perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN A NEGERI DENPASAR-BALI
TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: I NYOMAN BAYU PRAMARTHA S0861102007
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan seluruh komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu, serta bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, terampil, cerdas, maju, mandiri, dan modern. UU Nomor 14
Tahun 2005 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab
(M.
Furqon
Hidayatullah,
2009:12).
Pada
intinya
pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya secara holistik dan sungguh-sungguh dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa (TPIP FIP-UPI, 2007: ix). Maka dari itu pendidikan pada umumnya sangat penting diberikan pada seluruh kalangan masyarakat secara holistik. Karena dengan pendidikan yang baik berimplikasi pada pembentukkan karakter yang baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Mendiknas mengingatkan pentingnya pengembangan karakter kepribadian bangsa sebagai basis untuk mencapai sukses. Karena karakter kepribadian bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM, karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Masnur, 2011: 35). Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3. UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Jika dicermati sebagian besar potensi peserta didik yang ingin dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter. Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM berkarakter merupakan kebutuhan fundamental yang wajib diberikan untuk masyarakat secara holistik, baik itu dari golongan terpelajar maupun non terpelajar. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan tantangan global dan daya saing bangsa di masa depan. Memang tidak mudah untuk menghasilkan SDM yang tertuang dalam UU commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini SDM Indonesia masih belum mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Misalnya untuk kasus-kasus aktual, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek di kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru, pendidik yang senantiasa memberikan contoh-contoh kurang baik kepada peserta didik yang dalam hal ini adalah siswa yang ada di sekolah . Misalnya guru tidak jarang melakukan kecurangan-kecurangan dalam sertifikasi dan dalam ujian nasional (UN) guru sering memberikan jawaban kepada siswa. Padahal guru merupakan seorang tokoh idola bagi anak didik (Jamal Ma’amur, 2011:71). Jadi apa yang dilakukan guru berindikasi akan mempengaruhi tingkah laku siswa secara continue di kemudian hari. Kondisi ini terus terang sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak tahun 1945. Memang masalah ini tidak dapat digeneralisir, namun setidaknya ini fakta yang tidak boleh diabaikan karena kita tidak menginginkan anak bangsa kelak menjadi manusia yang tidak bermoral. Sebagaimana saat ini banyak tayangan TV yang mempertontonkan berita-berita seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan penculikan, yang dilakukan tidak hanya oleh orang-orang dewasa, tapi juga oleh anak-anak usia belasan tahun. Mencermati hal tersebut diatas, diperlukan pendidikan karakter untuk penguatan mutu karakter SDM sehingga mampu membentuk pribadi yang kuat dan tangguh serta mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia seutuhnya. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu diperlukan kepedulian oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah untuk mensukseskan implementasi pendidikan karakter bangsa agar biasa diimplementasikan pada masyarakat Indonesia khususnya kepada generasigenerasi muda kita yang notabennya hidup di jaman global sekarang ini. Dengan demikian, pendidikan karakter perlu diintegrasikan ke seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan sekolah. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan prilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat (Muhammad Furqon, 2010: 3). Internalisasi serta pemahaman pendidikan karakter secara komperhensif bisa dijadikan solusi untuk memfilterisasi kebudayaan asing yang dapat merusak moral generasi penerus bangsa. Maka dari itu seyogyanya lembaga pendidikan menjadi konduktor untuk peserta didik agar dapat memiliki pemahaman yang
komperhensif mengenai
pendidikan karakter. Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang anak dalam berolah style maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu, lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup, yang nanti di harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dikatagorikan memiliki peran yang signifikan di dalam commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberi skill atau bekal pendidikan untuk siswa untuk digunakan oleh mereka dikemudian hari. Sekolah memiliki peran yang besar dalam pembentukan karakter siswa sebab selama delapan jam siswa berada di sekolah untuk belajar. Sedangkan waktu dirumah lebih sedikit dibandingkan di sekolah sehingga pembentukan karakter siswa tersebut seharusnya dapat dibentuk disekolah melalui kurikulum pendidikan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setiap daerah di seluruh Indonesia diberikan kebebasan untuk melakukan pengembangan di dalam kurikulum. Untuk pengembangan kurikulum pada KTSP, sekolah diwajibkan menyisipkan pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan karakter siswa di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan karakter harus diimbangi dengan pengetahuan guru agar implementasinya dapat berjalan dan mencapai hasil optimal. Persepsi dan pengetahuan yang kompleks tentang pendidikan karakter memudahkan guru untuk melakukan internalisasi dalam proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampu oleh guru yang bersangkutan. .Selain menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik, tenaga pendidik diharapkan juga memberikan contoh teladan yang baik bagi peserta didiknya serta adanya kerjasama antara pihak satuan pendidikan dengan orang tua dalam menanamkan karakter yang baik pada diri peserta didik (Eza Avlenda, 2011).
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan karakter bisa diintegrasikan pada semua mata pelajaran di sekolah. Contohnya pendidikan karakter bisa diintergrasikan pada mata pelajaran Kesenian, IPS, IPA, Olahraga dan lain sebagainya. Kesenian, IPS, IPA, Penjaskes merupakan mata pelajaran yang dapat berperan penting dalam pendidikan karakter dengan menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia pada proses pembelajarannya. Mata pelajaran Kesenian, IPS, IPA, dan Penjaskes mengajarkan siswa untuk olah pikir, olah raga, olah hati, olah rasa. Kesenian mengajarkan mengajarkan olah rasa, IPS mengajarkan olah hati, IPA mengajarkan olah pikir, Penjaskes mengajarkan yang namanya nya olah raga. Sehingga sangat menarik untuk diamati bagaimanakah terjadinya keempat ruang lingkup pendidikan karakter tersebut pada pembelajaran di sekolah khusus di SLB. Pendidikan karakter bangsa harus diintegrasikan kepada semua peserta didik di sekolah, termasuk anak berkebutuhan khusus yang notabennya anak non normal yang juga berhak untuk mendapat pendidikan layaknya anak-anak normal. Karena pada umumnya Seluruh warga Negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak, mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini di jamin oleh
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang
mengumumkan, bahwa; tiap – tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. Hal ini termaktub didukung oleh Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan tentang pendidikan khusus bagi warga Indonesia yang memiliki kelainan dalam hal fisik dan mentalnya. Model pendidikan khusus seperti Pendidikan Luar Biasa (PLB) dengan bentuk
sekolah yang bernama Sekolah Luar Biasa (SLB) yang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperuntukan untuk anak berkebutuhan khusus merupakan sefesifikasi yang membedakan dengan sekolah pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukan
pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya: bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braillo, dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus/diakses/16/03/2012). SLB merupakan lembaga pendidikan sekolah yang menjadi objek pertama implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Salah satu provinsi yang sudah menerapkan pendidikan karakter di SLB salah antara lain adalah Bali. Fenomena ini dapat dilihat pada SLB yang ada di
kota Denpasar-Bali. Sebagai kota
pariwisata yang terkenal di Indonesia bahkan di mancanegara, tidak membuat kota Denpasar menomorduakan pendidikan sebagai landasan utama untuk membangun commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kota yang maju dan mempunyai karakter. Pengembangan pendidikan karakter bangsa di Kota Denpasar tidak saja difokuskan pada sekolah-sekolah umum seperti: SD, SMP, SMA, SMK, tetapi implementasi pendidikan karakter juga diterapkan pada sekolah khusus seperti SLB. SLB yang berbasis pendidikan karakter salah satunya, yaitu SLB/A Negeri Denpasar. Sekolah Luar Biasa Bagian A dibangun dan diperuntukan bagi anakanak cacat atau anak yang tidak normal (dalam pengertian diluar kebiasaan) dan memiliki hendaya penglihatan atau tunannetra. Jadi SLB/A Negeri Denpasar merupakan sekolah yang diperuntukan untuk anak-anak penyandang tunanetra. Secara Psikologis mereka memiliki kekurangan. Dalam pembejarannya sehari-hari karena SLB/ A N merupakan sekolah yang dipergunakan untuk penyandang cacat mata atau tunanetra. Sehingga dari jenis penggunaan perangkat pembelajaran berbeda dengan anak normal. Contohnya: siswa-siswa di SLB/A N Denpasar menggunakan jenis huruf Braillo yang khusus diperuntukan untuk anak tunanetra. Fakta tersebut memberi indikasi bagi Sekolah Luar Biasa dan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut untuk wajib memiliki pengetahuan serta memiliki model dan metode-metode khusus dalam proses implementasi pendidikan karakter serta aplikasinya pada pembelajaran di sekolah. Tentu saja hal ini sangat menarik untuk dikaji dalam bentuk karya tulis. Bagaimana implementasi pendidikan karakter di SLB yang merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk penyandang cacat. Bagaimanakah cara guru mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah khususnya commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada mata pelajaran Kesenian, Penjaskes, IPS dan IPA di tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar. Terlepas dari itu semua anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda dari anak normal. Jadi secara mental mereka perlu dilatih dan diberikan jenis pelayanan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kesulitan belajar khusus sehingga dalam pelayanan pendidikannya sangat berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Jadi memang tak banyak yang mengenal seputar Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang juga dikenal dengan sebutan Sekolah Luar Biasa (SLB). Berangkat dari hal tersebut, maka permasalahan ini memiliki sfesifikasikanya secara tersendiri. Dari latar belakang masalah tersebut, serta sepesifikasi yang dimiliki oleh SLB khususnya SLB/A N Denpasar-Bali maka menghasilkan masalah-masalah yang cukup penting untuk dikaji dalam bentuk karya tulis. Penelitian ini akan mencoba mengkaji solusi serta upaya-upaya yang dilakukan guru dalam implementasi, kendala-kendala yang dihadapi dalam merealisasikannya, serta bagaimana proses implementasi pendidikan karakter
pada jenjang SMPLB di Sekolah Luar Biasa Bagian A
Negeri Denpasar-Bali khususnya yang terkait dengan proses implementasi pendidikan karakter di kelas dan di luar kelas. Dengan judul Pendidikan Karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar Bali.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter pada di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali? 2. Apakah kendala yang dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar- Bali ? 3. Bagaimankah
solusi
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
kendala
implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali? 2. Untuk mendeskripsikan kendala yang dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri DenpasarBali ? 3. Untuk mendeskripsikan solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan tentang pendidikan karakter dan Sekolah Luar Biasa. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti. b. Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai peran pendidikan karakter di dalam membentuk karakter bangsa dalam pendidikan di Indonesia khususnya di Bali serta peran Sekolah Luar Biasa di dalam meningkatkan kecerdasan dan wawasan peserta didik Anak Berkebutuhan Khusus agar menjadi manusia yang berkarakter cerdas kuat dan cerdas
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teori
1. Pendidikan Karakter a. Hakekat Pendidikan dan karakter Berbicara apa itu pendidikan karakter, terlebih dahulu akan dilihat definisi masing-masing. Kata education, secara etimologis, kata pendidikan/ educare dalam bahasa latin memiliki kontasi melatih. Pendidikan dalam artian ini merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan,
menata,
mengarahkan.
Pendidikan
juga
berarti
proses
pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya (Yahya Khan, 2010: 1).
Jadi dapat dikatakan pendidikan dapat membentuk
manusia ke arah yang lebih positif. Sedangkan pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual, dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai norma-norma commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
hidup dan kehidupan (Masnur, 2011: 67). Pendidikan merupakan landasan yang sangat penting untuk memajukan manusia serta lebih memanusiakan manusia muda menjadi lebih berbudi dan mempunyai karakter yang positif yang sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan masyarakat secara universal. Untuk karakter menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa (2008: 235), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Doni Koesoema (2007: 80) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai” ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seorang sejak lahir. Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang yang ia buat. Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Dengan demikian, karakter bangsa sebagai kondisi watak yang merupakan identitas bangsa. Emerson dalam Smiles (2008) menyatakan: “ Character is moral order seen through the medium”, of an individual nature. ”Men of character are the conscience of the society to wich the belong”. (Karakter adalah tatanan moral commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
terlihat melalui media, dari sifat individu. Karakter adalah hati nurani masyarakat di mana mereka berbeda. Marthin Luther dalam Smiles menyatakan: “ The prosperity of a country depends, not on the abundance of its revenues, nor on the strength of its fortifications, nor on the beauty of its public buildings; but it consists in the number of its cultivated citizens, in its men of education, enlightenment, and character; here are to befound its true interest, its chief strength, its real power” (Smiles, 2008). Yang artinya “ Kemakmuran negara tidak tergantung pada kelimpahan dari pendapatan, atau pada kekuatan bentengnya, maupun di keindahan bangunan publik, tetapi itu terdiri dalam jumlah warganya dibudidayakan, pada prianya yang berpendidikan, pencerahan, dan karakter; disini harus menemukan bunga sejati, kekuatan utamannya, sebenarnya kekuasaan”. Jadi pada masa itu Luther telah menjelaskan bahwa karakter merupakan fondasi utama untuk membangun bangsa yang bermartabat dan dari karakter kebangsaan yang kuat akan muncul kekuasaan yang luar biasa pula. Hermawan Kertajaya (2010: 3) mengemukakan bahwa karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mangakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak , bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi, orang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan adalah membangun karakter, yang secara implisif commit to user mengandung arti membangun sifat atau pola prilaku yang didasari atau berkaitan
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk. Hal ini didukung oleh Petersondan Seligman (Gede Raka, 2007: 5) yang mengaitkan secara langsung ‘character strength’ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari
‘character strenght’ adalah karakter
tersebut berkonstribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya (M. Furqon Hidayatullah, 2009: 10). Karakter berarti jati diri dan harga diri. Jati diri dan harga diri ini bisa terpancar dari dalam tubuh manusia (Atik Catur.B, Ardhi Raditya, 2010). Manusia dapat menjadi manusia ketika tubuh mereka benar-benar memantikkan sifat kemanusiaan dan kedalaman berempati sekaligus bereaksi terhadap tirani ataupun tindak patologi yang menyengsarakan manusia. Jadi manusia harus mempunyai karakter yang kuat. karakter yang kuat merupakan dasar terwujudnya kemajuan, bagi individu dan masyarakat secara holistic.
b. Pendidikan Karakter Seperti disampaikan di atas bahwa pendidikan adalah proses internalisasi budaya dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Jadi, pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembentukan karakter.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk dapat memahami pendidikan karakter itu sendiri, kita perlu memahami struktur antropologis yang ada dalam diri manusia (Koesoema A, 2007: 80). Struktur antropologis manusia terdiri atas jasad, ruh, dan akal. Hal ini selaras dengan pendapat Lickona (1992) yang menekankan tiga komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral), yang diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan , dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Menurut Lickona Dalam Berkowitz & Bier dalam bukunya What Works In Character Education: A research-driven guide foe educators. Menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah “character education is a deliberate effort to develop good character based on core virtues are objectively good for individuals and society” (Berkowitz & Bier, 2005). Artinya, pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berlandaskan kebajikan-kebajikan inti yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai luhur universal, yaitu: karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaannya-Nya;
kedua,
kemandirian
dan
tanggung
jawab;
ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/ kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi kedamaian, dan kesatuan. Kesembilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Paterson dan Seligman (Gede Raka, 1997) mengidentifikasi 24 jenis karakter yang baik atau kuat (character strength). Karakter-karakter itu diakui sangat penting artinya dalam berbagai agama dan kebudayaan di dunia. Dari berbagai jenis karakter, untuk Indonesia ada lima jenis karakter yang sangat penting dan sangat mendesak dibangun dan dikuatkan sekarang
ini yaitu
kejujuran, kepercayaan diri, apresiasi terhadap kebhinekaan, semangat belajar, dan semangat kerja. Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk memecahkan masalah besar yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia selama ini, yaitu korupsi, konflik horizontal yang berkepanjangan, perasaan sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan semangat belajar yang rendah. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter dapat didefinisikan adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguhsungguh dari guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Winton, 2010, dalam Samani & Hariyanto 2011: 42). Menurut Ki Hajar Dewantara ( 1967: 484-489), yang dimaksud pengajaran budi pekerti atau pendidikan karakter adalah upaya untuk membantu perkembangan jiwa yang sifatnya umum, menganjurkan atau kalau perlu menyuruh anak untuk: duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang lain, menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Ini commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua sudah merupakan pengajaran budi pekerti. Jadi lebih lengkap menurut Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Manusia Merdeka dinyatakan: “Karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar yang dinamakan dasar yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata ajar diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi oleh kematangan berpikir” (Ki Hajar Dewantara, 2009: 87). Dalam pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa karakteristik seseorang dipengaruhi oleh pengaruh bahan ajar. Yang dimaksud bahan ajar disini yaitu bakat yang dimiliki oleh seseorang sebelum mereka lahir factor biologis mempengaruhi karakter. Jadi semasa dalam kandungan karkater anak dibentuk sedini mungkin agar menjadi anak berkarater positif ketika dia lahir nanti. Sedangkan Hill, 2002 mengatakan, “ Charakter determines someone’ private thoughts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standar of behavior, in every situation”. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan prilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Ellen G White dalam Sarumpet (2001: 12) mengemukakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terkait dengan itu, sebagaimana yang disitir oleh Character Counts! Coalition (a project of The Joseph Institute of Ethics) dalam Masnur (2011: 39), ada enam pilar pilar karakter ( The Six Pillars of Character) yang dapat menjadi acuan. Enam pilar karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Trustwothiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegrasi, jujur, dan loyal; 2) Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain; 3) Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain; 4) Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain; 5) Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam; 6) Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. The Six Pillars of Character untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 sebagai berikut:
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Trustworthiness Responsibility Enam Pilar Karakter Citizenship
Fairness
Caring Respect
Bagan 1. Enam Pilar Karakter Sumber: Masnur ( 2011: 39)
Berdasarkan alur pikir pada Bagan 1 di atas, pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Semua pilar karakter di atas harus dikembangkan secara continue dan holistik pada setiap aspek kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan 2 sebagai berikut.
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
Olah Pikir
Olah Hati
Olah Raga
Olah Rasa/ Karsa
bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih
beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk
Bagan 2: Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Sumber: (http/www.pendidikan_karater.com)
Berdasarkan bagan tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan pada hakekat perilaku seseorang yang berkarakter. Hal tersebut merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosialkultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual & emotional development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (De Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9). Menurut Said Hamid Hasan (2010: 9-10) Untuk nilai dan deskripsi pendidikan karakter dapat dilihat sebagai berikut: 1) Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain; 2) Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; 3) Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya; 4) Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; 5) Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh
dalam
mengatasi
berbagai
hambatan
belajar
dan
tugas,serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki; 7) Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam menyelesaikan tugas-tugas; 9) Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain; 10) Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar; 11) Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya; 12) Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa; 13) Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain; 14) Bersahabat/ Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain; 15) Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya; 16) Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang
memberikan kebajikan bagi dirinya; 17) Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi; 18) Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; 19) Tanggungjawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Jika kita kaitkan pendidikan karakter dengan sekolah, maka pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen-komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah,
pelaksanaan
aktivitas
atau
kegiatan
kokurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu pendidikan karakter di maknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter (Sofan Amri dkk, 2011:4). Maka dari itu karakter disini merupakan suatu nilai fundamental yang harus diintegrasikan pada semua individu.
c. Jenis - Jenis Pendidikan Karakter Menurut Yahya Khan (2010) Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara lain: 1). Pendidikan karakter berbasis nilai religuis, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral); 2). Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi satra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan); 3). Pendidikan karakter commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
berbasis lingkungan (konservasi lingkungan); 4). Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konsevasi humanis). Selebihnya Yahya Khan juga menjelaskan pendidikan Karakter berbasis potensi diri adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan segala daya upaya. 1) secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak didik agar mereka mampu mengatasi diri; 2) melalui kebebasan; 3) dan penalaran; 4) serta mengembangan segala potensi diri; 5) yang dimiliki anak didik. a) Guru dalam melaksanakan proses kegiatan pendidikan karakter berbasis potensi diri dilakukan dengan segala daya upaya artinya guru dalam proses pendidikan karakter berbasis potensi diri itu tidak hanya berperan sebagai pengajar yang menyampaikan materi pengajaran tetapi dia juga bertindak sebagai inspirator, inisiator, fasilitator, mediator, supervisor, evaluator, teman (friend), sekaligus pembimbing (counselor), lebih matang (older), otoritas (authority in field), pengasuh (nurturer), dan sepenuh hati dengan cinta dan kasih saying (devoted). Menurut Fertman (1999) mengatakan: Character education in schools involves formal instruction in honesty, trust, cooperation, respect, responsibility, hope, determination, and loyalty; it also lays the foundation for positive leadership development. Yang artinya, Karakter pendidikan di sekolah melibatkan instruksi formal dalam kejujuran, kepercayaan, kerja sama, rasa hormat, tanggung jawab, harapan, tekad, dan loyalitas, tetapi juga meletakkan dasar untuk pengembangan kepemimpinan yang positif. Jadi dapat dikatakan dengan commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meletakkan dasar kepemimpinan yang positif pengembangan pendidikana karakter berbasis potensi diri dapat direalisasikan secara baik. b) Anak didik mampu mengatasi diri artinya mampu bersikap mandir, mampu mangatasi segala problema perkuliahan, problema kesehatan, problema pribadi (emosi), problema keluarga , problema pengisian waktu senggan, problema agama dan akhlak, problema perkembangan pribadi sosial,
problema
memilih
pekerjaan,
problema
persiapan
untuk
berkeluarga melalui kebebesan penalaran. c) Kebebasan merupakan suatu kondisi dan situasi merdeka, tidak ada tekanan dari siapa pun dan dari pihak manapun, bebas manyatakan pendapat, bebas menentukan pilihan, bebas berpikir, bebas melakukan aktivitas, bebas berkreasi, bebas berkeyakinan, yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, negara dan tidak merugikan siapapun. d) Penalaran merupakan kemampuan berpkir benar dan teruji kebenarannya, yaitu kemampuan berpikir logis dan analitis. e) Segala potensi anak didik artinya setiap anak bersifat unik mereka memiliki potensi terpendam. Dalam proses pendidikan karakter semua potensi yang dimiliki anak didik digali, diberdayakan untuk bekal hidup mereka. Jadi pendidikan karakter berbasis potensi diri merupakn proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budaya harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing dan membina setiap manusia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
untuk memiliki kompetensi intelektual (Kognitif), karakter (Affective), dan kompetensi keterampilan mekanik (Psychomotoric).
2. Sekolah Luar Biasa Pada dasarnya sekolah mempunyai peranan penting di dalam menumbuh kembangkan karakter siswa menuju kearah yang lebih positif. salah satunya adalah SLB. Berikut Pengertian SLB, fungsi SLB, dan Jenis-jenis anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SLB. a. Pengertian Sekolah Luar Biasa Tempat penyelenggaraan pendidikan dibagi menjadi tiga lingkungan yaitu formal, informal dan non formal. Sekolah Luar Biasa adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sebagai lembaga pendidikan SLB dibentuk oleh banyak unsur yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang proses intinya adalah pembelajaran bagi peserta didik. Jadi SLB merupakan lembaga pendidikan khusus yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (Aqila Smart, 2012: 91). Dalam ketentuan umum UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa: “Proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (UU Sisdiknas, 2006 : 72). Bertitik tolak dari tujuan itulah setiap lembaga pendidikan termasuk di dalamnya Sekolah Luar Biasa hendaknya bergerak dari awal hingga akhir sampai commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
titik tujuan suatu proses pendidikan, yang pada akhirnya dapat “mewujudkan terjadinya pembelajaran sebagai suatu proses aktualisasi potensi peserta didik menjadi kompetensi yang dapat dimanfaatkan atau digunakan dalam kehidupan” (Hari Suderadjat, 2005: 6). Syafaruddin (2002:87) mengemukakan bahwa: “Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia sekolah memiliki peranan strategis sebagai institusi penyelengara kegiatan pendidikan.” Oleh karena itu, jelaslah bahwa Sekolah Luar Biasa memiliki dan mengemban tugas yang berat tetapi penting. Berat karena harus selalu berperang menghadapi berbagai kelemahan, ancaman dan tantangan guna menselaraskan program-program kegiatan yang terealisir dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bergerak demikian cepat. Penting, karena tugas-tugas dan fungsi sekolah sangat diperlukan untuk
mengembangkan
potensi
anak-anak
berkebutuhan
khusus
demi
kelangsungan hidupnya yang harus selalu dinamis dan optimis. Melihat kedudukan sekolah yang demikian pentingnya Syafaruddin (2002 :88) mengatakan bahwa:“ sekolah menjadi pusat dinamika masyarakat. Keberadaan sekolah menjadi institusi sosial yang menentukan pembinaan pribadi anak dan sosialisasi serta pembudayaan suatu bangsa.” Di balik fungsi dan peranan sekolah yang sangat esensial bagi perkembangan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa, serta tingginya harapan masyarakat terhadap sekolah ada satu realita yang masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain lembaga-lembaga sekolah masih berkualitas rendah dan belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Hal itu tercermin dari rendahnya kualitas lulusan commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekolah yang diekspresikan dengan menganggurnya siswa-siswa yang telah lulus sekolah. Bahkan dalam realita keseharian terlihat para lulusan yang belum dapat hidup mandiri untuk mengatasi persoalan kehidupannya sehari-hari. Hal ini sebagai cerminan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai output pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Hal itu dilatar belakangi karena siswa-siswi di SLB tidak mempunyai IQ yang rendah di banding dengan anak-anak normal pada umumnya. Gambaran di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hari Suderadjat (2005: 4) yang mengemukakan bahwa “lulusan sekolah khususnya di Indonesia dinilai bermutu rendah dalam komparasi Internasional”. Sejalan dengan pendapat Hari Suderajat dikemukakan pula tentang lemahnya mutu pendidikan kita oleh Syafaruddin (2002: 19) sebagai berikut: Dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih orientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka
terus
mempertanyakan
relevansi
pendidikan
dengan
kebutuhan
masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berangkat dari kenyataan di atas, maka harus dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan sekolah sehingga menjadi lembaga pendidikan yang efektif dan produktif. Terwujudnya Sekolah Luar Biasa yang efektif dan produktif merupakan suatu ciri bahwa sekolah itu berhasil dalam mengemban dan menjalankan tugas dan fungsinya. Sondng P. Siagian (dalam Syafa.ruddin, 2002 : 97) mengemukakan bahwa: “Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi”. Oleh sebab itu, dikemukakan Sondang P. Siagian (2002: 1) bahwa :”Produktivitas suatu organiasasi harus selalu dapat diupayakan untuk terus ditingkatkan, terlepas dari tujuannya, misinya, jenisnya, strukturnya, dan ukurannya. Aksioma tersebut berlaku bagi semua jenis organisasi.” Jadi, sesuai dengan pendapat tersebut, tentunya termasuk di dalamnya organisasi pendidikan atau Sekolah Luar Biasa harus melakukan
berbagai
upaya guna meningkatkan efektivitas dan
produktivitasnya, sehingga apa yang diharapkan dapat dicapai secara optimal. Untuk melihat keberhasilan suatu sekolah tentu harus diukur dengan kriteria sebagaimana dikemukakan Sergiovanni dan Carver (H.M. Daryanto, 2006 :17) bahwa ada empat tujuan yaitu: Efektivitas produksi, efisiensi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptiveness), dan kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah. Efektivitas produksi, yang berarti menghasilkan sejumlah lulusan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Menelaah perkembangan yang terjadi di sekolah dan lulusan sekolah sebagai refleksi dari kualitas layanan pendidikan dibandingkan dengan PP No. 19 commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya meliputi: (1) Sandar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan, ternyata masih banyak kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Hal ini terlihat dengan masih rendahnya mutu kompetensi lulusan, masih kurangnya profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran, masih banyaknya guru yang belum berkualifikasi akademik S1, masih rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarkat, dan sebagainya. Dengan kata lain, fenomena yang terlihat dalam lembaga pendidikan Sekolah Luar Biasa saat ini masih rendah mutu layanannya. Kualitas layanan pendidikan tersebut dicerminkan dengan suatu ukuran tingkat daya hasil suatu program yang menjadi tanggung jawab sekolah. Dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan di Sekolah Luar Biasa tidak dapat terlepas dan harus didukung oleh berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) diantaranya pihak masyarakat. Hal ini penting karena masyarakat memiliki peran yang sangat diperlukan oleh sekolah. Mengenai hal ini diungkapkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dalam Hadiyanto, (2004 : 85) yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a). Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah; b). Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
b. Fungsi Sekolah Luar Biasa Sekolah dipandang perlu memberikan layanan kepada siswa yang memiliki tingkat kemampuan, kecerdasan, dan bakat yang luar biasa di atas standar rata-rata, dalam bentuk perlakuan pendidikan dan pengajaran, secara utuh dan optimal dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan sekolah reguler. Oleh sebab itu penyelenggaraan akselerasi pendidikan yang dimulai dari setiap jenjang pendidikan dapat terselenggara di sekolah-sekolah yang ada pada saat ini sebagai penampung dari aspirasi masyarakat yang diamanatkan melalui GBHN dan Undang-Undang Pendidikan Nasional yang berlaku dewasa ini. Hal ini juga berpengaruh pada fungsi dari sekolah luar biasa (SLB) tersebut, dimana sekolah luar biasa (SLB) dipandang dapat memberikan pelayanan kepada siswa yang memiliki kelainan fisik dan mental ini agar nantinya mereka dapat mengenyam pendidikan yang tidak saja didapat oleh anak-anak normal lainnya yang telah di landaskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Sehingga nantinya mereka akan mampu bersaing dengan dengan masyarakat lainnya dalam hal memperoleh pekerjaan di masyarakat luas serta akan sesuai dengan tujuan dari pembangunan pendidikan di Indonesia itu sendiri. Pelayanan yang dilakukan oleh sekolah ini akan berhasil apabila semua komponen-komponen baik itu yang berasal dari sekolah atau komponen dalam diri anak tersebut, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar dapat commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berjalan
dengan
baik
dan
didukung
oleh
lingkungan
yang
kondusif
(http://www.indomedia.com/sripo/06/07/0706hot1.htm/ diakses 16/11/2011). Tujuan sekolah luar biasa terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 (72/1991) tanggal 31 desember 1991 tentang pendidikan luar biasa yang dikutip dari http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.htm. Pada Bab II tentang tujuan pendidikan luar biasa menyatakan bahwa: Pasal 2 “Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan”. Sistem pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa (PLB) yang dalam hal ini identik dengan sekolah luar biasa (SLB) di Indonesia ialah pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. Sekolah luar biasa, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan atau tunaganda. SLB merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umumnya (Aqila Smart, 2012: 33). Jadi SLB sangat penting di dalam menunjang keberjaminan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang memang memiliki kekurangan di dalam hidupa mereka. Sesuai dengan hakikatnya sekolah merupakan lembaga yang sangat strategis dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan pendidikan. Banyak pendapat yang mengemukakan tentang fungsi sekolah diantaranya dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai berikut: “Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat” (Hadari Nawawi, 1982: 27)”. Oleh karena itulah maka dapat dikatakan bahwa fungsi sekolah adalah meneruskan,
mempertahankan
dan
mengembangkan
kebudayaan
suatu
masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di dalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya. Mukhlison dalam (www.balinter.net/diakses /20/12 2011) mengemukakan bahwa fungsi sekolah adalah: 1). Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan, dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari pekerjaan; 2). Sekolah memberikan keterampilan dasar; 3). Sekolah membuka kesempatan untuk memperbaiki nasib; 4) Sekolah menyediakan tenaga pembangunan. Kedua pendapat di atas pada dasarnya sama dan saling melengkapi tentang fungsi sekolah dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan pendapat para ahli commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut di atas maka Sekolah Luar Biasa sebagai lembaga pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut: 1). Tempat pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang memberikan dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan; 2). Memberikan rehabilitasi bagi anak-anak yang memiliki hambatan baik fisik, mental, emosi, maupun sosial. 3). Mengembangkan life skill bagi anak-anak berkebutuhan khusus sebagai bekal untuk dapat mandiri dalam kehidupannya bermasyarakat; 4). Membentuk anak-anak yang berbudaya dan menjadi warganegara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Pentingnya fungsi sekolah bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang pada akhirnya tertuju pada kesejahteraan manusia. Oleh karena itulah, pengembangan Sekolah Luar Biasa semestinya mendapat suatu perhatian yang semakin bermutu dengan terobosan-terobosan upaya yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh semua pihak. Pelaksanaan evaluasi pun semestinya tidak dilupakan karena maju mundurnya pengembangan sekolah akan signifikan dengan upaya-upaya perbaikan yang selalu dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi. Jadi pada Intinya SLB berfungsi memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus dan jika dikatagorikan ke dalam anak berkesulitan belajar karena memiliki keterbatasan fisik di dalam menerima setiap pelajaran di sekolah. Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan luar biasa atau sering disingkat PLB atau sering disebut oertopedagogik (Abdurachman, 1999: 19). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
c. Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Getskow dan Konezal (1996: 9) menyatakan: “Kids with special needs is divided into eight sections. Its is arranged so that activities are open-ended and can be used for a variety of purpose. Teacher and parents should feel free to adapt the activities to the ability level their children”. (“Anak-anak dengan kebutuhan khusus dibagi menjadi delapan bagian. Adalah diatur sedemikian rupa sehingga kegiatannya bersifat terbuka dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Guru dan orang tua harus merasa bebas untuk menyesuaikan kegiatan dengan tingkat kemampuan anak-anak mereka”)". Sedangkan Bandhi Delphi (2006) Menyatakan di negara Indonesia anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan di SLB antara lain sebagai berikut: 1) Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera penglihatan untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya, tunanetra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (Aqila Smart, 2012: 36). Pada umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan rabaan atau taktil karena kemampuan indera raba sangat menonjol untuk menggantikan indera penglihatan. Bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan bendato user benda konkret yang dapat commit diraba dan dapat dimanipulasi melalui observasi
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
perabaan benda-benda riil, dalam tempatnya yang alamiah mereka dapat memahami bentuk ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan, suhu dan sebagainya (Sofan Amri, 2011: 68). 2) Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. Bagi yang sudah terlatih mereka dapt berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah “permata” karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicarannya (Sofan Amri, 2011: 69). 3) Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik. Akibatnya, dalam tugas-tugas akademik yang menggunakan intelektual mereka sering mengalami kesulitan 4) Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendian, dan saraf penggerak otot-otot tubuhnya, sehingga digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada gerak anggota tubuhnya. 5) Anak dengan hendaya prilaku maladjustment. Anak yang berprilaku maladjustment sering disebut dengan tunalaras. Karakteristik yang commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menonjol antara lain sering membuat keonaran secara berlebihan, dan bertendensi kearah prilaku kriminal. Anak tunalaras selalu ingin memenuhi
kebutuhan
dan
keinginannnya
tanpa
memperdulikan
kepentingan orang lain. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia menggunakan kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang lain. 6) Anak dengan hendaya autism (autistic children).Anak autistic mempunyai kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini diakibatkan oleh adanya cedera pada otak. Secara umum anak autistic meliputi kelainan berbicara, kelainan
berbicara
disamping
mengalami
gangguan
kemampuan
intelektual dan fungsi saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, serta prilaku yang ganjil. Anak autistic mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya. 7) Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally disable childern). Mereka sering disebut dengan istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup hambatan-hambatan perkembangan neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan pada aspek intelegensi, gerak
bahasa,
atau
hubungan
pribadi
di
masyarakat.
Kelainan
perkembangan ganda juga mencakup kelainan dalam fungsi adaptif. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mereka umumnya memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus dengan modifikasi metode secara khusus.
3. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko - fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan (Kartini Kartono, 1990: 21). Salah satu teori belajar yang dikatagorikan dapat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang salah satunya kognitivisme. Kognitivisme merupakan salah satu teori belajar yang dalam berbagai pembahasan sering juga disebut model kognitif (Aunurachman, 2009: 44). Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan sebuah proses spontan (Crain, 2007: 217). Anak-anak bisa dikatakan mengembangkan struktur-struktur kognitif mereka sendiri, tanpa pengajaran langsung dari orang dewasa. Menurut piaget anak-anak secara konstan mengeksplorasi, memanipulasi dan berusaha memahami lingkungannya dan berusaha memahami lingkungannya, dan di dalam proses ini mereka aktif
mengkonstruksi struktur-struktur baru yang lebih
elaborative agar bisa menghadapinya ( Kohlberg, 1968). Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaktif aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Sementara itu bahwa interaksi social dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu pemikiran itu menjadi logis (Nur, 1998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Menurut teori Piaget setiap individu pada saat tumbuh mulai dari Bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Empat Tahap Perkembangan Kognitif Tahap Sensorimotor
Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep “ kepermanenan obyek” dan kemjuan grdual dari prilaku refleksi ke prilaku yang Praoperasional 2 sampai 7 tahun mengarah pada tujuan. Perkembangan kemampuan menggunakan symbolsimbol untuk menyatakan obyekobyek dunia. Pemikiranmasih Operasi Kongkrit 7 sampai 11 tahun egosentris dan sentrasi. Perbaikan dalam kempuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran tidak. Pemikiran abstrak dan murni simbolis Operasi Formal 11 Tahun sampai mungkin dilakukan. Masalah-masalah dewasa dapat dipecahkan melalui pengunaan eksperimentasi sistematis. (Sumber: Nur, dalam Trianto 2007: 15)
Jadi implikasi teori piaget bagi pendidikan menimbulkan spekulasi bahwa belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan. Kami dan De Vries dalam Crain (2007: 2012) mengemukan anak-anak butuh kesempatan untuk melukiskan segala sesuatu sendiri. Karena adalah hal yang baik bagi diri mereka sendiri, ketimbang membuat mereka merasa harus kembali terus kepada orang dewasa untuk mengetahui jawaban apa yang benar. Jadi intinya filsafat kontruktivisme sangat berperan di dalam perkembangan kognitif seorang anakanak dalam menemukan sesuatucommit dan menjadikan to user diri mereka lebih cerdas dan
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
sigap untuk menghadapi suatu permasalahan. Jadi perkembangan kognitif merupakan tolak ukur yang penting untuk mengetahui kemampuan anak di dalam berpikir. Jadi teori perkembangan piaget mewakili konstruktivisme,
yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka (Trianto, 2007: 14). Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada sebrapa jauh anak aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Slavin 1994: 145). Jadi menurut Aunurrachman (2009: 45) Kognitivisme memberikan pengaruh dalam perkembangan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut: a) Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola logika tertetentu; b) Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks. Untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik peserta didik harus terlebih dahulu telah mengetahui tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana; c) Belajar dengan memahami lebih baik dari pada dengan hanya menghafal, apalgi tanpa pengertian; d) Adanya perbedaan individual pada peserta didik perlu diperhatikan, karena factor ini sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Tinjauan diatas senada dengan kajian Vygotsky yang menyatakan, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Akan tetapi teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek social dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugastugas tersebut berada dalam zone of proximal development (Trianto, 2010: 76). Zone f proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Slavin, 1994: 49). Jadi kerjasama dalam individu akan menghasilkan pemikiran yang lebih kompleks, proses kerja sama merupakan hal yang sangat penting dalam suatu proses pembelajaran. Jadi teori pembelajaran Vygotsky ini dikenal dengan teori pembelajaran sosial. Teori vygotsky sama juga halnya Piaget bisa dikelompokkan ke dalam teori konstruktivisme. Karena siswa dalam teori pembelajaran sosial tersebut diharapkan harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam diri mereka secara mandiri. Intinya berpengaruh pada perkembangan kognitif seseorang.
4. Perkembangan Moral dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Menurut Kohlberg ada tiga tingkatan perkembangan moral: 1. Tingkat I. Moralitas Prakonvensional; 2. Tingkat II. Moralitas Konvensional; 3. Tingkat III. Moralitas Pasca – Konvensional (Crain, 2007: 231).
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Tingkat I. Moralitas Pra-konvensional (Pre- Convention Level) Pada tingkat I. Moralitas Prakonvensional dibagi dalam dua tahap perkembangan moral: 1. Tahap 1. Kepatuhan dan Orientasi Hukum. Dalam tahap ini anak-anak berasumsi bahwa otoritas-otoritas yang kuasa telah menurunkan seperangkat aturan baku yang harus mereka patuhi tanpa protes (Crain, 2007: 231). Tahap 1 ini disebut pra-konvensional karena anak-anak masih belum bicara sebagai anggota masyarakat. Mereka melihat moralitas sebagai suatu yang eksternal-sesuatu yang orang dewasa katakana dan harus mereka lakukan (Colby dkk: 1987: 16). Tahap 2. Individualisme dan Pertukaran. Di tahap ini anak-anak mulai menyadari bahwa bukan hanya ada satu saja pandangan benar yang diturunkan dari otoritas-otoritas. Individu-individu yang berbeda memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Tahap 2 termasuk dalam tingkatan pra-konvensional karena dalam tahap ini berbicara tentang individu yang terisolasi dan bukan sebagai anggota masyarakat. Tapi dalam tahap ini telah ada sifat kritisasi dari individu untuk sedikit mengkritisi suatu pernyataan yang sifatnya permanen. Pada level ini anak-anak memberikan respons terhadap aturan-aturan kebiasaan, baik dan buruk, benar atau salah, tetapi intepretasi ini mereka terjemahkan menurut tarap pemikiran mereka sendiri atau dalam batas kekuasaan fisik dari orang-orang yang menetapkan aturan - aturan bagi mereka (Aunurrahman, 2009: 62).
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tingkat II. Moralitas Konvensional ( Conventional Level) Dalam tingkat II dimasukkan ke dalam tahap 3 dan 4. Tahap 3. Hubungan –hubungan Antar- Pribadi yang Baik. Di tahap ini, anak-anak sudah memasuki usia remaja. Menurut Piaget dalam Elizabeth (2004) menyatakan: “Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat-tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah bak integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyaka aspek efektif . kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewas, yang kenyataannya merupakn ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini ( Elizabeth, 2004: 206)” . Jadi dalam tahap remaja ini mereka melihat moralitas lebih daripada urusan-urusan sederhana. Mereka percaya manusia mestinya hidup menurut harapan keluarga dan komunitas, dan bertindak dengan cara-cara yang baik dalam menjalin hubungan antar pribadi yang baik. Tahap 4. Memelihara tatanan social. Dalam tahap ini perhatian menjadi lebih luas yaitu tahap kepedulian terhadap masyarakat secara lebih luas (Crain, 2006: 235). Jadi di tahap 4 kepedulian bergeser menjadi kepatuhan terhadap hukum untuk mempertahankan masyarakat secara keseluruhan. Pada level ini telah tumbuh kesadaran dan penghargaan terhadap individu lain, keluarga, kelompok atau Negara dan hal-hal tersebut memiliki nilai bagi dirinya (Aunurahcman, 2009: 62). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
c. Tingkat III. Moralitas Pasca-Konvensional (Past Conventional) Tingkat III pada perekembangan moral terdiri dari dua tahap sering sekali dalam teori Kohlberg tingkat III merupakan tahap 5 dan 6 pada perkembangan moral seseorang. Tahap 5. Kontrak social dan hak-hak Individual. Pada tahap 5 pada dasarnya percaya kalau masyarakat yang baik hanya bisa dipahami dengan cara yang paling baik sebagai sebuah kontrak social yang di dalamnya orang dengan bebas bekerja demi kebaikan semua orang. Mereka menyadari bahwa kelompok-kelompok social yang berbeda-beda di dalam masyarakat akan memiliki nilai-nilai yang berbeda-beda di dalam masyarakat akan memiliki nilainilai yang berbeda (Crain, 2007: 239). Jadi intinya pada tahap 5 menekankan hakhak dasara dan proses demokratis yang memberi kesempatan setiap orang untuk mengutarakan pendapatnya. Tahap 6. Prinsip-prinsip Universal. Tahap 6 memiliki konsepsi yang lebih jelas da luas tentang prinsip-prinsip universal (seperti keadilan sebagai hak individual). Jadi prinsip-prinsip ditentukan bilamana sebuah kesepakatan diambil hanya jika paling adil bagi semua pihak. Pada level ini sudah ada usaha kongkrit dalam diri seseorang anak untuk menentukan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang dianggap memiliki validitas yang diwujudkan tanpa harus mengaitkan dengan otoritas kelompok atau pribadi-pribadi yang mendukung prinsip tersebut (Aunnurahcman, 2009: 65). Jadi teori perkembangan moral dapat dijadikan sebagai pengetahuan dalam membuka awal terhadap perkembangan moral. Perkembangan moral merupakan hal sangat commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penting di dalam pembelajaran karena untuk mendapatkan pengetahuan yang positif, manusia perlu mengalami apa yang namanya transisi moral. Dengan transisi moral yang baik maka akan terjadi suatu perkembangan ke arah yang lebih positif untuk kehidupannya kelak.
5. Jenis Prilaku Belajar Menurut Krathwohl, Bloom dkk dalam Anurrachman (2009: 49,50). Penggolongan atau tingkatan Jenis prilaku belajar terdiri dari tiga ranah yaitu: a). ranah kognitif, b). ranah afektif, c). ranah psikomotor. Masing-masing ranah dijelaskan sebagai berikut ini: a. Ranah Kognitif Kognitif merupakan sebuah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran
seseorang
yang
dipakai
untuk
mengorganisasikan
dan
mengintepretasikan informasi (Santrock, 2010: 46). Menurut Anurrachman (2009) Teori kognitif terdiri dari enam aspek pokok antara lain: a) Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan didalam ingatan; b) Pemahaman mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari; c) Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Prilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan mengungkapkan prinsip; d) Analisisi mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur
keseluruhan dapat
dipahami dengan baik; e) Sintetis, mencakup kemampuan membentuk suatu commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pola baru, misalnya tampak di dalam kemampuan menyusun suatu program kerja; f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Keenam jenis prilaku ini bersifat hirarkis, artinya prilaku tersebut menggambarkan tingkatan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dengan daya kognitif yang bagus membuat individu memberlakukan dirinya sendiri baik itu dalam menstrukturisasi pengetahuan yang dipaham untuk diberlakukan untuk dirinya sendiri maupun orang lain b. Ranah Afektif Ranah afektif merupakan aspek penting dalam proses pembelajaran. Ranah afektif penilaian yang dilakukan dengan menilai sikap dari peserta didik. Menurut Krathwohl & Bloom dalam Aunurachman ( 2009: 50). Ranah Afektif terdiri dari enam proses antara lain: a) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan; b) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan; c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap; d) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup; e) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan moral. Proses ini merupakan suatu proses yang dinamis, di mana siswa melalui keaktifannya akan dapat secara terus menerus mengembangkan kemampuan
dan
kepekaannya untuk mencapai commit to user
tingkatan-tingkatan
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
kemampuan serta kepekaan yang lebih tinggi melalui proses belajar yang di lakukan. Dalam proses ini sikap merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. c. Ranah Psikomotor. Menurut Simpson dalam Aunnurrahman (2009: 52) ranah Psikomotor terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik yaitu: 1). Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskripsikan) suatu secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut; 2). Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan, kemampuan ini mencakup aktivitas jasmani dan rohani (mental); 3). Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan. Misalnya meniru gerak tari, membuat lingkaran di atas pola; 4). Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh; 5). Gerakan kompleks, yang mencakup kemammpuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lanca, efisien dan tepat; 6). Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik
persyaratan khusus yang
berlaku; 7). Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerakgerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Ketiga ranah yang dikemukakan di atas bukan merupakan bagianbagian yang terpisahkan, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Dengan memadukan ketiga ranah aspek tersebut, maka pembentukkan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karakter baik itu secara pikiran, gerak, sikap dapat terealisasikan secara holistik.
6. Pembelajaran Konstruktivisme Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lam dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010: 76). Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat member siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya (Slavin, 1994: 225). Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (Suparni, 1997: 18). Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme menurut Suparno (1997: 73), antara lain: 1). Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2). Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3). Mengajar adalah membantu siswa belajar; 4). Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5). Kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6). Guru sebagai fasilitator. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Setia jenis pembelajaran mempunyai prinsip-prinsip yang berperan penting dan mempunyai peranannnya secara eksklusif. Secara umum, prinsip – prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktik, pembaharuan, dan perencanaan pendidikan. Jika kita bandingkan pembelajaran kontruktivis dan tradisonal untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Konstruktivis dan Tradisional Kelas konstruktivis versus kelas tradisional Tradisional Konstruktivis Kegiatan-kegiatannya terutama Kegiatan-kegiatannya terutama bersandar bersandar pada text book pada materi-materi Presentasi materi dimulai dengan Presentasi materi dimulai dengan bagian bagian, kemudian pindah ke keseluruhan, kemudian pindah ke bagiankeseluruhan bagian Menekankan pada keterampilan- Menekankan pad ide-ide besar keterampilan dasar Guru menekankan tentang harus Guru mengikuti pertanyaan-pertanyaan diikutinya kurikulum yang pasti murid Guru mempresentasikan informasi Guru menyiapkan sebuah lingkungan kepada murid belajar, di mana murid dapat menemukan pengetahuan Guru berusaha membuat murid Guru berusaha membuat murid memberikan jawaban yang benar mengungkapkan sudut-pandang dan pemahaman mereka , sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka. Asesmen dilihat sebagai sebuah Asesmen dilihat sebagai sebuah kegiatan kegiatan tersendiri dan terjadi yang diintegrasikan dengan belajar – melalui testing mengajar dan terjadi fortofolio dan observasi Sumber: (Muis & Reynolds, 2008: 105) Jadi dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa konstruktivisme cenderung mengutamakan ide-ide besar di dalam proses pembelajaran, siswa diberikan kesempatan untuk dapat mengeksplorasikan pemikirannya sehingga diharapakan dari hal tersebut bisa melatih daya kritisto siswa. commit user Lingkungan merupakan faktor
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sangat menentukan dalam proses kontruksi pengetahuan dari siswa dalam melakukan observasi secara mandiri. Dari proses konstruksi ini karakter mandiri dari siswa akan terbentuk. Pembelajaran kontruktivisme tidak menekankan pada hal-hal yang bersifat tradisional yang cenderung berpatokan pada apa yang sudah ada. Prinsip Discovery menjadi fundamen dari proses olah pikir pengetahuan dari siswa.
B. Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya adalah: 1. Karya tulis Wanda Crisiana (2005) Universitas Kristen Petra dengan judul: “Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa (Studi Kasus di Jurusan Teknik Industri UK Petra)”. Penelitian ini membahas pentingnya pendidikan karakter dalam sistem pendidikan formal. Dimulai dengan melihat contoh manfaat pendidikan karakter di negara lain seperti Amerika dan Cina. Kemudian, dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Jurusan Teknik Industri UK Petra untuk merancang pendidikan karakter yang sistematis dan terintegrasi dalam kurikulum bagi mahasiswa sebagai persiapan menuju ke dunia kerja. Usaha tersebut antara lain penetapan pendidikan karakter sebagai salah satu rencana strategis jurusan, penetapan tim, perancangan dan pelaksanaan program pendidikan karakter, evaluasi, serta usaha perbaikan terus menerus. Relevansi penelitian ini dengan dengan penelitian yang akan diteliti antara lain sama-sama membahas tema sentral commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu pendidikan karakter. Tapi dalam karya tulis Wanda Crisiana membahas tentang pendidikan karakter dari kalangan mahasiswa, jadi terdapat perbedaan yang signifikan dengan penelitian yang akan dikaji yaitu implementasi pendidikan pendidikan karakter di SLB 2. Karya tulis Mudjiyono (2011 Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul:
“Pengelolaan
Superpivisi
Pembelajaran
SLB
Muhammadiyah
Sindurjan-Purworedjo”. Penelitian ini menemukan fakta empirik sebagai berikut: (1) Karakteristik perencanaan program supervisi pembelajaran belum dibuat secara rutin setiap tahun , belum merefleksi substansi perencanaan yang baik dan komprhensip, belum menyentuh aspek penetapan prosedur, program, tujuan dan jadwal pelaksanaan, serta penyusunan program belum melibatkan semua komponen sekolah yang ada. (2) Karakteristik pelaksanaan supervisi pembelajaran untuk menilai RPP guru, Peformen guru pada waktu kegiatan pembelajaran di kelas, penggunaan metode/media pembelajaran, serta administrasi lain belum dilaksanakan dengan baik, serta kelengkapan supervisi yang berupa instrumen supervisi maupun catatan khusus belum dibuat secara lengkap; (3) Karakteristik umpan balik supervisi pembelajaran belum dilakukan melalui pendekatan yang kontekstual, yaitu sesuai dengan karakteristik individual masing-masing guru dan tingkat permasalahannya. Jadi relevansi terhadap penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu sama-sama akan membahas tema sentral pendidikan karakter di SLB. Akan tetapi perbedaan terhadap penelitian yang akan diteliti antara lain lebih commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membahas impelementasi dan integrasi proses dari pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar-Bali. 3. Karya tullis Aina Mulyana dengan judul: “Upaya Mewujudkan Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(PAKEM) Dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 2 Kabupaten Padeglang –Banten”. Simpulan yang diperoleh dari kegiatan PTS ini adalah 1) Kegiatan bimbingan penerapan PAKEM bagi guru SMPN 2 yang dilaksanakan kepada SMPN 2 Cikeusik telah terlaksana dengan baik dan memberi konstribusi terhadap peningkatan pemahaman dan keterampilan guru tentang penerapan pendekatan PAKEM dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman dan keterampilan guru tentang penerapan PAKEM dalam kegiatan belajar mengajar berimplikasi pada peningkatan partisipasi atau keaktifan siswa serta terhadap keterlakasanaan nilai-nilai pembangunan karakter bangsa, seperti nilai kerja keras, kerjasama, saling menghargai dan sebagainya. Relevansi penelitian Aina Mulyana dengan penelitian yang akan dikaji terletak pada jenis sekolah yang diteliti. Aina Mulyana melakukan penelitian di Sekolah Menengah Pertama dengan karakteristik siswa norma, sedangkan dalam penelitian yang akan dikaji melakukan penelitian di Sekolah Luar Biasa yang diperuntukkan untuk anak-anak penyandang cacat atau siswa yang memiliki hendaya dalam keseharian mereka.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Pikir Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang anak dalam berolah style maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu, lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup yang nanti di harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat. Sekolah
memberikan
andil
besar
bagi
bertumbuh-kembangngnya
kepribadian serta karakter peserta didik. Salah satu adalah Sekolah Luar Biasa yang berfungsi memberikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa juga berfungsi membentuk karakter. Dengan berpedoman pada pendidikan karakter bangsa dapat ditanamkan karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan karakter dapat diaplikasikan pada semua mata pelajaran di sekolah yang bisa diintegrasikan dalam pendidikan karakter bangsa. Jadi Implementasi dari pendidikan karakter dapat dijadikan sebagai solusi dalam membentuk karakter bangsa bagi siswa-siwa di Indonesia, khususnya bagi siswasiswa berkebutuhan khusus seperti anak-anak tunanetra yang membutuhkan bimbingan dari lembaga-lembaga pendidikan seperti Sekolah Luar Biasa. Melalui persepsi yang benar dan kompleks tentang apa makna serta nilainilai
yang terkandung di dalam pendidikan karakter diharapkan guru dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah khususnya di SLB. Internalisasi pendidikan karakter membutuhkan kesadaran serta upayaupaya personal dari masing-masing pihak yang ada di sekolah. commit to user
Dengan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
internalisasi yang baik maka integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah dapat terealisasikan dengan baik. Implementasi pendidikan karakter merupakan solusi bagi pembentukkan karakter kebangsaan. Implementasi pendidikan karakter bisa diaplikasikan dan diintegrasikan pada pembelajaran di sekolah. Kendala-kendala yang dihadapi dalam realisasi pendidikan karakter memang beraneka ragam. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, dilakukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pendidikan karakter merupakan sebuah pendidikan moral yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebangsaan yang dapat membuat individu menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan dalam hidup mereka. SLB/A Negeri Denpasar merupakan SLB pertama yang didirikan di Bali. Dalam proses pendidikannya selalu mengendepankan kualitas lulusan yang baik. walaupun siswa-siswinya notabennya merupakan siswa penyandang tunanetra. jadi dalam penelitian ini akan membahas tentang implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar. Proses implementasi pendidikan karakter, serta bagaimana kendala dan solusi untuk mengatasi kendala implementasi dan integrasi pendidikan karakter pada pelajaran di sekolah khususnya pada mata pelajaran IPA, IPS, Penjaskes, dan Kesenian. Jadi hal tersebut merupakan topik pokok pembahasan dari penelitian ini. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai berikut.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendidikan Karakter di Sekolah Luar Biasa
Implementasi Pendidikan Karakter di SLB/A Negeri Denpasar
Bagan. 3. Kerangka Berpikir
commit to user
Kendala dalam Implementasi pendidikan karakter
Solusi dalam mengatasi Kendala implementasi Pendidikan Karakter
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian Penentuan lokasi penelitian dibingkai secara teoritis juga dilandasi pertimbangan teknik operasional. Untuk lokasi penelitian dipertimbangkan berdasarkan kemungkinan tepat tidaknya dimasuki dan dikaji lebih mendalam dan juga dipertimbangkan apakah dari setiap lokasi penelitian memberi peluang yang menguntungkan untuk dikaji. Dengan memperhatikan fakta diatas maka ditetapkan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Denpasar menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut dapat memberi peluang bagi peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian untuk menjawab masalah yang diteliti. SLB yang akan diteliti, SLB/A Negeri Denpasar-Bali dan jenjang pendidikan yang diteliti adalah pada tingkat SMPLB. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari – Mei 2012. Adapun rincian waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 3 jadwal penelitian sebagai berikut:
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Jadwal penelitian No 1 2 3 4
Kegiatan Persiapan Pengumpulan data Analisis data Penyusunan laporan
Pebruari
Maret
April
Mei
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih menekankan pada masalah proses dan makna, maka jenis penelitian dengan strategi terbaik adalah penelitian bentuk kualitatif deskriptif. Tujuannya adalah melukiskan variabel atau kondisi yang ada pada situasi tertentu saat penelitian dilakukan. Lebih jauh dijelaskan penelitian diskriptif merupakan suatu penelitian berusaha mendeskripsikan fakta-fakta yang ditemui dilapangan (Lexy Moleong, 2000: 3). Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Mengingat lokasi penelitian ini hanya di satu jenis sekolah dengan kekhususannya, maka studi ini merupakan penelitian dengan strategi kasus tunggal (Sutopo, 2006: 136). alasannya penelitian ini dilaksanakan pada satu sekolah yang karakteristiknya khusus dan fokus penelitian telah ditentukan sebelum peneliti terjun menggali informasi data di lapangan. Secara konkrit tempat yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Sumber Data Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Data kuantitas juga dimanfaatkan sebagai pendukung simpulan penelitian. Informasi tersebut digali dari berbagai sumber data, dan jenis sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Informan, yang terdiri dari kepala sekolah: Kepala Sekolah, guru mata pelajaran Kesenian 2 orang guru, Penjaskes 3 orang guru , IPA 1 orang guru, IPS 2 orang guru pada tingkat SMPLB di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar. 2. Tempat dan peristiwa/ aktivitas terdiri dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas dan di luar kelas. Disamping itu situasi dan kondisi sekolah. Dalam penelitian ini tempat dan peristiwa/ aktivitas untuk mengambil data tentang implementasi pendidikan karakter, kendala- kendala dihadapi serta solusi dalam mengatasi kendala yang dilakukan oleh guru dalam penerapan pendidikan karakter khususnya dalam mata pelajaran Kesenian, Penjaskes, IPA, IPS
pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri
Denpasar. 3. Arsip dan dokumen, yang menjadi data dalam penelitian ini antara lain: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, serta daftar nama guru dan siswa pada tingkat SMPLB di SLB/ A Negeri Denpasar.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian dan jenis sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara mendalam (in-dept interviewing) Dalam penelitian ini digunakan wawancara tidak terstruktur yang disebut wawancara mendalam (in-dept interviewing). Teknik wawancara mendalam ini menempatkan subyek yang diteliti berperan sebagai informan dari pada responden. Seperti wawancara mendalam dengan Kepala Sekolah SLB/A Negeri Denpasar:, guru-guru dan siswa-siswi tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar - Bali. Pertanyaan yang diajukan bisa semakin fokus sehingga informasi yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya, terutama yang berkaitan dengan perasaan, sikap dan pandangan tentang pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar. Dalam melaksanakan wawancara, melibatkan beberapa tahapan yang tidak harus bersifat linear, tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang hal itu perlu dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhann pelengkapan dan pendalaman data yang diperoleh. Tahapan tersebut biasanya meliputi: a. Penentuan siapa yang akan diwawancarai Dalam hal pengumpulan informasi lewat wawancara secara mendalam, peneliti harus bias mendapatkan narasumber atau informan yang tepat. Artinya commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peneliti harus bias mewawancarai informan yang memang memiliki informasi yang benar, lengkap dan mendalam. b. Persiapan wawancara Peneliti perlu mempersiapkan diri untuk memahami pribadi dan peran informan dalam konteksnya, sehingga bila perlu peneliti berusaha menyesuaikan diri dengan karakter dan posisi informanya agar tidak terjadi kesan yang mungkin kurang tepat sehingga bias berakibat hanya mendapatkan informasi yang kurang sesuai dengan yang sebenarnya diharapkan. Selain itu peneliti juga perlu membuat rencana rincian mengenai jenis informasi apa saja yang akan digali dari informan tersebut. c. Langkah awal Peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan yang dihadapinya, dan memberikan kesempatan pada informan untuk mengorganisasikan apa yang ada dalam pikiranya, sehingga benar-benar terjadi suasana yang santai. d. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif Irama wawancara perlu dijaga supaya tetap terasa santai tetapi lancar. Peneliti jangan banyak memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi pendengan yang baik tetapi harus tetap berusaha bersikap kritis. Namun disini peneliti perlu menjaga arah pembicaraan agar semakin terfokus dan mendalam dan mampu mengungkap hal-hal yang agak berulang demi pendalamanya, selama tidak mengganggu kelancaran pembicaraan informanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
e. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan Peneliti perlu memahami kondisi pelaksanaan wawancara dengan produktifitasnya. Bila peneliti menangkap segala kelelahan baik pada informan maupun pada peneliti sendiri, maka ia wajib berfikir apakah sudah waktunya peneliti bisa menghentikan wawancara tersebut, dan sudah bisa menarik simpulan dari semua informasi yang telah diperoleh (Sutopo, 2006:70-72). 2. Observasi langsung Dalam penelitian ini teknik observasi langsung digunakan untuk kepentingan mengambil data tentang pendidikan karakter yang diterapkan di SLB/A Negeri Denpasar-Bali, kemampuan guru dalam melakukan pembelajaran di dalam kelas dan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam implementasi pendidika karakter di SLB/A Negeri Denpasar. Dalam observasi ini peneliti hanya sebagai pengamat pasif yang hadir di lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun, namun peneliti benar-benar hadir dalam konteksnya seperti hanya mengamati proses implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar baik yang terjadi di dalam maupun di dalam kelas. 3. Mencatat dokumen (content analysis) Dokumen dicatat dengan teknik content analysis yaitu mencatat dokumen tidak secara apa adanya seperti yang tertulis dalam dokumen, tetapi peneliti berusaha menangkap makna yang tersirat dan tersurat dalam tulisan dokumen. Teknik content analysis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat di SLB/A Negeri Denpasar-Bali baik administrasi tata usaha dan perangkat pembelajaran guru. commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Validitas Data Untuk menjamin kebenaran data yang dikumpulkan perlu dilakukan validitas data. Secara umum dalam penelitian kualitatif teknik pengembangan validitas data yang digunakan adalah teknik trianggulasi (Patton, 2009: 161). Denzin, Lincon (2009) merangkum 4 tipe dasar teknik triangulasi. Akan tetapi trianggulasi yang digunakan antara lain: 1. Trianggulasi data (Data Triangulation) Trianggulasi sumber adalah teknik trianggulasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. Dalam penelitian ini pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar pada tingkat SMPLB, dan kendala yang dihadapi oleh guru dalam implementasi pendidikan karakter, yang dapat digali dari sumber data yang berbeda berupa informan/ narasumber, peristiwa/ aktivitas dan arsip/ dokumen. 2. Trianggulasi metode (methodological trianggulation) Trianggulasi metode adalah teknik trianggulasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan metode yang berbeda. Data sejenis yang dikumpulkan dengan metode yang berbeda dibandingkan dan ditarik simpulan data yang lebih kuat validitasnya (H.B Sutopo, 2006: 95). Dalam penelitian ini data tentang implementasi pendidikan karakter, dan kendala yang dihadapi oleh guru dalam implementasi pendidikan karakter yang dikumpulkan melalui observasi langsung dibandingkan dengan hasil wawancara dan mencatat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
dokumen. Shingga dari trianggulasi metode ini akan diperoleh data yang valid dan sesuai dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini. 3. Triangulasi teori (Theory triangulation) Triangulasi teori dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori membahas permasalahan yang dikaji. Dalam hal ini peneliti bisa membahas informasinya dengan perpektif teori-teori dari disiplin ilmu yang berbeda tetapi masih dalam disiplin ilmu. Banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat memiliki latar belakang yang sangat rumit dan dilandasi oleh beberapa faktor yang berkaitan. Oleh karena itu dalam melakukan jenis trianggulisi ini peniliti wajib memahami teori-teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan permasalahan yang diliti sehingga menghasilkan simpulan yang mantap, bisa dipertangungjawabkan dan benar-benar memiliki makna yang mendalam serta bersifat multiperpektif (Sutopo, 2006: 98). Dalam penelitian ini digunakan kumpulan-kumpulan teori yang terkait dengan pokok kajian penelitian seperti: kumpulan-kumpulan teori pendidikan karakter, Sekolah Luar Biasa, serta teori-teori pendidikan yang akan membantu kedalaman dan ketajaman dalam analisis isi yang akan disajikan. 4. Triangulasi peneliti (Investigator Triangulation) Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari peneliti yang lain. Dari pandangang dan tafsir yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan dikumpulkan yang berupa commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
catatan dan bahkan sampai pada simpulan-simpulan sementara, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil akhir penelitian.
F. Teknik Analisis Dalam penelitian kualitatif proses analisis dilakukan sejak awal bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis dalam penelitian ini bersifat induktif yaitu teknik analisis yang tidak dimaksudkan untuk membuktikan suatu prediksi atau hipotesis penelitian, tetapi simpulan dan teori yang dihasilkan berbentuk dari data yang dikumpulkan. Sifat analisis induktif menekankan pentingnya apa yang sebenarnya terjadi di lapangan yang bersifat khusus berdasarkan karakteristik konteksnya. Dalam penelitian ini analisis induktif yang digunakan adalah teknik analisis interaktif, yaitu setiap data yang diperoleh dari lapangan selalu dinteraksikan atau dibandingkan dengan unit data yang lain (Sutopo, 2006: 107). Dalam proses analisis interaktif terdapat 4 komponen yang harus dipahami oleh peneliti yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data ,(3) sajian data (4) penarikan simpulan/ verifikasi. 1. Pengumpulan data Dalam analisis data langkah awal yang perlu dilakukan, penliti harus mengumpulkan data yang diperoleh sebelum melakukan reduksi. Data yang dikumpulkan bisa data dari lapangan (fieldnotes) dan teori-teori yang berkaitan dengan tema yang diambil peneliti. Pada penelitian ini peneliti berusaha untuk commit to userNegeri Denpasar. mengumpulkan data secara mendetail di SLB/A
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Reduksi data (data reduction) Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan
dan abtraksi data kasar yang ada dalam fieldnotes (catatan lapangan). Dalam proses reduksi data peneliti berusaha menggolongkan, menajamkan, mengarahkan dan membuang data lapangan yang tidak diperlukan. Selama pengumpulan data berlangsung, reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan isi dari catatan data yang diperoleh dilapangan. Dalam menyusun ringkasan tersebut peneliti membuat
coding
(kode),
memusatkan
tema,
menentukan
batas-batas
permasalahan, dan juga menulis memo. Proses reduksi ini berlangsung sampai laporan akhir penelitian disusun. 3.
Sajian data (data display) Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam
bentuk narasi lengkap sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat reduksi data dan disajikan dengan menggunakan
kalimat dan bahasa yang digunakan secara logis dan
sistematis sehingga mudah dipahami. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga meliputi berbagai jenis matriks, gambar/ skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan, dan tabel sebagai pendukung narasinya. 4. Penarikan simpulan/ verifikasi (conclusion drawing/ verifying) Sejak tahap awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mulai memahami makna dari berbagai hal yang ditemukan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dari berbagai porsi. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya setelah verifikasi dilakukan penarikan simpulan.Untuk lebih jelas, proses model analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan
Bagan 4. Skema Proses Analisis Interaktif Sumber: Soetopo ( 2002).
Lentur dan terbuka adalah sifat penelitian kualitatif walaupun penelitian ini menggunakan strategi studi kasus terpancang dengan kegiatan penelitian yang dipusatkan pada tujuan dan rumusan pertanyaan yang jelas tetapi penelitian ini bersifat terbuka dan spekulatif karena segalanya secara pasti akan ditentukan kemudian oleh kondisi yang nyata di lapangan. Hal ini terkait dengan apa yang dikatakan oleh Kirk dan Miller dalam Soetopo, (2002: 187) bahwa penelitian kualitatif dalam proses analisisnya bersifat “empirico inductive” sehingga semuanya tergantung keadaan yang ada di lapangan.
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Frofil Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar - Bali
1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar terletak di jalan Serma Gede no 11 Denpasar. Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar merupakan sekolah milik pemerintah Provinsi Bali. SLB/A Negeri Denpasar memiliki status terakreditasi A. Proses akreditasi sekolah disahkan pada tanggal 9 April 2007. Hasil Akreditasi ini mencerminkan SLB/A Negeri Denpasar memiliki kategori sekolah yang baik dilihat dari pengelolaan sekolah dan menajemen sekolah. Jarak SLB/A Negeri Denpasar dari pusat kota Denpasar kira-kira 3 Km. Luas wilayah SLB/A Negeri Denpasar secara keseluruhan kira-kira 23 Are. Batas-batas SLB/A Negeri Denpasar adalah sebagai berikut. Sebelah barat
: Sekolah Santo Yoseph
Sebelah Timur
: Jalan Raya Sudirman dan SMA 2 Denpasar
Sebelah Selatan
: Jalan Serma Gede
Sebelah Utara
: Telkom, Perumahan tentara, Pusat perbelanjaan Matahari dan Kodam Udayana Sudirman
Berdasarkan letak dan batas-batas sekolah SLB/A Negeri Denpasar mudah dijangkau dengan mepergunakan mobil maupun sepeda motor. Dengan demikian commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
letak SLB/ A Negeri Denpasar sangat strategis dan mudah dijangkau dari pusat kota Denpasar. Keadaan guru-guru di sekolah tersebut, dari segi pendidikan rata-rata berijasah S-1 keguruan, ada yang berijazah S-2 dan ada yang berijazah D3. Hampir guru-guru yang mengajar di SLB/A Negeri Denpasar merupakan usia produktif yaitu antara 28-50 tahun. Total jumlah guru di SLB/ A Negeri Denpasar berjumlah 31 guru. Untuk keadaan siswa di SLB/A Negeri Denpasar –Bali untuk tahun ajaran 2011/2012 total keseluruhan berjumlah
39 siswa yang terdiri dari berbagai
macam etnis. Siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar semuanya menderita cacat mata. Sehingga dalam kesehariannya diawasi secara intensif oleh pegawai, serta guru-guru yang ada di SLB/A Negeri Denpasar Bali. Penataan bangunan sekolah sangat rapi. Pemerintah dan sekolah sudah berusaha mengupayakan penataan bangunan yang memenuhi kriteria sekolah pada umumnya. Penataan bangunan beserta kriteria bangunan yang ada pada kompleks SLB/A Negeri Denpasar beserta penataannya dapat dilihat pada denah 0.1. Denah Sekolah di lampiran.
2. Visi dan Misi Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar a. Visi Sekolah Visi SLB/A Negeri Denpasar adalah perwujudan pendidikan professional dan bermutu bagi anak-anak berkebutuhan khusus. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Misi Sekolah 1) Menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa 2) Meningkatkan mutu pendidikan dan pendidikan layanan khusus 3) Meningkatkan pengetahuan, bakat, minat, dan keterampilan sesuai dengan kemampuan anak 4) Meningkatkan kerja sama dengan pihak terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam upaya mensosialisasikan dan member kesempatan kerja peserta didik 5) Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi 6) Mengembangkan diri sebagai Resort Center (Pusat Sumber) terkait dengan
anak
berkebutuhan
khusus
dan
pendidikan
Inklusif.Mengembangkan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam upaya peningkatan kemandirian anak berkebutuhan khusus agar dapat hidup mandiri di masyarakat.
3. Struktur Organisasi Sekolah SLB/A Negeri Denpasar sebagai lembaga pendidikan khusus mempunyai struktur organisasi sekolah yang fungsinya juga menstruktur dan memudahkan dalam memisahkan wewenang dan tanggung jawab di sekolah. Struktur organisasi sekolah dapat ditunjukkan pada bagan sebagai berikut.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali
Kepala SLB/A Negeri Denpasar
Tim Asessement
Komite
Wakasek
Urusan Pembinaan Kesiswaan
Urusan Kurikulum
Urusan Sarana
Urusan Hubungan Masyarakat
Teknisi Tata Usaha Kordinator SDLB
Pustakawan
Guru Mata Pelajaran
Wali Kelas Siswa
Bagan 5. Struktur Organisasi Sekolah Sumber: Doc. Sekolah (2011) Keterangan: Fungsi dari struktur organisasi SLB/A Negeri Denpasar Adalah sebagai berikut. a. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Bali Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dilantik oleh pemerintah pusat. Berfungsi sebagai organisasi yang menentukan program-program SLB/ A Negeri Denpasar, seperti penuntasan wajib belajar sembilan tahun dan program-program lainnya. commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tim Assesment Tim Assesment dibentuk oleh Departemen Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Bali. Fungsinya sebagai tim yang bertugas mengukur hasil kemampuan siswa SLB/A Negeri Denpasar dan penentu siswa bisa ditempatkan di kelas khusus atau kelas biasa. c. Kepala Sekolah SLB/A Negeri Denpasar Kepala sekolah dipilih melalui BKD (Badan Kepegawaian Sekolah) setelah dipilih kemudian Calon Kepala Sekolah di usulkan ke Disdikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga) Provinsi Bali. Tugas kepala sekolah melaksanakan kegiatan perencanaan, pengelolaan, mengatur keuangan, dan evaluasi pembelajaran. Jadi fungsi kepala SLB/A Negeri Denpasar sebagai penanggung-jawab kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran. d. Komite Sekolah Tugas komite sekolah bertujuan meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan
pendidikan. Komite berperan sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di san sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan serta mediator antara pemerintah dan dengan masyarakat di SLB/A Negeri Denpasar.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Tata Usaha Tata usaha berfungsi atau bertanggung jawab atas administrasi kesiswaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tata laksana kantor, serta pendayagunaan koperasi sekolah. f. Wakasek (Wakil Kepala Sekolah) Wakasek dipilih oleh kepala sekolah. Tugas wakil kepala sekolah membantu
kepala
sekolah
dalam
kegiatan-kegiatan
menyusun
perencanaan, membuat program kegiatan dan pelaksanaan program, pengorganisasian,
pengarahan,
ketenagaan,
pengkoordinasian,
pengawasan, penilaian, identifikasi, pengumpulan data, penyusunan laporan. Wakasek di SLB/A Negeri Denpasar di bagi 4 dan mempunyai tugas dan kewajiban yang berbeda-beda antara lain: g. Urusan Sarana Membantu kepala sekolah dalam urusan sarana-prasarana untuk menunjang proses belajar-mengajar, merencanakan program pengadaannya, mengatur pemanfaatan sarana-prasarana, mengelola perawatan, perbaikan dan pengisian, mengatur pembukuannya, menyusun laporan. h. Urusan Kurikulum Membantu kepala sekolah dalam urusan menyusun dan menjabarkan Kalender Pendidikan, menyusun pembagian tugas dan jadwal pelajaran, mengatur program pengajaran, perhitungan minggu efektif, program tahunan, programa semester, pemetaan SK/KD, penentuan KKM, pengembangan silabus, mengatur pelaksanaan kurikuler dan ekstra commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikuler, mengatur pelaksanaan program penilaian, criteria kenaikan kelas, serta membuat kurikulum di SLB/A Negeri Denpasar. i. Urusan (Humas) Hubungan masyarakat Fungsi mengatur dan mengembangkan hubungan dengan komite sekolah. Fungsi mengatur dan mengembangkan hubungan komite sekolah dan para komite
sekolah,
meyelenggarakan
bakti
social,
karyawisata,
menyelenggarakan pameran hasil pendidikan di sekolah, dan menyusun laporan di SLB/A Negeri Denpasar. j. Urusan Pembinaan Kesiswaan Fungsi membantu kepala sekolah dalam urusan mengatur program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan 6 (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan dan kerindangan), menyusun dan mengatur pelaksanaan pemilihan siswa teladan sekolah, menyelenggarakan cerdas cermat, olah raga prestasi dan menyeleksi calon siswa untuk mendapatah, menyelenggarakan cerdas cermat, olah raga prestasi dan menyeleksi calon siswa untuk mendapatkan beasiswa. k. Teknisi Fungsi teknisi adalah membantu kepala sekolah dalam kegiatan merencanakan pengadaan alat media menyusu jadwal dan tata tertib penggunaan media, menyusun program dan perbaikan alat-alat media, inventarisasi dan pengadministrasian alat-alat media, menyusun laporan pemanfaatan alat-alat media. commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
l. Pustakawan Fungsi pustakawan adalah membantu sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: pengadaan buku/ bahan elektronika, pengurusan pelayanan perpustakaan, perencanaan pengembangan perpustakaan, pemeliharaan dan perbaikan, inventaris dan pengadministrasian bukubuku, bahan pustaka, media elektronika, melakukan layanan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan lainnya serta masyarakat, menyimpan buku-buku
perpustakaan/media
elektronika,
menyusun
tata
tertib
perpustakaan, menyusun laporan pelaksanaan kegiatan perpustakaan secara berkala. m. Kordinator SDLB Berfungsi sebagai kordinator untuk tingkat SDLB di SLB/A Negeri Denpasar. Seperti kegiatan SDLB, jadwal pelajaran SD, dan menentukan soal-soal ujian sekolah untuk tingkat SDLB. n. Wali Kelas Fungsi wali kelas membantu kepala sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Pengelolaan kelas, penyelenggaraan administrasi kelas, meliputi denah tempat duduk siswa, papan absensi siswa, daftar pelajaran kelas, daftar piket kelas, buku absensi siswa, buku kegiatan pembelajaran/ buku kelas, tata tertib siswa, penyusunan / pembuatan statistik bulanan siswa, pengisian daftar kumpulan nilai siswa, pembuatan catatan khusus tentang siswa, pengisian buku laporan penilaian hasil belajar, pembagian buku laporan penilaian hasil belajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
o. Guru Mata Pelajaran Tugas guru mata pelajaran di SLB/A Negeri denpasar bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien dan memberikan pelajaran kepada muridnya sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang oleh guru mata pelajaran. p. Siswa Tugas siswa di SLB/A Negeri Denpasar adalah belajar seperti siswa-siswi pada umumnya.
4. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali. Berdirinya Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar berawal dari banyaknya anak-anak cacat khususnya anak tunanetra tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak. Hal ini disebabkan karena orang tua malu menyekolahkan anak mereka yang cacat, kurangnya biaya dari orang tua untuk menyekolahkan anak mereka karena sebagian besar anak-anak penyandang cacat netra berasal dari keluarga misking, serta kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan sehingga mereka tidak menyekolahkan anak mereka yang cacat. Hal itu mendorong seorang tokoh dari Bali Ida Ayu Putu Surayin untuk mempelopori pendirian Sekolah Luar Biasa untuk penyandang cacat khususnya sekolah untuk anak tunanetra. Faktor lain yang melandasi pendirian commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SLB untuk anak tunanetra disebabkan karena latar belakang pendidikannya yang berasal dari pendidikan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) Jurusan Buta (Tunanetra) di Bandung yang didirikan pada tanggal 2 Oktober 1952 di kota Bandung. Pada saat menjalani pelatihan dan pendidikan di Bandung Ida Ayu Putu Surayin bersekolah di Bandung dibiayai oleh Pemerintah daerah Kabupaten Badung yang pada saat itu bernama Swapraja Badung. Berkenaan dengan itu semua, pendirian sekolah juga tidak bias dilepaskan dari peranan pemerintah, sebab jika Ida Ayu Surayin tidak dibiayai oleh pemerintah daerah kabupaten Badung, maka pendirian SLB/A Negeri Denpasar tidak terlaksana. Jadi peran pemerintah dalam pendirian sekolah ini sangatlah penting. Sekembalinya Ida Ayu Putu Surayin dari pendidikan SGPLB di Bandung, maka timbullah niatnya mengumpulkan beberapa orang yang tertarik dengan Pendidikan Luar Biasa (PLB), untuk diajak membentuk/ mendirikan yayasan. Dengan tujuan agar anak-anak tunanetra dapat mengikuti pendidikan secara wajar, sebagaimana layaknya anak-anak awas (anak normal) lainnya. Maka dibentuklah Yayasan Dria Raba dengan nama SLB/A Dria Raba Denpasar pada tanggal 16 Oktober 1957 dan diteruskan dengan pendirian SLB/A Negeri Denpasar pada tanggal 1 Januari 1963 dengan surat penegrian tertanggal 17 Desember 1962 dengan No: 37/ SK/B/III. Dengan surat keputusan ini berdirilah SLB/A Negeri Denpasar sebagai SLB pertama di Kota Denpasar. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun yang pernah menjabat menjadi kepala sekolah di SLB/A Negeri Denpasar-Bali beserta masa jabatannya antara lain: a. Kepala sekolah pertama : Ida Ayu Putu Surayin Wakil kepala sekolah
: I Gusti Made Rai
Masa jabatan tahun 1962 sampai tahun 1984. b. Kepala sekolah kedua Wakil kepala sekolah
: I Putu Sandia : Drs. Ngakan Made Dirgayusa, SPT SNE
Masa jabatan tahun 1985 sampai tahun 1994. c. Kepala sekolah ketiga Wakil kepala sekolah
: Drs Ngakan Made Dirgayusa, SPT SNE : Kurikulum: Drs Petrus Sutadi, Kesiswaan: I Wayan Sukada, S.Pd.
Masa jabatan tahun 2004 sampai sekarang.
5. Kurikulum SLB/A Negeri Denpasar Kurikulum yang digunakan SLB/A Negeri Denpasar Bali untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah KTSP. Pada kurikulum KTSP, guru-guru SLB/A Negeri Denpasar-Bali diwajibkan membuat perangkat pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diempunya seperti Pemetaan Standar Kompetensi, Analisis sukurikulum KTSP yang ditetapkan di SLB/A Negeri Denpasar- Bali tahun ajaran. 2011/2012 untuk jenjang SMPLB sekolah telah membuat standar pembelajaran untuk memenuhi system pendidikan yang ditetpkan oleh sekolah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB): a. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Jasmani dan kesehatan, dan Bahasa Inggris; b. Programa khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille; c. Program Muatan Lokal: Bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan daerah setempat; d. Program Pilihan: paket keterampilan rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumahtanggaan, dan kesenian; e. Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurangkurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan local kurang lebih 48 %, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%; f. Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun; g. Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang sederajat/setara; h. Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar 12 siswa; j. Sistem guru: Guru mata pelajaran. Mata pelajaran yang diajarkan di jenjang SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Pendidikan Luar Biasa) dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Mata Pelajaran di SLB/A Negeri Denpasar NO
Mata Pelajaran SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Pendidikan Luar Biasa 1 PPKN 2 Pendidikan Agama 3 Bahasa dan Sastra Indonesia 4 Bahasa Inggris 5 IPA Terpadu 6 IPS Terpadu 7 Tata Negara 8 Antropologi 7 Bahasa Asing 8 Bimbingan dan Penyuluhan 9 Muatan Lokal 10 Pendidikan Seni Musik 11 Kerajinan Tangan dan Seni 12 Keterampilan Massage 13 Keterampilan Komputer Sumber: Arsip sekolah (2011) Jadi dari tabel diatas menunjukkan bahwa mata pelajaran di SLB/A Negeri Denpasar tingkat SMPLB tidak jauh berbeda dengan mata pelajaran pada SMP pada umumnya. Perbedaannya pada tingkat SMPLB terdapat mata yang bersifat orientasi mobilisasi, yang artinya mata pelajaran keterampilan khusus yang diberikan untuk siswa-siswi tunannetra di SLB/A Negeri Denpasar tingkat SMPLB.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Sajian Data
1. Praktik Implementasi Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran di Kelas Praktik implementasi pendidikan karakter sering sekali terjadi dalam proses pembelajaran di sekolah. Menurut hasil penelitian di SLB/A Negeri Denpasar, mengenai praktik implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS, IPA, Kesenian, Penjaskes dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Ilmu pengetahuan social diruumuskan atas dasar realitas dan fenomena budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena social yang meujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu social (Sosiologi, Sejarah, Geografi, dan ekonomi). IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu social: sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi (Trianto, 2010: 171). Begitu erat kaitan IPS dengan realitas social, berimplikasi pada terpilihnya IPS sebagai mata pelajaran yang dapat dikatagorikan membentuk karakter siswa. Melalui hasil wawancara, observasi, serta analisis dokumen mengenai proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS pada tingkat commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SMPLB, peneliti melihat banyak sekali nilai karakter yang dapat diintegrasikan kepada siswa pada pembelajaran IPS. Berikut hasil observasi Tahapan proses pembelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar.
1) Perencanaan pembelajaran pada mata pelajaran IPS Dalam perencanaan pembelajaran guru IPS di SLB/A Negeri Denpasar
pada jenjang SMPLB
mempunyai perangkat pembelajaran
yang dipakai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran antara lain; 1. Silabus, 2. Program Tahunan; 3. Program Semester; 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Dari hasil wawancara dengan guru di IPS dapat diketahui tujuan dari penyusunan program pembelajaran bertujuan untuk merencanakan pembelajaran yang optimal, agar materimateri yang dijelaskan dapat terintegrasi dengan baik, sehingga implementasi dan integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS dapat direalisasikan secara holistik. Berikut petikan wawancara dengan guru IPS tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar-Bali: “Tujuannnya tentu saja agar pembelajaran tersruktur secara baik, sehingga dengan melihat perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP, kit dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan standar kompotensi serta indikator-indikator yang kita buat. Apalagi kita ketahui di SLB ini sebagian besar siswasiswinya tunanetra, sehingga membutuhkan perencanaan yang baik untuk memberikan pengajaran kepada mereka”. (CLHW-01/01: Ngakan Putu Silayusa).
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi sama halnya dengan guru mata pelajaran Kesenian, IPA, dan Penjaskes, pada persiapan tahap perencanaan mempunyai perangkat pembelajaran seperti RPP, Silabus, Prota, dan Promes. Hasil observasi menunjukkan bahwa silabus, Prota, dan Promes sudah sesuai dengan kurikulum KTSP, akan tetapi RPP yang digunakan masih merupakan RPP lama yang seharusnya diperbaharuhi agar sesuai dengan kurikulum KTSP. Hasil analisis dokumen menunjukkan RPP yang digunakan belum menunjukkan analisis perencanaan karakter yang akan diintegrasikan kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar.
2) Pelaksanaan Pembelajaran dan Proses Integrasi Nilai-Nilai Karakter Pada Mata Pelajaran IPS. Pelaksanaan dan proses integrasi nilai-nilai karakter pada mata pelajaran IPS, bisa diimplementasikan pada prose pembelajaran di dalam kelas. Berikut proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tahapan-tahapan sebagai berikut: a) Tahap awal pembelajaran Pendidikan karakter pada umumnya bisa diintegrasikan pada semua mata pelajaran yang ada di sekolah. Salah satunya pada mata pelajaran IPS. Proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS bahwasanya dilakukan pada pembelajaran di dalam kelas. Berikut commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses pembelajaran IPS dan integrasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPS. Pada proses pembelajaran didalam kelas seperti biasa pada tahap awal guru mengucapkan salam kepada siswa dan siswa pun memberikan salam
kepada
guru
(merupakan
bentuk
karakter
bangsa
saling
menghormati antar sesama). Jika kita kaitkan dengan pelajaran IPS ini merupakan interaksi social antara guru dan siswa. Kemudian sebelum pelajaran dimulai terlebih dahulu diselingi dengan doa (doa mengajarkan siswa untuk selalu patuh dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: bentuk nilai karakter religius). Jadi pada tahap awal perencanaan pembelajaran di kelas, 3 nilai karakter bangsa secara tidak langsung telah diajarkan oleh guru kepada murid di dalam kelas seperti: karakter social. Kurikulum yang dipakai pedoman dalam mengajar adalah kurikulum KTSP. b) Model dan Metode Pembelajaran Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, guru tidak bisa lepas dari model dan metode pembelajaran. Metode merupakan fundamenfundamen dari optimalisasi proses integrasi yang dilakukan guru pada mata pelajaran yang mereka ajarkan. Model dan Metode dimaknai sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
“untuk metode saya cenderung menggunakan metode Ceramah, pemecahan masalah, diskusi. Untuk model cenderung menggunakan model CTL. Dalam pembelajaran IPS banyak sekali fenomena-fenomena social yang bisa diintegrasikan ke dalam pelajaran. Contohnya pada mata pelajaran ekonomi: kejadian ekonomi yang menimpa Indonesia misalnya, sosiologi: kejadian-kejadian yang sering terjadi di masyarakat, geografi: isu tentang lingkungan, serta sejarah: mengenai peninggalanpeninggalan sejarah. Saya berharap dengan memadukannya dengan model kontekstual saya bisa menumbuhkan rasa kepedulian social, toleransi serta, rasa, serta menghargai setiap peninggalan yang ada. Dalam proses tersebut saya hanya menggunakan pendekatan individual, agar bisa mengintegrasikan materi dan nilai-nilai yang terkandung pada mata pelajaran IPS”. (CLHW-01/02: Ngakan Putu Silayusa). Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa dalam memilih metode. Guru menggunakan metode yang bervariatif. Fakta ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran IPS di kelas VIII, pada saat proses pembelajaran di dalam kelas guru menggunakan metode ceramah, dan sekali-sekali guru mendekati siswa yang dirasa kurang faham tentang materi yang telah dijelaskan. Pendektan individual mendominasi pada setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Untuk model pembelajaran yang digunakan. Guru menggunakan model Contextual Teaching Learning (CTL). CTL Merupakan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar di kelas. Faktanya dapat terlihat ketika guru ketika guru menjelaskan materi ajar, acap kali guru selalu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, artinya guru menyesuaikan materi yang diajarkan dengan konteks atau isu-isu yang beredar pada jaman sekarang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
c) Media Pembelajaran Berdasarkan obersevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar
jika ditinjau secara universal pada jenjang
SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: Buku-buku IPS terpadu untuk SLTP kelas VII, VIII, IX. Buka pegangan guru serta buku khusus tulisan Braille untuk siswa. tujuan penyediaan media pembelajaran berupa buku Braiile khusus siswa. Agar siswa dapat membaca buku pelajaran yang telah disediakan. Berikut gambar sumber dan media pembelajaran yang dipakai guru dan siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi antara lain seperti Buku pegangan guru dan buku jenis braillo yang dipakai siswa pada mata pelajaran IPS.
Gambar 1. Buku IPS terpadu pegangan guru terbitan Ganesha commit to user Exact.
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sumber: Doc. Peneliti (2012).
Gambar 2. Buku IPS berhuruf Braillo karya Ngakan Putu Silayusa. Sumber: Doc. Peneliti (2012). Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa di dalam belajar khususnya pada mata pelajaran IPS terpadu. Karena media pembelajaran mempunyai fungsi sangat penting dalam pembelajaran. Media pembelajaran merupakan salah solusi untuk membantu siswa untuk mengetahui
suatu pengetahuan yang belum
mereka ketahui. d) Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Wujud pelaksanaan kegiatan evaluasi ini disesuaikan dengan apa yang telah direncanakan.
Selain
itu,
evaluasi
juga
dilakukan
pada
proses
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi, hasil analisis wawancara
dapat dilaporkan bahwa jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru IPS di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar – mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penilaian proses berlangsung ketika guru IPS melakukan tanya jawab kepada siswa. Pada saat proses pembelajaran berlangsung contoh yang bisa diamati ketika guru IPS memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa. Pada proses kegiatan tanya jawab secara lisan, guru memberikan pertanyaan kepada siswa, kemudian siswa menjawab pertanyaan yang ditanyakan kepada guru. Siswa yang berhasil menjawab akan dicatat pada sebuah buku agenda guru. Instrumen yang digunakan antara lain: Pertanyaan lisan, yang ditanyakan secara spontan oleh guru kepada siswa Sedangkan penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis. Pertanyaan tentu saja berhubungan dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Untuk format penilaian pada hasil observasi, guru tidak mempunyai format penilaian yang jelas. Kedua evaluasi merupakan syarat dari KTSP. Pada intinya evaluasi proses dilakukan melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis instrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo. Jadi dapat disimpulkan pada mata pelajaran IPS guru belum melaksanakan evaluasi secara optimal ditinjau dari segi proses maupun produk. Tidak optimalnya hasil yang dicapai karena format penilaian yang digunakan belum jelas. commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Potret proses pembelajaran IPS tingkat SMPLB Dalam potret pembelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar. Peneliti memotret proses pembelajaran IPS di kelas VIII tingkat SMPLB. Pada pengamatan tersebut peneliti melihat implementasi proses integrasi pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru. Aplikasinya direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata di dalam kelas dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran. Berikut Proses integrasi pendidikan pada mata pelajaran IPS di kelas VIII tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar. Pada proses pembelajaran IPS peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VIII tingkat SMPLB. Pada saat proses observasi guru yang mengajar pada saat itu bernama Ngakan Putu Silayusa beliau mengajar pada hari selasa pukul 10.00 Wita. Dalam proses pembelajaran
tersebut
kebangkitan
nasional;
Standar
Kompetensi:
Kompetensi
dasar:
Memahami
proses
Menguraikan
proses
terbentuknya keasadaran nasional, identitas Indonesia, dan pergerakan kebangsaan. Proses pembelajaran pada pertemuan itu indikatornya antara lain: 1. Jalan menuju lahirnya nasionalisme; 2. Perkembangan peregerakan nasional (CLHD-RPP 01). Dalam catatan dokumentasi melalui RPP, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah dintegrasikan guru
kepada siswa-siswa tunanetra.
contohnya pada indikator
mengandung unsur karakter kebangsaan yang secara tidak sengaja commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diintegrasikan kepada siswa yaitu dalam indikator pertama dan kedua mengandung karakter kebangsaan yaitu: Cinta tanah air, yang ditunjukkan dengan cara siswa diajak untuk menganalisis pengaruh yang ditimbulkan terbentuknya kesadaran nasional dan siswa diharapkan mampu memahami perkembangan pergerakan nasional di Indonesia. Dalam pengamatan yang dilakukan materi pokok yang diajarkan antara lain: 1. Terbentuknya kesadaran nasional. Adapun Langkah-langkah pembelajaran di kelas VIII SMPLB dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada saat masuk kelas guru seperti biasa mengucapkan salam kepada siswa. Kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter religius yang harus selalu dijunjung tinggi oleh guru maupun siswa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Karakter religius merupakan karakter penting yang harus selalu dijunjung siswa. masuk pada kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan: pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: Coba jelaskan secara singkat tiga program politik etis, guru sengaja memancing daya kritisi siswa agar siswa selalu siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (CLHO-01). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
Kemudian dilanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru menjelaskan tiga program politik etis dan kemudian guru memberikan penjelasan mengenai organisasi-organisasi awal seperti budi utomo, serikat islam, indische partij dan juga organisasi pergerakan kedaerahan, pergerakan pada masa radikal serta pergerakan masa modern. Pada proses pembelajaran guru menggunakan pendekatan individual kepada siswa. Pendekatan individual dilakukan karena notabennya siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar adalah anak tunanetra. Metode yang digunakan untuk menjelaskan materi adalah metode ceramah. Pada saat menjelaskan materi sejarah pada pertemuan itu, terjadi proses integrasi pendidikan karakter. Pada saat itu guru menjelaskan kepada siswa agar selalu mengingat perjuangan pahlawan-pahlawan kita. Secara tidak langsung guru mengajarkan siswa untuk selalu mempunyai semangat kebangsaan, serta rasa cinta tanah air. Penutup, guru merangkum materi
yang telah diuraikan. Ini
merupakan bagian refleksi yang bertujuan untuk mengingatkan kembali mengenai materi yang telah diuraikan. Kemudian guru memberikan tugas rumah kepada siswa. tujuannya agar siswa mandiri di dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan. Terakhir guru mengucapkan salam penutup kepada siswa. Pada proses pembelajaran IPS
guru sudah berusaha untuk
mengintegrasikan pendidikan karakter pada materi yang diajarkan. Hanya saja kekurangnnya disini guru cenderung menggunakan metode ceramah commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga siswa yang mempunyai daya kognitif yang rendah tidak mampu menangkap setiap penjelasan yang disampaikan oleh guru. Berikut hasil dokumentasi gambar proses pembelajaran IPS di kelas VIII tingkat SMPLB.
Gambar 3. Proses pembelajaran IPS di kelas VIII tingkat SMPLB Sumber: Doc. Peneliti (2012) Jadi dari hasil dokumentasi gambar di atas menunjukkan guru IPS telah berhasil mengitegrasikan nilai-nilai karakter kedisiplinan kepada siswa. hal ini tercermin, ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran di kelas siswa-siwi mendengarkan dengan tertib. Tapi jika ditinjau secara holistik guru belum mampu melakukan proses
integrasi
pendidikan
karakter
secara
optimal.
Hal
ini
dilatarbelakangi ketidaksesuaian dari segi model, metode, dan ketidak jelasan jenis format penilaian yang digunakan. Tapi secara realitas guru IPS telah berusaha untuk selalu melakukan proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa tunanetra pada tingkat SMPLB di SLB/A commit to user N Denpasar-Bali.
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan jenis mata pelajaran terpadu. Pada mata pelajaran IPA tingkat SMPLB, pelajaran yang terintegrasi ke dalamnya antara lain: Fisika dan Biologi. Melalui hasil wawancara, observasi, serta analisis dokumen mengenai proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada tingkat SMPLB, maka di dapatkan hasil penelitian sebagai berikut:
1) Perencanaan pembelajaran pada mata pelajaran IPA Proses integrasi pendidikan karakter pada pembelajaran, selain membutuhkan pemahaman yang komperhensif mengenai hakekat dan pengertian pendidikan karakter. Guru juga harus mempunyai perencanaan Menurpembelajaran yang matang. Makin baik perencanaan yang disusun oleh guru, makin baik pula pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru, termasuk hasil yang dicapai. Berikut perangkat pelaksanaan pembelajaran yang dipakai guru IPA di SLB/A Negeri Denpasar dalam proses pembelajaran sehari-hari. Dalam perencanaan pembelajaran guru IPA di SLB/A Negeri Denpasar
pada tingkat SMPLB
mempunyai
perangkat pembelajaran yang hampir sama dengan guru mata pelajaran Kesenian, dipakai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran antara lain; 1. Silabus, 2. Program Tahunan; 3. Program Semester; 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Dari hasil wawancara dengan guru IPA dapat diketahui tujuan dari penyusunan program pembelajaran bertujuan commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mempermudah dalam menyusun dan menyajikan pembelajaran secara baik dan terstruktur. Berikut petikan wawancara dengan guru IPA tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar: “RPP, Silabus, Program Tahunan, Program Semester, dan Silabus walaupun sudah diberikan dari pusat tetap saja saya membuatnya tujuannya agar saya bisa mengajar lebih terssruktur di dalam mengajar, baik itu dalam memberikan tanya jawab pada siswa dan kegiatan inti pembelajaran menjadi lebih mantap ( CLHW: 02/01- Pande Udayana)”. Dalam petikan wawancara diatas guru sudah belajar mandiri untuk membuat perangkat pembelajaran. Karena guru yang bersangkutan menyadari betapa pentingnya perencanaan pembelajaran terhadap realitas dari suatu proses pembelajaran itu sendiri khususnya pada mata pelajaran IPA. Menurut hasil analisis dokumen jika dikaitkan dengan pendidikan karakter. Pada silabus dan RPP belum menujnjukkan analisis perencanaan nilai-nilai pendidikan karakter yang akan diintegrasikan kepada siswa. Silabus serta RPP dibuat oleh guru IPA merupakan RPP lama yang belum ter-update.
2) Pelaksanaan Pembelajaran dan Proses Integrasi Nilai-Nilai Karakter pada Mata Pelajaran IPA. a) Tahap awal pembelajaran Proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPA bahwasanya dilakukan pada pembelajaran di dalam dan luar kelas. Berikut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
proses pembelajaran IPA dan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter yang dilakukan guru dalam pembelajaran di dalam kelas Pada pembelajaran didalam kelas seperti biasa pada saat memasuki ruang kelas guru mengucapkan salam kepada siswa dan siswa pun memberikan salam kepada guru (merupakan bentuk karakter bangsa saling menghormati antar sesama). Kemudian sebelum pelajaran dimulai terlebih dahulu diselingi dengan doa (doa mengajarkan siswa untuk selalu patuh dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: bentuk nilai karakter religius). Jadi tidak berbeda dengan mata pelajaran Kesenian pada tahap awal perencanaan pembelajaran IPA di kelas, 2 nilai karakter bangsa secara tidak langsung telah diajarkan oleh guru kepada murid di dalam kelas.
Kurikulum yang dipakai pedoman dalam mengajar adalah
kurikulum KTSP. Dengan kurikulum KTSP guru bebas berexplorasi menentukkan pola dan system pembelajaran dengan menggunakan metode dan model-model yang telah dikembangkan.
b) Model dan Metode Pembelajaran Berdasarkan hasil observasi dan wawancara model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPA antara lain: “Dalam pembelajaran IPA metode dan model yang sering saya gunakan. Untuk metode menggunakan Diskusi, Ceramah, Observasi. Untuk model pembelajaran saya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
menggunakan model Cooperatif Learning dan Direct Instruction” (CLHW-02/02: Pande Udayana). Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memilih metode guru menggunakan berbagai macam metode. Hal ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran IPA di kelas VII, VIII, IX
jenjang SMPLB guru
melakukan berbagai macam pendekatan untuk memberikan pengetahuan kepada siswa agar siswa lebih paham apa yang dijelaskan oleh guru khususnya yang terkait dengan pelajaran IPA. Untuk metode pendekatan sama halnya dengan mata pelajaran kesenian, menggunakan pendekatan individual. karena hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan khusus kepada siswa agar siswa lebih terfokus dan dapat mengikuti pelajaran IPA secara terstruktur. Untuk model pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran IPA, sesuai dengan hasil observasi lapangan dan hasil observasi dokumen berupa RPP guru menggunakan model Direct Instruction dan Cooperatif Learning. Kedua model pembelajaran secara tidak langsung menyatu dalam proses pembelajaran IPA di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran guru memberikan arahan langsung kepada. Pada saat proses pemberian arahan langsung, guru telah menjalankan prinsip Direct Instruction. Cara ini lazim digunakan oleh guru yang menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning. Contohnya dapat diamati pada hasil observasi secara langsung, guru memberikan ceramah terlebih dahulu sebelum memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi to yang user memberikan ciri model Direct secara langsung. Contoh commit kegiatan
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Instruction telah terealisasikan secara baik pada observasi tersebut dapat dilihat pada tahap elaborasi seperti: 1) Siswa (dibimbing oleh guru) jalanjalan ke halaman sekolah untuk mencatat apa saja yang ditemukan; 2) Siswa melakukan diskusi untuk menyebutkan perbedaan makhluk hidup dan makhluk tak hidup; 3) Siswa (dibimbing oleh guru) mendiskusikan ciri-ciri makhluk hidup; 4) Wakil siswa diminta mengambil tumbuhan putri malu, batang korek api dan air; 5) Guru mempresentasikan langkah kerja untuk melakukan eksperimen mengetahui reaksi tumbuhan putri malu terhadap rangsangan sentuh; 6) Siswa bergantian melakukan eksperimen sesuai dengan langkah kerja yang telah dijelaskan oleh guru; 7) Guru mengawasi kegiatan siswa dan mengkoreksi jika terdapat kesalahan; 8) Peserta didik (dibimbing oleh guru) mendiskusikan perbedaan antara hewan dan tumbuhan; 9) Siswa mempresentasikan hasil diskusi secara klasikal; 10 Guru menanggapi hasil diskusi dan memberikan informasi yang sebenarnya. (CLHD-RRP02) Jika ditinjau secara holistic model Direct Instruction berlangsung ketika guru membimbing siswa untuk jalan-jalan ke lapangan. Dalam kegiatan lapangan guru memberikan instruksi kepada siswa untuk mencatat apa yang ditemukan dilapangan dengan cara meraba dan mendengarkan. Seperti dalam intruksi guru memberikan kesempatan kepada
siswa
untuk
mengintepretasikan
sendiri.
Setelah
mengintepretasikan sendiri siswa diajak mendiskusikan hasil temuan mereka untuk dipresentasikan. commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Media Pembelajaran Berdasarkan obersevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar pada jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alatalat peraga seperti tiruan tubuh manusia, kerangka manusia dan alat-alat media pembelajaran seperti buku Braillo. Berikut foto media pembelajaran IPA yang dapat didokumentasikan.
Gambar. 4. Buku Braillo Sumber: Doc Peneliti (2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
Gambar. 5. Alat-alat/media pembelajaran IPA Sumber: Doc. Peneliti (2012)
Fungsi dari media pembelajaran IPA yang dipergunakan guru antara lain, untuk melatih kepekaan indra peraba dari siswa tunanetra. Dengan pengenalan secara langsung kepada alat-alat atau media pembelajaran diharapakan siswa dapat mengetahui secara langsung seperti organ-organ tubuh yang ada dalam manusia, serta menambah ketertarikan siswa dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi.
Pada
intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan siswa melatih indra peraba dan pendengaran mereka untuk mengetahui bentuk dan nama-nama organ tubuh manusia yang mereka raba dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Menurut hasil wawancara dengan guru IPA mengenai fungsi dari media pembelajaran antaracommit lain: to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“ Fungsi dari media pembelajaran ini, jika kita kaitkan dengan pendidikan karakter sebagai sarana di dalam menumbuhkan daya kreatifitas dari siswa dan membuat pelajaran semakin menarik sehingga dengan penyediaan alat-alat seperti tiruan organ-oragan tubuh manusia serta alat-alat media laiannya siswa bisa menumbuhkan rasa ingin tahu siswa: seperti yang manakah sey namanya Jantung, yang mana sih namanya paru-paru dan lain sebagainya (CLHW-02/03: Pande Udayana). Dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan fungsi dari media pembelajaran ini antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam menambah pengetahuan mereka di bidang pelajaran IPA.
Baik itu dalam hal membaca buku
pelajaran IPA, serta mengetahui secara lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya ada di dalam ala mini. sehingga dari sini bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter bangsa mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: rasa ingin tahu, kreatif, dan bekerja keras untuk dapat bisa memperoleh ilmu yang dipelajari. Secara singkat fungsi media pembelajaran pada mata pelajaran IPA melatih keterampilan proses. Keterampilan proses sangat penting untuk dilakukan karena dalam keterampilan ini yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Wujud pelaksanaan kegiatan evaluasi ini disesuaikan dengan apa yang telah direncanaka. Selain itu, evaluasi juga dilakukan pada proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, hasil analisis dokumen dapat dilaporkan bahwa jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru IPA di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar - mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Penilaian proses berlangsung ketika guru IPA ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi. Kemudian hasil diskusi tersebut dipresentasikan dan dijelaskan di depan kelas yang dilakukan di tempat duduk mereka masing-masing Sedangkan penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis Untuk format penilaian setiap pertemuan memiliki system penilaian yang berbeda-beda untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada RPP bagian lampiran. jadi dalam format penilaian pada mata pelajaran IPA, guru memiliki system penilaian yang bernekan ragama mulai dari tahap awal penilaian yang sering disebut penilaian proses sampai pada akhir penilaian yang disebut dengan penilaian hasil. Tujuan tidak lain sebagai bahan pertimbangan dari guru di dalam memberikan penilaian yang objektif kepada siswa pada mata pelajaran IPA. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
Dalam pelajaran IPA guru telah melaksanakan evaluasi baik dari segi proses maupun hasil akan tetapi kekurangannya disini guru terlalu terfokus pada penilaian kelompok sehingga penilaian secara individual tidak dapat terealisasikan dengan baik. Pada intinya evaluasi proses dilakukan melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis instrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo. Dari hasil analisis wawancara, observasi, dan analisis dokumen penilaian untuk proses pendidikan karakter dimasukkan kedalam aspek afektif. Tapi jika ditinjau dari segi format penilaian belum jelas, karena dalam analisis RPP tidak menunjukkan format penilaian tertulis yang dijadikan acuan dalam melakukan penilaiaan kepada siswa.
e) Potret proses pembelajaran IPA tingkat SMPLB Dalam potret pembelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar. Peneliti memotret proses pembelajaran IPA di kelas VII tingkat SMPLB. dalam pengamatan tersebut dapat diamati adanya proses integrasi nilainilai pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru. Berikut proses pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang telah diobservasi. Pada proses pembelajaran IPA peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VII tingkat SMPLB. Pada saat commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
observasi guru yang mengajar bernama bapak Pande Made Diesna Udayana, pada hari senin pukul 09.00 Wita. Dalam proses pembelajaran tersebut Standar Kompetensi:
Memahami keanekaragaman makhluk
hidup. Kompetensi dasar: Mengklasifikasi makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki. Indikator: 1. Membedakan makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya berdasarkan ciri khusus kehidupan yang dimilikinya; 2. Mendeskripsikan pentingnya kalsifikasi makhluk hidup; 3. Mengklasifikasikan beberapa mahkluk hidup di sekitar berdasarkan ciri yang dimiliki (CLHD-RPP 02). Dalam catatan dokumentasi, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah diintegrasikan guru kepada siswa-siswa tunanetra.
Contohnya pada indikator mengandung unsur
karakter kebangsaan yang secara tidak sengaja diintegrasikan kepada siswa yaitu dalam indikator yang pertama sampai indikator ketiga mengandung karakter kebangsaan yaitu: Rasa ingin Tahu. Dalam pengamatan yang dilakukan peneliti materi yang diajarkan antara lain:1. Ciri-ciri mahkluk hidup; 2. Tata nama mahkluk hidup Adapun langkah-langkah pembelajaran di kelas VII SMPLB dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada saat masuk kelas seperti biasa guru mengucapkan salam kepada siswa kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. Kemudian sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
religious yang harus selalu dijunjung tinggi oleh guru maupun siswa. Hal ini lazim dilakukan dalam mata pelajaran yang lain. Karena karakter religious merupakan karakter utama yang selalu harus diajarkan kepada siswa di sekolah manapun tak terkecuali seperti sekolah khusus seperti SLB/A Negeri Denpasar Kemudian masuk ke kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Guru memberikan motivasi berupa pertanyaanpertanyaan yang dapat mengundang daya kritis siswa di dalam menjawab pertnyaan yang telah diajukan. Pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: 1. Bagaimanakah cara mengelompokkan makhluk hidup; 2. Apakah nama ilmiah dari tanaman padi (CLHO-02). Kemudian siswasiswi mencoba untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru secara singkat dan kritis. Sifat kritis jika kita mengacu pada bagan 2 berarti siswa telah berhasil berolah pikir sesuai dengan inovasi yang mereka miliki. Pada saat proses awal ini telah terjadi interaksi yang positif antara guru dan siswa. Tahap awal dalam proses pembelajaran IPA telah berjalan sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh guru. Kemudian dilanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru memadukan antara model pembelajaran CTL, Cooperatif Learning, Direct Instruction. Dari segi metode pembelajaran guru menggunakan metode observasi, Ceramah, Diskusi kelas. Berikut proses kegiatan inti commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran yang telah diobservasi peneliti secara langsung di kelas VII tingkat SMPLB. Pertama.
Siswa dibimbing oleh guru jalan-jalan ke halaman
sekolah. Dalam proses ini guru memberi intruksi kepada siswa untuk mencatat makhluk hidup yang ditemukan. Dengan memberi intruksi dan arahan kepada siswa untuk mencatat makhluk hidup yang ditemukan, guru telah menggunakan model pembelajaran CTL dan Direct Instruction. CTL karena secara langsung telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari sendiri mahkluk hidup yang ada disekolah dengan cara mereka sendiri yaitu dengan mengandalkan indra peraba mereka. Metode observasi juga menjadi pedoman dalam proses ini. Direct Instruction karena sebelum guru membiarkan siswa mengkontruksi sendiri, terlebih dahulu guru memberikan intruksi kepada siswa agar siswa tidak salah arah. Kedua, siswa dibimbing oleh guru mendiskusikan tujuan klasifikasi makhluk hidup. Diskusi berarti guru telah menerapkan model Cooperatif Learning. Dalam proses diskusi karena jumlah siswa yang tidak banyak. Guru hanya membaginya menjadi 1 kelompok kerja. Dalam diskusi ini sekali-sekali guru membimbing siswa agar proses diskusi berjalan dengan baik. Seperti biasa siswa menggunakan alat Pen sebagai alat tulis dan Riglet sebagai pencetak huruf Braillo di kertas yang telah dibawa oleh siswa. Siswa disuruh mengambil alat peraga seperti belalang, kupu-kupu, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
udang, dan laba-laba agar siswa mengetahui secara jelas seperti apakah jenis-jenis dan bentuk mahkluk hidup yang ada. Ketiga. Kegiatan selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa mempresentasi hasil diskusi yang telah dikerjakan. Pada saat presentasi terjadi interaksi antara guru dan siswa. Pelajaran berlangsung cukup interaktif antara guru dan siswa. pada proses ini guru memberikan konfirmasi pada siswa jika ada jawaban siswa yang salah. Pada tahap konfirmasi guru juga mengulang dan menegaskan kembali mengenai tata nama ilmiah. Keempat. Kegiatan akhir: pada kegiatan akhir guru beserta siswa merangkum dan mebuat kesimpulan mengenai klasifikasi mahluk hidup dan tata nama ilmiah. Guru membagikan soal untuk dikerjakan siswa, setelah selesai langsung dikoreksi. Kegiatan penutup setelah selesai pelajaran guru menutup dengan doa sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pelajaran telah berjalan dengan baik dan lancar. Pada pembelajaran IPA guru telah memperagakan model pembelajaran yang atraktif inovatif dan menyenangkan. Tapi walaupun demikian dalam proses pembelajaran IPA integrasi pendidikan karakter belum dapat dikatakan berhasil karena dalam proses implementasinya belum ada format penilaian yang menjadi patokan keberhasilan apakah nilai-nilai pendidikan karakter dapat terintegrasikan secara optimal kepada siswa-siswi pada tingkat SMPLB di SLB/A N Denpasar-Bali. Tapi dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
hasil observasi juga menunjukkan nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan pada siswa jika mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: nilai - nilai religius, komunikatif, kreatif, dan rasa ingin tahu. Dan jika mengacu pada De induk pendidikan karakter (2010) siswa telah diajarkan intellectual development (olah pikir) untuk selalu mengkritisi inovatif dalam suatu pemikiran.
c. Mata Pelajaran Kesenian 1) Perencanaan pembelajaran pada mata pelajaran Kesenian Proses integrasi pendidikan karakter pada pembelajaran selain membutuhkan pemahaman yang komperhensif mengenai hakekat dan pengertian pendidikan karakter. Guru juga harus mempunyai perencanaan pembelajaran yang matang. Makin baik perencanaan yang disusun oleh guru, makin baik pula pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru, termasuk hasil yang dicapai. Berikut perangkat pelaksanaan pembelajaran yang dipakai guru kesenian di SLB/A Negeri Denpasar dalam proses pembelajaran seharihari. Menurut hasil observasi, dalam perencanaan pembelajaran di dalam kelas guru kesenian di SLB/A Negeri Denpasar pada tingkat SMPLB mempunyai perangkat pembelajaran antara lain: Silabus, Program Tahunan, Program Semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dari hasil wawancara tujuan dari penyusunan program pembelajaran bertujuan untuk merencanakan pembelajaran dengan sebaik mungkin agar materi-materi yang commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dijelaskan dapat diinternalisasikan dan terintegrasikan dengan Baik pada siswa. jadi perencanaan yang baik akan mempengaruhi implementasi proses pembelajaran di sekolah khusus dalam hal internalisasi dan integrasi nilai-nilai fundamental yang dapat mempengaruhi karakter siswa kearah yang lebih positif. Salah satu contohnya seperti nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter. Menurut hasil wawancara dengan salah satu guru kesenian di SLB/A Negeri Denpasar-Bali tujuan dari pembuatan perangkat pembelajaran tersebut antara lain: “ Tujuan dari pembuatan perangkat pembelajaran ini secara khusus saya pergunakan sebagai pedoman di dalam mengajar dan selalu saya jadikan pedoman di dalam bertindak. Perencanaan yang baik menurut saya akan mempengaruhi kualitas pembelajaran itu sendiri. Dengan pembelajaran yang baik otomatis siswa menjadi gampang menerima pelajaran yang telah saya sampaikan. Walaupun kadang-kadang pada mata pelajaran Kesenian saya selalu mengajarkan praktek. Tapi tetap saja saya memerlukan perencanaan yang baik yang mungkin bisa saya lihat pada perangkat-perangkat pembelajaran yang saya buat seperti RPP, dan silabus”. (CLHW 03/01: Dewa Gede Sujana)” Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berfungsi sebagai sarana dari guru untuk mengatur pembelajaran agar berjalan lebih tersruktur. Jadi hal tersebut mengindikasikan bahwa perangkat pembelajaran merupakan teks dasar untuk merealisasikan sebuah realitas perencanaan pembelajaran yang sesuai kurikulm pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
2) Pelaksanaan pembelajaran dan proses integrasi nilai-nilai karakter pada mata pelajaran Kesenian. Hasil observasi menunjukkan
bahwa proses integrasi pendidikan
karakter pada mata pelajaran kesenian berjalan dengan baik. Guru yang mengajar mata pelajaran Kesenian pada saat proses observasi berlangsung bernama Dewa Made Sujana. Beliau merupakan guru Kesenian yang biasa memberikan pengajaran dalam bentuk materi maupun praktek di dalam kelas. Lokasi tempat proses berlangsung pembelajaran kesenian di kelas dan ruang kelas khusus yang memang dipergunakan untuk praktek bermusik. Dalam observasi tersebut guru telah berusaha semaksimal mungkin untuk selalu menyisipkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses pembelajarn. Berikut tahap-tahap implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Kesenian pada kelas VII tingkat SMPLB di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar Bali. a) Tahap awal Pada pembelajaran didalam kelas seperti biasa guru mengucapkan salam kepada siswa dan siswa pun memberikan salam kepada guru (merupakan bentuk karakter bangsa saling menghormati antar sesama). Kemudian sebelum pelajaran dimulai terlebih dahulu diselingi dengan doa (doa mengajarkan siswa untuk selalu patuh dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: bentuk nilai karakter religius). Jadi pada tahap awal perencanaan pembelajaran di kelas, 2 nilai karakter bangsa secara tidak langsung telah diajarkan oleh guru kepada murid commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
di dalam kelas. Kurikulum yang dipakai pedoman dalam mengajar adalah kurikulum KTSP.
b) Model dan Metode Pembelajaran Dalam proses pelaksanaan pembelajaran seorang guru tidak bisa lepas dari metode. Metode merupakan fundamen-fundamen dari berhasilnya integrasi yang dilakukan guru pada mata pelajaran yang mereka ajarkan. Metode dimaknai sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Kesenian antara lain: “Model pembelajaran yang sering saya gunakan dalam mengajar adalah model pembelajaran CTL. Karena dengan model ini saya bisa mengaitkan mata pelajaran saya ini dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa. untuk pendekatan saya menggunakan pendekatan individual. Untuk metode saya menggunakan metode ceramah dan life skill karena pada mata pelajaran yang saya ampu ada praktek langsung misalnya praktek bermain music” (CLHW-03/02. Dewa Gede Sujana). Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memilih metode guru menggunakan berbagai macam metode. Hal ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran kesenian di kelas VII tingkat SMPLB. Sebelum menuju pada praktek bermusik guru terlebih dahulu memberikan arahan agar siswa mengerti tentang materi yang akan diajarkan, sembari sekali-sekali guru memberikan pertanyaan kepada siswa. Tujuannya untuk melatih daya kritisi commityang to user siswa untuk menjawab pertanyaan diberikan oleh guru di dalam kelas.
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
Hal ini membuktikkan bahwa memang metode ceramah sudah terealisasikan dengan cukup baik. Pada proses pembelajaran ini guru juga menggunakan metode lifeskill hal ini dapat terlihat ketika guru memberikan praktek bermusik pada siswa. dalam metode lifeskill secara tidak langsung guru mengajarkan karakter kebangsaan kepada siswa: karakter rasa ingin tahu: yaitu itu merupakan
sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya. Untuk metode pendekatan menggunakan pendekatan individual. Pendekatan individual ini bertujuan untuk memberikan pelayanan khusus kepada siswa di SLB/A N Denpasar yang notabennya merupakan siswa tunanetra agar lebih terfokus dan dapat mengikuti pelajaran kesenian secara terstruktur. Untuk model pembelajaran yang digunakan guru adalah Contextual Teaching Learning (CTL). CTL Merupakan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar di kelas. Model CTL dapat dilihat aplikasinya secara realitas pada pelaksanaan praktek pembelajaran Kesenian yang dimplementasikan guru kepada siswa-siswi tunanetra di sekolah. Dalam praktek yang dilakukan guru memperkenalkan jenis-jenis lagu modern yang memang popular dan sering didengarkan oleh masyarakat secara kompleks, untuk di mainkan dalam praktek kesenian. Contohnya seperti lagu group Band Ungu, ST 12 dan masih banyak lagi lagu-lagu popular lainnya.
Dengan
pengenalan terhadap lagu modern, berarti guru telah menjalankan konteks kekinian, dengan memperkenalkan lagu-lagu yang mungkin sering mereka commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengarkan hari-hari. Dengan demikian guru telah memadukan proses pembelajaran disekolah dengan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Proses ini mengindikasikan bahwa guru kesenian yang diobservasi memang sudah menerapakan model pembelajaran CTL. Selain memainkan lagu-lagu popular, guru juga memainkan musikmusik
daerah.
Tujuannya
dimainkannya
musik-musik
daerah
untuk
memperkenalkan kepada siswa bahwa Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan seni yang beraneka ragam.
c) Media pembelajaran Berdasarkan obersevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran kesenian di SLB/A Negeri Denpasar pada jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alat-alat music modern seperti gitar, Drum, Bass, Keyboard, alat-alat musik tradisional seperti seperangkat gambelan serta ruang music sebagai tempat guru-guru memberikan praktek bermusik kepada siswa-siswa tunanetra khususnya jenjang SMPLB. Untuk lebih jelasnya dapat alat-alat musi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar. 6. Alat-alat musik modern Sumber: Doc Peneliti (2012)
Gambar.7. Alat-alat musik tradisional Sumber: Doc. Peneliti (2012).
Fungsi dari alat-alat ini antara lain adalah sebagai media pembelajaran yang dapat menumbuhkan daya kreativitas serta kepekaan siswa di dalam mendengarakan suara dan memperkenalkan siswa kepada alat-alat music baik yang berjenis modern maupun yang berjenis tradisional. commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi. Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa di dalam mata pelajaran kesenian. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan siswa tunanetra dalam berolah vocal serta bermain musik Menurut hasil wawancara dengan guru Kesenian mengenai fungsi dari media pembelajaran tersebut antara lain: “Fungsi dari media pembelajaran ini, kalo kita kaitkan dengan pendidikan karakter adalah sebagai sarana di dalam menumbuhkan daya kreatifitas dari siswa dan membuat pelajaran semakin menarik sehingga dengan penyediaan alat-alat musik ini siswa bisa menumbuhkan rasa ingin tahu siswa: seperti yang manakah namanya alat-alat musik tradisional dan yang manakah alat musik modern” (CLHW-04/01: I Gede Purnama Eka Saputra). Dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan fungsi dari media pembelajaran ini antara lain: menggugah rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa di dalam berolah skill. Berolah skill Baik itu dalam proses mendengarkan dan memainkannya, sehingga dari hal tersebut bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter bangsa, mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: rasa ingin tahu, kreatif,
dan bekerja keras untuk dapat bisa memperoleh ilmu yang
dipelajari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
d) Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Jika kita kaitkan dengan sekolah wujud dari proses penilaian itu antara lain: meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Berdasarkan hasil observasi, hasil analisis dokumen dapat dilaporkan bahwa jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru Kesenian di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar – mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Penilaian proses berlangsung ketika guru kesenian melakukan tanya jawab kepada siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung contoh yang bisa diamati ketika guru kesenian memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa. Instrumen yang digunakan antara lain: 1. Pertanyaan lisan; daftar pertanyaan. Sedangkan penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis dan
praktek
bermusik secara langsung. Dalam praktek bermusik walaupun mereka adalah anak tunanetra guru selalu memberikan penilaian yang objektif. Dalam penilaian praktek guru memberikan hasil penilaian secara kelompok dan secara individul. Tujuan dari penilaian ini agar siswa bisa belajar berkolaborasi dengan siswa-siswa yang lain serta selalu mengajarkan mereka untuk selalu bisa mandiri di dalam melakukan sesuatu Dalam penilaian praktek
guru memberikan pelatihan kepada
siswa. kemudian guru mengindikasikan kepada siswa untuk menunjukkan commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil latihan yang mereka lakukan kemudian guru melakukan penilaian kepada siswa. Untuk format penilaian setiap pertemuan memiliki sistem penilaian yang berbeda-beda untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada RPP bagian lampiran. jadi dalam format penilaian pada mata pelajaran Kesenian, guru memiliki sistem penilaian yang heterogen mulai dari tahap awal penilaian yang sering disebut penilaian proses sampai pada akhir penilaian yang disebut dengan penilaian hasil. Tujuan tidak lain sebagai bahan pertimbangan dari guru di dalam memberikan penilaian yang objektif kepada siswa pada mata pelajaran Kesenian. Dalam pelajaran Kesenian guru telah melaksanakan evaluasi baik dari segi proses maupun hasil. Kedua evaluasi inilah yang dikehendaki oleh KTSP. Pada intinya evaluasi proses dilakukan melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis intrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo. Serta penilaian praktek seperti bernyanyi dan memainkan alat musik dan mendengarkan lagu. Tapi kembali pada format penilaian yang digunakan pada proses penilaian pendidikan karakter. Format penilaian tidak jelas sehingga guru belum bisa memberikan nilai yang pasti apakah integrasi pendidikan karakter dapat teroptimalisasikan dengan baik.
commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Potret proses pembelajaran Kesenian tingkat SMPLB Menurut hasil observasi potret proses pembelajaran mata pelajaran Kesenian pada tingkat SMPLB dapat diuraikan sebagai berikut: Pada potret pembelajaran Kesenian di SLB/A Negeri Denpasar. Peneliti memotret proses pembelajaran di kelas VII tingkat SMPLB. Pada hari selasa tanggal 5 Juni 2012, pukul 11.00 Wita. Dalam proses pembelajaran tersebut dapat diamati adanya proses integrasi nilai pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru. Pada proses pembelajaran Kesenian peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VII tingkat SMPLB. Pada saat peroses observasi guru yang mengajar bernama Dewa Gede Sujana. Dalam proses pembelajaran tersebut Standar Kompetensi: Mengapresiasi karya seni musik, Komptensi dasar: menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan lagu daerah setempat, dalam pembelajaran pada pertemuan itu indikatornya antara lain: 1. Mengidentifikasi jenis-jenis lagu etnik dari daerah setempat; 2. Mengidentifikasi elemen-elemen musik, irama, tempo, nada, dinamika dari lagu daerah tersebut; 3. Mendeskripsikan lagu (permainan pergaulan) yang ada didaerah setempat. Dalam catatan dokumentasi melalui RPP, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah dintegrasikan kepada siswa-siswi tunanetra.
contohnya pada indikator mengandung
unsur karakter kebangsaan yang secara tidak sengaja diintegrasikan kepada siswa yaitu dalam indikator yang pertama mengandung karakter commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebangsaan yaitu: Cinta tanah air, yang ditunjukkan dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis lagu dari daerah etnik setempat. Yang kedua mengadung karakter kebangsaan: Rasa ingin tahu, yang ditunjukkan dengan menidentifikasi elemen-elemen musik, irama, tempo, nada, dinamika dari lagu daerah tersebut. Dalam pengamatan yang dilakukan peneliti materi yang diajarkan antara l ain: 1. Musik; 2. Praktek Musik. Adapun langkah-langkah pembelajaran di kelas VII SMPLB dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada saat masuk kelas guru mengucapkan salam kepada siswa kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. Kemudian sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter religious yang harus selalu dijunjung tinggi oleh guru maupun siswa. Kemudian masuk ke kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan: pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: coba sebutkan lagulagu daerah yang kalian kenal. Kemudian dilanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti siswa diberikan mendengarkan lagu
“Tanase” melalui kaset/ VCD. Hal ini
dilakukan karena siswa tunanetra memiliki hendaya penglihatan jadi pengenalan lagu melalui media VCD adalah hal yang penting dalam proses pengenalan lagu kepada siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
khususnya pada tingkat SMPLB. Kemudian tahap kedua setelah selesai mendengarkan lagu “Tanase” siswa diajarkan belajar memahami intpretasi lagu Tanase
untuk melatig daya kognitif siswa (merupakan bentuk
karakter bangsa: kreatif: yaitu sikap Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki). Ketiga. Kegiatan selanjutnya guru dan siswa mempelajari lagu “ Tanase” dengan diiringi musik (Gitar, Drum, Kyeboard). Dalam kegiatan ini guru dengan cekatan mengajarkan siswa untuk selalu seksama mendengarkan setiap petikan nada dari setiap lagu “ Tanase”. Keempat Menyanyikan lagu “ Tanase ” dengan diiringi musik dan ekspresi permainan pergaulan. Jadi dalam tahap keempat secara tidak langsung guru mempergunakan model CTL dalam proses pembelajaran ini. Pada saat proses ini pembelajaran berlangsung secara kreatif, dinamis dan menyenangkan hal ini tampak dari ekspresi siswa yang selalu memperhatikan apa yang diarahkan oleh guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
121 digilib.uns.ac.id
Gambar.08. Proses pembelajaran Kesenian di SLB/A Negeri Denpasar. Sumber: Doc Peneliti (2012)
Gambar. 09. Proses pembelajaran Kesenian di SLB/A N Denpasar tingkat SMPLB. Sumber: Doc. Peneliti (2012). Kegiatan akhir. Pada kegiatan akhir diadakan test bernyanyi untuk mengetahui kemampuan siswa di dalam bernyanyi. Test bernyanyi yang diberikan guru bertujuan untuk menanamkan sifat mandiri kepada siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
bahwa mereka mempuyai kemampuan untuk bisa dan selalu berusaha dan bekerja keras untuk belajar. Jadi secara tidak langsung pada proses pembelajaran kesenian ini telah terintegrasi berbagai macam nilai-nilai karakter bangsa. Walaupun secara holistik belum bisa diintegrasikan, tapi menurut hasil observasi nilai-nilai karakter yang diajarkan
dapat
terintegrasikan dengan baik (CLHOB-03). Tapi jika ditinjau dari evaluasi masih belum jelas apakah integrasi dapat direaliasasikan secara optimal.
d. Proses Integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes Dalam proses pembelajaran Penjaskes banyak sekali nilai-nilai pendidikan karakter yang bisa diintegrasikan. Berikut proses pembelajaran penjaskes serta nilai-nilai karakter apa saja yang terintegrasi ke dalamnya. Berikut implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes.
1) Perencanaan pembelajaran pada mata pelajaran Penjaskes Proses integrasi pendidikan karakter pada pembelajaran selain membutuhkan pemahaman yang komperhensif mengenai hakekat dan pengertian pendidikan karakter. Guru juga harus mempunyai perencanaan pembelajaran yang matang. Makin baik perencanaan yang disusun oleh guru, makin baik pula pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru, termasuk hasil yang dicapai. Berikut perangkat pelaksanaan pembelajaran yang dipakai guru Penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar dalam proses pembelajaran seharihari. Dalam perencanaan pembelajaran guru Penjaskes di SLB/A Negeri commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Denpasar pada tingkat SMPLB mempunyai perangkat pembelajaran yang sama dengan mata pelajaran IPA, dan Kesenian. Perencanaan yang di realisasikan dengan wujud perangkat pembelajaran tersebut dipakai pedoman guru penjaskes dalam melaksanakan pembelajaran yang notabennya adalah pembelajaran jenis praktek. Perangkat pembelajaran itu
antara lain; 1.
Silabus, 2. Program Tahunan; 3. Program Semester; 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP.
Dari hasil wawancara dengan
guru Penjaskes dapat
diketahui tujuan dari penyusunan program pembelajaran bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan menyajikan pembelajaran secara baik dan terstruktur. Walaupun notebennya pembelajaran Penjaskes hampir 90 persennya diaplikasikan dalam praktek lapangan. Berikut petikan wawancara dengan guru Penjaskes tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar: “Walaupun dalam pelajaran Penjaskes sebagian besar pelajarannya merupakan praktek lapangan. Tapi perangkat pembelajaran itu menjadi sangat penting ketika kita ingin mengetahui. Praktek-praktek apa sajakah yang ingin kita berikan kepada siswa”. Proses belajar mengajar yang saya lakukan menjadi lebih tersrtuktur karena adanya perangkat pembelajaran seperti RRP dan Silabus yang selalu saya perbaharuhi setiap tahunnya” (CLHW 05/01: I Wayan Sukada). Dalam petikan wawancara tersebut menyatakan bahwa prencanaan merupakan suatu hal yang amat penting untuk dilakukan. Karena suatu perencanaan yang terstruktur akan menentukan realitas positif dari suatu proses tersebut khususnya pada mata pelajaran penjaskes yang notabennya adalah pembelajaran praktek diluar kelas. Jadi guru yang bersangkutan menyadari betapa pentingnya perencanaan pembelajaran terhadap realitas dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124 digilib.uns.ac.id
suatu proses pembelajaran itu sendiri khususnya pada mata pelajaran Penjaskes.
2) Pelaksanaan Pembelajaran dan Proses Integrasi Nilai-Nilai Karakter Mata Pelajaran Penjaskes. Dalam proses implementasi dan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran penjaskes terdapat tahapan atau proses-proses praktik pembelajaran yang harus dilalui. Berikut proses tahapan-tahapan tersebut: a) Tahap awal pembelajaran Berdasarkan hasil observasi di lapangan. Proses awal yang dilakukan guru penjaskes. Pada tahap awal guru mengajak siswa ke halaman depan sekolah untuk berkumpul terlebih dahulu. Kemudian guru mengintruksikan siswa agar berbaris dilapangan (merupakan bentuk karakter disiplin), kemudian guru mengucapkan salam kepada siswa dan memulai kegiatan pembelajaran dengan doa. Pada proses tahap awal ini karakter religious, disiplin mulai diintgrasikan kepada Siswa. berdoa merupakan bentuk karakter religious yang harus diintegrasikan, karena mengajarkan mereka untuk selalu ingat kepada Tuhan. b) Model dan Metode Pembelajaran Berdasarkan hasil observasi dan wawancara model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes antara lain: commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“ Dari model pembelajaran, kurang jelas model apa yang saya gunakan. Tapi untuk metode pembelajaran saya menggunakan metode Demonstrasi. Pada metode ini saya, mencontohkan kepada siswa mengenai sesuatu yang akan dipraktekkan pada mata pelajaran pejaskes, contohny: permainan boorgol yang sering saya praktekan pada saat proses pembelajaran penjaskes berlangsung”(CLHW/05/02: I Wayan Sukada). Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memilih metode guru penjaskes memang menggunakan metode demonstrasi. Metode ini memang lazim digunakan dalam pembelajaran penjaskes pada umumnya. Hal ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran penjaskes di kelas VII, VIII, IX jenjang SMPLB guru memperagakan metode demonstrasi, dapat dilihat ketika guru memberikan contoh mengenai permainan yang akan diperagakan kepada siswa. pada saat proses pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan proses permainan yang diintruksikan oleh guru. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses, serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.
Contohnya:
dalam observasi secara lansung. Setelah memberi intruksi mengenai tata cara permainan Boorgol (permainan khusus untuk anak tunanetra) kepada siswa melalui ceramah, contoh langsung serta melalui pendekatan individual yang dilakukan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih grupnya sendiri dan memainkan permainan, tetapi guru tetap memberikan pengawasan kepada siswa karena secara gerak mereka lebih terbatas dari anak-anak awas pada umumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
c) Media Pembelajaran Berdasarkan obrsevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran Penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar pada jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alat-alat olah raga seperi: Bola khusus anak tunanetra, meja tenis meja untuk anak tunanetra, serta alat-alat olahraga lainnya seperti papan catur khusus tunanetra. Berikut gambar media pembelajaran Penjaskes yang dapat peneliti dokumentasikan.
Gambar 10. Bola khusus permainan Boorgool Sumber : Doc. Peneliti (2012)
Gambar 11. Meja Tenis khusus siswa tunanetra Sumber: Doc. Peneliti (2012) commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi dari media pembelajaran Penjaskes yang dipergunakan guru antara lain, untuk melatih kepekaan indra peraba dari siswa tunanetra. Untuk memperkenalkan kepada siswa jenis-jenis permainan-permainan modern, dan melatih daya psikomotorik siswa tunanetra. Dengan pengenalan secara langsung kepada alat-alat atau media olahraga diharapakan siswa dapat mengetahui secara langsung alat-alat olahraga secara nyata. Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi. Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan siswa melatih indra peraba dan pendengaran mereka di dalam bermain permainan olahraga yang diajarkan oleh guru. Seperti permainan boorgol dan tenis meja. Menurut hasil wawancara dengan guru Penjaskes mengenai fungsi dari media pembelajaran antara lain: “ Fungsi media pembelajaran dalam mata pelajaran penjaskes adalah, memperkenalkan kepada siswa alat-alat serta permainan olahraga modern yang sering dipertandingkan orang pada pertandingan-pertandingan internasional. Disamping itu juga alat-alat olahraga ini tidak membuat siswa merasa bosan pada saat mata pelajaran olahraga” (CLHW-05/03: I Komang Praja). Dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan fungsi dari media pembelajaran ini antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam menambah pengetahuan mereka di bidang pelajaran Penjaskes. Sehingga dari sini bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran
kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter bangsa mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: rasa ingin tahu, kreatif, dan bekerja keras untuk dapat bisa memperoleh ilmu yang dipelajari, kerjasama, sportivitas. Secara singkat fungsi media pembelajaran pada mata pelajaran Penjaskes melatih keterampilan proses. Keterampilan proses sangat penting untuk dilakukan karena dalam keterampilan ini yang diajarkan dalam pendidikan Penjaskes memberi penekanan pada keterampilanketerampilan berpikir secara afektif serta paling keterampilan psikomotorik
penting ketrampilan-
yang dapat berkembang pada anak-anak
tunanetra.
d) Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Wujud pelaksanaan kegiatan evaluasi ini disesuaikan dengan apa yang telah direncanakan.
Selain
itu,
evaluasi
juga
dilakukan
pada
proses
pembelajaran. Sesuai hasil observasi dilapangan proses evaluasi pada mata pelajaran penjaskes antara lain: Penilaian dengan pengamatan: dalam proses ini guru mengamati segala tindak laku siswa pada saat praktek pembelajaran dilakukan. Kedua: peragaan dan demonstrasi. Tahap yang terkahir guru memberikan praktik bermain kepada siswa untuk memberikan penilaian langsung kepada siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
Untuk penilaian yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter menurut observasi guru memasukkan ke dalam nilai afektif. Patokan penilaian menggunakan hurut A, B, C, D.
e) Potret proses pembelajaran Penjaskes tingkat SMPLB pada potret pembelajaran Penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar. Peneliti memotret proses pembelajaran Penjaskes di kelas VIII tingkat SMPLB. dalam pengamatan tersebut peneliti melihat adanya proses integrasi karakter yang dilakukan oleh guru Penjaskes. Berikut proses pembelajaran dan integrasi karakter pada mata pelajaran Penjaskes. Pada proses pembelajaran Penjaskes peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VIII tingkat SMPLB. Pada saat proses observasi guru yang mengajar pada saat itu berjumlah tiga orang antara lain: Bapak I Wayan Sukada, Ketut Gede Rahadi Diana Putra, I Nyoman Tri Praja Kencana. Pembelajaran berlangsung pada hari Sabtu pukul 06.30 Wita. Berikut tahapan-tahapan proses praktek pembelajaran penjaskes di kelas VIII tingkat SMPLB. Pertama, kegiatan awal. Pada kegiatan awal guru mengajak siswa ke lapangan, guru mengintruksikan kepada siswa untuk berbaris dilapangan. Kemudian setelah selesai berbaris guru mengintruksikan kepada siswa untuk berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Berdoa merupakan bentuk karakter religius yang selalu diajarkan guru sebelum memulai pelajaran. Setelah memulai kegiatan dengan doa, guru mengintruksikan siswa untuk commit to user
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan
pemanasan
awal
untuk
memanaskan
otot-otot
untuk
menghindari cedera pada saat memasuki kegiatan inti. Dalam pemanasan guru mengecek kesiapan siswa dan membenarkan gerakan siswa jika salah. Pada saat proses praktek pelajaran penjaskes. Guru yang mengajar pada saat itu berjumlah tiga orang. Masing-masing guru mengawasi setiap gerakan-gerakan siswa. jadi dalam tahap ini guru menggunakan pendekatan individual. Pada tahap awal, pemimpin pemanasan diganti silih berganti. Tujuannya mengajarkan siswa untuk menjadi pemimpin. Dalam hal tersebut secara tidak langsung guru telah mengajarkan siswa karakter bangsa: yaitu tanggung jawab, dalam hal ini, tanggung jawab menjadi seorang pemimpin. Berikut foto-foto kegiatan awal pembelajaran di SLB/A Negeri Denpasar tingkat SMPLB.
Gambar 12. Berdoa sebelum memulai pelajaran Sumber: Doc. Peneliti (2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
Gambar 13. Guru melakukan pengawasan kepada siswa saat melakukan pemanasan. Sumber: Doc. Peneliti (2012).
Gambar 14. Guru membenarkan gerakan siswa yang salah Sumber: Doc. Peneliti (2012) Kedua, Setelah pemanasan, langsung ke kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru membagi siswa menjadi dua kelompok tim Boorgol sejenis permainan menjaga dan melempar Bola. Bola yang dipakai adalah bola khusus untuk tunanetra, di dalam bola tersebut berisi lonceng yang dapat menimbulkan suara,commit tujuan to saat melempar bola mengeluarkan suara user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga melalui indra pendengaran siswa bisa menebak kemana arah bola itu dilempar. Dua kelompok di bariskan pada dua arah yang berlawanan. Dua kelompok team akan dipertandingkan. Tata
cara
permainan
Boorgol,
bola
dilemparkan
dan
digelindingkan dan tim lawan menjaga bola. Jika bola yang dilemparkan lolos dari penjagaan maka tim yang melemparkan bola, akan mendapat point satu. Dengan syarat bola yang dilempar di melambung ke atas. Jika melambung ke atas makan akan dinyatakan out. Jadi dalam permainan ini murid diajarkan untuk bekerjasama secara team untuk melempar dan menjaga Bola. Jadi secara tidak
langsung integrasi karakter bangsa
seperti: sifat kerja sama, dan rasa kebersamaan dapat terintegrasi pada prilaku siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB. Berikut hasil dokumentasi gambar-gambar dari peneliti pada saat proses kegiatan inti pada mata pelajaran penjaskes: potret pertandingan Boorgol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 15. Salah satu team Boorgol saat bersiap-siap melempar bola Sumber: Doc. Peneliti (2012) commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 16. salah satu team saat menjaga lemparan bola dari team pelemparan Bola. Sumber: Doc. Peneliti (2012) Menurut hasil wawancara dengan salah satu guru penjaskes. Pada pertandingan boorgol pergantian tempat terjadi ketika salah satu team sudah mendapatkan nilai 10 (CLHW-05/04: Ketut Gede Rahadi). Pertandingan berjalan dengan seru kedua team sama-sama bersemangat untuk mendapatkan point. Akhirnya setelah siswa-siswi telihat lelah guru mengakhiri
pertandingan
boorgol.
Kegiatan
selanjutnya
guru
mengintruksikan kepada siswa untuk melakukan pelemasan otot agar otot kembali rileks dan tidak mengalamai cedera. Keempat, setelah pertandingan boorgol selesai dipertandingkan guru selalu berpesan kepada siswa. untuk selalu menjaga sportivitas karena kalah – menang adalah suatu hal yang biasa dalam suatu pertandingan. Kemudian guru mengintruksikan kepada siswa untuk saling bersalaman (merupakan bentuk nilai karakter kebangsaan yaitu selalu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
134 digilib.uns.ac.id
bersahabat dan menghargai teman). Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada gambar-gambar dibawah ini.
Gambar 17. Siswa bersalaman setelah pertandingan boorgol Sumber: Doc. Peneliti (2012).
Gambar 18. Kegiatan yang diakhiri dengan doa Sumber: Doc. Peneliti (2012) Kemudian siswa diintruksikan untuk berbaris kembali, untuk mengakhiri pelajaran pada hari itu. Pelajaran yang diawali dengan doa maka harus diakhiri dengan doa. Dari proses kegiatan di atas integrasi pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
135 digilib.uns.ac.id
karakter dapat diimplementasikan secara baik. nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan melalui proses pembelajaran ini antara lain: nilai religious, nilai kebersamaan, nilai persahabatan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan rasa toleransi antar sesama. Jika mengacu pada De Induk pendidikan karakter guru telah berhasil mengimplementasikan Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural seperti: (1) olah hati (spiritual & emotional development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Jika ditinjau dari segi evaluasi belum berjalan dengan baik karena belum adanya format penilaian yang jelas dari guru Penjaskes. Tanpa proses pengukuran yang sesuai dengan penilaian maka suatu secara ilmiah belum dapat dikatakan berhasil.
2. Kendala Dalam Proses Implementasi Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Dalam implementasinya sehari-hari sering sekali guru-guru di sekolah mengalami kendala-kendala dalam pengintegrasian nilai-nilai karakter. Sehingga pembentukan karakter anak di sekolah mengalami hambatan. Berbagai macam upaya-upayapun dilakukan guru-guru di sekolahsekolah agar implentasi pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini peneliti memotret upaya-upaya yang dilakukan guru-guru SLB/A N Denpasar-Bali di dalam membentuk karakter anak berkebutuhan khusus yang notabennya adalah anak-anak yang memiliki hendaya penglihatan atau sering disebut tunanetra. Dari hasil analisis data melalui wawancara mendalam, dan observasi langsung dapat diamati guru-guru di SLB/A N Denpasar sudah melakukan upaya-upaya maksimal untuk selalu memasukkan nilai-nilai pendidikan karakter di dalam pembelajaran di sekolah. Berikut hasil pemaparan mengenai solusi atau upaya yang dilakukan guru-guru di dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra di SLB/A N Denpasar- Bali yang di fokuskan pada empat mata pelajaran antara lain Kesenian, IPA, IPS, Penjaskes. Untuk mensukseskan implementasi pendidikan karakter bukanlah suatu perkara yang mudah untuk direalisasikan. Karena dalam suatu implementasi terdapat kendala-kendala yang berimplikasi dapat mengagalkan suatu implementasi itu sendiri. Integrasi pendidikan karakter pada mata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
137 digilib.uns.ac.id
pelajaran di sekolah merupakan sesuatu yang sangat penting untuk direalisasikan. Oleh karena itu guru merupakan sosok utama dibalik pencapain tersebut. Dalam implementasi pendidikan karakter, secara realitas terdapat bermacam-macam kendala-kendala yang dihadapi oleh guru. Fenomena ini dapat diamati di SLB/A Negeri Denpasar - Bali pada tingkat SMPLB khususnya dalam mata pelajaran IPA, IPS, Kesenian, dan Penjaskes. Pada hasil wawancara menunjukkan bahwa kendala-kendala yang sering dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar khusunya pada jenjang SMPLB. Karena dilatarbelakangi siswa-siswinya merupakan anak-anak yang mempunyai hendaya penglihatan (tunanetra) jadi secara psikologis mereka berbeda dengan anak-anak awas (normal), mereka memiliki daya kognitif, psikomotorik, dan afektif yang berbeda-beda. Sehingga secara kognitifitas, motorik, maupun afektifitas mengalami keterbatasan yang berimplikasi pada suatu keterbatasan integritas di dalam melakukan kolaborasi dalam hal berpikir, bergerak, serta berprilaku. Walupun dalam dalam realitasnya tidak semua siswa-siwi di SLB/A Negeri Denpasar-Bali khusunya pada jenjang SMPLB mengalami kesulitan di dalam melakukan kolaborasi dalam berpikir, bertindak serta menyerap nilai-nilai pendidikan karakter. Untuk lebih jelasnya dapat diamati dari hasil wawancara dengan guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar Bali. Berikut penggalan transkrip wawancara yang peneliti lakukan dengan Guru: Pen: Apakah kendala-kendala yang bapak hadapi dalam penerapan pendidikan karakter pada mata pelajaran yang bapak ajarkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
138 digilib.uns.ac.id
Guru IPA: Kendala yang sering saya hadapi adalah dalam implementasinya siswa sulit menterjemahkan dalam tindakan nyata yang selalu harus diingat dalam prilaku sehari-hari: untuk anak visual impairment hanya dapat merasakan dan mendengar saja. Secara faktual dengan melihat mereka sangat terbatas. Pendidikan karakter yang sempurna mesti memadukan antara melihat, mendengar dan merasakan (CLHW 02/04: Pande Udayana). Guru Kesenian 1: Untuk kendala-kendala dalam penerapan pendidikan karakter tidak ada karena dalam pelajaran seni budaya, karakter bangsa sangat banyak sekali bisa disisipkan (CLHW 04/02: I Gede Eka Saputra). Guru Kesenian 2: “Kendala - kendala yang sering saya hadapi antara lain. Dalam penerapannya tidak semua siswa yang ada di sekolah ini khususnya pada tingkat SMPLB mempunyai pemahaman yang memadai dilihat dari segi afektif. Sehingga integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran kesenian sulit terealisasikan secara holistik pada anak-anak tunanetra. Tapi saya sudah berupaya untuk selalu mengintegrasikan pendidikan karakter bangsa pada saat pembelajaran di sekolah secara teori maupun pada saat pembelajaran secara praktek” (CLHW 03/03: Dewa Gede Sujana). Guru IPS: “Kendala-kendala yang sering saya hadapi pada saat saya berusaha mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran yang saya ampu. Terkadang tidak semua materi pelajaran bisa diintegrasikan ke pendidikan karakter. Kendala lain, karena mereka anak-anak yang boleh dikatakan secara karakteristik mempunyai hendaya dalam penglihatan mereka. Jadi secara gerak dan kepekaan mereka hanya menggantungkan diri pada daya penglihatan dan rabaan saja, sehingga kadang-kadang sulit untuk memberikan pembelajaran secara maksimal kepada mereka” (CLHW 01/03: Ngakan Putu Silayusa). Guru Penjaskes: “Kendala-kendalanya antara lain karena mereka anak-anak tunanetra jadi secara motorik mereka mempunyai gerakan yang terbatas. Sehingga nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan gerak sulit terintegrasikan dengan baik pada siswa-siswi di sekolah ini” (CLHW 05/05: I Wayan Sukada). Linear dengan hasil observasi dapat ditemukan fakta kendala-kendala yang sering dihadapi guru dalam pembentukkan karater anak-anak tunannetra commit user khususnya pada jenjang SMPLB dan tointegrasi nilai-nilai karakter bangsa ke
perpustakaan.uns.ac.id
139 digilib.uns.ac.id
dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan antara lain: a). Dalam pembelajaran di dalam kelas siswa memiliki daya kognitif yang berbeda-beda. Ada yang memiliki daya kognitif normal, dan ada yang di bawah normal. Sehingga guru tidak bisa mengintegrasikan pendidikan karakter ini secara holistic pada siswa di SLB/A Negeri Denpasar Jenjang SMPLB; b). Guruguru yang ada di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB mengalami kesulitan di dalam menentukan nilai-nilai karakter pada mata pelajaran yang mereka ajarkan; c). Dalam tahap aplikasi, apa yang dicontohkan guru belum tentu dalam afektifitas secara realitas diikuti oleh siswa. Kerena notabennya siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar adalah anak tunanetra yang memiliki psikologis yang berbeda-beda; d). Pedoman tentang unsur-unsur yang masuk dalam pendidikan karakter belum jelas. Sehingga kurang dapat terealisasi secara baik.
3. Solusi Mengatasi Kendala Implementasi Pendidikan Karakter Dari hasil temuan di lapangan dapat di diamati dengan seksama bahwa di dalam suatu kendala-kendala yang ada, terdapat solusi untuk mengatasinya. Hal tersebut dapat diamati dari proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar yang kerap kali kali mengalami kendala dalam realisasinya, tetapi di balik kendala-kendala yang di hadapi guru-guru di SLB/A Negeri Denpasat terdapat upaya solusi untuk mengatasinya. Berikut hasil temuan dilapangan mengenai upaya solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala dalam proses implementasi dan integrasi nilai-nilai commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah, yang dalam penelitian ini di fokuskan pada empat mata pelajaran IPS, IPA, Kesenian, dan Olahraga.
a. Mata Pelajaran IPS Tujuan utama ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu pembelajaran yang boleh dikatakan dapat membentuk karakter peserta didik jika diimplementasi dan diintegrasikan secara baik. Di SLB/A Negeri Denpasar-Bali pendidikan karakter diintegrasikan pada seluruh mata pelajaran salah satunya mata pelajaran IPS. Upaya-upaya serta solusi yang dilakukan guru dalam pembentukkan karakter siswa tunanetra di SLB/A Negeri Denpasar melalui pembelajaran IPS untuk lebih jelasnya dapat diamati pada hasil wawancara, dan observasi
secara langsung di SLB/A Negeri Denpasar. Berikut hasil
petikan wawancara dengan guru IPS di SLB/A Negeri Denpasar-Bali: “ Dalam mata pelajaran IPS kita selipkan/ sisipkan pendidikan karakter pada pelajaran IPS pada pembahasannya terkait dengan pendidikan karakter. Pada Dasarnya siswa sangat senang, dan ada wawasan baru yang mereka ketahui terkait dengan pendidikan karakter tersebut (CLHW-06/01: Drs Ngakan Made Dirgayusa). “ Upaya-upaya solusi yang saya lakukan dalam pembentukkan karakter siswa melalui pembelajaran IPS khususnya pada tingkat SMPLB antara lain: pada saat proses pembelajaran di kelas saya commit topendidikan user selalu berupaya mengintegrasikan karakter pada mata
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelajaran saya. Mungkin anda juga mengetahui mata pelajaran IPS merupakan gabungan dari pelajaran Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi. Dalam empat mata pelajaran yang terintegrasi dalam IPS terpadu. Terdapat karakter khusus yang bisa diaplikasikan ke dalamnya. Contoh: Dalam pelajaran sejarah: nilainilai karakter yang selalu saya tanamkan adalah cinta tanah air, semangat kebangsaan yang selalu saya sisipkan pada mata pelajaran Sejarah”. Serta pada mata pelajaran geografi selalu saya sisipkan bagaimana cara kita selalu menjaga dan melestariakan bumi kita. Hal ini perlu saya sisipkan walaupun mereka anak-anak yang memiliki hendaya penglihatan atau yang lebih sering disebut tunanetra” (CLHW-01/05: Ngakan Putu Silayusa). Catatan lapangan hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS nilai-nilai karakter yang dapat diambil antara lain: semangat kebangsaan, cinta tanah air,
serta cinta terhadap lingkungan. Jadi IPS
merupakan salah satu mata pelajaran yang bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter. Dalam proses sosialisasi pada nilai-nilai masyarakat secara universal maka IPS merupakan mata pelajaran yang memenuhi kriteria tersebut. Dalam observasi secara langsung pada saat proses pembelajaran di dalam kelas solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada anak-anak tunanetra, dilakukan tidak hanya sebatas pada pengintegrasian nilai-nilai pada materi pelajaran yang diajarkan saja akan tetapi pembentukkan karakter itu dapat dilihat pada bagaimana cara guru mengajarkan disiplin pada siswa-siswa pada saat proses pembelajaran IPS dimulai. Pada saat proses pembelajaran dimulai siswa-siswi selalu diajarkan agar selalu mengikuti pembelajaran secara tertib. Tertib merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu disiplin. Jadi kedisiplinan merupakan suatu dasar dari pembentukkan karakter selanjutnya. commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam proses pembelajaran upaya-upaya lain yang dilakukan guru IPS untuk dapat memberikan solusi dalam mengatasi kendala implementasi pendidikan karakter antara lain: pada setiap awal semester guru memberikan siswa buku mata pelajaran IPS berhuruf Braillo. Tujuan pemberian buku braillo supaya siswa bisa belajar sendiri, serta diharapkan melalui pemberian buku IPS berhuruf Braillo dapat menumbuhkembangkan minat membaca pada setiap siswa.
Membaca merupakan fundamen yang sangat penting untuk
menumbuhkembangkan nilai-nilai pendidikan karakter. Walaupun tidak bisa membaca secara normal, tapi mereka tetap bisa membaca walaupun dengan cara meraba: Hal ini merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu gemar membaca, mandiri, dan rasa ingin tahu.
Gambar 19. Buku mata pelajaran IPS berhuruf Braillo. Sumber: Doc.Peneliti (2012) Jadi guru mata pelajaran IPS khususnya pada tingkat SMPLB telah berupaya melakukan solusi dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra untuk mempunyai karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
143 digilib.uns.ac.id
yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka memiliki suatu keterbatasan baik itu dilihat dari segi kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, dan memiliki hendaya penglihatan. Walaupun demikian mereka merupakan generasi penerus bangsa yang secara holistic harus diberikan pengetahuan tentang pendidikan karakter. Jadi dalam mata pelajaran IPS banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.
b. Mata Pelajaran IPA Menurut hasil observasi dan wawancara. Solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam proses integrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus pada mata pelajaran IPA antara. Dari hasil hasil wawancara dapat dituliskan sebagai berikut: “Dalam pembelajaran IPA upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan solusi dalam pembentukan karakter siswa antara lain: pendekatan pendidikan karakter lebih difokuskan pada kejadian/fakta/ sikap yang pernah mereka alami antara individu, artinya mengurangi tindakan-tindakan/ contoh yang terlalu abstrak, sehingga gampang dipahami oleh anak tunanetra. Dalam pembelajaran di dalam kelas saya berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter misalnya seperti: 1. nilai religious seperti berdoa sebelum memulai dan menutup pelajaran. 2. Nilai karakter disiplin, seperti tertib saat pelajaran sudah dimulai baik itu dalam materi pelajaran manapun dalam pembelajaran yang saya ampu. 3. Nilai karakter Mandiri, seperti ketika diberikan test mereka wajib mengerjakannya sendiri. Metode yang kami gunakan adalah metode Individual. Jika hal ini tidak dilakukan maka khusunya dalam pembelajaran IPA: siswa tunanetra ini akan sulit untuk menterjemakannya dalam bentuk tindakan nyata yang harus selalu diingata dalam prilaku commit user impairment (tunannetra) sehari-hari. karena untuk anak tovisual
perpustakaan.uns.ac.id
144 digilib.uns.ac.id
mereka hanya bisa merasakan dan mendengar saja. Sehingga kami mempunyai model pembelajaran khusus yang sering dinamakan PLB” (CLHW-02/05: Pande Udayana). Jadi pendapat diatas menyatakan bahwa, walaupun mereka merupakan anak tunanetra perapan model untuk anak awas perlu dilakukan. Pendekatan model pembelajaran kontekstual pada mata IPA perlu dilakukan agar siswa dapat berpikir secara konteks, logis dan bisa menemukan hakikat dari pembelajaran itu sendiri (termasuk dalam Trustwothiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegrasi). Jadi menurut guru IPA. Model pembelajaran kontekstual sangat sesuai dengan system pembelajaran jaman sekarang, yang menuntut siswa supaya aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Pada tahap ini karakter siswa akan terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami. Metode yang digunakan dalam upaya pengintegrasian nilai-nilai karakter pada pembelajaran IPA, adalah metode pendekatan individual karena anak tunanetra memang mempunyai kekurangan di dalam penglihatan. Kekurangan tersebut mengindikasikan bahwa guru wajib bekerja extra dan melakukan pendekatan- pendekatan khusus agar mata pelajaran yang di ajarkan dapat terintegrasi dengan baik. Integrasi pembelajaran yang baik akan membantu memudahkan guru untuk memadukan serta mengintegrasikan nilainilai pendidikan karakter yang diajarkan pada siswa di sekolah. Jadi dalam hasil wawancara di atas menyatakan metode individual wajib digunakan untuk memhami karakteristik dari anak-anak tunanetra sehingga guru lebih mudah melakukan pendekatan kepada siswa sehingga pembelajaran di dalam kelas commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran yang baik berarti memudahkan guru melakukan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampu seperti pada mata pelajaran IPA. Kenyataan dilapangan menunjukkan pada pembelajaran IPA guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB telah melakukan upaya-upaya maksimal dalam proses integrasi pendidikan karakter kepada peserta didik. Contoh guru-guru selalu memberikan pertanyaan kepada siswa saat proses pembelajaran IPA di kelas. Hal ini menunjukkan guru secara tidak langsung mengajarkan siswa karakter untuk selalu berpikir kritis, dan selalu sigap di saat menghadapi sesuatu. Dalam segi media pembelajaran guru-guru sudah mengupayakan berbagai media pembelajaran yang bisa diraba secara langsung oleh siswa tunanetra pada tingkat SMPLB seperti: media kerangka tubuh manusia, serta patung organ-organ tubuh manusia. Fungsi dari media pembelajaran ini secara tidak langsung menumbuhkan karakter bangsa yaitu rasa ingin tahu siswa untuk mengetahui bentuk-bentuk kerangka tubuh manusia, serta bentukbentuk organ-organ tubuh yang dimiliki oleh manusia. Media pembelajaran yang dipakai guru-guru IPA di dalam menumbuhkembangkan karakter rasa ingin tahu siswa pada jenjang SMPLB untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada foto sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
146 digilib.uns.ac.id
Gambar 20. Media pembelajaran yang dipakai guru IPA dalam menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa.
Gambar 21.
Media pembelajaran yang dipakai guru IPA dalam menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa. Sumber: Doc. Peneliti (2012). Dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung dapat dikatakan guru sudah menyadari bahwa,
pada mata pelajaran IPA anak
tunanetra belajar melalui proses pendengaran dan perabaan, karena bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi melalui observasi perabaan benda-benda riil, commit to user
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam tempatnya yang bersifat alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan suhu, dan sebagainya.
Dengan
demikian
mereka
lebih
mudah
untuk
menginternalisasikan mata pelajaran IPA. Dapat dijelaskan disini untuk mata pelajaran IPA pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar, guru-guru sudah berupaya semkasimal mungkin untuk dapat membentuk karakter peserta didik agar mempunyai kepribadian yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Jadi pada mata pelajaran IPA guru bukan hanya mengajarkan materi yang diajarkan. Akan tetapi dibalik materi yang diajarkan guru berusaha mengembangkan materi-materi pembelajaran tersebut untuk bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter. Berpulang dari apa yang di sampaikan tersebut, dapat dikatakan IPA bukan hanya mata pelajaran yang bisa membentuk daya pikir siswa menjadi lebih logis. IPA memberikan solusi dalam membentuk karakter kebangsaan siswa contohnya: nilai karakter mandiri, berpikir kritis ikut mewarnai dan berintegrasi dengan pendidikan karakter sebagai suatu hal yang terpisahkan. Jadi dengan demikian guru mata pelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar sudah berupaya memberikan solusi terbaik untuk meminimalisir kendala yang dihadapi guru dalam proses implementasi dan integrasinya.
c. Mata Pelajaran Kesenian Upaya-upaya atau solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada anak berkebutuhan pada mata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
148 digilib.uns.ac.id
pelajaran Kesenian antara lain dapat dilihat pada hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan observasi peneliti secara langsung pada guru Kesenian tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar. Untuk lebih jelasnya dapat dituliskan sebagai berikut “Dalam mata pelajaran Kesenian saya berusaha mendidik anak agar menjadi berkarakter dan senantiasa menghargai hasil karya seni yang dihasilkan baik itu dalam skup yang kecil maupun besar. Hal itulah yang selalu saya tanamkan kepada siswa agar siswa selalu menghargai hasil karya seni mereka sendiri maupun hasil karya seni orang lain. Dan selalu mengajarkan mereka kesigapan di dalam menerima pelajaran. Contohnya pada saat praktek music, gambelan dan lain-lain, Siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB diajarkan untuk selalu peka di dalam mendengarkan nada suara nada music dan gambelan karena itulah kelebihan mereka kadang-kadang mereka memiliki kepekaan pendengaran yang intens daripada anak-anak awas pada umumnya” (CLHW 03/05: Dewa Gede Sujana). Petikan hasil wawancara diatas menyatakan bahwa dalam mata pelajaran Kesenian hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya pembentukkan karakter anak, antara lain: dengan mengajarkan anak agar dapat menghargai orang lain, berarti mereka akan dapat menyadari betapa pentingnya hasil karya seni yang dihasilkan oleh diri mereka sendiri baik itu hasil karya seni yang bersifat besar maupun yang bersifat kecil. Jika melihat hasil observasi upayaupaya yang dilakukan guru dalam pembentukkan karakter anak-anak tunanetra melalui proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter khususnya pada tingkat SMPLB antara lain: Guru selalu berupaya menyisipkan nilai-nilai karakter pada setiap materi ajar yang diajarkan sehingga nilai-nilai karakter
bisa
diintegrasikan secara baik pada mata pelajaran kesenian. Hal ini dapat terlihat jelas pada saat siswa-siswi diterjunkan dalam praktek yang bersifat commit to user
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
psikomotorik seperti mengajarkan siswa bermain alat musik tradisional maupun modern. Pengenalan secara langsung pada praktek bermusik ini bertujuan agar siswa mampu untuk menambah daya kreativitas siswa-siswi dalam hal bermusik. Aplikasi dalam praktek ini diharapkan siswa-siswi ini menjadi generasi penerus bangsa yang selalu menghargai dan selalu senantiasa menjaga tradisi-tradisi peninggalan nenek moyang hal ini ditunjukkan pada pengenalan terhadap musik-musik tradisional. Jadi guru-guru mata pelajaran kesenian di SLB/A Negeri Denpasar sudah melakukan upaya-upaya untuk membentuk karakter siswa-siswi/ anakanak berkebutuhan khusus agar mempunyai karakter kebangsaan yang bersifat Indonesianis. Walaupun pada mata pelajaran kesenian nilai-nilai karakter tidak dapat diintegrasikan secara holistik kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar yang notabennya adalah anak yang memiliki hendaya penglihatan atau lebih sering disebut tunanetra.
e. Mata Pelajaran Penjaskes Dalam mata pelajaran Penjaskes banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa di integrasikan jika diaplikasikan secara baik dan benar. Akan tetapi hal itu akan menjadi kendala jika tidak dapat diaplikasikan dan diinternalisasikan secara benar. Menurut hasil wawancara uapaya-upaya yang dilakukan guru dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra cukup bervariasi. Berikut upaya-upaya
yang
dilakukan
guru-guru
commit to user
olahraga
(Penjaskes)
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
150 digilib.uns.ac.id
membentuk karakter anak- anak tunanetra pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar - Bali. “Upaya-upaya yang saya tekankan dalam mengajarkan olah raga adalah selalu menanamkan nilai-nilai kerja sama, toleransi, percaya diri, keberanian disiplin, kejujuran, sportivitas, tanggung jawab, menghargai lawan, keluwesan, estetika dan tenggang rasa” (CLHW 05/06: I Wayan Sukada). Sesuai dengan hasil observasi di lapangan dapat diamati pada saat proses pembelajaran penjaskes, hampir Sembilan puluh persen penilaian dilakukan melali praktek-praktek yang bersifat psikomotorik (gerak). Pada saat pembelajaran berlangsung guru berusaha semaksimal mungkin untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar dengan cara sebagai berikut: pada saat proses pembelajaran dimulai guru selalu menanamkan sifat sportivitas, kejujuran, serta kerjasama kepada siswa. Contohnya: sebelum memulai pelajaran guru selalu mengintruksikan siswa berdoa. Berdoa merupakan nilai karakter religius yang wajib untuk dilakukan setiap hari. Berikut dapat dilihat pada saat guru mempraktekkan permainan Borgol. Pada saat permainan Borgol berlangsung siswa dibiarkan bekerjasama untuk menghalau bola yang dilemparkan oleh pihak lawan. Siswa diajarkan untuk selalu mempunyai sifat jujur dalam setiap pertandingan. Siswa diharapakan selalu bersifat sportif, karena dalam suatu pertandingan pasti ada yang menang dan kalah, serta tidak lupa menutup pelajaran dengan doa sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Karena semua yang telah direncanakan berjalan dengan baik (Bentuk karakter religius). Jadi dapat dikatakan dalam pelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
151 digilib.uns.ac.id
penjaskes guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar-Bali sudah melakukan upayaupaya yang maksimal untuk dapat membentuk karakter anak-anak berkebutuhan khusus. Pembentukkan karakter anak-anak berkebutuhan khusus ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar dokumentasi sebagai berikut:
Gambar 22. Contoh sikap sportivitas yang ditanamakan guru pada mata pelajaran Penjaskes. Sumber: Doc Peneliti (2012)
Gambar 23. Sikap cooperative commit to siswa user saat pertandingan Boorgol Sumber: Doc. Peneliti (2012)
perpustakaan.uns.ac.id
152 digilib.uns.ac.id
Gambar 24. Doa : Bentuk karakter religius Sumber: Doc. Peneliti (2012) Hal ini senada dengan yang dilakukan guru Penjaskes yang lain. berikut petikan hasil wawancaranya dengan guru yang bersangkutan: “ Upaya-upaya dilakukan dalam membentuk karakter siswa pada mata pelajaran penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada jenjang SMPLB biasanya dilakukan dengan cara selalu mengajarkan mereka untuk selalu berjuang dan pantang menyerah pada suatu pertandingan, dan selalu bermental. Hal ini selalu saya ajarkan pada siswa di SLB/A negeri Denpasar khususnya pada jenjang SMPLB bahwa kekurangan yang kalian miliki bukanlah penghalang bagi mereka untuk meraih prestasi’’ (CLHW 05/07: Komang Praja). Dari Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa guru-guru selalu menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa agar selalu berjuang. Perjuangan merupakan awal dari kesuksesan khususnya dalam meraih prestasi dibidang apapun. Kekurangan fisik bukan merupakan kendala bagi mereka yang ingin meraih prestasi. Jadi dari hasil wawancara user dan observasi yang peneliticommit amati, to upaya-upaya yang dilakukan guru sudah
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan bahwa, pendidikan karakter sudah terintegrasi dengan baik khusnya pada mata pelajaran penjaskes.
Walaupun masih terdapat
sejumlah kendala-kendala di dalam pembentukkan karakter anak-anak berkutuhan khusus pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.
C. Pokok Temuan Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa dalam proses implementasi
pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar bisa bisa
diaplikasikan dengan dua cara antara lain pada proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Dalam implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar terdapat kendala-kendala pada proses implementasi dan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter untuk dapat direalisasikan secara optimal. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan berbagai solusi dari masing-masing guru mata pelajaran pada proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter. Berikut berbagai aspek yang menjadi tema pokok dalam penelitian ini meliputi beberapa temuan yaitu: Dalam proses pendidikan karakter di kelas implementasi dan integrasi pendidikan karakter belum dapat dikatakan berjalan dengan cukup baik. Pada hasil observasi dari tahap perencanaan pembelajaran sampai proses evaluasi pembelajaran, terdapat banyak sekali nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada mata pelajaran IPS, IPA, dan Kesenian, Penjaskes yang menjadi pokok kajian dalam penelitian. Tapi jika ditinjau dari segi penilaian belum ada format penilaian yang commit to user
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jelas. untuk mengukur keberhasilan memang diperlukan format penilaian yang jelas. Tanpa penilaian yang jelas maka suatu proses implementasi tidak dapat dikatakan berhasil. Terdapat banyak kendala-kendala dalam proses implementasi pendidikan karakter. Kendala dasar yang dihadapi guru-guru dalam proses integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar salah satunya secara psikologis siswa-siswinya memiliki ketunaan pada penglihatan mereka atau bisa dikatakan tunanetra. kendala-kendala lain pada setiap mata pelajaran tidak semua materinya bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter serta guru yang kadang-kadang hanya mengajarkan materi saja. Dari kendala-kendala tersebut berimplikasi pada tidak dapat terealisasikannya pendidikan karakter secara holistic pada siswa-siswi di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar - Bali. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala implementasi pendidikan karakter antara lain: guru-guru telah melakukan upaya-upaya untuk merealisasikan proses implementasi pendidikan karakter agar dapat berjalan secara continu. Contohnya secara umum dalam penelitian ini. Pertama, guru selalu berusaha memasukkan nilai-nilai pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran yang diampunya. Kedua, guru selalu mempergunakan metode, serta media pembelajaran
yang
dapat
menumbuhkembangkan
minat
siswa
untuk
menginternalisasi pembelajaran yang dilaksanakan baik itu di luar kelas maupun di dalam kelas. Jadi guru-guru telah berupaya mencari solusi dengan melakukan upaya-upaya yang maksimal dalam setiap proses integrasinya sehingga proses internalisasi dari siswa dapat berjalan baik. commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Praktik Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah mengarah pada pencapaian pembentukkan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan ( Soesetijo, 2010: 464). Pendidikan karakter adalah terobosan baru dalam pendidikan Indonesia untuk memoles dan mengembangkan karakter siswa yang unik dan orisinal. Ini jelas bukan tugas mudah bagi guru. Untuk dapat mengimplementasikan pendidikan karakter dengan baik dan benar maka dibutuhkan persepsi yang benar tentang pendidikan karakter. Dengan memahami arti fundamen pendidikan karakter secara benar, maka serangkain tindakan guru untuk proses integrasi akan lebih terarah dan terpola. Terpola berarti
sesuai dengan
hakekat, makna dan tujuan dari pendidikan karakter. Jadi secara singkat pendidikan karakter hanya akan menjadi sekedar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan kita. Bahkan pendidikan karakter yang dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukkan karakter siswa (Soesetijo, 2010: 465). Guru mempunyai peran sangat fundamental dalam Integrasi nilai-nilai commit to user pendidikan karakter pada siswa. Menurut Karen Bohlin, Deborah Farmer dan
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kevin Ryan dalam Megawangi (2004) ada tujuh kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik atau guru dalam membangun karakter siswa: 1). Para pendidik harus dapat menjadikan dirinya sebagai contoh berkarakter yang baik dan mempunyai komitmen untuk menegakkan kebenaran; 2). Para pendidik harus mampu menjadikan tujuan pembentukkan karakter muridnya sebagai suatu yang prioritas dan merupakan bagian terpenting dari pekerjaan profesionalnya; 3). Para pendidik harus dapat menyampaikan secara diplomasi (bijak) mengenai posisinya pada isu-isu etika, tanpa harus membebani mereka dengan pendapat dan opini pribadi; 4). Para pendidik harus senantiasa mengadakan diskusi tentang isu-isu moral dengan murid-muridnya; 5). Para pendidik harus dapat mengajarkan empati terhadap orang lain; 6). Para pendidik harus dapat menciptakan suasana kelas yang bernuansa karakter. 7) Para
pendidik
harus
dapat
membuat
serangkaian
aktivitas
untuk
mempraktikkan nilai-nilai karakter di rumah, di sekolah dan di komunitas lingkungan. Jadi dapat diasumsikan bahwa seorang pendidik seperti guru mempunyai peran fundamental dalam mensukseskan realisasi implementasi pendidikan karakter di sekolah. Dalam lingkungan sekolah pendidikan karakter bisa diaplikasikan pada proses pembelajaran di kelas. Pada pembelajaran di kelas secara tidak langsung terjadi proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam proses pembelajaran di kelas proses integrasi itu dilakukan secara sistemik. Yang dimaksud sistemik adalah dillalui melalui sistem yang sudah terstruktur yang menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Untuk proses pembelajaran commit to user
157 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuatu bisa dikatakan sistem karena dilakukan dari tahap perencanaan sampai evaluasi. jadi dari hasil wawancara, observasi, serta analisis dokumen pada tahap implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri tingkat SMPLB. Pada proses pembelajaran di kelas khususnya pada mata pelajaran IPS, IPA, dan Kesenian dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Mata Pelajaran IPS Pendidikan karakter pada umumnya bisa diintegrasikan pada semua mata pelajaran yang ada di sekolah. Salah satunya pada mata pelajaran IPS. Proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS bahwasanya dilakukan pada pembelajaran di dalam kelas. Sebelum
proses
pembelajaran
diimplementasikan
guru
wajib
melakukan perencanaan yang matang. Karena proses pembelajaran yang baik hanya hanya bisa diciptakan melalui perencanaan yang baik dan tepat. Keberhasilan suatu proses pembelajaran diawali dengan perencanaan yang sangat matang (Lukmanul, 2008: 1). Menurut hasil observasi dalam perencanaan pembelajaran khususnya pada mta pelajaran IPS guru mempunyai perangkat pembelajaran antara lain: Silabus, Program Tahunan, Program semester, dan Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP). Perencanaan yang
baik
akan
menentukan
setiap
tahapan-tahapan
dalam
proses
pembelajaran khususnya dalam pembelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar. Tapi jika dianalisis secara dokumen Silabus dan RPP dari guru belum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
158 digilib.uns.ac.id
memenuhi standar pendidikan karakter. Pada RPP dan Silabus belum ada analisis perencanaan nilai-nilai karakter yang akan diintegrasikan kepada siswa-siswi di sekolah. Untuk pelajaran IPS pada tahap awal pembelajaran guru mengucapkan salam kepada siswa dan siswa pun memberikan salam kepada guru (merupakan bentuk karakter bangsa saling menghormati antar sesama). Jika kita kaitkan dengan pelajaran IPS ini merupakan interaksi sosial antara guru dan siswa. jadi jika kita kaitkan dengan sosiologi, proses sosial seperti interaksi sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat (Soerjono, 2007: 53). Maka dari pengetahuan tersebut karakter positif dari manusia akan terbentuk. Kemudian sebelum pelajaran dimulai terlebih dahulu diselingi dengan doa (doa mengajarkan siswa untuk selalu patuh dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: bentuk nilai karakter religius). Nilai religius merupakan ciri dari agama yang merupakan ciri sosial manusia yang universal (Ishomuddin, 2002: 29). Jadi pada tahap awal perencanaan pembelajaran di kelas jika ditinjau secara observasi, secara tidak langsung 2 nilai karakter bangsa telah diajarkan guru kepada siswa di dalam kelas seperti: karakter sosial, religius, . Kurikulum yang dipakai pedoman dalam mengajar adalah kurikulum KTSP. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran seorang guru tidak bisa lepas dari metode. Metode pembelajaran merupakan fundamen penting dalam keberhasilan integrasi ilmu yang dilakukan guru pada mata pelajaran yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
159 digilib.uns.ac.id
diajarkan. Metode dimaknai sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil observasi di lapangan menunjukkan dalam pemilihan metode guru menggunakan metode yang bervariatif. Metode yang bervariatif berfungsi untuk memberikan variasi dalam proses pembelajaran agar pembelajaran tidak bersifat monotun dan membuat pembelajaran lebih lebih inovatif dan mengasikkan. Fakta ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran IPS di kelas VIII, pada saat proses pembelajaran di dalam kelas guru menggunakan metode ceramah, dan sekali-sekali guru mendekati siswa yang dirasa kurang faham tentang materi yang telah dijelaskan. Pendekatan individual mendominasi pada setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Untuk model pembelajaran yang digunakan. Guru menggunakan model Contextual Teaching Learning (CTL). CTL Merupakan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar di kelas. Faktanya dapat terlihat ketika guru ketika guru menjelaskan materi ajar, acap kali guru selalu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, artinya guru menyesuaikan materi yang diajarkan dengan konteks atau isu-isu yang beredar pada jaman sekarang sehingga siswa berhasil menggali pengetahuannya tidak hanya dari sekolah tapi juga dari luar sekolah. Kebanyakan sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. Cara itu sesuai dengan fungsi otak psikologi dasar manusia. jadi dengan kata lain semua orang memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk menemukan makna dalam kehidupan mereka (Jhonson, 2009: 62). Makna itulah yang sebenarnya yang commit to user
160 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimaksudkan oleh guru pada mata pelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar untuk memberikan pengetahuan kepada siswa sekaligus melakukan proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter. Penggunaan media pembelajaran dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Media pembelajaran pada mata pelajaran IPS berguna untuk menunjang keberhasilan di dalam mencapai tujuan pembelajaran IPS. Media pembelajaran merupakan suatu sarana yang sangat penting di dalam menunjang kreativitas siswa untuk belajar. Media pembelajaran juga bisa digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilainilai positif pada siswa. Berdasarkan obrsevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar jika ditinjau secara universal pada jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran dan integrasi pendidikan karakter antara lain: Buku-buku IPS terpadu untuk SLTP kelas VII, VIII, IX. Buka pegangan guru serta buku khusus tulisan Braillo untuk siswa. tujuan penyediaan media pembelajaran berupa buku Brailo khusus siswa. Agar siswa dapat membaca buku pelajaran yang telah disediakan. Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa di dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajara IPS terpadu. Penggunaan media pembelajaran berimplikasi pada hal positif, seperti guru dapat menambah keterampilan mereka di dalam mengajar dan siswa dapat menambah wawasan dengan media yang digunakan dalam proses pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
161 digilib.uns.ac.id
Untuk proses evaluasi pada mata pelajaran IPS. Berdasarkan hasil observasi, hasil analisis wawancara dapat dilaporkan bahwa jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru IPS di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar - mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Penilaian proses berlangsung ketika guru IPS melakukan tanya jawab kepada siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung contoh yang bisa diamati ketika guru IPS memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa. Pada proses kegiatan tanya jawab secara lisan, guru memberikan pertanyaan kepada siswa, kemudian siswa menjawab pertanyaan yang ditanyakan kepada guru. Siswa yang berhasil menjawab akan dicatat pada sebuah buku agenda guru. Instrumen yang digunakan antara lain: Pertanyaan lisan, yang ditanyakan secara spontan oleh guru kepada siswa Sedangkan penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis. Pertanyaan tentu saja berhubungan dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Untuk format penilaian pada hasil observasi, guru tidak mempunyai format penilaian yang jelas. Sebenarnya format penilaian merupakan hal sangat penting di dalam menentukkan jenis penilaian yang kita lakukan pada siswa di sekolah. dengan penentuan yang jelas maka guru akan dapat memberikan penilaian yang objektif. Pada pelajaran IPS di SLB/A Negeri Denpasar tingkat SMPLB guru telah melaksanakan evaluasi baik dari segi proses maupun hasil. Kedua evaluasi merupakan syarat dari KTSP. Pada intinya evaluasi proses dilakukan commit to user
162 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis instrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo. Jadi evaluasi mutlak diperlukan untuk mengetahui hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran di sekolah. Hasil obsevasi wawancara dan analisis dokumen. Format penilaian kurang jelas sehingga dari segi ilmiah yang dilakukan melalui evaluasi dapat dikatakan tidak berhasil karena belum adanya bukti otentik berupa penilaian khusus untuk pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Jadi dalam potret pembelajaran IPS secara utuh di SLB/A Negeri Denpasar. Proses pembelajaran IPS di kelas VIII tingkat SMPLB. Pada pengamatan tersebut dapat diamati implementasi proses integrasi pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru. Implementasinya direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata di dalam kelas dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran. Tindakan yang nyata dan bukan semata bukan dalam bentuk teoritis saja diperlukan untuk untuk mencapai hasil yang pasti dari pelaksanaan pembelajaran khususnya IPS. Pada proses pembelajaran IPS dapat diamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VIII tingkat SMPLB. Dalam proses pembelajaran tersebut Standar Kompetensi:
Memahami proses kebangkitan nasional;
Kompetensi dasar: Menguraikan proses terbentuknya keasadaran nasional, identitas Indonesia, dan pergerakan kebangsaan. Proses pembelajaran pada commit to user
163 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertemuan itu indikatornya antara lain: 1. Jalan menuju lahirnya nasionalisme; 2. Perkembangan pergerakan nasional. Dalam catatan dokumentasi melalui RPP, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah dintegrasikan guru kepada siswa-siswa tunanetra. contohnya pada indikator mengandung unsur karakter kebangsaan yang secara tidak sengaja diintegrasikan kepada siswa yaitu dalam indikator pertama dan kedua mengandung karakter kebangsaan yaitu: Cinta tanah air, yang ditunjukkan dengan cara siswa diajak untuk menganalisis pengaruh yang ditimbulkan terbentuknya kesadaran nasional dan siswa diharapkan mampu memahami perkembangan pergerakan nasional di Indonesia. Dalam pengamatan yang dilakukan materi pokok yang diajarkan antara lain: 1. Terbentuknya kesadaran nasional. Materi tersebut mengajarkan siswa untuk selalu mencintai tanah air mereka. Cinta tanah air merupakan nilai-nilai pendidikan karakter yang harus di integrasikan pada setiap generasi penerus bangsa.
Langkah-langkah pembelajaran di SLB/A Negeri Denpasar pada
mata pelajaran IPS, guru seperti biasa mengucapkan salam kepada siswa. Kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. Sebelum terjadinya proses pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter religius. Karakter religius merupakan karakter penting yang harus selalu dijunjung oleh siswa, guru, dan masyarakat secara kompleks. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
164 digilib.uns.ac.id
Kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan: pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: Coba jelaskan secara singkat tiga program politik etis, guru sengaja memancing daya kritisi siswa agar siswa selalu siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kemudian dilanjutkan pada kegiatan inti. Kegiatan inti pada proses pembelajaran sangat penting untuk dilaksanakan karena dalam kegiatan inti terjadi proses integrasi mata pelajaran serta nilai-nilai fundamental seperti pendidikan karakter. Pada kegiatan inti,
guru menjelaskan tiga program
politik etis setelah itu kemudian guru memberikan penjelasan tentang organisasi-organisasi awal pergerakan nasional seperti budi utomo, serikat islam, indische partij dan juga organisasi pergerakan kedaerahan, pergerakan pada masa radikal serta pergerakan masa modern. Pada proses pembelajaran guru menggunakan pendekatan individual kepada siswa. Dalam prinsip individual guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan ataupun ketidakmampuan untuk menyerap materi pelajaran di sekolah (Aqila Smart, 2012: 80). Pendekatan individual dilakukan karena notabennya siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar adalah anak tunanetra. Metode yang digunakan untuk menjelaskan materi adalah metode ceramah. Ceramah merupakan metode konvensional yang masih eksis digunakan guru dalam proses pembelajaran di sekolah. Pada saat menjelaskan materi sejarah pada pertemuan itu, terjadi proses integrasi commit to user
165 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan karakter. Pada saat itu guru menjelaskan kepada siswa agar selalu mengingat perjuangan pahlawan-pahlawan kita. Secara tidak langsung guru mengajarkan siswa untuk selalu mempunyai semangat kebangsaan, serta rasa cinta tanah air. Penutup, guru merangkum materi yang telah diuraikan. Keterampilan menutup pembelajaran sangat penting bagi seorang guru (Made Wena, 2010: 20). Proses merangkum materi merupakan bagian refleksi yang bertujuan untuk mengingatkan kembali mengenai materi yang telah diuraikan di kelas. Kemudian dalam proses selanjutnya guru memberikan tugas rumah kepada siswa. Tujuan pemberian tugas rumah
agar siswa belajar mandiri dalam
mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Terakhir guru mengucapkan salam penutup kepada siswa tahap interaksi terakhir dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Pada proses pembelajaran IPS guru sudah berusaha untuk mengintegrasikan pendidikan karakter pada materi yang diajarkan. Jadi intinya tahapan-tahapan yang terstruktur akan menghasilkan hasil pembelajaran yang maksimal khususnya
pada proses
integrasi materi pelajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter.
commit to user
166 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Mata Pelajaran IPA IPA Merupakan salah satu mata pelajaran Terpadu yang selalu diajarkan di sekolah. IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter siswa. Melalui pelajaran IPA nilai-nilai pendidikan karakter dapat diintegrasikan pada siswa. berikut tahapan-tahapan proses pembelajaran serta proses integrasi pendidikan karakter pada setiap tahapannya. Dalam tahap perencanaan pembelajaran guru mata IPA pada tingkat SMPLB mempunyai perangkat pembelajaran yang hampir sama dengan mata pelajaran kesenian. perangkat pembelajaran itu meliputi: Silabus, Program Tahunan, Program Semester, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Tujuan dari penyusunan perangkat pemebelajaran ini agar pembelajaran lebih berjalan secara tersrtuktur. Jadi dari hasil observasi dan wawancara guru mata pelajaran IPA menyadari betapa pentingnya perencanaan pembelajaran sebagai realisasi dari proses implementasi pembelajaran secara holistic. model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPA. Menggunakan berbagai macam metode. Hal ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran IPA di kelas VII, VIII, IX jenjang SMPLB guru menggunakan berbagai macam pendekatan untuk memberikan internalisasi kepada siswa mengenai hakikat dari pembelajaran IPA. Untuk metode pembelajaran guru menggunakan metode pendekatan individual.
Prinsip individual dalam prinsip pembelajaran untuk anak commit to user
167 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tunanetra merupakan prinsip umum dalam pembelajaran manapun (Aqila Smart, 2012: 82). Jadi hal tersebut dilakukan untuk mengetahui secara detail karakter masing-masing individu anak-anak tunanetra. Untuk model pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran IPA sesuai dengan hasil observasi lapangan dan hasil observasi dokumen berupa RPP guru menggunakan model dan Direct Instruction dan Cooperatif Learning. Kedua model
pembelajaran
secara
tidak
langsung
menyatu
dalam
proses
pembelajaran IPA di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran guru memberikan arahan langsung kepada. Pada saat proses pemberian arahan langsung, guru telah menjalankan prinsip Direct Instruction. Cara ini lazim digunakan oleh guru yang menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning. Seperti pada hasil observasi secara langsung guru memberikan ceramah terlebih dahulu sebelum guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi secara langsung. Jika ditinjau secara holistic model Direct Instruction berlangsung ketika guru membimbing siswa untuk jalan-jalan ke lapangan.
. Dalam
kegiatan lapangan guru memberikan instruksi kepada siswa untuk mencatat apa yang ditemukan dilapangan dengan cara meraba dan mendengarkan. Seperti dalam intruksi guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengintepretasikan sendiri. Setelah mengintepretasikan sendiri siswa diajak mendiskusikan hasil temuan mereka untuk dipresentasikan. media pembelajaran yang digunakan dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alat-alat peraga seperti tiruan tubuh manusia, commit to user
168 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerangka manusia dan alat-alat media pembelajaran seperti buku Braillo. Fungsi dari media pembelajaran IPA yang dipergunakan guru antara lain, untuk melatih kepekaan indra peraba dari siswa tunanetra. Dengan pengenalan secara langsung kepada alat-alat atau media pembelajaran diharapakan siswa dapat mengetahui secara langsung seperti organ-organ tubuh yang ada dalam manusia, serta menambah ketertarikan siswa dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan siswa melatih indra peraba dan pendengaran mereka untuk mengetahui bentuk dan nama-nama organ tubuh manusia yang mereka raba dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Penggunaan
media
pembelajaran
yang
bervariasi
bertujuan
untuk
mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri anak tunanetra secara optimal (Aqila Smart, 2012: 82).
Hasil wawancara dan observasi
menunjukkan fungsi dari media pembelajaran ini antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam menambah pengetahuan mereka di bidang pelajaran IPA. Baik itu dalam hal membaca buku pelajaran IPA, serta mengetahui secara lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya ada di dalam ala mini. sehingga dari sini bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter bangsa mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
seperti: rasa ingin tahu, kreatif,
169 digilib.uns.ac.id
dan bekerja keras untuk dapat bisa
memperoleh ilmu yang dipelajari. Secara singkat fungsi media pembelajaran pada mata pelajaran IPA melatih keterampilan proses. Keterampilan proses sangat penting untuk dilakukan karena dalam keterampilan ini yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak. Jika kita kaitkan dengan nilai-nilai pendidikan karakter keterampilan berpikir merupakan karakter kebangsaan kreatif, rasa ingin tahu, dan kreatif (Said Hamid Hasan, 2010). Keterampilan berpikir melatih daya intelegensi, walaupun siswa tersebut mempunyai kekurangan di dalam indra mereka. Untuk evaluasi. proses evaluasi yang dilakukan oleh guru IPA di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Penilaian proses berlangsung ketika guru IPA ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi. Kemudian hasil diskusi tersebut dipresentasikan dan dijelaskan di depan kelas yang dilakukan di tempat duduk mereka masing-masing. Jenis evaluasi proses pada dasarnya mutlak diperlukan karena disamping mengetahui hasil belajar, guru juga harus melakukan penilaian dalam proses belajar (Zainal, 2011: 72). Jadi penilaian proses merupakan suatu hal yang wajib dialkukan karena peneliaan tidak mutlak harus dilakukan pada penilaian berupa test akhir. Untuk penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis. Penilaian commit to user
170 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil merupakan refleksi dari siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dijelaskan oleh guru. Jadi pada tahap refleksi tersebut karakter mandiri akan terbentuk. Jadi untuk tahap evaluasi di SLB/A Negeri Denpasar guru telah berhasil mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu selalu mengajarkan siswa untuk mandiri. Untuk penilaian setiap pertemuan memiliki sistem penilaian yang berbeda-beda untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada RPP bagian lampiran. jadi dalam format penilaian pada mata pelajaran IPA, guru memiliki sistem penilaian yang bernekan ragama mulai dari tahap awal penilaian yang sering disebut penilaian proses sampai pada akhir penilaian yang disebut dengan penilaian hasil. Tujuan tidak lain sebagai bahan pertimbangan dari guru di dalam memberikan penilaian yang objektif kepada siswa pada mata pelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar. Dalam pelajaran IPA guru telah melaksanakan evaluasi baik dari segi proses maupun hasil akan tetapi kekurangannya disini guru terlalu terfokus pada penilaian kelompok sehingga penilaian secara individual tidak dapat terealisasikan dengan baik. Pada intinya evaluasi proses dilakukan melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis instrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo karena siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar adalah anak tunanetra. commit to user
171 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tapi jika ditinjau dari format penilaian yang dilakukan kurang jelas. ilmialitas yang dilakukan melalui evaluasi dapat dikatakan tidak berhasil karena belum adanya bukti otentik berupa penilaian khusus untuk pendidikan karakter pada mata pelajaran IPA. Dalam potret pembelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar dapat diamati proses pembelajaran IPA di kelas VII tingkat SMPLB. dalam pengamatan tersebut dapat dilihat adanya proses integrasi karakter yang dilakukan oleh guru. Berikut proses pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang telah di observasi. Pada proses pembelajaran IPA dapat diamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VII tingkat SMPLB. Dalam proses pembelajaran tersebut Standar
Kompetensi:
Memahami
keanekaragaman
makhluk
hidup.
Kompetensi dasar: Mengklasifikasi makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki. Indikator: 1. Membedakan makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya
berdasarkan
Mendeskripsikan
ciri
khusus
pentingnya
kehidupan
kalsifikasi
yang makhluk
dimilikinya; hidup;
2. 3.
Mengklasifikasikan beberapa mahkluk hidup di sekitar berdasarkan ciri yang dimiliki. Dalam catatan dokumentasi, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah diintegrasikan guru kepada siswa-siswa tunanetra. Contohnya pada indikator mengandung unsur karakter yang secara tidak langsung dapat diintegrasikan kepada siswa. indikator yang pertama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
172 digilib.uns.ac.id
sampai indikator ketiga mengandung karakter kebangsaan yaitu: Rasa ingin Tahu. materi yang diajarkan antara pada proses pembelajaran antara lain:1. Ciri-ciri mahkluk hidup; 2. Tata nama mahkluk hidup Adapun langkahlangkah pembelajaran di kelas VII SMPLB dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada saat masuk kelas seperti biasa guru mengucapkan salam kepada siswa kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. Kemudian sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter Religius yang harus selalu dijunjung tinggi oleh guru maupun siswa. Doa lazim dilakukan dalam mata pelajaran yang lain. Karena karakter religius merupakan karakter utama yang harus diajarkan kepada siswa di sekolah manapun tak terkecuali di sekolah khusus seperti SLB/A Negeri Denpasar. Masuk ke kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Guru memberikan motivasi berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengundang daya kritis siswa di dalam menjawab pertnyaan yang telah diajukan. Pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: 1. Bagaimanakah cara mengelompokkan makhluk hidup; 2. Apakah nama ilmiah dari tanaman padi. Kemudian siswa-siswi mencoba untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru secara singkat dan kritis. Sifat kritis jika kita mengacu pada bagan 2 commit to user
173 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berarti siswa telah berhasil berolah pikir sesuai dengan inovasi yang mereka miliki. Pada saat proses awal ini telah terjadi interaksi yang positif antara guru dan siswa. Tahap awal dalam proses pembelajaran IPA telah berjalan sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh guru. Pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru memadukan antara model pembelajaran CTL, Cooperatif Learning, Direct Instruction. Dilihat dari segi metode pembelajaran guru menggunakan metode observasi, Ceramah, Diskusi kelas. Berikut proses kegiatan inti pembelajaran yang telah diobservasi peneliti secara langsung di kelas VII tingkat SMPLB. Pertama. Siswa dibimbing oleh guru jalan-jalan ke halaman sekolah. Dalam proses ini guru memberi intruksi kepada siswa untuk mencatat makhluk hidup yang ditemukan. Dengan memberi intruksi dan arahan kepada siswa untuk mencatat makhluk hidup yang ditemukan, guru telah menggunakan model pembelajaran CTL dan Direct Instruction. CTL karena secara langsung telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari sendiri mahkluk hidup yang ada disekolah dengan cara mereka sendiri yaitu dengan mengandalkan indra peraba mereka. Metode observasi juga menjadi pedoman dalam proses ini.
Direct Instruction karena sebelum guru
membiarkan siswa mengkontruksi sendiri, terlebih dahulu guru memberikan intruksi kepada siswa agar siswa tidak salah arah. Kedua, siswa dibimbing oleh guru mendiskusikan tujuan klasifikasi makhluk hidup. Diskusi berarti guru telah menerapkan model Cooperatif Learning. Dalam proses diskusi karena jumlah siswa yang tidak banyak. Guru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
174 digilib.uns.ac.id
hanya membaginya menjadi 1 kelompok kerja. Dalam diskusi ini sekali-sekali guru membimbing siswa agar proses diskusi berjalan dengan baik. Seperti biasa siswa menggunakan alat Pen sebagai alat tulis dan Riglet sebagai pencetak huruf Braille di kertas yang telah dibawa oleh siswa. Siswa disuruh mengambil alat peraga seperti belalang, kupu-kupu, udang, dan labalaba agar siswa mengetahui secara jelas seperti apakah jenis-jenis dan bentuk mahkluk hidup yang ada. Ketiga. Kegiatan selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa mempresentasi hasil diskusi yang telah dikerjakan. Pada saat presentasi terjadi interaksi antara guru dan siswa. Pelajaran berlangsung cukup interaktif antara guru dan siswa. pada proses ini guru memberikan konfirmasi pada siswa jika ada jawaban siswa yang salah. Pada tahap konfirmasi guru juga mengulang dan menegaskan kembali mengenai tata nama ilmiah. Keempat. Kegiatan akhir: pada kegiatan akhir guru beserta siswa merangkum dan mebuat kesimpulan mengenai kalasifikasi mahluk hidup dan tata nama ilmiah. Guru membagikan evaluasi untuk dikerjakan siswa, setelah selesai langsung dikoreksi. Setelah selasai pelajaran tidak lupa guru menutup dengan doa sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan yang maha esa karena pelajaran telah berjalan dengan baik dan lancar. Pada pembelajaran IPA guru telah memperagakan model pembelajaran yang atraktif inovatif dan menyenangkan. Jadi dalam proses pembelajaran IPA integrasi pendidikan karakter telah dapat direalisasikan secara baik kepada siswa. nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan jika mengacu pada Said commit to user
175 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hamid Hasan (2010) seperti: nilai - nilai religious, komunikatif, kreatif, dan rasa ingin tahu. Dan jika mengacu pada De induk pendidikan karakter (2010) siswa telah diajarkan intellectual development (olah pikir) untuk selalu mengkritisi inovasi dalam suatu pemikiran.
c.
Mata Pelajaran Kesenian Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum,
kesenian
dapat
mempererat
ikatan
solidaritas
suatu
masyarakat
(http://carapedia.com/pengertian_definisi_kesenian_menurut_para_ahli_info491/.ht ml/Diakses /29/07/2012) . Jadi Mata pelajaran kesenian merupakan salah satu
mata pelajaran yang dapat membentuk karakter siswa di sekolah. Hasil observasi menunjukkan untuk mata pelajaran Kesenian Pada pembelajaran didalam kelas seperti biasa guru mengucapkan salam kepada siswa dan siswa pun memberikan salam kepada guru (merupakan bentuk karakter bangsa saling menghormati antar sesama). Kemudian sebelum pelajaran dimulai terlebih dahulu diselingi dengan doa (doa mengajarkan siswa untuk selalu patuh dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: bentuk nilai karakter religius). Jadi secara tidak langsung selain mengajarkan seni sebagai fokus kajian mata pelajaran. Kesenian juga mengajarkan siswa commit user Maha Esa. untuk selalu bertakwa kepada TuhantoYang
176 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi pada tahap awal perencanaan pembelajaran di kelas, secara tidak langsung 2 nilai karakter bangsa telah diajarkan guru kepada siswa- siswi di kelas. Kurikulum yang dipakai pedoman dalam mengajar adalah kurikulum KTSP. Beralih pada metode pembelajaran. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memilih metode guru menggunakan berbagai macam metode pembelajaran. Praktek tersebut dapat terlihat ketika pada mata pelajaran kesenian di kelas VII jenjang SMPLB sebelum menuju pada praktek bermusik guru terlebih dahulu memberikan arahan berupa teori-teori materi pembelajaran
serta
pertanyaan
kepada
siswa.
praktek
tersebut
membuktikkan bahwa memang metode konvensional seperti ceramah wajib dipakai untuk setiap proses pembelajaran di sekolah tak terkecuali di SLB/A Negeri Denpasar Bali. pada proses pembelajaran ini guru juga menggunkan metode lifeskill hal ini dapat terlihat ketika guru memberikan praktek pada siswa di ruang kelas yang digunakan untuk bermusik. dalam metode lifeskill secara tidak langsung guru mengajarkan karakter kebangsaan kepada siswa: karakter rasa ingin tahu: yaitu itu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya. Untuk metode pendekatan menggunakan pendekatan individual. karena hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan khusus kepada siswa agar siswa lebih terfokus dan dapat mengikuti pelajaran kesenian secara terstruktur. Jadi metode pendekatan individual tidak hanya digunakan pada commit to user
177 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mata pelajaran IPS, dan IPA. Metode pendekatan individual juga digunakan pada mata pelajaran Kesenian. Tujuan penggunaan metode individual dalam mata pelajaran Kesenian agar integrasi materi dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya dapat diintegrasikan dengan baik. Pendekatan Individual
jika
dikaitkan
dalam
praktek
kesenian
berfungsi
mengoptimalisasi proses pembelajaran berbasis life skill untuk anak-anak tunanetra. Dengan pendekatan individual guru dapat memperhatiakan secara detail segala perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap individu (Aqila Smart, 2012: 84). Khususnya kemampuan dalam menerima pelajaran bermusik pada pembelajaran praktek kesenian di SLB/A Negeri Denpasar. Untuk model pembelajaran yang digunakan guru Contextual Teaching Learning (CTL). Merupakan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar di kelas. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional (Nurhadi, Agus Gerrad, 2009: 6). Jadi dalam pembelajaran kontekstual penumbuhan minat belajar melalui pengalaman langsung untuk merangsang minat belajar (Nurhadi dkk, 2004: 9). Fakta kompleksitas dan multidimensionalitas tersebut dapat terlihat ketika pelaksanaan praktek pembelajaran Kesenian di SLB/A Negeri Denpasar. Dalam praktek tersebut guru memperkenalkan jenis-jenis lagu modern untuk di mainkan dalam praktek Kesenian. Dengan pengenalan terhadap lagu modern, berarti guru telah menjalankan konteks kekinian, dengan memperkenalkan lagu-lagu yang mungkin sering mereka dengarkan hari-hari. Dengan demikian guru telah memadukan proses commit to user
178 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran disekolah dengan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Proses ini mengindikasikan bahwa guru kesenian memang sudah menerapakan model pembelajaran CTL. Karena pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru ( Nurhadi dkk, 2004: 19). Untuk media Pembelajaran, berdasarkan obersevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran kesenian di SLB/A Negeri Denpasar
pada
jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alat-alat music modern seperti gitar, Drum, Bass, Keyboard, alat-alat music tradisional seperti seperangkat gambelan serta ruang music sebagai tempat guru-guru memberikan praktek bermusik kepada siswa-siswa tunanetra khususnya jenjang SMPLB. Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi. Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa di dalam mata pelajaran khususnya dalam mata pelajaran kesenian kesenian.. Dari hasil wawancara
dan
hasil
observasi
menunjukkan
fungsi
dari
media
pembelajaran ini antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa di dalam berolah skill. Baik itu dalam hal mendengarkan, memainkannya sehingga dari sini bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, secara tidak langsung commit to user
179 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat menumbuhkan karakter bangsa mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: rasa ingin tahu, kreatif, dan bekerja keras untuk dapat bisa memperoleh ilmu yang dipelajari. Evaluasi pada mata pelajaran Kesenian dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Jika kita kaitkan dengan pembelajaran di sekolah wujud dari proses penilaian itu antara lain: meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Berdasarkan hasil observasi, hasil analisis dokumen dapat dilaporkan bahwa jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru Kesenian di dalam melakukan penilaian pada saat berlangsungnya proses belajar – mengajar meliputi evaluasi proses dan evaluasi produk atau hasil. Penilaian proses berlangsung ketika guru kesenian melakukan tanya jawab kepada siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung contoh yang bisa diamati ketika guru kesenian memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa. Instrumen yang digunakan antara lain: 1. Pertanyaan lisan; daftar pertanyaan . Sedangkan penilaian hasil dilakukan guru ketika memberikan test berupa pertanyaan tertulis dan praktek bermusik secara langsung. Dalam praktek bermusik walaupun mereka adalah anak tunanetra guru selalu memberikan penilaian yang objektif. Dalam penilaian praktek guru memberikan hasil penilaian secara kelompok dan secara individul. Tujuan dari penilaian ini agar siswa bisa belajar berkolaborasi dengan siswa-siswa yang lain serta selalu mengajarkan mereka untuk selalu bisa mandiri di dalam melakukan sesuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
180 digilib.uns.ac.id
Dalam penilaian praktek guru memberikan pelatihan kepada siswa. kemudian guru mengindikasikan kepada siswa untuk menunjukkan hasil latihan yang mereka lakukan kemudian guru melakukan penilaian kepada siswa. Untuk format penilaian setiap pertemuan memiliki sistem penilaian yang berbeda-beda untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada RPP bagian lampiran. jadi dalam format penilaian pada mata pelajaran kesenian, guru memiliki system penilaian yang heterogen mulai dari tahap awal penilaian yang sering disebut penilaian proses sampai pada akhir penilaian yang disebut dengan penilaian hasil. Tujuan tidak lain sebagai bahan pertimbangan dari guru di dalam memberikan penilaian yang objektif kepada siswa pada mata pelajaran Kesenian. Dalam pelajaran Kesenian guru telah melaksanakan evaluasi baik dari segi proses maupun hasil. Kedua evaluasi inilah yang dikehendaki oleh KTSP. Pada intinya evaluasi proses dilakukan melalui pengamatan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan siswa, dan evaluasi hasil dilakukan dengan memberi tugas siswa, dengan jenis intrumen seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Jawaban ditulis menggunakan Pen dan tulisan Braillo. Serta penilaian praktek seperti bernyanyi dan memainkan alat musik dan mendengarkan lagu. Jadi dalam pengamatan diatas dapat dikatakan proses evaluasi sangat dipengaruhi oleh beragam pengamatan. Seperti yang dikemukakan Sax (1980: 18) bahwa “ evaluation is a process trought which a value judgement commit to user
181 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
or decision is made from the backround and training of the elevator”. Jadi evaluasi
adalah
suatu
proses
sistematis
dan
berkelanjutan
untuk
menentukkan kualitas nilai berdasarkan pertimbangan tertentu di dalam mengambil suatu keputusan (Zainal Arifin, 2011: 5). Jadi evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembelajaran di sekolah khususnya pada pembelajaran kesenian di sekolah. Pada potret pembelajaran Kesenian di SLB/A Negeri Denpasar dapat diamati proses pembelajaran Kesenian di kelas VII tingkat SMPLB. dalam pengamatan tersebut dapat dilihat adanya proses integrasi karakter yang dilakukan oleh guru. Pada proses pembelajaran Kesenian dapat diamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VII tingkat SMPLB. Dalam proses pembelajaran tersebut Standar Kompetensi: Mengapresiasi karya seni musik, Komptensi dasar: menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan lagu daerah setempat, dalam pembelajaran pada pertemuan itu indikatornya antara lain: 1. Mengidentifikasi jenis-jenis lagu etnik dari daerah setempat; 2. Mengidentifikasi elemen-elemen musik, irama, tempo, nada, dinamika dari lagu daerah tersebut; 3. Mendeskripsikan lagu (permainan pergaulan) yang ada didaerah setempat. Dalam catatan dokumentasi melalui RPP, jika mengacu pada RPP maka secara tidak langsung terdapat karakter yang sudah dintegrasikan guru kepada siswa-siswa tunanetra. contohnya pada indikator mengandung unsur karakter kebangsaan yang secara tidak sengaja diintegrasikan kepada siswa yaitu dalam indikator yang pertama mengandung karakter kebangsaan yaitu: commit to user
182 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cinta tanah air, yang ditunjukkan dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis lagu dari daerah etnik setempat. Yang kedua mengadung karakter kebangsaan: Rasa ingin tahu, yang ditunjukkan dengan menidentifikasi elemen-elemen musik, irama, tempo, nada, dinamika dari lagu daerah tersebut. Dalam pengamatan yang dialakukan peneliti materi yang diajarkan antara l ain: 1. Musik; 2. Praktek Musik. Adapun langkah-langkah pembelajaran di kelas VII SMPLB dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pada saat masuk kelas guru mengucapkan salam kepada siswa kemudian siswa juga mengucapkan salam kepada guru. Kemudian sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu diselingi dengan doa. Doa sebelum pembelajaran dimulai merupakan nilai karakter religious yang harus selalu dijunjung tinggi oleh guru maupun siswa. Kemudian
masuk
ke
kegiatan
pendahuluan.
Pada kegiatan
pendahuluan terjadi proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab berbagai hal yang terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan disajikan: pada kegiatan tersebut pertanyaan yang diajukan seperti: coba sebutkan lagu-lagu daerah yang kalian kenal. Kemudian dilanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti siswa diberikan mendengarkan lagu
“Tanase” melalui kaset/ VCD. Hal ini
dilakukan karena siswa tunanetra memiliki hendaya penglihatan jadi pengenalan lagu melalui media VCD adalah hal yang penting dalam proses pengenalan lagu kepada siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya commit to user
183 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada tingkat SMPLB. . Kemudian tahap kedua setelah selesai mendengarkan lagu “Tanase” siswa diajarkan belajar memahami intpretasi lagu Tanase untuk melatig daya kognitif siswa (merupakan bentuk karakter bangsa: kreatif: yaitu sikap Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki). Ketiga. Kegiatan selanjutnya guru dan siswa mempelajari lagu “ Tanase” dengan diiringi musik (Gitar, Drum, Kyeboard). Dalam kegiatan ini guru
dengan
cekatan
mengajarkan
siswa
untuk
selalu
seksama
mendengarkan setiap petikan nada dari setiap lagu “ Tanase”. Keempat Menyanyikan lagu “ Tanase ” dengan diiringi musik dan ekspresi permainan pergaulan. Jadi dalam tahap keempat secara tidak langsung guru mempergunakan model CTL dalam proses pembelajaran ini. Pada saat proses
ini
pembelajaran
menyenangkan
hal
ini
berlangsung secara kreatif, tampak
dari
ekspresi
siswa
dinamis yang
dan selalu
memperhatikan apa yang diarahkan oleh guru. Kegiatan akhir. Pada kegiatan akhir diadakan test bernyanyi untuk mengetahui kemampuan siswa di dalam bernyanyi. Test bernyanyi yang diberikan guru bertujuan untuk menanamkan sifat mandiri kepada siswa bahwa mereka mempuyai kemampuan untuk bisa dan selalu berusaha dan bekerja keras untuk belajar. Jadi secara jika ditinjau secara observasi pada proses pembelajaran Kesenian telah terintegrasi berbagai macam nilai-nilai karakter bangsa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
184 digilib.uns.ac.id
Walaupun secara holistik belum bisa diintegrasikan, tapi nilai-nilai karakter yang diajarkan dapat terintegrasikan dengan baik. Tapi jika ditinjau melalui penilaian belum dapat dikatakan berhasil karena belum adanya format penilaian khusus mengenai proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Kesenian. Jadi secara bukti otentik, bukti ilmiah belum menunjukkan hasil yang seungguhnya. Jadi proses integrasi melalui tahap ini belum dapat terealisasikan secara optimal.
d. Mata Pelajaran Penjaskes Berdasarkan hasil observasi di lapangan. Proses awal yang dilakukan guru penjaskes. Pada tahap awal guru mengajak siswa ke halaman depan sekolah untuk berkumpul terlebih dahulu. Kemudian guru mengintruksikan siswa agar berbaris dilapangan (merupakan bentuk karakter disiplin), kemudian guru mengucapkan salam kepada siswa dan memulai kegiatan pembelajaran dengan doa. Pada proses tahap awal ini karakter religious, disiplin mulai diintgrasikan kepada Siswa. berdoa merupakan bentuk karakter religious yang harus diintegrasikan, karena mengajarkan mereka untuk selalu ingat kepada Tuhan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara model dan metode yang digunakan guru dalam proses integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes antara lain: menunjukkan bahwa dalam memilih metode guru penjaskes memang menggunakan metode demonstrasi. Metode ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
185 digilib.uns.ac.id
memang lazim digunakan dalam pembelajaran penjaskes pada umumnya. Hal ini dapat terlihat ketika pada mata pelajaran penjaskes di kelas VII, VIII, IX jenjang SMPLB guru memperagakan metode demonstrasi, dapat dilihat ketika guru memberikan contoh mengenai permainan yang akan diperagakan kepada siswa. pada saat proses pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan proses permainan yang diintruksikan oleh guru. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses, serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan. Contohnya: dalam observasi secara lansung. Setelah memberi intruksi mengenai tata cara permainan Boorgol (permainan khusus untuk anak tunanetra) kepada siswa melalui ceramah, contoh langsung serta melalui pendekatan individual yang dilakukan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih grupnya sendiri dan memainkan permainan, tetapi guru tetap memberikan pengawasan kepada siswa karena secara gerak mereka lebih terbatas dari anak-anak awas pada umumnya. Berdasarkan obrsevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran Penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar pada jenjang SMPLB media pembelajaran yang digunakan guru dalam menunjang proses pembelajaran antara lain: alat-alat olah raga seperi: Bola khusus anak tunanetra, meja tenis meja untuk anak tunanetra, serta alat-alat olahraga lainnya seperti papan catur khusus tunanetra. Media pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi. Pada intinya media pembelajaran yang baik akan menunjang prestasi siswa. Hal ini dapat commit to user
186 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilihat pada kemampuan siswa melatih indra peraba dan pendengaran mereka di dalam bermain permainan olahraga yang diajarkan oleh guru. Seperti permainan boorgol dan tenis meja. Dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan fungsi dari media pembelajaran ini antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam menambah pengetahuan mereka di bidang pelajaran Penjaskes. Sehingga dari sini bisa diamati bahwa media pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan pembelajaran kepada praktek siswa-siswa tunanetra tingkat SMPLB, secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter bangsa mengacu pada Said Hamid Hasan (2010) seperti: rasa ingin tahu, kreatif,
dan bekerja keras untuk dapat bisa
memperoleh ilmu yang dipelajari, kerjasama, sportivitas. Secara singkat fungsi media pembelajaran pada mata pelajaran Penjaskes melatih keterampilan proses. Keterampilan proses sangat penting untuk dilakukan karena dalam keterampilan ini yang diajarkan dalam pendidikan Penjaskes memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir secara afektif serta paling
penting ketrampilan-keterampilan
psikomotorik yang dapat berkembang pada anak-anak tunanetra. Sesuai hasil observasi dilapangan proses evaluasi pada mata pelajaran penjaskes antara lain: Penilaian dengan pengamatan: dalam proses ini guru mengamati segala tindak laku siswa pada saat praktek pembelajaran dilakukan. Kedua: peragaan dan demonstrasi. Tahap yang terkahir guru commit to user
187 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan praktik bermain kepada siswa untuk memberikan penilaian langsung kepada siswa. Pada potret pembelajaran Penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar. Peneliti memotret proses pembelajaran Penjaskes di kelas VIII tingkat SMPLB. dalam pengamatan tersebut peneliti melihat adanya proses integrasi karakter yang dilakukan oleh guru Penjaskes. Berikut proses pembelajaran dan integrasi karakter pada mata pelajaran Penjaskes. Pada proses pembelajaran Penjaskes peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas VIII tingkat SMPLB. Berikut tahapantahapan proses praktek pembelajaran penjaskes di kelas VIII tingkat SMPLB. Pertama, kegiatan awal. Pada kegiatan awal guru mengajak siswa ke lapangan, guru mengintruksikan kepada siswa untuk berbaris dilapangan. Kemudian setelah selesai berbaris guru mengintruksikan kepada siswa untuk berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Berdoa merupakan bentuk karakter religious yang selalu diajarkan guru sebelum memulai pelajaran. Setelah memulai kegiatan dengan doa, guru mengintruksikan siswa untuk melakukan pemanasan awal untuk memanaskan otot-otot untuk menghindari cedera pada saat memasuki kegiatan inti. Pada tahap
pemanasan
guru
mengecek
kesiapan
siswa dan
membenarkan gerakan siswa jika salah. Pada saat proses praktek pelajaran penjaskes. Guru yang mengajar pada saat itu berjumlah tiga orang. Masingmasing guru mengawasi setiap gerakan-gerakan siswa. jadi dalam tahap ini guru menggunakan pendekatan individual. Pada tahap awal, pemimpin commit to user
188 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemanasan
diganti silih berganti. Tujuannya mengajarkan siswa untuk
menjadi pemimpin. Dalam hal tersebut secara tidak langsung guru telah mengajarkan siswa karakter bangsa: yaitu tanggung jawab, dalam hal ini, tanggung jawab menjadi seorang pemimpin. Jadi dapat juga disimpulkan dalam olahraga mengandung nilai-nilai kejujuran dan sportivitas. Karena itu mrupakan langkah sangat maju untuk memposisikan kembali olahraga dengan nama mata pelajaran Penjaskes Kedua, Setelah pemanasan, langsung ke kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru membagi siswa menjadi dua kelompok tim Borgol sejenis permainan menjaga dan melempar Bola. Bola yang dipakai adalah bola khusus untuk tunanetra, di dalam bola tersebut berisi lonceng yang dapat menimbulkan suara, tujuan saat melempar bola mengeluarkan suara sehingga melalui indra pendengaran siswa bisa menebak kemana arah bola itu dilempar. Dua kelompok di bariskan pada dua arah yang berlawanan. Dua kelompok team akan dipertandingkan. Tata cara permainan Boorgol, bola dilemparkan dan digelindingkan dan tim lawan menjaga bola. Jika bola yang dilemparkan lolos dari penjagaan maka tim yang melemparkan bola, akan mendapat point satu. Dengan syarat bola yang dilempar di melambung ke atas. Jika melambung ke atas makan akan dinyatakan out.
Jadi dalam permainan ini murid diajarkan untuk
bekerjasama secara team untuk melempar dan menjaga Bola. Jadi secara tidak langsung integrasi karakter bangsa seperti: sifat kerja sama, dan rasa kebersamaan dapat terintegrasi pada prilaku siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB. Pertandingan berjalan dengan seru kedua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
189 digilib.uns.ac.id
team sama-sama bersemangat untuk mendapatkan point. Akhirnya setelah siswa-siswi telihat lelah guru mengakhiri pertandingan boorgol. Kegiatan selanjutnya guru mengintruksikan kepada siswa untuk melakukan pelemasan otot agar otot kembali rileks dan tidak mengalamai cedera. Keempat, setelah pertandingan boorgol selesai dipertandingkan guru selalu berpesan kepada siswa. untuk selalu menjaga sportivitas karena kalah – menang adalah suatu hal yang biasa dalam suatu pertandingan. Kemudian guru mengintruksikan kepada siswa untuk saling bersalaman (merupakan bentuk nilai karakter kebangsaan yaitu selalu bersahabat dan menghargai teman).
2. Kendala Implementasi Pendidikan Karakter Kendala merupakan hal yang lazim dalam suatu proses implementasi. Untuk mensukseskan proses implementasi kendala kerap muncul dalam proses realisasunya. Menurut hasil observasi dan wawancara kendala-kendala yang dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter jika ditinjau secara umum. Mengacu pada hasil wawancara, kendala-kendala yang sering di dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter. Karena siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar secara psikologis berbeda dengan anak-anak normal mereka memiliki hendaya penglihatan atau yang lebih dikenal dengan tunanetra. menurut Bandhi Delphi (2006) Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera penglihatan untuk mengikuti segala kegiatan commit to user
190 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belajar. Pada umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan cara rabaan atau taktil karena kemampuan indera peraba sangat menonjol untuk menggantikan indera penglihatan. Sehingga secara psikologis berbeda dengan anak-anak awas. Karena
psikomotorik atau gerak berbeda dari anak normal karena
mereka memiliki kekurangan dalam hal penglihatan sehingga sedikit berpengaruh pada daya kognitif dan afektif mereka dalam kehidupan seharihari baik itu di luar sekolah maupun di sekolah. Kendala tersebut memang merupakan sesuatu hal logis yang dialami guru-guru dalam proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar Bali. Hasil observasi menunjukkan dalam proses pembelajaran pendidikan karakter tidak bisa diintegrasikan secara holistik. Dalam hal penentuan nilai. Guru kesulitan menentukan nilai-nilai karakter apa saja yang bisa dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang mereka ampu. Karena pedoman tentang unsur-unsur yang masuk dalam pendidikan karakter belum dipahami secara baik. Jadi secara singkat hal tersebut mengindikasikan pendidikan karakter hanya akan sekedar menjadi wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan kita. Pendidikan karakter yang dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukkan karakter siswa (Soesetijo, 2010: 465). Sehingga secara realitas tidak dapat diimplementasikan secara optimal.
3. Solusi Mengatasi Kendala Implementasi Pendidikan Karakter Dari hasil temuan di lapangan dapat di diamati dengan seksama bahwa commit user di dalam suatu kendala-kendala yang to ada, terdapat solusi untuk mengatasinya.
191 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal tersebut dapat diamati dari proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar yang kerap kali kali mengalami kendala dalam realisasinya, tetapi di balik kendala-kendala yang di hadapi guru-guru di SLB/A Negeri Denpasat terdapat upaya solusi untuk mengatasinya. Berikut hasil temuan dilapangan mengenai upaya solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala dalam proses implementasi dan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah, yang dalam penelitian ini di fokuskan pada empat mata pelajaran IPS, IPA, Kesenian, dan Olahraga. a. Mata Pelajaran IPS Tujuan utama ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu pembelajaran yang boleh dikatakan dapat membentuk karakter peserta didik jika diimplementasi dan diintegrasikan secara baik. Di SLB/A Negeri Denpasar-Bali pendidikan karakter diintegrasikan pada seluruh mata pelajaran salah satunya mata pelajaran IPS. Upaya-upaya dalam memberikan solusi yang dilakukan guru IPS dalam pembentukkan karakter siswa berkebutuhan khusus di SLB/A Negeri Denpasar melalui pembelajaran IPS untuk lebih jelasnya dapat diamati pada hasil wawancara, kuisioner, dan observasi secara langsung di SLB/A Negeri Denpasar.
commit to user
192 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi dalam catatan lapangan hasil wawancara ini dalam pembelajaran IPS nilai-nilai karakter yang dapat diambil antara lain: semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta cinta terhadap lingkungan. Jadi IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter. Dalam proses sosialisasi pada nilai-nilai masyarakat secara universal. Dalam observasi secara langsung pada saat proses pembelajaran di dalam kelas Solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada anak-anak tunanetra, dilakukan tidak hanya sebatas pada pengintegrasian nilai-nilai pada materi pelajaran yang diajarkan saja akan tetapi pembentukkan karakter itu dapat dilihat pada bagaimana cara guru mengajarkan disiplin pada siswa-siswa pada saat proses pembelajaran IPS dimulai. Pada saat proses pembelajaran dimulai siswa-siswi selalu diajarkan agar selalu mengikuti pembelajaran secara tertib: hal ini merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu disiplin. Jadi kedisiplinan merupakan suatu dasar dari pembentukkan karakter selanjutnya. Dalam proses pembelajaran upaya-upaya lain yang dilakukan guru IPS yang dapat memberikan solusi dalam mengatasi kendala implementasi pendidikan karakter antara lain: pada setiap awal semester guru memberikan siswa buku mata pelajaran IPS berhuruf Braillo. Tujuannya supaya siswa bisa belajar sendiri, dan diharapkan melalui pemberian buku IPS berhuruf Braillo dapat menumbuhkembangkan minat membaca pada setiap siswa. Walaupun tidak bisa membaca secara normal, tapi mereka tetap bisa membaca walaupun commit to user
193 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan cara meraba: Hal ini merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu gemar membaca, mandiri, dan rasa ingin tahu. Jadi guru mata pelajaran IPS khususnya pada tingkat SMPLB telah berupaya melakukan solusi dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra untuk mempunyai karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka memiliki suatu keterbatasan baik itu dilihat dari segi kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, dan memiliki hendaya penglihatan. Walaupun demikian mereka merupakan generasi penerus bangsa yang secara holistic harus diberikan pengetahuan tentang pendidikan karakter. Jadi dalam mata pelajaran IPS banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan untuk dapat diberikan kepada siswa. b. Mata Pelajaran IPA Upaya-upaya untuk memberikan solusi dalam mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus pada mata pelajaran IPA. Model pembelajaran kontekstual menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kendala dalam proses implementasi pendidikan karakter khusunya pada mata pelajaran IPA. Pendekatan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran IPA perlu dilakukan agar siswa dapat berpikir secara konteks, logis dan bisa menemukan hakikat dari pembelajaran itu sendiri (termasuk dalam Trustwothiness,
bentuk
karakter yang membuat commit to user
seseorang
menjadi
194 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berintegrasi). . Jadi menurut guru IPA di SLB/A Negeri Denpasar model pembelajaran kontekstual sangat sesuai dengan system pembelajaran jaman sekarang,
yang
menuntut
siswa
supaya
aktif
untuk
menemukan
pengetahuannya sendiri. Sesuai dengan apa yang dipaparkan Johnson. “ Contextual teaching learning enables students to connect the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meanin. It enlargers their personal context furthermore, by providing students with fresh experience that stimulate the brain to make new connection and consecuently, to discover new meaning” (Johnson, 2002) . “(CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru)” (Johnson, 2002). Pada tahap ini karakter siswa akan terbentuk melalui pengalamanpengalaman yang mereka alami.
CTL adalah proses pendidikan yang
bertujuan membantu siswa melihat makna dan materi yang dipelajari dengan kehidupan isi kehidupan sehari-hari ( Rusman, 2011: 190). Dari pengalaman akan terbentuk karakter yang kuat yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Metode yang digunakan dalam upaya pengintegrasian nilai-nilai karakater pada pembelajaran IPA, adalah
metode pendekatan individual
karena anak tunanetra memang mempunyai kekurangan di dalam penglihatan, wajib bagi guru bekerja extra dan melakukan pendekatan- pendekatan khusus agar mata pelajaran yang di ajarkan dapat terintegrasi dengan baik. Karena integrasi pembelajaran yang baik akan membantu memudahkan guru untuk commit to useryang salah satunya pendidikan memadukan mengintegrasikan nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id
195 digilib.uns.ac.id
karakter yang diajarkan pada siswa di sekolah. Jadi dalam hasil wawancara di atas menyatakan metode individual wajib digunakan untuk memhami karakteristik dari anak-anak tunanetra sehingga guru lebih mudah melakukan pendekatan kepada siswa sehingga pembelajaran di dalam kelas dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran yang baik berarti memudahkan guru melakukan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampu seperti pada mata pelajaran IPA. Kenyataan dilapangan menunjukkan pada pembelajaran IPA guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB, telah melakukan upaya-upaya maksimal di dalam proses integrasikan pendidikan karakter kepada peserta didik. Contoh guru-guru selalu memberikan pertanyaan kepada siswa saat pembelajaran IPA. Hal ini menunjukkan guru secara tidak langsung mengajarkan siswa karakter untuk selalu berpikir kritis, dan selalu sigap di saat menghadapi sesuatu. Dalam segi media pembelajaran guru-guru sudah mengupayakan berbagai media pembelajaran yang bisa diraba secara langsung oleh siswa tunanetra pada tingkat SMPLB seperti: media kerangka tubuh manusia, serta patung organ-organ tubuh manusia. Fungsi dari media pembelajaran ini secara tidak langsung menumbuhkan karakter bangsa yaitu rasa ingin tahu siswa untuk mengetahui bentuk-bentuk kerangka tubuh manusia, serta bentukbentuk organ-organ tubuh yang dimiliki oleh manusia. Dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung dapat dikatakan guru sudah menyadari bahwa, pada mata pelajaran IPA anak commit to user
196 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tunanetra belajar melalui proses pendengaran dan perabaan, karena bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi melalui observasi perabaan benda-benda riil, dalam tempatnya yang bersifat alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan suhu, dan sebagainya.
Dengan
demikian
mereka
lebih
mudah
untuk
menginternalisasikan mata pelajaran IPA serta nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya. Dapat dijelaskan disini untuk mata pelajaran IPA pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar, guru-guru sudah berupaya semkasimal mungkin untuk dapat membentuk karakter peserta didik agar mempunyai kepribadian yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Jadi pada mata pelajaran IPA guru bukan hanya mengajarkan materi yang diajarkan. Akan tetapi dibalik materi yang diajarkan guru berusaha mengembangkan materi-materi pembelajaran tersebut untuk bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter. Dengan demikian dapat dikatakan IPA bukan hanya mata pelajaran yang bisa membentuk daya pikir siswa menjadi lebih logis. IPA memberikan solusi dalam membentuk karakter kebangsaan siswa contohnya: nilai karakter mandiri, berpikir kritis ikut mewarnai dan berintegrasi dengan pendidikan karakter sebagai suatu hal yang terpisahkan. Jadi dengan demikian guru mata pelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar sudah berupaya memberikan solusi terbaik untuk meminimalisir kendala yang dihadapi guru dalam proses implementasi dan integrasinya. commit to user
197 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Mata Pelajaran Kesenian Upaya-upaya solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala karakter anak berkebutuhan khusus melalui mata pelajaran Kesenian antara lain dapat dilihat pada hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan observasi peneliti secara langsung pada guru Kesenian tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar. dalam mata pelajaran kesenian hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya pembentukkan karakter anak, antara lain: dengan mengajarkan dapat menghargai orang lain berarti mereka akan dapat menyadari betapa pentingnya hasil karya seni yang dihasilkan oleh diri mereka sendiri baik itu hasil karya seni yang bersifat besar maupun yang bersifat kecil. Jika melihat hasil observasi menunjukkan upaya dalam mencari solusi yang dilakukan guru dalam pembentukkan integrasi nilai-nilai karakter pada siswa-siswi tunanetra khususnya pada tingkat SMPLB
antara lain: Guru selalu berupaya
menyisipkan nilai-nilai karakter pada setiap materi ajar yang diajarkan sehingga nilai-nilai karakter
bisa diintegrasikan secara baik pada mata
pelajaran kesenian. Hal ini dapat terlihat jelas pada saat siswa-siswi diterjunkan dalam praktek yang bersifat psikomotorik seperti mengajarkan siswa bermain alat musik tradisional maupun modern. Pengenalan secara langsung pada praktek bermusik ini bertujuan agar siswa mampu untuk menambah daya kreativitas siswa-siswi dalam hal bermusik. Melalui aplikasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
198 digilib.uns.ac.id
praktek ini diharapkan siswa-siswi ini menjadi generasi penerus bangsa yang selalu menghargai dan selalu senantiasa menjaga tradisi-tradisi peninggalan nenek moyang hal ini ditunjukkan pada pengenalan terhadap musik-musik tradisional. Jadi guru-guru mata pelajaran kesenian di SLB/A Negeri Denpasar sudah melakukan upaya-upaya untuk membentuk karakter siswa-siswi/ anakanak berkebutuhan khusus agar mempunyai karakter kebangsaan yang bersifat Indonesianis. Walaupun pada mata pelajaran kesenian nilai-nilai karakter tidak dapat diintegrasikan secara holistik kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar yang notabennya adalah anak yang memiliki hendaya penglihatan atau lebih sering disebut tunanetra. d. Mata Pelajaran Penjaskes Dalam mata pelajaran Penjaskes banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa di integrasikan jika diaplikasikan secara baik dan benar. Akan tetapi hal itu akan menjadi kendala jika tidak dapat diaplikasikan dan diinternalisasikan secara benar. Menurut hasil wawancara uapaya-upaya yang dilakukan guru dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra cukup bervariasi. Sesuai dengan hasil observasi di lapangan dapat diamati pada saat proses pembelajaran penjaskes, hampir Sembilan puluh persen penilaian dilakukan melali praktek-praktek yang bersifat psikomotorik (gerak). Pada saat pembelajaran berlangsung guru berusaha semaksimal mungkin untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar dengan cara sebagai berikut: commit to user
199 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada saat proses pembelajaran dimulai guru selalu menanamkan sifat sportivitas, kejujuran, serta kerjasama kepada siswa. Contohnya: sebelum memulai pelajaran guru selalu mengintruksikan siswa berdoa. Berdoa merupakan nilai karakter religius yang wajib untuk dilakukan setiap hari. Berikut dapat dilihat pada saat guru mempraktekkan permainan Borgol. Pada saat permainan Borgol berlangsung siswa dibiarkan bekerjasama untuk menghalau bola yang dilemparkan oleh pihak lawan. Siswa diajarkan untuk selalu mempunyai sifat jujur dalam setiap pertandingan. Siswa diharapakan selalu bersifat sportif, karena dalam suatu pertandingan pasti ada yang menang dan kalah, serta tidak lupa menutup pelajaran dengan doa sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Karena semua yang telah direncanakan berjalan dengan baik ( Bentuk karakter religius ). Jadi dapat dikatakan dalam pelajaran penjaskes guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar-Bali sudah melakukan upayaupaya yang maksimal untuk dapat membentuk karakter anak-anak berkebutuhan khusus. Pembentukkan karakter anak-anak berkebutuhan khusus ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes . Hasil
wawancara
mengindikasikan
bahwa
guru-guru
selalu
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa agar selalu berjuang. Perjuangan merupakan awal dari kesuksesan khususnya dalam meraih prestasi dibidang apapun. Kekurangan fisik bukan merupakan kendala bagi mereka yang ingin meraih prestasi. Jadi dari hasil wawancara dan observasi yang peneliti amati, upaya-upaya yang dilakukan guru sudah menunjukkan bahwa, commit to user
200 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan karakter
sudah terintegrasi dengan baik khusnya pada mata
pelajaran penjaskes. Walaupun masih terdapat sejumlah kendala-kendala di dalam pembentukkan karakter anak-anak berkutuhan khusus pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.
commit to user
201 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan temuan penelitian dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: Mata pelajaran di SLB/A Negeri Denpasar - Bali yang menjadi inti dari proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar antara lain: mata pelajaran IPS, IPA, dan Kesenian, Penjaskes. Terdapat banyak nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan ke dalam mata ketiga mata pelajaran tersebut, contohnya nilai karakter religius, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan gemar membaca. Proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dilakukan pada saat terjadinya proses pembelajaran. Tahapan-tahapan Proses pembelajaran tersebut antara lain, dari tahap perencanaan sampai tahap evaluasi. Tapi jika ditinjau secara holistik implementasi pendidikan karakter tidak terintegrasi secara optimal. Dari perangkat pembelajarn masih menggunakan RPP dan Silabus non karakter. Sehingga analisis integrasi nilai-nilai karakter yanga diintegrasikan pada mata pelajaran IPS, IPA, Kesenian dan Penjaskes tidak jelas. Dari segi format penilaian belum jelas sehigga belum ada acuan patokan penilaian yang dipakai guru untuk menentukkan apakah implementasi pendidikan karakter dapat diimplementasikan denga baik. Kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan karakter antara lain: pada saat proses integrasi berlangsung guru-guru sering sekali mengalami kendala secara psikologis karena siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar commit to user
202 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan siswa yang tidak mempunyai fisik yang sempurna sehingga dalam impelementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar, membutuhkan penanganan khusus dan metode pembelajaran yang khusus. Kendala lain dalam implementasi pendidikan karakter adalah materi dari setiap mata pelajaran yang diajarkan, karena tidak semua materi bisa diintegrasikan pada nilai-nilai pendidikan karakter serta kurangnya pemahaman dari guru tentang pendidikan karakter. Dari faktor guru. Guru kurang memahami hakekat serta nilai-nilai yang bisa dikatagorikan pendidikan karakter. Dari perangkat pembelajaran seperti RPP silabus tidak menunjukkan perencanaan nilai-nilai karakter yang akan diintegrasikan pada siswa sehingga sulit untuk menentukkan nilai-nilai karakter yang akan diintegrasikan pada siswa. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala implementasi pendidikan karakter antara lain: guru selalu berupaya melakukan integrasi pendidikan karakter pada setiap materi yang diajarkan khususnya pada mata pelajaran IPS, Kesenian, IPA, dan Penjaskes. Solusi lain yang dilakukan antara lain guru selalu berupaya menyediakan media pembelajaran untuk siswa. Melalui media pembelajaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan daya kreativitas siswa di dalam berolah pikir. Model dan metode juga menjadi solusi di dalam integrasi pendidikan karakter. Jadi, dapat disimpulkan bahwa solusi yang dilakukan antara lain. melakukan pendekatan secara individual, memberikan metode dan model pembelajaran yang dapat diterima siswa, serta media pembelajaran juga dijadikan solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan karakter.
commit to user
203 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Implikasi implementasi pendidikan karakter bagi siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar antara lain, banyak nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan pada siswa-siswi. Contoh konkrit nilai-nilai pendidikan karakter yang paling sering diajarkan dalam proses pembelajaran di kelas maupun diluar kelas meliputi nilai karakter religius, mandiri, jujur, toleransi, disiplin, serta cinta tanah air. Keterlibatan sekolah, guru, dan siswa merupakan syarat fundamental dalam mensukseskan implementasi pendidikan karakter. Integrasi nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah berimplikasi pada pengaruh sikap positif dari siswa, guru, dan sekolah, untuk selalu mengembangkan implementasi pendidikan karakter bukan dalam bentuk teori saja, tapi seyogyanya bisa diterapkan secara realitas dalam konteks kekinia secara continu pada kehidupan bermasyarakat. Implementasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar, khususnya pada pembelajaran di kelas maupun di luar merupakan sarana penting dalam pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter untuk siswa di sekolah, agar dapat di internalisasikan dengan baik. Karena dalam proses pembelajaran tersebut terjadi interaksi secara terstruktur dari guru dan siswa.
Karena saat proses
pembelajaran, terdapat tahapan-tahapan implementasi pembelajaran yang harus dilalui dan dilakukan secara baik dan benar. Jadi proses terstruktur ini selain berimplikasi positif pada proses pemberian materi yang diajarkan guru kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar. Proses terstruktur juga berpengaruh positif pada proses integrasi nilai-nilai fundamental kepada siswa-siswi seperti nilai-nilai pendidikan karakter yang bernilai universal. Jadi proses pembelajaran di SLB/A commit to user
204 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negeri Denpasar baik sifatnya in class atau out class dapat berpengaruh positif untuk pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter secara baik dan benar. Pada proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter, guru selalu melakukan pendekatan individual kepada siswa. pendekatan individual tersebut mengindikasikan bahwa guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar telah berupaya untuk menyajikan proses pembelajaran yang maksimal dengan mempergunakan metode-metode pembelajaran yang inovatif. Implikasi penerapan metode-metode pembelajaran yang inovatif
untuk
siswa-siswi tunanetra di SLB/A Negeri
Denpasar. Siswa-siswi bisa menginternalisasi dan merefleksikan sesuatu yang diajarkan guru secara optimal walaupun mereka adalah anak-anak yang memiliki kekurangan dalam penglihatan mereka atau lazim disebut anak tunanetra. jadi dengan internalisasi dan refleksitas yang baik dari siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar, nilai-nilai pendidikan karakter yang notabennya menjadi unsur utama dalam pembentukkan karakter siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar bisa mengarahkan sifat siswa kearah yang lebih positif, untuk diterapkan secara continu di masyarakat. Pada implementasinya menunjukkan bahwa terdapat banyak kendalakendala yang dihadapi dalam merealisasikannya implementasi pendidikan karakter secara optimal. Contohnya seperti, pada saat proses implementasi berlangsung guru-guru kesulitan dalam melakukan proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter karena siswa-siswi di SLB/A Negeri Denpasar mempunyai kekurangan dalam penglihatan mereka. Hal lain yang menjadi kendala utama implementasi pendidikan karakter, kurangnya pemahaman guru mengenai commit to user
205 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hakekat dan tujuan dari pendidikan karakter itu sendiri. Implikasi dari simpulan ini. Kendala-kendala tersebut berimplikasi pada tidak maksimalnya proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa-siswa tunanetra di SLB/A Negeri Denpasar. Sehingga jika tidak segera diatasi akan menggangu proses implementasi pendidikan karakter. Tapi dibalik kendala-kendala tersebut menghasilkan solusi untuk meminimalisasi kekurangan - kekurangan dalam praktik pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar. Contohnya guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar selalu melakukan
upaya-upaya
dengan
menggunakan
metode
khusus,
media
pembelajaran khusus serta cara khusus untuk proses optimalisasinya secara holistik. Jadi implikasi dari upaya-upaya tersebut menghasilkan sebuah metodemetode pembelajaran yang baru dan inovatif, menghasilkan guru-guru yang benar-benar profesional di dalam mengajarkan, mengarahkan, serta menyajikan materi pembelajaran yang bermutu. Selain berhasil memberikan materi pembelajaran secara baik dan benar, guru mampu mengkolaborasikan materi pelajaran yang diajarkan dengan nilai-nilai pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.
commit to user
206 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat di berikan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada Guru Dalam proses implementasi pendidikan karakter di sekolah diharapkan guru di SLB/A Negeri Denpasar mempunyai pemahaman yang komperhensif mengenai pendidikan karakter. Karena dengan
pemahaman yang baik, maka
internalisasi pendidikan karakter akan berjalan dengan baik. Proses integrasi yang maksimal berdampak positif pada proses internalisasi dari siswa-siswi, untuk mengetahui makna dan hakekat dari pendidikan karakter shingga dapat diimplementasikan dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah. 2. Kepada pihak sekolah Kepada pihak SLB/A Negeri Denpasar agar selalu mendukung implementasi pendidikan karakter. Karena sekolah merupakan
lembaga
pendidikan yang notabennya mempunyai peranan penting di dalam membentuk karakter siswa-siswi kearah yang lebih positif. Dengan mendukung implementasi pendidikan karakter maka sekolah telah menjalankan tugasnya sebagai lembaga pendidikan yang selalu menanamkan nilai-nilai positif
kepada siswa, yang
dimana semua prilaku positif tersebut terkandung dalam nilai-nilai pendidikan karakter. Jadi proses pembentukkan bangsa merupakan hal yang sangat urgen untuk ditanamakan pada generasi penerus bangsa. 3.
Peneliti Lain commit to user
207 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagi para peneliti lain diharapkan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa. Karena masih banyak tema mengenai pendidikan yang masih bisa diteliti secara lebih lanjut. Tujuan lain penelitian mengenai pendidikan karakter secara lebih lanjut untuk kedepannya dapat menjadi referensi untuk penerapan pendidikan karakter secara optimal dan terstruktur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Atik Catur Budiarti & Raditya. “Membongkar Pendidikan Karakter” dalam Jurnal MIIPS, Volume 10. No. 1, Maret 2010, hlm 85-97. Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: ALFABETA. Aqila Smart. 2012. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kata Hati. Bandi Delphi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita: Suatu Pengantar Dalam Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Aditama. Budiono Kusumohamidjojo. 2000. Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia: Suatu Problematika Filsafat Kebudayaan. Jakarta: PT. Grasindo. Berkowitz, Marvin W & Bier, Melinda C. 2005. What Works In Character Education: A research-driven guide for educators. Washington DC: Character Education Partnerhip. Crain, William. 2007. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi: Edisi III. (Penterjemah: Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Colby, A. Kohlberg, L. Gibbs, J, & Lieberman. 1983. A Longitudinal Study of Moral Judgment. Dalam Monographs of Society for Research in Child Development. Serial No. 200 Depdiknas. 2003. Pendekatan kontekstual. Jakarta: Depdiknas Denzin, Norman K & Lincoln, Yvonna S. Handbook Of Qualitative Research. (Penerjemah: Dariyatno, Badrus Samsul Fata, Abi, Jhom Rinaldi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Moddern. Jakarta: PT Grasindo. Elizabeth. B Hurlock. 1980. .Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Penterjemah: Istiwidayanti, Soedjarwo). Jakarta: Gelora Angkasa Pratama. Eza Avlenda. 2011. Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Biologi. Disampaikan Pada Seminar Biologi: Bengkulu, 26 Februari 2011. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fertman, Carl I; van Linden, Josephine A. “Character education” . education journals, Volume 28. No.5, December 1999, hlm 18. Gede Raka. 1997. Pendidikan Membangun Karakter. Bandung. Makalah tidak dipublikasikan Getskow, Veronica and Konezal, Dee. Kids With Special Needs: Information and Activites to Promote Understanding. California: The Learning Works. Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Hari Suderadjat. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Bandung: Cipta Cekasa Grafika. Soetopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. . 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Kedua . Surakarta: UNS Press. Hermawan Kertajaya. 2010. Grow with Character: The Model Marketing. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Hill, T.A. 2005. Character First! Kimry Inc. http: //www. Charactercities. Org/ down- loads/ publications/ Whatischaracter. Pdf./Diakses tanggal: 9/01/2012. Hill, CP. 1956. Saran-Saran Tentang Mengajarkan Sejarah. ( Penerjemahan Haksan Wira Sutisna). Jakarta. Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan K. Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: UMM Press. Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press. Jiyanto. 2010. “ Implementasi Pendidikan Krakter di Perguruan Tinggi” dalam Jurnal Penelitian Pendidikan, Volume II, Nomor 1, Desember 2010, hlm 430-436. Jhonson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning: What It Is and Learning: What It Is and Why It Is Here to Stay. Thousands Oaks, California: Corwin Press, Inc. . 2009. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. (Penerjemah: Ibnu Setiawan). Bandung: MLC. Kartini Kartono. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung. Mandar Maju. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kartono, St. 2002. Menebus Pendidikan Yang Tergadai Catatan Reflektif Seorang Guru. Yogyakarta. Plang Press. Ki Hajar Dewantara. 1962. Karya Ki Hajar Dewantara. Bagian Pertama: Pendidikan . Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa. . 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika Kohlberg, L. 1968. Early Education: A Cognitif – development Approach. Child Development, 39, 1013-1062. Laksmi Prihantoro Wirasasmita, dan Lilliasari. 1986. IPA Terpadu. Jakarta: Depdikbud Universitas Terbuka. Lexy Moleong. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Lickona, Thomas. 1987. Character development in the family. Dalam Ryan, K. & McLean, G.F. Character Development in Schools an Beyond. New York: Praeger. . 1991. Educating for Character: How Our Shcools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. Lukmanul Hakiim. 2008 . Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana. Made Wena. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Masnur Muslich. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Muhammad Furqon Hidayatullah. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka. . 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka. Muis, Daniel & Reynolds, David. 2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. (Penerjemah: Helly Prajitno Soetjpto dan Sri Mulyatini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mukhlison. http// www.balinter.net/diakses /20/12 2011. Nurhadi & Burhan Yasin, Dip. Bis & Agus Gerrad Senduk. 2004. Kontekstual dan Penerapannya Dalam Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nurhadi & Gerrad Senduk. 2009. Pembelajaran Kontekstual. Surabaya: JP Books. Patton, Michael Quiin. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. (Penerjemah: Budi Puspo Priyadi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Paul Suparmo. 2005. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Rekapitulasi Keadaan SLB, TKLB, SLTPLB, SMLB Seluruh Indonesia tahun 2004/ 2005. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Said Hamid Hasan 2009. Peguatan Metedologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-
“KEMENDIKNAS.(www. Google.com/ diakses/5/01/2012). Samani M dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Santrock, Jhon W. 2010. Psikologi Pendidikan. (Penerjemah: Tri Wibowo B.S). Jakarta: Putra Grafika. Sarumpaet R.I. 2001. Rahasia Mendidik Anak. Bandung: Indonesia Publishing House. Soerjono Soekamto. 2007. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers Sondang P. Siagian. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology: Teory and Practise. Fourth Edition. Massachusettts: Allyn an Bacom. Smiles,
Samuel. Character. Release Date: 2008.http://www.gutenberg.org/files/2541-h/2541h.htm/diakses/20/01/2012.
Desember
11,
Sofan Amri dkk. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka. Soesetijo. 2010. “Pendidikan Karakter” dalam Jurnal Penelitian Pendidikan, Volume II. Nomor 2, Desember 2010, hlm 458-468. Subijanto. 2003. Pengembangan Pendidikan Terpadu di Sekolah Dasar. http//www.en. Google. Com.diakses/5/1/2012. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sultan Hamengkubuwono X. 2008. Merajut Kembali Ke Indonesiaan Kita. Jakarta: PT Gramedia. Sax, Gilbert. 1980. Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Belmont California: Wads Worth Pub.Co. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi dan Aplikasi. Jakarta : Grasindo. Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan: Bagian 1 Ilmu Pendidikan Teoritis. Bandung: Grasindo. ____________. 2006. Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU RI. Trianto.
2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis – Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Berorientasi Praktis dan
. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Yahya D Khan. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publising Zainal Arifin. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya. (http://www.indomedia.com/sripo/06/07/0706hot1.htm). Diakses tanggal 15/6/ 2011. (http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.htm). Diakses tanggal 15/ 6/ 2011. (http/www.pendidikan_karater.com). Diakses tanggal 17/ 11/ 2011. (http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/pendidikan-anak-luar-biasa).diakses: 16/3/2011). (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus/diakses/16/03/2012). (http/www.pendidikan_karater.com/diakses/ 16/03/2012).
commit to user