PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS BERBASIS BUDAYA SEKOLAH DI SDIT LUQMAN AL-HAKIM INTERNASIONAL YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Ridwan Budiyanto NIM 12108244046
PRODI STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
SURAT PERNYATAAN
iii
MOTTO “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab: 21)
“Sesungguhnya yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik akhlaknya” (HR. Bukhori No. 3559)
“Kalian adalah ruh yang mengalir di tubuh ummat dan ia akan menghidupkan ummat ini dengan Al Quran. Kalian adalah cahaya baru menyemburat yang menyingkap tabir kegelapan materialisme dan menggantikannya dengan makrifatullah (mengenal Allah). Kalian adalah suara yang menggema tinggi dan senantiasa menyenandungkan dakwah Rasulullah saw” (Imam hasan Al-Banna)
“Pemuda dengan karakter yang kuat, ilmu yang luas, akhlak yang baik, lalu berkumpul dalam satu barisan persaudaraan merupakan kekuatan perubahan menuju perbaikan” (Ridwan Budiyanto)
iv
PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1. Kedua orang tua tercinta (Ibu Surati dan Bapak Surat), terima kasih atas seluruh doa, kasih sayang, perhatian, pengertian, dukungan, dan pengorbanan yang telah begitu besar diberikan selama ini 2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa dan Bangsa
v
HALAMAN PENGESAHAN
vi
PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS BERBASIS BUDAYA SEKOLAH DI SDIT LUKMAN AL-HAKIM INTERNASIONAL YOGYAKARTA Oleh Ridwan Budiyanto NIM 12108244046 ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter religius di sekolah dasar pada masing-masing lapisan budaya sekolah. Lapisan-lapisan budaya sekolah yang dimaksud adalah lapisan artifak, lapisan nilai dan keyakinan, dan lapisan asumsi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah kepala sekolah, satu guru kelas III berjenis kelamin perempuan, dua guru kelas IV laki-laki dan perempuan, dua siswa kelas III dan dua siswa kelas IV. Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Luqman Al-Hakim Internasional Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter religius berbasis budaya sekolah dilaksanakan dalam lapisan artifak, lapisan nilai dan keyakinan, serta lapisan asumsi. Lapisan artifak terdiri dari aspek fisik dan perilaku. Pada aspek fisik yaitu dengan penyediaan berbagai fasilitas yang mendukung pendidikan karakter religius. Pada aspek perilaku dilakukan dengan berbagai program sekolah berkaitan dengan karakter religius. Lapisan nilai dan keyakinan yang diajarkan antara lain; cinta kepada Allah, kebersihan sebagian dari iman, Rasul adalah teladan, setiap muslim adalah pemimpin, semua dalam genggaman Allah SWT, saling mencintai dan menyayangi sesama. Pada lapisan asumsi, dapat disimpulkan bahwa yang dirasakan warga sekolah yaitu; hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan keteladanan sebagai kunci kesuksesan. Kata kunci: Pendidikan karakter, religius, budaya sekolah
vii
Religious Character Education Based on School Culture in SDIT Luqman Al-Hakim International Yogyakarta By Ridwan Budiyanto NIM. 12108244046 ABSTRACT The objective of this research is to find out the implementation of religious character education in an elementary school at each layer of school culture. Those layers are artifacts, values and beliefs, and assumptions. This research is a qualitative one. The informants of this research were headmaster, a female teacher of third grade, and two students of fourth grade. Research was carried out in SDIT Luqman Al-Hakim Internasional Yogyakarta. Data collection methods which were used were interview, observation, and documentation. Data were analyzed using sequential steps which are data collection, reduction, display, and conclusion. Triangulation in the forms of data source and technique were used to as the validity check. The result shows that school-culture-based religious character education is carried out in artifacts, values and beliefs, and assumptions layers. Artifact layer consists of physical and behavioral aspects. At physical aspect, it involves the provision of facilities to support the religious character education. At behavioral aspect, it is done with various programs related to religious character issues. The values and beliefs layer which are taught covers issues like the love to God, environmental cleanliness as a part of the faith, apostles as the role model, that every moslem is a leader, that all things are in God’s grip, and love and care to humans. At the assumptions layer, it can be concluded that the assumptions which are perceived by every person in the school are that harmonious relationship should be realized by school members, that hard work is a main factor in every endeavor to success, that the cooperation determines the quality of the school, and that the exemplary is the success key factor. Keywords: character education, religious, school culture
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter Religius Berbasis Budaya Sekolah di SDIT Lukman Al Hakim Internasional Yogyakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, motivasi, doa, harapan, dan uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih, diantaranya kepada: 1.
Ibu Dr. Wuri Wuryandani, M. Pd selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2.
Ibu Dr. Wuri Wuryandani, M. Pd selaku validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan masukan perbaikan sehingga penelitian Tugas Akhir Skripsi ini dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.
3.
Ibu Dr. Wuri Wuryandani, M. Pd, Bapak Drs. Suparlan, M. Pd. I, dan Ibu Dr. Rita Eka Izzaty, M. Si, selaku ketua penguji, sekretaris penguji, dan penguji utama yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhis Skripsi ini.
4.
Bapak Drs. Suparlan, M. Pd. I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah dasar dan Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.
5.
Bapak Dr. Haryanto, M. Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.
6.
Ibu Fourzia Yunisa Dewi, S. Pd selaku kepala SDIT Luqman AL Hakim Internasional Yogyakarta yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
7.
Para guru dan staf SDIT Luqman AL Hakim Internasional Yogyakarta yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini
ix
x
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii MOTTO ................................................................................................................. iv PERSEMBAHAN ................................................................................................... v HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 12 C. Fokus Masalah ........................................................................................... 12 D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 13 E. Tujuan Penelitian....................................................................................... 13 F. Manfaat Penelitian..................................................................................... 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 15 A. Pendidikan Karakter .................................................................................. 15 1. Pengertian Pendidikan .......................................................................... 15 2. Pengertian Karakter .............................................................................. 16 3. Pengertian Pendidikan Karakter ........................................................... 18 4. Komponen Pendidikan Karakter .......................................................... 19 5. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter ............................................................ 27 6. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar ......................... 30 7. Faktor-Faktor Keberhasilan Pendidikan Karakter ................................ 35 B. Pendidikan Karakter Religius .................................................................... 37 xi
1. Pengertian Religius ............................................................................... 37 2. Pengertian Pendidikan Karakter Religius ............................................. 39 3. Unsur-Unsur Pembangun Karakter Religius ........................................ 40 C. Pendidikan Karakter Religius di Sekolah melalui Budaya Sekolah ......... 42 1. Pengertian Budaya Sekolah .................................................................. 42 2. Lapisan-lapisan Budaya Sekolah .......................................................... 43 3. Pendidikan Karakter Religius pada Budaya Sekolah ........................... 48 D. Karakteristis Siswa Usia Sekolah Dasar ................................................... 55 E. Paradigma Penelitian ................................................................................. 57 F. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 60 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 61 A. Pendekatan Penelitian ............................................................................... 61 B. Setting Penelitian....................................................................................... 61 C. Subjek Penelitian ....................................................................................... 62 D. Sumber Data .............................................................................................. 63 1. Data Primer ........................................................................................... 64 2. Data Sekunder ...................................................................................... 64 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 64 1. Observasi .............................................................................................. 65 2. Wawancara ........................................................................................... 66 3. Dokumentasi ......................................................................................... 67 F. Instrumen Penelitian .................................................................................. 68 1. Pedoman wawancara ............................................................................ 69 2. Pedoman observasi ............................................................................... 71 3. Alat Perekam Data ................................................................................ 72 G. Teknik Analisis Data ................................................................................. 72 1. Data Collection (Pengumpulan data) ................................................... 73 2. Data Reduction (Reduksi data) ............................................................ 74 3. Data Display (Penyajian data).............................................................. 74 4. Conclusions Drawing/verifying ............................................................ 74 H. Keabsahan data .......................................................................................... 75
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 77 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 77 B. Laporan Hasil ............................................................................................ 79 1. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan Artifak ................ 80 2. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Nilai dan Keyakinan ........ 99 3. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan Asumsi.............. 104 C. Pembahasan ............................................................................................. 108 1. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan Artifak .............. 109 2. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Nilai dan keyakinan ....... 113 3. Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan asumsi ............... 116 D. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 117 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 118 A. Simpulan.................................................................................................. 118 B. Saran ....................................................................................................... 119 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 121
xiii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Karakteristik Religius .................................................................... 42 Tabel 2. Lapisan-Lapisan Kultur Sekolah ................................................... 46 Tabel 3. Pembiasaan Keteladanan yang Dapat Diterapkan di SD ............... 51 Tabel 4. Kegiatan Pembiasaan Spontan yang dilakukan di SD ................... 51 Tabel 5. Pembiasaan Rutin di Sekolah ........................................................ 52 Tabel 6. Contoh Indikator Karakter Religius di SD .................................... 54 Tabel 7. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ..................................................... 70 Tabel 8. Kisi-Kisi Lembar Observasi .......................................................... 71 Tabel 9. Fasilitas Mebeler di SDIT LHI Yogyakarta Tahun 2016/2017 ..... 86 Tabel 10. Aspek Fisik Pendukung Nilai Karakter Religius ......................... 88 Tabel 11. Aspek Perilaku yang Mendukung Nilai karakter Religius .......... 99
xiv
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Komponen Karakter yang Baik ................................................. 20 Gambar 2. Koherensi Karakter dalam Konteks Psikososial ........................ 31 Gambar 3. Aspek Budaya, ........................................................................... 44 Gambar 4. Komponen dalam Analisis Data (Interactive model) ................ 73
xv
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian ........................................... 125 Lampiran 2. Lembar Observasi Penelitian ................................................ 130 Lampiran 3. Catatan Lapangan .................................................................. 132 Lampiran 4. Penyajian Data Hasil Wawancara ......................................... 154 Lampiran 5. Penyajian Data Hasil Dokumentasi ....................................... 201 Lampiran 6. Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara .............. 209 Lampiran 7. Triangulasi Data (Triangulasi Teknik) .................................. 256 Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ......................................... 269 Lampiran 9. Permohonan Izin Observasi .................................................. 275 Lampiran 10. Permohonan Izin Penelitian ................................................ 276 Lampiran 11. Surat Izin ............................................................................. 277 Lampiran 12. Surat Keterangan LHI ......................................................... 278
xvi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan aset utama sekaligus kunci kemajuan setiap bangsa di seluruh dunia. Kualitas suatu bangsa berbanding lurus dengan kualitas manusianya. Mustahil suatu bangsa dapat mencapai kemajuan, jika tidak membekali manusianya dengan kualitas yang baik pula. Pembangunan di seluruh aspek, baik pendidikan, politik, hukum, IPTEK, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya membutuhkan sekaligus kualitas sumber daya manusia yang unggul. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas, pada akhirnya menjadi tugas yang harus terus dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM tidak dapat dilakukan tanpa rencana dan sistem yang dapat mengaktivasi seluruh komponen menjadi pendukung menuju harapan bersama. Indonesia sebagai negara besar, berkepulauan, dengan seluruh keanekagaraman di dalamnya tentu juga membutuhkan usaha yang besar dan memiliki pengelolaan yang baik untuk menumbuhkan setiap potensi manusia yang ada. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi aspek utama dan garda depan dalam membangun manusia. Pendidikan dengan segala sistem yang telah dirancang untuk kepentingan tersebut haruslah disambut dengan positif, dilaksanakan, dan terus dikembangkan sebagai titik tumpu pembangunan kualitas manusia. Di seluruh dunia, pendidikan menjadi tumpuan utama dalam menentukan kemajuan bangsanya. Tingkat kemajuan suatu negara dapat diukur dari kualitas pendidikannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Abdullah (2014: 267) bahwa
1
jika suatu negara ingin “naik kelas” dari negara terbelakang atau negara berkembang menjadi negara maju, haruslah menempatkan sektor pendidikan menjadi prioritas pembangunan nasional. Upaya pendidikan dalam membangun SDM tentu harus selalu relevan dengan zaman, berorientasi masa depan, dan yang lebih utama adalah membangun manusia menemukan hakikatnya. Relevan dengan zaman sebagai implikasi bahwa indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Berorientasi masa depan sebagai upaya untuk menyesuaikan dan menghadapi kompetisi dengan bangsa lain. Sedangkan penemuan hakikat sebagai manusia adalah dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan haruslah merupakan kerangka ideal suatu bangsa serta menjadi muara dari seluruh penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Indonesia di tengah keberagaman yang hidup dan tumbuh subur di dalamnya, merupakan negara yang mengutamakan pembentukan karakter sebagai modalitas dalam membangun peradaban. Hal tersebut nampak jelas di dalam tujuan pendidikan nasional indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan berfungsi menumbuhkan dan mengembangkan watak yang pada akhirnya dapat menciptakan manusia yang berilmu dan berkarakter. Tentunya tujuan tersebut
2
sudah melalui kajian dan analisis yang mendalam serta disesuaikan dengan jati diri bangsa indonesia. Selain itu, pembangunan karakter juga menjadi misi utama dalam mewujudkan visi pembangunan nasional. Hal tersebut tercantum dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 yang tertuang pada Bab IV tentang Arah, tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025, yaitu, “... terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ...” (Syamsul Kurniawan, 2013: 20) Pembangunan manusia yang cakap intelektual saja tidak cukup, tetapi harus dilengkapi dengan karakter. Intelektual dapat diwariskan melalui pengajaran (transfer of knowledge), tetapi pendidikan harus mencakup nilai sebagai pondasi pembentukan karakter (transfer of value). Apabila pendidikan berpedoman pada nilai dan karakter, bangsa indonesia tidak akan kehilangan jati diri bangsa maupun sebagai individu secara utuh. Bekal karakter yang kuat diharapkan dapat mengiringi perkembangan intelektual, sehingga kemajuan dan perkembangan zaman, serta kompetisi global dapat dihadapi tanpa harus khawatir kehilangan karakter. Akan tetapi, di sisi lain indonesia masih mengalami berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari lemahnya karakter. Berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan di berbagai lapisan masyarakat diantaranya korupsi, kekerasan, asusila, pencurian, penipuan, pembunuhan dengan masing-masing
3
modusnya, bahkan aksi terorisme yang seringkali mengatasnamakan agama. Beberapa kasus yang sempat menjadi pemberitaan nasional, diantaranya kasus korupsi yang menyangkut beberapa anggota DPR sampai kepala daerah yang akhirnya berujung pemberhentian jabatan, tindakan asusila yang dilakukan kalangan artis dengan sasaran anak-anak, fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang sempat membuat gelisah para orang tua dan pemuka agama, bahkan aksi terorisme bunuh diri, munculnya gerakan-gerakan ekslusif dengan mengatasnamakan agama tertentu. Kasus lemahnya karakter bahkan telah banyak dijumpai di kalangan anakanak usia dasar. Radarbanyumas.co.id (13 Mei 2016) melansir sebuah kasus pemerkosaan bergilir yang melibatkan siswa SMP dan SD sebagai pelakunya, dari delapan pelaku pemerkosaan, 3 diantaranya diketahui masih pelajar SD. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan bahwa sejak tahun 2008 hingga 2010 sebanyak 67% dari 2.818 siswa sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses pornografi (VIVAnews, 3 Oktober 2010). Kasus dan fenomena tersebut dapat dikatakan sebagai akibat dari lemahnya karakter religius, sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan yang bersumber dari kurangnya lemahnya penanaman agama. Penanaman karakter perlu ditanamkan sejak usia sekolah dasar. Hal tersebut karena usia SD menurut Freud adalah usia laten (pengendapan) (Novan Ardy Wiyani, 2013: 146). Usia SD meskipun pendek merupakan usia yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Salah satu karakter utama yang ditekankan adalah karakter religius. Karakter religius menjadi salah satu pilar utama penopang nilai-
4
nilai karakter yang lain. Sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menajadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman terhadap Tuhan menjadi domain utama karakter religius. Dwi Yanny Luckitaningsih (2012: 12) menerangkan bahwa anak usia SD perlu diberikan pengertian mengenai pola hidup yang baik serta pendidikan bersifat character building, salah satunya adalah diajarkan bagaimana mengenal Tuhan secara benar. Urgensi pendidikan karakter religius juga semakin menguat, salah satunya sebagai reaksi atas kecenderungan intoleransi yang kemudian berujung pada aksi-aksi terorisme yang mengatasnamakan agama. Berdasarkan Peraturan presiden Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 4 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, dikatakan bahwa satuan pendidikan memiliki kewajiban dalam menyelenggarakan pendidikan agama. kewajiban satuan pendidikan diantaranya yaitu; (a) setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama, (b) setiap satuan pendidikan menyediakan tempat penyelenggaraan pendidikan agama, (c) satuan pendidikan yang tidak dapat menyelenggarakan pendidikan agama dapat bekerjasama dengan satuan pendidikan yang setingkat atau menyelenggarakan pendidikan agama di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta didik, (d) setiap satuan pendidikan menyediakan tempat dan kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan agama yang dianut oleh peserta didik.
5
Menurut Novan Ardy Wiyani
(2013: 17), dunia pendidikan turut
menghasilkan lulusan-lulusan yang bagus dalam segi akademis, tetapi masih lemah dalam karakter. Di tengah penggalakan pendidikan karakter dan implementasi di dunia pendidikan, fenomena berupa penyimpangan-penyimpangan sosial tersebut tentunya menodai sekaligus menjadi cerminan negatif masyarakat yang tengah dibangun. William Kilpatrick (dalam Thomas Lickona, 1992: 3) menyatakan “The core problem facing our schools is a moral one. All the other problems derive from it. Even academic reform depends on putting character first”. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa inti permasalahan yang dihadapi sekolah adalah aspek moral yang menjadi asal munculnya masalah-masalah lain dan perbaikannya bergantung pada prioritas dalam meletakkan pendidikan moral. Pendapat senada juga disampaikan oleh Daryanto dan Suryati Darmiatun (2013: 6) bahwa gejala disintegrasi bangsa akhirnya bersumber dari lemahnya pendidikan dalam pembentukan karakter bangsa. Ironisnya, pelaku yang terlibat dalam penyimpangan juga banyak yang berasal dari kalangan terdidik. Berdasarkan penelitian Alifiah, dkk (2003), bahwa materi yang diajarkan oleh pendidikan agama termasuk di dalamnya bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afektif), dan pembiasaan (psikomotor) sangat minim (Zubaedi, 2011: 3). Pendidikan agama yang masih cenderung hanya fokus pada ranah kognitif dapat mengakibatkan lemah pada sisi afektif dan pembiasaan. Padahal menurut Thomas Lickona (1991: 82) karakter memiliki tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.
6
Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. Fakta tersebut menjadi petunjuk sekaligus evaluasi untuk terus merumuskan dan menemukan format pendidikan yang dapat dalam mencapai tujuan pendidikan yang diamanahkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari berbagai fenomena dan harapan bersama, pentingnya pendidikan karakter menjadi semakin terlihat sebagai upaya preventif serta solusi sistematis dalam menanggulangi berbagai problematika masyarakat. Menurut Zubaedi (2011: 1) “Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita”. Pendapat mengenai pentinya pendidikan karakter juga disampaikan oleh Masnur Muslich (2011: 29) bahwa pendidikan karakter menjadi pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan yang dengannya seorang anak akan menjadi cerdas emosinya sebagai bekal terpenting dalam mempersiapkan menyongsong masa depan. Menurut Kementerian pendidikan Nasional (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2013: 19), pendidikan karakter harus meliputi dan muncul pada; pendidikan formal yang berlangsung di lembaga pendidikan seperti TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/MAK, dan perguruan tinggi; pendidikan non formal seperti lembaga kursus, lembaga pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan non formal lain; pendidikan informal yang berlangsung di keluarga. Dalam konteks pendidikan, sekolah merupakan lembaga yang menjadi wahana ideal untuk mendidik peserta didik agar menjadi SDM yang berkualitas.
7
Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah akan menentukan kualitas peserta didiknya. Pendidikan karakter di sekolah merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasional. Menurut Brooks (1997), sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah (Djoko Dwiyanto dan Ign. Gatut Saksono, 2012: 50). Oleh karena itu, pendidikan yang semestinya diselenggarakan di sekolah bukan hanya membangun intelektual dan kecerdasan, tetapi juga pendidikan karakter. Kuatnya watak dan karakter bangsa yang tumbuh bersama kecakapan lain tentu menjadi kolaborasi yang sangat diharapkan dalam menumbuhkan peserta didik secara holistik. Salah satu solusi yang terus diupayakan adalah perbaikan mutu pendidikan dengan memperkuat kualitas instansi pendidikan. Lembaga pendidikan yang berkualitas menjadi harapan masyarakat serta rahim yang akan melahirkan generasi-generasi yang berkarakter. Ketersediaan lembaga pendidikan yang bermutu tidak dapat ditawar lagi sebagai langkah tepat dan konkret serta perlu mendapatkan respon positif dari pemerintah dan segenap lapisan masyarakat. Lembaga pendidikan yang bermutu harus ditunjang oleh kualitas seluruh komponen dalam kesatuan lingkungan pendidikan tersebut. Kualitas pendidikan tidak dapat ditentukan hanya dari aspek guru atau siswa secara parsial, akan tetapi keseluruhan elemen yang bekerja sebagai pembentuk karakter peserta didik. Oleh karena itu, budaya sekolah menjadi salah satu faktor penentu kualitas pendidikan. Sebagaimana disampaikan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 99) bahwa budaya sekolah menjadi salah satu aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan peserta
8
didik. Berkaitan dengan pentingnya budaya sekolah, Moerdiyanto (2013: 3-4) menegaskan bahwa memperbaiki kinerja sekolah meliputi kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, maupun orang tua siswa, hanya akan terjadi jika kualifikasi budaya sekolah tersebut sehat, solid, kuat, positif, dan profesional. Budaya sekolah menjadi penentu kualitas pendidikan. Muhammad Husni (2007: 2) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan, budaya sekolah positif merupakan hal yang sangat penting. Lebih lanjut Muhammad Husni menjelaskan “budaya warga sekolah yang negatif akan menghambat peningkatan mutu pendidikan. Budaya positif atau negatif tercermin dari unsur-unsur budaya sekolah, yakni artifak, keyakinan, nilai, dan asumsi...”. Triguno (2014) menjelaskan bahwa budaya sekolah adalah kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai yang dimiliki serta perilaku yang dianut warga sekolah (Muhammad Husni, 2007: 2). Peran budaya sekolah dalam menentukan keberhasilan sekolah juga didukung oleh pendapat Stover (2005: 1) bahwa iklim budaya sekolah yang baik merupakan kunci kesuksesan sekolah. Hal tersebut diperoleh dari hasil penelitian beberapa peneliti yang melakukan penelitian selama bertahun-tahun mengenai perkembangan antara siswa dan pengajar. Iklim kondusif dan budaya sekolah yang positif dapat membantu sekolah dalam mencapai kesuksesannya, sementara sebuah sekolah yang memiliki kinerja yang buruk cenderung tidak mampu mengembangkan sekolah tersebut (Muhammad Husni, 2007: 14). Pentingnya budaya sekolah dalam mencapai keberhasilan tersebut termasuk dalam mencapai kesuksesan pendidikan karakter.
9
Budaya sekolah yang negatif terkadang masih sering dijumpai di berbagai sekolah. Salah satu kasus yang menggambarkan lemahnya budaya sekolah terjadi di sebuah sekolah dasar di gunungkidul, Yogyakarta. Berdasarkan HarianJogja, Gunungkidul (5 Oktober 2016) terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru kepada salah seorang siswa perempuan dalam satu sekolah. Pelecehan tersebut dilakukan ketika korban sedang menyapu ruangan kemudian pelaku mengikuti dan langsung memegang bagian sensitif siswi kelas VI tersebut. Kasus lain juga terjadi di lingkungan sekolah. TEMPO.CO (18 Oktober 2016) melansir sebuah berita mengenai seorang siswa kelas VI sekolah dasar yang harus menjalani perawatan di rumah sakit akibat pembengkakan di kepala. Kedua kasus tersebut menunjukkan lemahnya budaya sekolah dan komitmen dalam melakukan pendidikan karakter di sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi lingkungan dalam membentuk karakter akan tetapi justru menjadi malapetaka bagi siswa. Sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter religius membutuhkan budaya sekolah yang positif dan mendukung. Komitmen dalam melaksanakan pendidikan karakter religius harus mewujud dalam berbagai aspek, baik guru, karyawan, siswa, lingkungan sekolah, fasilitas fisik, hingga program-program sekolah. Kekuatan dan komitmen tersebut akan membetuk budaya sekolah yang dapat mengantarkan pada kesuksesan pendidikan karakter religius. Pada umumnya, sekolah negeri telah memasukkan pendidikan religius melalui pelajaran agama, akan tetapi pengondisian melalui fasilitas maupun program-program sekolah belum terlihat kuat. Hal tersebut terlihat dari fasilitas ibadah, seperti masjid yang tidak
10
semua sekolah memilikinya maupun kegiatan-kegiatan keagamaan yang kurang terprogram. Di tengah pentingnya penanaman karakter religius pada peserta didik dan minimnya sekolah yang memiliki budaya religius yang kuat, terdapat salah satu sekolah yang berkomitmen menyelenggarakan pendidikan karakter religius secara holistik dan terintegratif, yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al-hakim Internasional Yogyakarta (SDIT LHI). SDIT LHI Yogyakarta merupakan salah satu lembaga formal yang melaksanakan pendidikan jenjang sekolah dasar. SDIT LHI sebagai sekolah berbasis Islam memiliki pembeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya, salah satunya adalah pendidikan agama yang berimplikasi pada penanaman dan pembentukan karakter, terutama karakter religius. Berdasarkan wawancara dengan Kepala sekolah, SDIT LHI mempersiapkan mulai dari Visi, yaitu “Terwujudnya Generasi Islam yang Memiliki karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan, dan Berkontribusi untuk Kebaikan Dunia”. Selain itu, berdasarkan pra-research mengenai pelaksanaan pendidikan karakter religius, di SDIT LHI Yogyakarta ditemukan beberapa pembiasaan, kegiatan maupun ketersediaan berbagai fasilitas keagamaan, termasuk secara eksplisit tercantum dalam visi yang mengarah pada pembentukan budaya sekolah dalam membentuk karakater religius. Secara keseluruhan, tentu terdapat beberapa pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI yang perlu digali lebih mendalam oleh peneliti. Berdasarkan paparan di atas, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah mengenai pendidikan karakter religius yang dilaksanakan di SDIT
11
LHI. Oleh karena itu, melalui penelitian “Pendidikan Karakter Religius Berbasis Budaya Sekolah di SDIT LHI Yogyakarta” ini diharapkan dapat diketahui implementasi pendidikan karakter religius secara komprehensif di SDIT LHI. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan pendidikan karakter religius baik di SDIT LHI maupun sekolah lain yang memiliki program pengembangan karakter religius. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Problematika yang terjadi di berbagai aspek kehidupan tidak dapat dipisahkan dari cerminan kualitas karakter bangsa, seperti korupsi, kekerasan, asusila, pencurian, penipuan, pembunuhan, bahkan terorisme. 2. Terdapat berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar berkaitan dengan lemahnya karakter religius, seperti pornografi, bahkan tindakan asusila pada taraf pemerkosaan, sehingga pendidikan karakter religius sejak di sekolah dasar harus semakin diperkuat. 3. Adanya kasus-kasus penyimpangan baik dilakukan oleh warga sekolah maupun siswa yang dilakukan di dalam lingkungan sekolah menunjukkan lemahnya budaya sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan karakter. Fokus Masalah Penelitian ini fokus pada pendidikan karakter religius berbasis budaya sekolah. Melihat cakupan implementasi cukup luas, maka penelitian ini dibatasi
12
pada perwujudan pendidikan religius di SDIT LHI dalam lapisan-lapisan budaya sekolah. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan ruang lingkup penelitian, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana wujud implementasi pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta pada masing-masing lapisan budaya sekolah?” Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui implementasi pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta pada masing-masing lapisan budaya sekolah. Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap berbagai pihak baik secara teoritis maupun kegunaan dalam ranah praktis. Beberapa manfaat diantaranya yaitu; 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan tambahan referensi ilmiah mengenai pelaksanaan pendidikan religius yang diselenggarakan melalui budaya sekolah b. Memberikan informasi mengenai pola pelaksanaan pendidikan religius yang dapat dilaksanakan di sekolah dasar berbasis islam 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
13
Hasil penelitian ini memberikan gambaran pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogayakarta sehingga dapat dijadikan informasi dan referensi bagi pihak Kementerian terkait dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter religius bagi sekolah dasar di seluruh indonesia. b. Bagi Sekolah Dasar Hasil penelitian ini dapat dijadikan dokumen dalam rangka evaluasi dan refleksi pelaksanaan pendidikan karakter religius yang telah dilaksanakan di SDIT LHI Yogyakarta. Sehingga memiliki gambaran dan arahan dalam memantapkan maupun mengembangkan implementasi ke depan. Selain itu, juga bermanfaat bagi sekolah-sekolah dasar di seluruh Indonesia sebagai referensi implementasi pendidikan karakter religius c. Bagi Pendidik Memberikan gambaran pelaksanaan pendidikan karakter religius, sehingga dapat menentukan peran dalam mendidikan karakter religius pada peserta didik d. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dalam meneliti, menganalisis, dan menulis karya ilmiah mengenai pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA Pendidikan Karakter 1.
Pengertian Pendidikan Pendidikan sebagai proses pengembangan potensi manusia tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Pembangunan manusia melalui pendidikan menjadi begitu penting karena di dalamnya terdapat transfer pengetahuan dan transfer nilai. Melalui pendidikan, manusia dapat mewariskan kebudayaan, norma, kepercayaan, dan nilai-nilai lain yang dianggap ideal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melihat fungsi pendidikan tersebut, nampak begitu pentingnya pendidikan dalam mewariskan sistem kehidupan. John Dewey berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia (Masnur Muslich, 2011: 67). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendapat lain juga disampaikan oleh
Doni
Koesoema A (2007: 53) bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mendewasakan, mengembangkan, membuat orang yang tidak tertata menjadi tertata, semacam proses penciptaan sebuha kultur dan tata keteraturan dalam diri maupun dalam diri orang lain.
15
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat maknai bahwa pendidikan menjadi usaha yang terus menerus diupayakan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran melalui berbagai metode yang sesuai dalam rangka meningkatkan kualitas dan potensi peserta didik dalam segala aspek secara utuh dan menyeluruh menuju terbentuknya kepribadian dan karakter diri yang mulia. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses yang disadari, direncanakan, dan dilaksanakan dalam mengembangkan potensi peserta didik supaya terbangun dan terarah sehingga menjadi pribadi yang baik. 2.
Pengertian Karakter Karakter manusia berkaitan dengan watak, kepribadian, dan kebiasaan. Istilah
karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu karasso yang berarti cetak biru, format dasar, dan sidik seperti sidik jari (Muhammad Fadlillah dan lilif Mualifatu Khorida, 2013: 20). Thomas Lickona (1991) mendefinikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situation in a morally good way” (Agus Wibowo, 2013: 9). Dengan kata lain karakter dimaknai sebagai watak utama atau inti yang diandalkan untuk menghadapi situasi dengan cara yang baik secara moral. Menurut kementerian Pendidikan Nasional (2010) karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Muchlas Samani dan hariyanto, 2012: 42). Pendapat lain mengenai karakter disampaikan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 25) bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak, atau budi pekerti individu yang
16
merupakan kepribadian khusus, yang menjadi pendorong dan penggerak, serta pembeda dengan individu lain. Pendapat berbeda mengenai karakter, berdasarkan American Dictionary of The English Language (2001) yaitu karakter adalah kualitas-kualitas yang teguh dan khusus yang dibangun dalam kehidupan seseorang dan kemudian menentukan responnya tanpa pengaruh kondisi-kondisi yang ada (Agus Wibowo, 2013: 8). Ki Hajar Dewantara (2011) memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti (Agus Wibowo, 2013: 9). Pengertian senada menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, dan kebiasaan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat pahami bahwa karakter didefinisikan dalam dua konseptual. Pertama, karakter sebagai kondisi rohaniah atau bawaan yang dianugerahkan kepada setiap manusia dan bersifat pemberian. Kedua, karakter dipandang selain sebagai pemberian juga merupakan bekal atau potensi yang bersifat dinamis, dalam hal ini dapat diubah, diarahkan, dan disempurnakan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakter perlu dipandang sebagai konsep yang utuh dan realistis. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan pembawaan yang diberikan kepada manusia, berupa watak, budi pekerti, akhlak, yang kemudian dapat dibentuk dan diarahkan. Jadi, meskipun karakter merupakan unsur bawaan, tetapi dapat dibentuk dan dikembangkan.
17
3.
Pengertian Pendidikan Karakter Definisi mengenai pendidikan karakter oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 28)
yaitu pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan memberikan keputusan baikburuk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Definisi senada mengenai pendidikan karakter juga disampaikan oleh T. Ramli (2003), yaitu pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak (Endah Sulistyowati, 2012: 23). Pendapat lain menurut Frye (2002) yaitu pendidikan karakter sebagai “a national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modelling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share” (Suyadi, 2013: 6). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan karakter sebagai gerakan nasional pembentukan sekolah untuk mengembangkan etika, tanggungjawab, dan membawa generasi muda dengan pemodelan dan pengajaran karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal. Senada dengan Frye, Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis (Muchlas samani dan Hariyanto, 2013: 44). Pendapat lain mengenai pendidikan karakter disampaikan oleh Sri Narwanti (2011: 14) bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
18
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, maupun lingkungan sehingga menjadi insan kamil. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa perlu adanya sistem yang bekerja di dalam lingkungan sekolah agar pembentukan karakter mulai dari pengetahuan, kesadaran, sampai tindakan dapat terwujud. Berdasarkan beberapa definisi di atas, pendidikan karakter dapat diartikan sebagai proses penanaman nilai pada diri peserta didik agar dihasilkan kepribadian yang diharapkan (baik). Pendidikan dan karakter adalah dua kata yang berbeda. Pendidikan sebagai kata kerja yang berperan membimbing, menanamkan, mewujudkan peserta didik menuju suatu kondisi tertentu, perlu memiliki sasaran yang jelas sehingga hasilnya adalah sesuatu yang ideal dan diharapkan. Karakter dapat dimaknai sebagai kata sifat yang di dalamnya terdapat watak, pembawaan, maupun kepribadian yang terbentuk di dalam diri manusia. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang secara strategis, sistematis, dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh untuk membantu dan membimbing peserta didik agar mampu memahami, merasakan, dan melaksanakan nilai-nilai dalam bentuk tindakan, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, maupun lingkungan dengan penuh kesadaran. 4.
Komponen Pendidikan Karakter Pendidikan karakter mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga
elemen tersebut merupakan satu kesatuan dalam membangun dan mengembangkan karakter secara utuh. Thomas Lickona (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga
19
komponen karakter yang baik, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral.
Gambar 1. Komponen Karakter yang Baik (Thomas Lickona, 1991. Diterjemahkan Juma Abdu Wamaungo, 2013, 84)
Komponen pertama adalah pengetahuan moral. Pengetahuan moral menjadi bagian dari dimensi kognitif. Terdapat banyak jenis pengetahuan moral berbeda, menurut Lickona (1991) terdapat enam aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter. a. Kesadaran moral Kebutaan moral menjadi potret kegagalan moral yang lazim di segala usia. Terdapat dua tanggungjawab yang perlu dipahami dalam aspek ini. Pertama, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi yang memerlukan penilaian moral. Kedua, memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan. Dari kedua hal tersebut dapat dipahami bahwa kesadaran moral menuntut adanya penilaian objektif, mengetahui apa yang betul-betul benar sehingga tidak salah dalam melakukan penilaian. Kemudian perlu memahami konteks permasalahan untuk dapat menyadari kondisi moral yang tengah dihadapi.
20
b. Pengetahuan nilai moral Mengetahui nilai-nilai menjadi tahap penting untuk kemudian dapat menerapkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggungjawab, integritas, religius, toleransi, belas kasihan, dan lain-lain perlu diketahui dan dipahami. Keseluruhan nilai tersebut menjadi warisan moral yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. c. Penentuan perspektif Perspektif menjadi modal penting dalam melakukan penilaian serta menentukan tidakan moral. Penentuan perspektif merupakan kemampuan individu dalam menggunakan sudut pandang di luar dirinya (orang lain) sehingga mampu memiliki cara pandang yang holistik dan komprehensif. d. Pemikiran moral Pemikiran moral menjadi landasan berpikir mengenai urgensi moral. Dalam hal ini, melibatkan pemikiran akan pentingnya aspek moral, seperti pentingnya menepati janji, pentingnya berbagi, pentingnya menghormati, dan sebagainya. e. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan dalam konteks moral merupakan kemampuan seseorang memikirkan cara bertindak dalam suatu suasana situasi moral tertentu. Situasi moral tersebut menuntut pengambilan tindakan yang memiliki konsekuensi moral atas pilihan yang harus diambil. f. Pengetahuan pribadi Pengetahuan pribadi menjadi bagian penting dan termasuk hal sulit dalam pengembangan karakter. Pengetahuan pribadi berkaitan dengan penilaian pribadi.
21
Menjadi orang bermoral perlu memiliki kemampuan penilaian atas diri sendiri secara jujur, kritis, dan objektif. Komponen kedua adalah perasaan moral. Perasaan moral merupakan sisi emosi dalam konteks karakter. Terdapat enam aspek dalam hal ini. a. Hati nurani Hati nurani berkaitan dengan perasaan alamiah seseorang. Banyak orang mengetahui
apa
yang
benar,
namun
tidak
sedikit
yang
merasakan
bertanggungjawab untuk berbuat sesuai dengan kata hati. Kemampuan merasa bersalah ketika berbuat tidak sesuai hati nurani membantu seseorang dalam melawan godaan. Seseorang dengan hati nurani, akan berkomitmen menghidupkan dalam diri sendiri sebagai seseorang yang bermoral. b.
Harga diri Harga diri mempengaruhi bagaimana seseorang menghargai orang lain dan
tidak terpengaruh dengan penilaian orang lain. Harga diri yang dibangun di atas nilai tanggungjawab, kejujuran, keadilan, dan nilai-nilai yang baik lainnya akan membentuk konsep seseorang dalam menghargai dirinya sehingga dapat lebih mudah memperlakukan orang lain dengan cara yang positif. c.
Empati Empati berkaitan dengan penentuan perspektif pada elemen pengetahuan
moral dalam pembahasan sebelumnya. Hal tersebut karena empati merupakan suasana emosional seseorang yang teridentifikasi seolah-olah terjadi dalam keadaan orang lain. Sehingga menjadi sisi emosional penentu perspektif seseorang. Empati terkadang hanya bangkit terhadap orang-orang terdekat atau yang dikenal baik,
22
akan tetapi minim pada orang-orang yang tidak dikenal. Seperti halnya, pelaku kekerasan yang tidak memiliki empati akan memperlakukan korban secara brutal, karena tidak merasakan apa yang dialami korban. Tugas pembangunan karakter adalah membangkitkan perasaan moral ini secara general. d.
Mencintai hal yang baik Mencintai hal-hal yang baik adalah tingkatan yang lebih tinggi dari
mengetahui hal-hal yang baik. Tertarik pada hal yang baik dapat mendorong seseorang untuk melakukannya. Seorang psikolog bernama Boston College Kirk Kilpatrick, berpendapat bahwa orang yang baik belajar tidak hanya untuk membedakan antara yang baik dan buruk, melainkan juga untuk mencintai hal yang baik dan membenci hal yang buruk (Thomas Lickona, 1991. Diterjemahkan: Juma Abdu Wamaungo, 2013: 95). Pontensi untuk mencintai hal yang baik dapat dikembangkan melalui program-program, seperti pendampingan, pelayanan, dan dapat dipraktekkan di lingkungan sekolah. e.
Kendali diri Salah satu pemberian Tuhan kepada manusia adalah emosi. Terkadang emosi
dapat dipantik dengan hal-hal yang dapat membangkitkannya, sehingga dapat meledak secara berlebihan. Kendali diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri agar dapat menahan dari memanjakan diri terjerumus ke arah yang negatif. Itulah alasan kendali diri menjadi kebaikan moral yang perlu dibangun.
23
f.
Kerendahan hati Kerendahan hati membantu seseorang untuk mengatasi kesombongan,
pelindung dari perbuatan jahat, serta memungkinkan keterbukaan diri untuk melakukan evaluasi diri dan melakukan perbaikan. Hal tersebut karena kebanggaan yang tidak diimbangi dengan kerendahan hati dapat membuat seseorang menjadi arogan, arogansi yang berlebihan mengecilkan pengendalian diri seseorang. Dalam komponen karakter yang baik, kerendahan hati menjadi kebaikan moral yang tidak dapat diabaikan. Terakhir adalah tindakan moral. Tindakan moral menjadi pembuktian atas pengetahuan, kepahaman, dan perasaan moral yang telah tumbuh dalam diri seseorang ke dalam perilaku nyata. Banyak orang yang telah memiliki pengetahuan moral yang baik, merasakan apa yang baik untuk dilakukan, akan tetapi banyak pula yang gagal dalam menterjemahkan pengetahuan dan perasaan moral ke dalam bentuk tindakan. Agar dapat benar-benar memahami apa yang dapat menggerakkan seseorang melakukan tindakan moral, perlu diperhatikan tiga aspek karakter berikut. a.
Kompetensi Kompetensi
moral
merupakan
pembahasan
dalam
ranah
teknis
pengejawantahan pengetahuan moral dan perasaan yang ada ke dalam tindakan moral secara praktis. Kemampuan teknis yang baik untuk melakukan tindakan atas apa yang diketahui, dipahami, dan didorong oleh perasaan moral merupakan syarat penyelesaian yang berhasil. Sebagai contoh, seseorang telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai buruknya suatu kejahatan, perlunya kedamaian, didorong
24
perasaan moral untuk menciptakan suatu situasi tersebut, kemudian berhadapan pada kasus perkelahian antar siswa yang belum diketahui penyebabnya. Kompetensi orang tersebut pada teknis penyelesaian dalam hal ini akan menentukan apakah tindakan moral bernilai baik atau buruk. Keahlian praktis dalam mendengarkan alasan, sebab terjadinya perkelahian kedua belah pihak, cara menyikapi secara bijaksana tanpa menyudutkan dan mencemarkan nama baik, adalah contoh kompetensi yang perlu dibangun dalam melakukan tindakan bermoral. b.
Keinginan Menjadi orang baik mensyaratkan kepemilikian keinginan yang baik di dalam
dirinya. Terkadang mengambil pilihan benar dalam suatu situasi menjadi hal yang sulit karena tidak diinginkan, sedangkan perbuatan masih lebih dominan dikendalikan oleh keinginan. Sehingga, dalam tindakan moral yang baik, perlu adanya keinginan yang baik yang bersumber dari dorongan moral, seperti; keinginan menjaga emosi di bawah kendali pemikiran, keinginan melihat dan berpikir melalui seluruh dimensi moral, keinginan melaksanakan tugas sebelum menikmati kesenangan, keinginan menolak godaan, dan sebagainya. c.
Kebiasaan Kebiasaan baik yang terbangun dapat bermanfaat untuk menghadapi berbagai
situasi, dengan tetap bernilai baik. Hal tersebut karena pengalaman-pengalama baik yang dilakukan secara berulang akan membentuk konsepsi mengenai apa yang baik untuk dilakukan. Oleh karena itu, dalam lingkungan sekolah, siswa perlu diberikan
25
kesempatan untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik, praktik menjadi orang baik, dan tentu melalui pembimbingan yang baik pula. Berdasarkan penjelasan dan penjabaran mengenai komponen karakter yang baik menurut Thomas Lickona, dapat dipahami bahwa ada keterkaitan yang erat dan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kognitif, afektif, dan psikomotor dalam mewujudkan karakter yang baik. Baik pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral merupakan elemen pembangun sempurnanya seseorang dalam memiliki karakter yang baik. Pengetahuan moral menjadi modal awal untuk mendefinisikan, memahami hakikat, menyadari nilai, serta memiliki kerangka berpikir yang baik terhadap nilai-nilai moral. Dari pengetahuan yang baik, muncullah keyakinan dalam hati dan perasaan. Pengetahuan yang baik mempengaruhi seseorang untuk berpihak pada sesuatu yang bernilai baik, sehingga mendorong perasaan untuk berada di pihak yang baik, serta memunculkan benihbenih kemauan untuk merealisasikan dalam tindakan. Pada akhirnya, pengetahuan yang telah dibangun, perasaan yang ditumbuhkan akan melahirkan suatu tindakan moral yang baik pula. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan karakter bukan hanya dipahami, akan tetapi juga dirasakan, dihayati, dan diterapkan dalam kehidupan berupa tindakan nyata. Pendapat serupa mengenai komponen pendidikan karakter juga diperkuat oleh konsep Frye (2002) mengenai karakter dimana character education is the delibrate effort to help people understand, care about, and act upon ethical values (Muhammad Yaumi, 2014: 8). Pengertian Frye tersebut memiliki makna senilai dengan Thomas Lickona, yaitu understand sebagaimana
26
pengetahuan moral, care about sebagaimana perasaan moral, dan act upon ethical values sebagaimana tindakan moral. 5.
Pilar-Pilar Pendidikan Karakter Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter
dasar. Kesembilan pilar tersebut yaitu: (a) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, (b) tanggungjawab, disiplin, dan mandiri, (c) jujur, (d) hormat dan santun, (e) kasih sayang, peduli, dan kerja sama, (f) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, (g) keadilan dan kepemimpinan, (h) baik dan rendah hati, dan (i) toleransi, cinta damai, dan persatuan (Zubaedi, 2012: 72). Kesembilan pilar karakter tersebut kemudian menjadi pedoman pengembangan karakter di Indonesia. Menurut Zubaedi (2012: 73-74) pendidikan karakter di indonesia pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terrumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Sehingga, nilai-nilai yang dikembangkan tersebut dapat diidentifikasi berasal dari empat sumber, yaitu agama, pencasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Terdapat 18 Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yaitu sebagai berikut (Daryanto dan Suryatri Darmiatun, 2013: 70-71): a. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur, yaitu upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.
27
c. Toleransi, yaitu menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin, yaitu menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada ketentuan dan peraturan e. Kerja keras, yaitu upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu yang baru dari sesuatu yang telah dimiliki g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain h. Demokrasi, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang diketahui j. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta tanah air, yaitu menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. l. Menghargai prestasi, yaitu mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
28
m. Bersahabat/komunikatif, yaitu memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. n. Cinta damai, yaitu membuat orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. p. Peduli lingkungan, yaitu selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi q. Peduli sosial, yaitu selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggungjawab,
yaitu
sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan 18 nilai karakter tersebut, setiap satuan pendidikan dapat menentukan prioritas dalam memilih nilai karakter unggulan sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi sekolah, lingkungan, serta sosial dan budaya. Selain itu, nilai-nilai karakter yang dikembangkan semestinya juga menyesuaikan dengan kurikulum serta kebutuhan materi pembelajaran yang ditentukan. Sehingga sekolah dapat menambah atau mengurangi sesuai kebutuhan dengan mempertahankan nilai minimal yang harus dikembangkan.
29
Akan tetapi, dalam pemilihan prioritas karakter yang akan dikembangkan di dalam suatu sekolah, tetaplah harus merujuk pada pilar-pilar nilai karakter dan sumber-sumber yang berlaku di Indonesia. Salah satunya adalah aspek religius atau agama, mengingat bahwa indonesia merupakan negara berketuhanan. 6.
Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan secara
tersistematis sesuai dengan jenjang pendidikan tertentu. Sedangkan sekolah dasar menjadi satuan pendidikan yang yang menyelenggarakan jenjeng pendidikan dasar bagi para peserta didik. Peran sekolah adalah membangun kecerdasan, sikap, dan keterampilan peserta didik. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan di sekolah. Salah satu tugas utama sekolah adalah membangun karakter. Muhammad Saroni (2013: 68) menyatakan bahwa proses pendidikan yang diselenggarakan secara formal di sekolah merupakan upaya pembentukan karakter anak didik. Pendapat senada juga disampaikan oleh Thomas Lickona (Daryanto dan Suryatri darmiatun, 2013: 11) yang menyatakan bahwa sekolah dan guru harus mendidik karakter. Pembangunan karakter pun tidak cukup hanya membangun kecerdasan berupa pemahaman. Jamal Ma’mur Amani (2012: 85-86) menyatakan bahwa pengembangan karakter melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan. Dalam konteks sekolah dasar, pendidikan karakter menjadi peletakan fondasi utama yang akan menentukan pembangunan dan pengembangan karakter pada taraf berikutnya. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Zubaedi (2012: 110) bahwa pengembangan karakter dapat dibagi menjadi empat tahapan: pertama, pada usia
30
dini disebut sebagai tahap pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja disebut tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa sebagai tahap pemantapan, dan keempat, pada usia tua sebagai tahap pembijaksanaan. Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan model pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Pengembangan tersebut kemudian digunakan sebagai acuan nasional dalam pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam; olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Novan Ardy Wiyani, 2013: 28). Secara diagram, keempat aspek tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Olah
Olah hati
Pikir
Olah
Olah rasa dan karsa
raga
Gambar 2. Koherensi Karakter dalam Konteks Psikososial
Masing-masing proses psikososial (olah pikir, olah hati, olah raga, olah rasa dan karsa) yang tergambarkan dalam diagram di atas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan memperkuat satu sama lain. Berdasarkan Desain Induk
31
Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012: 24-25) dikemukakan sebagai berikut. a.
Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain rasa tanggungjawab, bersyukur, beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, sabar, tertib, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, dan rela berkorban
b.
Karakter yang bersumber dari olah pikir meliputi kecerdasan, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi IPTEK, dan reflektif.
c.
Karakter yang bersumber dari olah raga antara lain perilaku bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, dan ceria.
d.
Sedangkan karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa dapat dikembangkan melalui sikap ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong-royong, nasionalis, mengutamakan kepentingan umum, dinamis, kerja keras, beretos kerja, dan sebagainya. Berdasarkan gambaran di atas dapat dimaknai bahwa keempat kluster nilai
yang terintegrasi tersebut merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan melekat dalam kehidupan setiap orang. Pembangunan karakter pun tak dapat hanya dilakukan melalui olah pikir yang cenderung membangkitkan suasana kognitif sehingga berhenti pada kecakapan intelektual. Namun, juga harus menyentuh ranah emosi atau rasa yang membangkitkan suasana peduli dan obsesi dalam diri. Selain itu juga membangun hati yang dapat menghaluskan rasa di atas pijakan nurani.
32
Selain itu, juga harus membangun sisi fisik atau jasmani seseorang agar memiliki prilaku hidup yang baik selaras dengan hati dan pikiran. Dalam penerapannya di sekolah, pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara holistik. Sesuai dengan yang dinyatakan Elkind dan Sweet (2004) yang kemudian ditulis oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 139) bahwa pelaksanaan pendidikan karakter secara holistik berarti seluruh warga sekolah mulai dari guru, karyawan, dan murid harus terlibat dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter. Berikut gambaran penerapan pendidikan karakter secara holistik. a.
Segala sesuatu di lingkungan sekolah terorganisasikan secara interaktif satu dengan yang lain
b.
Sekolah merupakan komunitas peduli yang memiliki ikatan kuat dan menghubungkan siswa dengan guru, staf, dan sekolah
c.
Pembelajaran
sosial
dan
emosi
juga
dikembangkan
sebagaimana
pembelajaran akademik d.
Kooperasi dan kolaborasi antar siswa lebih diutamakan dibandingkan kompetisi
e.
Nilai-nilai seperti fairness, saling menghormati, kejujuran, dan sebagainya merupakan pembelajaran setiap hari baik di dalam maupun di lur kelas.
f.
Para siswa diberikan kesempatan dan keleluasaan mempraktikkan perilaku moral melalui kegiatan pembelajaran untuk melayani.
g.
Disiplin kelas dan pengelolaan kelas berpusat pada pemecahan masalah daripada hukuman
33
h.
Suasana kelas dibangun secara lebih demokratis dan tidak adanya model guru yang otoriter. Implementasi menjadi syarat yang harus dilaksanakan oleh sekolah dalam
mewujudkan pendidikan karakter sebagai bagian dari pengemban amanah undangundang. Berdasarkan pemamapan di atas, grand desain pendidikan karakter harus menyentuh dimensi pikiran, hati, raga, rasa dan karsa peserta didik. Keseluruhannya menjadi kesatuan yang berjalan secara beriringan dan saling berkesinambungan. Di sanalah keseluruhan nilai-nilai pembangun karakter dibangun. Pendidikan karakter di sekolah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru, tetapi seluruh warga sekolah. Pelaksanaannya pun bukan terbatas hanya di kelas, tetapi di seluruh ruang yang memungkinkan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Keterlibatan seluruh warga sekolah, termasuk staf atau karyawan memiliki peran dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Keterlibatan siswa dalam menciptakan melalui praktik secara langsung juga menjadi penekanan tersendiri dalam penciptaan lingkungan yang positif untuk menunjang pendidikan karakter. Dapat disimpulkan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah merupakan pembangunan nilai-nilai positif melalui hati, pikiran, raga, rasa dan karsa peserta didik. Kerjasama yang baik dari seluruh warga sekolah menjadi syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Terakhir adalah, pendidikan karakter bukan hanya dilaksanakan di kelas melalui kurikulum pembelajaran, akan tetapi juga di luar kelas melalui interaksi dan budaya yang hidup di sekolah.
34
7.
Faktor-Faktor Keberhasilan Pendidikan Karakter Baik Indonesia maupun dunia internasional telah lama menaruh perhatian
yang cukup besar terkait pendidikan karakter. Salah satu kesimpulan berdasarkan analisis para ahli adalah kesepakatan untuk kemudian diterapkan pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal. Akan tetapi kebijakan tersebut perlu diiringi dengan langkah strategis sampai operasional teknis terkait bagaimana mewujudkannya. Mengetahui faktor-faktor keberhasilan berdasarkan kajian ilmiah menjadi penting dalam pelaksanaan pendidikan formal di sekolah. Salah satu hal yang dapat digunakan sebagai acuan adalah mempelajari prinsip-prinsip pendidikan karakter di sekolah yang efektif. Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan karakter menurut Lickona (2007), pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan efektif apabila dilaksanakan prinsip-prinsip berikut (Agus Wibowo, 2013: 24): a. Nilai-nilai etika inti dikembangkan, sedangkan nilai-nilai kinerja pendukungnya dijadikan sebagai dasar atau fondasi b. Karakter hendaknya didefinisikan secara komprehensif, mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku c. Pendekatan yang dilakukan hendaknya komprehensif, disengaja, dan proaktif d. Diciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian e. Peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan tindakan moral f. Kurikulum dibuat yang bermakna dan menantang, menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu mereka untuk berhasil g. Usahakan mendorong motivasi diri peserta didik h. Staf sekolah dilibatkan sebagai komunitas pembelajaran dan moral i. Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral j. Keluarga dan anggota masyarakat dilibatkan sebagai mitra k. Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana peserta didik memanifestasikan karakter yang baik.
35
Disamping prinsip-prinsip, menurut Saptono (2011: 28) strategi yang hendaknya ditempuh sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter yaitu; mengembangkan sikap peduli yang tidak hanya kegiatan di kelas, menciptakan budaya moral yang positif, dan melibatkan orang tua serta masyarakat sebagai partner dalam pendidikan karakter. Dalam konteks pendidikan karakter, terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter (Novan Ardy Wiyani (2013: 39-46), yaitu: pendekatan komprehensif, pendekatan terintegrasi, dan pembangunan kultur atau budaya sekolah. Berdasarkan Desain Induk Pendidikan Karakter yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan Nasional (2010), strategi pengembangan pendidikan karakter yang diterapkan di Indonesia antara lain melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui ekstrakurikuler (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012: 145-146). Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 146) dalam bukunya menuliskan pandangan bahwa strategi habituasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah juga nampak sejalan dengan pemikiran Berkowitz yang ditulis oleh Elkind dan Sweet (2004), yaitu “Effective character education is nota adding a program or set of programs to a school. Rather it is a transformation of the culture and life of the school.” Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan karakter yang efektif tidak hanya dengan menambah program atau menata programprogram ke dalam sekolah. Lebih dari itu yaitu sebuah transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Berdasarkan Kemdiknas dan pendapat beberapa ahli dapat dipahami bahwa terdapat kesepahaman dan kesepakatan bahwa implementasi pendidikan karakter
36
melalui budaya sekolah dan perikehidupan sekolah dirasakan lebih efektif untuk dilaksanakan. Secara keseluruhan, pembangunan kultur sekolah juga mampu mengakomodir dan memungkinkan keterlaksanaan pendekatan komprehensif dan integratif. Pendekatan komprehensif maupun integratif menghendaki adanya pembentukan kultur sekolah sebagai syarat ketercapaiannya. Kultur sekolah perlu diciptakan melalui lingkungan sosial yang dalam hal ini adalah sekolah. Iklim dan kebiasaan sekolah menjadi faktor penting terciptanya budaya sekolah yang pada akhirnya membentuk karakter peserta didik. Pendidikan yang mengakarkan diri pada konteks sekolah akan dapat menjiwai serta mengarahkan sekolah pada penghayatan pendidikan karakter yang realistis, konsisten, serta integral. Pendidikan Karakter Religius 1.
Pengertian Religius Mohamad Mustari (2014: 1) menjelaskan bahwa religius adalah nilai karakter
dalam hubungannya dengan Tuhan. Adanya nilai religius dapat ditunjukkan oleh pikiran, perkataan, dan tindakan-tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran agamanya. Thomas Lickona (1992: 39) menyatakan “religion is for many a central motive for leading a moral life”. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa agama menjadi motif utama yang mampu membimbing kehidupan moral. Berdasarkan kementerian pendidikan nasional, religius merupakan aspek pertama yang tercantum dalam 18 nilai karakter yang dikembangkan di indonesia. Jika dilihat kembali berbagai definisi “karakter” oleh para ahli, maka dapat dijumpai bahwa karakter berkaitan erat dengan moral, nilai,
37
budi pekerti, dan watak. Sehingga ruang lingkup pendidikan karakter pun tidak dapat dipisahkan dari hal-hal tersebut. Zubaedi (2012: 84) menyatakan bahwa ruang lingkup pendidikan karakter perlu mengakomodasi materi nilai-nilai budi pekerti. Dalam konteks religius, budi pekerti pun sangat lekat dengan nilai religius. Religius masuk ke dalam dimensi agama, di mana agama merupakan salah satu sumber nilai yang harus dikembangkan. Menurut Milan Rianto (2001), materi budi pekerti secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga dimensi akhlak, yaitu: akhlak terhadap Tuhan yang Maha Esa, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap alam semesta (Zubaedi, 2012: 84). Pertama, akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa terdiri dari: mengenal Tuhan, berhubungan dengan Tuhan dan meminta tolong kepada Tuhan. Akhlak kepada Allah merupakan esensi daripada nilai-nilai akhlak yang lain (Zubaedi, 2012: 85). Dimensi mengenal Tuhan diantaranya mengenal Tuhan sebagai pencipta manusia, hewan, tumbuhan, dan semua benda-benda yang terdapat di alam semesta, sehingga manusia wajib meyakini. Selain itu, manusia perlu mengenal Tuhan sebagai pemberi balasan terhadap perbuatan baik dan buruk, serta meyakini ada kehidupan setelah dunia yang disebut akhirat. Adapun hubungan dengan Tuhan juga diwujudkan dalam bentuk ibadah. Ibadah berupa perbuatan baik yang diajarkan agama dan bersifat umum di dunia ini antara lain; tolong menolong dalam kebaikan, kasih sayang, bersikap ramah dan sopan, serta bekerja keras memenuhi kebutuhan (Zubaedi, 2012: 86-87). Sedangkan yang bersifat khusus dengan tata cara tertentu, seperti (dalam Islam); sholat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.
38
Kedua, akhlak terhadap sesama manusia. Akhlak terhadap sesama manusia meliputi: (1) akhlak terhadap orang tua, (2) akhlak terhadap saudara, (3) akhlak terhadap tetangga, (4) akhlak terhadap lingkungan masyarakat (Zubaedi, 2012: 89). Ketiga adalah akhlak terhadap alam sekitar. Akhlak terhadap alam sekitar tidak semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi untuk memelihara, mengelola, melestarikan, sekaligus memakmurkan (Zubaedi, 2012: 92) Dari beberapa pengertian dan penjelasan mengenai konsep religius di atas, maka dapat disimpulkan bahwa religius adalah nilai karakter dalam diri seseorang yang berasal dari ajaran agama yang dianut dan bernilai ketuhanan, dan dalam perwujudannya berupa pikiran, perkataan, dan tindakan sebagai ibadah baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesama manusia, dan alam sekitar. Nilai-nilai karakter religius antara lain dapat berupa; cinta kepada Allah, kebersihan sebagian dari iman, rasul sebagai teladan, setiap muslim adalah pemimpin, semua dalam kuasa Allah SWT, saling mencintai dan menyayangi sesama. 2.
Pengertian Pendidikan Karakter Religius Konsep pendidikan karakter religius pada dasarnya secara sederhana
merupakan pendidikan karakter dengan fokus yang menitikberatkan pada nilai-nilai religius. Sebagaimana kesimpulan pada pengertian sebelumnya, yaitu pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang secara strategis, sistematis, dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh untuk membantu dan membimbing peserta didik agar mampu memahami, merasakan, dan melaksanakan nilai-nilai dalam bentuk tindakan, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, maupun lingkungan dengan penuh kesadaran. Sedangkan pengertian religius adalah nilai
39
karakter dalam diri seseorang yang berasal dari ajaran agama yang dianut dan bernilai ketuhanan, dan dalam perwujudannya berupa pikiran, perkataan, dan tindakan sebagai ibadah baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesama manusia, dan alam sekitar. Berdasarkan bangunan konsep pada kedua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter religius merupakan upaya-upaya yang terencana secara strategis dan sistematis yang kemudian dilaksanakan secara sungguh-sungguh untuk membantu membimbing peserta didik agar mampu memahami, merasakan, dan melaksanakan nilai-nilai yang berasal dari ajaran agamanya yang bernilai ketuhanan untuk kemudian diwujudkan mulai dari pikiran, perkataan, dan tindakan baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama, maupun alam sekitar atau lingkungan sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan semata. 3.
Unsur-Unsur Pembangun Karakter Religius Stark Glock (1968) berpendapat bahwa terdapat lima unsur yang dapat
mengembangkan manusia menjadi religius. Kelima unsur tersebut yaitu, keyakinan agama, ibadat, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan konsekuensi dari keempat unsur tersebut (Mohamad Mustari, 2014: 3-4). a.
Keyakinan agama Keyakinan agama merupakan keyakinan terhadap dokrin ketuhanan, seperti
percaya adanya Tuhan, malaikat, akhirat, surga, neraka, takdir, dan sebagainya. Pada konsep religius, keyakinan atau keimanan merupakan wilayah abstrak, sehinggat perlu peribadatan yang bersifat praktis.
40
b. Ibadat Ibadat merupakan cara melakukan penyembahan terhadap Tuhan dengan segala rangkaiannya. Ibadat menjadi penguat keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti, serta melawan kejahatan dari dalam maupun luar jiwa. Ibadat pun berupa ibadat langsung kepada Tuhan maupun hubungannya dengan makhluk lain, seperti melakukan kebaikan, kejujuran, berbuat baik kepada sesama, dan sebagainya c. Pengetahuan agama Pengetahuan agama pengatahuan mengenai ajaran-ajaran agama dalam berbagai segi. Pengetahuan agama dapat meliputi pengetahuan tentang sembahyang, puasa, zakat, dan sebagainya. Pengetahuan agama juga dapat berupa kisah dan perjuangan para nabi, peninggalannya, serta teladan-teladannya. d. Pengalaman agama Pengalaman agama berkaitan dengan perasaan yang dialami seseorang yang beragama, seperti rasa tenang, damai, tentram, bahagia, syukur, patuh, taat, takut, menyesal, dan bertaubat. e. Aktualisasi Aktualisasi merupakan konsekuensi dari keempat unsur sebelumnya. Aktualisasi dari doktrin agama dapat berupa ucapan, sikap, maupun tindakan yang sesuai dengan norma agama. Karakter religius menurut Muhammad Yaumi (2014: 22) dapat gambarkan sebagai berikut.
41
Tabel 1. Karakteristik Religius Senang berdoa
Selalu bersyukur
Memberi salam
Merasa kagum
Membuktikan adanya Tuhan
Selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu
Selalu mengucapkan rasa syukur atas nikmat Tuhan
Memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan pendapat
Mengungkapkan kekaguman tentang kebesaran Tuhan
Membuktikan adanya Tuhan melalui ilmu pengetahuan
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun karakter religius terdiri dari aspek pengetahuan mengenai agama, perilaku dalam beragama, dan kemampuan dalam menerapkan. Pengetahuan merupakan bekal dasar untuk memahami, kemudian diwujudkan dalam bentuk perbuatan, dan ketepatan dalam mengaplikasikan sesuai dengan konteksnya. Pendidikan Karakter Religius di Sekolah melalui Budaya Sekolah 1.
Pengertian Budaya Sekolah Sri Narwanti (2011: 64) berpendapat bahwa budaya sekolah adalah suasana
kehidupan sekolah di mana terjadi interaksi antar warga sekolah. Pendapat senada juga disampaikan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 99) bahwa budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya. Kemdiknas (2010) juga memberikan definisi mengenai kultur atau budaya yaitu sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, keyakinan, manusia yang dihasilkan masyarakat. Budaya sekolah memiliki cakupan yang sangat luas. Sebagaimana dijelaskan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 99) bahwa budaya sekolah mencakup kegiatan ritual, harapan, hubungan sosial-kultural, aspek demografi, kegiatan kurikuler,
42
kegiatan ekstrakurikuler, proses pengambilan keputusan, kebijakan, maupun interaksi sosial antar komponen. Muhammad Husni (2007: 10) berpendapat bahwa budaya sekolah adalah kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu yang dianut sekolah. Dalam konteks pendidikan, kultur sekolah merupakan pola perilaku dan cara bertindak dalam komunitas pendidikan (Doni Koesoema A, 2012: 125). Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya atau kultur sekolah adalah keseluruhan komponen baik fisik maupun non fisik dalam satu sistem yang membentuk suasana sekolah di mana terjadi interaksi antar warga sekolah. 2.
Lapisan-lapisan Budaya Sekolah Budaya sebagai keseluruhan komponen fisik maupun non fisik memiliki
elemen-elemen pembentuknya. Cumming dan Worley (1993) (dalam Muhammad Husni, 2007: 9) menjelaskan mengenai aspek budaya yang terdiri dari asumsi dasar, nilai-nilai, norma-norma, dan artifak. Penjelasan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
43
Gambar 3. Aspek Budaya, Cumming dan Worley (1993) (dalam Muhammad Husni, 2007: 9) Gambar tersebut dapat dimaknai bahwa asumsi bersama dengan nilai merupakan lapisan yang berada dalam inti budaya. Asumsi dan nilai berada pada lapisan yang tersembunyi dan abstrak, sehingga harus melalui penggalian mendalam untuk mengetahuinya. Keduanya membentuk norma-norma, perilaku, maupun perwujudan yang lebih nampak secara nyata di permukaan yang disebut sebagai artifak. Akan tetapi asumsi dasar berbeda dengan nilai. Asumsi menjadi cara pandang dasar yang melekat dalam diri, kemudian membentuk sesuatu yang dianggap ideal untuk dijadikan pedoman yang disebut nilai dan keyakinan, kemudian nilai dan keyakinan menjadi prinsip-prinsip yang perlu diejawantahkan dalam bentuk yang lebih nampak dan konkret melalui lingkungan fisik dan perilaku yang kemudian disebut lapisan artifak. Asumsi dan nilai dalam satu lapisan terdalam tersebut dapat dimaknai bahwa nilai tidak dapat dipisahkan dari asumsi,
44
begitu pula sebaliknya. Kedua aspek tersebut berada dalam satu kesatuan lapisan yang saling berkaitan. Muhammad Husni (2007: 7) menjelaskan budaya terbentuk dari tiga aspek yaitu artifak, nilai, dan asumsi dasar. Artifak merupakan aspek budaya yang terlihat, dapat dirasakan dan didengar. Artifak menunjukkan budaya dalam bentuk fisik yang mencakup produk, jasa, maupun tingkah laku, seperti gedung, kebersihan, dan perilaku yang ditunjukkan. Aspek nilai bersifat non fisik yang mencakup strategi, tujuan, dan filosofi yang dianut suatu kelompok. Nilai-nilai tersebut dapat dicermati melalui semboyan dan sikap-sikap yang dipegang teguh oleh suatu kelompok. Aspek asumsi dasar merupakan keyakinan yang dianggap telah lama dianut oleh suatu kelompok dan dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan sebagai pola keyakinan yang yang dianut untuk menafsirkan setiap yang terjadi dalam lingkungan kelompok tersebut. Dalam konteks sekolah, Moerdiyanto (2013: 7-8) menjelaskan bahwa budaya sekolah memiliki tiga lapisan kultur. Lapisan tersebut yaitu: (1) artifak di permukaan, (2) nilai-nilai keyakinan di tengah, dan (3) asumsi berada di lapisan dasar. Artifak merupakan lapisan kultur yang mudah diamati, seperti kegiatan di sekolah, upacara, benda-benda simbolik, dan aneka ragam kebiasaan di sekolah. Lapisan nilai dan keyakinan terletak lebih mendalam untuk digali, berupa normanorma perilaku yang diinginkan sekolah, seperti slogan-slogan. Lapisan yang paling dalam adalah asumsi-asumsi, yaitu simbol-simbol, nilai-nilai dan keyakinan yang tak dapat dikenali, tetapi memberikan dampak kepada perilaku warga sekolah, misalnya: (a) kerja keras akan berhasil, (b) sekolah bermutu adalah hasil kerja sama
45
sekolah dan masyarakat, dan (c) harmoni hubungan antar warga sekolah adalah modal bagi kemajuan. Kultur sekolah dimulai dari asumsi-asumsi, nilai-nilai/keyakinan yang kemudia dimanifestasikan dalam artifak nyata yang mudah diamati dalam bentuk fisik. Moerdiyanto (2013: 8) menjelaskan bahwa kultur baru akan dapat dihadirkan melalui refleksi dengan sistem perilaku dan penataan kehidupan bersama di sekolah tersebut. Lapisan kultur sekolah menurut Moerdiyanto (2013: 7-8) dapat digambarkan pada taber berikut.
Tabel 2. Lapisan-Lapisan Kultur Sekolah Lapisan Keterangan Bentuk Perwujudan Keterangan Kultur 1. Taman dan halaman yang rapi 2. Gedung yang rapi dan bagus Fisik 3. Interior ruang yang selaras 4. Sarana ruangan yang bersih dan tertata Nyata dan 1. Kegiatan olah raga yang maju Artifak dapat 2. Kesenian yang berhasil diamati 3. Pramuka yang tersohor Perilaku 4. Lomba-lomba yang menang 5. Upacara bendera 6. Upacara keagamaan 1. Lingkungan yang bersih, indah dan asri 2. Suasana ruang kelas yang nyaman untuk Nilai dan belajar Keyakinan 3. Slogan-slogan motivasi: rajin pangkal Abstrak dan pandai tersembunyi 1. Harmoni dalam hubungan Asumsi 2. Kerja keras pasti berhasil 3. Sekolah bermutu adalah hasil kerjasama
Gambaran tersebut dapat dimaknai bahwa dalam budaya sekolah terdapat dua unsur yaitu unsur yang dapat diamati dan unsur yang tidak dapat diamati atau tersembunyi. Unsur yang dapat diamati berupa lapisan artifak, mencakup aspek
46
fisik dan aspek perilaku. Unsur yang tidak dapat diamati berupa lapisan nilai-nilai dan keyakinan serta lapisan asumsi. Penjelasan tersebut juga menempatkan asumsi bersama dengan nilai dan keyakinan berada dalam satu unsur yang tidak dapat diamati atau tersembunyi. Akan tetapi keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Asumsi berbeda dengan slogan atau kalimat motivasi. Harmoni dalam hubungan dapat diinterpretasikan bahwa warga sekolah perlu memiliki anggapan bahwa hubungan yang harmoni menjadi dasar dalam berhubungan sosial. Kerja keras pasti berhasil dapat dipahami bahwa kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan. Sekolah bermutu adalah hasil kerjasama, dapat dipahami bahwa kerjasama menentukan mutu sekolah. Lapisan-lapisan tersebut kemudian dapat dimengerti dalam wujud yang lebih konkret baik berupa fisik, program sekolah, nilai dan keyakinan yang spesifik, maupun asumsi yang dipegang oleh sekolah. Penjelasan mengenai perwujudan tersebut sejalan dengan winardi (2005) yang menjelaskan mengenai aspek-aspek yang tercakup di dalam budaya sekolah antara lain (Muhammad Husni, 2007: 8); perilaku rutin, norma-norma, nilai-nilai dominan yang dianut, falsafah yang mengerahkan kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, dan perasaan atau iklim yang timbul. Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa lapisan-lapisan budaya sekolah meliputi artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi. Lapisan artifak terdiri dari aspek fisik yang meliputi gedung, interior, sarana dan prasarana yang mendukung penciptaan budaya yang diharapkan, sedangkan aspek perilaku berupa kegiatan, program yang bersifat rutin maupun tidak yang menjadi aktivitas di sekolah.
47
Lapisan nilai dan keyakinan merupakan lapisan yang bersifat non fisik, dapat berupa norma, strategi, filosofi, dan nilai-nilai yang dapat digali dari sekolah sebagai sesuatu yang diyakini dan ingin diwujudkan. Lapisan asumsi berkaitan dengan keyakinan yang dianggap ada oleh warga sekolah, meskipun tidak selalu tertulis akan tetapi memberikan pengaruh dalam kehidupan sekolah. Dari ketiga lapisan tersebut, lapisan artifak merupakan lapisan yang dapat diamati, dilihat, dan dirasakan, sedangkan lapisan nilai dan keyakinan serta lapisan asumsi merupakan lapisan yang tersembunyi dan tidak dapat diamati, sehingga harus dilakukan penggalian yang lebih dalam. 3.
Pendidikan Karakter Religius pada Budaya Sekolah Karakter religius berkaitan dengan agama dan ketuhanan. Sebagaimana
penjelasan sebelumnya bahwa bahwa religius adalah nilai karakter dalam diri seseorang yang berasal dari ajaran agama yang dianut dan bernilai ketuhanan, dan dalam perwujudannya berupa pikiran, perkataan, dan tindakan sebagai ibadah baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesama manusia, dan alam sekitar. Nilai-nilai karakter religius antara lain dapat berupa; cinta kepada Allah, kebersihan sebagian dari iman, rasul sebagai teladan, setiap muslim adalah pemimpin, semua dalam kuasa Allah SWT, saling mencintai dan menyayangi sesama. Budaya sekolah berkaitan dengan segala kondisi yang terjadi dalam lingkungan sekolah, baik berupa fisik maupun non fisik, verbal maupun non verbal. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa budaya atau kultur sekolah adalah keseluruhan komponen baik fisik maupun non fisik dalam satu sistem yang
48
membentuk suasana sekolah di mana terjadi interaksi antar warga sekolah. Budaya sekolah dibentuk oleh tiga lapisan, yaitu artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi. Doni Koesoema A (2012: 126) menjelaskan bahwa kultur sekolah berjiwa pendidikan karakter terbentuk ketika dalam merancang sebuah program, setiap individu dapat bekerjasama satu sama lain melaksanakan misi dan visi sekolah melalui berbagai kegiatan yang membentuk dasar bagi pertumbuhan kultur sekolah yang sehat dan dewasa. Menurut Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013: 34) pelaksanaan budaya sekolah berbasis karakter dapat diselenggarakan di lingkungan sekolah dengan strategi pemodelan (modelling), pengajaran (teaching), dan penguatan lingkungan (reinforcing). Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan karakter di lingkungan sekolah dapat dilaksanakan melalui pemodelan, pengajaran, dan penguatan lingkungan. Implikasi dari pendapat tersebut adalah pelaksanaan pendidikan karakter tidak hanya dapat dilakukan melalui guru, tetapi juga seluruh warga sekolah baik kepala sekolah, siswa, maupun karyawan. Selain itu juga melalui integrasi dalam mata pelajaran yang disampaikan oleh guru di kelas, serta diperkuat dengan pembentukan lingkungan yang mendukung pendidikan karakter. Pemodelan merupakan penggunaan sosok sebagai model yang ideal dan mampu membimbing peserta didik. Sekolah dalam melaksanakan pemodelan melibatkan seluruh pihak sekolah. Pengajaran menjadi wahana yang perlu terintegrasi pendidikan karakter, sehingga mulai dari kurikulum sampai pembelajaran dapat diorganisasikan untuk mengintegrasikan nilai, norma, dan kebiasaan karakter yang sudah menjadi prioritas. Sedangkan penguatan lingkungan
49
dapat dilaksanakan melalui kebijakan, aturan atau tata tertib. Menurut Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013: 37), kebijakan mengenai aturan atau tata tertib sekolah menjadi acuan pokok dalam pembudayaan karakter di sekolah. Lebih lanjut Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013: 37) menjelaskan bahwa penguatan lain dapat dilakukan dengan program-program pembiasaan di sekolah seperti pembiasaan tegur sapa, salam, jabat tangan, sholat dhuha (bagi umat islam), berdoa dalam mengawali dan mengakhiri kegiatan, dan lain sebagainya. Thomas Lickona (1991, diterjemahkan Lita. S, 2013: 414) menjelaskan enam unsur dalam menciptakan budaya sekolah yang positif. a.
Pimpinan sekolah yang memiliki kepemimpinan akademis dan moral yang baik
b.
Keseluruhan lingkungan sekolah yang disiplin serta memberi keteladanan
c.
Komunitas sekolah yang memiliki kesadaran bersama
d.
Melibatkan dan memberikan peran kepada organisasi siswa dalam mengurus diri sendiri dan menumbuhkan perasaan serta agar memiliki tanggungjawab bahwa sekolah sebagai lingkungan yang baik
e.
Interaksi positif yang ditumbuhkan ditengah atmosfer moral yang dibangun
f.
Menjunjung tinggi moralitas dengan memberikan waktu khusus untuk menangani urusan moral. Endah Sulistyowati (2012: 48) berpendapat bahwa pengembangan budaya
sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, dan pengondisian. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang terus-menerus dilakukan siswa secara konsisten. Kegiatan spontan dapat berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa seperti aksi sosial. Keteladanan merupakan perilaku dan sikap yang
50
dapat diberikan oleh guru berupa tindakan baik agar diteladani siswa, seperti; disiplin, kerapian, kebersihan, kesopanan, perhatian, kasih sayang, dan sebagainya. Salah satu kunci keberhasilan program pengembangan karakter adalah keteladanan dari para pendidik dan tenaga kependidikan (Sri Narwanti, 2011: 42). Pengkondisian adalah penciptaan kondisi yang mendukung terlaksananya pendidikan karakter, misalnya; kondisi toilet yang bersih, ketersediaan tempat sampah, halaman yang hijau, poster dengan kata-kata bijak, dan sebagainya. Novan Ardy Wiyani (2013: 104) sebagaimana Endah Sulistyowati (2012) memberikan penegasan pada pentingnya keteladanan, pembiasaan spontan, pembiasaan kegiatan rutin, dan pengkondisian dalam pengembangan budaya sekolah. Dalam konteks pendidikan karakter religius, Novan Ardy Wiyani (2013: 223-228) mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan. Tabel 3. Pembiasaan Keteladanan yang Dapat Diterapkan di SD Aspek Bentuk 1. Guru berdoa bersama peserta sebelum dan setelah jam pelajaran 2. Guru dan tenaga kependidikan melakukan shalat Dzuhur berjamaah sesuai jadwal yang sudah ditentukan Religius 3. Guru menjadi model yang baik dalam berdoa. Ketika berdoa, guru memberi contoh dengan berdoa secara khusuk dan dalam bahasa indonesia, sehingga dimengerti oleh anak Tabel 4. Kegiatan Pembiasaan Spontan yang dilakukan di SD Aspek Bentuk 1. Memperingatkan peserta didik yang tidak melaksanakan ibadah Religius 2. Memperingatkan jika tidak mengucapkan salam 3. Meminta maaf jika melakukan kesalahan
51
Tabel 5. Pembiasaan Rutin di Sekolah Aspek Bentuk 1. Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran dengan oleh guru melalui pengeras suara dari ruang guru I. 2. Setiap hari Jum’at melaksanakan kegiatan infak bagi yang muslim 3. Setiap pergantian jam pelajaran, siswa memberi salam kepada guru 4. Melakukan shalat Dzuhur berjamaah sesuai jadwal yangm sudah ditentukan Religius 5. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melakukan ibadah 6. Anak diminta mengucapkan salam sebelum dan sesudah kegiatan, jika bertemu dengan guru, berbicara dan bertindak dengan memperhatikan sopan santun 7. Anak dibiasakan untuk mengucapkan terima kasih, maaf, permisi, dan tolong 8. Mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruangan orang lain 9. Meminta izin untuk menggunakan barang orang lain.
Pendidikan karakter religius di sekolah dasar dapat dilaksanakan melalui berbagai cara. Menurut Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013: 92), pengembangan karakter melalui pengondisian memerlukan sarana yang memadai, pelaksanaannya dapat melalui: 1.
Menambah kran air untuk wudhu dalam rangka mengembangkan nilai religius
2.
Siswa dibiasakan shalat dhuhur dan dhuha secara berjamaah, baik di mushalla maupun di kelas
3.
Pembiasaan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran
4.
Membaca Al Quran/Juz Amma dan terjemahannya
5.
Membaca asmaul husna pada pagi hari
6.
Kultum setiap jumat pagi oleh peserta didik, guru, atau pihak dari luar
7.
Membaca surat yasin 1 x 2 minggu
8.
Pesantren kilat ramadhan
52
9.
Pelaksanaan buka puasa bersama
10. Pelaksanaan ‘idul Qurban 11. Merayakan hari besar keagamaan 12. Guru piket menyambut kedatangan siswa pagi hari di gerbang sekolah sambil besalaman diiringi dengan musik dan lagu-lagu bernuansa islami dan asmaul husna serta lagu nasional 13. Setiap ruangan sekolah baik dalam maupun di luar dihiasi dengan kata mutiara, semboyan, ayat Al Quran dan hadits nabi. Secara umum terdapat indikator-indikator pendidikan karakter religius baik indikator sekolah maupun indikator kelas. Menurut
Daryanto dan Suryatri
Darmiatun (2013: 134) indikator tersebut yaitu: 1.
Indikator sekolah a. Merayakan hari-hari besar keagamaan b. Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah c. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah
2.
Indikator kelas a. Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran b. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah Sedangkan dalam implementasi pendidikan karakter, Daryanto dan Suryatri
Darmiatun juga menjabarkan contoh indikator-indikator di kelas rendah dan kelas tinggi (2013: 144).
53
Tabel 6. Contoh Indikator Karakter Religius di SD Nilai Indikator Kelas 1-3 Kelas 4-6 Religius: sikap dan Mengenal dan Mengagumi sistem dan perilaku yang mensyukuri tubuh dan cara kerja organ-organ patuh dalam bagiannya sebagai tubuh manusia yang melaksanakan ciptaan Tuhan melalui sempurna dalam ajaran agama yang cara merawatnya dengan sikronisasi fungsi organ dianutnya, toleran baik terhadap Mengagumi kebesaran Bersyukur kepada pelaksanaan ibadah Tuhan karena Tuhan karena memiliki agama lain, serta kelahirannya di dunia keluarga yang hidup rukun dan hormat kepada menyayanginya dengan pemeluk orangtuanya agama lain Mengagumi kekuasaan Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah Tuhan yang telah menciptakan berbagai menciptakan berbagai jenis bahasa dan suku keteraturan dalam bangsa berbahasa Senang mengikuti aturan Merasakan manfaat kelas dan sekolah untuk aturan kelas dan kepentingan hidup sekolah sebagai bersama keperluan untuk hidup bersama Senang bergaul dengan Membantu teman yang teman sekelas dan satu memerlukan bantuan sekolah dengan berbagai sebagai suatu ibadah perbedaan yang telah atau kebajikan diciptakan-Nya
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter religius sebagai karakter yang berkaitan dengan agama dan ketuhanan, dalam konteks pendidikan karakter religius di dalam budaya sekolah harus dapat terwujudkan dalam ketiga lapisan pembentuk budaya sekolah, yaitu lapisan artifak, lapisan nilai dan keyakinan, dan lapisan asumsi. Dalam dinamika pengembangan budaya, sekolah dapat mengembangkan budaya sekolah melalui kegiatan yang bersifat rutin, kegiatan pembiasaan, keteladanan, pengondisian, maupun kegiatan yang bersifat spontan.
54
Karakteristis Siswa Usia Sekolah Dasar Pengetahuan mengenai tahapan perkembangan siswa merupakan hal penting dalam proses pendidikan. Hal tersebut berguna agar pembelajaran yang dilakukan dapat diberikan sesuai dengan perkembangan siswa, baik sesuai secara fisik maupun non fisik. Piaget menekankan pentingnya memperhatikan perkembangan siswa dalam pendidikan agar pembelajaran yang diberikan dapat disesuaikan secara tepat. Dalam setiap perkembangan siswa, masing-masing memiliki karakteristik yang khas. Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret (Samsunuwiyati Mar’at, 2006: 156). Usia siswa sekolah dasar pada umumnya adalah usia anak pada kisaran 6-12 tahun. Pada masa tersebut, biasa disebut sebagai masa kanak-kanak akhir. Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 103) terdapat beberapa tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir, diantaranya adalah: a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain b. Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri c. Belajar bergaul dengan teman sebaya d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari g. Mengembangkan kata-kata batin, moral dan skala nilai h. Mengembangkan sikap kelompok sosial dan lembaga i. Mencapai kebebasan pribadi Pada masa kanak-kanak akhir, dapat dibagi menjadi dua fase; 1.
Pertama, masa kelas rendah sekolah dasar, yaitu pada usia 6/7 tahun – 9/10 tahun. Pada usia ini anak duduk di kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar. Menurut
55
Slamet Suyanto
(2005: 6), pada usia 0-8 tahun anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada aspek fisik, motorik, moral, sosial, emosional, intelektual, maupun bahasa. Oleh karena itu, pada usia tersebut terkadang anak juga disebut dalam usia emas. Adapun karakteristik anak pada usia kelas rendah, seperti yang diterangkan oleh Abu Ahmadi dan Munawar (2005: 39) ditegaskan kembali oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116), yaitu: a.
Terdapat korelasi positif yang tinggi antara kondisi jasmani dan prestasi sekolah
b.
Cenderung memuji diri sendiri
c.
Suka membandingkan antara dirinya dengan orang lain, jika merasa lebih menguntungkan dirinya
d.
Suka meremehkan orang lain
e.
Jika tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka hal itu dianggap tidak penting
2.
Kedua, masa kelas tinggi, yaitu siswa yang duduk di kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar. Pada masa itu, siswa berada pada usia 9/10 tahun – 12/13 tahun. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) menjelaskan ciri-cirinya, yaitu sebagai berikut: a.
Perhatian tertuju pada kehidupan yang bersifat praktis
b.
Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c.
Timbulnya minat pada pelajaran-pelajaran khusus
56
d.
Menganggap nilai sebagai ukuran yanag tepat dalam memandang prestasi belajar di sekolah
e.
Suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama dan membuat aturan sendiri dalam kelompoknya.
Menurut Mars (1996) dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 118) strategi guru dalam pembelajaran pada masa kanak-kanak akhir yaitu meliputi: a.
Menggunakan bahan-bahan yang konkret, misalnya barang atau benda (yang dapat dilihat, dirasakan, diraba)
b.
Gunakan alat-alat visual
c.
Gunakan contoh-contoh yang akrab bagi anak, mulai dari yang bersifat sederhana sampai yang kompleks
d.
Gunakan penyajian yang singkat dan terorganisir dengan baik, misalnya menggunakan angka kecil pada butir-butir kunci
e.
Berikan latihan nyata dalam menganalisis masalah atau kegiatan, misalnya menggunakan teka-teki atau curahan pendapat. Berdasarkan penjelasan mengenai karakteristik pembelajaran siswa
sekolah dasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usia dasar telah mengalami berbagai perkembangan baik fisik maupun non fisik. beberapa perkembangan yang dapat dilihat pada usia dasar diantaranya yaitu; perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosional, berpikir ilmiah, dan spiritual. Paradigma Penelitian Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter peserta didik, sehingga wajib melaksanakan pendidikan karakter. Amanah pelaksanaan
57
pendidikan karakter terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak bangsa, selain mencerdaskan secara intelektual juga menjadikan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Prioritas pembangunan karakter juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan jangka Panjang 2005-2025 bahwa salah satunya adalah mewujudkan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Syamsul Kurniawan, 2013: 20). Setiap satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pendidikan karakter dari 18 nilai karakter sesuai dengan kebutuhan sekolah, kondisi sekolah, sosial budaya, dan lingkungan sekolah. Karakter religius merupakan karakter yang membentuk peserta didik memiliki sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Karakter religius menjadi karakter pertama dari 18 nilai karakter yang harus segera diperkuat. Hal tersebut karena berbagai penyimpangan siswa semakin tinggi sebagai akibat dari lemahnya kualitas karakter religius. Kasus-kasus tersebut diantaranya dapat dilihat dari tindakan asusila yang dilakukan siswa, tingginya kasus siswa yang mengakses pornografi, dan juga antisipasi terhadap ancaman terorisme yang mengatasnamakan agama. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan salah satunya melalui budaya sekolah. Hal tersebut merujuk pada pendapat Muhammad Husni
58
(2007: 2). Budaya sekolah yang positif menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Budaya sekolah dalam hal ini merujuk pada apa yang ditulis oleh Moerdiyanto (2013: 7-8). Budaya sekolah memiliki tiga lapisan yang dapat menggambarkan keadaan dari budaya sekolah tersebut, yaitu lapisan artifak, lapisan nilai dan keyakinan, serta lapisan asumsi. Kualitas budaya sekolah tercermin melalui ketika lapisan tersebut, meliputi dalam aspek fasilitas, kegiatan dan program sekolah, kondisi warga sekolah, suasana yang membentuk sekolah, kualitas guru, bahkan nilai-nilai serta keyakinan yang mengakar dan menjadi norma di dalam sekolah. Budaya sekolah menjadi penentu kualitas pendidikan, termasuk pendidikan karakter religius. Akan tetapi, berbagai kasus pelecehan seksual masih sering terjadi di lingkungan sekolah, bahkan dilakukan oleh oknum guru terhadap siswinya berupa tindakan pelecehan seksual. Padahal budaya warga sekolah yang negatif akan menghambat peningkatan mutu pendidikan. Pada konteks pendidikan karakter di sekolah, kasus tersebut menunjukkan budaya sekolah yang buruk akibat rendahnya kualitas pendidik, sehingga berdampak pada suasana sekolah yang kurang mendukung sebagai wahana pendidikan karakter religius. Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al-Hakim Internasional (SDIT LHI) Yogyakarta merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan sekolah dasar dengan konsep holistik dan terintegrasi dengan pendidikan Islam, dengan Visi “Terwujudnya Generasi Islami yang Memiliki karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan, dan Berkontribusi untuk Kebaikan Dunia”. Karakter religius (Islam) menjadi bagian tak terpisahkan dan mendapatkan
59
penekanan khusus dalam pembelajaran di SDIT LHI, baik dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga pendidikan karakter religius menjadi salah satu prioritas pendidikan karakter yang diselenggarakan. Berdasarkan observasi awal ditemukan bahwa di SDIT LHI Yogyakarta memiliki berbagai program berkaitan dengan pendidikan karakter religius, termasuk penyiapan fasilitas yang mendukung, dan aktivitas pendidik yang mencerminkan keteladanan positif dalam hal religius. Kondisi tersebut menarik untuk diteliti dan dikaji mengenai pendidikan karakter religius di masing-masing lapisan budaya sekolah. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan paradigma penelitian di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Apa wujud pendidikan karakter religius di SDIT LHI pada lapisan artifak?
2.
Apa wujud pendidikan karakter religius di SDIT LHI pada lapisan nilai dan keyakinan?
3.
Apa wujud pendidikan karakter religius di SDIT LHI pada lapisan asumsi?
60
BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Hal tersebut karena penyajian data dalam penelitian ini lebih menekankan pada penggunaan kata-kata. Sebagaimana pengertian penelitian pendidikan menurut Lexy J. Moelong (2007: 6) bahwa, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendapat tersebut sejalan dengan Sugiyono (2015: 22) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, dimana data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan maksud dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian mengenai objek yang diteliti. Selain itu, data-data yang penelitian berupa verbal, seperti hasil wawancara, kata-kata, dan juga hasil pengamatan maupun dokumentasi yang berupa situasi dan gambar. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 November – 15 Desember 2016 di SDIT Luqman Al-Hakim Internasional, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang menerapkan Visi SDIT LHI yaitu “Terwujudnya Generasi Islam yang Memiliki Karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan,
61
dan berkontribusi untuk Kebaikan Dunia”, sehingga memiliki pendidikan karakter religius yang kuat. Subjek Penelitian Subjek penelitian yaitu seseorang atau sesuatu yang melaluinya diperoleh data atau informasi. Menurut Ulber Silalahi (2010: 250), subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang yang padanya melekat informasi mengenai objek penelitian, sehingga subjek penelitian memiliki peranan penting dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian disebut informan. Informan dalam penelitian ini yaitu kepala sekolah, guru kelas III dan Guru kelas IV, dan siswa. Pemilihan
informan
kepala
sekolah
karena
kepala
sekolah
sebagai
penanggungjawab penuh sekolah, sehingga memiliki informasi yang menyeluruh berkaitan dengan kondisi sekolah. Guru kelas III dan kelas IV dipilih untuk mewakili kelas rendah dan kelas tinggi yang memiliki perbedaan perkembangan peserta didik termasuk beberapa perbedaan peraturan dan program sekolah antara kelas rendah dan kelas tinggi. Selain itu juga guru kelas sebagai pendamping siswa setiap hari dan pelaksana teknis setiap kebijakan maupun program yang berkaitan dengan objek penelitian. Siswa dipilih sebagai peserta didik yang menjadi subjek utama dari pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta. Pemilihan siswa kelas III dan kelas IV karena mewakili kelas rendah dan kelas tinggi. Teknik penentuan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive. Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 101) menjelelaskan bahwa purposive memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya akan informasi mengenai kasus yang ingin diteliti dan bersifat mendalam. Dasar pemakaian teknik purposive
62
dalam penelitian ini karena informasi-informasi yang akan diambil sebagai data penelitian bisa didapatkan pada beberapa informan saja yang memiliki tingkat pemahaman yang mendalam serta keluasan info mengenai objek penelitian. Informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu, kepala sekolah, satu guru kelas III berjenis kelamin perempuan, dua guru kelas IV laki-laki dan perempuan, dua siswa kelas III, dan dua siswa kelas IV. Kepala sekolah merupakan pemimpin dan penentu seluruh arah kebijakan sekolah. Guru kelas III dan kelas IV merupakan perwakilan dari kelas rendah dan kelas tinggi. Sebagai guru tentu mengetahui kebijakan dan dinamika sekolah. Siswa sebagai subjek didik diambil dari kelas rendah dan kelas tinggi. Sumber Data Suharsimi Arikunto (2006: 129) menjelaskan bahwa sumber data adalah subjek di mana data dapat diperoleh. Data dalam penelitian dapat berupa gambar, kata-kata, dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, sumber data disebut informan. Syarat penentuan sumber data yaitu ketepatan sumber yang digunakan, baik sumber lembaga, objek, maupun sumber orang. Dalam penelitian ini, sumber lembaga adalah SDIT LHI, karena fokus dan lokasi penelitian sudah jelas. Sedangkan sumber data sendiri dibagi menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder. Menurut Sugiyono (2011: 137) sumber primer adalah sumber daya yang langsung dapat memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang dapat memberikan data kepada pengumpul data tetapi tidak secara langsung, dapat melalui orang lain atau dokumen. Berikut ini penjelasan mengenai kedua data tersebut:
63
1.
Data Primer Data primer merupakan data utama yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui kegiatan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan antara peneliti dengan subjek penelitian, yaitu kepala sekolah, guru, dan siswa di SDIT LHI. Observasi digunakan untuk mengamati berbagai proses dan kegiatan yang berlangsung, tata tertib, poster yang berhubungan dengan pendidikan religius di SDIT LHI. 2.
Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang didapatkan melalui
dokumentasi lapangan. Dokumentasi berupa dokumen kurikulum, foto-foto kegiatan, dokumen kebijakan sekolah yang berhubungan dengan pendidikan religius di SDIT LHI. Data-data tersebut sebagai pendukung data primer dalam pembahasan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari pengumpulan data adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2015: 308). Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, sumber dan dalam berbagai setting. Dari segi cara, dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan gabungan dari keempatnya. Dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sedangkan dilihat dari setting-nya data dapat dikumpulkan pada setting alamiah, pada setting laboratorium dengan metode
64
eksperimen, di sekolah dengan tenaga pendidikan dan kependidikan, dengan menggunakan responden, pada waktu seminar, diskusi, di jalan, dan lain-lain. Catherine Marshall, Gretchen B. Rossman (1995) menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review” (Sugiyono, 2015: 309). Sesuai dengan pendapat di atas, Sugiyono (2015: 309) menegaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi. Berdasarkan penjelasan mengenai penelitian kualitatif di atas, maka dalam penelitian ini digunakan sumber data primer maupun sekunder, dengan setting alamiah, dan menggunakan cara/teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Lebih rinci penjelasan mengenai beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut; 1.
Observasi Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
penelitian dalam rangka memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Menurut Burhan Bunging (2011: 118) observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data melalui pengamatan dan penginderaan. Observasi dapat dibedakan menjadi perticipant observation dan non perticipant observation (Sugiyono, 2015: 309). Disamping itu, dalam observasi
65
langsung, secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur (Nazir, 2011: 176). Pada observasi terstruktur, peneliti sudah mengetahui aspek-aspek yang hendak diobservasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Sedangkan observasi tidak terstruktur peneliti belum mengetahui aspek-aspek yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik non participant observation, karena peneliti tidak terlibat langsung di dalam aktivitas atau kegiatan yang sedang berlangsung di dalam objek yang sedang diobservasi. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan informasi melalui pengamatan, menganalisis, dan menyimpulkan pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI. Pada saat pelaksanaan observasi, peneliti menggunakan observasi terstruktur, karena peneliti sudah mengetahui aspek-aspek yang akan diobservasi, termasuk alokasi waktu, tempat, maupun variabel-variabel dan dirancang secara sistematis. 2.
Wawancara Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 216) menjelaskan bahwa wawancara
dilaksanakan secara lisan dalam bentuk pertemuan tatap muka secara individual. Pendapat tersebut diperkuat oleh Nazir (2011: 193) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara. Pedoman wawancara atau alat yang perlu disiapkan oleh peneliti tersebut berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang membutuhkan jawaban atau respon dari responden maupun informan. Esterberg
66
(2002) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur (Sugiyono, 2011: 233). Burhan Bunging (2011: 78) berpendapat bahwa informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun sebagai orang lain yang memahami objek penelitian. Informan yang dijadikan sumber data melalui wawancara dalam penelitian ini antara lain; kepala sekolah, guru, karyawan, serta siswa SDIT LHI. Wawancara dilakukan dengan cara in-depth interview dan semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur dipilih karena dalam penggunaan in-depth interview lebih memungkinkan untuk memperoleh data secara lebih mendalam dan terbuka dengan menambah pertanyaan yang tidak terdapat dalam pedoman wawancara guna mendapatkan informasi lain dari responden. Pengumpulan data melalui wawancara ini dimaksudkan agar mendapatkan data mengenai pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI. 3.
Dokumentasi Dokumentasi merupakan suatu teknik dalam pengumpulan data dengan cara
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik berupa tertulis maupun tidak tertulis. Sugiyono (2011: 240) memberikan penjelasan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental. Suharsimi Arikunto (2013: 274) menjelaskan bahwa metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan agenda.
67
Studi dokumen merupakan pelengkap dari teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 222) menerangkan bahwa studi dokumenter tidak hanya sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dokumen dalam bentuk kutipan-kutipan tentang dokumen, melainkan juga melakukan analisis terhadap dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data menggunakan dokumen sekolah, meliputi dokumen kurikulum, prosedur aktivitas, dan foto-foto kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan analisis mengenai pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI. Instrumen Penelitian Sugiyono (2011: 222) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Hal tersebut karena peneliti sendiri yang menjadi alat dalam menghimpun data dan mencari melalui teknik-teknik yang sudah ditentukan. Peneliti sebagai human instrument berfungsi menentukan fokus penelitian, menentukan informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai
kualitas
data
dan
menganalisisnya,
menafsirkan
hingga
menyimpulkan data penelitian. Akan tetapi, untuk membantu peneliti dalam mengungkap, menyusun, dan mengorganisir informasi dalam setiap pengumpulan data, maka peneliti membutuhkan alat bantu berupa instrumen sederhana. Instrumen-instrumen tersebut yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi.
68
1.
Pedoman wawancara Pedoman
wawancara
diperlukan
sebagai
alat
bantu
yang
dapat
mempermudah selama proses wawancara. Pedoman wawancara dibuat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan secara unstructered-interview agar data dapat dikumpulkan secara komprehensif. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengambil data kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan sebagai narasumber. Pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara dikembangkan melalui kisi-kisi instrumen dan melalui expert-judgement dari ahli pendidikan karakter di perguruan tinggi peneliti. Expert-judgement dilakukan sebagai upaya menilai kelayakan instrumen sebelum digunakan. Kisi-kisi yang dikembangkan menjadi item-item pertanyaan dalam pedoman wawancara beserta narasumbernya ditentukan sebagai berikut:
69
Tabel 7. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Lapisan Indikator Nomor Sumber Data Budaya Item Sekolah Fisik 3, 4 Kepala Sekolah, Guru Penyediaan fasilitas fisik yang berkaitan dan mendukung kegiatan religius Penataan fasilitas fisik yang berkaitan dan Kepala Sekolah, Guru 5 mendukung kegiatan religius Perilaku Kepala sekolah, guru, siswa Kegiatan yang dilakukan secara rutin 6, 7 berkaitan dengan ibadah, pengetahuan agama, maupun pengalaman religius Artifak Program yang dilaksanakan sebagai Kepala sekolah, guru, pembiasaan positif berkaitan dengan prilaku 8, 9 siswa religius di sekolah oleh warga sekolah Kegiatan yang dilaksanakan secara Kepala sekolah, Guru, insidental, tidak terrencana sebelumnya, Siswa 10, 11 yang tidak terduga menyangkut kegiatan yang bernilai religius Sikap dan perilaku religius yang Kepala Sekolah, guru, 18, 19 diteladankan diantara warga sekolah siswa Konsep pendidikan karakter religius yang Kepala Sekolah, menjadi ruh terciptanya budaya religius di 1, 2 Guru, Siswa sekolah Nilai-nilai, norma, filosofi sekolah yang Kepala Sekolah, menjadi pedoman dan diwujudkan dalam Guru, siswa 14, 15 bentuk suasana yang membentuk lingkungan sekolah Nilai dan Suasana yang ditumbuhkan melalui Kepala Sekolah, Keyakinan lingkungan, seperti slogan dan kalimat Guru, Siswa 12, 17 motivasi yang dipasang, maupun berupa interior sekolah yang religius Kebijakan atau peraturan sekolah yang Kepala Sekolah, Guru diturunkan langsung dari nilai dan keyakinan sekolah yang dianut sehingga langsung 13, 16 tersampaikan dan dapat dirasakan oleh warga sekolah Anggapan warga sekolah mengenai karakter Kepala Sekolah, religius yang tidak tertuliskan anak tetapi Guru, telah menjadi keyakinan dan menggerakkan Asumsi 20 perilaku masing-masing warga sekolah untuk mendukung terciptanya nilai-nilai maupun terwujudnya suasana melalui artifak
70
2.
Pedoman observasi Instrumen berupa pedoman observasi merupakan alat yang digunakan
peneliti sebagai panduan dalam melakukan observasi di lapangan. Lembar observasi berupa daftar objek yang akan diamati. Kondisi yang akan diobservasi secara umum adalah tentang budaya sekolah di SDIT LHI Yogyakarta terkait pelaksanaan pendidikan karakter religius. Tabel 8. Kisi-Kisi Lembar Observasi Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Fisik Penyediaan dan penataan fasilitas fisik yang berkaitan dan mendukung kegiatan religius Penataan fasilitas fisik yang berkaitan dan mendukung kegiatan religius Perilaku Kegiatan yang dilakukan secara rutin berkaitan dengan ibadah, Artifak pengetahuan agama, maupun pengalaman religius Program yang dilaksanakan sebagai pembiasaan positif berkaitan dengan prilaku religius di sekolah oleh warga sekolah Kegiatan yang dilaksanakan secara insidental, tidak terrencana sebelumnya, yang tidak terduga menyangkut kegiatan yang bernilai religius Sikap dan perilaku religius yang diteladankan diantara warga sekolah Konsep pendidikan karakter religius yang menjadi ruh terciptanya budaya religius di sekolah Nilai-nilai, norma, filosofi sekolah yang menjadi pedoman dan diwujudkan dalam bentuk suasana yang membentuk lingkungan sekolah Nilai dan Suasana yang ditumbuhkan melalui lingkungan maupun perilaku, Keyakinan seperti slogan dan kalimat motivasi yang dipasang, maupun berupa interior sekolah yang religius Kebijakan atau peraturan sekolah yang diturunkan langsung dari nilai dan keyakinan sekolah yang dianut sehingga langsung tersampaikan dan dapat dirasakan oleh warga sekolah Anggapan warga sekolah mengenai karakter religius yang tidak tertuliskan anak tetapi telah menjadi keyakinan dan menggerakkan Asumsi perilaku masing-masing warga sekolah untuk mendukung terciptanya nilai-nilai maupun terwujudnya suasana melalui artifak
71
3.
Alat Perekam Data Instrumen berupa alat perekam suara merupakan media yang digunakan
peneliti untuk membantu pencatatan maupun pendokumentasian data selama pengumpulan data di lapangan. Alat perekam data berupa kamera untuk mendokumentasikan gambar maupun perekam audio untuk membantu menyimpan data wawancara. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian merupakan aktivitas setelah seluruh data terkumpul. Namun, pada penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak sebelum masuk ke lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2015: 336). Lebih lanjut sugiyono menjelaskan, aplikasi analisis data dalam penelitian kualitatif yang dilakukan sebelum masuk ke lapangan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan analisis hasil studi pendahuluan, maupun melalui data sekunder. Sedangkan analisis pada saat di lapangan yang dimaksud yaitu analisis ketika melakukan pengumpulan data. Sehingga peneliti disamping mengumpulkan data, misalnya wawancara, sekaligus sudah mulai melakukan analisis terhadap proses dan hasil wawancara. Berkaitan dengan analisis data pada dasarnya teknik analisis data dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan metode pengumpulan data. Menurut Bunging Burhan (2011: 79) semua teknik analisis data dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan metode pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, maupun focus group discussion. Lebih lanjut Bunging (2011: 147) menjelaskan bahwa analisis-analisis kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika
72
induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum. Miles dan Huberman (1984) mengemukankan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (Sugiyanto, 2011: 246). Aktivitas analisis data yang dimaksud yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Selanjutnya model interaktif dalam analisis data dapat ditunjukkan melalui gambar berikut.
Data collection Data display
Data reduction Conclusions: drawing/ verifying
Gambar 4. Komponen dalam Analisis Data (Interactive model) Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011: 247)
Secara lebih rinci, penjelasan mengenai gambar di atas yaitu sebagai berikut: 1.
Data Collection (Pengumpulan data) Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2011: 174). Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
73
2.
Data Reduction (Reduksi data) Dari seluruh data yang terkumpul, maka agar jumlah yang banyak dan
komplek tidak rumit, maka perlu analisis data melalui reduksi data. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2011: 247). Dalam mereduksi data, panduan yang digunakan oleh peneliti yaitu tujuan penelitian, sehingga data yang dikelompokkan merupakan data penting untuk dianalisis. 3.
Data Display (Penyajian data) Penyajian data bertujun agar memudahkan dalam memahami data. Miles dan
Huberman (1984) mengemukakan, “looking at displays help us to understand what is happening an to do some thing-further analysis ar caution on that understanding” (Sugiyono, 2011: 249). Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan menggunakan tabel, grafik, phie cart, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data lebih terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga lebih mudah difahami (Sugiyono, 2011: 249). 4.
Conclusions Drawing/verifying Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
yaitu penarikan kesimpilan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2011: 253). Temuan tersebut dapat berupa deskripsi tentang sesuatu, gambaran mengenai objek, hubungan kausal atau interaktif, maupun berupa hipotesis atau teori.
74
Keabsahan data Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility (validitas interbal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas) (Sugiyono, 2011: 270). Namun, uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas (Sugiyono, 2015: 363). Lebih lanjut Sugiyono menerangkan, validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan objek penelitian tersebut. Susan Stainback (1988) menyatakan: “realiabilitas is often defined as the consistency and stability of data or finding. From a positivistic perspective, realibility typically is considered to be synonymous with the consistency of data produced observations made by different researchers (eg interrater reliability), by the same researcer at different times (e.g test retest), or by splitting a data set in two parts 9splithalf)”. Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam pandangan positivistik, data dikatakan reliabel ketika penelitian dilakukan oleh dua atau lebih peneliti terhadap objek yang sama menghasilkan data yang sama, atau suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sama dalam waktu yang berbeda terhadap objek yang sama tetap menghasilkan data yang sama. Dalam penelitian kualitatif, kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck (Sugiyono, 2011: 270). Sedangkan uji reliabilitas seperti yang dikemukakan Sugiyono (2015: 377) bahwa uji
75
dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dengan dilakukan oleh auditor yang independent atau oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas/kredibilitas dengan dengan triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan meningkatkan ketekunan. Triangulasi data yang digunakan yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek kebenaran data dengan sumber yang berbeda. Triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek data dengan teknik yang berbeda, yaitu wawancara, observasi, dokumentasi. Sedangkan uji dependability/reliabilitas dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara pengauditan keseluruhan penelitian oleh auditor independen atau pembimbing.
76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al Hakim Internasional Yogyakarta merupakan salah satu sekolah dasar yang berlokasi di Jl. Karanglo, Jogoragan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, propinsi Yogyakarta. SDIT LHI Yogyakarta yang berdiri sejak 18 November 2007 ini berada di kawasan ringroad dengan jarak sekitar 9, 7 km dari kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Keberadaan sekolah yang strategis dan termasuk terjangkau memudahkan transportasi umum menuju ke sekolah ini. Walaupun berada di daerah perkotaan, tetapi sekolah ini memiliki taman dan di halaman terdapat pepohonan yang rindang, sehingga membuat suasana lebih sejuk. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut. a. Sebelah utara dibatasi oleh jalan raya b. Sebelah timur dibatasi oleh rumah warga c. Sebelah selatan dibatasi oleh SMPIT LHI d. Sebelah barat dibatasi oleh jalan setapak. Di tengah dinamika masyarakat yang terus dihadapkan dengan berbagai budaya, terlebih lingkungan perkotaan, khususnya Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota budaya, SDIT LHI memiliki idealisme mewujudkan pendidikan anak secara integral dan holistik, menyeimbangkan teori dan praktik, menyeimbangkan ilmu pengetahuan dengan pemahaman nalar wahyu (agama). Idealisme tersebut in line dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan dilakukan dalam rangka membekali siswa mulai dari pandangan hidup (belief), pembentukan nilai-nilai karakter yang baik (character building), pengembangan keterampilan dan
77
kecakapan sesuai potensi siswa (leteracy), kebiasaan dan gaya hidup (daily living), mengembangkan kemampuan teamwork, komunikasi, dan aktivitas kooperatif lainnya (people skill), serta aplikasi ilmu dan keterampilan dalam bentuk pengabdian kepada sesama (stewarship). Sehingga diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk hidup di zamannya. Salah satu upaya yang dilakukan secara terstruktur dan terinternalisasi dalam budaya sekolah adalah pembentukan karakter. Sebagai sekolah dengan basis keagamaan, yaitu islam secara terpadu, maka pengembangan karakter religius menjadi nilai karakter dominan yang dikembangkan di dalam proses pendidikannya. Salah satu wujud dan grand desain pembangunan karakter religius dapat dilihat pada kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum Pendidikan Integral dan Holistik. Kurikulum tersebut merupakan perpaduan antara kurikulum pemerintah, UK (United Kingdom) kurikulum, dan nilai-nilai agama islam. Selain itu, di dalam lingkungan sekolah yang kemudian membentuk sistem kultur atau budaya sekolah begitu kental dengan nuansa religius. Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al Hakim Internasional Yogyakarta memiliki visi dan misi sebagai kerangka acuan pelaksanaan pendidikan. Adapun visi SDIT LHI Yogyakarta adalah “Terwujudnya Generasi Islami yang Memiliki karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan, dan Berkontribusi untuk Kebaikan Dunia”. Sedangkan misinya yaitu “Mewujudkan Generasi Islam yang Memiliki Fisik dan Karakter Kuat, Menguasai Dasar-Dasar keilmuan dan Berwawasan Global”.
78
Konsep pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan kerangka visi dan misi tersebut, SDIT LHI Yogyakarta menginginkan output berupa generasi islam dengan kualitas yang menyertainya yaitu berwawasan internasional dan ditempuh dengan proses pendidikan integral-holistik. adapun yang kemudian nampak secara eksplisit sebagai modalitas generasi islami yaitu pada upaya mendidik dan membangun anak-anak untuk mengenai dan mencintai Allah, memiliki akhlakul karimah, memiliki kerendahan hati, serta gaya hidup halal, baik, dan sehat. Adapun yang lain nampak implisit, akan tetapi orientasi atau muaranya adalah dalam rangka membentuk kualitas religius-khususnya islam. Laporan Hasil Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al Hakim Internasional Yogyakarta merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan jenjang sekolah dasar. Sebagai sekolah islam terpadu, di mana nilai keislaman menjadi fondasi dan prinsip utama pelaksanaan pendidikan, maka pembangunan karakter religius menjadi tujuan utama dari rangkaian pelaksanaan pendidikan yang ada di SDIT LHI. Salah satu strategi pembentukan karakter di SDIT LHI yaitu dengan penciptaan budaya sekolah atau kultur sekolah. Sebagaimana dijelaskan oleh Moerdiyanto (2013: 78), bahwa kultur sekolah terdiri dari lapisan yang dapat diamati dan tidak dapat diamati atau tersembunyi. Lapisan yang dapat diamati yaitu lapisan artifak (dalam bentuk fisik maupun perilaku warga sekolah). Sedangkan lapisan yang tersembunyi yaitu dalam bentuk nilai dan keyakinan serta asumsi. Dalam membangun budaya sekolah yang mencakup lapisan artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi, agar terwujud budaya sekolah sesuai dengan harapan,
79
maka perlu adanya pola pengembangan. Sebagaimana yang disampaikan Novan Ardy Wiyani (2013: 104) bahwa pola pengembangan budaya sekolah perlu memberikan penegasan pada pentingnya keteladanan, pembiasaan spontan, kegiatan rutin, dan pengondisian. Dengan adanya pola dan strategi pengembangan, maka seluruh lapisan budaya sekolah dapat dikembangkan dengan cara yang paling memungkinkan. Pendidikan karakter di SDIT LHI dapat dilihat dari ketiga lapisan yang menyusun budaya sekolah, yaitu pada lapisan Artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi. Berikut ini adalah pemaparan hasil dari wawancara, observasi, serta pengumpulan dyaokumentasi sekolah mengenai pelaksanaan pendidikan karakter di SDIT LHI melalui budaya sekolah. 1.
Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan Artifak Lapisan artifak terbagi dalam perwujudan fisik dan perwujudan perilaku
warga sekolah. a.
Perwujudan fisik Perwujudan fisik berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter religius
melalui budaya sekolah di SDIT LHI Yogyakarta terdiri dari gedung, maupun fasilitas fisik lainnya yang dimiliki. Berdasarkan wawancara berkaitan dengan fasilitas fisik yang disediakan dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter religius, Kepala Sekolah SDIT LHI Yogyakarta memberikan pernyataan, yaitu: “Kalau fasilitas ibadah dalam bentuk fisik, ada masjid, kelas, lingkungan sekitar, perpustakaan, buku-buku, dan sebenarnya semua adalah fasilitas, tergantung fasilitator saja bagaimana kreativitasnya” (Wawancara dengan FZ, 18 November 2016).
80
Kepala sekolah menjelaskan bahwa seluruh fasilitas yang terdapat dilingkungan SDIT LHI, tempat ibadah dan fasilitas khusus untuk keagamaan pada dasarnya dapat menjadi fasilitas mendidik karakter religius siswa. Tentunya hal tersebut tergantung pada kemampuan guru sebagai fasilitator pendidikan. Hal yang tidak jauh berbeda juga dinyatakan oleh Guru Kelas IV sekaligus Kepala Divisi Akademi, yaitu: “Kalau fasilitas diupayakan untuk mengembangkan itu. Kalau masjid dan tempat wudhu kan biasa. Tapi kalau lingkungan, tadabur alam, adalah untuk mengajarkan religius. Rak sandal pun kita jadikan pendidikan religius, bagaimana menata sandal secara rapi sebagai sunnah rasul, tempat bermain, kantin, semuanya berkaitan. Filosofi awal, semuanya tidak ada yang tidak ada kaitannya dengan Allah. Perpustakaan dan semuanya yang ada”. (wawancara dengan FH, 09 November 2016) FH menegaskan bahwa masjid dan tempat wudhu menjadi fasilitas utama pendidikan karakter religius. Akan tetapi, lingkungan yang terdapat di SDIT LHI juga bisa dikatakan sebagai sarana pendidikan karakter religius. Hal tersebut karena secara filosofi, SDIT LHI yang menjadikan ketauhidan sebagai pusat pendidikan, maka keberadaan fasilitas pendukung, seperti rak sandal, rak tempat ibadah, kantin, dan semuanya dapat dikaitkan dengan ketauhidan. Wawancara juga dilakukan dengan guru yang berbeda, yaitu Guru kelas III. Dalam wawancara yang dilakukan, AR memberikan pernyataan yaitu: “Fasilitas fisik, emm, masjid, ruang kelas juga ya, kemudian untuk pembelajaran-pembelajaran misalnya LCD, kemudian speaker buat diperdengarkan murotal, seragam DKS, buku-buku islami banyak banget, buku-buku cerita nabi dan rasul, di kelas ada juga. Tempat wudhu, terpisah juga, kemudian kamar mandi anak-anak juga disediakan tempat wudhu, kemudian al quran juga ada”. (Wawancara dengan AR, 10 November 2016) Dalam pernyataannya, AR menyampaikan pendapat yang sama, bahwa masjid dan tempat wudhu menjadi fasilitas utama pendidikan karakter religius.
81
Selain itu, tambahan lain seperi buku islami, kamar mandi, al quran, juga diakui sebagai fasilitas yang menimbulkan terselenggaranya pendidikan karakter religius di SDIT LHI. Selain wawancara dengan kepala sekolah dan beberapa guru, juga dilakukan wawancara dengan siswa kelas III, mengenai fasilitas yang terdapat di sekolah yang membuat lebih mudah belajar agama, yaitu: “Masjid, buku, perpus, ruang BTHCQ, dining room belajar makan” (wawancara dengan IA dan S, 16 November 2016) Dalam menciptakan lingkungan fisik yang mendukung pendidikan karakter religius, lebih jauh kepala sekolah SDIT LHI memaparkan bahwa di kelas dibentuk lingkungan yang sesuai juga, ada display-display, poster, speaker, kemudian di dining room juga terdapat poster-poster mengenai adab makan (wawancara dengan FZ, 18 November 2016) Pendapat tersebut senada dengan pernyataan guru kelas saat diwawancarai mengenai penciptaan kondisi yang mendukung pendidikan karakter religius, yaitu: “...Kemudian ada quran terjemaah ada al ma’tsurat, termasuk poster, speaker untuk morotal, ada tempat sampah, sapu, alat kebersihan” (wawancara dengan RS, 09 November 2016). Wawancara lain, yang dilakukan dengan seorang guru juga didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu: “Kalau lingkungan ada poster-poster, ada banner, bahkan sini ada kawasan wajib berhijab itu. Terus orang tua atau wali murid yang menjemput anak dihimbau untuk menggunakan hijab, dalam rangka untuk ngasih contoh buat anak. Kemudian buku-buku, fasilitas belajar al quran buat yang udah lulus Ummi, keberadaan tempat sampah, apa lagi ya, keberadaan ini, kursi dan meja yang tertata rapi agar anak-anak nggak makan sambil berdiri” (wawancara dengan AR, 10 November 2016)
82
Selain hasil wawancara, juga dilakukan observasi terhadap fasilitas tempat ibadah dan gedung lain yang mendukung aktivitas pendidikan karakter religius. Hasil dari observasi adalah sebagai berikut: Terdapat sebuah masjid di dalam lingkungan SDIT LHI. Masjid bersebelahan dengan ruang kelas dan front office serta terletak disamping jalan raya. Kondisi masjid selalu dalam keadaan bersih karena terdapat siswa yang piket, penjaga, dan dipantau oleh tim DKS (Dewan Kehormatan Sekolah). Masjid juga dilengkapi dengan tempat wudhu dengan jumlah yang memadai. Selain digunakan untuk sholat, di dalam maupun di teras masjid juga digunakan untuk belajar tahsin Ummi, BTHCQ, dan kajian lepas sholat dhuhur. Di luar lingkungan SDIT LHI juga terdapat satu masjid di lingkungan SMPIT LHI yang berbatasan langsung dengan SDIT LHI bagian selatan. Masjid tersebut juga dapat digunakan, akan tetapi aktivitas lebih banyak dilaksanakan di masjid SDIT LHI. Selain masjid, kegiatan keagamaan yang bersifat religius juga berlangsung di dalam kelas masing-masing, diantaranya masing-masing kelas digunakan untuk murojaah, setor hafalan, BTHCQ, morning motivation, dan sholat dhuha untuk kelas rendah. Karena SDIT berfokus pada pendidikan ketauhidan, maka segala sesuatu terlihat terintegrasi dan atau saling berkaitan untuk membangun karakter religius. Selain gedung yang digunakan untuk ibadah mahdah (langsung kepada Allah; sholat) gedung maupun halaman sekolah ikut mendukung dalam memudahkan siswa beribadah dalam bentuk amalan-amalan lainnya yang diajarkan dalam agama, seperti dining room maupun perpustakaan.
83
Sesuai dengan pernyataan pada hasil wawancara sebelumnya bahwa fasilitas fisik juga berupa lingkungan dan segala hal yang terdapat di SDIT LHI Yogyakarta dapat dikaitkan dengan kekuasaan Allah dan ajaran agama, maka berdasarkan observasi terhadap taman dan halaman di SDIT LHI Yogyakarta, maka dapat dideskripsikan sebagai berikut: Terdapat tiga halaman utama yang berada di dalam pintu gerbang dan satu halaman parkir khusus mobil di luar gerbang. Halaman pertama adalah halaman depan yang juga digunakan untuk lapangan upacara. Halaman pertama terdapat pepohonan yang rindang dan tersusun secara rapi berjajar di tepi lapangan. Halaman kedua adalah halaman untuk bermain. Di halaman kedua terdapat lapangan yang digunakan untuk olah raga dan taman bermain anak-anak. Antara lapangan olah raga dan taman dipisah oleh jalan yang menghubungkan ruang kelas dengan dining room yang juga terdapat tanaman hias di atap jalan tersebut. Selain itu, juga terdapat pepohonan di setiap tepi dan juga terdapat pagar. Ketiga adalah halaman tengah yang dikelilingi oleh ruang kelas, perpustakaan, dan kantor guru. Halaman ketiga ini tidak dijumpai pepohonan berukuran besar, hanya tanaman hias dan taman kecil. Selain itu, di depan kelas terdapat taman yang dibuat dan diisi dengan hasil percobaan anak-anak (penelitian tumbuhan) dan juga tanaman hidroponik. Keempat adalah halaman parkir yang juga terdapat pepohonan. Tempat parkir ini bersebelahan dengan dining room dimana terdapat taman berupa tanaman-tanaman hias di sebelah luar masing-masing jendela dining room. Selain itu, terdapat halaman parkir dalam yang difungsikan untuk para guru, karyawan, dan tamu. Tempat parkir ini berada di halaman masjid dan halaman
84
utama sebelah lapangan upacara. Tempat parkir juga selalu dalam keadaan rapi dengan dibantu pengondisiannya oleh security. Masing-masing halaman terdapat tempat sampah dengan jumlah yang cukup memadai. Di halaman depan kelas terlihat tempat sampah sesuai dengan jenis sampah masing-masing. Adapun hasil observasi mengenai tempat wudhu dan kamar mandi yang terpisah yaitu disediakan tempat wudhu di samping masjid. Tempat wudhu terpisah antara putra dan putri. Selain di samping masjid, di area kamar mandi siswa di damping kelas terdapat tempat wudhu. Karena kamar mandi putra dan putri terpisah, maka tempat wudhu pun juga terpisah. Tempat wudhu di kamar mandi samping kelas rendah juga memudahkan siswa untuk berwudhu karena mereka sholat dhuha maupun sholat dhuhur di dalam kelas. Kamar mandi terpisah antara siswa dengan guru dan karyawan, serta terpisah antara putra dan putri. Berdasarkan pengumpulan data melalui observasi terhadap gedung-gedung, lingkungan sekolah, fasilitas-fasilitas sekolah maupun dokumen-dokumen sekolah, pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta dapat dirinci sebagai berikut: 1) Satu buah masjid dalam kondisi baik 2) Dua tempat wudhu (putra dan putri) dalam kondisi baik 3) Sepuluh toilet dalam kondisi baik (dengan dua toilet disertai tempat wudhu di sebelah luarnya) 4) Tiga belas ruang kelas dalam kondisi baik 5) Satu perpustakaan dalam kondisi baik 6) Satu dining room dalam kondisi baik
85
7) Dua tempat parkir dalam kondisi baik dan rusak ringan 8) Satu lapangan upacara dalam kondisi baik 9) Satu halaman dalam kondisi baik 10) Satu lapangan olah raga dalam kondisi baik 11) Satu front office dalam kondisi baik 12) Satu meeting room dalam kondisi baik 13) Satu ruang kepala sekolah dalam kondisi baik 14) Satu ruang security dalam kondisi baik 15) Satu ruang bimbingan dan konseling dalam kondisi baik 16) Satu ruang UKS dalam kondisi baik Selain itu, SDIT LHI Yogyakarta dilengkapi dengan fasilitas utama di setiap ruangan. Berikut ini data mebeler di SDIT LHI Yogyakarta tahun 2016/2017. Tabel 9. Fasilitas Mebeler di SDIT LHI Yogyakarta Tahun 2016/2017 No Nama Mebeler Kondisi 1 Meja siswa Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 2 Kursi siswa Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 3 Meja guru Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 4 Kursi guru Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 5 Papan Tulis Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 6 Speaker Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 7 Rak buku Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 8 Almari Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 9 Rak siswa Masing-masing kelas mencukupi, dalam kondisi baik 10 Rak sepatu Terdapat di kelas rendah, dalam kondisi baik
Sekolah juga menyediakan fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung terlaksananya budaya sekolah yang religius. Di depan ruang kelas, ruang perpustakaan, halaman, lapangan upacara, lapangan olah raga, dining room, dan beberapa tempat strategis lainnya terdapat tempat sampah. Tempat sampah juga
86
dibedakan menjadi sampah organik, sampah kertas, dan sampah plastik. Peralatan kebersihan lain juga terdapat sapu di masing-masing kelas. Selain itu, juga terdapat majalah dinding di beberapa titik strategis yang dapat dilihat siswa, seperti di depan perpustakaan dan jalan menuju dining room, majalah dinding berisi cerita motivasi, kisah-kisah islami, serta hasil karya siswa seperti kaligrafi. Di dinding-dinding sekolah juga terdapat poster, slogan maupun kata-kata mutiara berisi nilai-nilai islami. Adapun buku-buku pendukung, terdapat di perpustakaan berupa al quran, deen Al Islam, buku cerita, dan buku-buku islami pendidikan agama islam berbagai materi. Di dalam masing-masing kelas, terdapat fasilitas dan interior yang mendukung. Setiap kelas terpasang visi misi sekolah yang terbingkai dan terpasang, terdapat papan majalah dinding di belakang kelas, terdapat buku belajar bahasa arab dengan metode Ummi, al quran, kata-kata mutiara maupun poster islami, dan kreativitas lain yang masing-masing kelas memiliki keunikan masing-masing. Berdasarkan triangulasi data, peneliti dapat menyimpulkan bahwa wujud pendidikan karakter religius berbasis budaya sekolah di SDIT LHI Yogyakarta pada lapisan artifak khususnya aspek fisik diwujudkan dengan adanya masjid, tempat wudhu, rak tempat peralatan ibadah, al quran dan buku tahsin Ummi, buku-buku deen al islam, toilet yang terpisah, papan majalah dinding islami, poster dan slogan islami, dining room, serta lingkungan sekolah yang bersih dan rapi. Upaya sekolah dalam mewujudkan lingkungan fisik yang mendukung pendidikan karakter religius yaitu dengan cara pengkondisian, melalui penyediaan dan penataan seluruh fasilitas yang mendukung lingkungan belajar dan suasana religius sehingga memudahkan
87
pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI. Hasil temuan mengenai aspek fisik yang mendukung pendidikan karakter religius dalam lapisan artifak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 10. Aspek Fisik Pendukung Nilai Karakter Religius Aspek Fisik Unsur Religius yang Didukung Masjid Ibadat dan kayakinan agama Tempat wudhu Ibadat Rak peralatan ibadah Ibadat Al quran dan buku tahsin Ibadat, pengetahuan agama, dan keyakinan agama Buku-buku deen Al Islam Pengetahuan agama Toilet yang terpisah Ibadat dan akhlak Majalah dinding islami Pengetahuan agama Poster dan islami Pengetahuan agama Dining room ibadat Lingkungan sekolah yang bersih dan ibadat dan aktualisasi rapi
b. Perwujudan perilaku Perwujudan lapisan budaya sekolah berupa artifak pada aspek perilaku juga menjadi penekanan utama di SDIT LHI Yogyakarta. Pelaksanaan pendidikan karakter religius dalam bentuk aktivitas–aktivitas nyata dilaksanakan baik pada jam pelajaran efektif, di luar jam pelajaran, maupun kegiatan-kegiatan tambahan di luar jam pelajaran. Aspek perilaku berkaitan dengan pendidikan karakter religius yang dikembangkan di SDIT LHI Yogyakarta mencakup segala aktivitas dan program sekolah baik intrakurikulum dan ekstrakurikulum. Hal tersebut dinyatakan oleh kepala SDIT LHI Yogyakarta, yaitu: “Karena kita islamic school, harapnnya kita memang membentuk pribadi seorang muslim, dan sumber dari kurikulum kita mengarah ke sana. Kurikulum
88
yang menjadi fondasi kita adalah God Center, yaitu Tauhid. Jadi secara basic saja kurikulum kita berbasis Tauhid. Jadi otomatis, setiap aktivitas, program kita mengarah ke sana. Intrakurikulum maupun ekstrakurikulum. Tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas” (wawancara dengan FZ, 18 November 2016) Program maupun aktivitas tersebut, dilaksanakan di dalam pelajaran maupun di luar pelajaran, baik di kelas ruangan maupun di luar ruangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas IV gambaran pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI yaitu rutin dilaksanakan sholat dhuha berjamaah, ashar berjamaah, hafalan, sholat jumat setiap hari jumat, infak juga setiap pekan, terdapat pesantren kilat pada bulan ramadhan, dan peringatan hari qurban. Sedangkan untuk guru juga ada setor hafalan (wawancara dengan RS, 09 November 2016). Sedangkan untuk kegiatan sosial juga ada galang dana, seperti yang disampaikan oleh RS: “Galang dana, sering banget itu. Kemarin bencana di garut itu, palestina, gerakan 10 ribu, terus takziyah ke warga dekat sekolah” (wawancara dengan RS, 09 November 2016). Siswa juga menyampaikan pendapatnya saat diwawancarai mengenai kegiatan insidental yang pernah dilakukan, yaitu: “Pernah, aleppo, garut, terus ee lupa e tad” (wawancara dengan kelas III, yaitu IA dan S, 16 November 2016) “Biasanya sedekah, contohnya membantu palestina, banjir garut, sama mbantu aleppo” (wawancara dengan kelas IV, yaitu AN dan RQ, 16 November 2016)
Pendapat senada mengenai gambaran pelaksanaan pendidikan karakter religius di SDIT LHI, menurut guru kelas III yaitu di SDIT LHI ada morning motivation berisi nilai-nilai agama dan cerita tentang rasulullah SAW, BTHCQ,
89
hafalan ayat, sholat dhuha, murojaah. Selain itu juga ada pembiasaan makan yang baik di dining room. (wawancara dengan AR, 10 November 2016) Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan yang selalu diselenggarakan setiap hari diantaranya morning motivation, BTHCQ, sholat dhuha, sholat dhuhur, sholat ashar, dzikir, membaca asmaul husna, pembiasaan cara makan yang baik, dan saling mengingatkan. Di kalangan siswa, kegiatan tersebut dilaksanakan baik di kelas rendah maupun kelas tinggi. Pendapat di atas juga selaras dengan pernyataan kepala sekolah yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan di SDIT LHI antara lain: “...ada sholat dhuha, setor hafalan, morning motivasi, dhuhur berjamaah, kemudian ada program BTHCQ. Morning motivasi ada tema-tema tertentu, seperti “everything about Muhammad”, kisah-kisah, pengalaman, dan lainlain...” (wawancara dengan FZ, 18 November 2016)
Lebih lanjut mengenai kegiatan di SDIT LHI, FZ menyampaikan bahwa ada juga habit training, budaya 5S, adanya DKS untuk membantu mengkondisikan, etika ketika makan, yaitu harus duduk, mencuci tangan terlebih dahulu, tidak sambil bersuara, menggunakan tangan kanan, serta tidak lupa berdoa. Selain itu, siswa juga diajak mengikuti kegiatan peduli sosial, seperti membantu syiria, palestina, dan korban banjir. (wawancara dengan FZ, 18 November 2016). Wawancara juga dilakukan kepada guru yang lain. Mengenai kegiatan yang dilaksanakan di SDIT LHI, berdasarkan penuturan guru kelas IV, yaitu FH, dalam wawancannya menyatakan: “...yang jelas doa, morning motivation degan berbagai kreativitas guru, bisa cerita islami, tepuk tangan islami, dan apapun yang dapat mendorong semangat anak, class meeting, belajar sehari-hari, project based learning, sholat dhuha, untuk kelas I-III dilaksanakan secara bersama-sama karena masih ada yang
90
perlu diperbaiki, sholat dhuhur berjamaah, ashar berjamaah, kemudian juga memperingati hari raya, idul qurban, kemudian juga ada upacara bendera hari senin, infak juga ada”
Tidak hanya itu, FH juga menjelaskan bahwa terdapat habit training berupa pembiasaan 5S dan juga budaya membuang sampah pada tempatnya. Mengenai program-program yang bersifat membiasakan siswa, guru kelas III juga menyampaikan pendapatnya, yaitu: “...5S (salam, salim, sapa, senyum, sopan santun), meminta maaf jika melakukan kesalahan langsung ditindaklanjuti, misalnya membuat nangis ya seketika itu langsung diselesaikan dengan meminta maaf” (wawancara dengan RS, 09, November 2016)
Selain dengan guru, wawancara juga dilakukan kepada siswa, diantaranya dilakukan kepada siswa kelas III mengenai etika makan dan pembiasaan yang ada di sekolah. Dalam wawancaranya, IA dan S (16 November 2016) menyampaikan bahwa siswa terbiasa berdoa, ketika morning motivation. Kemudian juga dibiasakan makan sambil duduk, menggunakan tangan kanan, jika tidak pasti diingatkan dan diberi peringatan. Sekolah juga menerapkan peraturan yang bersifat mengikat kepada seluruh warga sekolah dan pemberian pemodelan. Kepada kepala SDIT LHI Yogyakarta mengatakan: “...Guru-guru menjadi role model; berbicara, berpakaian. Semua orang menjadi pendidik di sini, termasuk karyawan juga. Kalau ada siswa yang melanggar harus diingatkan, Saling mengingatkan dan kita ada SOP, ada reward dan konsekuensinya bagi yang tertib maupun yang melanggar” (wawancara dengan FZ, 16 November 2016)
91
Lebih lanjut kepala SDIT LHI menerangkan bahwa semua warga sekolah harus memberikan contoh yang baik sesuai dengan peraturan: “Kita ada SOP untuk semua warga sekolah bahkan untuk orang tua. Contohnya bagaimana berinteraksi dengan anak, tidak boleh menggendong, atau hal-hal yang melanggar syariat, berpakaian yang rapi, menutup aurat, saling salim, sapa, 5S, nanti ada di aturannya” (wawancara dengan FZ, 16 November 2016) Selain kepala sekolah, hal tersebut dinyatakan juga oleh guru kelas IV SDIT LHI Yogyakarta, yaitu: “Prinsip yang kita pakai salah satunya adalah secara tidak sadar anak belajar dari perilaku orang tua. Kebijakannya bagaimana warga sekolah mendukung prinsip keteladalan, misalnya ada program hafalan juga bagi smuanya, sholat dhuha, sholat berjamaah, kemudian berpakaian, tutur kata, karyawan pun semaunya mengaji, ada program hafalan, dan itu semua ada rambu-rambunya. Jadi guru harus menjalankan apa yang diajarkan. insyaAllah jika antum lihat semua ustadzahnya rapi. Selain itu, juga ada pembinaan, kajian seminggu sekali dan itu wajib bagi semua” (wawancara dengan FH, 09 November 2016) Saat dikonfirmasi kepada para siswa yang menyaksikan dan melihat langsung keteladanan yang ditunjukkan oleh warga sekolah, baik guru maupun karyawan, siswa kelas III dan kelas IV memberikan kesaksian sebagai berikut: “Contoh, sholatnya serius, mengingatkan, terus kalau baca al quran nggak boleh main-main, nggak boleh marah sama temennya. Pakaiannya sudah rapi...” (wawancara dengan siswa kelas III, yaitu IA dan S, 16 november 2016) “...Lha itu ada yang makan pop mie, nggak baik. Kalau cara bicara sudah baik, cara berpakaian sudah baik, nggak pernah makan sambil berdiri, yang dicontohkan makan sambil duduk, pakai tangan kanan, jangan lupa berdoa, “jaga kebersihan, jaga kebersihan, makan sambil duduk, makan sambil duduk, jangan lupa doa, jangan lupa doa”, terus pakaiannya menutup aurat” (wawancara dengan siswa kelas IV, yaitu AN dan RQ, 16 November 2016)
92
Sekolah mengkondisikan lingkungan selain dengan penyediaan fasilitas juga dilakukan dalam bentuk pemberian perlakuan kepada para siswa. Hal-hal yang dilakukan oleh guru maupun karyawan dalam memberikan perlakuan kepada para siswa dalam sebuah wawancara disampaikan oleh kepala SDIT LHI yaitu: “Kalau kesalahan ya kita beri konsekuensi. Kalau kebaikan kita beri penghargaan, dengan praising, pujian, kemudian juga ada “Star of the Week” setiap senin, untuk memberikan motivasi dan persepsi positif. Kalau anak melakukan kesalahan nanti ada peringatan, itu semua nanti ada aturannya” (wawancara dengan FZ, 16 November 2016) Terkait dengan pemberian perlakuan kepada para siswa, salah satunya melalui reward dan punishment, seperti yang diungkapkan oleh guru kelas IV bahwa sekolah Lebih banyak memberikan apresiasi. Jika ada punishment lebih diarahkan pada konsekuensi logis. Sekolah memiliki catatan peringatan yaitu; kartu hijau untuk apresiasi, kartu kuning untuk peringatan, dan kartu merah untuk pemberian konsekuensi. Konsekuensinya misalnya melakukan kesalahan, maka harus meminta maaf. Namanya mendidik berarti menyentuh hati. Jadi tidak mengarah ke hukuman fisik” (wawancara dengan FH, 09 November 2016). Pernyataan serupa juga disampaikan oleh guru kelas III mengenai pemberian reward dan punishment serta teknis pelaksanaannya, yaitu: “Penggunaan kartu dan peringatan. Tiga peringatan dapat kartu kuning, tiga kartu kuning dapat satu kartu merah, kalau tiga kartu merah orang tuanya akan ada panggilan. Terus ada kartu hijau untuk anak-anak yang melakukan hal baik. Contohnya menata sandal, buang sampah, dan lain sebagainya” (wawancara dengan AR, 10 November 2016)
Konfirmasi juga dilakukan kepada para siswa melalui wawancara. Hasil wawancara dengan siswa kelas III mengenai perlakuan guru terhadap siswa, dinyatakan bahwa siswa diingatkan terlebih dahulu, apabila siswa sudah diingatkan
93
tiga kali, berikutnya diberi kartu kuning. Apabila sudah tiga kali kartu kuning, maka akan mendapatkan kartu merah dan orang tuanya dipanggil ke ruang BK. (wawancara dengan IA dan S, 16 November 2016) Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh siswa kelas IV, yaitu: “Dihukum, nanti dicatet terus dibilangin orang tua, kalau ngomong jorok sudah berapa kali gitu dikartu kuning, terus kalau udah kartu merah tiga kali nanti dikasih tau orang tua” (wawancara dengan AN dan AR, 16 November 2016) Selain wawancara, juga dilakukan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan di SDIT LHI. Hasil observasi tidak jauh berbeda dengan hasil wawancara. Sebelum bel masuk berbunyi yaitu pukul 07.00 WIB, siswa dan guru telah hadir di sekolah. Ustadzah mengkondisikan para siswa di halaman sekolah sebelum masuk kelas masing-masing. Di dalam kelas, dengan ustadzah yang berbeda, siswa kembali dipisahkan antara siswa putra dan putri. Para siswa diajak bernyanyi lagi kemudian berdoa bersama. Setelah itu, ustadzah melanjutkan dengan morning motivation. Ustadzah membacakan kisah-kisah tentang rasulullah saw. Setelah morning motivation siswa dipandu untuk murojaah (membacakan surat/ayat al quran yang telah dihafal), diantaranya membaca surat Al-Ghosiyyah, Az-Zalzalah, dan Al-Buruj. Kemudian ustadzah memberikan kuis sambung ayat. Setelah itu siswa sholat dhuha bersama (tidak berjamaah) di dalam kelas dengan bacaan yang dikeraskan. Setelah sholat dhuha dilanjutkan dengan berdoa’a dan membaca asmaul husna. Kegiatan pembacaan kisah, murojaah, dan sholat dhuha terjadi baik di kelas IIA maupun kelas IIB dengan materi yang berbeda. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan BTHCQ di masjid dengan ustad yang mengampu BTHCQ. Pada
94
saat BTHCQ para siswa diajarkan mengenai tata cara membaca arab yang benar sesuai dengan ilmu tajwid. (hasil observasi ke-1, 3 November 2016). Pada observasi lain di hari jumat dilakukan kegiatan rihlah atau olah raga. Sebelum diberangkatkan, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan. Siswa putra dan siswa putri dipisah. Kelas I sampai dengan kelas VI putri dibariskan tersendiri dan terpisahn dari kelas I sampai dengan kelas VI putra. Setelah barisan tertata, kemudian barisan putri diberangkatkan terlebih dahulu dengan didampingi ustadz dan ustadzah wali kelas masing-masing. Sepanjang perjalanan, ustadz dan ustadzah mengatur barisan para siswa, mengkondisikan agar tetap berada di tepi jalan, tidak membuang sampah sembarangan, termasuk dibantu satpam ketika menyebrang jalan raya. Sepanjang perjalanan, tidak ada siswa yang membuang sampah di jalan termasuk tidak ada yang berkata-kata kotor. Setelah selesai jalan sehat, masingmasing siswa kembali ke kelas bersama ustadz dan ustadzah wali kelas masingmasing. Di dalam kelas, siswa kemudian melanjutkan aktivitas murojaah, tilawah, dan sholat dhuha yang dipandu ustadz dan ustadzah masing-masing. (Hasil observasi ke-2, 4 november 2016) Sekolah juga memiliki kegiatan rutin yang diadakan setiap akhir semester, yaitu school festival. Pada tanggal 5 november SDIT mengadakan school festival. Dalam kegiatan school festival, masing-masing kelas menampilkan kreativitas masing-masing. Akan tetapi, kreativitas yang ditampilkan berkaitan dengan tema pelajaran yang sedang berjalan selama satu semester tersebut. Tema school festival kali ini adalah “Muhammad my living example”. Desain panggung dibuat dekorasi dengan backround masjid dan Unta sebagai simbol hewan di jazirah arab. Kegiatan
95
yang dilaksanakan dalam school festival, selain penampilan masing-masing kelas di panggung juga terdapat pameran hasil karya siswa yang bertempat di dining room. Di antara penampilan siswa, ada yang membawakan nyanyian islami, murojaah, drama, pementasan olah raga sunnah seperti memanah dan berkuda. Sedangkan pameran karya dilaksanakan di dining room dengan memajang hasil karya siswa berupa hasil penelitian, surat untuk rasulullah, hasil percobaan siswa, dan hasil kerajinan tangan siswa. (Hasil observasi ke-3, 5 november 2016) Sekolah juga melaksanakan upacara bendera pada hari Senin. Pada saat upacara Barisan dibedakan antara siswa putra/ikhwan dengan barisan putri/akhwat. Setelah upacara selesai, sebelum dibubarkan, terdapat pengumuman dari pihak sekolah. Setiap senin terdapat program star of the week, yaitu sebuah kegiatan apresiasi kepada para siswa yang telah melakukan maupun memperoleh capaiancapaian yang presatasi selama satu minggu dan terpantau oleh ustad maupun ustadzah baik di dalam maupun di luar kelas. (Hasil observasi ke-4, 7 November 2016). Observasi juga dilakukan di dining room ketika para siswa sedang makan. Ketika jam istirahat, seluruh siswa keluar kelas secara serempak menuju dining room. Petugas dining room telah menyediakan snack dan makan siang bagi seluruh siswa dan ustadz-ustadzah. Kondisi meja dan kursi telah tertata rapi untuk makan. Para siswa mengambil snack dan makan siang dengan tertib kemudian membawa makanan dan minuman ke tempat duduk yang sudah disediakan. Para siswa terlihat makan dengan tangan kanan dan sambil duduk. Tidak terdengar doa yang dilanturkan secara keras, namun sudah dilakukan masing-masing.
96
Ustadz yang bertugas di dining room, menggunakan microphone untuk mengingatkan siswa agar tidak lupa berdoa, makan sambil duduk, dan menggunakan tangan kanan. Para ustad dan ustadzah pun ikut bergabung makan di dining room. Tidak ada sekat antara siswa dan guru, semua makan di tempat yang sama dengan meja dan kursi yang sudah dikondisikan. Siswa yang baru datang biasanya terlebih dahulu mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan di depan dining room. Setelah selesai makan, para siswa membawa sampah bungkus makanan masing-masing dan membuangnya di tempat sampah. (hasil observasi ke6, 10 November 2016). Sekolah juga memiliki program pramuka dengan konten islami. Dari observasi yang dilakukan pada 11 November 2016, seusai sholat jumat berjamaah, para siswa dari kelas I-VI mengikuti kegiatan pramuka di halaman sekolah. Pramuka dikemas dengan menarik dan diisi dengan konten agama islam, salah satunya dengan menceritakan kisah Nabi Muhammad saw dan Nabi Isa a.s. Dari hasil tersebut, dapat dipahami bahwa cara-cara yang ditempuh untuk mewujudkan pendidikan karakter religius di SDIT LHI antara lain dengan kegiatan yang bersifat rutin, kegiatan insidental, pembiasaan, pemberian keteladanan, dan pengkondisian. Kegiatan rutin antara lain; morning motivation, BTHCQ, sholat dhuha dan sholat fardhu berjamaah, hafalan ayat dan setor hafalan, pramuka, dan school festival. kegiatan spontan antara lain dengan adanya penggalangan bantuan pada korban bencana, sholat ghoib, sholat gerhana, dan takziyah. Pembiasaan diantaranya yaitu pembiasaan etika makan, budaya 5S, dan pembiasaan meminta maaf. Keteladanan dengan cara seluruh warga sekolah berpakaian syar’i dan
97
berhijab bagi yang putri, guru selalu melaksanakan sholat dhuha, sholat dhuhur dan ashar berjamaah di masjid, guru dan karyawan mencontohkan budaya 5S, etika makan yang baik, tutur kata yang baik dan sopan, serta menjaga kebersihan. Pengondisian diantaranya melalui teguran langsung, kartu peringatan dan apresiasi, dan supervisor di dining room. Berdasarkan hasil triangulasi data yang dilakukan, pendidikan karakter religius pada lapisan artifak yang berwujud perilaku, dapat disimpulkan diantaranya melalui morning motivation, BTHCQ, murojaah atau hafalan ayat, setor hafalan, berdoa sebelum dan sesudah belajar, sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur dan ashar berjamaah, rihlah atau olahraga, school festival, pramuka, fun week, budaya 5S, budaya meminta maaf, pembiasaan etika makan, penggalangan dana sosial, infaq, dan peringatan hari raya islam. Selain itu, juga dilakukan kegiatan spontan seperti sholat ghoib dan sholat gerhana. Cara yang ditempuh untuk melaksanakan pendidikan karakter religius di SDIT LHI antara lain melalui kegiatan yang bersifat rutin, pembiasaan, kegiatan-kegiatan spontan, pengkondisian, dan keteladanan oleh warga sekolah. Perilaku-perilaku terlebut dalam konteks mendukung nilai karakter religius dapat digambarkan sebagai berikut.
98
Tabel 11. Aspek Perilaku yang Mendukung Nilai karakter Religius Fasilitas Unsur Religius yang Didukung Morning Motivation Pengetahuan dan keyakinan agama Baca Tulis Hafal dan Cinta Al Quran Ibadat dan pengetahuan agama Murojaah Ibadat Setor hafalan Ibadat berdoa Ibadat dan pengalaman agama Sholat dhuha Ibadat Sholat dhuhur dan ashar Ibadat Olahraga Ibadat, aktualisasi School festival Aktualisasi Pramuka Pengetahuan agama Infaq Ibadat, akhlak Peringatan hari raya Islam Ibadat Fun week Aktualisasi Budaya senyum, sapa, salam, salim, Ibadat, aktualisasi, akhlak sopan (5S) Budaya meminta maaf Ibadat, akhlak Etika makan Ibadat, akhlak Sholat ghoib dan gerhana Ibadat Penggalangan dana sosial Pengalaman agama
2.
Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Nilai dan Keyakinan Lapisan nilai dan keyakinan berisi nilai-nilai yang diajarkan dan keyakinan
yang hidup di lingkungan sekolah. Nilai dan keyakinan tersebut merupakan sesuatu yang diharapkan dan diinginkan dapat terwujud di lingkungan sekolah. Pada lapisan tersebut dapat dilihat dan digali mulai dari visi misi, jargon, maupun poster-poster dan slogan yang terdapat di lingkungan sekolah sebagai simbol nilai yang tertuliskan. Visi SDIT LHI Yogyakarta yaitu “Terwujudnya Generasi Islam yang Memiliki Karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan, dan Berkontribusi untuk Kebaikan Dunia”. Sedangkan misinya adalah mewujudkan generasi islam
99
yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasari keilmuan dan berwawasan global. Visi dan misi tersebut menjadi pedoman dan dasar setiap kebijakan serta implementasi proses pendidikan di SDIT LHI Yogyakarta (dokumentasi pada dokumen sekolah: Parents’ guide). Sedangkan tujuan yang dibangun di atas visi dan misi tersebut yaitu: a. Siswa mengenal serta mencintai Allah dan ciptaan-Nya dalam berpikir, merasa dan bertindak b. Siswa meneladani Rasul dalam menjalani hidup, memegang teguh integritas, dan berakhlak islami c. Siswa memiliki keterampilan belajar, mencintai belajar dan mampu menyelesaikan masalah d. Siswa sehat lahir batin agar bisa istiqamah menjalankan perannya e. Siswa pandai berkomunikasi, bekerjasama untuk meraih cita-cita bersama f. Siswa menjadikan islam sebagai identitas dirinya dan gaya hidupnya g. Anak peduli pada sesama, amanah dan siap melayani umat (dokumentasi pada dokumen sekolah: Parents’ guide). Berkaitan dengan inti pendidikan yang diselenggarakan di SDIT LHI Yogyakarta, kepala sekolah memberikan pernyataan, yaitu: “Karena kita islamic school, harapnnya kita memang membentuk pribadi seorang muslim, dan sumber dari kurikulum kita mengarah kesana. Kurikulum kita yang menjadi fondasi kita adalah God Center, yaitu Tauhid. Jadi secara basic saja kurikulum kita berbasis Tauhid. Jadi otomatis, setiap aktivitas, program kita mengarah kesana. Intrakurikulum maupun ekstrakurikulum. Tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas” (wawancara dengan FZ, 18 November 2016)
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV mengenai ruh pendidikan karakter yang berjalan di SDIT LHI dijelaskan bahwa sekolah memiliki prinsipprinsip dasar yang harus dipegang oleh guru. Diantaranya harus memperhatikan fitrah anak, fitrah keimanan, perkembangan anak, bakat, seksualitas, dan lain-lain. Tujuan utama sekolah adalah menanamkan ketauhidan dan dilaksanakan dengan proses tarbiyah. Sekolah juga memiliki 7 hal yang ingin kita capai, yaitu; (1) cinta
100
kepada Allah, (2) cinta kepada Rasulullah s.a.w, (3) kemampuan intelektual (berpikir kritis, menganalisa, mencari informasi), (4) kecerdasarn fisikal lahir dan batin,
(5)
interpersonal
literacy,
(6)
kemampuan
kultural,
bagaimana
mengekspresikan keislaman di tengah masyarakat, (7) sosial literacy, bagaimana setiap anak belajar peduli. Enam point di bawah prinsip cinta kepada Allah adalah turunan dari cinta kepada Allah, atau ketauhidan. Sehingga semua program dan proses pembelajaran pasti diawali dari pusatnya terlebih dahulu, misalnya belajar tentang hewan, maka akan dibawa pada pemahaman mengagumi Allah, menghayati, eksplorasi, dan semuanya diarahkan ke tauhid. Selain itu terdapat berbagai program keseharian, morning motivasi untuk menambah semangat dan selalu ada kaitannya dengan Allah. Seluruhnya diajarkan secara integrated (terintegrasi) sehingga pembangunan karakter religius bukan hanya pada soal sholat, berdoa, dan pendidikan agama dan rutinitas lainnya, tapi semuanya diintegrasikan untuk mengarah pada ketauhidan, tidak ada pemisahan di sini karena jantung utamanya adalah tauhid.” (wawancara dengan FH, 09 November 2016) Berdasarkan hasil dokumentasi dalam Parent’s Guide, SDIT LHI Yogyakarta menyadari potensi dan karakteristik setiap individu berbeda-beda. Secara alamiah hal tersebut merupakan pemberian Allah SWT. Dengan kurikulum pendidikan Tauhid tersebut, SDIT LHI menekankan proses pembelajaran pada: a.
Kecerdasan spiritual, yaitu kesadaran akan Tuhan. Pada aspek ini mendorong siswa agar kagum dan takjub akan Tuhan (Ma’rifatullah), pandangan yang holistik dan tidak terpisah antara Allah, dunia, dan individu.
101
b.
Kecerdasan moral, yaitu karakter mulia. Para siswa dikuatkan identitas dirinya dan nilai-nilai, sehingga dapat mengenali diri sendiri. Kesadaran dan keyakinan untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu dengan alasan yang benar atau dengan istilah berhati emas. Selain itu moral berkaitan dengan penguatan karakter dan pembawaan, yaitu akhlak mulian dan keteladanan.
c.
Kecerdasan intelektual, yaitu menitikberatkan pada keilmuan yang bermanfaat. Para siswa dididik mengenai cara belajar, cinta belajar, dan budaya mencari solusi.
d.
Kecerdasan fisik, yaitu kebiasaan hidup sehat. Kesehatan dan kesejahteraan merupakan tangki yang suci. Menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga.
e.
Kecerdasan interpersonal, yaitu menyangkut hubungan dengan manusia. Hubungan dan kerjasama dengan cara bergaul dengan baik. Komunitas dan rasa memiliki serta memahami dan dipahami orang lain.
f.
Kecerdasan kebudayaan, yaitu keadaan budaya di kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan budaya dan kepercayaan diri dengan belajar dari masa lalu. Cara hidup dan kehidupan modern dengan islam sebagai gaya hidup. Serta memahami perubahan dan tantangan dengan menghadapi perubahan, menghadapi masa depan dan tantangan.
g.
Kecerdasan sosial, yaitu berkaitan dengan pelayanan publik. Keadilan dan perdamaian diajarkan melalui peduli terhadap ciptaan Allah. Layanan dan melayani untuk membuat perubahan. Serta keteladanan dengan menjadi pemimpin dan teladan yang baik.
102
Selain itu, berdasarkan observasi yang dilakukan, jika dilihat di lingkungan SDIT LHI Yogyakarta terpasang poster-poster maupun slogan di berbagai titik lokasi, baik di dalam maupun di luar ruangan. Poster-poster yang ada diantaranya yaitu: a.
Depan gedung kelas 2: terdapat tulisan “we love and respect each other”, “dunia berada dalam genggaman Allah SWT”
b.
Depan kelas 3A: terdapat tulisan “Ada Keajaiban Allah di Setiap Ciptaan-Nya”
c.
Di samping front office: terdapat poster dengan tema “God, the World and Me” yang berisikan karakter yang akan dicapai yaitu; Anak mengenal dan mencintai Allah, anak pandai berkomunikasi, anak peduli pada sesama, serta prinsip 7M seperti yang disampaikan oleh FH. Selain itu, juga terdapat peraturan poster SDIT LHI Yogyakarta lengkap dengan visi, misi, dan tujuan.
d.
Tangga utama: terdapat tulisan “Anak-anak adalah Pemimpin Masa Depan”.
e.
Pintu kelas 1A: terdapat poster bergambar dan bertuliskan “senyum, sapa, salim” serta bergambar ciri-ciri anak sholihah untuk keluarga, umat, dan Allah. Sedangkan dalam praktiknya para siswa diajarkan melakukan dan
memprektekkan sendiri nilai-nilai religius di kehidupan sehati-hari. Pada aspek ilmiah, para siswa diajarkan untuk menemukan keagungan dan keajaiban Allah melaui aktivitas penelitian. Salah satunya dengan cara meneliti pertumbuhan tanaman yang tidak lain adalah karena ada Allah yang menumbuhkan segala tanaman. Ketika di dining room, para siswa diajarkan untuk meneladani rasulullah sebagai wujud kasih sayang kepada rasulullah. Dalam aspek kepemimpinan, terdapat DKS yang diajarkan tentang tanggungjawab melalui pembagian tugas dan
103
kedisiplinan dalam melaksanakan tanggungjawab masing-masing. Terdapat DKS yang bertugas mengurusi masjid, mengurusi sampah, maupun hemat energi. Dari hasil triangulasi data mengenai pendidikan karakter religius di SDIT LHI pada lapisan nilai dan keyakinan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai religius dan keyakinan yang menjadi ruh dalam budaya sekolah yaitu; 1.
Cinta kepada Allah
2.
Kebersihan sebagian dari iman
3.
Rasul adalah teladan
4.
Setiap muslim adalah pemimpin
5.
Semua dalam genggaman Allah SWT
6.
Saling mencintai dan menyayangi sesama Sedangkan cara yang ditempuh untuk sekolah dalam melaksanakan
pendidikan karakter adalah melalui pengkondisian, baik melalui penyediaan fasilitas fisik maupun aturan dan kebijakan sekolah. 3.
Wujud Pendidikan Karakter Religius pada Lapisan Asumsi Asumsi merupakan lapisan yang paling dalam. Berbeda dengan lapisan
artifak yang nampak terlihat. Lapisan asumsi merupakan aspek yang abstrak dan tidak terlihat sebagaimana nilai dan keyakinan. Asumsi muncul di hati dan pikiran masing-masing meskipun tidak selalu melalui kesepakatan tertulis. Dapat pula terjadi setelah adanya peristiwa sehingga ada kesimpulan yang tertanam sebagai sebuah dampak keberhasilan. Melalui wawancara mengenai perasaan yang muncul sebagai dorongan warga sekolah untuk menjalankan program SDIT LHI, dinyatakan:
104
“Sekolah sebagus apapun, ruhnya tetep tergantung sistem dan gurunya, anak itu kan produk sistem dan produk guru. Sistem bagus kalau guru nggak memberi teladan juga kurang optimal. Sama ini juga, kerjasama, soalnya kekompakan sangat berpengaruh, misalnya guru di kelas. Sejauh mana guru memberikan teladan sangat bisa dilihat di anak. Kepala sekolah juga sering mengingatkan keteladanan”. (wawancara dengan RS, 09 November 2016) Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kekompakan memberikan pengaruh besar dalam mensukseskan program sekolah. Kekompakan berpengaruh dalam membangun kerjasama, baik dalam memberikan keteladanan maupun menjalankan setiap program sekolah. Pendapat tersebut sejalan dengan penekanan dalam pembelajaran sekolah yaitu kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpesonal yaitu menyangkut hubungan dengan manusia. Hubungan dan kerjasama dengan cara bergaul dengan baik. Kemampuan interpersonal menjadi bekal dalam membangun hubungan antar warga sekolah yang kompak. Adanya hubungan yang baik dan harmonis dapat memudahkan antar satu dengan yang lain untuk bekerjasama, termasuk saling memberikan teladan. (dokumen parent’s guide) Selain itu, dapat dijumpai dalam misi sekolah, yaitu pada nomor 5 dan nomor 7. Pada misi nomor 5 ditekankan mengenai kemampuan komunikasi, sehingga dapat membentuk kerjasama untuk mencapai tujuan. Komunikasi menjadi syarat dalam menjalin hubungan dengan sesama, baik guru dengan guru, siswa dengan siswa, maupun guru dengan siswa, dan antar seluruh warga sekolah. Pada misi nomor 7 menekankan pada kepedulian terhadap sesama. Kedua misi tersebut mengisyaratkan bahwa sekolah memegang anggapan yang kuat sebagai dasar pandangan hidup yaitu hubungan yang harmoni perlu dijalin antar warga sekolah.
105
Hal tersebut mengindikasikan adanya rasa dan keinginan untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar warga sekolah. Wawancara juga dilakukan dengan FH, yaitu guru kelas IV, dinyatakan bahwa keteladanan juga masuk dalam prinsip-prinsi pendidikan SDIT LHI. Artinya keteladanan diupayakan untuk hidup di lingkungan sekolah. Lebih lanjut FH mengakui bahwa secara tidak sadar anak belajar dari perilaku orang tua. Oleh karena itu, guru harus menjalankan apa yang diajarkan, termasuk hafalan, sholat dhuha, sholat berjamaah, berpakaian, bertuturkata, dan lain sebagainya. (hasil wawancara, 9 November 2016). Dari wawancara tersebut dapat dipahami bahwa para guru memiliki anggapan bahwa keteladanan menjadi kunci keberhasilan setiap program sekolah. Selain itu, dalam pola penerapan setiap peraturan, terlihat adanya kerjasama yang baik antar warga sekolah. Nilai-nilai dan perilaku yang diteladankan tersebut dilakukan oleh warga sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menandakan adanya hubungan yang baik dari seluruh elemen dan kerjasama yang terbangun untuk saling memberikan contoh dan merealisasikan nilai secara konsisten. Kerjasama dalam keteladanan dapat dilihat dari konsistensi setiap elemen sekolah untuk menjalankan peraturan maupun nilai yang telah diyakini. Selain wawancara juga dilakukan observasi mengenai kerjasama yang ditunjukkan elemen sekolah. Baik guru, karyawan, siswa, memiliki pola yang baik dalam bekerjasama mewujudkan suasana sekolah yang religius. Dari hasil observasi yang dilakukan, ketika di dining room guru dan karyawan melakukan interaksi dengan baik, tidak terlihat eksklusif atau menutup diri, saling membaur
106
satu dengan yang lain, dan dapat bekerjasama mewujudkan keteladanan dalam pembiasaan makan yang baik, guru dan karyawan mentaati peraturan dan memberikan contoh yang baik dalam hal etika makan. Meskipun karyawan bukan sebagai pendidik di dalam kelas akan tetapi tidak terlalu nampak batasan dengan para guru serta dapat mendukung pembiasaan positif di luar kelas. Selain itu, dalam hal kegiatan rutin sholat dhuha dan sholat berjamaah di masjid. Karyawan mampu bekerjasama untuk mewujudkan suasana rutinitas yang diharapkan, dengan selalu mengikuti sholat berjamaah, bahkan security sering terlihat mengumandangkan adzan. Contoh lain adalah kerjasama mewujudkan lingkungan sekolah yang rapi dan tertata untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Terlihat dari semangat penjaga sekolah ketika menata motor di halaman parkir agar selalu tertata, sehingga lingkungan dapat digunakan untuk bermain dan belajar siswa. Dalam hal hafalan dan murojaah, guru dan karyawan dapat meneladankan secara konsisten dan menjaga agar selalu berjalan. Beberapa kali terlihat guru sedang menghafalkan al quran baik ketika mendampingi siswa maupun sedang dalam keadaan istirahat. Begitu juga dengan karyawan, pernah teramati sedang setor hafalan dengan salah seorang guru. Kerja keras juga ditunjukkan baik oleh guru maupun karyawan. Hal tersebut tampak dari pendampingan yang dilakukan oleh guru kelas dalam berbagai aktivitas siswa. Guru memberikan pendampingan, baik ketika olah raga atau rihlah, fun week, school festival, maupun ketika pramuka. Pada saat rihlah, guru yang bertugas terlihat memberikan penjagaan kepada para siswa, dengan mengatur barisan ketika
107
di jalan raya, mendampingi mulai dari menyebrangkan jalan yang juga dibantu oleh karyawan, hingga sampai di sekolah kembali. Begitu pula ketika fun week, pada saat sesi class meeting masing-masing guru kelas memberikan dukungan dan semangat kepada kelasnya masing-masing, mempersiapkan siswa mulai untuk bisa bertanding dengan baik. Selain itu, pendampingan guru juga dilakukan ketika acara school festival, seluruh guru kelas bekerja keras untuk menampilkan yang terbaik. Hal tersebut dilakukan bersama-sama dengan para siswa. Guru dan siswa mempersiapkan beberapa hari sebelumnya, bahkan persiapan dilakukan hingga sore hari. Kerja keras juga nampak dari para guru dalam menyiapkan berbagai acara sekolah. Dalam observasi, terlihat gurun mengadakan rapat-rapat persiapan, bahkan hingga larut malam. Pada saat kemah ceria, para guru pun mempersiapkan seluruh kebutuhan dan mendampingi para siswa dengan menginap di sekolah. Dari hasil triangulasi data, dapat disimpulkan bahwa yang terlihat dalam lapisan asumsi yaitu, warga sekolah merasa bahwa; hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan temuan yang menarik dari SDIT LHI yaitu keteladanan sebagai kunci kesuksesan. Pembahasan Pendidikan karakter di SDIT LHI Yogyakarta pada umumnya terlihat melalui budaya sekolah. Budaya sekolah tersebut terlihat dari lapisan artifak, lapisan nilai dan keyakinan, dan lapisan asumsi.
108
1.
Wujud Pendidikan Karakter Religius di SDIT LHI Yogyakarta pada Lapisan Artifak Pada lapisan artifak terbagi menjadi aspek fisik dan perilaku. Aspek fisik
berkaitan dengan seluruh benda, sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah. Sedangkan aspek perilaku mengacu pada perilaku orang-orang yang terdapat di dalam lingkungan sekolah. a.
Perwujudan fisik Lapisan artifak berupa fisik yag terdapat di SDIT LHI Yogyakarta sebagai
penunjang terbentuknya budaya sekolah berkarakter religius diantaranya diwujudkan dengan adanya adanya masjid, tempat wudhu, rak tempat peralatan ibadah, al quran dan buku tahsin Ummi, buku-buku deen al islam, toilet yang terpisah, papan majalah dinding islami, poster dan slogan islami, dining room, serta lingkungan sekolah yang bersih dan rapi. Ketersediaan fasilitas fisik menjadi faktor utama pembentuk budaya sekolah yang diharapkan. Penyediaan fasilitas menjadi bagian dari langkah pengondisian. Dengan kata lain strategi yang ditempuh sekolah melalui pengondisian dapat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan karakter religius. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Daryanto dan Suryati Darmiatun (2013: 92) bahwa pengembangan karakter melalui pengondisian memerlukan sarana yang memadai. Lebih lanjut dijelaskan bahwa indikator pendidikan karakter religius ditinjau dari sekolah diantaranya yaitu memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
109
Tersedianya masjid dan tempat wudhu merupakan langkah konkret dalam memenuhi kebutuhan beribadah warga sekolah. Fasilitas masjid mampu mengkondisikan warga sekolah, baik guru, siswa, maupun karyawan untuk melaksanakan sholat berjamaah maupun kegiatan keagamaan lain di dalam masjid. Kaitannya dengan pendidikan karakter religius, Daryanto dan Suryati Darmiatun (2013: 92) menyebutkan sarana dan prasarana yang diberikan dapat melalui manambah kran air untuk wudhu, selain itu siswa juga dibiasakan untuk sholat di musholla maupun di kelas. Dengan begitu, terciptalah budaya sekolah yang religius melalui masjid sebagai salah satu sentral kegiatan keagamaan. Rak tempat peralatan ibadah, dining room dengan fasilitas meja dan kursi yang memadai untuk duduk ketika makan, taman dan halaman yang rapi juga menjadi pendukung utama pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta. Hal tersebut karena seluruh fasilitas yang terdapat di SDIT LHI menjadi fasilitas untuk pembelajaran dan setiap fasilitas dapat dikembalikan pada filosofi awal bahwa tidak ada yang tidak berkaitan dengan Allah (wawancara dengan FH). Alam di sekitar SDIT LHI termasuk halaman digunakan untuk tadabur alam, kegiatan keagamaan di luar kelas. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Moerdiyanto (2013: 7-8) yang menyatakan bahwa perwujudan fisik dapat melalui taman dan halaman yang rapi, gedung yang rapi dan bagus, serta sarana ruang yang bersih dan tertata. Fasilitas yang mendukung terlaksananya budaya religius juga dapat dilihat dari tersedianya, poster dan slogan islami yang terpasang di lingkungan sekolah, serta majalah dinding islami baik yang di dalam kelas maupun di luar ruangan. Hal tersebut dapat menciptakan dan menumbuhkan suasana religius di sekolah. Poster,
110
slogan, maupun isi dalam majalah dinding yang berisi kisah nabi, hadits, dan nilainilai keagamaan dapat meningkatkan pengatahuan siswa mengenai agama. Hal tersebut sesuai dengan salah satu unsur pembangun karakter religius menurut Stark Glock (1968) yaitu pengetahuan agama (Mohamad Mustari, 2014: 3-4). Pada aspek fisik dan lingkungan, sejalan dengan pernyataan Moerdiyanto (2013: 7-8) bahwa aspek fisik dapat diwujudkan dengan interior yang selaras. b.
Perwujudan perilaku Perilaku merupakan seluruh aktivitas warga sekolah baik yang menjadi
program sekolah maupun diluar program sekolah, baik yang dilakukan secara bersama-sama seluruh warga sekolah maupun sebagian. Dalam implementasinya, pendidikan karakter religius yang berjalan di SDIT LHI Yogyakarta tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Perilaku religius dalam hal ini yang dimaksud adalah perilaku menjalankan ajaran agama yang dianut. Sebagai Sekolah Islam, maka nilai religius yang dianut adalah nilai Islam atau ajaran Islam. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dipahami bahwa dalam aspek perilaku, pendidikan karakter religius yang dilaksanakan di SDIT LHI yaitu; morning motivation, BTHCQ, murojaah atau hafalan ayat, setor hafalan, berdoa sebelum dan sesudah belajar, sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur dan ashar berjamaah, rihlah atau olahraga, school festival, pramuka, fun week, budaya 5S, etika makan, budaya meminta maaf, kegiatan sosial, infaq, dan peringatan hari raya islam. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan yang bersifat spontan seperti sholat gerhana saat terjadi gerhana dan sholat ghoib.
111
Cara yang ditempuh SDIT LHI dalam menyelenggarakan pendidikan karakter religius yaitu melalui kegiatan rutin yang bersifat, kegiatan insidental atau spontan, program pembiasaan, pemberian pemodelan atau keteladanan, dan pengkondisian. Hal tersebut sudah sesuai dengan saran dari Endah Sulistyowati (2012: 48) yang menyatakan bahwa pengembangan budaya sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, dan pengkondisian. Sri Narwanti (2011: 42) menambahkan aspek penting, yaitu pengondisian. Dari temuan di atas dapat dikatakan bahwa pada aspek perilaku, sekolah sudah membudayakan pendidikan karakter religius. Perilaku tersebut nyata dan dapat diamati. Wujud pendidikan karakter tersebut sesuai dengan lapisan kultur sekolah menurut Moerdiyanto (2013: 7-8) bahwa pada lapisan perilaku dapat meliputi antara lain kegiatan olah raga, kesenian, pramuka, lomba-lomba, maupun upacara-upacara seperti upacara bendera dan upacara keagamaan. Berdoa termasuk dalam salah satu indikator religius seperti yang disampaikan oleh Daryanto dan Suryatri Darmiyatun (2013: 134) bahwa indikator kelas dalam karakter religius yaitu berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter religius pada lapisan artifak budaya sekolah diwujudkan pada aspek fisik maupun aspek perilaku. Wujud pendidikan karakter religius pada aspek fisik dapat dilihat dari ketersediaan masjid, tempat wudhu, toilet yang terpisah, rak peralatan ibadah, al quran dan buku tahsin ummi, buku-buku deen al islam dan referensi islami, speaker untuk murotal, papan majalah dinding islami, taman dan halaman yang rapi, gedung yang mencukupi, dining room, poster dan slogan-slogan islami,
112
lingkungan sekolah yang bersih dan rapi. Pada aspek perilaku pendidikan karakter religius dapat dilihat dalam wujud morning motivation, BTHCQ, hafalan ayat, setor hafalan, berdoa sebelum dan sesudah aktivitas, sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur berjamaah, sholat ashar berjamaah, rihlah, school festival, pramukan, fun week, pembiasaan etika makan, penggalangan dana sosial, kegiatan sosial, sholat gerhana dan sholat ghoib, pembiasaan meminta maaf, budaya 5S, wajib berhijab syar’i, infaq, dan peringatan hari raya islam. 2.
Wujud Pendidikan Karakter Religius di SDIT LHI Yogyakarta pada Lapisan Nilai dan keyakinan Lapisan nilai dalam kultur sekolah merupakan aspek yang tersembunyi dan
abstrak. Untuk memperolehnya perlu menggali dan memaknai grand desain pendidikan yang ditetapkan serta melihat proses yang berjalan secara nampak. Nilai dan keyakinan dalam kultur sekolah adalah sesuatu yang menjadi panutan bagi implementasi
sebuah
pelaksanaan
pendidikan.
Implementasi
pendidikan
mencerminkan nilai yang dianut oleh sebuah instansi pendidikan. Nilai dan keyakinan memegang peran penting dalam mengarahkan penerapan sebuah kebijakan sekolah sehingga keselarasan antar keduanya membentuk kolaborasi yang padu dalam kerangka budaya sekolah. Jika dilihat dari visi, SDIT LHI memiliki visi “Terwujudnya generasi Islami yang Memiliki karakter Kuat, Menguasai Prinsip Dasar Keilmuan, dan Berkontribudi untuk Kebaikan Dunia”. Kemudian diturunkan ke dalam misi, yaitu Mewujudkan generasi islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan dan berwawasan global. Dari visi dan misi tersebut, terdapat
113
satu kata kunci utama yang menjadi tujuan primer, yaitu terwujudnya generasi islami, kemudian diikuti oleh sifat-sifat yang menyertainya yaitu berkarakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan, dan berkontribusi untuk dunia. Artinya, dapat dipahami bahwa nilai dan keyakinan yang ingin dibentuk sejak dalam idealitas adalah nilai religius islami. Nilai religius adalah rumah besar atau kerangka besar yang pada praktiknya begitu banyak bentuk religius dalam kehidupan. Sehingga terdapat karakter-karakter religius yang mewujud dalam bentuk yang lebih spesifik. Menurut Mohamad Mustari (2014: 1), religius adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Thomas Lickona (1992: 39) menjelaskan bahwa agama menjadi motif utama yang mampu membimbing kehidupan moral. Religius dapat disimpulkan pasti berhubungan dengan Tuhan, dan agama menjadi penuntun manusia dalam beribadah kepada Tuhan. Berdasarkan Visi dan misi tersebut, SDIT LHI mengembangkan sebuah kurikulum berbasis tauhid atau God Center. Artinya, keseluruhan proses pendidikan baik dalam konteks intrakurikulum maupun ekstrakurikulum harus berorientasi pada ketuhanan dan ketauhidan. Selain dari visi dan misi, karakter religius di SDIT LHI juga tertuliskan dalam sebuah tujuan, yaitu: 1.
Siswa mengenal serta mencintai Allah dan ciptaan-Nya dalam berfikir, merasa, dan bertindak
2.
Siswa meneladani rasul dalam menjalani hidup, memegang teguh integritas, dan berakhlak islami
3.
Siswa mempunyai keterampilan belajar, mencintai belajar dan mampu menyelesaikan masalah
114
4.
Siswa sehat lahir batin agar bisa istiqamah menjalankan perannya
5.
Siswa pandai berkomunikasi, bekerjasama untuk meraih cita-cita bersama
6.
Siswa menjadikan islam sebagai identitas dirinya dan gaya hidupnya
7.
Anak peduli pada sesama, amanah dan siap melayani umat. Keseluruhan tujuan di atas dapat dikatakan sebagai bangunan idealitas dalam
mewujudkan generasi islami. Secara keseluruhan dapat dikatakan berkaitan dengan ketuhanan. Kemudian menjadi nilai dan keyakinan dalam tataran idealitas. Akan tetapi, dalam konteks kultur sekolah, nilai dan keyakinan tersebut termanifestasikan dalam artifak yang nyata, sehingga nilai dan keyakinan tersebut terklarifikasi oleh praktik yang dapat dirasakan oleh warga sekolah. Dari praktek yang teramati, wawancara, maupun artifak yang terdapat di SDIT LHI dapat digali beberapa nilai-nilai religius yang menjadi ruh dalam budaya sekolah. nilai-nilai tersebut yaitu; 1.
Cinta kepada Allah
2.
Kebersihan sebagian dari iman
3.
Rasul adalah teladan
4.
Setiap muslim adalah pemimpin
5.
Semua dalam genggaman Allah SWT
6.
Saling mencintai dan menyayangi sesama Dari temuan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang
membentuk budaya sekolah di SDIT LHI yaitu; cinta kepada Allah, kebersihan sebagain dari iman, rasulullah adalah teladan, setiap muslim adalah pemimpin, semua dalam genggaman Allah, saling mencinta dan menyayangi sesama. Nilai-
115
nilai tersebut sesuai dengan nilai budi pekerti yang disampaikan oleh Milan Rianto (2001) yang berkaitan dengan religius yaitu; akhlak kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap alam semesta (Zubaedi, 2012: 89). 3.
Wujud Pendidikan Karakter Religius di SDIT LHI Yogyakarta pada Lapisan Lapisan asumsi Lapisan asumsi merupakan lapisan terdalam dalam kultur sekolah yang tidak
dikenali akan tetapi berdampak pada perilaku warga sekolah. Asumsi dapat diketahui dengan menggali dan membaca interaksi warga sekolah yang secara tidak tertulis telah membentuk kesepakatan tidak resmi dalam bentuk asumsi masingmasing individu secara kolektif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta yang dirasakan warga sekolah sebagai wujud asumsi antara lain; hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan temuan yang menarik dari SDIT LHI yaitu keteladanan sebagai kunci kesuksesan. Keseluruhan asumsi tersebut abstrak dan tersembunyi, tidak nampak, tetapi berpengaruh dalam membentuk nilai-nilai dan perilaku warga sekolah. Hal tersebut sudah sejalan dengan apa yang ditulis oleh Moerdiyanto (2013: 7), bahwa diantara asumsi yang membentuk budaya sekolah antara lain; harmoni dalam hubungan, kerja keras pasti berhasil, dan sekolah bermutu adalah hasil kerjasama. Akan tetepi terdapat satu hal yang menjadi temuan di SDIT LHI melalui hasil penelitian, bahwa adanya anggapan bahwa keteladanan menjadi kunci kesuksesan.
116
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal memperoleh data maupun penyajian data. Beberapa keterbatasan tersebut yaitu: 1.
Proses penelitian pada pengambilan data melalui observasi tidak dilakukan di seluruh kelas, hanya dilakukan dari kelas I sampai dengan kelas V. Hal tersebut karena lokasi kelas VI tidak menjadi satu dengan lingkungan kelas I sampai kelas VI, tetapi berada di lingkungan SMPIT LHI, sehingga kultur sekolah juga tidak dapat disamakan. Meskipun demikian, untuk memperoleh data didapatkan melalui wawancara dan dokumentasi.
2.
Pengumpulan data belum mampu mengumpulkan informasi secara lengkap dan rinci dari keseluruhan aktivitas sekolah, hal tersebut karena dalam proses penelitian terpotong oleh UAS sehingga terdapat aktivitas yang tidak tercatat.
117
BAB V PENUTUP Simpulan Pendidikan karakter religius di SDIT LHI Yogyakarta berbasis budaya sekolah diterapkan dalam lapisan artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi. 1.
Pada lapisan artifak diwujudkan dalam aspek fisik dan aspek perilaku. Aspek fisik dilakukan melalui pengkondisian dengan menyediakan fasilitas, seperti; masjid, tempat wudhu, rak peralatan ibadah, al quran dan buku tahsin ummi, buku-buku deen al islam, toilet yang terpisah, papan majalah dinding islami, poster dan slogan islami, dining room, serta lingkungan sekolah yang bersih dan rapi. Sedangkan aspek perilaku disusun secara rutin dan diteladankan oleh seluruh warga sekolah seperti; morning motivation, Baca Tulis hafal dan Cinta Al Quran (BTHCQ), hafalan ayat, setor hafalan, berdoa sebelum dan sesudah belajar, sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur dan ashar berjamaah, olahraga, school festival, pramuka, infaq, peringatan hari raya islam, dan fun week. Kegiatan yang dibiasakan antara lain; budaya senyum, sapa, salam, salim, dan sopan (5S), budaya meminta maaf, dan pembiasaan etika makan yang baik. Sedangkan kegiatan yang bersifat spontan yaitu sholat ghoib, sholat gerhana, penggalangan dana dan kegiatan sosial.
2.
Nilai dan keyakinan di dalam pendidikan karakter religius yang diajarkan di SDIT LHI antara lain; Cinta kepada Allah, Kebersihan sebagian dari iman, Rasul adalah teladan, Setiap muslim adalah pemimpin, Semua dalam genggaman Allah SWT, Saling mencintai dan menyayangi sesama.
118
3.
Asumsi yang dijumpai di SDIT LHI yaitu hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan keteladanan sebagai kunci kesuksesan. Saran Saran yang dapat dihasilkan untuk memperbaiki pendidikan karakter religius
di SDIT LHI Yogyakarta pada budaya sekolah diantaranya: 1.
Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, agar memperkuat pendidikan karakter religius di sekolah, salah satunya dengan memperkuat budaya sekolah serta meningkatkan semangat seluruh komponen sekolah agar tercipta keteladanan yang baik dan kerjasama yang membangun dalam menyelenggarakan pendidikan karakter religius.
2.
Bagi sekolah, agar mempertahankan fasilitas yang mendukung karakter religius, program-program sekolah yang menguatkan pembentukan karakter religius, nilai-nilai moral yang baik, serta asumsi warga sekolah mengenai nilai-nilai yang harus diwujudkan.
3.
Para pendidik diharapkan dapat terus memanfaatkan fasilitas secara maksimal, mempertahankan komitmen dan keteladanan dalam menjalankan programprogram sekolah, selalu menjaga nilai-nilai yang menjadi pedoman, dan mempertahankan asumsi dasar mengenai sesuai yang harus diwujudkan dalam budaya sekolah.
119
4.
Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan proses penelitian secara menyeluruh di semua kelas, mengumpulkan data baik dari informan maupun observasi dan dokumentasi secara lebih rinci dan lengkap.
120
DAFTAR PUSTAKA Agus Wibowo. (2013). Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka pelajar Burhan Bungin. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Daryanto dan Suryati Darmiatun. (2013). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Gava Media Djoko Dwiyanto dan Ign. Gatut Saksono. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila. Yogyakarta: Ampera Utama Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo ______. (2012). Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius Dwi Yanny Luckitaningsih. (2011). Pendidikan Etika, Moral, Kepribadian, dan Pembentukan Karakter. Yogyakarta: Jogja Mediautama Endah Sulistyowati. (2012). Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama Jamal Ma’mur Asmani. (2012). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press Mar’at Samsunuwiyati. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya Masnur Muslich. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara Moerdiyanto. (2013). Potret Kultur Sekolah Menengah Atas: Tantangan dan Peluang. Artikel cakrawala Pendidikan. Diakses di https://www.google.co.id/search?q=kultur+sekolah+moerdiyanto&oq=kultur+se kolah+moerdiyanto&aqs=chrome..69i57.14074j0j4&client=ms-androidxiaomi&sourceid=chrome-mobile=UTF-8, pada 04 Oktober 2016, pukul 13.00 Muchlas Samani dan Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida. (2013). Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasi dalam PAUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Muhammad Yaumi. (2014). Pendidikan Karakter, landasan, Pilar, dan Implementasi. Jakarta: Kencana
121
Nazir. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Novan Ardy Wiyani. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Saptono. (2011). Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter. Jakarta: Esensi Erlangga Group Sri Narwanti. (2011). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta ______. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Syamsul Kurniawan. (2013). Pendidikan Karakter, Konsepsi 7 Implementasinya secara terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi & Masyarakat. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media Tim Peneliti Program DPP Bidang Minat & Keterampilan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2011. DPP Bidang Minat & Keterampilan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: Aura Pustaka Thomas Lickona. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Diterjemahkan Oleh Juma Abdu Wamaungo. (2012). Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggungjawab. Jakarta: Bumi Aksara ______. 1992. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Batam Books. Diakses di https://books.google.co.id/books?id=QBRlrPLf2QC&printsec=frontcover&dq=f aktor+keberhasilan+pendidikan+karakter+pdf&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiq mKz78OLPAhUETo8KHUuqACUQ6AEIHzAB#v=onepage&q&f=false, pada 18 Oktober 2016 ______. (2008). Educating for Character. Diterjemahkan oleh: Lita S. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Penerbit Nusa Media
122
Zubaedi. (2012). Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Goup Muhammad Husni. 2007. Budaya Sekolah dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Diakses dari www.acamemia.edu/28569029/Budaya_Sekolah_Dan _Peningkatan_Mutu_Pendidikan, pada Selasa, 6 Juni 2017 pukul 10.45 https://www.google.co.id/amp/radarbanyumas.co.id/siswa-sd-bersama-7rekannya-cabuli-siswi-smp/amp, diakses pada selasa, 6 Juni 2017 m.harianjogja.com/baca/2016/10/06/kasus-asusila-gunungkidul-datang-pagiuntuk-piket-siswa-sd-jadi-korban-pelecehan-guru-758570, diakses pada kamis, 8 Juni 2017 pukul 11.15 https://www.google.co.id/amp/s/m.tempo.co/amphtml/read/news/2016/10/18/214 813091diduga-korban-bulliying-siswa-sd-ini-kejang-kejang, diakses pada kamis, 8 Juni 2017 pukul 11.39
123
LAMPIRAN
124
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian 1. Pedoman Wawancara dengan Kepala Sekolah Nama Narasumber
:
Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Pertanyaan Wawancara
:
1.
Apa yang Anda ketahui tentang pendidikan karakter religius?
2.
Bagaimana gambaran umum pelaksanaan pendidikan karakter religius yang ada di SDIT LHI?
3.
Apa saja fasilitas fisik yang sudah disediakan SDIT LHI Yogyakarta untuk mengembangkan karakter religius?
4.
Bagaimana memanfaatkan setiap fasilitas atau sarana prasarana supaya mendukung pendidikan karakter religius?
5.
Menurut Anda apakah fasilitas fisik tersebut sudah memadai dalam membentuk karakter religius?
6.
Program kegiatan apa saja yang dilaksanakan secara rutin dalam menanamkan karakter religius pada siswa di SDIT LHI Yogyakarta?
7.
Bagaimana keikutsertaan warga sekolah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut?
8.
Program
pembiasaan
apa
saja
yang
dilaksanakan
dalam
menumbuhkembangkan karakter religius siswa? 9.
Bagaimana program pembiasaan tersebut dapat berjalan, apakah juga dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah?
10. Apakah juga ada kegiatan spontan yang tidak diprogramkan berkaitan dengan membangun karakter religius siswa? 11. Apa saja contoh kegiatan spontan yang pernah dilaksanakan dan mengapa memilih kegiatan tersebut? 12. Adakah
slogan
motivasi
yang
menjadi
semangat
bersama
dalam
menumbuhkan karakter religius? 13. Adakah reward dan punishment khususnya pada siswa yang mentaati peraturan maupun yang melanggar?
125
14. Bagaimana menciptakan lingkungan yang dapat memudahkan siswa belajar agama? 15. Bagaimana cara menjaga lingkungan agar tetap terkondisikan? 16. Apa kebijakan sekolah yang diterapkan kepada seluruh warga sekolah dalam mendukung pengembangan karakter religius? 17. Bagaimana menimbulkan suasana sekolah yang kental dengan religi? 18. Apakah di lingkungan sekolah dibangun budaya keteladanan antar warga sekolah? 19. Bagaimana upaya sekolah membangun keteladanan sebagai langkah pembangunan karakter religius siswa? 20. Apa yang dapat dirasakan dari internalisasi slogan dan motivasi yang ditumbuhkan di SDIT LHI Yogyakarta?
126
2.
Pedoman Wawancara dengan Guru
Nama Narasumber
:
Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Pertanyaan Wawancara
:
1.
Apa yang Anda ketahui tentang pendidikan karakter religius?
2.
Bagaimana gambaran umum pelaksanaan pendidikan karakter religius yang ada di SDIT LHI?
3.
Apa saja fasilitas fisik yang sudah disediakan SDIT LHI Yogyakarta untuk mengembangkan karakter religius?
4.
Bagaimana memanfaatkan setiap fasilitas atau sarana prasarana supaya mendukung pendidikan karakter religius?
5.
Menurut Anda apakah fasilitas fisik tersebut sudah memadai dalam membentuk karakter religius?
6.
Program kegiatan apa saja yang dilaksanakan secara rutin dalam menanamkan karakter religius pada siswa di SDIT LHI Yogyakarta?
7.
Bagaimana keikutsertaan warga sekolah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut?
8.
Program
pembiasaan
apa
saja
yang
dilaksanakan
dalam
menumbuhkembangkan karakter religius siswa? 9.
Bagaimana program pembiasaan tersebut dapat berjalan, apakah juga dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah?
10. Apakah juga ada kegiatan spontan yang tidak diprogramkan berkaitan dengan membangun karakter religius siswa? 11. Apa saja contoh kegiatan spontan yang pernah dilaksanakan dan mengapa memilih kegiatan tersebut? 12. Adakah
slogan
motivasi
yang
menjadi
semangat
bersama
dalam
menumbuhkan karakter religius? 13. Adakah reward dan punishment khususnya pada siswa yang mentaati peraturan maupun yang melanggar?
127
14. Bagaimana menciptakan lingkungan yang dapat memudahkan siswa belajar agama? 15. Bagaimana cara menjaga lingkungan agar tetap terkondisikan? 16. Apa kebijakan sekolah yang diterapkan kepada seluruh warga sekolah dalam mendukung pengembangan karakter religius? 17. Bagaimana menimbulkan suasana sekolah yang kental dengan religi? 18. Apakah di lingkungan sekolah dibangun budaya keteladanan antar warga sekolah? 19. Bagaimana upaya sekolah membangun keteladanan sebagai langkah pembangunan karakter religius siswa? 20. Apa yang dapat dirasakan dari internalisasi slogan dan motivasi yang ditumbuhkan di SDIT LHI Yogyakarta?
128
3.
Pedoman Wawancara dengan Siswa
Nama Narasumber
:
Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Pertanyaan Wawancara
:
1.
Menurut kamu, dengan cara seperti apa kamu belajar tentang agama di sekolah ini?
2.
Apakah hanya di kelas saja kamu diajar dan belajar tentang agama?
3.
Di sekolah ini, apa saja yang membuat kamu lebih mudah belajar agama?
4.
Lalu, semua fasilitas yang ada itu digunakan untuk kegiatan apa saja contohnya?
5.
Apa kamu pernah merawat dan membersihkan tempat ibadah?
6.
Apakah kamu juga selalu membuang sampah di tempatnya?
7.
Setiap hari, apa yang diajarkan oleh ustad atau ustadzah baik di dalam kelas maupun di luar kelas?
8.
Selain siswa, siapa saja yang ikut sholat di masjid?
9.
Apakah kamu selalu mengucapkan salah ketika bertemu teman?
10. Apakah kamu selalu makan dengan duduk dan menggunakan tangan kanan? 11. Apakah kamu juga selalu berdoa sebelum makan? 12. Apakah kamu pernah mengikuti kegiatan membantu saudara yang sedang terkena bencana? 13. Tulisan atau poster apa di sekitar sekolah ini yang menurutmu baik? 14. Bagaimana perilaku siswa-siswi di sini? 15. Apakah ustadz dan ustadzah di sini selalu memberikan contoh yang baik kepada siswa? 16. Contoh apa saja yang sering kamu lihat dari ustad dan ustadzah? 17. Apa yang dilakukan ustadz dan ustadzah ketika ada siswa yang melanggar aturan sekolah? 18. Pernahkah kamu ditegur atau dinasehati oleh ustadz atau ustadzah ketika melakukan kesalahan?
129
Lampiran 2. Lembar Observasi Penelitian 1. Lembar observasi Lapisan Budaya Sekolah
Artifak
Nilai dan Keyakinan
Aspek yang Diamati 1. Fisik a. Taman dan halaman bersih dan rapi b. Tersedia gedung dan tempat ibadah yang rapi dan mendukung c. Interior ruang sesuai dan mendidik d. Sarana ruangan dalam keadaan bersih dan tertata e. Terdapat tempat wudhu tersendiri f. Kamar mandi siswa terpisah antara laki-laki dan perempuan 2. Perilaku a. Siswa melakukan olah raga atau rihlah jasmani b. Sekolah mengadakan peringatan hari besar keagamaan c. Siswa dan guru berdoa sebelum dan sesudah belajar d. Melakukan sholat dhuhur berjamaah sesuai jadwal e. Melaksanakan kegiatan infak secara rutin f. Dilaksanakan kepramukaan berbasis religi g. Diadakan pementasan keagamaan h. Siswa saling mengingatkan untuk beribadah i. Guru maupun siswa saling mengucapkan salam j. Guru maupun siswa terbiasa meminta maaf jika bersalah k. Guru memberi contoh dalam berdoa dengan baik l. Guru berpakaian rapi dan menutup aurat m. Guru dan karyawan melaksanakan sholat berjamaah n. Sekolah memajang tata tertib di sekolah o. Sekolah memajang nilai-nilai karakter a. Terdapat tempat sampah yang memadai b. Terpasang hiasan-hiasan bernilai karakter religius di kelas c. Terdapat slogan dan motivasi yang dipajang di lingkungan sekolah
130
Deskripsi Hasil Pengamatan
Asumsi
Aktivitas-aktivitas yang muncul dari warga sekolah sebagai bentuk anggapan yang terpatri dalam diri
Yogyakarta, Pengamat
Ridwan Budiyanto NIM. 12108244046
Catatan:
131
2016
Lampiran 3. Catatan Lapangan Observasi ke:1 Hari, tanggal
: Kamis, 3 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, Fasilitas kelas II
Kelas II terdiri atas dua kelas, yaitu kelas IIA dan IIB. Masing-masing kelas didampingi oleh 2 guru (ustadz dan/atau ustadzah). Sebelum bel masuk berbunyi yaitu pukul 07.00 WIB, siswa dan guru telah hadir di sekolah. Ustadzah mengkondisikan para siswa di halaman sekolah sebelum masuk kelas masingmasing. Dalam pengondisian, siswa dibariskan secara rapi dan dipisah antara siswa putra dengan putri. Setelah barisan sudah rapi, kemudian ustadzah mengajak siswa untuk bernyanyi bersama untuk menumbuhkan motivasi dan semangat belajar. kemudian siswa bersalaman dengan ustadzah secara berurutan kemudian masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas, dengan ustadzah yang berbeda, siswa kembali dipisahkan antara siswa putra dan putri. Para siswa diajak bernyanyi lagi kemudian berdoa bersama dengan dipimpin oleh 4 orang siswa yang maju ke depan, yaitu dua putra dan dua putri. Setelah itu, ustadzah melakukan presensi. Ada satu siswa yang tidak masuk, kemudian ustadzah menanyakan alasan tidak masuk. Ada siswa yang menjawab jika temannya yang tidak masuk sedang sakit. Ustadzah mengajak siswa untuk bersama-sama mendoakan, kemudian seluruh siswa dan ustadzah berdoa bersama untuk kesembuhan salah satu siswa tersebut. Setelah itu, ustadzah melanjutkan dengan morning motivation. Ustadzah membacakan kisah-kisah tentang rasulullah saw. Setelah morning motivation siswa dipandu untuk murojaah (membacakan surat/ayat al quran yang telah dihafal), diantaranya membaca surat Al-Ghosiyyah, Az-Zalzalah, dan Al-Buruj. Kemudian ustadzah memberikan kuis sambung ayat. Setelah itu siswa sholat dhuha bersama (tidak berjamaah) di dalam kelas dengan bacaan yang dikeraskan. Setelah sholat dhuha dilanjutkan dengan berdoa’a dan membaca asmaul husna. Kegiatan
132
pembacaan kisah, murojaah, dan sholat dhuha terjadi baik di kelas IIA maupun kelas IIB dengan materi yang berbeda. Di dalam kelas, meja dan kursi tertata secara rapi. Terdapat rak masingmasing siswa untuk menyimpan barang pribadi, dan alat sholat. Terdapat juga buku bacaan Ummi, buku tentang kisah-kisah, serta al quran. Di didinding kelas terpasang diantaranya visi misi sekolah, baik kelas IIA maupun kelas IIB. Di kelas IIA terdapat poster asmaul husna, sedangkan kelas IIB terdapat majalah dinding islami.
133
Observasi ke-
:2
Hari, tanggal
: Jumat, 4 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, Fasilitas kelas III, dining Room
Setiap hari jumat pekan I merupakan agenda jalan sehat yang diikuti oleh seluruh siswa mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Jalan sehat juga merupakan agenda olah raga “rihlah”. Sebelum diberangkatkan, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan. Ustadz membuka dengan ucapan salam yang dijawab dengan serempak dan semangat oleh siswa. Untuk membangkitkan semangat di pagi hari, siswa diajak untuk tepuk semangat oleh ustadz yang menjadi instruktur. Setelah barisan terkondisikan, tertata, dan terlihat sudah siap, kemudian siswa diajak untuk memulai kegiatan dengan membaca “bismillahirrahmaanirrahiim”. Siswa putra dan siswa putri dipisah. Kelas I sampai dengan kelas VI putri dibariskan tersendiri dan terpisahn dari kelas I sampai dengan kelas VI putra. Setelah barisan tertata, kemudian barisan putri diberangkatkan terlebih dahulu dengan didampingi ustadz dan ustadzah wali kelas masing-masing. Setelah beberapa saat kemudian barisan siswa putra berangkat menyusul. Jarak antara siswa putri dan putra diatur oleh ustadz. Rute yang ditempuh melalui jalan raya yang kemudian melewati perkampungan hingga menuju ke sekolah kembali. Sepanjang perjalanan, ustadz dan ustadzah mengatur barisan para siswa, mengkondisikan agar tetap berada di tepi jalan, tidak membuang sampah sembarangan, termasuk dibantu satpam ketika menyebrang jalan raya. Sepanjang perjalanan, tidak ada siswa yang membuang sampah di jalan termasuk tidak ada yang berkata-kata kotor. Ada siswa yang menemukan sampah di jalan kemudian berinisiatif untuk membuangnya ke tempat sampah di tepi trotoar. Setelah selesai jalan sehat, masing-masing siswa kembali ke kelas bersama ustadz dan ustadzah wali kelas masing-masing. Di dalam kelas, siswa kemudian melanjutkan aktivitas murojaah, tilawah, dan sholat dhuha yang dipandu ustadz dan ustadzah masing-masing. Meskipun baru saja melakukan aktivitas lapangan, tetapi
134
para siswa tetap semangat mengikuti kegiatan kelas tersebut, termasuk morning motivation, hal tersebut nampak dari semangat siswa dan keaktivan mereka dalam mengikuti jalannya kegiatan. Setelah selesai morning motivation, siswa melanjutkan dengan market day. Market day merupakan program pekanan setiap jumat. Market day diikuti oleh seluruh siswa bertempat di dining room. Di dalam market day siswa diberikan fasilitas berupa program belajar berjualan, sehingga siapa saja bisa membawa barang dari rumah untuk kemudian di jual pada saat di dining room. Setiap siswa berhak berjualan maupun membeli dagangan dari teman lainnya. Selain siswa, pada karyawan dan guru juga diperbolehkan untuk membeli barang dagangan siswa. Di dalam dining room, terdapat supervisor yang bertugas mengingatkan siswa yang melanggar tata tertib. Supervisor dilakukan oleh ustadz yang bertugas. Di sela-sela kegiatan market day, supervisor mengumumkan dan mengingatkan melalui microphone agar anak-anak jangan lupa makan sesuai sunnah rasul, sambil duduk, dengan tangan kanan, berdoa sebelum dan sesudah makan. Ada beberapa siswa yang makan sambil jalan, pada saat itu juga langsung diingatkan oleh supervisor. Pada saat siswa makan di meja masing-masing, terlihat mereka saling berkumpul masing-masing kelas. ada sekumpulan siswa kelas I yang sedang makan jelly, lalu siswa lain yang juga temannya meminta jelly, kemudian siswa tersebut membagi jelly-nya dan siswa lain mengucapkan terima kasih. Sementara itu, dari sisi fisik kelas III yang terdiri dari IIIA dan IIB terdapat kesamaan maupun perbedaan. Di kelas IIIA terdapat kata-lata mutiara dari para ulama dan hadits rasulullah. Kemudian terdapat poster tata cara berwudhu, dan di dalam rak kelas terdapat buku-buku bacaan islami. Sedangkan kelas IIIB, terdapat poster bacaan doa, papan hafalan seluruh siswa, dan buku-buku islami. Kedua kelas terpasang visi dan misi sekolah yang dibingkai. Secara umum penataan meja dan kursi di dalam kelas cenderung sama.
135
Observasi ke-
:3
Hari, tanggal
: Sabtu, 5 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Guru, Siswa, kegiatan
Sabtu merupakan hari libur bagi SDIT LHI. Akan tetapi sabtu pada tanggal 5 November 2016, SDIT mengadakan school festival, sehingga tidak ada libur untuk pekan tersebut. School festival merupakan pementasan yang dilakukan rutin dua kali selama satu tahun. Dalam kegiatan school festival, masing-masing kelas menampilkan kreativitas masing-masing. Akan tetapi, kreativitas yang ditampilkan berkaitan dengan tema pelajaran yang sedang berjalan selama satu semeter tersebut. dalam school festival, seluruh orang tua wali siswa diundang ke sekolah untuk diberikan laporan pelaksanaan pendidikan maupun untuk menyaksikan aksi panggung putra dan putri masing-masing. Tema school festival kali ini adalah “Muhammad my living example”. Kegiatan dilaksanakan di lapangan olahraga dengan panggung dan tenda yang memenuhi area lapangan. Para orang tua yang hadir disambut dengan hangat oleh guru yang bertugas di pintu masuk. Para orang tua siswa diberikan tempat duduk masing-masing. Secara keseluruhan acara dalam school festival tersebut yaitu pembukaan, quran recitation (kauny team), sambutan kepala sekolah, tampilan ansambel dan akustik kelas 6, tampilan pembuka kelas 2, tampilan kelas 3, tampilan biola, tampilan kelas 1, tampilan kelas 4, tampilan kelas 5, dan penutup. Acara dibuka oleh MC dilanjutkan dengan sambutan dari perwakilan kepala sekolah. MC diperankan oleh dua orang siswa dengan dua bahasa, yaitu bahasa indonesia dan bahasa inggris. Desain panggung dibuat dekorasi dengan backround masjid dan Unta sebagai simbol hewan di jazirah arab. Kegiatan yang dilaksanakan dalam school festival, selain penampilan masing-masing kelas di panggung juga terdapat pameran hasil karya siswa yang bertempat di dining room. Pementasan dilaksanakan di panggung utama dan disaksikan oleh seluruh warga sekolah dan oranag tua siswa. Masing-masing kelas telah mempersiapkan kreativitas masing-masing dengan didampingi oleh wali kelas
136
masing-masing. Di antara penampilah siswa, ada yang membawakan nyanyian islami, murojaah, drama, pementasan olah raga sunnah seperti memanah dan berkuda. Sedangkan pameran karya dilaksanakan di dining room dengan memajang hasil karya siswa berupa hasil penelitian, surat untuk rasulullah, hasil percobaan siswa, dan hasil kerajinan tangan siswa. Selama kegiatan berlangsung, ustadz dan ustadzah berpakaian rapi ran sopan. Ustadz yang bertugas ada yang mengenakan sorban dan pakaian ala arab. Snack yang disediakan juga bernuansa arab yaitu kue madinah. Ustadz dan ustadzah juga selalu mengingatkan siswa agar tetap membuang sampah di tempat sampah.
137
Observasi ke-
:4
Hari, tanggal
: Senin, 7 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Upacara bendera, Guru, Siswa
Setelah siswa meletakkan tas masing-masing di dalam kelas, siswa kelas I sampai dengan kelas III dipimpin berbaris oleh wali kelas masing-masing untuk dikondisikan di depan kelas. Mereka diajak bernyanyi dan bertepuk terlebih dahulu. Siswa putra dan putri terlihat disiplin dan tetap dipisah barisannya. Mereka diajak bertepuk dengan konten islami, yaitu menggunakan bahasa arab. Setelah itu, kemudian para siswa bersalaman satu per satu dengan ustadzah dan menuju ke lapangan upacara. Sebelum
upacara
dimulai,
ada
seorang
petugas
(ustadz)
yang
mengkondisikan para siswa agar rapi. Sambil merapikan barisan, para siswa diajak brainstorming, dan juga tepuk anak shalih. Barisan dibedakan antara siswa putra/ikhwan dengan barisan putri/akhwat. Terlihat beberapa anak yang kurang lengkap atributnya, diberikan reward berupa membuat barisan sendiri khusus bagi yang kurang disiplin. Para ustad dan ustadzah terlihat mendampingi dan selalu mengkondisikan siswa yang belum rapi maupun belum siap hikmat mengikuti upacara. Terdapat beberapa siswa putra yang masih ramai dalam barisan, kemudian dihampiri oleh seorang ustad dan diberikan nasehat. Di awal upacara, terdapat pembacaan janji pelajar islam, yang dibacakan oleh petugas dan diikuti oleh seluruh peserta upacara. Di sepanjang jalannya upacara, para ustad yang bertugas selalu memberikan pantauan kepada barisan siswa. Amanah upacara dipimpin oleh pembina upacara, yaitu seorang ustadzah, wali kelas IIB. Isi dari amanah upacara yaitu mengenai “meneladani rasulullah saw”. Dalam amanahnya, pembina upacara tidak lupa memberikan salam kepada siswa, mengingatkan tentang kegiatan hari sabtu sebelumnya yaitu, “School Festival” bahwa dengan tema “Muhammad my living example” harus betul-betul menjadi pembelajaran dan sarana bagi semua untuk lebih mengenal dan meneladani
138
rasulullah saw. Tidak lupa juga, pembina memberikan doa kepada para siswa semuanya. Setelah upacara selesai, sebelum dibubarkan, terdapat pengumuman dari pihak sekolah. Ternyata setiap senin terdapat program star of the week, yaitu sebuah kegiatan apresiasi kepada para siswa yang telah melakukan maupun memperoleh capaian-capaian yang presatasi selama satu minggu dan terpantau oleh ustad maupun ustadzah baik di dalam maupun di luar kelas. Kategori yang diberikan apresiasi pada star of the week pada pekan itu yaitu karena; 1.
hafal juz 30 (Nadia IIIB, Raya IIIA, Ires IIIA, Rakha IIIA, Azzam IIIA, Azzami IIIA),
2.
bertanggungjawab mencari buku perpus yang terselip di rumah sampai ketemu (Afia IA)
3.
berusaha mendengarkan dengan baik dan mengingatkan teman dengan santun (Kya IB)
4.
sholih dan selalu patuh pada ustad dan ustadzah (Khosy IC)
5.
menyayangi teman dengan memaafkan kesalahan temannya dan tidak membalas meski sebenarnya bisa (Danish IIA)
6.
semangat belajar dan tertib dalam sholat (Said IIB)
7.
selalu tekun dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan lebih bersegera (Putera IIIA)
8.
sudah dengan senang hati bertanggungjawab melaksanakan tugas menjadi standguide di acara school festival (Bening IIIB)
9.
tertib dan semangat belajar maupun mendengarkan (Aufa IVB)
10. bersemangat setor hafalan di awal dan mengerjakan tugas-tugas dengan tertib (Rozzan IVB) 11. bersungguh-sungguh dalam mengyiapkan school festival untuk menjadi narator drama year 5 (Ayyid VA) 12. semangat mengikuti latihan drama untuk school festival (Adan VB) 13. membantu menata dan merapikan kelas dengan sukarela dan gembira (Husna VIA) 14. selalu paling awal setor hafalan (Faiz VIB)
139
15. semangat selama di BTHCQ (Rinjani IA) 16. semangat belajar UMMI dan tertib ketika BTHCQ (Rafi IIIA) 17. semangat belajar UMMI (Luthvia VIA) 18. semangat dan penuh tanggungjawab dalam berlatih biola (Bilkis VB) 19. kelas terbersih (IA) Selama upacara, para ustad terlihat berpakaian rapi dan seragam serta mengenakan peci. Begitupula para ustadzah juga terlihat rapi dan bersih serta berhijab yang menutup ke dada. Setelah upacara selesai, siswa kembali ke dalam kelas masing-masing. Di dalam kelas IVA, siswa kemudian langsung dikondisikan oleh ustadzah wali kelas. ustadzah memberikan kuis kepada siswa, yaitu berupa pertanyaan “siapa yang membuat iblis menangis?”, kemudian setelah siswa mulai memberikan jawaban masing-masing, ustadzah melanjutkan dengan menceritakan tentang kisahnya hingga terjawab siapa yang membuat iblis menangis. Di tengah-tengah morning motivation, tiba-tiba ada siswa yang bermain hewan, kemudian ada siswa lain yang takut dan siswa lainnya lagi menyingkirkan hewan tersebut agar tidak mengganggu, lalu ustadzah mengucapkan terimakasih kepada siswa yang membantu tersebut. setelah selesai menceritakan kisah, ustadzah mengajak siswa untuk murojaah dengan metode Ummi, lalu kemudian sholat dhuha. Begitu pula degan kelas IVB, setelah upacara, para siswa kemudian dikondisikan di dalam kelas lalu diajak sholah dhuha berjamaan di kelas. Kemudian dilanjutkan dengan membaca asmaul husna dan berdoa setelah sholat dhuha. Setelah sholat dhuha, para siswa setor hafalah kepada ustadzah. Selama kegiatan di kelas, siswa putra dan putri selalu dipisah tempat duduknya.
140
Observasi ke-
:5
Hari, tanggal
: Rabu, 9 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, fasilitas perpustakaan
Pagi hari ketika peneliti tiba di pintu gerbang sebelah dalam, tiba-tiba ada seorang siswa yang mengulurkan tangan dan mengajak berjabat tangan sambil mengucapkan salam. Kemudian siswa tersebut berlari menuju teman-temannya. Setelah pukul 07.00 WIB, para siswa sudah masuk ke dalam kelas masing-masing. Di dalam perpustakaan, terdapat beberapa ustadzah yang bertugas dan ada juga ustadzah yang sedang tidak mengajar. Di depan perpustakaan tampak rapi, terdapat tempat sampah dan peraturan untuk melepas alas kaki ketika masuk. Di dalam perpustakaan terdapat berbagai buku bacaan, diantaranya yang berbeda dengan sekolah-sekolah umum lainnya yaitu buku Deen Al Islam yang ternyata menjadi salah satu pegangan pelaksanaan pendidikan holistik dan integral di SDIT LHI. Selain buku-buku islami, juga terdapat berbagaiu macam poster islami, seperti silsilah keluarga rasulullah saw, sehingga siswa dapat melihat dan mempelajarinya dengan lebih mudah. Ketika sudah masuk waktu sholat dhuhur, adzan dikumandangkan di masjid oleh seorang petugas satpam. Para siswa yang sudah selesai pelajaran terlihat bergegas menuju masjid. Begitupula para ustad dan ustadzah, juga langsung menuju ke masjid untuk sholat berjamaah. Siswa putra dan siswa putri, mengambil wudhu di tempat masing-masing yang sudah dipisahkan, sebagaimana para ustad dan ustadzah dalam mengambil wudhu. Beberapa siswa yang masih terlihat bermain, diingatkan oleh ustad agar segera bersiap untuk sholat.
141
Observasi ke-
:6
Hari, tanggal
: Kamis, 10 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: dining room, Guru, Siswa
Ketika jam istirahat, seluruh siswa keluar kelas seacar serempak menuju dining room. Dining room telah menyediakan snack dan makan siang bagi seluruh siswa dan ustadz-ustadzah. Kondisi meja dan kursi telah tertata rapi untuk makan. Para siswa mengambil snack dan makan siang dengan tertib kemudian membawa makanan dan minuman ke tempat duduk yang sudah disediakan. Para siswa terlihat makan dengan tangan kanan dan sambil duduk. Tidak terdengar doa yang dilanturkan secara keras, namun sudah dilakukan masing-masing. Ustadz yang bertugas, menggunakan microphone untuk mengingatkan siswa agar jangan lupa berdoa, makan sambil duduk, dan menggunakan tangan kanan. Para ustad dan ustadzah pun ikut bergabung makan di dining room. Tidak ada sekat antara siswa dan guru, semua makan di tempat yang sama, meja dan kursi yang sama. Siswa yang baru datang biasanya terlebih dahulu mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan di depan dining room. Setelah selesai makan, para siswa membawa sampah bungkus makanan masing-masing dan membuangnya di tempat sampah. Di depan dining room juga terdapat kantin yang terpisah dan harus membayar secara mandiri ketika membeli. Penjual yang menjaga kantin tampak menggunakan jilbab dan berpakaian seperti ketentuan dan kebiasaan warga sekolah, yaitu menutup aurat. Di depan kantin pun di sediakan tempat duduk bagi para siswa yang akan makan agar tidak makan sambil berdiri. Selain itu juga terdapat tempat sampah yang mencukupi.
142
Observasi ke-
:7
Hari, tanggal
: Jumat, 11 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Halaman sekolah, Masjid, Siswa, Guru
Halaman sekolah sejak pagi hari tampak bersih parkiran tampak rapi dikondisikan oleh petugas satpam. Beberapa motor yang parkir kurang rapi, beberapa saat kemudian dipindahkan dan dirapikan oleh petugas. Lapangan olah raga dan lapangan upacara terlihat sudah tidak ada sampah baik plastik maupun dedaunan. Seperti biasa, pagi hari para siswa melaksanakan kegiatan kelas, yaitu morning motivation. Setelah masuk waktu sholat jumat, para siswa dan ustad menuju masjid untuk sholat jumat berjamaah. Bukan hanya warga sekolah, tetapi juga warga kampung sekitar sekolah juga ikut sholat jumat berjamaah di masjid SDIT LHI. Jamaah sholat jumat sampai memenuhi masjid, sehingga harus ada yang di selasar masjid. Seusai sholat jumat dan istirahat, kemudian para siswa mengikuti pramuka, mulai dari kelas I-VI. Pramuka dilaksanakan di halaman sekolah, depan kelas dan perpustakaan. Pramuka dikemas menarik dan asyik, sehingga tampak antusiasme dari para siswa. Ustad yang bertugas pun memberikan semangat dengan penuh keceriaan. Selain ustad dari sekolah sendiri, juga mendatangkan pelatih dari luar. Pramuka lebih banyak diisi dengan konten agama, baik cerita maupun nasehat-nasehat. Salah satunya yaitu cerita yang disampaikan oleh pelatih dari luar, yaitu tentang kisah nabi Muhammad saw dan nabi Isa as. Saat dibacakan kisah, para siswa sangat rajin mendengarkan dengan rasa penasaran. Selain cerita, juga diberikan hiburan, berupa sulapan dengan teknik yang dapat dipelajari. Para siswa terlihat sangat terhibur dan meminta untuk dilakukan lagi.
143
Observasi ke-
:8
Hari, tanggal
: Rabu, 16 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang Perpustakaan
Diperpustakaan terdapat beberapa petugas yang menjaga untuk melayani para siswa baik yang meminjam buku maupun yang membaca di tempat. Selain digunakan untuk membaca buku, ada juga wali kelas yang mengajak para siswanya untuk belajar di perpustakaan. Karena kursi yang tersedia tidak terlalu banyak akhirnya mereka duduk di bawah dan membentuk lingkaran di lantai. Beberapa siswa yang menggunakan waktu senggangnya saat istirahat untuk membaca buku, duduk di kursi yang telah disediakan. Kondisi ruangan sangat bersih dan tidak terdapat sampah. Di dalam perpustakaan tidak ada siswa maupun ustadzah yang sambil makan atau minum. Interaksi antara petugas perpustakaan dan para siswa yang mengunjungi perpustakaan sangat ramah dan suasana tidak gaduh, kondusif untuk membaca maupun belajar lainnya.
144
Observasi ke-
:9
Hari, tanggal
: Jumat, 18 November 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, halaman sekolah
Poster berupa haidts dan kalimat motivasi terdapat di berbagai sudut sekolah. Selain itu, halaman sekolah juga terdapat fasilitas-fasilitas yang mengkondisikan lingkungan agar kondusif. Di depan pintu ruang kelas IIIC terdapat poster “Say Assalamualaykum”, di kelas IIA terdapat poster “Dunia berada dalam genggaman Allah”, “Buanglah sampah pada tempatnya”, “Assalamualaykum” dan “We love and repect each other” di depan kelas IC terdapat kalimat, “senyum, salam, sapa” di pintu gerbang terdapat kalimat “Anak-anak adalah pemimpin masa depan”
145
Observasi ke-
: 10
Hari, tanggal
: Senin, 5 Desember 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, halaman sekolah, Lapangan
Senin pekan pertama Desember adalah minggu pertama setelah UAS (Ujian Akhir Sekolah). Kegiatan pada minggu pertama yaitu Fun Week atau class meeting. Pagi sebelum acara Fun Week dimulai, seperti biasanya para siswa kelas rendah dikondisikan oleh ustad dan ustadzah masing-masing untuk masuk kelas, berdoa pagi dan sholat dhuha di kelas, kemudian dikumpulkan di ruang kelas besar. Kelas I-III dijadikan satu dalam satu ruangan. Rangkaian Fun Week yang pertama adalah sosialisasi peduli kesehatan DB (demam berdarah) dari mahasiswa Surya Global Yogyakarta. Acara dimulai dengan pengondisian siswa, yaitu pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan. Sepanjang penjelasan dari pemateri, ustad dan ustadzah masing-masing kelas menunggu dan mengawasi para siswanya dari belakang dan samping barisan siswa. Ketika acara break dan istirahat, para siswa keluar bergantian, ustad meminta siswa putri untuk keluar terlebih dahulu kemudian disusul siswa putra. Para siswa menuju dining room untuk makan snack dan makan siang. Di dining room para siswa makan dengan tangan kanan dan duduk di kursi yang telah disediakan. Ada beberapa siswa yang membawa makanan sambil jalan, tetapi tidak dimakan, baru setelah mendapatkan temat duduk kemudian mulai makan. Ustad dan ustadzah pun makan bersama di dining room sambil duduk dan menggunakan tangan kanan. Ketika break hampir selesai, ada beberapa anak yang bermain pasir di halaman dan tampak kotor karena mencampur air dengan pasir. Kemudian dihampiri seorang ustad lalu meminta anak-anak untuk membersihkan kaki dan tangan karena kotor. Mereka boleh bermain ketika sudah pulang sekolah nanti. Kemudian beberapa siswa tersebut langsung menuju kran air untuk membersihkan badan.
146
Ketika acara dimulai kembali, ustad dan ustadzah mulai mendampingi kembali para siswa agar dapat duduk dengan rapi. Salah satu pengondisiannya dengan bernyanyi, “yang mau ikut Fun Week ayo rapi” dan semua siswa diajak bernyanyi bersama. Semua ustad dan ustadzah mengenakan pakaian rapi dan berhijab syari serta menggunakan kaos kaki meskipun di dalam kelas. ada kelas III putri yang didekati oleh siswa putra, kemudian mengatakan “jaga jarak aman” kepada siswa putra tersebut, lalu siswa putra mulai menjaga jarak. Ketika kondisi kelas mulai ramai, kemudian ustad dan ustadzah mengingatkan dan kadang mengkondisikan dengan nyanyian dan tepuk tangan. Dalam suasana gaduh, ada anak yang memberikan contoh bersikap baik dan tidak ikut gaduh, lalu diberikan pujian dan ucapan terima kasih oleh ustadzah. Acara selesai kemudian ditutup dengan salam dan tepuk tangan yang berisi konten hadits yang berbunyi “qul khoiron auliyasmuth” yang berarti “berkatalah yang baik atau diam”. Kemudian foto bersama dan salaman dengan pemateri.
147
Observasi ke-
: 11
Hari, tanggal
: Selasa, 6 Desember 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, Fasilitas kelas I
Selasa 6 Desember merupakan hari kedua Fun Week. Sebelum kegiatan dimulai, para siswa kelas I-III dikondisikan di kelas masing-masing dan dilaksanakan sholat dhuha. Di kelas IC, setelah sholat dhuha kemudian membaca asmaul husna dan diakhiri dengan berdoa sesudah sholat dhuha. Di kelas IC terdapat tulisan “berkatalah yang baik atau diam”, “senyummu sodawahmu”, “amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus-menerus meski hanya sedikit”, “setiap mukmin itu bersaudara”, ada pula hadits tirmidzi, asmaul husna, dan al quran di dalam kelas. selain itu, juga terdapat alat kebersihan. Para siswa menggunakan seragam dan siswa putri menggunakan jilbab semua. Sedangkan kelas V sholat dilaksanakan di masjid. Setelah aktivitas pagi di kelas sudah selesai, kemudian kelas I-III berangkat outbond ke AAU (Akademi Angkatan Udara) menggunakan bus bersama-sama dengan ustad dan suatadzah. Sesampainya di lokasi outbond, para siswa masingmasing kelas didampingi oleh ustad dan ustadzah masing-masing. Kemudian instruktur dari AAU melakukan pengondisian dan pemisahan antara siswa putra dan putri. Game atau permainan yang akan dilalui para siswa yaitu; tadabur alam, berternak, meniti jembatan tali, shoting target, throw ball, transfer ball, SAR air, flaying fox, dan bom disposal. Di sepanjang permainan para siswa putri tampak selalu mengenakan jilbab hingga akhir permainan. Ada seorang anak yang habis makan snack, karena tidak melihat tempat sampah di sekitarnya kemudian bertanya di mana tempat sampahnya kepada petugas AAU. Pendampingan yang diberikan oleh masing-masing ustad dan ustadzah diantaranya mengawasi para siswa dan mengingatkan agar tetap makan dan minum sambil duduk dan menggunakan tangan kanan, membantu siswa yang membutuhkan, serta memberikan semangat kepada siswa saat bermain. Di sepanjang permainan, ustad dan ustadzah pun masih selalu menjaga pakaian tetap
148
syari dan rapi. Terlihat beberapa siswa yang membawa snack, kemudian makan di suatu tempat yang teduh dan dengan duduk. Lalu ada teman yang menghampiri dan memintau kue yang dibawa oleh salah satu temannya, kemudian kue tersebut dibagi ke temannya tersebut. Karena permainannya cukup panjang dan menguras energi siswa, maka terlihat beberapa kali siswa istirahat dan minum air yang sudah dipersiapkan masing-masing. Hampir semua siswa selalu duduk ketika minum.
149
Observasi ke-
: 12
Hari, tanggal
: Rabu, 7 Desember 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, halaman sekolah
Fun Week, hari ketiga, seperti biasa di pagi hari para siswa memulai aktivitas pagi dengan di kelas, yaitu berdoa, sholat dhuha, murojaah, dan setor hafalan. Setelah aktivitas kelas selesai, kemudian dilanjutkan dengan Fun Week. Hari ketiga merupakan pertandingan yang diikuti oleh semua kelas. Didampingi wali kelas masing-masing, sebelum memulai pertandingan para siswa berdoa bersama-sama. Lomba dibagi antara kelas rendah dan kelas tinggi, dan juga antara siswa putra dan putri. Siswa kelas rendah, yaitu kelas I-III adalah lomba mewarnai botol, sedangkan kelas V dan VI putra adalah lomba futsal, putri lomba bola corong. Masing-masing perlombaan didampingi oleh wali kelas masing-masing. Lomba mewarnai botol dilaksanakan di halaman kelas rendah, lomba bola corong dilakukan di lapangan, dan lomba futsal dilaksanakan di lapangan futsal yang disediakan sekolah. Halaman sekolah tempat bertanding sejak awal pertandingan tampak bersih dari sampah. Di perlombaan futsal, ada yang melakukan pelanggaran yaitu menjatuhkan lawan, kemudian ustad yang juga berperan sebagai wasit kemudian meminta agar siswa tersebut meminta maaf dan membantu berdiri. Para siswa membawa minum masing-masing, saat mereka merasa haus kemudian meminum bekal masing-masing sambil duduk. Ustad dan ustadzah juga melakukan hal yang sama, ketika minum maupun makan snack juga selalu dengan posisi duduk.
150
Observasi ke-
: 13
Hari, tanggal
: Jumat, 9 Desember 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Ruang kelas, Guru, Siswa, Fasilitas kelas II
Rangkaian Fun Week pada hari juat dan sabtu adalah khusus untuk kelas IV, yaitu kemah ceria. Kemah ceria dilaksanakan di halaman sekolah, tepatnya di lapangan upacara dan halaman parkir. Para siswa dipisahkan antara putra dan putri. Di dalam kegiatan kemah, para siswa diajarkan tentang ajaran rasulullah yang menjadi sunnah, yaitu memanah, berkuda, dan berenang. Seluruh siswa mendengarkan dengan baik sambil duduk, sementara para ustad dan ustadzah mendampingi para siswa. Ustad yang memberikan ceramah, mengajak siswa untuk memperagakan berkuda, berenang, dan memanah, dengan masing-masing gerakannya. Berenang
: byur jebur-jebur
Memanah
: seeeeeeett, jleeebb
Berkuda
: prok teprak teprok
Ustad tersebut memperagakan dengan penuh semangat dan para siswa nampak mengikuti dengan antusias. Ketika ustadz membutuhkan sabun untuk suatu percobaa, ustad meminta tolong kepada siswa untuk dibantu, kemudian ada siswa yang membantu mengambilkan. Setiap kelas didampingi oleh wali kelas masing-masing. Saat mendapingi para siswa, terlihat seorang ustadzah yang membaca dzikir sore (al matsurat), ada juga seorang ustadzah yang menyendiri di tangga dan tampak sedang murojaah, ada juga seorang ustad yang membawa al quran sedang menambah hafalan. Di lapangan kemah tersebut, terdapat bendera pramuka, bender SDIT LHI, dan bendera merah putih. Ketika bendera tersebut dikibarkan berdampingan. Ketika berganti sesi materi, para siswa diajak untuk tepuk pramuka dan ditambah dengan teriakan takbir. Sesi berikutnya para siswa diajarkan tentang memasak, ustadzah menanyakan kepada siswa mengenai nama masing-masing bahan yang akan dimasak. Kemudian setelah selesai sesi materi, para siswa diajak untuk praktek
151
memasak. Saat adzan maghrib berkumandang, ustadz dan ustadzah menuju ke masjid, begitu pula para siswa juga langsung menuju ke masjid. Namun, beberapa yang masih bertugas memasak tampak berbagi tugas dengan bergantian sholat. Seorang ustadz terlihat mengingatkan dan mengajak para siswa yang tidak bertugas agar segera menuju masjid untuk sholat berjamaah. Setelah sholat isya, para siswa melanjutkan kegiatan berikutnya, yaitu pentas seni dan bakar jagung. Dipandu oleh seorang ustadz kegiatan dimulai dengan membangkitkan semangat siswa, melalui bernyanyi dan tepuk. Kelompok putra dan putri dipisahkan. Dalam pentas seni, salah satu regu menampilkan drama tentang kejujuran, seusai penampilan kemudian ustad memberikan komentar dan penguatan mengenai pentingnya kejujuran sebagai slah satu akhlak rasulullah saw. Ketika pergantian regu yang akan tampil, diiringi dengan takbir bersama-sama. Ustad dan ustadzah masih mendampingi siswa masing-masing seraya memberikan semangat kepada setiap kelompok yang tampil. Keceriaan para siswa dan ustad-ustadzah terlihat dari senyum dan tawa saat menyaksikan setiap regu yang tampil. Ustad dan ustadzah yang tidak memandu, kemudian membakar jagung untuk makan malam bersama siswa. Ustad mencari bahan bakar untuk menyalakan bara api, sedangkan ustadzah mengupas jagung yang akan dibakar. Setelah selesai pentas seni, ditutup dengan makan jagung bakar.
152
Observasi ke-
: 14
Hari, tanggal
: Sabtu, 10 Desember 2016
Tempat
: SDIT LHI
Subjek Observasi
: Guru, Siswa
Dini hari, para siswa dibangunkan untuk sesi renungan. Siswa diajak merenungkan tentang nikmat Allah yang selalu diberikan kepada kita semua dan kasih sayang kepada setiap makhluk. Para siswa diingatkan kembali agar selalu mensyukuri nikmat Allah serta merenungi kasih sayang serta perjuangan orang tua yang tidak pernah habis. Beberapa siswa kemudian mulai ada yang menangis, hingga semakin banyak siswa yang menangis karena menghayati dan mengingat perjuangan kedua orang tua. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan sholat tahajjud berjamaah di masjid. Ustad menjelaskan bahwa Allah turun di sepertiga malam terakhir sehingga kita harus banyak-banyak berdzikir supaya doa kita mendatangkan rahmat Allah SWT. sebelum sholat dimulai, lampu masjid dimatikan. Imam mengajak para siswa agar khusuk dalam sholat dan membayangkan seolah-olah Allah hadir dan seolah-olah ini adalah sholat tahajjud terakhir. Seusai tahajjud, para siswa diajak berdzikir, beristighfar, dan berdoa termasuk mendoakan kedua orang tua. Setelah beberapa saat selesai sholat tahajud, masuklah waktu subuh. Para siswa, guru, dan warga sholat subuh berjamaah di masjid. Pasca sholat subuh, para siswa diarahkan untuk menuju tenda masing-masing dan membaca al matsurat, yaitu dzikir pagi dan petang. Ustad berkeliling tenda dan memastikan para siswa membaca dzikir pagi tersebut.
153
Lampiran 4. Penyajian Data Hasil Wawancara 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah (Kode Narasumber: “FZ”) a. Nama
: FZ
b. Waktu
: 18 November 2016 (Pukul 08.15-09.15)
c. Tempat
: FO (Front Office) SDIT Lukman Al Hakim Internasional
d. Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut Ustadzah, seperti apa Menurut saya pribadi, karakter kan akhlak pendidikan karakter religius dan religius adalah mengarah pada itu?
penghambaan
kepada
Allah
SWT.
karakter akhlak yang keluar adalah berdasarkan
sumber-sumber
ajaran
agama. karena kita di Islam, ya dari al quran dan sunnah, hadits 2
Bagaimana gambaran umum Karena kita islamic school, harapnnya kita pelaksanaan
pendidikan memang membentuk pribadi seorang
karakter religius yang ada di muslim, dan sumber dari kurikulum kita SDIT LHI?
mengarah kesana. Kurikulum kita yang menjadi fondasi kita adalah God Center, yaitu Tauhid. Jadi secara basic saja kurikulum kita berbasis Tauhid. Jadi otomatis, setiap aktivitas, program kita mengarah kesana. Intrakurikulum maupun ekstrakurikulum. Tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas.
3
Apa saja fasilitas fisik yang Kalau fasilitas ibadah dalam bentuk sudah disediakan SDIT LHI fisik,ada masjid, kelas, lingkungan sekitar, Yogyakarta mengembangkan religius?
untuk perpustakaan, buku-buku, dan sebenarnya karakter semua
adalah
fasilitas,
tergantung
fasilitator saja bagaimana kreativitasnya.
154
No 4
Pertanyaan Bagaimana
Jawaban
memanfaatkan Yaitu, kreativitas guru. Kalau masjid ada
setiap fasilitas atau sarana pembagian waktu untuk gantian sholat, prasarana supaya mendukung ada jadwal khusus untuk membentuk pendidikan karakter religius?
karakter
seperti
dhuha,
murojaah
(hafalan), tahsin. Kalau dikelas rendah juga digunakan untuk sholah dhuha, murojaah, morning motivation. 5
Menurut
Anda
apakah Kalau saya rasa sudah cukup sebenarnya,
fasilitas fisik tersebut sudah dengan dua masjid, anak-anak aktivitas memadai dalam membentuk pembentukan karakter juga dilakukan di karakter religius? 6
dalam kelas
Program kegiatan apa saja Kalau dari harian, ada sholat dhuha, setor yang
dilaksanakan
rutin
dalam
secara hafalan,
menanamkan berjamaah,
morning
motivasi,
kemudian
ada
dhuhur program
karakter religius pada siswa di BTHCQ. Morning motivasi ada temaSDIT LHI Yogyakarta?
tema tertentu, seperti “everithing about Muhammad”, kisah-kisah, pengalaman, dan lain-lain yang menginspirasi. Guru kalau tidak kreatif ndak jalan. Kalau BTHCQ (Baca Tulis Hafal Cinta Al Quran) masuk ke dalam muatan lokal yang wajib dan menjadi pengembangan diri, ada membaca quran, targetnya anak bisa baca quran, sampai kelas III targetnya hafal juz 30 dan sampai lulus kelas VI nanti hafal 3 Juz. Belajar metode Ummi, pasti setiap hari, dua jam pelajaran. Selain itu juga ada daurah al quran untuk kelas IV dan V, programnya menimal 10
155
No
Pertanyaan
Jawaban hari menghafal quran, dilaksanakan ketika semester II.
7
Bagaimana warga
keikutsertaan Kita ada budaya sekolah yang itu semua sekolah
dalam mulakukan,
pelaksanaan
termasuk
dhuha,
sholat
kegiatan berjamaah. Kemudian untuk karyawan
tersebut?
dan guru ada pembinaan, ada kajian rutin dari yayasan. Kemudian ada SOP yang berlaku untuk semua, misalnya interaksi lawan jenis.
8
Program pembiasaan apa saja Ada habit training juga, anak kelas I, II yang
dilaksanakan
dalam kita kondisikan habitnya, kesiapan belajar,
menumbuhkembangkan
taharah, 5S, mengucapkan maaf, dan lain-
karakter religius siswa?
lain. Ada DKS (Dewan Kehormatan Sekolah)
di
mengkondisikan
diningroom,
untuk
kalau
harus
makan
duduk, cici tangan, tidak sambil bersuara ketika mengunya, makan menggunakan tangan kanan, berdoa sebelum makan. 9
Bagaimana
program Itu menjadi habit sekolah, jadi semua
pembiasaan
tersebut
berjalan,
apakah
juga melaksanakan. Tapi karena anak-anak,
oleh
seluruh jadi perlu waktu lama, sehingga harus
dilaksanakan
dapat warga
warga sekolah? 10
sekolah
memang
harus
diingatkan terus.
Apakah juga ada kegiatan Untuk insidental ada beberapa kali, sering spontan
yang
diprogramkan
tidak juga berkaitan
dengan membangun karakter religius siswa?
156
No 11
Pertanyaan
Jawaban
Apa saja contoh kegiatan Misalnya, siswa diajak sholat jenazah spontan
yang
pernah berjamaah ketika ada warga sekitar
dilaksanakan dan mengapa sekolah yang meninggal, sholah ghoib, memilih kegiatan tersebut?
sholat gerhana, kemudian ada juga moment peduli sosial seperti membantu syiria, palestina, korban banjir, intinya mengajarkan
siswa
bagaimana
bersaudara, menghamba kepada Allah dengan membantu orang lain. 12
Adakah slogan motivasi yang Ada beberapa, dari visi misi juga ada, menjadi semangat bersama sering di pertemuan-pertemuan dengan dalam menumbuhkan karakter orang religius?
tua
kita
sampaikan
untuk
memimpin masa depan, making the lead, caring.
13
Adakah
reward
dan Kalau kesalahan ya kita beri konsekuensi.
punishment khususnya pada Kalau kebaikan kita beri penghargaan, siswa yang mentaati peraturan dengan praising, pujian, kemudian juga maupun yang melanggar?
ada “Star of the Week” setiap senin, untuk memberikan motivasi dan persepsi positif. Kalau anak melakukan kesalahan nanti ada peringatan, itu semua nanti ada aturannya.
14
Bagaimana lingkungan
menciptakan Anak-anak misalnya belajar menanam yang
dapat sendiri hidroponik, belajar tentang sayur,
memudahkan siswa belajar banyak projek anak. Itu adalah sarana, agama?
tools buat anak untuk discovery kekuasaan Allah, karena kita terintegrasi, misalnya siapa
yang
menciptakan
tumbuhan,
kenapa Allah menciptakan. Kalau di kelas
157
No
Pertanyaan
Jawaban dibentuk lingkungan yang sesuai juga, ada display-display, poster, speaker untuk memutar murotal, tergantung guru dan siswanya. Kemudian di diningroom ada poster-poster adab makan.
15
Bagaimana
cara
lingkungan
agar
terkondisikan?
menjaga Ada kesepakatan untuk saling menjaga. tetap Itu semua adalah milik bersama. Di toiler misalnya, ada jadwal membersihkan dari DKS juga.
16
Apa kebijakan sekolah yang Kita ada SOP untuk semua warga sekolah diterapkan warga
kepada sekolah
mendukung
seluruh bahkan untuk orang tua. Contohnya dalam bagaimana berinteraksi dengan anak,
pengembangan tidak boleh menggendong, atau hal-hal
karakter religius?
yang melanggar syariat, berpakaian yang rapi, menutup aurat, saling salim, sapa, 5S, nanti ada di aturannya.
17
Bagaimana
menimbulkan Program-program sekolah kita sudah
suasana sekolah yang kental mengarah kesana. Kalau anda masuk ke dengan religi?
sini sudah terasa suasananya, kalau pagipagi nanti sudah sholat dhuha, siang sedikit nanti ramai hafalan, dan lain-lain.
18
Apakah di lingkungan sekolah Ya, jelas itu. Guru-guru menjadi role dibangun budaya keteladanan model; berbicara, berpakaian. Semua antar warga sekolah?
orang menjadi pendidik di sini, termasuk karyawan juga. Kalau ada siswa yang melanggar harus diingatkan.
19
Bagaimana membangun sebagai
upaya
sekolah Saling mengingatkan dan kita ada SOP,
keteladanan ada reward dan konsekuensinya bagi yang langkah tertib maupun yang melanggar. Misalnya
158
No
Pertanyaan pembangunan
Jawaban karakter guru atau murid yang terlambat datang
religius siswa?
pagi lebih dari jam 07.00 harus menunggu sampai jam 07.30 baru boleh masuk.
20
Apa yang dapat dirasakan dari Bagaimana kita lebih bisa mengingatkan, internalisasi
slogan
dan misalnya kita baru konsen sholat tertib di
motivasi yang ditumbuhkan di masjid, maka kita berusaha berulangSDIT LHI Yogyakarta?
ulang mengingatkan. Selain itu, saling mengingatkan soal sampah, dan lain-lain.
2.
Wawancara dengan Guru kelas IV (Kode Narasumber: “FH”) a.
Nama
: FH
b.
Waktu
: 09 November 2016 (Pukul 12.00-12.48)
c.
Tempat
: Meeting Room SDIT LHI
d.
Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut Ustadz, seperti apa Pada dasarnya adalah karakter dimana pendidikan karakter religius anak-anak itu?
menunjukkan
keyakinan
kepada Allah sehingga menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang oleh Allah. Dan di sekolah ini, karakter yang kemudian ingin dibentuk adalah Iman yaitu anak tahu hingga meyakini, kemudian Islam yaitu mampu melaksanakan perintah, dan Ihsan yang bentuknya lebih afektif, terbiasa, sudah cinta sholat misalnya, sehingga menjadi sebuah karakter.
2
Bagaimana gambaran umum Pertama, Jadi sekolah ini punya prinsippelaksanaan
pendidikan prinsip dasar yang harus dipegang oleh
159
No
Pertanyaan
Jawaban
karakter religius yang ada di guru. Diantaranya harus memperhatikan SDIT LHI?
fitrah
anak,
fitrah
keimanan,
perkembangan anak, bakat, seksualitas, dan lain-lain. Tujuan utama dari sekolah ini adalah menanamkan ketauhidan dan dilaksanakan dengan proses tarbiyah. Kedua, sekolah ini memiliki 7 hal yang ingin kita capai, (1) cinta kepada Allah (2) cinta
kepada
Rasulullah
s.a.w
(3)
kemampuan intelektual (berpikir kritis, menganalisa,
mencari
informasi)
(4)
kecerdasarn fisikal lahir dan batin (5) interpersonal literacy (6) kemampuan kultural,
bagaimana
mengekspresikan
keislaman di tengah masyarakat (7) sosial literacy, bagaimana setiap anak belajar peduli. Enam point di bawah prinsip cinta kepada allah adalah turunan dari cinta kepada Allah, atau ketauhidan. Sehingga semua program, proses pembelajaran pasti diawali dari pusatnya dulu. Misalnya belajar tentang hewan, akan dibawa pada pemahaman
mengagumi
Allah,
menghayati, eksplorasi, dan semuanya diarahkan ke tauhid. Selain itu ada berbagai program keseharian, morning motivasi untuk menambah semangat dan selalu ada kaitannya dengan Allah. Seluruhnya diajarkan secara integrated (terintegrasi)
160
sehingga
pembangunan
No
Pertanyaan
Jawaban karakter religius bukan hanya pada soal sholat, berdoa, dan pendidikan agama dan rutinitas
lainnya,
diintegrasikan
tapi
untuk
semuanya
mengarah
pada
ketauhidan, tidak ada pemisahan di sini karena jantung utamanya adalah tauhid. 3
Apa saja fasilitas fisik yang Kalau
fasilitas
diupayakan
untuk
sudah disediakan SDIT LHI mengembangkan itu. Kalau masjid dan Yogyakarta
untuk tempat wudhu kan biasa. Tapi kalau
mengembangkan
karakter lingkungan, tadabur alam, adalah untuk
religius?
mengajarkan religius. Rak sandal pun kita jadikan pendidikan religius, bagaimana menata sandal secara rapi sebagai sunnah rasul, tempat bermain, kantin, semuanya berkaitan. Filosofi awal, semuanya tidak ada yang tidak ada kaitannya dengan Allah. Perpustakanan dan semuanya yang ada.
4
Bagaimana
memanfaatkan Cara memanfaatkan yang jelas adalah
setiap fasilitas atau sarana mendidik prasarana supaya mendukung membangun pendidikan karakter religius?
gurunya.
Kita
pemahaman
harus bahwa
mendidikan anak-anak bukan parsial, sehingga menyadari bahwa semuanya adalah fasilitas untuk mendidik.
5
Menurut
Anda
apakah Sejauh ini ya secara keseluruhan sudah
fasilitas fisik tersebut sudah cukup layak meskipun kita masih ingin memadai dalam membentuk menambah karakter religius?
berbagai
referensi
untuk
melengkapi fasilitas kepada anak, seperti buku-buku yang leveling.
161
No 6
Pertanyaan
Jawaban
Program kegiatan apa saja Ok, yang jelas doa, morning motivation yang
dilaksanakan
rutin
dalam
secara degan berbagai kreativitas guru, bisa
menanamkan cerita islami, tepuk tangan islami, dan
karakter religius pada siswa di apapun yang dapat mendorong semangat SDIT LHI Yogyakarta?
anak, class meeting, belajar sehari-hari, project based learning, sholat dhuha, untuk kelas I-III dilaksanakan secara bersama-sama karena masih ada yang perlu diperbaiki, sholat dhuhur berjamaan, ashar
berjamaah,
kemudian
juga
memperingati hari raya, idul qurban, kemudian juga ada upacara bendera hari senin, infak juga ada. 7
Bagaimana warga
keikutsertaan Diikuti semua warga sekolah, banyak sih sekolah
pelaksanaan
dalam tergantung jenis kegiatan. Semuanya kegiatan dikembangkan
tersebut?
untuk
dilibatkan.
Di
upacara juga diingatkan untuk karakter religius bagi semuanya. Kalau soal toleransi
memang
kita
cenderung
homogen, tapi anak-anak diajarkan bahwa rasulullah itu lembut. 8
Program pembiasaan apa saja Kita ada habit training. Dan kuncinya yang
9
dilaksanakan
dalam guru. Misalnya 5S, sholat, berdoa sebelum
menumbuhkembangkan
dan sesudah belajar, buang sampah, dan
karakter religius siswa?
lain-lain.
Bagaimana
program Ya selalu, harus. Kalau nggak semua
pembiasaan
tersebut
berjalan,
apakah
dapat nggak bisa. Segala sesuatunya harus juga bersama akhirnya, nggak bisa kalau nggak bersama.
162
No
Pertanyaan dilaksanakan
oleh
Jawaban seluruh
warga sekolah? 10
Apakah juga ada kegiatan Ya, ada beberapa yang kita laksanakan. spontan
yang
diprogramkan
tidak Kecuali isu politik kita nggak. Ya kalau berkaitan misalnya ada bencana, ada yang sakit.
dengan membangun karakter religius siswa? 11
Apa saja contoh kegiatan Ada spontan
yang
bencana
garut,
perang
suriah,
pernah mengumpulkan infak.
dilaksanakan dan mengapa memilih kegiatan tersebut? 12
Adakah slogan motivasi yang Apa ya, kalau slogan motivasi mungki menjadi semangat bersama seperti muhammad is my living example, dalam menumbuhkan karakter the leader of the future, banyak sih. religius?
13
Adakah
reward
dan Lebih banyak memberikan apresiasi. Jika
punishment khususnya pada ada memang ada punishment lebih siswa yang mentaati peraturan diarahkan pada konsekuensi logis. Kalau maupun yang melanggar?
dibilang punishment juga enggak. Kita punya catatan peringatan. Kartu hijau untuk apresiasi, kuning peringatan, merah konsekuensi. Konsekuensinya misalnya melakukan kesalahan yang harus meminta maaf, kan logis. Namanya mendidik itu kan menyentuh hati. Jadi kita nggak ke arah hukuman fisik.
14
Bagaimana lingkungan
menciptakan Yang yang
penting
tujuan
udah
bener,
dapat kemudian sistem, guru, orang tua, murid.
163
No
Pertanyaan
Jawaban
memudahkan siswa belajar Kalau lingkungan fisik, dari sarana dan agama?
prasarana ya yang mendukung komitmen kita. Misalnya di ruang makan kita ingin anak-anak
makan
sambil
duduk,
berdoa,maka kita berikan poster-poster untuk mendukung ke arah itu. 15
Bagaimana
cara
lingkungan
agar
terkondisikan?
menjaga Caranya ya kita memang harus bersamatetap sama. Termasuk gurunya, makanya kita ada forum belajar. Guru-guru juga ada diskusi, forum, dan sebagainya.
16
Apa kebijakan sekolah yang Ada kebijakan memang yang memuat diterapkan warga
kepada sekolah
mendukung
seluruh bagaimana budaya sekolah dan lain lain, dalam nanti buka bukunya saja. Kita ada
pengembangan dicipline policy
karakter religius? 17
Bagaimana
menimbulkan Jadikan tujuan utama adalah cinta kepada
suasana sekolah yang kental Allah. Semuanya dijadikan sebagai faktor dengan religi?
pendukung untuk lebih mencintai Allah. Maka
semua
menghubungkan
hal
digunakan pada
untuk
ketauhidan.
Pelajaran umum pun akan dihubungkan dengan ketauhidan, karena kembali ke tujuan utama dan terintegrasi. Kepadala tauhid, maka selebihnya harus ikut. 18
Apakah di lingkungan sekolah Ada. Keteladanan masuk dalam prinsidibangun budaya keteladanan prinsip pendidikan kita. antar warga sekolah?
19
Bagaimana membangun
upaya
sekolah Prinsip yang kita pakai salah satunya
keteladanan adalah secara tidak sadar anak belajar dari
164
No
Pertanyaan
Jawaban
sebagai
langkah perilaku
pembangunan
karakter bagaimana warga sekolah mendukung
religius siswa?
orang
tua.
Kebijakannya
prinsip keteladalan, misalnya ada program hafalan juga bagi smuanya, sholat dhuha, sholat berjamaah, kemudian berpakaian, tutur kata, karyawan pun semaunya mengaji, ada program hafalan, dan itu semua ada rambu-rambunya. Jadi guru harus menjalankan apa yang diajarkan. insyaAllah
jika
antum
lihat
semua
ustaddahnya rapi. Selain itu, juga ada pembinaan, kajian seminggu sekali dan itu wajib bagi semua. 20
Apa yang dapat dirasakan dari Auranya positif. Kita ingin memunculkan internalisasi
slogan
dan pendidikan yang esensial, bukan hanya
motivasi yang ditumbuhkan di sekadar mentransfer ilmu pengetahuan, SDIT LHI Yogyakarta?
pendidikan adalah mengubah. Ya rasanya semangatnya tinggi, punya idealisme, dan kesabaran.
3.
Wawancara dengan Guru Kelas IV (Kode Narasumber: “RS”) a.
Nama
: RS
b.
Waktu
: 09 November 2016 (Pukul 13.00-13.50)
c.
Tempat
: Meeting Room SDIT LHI
d.
Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut Ustadzah, seperti apa Religius itu kan berbau peribadatan yo. pendidikan karakter religius Kalau sekilas karakter kan skill dalam itu?
yang kalau nanti diindikatori kalau dilihat
165
No
Pertanyaan
Jawaban mata ya perilaku mengamalkan taat aturan agama
seperti
yang
dicontohkan
rasulullah. Bahasa mudahnya anak-anak melakukan kebaikan dengan senang hati. Menurutku
melakukan
yang
berbau
beribadah kan dengan senang hati ya, beribadah itu religiusnya, karakternya tanpa paksaan, jadi sudah dari dalam dirinya. Misalnya anak-anak sholat dhuha kan religius ya misalnya tapi kalau karakternya belum jadi kan tampaknya berbeda. 2
Bagaimana gambaran umum Pembiasaan ya, seperti habit doa, habit pelaksanaan
pendidikan buang sampah, habit jamaah dhuhur, habit
karakter religius yang ada di story telling muhammad. Selain itu, o ini SDIT LHI?
membaca kisah-kisah, kalau di kelas saya sangat amat sering sekali di morning motivasi. Hampir setiap hari dalam sepekan kisah-kisah itu sering sekali. Jadi kalau di morning motivasi meskipun hanya setengah jam banyak sekali isinya bukan cuma doa, kita murojaah, kita juga sama maknanya, tafsirnya, jadi banyak banget.
3
Apa saja fasilitas fisik yang Ooo, apa ya, mushola atau masjid, poster, sudah disediakan SDIT LHI mading, buku kisah teladan juga banyak. Yogyakarta mengembangkan
untuk Di kantin ada adab makan, jaga kebersiha, karakter dan sebagainya.
religius?
166
No 4
Pertanyaan Bagaimana
Jawaban
memanfaatkan Pemanfaatannya, kalau masjid bukan
setiap fasilitas atau sarana hanya untuk sholat yo mas yo, bisa untuk prasarana supaya mendukung ngaji, belajar. kalau di sini terpadu ya, jadi pendidikan karakter religius?
nggak PJ guru tertentu saja, jadi kalau belajar itu meng-include-kan karakter. Contohnya misalkan di kantin bisa dengan budaya antri, adab makan, menjaga kebersihan, termasuk makan tak bersisa, makan dengan tangan kanan.
5
Menurut
Anda
apakah Sebenere sudah cukup sih mas, soale gini
fasilitas fisik tersebut sudah karakter religius bisa dibangun dari alam memadai dalam membentuk sekitar juga, bukan hanya mushola atau karakter religius?
masjid, misalnya kita belajar sains kita bisa lho ke luar kelas, misalnya kita belajar sains kita bisa belajar dari alam sekitar, kita jelaskan tentang ciptaan allah, insyaaallah alam sekitar ini jadi fasilitas kog.
6
Program kegiatan apa saja Setiap hari itu dhuha, murojaah, setor yang
dilaksanakan
rutin
dalam
secara hafalan, dhuhur jamaah, ashar jamaah,
menanamkan kisah teladan itu hampir setiap hari. Kalau
karakter religius pada siswa di pekanan misalnya sholat jumat, jadi anakSDIT LHI Yogyakarta?
anak sudah dilatih sholat jumat, dijadwal tapi nggak semua, infak juga setiap pekan. Ramadhan ada pesantren kilat, hari qurban ada, menyembelih di sini pas hari tasyriknya.
7
Bagaimana warga
keikutsertaan O warga sekolah, Murojaah guru juga, sekolah
dalam guru juga setor hafalan juga, termasuk
167
No
Pertanyaan pelaksanaan
Jawaban kegiatan karyawan juga setor hafalan setiap hari,
tersebut?
sholat dhuha meskipun tidak bersamasama tapi dilaksanakan masing-masing, sholat jamaah, dan sebagainya.
8
Program pembiasaan apa saja Itu, 5S (salam, salim, sapa, senyum, sopan yang
dilaksanakan
dalam santun), meminta maaf jika melakukan
menumbuhkembangkan
kesalahan
langsung
ditindaklanjuti,
karakter religius siswa?
misalnya membuat nangis ya seketika itu langsung diselesaikan dengan meminta maaf.
9
Bagaimana
program Lha itu, intinya kerjasama, semua warga
pembiasaan
tersebut
berjalan,
apakah
dilaksanakan
oleh
dapat ikut terlibat. Program-progam itu kan juga paling
berat
di
pemantauan.
Kalau
seluruh memantaunya kurang, lepas itu anak-
warga sekolah?
anak. Kalau 5S itu kan berlaku semua warga sekolah, tapi di masing-masing kelas juga ada program masing-masing.
10
Apakah juga ada kegiatan Ada, iya. Sesuai kebutuhan dan kondisi, spontan
yang
diprogramkan
tidak misalnya lingkup kelas. bisa perwakilan, berkaitan bisa grudukan.
dengan membangun karakter religius siswa? 11
Apa saja contoh kegiatan O ini, galang dana, sering banget itu. spontan
yang
pernah Kemarin bencana di garut itu, palestina,
dilaksanakan dan mengapa gerakan 10 ribu, terus takziyah ke warga memilih kegiatan tersebut? 12
dekat sekolah.
Adakah slogan motivasi yang Sebagai guru, “satu teladan lebih baik dari menjadi semangat bersama 1000 nasehat”, kalau di siswa “setiap anak juara”.
168
No
Pertanyaan
Jawaban
dalam menumbuhkan karakter religius? 13
Adakah
reward
dan Apa ya, kayak kemaren, ada yang mebuka
punishment khususnya pada laptop ustadzah tapi ndak ijin, kemudian siswa yang mentaati peraturan diberikan tugas mengganti tugas teman maupun yang melanggar?
buat
membersihkan
toilet,
misalkan
terlambat dhuha nnati nambah rakaat, kemudian ada kartu merah, kartu kuning, ada kartu peringatan, terutama yang bulliying itu kartu merah. Kalau ada yang mengejek, atau sampai memukul, itu nanti membuat surat pernyataan ditandatangani orang tua. Selain itu ada penghargaan, ada best reader, on time, hafal juz 30, 29, setiap juz yang dihafal biasanya ada rewardnya, terus ada star of the week setiap pekannya, diumumkan di upacara. 14
Bagaimana
menciptakan Apa ya, termasuk memberi contoh,
lingkungan
yang
dapat mengingatkan, karena masih SD ya, jadi
memudahkan siswa belajar harus sering diingatkan. Memang berat di agama?
awal, nanti kalau udah jalan ya insyaAllah bisa. Kemudian ada quran terjemaah ada, al ma tsurat ada, termasuk poster, speaker untuk morotal, ada tempat sampah, sapu, alat kebersihan.
15
Bagaimana
cara
lingkungan terkondisikan?
agar
menjaga Peka ya mungkin. Peka itu ya kalau lihat tetap sampah kita yang memberi contoh. Kemudian termasuk piket kebersihan,
169
No
Pertanyaan
Jawaban poster-poster mengingatkan sampah, ada PJ kebersihan masjid, misalnya kelas 3B itu satu kelas diPJ kan kebersihan masjid. kemudian
DKS
membantu
mengkondisikan sholat berjamaah. 16
Apa kebijakan sekolah yang Wajib diterapkan warga
kepada
bawa
alat
sholat,
seluruh pakaiannya rapi, bawa baju bersih buat
sekolah
mendukung
berhijab,
dalam sholat, setor hafalan buat guru-karyawan
pengembangan juga itu, sholat berjamaah di sekolah.
karakter religius? 17
Bagaimana
menimbulkan Ya, adzan bersegera ke masjid, terus
suasana sekolah yang kental salam, minta ijin, kajian pekanan juga dengan religi?
anak-anak, liqo buat anak-anak kelas atas (IV-VI).
18
Apakah di lingkungan sekolah Oow
yaa,
mestinya.
Keteladanan
dibangun budaya keteladanan dibangun dari perilaku, dari habit. Soalnya antar warga sekolah?
anak sini kritis lho. Kalau apa gitu biasanya terus mempertanyakan.
19
Bagaimana
upaya
membangun
sekolah Misalnya kita juga murojaah di kelas,
keteladanan berbusana, berpakaian rapi, bersegera ke
sebagai
langkah masjid, makan, hal-hal kayak gitu, terus
pembangunan
karakter salam, berangkat on time gitu. Dari
religius siswa?
sekolah juga menekankan pemberian keteladanan.
20
Apa yang dapat dirasakan dari Sekolah sebagus apapun, ruhnya tetep internalisasi
slogan
dan tergantung sistem dan gurunya, anak itu
motivasi yang ditumbuhkan di kan produk sistem dan produk guru. SDIT LHI Yogyakarta?
Sistem bagus kalau guru nggak memberi teladan juga kurang optimal. Sama ini
170
No
Pertanyaan
Jawaban juga, kerjasama, soalnya kekompakan sangat berpengaruh, misalnya guru di kelas. sejauh mana guru memberikan teladan sangat bisa dilihat di anak. Kepala sekolah
juga
sering
mengingatkan
keteladanan.
Wawancara dengan Guru Kelas III (Kode Narasumber: “AR”) a. Nama
: AR
b. Waktu
: 10 November 2016 (Pukul 09-00-09.50)
c. Tempat
: Dining Room SDIT Lukman Al Hakim Internasional
d. Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut Ustadzah, seperti apa Karakter religius itu ya melaksanakan pendidikan karakter religius segala sesuatunya sesuai dengan agama itu?
yang dianut. Karena di LHI itu yang dipakai adalah agama islam berarti ya bagaimana
siswa
itu
bisa
menginternalisasikan nilai-nilai islami itu dalam kehidupannya sehari-hari. 2
Bagaimana gambaran umum Kalau di LHI kan ada kebiasaan ya pelaksanaan
pendidikan terutama kelas bawah itu terkait ibadah.
karakter religius yang ada di Kemudian ada morning motivation yang SDIT LHI?
bisa dimasukkan nilai-nilai religius, nilainilai yang diajarkan rasulullah, terus setelah morning motivation biasanya ada BTHCQ sebagai mata pelajaran, di dalamnya ada hafalan juga, selain itu mereka akan sholat dhuha, itu kelas I, dan
171
No
Pertanyaan
Jawaban II. Sebelumnya mereka biasanya mereka menambah hafalan dan murojaah. Nanti di kelas III dan IV sholat dhuha dulu baru BTHCQ, ya Cuma dibalik jamnya aja sih biar nggak tabrakan. Kalau kelas V dan VI nanti BTHCQ nya jam 13.00. kelas V dan VI kan mereka kebutuhan waktu yang lebih lama untuk belajar memenuhi kebutuhan akademiknya ya, jadi mereka sholat
dhuhanya
setelah
morning
motivation dan dilakukan secara sendirisendiri.
Kalau
kelas
I-III
kan
dilaksanakannya di kelas, kalau kelas IV dan VI itu dilaksanakannya sendiri-sendiri di masjid, dan bisa juga sebelum mulai pelajaran ada juga siswa yang sudah mendahului sholat dhuha. Terus sholat dhuhur, kelas I-III juga di kelas dan mereka juga dibiasakan ketika berdzikir itu menghafalkan asmaul husna. Nah setelah itu biasanya setor hafalan. Kalau di kurikulum sebenarnya sudah terjadwal, setor hafalan itu 30 menit. Setor hafalan dalam sehari satu kali ke wali kelas satu kali ke BTHCQ. Karena ada target kan sampai kelas VI nanti mereka harus hafal 3 juz. Kalau di kelas III kita juga ada outing. Ketika outing, kita tekankan, “nak kalian harus menjaga nama baik sekolah, nama
172
No
Pertanyaan
Jawaban baik guru kalian sendiri dan nama baik kalian sebagai anak muslim, jangan sampai orang-orang itu melihat kalian bertingkan
yang
enggak-enggak
kemudian yang dilabeling jelek itu. Ah ternata gini ya anak muslim itu kayak gini”. Apalagi ya, kebiasaan makan, makan sambil duduk, makan dengan tangan kanan, itu juga selalu diingatkan dan ditegur. Terus di dining room ini kan ada supervisor, tau kan?, kemudian ada juga DKS yang bertugas. DKS kelas IV dining room dan hemat energy, jadi mereka mengingatkan soal makan di dining room dan
mengecek
lampu
yang
tidak
digunakan dan kipas angin kemudian dimatikan. DKS kelas III mereka menjaga dan mengingatkan kebersihan masjid dan toilet. Kan tiap kelas ada DKS nya. Kelas I dan II masih leadership, jadi fokus di kelas. Peran DKS adalah mengingatkan kebaikan.
Bahkan
harus
berani
mengingatkan yang lebih tua. Kelas V itu memilah sampah. Kalau kelas VI mereka fokus pada ujian. DKS nya sama kayak kelas I dan II kembali ke kelasnya. Sedangkan yang kelas II-V mereka harus merelakan waktu-waktu tertentu untuk keluar kelas.
173
No
Pertanyaan
Jawaban Kemudian adab ketika mendengarkan, adab belajar, dan itu menjadi titik tekan penting di kelas bawah, harapannya selesai di kelas bawah.
3
Apa saja fasilitas fisik yang Fasilitas fisik, emm, masjid, ruang kelas sudah disediakan SDIT LHI juga ya, kemudian untuk pembelajaranYogyakarta
untuk pembelajaran misalnya LCD, kemudian
mengembangkan
karakter speaker buat diperdengarkan murotal, e
religius?
seragam DKS, buku-buku islami banyak banget, buku-buku cerita nabi dan rasul, di kelas ada juga. Tempat wudhu, terpisah juga, kemudian kamar mandi anak-anak juga disediakan tempat wudhu, kemudian al quran juga ada.
4
Bagaimana
memanfaatkan Optimalisasinya ya, masjid digunakan
setiap fasilitas atau sarana untuk BTHCQ, kemudian karena kita prasarana supaya mendukung belum punya aula, kita juga gunakan pendidikan karakter religius?
untuk
mendongen,
pertemuan
juga
kemudian pernah.
untuk
Kemudian
masyarakat juga ikut sholat di masjid bareng-bareng ketika sholat jamaah. Nah, karena masjidnya juga untuk masyarakat, maka anak-anak tertentu
saja
yang
diperbolehkan ikut sholat jamaah kloter pertema,
misalnya
mereka
yang
melakukan kebaikan apa gitu. Kemudian untuk kloter kedua nanti digunakan kelas atas yang di situ nanti ada aturanaturannya seperti ada DKS. Nah, di kloter
174
No
Pertanyaan
Jawaban kedua pun, bagi siswa yang mendapatkan reward juga diijinkan sholat lebih awal bersama dengan masyarakat. Kalau yang kelas bawah, mereka juga dikasih reward begitu. Kelas juga digunakan untuk sholat kelas bawah. Halaman sekolah dipakai BTHCQ kadang kalau mereka suntuk gitu.
5
Menurut
Anda
apakah Mungkinmasih kurang ya, karena kita
fasilitas fisik tersebut sudah belum punya aula. Kalau segala acara memadai dalam membentuk dilaksanakan di masjid kan juga kurang karakter religius?
baik.
Tapi
sekarang
diberi
solusi
dilaksanakan di ruang kelas, atau di halaman kemudian diberi tenda. Setiap pertemuan pasti ada nilai-nilai religius, disini integrated banget. 6
Program kegiatan apa saja Apa ya, BTHCQ, sholat dhuha, morning yang
dilaksanakan
rutin
dalam
secara motivation, class meeting, sholat dhuhur
menanamkan jamaah, murojaah, menambah hafalan,
karakter religius pada siswa di udah itu aja entar biar ditambahin yang SDIT LHI Yogyakarta? 7
Bagaimana warga
lain.
keikutsertaan Oo, semuanya warga sekolah ya. Hafalan, sekolah
pelaksanaan tersebut?
dalam murojaah selain buat siswa, guru dan kegiatan karyawan pun juga ada program itu. Dan satu hari itu mereka harus nambah hafalan dan harus setoran, sama tahsin. Kalau anak-anak kan di BTHCQ ya, nah untuk jumat digunakan guru.
8
Program pembiasaan apa saja E, salaman sama guru ya, dan untuk kelas yang
dilaksanakan
dalam atas sudah dibiasakan untuk tidak salaman
175
No
Pertanyaan
Jawaban
menumbuhkembangkan
dengan
ustad
atau
ustadzah
yang
karakter religius siswa?
berlawanan jenis, terus makan sambil duduk, makan dengan tangan kanan, baca basmala, terus penggunaan toilet yang benar, terus mendengarkan ketika di kelas. pembiasaan yang lain apa ya, mengucap salam ketika masuk kelas, mengucap salam ketika akan presentasi. Setiap awal kegiatan, diawali doa, jadi doa pagi dan doa pulang. Apalagi yaa, emm, udahlah itu aja.
9
Bagaimana
program Iyaa, jika ada yang tidak melaksanakan
pembiasaan
tersebut
berjalan,
apakah
juga juga untuk mengingatkan, ada DKS itu.
oleh
seluruh Ada kartu kuning untuk peringatan.
dilaksanakan
dapat akan ditegur dan sudah ada yang bertugas
warga sekolah?
Kemudian ada kartu hijau, misal ada anak yang merapikan sandal, padahal dia nggak piket.
Dan
semua
guru
berhak
memberikan peringatan dan kartu-kartu itu. Kalau yang anak-anak yang berhak Cuma DKS. 10
Apakah juga ada kegiatan Ya, diprogramkan, misalkan ada sesuatu spontan
yang
diprogramkan
tidak akan ada tindakan dan inisiatif berkaitan
dengan membangun karakter religius siswa? 11
Apa saja contoh kegiatan Oh ya, kayak misalnya kemarin yang di spontan
yang
pernah garut itu. Di sini juga ada Laziz, misalnya ada aleppo kemaren, palestina, nanti akan
176
No
Pertanyaan
Jawaban
dilaksanakan dan mengapa ada penggalangan dana gitu. Takziyah memilih kegiatan tersebut? 12
buat guru juga ada.
Adakah slogan motivasi yang Masing-masing kelas punya. Tapi aku menjadi semangat bersama nggak hapal dalam menumbuhkan karakter religius?
13
Adakah
reward
dan Penggunaan kartu dan peringatan. Tiga
punishment khususnya pada peringatan dapat kartu kuning, tiga kartu siswa yang mentaati peraturan kuning dapat satu kartu merah, kalau tiga maupun yang melanggar?
kartu merah orang tuanya akan ada panggilan. Terus ada kartu hijau untuk anak-anak yang melakukan hal baik. Contohnya menata sandal, buang sampah, dan lain sebagainya.
14
Bagaimana lingkungan
menciptakan Em, kondosi gurunya juga harus stabil. yang
dapat Oleh akrena itu, setiap guru dan karyawan
memudahkan siswa belajar di sini juga mendapatkan pembinaan, agama?
harus dan wajib, berupa halaqoh tarbawi sama tahsin, dan kewajiban untuk setor hafalan setiap hari. Kalau lingkungan ada poster-poster, ada banner, bahkan sini ada kawasan wajib berhijab itu. Terus orang tua atau wali murid yang menjemput anak dihimbau untuk menggunakan hijab, dalam rangka untuk ngasih contoh buat anak. Kemudian buku-buku, fasilitas belajar al quran buat yang udah lulus Ummi, keberadaan tempat sampah, apa lagi ya, keberadaan
177
No
Pertanyaan
Jawaban ini, kursi dan meja yang tertata rapi agar anak-anak nggak makan sambil berdiri.
15
Bagaimana
cara
lingkungan
agar
terkondisikan?
menjaga Kontroling yang pasti ya, karena ada guru tetap yang juga bertugas untuk menjaga itu. Kayak misalkan kondisi guru udah ada kepala sekolah yang ngecek pembinaan berjalan baik atau enggak, kemudian juga ada tim BTHCQ untuk ngecek hafalan guru-guru. Kalau untuk tempat udah ada bagian sarpras dan menejemen. Kayak misalnya banner wajib hijab udah ada yang bertugas sendiri.
16
Apa kebijakan sekolah yang Em, contohnya sih itu penggunaan jilbab diterapkan warga
kepada sekolah
mendukung
seluruh yang sesuai dengan syariat bagi guru dan dalam karyawan yang ustadzah. Siswa juga
pengembangan wajib berhijab, tapi belum ditekankan
karakter religius?
banget untuk syar’i, kadang kelas atas masih ada yang lepas kaos kaki. Terus interaksi juga, antara ustad dan ustadzah harus dijaga. Kalau kebijakan ada di parent guide
17
Bagaimana
menimbulkan Ya itu, dari gurunya dulu dan dengan
suasana sekolah yang kental ditambah didukung dengan fasililas yang dengan religi?
ada
dan
instrumen-instrumen
serta
kebijakan dari sekolah yang sesuai. 18
Apakah di lingkungan sekolah Iyalah. Misalkan guru ya, karena yang dibangun budaya keteladanan paling jelas kan guru tu. Misalkan kalau antar warga sekolah?
guru meminta siswa untuk setor hafalah, guru juga harus setor hafalan, guru
178
No
Pertanyaan
Jawaban meminta untuk menjadi anak yang baik, guru juga mencontohkan yang baik. Kadang juga datang dari siswa, misalkan, anak-anak dilarang duduk di atas meja, lalu melihat guru duduk di atas meja, anak-anak langsung protes.
19
Bagaimana
upaya
membangun
sekolah Ya itu, kondisi gurunya harus diperbaiki,
keteladanan bahkan yang awalnya belum punya
sebagai
langkah halaqoh tarbawi pun akan diberikan
pembangunan
karakter pembinaan.
religius siswa?
Kalau
misalkan
guru
melakukan kesalahan akan diberikan teguran.
20
Apa yang dapat dirasakan dari Apa yaa, yang ngerasain sebagai guru. internalisasi
slogan
dan Em,
leadership
for
tommorow.
Ya
motivasi yang ditumbuhkan di menimbulkan kepemimpinan dan teladan SDIT LHI Yogyakarta?
itu ya.
179
4.
Wawancara dengan siswa kelas III (Kode Narasumber: “IA dan S”) a.
Nama
: IA dan S
b.
Waktu
: 16 November 2016 (Pukul 12.14-12.40)
c.
Tempat
: Teras Masjid SDIT LHI
d.
Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut kamu, dengan cara Ee, susah ust, eee, murojaah, sholat, seperti
apa
kamu
belajar dzikir, apa tu namanya, asmaul husna,
tentang agama di sekolah ini? 2
BTHCQ
Apakah hanya di kelas saja Enggak, kalau TPA di masjid, tahsin di kamu
diajar
dan
belajar masjid tapi nggak semuanya.
tentang agama? 3
Di sekolah ini, apa saja yang Masjid, buku, perpus, ruang BTHCQ, membuat kamu lebih mudah dining room belajar makan belajar agama?
4
Lalu, semua fasilitas yang ada E, buat sholat, tempat ibadah, kalau perpus itu digunakan untuk kegiatan untuk membaca buku, sama meminjam apa saja contohnya?
5
buku, kalau perpus tu mengetahui ilmu
Apa kamu pernah merawat Pernah, pas kerja DKS. dan
membersihkan
tempat
ibadah? 6
Apakah kamu juga selalu Kadang-kadang membuang
sampah
di
tempatnya? 7
Setiap
hari,
apa
yang Matematika, deen al islam, belajar wudhu,
diajarkan oleh ustad atau sholat, terus diajarin membaca ummi, ustadzah baik di dalam kelas berkata-kata yang baik, nulis arab pas maupun di luar kelas?
BTHCQ, dilarang bulliying, diajarin membuang sampah ditempatnya.
180
No 8
Pertanyaan
Jawaban
Selain siswa, siapa saja yang DKS, ustadz sama ustadzah ikut, warga, ikut sholat di masjid?
kakak kelas, pak satpam, pak bin yang suka ngerawat tanaman (tukang bersihbersih sekolah)
9
Apakah
kamu
mengucapkan
selalu Nggak selalu, kadang-kadang, tapi sama
salah
ketika ustadzah.
bertemu teman? 10
Apakah kamu selalu makan Iyaa, dengan
duduk
sambil
duduk
dan
dan menggunakan tangan kanan, kalau enggak
menggunakan tangan kanan? 11
makan
pasti diingatkan sama diberi peringatan.
Apakah kamu juga selalu Ho o berdoa, pas morning motivation berdoa sebelum makan?
12
Apakah
kamu
pernah Pernah, aleppo, garut, terus ee lupa e tad.
mengikuti kegiatan membantu saudara yang sedang terkena bencana? 13
Tulisan atau poster apa di Makan sambil duduk. “makan sambil sekitar
sekolah
ini
yang duduk, pakai tangan kanan, pakai tangan
menurutmu baik?
kanan, jangan lupa berdoa, jangan lupa berdoa” (nyanyi)
14
Bagaimana perilaku siswa- Ada yang baik ada yang nakal siswi di sini?
15
Apakah ustadz dan ustadzah Sudaah di sini selalu memberikan contoh yang baik kepada siswa?
16
Contoh apa saja yang sering Contoh, sholatnya serius, mengingatkan, kamu lihat dari ustad dan terus kalau baca al quran nggak boleh ustadzah?
main-main, nggak boleh marah sama
181
No
Pertanyaan
Jawaban temennya. Pakaiannya sudah rapi, tapi ada yang
pernah
pergelangan
tangannya
kelihatan. 17
Apa yang dilakukan ustadz Diingatkan, kalau diingatkan tiga kali dan ustadzah ketika ada siswa nanti dikasih kartu kuning, kalau udah tiga yang
melanggar
aturan kali kartu merah orang tuanya dipanggil
sekolah? 18
ke ruang BK terus ditanya-tanyain
Pernahkah kamu ditegur atau Pernah, pernah. Makan sambil berdiri, dinasehati oleh ustadz atau terus pakai tangan kiri, belum berdoa. ustadzah ketika melakukan Terus ngoret-oret tembok, terus mainan kesalahan?
kucing soalnya kalau dimainin terus nanti induknya nggak mau ngerawat anaknya
5.
Wawancara dengan siswa kelas IV (Kode Narasumber: “AN dan RQ”) a.
Nama
: AN dan RQ
b.
Waktu
: 16 November 2016 (Pukul 09.15-08.45)
c.
Tempat
: Ruang Perpustakaan
d.
Hasil
:
No 1
Pertanyaan
Jawaban
Menurut kamu, dengan cara BTHCQ, seperti
apa
kamu
fiksi, ada pelajaran deen al islam
Apakah hanya di kelas saja Enggak, nggak selalu di kelas. BTHCQ kamu
diajar
tentang agama? 3
ustadzah
belajar misalnya cerita-cerita, kadang cerita yang
tentang agama di sekolah ini? 2
mendengarkan
dan
belajar bisa di kelas bisa di masjid, meeting room, perpus juga, di dining room bisa
Di sekolah ini, apa saja yang Yaa worksheetnya satu lembar itu lebih membuat kamu lebih mudah gampang. Tampatnya buat belajar islam belajar agama?
ya di kelas, selain itu bisa pergi mencari
182
No
Pertanyaan
Jawaban sesuatu seperti hewan apa terus dicari kelebihannya dari Allah
4
Lalu, semua fasilitas yang ada Buat dipelajari, buat belajar itu digunakan untuk kegiatan apa saja contohnya?
5
Apa kamu pernah merawat Belum, kan udah ada DKS kelas IIIB, kan dan
membersihkan
tempat kita IV A
ibadah? 6
Apakah kamu juga selalu Iyaa, tapi nggak sesuai dengan jenis membuang
sampah
di organiknya itu lho, nggak ngerti soalnya.
tempatnya? 7
Setiap
Ngerti tapi males
hari,
apa
yang Nek di dalem itu ya deen al islam, morning
diajarkan oleh ustad atau math, sholat dhuha, tapi nek selasa sama ustadzah baik di dalam kelas jumat di masjid. Nek yang di luar tu sains, maupun di luar kelas? 8
terus sholat dhuhur
Selain siswa, siapa saja yang Ustadz, ustadzah, tapi kalau hari jumat ikut sholat di masjid?
nanti dipilih siapa yang sholat di masjid. kalau selain siswa sholat dhuhanya lebih pagi
9
Apakah
kamu
mengucapkan
salah
selalu Kadang-kadang, tapi kalau masuk kelas ketika ngucapin salam
bertemu teman? 10
Apakah kamu selalu makan Iyaa, yang ini nih enggak soalnya dia dengan
duduk
dan kidal. Kadang kalau lupa ya kadang-
menggunakan tangan kanan?
kadang. Iyaa, dibiasakan gitu, kalau market day nanti ustadz dino “makan sambil duduk, makan sambil duduk, pakai tangan kanan, pakai tangan kanan”
183
No 11
Pertanyaan
Jawaban
Apakah kamu juga selalu Iyaa berdoa sebelum makan?
12
Apakah
kamu
pernah Biasanya sedekah, contohnya membantu
mengikuti kegiatan membantu palestina, banjir garut, sama mbantu saudara yang sedang terkena aleppo bencana? 13
Tulisan atau poster apa di Bagus, ya yang gambarannya bagus, rapi. sekitar
sekolah
menurutmu baik?
ini
yang Biasanya ada tulisan “dilarang membuang sampah”,
habis
itu
“makan
sambil
duduk”, “pakai tangan kanan”, “jangan lupa berdoa”, “jalur evaluasi”, hehe 14
Bagaimana perilaku siswa- Kadang kadang baik, kadang-kadang siswi di sini?
15
nakal
Apakah ustadz dan ustadzah Ya itu kadang-kadang. Lha itu ada yang di sini selalu memberikan makan pop mie, nggak baik. Kalau cara contoh yang baik kepada bicara sudah baik, cara berpakaian sudah siswa?
16
baik, nggak pernah makan sambil berdiri
Contoh apa saja yang sering Contoh? Yang dicontohkan makan sambil kamu lihat dari ustad dan duduk, pakai tangan kanan, jangan lupa ustadzah?
berdoa, “jaga kebersihan, jaga kebersihan, makan sambil duduk, makan sambil duduk, jangan lupa doa, jangan lupa doa”, terus pakaiannya menutup aurat.
17
Apa yang dilakukan ustadz Dihukum, nanti dicatet terus dibilangin dan ustadzah ketika ada siswa orang tua, kalau ngomong jorok sudah yang sekolah?
melanggar
aturan berapa kali gitu dikartu kuning, terus kalau udah kartu merah tiga kali nanti dikasih tau orang tua.
184
No 18
Pertanyaan
Jawaban
Pernahkah kamu ditegur atau Pernah, biasanya kalau buang sampah dinasehati oleh ustadz atau sembarangan
yang
paling
sering
ustadzah ketika melakukan dilakukan kakak kelas, sholatnya biasanya kesalahan?
nggak khusuk.
185
Tabel 6. Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Lapisan Budaya Aspek yang Diamati Deskripsi hasil pengamatan Sekolah Artifak Fisik Terdapat tiga halaman utama yang berada di dalam a. Taman dan halaman pintu gerbang dan satu halaman parkir khusus mobil di luar gerbang. Halaman pertama adalah halaman bersih dan rapi depan yang juga digunakan untuk lapangan upacara. Halaman pertama terdapat pepohonan yang rindang dan tersusun secara rapi berjajar di tepi lapangan. Halaman kedua adalah halaman untuk bermain. Di halaman kedua terdapat lapangan yang digunakan untuk olah raga dan taman bermain anak-anak. Antara lapangan olah raga dan taman dipisah oleh jalan yang menghubungkan ruang kelas dengan dining room yang juga terdapat tanaman hias di atap jalan tersebut. selain itu, juga terdapat pepohonan di setiap tepi dan juga terdapat pagar. Ketiga adalah halaman tengah yang dikelilingi oleh ruang kelas, perpustakaan, dan kantor guru. Halaman ketiga ini tidak dijumpai pepohonan berukuran besar, hanya tanaman hias dan taman kecil. Selain itu, di depan kelas terdapat taman yang dibuat dan diisi dengan hasil percobaan anak-anak (penelitian tumbuhan) dan juga tanaman hidroponik. Keempat adalah 186
Kesimpulan Terdapat halaman sekolah yang terdiri dari halaman depan sekaligus lapangan upacara, halaman utama sebagai tempat bermain, terdapat taman, laboratorium kecil untuk praktikum tanaman, dan halaman belakang yang terdapat tumbuhan besar dan terdapat lapangan olah raga. Penataan halaman sekolah sudah rapi, sesuai dengan fungsi, dan dalam kondisi yang bersih karena terdapat tempat sampah di setiap halaman
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
halaman parkir yang juga terdapat pepohonan. Tempat parkir ini bersebelahan dengan dining room dimana terdapat taman berupa tanaman-tanaman hias di sebelah luar masing-masing jendela dining room. Selain itu, terdapat halaman parkir dalam yang difungsikan untuk para guru, karyawan, dan tamu. Tempat parkir ini berada di halaman masjid dan halaman utama sebelah lapangan upacara. Tempat parkir juga selalu dalam keadaan rapi dengan dibantu pengondisiannya oleh security.. Masing-masing halaman terdapat tempat sampah dengan jumlah yang cukup memadai. Di halaman depan kelas terlihat tempat sampah sesuai dengan jenis sampah masing-masing. b. Tersedia gedung Terdapat sebuah masjid di dalam lingkungan SDIT dan tempat ibadah LHI. Masjid bersebelahan dengan ruang kelas dan yang rapi dan front office serta terletak disamping jalan raya. mendukung Kondisi masjid selalu dalam keadaan bersih karena terdapat siswa yang piket, penjaga, dan dipantau oleh tim DKS (Dewan Kehormatan Sekolah). Masjid juga
187
Kesimpulan
Terdapat fasilitas masjid, ruang kelas, tempat wudhu, dining room, rak tempat peralatan ibadah, dan perpustakaan. Keadaan masjid selalu bersih karena ada siswa yang piket yaitu DKS dan bergantian sesuai jadwal
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan dilengkapi dengan tempat wudhu dengan jumlah yang memadai. Di setiap kelas juga disediakan rak tempat peralatan ibadah. Selain digunakan untuk sholat, di dalam maupun di teras masjid juga digunakan untuk belajar Ummi, BTHCQ, dan kajian lepas sholat dhuhur. Di luar lingkungan SDIT LHI juga terdapat satu masjid di lingkungan SMPIT LHI yang berbatasan langsung dengan SDIT LHI bagian selatan. Masjid tersebut juga dapat digunakan, akan tetapi aktivitas lebih banyak dilaksanakan di masjid SDIT LHI. Selain masjid, kegiatan keagamaan yang bersifat religius juga berlangsung di dalam kelas masingmasing, diantaranya masing-masing kelas digunakan untuk murojaah, setor hafalan, BTHCQ, morning motivation, dan sholat dhuha untuk kelas rendah. Karena SDIT berfokus pada pendidikan ketauhidan, maka segala sesuatu terlihat terintegrasi dan atau saling berkaitan untuk membangun karakter religius. Selain gedung yang digunakan untuk ibadah mahdah (langsung kepada Allah; sholat) gedung maupun
188
Kesimpulan
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
halaman sekolah ikut mendukung dalam memudahkan siswa beribadah dalam bentuk amalanamalan lainnya yang diajarkan dalam agama, seperti dining room maupun perpustakaan. c. Interior ruang Di dalam masjid terdapat mimbar, microphone, sesuai dan mendidik speaker, serta jadwal sholat. Selain itu terdapat karpet sajadah di shaf putra maupun putri. Tidak terdapat banyak hiasan di dalam masjid. Sedangkan di dalam kelas, masing-masing terdapat visi misi sekolah yang terbingkai, masing-masing kelas memiliki kreativitas masing-masing dalam membuat dekorasi kelas yang berisikan nilai-nilai islami, diantaranya kaligrafi, majalah dinding islami, asmaul husna, poster islami dan kata mutiara islami, poster doa-doa, dan hafalan siswa. d. Sarana ruangan Setiap kelas disediakan alat-alat kebersihan. kelas dalam keadaan bersih biasanya sudah dalam kondisi bersih ketika dan tertata digunakan untuk belajar. Di depan kelas tersedia tempat sampah. Beberapa ruang juga disediakan di dalam kelas.
189
Kesimpulan
SDIT dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan. Di dalam masjid disediakan mimbar, speaker, karpet dan sajadah yang mencukupi. Di seyiap kelas dipasang visi dan misi sekolah, para siswa menghias dengan kata-kata mutiara bernilai islami, kaligrafi, majalah dinding, asmaul husna, dan poster-poster islami.
Kelas, ruangan, dan fasilitasnya dijaga kebersihannya, terdapat alat kebersihan di setiap kelas
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
e. Terdapat tempat Disediakan tempat wudhu di samping masjid. tempat wudhu tersendiri wudhu terpisah antara putra dan putri. Selain di samping masjid, di area kamar mandi siswa di damping kelas terdapat tempat mudhu. Karena kamar mandi putra dan putri terpisah, maka tempat wudhu pun juga terpisah. Tempat wudhu di kamar mandi samping kelas rendah juga memudahkan siswa untuk berwudhu karena mereka sholat dhuha maupun sholat dhuhur di dalam kelas. f. Kamar mandi Kamar mandi terpisah antara siswa dengan guru dan siswa terpisah antara karyawan, serta terpisah antara putra dan putri. laki-laki dan perempuan Perilaku Pada hari jumat minggu pertama, para siswa bersama guru dan karyawan melaksanakan rihlah. Pada saat a. Siswa melakukan olah raga pengamatan, rihlah dilakukan dengan jalan santai mengelilingi sebuah kampung di sekitar sekolah. atau rihlah jasmani Sebelum rihlah, para siswa diajak berdoa bersama. Kemudian dipisahkan antara barisan putra dan putri. Sepanjang jalan didampingi oleh wali kelas masingmasing untuk menjaga perjalanan dan aktivitas
190
Kesimpulan Disediakan tempat wudhu di beberapa tempat. Di samping masjid terdapat tempat wudhu yang terpisah antara putra dan putri. Di kamar mandi juga disediakan tempat wudhu yang terpisah.
Kamar mandi terpisah antara guru dan siswa, putra dan putri
Setiap hari jumat, pekan pertama para siswa melaksanakan rihlah bersama guru dan karyawan
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan siswa. Para siswa terlihat menikmati jalan santai. Sepanjang jalan, siswa juga dapat mengikuti peraturan yang sudah diberikan sekolah, tidak boleh merusak lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Ketika pengamatan, tidak menjumpai hari besar keagamaan
b. Sekolah mengadakan peringatan hari besar keagamaan c. Siswa dan guru Setiap pagi siswa selalu berdoa dengan didampingi berdoa sebelum dan serta dipandu oleh ustad atau ustadzah masingsesudah belajar masing, begitupun ketika melakukan aktivitas lapangan lain, seperti olahraga atau rihlah maka ustad atau ustadzah menuntun untuk membaca bismillah. Ketika selesai belajar siswa juga membaca doa bersama-sama. Setelah berdoa siswa melaksanakan kegiatan diantaranya morning motivation berupa cerita-cerita islami dan kisah inspirasi, kemudian dilanjutkan dengan setor hafalah, murojaah. Menjelang siang sedikit siswa melaksanakan sholat dhuha berjamaah, dan BTHCQ
191
Kesimpulan
-
Setiap pagi, sebelum belajar para siswa selalu diajak berdoa bersama. Setelah doa bersama dilanjutkan dengan morning motivation, sholat dhuha, murojaah, setor hafalan, dan BTHCQ
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
d. Melakukan sholat dhuhur berjamaah sesuai jadwal
Siswa kelas I-IV melaksanakan sholat dhuhur berjamaah di dalam kelas masing-masing dengan dipandu oleh ustad atau ustadzah masing-masing. Sedangkan siswa kelas IV-VI melaksanakan sholat dhuhur di masjid secara bergantian tetapi jadwalnya tidak sesuai dengan jadwal adzan setiap hari, karena diberikan waktu khusus berdasarkan jam mata pelajaran yang secara rutin berlangsung yang biasanya dilaksanakan pukul 13.00. tetapi siswa yang mendapatkan penghargaan karena melakukan sesuatu yang baik, biasanya diberikan kesempatan untuk bisa mengikuti sholat dhuhur berjamaah di kloter pertama bersama warga dan ustad serta ustadzah di masjid. e. Melaksanakan Kegiatan infak dilaksanakan di kelas masing-masing kegiatan infak secara dan menyesuaikan kesepakatan kelas terkait harinya. rutin f. Dilaksanakan Kegiatan pramuka dilaksanakan setiap hari jumat di kepramukaan halaman sekolah. Pada kegiatan pramuka, siswa berbasis religi putra dan putri dipisahkan. Muatan-muatan dalam kegiatan pramuka berbasis agama, contohnya seperti
192
Kesimpulan Para siswa diselalu melaksanakan sholat dhuhur berjamaah setiap hari. Sholat dhuhur dilaksanakan di masjid dalam dua kloter. Untuk kelas rendah sholat dhuhur dilaksanakan di dalam kelas dipandu wali kelas masing-masing.
Kegiatan infak dilaksanakan sesuai kesepakatan kelas, akan tetapi tidak sering dijumpai pada saat pengamatan Pramuka diadakan pada hari jumat. Diikuti oleh seluruh siswa. Konten pramuka diintegrasikan dengan pendidikan islam, diantaranya ada cerita-cerita islami untuk
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
adanya cerita-cerita islami yang diinternalisasikan, bahkan mengundang pendongeng untuk menceritakan kisah-kisah islami. g. Diadakan Diselenggarakan school festival untuk kelas I sampai pementasan dengan kelas VI. School festival merupakan keagamaan pementasan hasil karya siswa, berupa seni, drama, bernyanyi, dan pertunjukan lain sesuai dengan kelas masing-masing. Dalam kegiatan tersebut, seluruh orang tua atau wali siswa diundang ke sekolah untuk menyaksikan. Masing-masing kelas menampilkan karya masing-masing yang kemudian dipentaskan di atas panggung. Tema pada School festival adalah “Muhammad is my living example”. Setiap wali kelas mendampingi kelas masing-masing. Lagu-lagu yang diputarkan adalah lagu-lagu islami. Para siswa juga melaksanakan pameran karya individu di galeri yang telah disediakn oleh panitia. Orang tua dan para siswa dapat saling mengunjungi. h. Siswa saling Secara eksplisit, ajakan verbal antar siswa tidak mengingatkan untuk terlalu terlihat. Akan tetapi dalam suatu komunitas beribadah kelas ketika sudah jadwalnya sholat, baik dhuha
193
Kesimpulan membangun karakter dan akhlak yang islami Sekolah mengadakan school festival setiap semester sekali. Pada acara tersebut para siswa mementaskan karya masing-masing kelas serta karya individu masing-masing di galeri yang sudah disiapkan
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
maupun dhuhur dan ashar, siswa sudah langsung mengambil wudhu kemudian melaksanakan sholat. Pada kelas rendah hal ini masih sangat dikondisikan oleh wali kelas. akan tetapi pada kelas tinggi, kesadaran siswa mulai terlihat, tidak ada pengondisian secara khusus, hanya diberikan durasi waktu yang kemudian ada yang bersegera dan ada juga yang terlambat. i. Guru maupun Guru dan siswa saling mengucapkan salam ketika Guru dan siswa siswa saling pagi hari saat bertemu, kemudian saat memulai mengucapkan salam mengucapkan salam pelajaran di kelas, guru memulai dengan mengucapkan salam kepada siswa. j. Guru maupun siswa terbiasa meminta maaf jika bersalah
Ketika siswa melakukan kesalahan baik sengaja atau tidak, seketika itu juga langsung meminta maaf. Contoh kejadiannya adalah ketika siswa putra sedang bermain sepak bola di lapangan, kemudian menjatuhkan lawannya, kemudian menolong untuk berdiri dan meminta maaf. Begitu pula ketika sedang pertandingan futsal antar kelas pada acara fun week,
194
terbiasa
saling
Siswa dibiasakan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan kepada temannya. Permintaan maaf dilakukan sesegera mungkin setelah melakukan kesalahan.
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
ketika ada yang terjatuh karena berebut bola, maka siswa yang lain membantu membangunkan. k. Guru memberi Ustad dan ustadzah selalu memberikan contoh Guru memberikan contoh yang baik ketika contoh dalam berdoa berdoa dengan khusuk, hal tersebut ditunjukkan berdoa, yaitu dengan khidmat dengan baik ketika mengajak siswa berdoa dalam berbagai kegiatan, maka ustad dan ustadzah juga menyertai siswa dengan ikut berdoa secara khidmat. l. Guru berpakaian Ustad putra selalu berpakaian rapi dan menutup Guru selalu memberikan contoh yang baik rapi dan menutup aurat. Para ustad juga sering menggunakan baju dalam berpaiakan yaitu rapi dan syar’i, aurat muslim dan mengenakan peci atau kopyah. berjilbab bagi yang perempuan Sedangkan ustadzah selalu berpakaian syar’i, mulai dari berjilbab yang sam pai menutup dada hingga menggunakan kaos kaki sepanjang hari, setiap kegiatan. m. Guru dan Ustad dan ustadzah maupun karyawan setiap hari karyawan mengikuti sholat dhuhur maupun ashar berjamaah di melaksanakan sholat majid. Akan tetapi bagi yang masih memiliki berjamaah tanggungjawab mengajar, maka sholat berjamaah
195
Guru dan karyawan selalu melaksanakan sholat berjamaah. Meskipun berbeda kloter, tetapi dilaksanakan di masjid secara berjamaah di masing-masing kloternya.
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
pada kloter berikutnya. Sehingga sholat berjamaah dilaksanakan kloter pertama bersama warga masyarakat sekitar, dan kloter kedua bersama para siswa kelas tinggi. n. Sekolah Tata tertib tertulis secara lengkap tidak nampak memajang tata tertib terpajang di halaman sekolah. Akan tetapi di sekolah peringatan-peringatan untuk membuang sampah dan memungut sampah, kawasan wajib berhijab, dan poster-poster peringatan lainnya memang dipajang.
Tata tertib tidak ditulis detail di papan pengumuman, tetapi terdapat tata tertib yang bersifat umum, seperti membuang sampah pada tempatnya, kawasan wajib berhijab, dan lainnya
o. Sekolah Nilai-nilai karakter banyak dijumpai, baik di memajang nilai-nilai dinding-dinding utama sekolah, depan kelas, di karakter dalam kelas, perpustakaan, hingga dining room yang terpajang banyak nilai karakter berupa etika ketika makan. Di depan pintu ruang kelas IIIC terdapat poster “Say Assalamualaykum”, di kelas IIA terdapat poster “Dunia berada dalam genggaman Allah”, “Buanglah sampah pada
Nilai-nilai karakter religius banyak terpampang di lingkungan sekolah, seperti dining room, perpustakaan, kelas. berkaitan dengan visi dan misi sekolah. Diantaranya yaitu budaya salam, dunia berada dalam genggaman Allah, saling menyayangi dan peduli pada sesama, poster budaya senyum, salam, sapa, dan anak adalah pemimpin masa depan.
196
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
tempatnya”, “Assalamualaykum” dan “We love and repect each other” di depan kelas IC terdapat kalimat, “senyum, salam, sapa” di pintu gerbang terdapat kalimat “Anak-anak adalah pemimpin masa depan” Nilai dan Keyakinan
a. Terdapat tempat Tempat sampah tersedia di setiap lokasi yang Tempat sampah disediakan di tempatsampah yang memadai berbeda. Di halaman maupun di lapangan disediakan tempat strategis dengan jumlah yang tempat sampah minimal dua. Di dining room mencukupi. disediakan tempat sampah dengan pemisahan jenisnya. Di depan kelas masing-masing disediakan tempat sampah dengan jenis yang sudah dibedakan jenisnya. Di depan perpus dan kantor juga disediakan tempat sampah. b. Terpasang hiasan-hiasan bernilai karakter religius di kelas
Setiap kelas memiliki kreativitas masing-masing. Setiap kelas disediakan papan untuk menempel hiasan maupun majalah dinding. Terdapat perbedaan kreativitas masing-masing kelas, akan tetapi setiap papan yang disediakan di kelas selalu terisi,
197
Setiap kelas memiliki kreativitas untuk menghias ruangan sesuai dengan keinginan. Hiasan banyak yang berisi kata-kata mutiara bernuansa islami, seperti hadits dan kaligrafi
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
diantaranya majalah dinding yang berisi kisah-kisah inspiratif religius seperti kisah nabi muhammad saw, kaligrafi tulisan arab, hingga hadits-hadits dan kata mutiara islami. c. Terdapat slogan dan motivasi yang dipajang di lingkungan sekolah
Asumsi
Terdapat beberapa slogan dan motivasi di tempat yang berbeda, diantaranya yaitu “Ada keajaiban Allah di setiap ciptaan-Nya”, “Dunia berada dalam genggaman Allah”, “ We love and respect each other”, Anak-anak adalah pemimpin masa depan”, “Senyum, salam, sapa”, “Be seated and avoid standing when eating or drinking”, “ memastikan setiap makanan dan minuman halal untuk dikonsumsi”, “To say Bismillah (in the name of Allah) before eating or drinking”, “Makan atau minum dengan tangan kananmu”.
Kalimat motivasi dan slogan yang dapat dijumpai antara lain; “ada keajaiban di setiap ciptaan-Nya”, “Dunia dalam genggaman Allah”, “Anak-anak adalah pemimpin masa depan”, “Say bismillah before eating or drinking”, dan “be seated and avoid standing when eating or drink”
Guru dan karyawan terlihat sering berbincangbincang dan melakukan berbagai aktivitas bersama. Antara guru dengan guru, guru dengan karyawan, maupun karyawan dan karyawan terlihat saling
Warga sekolah memiliki ruh dasar yang membentuk perilaku dalam aktivitas seharihari. Dasar tersebut antara lain, hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh
198
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
membangun komunikasi yang bersahabat, misalnya ketika makan di dining room, mempersiapkan school festival, kemah ceria, fun week, maupun ketika selesai sholat berjamaah.
warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan temuan yang menarik dari SDIT LHI yaitu keteladanan sebagai kunci kesuksesan.
Dalam menjalankan program sekolah, tidak hanya guru saja yang berkomitmen, tetapi karyawan juga memiliki komitmen, misalnya hafalan, menjaga interaksi, setor hafalan, menutup aurat, maupun menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan sekolah. Ketika di dining room, guru dan karyawan dapat bekerjasama menjaga komitmen untuk pembiasaan etika makan yang baik. Sekolah juga memiliki etos kerja yang bagus. Ketika sedang mempersiapkan suatu acara, guru maupun karyawan saling bahu-membahu mempersiapkan, mulai dari rapat hingga melebihi jam kerja, mempersiapkan peralatan-peralatan lomba untuk siswa, ornamen-ornamen pertunjukan ketika school festival dan fun week.
199
Lapisan Budaya Sekolah
Aspek yang Diamati
Deskripsi hasil pengamatan
Kesimpulan
Hal yang juga nampak menonjol adalah komitmen warga sekolah dalam meneladankan setiap program yang diberikan kepada siswa. Misalnya, guru juga melaksanakan sholat dhuha, dhuhur dan ashar berjamaah, murojaah, setor hafalan, menjaga interaksi dan berpakaian syar’i, makan dengan etika yang sudah diterapkan sekolah, maupun belajar tahsin.
Yogyakarta, 20 Februari 2017 Pengamat
Ridwan Budiyanto NIM. 12108244046
200
Lampiran 5. Penyajian Data Hasil Dokumentasi 1. Visi Dan Misi Visi: terwujudnya generasi islam yang memiliki karakter kuat, menguasai prinsip dasar keilmuan, dan berkontribusi untuk kebaikan dunia Misi: mewujudkan generasi islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasari keilmuan dan berwawasan global 2.
Tujuan
a. Siswa mengenal serta mencintai Allah dan ciptaan-Nya dalam berfikir, merasa dan bertindak b. Siswa meneladani Rasul dalam menjalani hidup, memegang teguh integritas, dan berakhlak Islami c. Siswa mempunyai keterampilan belajar, mencintai belajar dan mampu menyelesaikan masalah d. Siswa sehat lahir batin agar bisa istiqamah menjalankan perannya e. Siswa pandai berkomunikasi, bekerjasama untuk meraih cita-cita bersama f. Siswa menjadikan islam sebagai identitas dirinya dan gaya hidupnya g. Anak peduli pada sesama, amanah, dan siap melayani umat 3.
Program Sekolah
a. Al quran 1) One day one ayah (menghafal dan setoran rutin 1 hari 1 ayat) 2) Muroja’ah, pengulangan hafalan untuk menjaga hafalan siswa 3) Daurah al quran. Meningkatkan motivasi siswa untuk cinta dan hafal al quran 4) Tahsin dengan metode UMMI
201
b. Karakter 1) Star of the week Penghargaan dan apresiasi pekanan bagi siswa menonjol dari aspek tertentu (berbagai aspek), untuk memberikan motivasi kepada siswa yang bersangkutan 2) Routine Kebiasaan sehari-hari, misalnya; bersalaman dengan guru, senyum, salam, sapa, sopan, santun, sikap mendengarkan, sikap berdoa, menata sandal, dan pembiasaan untuk dhuha 3) Habit training Program pembiasaan untuk melakukan kebiasaan baik bagi seluruh warga dan keluarga besar sekolah 4) Morning motivation Cerita inspirasi untuk memberikan motivasi positif di setiap pagi 5) Class meeting Kegiatan duduk bersama membahas dan mendiskusikan permasalahan yang ada. Kegiatan ini diharapkan dapat melatih empati dan kepekaan terhadap fenomena di sekitar sekolah 6) Dewan Kehormatan Sekolah (DKS) Menumbuhkan jiwa kepemimpinan siswa, menumbuhkan kebermilikan siswa terhadap sekolah, serta siswa dilibatkan dalam mengambil keputusan
202
7) Funweek Kegiatan mengasah keterampilan fisik dan sosial yang penuh keceriaan di akhir semester untuk melatih daya juang, sportivitas, dan kerjasama
c.
Sosial Ekonomi 1) Market day 2) I care i share 3) Kegiatan rutin tahunan bulan ramadhan 4) Infak untuk berlatih qurban
d.
Keterampilan Lain 1) Ekstrakurikuler 2) Pramuka/kepanduan 3) Outbond dan camping 4) Green school 5) Mitigasi bencana
4. a.
Tiba Dan Pulang Sekolah Guru hadir maksimal pukul 07.00 WIB, kecuali guru petuas piket wajid hadir pada pukul 06.45 WIB. Guru petugas piket menyambut murid dengan ucapan salam dan menanyakan kabar
b.
Anak-anak masuk pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 14.15 untuk kelas bawah (year 1, 2, dan 3) dan pukul 15.00 WIB ashar di sekolah untuk kelas atas (year 4, 5, dan 6)
203
c.
Anak yang terlambat, menunggu di gerbang selatan sampai pukul 07.30 di bawah supervisi guru piket. Setiba di halaman anak-anak harus berjalan dengan tenang (tidak berlari), berjabat tangan dan mengucapkan salam kepada orang tua. Berjabat tangan dengan guru dan teman-teman serta mengucap salam pada mereka. Setiba di kelas, harus meminta maaf di depan kelas, mengutarakan alasan keterlambatan dan meminta izin duduk pada teman-teman.
5.
Di Dalam Kelas a.
Mengetuk pintu dan mengucapkan salam ketika masuk kelas atau ruang lain
b.
Meminta izin pada ustadz/ustadzah jika ingin keluar
c.
Meminta maaf dan menyampaikan alasan jika terlambat datang ke sekolah
d.
Bersikap baik dengan teman
e.
Saling membantu satu sama lain dan tidak merugikan orang lain
f.
Mengacungkan tangan jika ingin menyampaikan sesuatu
g.
Mendengarkan orang lain yang sedang berbicara dan tidak memotong pembicaraan
h.
Jika ingin mengajukan pertanyaan, tunggu pembicara selesai berbicara. Berbicara jika sudah ditunjuk dan dipersilakan
i. 6.
Berusaha melakukan yang terbaik. Sholat Berjamaah
Kelas bawah (year 1, 2, dan 3), sholat berjamaah di dalam kelas karena masih dalam tahap bimbingan bacaan sholat kecuali apabila ada acara khusus. Kelas atas (year
204
3, 4, dan 5), sholat berjamaah di masjid sesuai aturan yang berlaku. Aturan dijelaskan secara rinci pada peraturan habit training 7.
Halaman Kelas a.
Membuang sampah di tempat sampah. Sekolah menyediakan 3 tong sampah dengan kategori: sampah organik, sampah kertas, dan sampah plastik
b.
Meletakkan sandal dan sepatu di tempatnya
c.
Memasukkan sandal dan sepatu ke dalam school locker, sebelum pulang sekolah
d.
Tidak meninggalkan sepatu di sekolah, apalagi di luar kelas
e.
Sandal yang hilang karena keteledoran siswa bukan tanggungjawab sekolah
8.
Di Area Masjid
Masuk masjid dengan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri. Sandal ditata dengan posisi menghadap ke luar. Dilarang berlari untuk mengejar jama’ah. Membaca doa masuk masjid: “allahummaftahlii abwaaba rahmatika” dan doa keluar masjid “allahumma innii as aluka min fadlika” 9.
Di Dalam Masjid a. Menjaga kesucian dan kebersihan seluruh area masjid b. Menutup aurat sesuai kaidah Islam ketika berada di lingkungan masjid c. Berwudhu dan menjaga wudhu ketika berada di dalam masjid d. Mengerjakan sholat tahiyyatul masjid, jika waktu memungkinkan
205
e. Duduk dengan tenang dan mengisi kegiatan di masjid dengan sholat, dzikir, membaca Al quran dan diskusi yang bermanfaat f. Dilarang duduk di depan pintu masjid (menghalangi jalan( dan dilarang melewati orang yang sedang sholat g. Dilarang keluar dari masjid saat terdengar adzan h. Dilarang membawa benda berbau menyengat di dalam masjid i. Tidak menggunakan sound system masjid untuk kegiatan yang tidak bermanfaat dan tanpa seijin ustadz/ustadzah j. Dilarang jual beli atau melakukan transaksi di dalam masjid
10.
Di Toilet
a. Siswa diusahakan BAK dan BAB pada waktu-waktu istirahat atau waktuwaktu senggang bagi year 1 dan year 2 dalam asumsi masih dalam masa toilet training b. Apabila sedang dalam proses belajar-mengajar, siswa yang ingin ke toilet harus meminta izin kepada ustadz/ustadzah c. Siswa, staf, dan guru senantiasa menjaga kebersihan kamar mandi dari najis dan kotoran, termasuk keset dan lantai di depan d. Siswa, staf, dan guru menggunakan air dan sabun dengan efisien e. Siswa, staf, dan guru saling mengingatkan segala hal yang berhubungan dengan kebersihan dan kesucian f. Membersihkan kaki dengan keset atau mencuci kaki dengan air, sebelum naik ke area koridor sekolah atau sebelum memasuki ruangan-ruangan di sekolah
206
11.
Ruang Makan (Dining Room)
a. Datang ke dining room tepat waktu, dengan ketentuan: kelas atas pukul 11.45-12.15 WIB. Kelas bawah pukul 12.15-13.00 WIB dengan didampingi guru piket b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan c. Mengantri dengan tertib saat mengambil makanan d. Mengambil makan dengan hati-hati dan secukupnya e. Berdoa sebelum dan setelah makan f. Makan bersama dengan tertib dan rapi g. Bertanggungjawab menghabiskan semua makanan yang telah diambil sendiri h. Menaruh piring kotor di tempatnya dengan hati-hati i. Membersihkan sendiri meja dan makanan yang tercecer j. Membersihkan meja atau lantai apabila menumpahkan makanan k. Diperbolehkan meminta bantuan ustadz/ustadzah atau siswa-siswa lain apabila mengalami kesulitan membersihkan sendiri l. Meminta bantuan dengan cara yang baik kepada siapapun m. Masuk ke dining room hanya untuk makan snack, makan siang, dan mengisi ulang botol minum n. Makan hanya pada jam makan o. Ustadz/ustadzah mendampingi dan membantu siswa ketika makan, terutama yang masih mengalami kesulitan dalam adab makan.
207
12.
Habit Training
Habit training adalah program 21 hari untuk membiasakan ananda berbuat hal baik sehingga harapannya akan menjadi akhlak baik yang membuadaya. Ada target, ada pantauan, ada SOP, ada evaluasi, dan perbaikan. Habit training yang sedang dilakukan di SDIT LHI adalah a. Sholat dhuhur dan ashar berjamaah di masjid untuk year 4, 5, dan 6 b. 5S (senyum, salam, sapa, salim, dan santun) c. Tidak makan di kelas dan perpustakaan d. Menata sandal e. Dan lain-lain.
208
Lampiran 6. Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara 1. Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara kepada Kepala Sekolah No 1
Pertanyaan
Jawaban
Kesimpulan
Menurut Ustadzah, seperti apa Menurut saya pribadi, karakter kan akhlak dan religius Pendidikan karakter religius dipahami pendidikan karakter religius itu?
adalah mengarah pada penghambaan kepada Allah SWT. sebagai pendidikan yang berorientasi karakter akhlak yang keluar adalah berdasarkan sumber- pada penghambaan pada Allah SWT, sumber ajaran agama. karena kita di Islam, ya dari al sehingga menghasilkan karakter sesuai quran dan sunnah, hadits
2
Bagaimana
gambaran
ajaran agama (islam).
umum Karena kita islamic school, harapnnya kita memang
pelaksanaan pendidikan karakter membentuk pribadi seorang muslim, dan sumber dari religius yang ada di SDIT LHI?
kurikulum kita mengarah kesana. Kurikulum kita yang menjadi fondasi kita adalah God Center, yaitu Tauhid. Jadi secara basic saja kurikulum kita berbasis Tauhid. Jadi otomatis, setiap aktivitas, program kita mengarah kesana. Intrakurikulum maupun ekstrakurikulum. Tidak
Pendidikan
karakter
yang
berbasis
ketauhidan.
Seluruh
kegiatan
dan
program mengarah pada ketauhidan baik intra maupun ekstra kurikulum, di dalam maupun di luar kelas
hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. 3
Apa saja fasilitas fisik yang Kalau fasilitas ibadah dalam bentuk fisik,ada masjid, sudah disediakan SDIT LHI kelas, lingkungan sekitar, perpustakaan, buku-buku, dan Terdapat Yogyakarta mengembangkan
fasilitas
masjid,
kelas,
untuk sebenarnya semua adalah fasilitas, tergantung fasilitator lingkungan sekitar, perpustakaan, bukukarakter saja bagaimana kreativitasnya.
buku
religius?
209
No 4
Pertanyaan
Jawaban
Bagaimana memanfaatkan setiap Yaitu, kreativitas guru. Kalau masjid ada pembagian fasilitas atau sarana prasarana waktu untuk gantian sholat, ada jadwal khusus untuk supaya mendukung pendidikan membentuk karakter seperti dhuha, murojaah (hafalan), karakter religius?
tahsin. Kalau dikelas rendah juga digunakan untuk sholah dhuha, murojaah, morning motivation.
5
Kesimpulan Penggunaan tergantung kreativitas guru. Setiap fasilitas bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas yang ada dapat digunakan secara terintegrasi
Menurut Anda apakah fasilitas Kalau saya rasa sudah cukup sebenarnya, dengan dua Fasilitas dianggap sudah cukup karena fisik tersebut sudah memadai masjid, anak-anak aktivitas pembentukan karakter juga ada masjid untuk berbagai kegiatan dan dalam
membentuk
karakter dilakukan di dalam kelas
kelas juga dapat difungsikan untuk
religius? 6
pendidikan karakter religius
Program kegiatan apa saja yang Kalau dari harian, ada sholat dhuha, setor hafalan, dilaksanakan secara rutin dalam morning motivasi, dhuhur berjamaah, kemudian ada menanamkan karakter religius program BTHCQ. Morning motivasi ada tema-tema pada
siswa
Yogyakarta?
di
SDIT
LHI tertentu, seperti “everithing about Muhammad”, kisah- Terdapat program antara lain; sholat kisah, pengalaman, dan lain-lain yang menginspirasi. dhuha, Guru kalau tidak kreatif ndak jalan.
setor
hafalan,
motivation, dhuhur berjamaah, BTHCQ,
Kalau BTHCQ (Baca Tulis Hafal Cinta Al Quran) masuk dan juga daurah quran ke dalam muatan lokal yang wajib dan menjadi pengembangan diri, ada membaca quran, targetnya anak bisa baca quran, sampai kelas III targetnya hafal juz 30
210
morning
No
Pertanyaan
Jawaban
Kesimpulan
dan sampai lulus kelas VI nanti hafal 3 Juz. Belajar metode Ummi, pasti setiap hari, dua jam pelajaran. Selain itu juga ada daurah al quran untuk kelas IV dan V, programnya
menimal
10
hari
menghafal
quran,
dilaksanakan ketika semester II. 7
Bagaimana keikutsertaan warga Kita ada budaya sekolah yang itu semua mulakukan, sekolah
dalam
pelaksanaan termasuk dhuha, sholat berjamaah. Kemudian untuk
kegiatan tersebut?
karyawan dan guru ada pembinaan, ada kajian rutin dari yayasan. Kemudian ada SOP yang berlaku untuk semua, misalnya interaksi lawan jenis.
8
Diterapkan budaya sekolah di mana semua
melakukan
apa
yang
diprogramkan, guru dan karyawan juga harus melaksanakan.
Program pembiasaan apa saja Ada habit training juga, anak kelas I, II kita kondisikan yang
dilaksanakan
dalam habitnya, kesiapan belajar, taharah, 5S, mengucapkan
menumbuhkembangkan karakter maaf, dan lain-lain. Ada DKS (Dewan Kehormatan ada religius siswa?
habit
training,
budaya
5S,
Sekolah) di diningroom, untuk mengkondisikan kalau mengucapkan maaf, etika ketika makan, makan harus duduk, cici tangan, tidak sambil bersuara dan terdapat pengawasan oleh DKS ketika mengunya, makan menggunakan tangan kanan, berdoa sebelum makan.
9
Bagaimana program pembiasaan Itu menjadi habit sekolah, jadi semua warga sekolah Semua
warga
sekolah
harus
tersebut dapat berjalan, apakah memang harus melaksanakan. Tapi karena anak-anak, melaksanakan. Anak-anak juga harus jadi perlu waktu lama, sehingga harus diingatkan terus.
211
diingatkan terus
No
Pertanyaan
Jawaban
Kesimpulan
juga dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah? 10
Apakah
juga
ada
kegiatan Untuk insidental ada beberapa kali, sering juga
spontan yang tidak diprogramkan
Terdapat program insidental
berkaitan dengan membangun karakter religius siswa? 11
Apa saja contoh kegiatan spontan Misalnya, siswa diajak sholat jenazah berjamaah ketika yang pernah dilaksanakan dan ada warga sekitar sekolah yang meninggal, sholah ghoib, mengapa
memilih
kegiatan sholat gerhana, kemudian ada juga moment peduli sosial
tersebut?
seperti membantu syiria, palestina, korban banjir, intinya mengajarkan siswa bagaimana bersaudara, menghamba
Program spontan antara lain; sholat jenazah, sholat ghoib, sholat gerhana, dan program peduli sosial
kepada Allah dengan membantu orang lain. 12
Adakah slogan motivasi yang Ada beberapa, dari visi misi juga ada, sering di menjadi
semangat
bersama pertemuan-pertemuan dengan orang tua kita sampaikan Ada beberapa, terdapat juga di visi misi.
dalam menumbuhkan karakter untuk memimpin masa depan, making the lead, caring.
Seperti making the lead, caring
religius? 13
Adakah reward dan punishment Kalau kesalahan ya kita beri konsekuensi. Kalau Terdapat kartu peringatan bagi yang khususnya pada siswa
yang kebaikan kita beri penghargaan, dengan praising, pujian, melanggar dan pemberian konsekuensi.
mentaati peraturan maupun yang kemudian juga ada “Star of the Week” setiap senin, untuk Siswa yang melakukan kebaikan juga melanggar?
memberikan motivasi dan persepsi positif. Kalau anak diberikan penghargaan dan pujian
212
No
Pertanyaan
Jawaban
Kesimpulan
melakukan kesalahan nanti ada peringatan, itu semua nanti ada aturannya. 14
Bagaimana
menciptakan Anak-anak
misalnya
belajar
menanam
sendiri
lingkungan
yang
dapat hidroponik, belajar tentang sayur, banyak projek anak. Itu
memudahkan
siswa
belajar adalah sarana, tools buat anak untuk discovery kekuasaan
agama?
Allah, karena kita terintegrasi, misalnya siapa yang menciptakan tumbuhan, kenapa Allah menciptakan. Kalau di kelas dibentuk lingkungan yang sesuai juga, ada display-display, poster, speaker untuk memutar murotal, tergantung guru dan siswanya. Kemudian di diningroom
Disediakan fasilitas yang mendukung untuk belajar, seperti lingkungan untuk mengenal tumbuhan sebagai ciptaan Allah, display,
kelas
dikondisikan
poster.
Di
dengan
dining
room
dikondisikan dengan adanya poster
ada poster-poster adab makan. 15
Bagaimana
cara
lingkungan
agar
terkondisikan? 16
menjaga Ada kesepakatan untuk saling menjaga. Itu semua adalah Adanya tetap milik bersama. Di toiler misalnya,
ada
membersihkan dari DKS juga.
komitmen
bersama
dan
jadwal pembagian tugas serta jadwan yang jelas. Contohnya adanya DKS
Apa kebijakan sekolah yang Kita ada SOP untuk semua warga sekolah bahkan untuk Semua warga sekolah harus mentaati diterapkan kepada seluruh warga orang tua. Contohnya bagaimana berinteraksi dengan SOP. Peraturan berlaku untuk semua, sekolah
dalam
mendukung anak, tidak boleh menggendong, atau hal-hal yang dalam hal interaksi, berpakaian syar’i,
pengembangan karakter religius? melanggar syariat, berpakaian yang rapi, menutup aurat, menutup saling salim, sapa, 5S, nanti ada di aturannya.
213
sebagainya
aurat,
budaya
5S,
dan
No 17
Pertanyaan Bagaimana
Jawaban
Kesimpulan
menimbulkan Program-program sekolah kita sudah mengarah kesana. Semua program diarahkan mengarah
suasana sekolah yang kental Kalau anda masuk ke sini sudah terasa suasananya, kalau pada ketauhidan. Suasana religi setiap dengan religi?
pagi-pagi nanti sudah sholat dhuha, siang sedikit nanti hari sudah dibangun sejak pagi hari ramai hafalan, dan lain-lain.
18
dengan dhuha, hafalan, dan sebagainya
Apakah di lingkungan sekolah Ya, jelas itu. Guru-guru menjadi role model; berbicara, Pasti. Guru menjadi role model, dalam dibangun budaya keteladanan berpakaian. Semua orang menjadi pendidik di sini, berpakaian, berbicara. Semua warga antar warga sekolah?
termasuk karyawan juga. Kalau ada siswa yang sekolah menjadi pendidik dan dapat melanggar harus diingatkan.
19
Bagaimana
upaya
saling mengingatkan.
sekolah Saling mengingatkan dan kita ada SOP, ada reward dan
membangun keteladanan sebagai konsekuensinya
bagi
yang
tertib
maupun
yang
langkah pembangunan karakter melanggar. Misalnya guru atau murid yang terlambat religius siswa?
datang pagi lebih dari jam 07.00 harus menunggu sampai
keteladanan dibangun dengan adanya peraturan, SOP, dan adanya konsekuensi
jam 07.30 baru boleh masuk. 20
Apa yang dapat dirasakan dari Bagaimana kita lebih bisa mengingatkan, misalnya kita internalisasi slogan dan motivasi baru konsen sholat tertib di masjid, maka kita berusaha Saling mengingatkan dan komitmen yang ditumbuhkan di SDIT LHI berulang-ulang Yogyakarta?
mengingatkan.
Selain
mengingatkan soal sampah, dan lain-lain.
214
itu,
saling bersama
2.
Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara kepada Guru
No
Pertanyaan
Narasumber
Jawaban
Kesimpulan
1
Menurut Ustad/zah, seperti apa
FH
Pada dasarnya adalah karakter dimana anak-
pendidikan karakter religius
anak menunjukkan keyakinan kepada Allah
itu?
sehingga menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang oleh Allah. Dan di sekolah ini, karakter yang kemudian ingin dibentuk adalah Iman yaitu anak tahu hingga meyakini, kemudian Islam yaitu mampu melaksanakan
perintah,
dan
Ihsan
yang
bentuknya lebih afektif, terbiasa, sudah cinta sholat misalnya, sehingga menjadi sebuah karakter. RS
Religius itu kan berbau peribadatan yo. Kalau sekilas karakter kan skill dalam yang kalau nanti diindikatori kalau dilihat mata ya perilaku mengamalkan taat aturan agama seperti yang dicontohkan rasulullah. Bahasa mudahnya anak-anak melakukan kebaikan dengan senang hati. Menurutku melakukan yang berbau beribadah kan dengan senang hati ya, beribadah 215
Guru sudah memahami pendidikan karakter
religius
Pendidikan
dengan
karakter
baik. religius
dipahami
sebagai
pendidikan
mengenai
pemahaman
agama,
beriskap dalam bentuk peribadahan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perintah agama
itu religiusnya, karakternya tanpa paksaan, jadi sudah dari dalam dirinya. Misalnya anak-anak sholat dhuha kan religius ya misalnya tapi kalau karakternya belum jadi kan tampaknya berbeda. AR
Karakter religius itu ya melaksanakan segala sesuatunya sesuai dengan agama yang dianut. Karena di LHI itu yang dipakai adalah agama islam berarti ya bagaimana siswa itu bisa menginternalisasikan
nilai-nilai
islami
itu
dalam kehidupannya sehari-hari. 2
Bagaimana gambaran umum pelaksanaan
pendidikan
FH
Pertama, Jadi sekolah ini punya prinsip-prinsip dasar
yang
harus
dipegang
oleh
guru.
karakter religius yang ada di
Diantaranya harus memperhatikan fitrah anak,
SDIT LHI?
fitrah keimanan, perkembangan anak, bakat, seksualitas, dan lain-lain. Tujuan utama dari sekolah ini adalah menanamkan ketauhidan dan dilaksanakan dengan proses tarbiyah. Kedua, sekolah ini memiliki 7 hal yang ingin kita capai, (1) cinta kepada Allah (2) cinta kepada Rasulullah s.a.w (3) kemampuan intelektual
(berpikir
216
kritis,
menganalisa,
SDIT
LHI
menekankan
pada
ketauhidan. Segala sesuatu ada kaitannya dengan Allah. Kegiatan yang dilaksanakan ada pembiasaan yang baik, morning motivation, BTHCQ, sholat dhuha berjamaah, murojaah dan setor hafalan
mencari informasi) (4) kecerdasarn fisikal lahir dan batin (5) interpersonal literacy (6) kemampuan
kultural,
mengekspresikan masyarakat
bagaimana
keislaman
di
tengah
(7) sosial literacy, bagaimana
setiap anak belajar peduli. Enam point di bawah prinsip cinta kepada allah adalah turunan dari cinta kepada Allah, atau ketauhidan. Sehingga semua program, proses pembelajaran pasti diawali dari pusatnya dulu. Misalnya belajar tentang hewan, akan dibawa pada pemahaman mengagumi Allah, menghayati, eksplorasi, dan semuanya diarahkan ke tauhid. Selain itu ada berbagai program keseharian, morning motivasi untuk menambah semangat dan selalu ada kaitannya dengan Allah. Seluruhnya diajarkan secara
integrated
(terintegrasi)
sehingga
pembangunan karakter religius bukan hanya pada soal sholat, berdoa, dan pendidikan agama dan
rutinitas
diintegrasikan
lainnya, untuk
217
tapi
semuanya
mengarah
pada
ketauhidan, tidak ada pemisahan di sini karena jantung utamanya adalah tauhid. RS
Pembiasaan ya, seperti habit doa, habit buang sampah, habit jamaah dhuhur, habit story telling muhammad. Selain itu, o ini membaca kisah-kisah, kalau di kelas saya sangat amat sering sekali di morning motivasi. Hampir setiap hari dalam sepekan kisah-kisah itu sering sekali. Jadi kalau di morning motivasi meskipun hanya setengah jam banyak sekali isinya bukan cuma doa, kita murojaah, kita juga sama maknanya, tafsirnya, jadi banyak banget.
AR
Kalau di LHI kan ada kebiasaan ya terutama kelas bawah itu terkait ibadah. Kemudian ada morning motivation yang bisa dimasukkan nilai-nilai religius, nilai-nilai yang diajarkan rasulullah, terus setelah morning motivation biasanya ada BTHCQ sebagai mata pelajaran, di dalamnya ada hafalan juga, selain itu mereka akan sholat dhuha, itu kelas I, dan II. Sebelumnya
mereka
218
biasanya
mereka
menambah hafalan dan murojaah. Nanti di kelas III dan IV sholat dhuha dulu baru BTHCQ, ya Cuma dibalik jamnya aja sih biar nggak tabrakan. Kalau kelas V dan VI nanti BTHCQ nya jam 13.00. kelas V dan VI kan mereka kebutuhan waktu yang lebih lama untuk belajar memenuhi kebutuhan akademiknya ya, jadi mereka sholat dhuhanya setelah morning motivation dan dilakukan secara sendiri-sendiri. Kalau kelas I-III kan dilaksanakannya di kelas, kalau kelas IV dan VI itu dilaksanakannya sendiri-sendiri di masjid, dan bisa juga sebelum mulai pelajaran ada juga siswa yang sudah mendahului sholat dhuha. 3
Apa saja fasilitas yang sudah disediakan
SDIT
Yogyakarta mengembangkan religius?
FH
Kalau
fasilitas
diupayakan
untuk
LHI
mengembangkan itu. Kalau masjid dan tempat
untuk
wudhu kan biasa. Tapi kalau lingkungan,
karakter
tadabur alam, adalah untuk mengajarkan religius. Rak sandal pun kita jadikan pendidikan religius, bagaimana menata sandal secara rapi sebagai sunnah rasul, tempat bermain, kantin,
219
Fasilitas yang disediakan berupa masjid, mandi,
tempat
wudhu,
lingkungan
kamar yang
mendukung, rak, kantin (dining room), poster-poster, mading, bukubuku islami, al quran
semuanya berkaitan. Filosofi awal, semuanya tidak ada yang tidak ada kaitannya dengan Allah. Perpustakanan dan semuanya yang ada. RS
Ooo, apa ya, mushola atau masjid, poster, mading, buku kisah teladan juga banyak. Di kantin ada adab makan, jaga kebersihan, dan sebagainya.
AR
Fasilitas fisik, emm, masjid, ruang kelas juga ya,
kemudian
untuk
pembelajaran-
pembelajaran misalnya LCD, kemudian speaker buat diperdengarkan murotal, e seragam DKS, buku-buku islami banyak banget, buku-buku cerita nabi dan rasul, di kelas ada juga. Tempat wudhu, terpisah juga, kemudian kamar mandi anak-anak juga disediakan tempat wudhu, kemudian al quran juga ada. 4
Bagaimana
memanfaatkan
FH
Cara memanfaatkan yang jelas adalah mendidik Guru menerapkan pendidikan yang
setiap fasilitas atau sarana
gurunya. Kita harus membangun pemahaman terintegrasi.
prasarana supaya mendukung
bahwa mendidikan anak-anak bukan parsial, digunakan sesuai dengan fungsinya
pendidikan karakter religius?
sehingga menyadari bahwa semuanya adalah dan fasilitas untuk mendidik.
220
Setiap
berbagai
digunakan
fasilitas
fasilitas
untuk
dapat
pendidikan
RS
Pemanfaatannya, kalau masjid bukan hanya karakter
religius,
untuk sholat yo mas yo, bisa untuk ngaji, bagaimana gurunya belajar. Kalau di sini terpadu ya, jadi nggak PJ guru tertentu saja, jadi kalau belajar itu menginclude-kan karakter. Contohnya misalkan di kantin bisa dengan budaya antri, adab makan, menjaga kebersihan, termasuk makan tak bersisa, makan dengan tangan kanan. AR
Optimalisasinya ya, masjid digunakan untuk BTHCQ, kemudian karena kita belum punya aula, kita juga gunakan untuk mendongen, kemudian untuk pertemuan juga pernah. Kemudian masyarakat juga ikut sholat di masjid bareng-bareng ketika sholat jamaah. Nah, karena masjidnya juga untuk masyarakat, maka anak-anak tertentu saja yang diperbolehkan ikut sholat jamaah kloter pertama, misalnya mereka yang melakukan kebaikan apa gitu. Kemudian untuk kloter kedua nanti digunakan kelas atas yang di situ nanti ada aturan-aturannya seperti ada DKS. Nah, di kloter kedua pun, bagi siswa
221
tergantung
yang mendapatkan reward juga diijinkan sholat lebih awal bersama dengan masyarakat. Kalau yang kelas bawah, mereka juga dikasih reward begitu. Kelas juga digunakan untuk sholat kelas bawah. Halaman sekolah dipakai BTHCQ kadang kalau mereka suntuk gitu. 5
Menurut Anda apakah fasilitas
FH
Sejauh ini ya secara keseluruhan sudah cukup
fisik tersebut sudah memadai
layak meskipun kita masih ingin menambah
dalam membentuk
berbagai referensi untuk melengkapi fasilitas
karakter
religius?
kepada anak, seperti buku-buku yang leveling. RS
Sebenere sudah cukup sih mas, soale gini karakter religius bisa dibangun dari alam sekitar juga, bukan hanya mushola atau masjid, misalnya kita belajar sains kita bisa lho ke luar kelas, misalnya kita belajar sains kita bisa belajar dari alam sekitar, kita jelaskan tentang ciptaan allah, insyaaallah alam sekitar ini jadi fasilitas kog.
AR
Mungkin masih kurang ya, karena kita belum punya aula. Kalau segala acara dilaksanakan di masjid kan juga kurang baik. Tapi sekarang
222
Guru menilai fasilitas yang tersedia sudah cukup untuk mendukung pendidikan karakter religius, karena konsep
pendidikannya
sangat
terintegrasi, sehingga tidak terpaku pada satu fasilitas satu fungsi
diberi solusi dilaksanakan di ruang kelas, atau di halaman kemudian diberi tenda. Setiap pertemuan pasti ada nilai-nilai religius, disini integrated banget. 6
Program kegiatan apa saja
FH
Ok, yang jelas doa, morning motivation degan
yang dilaksanakan secara rutin
berbagai kreativitas guru, bisa cerita islami,
dalam menanamkan karakter
tepuk tangan islami, dan apapun yang dapat
religius pada siswa di SDIT
mendorong semangat anak, class meeting,
LHI Yogyakarta?
belajar sehari-hari, project based learning, Program
pendidikan
karakter
sholat dhuha, untuk kelas I-III dilaksanakan religius yang selalu dilaksanakan secara bersama-sama karena masih ada yang secara rutin antara lain BTHCQ, perlu diperbaiki, sholat dhuhur berjamaah, ashar morning motivation, sholat dhuha, berjamaah, kemudian juga memperingati hari sholat dhuhur berjamaah, sholat raya, idul qurban, kemudian juga ada upacara ashar berjamaah, peringatan hari bendera hari senin, infak juga ada. RS
raya, upacara bendera,murojaah,
Setiap hari itu dhuha, murojaah, setor hafalan, hafalan, setor hafalan, sholat jumat, dhuhur jamaah, ashar jamaah, kisah teladan itu dan class meeting hampir setiap hari. Kalau pekanan misalnya sholat jumat, jadi anak-anak sudah dilatih sholat jumat, dijadwal tapi nggak semua, infak juga setiap pekan. Ramadhan ada pesantren kilat,
223
hari qurban ada, menyembelih di sini pas hari tasyriknya. AR
Apa ya, BTHCQ, sholat dhuha, morning motivation, class meeting, sholat dhuhur jamaah, murojaah, menambah hafalan, udah itu aja entar biar ditambahin yang lain.
7
Bagaimana warga
keikutsertaan sekolah
FH
dalam
Diikuti semua warga sekolah, banyak sih tergantung
pelaksanaan kegiatan tersebut?
jenis
kegiatan.
Semuanya
dikembangkan untuk dilibatkan. Di upacara juga diingatkan untuk karakter religius bagi semuanya. Kalau soal toleransi memang kita cenderung homogen, tapi anak-anak diajarkan bahwa rasulullah itu lembut. RS
O warga sekolah, Murojaah guru juga, guru juga setor hafalan juga, termasuk karyawan juga setor hafalan setiap hari, sholat dhuha meskipun tidak bersama-sama tapi dilaksanakan masingmasing, sholat jamaah, dan sebagainya.
AR
Oo, semuanya warga sekolah ya. Hafalan, murojaah selain buat siswa, guru dan karyawan pun juga ada program itu. Dan satu hari itu
224
Seluruh warga sekolah dilibatkan untuk
mengikuti
apa
yang
diprogramkan. Misalnya guru juga setor hafalan, sholat dhuha, sholat dhuhur, sebagainya
sholat
jamaah,dan
mereka harus nambah hafalan dan harus setoran, sama tahsin. Kalau anak-anak kan di BTHCQ ya, nah untuk jumat digunakan guru. 8
Program pembiasaan apa saja yang
dilaksanakan
FH
dalam
Misalnya 5S, sholat, berdoa sebelum dan
menumbuhkembangkan karakter religius siswa?
Kita ada habit training. Dan kuncinya guru.
sesudah belajar, buang sampah, dan lain-lain. RS
Itu, 5S (salam, salim, sapa, senyum, sopan santun),
meminta
maaf
jika
melakukan
kesalahan langsung ditindaklanjuti, misalnya membuat nangis ya seketika itu langsung diselesaikan dengan meminta maaf. AR
E, salaman sama guru ya, dan untuk kelas atas sudah dibiasakan untuk tidak salaman dengan ustad atau ustadzah yang berlawanan jenis, terus makan sambil duduk, makan dengan tangan kanan, baca basmalah, terus penggunaan toilet yang benar, terus mendengarkan ketika di kelas. pembiasaan yang lain apa ya, mengucap salam ketika masuk kelas, mengucap salam ketika akan presentasi. Setiap awal kegiatan, diawali
225
Pembiasaan
yang
dilaksanakan
untuk pendidikan karakater religius yaitu adanya 5S, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, meminta maaf, etika makan, penggunaan toilet yang benar
doa, jadi doa pagi dan doa pulang. Apalagi yaa, emm, udahlah itu aja. 9
Bagaimana
program
pembiasaan
tersebut
berjalan,
apakah
juga
oleh
seluruh
dilaksanakan
FH
dapat
Ya selalu, harus. Kalau nggak semua nggak bisa.
Segala
sesuatunya
harus
bersama
akhirnya, nggak bisa kalau nggak bersama. RS
warga sekolah?
Lha itu, intinya kerjasama, semua warga ikut terlibat. Program-progam itu kan paling berat di pemantauan. Kalau memantaunya kurang, lepas Program-program itu anak-anak. Kalau 5S itu kan berlaku semua dijalankan warga sekolah, tapi di masing-masing kelas juga seluruh ada program masing-masing.
AR
sekolah
dengan
warga
komitment
sekolah
secara
bersama-sama. Ditambah dengan
Iyaa, jika ada yang tidak melaksanakan akan aturan dan juga pemberian kartu ditegur dan sudah ada yang bertugas juga untuk berupa kartu apresiasi maupun kartu mengingatkan, ada DKS itu. Ada kartu kuning peringatah untuk peringatan. Kemudian ada kartu hijau, misal ada anak yang merapikan sandal, padahal dia nggak piket. Dan semua guru berhak memberikan peringatan dan kartu-kartu itu. Kalau yang anak-anak yang berhak Cuma DKS.
226
10
Apakah juga ada kegiatan spontan
yang
diprogramkan
FH
tidak
isu politik kita nggak. Ya kalau misalnya ada
berkaitan
dengan membangun karakter
Ya, ada beberapa yang kita laksanakan. Kecuali
bencana, ada yang sakit. RS
religius siswa?
Ada, iya. Sesuai kebutuhan dan kondisi, misalnya lingkup kelas. bisa perwakilan, bisa grudukan.
AR
Ada
kegiatan
dilaksanakan
spontan sesuai
yang dengan
keadaan dan kebutuhan
Ya, diprogramkan, misalkan ada sesuatu akan ada tindakan dan inisiatif
11
Apa
saja
contoh
spontan
yang
dilaksanakan
dan
kegiatan
FH
pernah mengapa
Ada
bencana
garut,
perang
suriah,
mengumpulkan infak. RS
memilih kegiatan tersebut?
O ini, galang dana, sering banget itu. Kemarin bencana di garut itu, palestina, gerakan 10 ribu, terus takziyah ke warga dekat sekolah.
AR
Oh ya, kayak misalnya kemarin yang di garut itu. Di sini juga ada Laziz, misalnya ada aleppo kemaren,
palestina,
nanti
akan
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan secara kegiatan
spontan
adalah
berupa
sosial
seperti
penggalangan dana untuk korban bencana, takziyah, atau infak
ada
penggalangan dana gitu. Takziyah buat guru juga ada. 12
Adakah slogan motivasi yang menjadi
semangat
bersama
FH
Apa ya, kalau slogan motivasi mungki seperti Terdapat slogan motivasi yang muhammad is my living example, the leader of cukup berragam dan masing-masing the future, banyak sih.
227
kelas juga memiliki. Sebagai guru,
dalam menumbuhkan karakter
RS
Sebagai guru, “satu teladan lebih baik dari 1000 salah satunya adalah keteladanan nasehat”, kalau di siswa “setiap anak juara”.
religius? AR
lebih baik dari 1000 nasehat.
Masing-masing kelas punya. Tapi aku nggak hapal
13
Adakah
reward
dan
FH
Lebih banyak memberikan apresiasi. Jika ada
punishment khususnya pada
memang ada punishment lebih diarahkan pada
siswa yang mentaati peraturan
konsekuensi logis. Kalau dibilang punishment
maupun yang melanggar
juga enggak. Kita punya catatan peringatan. Kartu hijau untuk apresiasi, kuning peringatan, merah konsekuensi. Konsekuensinya misalnya melakukan kesalahan yang harus meminta maaf, kan logis. Namanya mendidik itu kan menyentuh hati. Jadi kita nggak ke arah hukuman fisik. RS
Apa ya, kayak kemaren, ada yang mebuka laptop ustadzah tapi ndak ijin, kemudian diberikan tugas mengganti tugas teman buat membersihkan toilet, misalkan terlambat dhuha nnati nambah rakaat, kemudian ada kartu merah, kartu kuning, ada kartu peringatan, terutama yang bulliying itu kartu merah. Kalau
228
Guru
menggunakan
kartu
peringatan ketika ada siswa yang melanggar
peraturan.
Terdapat
kartu hijau untuk apresiasi, kartu kuning untuk peringatan, dan kartu merah untuk tindak lanjut dengan orang tua. Selain itu juga dapat berupa konsekuensi yang mendidik
ada yang mengejek, atau sampai memukul, itu nanti membuat surat pernyataan ditandatangani orang tua. AR
Penggunaan
kartu
dan
peringatan.
Tiga
peringatan dapat kartu kuning, tiga kartu kuning dapat satu kartu merah, kalau tiga kartu merah orang tuanya akan ada panggilan. Terus ada kartu hijau untuk anak-anak yang melakukan hal baik. Contohnya menata sandal, buang sampah, dan lain sebagainya. 14
Bagaimana
menciptakan
lingkungan
yang
dapat
memudahkan
siswa
belajar
FH
Yang penting tujuan udah bener, kemudian sistem, guru, orang tua, murid. Kalau lingkungan fisik, dari sarana dan
agama?
prasarana ya yang mendukung komitmen kita. Misalnya di ruang makan kita ingin anak-anak makan sambil duduk, berdoa,maka kita berikan poster-poster untuk mendukung ke arah itu. RS
Apa
ya,
termasuk
memberi
contoh,
mengingatkan, karena masih SD ya, jadi harus sering diingatkan. Memang berat di awal, nanti kalau udah jalan ya insyaAllah bisa. Kemudian
229
Keteladanan harus dibangun dari guru, lingkungan fisik dikondisikan agar bersama,
mendukung seperti
komitmen penyediaan
fasilitas (seperti poster, majalah dinding, buku, alat kebersihan), penataan (seperti meja dan kursi di dining room), dan penggunaannya
ada quran terjemaah ada, al ma tsurat ada, termasuk poster, speaker untuk morotal, ada tempat sampah, sapu, alat kebersihan. AR
Em, kondosi gurunya juga harus stabil. Oleh akrena itu, setiap guru dan karyawan di sini juga mendapatkan pembinaan, harus dan wajib, berupa halaqoh tarbawi sama tahsin, dan kewajiban untuk setor hafalan setiap hari. Kalau lingkungan ada poster-poster, ada banner, bahkan sini ada kawasan wajib berhijab itu. Terus orang tua atau wali
murid yang
menjemput anak dihimbau untuk menggunakan hijab, dalam rangka untuk ngasih contoh buat anak. Kemudian buku-buku, fasilitas belajar al quran buat yang udah lulus Ummi, keberadaan tempat sampah, apa lagi ya, keberadaan ini, kursi dan meja yang tertata rapi agar anak-anak nggak makan sambil berdiri. 15
FH
Caranya ya kita memang harus bersama-sama. Termasuk gurunya, makanya kita ada forum
230
Bagaimana
cara
lingkungan
agar
menjaga
belajar. Guru-guru juga ada diskusi, forum, dan
tetap
terkondisikan?
sebagainya. RS
Peka ya mungkin. Peka itu ya kalau lihat sampah kita yang memberi contoh. Kemudian Guru termasuk
piket
kebersihan,
bekerjasama
poster-poster mengingatkan
dan
untuk
memberikan
mengingatkan sampah, ada PJ kebersihan contoh. Selain itu, juga ada yang masjid, misalnya kelas 3B itu satu kelas diPJ bertugas untuk menjaga suasana kan
kebersihan
masjid.
kemudian
DKS tetap terkondisikan. Di kalangan
membantu mengkondisikan sholat berjamaah. AR
siswa ada DKS, sedangkan sarana
Kontroling yang pasti ya, karena ada guru yang prasarana sudah ada bagian yang juga bertugas untuk menjaga itu. Kayak mengurusi misalkan kondisi guru udah ada kepala sekolah yang ngecek pembinaan berjalan baik atau enggak, kemudian juga ada tim BTHCQ untuk ngecek hafalan guru-guru. Kalau untuk tempat udah ada bagian sarpras dan menejemen. Kayak misalnya banner wajib hijab udah ada yang bertugas sendiri.
16
Apa kebijakan sekolah yang diterapkan warga
kepada sekolah
seluruh dalam
FH
Ada
kebijakan
memang
yang
memuat Seluruh
warga
sekolah
harus
bagaimana budaya sekolah dan lain lain, nanti mentaati peraturan. Mulai dari buka bukunya saja. Kita ada dicipline policy
231
berhijab,
setor
hafalan,
sholat
mendukung
pengembangan
RS
karakter religius?
Wajib berhijab, bawa alat sholat, pakaiannya berjamaah, bersikap dan bertutur rapi, bawa baju bersih buat sholat, setor hafalan kata. Semua juga diatur dalam buat guru-karyawan juga itu, sholat berjamaah dicipline policy di sekolah.
AR
Em, contohnya sih itu penggunaan jilbab yang sesuai dengan syariat bagi guru dan karyawan yang ustadzah. Siswa juga wajib berhijab, tapi belum ditekankan banget untuk syar’i, kadang kelas atas masih ada yang lepas kaos kaki. Terus interaksi juga, antara ustad dan ustadzah harus dijaga. Kalau kebijakan ada di parent guide
17
Bagaimana
menimbulkan
FH
Jadikan tujuan utama adalah cinta kepada Allah.
suasana sekolah yang kental
Semuanya dijadikan sebagai faktor pendukung Semua
dengan religi?
untuk lebih mencintai Allah. Maka semua hal berkaitan dengan allah, mencintai digunakan
untuk
menghubungkan
ketauhidan.
Pelajaran
dihubungkan
dengan
umum
pun
ketauhidan,
harus
diarahkan
pada Allah. Guru menjadi teladan dan akan contoh yang utama. Serta fasilitas karena disediakan dan dikondisikan guna
kembali ke tujuan utama dan terintegrasi. mendukung tujuan bersama Kepadala tauhid, maka selebihnya harus ikut.
232
untuk
RS
Ya, adzan bersegera ke masjid, terus salam, minta ijin, kajian pekanan juga anak-anak, liqo buat anak-anak kelas atas (IV-VI).
AR
Ya itu, dari gurunya dulu dan dengan ditambah didukung dengan fasililas yang ada dan instrumen-instrumen
serta
kebijakan
dari
sekolah yang sesuai. 18
Apakah di lingkungan sekolah
FH
dibangun budaya keteladanan antar warga sekolah?
Ada. Keteladanan masuk dalam prinsi-prinsip pendidikan kita.
RS
Oow yaa, mestinya. Keteladanan dibangun dari perilaku, dari habit. Soalnya anak sini kritis lho. Kalau apa gitu biasanya terus mempertanyakan.
AR
Iyalah. Misalkan guru ya, karena yang paling jelas kan guru tu. Misalkan kalau guru meminta siswa untuk setor hafalah, guru juga harus setor hafalan, guru meminta untuk menjadi anak yang baik, guru juga mencontohkan yang baik. Kadang juga datang dari siswa, misalkan, anakanak dilarang duduk di atas meja, lalu melihat guru duduk di atas meja, anak-anak langsung protes.
233
Keteladanan
dari
guru
dan
karyawan sangat dijunjung tinggi
19
Bagaimana membangun
upaya
sekolah
FH
Prinsip yang kita pakai salah satunya adalah
keteladanan
secara tidak sadar anak belajar dari perilaku
sebagai langkah pembangunan
orang tua. Kebijakannya bagaimana warga
karakter religius siswa?
sekolah
mendukung
prinsip
keteladalan,
misalnya ada program hafalan juga bagi smuanya, sholat dhuha, sholat berjamaah, kemudian berpakaian, tutur kata, karyawan pun semaunya mengaji, ada program hafalan, dan itu semua ada rambu-rambunya. Jadi guru harus menjalankan apa yang diajarkan. insyaAllah Keteladanan dari guru dibangun jika antum lihat semua ustaddahnya rapi. Selain dengan
adanya
kebijakan,
itu, juga ada pembinaan, kajian seminggu sekali pembinaan serta pembiasaan dan itu wajib bagi semua. RS
Misalnya
kita
juga
murojaah
di
kelas,
berbusana, berpakaian rapi, bersegera ke masjid, makan, hal-hal kayak gitu, terus salam, berangkat on time gitu. Dari sekolah juga menekankan pemberian keteladanan. AR
Ya itu, kondisi gurunya harus diperbaiki, bahkan yang awalnya belum punya halaqoh tarbawi pun akan diberikan pembinaan. Kalau
234
misalkan guru melakukan kesalahan akan diberikan teguran. 20
Apa yang dapat dirasakan dari internalisasi
slogan
FH
Auranya positif. Kita ingin memunculkan
dan
pendidikan yang esensial, bukan hanya sekadar
motivasi yang ditumbuhkan di
mentransfer ilmu pengetahuan, pendidikan
SDIT LHI Yogyakarta?
adalah mengubah. Ya rasanya semangatnya tinggi, punya idealisme, dan kesabaran. RS
Sekolah
sebagus
apapun,
ruhnya
tetep
tergantung sistem dan gurunya, anak itu kan produk sistem dan produk guru. Sistem bagus Guru
menganggap
bahwa
kalau guru nggak memberi teladan juga kurang keteladanan menjadi kunci penting optimal. Sama ini juga, kerjasama, soalnya keberhasilan kekompakan sangat berpengaruh, misalnya guru di kelas. sejauh mana guru memberikan teladan sangat bisa dilihat di anak. Kepala sekolah juga sering mengingatkan keteladanan. AR
Apa yaa, yang ngerasain sebagai guru. Em, leadership for tommorow. Ya menimbulkan kepemimpinan dan teladan itu ya.
235
236
Tabel 13. Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil wawancara kepada Siswa No 1
Pertanyaan
Narasumber
Jawaban
Kesimpulan
Menurut kamu, dengan cara IA dan S
Ee, susah ust, eee, murojaah, sholat, dzikir, apa Siswa
seperti
tu namanya, asmaul husna, BTHCQ
apa
kamu
belajar
tentang agama di sekolah ini?
AN dan RQ
belajar
cerita-cerita
cerita-cerita, kadang cerita yang fiksi, ada motivation),
2
sebagai
pendidikan karakter religius melalui
BTHCQ, mendengarkan ustadzah misalnya BTHCQ,
pelajaran deen al islam
agama
murojaah,
(morning asmaul
husna, dzikir, dan pelajaran di kelas
Apakah hanya di kelas saja IA dan S
Enggak, kalau TPA di masjid, tahsin di masjid Siswa menganggap belajar agama
kamu
tapi nggak semuanya.
diajar
dan
belajar
tentang agama?
AN dan RQ
tidak hanya di kelas, tapi bisa di
Enggak, nggak selalu di kelas. BTHCQ bisa di masjid, meeting room, dining room, kelas bisa di masjid, meeting room, perpus juga, bahkan di perpus di dining room bisa
3
Di sekolah ini, apa saja yang IA dan S
Masjid, buku, perpus, ruang BTHCQ, dining Siswa merasakan fasilitas yang
membuat kamu lebih mudah
room belajar makan
belajar agama?
AN dan RQ
memudahkan
Yaa worksheetnya satu lembar itu lebih religius
antara
belajar lain;
karakter masjid,
gampang. Tampatnya buat belajar islam ya di perpustakaan, dining room, di kelas, kelas, selain itu bisa pergi mencari sesuatu dan lingkungan sekitar seperti hewan apa terus dicari kelebihannya dari Allah
237
4
Lalu, semua fasilitas yang ada IA dan S
E, buat sholat, tempat ibadah, kalau perpus Siswa merasakan bahwa masjid
itu digunakan untuk kegiatan
untuk membaca buku, sama meminjam buku, adalah untuk sholat dan ibadah,
apa saja contohnya?
kalau perpus tu mengetahui ilmu
perpustakaan untuk belajar dan
Buat dipelajari, buat belajar
meminjam buka
Apa kamu pernah merawat IA dan S
Pernah, pas kerja DKS.
Siswa bertanggungjawab merawat
dan
Belum, kan udah ada DKS kelas IIIB, kan kita dan membersihkan tempat ibadah
AN dan RQ 5
6
membersihkan
tempat AN dan RQ
ibadah?
IV A
ketika menjadi DKS
Apakah kamu juga selalu IA dan S
Kadang-kadang
Siswa merasa sudah disediakan
membuang
Iyaa, tapi nggak sesuai dengan jenis organiknya fasilitas tempat sampah beserta
sampah
di AN dan RQ
tempatnya?
itu lho, nggak ngerti soalnya. Ngerti tapi males
pemisahannya. Dalam pelaksanaan kadang diterapkan terkadang tidak
7
Setiap hari, apa yang diajarkan IA dan S
Matematika, deen al islam, belajar wudhu, Setiap hari siswa diajarkan tentang
oleh ustad atau ustadzah baik
sholat, terus diajarin membaca ummi, berkata- deen al islam (pelajaran islam),
di dalam kelas maupun di luar
kata yang baik, nulis arab pas BTHCQ, dilarang belajar wudhu, membaca ummi,
kelas?
bulliying,
diajarin
ditempatnya. AN dan RQ
membuang
sampah berkata baik, BTHCQ, dilarang bulliying,
morning
motivation,
Nek di dalem itu ya deen al islam, morning sholat dhuha, sholat dhuhur, belajar math, sholat dhuha, tapi nek selasa sama jumat sains, dan membuang sampah pada di masjid. Nek yang di luar tu sains, terus sholat tempatnya dhuhur
238
8
Selain siswa, siapa saja yang IA dan S
DKS, ustadz sama ustadzah ikut, warga, kakak Kegiatan sholat di masjid diikuti
ikut sholat di masjid?
kelas, pak satpam, pak bin yang suka ngerawat oleh DKS, ustad dan ustadzah, tanaman (tukang bersih-bersih sekolah) AN dan RQ
warga, kakak kelas, pak satpam, pak
Ustadz, ustadzah, tapi kalau hari jumat nanti Bin (penjaga kebersihan) dipilih siapa yang sholat di masjid. kalau selain siswa sholat dhuhanya lebih pagi
9
Apakah
kamu
mengucapkan
salah
selalu IA dan S
Nggak
ketika
ustadzah.
bertemu teman?
AN dan RQ
selalu,
Kadang-kadang,
kadang-kadang,
tapi
sama Siswa
sudah
membiasakan
mengucapkan salam tapi
kalau
masuk
kelas
ngucapin salam 10
Apakah kamu selalu makan IA dan S
Iyaa, makan sambil duduk dan menggunakan Siswa selalu membiasakan makan
dengan
tangan kanan, kalau enggak pasti diingatkan sambil duduk dan menggunakan
duduk
dan
menggunakan tangan kanan?
sama diberi peringatan. AN dan RQ
tangan kanan, jika tidak maka akan
Iyaa, yang ini nih enggak soalnya dia kidal. diingatkan oleh ustad Kadang kalau lupa ya kadang-kadang. Iyaa, dibiasakan gitu, kalau market day nanti ustadz dino “makan sambil duduk, makan sambil duduk, pakai tangan kanan, pakai tangan kanan”
11
12
Apakah kamu juga selalu IA dan S
Ho o berdoa, pas morning motivation
Siswa selalu berdoa sebelum makan
berdoa sebelum makan?
AN dan RQ
Iyaa
dan beraktivitas
IA dan S
Pernah, aleppo, garut, terus ee lupa e tad.
239
Apakah
kamu
pernah AN dan RQ
mengikuti kegiatan membantu
Biasanya
sedekah,
contohnya
membantu Siswa pernah mengikuti kegiatan
palestina, banjir garut, sama mbantu aleppo
sosial, seperti galang dana untuk
saudara yang sedang terkena
korban
bencana?
maupun
bencana
baik
nasional
internasional,
seperti
korban banjir garut, palestinas, aleppo, dan ada sedekan 13
Tulisan atau poster apa di IA dan S
Makan sambil duduk. “makan sambil duduk, Siswa menilai bahwa poster-poster
sekitar
pakai tangan kanan, pakai tangan kanan, jangan yang terpasang di sekolah adalah
sekolah
ini
yang
lupa berdoa, jangan lupa berdoa” (nyanyi)
menurutmu baik? AN dan RQ
sesuatu yang baik dan bagus
Bagus, ya yang gambarannya bagus, rapi. Biasanya ada tulisan “dilarang membuang sampah”, habis itu “makan sambil duduk”, “pakai tangan kanan”, “jangan lupa berdoa”, “jalur evaluasi”, hehe
14
15
Bagaimana perilaku siswa- IA dan S
Ada yang baik ada yang nakal
Siswa merasakan bahwa para siswa
siswi di sini?
Kadang kadang baik, kadang-kadang nakal
di sekolah bervariasi, terkadang baik
Apakah ustadz dan ustadzah IA dan S
Sudaah
Siswa menganggap bahwa guru
di sini selalu memberikan AN dan RQ
Ya itu kadang-kadang. Lha itu ada yang makan sudah memberikan contoh yang
contoh yang baik kepada
pop mie, nggak baik. Kalau cara bicara sudah baik mengenai cara berpakaian,
siswa?
baik, cara berpakaian sudah baik, nggak pernah bertutur kata, dan berperilaku
AN dan RQ
makan sambil berdiri
240
16
Contoh apa saja yang sering IA dan S
Contoh, sholatnya serius, mengingatkan, terus Siswa menganggap bahwa ustadz
kamu lihat dari ustad dan
kalau baca al quran nggak boleh main-main, dan ustadzah telah memberikan
ustadzah?
nggak boleh marah sama temennya. Pakaiannya teladan yang baik, misalkan dengan sudah rapi, tapi ada yang pernah pergelangan membaca al quran, cara bicara, tangannya kelihatan. AN dan RQ
berpakaian, etika makan, dan selalu
Contoh? Yang dicontohkan makan sambil mengingatkan siswa duduk, pakai tangan kanan, jangan lupa berdoa, “jaga kebersihan, jaga kebersihan, makan sambil duduk, makan sambil duduk, jangan lupa doa, jangan lupa doa”, terus pakaiannya menutup aurat.
17
Apa yang dilakukan ustadz IA dan S
Diingatkan, kalau diingatkan tiga kali nanti Siswa mengakui bahwa di sekolah
dan ustadzah ketika ada siswa
dikasih kartu kuning, kalau udah tiga kali kartu diterapkan adanya apresiasi dan
yang
merah orang tuanya dipanggil ke ruang BK terus peringatan melalui kartu peringatan,
melanggar
aturan
sekolah?
ditanya-tanyain AN dan RQ
di
masing-masing
Dihukum, nanti dicatet terus dibilangin orang memiliki konsekuensi tua, kalau ngomong jorok sudah berapa kali gitu dikartu kuning, terus kalau udah kartu merah tiga kali nanti dikasih tau orang tua.
18
mana
Pernahkah kamu ditegur atau IA dan S
Pernah, pernah. Makan sambil berdiri, terus
dinasehati oleh ustadz atau
pakai tangan kiri, belum berdoa. Terus ngoret-
241
kartu
ustadzah ketika melakukan
oret tembok, terus mainan kucing soalnya kalau Siswa pernah ditergur oleh guru
kesalahan?
dimainin terus nanti induknya nggak mau maupun ngerawat anaknya AN dan RQ
Pernah,
kakak
kelas
melakukan pelanggaran
biasanya
kalau
buang
sampah
sembarangan yang paling sering dilakukan kakak kelas, sholatnya biasanya nggak khusuk.
242
ketika
3. No
Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara kepada Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Fisik
Kesimpulan
Terdapat fasilitas masjid, kelas, lingkungan sekitar, perpustakaan, buku-buku
Penyediaan dan penataan fasilitas fisik
Kepala Sekolah 1
Hasil
Disediakan fasilitas yang mendukung untuk belajar, seperti lingkungan untuk mengenal tumbuhan sebagai ciptaan Allah, kelas dikondisikan dengan display, poster. Di dining room dikondisikan dengan adanya poster
Artifak
Guru
Penggunaan tergantung kreativitas guru. Setiap fasilitas bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas yang ada dapat digunakan secara terintegrasi Fasilitas yang disediakan berupa masjid, tempat wudhu, kamar mandi, lingkungan yang mendukung, rak, kantin (dining room), poster-poster, mading, buku-buku islami, al quran 243
Fasilitas yang disediakan SDIT LHI yang dapat digunakan untuk pendidikan karakter religius antara lain; masjid, dining room, rak peralatan ibadah poster islami, majalah dinding islami, buku-buku islami dan deen al islam, al quran, perpustakaan, dan lingkungan sekitar yang bersih dan rapi
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Keteladanan harus dibangun dari guru, lingkungan fisik dikondisikan agar mendukung komitmen bersama, seperti penyediaan fasilitas (seperti poster, majalah dinding, buku, alat kebersihan), penataan (seperti meja dan kursi di dining room), dan penggunaannya
Siswa
Guru menerapkan pendidikan yang terintegrasi. Setiap fasilitas digunakan sesuai dengan fungsinya dan berbagai fasilitas dapat digunakan untuk pendidikan karakter religius, tergantung bagaimana gurunya Siswa merasakan fasilitas yang memudahkan belajar karakter religius antara lain; masjid, perpustakaan, dining room, di kelas, dan lingkungan sekitar
244
Kesimpulan
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Kesimpulan
Siswa merasakan bahwa masjid adalah untuk sholat dan ibadah, perpustakaan untuk belajar dan meminjam buka
Perilaku Kegiatan yang dilaksanakan secara rutin
Kepala Sekolah
Guru
Siswa menilai bahwa poster-poster yang terpasang di sekolah adalah sesuatu yang baik dan bagus Terdapat program antara lain; sholat dhuha, setor hafalan, morning motivation, dhuhur berjamaah, BTHCQ, dan juga Kegiatan rutin yang dijalankan di daurah quran SDIT LHI sebagai wujud pendidikan karakter religius Semua program diarahkan antara lain; morning motivation, mengarah pada ketauhidan. BTHCQ, sholat dhuha Suasana religi setiap hari sudah berjamaah, dhuhur berjamaah, dibangun sejak pagi hari dengan ashar berjamaah, murojaah, setor dhuha, hafalan, dan sebagainya hafalan, sholat jumat, dan class SDIT LHI menekankan pada meeting/fun week, membaca ketauhidan. Segala sesuatu ada Ummi, kaitannya dengan Allah. Kegiatan yang dilaksanakan ada pembiasaan yang baik, morning motivation,
245
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
BTHCQ, sholat dhuha berjamaah, murojaah dan setor hafalan Program pendidikan karakter religius yang selalu dilaksanakan secara rutin antara lain BTHCQ, morning motivation, sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, sholat ashar berjamaah, peringatan hari raya, upacara bendera,murojaah, hafalan, setor hafalan, sholat jumat, dan class meeting Siswa belajar agama sebagai pendidikan karakter religius melalui BTHCQ, cerita-cerita (morning motivation), murojaah, asmaul husna, dzikir, dan pelajaran di kelas Siswa Setiap hari siswa diajarkan tentang deen al islam (pelajaran islam), belajar wudhu, membaca ummi, berkata baik, BTHCQ, dilarang bulliying, morning motivation, sholat dhuha, sholat dhuhur, 246
Kesimpulan
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Kegiatan yang dibiasakan
Narasumber
Kepala Sekolah
Guru
Siswa
Kepala Sekolah
Hasil
belajar sains, dan membuang sampah pada tempatnya ada habit training, budaya 5S, mengucapkan maaf, etika ketika makan, dan terdapat pengawasan oleh DKS Pembiasaan yang dilaksanakan untuk pendidikan karakater religius yaitu adanya 5S, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, meminta maaf, etika makan, penggunaan toilet yang benar Siswa sudah membiasakan mengucapkan salam Siswa selalu membiasakan makan sambil duduk dan menggunakan tangan kanan, jika tidak maka akan diingatkan oleh ustad Siswa selalu berdoa sebelum makan dan beraktivitas Terdapat program insidental.
247
Kesimpulan
Wujud pendidikan karakter religius yang ada di SDIT LHI dapat dilihat dari habit training, budaya 5S, budaya meminta maaf jika bersalah, dan etika makan yang baik
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Kegiatan yang dilaksanakan secara spontan
Guru
Siswa
Aktivitas yang selalu diteladankan Kepala Sekolah
Hasil
Kesimpulan
Program spontan antara lain; sholat jenazah, sholat ghoib, sholat gerhana, dan program peduli sosial Ada kegiatan spontan yang Kegiatan spontan yang dilaksanakan sesuai dengan dilaksanakan di SDIT LHI keadaan dan kebutuhan sebagai bentuk pendidikan karakter religius yaitu Bentuk kegiatan yang dilaksanakan penggalangan dana sosial secara spontan adalah berupa kemanusiaan untuk aleppo, kegiatan sosial seperti palestina, korban banjir garut, penggalangan dana untuk korban takziyah jika ada warga yang bencana, takziyah, atau infak meninggal dunia, sholat ghoib, Siswa pernah mengikuti kegiatan sholat jenazah, maupun sholat sosial, seperti galang dana untuk gerhana korban bencana baik nasional maupun internasional, seperti korban banjir garut, palestinas, aleppo, dan ada sedekan Semua warga sekolah harus Guru menjadi model atau mentaati SOP. Peraturan berlaku percontohan untuk hal-hal yang untuk semua, dalam hal interaksi, baik kepada siswa, seperti berpakaian syar’i, menutup aurat, berpakaian yang rapi dan syar’i, budaya 5S, dan sebagainya bertutur kata yang baik, berperilaku yang baik, rajin
248
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Kesimpulan
Pasti. Guru menjadi role model, beribadah,menjalankan programdalam berpakaian, berbicara. program sekolah Semua warga sekolah menjadi pendidik dan dapat saling mengingatkan Seluruh warga sekolah dilibatkan untuk mengikuti apa yang diprogramkan. Misalnya guru juga setor hafalan, sholat dhuha, sholat dhuhur, sholat jamaah,dan sebagainya
Guru
Program-program sekolah dijalankan dengan komitment seluruh warga sekolah secara bersama-sama. Ditambah dengan aturan dan juga pemberian kartu berupa kartu apresiasi maupun kartu peringatah Keteladanan harus dibangun dari guru, lingkungan fisik dikondisikan agar mendukung komitmen bersama, seperti penyediaan 249
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Kesimpulan
Keteladanan dari guru dan karyawa sangat dijunjung tinggi Siswa menganggap bahwa guru sudah memberikan contoh yang baik mengenai cara berpakaian, bertutur kata, dan berperilaku Siswa
Konsep pendidikan karakter religius
2
Nilai dan Keyakinan
Kepala Sekolah
Siswa menganggap bahwa ustadz dan ustadzah telah memberikan teladan yang baik, misalkan dengan membaca al quran, cara bicara, berpakaian, etika makan, dan selalu mengingatkan siswa Pendidikan karakter religius dipahami sebagai pendidikan yang berorientasi pada penghambaan pada Allah SWT, sehingga menghasilkan karakter sesuai ajaran agama (islam)
Pendidikan karakter religius yang dikembangkan di SDIT LHI adalah berbasis ketauhidan, sesuai ajaran islam, mengaitkan segala sesuatu sesuai ajaran islam, seluruh aktivitas diarahkan Pendidikan karakter yang berbasis kepada pemahaman dan ketauhidan. Seluruh kegiatan dan pengamalan dalam bentuk program mengarah pada peribadahan. ketauhidan baik intra maupun 250
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Kesimpulan
ekstra kurikulum, di dalam maupun di luar kelas
Guru
Siswa Pengondisian program maupun fasilitas
Kepala Sekolah
Guru sudah memahami pendidikan karakter religius dengan baik. Pendidikan karakter religius dipahami sebagai pendidikan mengenai pemahaman agama, beriskap dalam bentuk peribadahan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perintah agama SDIT LHI menekankan pada ketauhidan. Segala sesuatu ada kaitannya dengan Allah. Kegiatan yang dilaksanakan ada pembiasaan yang baik, morning motivation, BTHCQ, sholat dhuha berjamaah, murojaah dan setor hafalan Terdapat fasilitas masjid, kelas, Sekolah menyediakan seluruh lingkungan sekitar, perpustakaan, fasilitas dan program yang buku-buku dibutuhkan untuk pendidikan 251
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Guru
Hasil
Kesimpulan
Fasilitas dianggap sudah cukup karena ada masjid untuk berbagai kegiatan dan kelas juga dapat difungsikan untuk pendidikan karakter religius
karakter religius. Lingkungan disiapkan untuk pembelajaran mengenal dan mencintai Allah, majalah dinding islami, posterposter di lingkungan sekolah, peduli pada sesama, mencintai kebersihan
Disediakan fasilitas yang mendukung untuk belajar, seperti lingkungan untuk mengenal tumbuhan sebagai ciptaan Allah, kelas dikondisikan dengan display, poster. Di dining room dikondisikan dengan adanya poster Keteladanan harus dibangun dari guru, lingkungan fisik dikondisikan agar mendukung komitmen bersama, seperti penyediaan fasilitas (seperti poster, majalah dinding, buku, alat kebersihan), penataan (seperti meja dan kursi di dining room), dan penggunaannya
252
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Siswa Slogan/nilai dan motivasi yang dihidupkan Kepala Sekolah
Guru
Hasil
Kesimpulan
Semua harus diarahkan untuk berkaitan dengan allah, mencintai Allah. Guru menjadi teladan dan contoh yang utama. Serta fasilitas disediakan dan dikondisikan guna mendukung tujuan bersama Siswa menilai bahwa poster-poster yang terpasang di sekolah adalah sesuatu yang baik dan bagus Ada beberapa, terdapat juga di visi misi. Seperti making the lead, caring Saling mengingatkan dan komitmen bersama Terdapat slogan motivasi yang cukup berragam dan masingmasing kelas juga memiliki. Sebagai guru, salah satunya adalah keteladanan lebih baik dari 1000 nasehat. Semua harus diarahkan untuk berkaitan dengan allah, mencintai Allah. Guru menjadi teladan dan 253
Slogan dan kalimat motivasi yang terdapat di SDIT LHI diantaranya caring atau saling peduli, making the lead, satu teladan lebih baik dari 1000 nasehat, mencintai Allah, serta nilai-nilai yang terdapat di dalam visi dan misi di SDIT LHI
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Hasil
Siswa
contoh yang utama. Serta fasilitas disediakan dan dikondisikan guna mendukung tujuan bersama Siswa menilai bahwa poster-poster yang terpasang di sekolah adalah sesuatu yang baik dan bagus Ada beberapa, terdapat juga di visi misi. Seperti making the lead, caring
Kebijakan sekolah
Kepala Sekolah
Guru
Kesimpulan
Semua warga sekolah harus mentaati SOP. Peraturan berlaku untuk semua, dalam hal interaksi, Sekolah mewajibkan seluruh berpakaian syar’i, menutup aurat, warga sekolah untuk dapat budaya 5S, dan sebagainya berkomitmen menjalankan peraturan dan SOP yang telah keteladanan dibangun dengan tertulis di dalam dicipline policy. adanya peraturan, SOP, dan adanya Guru menjadi telada untuk konsekuensi semua. Seluruh warga sekolah harus mentaati peraturan. Mulai dari berhijab, setor hafalan, sholat berjamaah, bersikap dan bertutur kata. Semua juga diatur dalam dicipline policy 254
No
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Narasumber
Siswa Kepala Sekolah
20
Asumsi
Guru
Siswa
Hasil
Kesimpulan
Semua harus diarahkan untuk berkaitan dengan allah, mencintai Allah. Guru menjadi teladan dan contoh yang utama. Serta fasilitas disediakan dan dikondisikan guna mendukung tujuan bersama Saling mengingatkan dan komitmen bersama Keteladanan dari guru dan Warga sekolah memiliki asumsi karyawan sangat dijunjung tinggi yang kuat dan terus dipupuk serta dipraktekkan bahwa keteladanan Guru menganggap bahwa adalah kunci keberhasilan keteladanan menjadi kunci penting keberhasilan -
Yogyakarta, Pengamat,
Ridwan Budiyanto NIM. 12108244046 255
2017
Lampiran 7. Triangulasi Data (Triangulasi Teknik) Lapisan Budaya Indikator Wawancara Sekolah Fasilitas yang Fisik disediakan SDIT LHI yang dapat digunakan untuk pendidikan karakter religius antara lain; masjid, dining room, rak peralatan ibadah poster islami, majalah dinding islami, buku-buku islami dan deen al islam, al quran, perpustakaan, dan Penyediaan Artifak sekitar dan penataan lingkungan fasilitas fisik yang bersih dan rapi
Deskripsi Hasil Observasi Terdapat halaman sekolah yang terdiri dari halaman depan sekaligus lapangan upacara, halaman utama sebagai tempat bermain, terdapat taman, laboratorium kecil untuk praktikum tanaman, dan halaman belakang yang terdapat tumbuhan besar dan terdapat lapangan olah raga. Penataan halaman sekolah sudah rapi, sesuai dengan fungsi, dan dalam kondisi yang bersih karena terdapat tempat sampah di setiap halaman Terdapat fasilitas masjid, ruang kelas, tempat wudhu, dining room, rak tempat peralatan ibadah, dan perpustakaan. Keadaan masjid selalu bersih karena 256
Dokumentasi Di dalam Parents’ guide terdapat peraturan yeng mengikat siswa maupun seluruh warga sekolah berkaitan dengan penggunaan fasilitas, seperti di dalam masjid, di dalam kelas, di dalam kamar mandi, dining room, di halaman kelas, dan di area masjid. Hal tersebut dalam rangka mengkondisikan suasana sekolah agar tercapai kondisi yang diharapkan.
Kesimpulan SDIT LHI menyediakan beberapa fasilitas fisik untuk mendukung pendidikan karakter religius, diantaranya; masjid, tempat wudhu, rak tempat peralatan ibadah, al quran dan buku tahsin ummi, bubu-buku deen al islam, toilet yang terpisah, papan majalah dinding, poster dan slogan islami, dining room, serta lingkungan yang bersih dan rapi
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara
Observasi ada siswa yang piket yaitu DKS dan bergantian sesuai jadwal SDIT dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan. Di dalam masjid disediakan mimbar, speaker, karpet dan sajadah yang mencukupi. Di seyiap kelas dipasang visi dan misi sekolah, para siswa menghias dengan kata-kata mutiara bernilai islami, kaligrafi, majalah dinding, asmaul husna, dan posterposter islami. Kelas, ruangan, dan fasilitasnya dijaga kebersihannya, terdapat alat kebersihan di setiap kelas Disediakan tempat wudhu di beberapa tempat. Di samping masjid terdapat 257
Kesimpulan Dokumentasi
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara
Observasi tempat wudhu yang terpisah antara putra dan putri. Di kamar mandi juga disediakan tempat wudhu yang terpisah.
Kesimpulan Dokumentasi
Kamar mandi terpisah antara guru dan siswa, putra dan putri
Perilaku
Kegiatan yang dilaksanakan secara rutin
Tempat sampah disediakan di tempat-tempat strategis dengan jumlah yang mencukupi. Setiap pagi, sebelum belajar para siswa selalu diajak berdoa bersama. Setelah doa bersama dilanjutkan dengan morning motivation, sholat dhuha, murojaah, setor hafalan, dan BTHCQ
Kegiatan rutin yang dijalankan di SDIT LHI sebagai wujud pendidikan karakter religius antara lain; morning motivation, BTHCQ, sholat dhuha berjamaah, dhuhur berjamaah, ashar berjamaah, murojaah, Para siswa setor hafalan, sholat melaksanakan
258
Ditemukan dalam dokumen parents’s guide mengenai program sekolah. Diantaranya; one day one ayah, murojaah, daurah al quran, tahsin metode Ummi, berdoa sholat dhuha, sholat dhuhur dan ashar berjamaah, morning motivation, class diselalu meeting, fun week, market sholat day, kegiatan rutin tahunan
SDIT LHI menyelenggarakan program rutin berupa morning motivation, BTHCQ, hafalan ayat, setor hafalan, berdoa sebelum dan sesudah belajar, sholat dhuha berjamaah, sholah dhuhur dan ashar berjamaah, olahraga
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Deskripsi Hasil Wawancara Observasi jumat, dan class dhuhur berjamaah setiap meeting/fun week, hari. Sholat dhuhur membaca Ummi, dilaksanakan di masjid dalam dua kloter. Untuk kelas rendah sholat dhuhur dilaksanakan di dalam kelas dipandu wali kelas masingmasing. Kegiatan infak dilaksanakan sesuai kesepakatan kelas, akan tetapi tidak sering dijumpai pada saat pengamatan Pramuka diadakan pada hari jumat. Diikuti oleh seluruh siswa. Konten pramuka diintegrasikan dengan pendidikan islam, diantaranya ada cerita-cerita islami untuk membangun karakter dan akhlak yang islami
259
Kesimpulan Dokumentasi dan bulan ramadhan, infaq untuk berlatih qurban, pramuka/kepanduan, dan camping.
atau rihlah, school festival, pramuka, infaq, peringatan hari raya islam, dan fun week.
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator
Kegiatan yang dibiasakan
Observasi Dokumentasi Sekolah mengadakan school festival setiap semester sekali. Pada acara tersebut para siswa mementaskan karya masing-masing kelas serta karya individu masingmasing di galeri yang sudah disiapkan Wujud pendidikan Guru dan siswa terbiasa Di dalam dokumen parents’ karakter religius yang saling mengucapkan salam guide ditemukan programada di SDIT LHI dapat program yang bersifat dilihat dari habit Siswa dibiasakan untuk pembiasaan, antara lain; training, budaya 5S, meminta maaf ketika budaya 5S, budaya bersih budaya meminta maaf melakukan kesalahan dan rapi dengan menata jika bersalah, dan etika kepada temannya. sandal. Di dalam dining makan yang baik Permintaan maaf dilakukan room dibudayakan mencucci sesegera mungkin setelah tangan sebelum dan sesudah melakukan kesalahan. makan, mengantri dengan tertib, berdoa sebelum makan, makan dengan tertib dan rapi, makan pada jam makan, dan membersihkan meja makan sendiri. Di dalam kelas dibiasakan
Kesimpulan
Wawancara
260
SDIT LHI menerapkan budaya 5S, budaya meminta maaf, dan etika makan yang baik
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara
Observasi
261
Kesimpulan Dokumentasi mengucapkan salam ketika ingin masuk kelas, meminta izin, meminta maaf jika melakukan kesalahan atau terlambat, saling membantu. Pagi hari sebelum masuk kelas, siswa juga dibiasakan bersalaman dengan ustad/ustadzah.
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator
Kegiatan yang dilaksanakan secara spontan
Wawancara Kegiatan spontan yang dilaksanakan di SDIT LHI sebagai bentuk pendidikan karakter religius yaitu penggalangan dana sosial kemanusiaan untuk aleppo, palestina, korban banjir garut, takziyah jika ada warga yang meninggal dunia, sholat ghoib, sholat jenazah, maupun sholat gerhana
Observasi Selama pengamatan, kegiatan spontan yang bersifat sosial tidak dijumpai.
262
Kesimpulan Dokumentasi Dari dokuemtasi yang ditemukan, SDIT LHI pernah mengadakan penggalangan dana sosial untuk palestina
SDIT LHI mengadakan kegiatan spontan berupa sholat ghoib, sholat gerhana, penggalangan dana sosial dan kegiatan sosial
Lapisan Budaya Sekolah
Nilai dan Keyakinan
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara Guru menjadi model atau percontohan untuk hal-hal yang baik kepada siswa, seperti Aktivitas berpakaian yang rapi yang selalu dan syar’i, bertutur diteladankan kata yang baik, berperilaku yang baik, rajin beribadah,menjalankan program-program sekolah
Konsep pendidikan karakter religius
Pendidikan karakter religius yang dikembangkan di SDIT LHI adalah berbasis ketauhidan, sesuai ajaran islam, mengaitkan segala sesuatu sesuai ajaran islam, seluruh aktivitas diarahkan kepada
Observasi Guru memberikan contoh yang baik ketika berdoa, yaitu dengan khidmat Guru selalu memberikan contoh yang baik dalam berpaiakan yaitu rapi dan syar’i, berjilbab bagi yang perempuan Guru dan karyawan selalu melaksanakan sholat berjamaah. Meskipun berbeda kloter, tetapi dilaksanakan di masjid secara berjamaah di masing-masing kloternya. Nilai-nilai karakter religius banyak terpampang di lingkungan sekolah, seperti dining room, perpustakaan, kelas. berkaitan dengan visi dan misi sekolah. Diantaranya yaitu budaya salam, dunia berada dalam genggaman Allah, saling menyayangi dan peduli 263
Kesimpulan Dokumentasi Di dalam dokumen sekolah ditemukan bahwa guru harus memberikan contoh dan mengikuti peraturan yang berlaku. Guru menjadi role model pelaksanaan tata tertib sekolah
Guru dan karyawan SDIT LHI sellau meneladankan berpakaian yang rapi, syar’i, bertutur kata yang baik, dan berperilaku yang baik.
Di dalam dokumen sekolah yang menjadi pedoman guru, orang tua, dan siswa, terdapat visi dan misi. Visi: terwujudnya generasi islam yang memiliki karakter kuat, menguasai prinsip dasar keilmuan, dan berkontribusi untuk kebaikan dunia. Sedangkan misinya yaitu:
SDIT LHI memiliki orientasi pendidikan Go Center atau ketauhidan, sehingga seluruh aktivitas diarahkan menuju kepada kecintaan kepada Allah, keterkaitan dengan Allah, dan penguatan pemahaman serta
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator
Wawancara Observasi pemahaman dan pada sesama, poster budaya pengamalan dalam senyum, salam, sapa, dan bentuk peribadahan. anak adalah pemimpin masa depan.
Sekolah menyediakan Pengondisian seluruh fasilitas dan program program yang maupun dibutuhkan untuk fasilitas pendidikan karakter religius. Lingkungan
Tempat sampah disediakan di tempat-tempat strategis dengan jumlah yang mencukupi. Setiap kelas memiliki kreativitas untuk menghias 264
Kesimpulan Dokumentasi mewujudkan generasi islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan dan berwawasan global. Sedangkan tujuan juga dicantumkan, diantaranya yaitu; siswa mengenal dan mencintai Allah serta ciptaan-Nya. Siswa meneladani rasulullah dalam menjalani hidup, siswa pandai berkomunikasi, bekerjasama untuk meraih cita-citanya, siswa menjadikan islam sebagai identitas dirinya, siswa peduli pada sesama, amanah, dan siap melayani umat. Siswa diberikan aturan untuk selalu membuang sampah, menjaga kebersihan, bertanggungjawab pada tugas
prakter peribadahan sesuai yang diajarkan rasul dan agama islam
Sekolah dipasang beberapa nilai-nilai karakter dalam bentuk poster dan fasilitas seperti nilai cinta
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara disiapkan untuk pembelajaran mengenal dan mencintai Allah, majalah dinding islami, poster-poster di lingkungan sekolah, peduli pada sesama, mencintai kebersihan
Slogan dan kalimat motivasi yang terdapat di SDIT LHI diantaranya caring Slogan/nilai atau saling peduli, dan motivasi making the lead, satu yang teladan lebih baik dari dihidupkan 1000 nasehat, mencintai Allah, serta nilai-nilai yang terdapat di dalam visi dan misi di SDIT LHI
Observasi ruangan sesuai dengan keinginan. Hiasan banyak yang berisi kata-kata mutiara bernuansa islami, seperti hadits dan kaligrafi Tata tertib tidak ditulis detail di papan pengumuman, tetapi terdapat tata tertib yang bersifat umum, seperti membuang sampah pada tempatnya, kawasan wajib berhijab, dan lainnya Nilai-nilai karakter religius banyak terpampang di lingkungan sekolah, seperti dining room, perpustakaan, kelas. berkaitan dengan visi dan misi sekolah. Diantaranya yaitu budaya salam, dunia berada dalam genggaman Allah, saling menyayangi dan peduli pada sesama, poster budaya senyum, salam, sapa, dan 265
Kesimpulan Dokumentasi kebersihan dengan adanya tempat sampah
Visi dan misi tertulis di dokumen pedoman siswa, guru, dan orang tua, termasuk seluruh prinsip dan nilai yang dijunjung sekolah
Nilai-nilai karakter yang dapat digali dari unsur lingkungan, visi misi, kegiatan, maupun fasilitas fisik antara lain; Cinta kepada Allah, Kebersihan sebagian dari iman, Rasul adalah teladan, Setiap muslim adalah pemimpin, Semua dalam genggaman Allah SWT,
Lapisan Budaya Sekolah
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara
Observasi anak adalah pemimpin masa depan. Setiap kelas memiliki kreativitas untuk menghias ruangan sesuai dengan keinginan. Hiasan banyak yang berisi kata-kata mutiara bernuansa islami, seperti hadits dan kaligrafi Kalimat motivasi dan slogan yang dapat dijumpai antara lain; “ada keajaiban di setiap ciptaan-Nya”, “Dunia dalam genggaman Allah”, “Anak-anak adalah pemimpin masa depan”, “Say bismillah before eating or drinking”, dan “be seated and avoid standing when eating or drink”
266
Kesimpulan Dokumentasi Saling mencintai dan menyayangi sesama.
Lapisan Budaya Sekolah
Kebijakan sekolah
Asumsi
Deskripsi Hasil
Indikator Wawancara Sekolah mewajibkan seluruh warga sekolah untuk dapat berkomitmen menjalankan peraturan dan SOP yang telah tertulis di dalam dicipline policy. Guru menjadi teladan untuk semua.
Sekolah sebagus apapun, ruhnya tetep tergantung sistem dan gurunya, anak itu kan produk sistem dan produk guru. Sistem bagus kalau guru nggak memberi teladan juga kurang optimal. Sama ini juga, kerjasama, soalnya kekompakan sangat
Observasi Tata tertib tidak ditulis detail di papan pengumuman, tetapi terdapat tata tertib yang bersifat umum, seperti membuang sampah pada tempatnya, kawasan wajib berhijab, dan lainnya Guru selalu memberikan contoh yang baik dalam berpaiakan yaitu rapi dan syar’i, berjilbab bagi yang perempuan Warga sekolah memiliki ruh dasar yang membentuk perilaku dalam aktivitas sehari-hari. Dasar tersebut antara lain, hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan temuan yang menarik dari SDIT 267
Kesimpulan Dokumentasi Sekolah menerapkan sistem pemberian kartu. Kartu terdiri dari kartu hijau sebagai apresiasi, kartu kuning sebagai peringatan, dan kartu merah sebagai bentuk pemanggilan kepada orang tua.
Sekolah menerapkan kebijakan dalam dicipline policy yang harus dijalankan oleh seluruh elemen sekolah. Bagi siswa, terdapat sistem apresiasi dan peringatan dalam bentuk kartu (hijau, kuning, dan merah)
Asumsi yang muncul dari warga sekolah antara lain; hubungan yang harmonis harus diwujudkan oleh warga sekolah, kerja keras adalah faktor utama setiap keberhasilan, kerjasama menentukan mutu sekolah, dan temuan yang menarik dari SDIT LHI yaitu
Lapisan Budaya Sekolah
Indikator
Deskripsi Hasil Wawancara Observasi berpengaruh, misalnya LHI yaitu keteladanan guru di kelas. Sejauh sebagai kunci kesuksesan. mana guru memberikan teladan sangat bisa dilihat di anak. Kepala sekolah juga sering mengingatkan keteladanan
Kesimpulan Dokumentasi keteladanan sebagai kunci kesuksesan.
Yogyakarta, Pengamat,
Februari 2017
Ridwan Budiyanto NIM. 12108244046
268
Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Siswa salaman dengan ustadzah
Berdoa sebelum belajar
BTHCQ
Sholat Dhuha
Murojaah
Dzikir
269
Setor hafalan
Poster 7M
Visi dan Misi SDIT LHI
Poster Peringatan Wajib Hijab
Poster Etika makan
Kemah Ceria
270
Rihlah
Rak Tempat alat Ibadah
Dining Room
Lapangan Upacara
Gedung Depan SDIT LHI
Tempat Sampah
271
Masjid SDIT LHI
Tempat Wudhu Putra
Tempat Wudhu Putri
Halaman Sekolah
Lapangan Olah Raga
Tempat Parkir
272
Ruang Kelas
Buku Referensi Islami
Poster Silsilah Keluarga Nabi
Poster Mekah
Majalah Dinding Islami
Penelitian Hidroponik
273
School Festival
Upacara Bendera
Pramuka
Sholat Dhuhur Berjamaah
Morning Motivation
Fun Week
274
Lampiran 9. Permohonan Izin Observasi
275
Lampiran 10. Permohonan Izin Penelitian
276
Lampiran 11. Surat Izin
277
Lampiran 12. Surat Keterangan LHI
278