PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PEMBERDAYAAN PENDIDIK SEBAYA DI KAWASAN LOKALISASI DOLLY KOTA SURABAYA Dedik Sulistiawan, Lukman Hakim, Rachmat Hargono Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Email:
[email protected] Abstract: Adolescent problems related cases of sexual perversion and drug abuse in Indonesia continues to increase. It is about 75% of the 3.2 million drug users are teenagers. Whereas, 84 of the adolescent respondents had experienced unwanted pregnancy, 60% of whom have an abortion. This condition also threat adolescents in the prostitution area of Dolly, Surabaya. The existence of Dolly contributes 71% towards premarital adolescent sexual behavior. Adolescent reproductive health problems caused by adolescent complaints for information and reproductive health services, which has not fulfilled optimally until now. Adolescent will try to find the information themselves, either by their peers or the media that there is no guarantee of the truth. Adolescents need an empowerment programs to get the correct information, have a good attitude and responsible behavior on the reproductive health. We empower the adolescents by create a group of reproductive health peer educators. We develop the program based on the theoretical PRECEDE-PROCEED as a frame work of the development for health education. The program increases peer educators’ knowledge on sexual perversion and drug abuse. Based on statistical analysis wilcoxon signed rank test, the significance value of increasing knowledge is 0,002 (p < 0,05) with significance level α = 0,05. It also stimulates the establishment of youth center named by KOMPAS. Key factor of the success program is the involvement of empowerment subjects in each decision-making process to increase their internal motivation. Therefore, the program become their necessity. Keywords: empowerment, Adolescent Reproductive Health, prostitution area Abstrak: Permasalahan remaja terkait kasus penyimpangan seksual dan penyalahgunaan NAPZA di Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan. Sebanyak 75% dari 3,2 juta pengguna NAPZA di Indonesia adalah remaja. Dari 84 orang responden remaja yang pernah mengalami kehamilan tidak diinginkan, 60% di antaranya melakukan aborsi. Demikian halnya dengan kondisi remaja di kawasan Lokalisasi Dolly, Surabaya. Keberadaan lokalisasi Dolly berkontribusi 71% terhadap perilaku seks pranikah remaja di sekitarnya. Masalah kesehatan reproduksi remaja disebabkan oleh keluhan akan pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi yang belum terpenuhi sampai sekarang. Akibatnya remaja akan mencari sendiri sumber informasi tersebut, baik melalui teman sebayanya maupun media yang tidak terjamin kebenarannya. Remaja membutuhkan program pemberdayaan sebagai langkah untuk memperoleh informasi yang benar terkait kesehatan reproduksi, sehingga memiliki sikap dan perilaku reproduksi yang bertanggung jawab. Program ini dikembangkan melalui pemberdayaan pendidik sebaya kesehatan reproduksi remaja, yang mengacu pada kerangka kerja teori PRECEDE-PROCEED sebagai framework pengembangan pendidikan kesehatan. Program ini berhasil meningkatkan pengetahuan pendidik sebaya remaja di kawasan lokalisasi Dolly. Berdasarkan analisis statistik wilcoxon signed rank test, signifikansi peningkatan pengetahuan subjek pemberdayaan adalah 0,002 (p < 0,05) dengan tingkat kepercayaan α = 0,05. Selain itu, kegiatan ini menghasilkan luaran berupa Youth Center KOMPAS (Komunitas Penggerak Antimadat dan Seks Bebas). Poin kunci keberhasilan program ini adalah keterlibatan subjek pemberdayaan dalam setiap pengambilan keputusan yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi internal sehingga subjek menjadikan program pemberdayaan sebagai kebutuhan. Kata kunci: pemberdayaan, Kesehatan Reproduksi Remaja, lokalisasi
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, 63,4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak
Nasib bangsa di masa yang akan datang tergantung dengan kualitas remaja sebagai penerus roda kepemimpinan.
140
Dedik Sulistiawan, dkk., Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja…
32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan 31.279.012 jiwa (49,30%). Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang (BKKBN, 2011). Data Kementerian Kesehatan tahun 2010 menyebutkan pertumbuhan jumlah pengguna narkoba mencapai 3,2 juta jiwa. Sebanyak 75% di antaranya adalah remaja. Pemerintah menemukan indikator baru yakni makin sulitnya menemukan remaja putri yang masih memiliki keperawanan (virginity) di kota besar. Rentang usia remaja antara 13– 18 tahun yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah tercatat di Surabaya mencapai 54%, di Medan 52%, Bandung 47%, dan Jogjakarta 37% (JPNN, 2010). Alasan remaja perempuan berusia 15–24 tahun yang melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah adalah terjadi begitu saja (38,4%) dan dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan untuk laki-laki alasan tertinggi adalah karena ingin tahu (51,3%) dan karena terjadi begitu saja (25,8%). Dari delapan puluh empat orang responden yang pernah mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), 60% di antaranya mengalami atau melakukan aborsi (BKKBN, 2012). Demikian halnya dengan kondisi remaja di kawasan Lokalisasi Dolly, Surabaya. Dolly merupakan tempat prostitusi terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Lokalisasi ini memiliki 332 buah wisma yang dihuni oleh sebanyak 1.128 Wanita Pekerja Seks (WPS). Selama tahun 2011, sebanyak 99 kasus HIV/AIDS ditemukan di lokalisasi ini dan ironisnya 10 di antaranya diidap oleh non-PSK. Adanya lokalisasi ini juga menyumbangkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku masyarakat sekitar. Lokalisasi Dolly berkontribusi 71% terhadap perilaku seks pranikah remaja kawasan lokalisasi ini. Fakta yang mengejutkan sebagai gambaran langsung dampak lokalisasi ini terhadap perilaku remaja antara lain 40,7% remaja kawasan Lokalisasi Dolly pernah meraba/diraba organ intim pasangannya. Ironisnya, 11,3% remaja Lokalisasi Dolly pernah berhubungan seksual pranikah dengan pasangannya (Kalpika, 2011).
141
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja sebagaimana kasus di atas disebabkan karena keluhan remaja akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi hingga saat ini belum terpenuhi secara optimal. Remaja akan berusaha mencari informasi sendiri, baik melalui teman sebaya maupun media massa yang tidak ada jaminan unsur kebenarannya. Hal ini dapat mendorong remaja untuk melakukan penyimpangan seksual. Usaha kesehatan berbasis provider (provider centered based) yang selama ini dilakukan oleh pemerintah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) memiliki keterbatasan, diantaranya terjadinya kesenjangan sosial antara provider non remaja dengan sasarannya, para remaja. Oleh karena itu dirasa sangat perlu untuk melakukan sebuah usaha promosi kesehatan berbasis komunitas (community centered based) yang ramah remaja (adolescent friendly) bagi remaja, di mana remaja tidak hanya ditempatkan sebagai objek tetapi dilibatkan secara aktif dalam usaha promosi kesehatan remaja. Artikel ilmiah yang berjudul “Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Pemberdayaan Pendidik Sebaya di Kawasan Lokalisasi Dolly Kota Surabaya” ini merupakan hasil kajian proses pemberdayaan masyarakat (community development) yang melibatkan secara aktif remaja di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya sebagai subjek program. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan remaja kawasan Lokalisasi Dolly melalui pemberdayaan pendidik sebaya (community centered based) sehingga memiliki sikap dan perilaku positif terhadap konsep kesehatan reproduksi. Remaja perlu mengetahui informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dan diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Artikel ilmiah ini diharapkan bisa menjadi informasi dan sumber rujukan para stakeholder dalam inovasi pengembangan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi dengan sasaran remaja sebagai kelompok berisiko (population at risk), terutama yang berada di kawasan prostitusi.
142
Jurnal Promkes, Vol. 2, No. 2 Desember 2014: 140–147
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam program pemberdayaan masyarakat (community development) ini mengacu pada kerangka kerja PRECEDE–PROCEED sebagai framework dalam pengembangan pendidikan kesehatan. Model PRECEDE-PROCEED menyediakan struktur yang komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup serta hal yang dibutuhkan untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program promosi kesehatan dan kesehatan masyarakat lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, and Enabling Constructs in Educational Diagnosis and Evaluation) merupakan serangkaian tahapan perencanaan, sedangkan PROCEED (Policy, Regulatory, and Organizational Constructs in Educational and Environmental
Development) adalah proses implementasi dan evaluasi program intervensi (Green dan Kreuter, 2005). Subjek pemberdayaan masyarakat (community development) ini adalah remaja usia 12 sampai dengan 21 tahun (Monks et al, 2004) yang berdomisili di kawasan lokalisasi Dolly, yaitu dalam cakupan Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Waktu pemberdayaan terhitung 10 bulan mulai Januari sampai Oktober 2012. Prinsip proses pemberdayaan ini adalah melibatkan subjek dalam setiap kegiatan/pengambilan keputusan (community participation). Tujuannya adalah membangkitkan motivasi internal subjek pemberdayaan sehingga mereka menjadikan program pemberdayaan sebagai kebutuhan. Motivasi internal yang berasal dari dalam individu sangat berguna dalam proses pemberdayaan jika dibandingkan
Gambar 1. Skema teori PRECEDE-PROCEED (Green dan Kreuter, 2005)
Dedik Sulistiawan, dkk., Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja…
motivasi eksternal (berasal dari lingkungan luar) karena rentan terhadap perubahan yang bersifat materi (Shinta, 2012). HASIL Hasil need assessment dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini terhadap subjek pemberdayaan yang dilakukan dengan model PRECEDE. Berdasarkan metode yang telah dilakukan, diketahui bahwa prioritas masalah yang dihadapi subjek pemberdayaan adalah terletak pada pengetahuan terkait kesehatan reproduksi remaja. Imbas yang diperoleh akibat minimnya pengetahuan subjek pemberdayaan terkait permasalahan kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seks berisiko. Oleh karena itu, perlu tindakan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan sebagai faktor predisposisi subjek pemberdayaan. Kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis prioritas masalah pada subjek pemberdayaan adalah pemberian pelatihan yang dipersiapkan sebagai bekal menjadi pendidik sebaya (peer educator). Adapun bentuk pelatihan yang diberikan antara lain materi tiga dimensi kesehatan reproduksi remaja (TRIAD KRR) yang meliputi
143
NAPZA, seksualitas, dan HIV/AIDS. Sebagai bekal menjadi pendidik sebaya, subjek pemberdayaan (kader) juga diberikan ilmu komunikasi, teknik konseling, dan kriteria pendidik sebaya yang lain. Sebelum diberikan materi, kader diberikan pre-test, dan di akhir semua materi diberikan posttest sebagai alat untuk mengukur indikator keberhasilan program. Adapun pelaksanaan pemberian materi selama 3 bulan. Hasil dari pelaksanaan pembekalan terhadap 12 subjek pemberdayaan (kader) menunjukkan adanya peningkatan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja. Peningkatan ini didapatkan melalui analisis perbandingan hasil uji pre-test yang dilakukan sebelum pelaksanaan program dan post-test pada akhir kegiatan. Pretest dan post-test masing-masing berisi soal tentang kesehatan reproduksi, yaitu meliputi pubertas, NAPZA, serta HIV/ AIDS. Setelah kelompok kader mengikuti program selama 3 bulan. Berdasarkan analisis statistik wilcoxon signed rank test, signifikansi peningkatan pengetahuan subjek pemberdayaan adalah 0,002 (p < 0,05) dengan tingkat kepercayaan α = 0,05. Adapun hasil dari pre-test dan post-test ditunjukkan dalam grafik pada gambar 3 di bawah.
Gambar 2. Hasil Need Assessment Menggunakan Kerangka PRECEDE
144
Jurnal Promkes, Vol. 2, No. 2 Desember 2014: 140–147
Pada 4 bulan terakhir pelaksanaan, program berfokus pada pengembangan jejaring dan perluasan cakupan (outreach). Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain jalan sehat bersama Wanita Pekerja Seks (WPS) penghuni wisma di lokalisasi Dolly dan warga sekitar, kompetisi peer educator kesehatan reproduksi remaja, serta open recruitment anggota komunitas. Selain itu, diselenggarakan pula Launching Rumah Remaja Komunitas Penggerak Antimadat dan Seks Bebas (KOMPAS) yang dihadiri oleh perangkat kelurahan setempat, perwakilan Puskesmas, serta masyarakat sekitar. Dalam kesempatan ini, turut dilaunching program kerja unggulan komunitas yaitu “Kafe PELACUR TOBAT”
yang merupakan kepanjangan dari Kafe Pelayan Curhat Total Bebas Madat. Program ini disambut antusias oleh remaja sekitar dan masyarakat. PEMBAHASAN Globalisasi dan kemajuan di bidang komunikasi dan informasi di satu sisi telah mempercepat proses kemajuan di banyak sektor pembangunan, seperti sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, dan pendidikan. Namun di sisi lain, globalisasi dan bebasnya arus informasi menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang pada remaja akibat adopsi nilai-nilai luar tanpa diimbangi
Gambar 3. Grafik Peningkatan Pengetahuan Subjek Pemberdayaan Tabel 1. Ketercapaian Target Luaran Tujuan Indikator Keberhasilan Meningkatkan pengeta- Meningkatnya pengetahuan huan remaja terhadap positif remaja di daerah kesehatan reproduksi lokalisasi terhadap masalah kesehatan reproduksi
Capaian Berdasarkan analisis hasil pretest dan post tes diketahui bahwa terjadi peningkatan pengetahuan subjek sebesar 28% dari 64% menjadi 92%. Dengan signifikansi peningkatan pengetahuan subjek pemberdayaan adalah 0,002 (p < 0,05) dengan tingkat kepercayaan α = 0,05 Mampu merevitalisasi Telah dilakukan peluncuran Youth Center Merevitalisasi kelompok remaja yang peran karang taruna sebagai sebagai pusat kegiatan remaja. Kembali inaktif di kawasan promotor pendidikan aktifnya karang taruna di wilayah sasaran, Lokalisasi Dolly, kesehatan reproduksi dengan kegiatan unggulan kampanye Surabaya kesehatan reproduksi remaja. Memberdayakan Terbentuknya kegiatan Terbentuk Kafe PELACUR TOBAT (Pelayan remaja melalui wadah berbasis edupreneurship Curhat Total Bebas Madat) sebagai program youth center yang bersumber daya anggota unggulan Youth Center mandiri dan sustainable komunitas
Dedik Sulistiawan, dkk., Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja…
dengan pengetahuan yang benar secara komprehensif. Akibatnya gaya hidup yang merugikan cenderung banyak ditiru oleh para remaja yang tidak mempunyai daya tangkal karena minimnya pengetahuan. Sebagaimana disebutkan Bongaarts dan Cohen (1998), bahwa pada masa peralihan remaja berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai baru dan mereka cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian. Meskipun demikian, remaja yang memasuki usia reproduksi pada dasarnya mengalami suatu masa kritis. Dalam masa tersebut banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang sangat menentukan kualitas kehidupannya. Kondisi yang terjadi di kawasan lokalisasi sebagaimana hasil need assessment adalah banyaknya materi menonjol seksual melalui paparan seharihari lingkungan prostitusi. Paparan tersebut yaitu media dan kata-kata bernada vulgar yang terpampang di wisma serta para wanita pekerja seks yang berpakaian seksi dan menunjukkan lekuk tubuh serta cenderung erotis. Sudah jelas hal ini memiliki kontribusi dalam mempengaruhi kehidupan seksual remaja di sekitarnya. Sayangnya, kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar yang secara fisik mendukung perilaku seksual remaja di kawasan prostitusi tidak ditangkal dengan pengetahuan yang komprehensif tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Akibatnya, kesenjangan tidak bisa dihindarkan sehingga terjadilah kenakalan remaja terkait seksualitas pada remaja di kawasan prostitusi. Padahal apabila penjelasan dan pengarahan terkait kesehatan reproduksi diperoleh secara benar dan tepat, hal tersebut dapat dijadikan penangkal aktivitas reproduksi remaja yang tidak bertanggung jawab. Program pemberdayaan ini berusaha mewujudkan fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang ramah terhadap remaja (adolescent friendly), khususnya di wilayah berisiko seperti kawasan prostitusi. Hasil need assessment reproduksi sehat remaja sehat remaja di 12 kota di Indonesia menunjukkan kurangnya pusat pelayanan yang bisa membantu masalah reproduksi remaja, antara lain pusat konseling,
145
layanan kesehatan reproduksi, penanganan remaja bermasalah dalam reproduksi serta sistem rujukan yang bersifat terpadu dan menyeluruh, baik untuk tujuan preventif maupun kuratif (BKKBN, 2003). Selain dihadapkan pada aspek kuantitas pusat pelayanan, masalah kekinian yang harus diarusutamakan adalah kualitas pelayanan yang sudah ada. Sebagaimana ditemukan di lapangan, program atau pusat layanan yang sudah ada selalu mengalami fase pasang dan surut. Tuntutan akan pelayanan yang adolescent friendly belum terpenuhi sampai sekarang. Dampaknya adalah minimnya tingkat partisipasi remaja dalam program akibat hilangnya rasa memiliki (sense of ownership). Remaja seolah dipaksa untuk menerima muatan yang belum mereka pahami maksud dan tujuannya. Oleh karena itu, program ini berupaya memodifikasi pusat pelayanan yang telah ada (program pelayanan kesehatan dari Puskesmas) menjadi program yang ramah remaja. Keterlibatan subjek pemberdayaan mulai dari perencanaan sampai pengambilan keputusan sengaja dilakukan untuk membangkitkan motivasi internal remaja. Konsep pendidikan sebaya yang dikembangkan didasarkan pada kenyataan bahwa membahas masalah seks, kesehatan reproduksi remaja, perilaku seksual, dan hal sensitif lainnya lebih senang dan terbuka apabila dilakukan dengan atau antarteman sebaya sendiri (peer group) dari pada dengan orang tua, guru, atau orang lain yang berbeda usia. Teman bagi remaja merupakan sumber afeksi, simpati dan pengertian, saling berbagi pengalaman, dan sebagai tempat untuk mencapai independensi dan otonomi. Maka tak heran bila remaja mengadopsi informasi dari temannya dan kemudian membuktikannya dalam bentuk perbuatan (Puspitasari, 2011). Dengan melakukan kaderisasi terhadap subjek pemberdayaan sebagai kader kesehatan reproduksi remaja (pendidik sebaya), diharapkan proses penyampaian komunikasi, informasi, dan edukasi terkait kesehatan reproduksi lebih ramah terhadap remaja serta tepat metode dan sasaran. Pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja bertujuan bukan hanya untuk mencegah kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan infeksi menular
146
Jurnal Promkes, Vol. 2, No. 2 Desember 2014: 140–147
seksual (IMS) saja, melainkan mempunyai tujuan yang lebih luas, yaitu agar remaja berkesempatan mendapatkan informasi tentang ini, mempelajari nilai, dan mampu bergaul di masyarakat yang memungkinkan mereka mencegah sexually active sebelum siap secara sosio-psiko-biologis dan mampu mencegah hubungan seks yang tidak aman serta membantu remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berperilaku seks yang sehat. Program pemberdayaan remaja di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya adalah program pemberdayaan yang mengacu pada kerangka PRECEDE-PROCEED sebagai frame work pengembangan program pendidikan kesehatan. Program ini terbukti mampu meningkatkan kognisi remaja di kawasan lokalisasi Dolly sebagai population at risk kasus penyimpangan seksual dan penyalahgunaan NAPZA. Usaha kesehatan berbasis provider (provider centered based) yang selama ini dilakukan oleh pemerintah melalui Puskesmas termodifikasi menjadi sebuah usaha promosi kesehatan yang berbasis komunitas (community centered based) bagi remaja, di mana remaja tidak hanya ditempatkan sebagai objek tetapi dilibatkan secara aktif dalam usaha promosi kesehatan remaja. Wujud sustainability atau keberlanjutan program sebagai outcome adalah dibentuknya Rumah Remaja Komunitas Penggerak Antimadat dan Seks Bebas (KOMPAS) sebagai penghubung antarkader, kelurahan, dan puskesmas setempat untuk terus memberikan edukasi serta melakukan pendekatan personal kepada remaja lain. Rumah Remaja KOMPAS dengan program unggulan “Kafe PELACUR TOBAT” juga berfungsi sebagai pusat informasi dan edukasi masyarakat terutama remaja kawasan Lokalisasi Dolly, Surabaya mengenai kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, dan NAPZA yang dikelola oleh para subjek pemberdayaan. Adapun poin kunci keberhasilan program ini adalah keterlibatan subjek pemberdayaan dalam setiap pengambilan keputusan (community participation) serta dukungan dari berbagai pihak (stakeholder) di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya. Kondisi ini membangkitkan motivasi internal subjek pemberdayaan sehingga mereka menjadikan
program pemberdayaan sebagai kebutuhan. Harapannya program ini bisa menjadi best practice pelaksanaan pemberdayaan kesehatan reproduksi remaja khususnya di kawasan prostitusi. KESIMPULAN Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya adalah program pemberdayaan yang mengacu pada kerangka PRECEDE-PROCEED sebagai frame work pengembangan program pendidikan kesehatan. Program ini berhasil meningkatkan pengetahuan pendidik sebaya remaja di kawasan lokalisasi Dolly. Poin kunci keberhasilan model pemberdayaan ini adalah keterlibatan subjek pemberdayaan dalam setiap pengambilan keputusan selama proses pemberdayaan berlangsung. Kondisi ini membangkitkan motivasi internal subjek pemberdayaan sehingga mereka menjadikan model pemberdayaan sebagai kebutuhan. DAFTAR PUSTAKA BKKBN. 2003. Buku Sumber Keluarga Berencana, Kesehatan reproduksi, Gender, dan Pembangunan Kependudukan. Jakarta: Direktorat Advokasi dan KIE BKKBN.2012. Remaja genre dan perkawinan dini. Policy Brief. Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk (Ditjakduk) Bongaarts, J. dan Cohen, B. 1998. Introduction and Overview. Studies in Family Planning. Vol. 29 No. 2 Juni 1998 Green, L dan Kreuter, M. 2005. Health program planning: an educational and ecological approach. 4th edition. New York: McGraw-Hill. JPNN. 2010. Separuh gadis di kota besar tak perawan lagi. http://www.jpnn. com/ read/2010/11/29/78294/Separuh-Gadisdi-Kota-Besar-Tak Perawan-Lagi-. Sitasi 3 Maret 2013 Kalpika, Andhina. 2011. Perilaku seksual pranikah remaja yang berdomisili di sekitar kawasan lokalisasi kota surabaya. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Dedik Sulistiawan, dkk., Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja…
Puspitasari, Diah. 2011. Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Remaja Indonesia dengan Memperhitungkan Pengaruh Faktor Sosiodemografi melalui Pendekatan Ordered Choice Model. Jurnal Ilmiah Puslitbang KB dan KS Edisi ke-1 Volume 5 Tahun 2011Rice,
147
F.P. 1990. The adolescent development, relationship & culture 6th edition. Boston: Ally & Bacon Shinta, Arundati. 2012. BLT vs kemandirian dan pemberdayaan masyarakat miskin. Prosiding Seminar Nasional. Yogyakarta