HAPSARI DAN ADIE: PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KEDELAI
Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan Antarkomponen Hasil Kedelai Ratri Tri Hapsari1 dan M. Muchlish Adie2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147, Bogor
1
ABSTRACT. Estimation of Genetic Parameters and Relationships among Soybean Yield Components. Genetic parameters including heritability, coefficient of genetic variability, expected genetic advance, and the relationship among yield components play an important role in the improvement of soybean yield. Research was conducted at Jambegede Experimental Farm, Malang, East Java, in the Dry Season of 2007 using a randomized block design with two replications. The research materials consisted of 55 soybean lines. Each of the lines was planted in a 2.0 m x 4.5 m plot with 40 cm x 15 cm plant spacing, two plants per hill. The plants were fertilized with 50 kg urea, 100 kg SP36 and 75 kg KCl/ ha. Results showed that plant height, grain yield per plant, number of filled pods, and grain yield varied greatly among soybean genotypes, suggesting there were potential of positive responses on soybean yield improvement. The coefficient of correlations showed positive values between morphological characteristics, namely seed yield with plant height (rg = 0.79 **), number of branches (rg = 0.54 **), seed weight/plant (rg = 0.74 **), number of filled pods (rg = 0.69 **, and age of maturity (rg = 0.62 **). These traits also had positive direct effects on the soybean grain yields, except for seed weight/plant. Improvements of soybean characters through plant height, number of branches, and number of filled pods had important roles to grain yield. The number of branches, however had a narrow heritability and genetic variation. Based on values of genetic parameters, coefficient correlations and path analyses, plant height and number of filled pods had important role in the soybean yield improvement. The plant height and number of filled pods are effective criteria for selection of soybean genotypes with high yielding potential. Keywords: Soybean, genetic parameters, yield components, path analysis ABSTRAK. Parameter genetik yang meliputi heritabilitas, koefisien keragaman genetik, harapan kemajuan genetik, dan hubungan antar komponen hasil berperan penting dalam perbaikan hasil kedelai. Penelitian dilaksanakan di KP Jambegede, Jawa Timur, pada Musim Kemarau 2007 menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua ulangan. Bahan penelitian terdiri atas 55 galur kedelai. Tiap galur ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Tanaman dipupuk dengan 50 kg urea, 100 kg SP36 dan 75 kg KCl/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman, bobot biji/tanaman, jumlah polong isi, dan hasil biji memiliki keragaman nilai yang tinggi, sehingga bahan genetik yang diuji berpotensi memberikan respon positif terhadap upaya perbaikan hasil kedelai. Koefisien korelasi menunjukkan nilai positif antara sifat morfologis tanaman (hasil biji) dengan tinggi tanaman (rg = 0,79**) jumlah cabang (rg = 0,54**), bobot biji/tanaman (rg = 0,74**), jumlah polong isi (rg = 0,69**, dan umur masak (rg = 0,62**). Kelima sifat tersebut juga memiliki pengaruh langsung positif terhadap hasil, kecuali bobot biji/tanaman yang memiliki pengaruh langsung genotipe negatif terhadap hasil (Pg = 0,11). Perbaikan sifat kedelai melalui tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah polong isi disertai pengaruh langsung negatif bobot biji/
18
tanaman berkaitan erat dengan hasil biji kedelai, namun jumlah cabang memiliki nilai heritabilitas dan keragaman genetik yang sempit. Berdasarkan nilai parameter genetik, korelasi dan koefisien jalur, maka tinggi tanaman dan jumlah polong isi berperan penting terhadap penentuan hasil biji. Tinggi tanaman dan jumlah polong isi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi yang efektif untuk memilih genotipe kedelai yang berdaya hasil tinggi. Kata kunci: Kedelai, parameter genetik, komponen hasil, analisis jalur
P
arameter genetik termasuk heritabilitas, koefisien keragaman genetik, dan kemajuan genetik dari karakter yang berhubungan dengan hasil biji dapat dipertimbangkan dalam seleksi kedelai. Pemuliaan tanaman sangat bergantung kepada keragaman genetik dan efektivitas seleksi ditentukan oleh tingkat keragaman genetik dan derajat pewarisan karakter yang diukur melalui nilai heritabilitas. Analisis heritabilitas diperlukan untuk mengetahui daya waris dan menduga kemajuan genetik akibat seleksi. Dalam satu populasi, apabila keragaman genetik cukup besar maka heritabilitas diduga cukup tinggi, dan seleksi terhadap sifat tersebut diharapkan menghasilkan kemajuan genetik yang nyata. Fehr (1987) menyatakan bahwa efektivitas seleksi selain ditentukan oleh tingkat keragaman sifat dalam populasi yang diseleksi dan nilai duga heritabilitas, juga bergantung pada keeratan hubungan antarsifat. Nilai korelasi antarsifat memiliki arti penting dalam kegiatan seleksi. Menurut Nasir (2001), seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antarkarakter penduga dengan karakter yang dituju dalam suatu program seleksi. Hasil kedelai merupakan karakter kompleks yang ditentukan oleh berbagai komponen hasil dan lingkungan tumbuh. Dengan hanya menggunakan analisis korelasi antara hasil dengan komponen hasil, adakalanya terjadi salah tafsir karena antarkomponen hasil saling berkorelasi. Pengaruh tidak langsung lewat komponen lain dapat lebih berperan daripada pengaruh langsung. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Dengan metode ini, masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat dipecah menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung yang dapat
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010
memperlihatkan sampai sejauh mana tingkat kepentingan relatif suatu komponen terhadap sifat utamanya (Samudin 2005). Penelitian tentang karakter tanaman yang berhubungan dengan hasil telah banyak dilakukan. Raffi dan Nath (2004) melaporkan dengan analisis jalur, hasil kacang merah (Phaseols vulgaris L) dipengaruhi secara langsung oleh jumlah polong/tanaman, panjang polong, jumlah biji/tanaman, dan bobot 20 biji. Keempat sifat tersebut juga memiliki nilai variabilitas, heritabilitas, dan kemajuan genetik yang tinggi. Pada tanaman lentil (Lens culinaris Medik), Younis et al. (2008) melaporkan bahwa umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang utama, hasil biologi, indeks panen, dan bobot 100 biji berpengaruh langsung positif terhadap hasil. Nilai heritabilitas dan kemajuan genetik tinggi diperoleh dari karakter hasil biji, indeks panen, dan umur masak. Iqbal et al. (2003) melaporkan bahwa jumlah polong/ tanaman, bobot 100 biji, dan jumlah biji/polong merupakan komponen utama hasil kedelai. Sumarno dan Zuraida (2006) menyarankan tinggi batang dan jumlah polong isi/batang sebagai kriteria seleksi yang mudah dan cepat pada generasi awal. Sementara Susanto dan Adie (2006) melaporkan umur polong matang, jumlah polong, dan jumlah biji merupakan kriteria seleksi yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai parameter genetik sekaligus hubungan korelasi dan sebab-akibat antarkomponen hasil kedelai.
METODE PENELITIAN Bahan penelitian terdiri atas 55 galur kedelai F6, hasil seleksi pedigree asal persilangan G100H dan IAC 100 dengan varietas Argopuro, Kawi, Baluran, dan galur SHR/ W-60. Persilangan dilakukan pada tahun 2005. Penelitian dilaksanakan di KP Jambegede, Jawa Timur, pada MK 2007. Percobaan menggunakan rancangan acak
kelompok dengan dua ulangan. Ukuran petak 2,0 m x 4,5 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman/rumpun. Tanaman dipupuk dengan 50 kg urea, 100 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha, diberikan secara sebar merata sebelum tanam. Perawatan benih (seed treatment) menggunakan insektisida Marshal. Hama, penyakit, dan gulma dikendalikan secara optimal. Data dianalisis menggunakan sidik ragam, korelasi antarkarakter, dan analisis jalur menurut Singh dan Chaudhary (1979).
HASIL DAN PEMBAHASAN Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua sifat yang diamati (Tabel 1). Tinggi tanaman rata-rata 51,69 cm dengan kisaran 29,4-69,0 cm dengan jumlah polong isi rata-rata 41 buah. Hasil berkisar antara 0,41-2,96 t/ha (rata-rata 2 t/ha), umur tanaman tergolong genjah dengan rata-rata 78 hari (kisaran 70-86 hari), dan ukuran biji tergolong sedang (rata-rata 10,5 g). Seluruh karakter morfologi yang diamati memiliki koefisien keragaman (KK) relatif rendah yang menunjukkan data dari masingmasing ulangan relatif konsisten. Keragaman Genetik dan Fenotipe Keragaman genetik dan fenotipe dapat dihitung dengan menetapkan nilai koefisien keragaman genetik dan koefisien keragaman fenotipe (KKG/KKF) absolut (Murdaningsih et al. 1990). Nilai absolut keragaman genetik yang rendah adalah 0-6,7%, agak rendah 6,713,57%, cukup tinggi 13,5-20,2%, dan tinggi (20,2-26,9%) sedangkan keragaman fenotipik yang rendah adalah 07,3%, agak rendah 7,3-14,6%, cukup tinggi (14,6-21,9%), dan tinggi (21,9-29,2%). Berdasarkan nilai parameter ini diketahui bahwa hasil biji, bobot biji/tanaman, jumlah polong isi, dan tinggi tanaman memiliki nilai KKG dan KKF yang luas (Tabel 2).
Tabel 1. Kuadrat tengah dan F-hitung komponen hasil kedelai. KP Jambegede, MK 2007. Kuadrat tengah Sifat
KK (%) Ulangan
Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang (cabang) Jumlah polong isi Umur berbunga (hari) Umur masak (hari) Bobot 100 biji (g) Bobot biji/tanaman (g) Hasil (t/ha)
23,15** 10,39 tn 125,73tn 0,00** 0,33** 1,04** 88,38** 0,36*
Genotipe 109,57** 0,64** 95,57* 8,40** 23,92** 2,28** 27,32** 0,63**
Rata-rata
Galat 7,67 0,33 22,43 0,02 0,36 0,48 4,81 0,05
5,36 13,94 11,46 0,35 0,77 6,59 10,59 10,86
51,69 4,10 41,34 39,42 78,53 10,51 20,71 2,00
*
berbeda nyata pada taraf 0,05; **berbeda nyata pada taraf 0,01; tntidak nyata.
19
HAPSARI DAN ADIE: PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KEDELAI
Tabel 2. Nilai varians genetik (σ2g), varians fenotipe (σ2f), koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF), heritabilitas (h2), kemajuan genetik harapan (KGH). persentase kemajuan genetik harapan (PKGH). Sifat Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong isi Umur berbunga Umur masak Bobot biji/tanaman Bobot 100 biji Hasil
ó2g
ó 2f
50,95 0,16 37,07 4,19 11,78 11,26 0,90 0,29
58,62 0,49 59,50 4,21 12,14 16,07 1,38 0,34
KKG (%)
KKF (%)
13,81 9,60 14,73 5,19 4,37 16,20 9,03 26,93
14,81 16,99 18,66 5,21 4,44 19,35 11,18 29,15
(L) (S) (L) (S) (S) (L) (S) (L)
(L) (L) (L) (S) (S) (L) (S) (L)
h2 (%) 86,92 31,96 62,30 99,52 97,03 70,06 65,22 85,29
(T) (S) (T) (T) (T) (T) (T) (T)
KGH 13,71 0,46 9,90 4,21 6,96 5,78 1,58 1,02
PKGH (%) 26,52 11,18 23,95 10,67 8,87 27,93 15,02 51,23
(T) (T) (T) (T) (AT) (T) (T) (T)
Kriteria heritabilitas dan PKGH : T = tinggi, AT = agak tinggi, S = sedang, R = rendah, AR = agak rendah. Kriteria KKG dan KKF : S = sempit, L = luas.
Nilai KKG dan KKF yang hampir berimpit pada karakter tersebut mengindikasikan keragaman suatu karakter lebih disebabkan oleh faktor genetik. Luasnya keragaman genetik dari karakter hasil biji, bobot biji/ tanaman, jumlah polong isi, dan tinggi tanaman disebabkan karena galur yang digunakan merupakan hasil persilangan dari tetua yang berbeda latar belakang genetik. IAC 100 merupakan varietas introduksi dari Brasil sedangkan G100H, SHR/W-60, Kawi, Argopuro, dan Baluran merupakan galur/varietas nasional yang telah beradaptasi pada agroekologi setempat. Heritabilitas Untuk lebih memastikan apakah keragaman genetik tersebut dapat menurun, perlu diketahui nilai duga heritabilitasnya. Hampir semua sifat yang diteliti memiliki nilai heritabilitas yang tergolong tinggi (Tabel 2), kecuali pada jumlah cabang yang memiliki heritabilitas sedang (31,96%). Hal yang hampir serupa dilaporkan oleh Susanto (2004) yang mendapatkan nilai heritabilitas rendah (10,40%) pada jumlah cabang galur-galur kedelai F5. Hal ini menunjukkan jumlah cabang bukan merupakan kriteria seleksi yang efektif, karena sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi dan diikuti oleh keragaman genetik luas pada tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot biji/tanaman, dan hasil biji menunjukkan besarnya peranan genetik sehingga memberikan peluang bagi kemajuan genetik. Oleh karena itu, seleksi terhadap tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot biji/ tanaman, dan hasil dapat dilakukan pada generasi awal. Kemajuan Genetik Tingkat kemajuan genetik harapan (PKGH) pada tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, umur berbunga, bobot biji/tanaman, bobot 100 biji, dan hasil 20
tergolong tinggi (11,18-51,23%) dan cukup tinggi pada karakter umur masak (8,87%). Hal ini mengindikasikan kemajuan perbaikan karakter melalui seleksi cukup besar, terutama pada hasil biji yang memiliki nilai kemajuan genetik tertinggi (51,23%). Seleksi suatu karakter akan efektif apabila nilai kemajuan genetik karakter tersebut tinggi, ditunjang oleh salah satu dari nilai koefisien keragaman genetik dan atau heritabilitas tinggi. Jika dilihat dari nilai heritabilitas, keragaman genetik, dan tingkat kemajuan genetik yang tinggi maka tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot biji/tanaman, dan hasil merupakan sifat yang termasuk ke dalam kualifikasi tersebut. Tingginya nilai heritabilitas disertai oleh harapan kemajuan genetik menunjukkan besarnya peran gen aditif yang mengendalikan sifat tersebut. Menurut Jain (1982) dalam Suprapto dan Kairudin (2007), heritabilitas akan bermakna jika varian genetik didominasi oleh varian aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada progeninya, sedangkan pengaruh bukan aditif tidak diwariskan. Hubungan Antarsifat Nilai koefisien korelasi pada sifat yang diamati menunjukkan hubungan yang searah antara potensi genetik dan penampilan fenotipnya, namun nilainya beragam (Tabel 3) dengan analisis menunjukkan hasil berkorelasi positif nyata tinggi tanaman (rg = 0,79**, rf = 0,71**), jumlah cabang (rg = 0,54**, rf = 0,26), bobot biji/ tanaman (rg = 0,74**, rf = 0,58**), jumlah polong isi (rg = 0,69**, rf = 0,51**), dan umur masak (rg = 0,62**, rf = 0,57**). Hal ini mengindikasikan, semakin panjang umur tanaman akan diikuti oleh penambahan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan bobot biji/ tanaman sehingga akan meningkatkan hasil kedelai. Liu et al. (2005) melaporkan umur polong matang yang lebih lama pada suatu genotipe akan meningkatkan
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010
Tabel 3. Korelasi genotipik (rg) dan fenotipik (rf) beberapa sifat komponen hasil genotipe kedelai. Sifat
Tinggi tanaman
G F
Jumlah cabang
G F
Bobot biji/ tanaman
G F
Jumlah polong isi
G F
Umur berbunga
G F
Umur masak
G F
Bobot 100 biji
G F
Tinggi tanaman
Jumlah cabang
Bobot biji/ tanaman
Jumlah polong isi
Umur berbunga
Umur masak
1 1
0,38** 0,17
0,58** 0,44**
0,66** 0,50**
0,33* 0,30*
0,65** 0,57**
0,42** 0,20 0,82** 0,66**
1 1
1 1
1 1
Bobot 100 biji
Hasil biji/ha
0,74** 0,70**
-0,06 -0,05
0,79** 0,71**
0,50** 0,28*
0,31* 0,18
-0,59** -0,24
0,54** 0,26
0,24 0,21
0,55** 0,45**
-0,42** -0,23
0,74** 0,58**
0,32* 0,26*
0,54** 0,43**
-0,17** -0,11**
0,69** 0,51**
1 1
0,46** 0,45**
-0,15 -0,12
0,08 0,08
-0,22 -0,18
0,62** 0,57**
1 1
1 1
-0,06 -0.11
*
berbeda nyata pada taraf 0,05; **berbeda nyata pada taraf 0,01
hasil biji dibandingkan dengan genotipe yang berumur lebih genjah. Hal ini terkait dengan akumulasi bahan kering, indeks permukaan daun (leaf area index), periode keawetan permukaan daun (leaf area duration) yang tinggi selama masa reproduktif berhubungan erat dengan peningkatan hasil di masing-masing grup umur tanaman. Pada penelitian lain, Sa’diyah (2008) juga mendapatkan laju asimilasi bersih rata-rata, panjang periode pengisian biji, dan laju akumulasi bahan kering ke biji berkorelasi positif secara genetik dengan hasil. Dalam hal ini, semakin tinggi laju asimilasi bersih ratarata makin panjang periode pengisian biji, dan makin tinggi laju akumulasi bahan kering ke biji maka hasil akan meningkat. Korelasi yang nyata negatif terhadap ukuran biji terdapat pada jumlah cabang (rg = -0,59**, rf = -0,24), bobot biji/tanaman (rg = -0,42**, rf = -0,23), dan jumlah polong isi (r g = -0,17 ** , r f = -0,11 ** ). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah cabang, bobot biji/tanaman dan jumlah polong isi mengurangi bobot biji sehingga ukurannya lebih kecil. Fehr et al. (1985) mendapatkan korelasi negatif antara bobot biji/ tanaman dengan bobot 100 biji akibat terjadinya kompetisi antarbiji untuk mendapatkan fotosintat. Hal serupa juga dilaporkan oleh Susanto dan Adie (2006) di mana pada tanaman yang semakin tinggi menghasilkan jumlah polong dan jumlah biji yang banyak, namun ukuran biji semakin kecil. Sumarno dan Zuraida (2006) juga mendapatkan korelasi yang negatif antara ukuran
biji dengan jumlah polong isi, namun nilainya kurang bermakna (r = - 0,15). Pengaruh langsung jumlah cabang (Pg = 0,83, Pf = 0,04), tinggi tanaman (Pg = 0,21, Pf = 0,52), jumlah polong isi (Pg = 0,32, Pf = 0,05), dan umur masak (Pg = 0,48, Pf = 0,17) memberikan kontribusi positif yang cukup besar terhadap hasil, kecuali pada bobot biji/tanaman yang memiliki pengaruh langsung genotipe negatif (Pg = -0,11, Pf = 0,27) (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bobot biji/tanaman secara tidak langsung dipengaruhi oleh tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan umur masak yang memiliki kontribusi terhadap hasil biji. Menurut Singh dan Chaudary (1979), apabila koefisien korelasi positif tetapi pengaruh langsungnya negatif atau dapat diabaikan, maka pengaruh tidak langsung yang menyebabkan korelasi. Dalam keadaan demikian faktor penyebab tak langsung harus dipertimbangkan secara simultan. Sifat kompetitif dan kompensatif antara karakter morfologis atau antara komponen hasil seringkali menyebabkan peran peubah yang diamati menjadi kurang konsisten (Sumarno dan Zuraida 2006). Dengan memperhatikan komponen-komponen yang mempengaruhi korelasi dan analisis jalur dapat diketahui bahwa tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan umur masak merupakan karakter yang secara langsung menentukan hasil biji, dan bobot biji/tanaman juga memiliki kontribusi terhadap hasil dengan 21
HAPSARI DAN ADIE: PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KEDELAI
Tabel 4. Kontribusi pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap nilai korelasi beberapa komponen hasil genotipe kedelai. Sifat
Tinggi tanaman
Jumlah cabang
Bobot biji/ tanaman
Jumlah polong isi
Umur berbunga
Umur masak
Bobot 100 biji
Korelasi
Tinggi tanaman
G F
0,21 0,52
0,31 0,01
-0,06 0,12
0,21 0,02
-0,20 -0,07
0,36 0,12
-0,03 0,00
0,79** 0,71**
Jumlah cabang
G F
0,08 0,09
0,83 0,04
-0,07 0,15
0,13 0,01
-0,31 -0,07
0,15 0,03
-0,27 0,00
0,54** 0,26
Bobot biji/ tanaman
G F
0,12 0,23
0,54 0,02
-0,11 0,27
0,26 0,03
-0,15 -0,05
0,26 0,07
-0,19 0,00
0,74** 0,58**
Jumlah polong isi
G F
0,14 0,26
0,35 0,01
-0,09 0,18
0,32 0,05
-0,20 -0,06
0,26 0,07
-0,08 0,00
0,69** 0,51**
Umur berbunga
G F
0,07 0,16
0,42 0,01
-0,03 0,06
0,10 0,01
-0,62 -0,23
0,22 0,07
-0,07 0,00
0,08 0,08
Umur masak
G F
0,15 0,36
0,26 0,01
-0,06 0,12
0,17 0,02
-0,28 -0,10
0,48 0,17
-0,10 0,00
0,62** 0,57**
Bobot 100 biji
G F
-0,01 -0,03
-0,49 -0,01
0,04 -0,06
-0,05 -0,01
0,09 0,03
-0,11 -0,03
0,46 0,00
-0,06 -0,11
Angka yang dicetak dengan huruf tebal adalah pengaruh langsung, angka yang di atas (G) merupakan pengaruh genotipik dan di bawah (F) adalah fenotipik.
mempertimbangkan karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan umur masak secara simultan. Penggunaan kriteria seleksi melalui korelasi sifat antara hasil biji dengan sifat penting lainnya lebih bermakna apabila sifat-sifat yang dikorelasikan tersebut mempunyai nilai keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik yang tinggi. Tinggi tanaman, bobot biji/tanaman, jumlah polong isi, dan hasil memiliki nilai koefisien keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan seleksi yang tinggi. Jika kriteria parameter genetik dengan korelasi dan analisis jalur digabungkan, maka karakter yang memenuhi kualifikasi tersebut adalah tinggi tanaman dan jumlah polong isi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sumarno dan Zuraida (2006) yang melaporkan tinggi tanaman dan jumlah polong isi/ batang berperan penting dalam menentukan hasil kedelai.
KESIMPULAN 1. Keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik tinggi tanaman, bobot biji/tanaman, jumlah polong isi dan hasil biji dari populasi objek penelitian memiliki nilai yang tinggi, sehingga populasi bahan genetik tersebut berpotensi untuk memberikan respon positif terhadap upaya perbaikan hasil kedelai. 22
2. Tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot biji/tanaman, jumlah polong isi, dan umur polong matang memiliki korelasi positif yang nyata terhadap hasil. Kelima peubah tersebut juga memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap hasil, kecuali bobot biji/tanaman yang memiliki pengaruh langsung genotipe bernilai negatif terhadap hasil. 3. Tinggi tanaman dan jumlah polong isi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi yang diperkirakan efektif untuk memilih genotipe kedelai berdaya hasil tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Fehr, W.R. 1987. Principles of cultivar development vol 1. Mc Millan. New York, USA. Fehr. W.R., B.D. Lynk, and C.E Carlson. 1985. Performance of semideterminate and determinate soybean genotypes subjected to defoliation. Crop Sci 25:24-26. Iqbal, S., T. Mahmood, Tahira, M. Ali, M. Anwar, and M. Sarwar. 2003. Path coefficient analysis in different genotypes of soybean (Glycine max (L) Merril). Pak. J. Biol. Sci. 6 (12): 1085-1087. Liu, X., J. Jin, S.J Herbert, Q. Zhang, and G. Wang. 2004. Yield components, dry matter, LAI and LAD of soybean in Northeast China. Field Crops Research 93(1):85-93. Murdaningsih, H.K., A. Baihaki, G. Satari, T. Danakusuma dan A.H Permadi. 1990. Variasi genetik sifat-sifat tanaman bawang putih di Indonesia. Zuriat 1(1):32-36.
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010 Nasir, M. 2001. Pengantar pemuliaan tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. p. 206-208. Raffi, S.A. dan U.K Nath. 2004. Variability, heritability, genetic advance and relationships of yield and yield contributing characters in dry bean (Phaseolus vulgaris L.). J. of Biol. Sci. 4 (2):157-159. Sa’diyah, N. 2008. Korelasi dan analisis lintas laju asimilasi bersih rata-rata, panjang periode pengisian biji dan laju akumulasi bahan kering ke biji dengan hasil kedelai dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Universitas Lampung 17-18 Nopember 2008. pp. 111-117. Samudin, S. 2005. Penentuan indikator seleksi untuk perbaikan hasil dan mutu tembakau Madura. J. Agroland 12 (4):339445.
Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Publisher. New Delhi. Sumarno dan N. Zuraida. 2006. Hubungan korelatif dan kausatif antara komponen hasil dengan hasil kedelai. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (1):38-44. Suprapto dan N.M. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merill) pada ultisol. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 2:183-190. Susanto, G.W.A. dan M.M. Adie. 2006. Sidik lintas dan implikasinya pada seleksi kedelai dalam Peningkatan produksi kacangkacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan. pp. 12-22. Puslitbangtan. Bogor. Younis, N., M. Hanif, S. Sadiq, G. Abbas, M. J Asghar, and M.A. Haq. 2008. Estimates of genetic parameters and path analysis in Lentil (Lens cullinaris Medik). Pak. J. Agri. Sci. 45(3):44-48.
23