PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI
ARGA PANDIWIJAYA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI
ARGA PANDIWIJAYA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN ARGA PANDIWIJAYA (E34063181). Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO. Perubahan iklim merupakan dampak langsung dari adanya pemanasan global. Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. Solusi mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan global dapat dilakukan dengan dua aspek yaitu adaptasi dan mitigasi. Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan cara mitigasi efektif dalam menekan perubahan iklim. Hutan merupakan kawasan yang mampu menyerap dan menyimpan cadangan karbon melalui proses fotosintesis. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan yang memiliki hutan dengan beberapa tipe perubahan penggunaan lahan akibat aktifitas manusia maupun proses alami. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap besarnya cadangan karbon tersimpan TNGM, padahal hutan TNGM dapat dijadikan baseline cadangan karbon sebagai suatu kawasan penyerap dan penyimpan karbon. Penelitian bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon TNGM pada periode 1991−2001, 1991−2009 dan 2001−2009. Pengukuran cadangan karbon di lapang dilakukan selama 3 bulan yaitu Juni sampai Agustus 2010. Bahan yang digunakan berupa Landsat 5 TM dan Landsat 7 ETM (Path 120 Row 065) serta peta rupa bumi dan tata batas kawasan. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah dengan menggunakan metode tidak merusak untuk pohon dan metode merusak untuk tumbuhan bawah, semak dan padang rumput. Pengolahan data pendugaan biomassa menggunakan persamaan allometrik yang kemudian akan dikonversi untuk mendapatkan nilai karbon. Total pengukuran karbon sebanyak 35 plot dari berbagai tipe penggunaan lahan, yaitu hutan sekunder, hutan tanaman campuran, hutan tanaman pinus, perdu, bambu, semak dan padang rumput. Tipe penggunaan lahan yang memiliki cadangan karbon terbesar adalah hutan sekunder (172.08 Mg.ha-1) dan yang memiliki cadangan karbon terkecil adalah semak dan padang rumput (3.62 Mg.ha-1). Cadangan karbon tersimpan periode 1991-2001 mengalami kemerosotan sebesar 157458.71 Mg, periode 1991−2009 berkurang sebesar 145391.26 Mg dan periode 2001−2009 mengalami kenaikan sebesar 12067.45 Mg. Kecenderungan cadangan karbon merapi mengalami penurunan pada periode 1991 sampai 2001, sedangkan pada periode 2009 cenderung meningkat walaupun peningkatan cadangan karbon sangat kecil. Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Merapi, cadangan karbon, penggunaan lahan, biomassa, allometrik
SUMMARY ARGA PANDIWIJAYA (E34063181). Carbon Stocks Changes Assessment in Gunung Merapi National Park. Under Supervision of AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO. Climate change is a direct effect of global warming. Global warming means increasing temperature of the earth's which directly related to greenhouse gases (GHG) emissions from human activities. Solutions to accomplish climate change from effect of global warming are adaptation and mitigation. Increasing carbon stocks and reducing GHG emissions from human activities is an effective ways of mitigation climate change. Forest is an area that could absorb and save carbon stocks through photosynthesis. Gunung Merapi National Park (GMNP) is a region that has forests with several types of land use changed because of human activities or natural processes. This change will affect the amount of carbon stock at GMNP, whereas GMNP forest can used as be baseline of carbon sink area and carbon stock. The study aimed to assess carbon stocks changes within period of 1991−2001, 1991−2009, and 2001−2009. Carbon stocks measurement was conducted in 3 months from June to August 2010. Materials used in the research are Landsat 5 TM and Landsat 7 ETM (Path 120 Row 065), earth visual map, and boundaries region map. Carbon stocks above ground measured by using non-destructive methods for trees and destructive methods for ground cover, bushes, and grassland. Processing data of biomass assessment using allometry equation which will be converted to carbon values. Carbon measurement was conducted at 35 plots from various types of land used, namely secondary forest, mixed plantation forest, pine plantation forest, shrub, bamboo, bush, and grassland. The largest land used carbon stocks was secondary forest (172.08 Mg.ha-1) and the smallest carbon stocks were shrub and grassland (3.62 Mg.ha-1). Carbon stocks in period 1991−2001 was declined 157458.71 Mg and in period 1991-2009 was also reduced of about 145391.26 Mg, but period 2001−2009 was increased by 12067.45 Mg. There was trend of carbon stocks in GMNP declined in period of 1991 to 2001, conversely in 2009 tended to increase although the increasing was very small. Keywords: Gunung Merapi National Park, carbon stocks, land use, biomass, allometry
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Maret 2011
Arga Pandiwijaya NRP E34063181
Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM
: Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi : Arga Pandiwijaya : E34063181
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop NIP. 196209 18 198903 1 002
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP.196203 16 198803 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni,MS NIP. 195809 15 198403 1 003
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillahirabbil „alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, atas seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi”. Salah satu penyebab pemanasan global yaitu meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. Solusi efektif untuk menekan perubahan iklim akibat pemanasan global yaitu dengan meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sebagai gunung aktif di dunia memiliki peran penting dalam menekan perubahan iklim. Perubahan penggunaan lahan di TNGM pada umumnya disebabkan erupsi dan pertambangan pasir. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan perubahan cadangan karbon yang dimiliki TNGM. Perubahan-perubahan ini dapat diketahui dengan aplikasi Sistem Informasi geografi (SIG) dan penginderaan jauh. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing atas masukan dan arahannya. Penghargaan yang tulus kepada Bapak (Alm. Sujadi Sumarta), Ibu (Endang Panularsih) dan adik (Annis Linawati) atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada seluruh staf Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan masyarakat sekitar Gunung Merapi yang telah membantu penulis di lapangan dalam memperoleh data untuk penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pengelola TNGM dan masyarakat sekitar Gunung Merapi untuk pengelolaan kawasan konservasi. Penulis menyadari skripsi masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik akan penulis terima dengan tangan terbuka.
Bogor, Maret 2011
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 01 Pebruari 1988 dari pasangan Bapak Sujadi Sumarta (Alm) dan Ibu Endang Panularsih sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Cibuluh I Bogor diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bogor diselesaikan pada tahun 2003, pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI), lalu penulis memilih departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan
yakni
menjadi
anggota
Himpunan
Mahasiswa
Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), ketua Kelompok Pemerhati Flora (KPF Rafflesia) 2008/2009, anggota Fotografi Konservasi (FOKA) dan anggota pencak silat MERPATI PUTIH. Kegiatan lapang yang pernah diikuti antara lain, Eksplorasi konservasi Flora, Fauna dan Ekowisata (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Simpang Bandung 2008, Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) 2008 di Baturraden dan Cilacap, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2008 di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Eksplorasi konservasi Flora, Fauna dan Ekowisata di Cagar Rawa Dano Banten 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) 2009 di Gunung Walat Sukabumi, Cibadak dan KPH Cianjur, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2009 di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua tercinta Alm. H. Sujadi Sumarta (Bapak), Endang Panularsih (Ibu), Annis Linawati (Adik) serta anggota keluarga lainnya atas doa, kasih sayang, bimbingan, semangat, nasihat, pelajaran, kekuatan dan dukungannya.
2. Dosen pembimbing Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Bapak Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran selama penelitian hingga penulisan skripsi. 3. Dosen penguji Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc, Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS. 4. Dosen beserta staf KPAP atas bimbingan serta pelayanan selama penulis mendapat ilmu di Departemen Konservasi Sumbersaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. 5. Dosen, seluruh staf, dan teman-teman Fakultas Kehutanan dari MNH, THH, dan SVK. 6. Taman Nasional Gunung Merapi yang telah memberikan izin melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional. 7. Seluruh staf Taman Nasional Gunung Merapi baik yang di kantor maupun di lapangan yang memberi bantuan demi kelancaran penelitian. Mbak Silvi, Mbak Sita, Mas Asep dan istri (Mbak Siwa), Mas Dhani dan seluruh pegawai yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 8. Keluarga Om Nono, Bule Titi, Gitta, Adit di Klaten, terima kasih atas seluruh bantuannya selama hidup di Klaten, kasih sayang dan perhatiannya. 9. Keluarga Syafitri Hidayati atas pinjaman motornya (AB3583QU).
10. Seluruh keluarga besarku KSHE 43 Cendrawasih terima kasih atas segala dukungan dan kasih sayang serta bantuan yang tak terhingga sampai akhir penulisan skripsi. 11. Teman seperjuangan penelitian Junef Murtri Susantyo S.Hut dan Alvian Febri Anggana S.Hut. 12. Teman-teman Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan Arif Prasetyo, S.Hut, Jojo, Riki, Muis, Cha-cha, Nano, Haray, Age, Ebay, Gamma dan Amri. 13. Kemas Robby Wirawan S.Hut dan segenap penghuni Wisma LESTARI (Aga, Olop, Ferry, dan Jamhari) atas semangat dan canda tawa. 14. Teman-teman Kelompok Pemerhati Rafflesia 43 (Mika, Aisyah, Dian, Catur, dll) terima kasih bantuan dan kerjasama timnya. 15. Yunus, afroh dan autis. 16. Untuk kamu yang memberikan semangat dan perubahan, terima kasih banyak. Semua yang terekam tidak akan pernah mati. 17. Kakak-kakak kelas dan adik-adik kelas di DKSHE. 18. Keluarga besar HIMAKOVA. 19. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, Maret 2011
Arga Pandiwijaya
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v DAFAR LAMPIRAN ............................................................................. vi BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 3 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emisi Gas Rumah Kaca dan Mitigasi ................................... 4 2.2 Penggunaan Lahan dan Kandungan Karbon Tersimpannya .. 5 2.3 Biomassa dan Karbon Tersimpan ......................................... 7 2.4 Sistem Informasi Geografi (SIG) ......................................... 8 2.5 Kombinasi Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Perubahan Lahan dan Pendugaan Karbon ............................................. 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 13 3.2 Alat dan Bahan .................................................................... 13 3.3 Batasan Masalah Kajian ....................................................... 14 3.4 Data yang Dikumpulkan ...................................................... 14 3.5 Metode Pengambilan Data ................................................... 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan .................................................................. 22 4.2 Letak dan Luas Kawasan ..................................................... 22 4.3 Topografi ............................................................................. 23 4.4 Iklim dan Hidrologi ............................................................. 25 4.5 Geologi dan Tanah ............................................................... 25 4.6 Kondisi Flora dan Fauna ...................................................... 26
iii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Pengambilan Titik ............................................... 28 5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian ................................................ 31 5.3 Penggunaan Lahan ............................................................... 34 5.4 Biomassa Tersimpan dan Cadangan Karbon di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan ................................................... 41 5.5 Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan ............................. 43 5.6 Cadangan Karbon Tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi dan Konsep REDD ..................................... 49 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................... 52 6.2 Saran .................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 53 LAMPIRAN ............................................................................................ 56
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan pada beberapa lokasi penelitian........................................................................................................6 2. Parameter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah serta metode pengukurannya..........................................................................8 3. Saluran citra landsat TM ...............................................................................12 4. Informasi citra satelit landsat yang digunakan ...............................................13 5. Daftar peta pendukung ..................................................................................14 6. Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe pengunaan lahan. ....................................................................................16 7. Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan pada beberapa tipe vegetasi ...........................................................16 8. Persentase nilai konversi karbon dalam biomassa di berbagai tipe penggunaan lahan .............................................................................................................17 9. Kelas penggunaan lahan yang digunakan untuk klasifikasi ulang tipe penutupan lahan di Taman Nasional Gunung Merapi ....................................18 10. Potensi fauna yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi….27 11. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 1991 ......................35 12. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2001 ......................37 13. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2009 ......................39 14. Kandungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan TNGM tahun 2009 .........................................................41 15. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2001) ......................................................................44 16. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2009) ......................................................................46 17. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (2001−2009) ......................................................................48
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Ilustrasi pemisahan penyimpanan data dan presentasi dalam SIG ..................9 2. Uraian subsistem SIG ....................................................................................10 3. Komponen sistem penginderaan jauh ............................................................12 4. Plot contoh untuk pengukuran biomassa ........................................................15 5. Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi ...................................................................19 6. Alur pendugaan karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan ...........20 7. Peta Taman Nasional Gunung Merapi ...........................................................23 8. Peta distribusi ground control point (GCP)....................................................29 9. Peta distribusi plot contoh pengukuran karbon ..............................................30 10. Hutan sekunder Gunung Bibi (kiri) dan Telogo Muncar (kanan) ..................31 11. Hutan tanaman campuran jalur pendakian Selo ............................................32 12. Hutan tanaman pinus Kinahrejo (kiri) dan Dukun Ngargomulyo (kanan) ......33 13. Perdu pada jalur pendakian Selo ...................................................................33 14. Vegetasi bambu Dendrocalamus asper (kiri) dan Gigantochloa apus (kanan) ...........................................................................34 15. Padang rumput Selo (kiri) dan semak belukar Ngargomulyo (kanan) ............34 16. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991 ...........36 17. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2001 ...........38 18. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2009 ...........40 19. Sejarah kecenderungan cadangan karbon TNGM tahun 1991−2009 .............50
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Daftar Spesies Tumbuhan dan Kerapatan Jenis .............................................57 2. Data Pengukuran Biomassa Hutan Sekunder ................................................59 3. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Campuran ...........................70 4. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Pinus ...................................71 5. Data Pengukuran Biomassa Perdu ............................................................. 77 6. Data Pengukuran Biomassa Bambu ........................................................... 78 7. Data Pengukuran Biomassa Semak dan Padang Rumput ........................... 78 8. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 1991 ....................... 80 9. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2001 ....................... 81 10. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2009 ....................... 82 11. Daftar distribusi ground control point (GCP) ............................................ 83 12. Daftar distribusi plot contoh pengukuran karbon ....................................... 85
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan dampak langsung dari adanya pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. GRK merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Istilah GRK digunakan karena sistem kerjanya seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar suhu tetap hangat. Akumulasi berlebihan dari gas-gas seperti CO2, methana (CH4), NOx, CFC dan lain-lain dapat menyebabkan suhu bumi meningkat tinggi. Solusi efektif mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan global dapat dilakukan dengan dua aspek yaitu adaptasi dan mitigasi (CIFOR 2009). Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan solusi efektif dalam menekan perubahan iklim (Bakhtiar et al. 2008). United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) merupakan kesepakatan global untuk melakukan upaya mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Tujuan utama UNFCCC adalah mengurangi emisi GRK sehingga konsentrasi gas-gas tersebut masih dalam batas tidak membahayakan bumi dengan tetap memperhatikan kelangsungan pembangunan. Indonesia merupakan salah satu negara anggota UNFCCC. Setiap tahunnya UNFCCC melakukan pertemuan untuk membahas perkembangan isu perubahan iklim dunia, pertemuan ini dinamakan Conference of the Parties (COP). Pada tahun 2007 Indonesia menjadi tuan rumah COP 13 di Nusa Dua Bali, topik utama COP 13 adalah Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD). Konsep REDD adalah upaya untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. REDD menjanjikan aliran dana yang besar bagi negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia. Menurut Masripatin (2007) dengan laju deforestasi hutan Indonesia tahun 2000−2005 yang mencapai 1.2 juta ha per tahun dan asumsi stok karbon antara 100−300 Mg.ha-1 maka potensi dana REDD untuk wilayah hutan Indonesia diperkirakan sebesar USD 0.31−13.25 Milyar.
2
Hutan alam memiliki banyak fungsi seperti pelestarian plasma nutfah, pengatur tata air maupun sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Hutan alam merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian (Hairiah & Rahayu 2007). Keanekaragaman pohon di hutan alam lebih tinggi karena pada hutan alam banyak terdapat tumbuhan bawah dan serasah. Jumlah karbon yang diserap dan disimpan oleh tanaman diasumsikan sebanding dengan jumlah karbon organik dalam tegakan (Basuki et al. 2004). Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan wilayah hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air. Keunikan kawasan TNGM ialah karena Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di dunia. Sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih dari 80 kali letusan Gunung Merapi, letusan besar Gunung Merapi terjadi tahun 1822, 1872, 1930 dan 2010 (Sudradjat 2010). Dampak sering terjadinya letusan Gunung Merapi dan gangguan manusia maka vegetasi ekosistem merapi sering mengalami suksesi. Faktor gangguan manusia seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian, pengambilan rumput yang berlebihan dan pertambangan pasir dengan menggunakan peralatan berat dapat menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Faktor gangguan TNGM dapat mengakibatkan menurunnya cadangan karbon, padahal kondisi hutan TNGM memiliki peran penting dalam upaya penurunan pemanasan global. Kemampuan vegetasi hutan dalam melakukan proses fotosintesis sangat tinggi terlebih lagi untuk hutan daerah tropis. Hutan tropis memiliki kemampuan tumbuh hingga mencapai dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan pohon di hutan selain tropis. Pertambahan dimensi berbanding lurus dengan kemampuan vegetasi dalam menyerap dan menyimpan karbon. Menjaga hutan dari gangguan manusia dan melakukan rehabilitasi hutan secara tepat dapat menjadikan jumlah biomassa pohon semakin meningkat. Peningkatan biomassa seiring dengan bertambahnya dimensi pohon akan memperbesar kandungan karbon di dalam pohon bahkan hutan. Potensi cadangan karbon yang dimiliki oleh hutan Gunung Merapi memacu untuk melakukan penelitian di TNGM. Penelitian tentang pendugaan jumlah biomassa dan karbon tersimpan dalam suatu kawasan konservasi sampai saat ini masih jarang, oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk menduga
3
jumlah karbon tersimpan pada suatu kawasan yang memiliki tipe penggunaan lahan yang berbeda. Teknologi penginderaan jarak jauh merupakan suatu cara efektif untuk melakukan pemantauan perubahan lahan dari waktu ke waktu. Integrasi data tentang perubahan penutupan vegetasi dari data hasil pendugaan pengukuran karbon tersimpan yang diwakili oleh beberapa skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon secara time series dapat dijadikan sebagai baseline cadangan karbon dan untuk menduga kondisi cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujan untuk menduga perubahan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi pada periode 1991−2001, 1991−2009 dan 2001− 2009.
1.3 Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan baseline cadangan karbon dalam pengelolaan TNGM sebagai suatu kawasan penyerap dan penyimpan karbon.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emisi Gas Rumah Kaca dan Mitigasi Dalam 5 tahun terakhir, global warming telah menjadi isu publik yang penting bagi masyarakat dunia. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Bakhtiar et al. (2008) menerangkan bahwa sejak tahun 1990 sampai 2005 temperatur suhu diseluruh permukaan bumi telah mengalami peningkatan antara 0.15°C sampai 3°C, jika peningkatan suhu terus berlanjut maka diperkirakan tahun 2040 lapisan es di kutub bumi akan habis meleleh. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer juga mengalami kenaikan sebesar 1.5 ppmv per tahun, oleh karena itu diperkirakan dalam 100 tahun mendatang rata-rata temperatur suhu global akan meningkat 1.7°C sampai 4.5°C (Houghton et al. 2001 diacu dalam Lusiana et al. 2005). Peningkatan suhu permukaan bumi tidak dipungkiri merupakan akumulasi dari gas-gas rumah kaca seperti CO2, methana (CH4), NOx, CFC dan lain-lain. Gas rumah kaca (GRK) merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Istilah GRK digunakan karena sistem kerjanya seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar suhu tetap hangat. Sektor peternakan merupakan kontributor terbesar dalam terciptanya emisi gas-gas rumah kaca, selain itu sektor kehutanan juga dianggap sebagai salah satu kontributor yang cukup besar bagi total emisi GRK karena
adanya
aktifitas
deforestasi,
degradasi
dan perambahan
hutan.
Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan cara mitigasi efektif dalam menekan perubahan iklim global (Bakhtiar et al. 2008). Mitigasi merupakan upaya mengurangi sumber GRK maupun menekan peningkatan GRK agar bumi tetap dalam batas tidak membahayakan kehidupan dan agar proses pembangunan tidak terhambat sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Menekan tingkat deforestasi sehingga memperkecil bahaya degradasi hutan merupakan salah satu upaya efektif yang dapat diterapkan
5
2.2 Penggunaan Lahan dan Kandungan Karbon Tersimpannya Dalam ekologi hutan, penggunaan lahan memiliki peran penting sebagai sebuah indikator tempat tumbuh dan penutup lantai hutan (Soerianegara & Indrawan 2008). Arsyad (2000) diacu dalam Purwanti (2008) menjelaskan bahwa lahan merupakan lingkungan fisik yang mempunyai faktor-faktor penunjang seperti iklim, relief, tanah, air, vegetasi serta benda lain yang memiliki pengaruh terhadap penggunaan lahan. Pengunaan lahan adalah kegiatan memanfaatkan lahan baik secara alami maupun buatan manusia pada sebidang tanah (Vink 1975 diacu dalam Purwanti 2008). Perubahan pengunaan lahan dari vegetasi menjadi nonvegetasi dapat merubah albedo dan jumlah sinar matahari yang dapat diserap oleh permukaan tanaman, selain itu juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara global (Hairiah et al. 2001). Hairiah et al. (2001) menjelaskan bahwa perubahan pengunaan lahan dengan membakar biomassa di atas permukaan tanah dapat mengurangi total karbon sekitar 66%. Bila dibandingkan dengan pemotongan pohon tanpa membakar, kehilangannya relatif kecil yaitu sebesar 22%. Dalam plot yang tidak terbakar beberapa karbon tersimpan dari vegetasi asli masih tersisa, misalnya cabang atau ranting yang besar, batang pohon dan beberapa pepohonan yang dibiarkan. Studi mengenai pengukuran karbon tersimpan di berbagai tipe pengukuran lahan di Indonesia masih jarang. Karbon tersimpan di setiap penggunaan lahan selalu berbeda, bahkan untuk satu tutupan lahan sekalipun. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur vegetasi, pengelolaan yang berbeda dan rezim iklim (Purwanti 2008). Soerianegara dan Indrawan (2008) menjelaskan bahwa faktor iklim seperti curah hujan, suhu, kelembaban dan defisit tekanan uap air (vapor pressure deficit) memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan pohon. Hal ini secara langsung akan berpengaruh terhadap besar kecilnya stok karbon tersimpan di suatu hutan. Menurut Mudiarso et al. (1995) diacu dalam Lusiana et al. (2005) bahwa hutan-hutan di Indonesia diperkirakan memiliki stok karbon tersimpan antara 161 Mg.ha-1 sampai 300 Mg.ha-1. Lasco et al. (2004) menjelaskan bahwa kadar kandungan karbon tersimpan di dalam biomassa pada hutan tropis berkisar antara 41.5% sampai 50%. Basuki et
6
al. (2004) meneliti kandungan karbon tersimpan tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh. & de Vriese) dan damar (Agathis loranthifolia Salisb) di RPH Somagede BKPH Karanganyar KPH Kedu Selatan, masing-masing sebesar 126.8 Mg.ha-1 dan 21.6 Mg.ha-1 (Tabel 1). Tabel 1 Karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan pada beberapa lokasi penelitian Sistem
Lokasi
Hutan primer Hutan primer
Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur 1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah3 Taman Nasional Manupeu Tanadaru, NTT4 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur 1 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur 1 Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat5 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur 1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 -6 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur 1 Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 Hutan Sekunder Jasinga, Bogor, Jawa Barat7
Hutan primer Hutan sekunder Hutan sekunder Hutan sekunder Agroforestri muda Agroforestri sederhana Agroforestri kopi muda Agroforestri kopi tua Agroforestri coklat muda Padang ilalang Padang ilalang Padang rumput Padang rumput Sawah (padi) Semak belukar
Karbon tersimpan (Mg.ha-1) 230.1 178.44 250.9 135.4 81.65 212.9 37.7 21.31−80.79 27.92 63.69 14.04 4.2 3.57 1.97 1.47 4.8 10.51
Tegakan Schima 0.4−2.7 wallichii di areal setelah kebakaran umur 1-4 tahun 1 Sumber: Lusiana et al. (2005); 2Prasetyo (2010); 3HIMAKOVA (2008); 4 HIMAKOVA (2009); 5Yuly (2008); 6Hairiah et al. (2001); 7Nurhayati (2005). *1 Mg = 106 g = 1 Ton.
Hilmi (2003) juga telah meneliti kadar karbon tersimpan tegakan hutan mangrove di Indragiri Hilir, Riau. Spesies bakau hitam (Rhizophora mucronata Lam) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 3.26 Mg.ha-1 sampai 3.96 Mg.ha-1. Spesies bakau minyak (Rhizophora apiculata Blume) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 47.01 Mg.ha-1 sampai 119.37 Mg.ha-1, sedangkan spesies tunjang (Bruguiera gymnorhiza Lam) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 1.48 Mg.ha-1 sampai 8.75 Mg.ha-1. Beberapa
7
jumlah karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan di beberapa lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 1.
2.3 Biomassa dan Karbon Tersimpan 2.3.1 Definisi biomassa dan karbon tersimpan Biomassa adalah jumlah keseluruhan bahan organik pohon yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah yang dinyatakan dalam berat kering tanur ton per unit area (Brown 1997). Tumbuhan memiliki komponen biomassa di atas dan di bawah permukaan tanah tetapi komponen biomassa terbesar terdapat pada atas permukaan tanah. Karbon atau zat arang merupakan suatu unsur berbentuk padat maupun cair yang biasanya banyak terdapat di dalam perut bumi, di dalam tumbuhan maupun di udara (atmosfer) dalam bentuk gas. Penyimpanan karbon tumbuhan pada bagian atas pemukaan tanah lebih besar dibandingkan bagian bawah permukaan tanah, tetapi jumlah karbon di atas pemukaan tanah tetap ditentukan oleh besarnya jumlah karbon di bawah permukaan tanah. Hal ini terkait dengan kondisi kesuburan tanah (Hairiah & Rahayu 2007). Karbon memiliki peran penting dalam proses fotosintesis. Proses ini menyerap CO2 dan menghasilkan C6H12O6 berikut O2 yang sangat bermanfaat sebagai kebutuhan dasar makhluk hidup (CIFOR 2008). Pohon menyimpan karbon diseluruh bagian tubuhnya. Penyimpanan karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, massa dari bagian pohon yang sudah mati (nekromassa) dan serasah. Penyimpanan karbon di bawah permukaan tanah meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah. Hutan alami yang keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah merupakan gudang penyimpanan karbon yang baik (Hairiah & Rahayu 2007). Hairiah et al. (2001) menjelaskan bahwa jenis vegetasi pada penggunaan lahan sangat mempengaruhi banyaknya karbon tersimpan. Lusiana et al. (2005) menjelaskan beberapa cara untuk menaikkan penyerapan karbon (stok karbon), yaitu dengan menjaga hutan agar dapat tumbuh secara alami, mengurangi pemanenan hutan, menambah jumlah pohon di dalam hutan serta mendirikan hutan tanaman yang pertumbuhannya cepat.
8
Hutan alam merupakan sumber penyimpanan karbon terbaik. Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa sifat tumbuhan hidup yang selalu menimbun karbon dinamakan sekuestrasi (carbon sequestration). Besarnya sekuestrasi pada tanaman hidup dapat dijadikan suatu parameter untuk menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang mampu diserap oleh tanaman. Tumbuhan yang telah mati pun secara tidak langsung dapat menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.
2.3.2 Pengukuran biomassa dan karbon tersimpan Pengukuran biomassa sangat dibutuhkan untuk menduga besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam hutan dan pengaruhnya terhadap siklus biogeokimia (Tresnawan & Rosalina 2002). Menurut Brown (1997) besarnya karbon tersimpan mencapai 50% dari nilai biomassanya. Mengukur besarnya biomassa tersimpan di atas permukaan tanah dapat menggunakan persamaan allometrik ataupun dengan cara destruktif. Keunggulan menggunakan persamaan allometrik diantaranya dapat mempersingkat waktu pengambilan data di lapangan, tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia, mengurangi biaya dan mengurangi kerusakan pohon (Tresnawan & Rosalina, 2002). Parameter pengukuran biomassa, nekromassa dan metode yang biasa digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah serta metode pengukurannya Parameter
Metode
Tumbuhan bawah
Destruktif
Serasah kasar dan halus
Destruktif
Tumbuhan berkayu
Destruktif
Pohon hidup
Non-destruktif, persamaan allometrik
Pohon mati, sudah roboh (nekromassa)
Non-destruktif
Tunggak pohon (nekromassa)
Non-destruktif
Sumber : Hairiah et al. (2001)
2.4 Sistem Informasi Geografi (SIG) Informasi geospasial tidak hanya dapat ditampilkan dalam bentuk peta, tetapi dapat juga dalam bentuk SIG. Secara umum aplikasi SIG terbagi dalam tiga kebutuhan, yaitu untuk inventarisasi, analisis dan manajemen. SIG dapat
9
menunjukkan hubungan antara pembentukan lingkungan atau perubahan lahan dengan manusia. SIG dapat menambah sumber data yang dimiliki sehingga dapat dilakukan pengolahan data secara akurat. Data yang terkumpul akan dianalisis untuk mendapatkan hasil informasi baru yang akan dimanfaatkan sebagai acuan dasar dalam melakukan pengelolaan agar maksud dan tujuan dapat dengan tepat terwujud secara efisien. Pengguna SIG akan lebih mudah mengambil keputusan dalam menganalisa data karena sebagian besar kegiatan pembangunan tidak lepas dari penggunaan SIG. SIG dinilai sebagai hasil penggabungan dua sistem, yaitu sistem komputer untuk bidang kartografi (CAC) dan sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database). Dengan demikian SIG mempunyai keunggulan karena penyimpanan dan presentasi data dipisahkan sehingga data dapat dipresentasikan dalam berbagai cara dan bentuk seperti Gambar 1 (Prahasta 2005).
Gambar 1 Ilustrasi pemisahan penyimpanan data dan presentasi dalam SIG. Bernhardsen diacu dalam Budiyanto (2005)
menjelaskan bahwa
pengolahan data SIG terkait dengan perolehan data, ferifikasi data, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan, manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian dan analisis. Terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis atribut dan fungsi analisis spasial (basis data atribut). Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basis data (DBMS) dan perluasannya. Operasi perluasan basis data, yaitu membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain (export and import), komunikasi sistem basis data yang lain
10
(misalkan dengan menggunakan driver ODBC), menggunakan bahasa basis data standar SQL (structured query language) dan mengoperasikan fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di dalam sistem basis data. Fungsi analisis spasial terdiri dari klasifikasi (reclassify), overlay, buffering, analisis tiga dimensi (3D), proses digitalisasi gambar. SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu input data, output data, manajemen data, manipulasi data serta analisis data. Subsistem dapat melakukan permodelan data untuk meghasilkan informasi yang diharapkan. Jika subsistem diatas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat digambarkan dalam Gambar 2 (Prahasta 2005). INPUT DATA
Tabel Laporan
DATA OUTPUT
MANIPULASI DAN MANAJEMEN DATA
Pengukuran lapang
Peta Storage (data base)
Data digital lain Input Peta (tematik, topografi, dll)
Retrieval
Tabel Output Laporan
Processing Informasi digital (softcopy)
Citra satelit Foto udara Data lainnya
Gambar 2 Uraian subsistem SIG.
2.5 Kombinasi Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Perubahan Lahan dan Pendugaan Karbon Penginderaan jauh terbentuk dari rangkaian proses panjang dengan memanfaatkan sumber energi. Lillesand dan Kiefer (1997) menjelaskan bahwa
11
penginderaan jauh merupakan seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi suatu objek melalui analisis data tanpa adanya kontak langsung dengan objek yang dikaji. Secara umum penginderaan jauh memiliki keterbatasan sistem yaitu sumber energi, atmosfer, interaksi (pantulan) antara sumber energi dengan objek, sensor, sistem pengolahan data dan pengguna data (Lillesand & Kiefer 1997). Hasil penginderaan jauh akan sangat tergantung dengan keenam sistem tersebut. Sumber energi merupakan awal dari proses panjang penginderaan jauh. Sumber energi akan dipantulkan, lalu pantulan energi atau gelombang akan direkam dan diterima oleh sensor satelit. Sensor satelit merupakan alat yang memiliki kepekaan tinggi terhadap panjang gelombang, menghasilkan data spasial rinci dengan nilai kecerahan absolute (Lillesand & Kiefer 1997). Data spasial yang dihasilkan selanjutnya akan diolah sesuai dengan tujuan para pemakai data. Tahap selanjutnya adalah interpretasi dan analisis yang dilakukan oleh sumberdaya manusia yang akan berakhir pada sebuah aplikasi penginderaan jauh (Gambar 3). Beberapa kegunaan dari aplikasi penginderaan jauh yaitu dapat mengetahui besarnya perubahan lahan, identifikasi vegetasi, pendugaan biomassa karbon, pendugaan Leaf Area Index (LAI), memprediksi hasil pencitraan dan lain sebagainya. Perubahan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan permukaan bumi, contoh jenis kenampakan permukaan bumi seperti penggunaan lahan, bangunan perkotaan, badan air dan lain-lain. Hasil penelitian Prasetyo (2010) menyebutkan bahwa perubahan lahan yang terjadi pada hutan primer di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan tahun 2000 sampai 2009 dengan menggunakan citra landsat berkurang sebesar 2565.54 ha. Citra landsat dapat digunakan untuk mengetahui berbagai informasi karena citra merupakan susunan 2 dimensi dari luasan kecil yang disebut piksel (Wilasari 2009). Gunawan (2009) menjelaskan bahwa perubahan posisi piksel dapat mengakibatkan perubahan informasi gelombang spektral yang akan dibaca oleh saluran (band) dari citra landsat.
12
Gambar 3 Komponen sistem penginderaan jauh. Penginderaan jauh memiliki beberapa band yang sesuai dengan jenis citranya. Berikut adalah fungsi band dari citra landsat TM yang tertera dalam Tabel 3. Tabel 3 Saluran citra landsat TM Saluran 1
Kisaran gelombang 0.45−0.52
Kegunaan Peningkata penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas pengunaan lahan, tanah, dan vegetasi. 2 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau 0.52−0.60 yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. 3 Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini 0.63−0.69 terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antar kenampakan vegetasi dan nonvegetasi. 4 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi, juga untuk 0.76−0.90 identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dengan tanaman, serta lahan dan air. 5 Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan 1.55−1.75 kondisi kelembaban tanah. 6 Pemisahan formasi batuan. 10.40−12.50 7 Saluran infra merah termal, bermanfaat untuk klasifikasi 2.08−2.35 vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Sumber: Lillesand dan Kiefer (1997).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi kajian dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten, Propinsi DI. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan, dengan rincian 3 bulan (Juni−Agustus 2010) pengambilan data lapang di TNGM dan 4 bulan (September−Desember 2010) pengolahan serta penyelesaian laporan akhir di Laboratorium Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :
Alat dan bahan yang digunakan saat pengambilan data lapang yaitu alat tulis, global positioning system (GPS) Garmin 76 CSxi, golok, kamera digital, kompas, meteran, peta kawasan, pita ukur, tali rafia, tanur, blangko pengukuran (tally sheet), timbangan, walking stick, oven, trash bag dan alkohol 70%.
Alat dan bahan yang digunakan pada pengolahan dan analisis data yaitu kalkulator, satu paket sistem informasi geografis (SIG), software ArcGis 9.3, software ERDAS imagine 9.1, software microsoft word, software microsoft excel, citra landsat, peta tata batas kawasan TNGM dan peta rupa bumi Indonesia. Informasi keseluruhan citra landsat dan peta pendukung yang digunakan
dalam penelititan ini tersaji di dalam Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Informasi citra satelit landsat yang digunakan Path/row
120/065
Seri Landsat TM / Landsat 5
Tanggal perekaman citra satelit
ETM+ / Landsat-7
28 April 2001
28 Juni 1991
21 Juni 2009
Sumber Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB SEAMEO BIOTROP
14
Tabel 5 Daftar peta pendukung No
Judul
Sumber
1 2
Peta rupa bumi Peta tata batas kawasan
PPLH IPB dan Badan Planologi Taman Nasional Gunung Merapi
3.3 Batasan Masalah Kajian Kajian yang dibahas terbatas pada jumlah cadangan karbon yang hilang dari dalam kawasan TNGM dengan orientasi konversi karbon menjadi CO2 sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah (above ground carbon stocks). Metode tidak merusak (nondestructive) digunakan untuk pohon dan perdu sedangkan metode merusak (destructive) untuk tumbuhan bawah, semak dan padang rumput. Perdu merupakan tumbuhan berkayu, pendek, bercabang-cabang dan tidak memiliki batang tegak lurus yang panjang. Hutan tanaman campuran di TNGM merupakan beberapa spesies pohon yang ditanam pada suatu lokasi tertentu.
3.4 Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi spesies pohon, diameter pohon, berat basah tumbuhan, berat kering tumbuhan yang kemudian akan dicari nilai biomassa dan karbon tersimpannya, tipe penggunaan lahan, sejarah penggunaan dan pengelolaan lahan. Data sekunder meliputi data spasial kawasan TNGM, peta dasar pengelolaan TNGM dan studi literatur kerapatan jenis pohon untuk mendukung data primer yang dikumpulkan di lapang.
3.5 Metode Pengambilan Data 3.5.1 Bentuk, ukuran dan jumlah petak pengukuran biomassa tumbuhan Pengambilan plot contoh dibuat agar dapat mewakili tipe penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian. Peta hasil klasifikasi tidak terbimbing dijadikan acuan dalam peletakan plot pengukuran. Terdapat beberapa jenis dan ukuran petak yang digunakan dalam pengukuran nilai biomassa vegetasi di
15
TNGM. Pengukuaran biomassa pohon dilakukan dengan cara tidak merusak (nondestructive) dan untuk tumbuhan bawah dengan cara merusak (destructive). Plot contoh pengukuran dibuat pada setiap hektar penggunaan lahan yang dipilih dengan langkah sebagai berikut (Hairiah & Rahayu 2007). a. Plot berukuran 20 m x 100 m (2000 m2), digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter > 30 cm. Plot ini dinamakan plot besar. b. Plot berukuran 5 m x 40 m (200 m2), digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter 5 cm sampai 30 cm dengan kondisi vegetasi yang relatif seragam, artinya menghidari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasi. Plot ini dinamakan sub plot. c. Plot berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m (0.5 m2), digunakan untuk mengambil contoh tumbuhan bawah, rumput, semak belukar dan serasah. Plot ini dinamakan subsub plot. Bila pada plot terdapat tumbuhan tidak berkeping dua (dikotil) seperti bambu, maka dilakukan pengukuran diameter pada masing-masing individu dalam setiap rumpun. Pemilihan plot contoh berdasarkan keterwakilan tipe penggunaan lahan.
Pengambilan
banyaknya
plot
contoh
tergantung
dari
tingkat
keanekaragaman spesies, apabila keanekaragaman spesies sudah seragam maka pengambilan plot contoh akan dihentikan. c
b
a
5 m x 40 m 20 m x 100 m
Gambar 4 Plot contoh untuk pengukuran biomassa. Keterangan : a: Plot besar pengukuran vegetasi berdiameter > 30 cm, berukuran 20 m x 100 m. b: Sub plot pengukuran vegetasi berdiameter 5 cm−30 cm, berukuran 5 m x 40 m. c: Sub-sub plot pengukuran tumbuhan bawah, berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m.
Pengukuran diameter dilakukan karena memiliki korelasi positif dengan biomassa, selanjutnya pendugaan jumlah cadangan karbon yang terdapat di dalam vegetasi dapat dihitung. Nilai biomassa tumbuhan bawah, padang rumput, serasah dan semak belukar didapatkan dari pemotongan tumbuhan bawah, rumput, serasah
16
dan semak belukar yang kemudian di ukur berat basah dan berat keringnya. Data tentang pengukuran biomassa di beberapa tipe penggunaan lahan tersaji dalam Lampiran 3 sampai 8. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe pengunaan lahan Penggunaan lahan
Ukuran plot (m2)
Jumlah plot
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Perdu Bambu
2000 2000 2000 200 200
14 3 5 1 6
Semak dan padang rumput
0.25
6
3.5.2 Analisis data 3.5.2.1 Biomassa tersimpan Pendugaan biomassa dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Persamaan tersebut disajikan di dalam Tabel 7. Tabel 7 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan pada beberapa tipe vegetasi Kategori biomassa Pohon bercabang
Persamaan allometrik B= 0.11ρ(D2.62)*
R2 0.90
Nekromasa (pohon mati) Bambu
B = π ρ H(D2)/40*
−
B = 0.131(D2.28)
0.954
Pinus (Pinus merkusii)
B = 0.0417(D2.6576)
0.909
Sumber Ketterings (2001) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Hairiah dan Rahayu (2007) Priyadarsini (2000) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Waterloo (1995) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007)
Keterangan : B = Biomassa (Kg.pohon-1) D = Diameter setinggi dada (cm) H = Tinggi pohon (cm) ρ = Kerapatan kayu (g.cm-3) R2 = Koefisiensi determinasi * = Sumber kerapatan kayu berdasarkan pada Prosea, Soewarsono PH (1990), Hadjib & Karnasudirdja (1986), NFTA (1995), Anonim (1981), Martawijaya A (1992), Fearnside PM (1997) diacu dalam ICRAF (http://www.worldagroforestry.org), Atlas Kayu Indonesia Jilid I (Martawijaya et al. 1981) dan Atlas Kayu Indonesia Jilid II (Martawijaya et al. 1989).
17
Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa terdapat persamaan lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai biomassa tumbuhan bawah, yaitu sebagai berikut. BKc sub contoh x Total BB BBc sub contoh Keterangan : Total BK =
BK
= Berat kering total.
BKc
= Berat kering contoh.
BBc
= Berat basah contoh.
BB
= Berat basah total.
3.5.2.2 Karbon tersimpan Persentase nilai karbon tersimpan dalam biomassa yang terdapat di berbagai penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan nilai konversi yang digunakan oleh Lasco et al. (2004) dan Maoyi F (2007) dalam Tabel 8. Tabel 8 Persentase nilai konversi karbon dalam biomassa di berbagai tipe penggunaan lahan Tipe penggunaan lahan Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Perdu Bambu Semak dan padang rumput Keterangan : *rata-rata
Persentase konversi karbon dalam biomassa 44.60% 45.00% 45.00% 45.00% 42.50% 42.90%
Sumber Lasco et al. (2004) Lasco et al. (2004) Lasco et al. (2004) Lasco et al. (2004) Maoyi F (2007)* Lasco et al. (2004)
3.5.2.3 Peta penggunaan lahan terklasifikasi Analisa perubahan penggunaan lahan menggunakan metode klasifikasi perbandingan penggunaan lahan multi waktu (time series). Data perubahan lahan berasal dari penggunaan lahan multi waktu citra lansat 7 dan lansat 5 pada tahun 1991, 2001 dan 2009. Tahap awal ialah memperbaiki kesalahan geometrik yang terjadi pada citra satelit. Kesalahan geometrik berupa kesalahan non-sistematis yang terjadi pada citra satelit. Kesalahan yang mungkin terjadi seperti variasi ketinggian tempat, variasi ketinggian satelit, variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik, kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasi bentuk relief permukaan bumi dan ketidaklinieran cakupan sensor satelit (Lusiana 2005).
18
Proses koreksi geometrik yang dilakukan menggunakan hubungan matematik antara koordinat piksel dalam citra satelit dengan koordinat piksel sebenarnya di lapangan. Hubungan matematik dihasilkan dari data Ground Control Point (GCP) yang diperoleh dari peta sungai dan garis pantai rupa bumi Indonesia (RBI). Akurasi koreksi geometrik ditunjukkan dengan nilai RMS-error (root mean square−error). Semakin kecil nilai RMS−error, ketepatan titik GCP semakin tinggi. Uji keakuratan citra hasil koreksi geometrik dapat dilakukan dengan cara overlay peta hasil koreksi dengan peta referensi, lalu dilihat penyimpangannya. Citra koreksi geometik dalam penelitian ini dapat diterima apabila posisi penyimpangan tidak melebihi satu piksel (900 m2). Pemotongan citra menggunakan digitasi polygon peta batas kawasan TNGM. Hasil pemotongan citra digunakan untuk klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) sebagai panduan dalam melakukan survei lapang. Survei lapang dilakukan untuk menentukan area contoh berupa titik lokasi pengukuran biomassa tersimpan di beberapa tipe penggunaan lahan sebagai dasar klasifikasi citra secara terbimbing (supervised classification). Peta penggunaan lahan multi waktu hasil klasifikasi citra secara terbimbing akan dilengkapi dengan atribut berupa kerapatan cadangan karbon di setiap tipe penggunaan lahan hasil pengukuran di lapang dan studi literatur. Pembagian klasifikasi penggunaan lahan di TNGM, dibagi menjadi 10 kelas yang tersaji dalam Tabel 9. Tabel 9 Kelas penggunaan lahan yang digunakan untuk klasifikasi ulang tipe penutupan lahan di TNGM No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tipe penggunaan lahan Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka Pasir Batu
10
Awan dan bayangan
Pengujian akurasi harus dilakukan pada peta klasifikasi terbimbing. Tujuan dilakukannya uji akurasi untuk melihat perbedaan titik survei lapang
19
dengan peta hasil klasifikasi terbimbing yang telah dilakukan recode. Akurasi diterima jika laporan akurasi mencapai 85%. Setelah uji akurasi dapat diketahui jumlah perubahan cadangan karbon yang tersimpan di lokasi penelitian berdasarkan data cadangan karbon di setiap penggunaan lahan dan perubahan penggunaan penggunaan lahan di TNGM pada waktu yang berbeda. Keseluruhan alur dari tahap pendugaan cadangan karbon yang tersimpan di TNGM dapat dilihat dalam Gambar 5.
Gambar 5 Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon tersimpan TNGM.
3.5.2.4 Pendugaan cadangan karbon Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan mengklasifikasikan kelas-kelas penggunaan lahan berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, kemudian dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon. Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan menggunakan informasi luas penggunaan lahan hasil klasifikasi. Luas tiap kelas penggunaan lahan kemudian dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dari
20
kelas penggunaan lahan yang bersangkutan. Bagan alur pendugaan cadangan karbon tersimpan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Alur pendugaan karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan.
3.5.2.5 Pendugaan perubahan cadangan karbon Pendugaan
perubahan
cadangan
karbon
dilakukan
dengan
membandingkan hasil karbon yang didapat dari hasil pengukuran karbon di lapangan sesuai dengan wilayah penggunaan lahan. Nilai karbon dari setiap tipe penggunaan lahan hasil observasi langsung akan dijadikan nilai karbon bandingan pada beberapa tahun terakhir, terhitung mulai tahun 1991 (time series). Data penggunaan lahan tahun 1991, 2001 dan 2009 digunakan untuk menduga karbon. Pendugaan cadangan karbon pada 3 citra terklasifikasi dengan tahun yang berbeda pada dasarnya dilakukan sebagai proses pemberian atribut ulang pada peta penggunaan lahan dengan data cadangan karbon pada skala plot tipe penggunaan lahan yang sama. Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe penggunaan lahan pada waktu yang berbeda sehingga dapat diketahui perubahan cadangan karbon berdasarkan perubahan penggunaan lahan.
21
3.5.2.6 Pendugaan pelepasan karbon Pendugaan pelepasan karbon dilakukan untuk membandingkan seberapa besar peran unsur karbon (C) yang terserap pada proses fotosintesis dalam senyawa CO2. Rumus yang digunakan bersumber dari von Mirbach (2000) dengan asumsi bahwa kehilangan karbon tersimpan seluruhnya dalam bentuk gas.
Unsur karbon yang memiliki berat atom 12 dan unsur oksigen yang memiliki berat atom 16 bergabung menjadi CO2 sehingga akan menghasilkan berat molekul CO2 sebesar 44. Nilai 3.667 merupakan perbandingan antara berat molekul senyawa CO2 dengan berat atom unsur C. Rumus pendugaan pelepasan karbon terhadap senyawa CO2 hanyalah pendugaan besarnya kandungan unsur karbon dalam senyawa CO2 yang dapat terserap ataupun terlepas akibat adanya perubahan penggunaan lahan.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Kawasan Kawasan Gunung Merapi merupakan kawasan hutan negara yang dilindungi sejak tahun 1931, bernilai penting dan strategis karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang bermanfaat bagi wilayah Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, Magelang dan sekitarnya. Pada tahun 1975, menteri pertanian menetapkan sebagian kawasan hutan lindung Gunung Merapi menjadi Cagar Alam Plawangan Turgo. Kemudian pada tahun 1984, menteri kehutanan merubah sebagian kawasan lindung Gunung Merapi yang ada di Yogyakarta menjadi Taman Wisata Alam Plawangan Turgo. Pada tahun 1989 menteri kehutanan membuat kebijakan baru dengan mengesahkan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta dengan luas kawasan sebesar 282.25 ha. Penunjukan kawasan hutan Gunung Merapi sebagai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada tanggal 4 Mei 2004 dengan SK No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan taman nasional, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut adalah gambar peta TNGM yang tercantum pada Gambar 8.
4.2 Letak dan Luas Kawasan Secara administrasi pemerintahan TNGM, terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis terletak antara 110o15’−110o37’ BT dan 07o22’−07o52’ LS. Luas TNGM sebesar 6.410 ha yang terdiri dari 1283.99 ha di D. I. Yogyakarta dan 5126.01 ha di Jawa Tengah. Adapun batas-batas kawasan, yaitu:
23
Gambar 7 Peta Taman Nasional Gunung Merapi. a.
Bagian utara dilingkupi oleh pegunungan yang merupakan pertemuan antara
Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Batas alam ini dibentuk dari hulu sungai pepe di wilayah timur dan hulu sungai Pabelan di wilayah barat. Secara adminitratif masuk dalam Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. b.
Kaki gunung bagian timur dan selatan merupakan wilayah yang datar dan
merupakan persawahan dengan kesuburan tanah yang tinggi. Bagian timur ini membentang sampai bertemu dengan sungai Bengawan Solo dan bagian selatan bertemu dengan hulu sungai Dengkeng. c.
Hulu Sungai Progo menjadikan batas alam gunung di bagian barat.
4.3 Topografi Keadaan topografi di kawasan TNGM dapat dibedakan berdasarkan kondisi pada masing-masing kabupaten.
24 a. Kabupaten Klaten Bagian barat dan utara wilayah Kabupaen Klaten berupa lereng Gunung Merapi yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman. Landai sampai berbukit dengan ketinggian 100−150 m dpl. b. Kabupaten Boyolali Berada diantara Gunung Merapi yang masih aktif dan Gunung Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian 75−1500 m dpl. Empat sungai melintas di wilayah ini (Serang, Cemoro, Pepe dan Gandul). Disamping itu ada sumber-sumber air lain berupa mata air dan waduk. c. Kabupaten Magelang Merupakan bagian lereng Gunung Merapi yang ke arah barat, terletak pada ketinggian sekitar 500 m dpl, semakin kearah puncak Gunung Merapi maka kelerengan lahan semakin curam. d. Kabupaten Sleman Kelerengan landai hingga lahan yang memiliki kelerengan sangat curam dengan ketinggian 100−1500 m dpl. Bagian paling utara merupakan lereng Gunung Merapi yang miring ke arah selatan. Pada lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua bukit yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. Di Bagian lereng puncak merapi reliefnya curam sampai sangat curam. Bagian selatan masih berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik. Sedangkan bagian tengah berupa lahan kering dan paling utara merupakan bagian dari lereng Gunung Merapi yang berupa hutan. Secara umum kondisi topografi di kawasan TNGM merupakan bentang alam yang sangat khas, yaitu puncak merapi dengan lerengnya yang menuju kesegala arah dengan lereng yang sangat curam di wilayah yang dekat dengan puncak dan semakin melandai kearah bawah. Lereng merapi di bagian timur (Selo) relatif lebih terjal, sementara di bagian barat dan utara (Babadan, Kinahrejo) relatif lebih landai. Arah letusan gunung api sangat jarang menuju ke timur, yang paling sering menuju ke arah barat daya. Proses letusan sering terjadi, dan lereng Barat sering menerima dampak letusan, sehingga lereng
25 Barat akan semakin landai. Wilayah puncak Gunung Merapi sampai ketinggian 1500 m dpl, merupakan daerah terjal dengan kemiringan lebih dari 30 o. Wilayah yang paling luas adalah kawasan dengan kemiringan 12 o−30o terletak pada ketinggian 750−1500 m dpl dan daerah inilah yang merupakan daerah resapan air.
4.4 Iklim dan Hidrologi Tipe iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk tipe ikilm C atau agak basah. Curah hujan bervariasi dengan curah terendah sebesar 875 mm/tahun dan curah tertinggi sebesar 2527 mm/tahun. Bulan basah terjadi pada bulan November sampai bulan Mei. Sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juni sampai dengan Oktober. Secara umum di wilayah Gunung Merapi terdapat 3 daerah aliran sungai (DAS) utama, yaitu DAS Progo (bagian barat), DAS Opak (bagian tengah) dan DAS Bengawan Solo (bagian timur). Sistem sungai yang terbentuk oleh ketiga sungai besar tersebut membentuk tiga bagian pola aliran sungai. Kawasan ini juga merupakan kawasan dengan cadangan air tanah yang melimpah dan banyak dijumpai mata air yang banyak dimanfaatkan untuk irigasi, perkebunan, peternakan, perikanan, objek wisata dan untuk air kemasan.
4.5 Geologi dan Tanah Secara geologis, wilayah TNGM terletak pada perpotongan antara dua sesar, yaitu sesar transversal dan sesar longitudinal Pulau Jawa. Batuan utama penyusun Gunung Merapi terdiri dari dua fase, yaitu : a.
Endapan vulkanik Gunung Merapi muda yang tersusun oleh tufa, lahar,
breksi dan lava andesitis hingga basaltis yang penyebarannya merata di seluruh wilayah gunung merapi. b.
Endapan vulkanik kwarter tua yang terdapat secara lokal pada topografi
perbukitan kecil di sekitar Gunung Merapi muda yang merupakan bagian dari aktivitas Gunung Merapi tua, yaitu terdapat di Bukit Gono, Turgo, Plawangan, Maron dan dinding bagian timur kawah Gunung Merapi (Geger Boyo).
26 Jenis tanahnya terdiri dari regosol, yang kemudian berkembang pada fisiografi berupa lereng vulkanik. Bahan induk tanah adalah material vulkanik karena Gunung Merapi adalah gunung yang paling aktif di dunia. Tanah regosol merupakan tanah yang tergolong muda sehingga belum mengalami perkembangan profil. Tanah ini dicirikan oleh warna tanah kelabu sampai kehitaman dengan tekstur tanah yang tergolong kasar yaitu tanah berpasir. Struktur tanah belum terbentuk sehingga termasuk tekstur granuler. Selain jenis tanah regosol, juga ditemukan tanah andosol. Jenis tanah ini ditemukan di Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Selo. Karakteristik tanah ini dicirikan oleh tekstur geluh debuan, struktur remah atau gumpal remah, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, bahan organik sedang hingga rendah dengan pH 5.0−5.5 serta (kapasitas tukar kation) KTK dan kejenuhan basa tinggi.
4.6 Kondisi Flora dan Fauna Taman Nasional Gunung Merapi memiliki tiga zona penyusun vegetasi, yaitu zona atas, zona tengah dan zona bawah. Pada zona atas berlangsung proses xyrocere, yaitu suksesi sekunder yang terjadi pada hutan batuan kering, sehingga vegetasinya didominasi spesies lumut, rerumputan, herba dan perdu. Zona tengah, merupakan hutan alam pegunungan tropis dan zona bawah, merupakan zona interaksi antara manusia dan alam yang vegetasinya didominasi oleh tanaman dengan pola agroforestri, meliputi agroforestri pola rumput-rumputan, pola komoditi komersial, pola holtikultura, pola pangan dan pola kayu-kayuan. Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004) kawasan Gunung Merapi memiliki kurang lebih 72 spesies flora. Hutan sekunder dan hutan tanaman didominasi oleh spesies puspa (Schima noronhae) dan Pinus (Pinus merkusii). Dalam kawasan hutan merapi dijumpai spesies anggrek endemik dan langka, yaitu Vanda tricolor. Spesies anggrek lainnya yang ada tidak kurang dari 47 jenis, antara lain Dendrobium saggitatum, Dendrobium crumenatum, Eria retusa, Oboronia similis dan Spathoglottis plicata. Spesies flora lainnya antara lain Acacia decurrens, Bambusa spp, Albizia spp, Euphatorium inufolium, Lithocarpus elegans, Leucena galuca, Leucena
27 leucoocephla, Hibiscus tiliaceus, Arthocarpus integra, Cauarina sp, Syzygium aromaticum, Melia azadiracht, Erytrina variegata, Ficus alba dan lain-lain. Spesies tumbuhan dan rumput yang paling banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka yaitu Imperata cylindrica, Panicum reptans, Antraxon typicus, dan Pogonatherum paniceum. Berikut beberapa potensi fauna yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dalam Tabel 10. Tabel 10 Potensi fauna yang terdapat di kawasan TNGM No
Kelas Satwa
Jenis Satwa No Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Mamalia 1 Macan tutul Panthera pardus 2 Kucing besar Felis sp 3 Musang Paradoxurus hermaprodus 4 Bajing Laricus insignis 5 Bajing kelapa Colosciurus notatusi 6 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis 7 Lutung kelabu Presbytis fredericae 8 Babi hutan Sus scrofa 9 Kijang Muntiacus muntjak 10 Rusa Cervus timorensis 2 Aves 1 Elang jawa Spizaetus bartelsi 2 Bondol jawa Lonchura leucogastroides 3 Burung madu jawa Aethopyga mystacalis 4 Burung madu gunung Aetophyga eximia 5 Burung cabai gunung Dicaeum sanguinolenium 6 Cekakak jawa Halycon cyanoventris 7 Gemak Turnix silvatica 8 Serindit jawa Loriculus pusilus 9 Elang hitam Ictinaetus malayensis 10 Jalak suren Sturnus contra 11 Betet Psittacula alexandri 12 Alap-alap macan Falco severus 13 Elang bido Spilornis cheela 14 Walet gunung Collocalia volcanorum 3 Reptilia 1 Ular sowo Dytas coros 2 Ular gadung Trimeresurus albobabris 3 Bunglon Goneoceohalus sp. Sumber: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004).
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Distribusi Pengambilan Titik Pengambilan titik distribusi terbagi menjadi 2 macam yaitu titik kontrol lapang (ground control point) dan titik distribusi plot contoh pengukuran karbon. Pengambilan distribusi ground control point (GCP) berdasarkan sungai, ketinggian tempat dan tipe penggunaan lahan. GCP yang diambil sebanyak 74 titik dengan pengambilan titik secara acak berdasarkan keterwakilan setiap tipe penggunaan lahan dan ketinggiannya (Gambar 8). Pengambilan GCP dilakukan menyeluruh pada setiap kabupaten (Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang) di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Tujuan pengambilan GCP ialah untuk mengetahui informasi terbaru keadaan kawasan TNGM sehingga dapat dilakukan uji keakuratan geometri antara kondisi dilapang dengan interpretasi warna peta citra landsat. Pengambilan titik distribusi karbon merupakan lokasi pengambilan plot contoh pengukuran karbon. Titik distribusi karbon yang diambil sebanyak 35 (Gambar 9) dari 4 kabupaten (Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang) di TNGM. Penentuan titik karbon berdasarkan tipe penutupan lahan yang diambil setiap awal dan akhir plot karbon. Keakuratan distribusi GCP dan titik karbon ditentukan oleh alat penerima sinyal global positioning system (GPS). Sistem kerja GPS dipengaruhi oleh jumlah sinyal satelit yang ditangkap saat pengambilan titik. Penangkapan sinyal oleh GPS dipengaruhi faktor atmosfer, bentuk tutupan tajuk pohon dan pantulan sinyal terhadap topografi bumi (Lillesand & Kiefer 1997). TNGM memiliki topografi yang curam sehingga pada saat pengambilan titik harus memilih lokasi yang tidak terhalang tebing tinggi.
29
30
31
5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian Komposisi vegetasi hutan sekunder di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) secara umum banyak ditumbuhi spesies pasang abang (Quercus sundaica), pasang kletak (Lithocarpus elegans) dan dadap pri (Erythrina lithosperma). Daerah pengambilan titik lokasi survei berada pada rentang ketinggian tempat 931−1794 m dpl yang terbagi dalam 5 lokasi yaitu Bukit Plawangan, Telogo Muncar, Ledokwulu, Gunung Bibi dan Tegalan Malang. Kondisi tajuk hutan sekunder TNGM tidak terlalu rapat, hal ini menyebabkan cahaya matahari mampu dengan baik menembus hingga lantai hutan (Gambar 10). Kondisi seperti ini menyebabkan jumlah tumbuhan bawah di hutan sekunder cukup banyak. Indriyanto (2008) menjelaskan bahwa stratifikasi terjadi karena 2 akibat penting yaitu akibat persaingan antara tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari. Spesies lombokan (Eupatorium riparium) banyak ditemui pada daerah yang sedikit terbuka dan terkena sinar matahari.
Gambar 10 Hutan sekunder Gunung Bibi (kiri) dan Telogo Muncar (kanan). TNGM tidak memiliki hutan primer karena seluruh wilayah di TNGM sudah pernah mengalami kerusakan akibat letusan Gunung Merapi. Indriyanto (2008) menerangkan bahwa hutan alam terbagi 2, yaitu hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer merupakan hutan alam asli yang belum pernah mengalami kerusakan besar oleh alam maupun manusia sedangkan hutan sekunder merupakan hutan asli yang pernah mengalami kerusakan oleh kegiatan alam dan manusia. Rata-rata tinggi pohon antara 10−25 m dan hanya sekitar 3−5 individu pohon di tipe hutan sekunder
32
dengan ketinggian diatas 25 m. Pada beberapa bagian hutan terdapat pohon tumbang secara alami dan terjadi proses dekomposisi. Hutan tanaman campuran ditemukan di titik survei jalur pendakian Selo pada ekosistem hutan pegunungan atas dengan ketinggian tempat 2111 m dpl. Spesies yang ditumbuhi seperti akasia dekuren (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Tinggi pohon akasia dekuren berkisar 5−10 m sedangkan cemara gunung antara 10−15 m. Spesies akasia dekuren mendominasi hutan tanaman campuran sedangkan cemara gunung hanya ditemukan beberapa individu saja (Gambar 11). Penanaman akasia dekuren merupakan langkah dalam melakukan rehabilitasi lahan pasca erupsi karena spesies ini memiliki pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat.
Gambar 11 Hutan tanaman campuran jalur pendakian Selo. Hutan tanaman pinus ditemukan di beberapa titik lokasi survei seperti Kinahrejo, Sidorejo dan Dukun Ngargomulyo (Gambar 12).
Ketinggian tempat
berkisar antara 933−1327 m dpl. Spesies yang ditanam adalah Pinus merkusii dengan jarak tanam 4 m x 4 m per hektar. Dukun Ngargomulyo merupakan daerah penghasil getah pinus terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Tinggi rata-rata setiap pohon pinus berkisar 15−25 m.
33
Gambar 12 Hutan tanaman pinus Kinahrejo (kiri) dan Dukun Ngargomulyo (kanan). Jalur pendakian selo memiliki vegetasi perdu. Spesies dominan dalam vegetasi perdu adalah manis rejo (Vaccinium varingfolium) dengan karakteristik berbatang utama kayu sangat pendek, banyak cabang, mampu tumbuh di daerah berbatu dan tinggi kurang dari 3 m. Manis rejo terhampar luas pada ketinggian 2454−2677 m dpl (Gambar 13).
Gambar 13 Perdu pada jalur pendakian Selo. TNGM memiliki daerah vegetasi bambu yang cukup luas pada lokasi Tritis Turgo. Spesies bambu yang terdapat di lokasi survei yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper) dan bambu apus (Gigantochloa apus). Tinggi bambu berkisar antara 15−25 m dengan spesies dominan bambu betung Dendrocalamus asper (Gambar 14). Ketinggian tempat bambu hasil survei berkisar 1066−1090 m dpl.
34
Gambar 14 Vegetasi bambu Dendrocalamus asper (kiri) dan Gigantochloa apus (kanan). Padang rumput terdapat di lokasi pendakian selo pada ketinggian titik survei 2454−2677 m dpl (Gambar 15). Semak belukar banyak terdapat di daerah Ngargomulyo pada ketinggian 1357−1370 m dpl (Gambar 15). Semak belukar terjadi akibat pembukaan lahan dalam waktu yang cukup lama. Spesies yang terdapat dalam semak belukar seperti rumput kolonjono (Pueraria phaseoloides), tembelekan (Lantana camara), lombokan (Eupatorium riparium), ilalang (Imperata cylindrica) dan bebedotan (Ageratum conyzoides).
Gambar 15 Padang rumput Selo (kiri) dan semak belukar Ngargomulyo (kanan).
5.3 Penggunaan Lahan 5.3.1 Penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991 Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1991 menghasilkan 10 tipe penggunaan lahan. Pembagian tipe penggunaan lahan berdasarkan kenampakan warna citra yang
35
terlihat dan dapat dibedakan dengan baik. Berdasarkan hasil klasifikasi, tipe penggunaan lahan yang dominan adalah hutan. Hutan sekunder memiliki luas wilayah mencapai 2110.61 ha (30.6%) sedangkan hutan tanaman pinus memiliki luas wilayah 967.378 ha (14.02%). Perdu memiliki wilayah yang paling sedikit dibandingkan dengan yang lainnya sebesar 213.013 ha (3.1%). Awan dan bayangan (tidak ada data) merupakan hasil penggabungan dari citra tahun 1991, 2001 dan 2009 oleh karena itu luas yang tampak cukup besar yaitu 710.226 ha (10.29%). Maksud penggabungan 3 citra kelas awan dan bayangan adalah untuk menyamakan wilayah yang tidak ada data, agar dalam perbandingan luas wilayah biomassa tersimpan dan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara yang paling objektif. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di TNGM tahun 1991 tersaji dalam Tabel 11 dan Gambar 16. Nilai overall classification accuracy peta penggunaan lahan tahun 1991 adalah 73.33%. Tabel 11 Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 1991 No
Tipe penggunaan lahan
Area 1991 (ha)
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka Pasir Batu Awan dan bayangan
2110.61 760.01 967.378 525.515 213.013 228.693 360.248 483.493 538.451 710.226
30.6 11.02 14.02 7.62 3.1 3.32 5.22 7 7.81 10.29
36
37
5.3.2 Penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2001 Citra landsat 7 ETM tahun 2001 diklasifikasikan menjadi 10 tipe penggunaan lahan. Pembagian tipe penggunaan lahan berdasarkan kenampakan warna citra yang terlihat dan dapat dibedakan dengan baik. Berdasarkan hasil klasifikasi, tipe penggunaan lahan yang dominan adalah hutan. Hutan sekunder memiliki luas wilayah mencapai 1455.89 ha (21.09%). Luasan lahan terkecil adalah semak dan padang rumput sebesar 172.558 ha (2.5%). Berdasarkan hasil klasifikasi, luas wilayah pasir dan batu meningkat sangat tajam bila dibandingkan dengan tahun 1991 yaitu sebesar 714.694 ha (10.35%) dan 967.848 ha (14.02%). Peningkatan nilai ini membuktikan bahwa dalam selang tahun 1991 sampai 2001 terjadi letusan Gunung Merapi yang memuntahkan material pasir dan batu sehingga luas pasir dan batu meningkat. Awan dan bayangan (tidak ada data) merupakan hasil penggabungan dari citra tahun 1991, 2001 dan 2009 oleh karena itu luas yang tampak cukup besar yaitu 710.226 ha (10.29%). Maksud penggabungan 3 citra kelas awan dan bayangan adalah untuk menyamakan wilayah yang tidak ada data, agar dalam perbandingan luas wilayah biomassa tersimpan dan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara yang paling objektif. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di TNGM tahun 2001, tersaji dalam Tabel 12 dan Gambar 17. Nilai overall classification accuracy peta penggunaan lahan tahun 2001 adalah 78.67%. Tabel 12 Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2001 No 1 2 3
Tipe penggunaan lahan Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus
Area 2001 (ha) 1455.89 164.091 820.221
% 21.09 2.38 11.89
4 5
Bambu Perdu
475.888 962.909
6.89 13.95
6 7
Semak dan padang rumput Lahan terbuka
172.558 458.091
2.5 6.64
8 9 10
Pasir Batu Awan dan bayangan
714.694 967.848 710.226
10.35 14.02 10.29
38
39
5.3.3 Penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2009 Citra landsat 7 ETM tahun 2009 diklasifikasikan menjadi 10 tipe penggunaan lahan. Pembagian tipe penggunaan lahan berdasarkan kenampakan warna citra yang terlihat dan dapat dibedakan dengan baik. Berdasarkan hasil klasifikasi, tipe penggunaan lahan yang dominan adalah hutan. Berbeda dengan tahun 1991 dan 2001, tahun 2009 hutan sekunder tidak lagi menjadi tipe penggunaan lahan yang paling dominan. Hutan tanaman campuran memiliki luas wilayah tertinggi sebesar 1513.9 ha (21.91%). Luas lahan terkecil adalah pasir sebesar 168.403 ha (2.44%). Berdasarkan hasil klasifikasi, luas wilayah batu masih tinggi dibandingkan dengan tahun 1991 yaitu sebesar 726.141 ha (10.52%). Data ini menunjukkan hubungan garis lurus dengan terjadinya letusan Gunung Merapi pada tahun 2006. Letusan ini memuntahkan material pasir dan batu sehingga luas pasir dan batu meningkat. Banyaknya penambangan pasir menyebabkan luas pasir pada 2009 hanya tersisa 168.403 ha (2.44%). Berdasarkan hasil analisis, bahwa letusan tahun 2006 juga mengurangi luas hutan sekunder sampai 552.72 ha (8%) sehingga pihak TNGM melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam spesies akasia dekuren dan cemara gunung, hal ini yang menyebabkan hutan tanaman campuran meningkat tajam sebesar 1513.9 ha (21.91%). Perlakuan awan dan bayangan (tidak ada data) sama dengan tahun 1991 dan 2001. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di TNGM tahun 2009, tersaji dalam Tabel 13 dan Gambar 18. Nilai overall classification accuracy penggunaan lahan tahun 2009 adalah 86.67%. Tabel 13 Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2009 No
Tipe penggunaan lahan
Area 2009 (ha)
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka Pasir Batu Awan dan bayangan
552.72 1513.9 1195.76 245.784 840.918 344.412 606.894 168.403 726.141 710.226
8 21.92 17.32 3.56 12.18 4.98 8.79 2.44 10.52 10.29
40
41
5.4 Biomassa Tersimpan dan Cadangan Karbon di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil perhitungan, TNGM yang terbagi dalam 6 tipe penggunaan lahan memiliki kisaran pendugaan biomasssa sebesar 8.45−385.82 Mg.ha-1 dan cadangan karbon sebesar 3.62−172.08 Mg.ha-1. Biomassa dan cadangan karbon tertinggi diperoleh dari hutan sekunder masing-masing sebesar 385.82 Mg.ha-1 dan 172.08 Mg.ha-1 sedangkan biomassa dan cadangan karbon terendah dimiliki oleh semak dan padang rumput masing-masing sebesar 8.45 Mg.ha-1 dan 3.62 Mg.ha-1. Rekapitulasi hasil perhitungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon yang diukur di lapang tersaji dalam Tabel 14 dan secara lengkap biomassa tersimpan dengan setiap komponen penyusunnya disajikan dalam Lampiran 3 sampai Lampiran 8. Tabel 14 Kandungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan TNGM tahun 2009 No
Tipe penggunaan lahan
1 Hutan sekunder 2 Hutan tanaman campuran 3 Hutan tanaman pinus 4 Perdu 5 Bambu 6 Semak dan padang rumput Keterangan : *1 Mg = 106 g = 1 Ton
Rata-rata biomassa tersimpan (Mg.ha-1)*
Rata-rata cadangan karbon (Mg.ha-1)*
385.82 216.71 292.48 102.94 87.41 8.45
172.08 97.52 131.62 46.32 37.15 3.62
5.4.1 Cadangan karbon hutan Penelitian ini membagi tipe penggunaan berupa hutan menjadi 4 tipe, yaitu hutan sekunder, hutan tanaman campuran, hutan tanaman pinus dan hutan bambu. Kondisi hutan sekunder TNGM diasumsikan sebagai cadangan karbon terbaik sehingga dijadikan acuan dalam penelitian. Nilai rata-rata cadangan karbon digunakan di setiap penggunaan lahan, yang dipilih untuk mewakili seluruh kondisi hutan yang dianggap sama. Hal ini didasari oleh tidak diketahui dengan jelas pola dan periode penebangan atau konversi hutan ke tipe penggunaan lahan lainnya. Lasco et al. (2004) menyatakan bahwa secara umum cadangan karbon pada hutan alam di Asia Tenggara lebih dari 200 Mg.ha-1. Prasetyo (2010) menyebutkan
42
cadangan karbon hutan primer dan sekunder di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 178.44 Mg.ha-1 dan 81.65 Mg.ha-1. Bila membandingkan cadangan karbon hutan sekunder TNGM dan TNBBS maka hutan sekunder TNGM memiliki cadangan karbon yang lebih besar. Pada hutan dataran rendah Nunukan Kalimantan Timur oleh Lusiana et al. (2005) menunjukkan cadangan karbon di atas permukaan tanah hutan primer sebesar 230.1 Mg.ha-1 dan hutan sekunder sebesar 212.9 Mg.ha-1. Hasil perhitungan karbon hutan sekunder di Nunukan jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan cadangan karbon TNGM. Basuki et al. (2004) dalam penelitiannya di RPH Somagede Kebumen, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah menerangkan bahwa hutan tanaman pinus yang berumur 16 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 127.84 Mg.ha-1. Agnita (2010) menyebutkan bahwa hutan tanaman pinus di Perum Perhutani KPH Cianjur untuk tahun tanam 12 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 73.52 Mg.ha-1 sedangkan untuk tahun tanam 19 tahun sebesar 93.94 Mg.ha-1. Cadangan karbon pada hutan tanaman pinus TNGM sebesar 131.62 Mg.ha-1, hal ini menunjukkan bahwa TNGM memiliki cadangan karbon lebih besar dibandingkan dengan hutan tanaman pinus di Kebumen RPH Somagede dan KPH Cianjur.
5.4.2 Cadangan karbon non−hutan Tipe penggunaan lahan non-hutan yaitu perdu, semak dan padang rumput. Kondisi TNGM sebagai gunung teraktif di dunia menyebabkan sebagian wilayah sering mengalami suksesi. Hal ini secara tidak langsung memicu terjadinya wilayah semak dan padang rumput. Pada wilayah perdu dan padang rumput ketinggian tempat di atas 2000 m dpl. Prasetyo (2010) dalam penelitiannya di TNBBS menyatakan bahwa cadangan karbon semak sebesar 10.51 Mg.ha-1 dan padang rumput sebesar 1.47 Mg.ha-1. Jumlah cadangan karbon di TNBBS jauh lebih besar dibandingkan dengan TNGM yang hanya 3.62 Mg.ha-1.
43
5.5 Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan Hasil analisis menunjukkan bahwa cadangan karbon di kawasan TNGM mengalami perubahan dalam periode 1991, 2001 dan 2009. Perhitungan cadangan karbon berdasarkan survei pengambilan contoh lapang yang terbagi dalam 6 tipe penggunaan lahan. Pengambilan contoh karbon lapang dijadikan acuan peta klasifikasi dalam menduga cadangan karbon setiap tipe penggunaan lahan. Peta klasifikasi cadangan karbon dapat diwakili oleh peta kelas penggunaan lahan yang dihubungkan dengan kerapatan karbon di setiap penggunaan lahan.
5.5.1 Perubahan cadangan karbon tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991−2001 Hasil pembuatan peta klasifikasi penggunaan lahan menunjukkan perbedaan luas kawasan TNGM antara tahun 1991 sampai 2001 seluas 4.78 ha (0.06%), hal ini terjadi karena proses geometri yang tidak sempurna. Kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan sekunder dengan nilai 112664.22 Mg per tahun. Peningkatan cadangan karbon tersimpan hanya terdapat pada wilayah perdu, yaitu sebesar 34735.18 Mg. Total perubahan cadangan karbon tersimpan di TNGM antara tahun 1991 sampai 2001 berkurang sebesar 157458.71 Mg (26.47%) atau 15745.87 Mg (2.65%) per tahun (Tabel 15). Prasetyo (2010) menerangkan total perubahan cadangan karbon tersimpan di TWNC TNBBS dari tahun 2000 hingga 2009 berkurang sebesar 279.422 Mg (7,17%). Bila dibandingkan dengan TNGM maka TWNC TNBBS lebih banyak mengalami kemerosotan cadangan karbon tersimpan. Menurut von Mirbach (2000) bahwa nilai 1 Mg karbon setara dengan penyerapan 3.667 Mg CO2. Nilai kehilangan karbon TNGM antara tahun 1991 sampai 2001 yang besarnya mencapai 157458.71 Mg setara dengan pelepasan CO2 sebesar 577401.09 Mg.
Tabel 15 Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2001) No
Tipe penutupan lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka* Pasir* Batu* No data**
Luas tahun 1991 (ha) 2110.61 760.01 967.38 525.52 213.01 228.69 360.25 483.49 538.45 710.23
% 30.6 11.02 14.02 7.62 3.09 3.32 5.22 7 7.81 10.3
Luas tahun 2001 (ha) 1455.89 164.09 820.22 475.89 962.91 172.56 458.09 714.69 967.85 710.23
Total 6897.64 100 6902.42 Keterangan : * tidak dilakukan pendugaan cadangan karbon ** awan dan bayangan awan
21.09 2.38 11.89 6.89 13.95 2.5 6.64 10.35 14.02 10.29
Perubahan penutupan lahan (ha) -654.72 -595.92 -147.16 -49.63 749.90 -56.14 97.84 231.20 429.40 0
Karbon 1991 (Mg) 363193.77 74116.18 127326.29 19522.88 9866.76 827.87 -
100
4.78
594853.75
%
61.06 12.46 21.40 3.28 1.66 0.14 -
Karbon 2001 (Mg) 250529.55 16002.15 107957.49 17679.24 44601.94 624.66 -
100
437395.04
%
57.28 3.66 24.68 4.04 10.20 0.14 -
Perubahan karbon (Mg) -112664.22 -58114.02 -19368.80 -1843.64 34735.18 -203.21 -
100
-157458.71
%
45
5.5.2 Perubahan cadangan karbon tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991−2009 Hasil pembuatan peta klasifikasi penggunaan lahan menunjukkan perbedaan luas kawasan TNGM antara tahun 1991 sampai 2009 seluas 7.52 ha (0.11%), hal ini terjadi karena proses geometri yang tidak sempurna. Kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan sekunder dengan nilai 268081.71 Mg. Selama tahun 1991-2009 terdapat beberapa tipe penggunaan lahan yang mengalami peningkatan cadangan karbon tersimpan seperti pada kawasan hutan tanaman campuran (73519.35 Mg), hutan tanaman pinus (30059.64 Mg), perdu (29084.56 Mg) serta semak dan padang rumput (418.90 Mg). Total perubahan cadangan karbon tersimpan di TNGM antara tahun 1991 sampai 2009 berkurang sebesar 145391.26 Mg (24.44%) atau 8077.29 Mg (1.36%) per tahun (Tabel 16). Nilai kehilangan karbon TNGM antara tahun 1991 sampai 2009 yang besarnya mencapai 145391.26 Mg setara dengan pelepasan CO2 sebesar 533149.75 Mg. Berdasarkan hasil cadangan karbon tersimpan yang diperoleh antara tahun 1991−2001 dengan 1991−2009 terlihat berbeda walaupun total cadangan karbon tersimpan masih tetap berkurang. Pengurangan cadangan karbon tersimpan tahun 1991−2009 lebih kecil dibandingkan tahun 1991−2001. Terdapat 4 kawasan penggunaan lahan di tahun 1991−2009 yang mengalami peningkatan cadangan karbon tersimpan sedangkan di tahun 1991−2001 hanya 1 kawasan. Peningkatan cadangan karbon tersimpan pada beberapa tipe penggunaan lahan menunjukkan adanya bentuk usaha dalam rehabilitasi dan menjaga kawasan hutan yang dilakukan oleh TNGM dan masyarakat sekitar kawasan TNGM.
Tabel 16 Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2009) No
Tipe penutupan lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka* Pasir* Batu* No data**
Luas tahun 1991 (ha) 2110.61 760.01 967.38 525.52 213.01 228.69 360.25 483.49 538.45 710.23
% 30.6 11.02 14.02 7.62 3.09 3.32 5.22 7 7.81 10.3
Luas tahun 2009 (ha) 552.72 1513.9 1195.76 245.78 840.92 344.41 606.89 168.40 726.14 710.23
Total 6897.64 100 6905.16 Keterangan : * tidak dilakukan pendugaan cadangan karbon ** awan dan bayangan awan
8 21.92 17.32 3.56 12.18 4.98 8.79 2.44 10.52 10.29
Perubahan penutupan lahan (ha) -1557.89 753.89 228.38 -279.73 627.91 115.72 246.65 -315.09 187.69 0
Karbon 1991 (Mg) 363193.77 74116.18 127326.29 19522.88 9866.76 827.87 -
100
7.53
594853.75
%
%
Karbon 2009 (Mg)
%
61.06 12.46 21.40 3.28 1.66 0.14 -
95112.06 147635.52 157385.93 9130.88 38951.32 1246.77 -
21.16 32.85 35.02 2.03 8.67 0.28 -
Perubahan karbon (Mg) -268081.71 73519.35 30059.64 -10392.01 29084.56 418.90 -
100
449462.49
100
-145391.26
47
5.5.3 Perubahan cadangan karbon tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2001−2009 Hasil pembuatan peta klasifikasi penggunaan lahan menunjukkan perbedaan luas kawasan TNGM antara tahun 2001 sampai 2009 seluas 2.74 ha (0.04%), hal ini terjadi karena proses geometri yang tidak sempurna. Kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan sekunder dengan nilai 155417.49 Mg. Selama tahun 2001-2009 terdapat beberapa tipe penggunaan lahan yang mengalami peningkatan cadangan karbon tersimpan seperti pada kawasan hutan tanaman campuran (131633.37 Mg), hutan tanaman pinus (49428.44 Mg) dan semak dan padang rumput (622.11Mg). Total perubahan cadangan karbon tersimpan di TNGM antara tahun 2001 sampai 2009 mengalami kenaikan sebesar 12067.45 Mg (2.76%) atau 1508.43 Mg (0.35%) per tahun (Tabel 17). Naiknya nilai karbon TNGM antara tahun 2001 sampai 2009 sebesar 12067.45 Mg menandakan kawasan TNGM mampu meningkatkan penyerapan CO2 sebesar 44251.34 Mg. Hasil pendugaan cadangan karbon tersimpan berdasarkan klasifikasi peta penggunaan lahan pada tahun 1991−2001 dan 1991−2009 berbeda dengan 2001−2009. Pada tahun 2001−2009 kawasan TNGM berhasil meningkatkan penyimpanan cadangan karbon walaupun nilainya sangat kecil, yaitu 12067.45 Mg (2.76%). Penurunan cadangan karbon terbanyak terjadi pada hutan sekunder (155417.49 Mg) dan peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada hutan tanaman campuran (131633.37 Mg). Fluktuasi cadangan karbon tersimpan akibat letusan Gunung Merapi tahun 2006 yang menyebabkan banyak hutan sekunder rusak. Kerusakan ini cepat ditanggapi oleh pihak TNGM yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan dengan cara penanaman spesies cepat tumbuh seperti akasia dekuren (Acacia decurrens). Inilah sebab utama cadangan karbon tersimpan pada tipe penggunaan lahan hutan tanaman campuran meningkat.
Tabel 17 Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (2001−2009) No
Tipe penutupan lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan sekunder Hutan tanaman campuran Hutan tanaman pinus Bambu Perdu Semak dan padang rumput Lahan terbuka* Pasir* Batu* No data**
Luas tahun 2001 (ha) 1455.89 164.09 820.22 475.89 962.91 172.56 458.09 714.69 967.85 710.23
% 21.09 2.38 11.89 6.89 13.95 2.5 6.64 10.35 14.02 10.29
Luas tahun 2009 (ha) 552.72 1513.9 1195.76 245.78 840.92 344.41 606.89 168.40 726.14 710.23
Total 6902.42 100 6905.16 Keterangan : * tidak dilakukan pendugaan cadangan karbon ** awan dan bayangan awan
8 21.92 17.32 3.56 12.18 4.98 8.79 2.44 10.52 10.29
Perubahan penutupan lahan (ha) -903.17 -1349.81 -375.54 230.10 121.99 -171.85 -148.80 546.29 241.72 0
Karbon 2001 (Mg) 250529.55 16002.15 107957.49 17679.24 44601.944 624.66 -
100
-1809.08
437395.04
%
57.28 3.66 24.68 4.04 10.20 0.14 -
Karbon 2009 (Mg) 95112.06 147635.5 157385.93 9130.88 38951.32 1246.77 -
100
449462.49
%
21.16 32.85 35.02 2.03 8.67 0.28 -
Perubahan karbon (Mg) -155417.49 131633.37 49428.44 -8548.36 -5650.62 622.11 -
100
12067.45
%
49
5.6 Cadangan Karbon Tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi dan Konsep REDD Konsep REDD yang menjadi topik utama dalam COP 13 di Nusa Dua Bali merupakan salah satu solusi isu pemanasan global yang dalam beberapa dekade terakhir menjadi sorotan dunia. Konsep REDD diperlukan dalam upaya mitigasi angka perubahan penggunaan lahan dan kehilangan jumlah cadangan karbon tersimpan di TNGM. Terdapat beberapa kriteria dalam penetapan lokasi REDD, seperti pengelolaan kawasan, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di sekitar kawasan hutan serta konflik kepentingan antara masyarakat. Data luas penggunaan serta perubahan lahan TNGM beserta cadangan karbon tersimpannya merupakan aspek yang termasuk kriteria pemilihan lokasi REDD yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/Menhut-II/2009. Konsep REDD sekarang semakin maju, tidak hanya sekedar mengurangi degradasi dari deforestasi hutan, tetapi juga melihat peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon dalam vegetasi dan pengelolaan. Konsep ini dinamakan REDD-plus, yang mengutamakan pengelolaan hutan secara lestari (sustainable forest management) yang mencakup kelestarian produksi, ekologi, dan sosial budaya setempat. Nilai penurunan kualitas hutan pada perubahan cadangan karbon tahun 1991−2009 sebesar 15745.87 Mg (2.65%) per tahun dapat dijadikan baseline karbon sebagai acuan Reference Emission Level (REL) untuk program REDD/REDD-plus yang pada saat ini masih dalam program uji coba di beberapa lokasi. Trend cadangan karbon merapi sejak tahun 1991 sampai 2009 tersaji dalam Gambar 19. Pelaksanaan REDD/REDD-plus direncanakan akan dimulai setelah tahun 2012. Nilai cadangan karbon tersimpan yang terlihat dari peta klasifikasi tahun 2001-2009 mengalami peningkatan walaupun hanya 1508.43 Mg (0.35%) per tahun. Peningkatan cadangan karbon tahun 2001−2009 sebagai bukti bahwa sudah terlaksananya kerjasama dari berbagai pihak yang berkepentingan. Pengelolaan berbasis kerjasama antara TNGM dengan masyarakat merupakan cara yang efektif karena secara langsung masyarakat merupakan tokoh utama keberadaan TNGM.
50
Gambar 19 Sejarah kecenderungan cadangan karbon TNGM tahun 1991−2009. Simbiosis mutualisme antara TNGM dengan masyarakat akan memperbaiki kondisi hutan Gunung Merapi, jika kondisi hutan baik maka cadangan karbon tersimpan akan meningkat. Gunung Merapi memiliki catatan letusan terbanyak di dunia sehingga sering mengalami kerusakan akibat letusan. Kerusakan lain diakibatkan dari pertambangan pasir dengan peralatan berat yang juga menyebabkan kerusakan vegetasi di TNGM. Mitigasi daerah yang rusak sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hutan TNGM. Perlakuan mitigasi akan memberikan keuntungan lebih baik daripada hanya membiarkan lahan terbuka terbengkalai atau menjadi lahan pertanian terbuka. Reforestasi atau penghutanan kembali dengan menggunakan bibit atau semai asli dari hutan setempat, terutama di lokasi bukaan lahan, bekas tebangan dan semak belukar merupakan strategi selain melakukan mitigasi degradasi dari deforestasi hutan. Pemilihan jenis yang akan ditanam disesuaikan dengan prioritas keperluan. Pada tipe hutan sekunder, semak dan padang rumput bisa menggunakan spesies asli hutan setempat, seperti dadap pri (Erythrina lithosperma), pasang abang (Quercus sundaica) dan pasang kletak (Lithocarpus elegans). Pada daerah hutan tanaman
51
campuran dapat ditanami spesies akasia dekuren (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Mekanisme
REDD/REDD-plus
memang
merupakan
sebuah
sistem
menguntungkan karena selain membuat hutan tetap lestari melalui konservasi karbon, REDD/REDD-plus juga menjanjikan aliran dana yang cukup besar. Tetapi kondisi TNGM sebagai gunung aktif yang sering mengalami erupsi menyebabkan penurunan penyerapan dan penyimpanan cadangan karbon. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan dampak bahwa TNGM tidak layak menjadi kawasan dengan konsep REDD/REDD-plus. Konsekuensi TNGM tidak menjadi kawasan REDD/REDD-plus bukanlah suatu halangan dalam melakukan konservasi karbon. Terlepas ada atau tidak adanya REDD/REDD-plus, tetap diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, yaitu pengelola kawasan TNGM dan masyarakat sekitar kawasan TNGM, hal ini untuk memitigasi perubahan penggunaan lahan, terutama hutan. Cadangan karbon tersimpan selalu berbanding lurus terhadap baik atau buruknya kondisi hutan, oleh karena itu dengan meningkatnya cadangan karbon tersimpan di TNGM diharapkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Gunung Merapi akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya kelestarian fungsi hutan di TNGM.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Cadangan karbon tersimpan TNGM pada periode 1991−2001, 1991−2009 dan 2001−2009 mengalami banyak perubahan. Kemerosotan cadangan karbon tersimpan periode 1991−2001 sebesar 157458.71 Mg (26.47%), nilai kehilangan karbon 1991−2001 setara dengan pelepasan CO2 sebesar 577401.09 Mg. Cadangan karbon tersimpan periode 1991−2009 berkurang sebesar 145391.26 Mg (24.44%), nilai kehilangan karbon 1991−2009 setara dengan pelepasan CO2 sebesar 533149.75 Mg. Cadangan karbon tersimpan periode 2001−2009 mengalami kenaikan sebesar 12067.45 Mg (2.76%), nilai pertambahan karbon 2001−2009 setara dengan peningkatan penyerapan CO2 sebesar 44251.34 Mg.
6.2 Saran 1.
Kegiatan mitigasi deforestasi untuk mencegah terjadinya degradasi hutan perlu dioptimalkan agar tetap menjaga keberadaan cadangan karbon tersimpan dan pelestarian keanekaragaman hayati TNGM.
2.
Perlu dilakukan kegiatan reforestasi pada tipe penggunaan lahan berupa lahan terbuka
dan
semak
belukar
untuk
meningkatkan
penyimpanan karbon di dalam biomassa vegetasi.
penyerapan
dan
DAFTAR PUSTAKA Agnita TC. 2010. Pendugaan potensi kandungan karbon pada tegakan jati (Tectona grandis Linn. F) Di Areal Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bakhtiar I, Santoso H, Hafild E, Novira R. editor. 2008. Perubahan Iklim, Hutan, dan REDD: Peluang atau Tantangan?. Civil Society Organization Network on Forestry Governance and Climate Change, The Partnership for Governance Reform. Bogor. Basuki TM, Adi NR, Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam Tegakan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. Di dalam Basuki, Editor. Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB; Kebumen, 03 Agustus 2004. Surakarta. Hlm 84-94. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. FAO Forestry paper 134, Food Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Budiyanto E. 2005. Sistem Informasi Menggunakan ArcView Gis. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2008. Warta Kebijakan “Perdagangan Karbon”. Bogor: CIFOR. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2009. Apakah itu? Pedoman CIFOR Tentang Hutan, Perubahan Iklim dan REDD. Bogor: CIFOR. [Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam]. 2004. 50 Taman Nasional di Indonesia [video]. CV. Setiawan Darma Prima, Produsen. Jakarta: PHKA. 2 video: bersuara. Gunawan A. 2009. Teknik cepat identifikasi lahan terbuka pasca tambang batubara menggunakan citra multi temporal dan multi spasial di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor: fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hairiah K, Sitompul SM, Noordwijk MV, Cherly. 2001. Carbon Stock of Tropical Landuse System as Part of Global C Balance. Journal. Bogor. Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p.
54
Hilmi E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove (studi kasus di Indragiri Hilir Riau) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [HIMAKOVA FAHUTAN IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2008. Laporan Akhir Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2008 Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya. Bogor: HIMAKOVA Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. [HIMAKOVA FAHUTAN IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Laporan Akhir Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2009 Taman Nasional Manupeu Tanahdaru. Bogor: HIMAKOVA Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. [ICRAF]http://www.worldagroforestry.org/sea/Products/AFDbases/wd/asps/SearchSi mple.asp.[21 Okt 2010]. Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta: Bumi Aksara. Lasco RD, Pulhin FB, Roshetko JM, Banaticla MRN. 2004. LULUCF Climate Change Mitigation Project in the Philippines: a Primer. World Agroforestry Centre. Southeast Asia Regional Research Programme. Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jarak Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote sensing and Image Interpretation. Lusiana B, Noordwijk MV, Rahayu S. editor. 2005. Carbon Stocks in Nunukan, East Kalimantan: A Spatial Monitoring and Modelling Approach. Report From the Carbon Monitoring Team of the Forest Resources Management for Carbon Sequestration (FORMACS) Project. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 98 p. Maoyi F. 2007. Sustainable Management and Utilization of Sympodial Bamboos. China Forestry Publishing House. Martawijaya A, Kartasujana I, Sudjana IK, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Martawijaya A, Kartasujana I, Sudjana IK, Kadir K, Prawira SA. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
55
Masripatin N. 2007. Apa Itu REDD ?. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Nurhayati E. 2005. Estimasi Potensi Simpanan Karbon Pada Tegakan Puspa (Schima walichii (DC.) Korth) di Areal 1,2,3 dan 4 Tahun Setelah Pembakaran, di Hutan Sekunder Jasinga Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung: CV Informatika. Prasetyo A. 2010. Pendugaan perubahan cadangan karbon di Tambling Wildlife Nature Conservation Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Purwanti KD. 2008. Pendugaan karbon tersimpan pada berbagai tipe penutupan lahan dengan permodelan spasial data pengukuran lapang dan inderaja (studi kasus kawasan Puncak dan Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Schmidt FH, Fergusson JHA. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Periode Ratios for Indonesia With Western New Guinea Verh. Jakarta: Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Soerianegara I, Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sudradjat GM. 2010. Soil, Disaster and Remote Sensing. Badan Geologi. [Seminar Nasional]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tresnawan H, Rosalina U. 2002. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah di Ekosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan (Studi Kasus Hutan Dusun Aro, Jambi). Jurnal Manajemen Hutan Tropika 8(1):15-29. von Mirbach M. 2000. Carbon Budget Accounting at the Forest Management Unit Level: An Overview of Issues and Methods. Ottawa: Canada’s Model Forest Program, Natural Resources Canada. Wilasari Y. 2009. Interpretasi visual penggunaan atau penutupan lahan pada fusi citra ALOS dan kaitannya dengan banjir (SK Provinsi DKI Jakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yuly. 2008. Prospek Pengelolaan Agroforestry Untuk Tujuan Perdagangan Karbon di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 2. Daftar Spesies Tumbuhan dan Kerapatan Jenis No
Nama Lokal
Nama Latin
Famili
ρ
Sumber
1
Akasia deguren
Acacia decurrens var. mollis (Wendl.) Willd
Fabaceae
0.7
Prosea 5(3) p:38
2
Ande-ande
Antidesma tetrandum Blume
Euphorbiaceae
0.75
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
3
Balungan
Alstonia villosa Blume
Apocynaceae
0.77
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
4
Bambu apus
Gigantochloa apus Kurz
Poaceae
0.71
Hadjib dan Karnasudirdja (1986)
5
Bambu betung
Dendrocalamus asper Kurtz
Poaceae
0.68
Hadjib dan Karnasudirdja (1986)
6
Cemara gunung
Casuarina junghuhniana Miq
Casuarinaceae
0.95
Chomcharn et al. (1986) dalam NFTA (1995)
7
Dadap Pri
Erythrina lithosperma Miq. non Blume
Leguminosae
0.29
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
8
Dandang gulo
Mischocarpus sundaicus Blume
Sapindaceae
0.97
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
9
Dempul
Glochidion rubrum Blume
Euphorbiaceae
0.8
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
10
Dok
Sterculia macrophylla Vent.
Sterculiaceae
0.39
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
11
Gendung
Helicia javanica Blume
Protaceae
0.65
Prosea 5(3) p:284
12
Gesik
Elaeocarpus pierrei K.& V
Elaeocarpaceae
0.6
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
13
Gondang
Ficus variegata Blume
Moraceae
0.47
Prosea 5(3) p:233
14
Huru puspa
Litsea diversifolia Blume
Lauraceae
0.58
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
15
Kaliandra
Calliandra calothyrsus Meinsner
Fabaceae
0.65
Prosea 11 p:80; Prosea 4 p:69
16
Kayu Manis
Cinnamomum burmani (C.G. & Th. Nees) Blume
Myristicaceae
0.57
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
17
Kebak
Ficus alba Reinw
Moraceae
0.45
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
18
Kedoyo
Amoora aphanamixis (Wallich) R.N. Parker
Meliaceae
0.69
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
19
Kemaduh
Laportea stimulans (Lf) Gaud
Urticaceae
0.38
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
20
Kina
Cinchona excelsa Roxb
Rubiaceae
0.54
Prosea 5(3) p:299
21
Lodo
Symplocos javanica (Bl.) Kurz.
Symplocaceae
0.55
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
22
Lotro
Wendlandia glabrata DC
Rubiaceae
0.79
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
23
Manis Rejo
Vaccinium varingfolium J.J.S
Ericaceae
0.77
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
Lanjutan lampiran 2 No
Nama Lokal
Nama Latin
Famili
ρ
Sumber
24
Marong
Cratoxylon clandestinum Blume
Guttiferaceae
0.61
Prosea 5(1) p:144
25
Meniran
Callicarpa cana LINN
Verbenaceae
0.41
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
26
Miren
Thespesia lampas Dalz & Gibs
Malvaceae
0.77
Prosea 5(3) p:556
27
Pasang abang
Quercus sundaica Bl
Fagaceae
0.58
Atlas kayu Indonesia I Martawijaya Abdurahim 1981
28
Pasang kletak
Lithocarpus elegans (Bl.) Hatus.ex Soepadmo
Fagaceae
0.83
Atlas kayu Indonesia I Martawijaya Abdurahim 1981
29
Pinus
Pinus merkusii Jungh. & de Vriese
Pinaceae
0.55
Atlas kayu Indonesia II Martawijaya Abdurahim 1989
30
Pung
Dichrostachys cinerea (L.) Wight & Arn.
Leguminosae
0.9
Prosea 5(3) p:188
31
Puspa
Schima noronhae Reinw. ex Blume
Theaceae
0.62
Atlas kayu Indonesia II Martawijaya Abdurahim 1989
32
Rasamala
Altingia excelsa Noronhae.
Hamamelidaceae
0.81
Anonim. 1981
33
Sampang
Evodia latifolia DC
Rutaceae
0.42
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
34
Sarangan
Castanea argentea (Blume) A.DC
Fagaceae
0.73
Martawijaya A. et al. 1992
35
Semutan
Glochidion rubrum Blume
Euphorbiaceae
0.8
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
36
Sonto
Sarcosperma sp.
Sarcospermaceae
0.48
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
37
Sowo
Engelhardia spicata Blume
Juglandaceae
0.54
Prosea 5(3) p:216
38
Tambal
Persea rimosa (Bl.) Kosterm
Lauraceae
0.47
Fearnside PM (1997)
39
Tanganan
Schefflera plybotrya Koord
Araliaceae
0.46
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
40
Tutup
Mallotus rhizinoides Muell Arg
Euphorbiaceae
0.6
Prosea 5(3) p:347
41
Umbel-umbelan
Saurauia bracteosa DC
Actinidiaceae
0.43
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
42
Urang-urangan
Villebrunea rubescens Blume
Urticaceae
0.62
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
43
wilodo banyu
Ficus lepicarpa Blume
Moraceae
0.47
Prosea 5(3) p:233
44
Wilodo Jowo
Ficus fulva Elmer
Moraceae
0.55
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
45
Wiung
Turpinia sphaerocarpa Hassk
Staphyleaceae
0.45
Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono PH (1990)
Lampiran 3. Data Pengukuran Biomassa Hutan Sekunder A. Bukit Plawangan Vegetasi hidup Lokasi : Bukit Plawangan Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x2 m (0.04 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah Nama ∑ ∑ Keliling No Lokal individu (cm) 1 Ande-ande 7 474.2 2 Balungan 6 444.1
Kerapatan (g.cm-3) 0.75 0.77
∑ Biomassa (Kg) 2081.447 2027.058
3 4 5 6 7
Dadap pri Dandang gulo Gendung Kina Marong
5
160
0.29
83.564
2
70
0.97
125.591
11 24 3
805.2 708.11 122.6
0.65 0.54 0.61
2701.745 945.042 357.631
Vegetasi hidup Lokasi : Bukit Plawangan Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (20x100)x2 m (0.4 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah Nama ∑ ∑ Keliling No Lokal individu (cm) Ande1 2 195.5 ande 2 Balungan 2 221.6
Kerapatan (g.cm-3)
∑ Biomassa (Kg)
0.75
1353.234
0.77
1923.972
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1148 - 1179 m dpl Azimuth : 78° Posisi Start : S 07° 35' 20.2" E 110° 25' 42.9" Posisi End : S 07° 35' 18.9" E 110° 25' 45.5" Nama ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Lokal individu (cm) (g.cm-3) Pasang 8 12 679.8 0.58 abang 9 Pung 3 107.7 0.9 10 11
Rasamala Tambal
4 4
104.2 137.5
0.81 0.47
∑ Biomassa (Kg) 2012.955 315.577 97.4 230.768
Subtotal Biomassa (Kg/ha)
10978.76567 274469.1418
Biomassa (Mg/ha)
274.5
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1148 - 1179 m dpl Azimuth : 78° Posisi Start : S 07° 35' 20.2" E 110° 25' 42.9" Posisi End : S 07° 35' 18.9" E 110° 25' 45.5" Nama ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Lokal individu (cm) (g.cm-3) Dadap 3 3 464.5 0.29 pri 4 Dandang 1 119 0.97
∑ Biomassa (Kg) 3155.387 1459.290
Lanjutan lampiran 3 No 5 6 7 8
Nama Lokal Kina Marong Pasang abang Pung
∑ individu 8 1
∑ Keliling (cm) 1143.8 120.5
Kerapatan (g.cm-3) 0.54 0.61
∑ Biomassa (Kg) 9695.248 948.3156224
11
1528.8
0.83
24180.997
2
232
0.9
2622.579
No 9 10 11
Nama ∑ Lokal individu Puspa 1 Rasamala 11 Tambal 1
∑ Biomassa (Kg) 560.8426272 36637.391 855.9038613
84470.91038 211177.2759
Biomassa (Mg/ha)
211.18
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya
Lokasi : Bukit Plawangan Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (0.5x0.5)x4 m (0.0001ha)
Altimeter : 1148 m dpl Posisi : S 07° 35' 20.2" E 110° 25' 42.9" Tipe Ekosistem : Pegunungan Bawah
Berat Basah (gram)
Kerapatan (g.cm-3) 0.62 0.81 0.47
Subtotal Biomassa (Kg/ha)
Tumbuhan bawah
No Plot
∑ Keliling (cm) 98 1817.5 128
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
1 2 3 4
75 125 175 90
125 125 150 150
150 165 100 200
75 125 175 90
125 125 150 150
150 165 100 200
15 10 85 20
15 20 25 40
40 65 35 50
15 10 85 20
15 20 25 40
40 65 35 50
Total
465
550
615
465
550
615
130
100
190
130
100
190
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
230 2.3
190 1.9
Lanjutan lampiran 3 Vegetasi mati Lokasi : Bukit Plawangan
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1148 - 1179 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x2 m (0.04 ha)
Azimuth : 78° Posisi Start : S 07° 35' 20.2" E 110° 25' 42.9"
Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Posisi End : S 07° 35' 18.9" E 110° 25' 45.5"
No
Nama Lokal
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Kerapatan (g.cm-3)
BK
1
x1
71
22.61146497
3
0.4
48.16242038
2
x2
24
7.643312102
2.3
0.4
4.21910828
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
52.38152866 1309.538217 1.31
B. Telogo Muncar Vegetasi hidup Lokasi : Gardu pandang Tipe Hutan : Alam
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 931 - 1051 m dpl Azimuth : 345°
Ukuran Plot : (5x40)x2 m (0.04 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah Nama ∑ ∑ Keliling No Lokal individu (cm) 1 Kaliandra 3 59.5 2 Kina 36 1278.5 Pasang 3 1 61 abang
Posisi Start : S 07° 35' 27.5" E 110° 26' 06.8" Posisi End : S 07° 35' 26.5" E 110° 26' 06.3" Nama ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Lokal individu (cm) (g.cm-3) 4 Puspa 33 1229.9 0.62 5 Rasamala 5 305 0.81
Kerapatan (g.cm-3) 0.65 0.54
∑ Biomassa (Kg) 28.888 2036.104
0.58
151.506
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
∑ Biomassa (Kg) 2343.13 1393.629
5951.25669 148781.4137 148.78
Lanjutan lampiran 3 Vegetasi hidup Lokasi : Gardu pandang Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (20x100)x2 m (0.4 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) 1 Dadap pri 1 110 2 Kayu manis 1 103 3 Kina 1 129 Pasang 4 1 109.5 abang 5 Puspa 8 1243.8
Kerapatan (g.cm-3) 0.29 0.57 0.54
∑ Biomassa (Kg) 355.0453591 587.415486 1003.635023
0.58
701.6652894
0.62
17667.468
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 931 - 1051 m dpl Azimuth : 345° Posisi Start : S 07° 35' 27.5" E 110° 26' 06.8" Posisi End : S 07° 35' 26.5" E 110° 26' 06.3" ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) 6 Rasamala 27 4961.7 0.81 Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
139290.9957 348227.4892 348.23
Tumbuhan bawah
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya
Lokasi : Telogo muncar Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (0.5x0.5)x2 m (0.00005ha)
Altimeter : 1051 m dpl Posisi : S 07° 35' 26.5" E 110° 26' 06.3" Tipe Ekosistem : Pegunungan Bawah
No Plot 1 2 Total
Berat Basah (gram)
∑ Biomassa (Kg) 118975.767
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
125 80 205
130 230 360
170 250 420
125 80 205
130 230 360
170 250 420
60 25 85
55 65 120
90 120 210
60 110 170
175 65 240
300 120 420
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
410 8.2
420 8.4
Lanjutan lampiran 3 C. Ledokwulu Vegetasi hidup Lokasi : Gardu pandang Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x2 m (0.04 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) 1 Ande-ande 8 238.5 2 Dadap pri 4 277 3 Dempul 4 265.9
Kerapatan (g.cm-3) 0.75 0.29 0.8
∑ Biomassa (Kg) 452.277 447.408 1105.388
4 5
Lodo Pasang abang
2
145.5
0.55
464.188
38
1750.8
0.58
4292.15
Vegetasi hidup Lokasi : Ledokwulu Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (20x100)x2 m (0.4 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah Nama ∑ ∑ Keliling No Lokal individu (cm) 1 Ande-ande 1 96 2 Dadap pri 2 370.7 3 Dempul 1 108 4 Kebak 1 157 5 Lodo 2 253
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.75 642.760 0.29 3029.929 0.8 933.463 0.45 1399.286 0.55 1976.318
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1767 - 1759 m dpl Azimuth : 330° Posisi Start : S 07° 33' 31.3" E 110° 27' 51.7" Posisi End : S 07° 33' 28.8" E 110° 27' 51.3" ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) 6 Pung 2 114.8 0.9 7 Wiung 3 211 0.45 8 Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
∑ Biomassa (Kg) 408.45 549.467 7719.328 192983.19 192.98
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1767 - 1759 m dpl Azimuth : 330° Posisi Start : S 07° 33' 31.3" E 110° 27' 51.7" Posisi End : S 07° 33' 28.8" E 110° 27' 51.3" ∑ ∑ Keliling Kerapatan ∑ Biomassa No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) (Kg) 6 Marong 1 149.5 0.61 1668.502 Pasang 7 12 1417.4 0.58 11642.931 abang 8 Pung 1 130 0.9 1706.911
Lanjutan lampiran 3 No
Nama Lokal
9
Wiung
∑ ∑ Keliling individu (cm) 2 271
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.45 2004.265
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Tumbuhan bawah Lokasi : Ledokwulu
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1768 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : 0.5x0.5x2 m (0.00005ha)
Posisi : S 07° 53' 31.3" E 110° 27' 51.7" Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah
No Plot 1 2 Total
Berat Basah (gram)
25004.3663 62510.915 62.51
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
250 265 515
275 550 825
550 750 1300
250 265 515
275 300 575
300 300 600
90 85 175
75 70 145
285 150 435
90 85 175
75 128.3333333 203.3333333
522.5 375 897.5
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
378.33 7.5
897.5 18
D. Gunung Bibi Vegetasi hidup Lokasi : Bukit Plawangan
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1794-1763 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x4 m (0.08 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) 1 Cemara 1 89
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.95 667.671
Azimuth : 120° Posisi Start : S 07° 31' 29.9" E 110° 28' 08.8" Posisi End : S 07° 31' 30.5" E 110° 28' 10.5" ∑ ∑ Keliling Kerapatan ∑ Biomassa No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) (Kg) 3 Dempul 19 1164.1 0.8 4686.598
2
0.29
4
Dadap pri
4
256.2
410.381
Gesik
4
247.5
0.6
276.778
Lanjutan lampiran 3 No Nama Lokal 5 6 7 8
Lodo Lotro Miren Pasang kletak
∑ individu 4 5 1 87
∑ Keliling (cm) 150 133.5 42.4
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.55 276.778 0.79 130.182 0.77 77.558
3861.1
0.83
12444.555
No Nama Lokal 9 10 11
Puspa Sowo Wilodo jowo
∑ individu 2 58 14
∑ Keliling (cm) 127 2273.4
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.62 380.723 0.54 3822.523
293.7
0.55
135.552
Subtotal
23897.51351
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
298718.9188 298.72
Vegetasi hidup Lokasi : Bukit Plawangan Tipe Hutan : Alam
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1794-1763 m dpl Azimuth : 120°
Ukuran Plot : (20x100)x4 m (0.8 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) Akasia 1 2 258 Deguren 2 Cemara 3 330.5 3 Dadap Pri 14 2108.3
Posisi Start : S 07° 31' 29.9" E 110° 28' 08.8" Posisi End : S 07° 31' 30.5" E 110° 28' 10.5" ∑ ∑ Keliling Kerapatan ∑ Biomassa No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) (Kg) 6 Pinus 5 753.5 0.0417 5845.328 7 Puspa 2 211 0.62 1366.01
4 5
Dempul Pasang Kletak
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.7
2602.1
0.95 0.29
3515.866 13697.738
6
682.3
0.8
6513.900
26
2827.1
0.83
26650.823
Subtotal Biomassa (Kg/ha)
66724.57319 83.405.71649
Biomassa (Mg/ha)
83.41
Lanjutan lampiran 3 Tumbuhan bawah Lokasi : Galjambet
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1763 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (0.5x0.5)x4 m (0.0001ha)
Posisi : S 07° 31' 30.5" E 110° 28' 10.5" Tipe Ekosistem : Pegunungan tengah
No Plot
Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
1 2 3 4
250 230 235 250
220 525 225 385
520 210 510 280
250 230 235 250
220 300 225 300
300 210 300 280
90 80 95 110
60 110 65 95
165 115 190 135
90 80 95 110
60 192.5 65 121.9166667
286 115 323 135
Total
965
1355
1520
965
1045
1090
375
330
605
375
439.4166667
859
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha) Vegetasi mati Lokasi : Galjambet Azimuth : 120° Ukuran Plot : (20x100)x4 m (0.8 ha)
814.42 8.14
859 8.6
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1794-1763 m dpl Posisi Start : S 07° 31' 29.9" E 110° 28' 08.8" Posisi End : S 07° 31' 30.5" E 110° 28' 10.5"
No
Nama Lokal
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Kerapatan (g.cm-3)
BK
1 2 3 4
x1 x2 x3 x4
99.4 132 113 122
31.65605 42.03822 35.98726 38.8535
2.5 5 4.4 2.6
0.4 0.4 0.4 0.4
78.66528662 277.4522293 178.9286624 123.2433121
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
658.2894904 822.8618631 0.82
Lanjutan lampiran 3 E. Tegalan Malang Vegetasi hidup Lokasi : Tegalan malang
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1302-1330 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x4 m (0.08 ha)
Azimuth : 310° Posisi Start : S 07° 32' 31.8" E 110° 24' 43.3"
Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) 1 Dadap Pri 9 684 2 Dok 1 91 3 Kemaduh 71 1814.4
Kerapatan ∑ Biomassa (g.cm-3) (Kg) 0.29 1286.148 0.39 290.529 0.38 1679.448
4 5 6 7
0.79 0.42 0.8 0.46
Lotro sampang Semutan Tanganan
6 23 3 3
158.4 1391.56 122 99
424.392 2825.786 489.375 72.364
Posisi End : S 07° 32' 29.9" E 110° 24' 41.5" ∑ ∑ Keliling Kerapatan ∑ Biomassa No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) (Kg) 8 Tutup 2 112 0.6 422.99 Urang9 31 670.1 0.62 417.084 urangan Wilodo 10 7 246.5 0.55 345.494 Jowo Subtotal 8253.614741 Biomassa (Kg/ha) 103170.1843 Biomassa (Mg/ha) 103.17
Vegetasi hidup
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya
Lokasi : Tegalan malang Tipe Hutan : Alam
Altimeter : 1302-1330 m dpl Azimuth : 310°
Ukuran Plot : (20x100)x4 m (0.8 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah ∑ ∑ Keliling No Nama Lokal individu (cm) 1 Dadap Pri 78 11395.1 2 Dok 1 101 3 Gondang 2 473 4 Kemaduh 4 486
Posisi Start : S 07° 32' 31.8" E 110° 24' 43.3" Posisi End : S 07° 32' 29.9" E 110° 24' 41.5" ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) 5 Lotro 2 197.2 0.79 6 Meniran 1 111 0.41 7 Sampang 4 436.4 0.42 8 Semutan 9 1145.3 0.8
Kerapatan (g.cm-3) 0.29 0.39 0.47 0.38
∑ Biomassa (Kg) 66148.964 381.789 8893.272 2471.64
∑ Biomassa (Kg) 1454.111 514.005 2075.135 13697.945
Lanjutan lampiran 3 No Nama Lokal 9 10
Tutup Umbelumbelan
∑ ∑ Keliling Kerapatan individu (cm) (g.cm-3) 2 230 0.6 3
319.6
0.43
∑ Biomassa (Kg) 1653.002
No Nama Lokal
1475.019
∑ ∑ Keliling Kerapatan individu (cm) (g.cm-3) Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Tumbuhan bawah
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya
Lokasi : Tegalan malang Tipe Hutan : Alam
Altimeter : 1330 m dpl Posisi : S 07° 32' 29.9" E 110° 24' 41.5"
Ukuran Plot : (0.5x0.5)x4 m (0.0001ha)
Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
No Plot
Berat Basah (gram)
∑ Biomassa (Kg) 98764.88043 1234656.1005 123.46
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
1 2 3
Daun 115 65 65
Batang 500 95 120
Serasah 675 190 750
Daun 115 65 65
Batang 300 95 120
Serasah 300 190 300
Daun 10 10 18
Batang 90 20 30
Serasah 120 85 120
Daun 10 10 18
Batang 150 20 30
Serasah 270 85 300
4
105
270
750
105
270
300
50
90
170
50
90
425
Total
350
985
2365
350
785
1090
88
230
495
88
290
1080
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
378 3.78
1080 10.8
Lanjutan lampiran 3 Vegetasi mati Lokasi : Tegalan malang
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1302-1330 m dpl
Tipe Hutan : Alam Ukuran Plot : (5x40)x2 m (0.04 ha)
Azimuth : 310° Posisi Start : S 07° 32' 31.8" E 110° 24' 43.3"
Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Posisi End : S 07° 32' 29.9" E 110° 24' 41.5"
No
Nama Lokal
Keliling (cm)
Diameter (cm)
1 2
x1 x2
144 116
45.85987 36.94268
Tinggi (m)
Kerapatan (g.cm-3)
BK
6.4 3
0.4 0.4
422.644586 128.5605096
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
551.2050955 689.0063694 0.70
Lampiran 4. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Campuran Selo Vegetasi hidup Lokasi : Pampung Tipe Hutan : Tanaman
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 2111 m dpl Azimuth : 60°
Ukuran Plot : (5x40)x3 m (0.06 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan atas ∑ ∑ Keliling Kerapatan No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) 1 Akasia deguren 57 2066.4 0.7 2 Cemara 1 62 0.95 3 Gesik 68 2380.2 0.6 4 Manis Rejo 20 467.3 0.77
Posisi : S 07° 31' 33.1" E 110° 27' 16.9" ∑ Biomassa (Kg) 4818.465 258.957 6431.677 372.375
Vegetasi hidup Lokasi : Pampung Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (20x100)x3 m (0.6ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan atas ∑ ∑ Keliling Kerapatan ∑ Biomassa No Nama Lokal individu (cm) (g.cm-3) (Kg) 1 Cemara 1 128 0.95 1730.018 2 Akasia Deguren 11 1191.5 0.7 9414.125
No Nama Lokal 5
Miren
∑ ∑ Keliling Kerapatan individu (cm) (g.cm-3) 1 16.6 0.77
∑ Biomassa (Kg) 6.647
Subtotal
11888.11975
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
198135.3291 198.14
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 2111 m dpl Azimuth : 60° Posisi : S 07° 31' 33.1" E 110° 27' 16.9"
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
11144.14376 18573.57293 18.57
Lampiran 5. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh. & de Vriese) A. Kinah Rejo Vegetasi hidup
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya
Lokasi : Kinah rejo Tipe Hutan : Tanaman
Altimeter : 1327 m dpl Azimuth : 48°
Ukuran Plot : 5x40 m (0.02 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Posisi : S 07° 34' 21.5" E 110° 26' 35.6"
No
∑ individu
1
13
∑ Keliling (cm) 735
Konstanta
∑ Biomassa (Kg)
0.0417
1569.28616
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
78464.30798 78.5
Vegetasi hidup Lokasi : Kinah rejo Tipe Hutan : Tanaman
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1327 m dpl Azimuth : 48°
Ukuran Plot : 20x100 m (0.2ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Posisi : S 07° 34' 21.5" E 110° 26' 35.6"
No
∑ individu
1
26
∑ Keliling (cm) 3213.5
Konstanta
∑ Biomassa (Kg)
0.0417
20158.85704
Biomassa (Kg/ha)
100794.2852
Biomassa (Mg/ha)
100.80
Lanjutan lampiran 5 B. Sidorejo Vegetasi hidup Tipe Hutan : Tanaman
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1189 m dpl Azimuth : 240°
Ukuran Plot : 5x40 m (0.02ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah No
∑ individu
1
2
Posisi Start : S 07° 34' 34.7" E 110° 28' 05.4" ∑ Keliling (cm) 144.3
Vegetasi hidup Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : 20x100 m (0.2ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah No
∑ individu
1
36
Konstanta
∑ Biomassa (Kg)
0.0417
385.008353
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
19250.41765 19.25
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1189 m dpl Azimuth : 240° Posisi Start : S 07° 34' 34.7" E 110° 28' 05.4" ∑ Keliling (cm) 4925.8
Konstanta 0.0417 Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
∑ Biomassa (Kg) 46044.78968 230223.9484 230.22
Lanjutan lampiran 5 Tumbuhan bawah Lokasi : Sidorejo
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1090 m dpl
Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : 0.5x0.5 m (0.000025ha) No Plot 1
Daun
Batang
Serasah
Sub Contoh Berat Basah (gram) Daun Batang Serasah
175
350
650
175
Berat Basah (gram)
300
300
Posisi : 07° 34' 34.7" E 110° 28' 05.4" Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah Sub Contoh Berat Kering Berat Kering (gram/ha) (gram) Daun Batang Serasah Daun Batang Serasah 50
145
125
50
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha) Vegetasi mati Lokasi : Sidorejo Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : 5x40m (0.02 ha)
169.1666667 219.1666667
8.8
270.8333333 270.8333333 10.8
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1189 m dpl Azimuth : 240° Posisi Start : S 07° 34' 34.7" E 110° 28' 05.4"
Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah No
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Kerapatan (g.cm-3)
Biomassa (Kg)
1 2
54 66
17.19745223 21.01910828
8.6 9.8
0.4 0.4
80.07657296 136.4946991
3
23
7.324840764
4.9
0.4
8.287503394
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
224.8587754 11242.93877 11.24
Lanjutan lampiran 5 Vegetasi mati Lokasi : Sidorejo
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1189 m dpl Azimuth : 240° Posisi Start : S 07° 34' 34.7" E 110° 28' 05.4"
Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (20x100)x3 m (0.6 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah No
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
1
94.5
30.0955414
12.4
2
112
35.66878981
13.9
Kerapatan (g.cm-3) 0.4 0.4
Biomassa (Kg)
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
910.8679151 4554.339575 4.56
354.326306 556.5416091
C. Ngargomulyo Vegetasi hidup Lokasi : Deles dukun
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 933-949 m dpl Azimuth : 165° Posisi Start : S 07° 33' 03.2" E 110° 23' 12.6" Posisi end : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7"
Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (5x40)x3 m (0.06 ha) Tipe Ekosistem : Dataran rendah No
∑ individu
∑ Keliling (cm)
Konstanta
∑ Biomassa (Kg)
1
60
4540.4
0.0417
13012.45586
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
216874.2683 216.87
Lanjutan lampiran 5 Vegetasi hidup Lokasi : Deles dukun
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 933-949 m dpl Azimuth : 165° Posisi Start : S 07° 33' 03.2" E 110° 23' 12.6" Posisi end : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7"
Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (20x100)x3 m (0.6 ha) Tipe Ekosistem : Dataran rendah No
∑ individu
∑ Keliling (cm)
Konstanta
∑ Biomassa (Kg)
1
177
19829
0.0417
100871.7573
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
168119.5956 168.12
Tumbuhan bawah Lokasi : Deles dukun Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (0.5x0.5)x3 m (0.000075ha) No Plot
Berat Basah (gram) Daun
Batang
1 2 3
120 120 140
Total
380
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 949 m dpl Posisi : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7" Tipe Ekosistem : Dataran rendah
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
190 205 365
730 1050 260
120 120 140
190 205 300
300 300 260
40 50 40
60 85 120
125 195 145
40 50 40
60 85 146
304.1666667 682.5 145
760
2040
380
695
860
130
265
465
130
291
1131.666667
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
421 5.61
1131.666667 15.08
Lanjutan lampiran 5 Vegetasi mati Lokasi : Deles dukun Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (50x40)x3 m (0.06 ha) Tipe Ekosistem : Dataran rendah
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 933-949 m dpl Azimuth : 165° Posisi Start : S 07° 33' 03.2" E 110° 23' 12.6" Posisi end : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7"
No
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
1 2 3
47 70 76
14.96815287 22.29299363 24.20382166
7.8 10.2 10.8
Vegetasi mati Lokasi : Deles dukun Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (50x40)x3 m (0.06 ha) Tipe Ekosistem : Dataran rendah
Kerapatan (g.cm-3) 0.4 0.4 0.4
Biomassa (Kg)
Subtotal
413.5516933
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
6892.528221 6.90
55.36854225 159.5983413 198.5848097
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 933-949 m dpl Azimuth : 165° Posisi Start : S 07° 33' 03.2" E 110° 23' 12.6" Posisi end : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7"
No
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Kerapatan (g.cm-3)
Biomassa (Kg)
1
94.5
30.0955414
12.5
0.4
354.326306
Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
590.5438433 0.59
Lampiran 6. Data Pengukuran Biomassa Perdu Selo Vegetasi hidup Lokasi : Selokopo dulur Tipe : Perdu
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 2577-2554 m dpl Azimuth : 180°
Ukuran Plot : 5x40 m (0.02 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan atas
Posisi Start : S 07° 31' 56.7" E 110° 27' 05.0" Posisi end : S 07° 31' 55.0" E 110° 27' 07.7''
No 1 2
∑ individu
Nama Lokal Manis rejo Sonto
83 1
∑ Keliling (cm)
Kerapatan (g.cm-3)
1998.5 9.554
0.77 0.48
1728.722 19.531
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
Tumbuhan bawah Lokasi : Deles dukun Tipe Hutan : Tanaman Ukuran Plot : (0.5x0.5)x3 m (0.000075ha) No Plot
Berat Basah (gram) Daun
Batang
1
350
515
∑ Biomassa (Kg)
1748.25324 87412.66202 87.41
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 949 m dpl Posisi : S 07° 33' 06.2" E 110° 23' 12.7" Tipe Ekosistem : Dataran rendah
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
105
300
300
105
120
130
25
140
223.16667
25
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
363.16667 14.53
25 1
Lampiran 7. Data Pengukuran Biomassa Bambu Tritis Turgo Vegetasi hidup Lokasi : Tritis turgo Tipe Hutan: Bambu
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1090 m dpl Azimuth : 330°
Ukuran Plot : (5x40)x6 m (0.12 ha) Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Posisi Start : S 07° 34' 45.4" E 110° 25' 04.2"
No Nama Lokal
∑ individu
1 2
66 284
Apus Betung
∑ Keliling (cm)
∑ Biomassa (Kg)
Konstanta
1405.7 9829.02
0.131 0.131
693.169 9738.123
Subtotal Biomassa (Kg/ha) Biomassa (Mg/ha)
10431.29214 86927.43448 86.93
Lampiran 8. Data Pengukuran Biomassa Semak dan Padang Rumput A. Kinah rejo Vegetasi hidup Lokasi : Kinah rejo Tipe : Semak dan padang rumput Ukuran Plot : (0.5x0.5)x2 m (0.00005ha) No Plot
Berat Basah (gram) Daun
Batang
1
250
2 Total
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 1327 m dpl Posisi : S 07° 34' 21.5" E 110° 26' 35.6" Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
_
100
250
_
100
55
_
25
55
275
25
250
275
25
250
60
15
70
60
15
70
525
25
350
525
25
350
115
15
95
115
15
95
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
Batang
25
130 2.6
Serasah
95 1.9
Lanjutan lampiran 8 B. Selo Vegetasi hidup Lokasi : Pampung Tipe : Semak dan padang rumput Ukuran Plot : (0.5x0.5)x4 m (0.0001ha)
Nama Pencatat : Arga Pandiwijaya Altimeter : 2111 m dpl Posisi : S 07° 31' 33.1" E 110° 27' 16.9" Tipe Ekosistem : Pegunungan bawah
No Plot
Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Basah (gram)
Sub Contoh Berat Kering (gram)
Berat Kering (gram/ha)
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
Daun
Batang
Serasah
1 2
230 285
420 280
155 620
230 285
300 280
155 300
60 120
70 50
65 170
60 120
98 50
65 351.333
3 4
265 40
325 60
270 75
265 40
300 60
270 75
95 25
120 30
140 75
95 25
130 30
140 75
Total
820
1085
1120
820
940
800
300
270
450
300
308
631.333
Total (gram/ha) Biomassa (Mg/ha)
608 6.08
631.333 6.31
80
Lampiran 9. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 1991 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : f:/observation/merapi 1991/peta_fix_gabung_1991.img User Name : HP Date : Wed Dec 15 18:14:15 2010 ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Classified Number Users Name Totals Totals Correct Accuracy ---------- ---------- ---------- ------unclassify 8 8 8 --hutan_pinus 13 10 6 60.00% batu 3 9 3 33.33% pasir 1 1 1 100.00% lahan_terbuka 7 6 5 83.33% awan_bayangan 4 4 4 100.00% unclassify 0 0 0 --bambu 2 1 0 0.00% hutan_tanaman_c 7 10 5 50.00% perdu 1 2 1 50.00% semak 1 1 1 100.00% hutan_sekunder 28 23 21 91.30% Totals 75 75 55 Overall Classification Accuracy = 73.33% ----- End of Accuracy Totals -----
Producers Accuracy ----------46.15% 100.00% 100.00% 71.43% 100.00% --0.00% 71.43% 100.00% 100.00% 75.00%
81
Lampiran 10. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2001 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : f:/observation/merapi 2001/peta_fix_gabung_2001.img User Name : HP Date : Wed Dec 15 13:58:25 2010 ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy ---------- ---------- ---------- --------------unclassify 8 8 8 ----hutan_pinus 9 7 5 55.56% 71.43% batu 2 2 2 100.00% 100.00% pasir 1 1 1 100.00% 100.00% lahan_terbuka 3 3 3 100.00% 100.00% awan_bayangan 5 5 5 100.00% 100.00% unclassify 0 0 0 ----bambu 2 2 2 100.00% 100.00% hutan_tanaman_c 4 5 3 75.00% 60.00% perdu 8 13 7 87.50% 53.85% semak 1 1 1 100.00% 100.00% hutan_sekunder 32 28 22 68.75% 78.57% Totals 75 75 59 Overall Classification Accuracy = 78.67% ----- End of Accuracy Totals -----
82
Lampiran 11. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2009 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : f:/observation/merapi 2009 biotrop/peta_fix_gabung_2009.img User Name : HP Date : Wed Dec 15 13:39:51 2010 ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy ---------- ---------- ---------- --------------unclassify 7 7 7 ----hutan_pinus 20 20 19 95.00% 95.00% batu 2 2 2 100.00% 100.00% pasir 1 1 1 100.00% 100.00% lahan_terbuka 2 1 1 50.00% 100.00% awan_bayangan 5 5 5 100.00% 100.00% unclassify 0 0 0 ----bambu 1 2 1 100.00% 50.00% hutan_tanaman_c 21 17 16 76.19% 94.12% perdu 3 10 3 100.00% 30.00% semak 1 1 1 100.00% 100.00% hutan_sekunder 12 9 9 75.00% 100.00% Totals 75 75 65 Overall Classification Accuracy = 86.67% ----- End of Accuracy Totals -----
83
Lampiran 12. Daftar distribusi ground control point (GCP) No
Tanggal
Lokasi
Lat
Lon
1
30/6/2010
Kinarejo
-7.5830936
110.4438927
2
30/6/2010
Kinahrejo
-7.5725177
110.4434759
3
21/6/2010
Gardu Pandang
-7.5900374
110.436743
4
1/7/2010
Telogo muncar
-7.5893868
110.4359627
5
2/7/2010
Bukit plawangan
-7.5889336
110.4285741
6
2/7/2010
Bukit plawangan
-7.588577
110.4293043
7
4/7/2010
Bukit plawangan
-7.5854091
110.4321916
8
4/7/2010
Bukit plawangan
-7.586154
110.4322018
9
4/7/2010
PlawangaStlite
-7.5878916
110.4314427
10
6/7/2010
Tritis turgo
-7.5792757
110.4178288
11
7/7/2010
Kali kuning
-7.5961251
110.4396774
12
8/7/2010
Sidorejo
-7.5763023
110.4681789
13
10/7/2010
Deles gligir bulu
-7.5633147
110.4656129
14
10/7/2010
Selo pos 1
-7.5583883
110.4640908
15
10/7/2010
Basecamp
-7.5677592
110.4682651
16
10/7/2010
Deles blundu
-7.5586953
110.4643555
17
10/7/2010
Deles bibi geong
-7.5593966
110.4644685
18
10/7/2010
Deles ledokwulu
-7.5587181
110.4642399
19
10/7/2010
Deles ledokwulu
-7.557997
110.4642417
20
15/7/2010
Bukit plawangan
-7.5771179
110.467751
21
29/7/2010
Bukit plawangan
-7.5909617
110.4352046
22
29/7/2010
Bukit plawangan
-7.59069
110.4350909
23
31/7/2010
Gunung bibi galjambet
-7.5249286
110.4691612
24
31/7/2010
Gunung bibi galsentu
-7.524301
110.4696193
25
31/7/2010
Gunung bibi kajaran
-7.52498
110.4690982
26
31/7/2010
Gunung bibi kajaran
-7.5251498
110.4695928
27
31/7/2010
Batas gunung bibi
-7.5222564
110.4721317
28
31/7/2010
Sungai gunung bibi
-7.5243963
110.4693863
29
31/7/2010
Gunung bibi
-7.5231049
110.4710833
30
31/7/2010
Siderejo
-7.5734708
110.4661719
31
31/7/2010
Gunung bibi
-7.522165
110.4730148
32
2/8/2010
Deles gili tengah
-7.5238758
110.4716068
33
2/8/2010
Kali munting
-7.5239052
110.4709949
34
2/8/2010
Sungai telogo
-7.5243135
110.4710479
35
2/8/2010
Gunung bibi galsentu
-7.5238656
110.4700125
36
2/8/2010
Gunung bibi kajaran
-7.5254161
110.4722296
84
Lanjutan lampiran 12 37
2/8/2010
Gunung bibi kajaran
-7.5249702
110.4717223
38
2/8/2010
Gunung bibi munting
-7.5237122
110.4707301
39
4/8/2010
Magir
-7.5256479
110.4546818
40
4/8/2010
Pal 81
-7.5225179
110.4518556
41
4/8/2010
Pal 83
-7.5226704
110.4525054
42
4/8/2010
Pal 84
-7.5227278
110.452802
43
4/8/2010
Gunung bibi pampung
-7.5258655
110.4546792
44
5/8/2010
Jalur pendakian selo
-7.5273422
110.4511451
45
5/8/2010
Jalur pendakian selo
-7.5282106
110.4513249
46
5/8/2010
Jalur pendakian selo
-7.5264315
110.451161
47
7/8/2010
Selokopo
-7.5324099
110.4513871
48
7/8/2010
Selokopo duwur
-7.5319467
110.452134
49
7/8/2010
Puncak garuda
-7.5399718
110.4467547
50
7/8/2010
Puncak garuda
-7.5404324
110.4466246
51
7/8/2010
Pasar bubrah
-7.5366161
110.448923
52
9/8/2010
Sesi 1
-7.6260754
110.3163746
53
10/8/2010
Deles dukun
-7.550937
110.3866381
54
10/8/2010
Deles gesikan
-7.5437178
110.4092961
55
10/8/2010
Tegalan malang
-7.5421749
110.4120251
56
10/8/2010
Tegalan malang
-7.5416254
110.4115228
57
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.5520684
110.3868365
58
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.550948
110.3867485
59
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.5507142
110.3881026
60
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.5512534
110.3889901
61
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.5517332
110.3868575
62
11/8/2010
Ngargomulyo
-7.5508756
110.3868436
63
11/8/2010
resorrt dukun
-7.5560377
110.3648112
64
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5430578
110.4120931
65
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5415381
110.4124239
66
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5409935
110.4121774
67
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5410902
110.412395
68
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5408753
110.4133066
69
12/8/2010
Tegalan malang
-7.5403114
110.4140888
70
14/8/2010
Telogo muncar
-7.5911202
110.436589
71
14/8/2010
Telogo muncar
-7.5918843
110.4369393
72
14/8/2010
Tritis turgo
-7.5830659
110.4167722
73
14/8/2010
Tritis turgo
-7.5828137
110.4159952
74
14/8/2010
Telogo muncar
-7.5914641
110.4338181
85
Lampiran 13. Daftar distribusi plot contoh pengukuran karbon No
Tanggal
Lokasi
Tipe penutupan lahan
Lat
Lon
1
30/6/2010
Kinahrejo
Hutan tanaman pinus
-7.5725177
110.4434759
2
21/6/2010
Gardu Pandang
Hutan sekunder
-7.5900374
110.436743
3
1/7/2010
Telogo muncar
Hutan sekunder
-7.5893868
110.4359627
4
2/7/2010
Bukit plawangan
Hutan sekunder
-7.5889336
110.4285741
5
4/7/2010
Bukit plawangan
Hutan sekunder
-7.5854091
110.4321916
6
6/7/2010
Tritis turgo
Bambu
-7.5792757
110.4178288
7
8/7/2010
Sidorejo
Hutan tanaman pinus
-7.5763023
110.4681789
8
10/7/2010
Deles blundu
Hutan sekunder
-7.5586953
110.4643555
9
10/7/2010
Deles bibi geong
Hutan sekunder
-7.5593966
110.4644685
10
10/7/2010
Deles ledokwulu
Hutan sekunder
-7.5587181
110.4642399
11
29/7/2010
Bukit plawangan
Hutan sekunder
-7.5909617
110.4352046
12
31/7/2010
Gunung bibi galjambet
Hutan sekunder
-7.5249286
110.4691612
13
31/7/2010
Gunung bibi galsentu
Hutan sekunder
-7.524301
110.4696193
14
31/7/2010
Gunung bibi kajaran
Hutan sekunder
-7.52498
110.4690982
15
2/8/2010
Gunung bibi galsentu
Hutan sekunder
-7.5238656
110.4700125
16
2/8/2010
Gunung bibi kajaran
Hutan sekunder
-7.5254161
110.4722296
17
2/8/2010
Gunung bibi munting
Hutan sekunder
-7.5237122
110.4707301
18
4/8/2010
Gunung bibi pampung
Hutan sekunder
-7.5258655
110.4546792
19
5/8/2010
Jalur pendakian selo
Hutan tanaman campuran
-7.5273422
110.4511451
20
5/8/2010
Jalur pendakian selo
Hutan tanaman campuran
-7.5264315
110.451161
21
7/8/2010
Selokopo
Semak dan padang rumput
-7.5324099
110.4513871
22
7/8/2010
Selokopo duwur
Perdu
-7.5319467
110.452134
23
10/8/2010
Tegalan malang
Hutan sekunder
-7.5421749
110.4120251
24
10/8/2010
Tegalan malang
Hutan sekunder
-7.5416254
110.4115228
25
11/8/2010
Ngargomulyo
Hutan tanaman pinus
-7.5520684
110.3868365
26
11/8/2010
Ngargomulyo
Hutan tanaman pinus
-7.5507142
110.3881026
27
11/8/2010
Ngargomulyo
Hutan tanaman pinus
-7.5517332
110.3868575
28
12/8/2010
Tegalan malang
Hutan sekunder
-7.5430578
110.4120931
29
12/8/2010
Tegalan malang
Hutan sekunder
-7.5409935
110.4121774
30
12/8/2010
Tegalan malang
Hutan sekunder
-7.5408753
110.4133066
31
12/8/2010
Tegalan malang
Semak dan padang rumput
-7.5403114
110.4140888
32
14/8/2010
Telogo muncar
Hutan sekunder
-7.5911202
110.436589
33
14/8/2010
Telogo muncar
Hutan sekunder
-7.5918843
110.4369393
34
14/8/2010
Tritis turgo
Bambu
-7.5830659
110.4167722
35
14/8/2010
Tritis turgo
Bambu
-7.5828137
110.4159952