang mansurai Medang mender
Fahrenheitia pendula (Hassk.) Airy Shaw Endiandra rubescens Blume ex Miq.
Euphorbiaceae
0,57
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Brown (1997)
Lauraceae
0,75
38
Aglaia argentea Blume
Meliaceae
0,79
0,57
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Brown (1997)
Euphorbiaceae
0,65
Anonim (1981)
Meliaceae
0,71
Litsea angulata Blume
Lauraceae
0,45
Morinda citrifolia Hunter Archidendron clypearia (Jack) I. Nielsen Alstonia angustiloba Miq. Laportea stimulans Miq.
Rubiaceae
0,67
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Anonim. (1981)
Leguminoceae
0,46
Apocynaceae
0,36
Urticaceae
0,38
Ribu-ribu
Podocarpus neriifolia D.Don
Podocarpaceae
0,465
48
Semantung
Ficus hispida Linn.f.
Moraceae
0,44
49
Surian
Toona sureni Merrill
Meliaceae
0,39
50
Telap
Morus cf. alba L.
Moraceae
0,76
Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Martawijaya et al. (1992) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Oey Djoen Seng (1951) diacu dalam Soewarsono (1990) Martawijaya et al. (1992) Prosea 5(3) p:388;
51
Tutup
Ficus variegata Blume
Moraceae
0,465
Prosea 5(3) p:233
39
Medang merah
40
Medang sekawar Medang tanduk
Baccaurea racemosa Muell.Arg. Dysoxylum excelsum Blume
42
Medang telampung
43
Melasin
44
Petai belalang
45
Pulai
46
Pulus
47
41
*
Nama lokal
= Sumber kerapatan kayu diperoleh berdasarkan Prosea, Soewarsono PH (1990), Anonim (1981), Martawijaya A (1992) diacu dalam ICRAF (http://www.worldagroforestry.org) dan Brown (1997).
54
Lampiran 2 Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Bukit Setangis Lokasi : Bukit Setangis Ukuran plot : 5 m x40 m x 2 Tipe lahan : Hutan Alam Jenis vegetasi : vegetasi hidup No
Nama Lokal
1
Empeni
2 3
Nama Latin Castanopsis malaccensis Gamble
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Kerapatan (gram.cm-3)
Biomassa (kg)
90
28,66
0,76
550,00
Anak lareh
50,5
16,08
0,57
90,77
Anak lareh
41
13,06
0,57
52,58
4
Anak lareh
48
15,29
0,57
79,46
5
Anak lareh
25
7,96
0,57
14,39
6
Anak lareh
40
12,74
0,57
49,28
7
Anak lareh
34,5
10,99
0,57
33,45
8
Anak lareh
26
8,28
0,57
15,94
9
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
30
9,55
0,55
22,38
10
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
31
9,87
0,55
24,39
11
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
50
15,92
0,55
85,33
12
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
73
23,25
0,55
229,99
13
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
53
16,88
0,55
99,40
14
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
41
13,06
0,55
50,73
15
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
50
15,92
0,55
85,33
16
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
47
14,97
0,55
72,56
17
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
42
13,38
0,55
54,04
18
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
31
9,87
0,55
24,39
19
Letung
Galearia aristifera Miq.
84
26,75
0,69
416,77
20
Medang kemiri
54,5
17,36
0,57
110,83
21
Medang kemiri
62
19,75
0,57
155,37
22
Medang kemiri
74
23,57
0,57
247,00
23
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
23
7,32
0,67
13,59
24
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
60
19,11
0,67
167,60
25
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
20
6,37
0,67
9,42
26
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
23
7,32
0,67
13,59
27
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
17
5,41
0,67
6,16
28
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
33
10,51
0,67
35,00
29
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
21
6,69
0,67
10,71
30
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
27,5
8,76
0,67
21,71
31
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
61
19,43
0,67
175,02
32
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
83,5
26,59
0,36
214,07
33
Semantung
Ficus hispida Linn.f.
23
7,32
0,44
8,93
34
Semantung
Ficus hispida Linn.f.
39
12,42
0,44
35,60
Subtotal
3.275,78
Biomassa
kg/ha
81.894,41
Biomassa
Mg/ha
81,89
55
Lampiran 2 (lanjutan) Lokasi : Bukit Setangis Tipe lahan : Hutan Alam
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
1
Aro
Sterculia sp.
Keliling (cm) 131
2
Aro
Sterculia sp.
143
3
Aro
Sterculia sp.
230
73,25
0,44
3.720,63
4
Aro
Sterculia sp.
328
104,46
0,44
9.429,29
5
Kayu sapadi
Ficus fulva Elmer
152
48,41
0,55
1.571,19
6
Medang ketapang
120
38,22
0,57
876,53
7
Medang ketapang
153
48,73
0,57
1.656,55
8
Medang telampung
Fissistigma sp.
95
30,25
0,45
375,22
No
Nama Lokal
Nama Latin
Diameter (cm) 41,72
Kerapatan (gram.cm-3) 0,44
Biomassa (kg) 851,41
45,54
0,44
1.071,20
9
Medang telampung
Fissistigma sp.
243
77,39
0,45
4.394,79
10
Medang telampung
Fissistigma sp.
180
57,32
0,45
2.002,00
11
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
214
68,15
0,36
2.520,13
12
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
130
41,40
0,36
682,76
13
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
96
30,57
0,36
308,52
14
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
180
57,32
0,36
1.601,60
Subtotal
Lokasi Tipe lahan No
: Bukit Setangis : Kebun Kayu Manis
Nama Lokal
1
Kayu manis
2
Kayu manis
3
Kayu manis
4
Kayu manis
5
Kayu manis
6
Kayu manis
7
Kayu manis
8
Kayu manis
9
Kayu manis
10
Kayu manis
11
Kayu manis
12
Kayu manis
13
Kayu manis
14
Kayu manis
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
31.061,83
Biomassa
kg/ha
77.654,58
Biomassa
Mg/ha
77,65
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 3 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm) 61
Diameter (cm) 19,43
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Biomassa (kg) 148,89
32
10,19
0,57
27,47
17,5
5,57
0,57
5,65
21
6,69
0,57
9,11
51,5
16,40
0,57
95,55
83
26,43
0,57
333,65
40
12,74
0,57
49,28
37
11,78
0,57
40,18
35,5
11,31
0,57
36,05
49
15,61
0,57
83,87
51
16,24
0,57
93,14
33,5
10,67
0,57
30,97
42
13,38
0,57
56,00
40
12,74
0,57
49,28
56
Lampiran 2 (lanjutan) No
Nama Lokal
15
Kayu manis
16
Kayu manis
17
Kayu manis
18
Kayu manis
19
Kayu manis
20
Kayu manis
21
Kayu manis
22
Kayu manis
23
Kayu manis
24
Kayu manis
25
Kayu manis
26
Kayu manis
27
Kayu manis
28
Kayu manis
29
Kayu manis
30
Kayu manis
31
Kayu manis
32
Kayu manis
33
Kayu manis
34
Kayu manis
35
Kayu manis
36
Kayu manis
37
Kayu manis
38
Kayu manis
39
Kayu manis
40
Kayu manis
41
Kayu manis
42
Kayu manis
43
Kayu manis
44
Kayu manis
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Keliling (cm) 32
Diameter (cm) 10,19
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Biomassa (kg) 27,47
32
10,19
0,57
27,47
30,5
9,71
0,57
24,22
31
9,87
0,57
25,27
21
6,69
0,57
9,11
19
6,05
0,57
7,01
29
9,24
0,57
21,22
31
9,87
0,57
25,27
62
19,75
0,57
155,37
70
22,29
0,57
213,53
54
17,20
0,57
108,19
58,5
18,63
0,57
133,43
46
14,65
0,57
71,08
68
21,66
0,57
197,92
55,5
17,68
0,57
116,24
49
15,61
0,57
83,87
51
16,24
0,57
93,14
53,5
17,04
0,57
105,58
62
19,75
0,57
155,37
59
18,79
0,57
136,44
19
6,05
0,57
7,01
20,5
6,53
0,57
8,55
62
19,75
0,57
155,37
39
12,42
0,57
46,12
32,5
10,35
0,57
28,61
49
15,61
0,57
83,87
35
11,15
0,57
34,74
18
5,73
0,57
6,08
35
11,15
0,57
34,74
35
11,15
0,57
34,74
57
Lampiran 2 (lanjutan) No
Nama Lokal
45
Kayu manis
46
Kayu manis
47
Kayu manis
48
Kayu manis
49
Kayu manis
50
Kayu manis
51
Kayu manis
52
Kayu manis
53
Kayu manis
54
Kayu manis
55
Kayu manis
56
Kayu manis
57
Kayu manis
58
Kayu manis
59
Kayu manis
60
Kayu manis
61
Kayu manis
62
Kayu manis
63
Kayu manis
64
Kayu manis
65
Kayu manis
66
Kayu manis
67
Kayu manis
68
Kayu manis
69
Kayu manis
70
Kayu manis
71
Kayu manis
72
Kayu manis
73
Kayu manis
74
Kayu manis
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Keliling (cm) 27,5
Diameter (cm) 8,76
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Biomassa (kg) 18,47
24
7,64
0,57
12,93
16
5,10
0,57
4,47
26
8,28
0,57
15,94
77
24,52
0,57
274,11
33
10,51
0,57
29,77
26,8
8,54
0,57
17,26
50
15,92
0,57
88,43
28,5
9,08
0,57
20,28
27
8,60
0,57
17,60
27
8,60
0,57
17,60
48
15,29
0,57
79,46
36
11,46
0,57
37,40
24
7,64
0,57
12,93
38
12,10
0,57
43,09
39
12,42
0,57
46,12
50
15,92
0,57
88,43
48
15,29
0,57
79,46
29
9,24
0,57
21,22
51
16,24
0,57
93,14
31
9,87
0,57
25,27
38
12,10
0,57
43,09
41
13,06
0,57
52,58
49
15,61
0,57
83,87
24
7,64
0,57
12,93
40
12,74
0,57
49,28
31
9,87
0,57
25,27
29
9,24
0,57
21,22
49
15,61
0,57
83,87
33,5
10,67
0,57
30,97
58
Lampiran 2 (lanjutan) No
Nama Lokal
75
Kayu manis
76
Kayu manis
77
Kayu manis
78
Kayu manis
79
Kayu manis
80
Kayu manis
81
Kayu manis
82
Kayu manis
83
Kayu manis
84
Kayu manis
85
Kayu manis
86
Kayu manis
87
Kayu manis
88
Kayu manis
89
Kayu manis
90
Kayu manis
91
Kayu manis
92
Kayu manis
93
Kayu manis
94
Kayu manis
95
Kayu manis
96
Kayu manis
97
Kayu manis
98
Kayu manis
99
Kayu manis
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Keliling (cm)
Diameter (cm)
23
7,32
Kerapatan (gram.cm3) 0,57
21
6,69
0,57
9,11
29
9,24
0,57
21,22
41
13,06
0,57
52,58
36
11,46
0,57
37,40
36,5
11,62
0,57
38,77
43
13,69
0,57
59,57
61
19,43
0,57
148,89
28
8,92
0,57
19,36
38
12,10
0,57
43,09
45
14,33
0,57
67,10
45
14,33
0,57
67,10
34
10,83
0,57
32,19
68
21,66
0,57
197,92
39
12,42
0,57
46,12
51,5
16,40
0,57
95,55
26,5
8,44
0,57
16,76
49
15,61
0,57
83,87
71
22,61
0,57
221,62
21
6,69
0,57
9,11
23,5
7,48
0,57
12,23
34
10,83
0,57
32,19
56
17,83
0,57
119,00
26
8,28
0,57
15,94
41,5
13,22
0,57
54,27
Subtotal Biomassa kg/ha Biomassa Mg/ha
Biomassa (kg) 11,56
6.195,17 103.252,90 103,25
59
Lampiran 2 (Lanjutan) Lokasi : Bukit Setangis Tipe lahan : Hutan Alam No Plot 1 2
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Berat Basah (gram) Daun 225 150
Batang 315 460
Berat Kering (gram)
Serasah 830 260
Daun 111,38 60,00
Batang 84 119,6
Total
171,38
203,6
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan No Plot
Berat Kering (gram)
3
Batang 250
Serasah 530
Daun 105
Batang 112,5
Serasah 309,52
75
85
330
50
45
193,70
220
305
370
143
137,25
203,50
298
294,75
706,72
Total Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
: Bukit Setangis : Semak belukar
592,75
706,72
7,9
9,42
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Berat Basah (gram)
Berat Kering (gram)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
400
1230
500
180
750,3
220 220 8,8
37,21
: Bukit Setangis : Hutan alam
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi mati
1
Keliling (cm) 62
2
61
19,43
8
0,4
94,80
3
38
12,10
3
0,4
13,80
4
27
8,60
2
0,4
4,64
5
20
6,37
4
0,4
5,10
6
17
5,41
4
0,4
3,68
No
Diameter (cm) 19,75
Serasah
930,3
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan
11,83
Berat Basah (gram)
2
1
591,75
374,98 7,5
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 3 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Daun 175
No Plot
591,75
: Bukit Setangis : Kebun Kayu Manis
1
Lokasi Tipe hutan
Serasah 435,75 156
Tinggi (m) 4
Kerapatan (g.cm-3) 0,4
Sub total Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Biomassa (kg) 48,97
170,99 4274,682 4,27
60
Lampiran 2 (lanjutan) Lokasi : Bukit Setangis Tipe lahan : Hutan alam No 1 2
Kelilling (cm) 126 107
Diameter (cm) 40,13 34,08
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (m) 10 3
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4 0,4
Berat Kering
Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8
: Bukit Setangis : Kebun Kayu Manis Keliling (cm) 63 27 32,5 33 47 52,5 57 82
Diameter (cm) 20,06 8,60 10,35 10,51 14,97 16,72 18,15 26,11
505,61 109,39 614,99 1537,48 1,54 Mg/ha
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 3 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (cm) 4 4 2 4 3 3 2 10
Kerapatan (g.cm-3) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Biomassa (kg) 50,56 9,29 6,73 13,87 21,11 26,33 20,69 214,14 362,7205 6045,34 6,05
Total biomassa hutan alam Bukit Setangis Ukuran plot 0.5x0.5 5x40 20x100 Vegetasi mati Jumlah
Biomassa (Mg/ha) 19,33 81,89 77,65 5,81 184,68
Total biomassa kebun kayu manis Bukit Setangis Ukuran plot 0,5x0,5 5x40 20x100 vegetasi mati Jumlah
Biomassa (Mg/ha) 17,32 103,25 0 10,1 130,67
Total biomassa semak belukar Bukit Setangis Ukuran plot
Biomassa (Mg/ha)
0,5x0,5
46,01
Jumlah
46,01
61
Lampiran 3 Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Hulu Air Tanjung Lokasi : Hulu Air Tanjung Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Tipe lahan : Hutan alam Jenis vegetasi : vegetasi hidup No
Nama Lokal
Nama Latin
Keliling (cm) 37
Diameter (cm) 11,78
Kerapatan (g.cm-3) 0,76
Biomassa (kg) 53,57
1
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
2
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
71
22,61
0,76
295,49
3
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
23
7,32
0,76
15,42
4
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
21,5
6,85
0,76
12,92
5
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
46,5
14,81
0,76
97,49
6
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
24,5
7,80
0,76
18,19
7
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
51
16,24
0,76
124,19
8
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
9
Empini putih
10
Kayu genit
Orophea enneandra Blume
11
Kemang
Lepionurus sylvestris Blume
12
Medang kacang
Mastixia trichotoma Blume
13
27
8,60
0,76
23,47
33,5
10,67
0,57
30,97
17
5,41
0,68
6,25
92
29,30
0,57
436,95
26,2
8,34
0,49
13,98
Medang kemiri
19,3
6,15
0,57
7,30
14
Medang kemiri
74
23,57
0,57
247,00
15
Medang kemiri
52
16,56
0,57
98,00
16
Medang limau
Galearia filiformis Boerl.
81
25,80
0,69
378,89
17
Medang limau
Galearia filiformis Boerl.
52,7
16,78
0,69
122,87
18
Medang tanduk
Dysoxylum excelsum Blume
16,5
5,25
0,71
6,03
19
Medang tanduk
Dysoxylum excelsum Blume
63
20,06
0,71
201,82
20
Medang telampung
Litsea angulata Blume
18,8
5,99
0,45
5,38
21
Medang telampung
Litsea angulata Blume
85,2
27,13
0,45
282,10
22
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
17
5,41
0,67
6,16
23
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
27,5
8,76
0,67
21,71
24
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
39,8
12,68
0,67
57,17
25
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
22
7,01
0,67
12,10
26
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
24
7,64
0,67
15,19
27
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
21,2
6,75
0,67
10,98
28
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
29,5
9,39
0,67
26,09
29
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
41
13,06
0,67
61,80
30
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
31
9,87
0,67
29,71
31
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
25
7,96
0,67
16,91
32
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
42,5
13,54
0,67
67,90
33
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
31
9,87
0,67
29,71
34
Pulai
Alstonia angustiloba Miq.
16,5
5,25
0,36
3,06
35
Telap
Morus cf. alba L.
63
20,06
0,76
216,03
62
Lampiran 3 (lanjutan) Lokasi : Hulu Air Tanjung Tipe lahan : Hutan alam No 36 37
Nama Lokal Telap Telap
Nama Latin Morus cf. alba L. Morus cf. alba L.
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm) 51 53
Diameter (cm) 16,24 16,88
Kerapatan (g.cm-3) 0,76 0,76
Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan
: Hulu Air Tanjung : Hutan alam
Biomassa (kg) 124,19 137,36 3.314,36 82.858,97 82,86
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
1
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
Keliling (cm) 175,8
2
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
112
3
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
121
38,54
0,62
974,38
4
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
389,2
123,95
0,62
20.800,87
5
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
118,5
37,74
0,62
922,51
6
Balam merah
Palaquium sericeum h.j. lam
193,8
61,72
0,62
3.347,31
7
Balam putih
Palaquium hexandrum (Griff.) Baill
235
74,84
0,56
5.009,83
8
Balam putih
Palaquium hexandrum (Griff.) Baill
111
35,35
0,56
702,06
9
Balam putih
Palaquium hexandrum (Griff.) Baill
131
41,72
0,56
1.083,62
10
Balik angin
Firmiana malayana kosterm.
110
35,03
0,38
465,23
11
Dedap
210
66,88
0,57
3.797,75
12
Dedap
184,6
58,79
0,57
2.709,19
13
Dedap
241,5
76,91
0,57
5.477,15
14
Empeni
Castanopsis malaccensis gamble
146
46,50
0,76
1.953,69
15
Empeni
Castanopsis malaccensis gamble
16
Kayu aro nasi
17
Kayu bawang
18
No
Nama Lokal
Nama Latin
Diameter (cm) 55,99
Kerapatan (g.cm-3) 0,62
35,67
0,62
Biomassa (kg) 2.592,85 795,76
154
49,04
0,76
2.246,75
379,3
120,80
0,57
17.875,04
Dysoxylum euphlebium Merr.
120
38,22
0,65
999,55
Kayu bawang
Dysoxylum euphlebium Merr.
280
89,17
0,65
9.202,47
19
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
255,2
81,27
0,79
8.771,86
20
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
120
38,22
0,79
1.214,84
21
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
136
43,31
0,79
1.686,30
22
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
240,5
76,59
0,79
7.509,06
23
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
132
42,04
0,79
1.559,44
24
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
112
35,67
0,79
1.013,95
25
Kelat
Madhuca sericea h.j. lam
279,5
89,01
0,79
11.132,29
26
Kemenyan
Styrax benzoin
101
32,17
0,54
528,63
27
Letung
Galearia aristifera miq.
163
51,91
0,69
2.367,11
28
Letung
Galearia aristifera miq.
175
55,73
0,69
2.851,32
29
Maloi
470
149,68
0,57
31.347,89
30
Medang mender
Endiandra rubescens blume ex miq.
231
73,57
0,75
6.414,48
31
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
383,8
122,23
0,53
17.142,25
63
Lampiran 3 (lanjutan) No
Nama Lokal
32
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
Keliling (cm) 458,4
33
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
251,3
80,03
0,53
5652,20
34
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
13,8
43,95
0,53
1175,43
35
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
17,2
54,78
0,53
2093,14
36
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
161
51,27
0,53
1760,34
37
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb.
137
43,63
0,53
1153,24
38
Medang janggat
123,9
39,46
0,56
936,42
39
Medang kacang
Buchanania arborescens (bl.) Bl. Mastixia trichotoma blume
126
40,13
0,49
856,26
40
Medang kemiri
120
38,22
0.57
876,53
41
Medang kemiri
140
44,59
0,57
1312,71
42
Medang limau
Galearia filiformis boerl.
96
30,57
0,69
591,34
43
Medang limau
Galearia filiformis boerl.
130
41,40
0,69
1308,63
44
Medang merah
121,5
38,69
0,57
905,53
45
Pulai
Alstonia angustiloba miq.
439,2
139,87
0,36
16577,34
46
Pulai
Alstonia angustiloba miq.
142
45,22
0,36
860,47
Nama Latin
Diameter (cm) 145,99
Kerapatan (g.cm-3) 0,53
Biomassa (kg) 27300,70
Subtotal Biomassa (kg/ha)
237855,66
Biomassa Mg/ha
594,64
594639,15
64
Lampiran 3 (lanjutan) Lokasi : Hulu Air Tanjung Tipe lahan : Kebun kayu manis 1
Nama Lokal Kayu manis
2
Kayu manis
3
Kayu manis
4
Kayu manis
5
Kayu manis
6
Kayu manis
7
Kayu manis
8
Kayu manis
9
Kayu manis
10
Kayu manis
11
Kayu manis
12
Kayu manis
13
Kayu manis
14
Kayu manis
15
Kayu manis
16
Kayu manis
17
Kayu manis
18
Kayu manis
19
Kayu manis
20
Kayu manis
21
Kayu manis
22
Kayu manis
23
Kayu manis
24
Kayu manis
25
Kayu manis
26
Kayu manis
27
Kayu manis
28
Kayu manis
29
Kayu manis
No
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm)
Diameter (cm)
Kerapatan (g.cm-3)
Biomassa (kg)
66,5
21,18
0,57
186,68
49
15,61
0,57
83,87
18
5,73
0,57
6,08
31
9,87
0,57
25,27
63
20,06
0,57
162,03
36
11,46
0,57
37,40
59
18,79
0,57
136,44
66,5
21,18
0,57
186,68
27
8,60
0,57
17,60
29
9,24
0,57
21,22
33
10,51
0,57
29,77
81
25,80
0,57
313,00
52
16,56
0,57
98,00
78
24,84
0,57
283,53
75
23,89
0,57
255,84
41
13,06
0,57
52,58
61
19,43
0,57
148,89
49
15,61
0,57
83,87
26
8,28
0,57
15,94
22
7,01
0,57
10,29
24
7,64
0,57
12,93
27,5
8,76
0,57
18,47
33
10,51
0,57
29,77
51
16,24
0,57
93,14
40
12,74
0,57
49,28
57
18,15
0,57
124,65
51
16,24
0,57
93,14
44,5
14,17
0,57
65,17
35
11,15
0,57
34,74
65
Lampiran 3 (lanjutan) Lokasi : Hulu Air Tanjung Tipe lahan : Kebun kayu manis No
Nama Lokal
30
Kayu manis
31
Kayu manis
32
Kayu manis
33
Kayu manis
34
Kayu manis
35
Kayu manis
36
Kayu manis
37
Kayu manis
38
Kayu manis
39
Kayu manis
40
Kayu manis
41
Kayu manis
42
Kayu manis
43
Kayu manis
44
Kayu manis
45
Kayu manis
46
Kayu manis
47
Kayu manis
48
Kayu manis
49
Kayu manis
50
Kayu manis
51
Kayu manis
52
Kayu manis
53
Kayu manis
54
Kayu manis
55
Kayu manis
56
Kayu manis
57
Kayu manis
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm)
Diameter (cm)
Kerapatan (g.cm-3)
Biomassa (kg)
44
14,01
0,57
63,26
28
8,92
0,57
19,36
71
22,61
0,57
221,62
61
19,43
0,57
148,89
23
7,32
0,57
11,56
72
22,93
0,57
229,89
21
6,69
0,57
9,11
32
10,19
0,57
27,47
41
13,06
0,57
52,58
38
12,10
0,57
43,09
92
29,30
0,57
436,95
36,5
11,62
0,57
38,77
61
19,43
0,57
148,89
51
16,24
0,57
93,14
39
12,42
0,57
46,12
81
25,80
0,57
313,00
33
10,51
0,57
29,77
50
15,92
0,57
88,43
52
16,56
0,57
98,00
41
13,06
0,57
52,58
48
15,29
0,57
79,46
89,5
28,50
0,57
406,53
41
13,06
0,57
52,58
23
7,32
0,57
11,56
21
6,69
0,57
9,11
59
18,79
0,57
136,44
48
15,29
0,57
79,46
68
21,66
0,57
197,92
66
Lampiran 3 (lanjutan) No
Nama Lokal
58
Kayu manis
59
Kayu manis
Keliling (cm)
Nama Latin Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
Diameter (cm)
Kerapatan (g.cm-3)
61
19,43
0,57
148,89
73
23,25
0,57
238,35
Subtotal
Lokasi Tipe lahan
: Hulu Air Tanjung : Kebun kayu manis
No
Nama Lokal
1
Kayu manis
2
Kayu manis
3
Kayu manis
4
Kayu manis
5
Kayu manis
Lokasi Tipe lahan No Plot 1 2
Lokasi Tipe lahan No Plot 1 2
Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl. Cinnamomum burmanii (ness) Bl.
: Hulu Air Tanjung : Hutan alam Berat Basah (gram) Daun Batang Serasah 60 102 204 165 400 400 Total Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
: Hulu Air Tanjung : Kebun kayu manis
15.5227,48
Biomassa Mg/ha
155,23
Diameter (cm)
Kerapatan (g.cm-3)
Biomassa (kg)
98
31,21
0,57
515,61
102
32,48
0,57
572,59
98
31,21
0,57
515,61
98
31,21
0,57
515,61
113
35,99
0,57
748,82
Subtotal
2.868,25
Biomassa (kg/ha) Biomassa Mg/ha
7.170,63 7,17
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Daun 30 50 80 5,9
Batang
80 100
135 85
Serasah
Berat Kering (gram) Batang Serasah 35 95 180 124 215 219 295 219 4,38
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Berat Basah (gram) Daun
6.209,10
Biomassa (kg/ha)
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm)
Nama Latin
Biomassa (kg)
Berat Kering (gram) Daun
405 440 Total Total (gram/ha)
50 50 100
Biomassa (Mg/ha)
4,75
237,5
Batang
Serasah
77,5 60 137,5
207 197,2414 404,2414 404,2414 8,08
67
Lampiran 3 (lanjutan) Lokasi : Hulu Air Tanjung Tipe lahan : Semak belukar
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Berat Basah (gram)
No Plot
Daun
Batang
Berat Kering (gram)
Serasah
Daun
450
1730
330
165
991,8667
176
2
120
450
670
65
202,5
322,5926
Total
230
1194,367
498,5926
1424,367
Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan 1 2 3
Serasah
1
Total (gram/ha)
No
Batang
28,49
: Hulu Air Tanjung : Hutan alam
Keliling (cm) 20,4 56 81
Dimeter (cm) 6,50 17,83 25,80
9,97
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (cm) 11 6 7
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4 0,4 0,4
5519,17
Biomassa (kg/ha)
5,51
Biomassa (Mg/ha)
: Hulu Air Tanjung : Hutan alam
1
Keliling (cm) 97
2
Biomassa (kg) 14,58 59,92 146,26 220,77
Subtotal
Lokasi Tipe lahan
498,5926
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi mati
30,89
Tinggi (cm) 1,2
104,5
33,28
10
0,4
347,78
3
112
35,67
3
0,4
119,85
4
119
37,90
5
0,4
225,49
No
Dimeter (cm)
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4
Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Lokasi Tipe lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8
: Hulu Air Tanjung : Kebun kayu manis
Keliling (cm) 34 47 52 55,5 58 64 68 81
Diameter (cm) 10,83 14,97 16,56 17,68 18,47 20,38 21,66 25,80
Biomassa (kg) 35,96
729,07 1822,69 1,82
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 2 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (cm) 3 2 3 4 4 5 4 2 Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Biomassa (kg) 11,04 14,07 25,83 39,24 42,85 65,22 58,90 41,79 298,9586 7473,965 7,47
68
Lampiran 3 (lanjutan) Total biomassa hutan alam Hulu Air Tanjung Ukuran plot
Biomassa (Mg/ha)
0.5x0.5 5x40
10,28 82,86
20x100 Vegetasi mati
594,64 7,33
JUMLAH
695,11
Total biomassa kebun kayu manis Hulu Air Tanjung Ukuran plot
Biomassa (Mg/ha)
0.5x0.5
12,83
5x40 20x100
155,23 7,17
Vegetasi mati JUMLAH
7,47 182,7
Total biomassa semak belukar Hlu Air Tanjung Ukuran plot
Biomassa (Mg/ha)
0.5x0.5
38,46
JUMLAH
38,46
69
Lampiran 4 Data pengukuran biomassa di Hutan Adat Gunung Batuah Lokasi : Gunung Batuah Ukuran plot : 50 m x 40 m x 7 Tipe lahan : Hutan alam Jenis vegetasi : vegetasi hidup No
Nama lokal
Nama latin Laportea stimumans Miq.
Keliling (cm) 24
Diameter (cm) 7,64
Kerapatan (gram.cm-3) 0,38
Biomassa (kg) 8,62
1
Anak pulus
2
Anak lareh
31
9,87
0,57
25,27
3
Anak lareh
33
10,51
0,57
29,77
4
Anak lareh
26
8,28
0,57
15,94
5
Anak lareh
32
10,19
0,57
27,47
6
Anak lareh
29
9,24
0,57
21,22
7
Anak lareh
27,5
8,76
0,57
18,47
8
Anak lareh
21
6,69
0,57
9,11
9
Anak lareh
41
13,06
0,57
52,58
10
Anak lareh
23
7,32
0,57
11,56
11
Anak lareh
27,5
8,76
0,57
18,47
12
Anak lareh
26
8,28
0,57
15,94
13
Anak lareh
17
5,41
0,57
5,24
14
Anak lareh
21
6,69
0,57
9,11
15
Anak lareh
19
6,05
0,57
7,01
16
Anak lareh
22
7,01
0,57
10,29
17
Anak lareh
24
7,64
0,57
12,93
18
Anak lareh
29
9,24
0,57
21,22
19
Anak lareh
22
7,01
0,57
10,29
20
Anak lareh
29
9,24
0,57
21,22
21
Anak lareh
28
8,92
0,57
19,36
22
Anak lareh
21,5
6,85
0,57
9,69
23
Anak lareh
29
9,24
0,57
21,22
24
Anak lareh
20
6,37
0,57
8,02
25
Anak lareh
19
6,05
0,57
7,01
26
Anak lareh
20,5
6,53
0,57
8,55
27
Anak lareh
28
8,92
0,57
19,36
28
Anak lareh
27
8,60
0,57
17,60
29
Anak lareh
18
5,73
0,57
6,08
30
Anak lareh
22
7,01
0,57
10,29
31
Anak lareh
21,8
6,94
0,57
10,05
32
Anak lareh
69
21,97
0,57
205,63
33
Anak lareh
21
6,69
0,57
9,11
34
Anak lareh
42
13,38
0,57
56,00
35
Anak lareh
19
6,05
0,57
7,01
36
Aro munting
Neonauclea excelsa Merrill
27
8,60
0,77
23,77
37
Balik angin
Firminia malayana Kosterm.
54
17,20
0,38
72,13
38
Balik angin
Firminia malayana Kosterm.
53
16,88
0,38
68,68
39
Balik angin
Firminia malayana Kosterm.
19
6,05
0,38
4,67
40
Balik angin
Firminia malayana Kosterm.
91
28,98
0,38
283,08
70
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe hutan : Hutan alam No
Nama lokal
Ukuran plot : 50 m x 40 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Nama latin Firminia malayana Kosterm.
Keliling (cm) 92,5
Diameter (cm) 29,46
Kerapatan (gram.cm-3) 0,38
Biomassa (kg) 295,47
41
Balik angin
42
Bayo
83
26,43
0,57
333,65
43
Bayo
23
7,32
0,57
11,56
44
Bayo
92
29,30
0,57
436,95
45
Bayo
59
18,79
0,57
136,44
46
Benit
Galearia maingayi Hook.f
53
16,88
0,69
124,71
47
Benit
Galearia maingayi Hook.f
59
18,79
0,69
165,17
48
Benit
Galearia maingayi Hook.f
44
14,01
0,69
76,58
49
Benit
Galearia maingayi Hook.f
39
12,42
0,69
55,83
50
Benit
Galearia maingayi Hook.f
32
10,19
0,69
33,25
51
Benit
Galearia maingayi Hook.f
32
10,19
0,69
33,25
52
Benit
Galearia maingayi Hook.f
34
10,83
0,69
38,97
53
Benit
Galearia maingayi Hook.f
49
15,61
0,69
101,53
54
Benit
Galearia maingayi Hook.f
85
27,07
0,69
429,90
55
Benit
Galearia maingayi Hook.f
59
18,79
0,69
165,17
56
Benit
Galearia maingayi Hook.f
42,5
13,54
0,69
69,93
57
Benit
Galearia maingayi Hook.f
18
5,73
0,69
7,36
58
Benit
Galearia maingayi Hook.f
59
18,79
0,69
165,17
59
Dedap
22,5
7,17
0,57
10,92
60
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
33
10,51
0,76
39,70
61
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
72
22,93
0,76
306,52
62
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
86
27,39
0,76
488,24
63
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
23
7,32
0,76
15,42
64
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
33
10,51
0,76
39,70
65
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
74
23,57
0,76
329,33
66
Pulus
Laportea stimulans Miq.
45
14,33
0,38
44,73
67
Pulus
Laportea stimulans Miq.
24
7,64
0,38
8,62
68
Pulus
Laportea stimulans Miq.
53
16,88
0,38
68,68
69
Pulus
Laportea stimulans Miq.
49
15,61
0,38
55,92
70
Pulus
Laportea stimulans Miq.
35
11,15
0,38
23,16
71
Pulus
Laportea stimulans Miq.
29
9,24
0,38
14,15
72
Pulus
Laportea stimulans Miq.
19
6,05
0,38
4,67
73
Pulus
Laportea stimulans Miq.
23
7,32
0,38
7,71
74
Pulus
Laportea stimulans Miq.
31
9,87
0,38
16,85
75
Kayu bawang
Dysoxylum euphlebium Merr.
71,5
22,77
0,65
257,41
76
Kayu bawang
Dysoxylum euphlebium Merr.
64
20,38
0,65
192,55
77
Kayu labu
Aglaia argentea Blume
80,5
25,64
0,79
426,82
78
Kayu labu
Aglaia argentea Blume
43
13,69
0,79
82,56
79
Kayu labu
Aglaia argentea Blume
24,5
7,80
0,79
18,91
80
Kayu labu
Aglaia argentea Blume
40
12,74
0,79
68,31
71
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe lahan : Hutan alam No
Nama lokal
Ukuran plot : 50 m x 40 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Nama latin
Keliling (cm) 40
Diameter (cm) 12,74
Kerapatan (gram.cm-3) 0,79
Biomassa (kg) 68,31
81
Kayu labu
Aglaia argentea Blume
82
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
63
20,06
0,79
224,56
83
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
32
10,19
0,79
38,07
84
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
18,5
5,89
0,79
9,06
85
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
55
17,52
0,79
157,33
86
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
31
9,87
0,79
35,03
87
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
23
7,32
0,79
16,02
88
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
80
25,48
0,79
419,91
89
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
63
20,06
0,79
224,56
90
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
38
12,10
0,79
59,72
91
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
36
11,46
0,79
51,83
92
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
43
13,69
0,79
82,56
93
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
92
29,30
0,79
605,60
94
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
92
29,30
0,79
605,60
95
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
69
21,97
0,79
285,00
96
Kerakap
Ficus subulata Blume
41
13,06
0,57
52,58
97
Kerakap
Ficus subulata Blume
53
16,88
0,57
103,02
98
Kerakap
Ficus subulata Blume
30
9,55
0,57
23,19
99
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
54
17,20
0,53
100,60
100
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
64
20,38
0,53
157,00
101
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
38
12,10
0,53
40,06
102
Medang hijau
Gomphandra javanica (Bl.) Val.
18
5,73
0,57
6,08
103
Medang hijau
Gomphandra javanica (Bl.) Val.
67
21,34
0,57
190,38
104
Medang hijau
Gomphandra javanica (Bl.) Val.
44
14,01
0,57
63,26
105
Medang hijau
Gomphandra javanica (Bl.) Val.
39
12,42
0,57
46,12
106
Medang kacang
Mastixia trichotoma Blume
29
9,24
0,49
18,24
107
Medang kanis
Aglaia argentea Blume
87
27,71
0,76
503,26
108
Medang manggus
30,5
9,71
0,57
24,22
109
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
61
19,43
0,65
169,79
110
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
36
11,46
0,65
42,64
111
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
37
11,78
0,65
45,82
112
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
24
7,64
0,65
14,74
113
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
33
10,51
0,65
33,95
114
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
21
6,69
0,65
10,39
115
Medang sekawar
Baccaurea racemosa Muell.Arg.
26
8,28
0,65
18,18
116
Medang telampung
Litsea angulata Blume
70
22,29
0,45
168,58
117
Medang telampung
Litsea angulata Blume
72
22,93
0,45
181,49
118
Medang telampung
Litsea angulata Blume
87
27,71
0,45
297,98
119
Medang telampung
Litsea angulata Blume
27
8,60
0,45
13,89
120
Medang telampung
Litsea angulata Blume
71
22,61
0,45
174,96
72
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe lahan : Hutan alam
Ukuran plot : 50 m x 40 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
121
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
Keliling (cm) 62
122
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
27
8,60
0,67
20,69
123
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
31
9,87
0,67
29,71
124
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
33
10,51
0,67
35,00
125
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
37
11,78
0,67
47,23
126
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
32
10,19
0,67
32,29
127
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
60
19,11
0,67
167,60
128
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
35
11,15
0,67
40,83
129
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
21
6,69
0,67
10,71
130
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
18
5,73
0,67
7,15
131
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
80
25,48
0,67
356,13
132
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
75
23,89
0,67
300,73
133
Melasin
Morinda citrifolia Hunter
32
10,19
0,67
32,29
134
Melatan
Turpinia montana Kurz
19
6,05
0,67
7,38
135
Petai belalang
21
6,69
0,46
7,35
136
Petai belalang
59
18,79
0,46
110,11
137
Tutup
Archidendron clypearia (Jack) I. Nielsen Archidendron clypearia (Jack) I. Nielsen Ficus variegata Blume
76
24,20
0,46
213,76
Subtotal Biomassa Biomassa
kg/ha mg/ha
No
Nama lokal
Lokasi Tipe lahan No
Nama latin
: Gunung Batuah : Hutan alam
Nama Lokal
Nama Latin
Diameter (cm) 19,75
Kerapatan (gram.cm-3) 0,67
Biomassa (kg) 182,63
13405,98 95757,03 95,76
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm) 241
Diameter (cm) 76,75
Kerapatan (gram.cm-3) 0,76
Biomassa (kg) 7263,32
1
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
2
Aro
Cyrtandra coccinea Blume
372
118,47
0,57
16987,69
3
Aro
Cyrtandra coccinea Blume
171
54,46
0,57
2216,98
4
Aro
Cyrtandra coccinea Blume
316
100,64
0,57
11078,78
5
Bayo
118
37,58
0,57
838,77
6
Bayo
210
66,88
0,57
3797,75
7
Bayo
160
50,96
0,57
1862,54
8
Bayo
144
45,86
0,57
1413,26
9
Bayo
98
31,21
0,57
515,61
241
76,75
0,57
5447,49
100
31,85
0,57
543,64
260
82,80
0,57
6645,72
10
Bayo
11
Benit
12
Dedap
13
Aro
Cyrtandra coccinea Blume
315
100,32
0,57
10987,16
14
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
112
35,67
0,76
975,44
15
Empeni
Castanopsis malaccensis Gamble
152
48,41
0,76
2171,10
Galearia maingayi Hook.f
73
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe lahan : Hutan alam No
Nama Lokal
Nama Latin
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Keliling (cm) 112
Diameter (cm) 35,67
Kerapatan (gram.cm-3) 0,57
Biomassa (kg) 731,58
16
Gelam
17
kayu aro
Sterculia sp.
215
68,47
0,44
3118,02
18
kayu aro
Sterculia sp.
241
76,75
0,44
4205,08
19
kayu aro
Sterculia sp.
201,8
64,27
0,44
2641,09
20
kayu aro
Sterculia sp.
253,8
80,83
0,44
4815,68
21
kayu aro
Sterculia sp.
172
54,78
0,44
1737,70
22
kayu aro nasi
213,5
67,99
0,57
3965,83
23
kayu aro nasi
293
93,31
0,57
9088,77
24
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
193
61,46
0,65
3471,45
25
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
245
78,03
0,65
6485,83
0,65
2302,28
26
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
165
52,55
27
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
131
41,72
0,65
1257,77
28
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
147
46,82
0,65
1701,07
29
kayu bawang
Dysoxsylum euphlebium Merr
123
39,17
0,65
1066,35
30
kayu bintang
Bischofia javanica Blume
112
35,67
0,57
731,58
31
kayu nasi
113
35,99
0,57
748,82
32
kayu nasi
160
50,96
0,57
1862,54
33
kelat
180
57,32
0,79
3514,62
0,79
3514,62
Madhuca sericea H.J. Lam
34
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
180
57,32
35
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
165
52,55
0,79
2798,16
36
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
160
50,96
0,79
2581,42
37
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
143
45,54
0,79
1923,29
38
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
150
47,77
0,79
2179,83
39
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
232
73,89
0,79
6833,49
40
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
130
41,40
0,79
1498,29
41
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
139
44,27
0,79
1785,51
0,79
2623,90
42
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
161
51,27
43
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
112
35,67
0,79
1013,95
44
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
210
66,88
0,79
5263,55
45
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
114
36,31
0,79
1062,07
46
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
139
44,27
0,79
1785,51
47
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
126
40,13
0,79
1380,50
48
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
180
57,32
0,79
3514,62
49
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
210
66,88
0,79
5263,55
50
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
124
39,49
0,79
1323,82
0,79
5598,26
51
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
215
68,47
52
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
115
36,62
0,79
1086,66
53
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
163
51,91
0,79
2710,16
54
kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
165
52,55
0,79
2798,16
74
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe hutan : Hutan alam No
Nama Lokal
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup
Nama Latin
Keliling (cm) 235
Diameter (cm) 74,84
Kerapatan (gram.cm-3) 0,79
Biomassa (kg) 7067,44
154
49,04
0,79
2335,44
95
30,25
0,79
658,72
55 56
Kelat Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam Madhuca sericea H.J. Lam
57
Kelat
Madhuca sericea H.J. Lam
58
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
130
41,40
0,91
1725,88
59
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
170
54,14
0,91
3485,42
60
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
160
50,96
0,91
2973,53
61
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
97
30,89
0,91
801,35
62
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
269
85,67
0,91
11599,24
63
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
193
61,46
0,91
4860,03
64
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
380
121,02
0,91
28675,53
65
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
290
92,36
0,91
14124,11
66
Kelenza
Nephelium lappaceum L.
152
48,41
0,91
2599,61
67
Kemang
Lepionurus sylvestris Blume
103
32,80
0,57
587,42
68
Letung
Galearia aristifera Miq.
173
55,10
0,69
2766,73
69
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
310
98,73
0,53
9796,72
70
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
147
46,82
0,53
1387,03
71
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
230
73,25
0,53
4481,67
72
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
273
86,94
0,53
7021,97
73
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
139
44,27
0,53
1197,88
74
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
210
66,88
0,53
3531,24
75
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
175
55,73
0,53
2190,14
76
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
330
105,10
0,53
11540,36
77
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
179,5
57,17
0,53
2340,79
78
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
130
41,40
0,53
1005,18
79
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
189
60,19
0,53
2679,43
80
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
222,5
70,86
0,53
4108,82
81
Medang giring
Vitex heterophylla Roxb
269
85,67
0,53
6755,60
82
Medang janggat
168
53,50
0,56
2079,39
83
Medang janggat
210
66,88
0,56
3731,12
84
Medang kanis
Buchanania arborescens (Bl.) Bl. Buchanania arborescens (Bl.) Bl. Aglaia argentea Blume
125
39,81
0,79
1351,97
85
Medang kemiri
145
46,18
0,57
1439,12
86
Medang kemiri
135
42,99
0,57
1193,40
87
Medang kepayang
180,5
57,48
0,57
2554,36
88
Medang mansurai
115
36,62
0,57
784,04
89
Medang sekawar
90
Medang sekawar
Fahrenheitia pendula (Hassk.) Airy Shaw Baccaurea racemosa Muell.Arg. Baccaurea racemosa Muell.Arg.
260 113
82,80 35,99
0,65 0,65
7578,45 853,92
75
Lampiran 4 (Lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe lahan : Hutan alam
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup 104
Diameter (cm) 33,12
0,65
Biomassa (kg) 687,03
279
88,85
0,45
6311,50
Litsea angulata Blume
120
38,22
0,45
692,00
medang telampung
Litsea angulata Blume
ribu-ribu surian
Podocarpus neriifolia D.Don Toona sureni Merrill
312
99,36
0,45
8459,30
113
35,99
0,76
998,43
surian
Toona sureni Merrill
220
70,06
0,39
2935,28
340
108,28
0,39
9182,83
98
surian
Toona sureni Merrill
121
38,54
0,39
612,91
99
surian
Toona sureni Merrill
317
100,96
0,39
7643,23
100
surian
Toona sureni Merrill
135
42,99
0,39
816,54
101
surian
Toona sureni Merrill
232
73,89
0,39
3373,50
102
surian
Toona sureni Merrill
131
41,72
0,39
754,66
103
surian
Toona sureni Merrill
140
44,59
0,39
898,17
104
telap
Morus cf. alba L.
127
40,45
0,76
1355,86
105
telap
Morus cf. alba L.
112
35,67
0,76
975,44
106
telap
Morus cf. alba L.
103,5
32,96
0,76
793,22
107
tutup
Ficus variegata Blume
98
31,21
0,465
420,63
108
langghadeung
110
35,03
0,76
930,46
109
langghadeung
Siphonodon celastrineus Griff. Siphonodon celastrineus Griff.
99
31,53
0,76
706,02
No
Nama Lokal
Nama Latin
91
Medang sekawar
92
Medang telampung
Baccaurea racemosa Muell.Arg. Litsea angulata Blume
93
medang telampung
94 95 96 97
Keliling (cm)
Kerapatan (gram.cm-3)
397140,67
Subtotal
Lokasi Tipe lahan No Plot 1 2 3 4 5 6 7
: Gunung Batuah : Hutan alam Daun 250 190 220 175 185 230 180
Berat Basah (gram) Batang Serasah 360 460 235 260 290 210 300 320 220 420 310 350 425 275 Total Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
Biomassa
kg/ha
283671,91
Biomassa
Mg/ha
283,67
Ukuran plot : 0,5 m x 0,5 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi hidup Berat Kering (gram) Daun Batang Serasah 132,50 151,20 199,33 93,10 94,00 62,40 112,20 127,60 126,00 80,00 140,00 149,33 101,75 96,80 231,00 142,60 155,00 191,33 99,00 170,00 137,50 761,15 934,60 1096,90 1695,75 1096,90 9,69 6,27
76
Lampiran 4 (lanjutan) Lokasi : Gunung Batuah Tipe lahan : Hutan alam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lokasi Tipe lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Keliling (cm) 23 49 51 56 57 63 70 71 75 79 80 81 84
Diameter (cm) 7,32 15,61 16,24 17,83 18,15 20,06 22,29 22,61 23,89 25,16 25,48 25,80 26,75
Ukuran plot : 5 m x 40 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (cm) 3 3 3 1 2 2 2 8 4 6 2 3 4 Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
: Gunung Batuah : Hutan alam Keliling (cm) 95 99,5 110 110 110 113,5 115 120 124,9 125,5 127 143 153 169 172 190 205,5 215 230 230 200
Diameter (cm) 30,25 31,69 35,03 35,03 35,03 36,15 36,62 38,22 39,78 39,97 40,45 45,54 48,73 53,82 54,78 60,51 65,45 68,47 73,25 73,25 63,69
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Biomassa (kg) 5,05 22,94 24,85 9,99 20,69 25,28 31,21 128,43 71,66 119,25 40,76 62,68 89,89 652,69 4662,102 4,66
Ukuran plot : 20 m x 100 m x 7 Jenis vegetasi : vegetasi mati Tinggi (cm) 3 4 8 6 10 3 2 3 4 7 8 4 4 8 10 6 13 5 11 4 16
Kerapatan (gram.cm-3) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Subtotal Biomassa (kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Biomassa (kg) 86,23 126,12 308,28 231,21 385,35 123,08 84,24 137,58 198,73 351,12 410,93 260,50 298,20 727,67 942,17 689,81 1748,39 736,07 1853,18 673,89 2038,22 12410,94 8864,956 8,86
77
Lampiran 4 (lanjutan) Total biomassa hutan alam Gunung Batuah Ukuran plot
Biomassa (Mg/ha)
0.5x0.5
15,96
5x40
95,76
20x100 Vegetasi mati JUMLAH
283,67 13,52 408,91
78
Lampiran 5 Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Tahun 1988. CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT
Image File User Name Date
: d:/hray/data citra dkk/ 1988ke3/lempur88+awan.img : Harry Tri Atmojo A : Wed May 04 18:08:17 2011
ACCURACY TOTALS Class Name
Reference Totals
Classified Totals
Number Correct
Producers Accuracy
Users Accuracy
2
2
2
-
-
26
28
25
96,15%
89,29%
Kebun ayu manis
6
1
0
0,00%
0,00%
Semak belukar
1
2
1
100,00%
50,00%
Lahan terbuka
0
2
0
Awan dan bayangan
18
18
18
100,00%
100,00%
Totals
53
53
46
Hutan sekunder
Overall Classification Accuracy =
87,50% ----- End of Accuracy Totals -----
79
Lampiran 6 Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Tahun 2008. CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File User Name Date
: d:/hray/data citra dkk /2008new/lempur2008+awan.img : Harry Tri Atmojo A : Wed May 04 18:15:57 2011
ACCURACY TOTALS Class Name
Reference Totals
Classified Totals
Number Correct
Hutan sekunder Kebun kayu manis Semak belukar Lahan terbuka Awan dan bayangan
3 24 7 1 0 18
3 24 7 0 1 18
3 22 5 0 0 18
Totals
53
53
48
Overall Classification Accuracy =
Producers Accuracy 91,67% 71,43% 100,00%
91,07% ----- End of Accuracy Totals -----
Users Accuracy 91,67% 71,43% 100,00%
80
Lampiran 7 Daftar distribusi ground control point (GCP) No
Tanggal
Lokasi
Lat
Lon
1
04/09/2010
Hutan sekunder
-2,2667
101,5794
2
04/09/2010
Hutan sekunder
-2,2667
101,5798
3
04/09/2010
Hutan sekunder
-2,2669
101,5798
4
04/09/2010
Semak belukar
-2,2667
101,5783
5
04/09/2010
Hutan sekunder bk plot1
-2,269444
101,54861
6
04/09/2010
Kayu manis bk plot1
-2,268541
101,580002
7
04/09/2010
Hutan sekunder
-2,265306
101,5755
8
06/09/2010
Semak belukar
-2,2667
101,5782
9
06/09/2010
Semak belukar
-2,2667
101,5784
10
06/09/2010
Kayu manis
-2,2654
101,5768
11
06/09/2010
Hutan sekunder
-2,2651
101,5759
12
06/09/2010
Hutan sekunder
-2,2621
101,5748
13
06/09/2010
Hutan sekunder bk plot2
-2,263083
101,575472
14
06/09/2010
Kayu manis bk plot2
-2,267722
101,574861
15
06/09/2010
Semak belukar bk plot1
-2,263
101,575917
16
18/9/2010
Kayu manis
-2,2522
101,5231
17
18/9/2010
Hutan sekunder
-2,2544
101,5228
18
18/9/2010
Hutan sekunder bs plot1
-2,250417
101,52225
19
18/9/2010
Semak belukar bs plot1
-2,252904
101,523889
20
19/9/2010
Kayu manis
-2,2545
101,5211
21
19/9/2010
Kayu manis
-2,2519
101,5231
22
19/9/2010
Hutan sekunder bs plot2
-2,2501
101,5222
23
19/9/2010
Kayu manis bs plot1
-2,251806
101,524472
24
21/9/2010
Kayu manis bs plot2
-2,251094
101,524603
25
21/9/2010
Kayu manis bs plot3
-2,251965
101,523112
26
22/9/2010
Hutan sekunder
-2,2705
101,5508
27
22/9/2010
Hutan sekunder
-2,2714
101,5501
28
22/9/2010
Hutan sekunder
-2,2718
101,5477
29
22/9/2010
Hutan sekunder
-2,2857
101,5480
30
22/9/2010
Hutan sekunder gb plot1
-2,281528
101,549667
31
22/9/2010
Hutan sekunder gb plot2
-2,282
101,547583
32
23/9/2010
Hutan sekunder
-2,2960
101,5510
33
23/9/2010
Hutan sekunder
-2,2940
101,5480
34
23/9/2010
Hutan sekunder
-2,2940
101,5500
35
23/9/2010
Hutan sekunder gb plot3
-2,282861
101,548056
36
23/9/2010
Hutan sekunder gb plot4
-2,271334
101,549045
37
25/9/2010
Hutan sekunder
-2,2960
101,5500
38
25/9/2010
Hutan sekunder
-2,2940
101,5520
39
25/9/2010
Hutan sekunder
-2,2970
101,5530
40
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot5
-2,270329
101,550487
41
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot6
-2,271226
101,549225
42
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot7
-2,287667
101,548639
81
Lampiran 7 (lanjutan) No
Tanggal
Lokasi
Lat
Lon
43
25/9/2010
Hutan sekunder
-2,2854
101,5477
44
25/9/2010
Hutan sekunder
-2,2872
101,5471
45
27/9/2010
Hutan sekunder
-2,2950
101,5510
46
27/9/2010
Hutan sekunder
-2,2710
101,5520
47
27/9/2010
Hutan sekunder
-2,2720
101,5470
48
28/9/2010
Hutan sekunder
-2,2685
101,5724
49
28/9/2010
Hutan sekunder
-2,2697
101,5727
50
28/9/2010
Hutan sekunder
-2,2705
101,5706
51
28/9/2010
Kayu manis
-2,2685
101,5716
52
28/9/2010
Semak belukar bk plot2
-2,262889
101,576417
53
28/9/2010
Hutan sekunder
-2,266725
101,578222
Keterangan : bk : Bukit kemulau bs : Bukit setangis gb : Gunung batuah
82
Lampiran 8 Daftar distribusi plot contoh pengukuran karbon No
Tanggal
Lokasi
Lat
Lon
1
04/09/2010
Hutan sekunder bk plot1
-2,26944
101,5749
2
04/09/2010
Kayu manis bk plot1
-2,26854
101,58
3
06/09/2010
Hutan sekunder bk plot2
-2,26308
101,5755
4
06/09/2010
Kayu manis bk plot2
-2,26772
101,5749
5
06/09/2010
Semak belukar bk plot1
-2,263
101,5759
6
18/9/2010
Hutan sekunder bs plot1
-2,25042
101,5223
7
18/9/2010
Semak belukar bs plot1
-2,2529
101,5239
8
19/9/2010
Hutan sekunder bs plot2
-2,2501
101,5222
9
19/9/2010
Kayu manis bs plot1
-2,25181
101,5245
10
21/9/2010
Kayu manis bs plot2
-2,25109
101,5246
11
21/9/2010
Kayu manis bs plot3
-2,25197
101,5231
12
22/9/2010
Hutan sekunder gb plot1
-2,28153
101,5497
13
22/9/2010
Hutan sekunder gb plot2
-2,282
101,5476
14
23/9/2010
Hutan sekunder gb plot3
-2,28286
101,5481
15
23/9/2010
Hutan sekunder gb plot4
-2,27133
101,549
16
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot5
-2,27033
101,5505
17
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot6
-2,27123
101,5492
18
25/9/2010
Hutan sekunder gb plot7
-2,28767
101,5486
19
28/9/2010
Semak belukar bk plot2
-2,26289
101,5764
Keterangan : bk : Bukit kemulau bs : Bukit setangis gb : Gunung batuah