ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN
PENDIDIKAN HOMESCHOOLING
DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Aceng Rahmat, M.Pd
DI SUSUN OLEH: Nasori Efendi (no reg: 7317150423) Budiarto (no reg: 7317167489) Hilma Safitri (no reg: 7317167636)
PROGRAM DOKTOR (S3) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan kasih-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang bertemakan “Pendidikan Homeschooling”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Isu-isu Kritis dalam Pendidikan. Dengan mengingat segenap kekurangan dan kelebihan yang ada, kami telahberusaha memaksimalkan diri untuk menyelesaikan tugas ini sebaik mungkin. Namunpenyusun mengerti betul bahwasannya makalah ini masih perlu untuk disempurnakanlagi, mohon pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Pada kesempatan ini pula izinkanlah penyusun dengan segala kerendahan hati danrasa syukur menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantudalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadaridan berharap dengan sepenuhnya bahwa dengan berbagai keterbatasan dan segala kekurangan yang ada dalam makalah ini, semogamakalah ini masih dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Jakarta, Januari 2017
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii ABSTRAK ……………………………………………………..………………… iii BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……….......................................................... 1 B. Tujuan Homeschooling ......................................................... 2 C. Dasar Payung Hukum Homeschooling ................................. 3 D. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling........................... 5
BAB II
PEMBAHASAN ……………………………………………………...7 A. Pengertian dan Sejarah Perkembanan Homeschooling .........................................…..7 B. Perkembangan Homeschooling di Dunia ……………..………9 C. Tokoh-Tokoh Pelopor Homeschooling ……………………..10 D. Pendekatan dan Metode Penerapan Homeschooling..........12 E. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Homeschooling ……………..…. 19 F. Motivasi dan Keterlibatan Orang Tua dalam Penerapan Homeschooling …………………………………………………21 G. Penerapan Homeschooling di Beberapa Negara…………. 24 H. Tantangan Penerapan Homeschooling di Masa Kini dan Masa Depan ……………….……………… 32
BAB III
KESIMPULAN …………………………..……………………….... 35 A. Simpulan………………………………………………………. 35 B. Saran dan Rekomendasi ……………………………………. 35
DAFTAR PUSTAKA
ii
PENDIDIKAN HOMESCHOOLING
oleh: Budiarto, Hilma, Nasori
ABSTRAK Makalah ini membahas tentang pengertian dan perkembangan sejarahhomeschooling di dunia dan di Indonesia,tokoh-tokoh pelopor homescholing, legaliatas homeschooling, pendekatan dan metode penerapan homechooling, klasifikasi dan jenis-jenis homeschooling, motivasi dan keterlibatan orang tua dalam penerapan homeschooling, serta tantangan penerapan homeschooling di kini dan masa depan. Keywords: homeschooling, sejarah, pendekatan dan metode, motivasi dan keterlibatan orang tua
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan homeschooling akhir-akhir ini semakin pesat dan menjadi trends di masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Ramli (2008) bahwa saat ini homeschooling menjadi sebuah trend pendidikan yang diminati masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di kota-kota besar. Akan
tetapi
model
pendidikan
homeschooling
belum
tersosialisasi
sebagaimana mestinya. Akibatnya, sebagian masyarakat menganut dua paradigma yang keliru tentang homeschooling. Pertama, homeschooling adalah jenis pendidikan untuk kalangan selebritis dan anak-anak usia sekolah formal dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Kedua, homeschooling adalah pendidikan alternatif bagi generasi bangsa yang tidak diterima di sekolah formal. Sejatinya, homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar teratur dan sistematis dilaksanakan oleh orang tua,keluarga atau komunitas dimana proses pembelajaran bisa berlangsung kapan dan di mana saja dengan menciptakan suasana kondusif demi mengembangkan bakat dan potensi anak. Dengan tujuan utama mengembangkan potensi anak maka model pendidikan ini bisa dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, tidak terkecuali anak putus sekolah dan anak-anak diwilayah terpencil. Untuk pemerataan akses pendidikan bagi anak yang putus sekolah dan anak di wilayah terpencil, kiranya homeschooling model pembelajaran 1
2
Untuk model homeschooling pembelajaran jarak jauh, anak-anak yang putus sekolah dan wilayah terpencil didaftarkan sebagai anggota komunitas tertentu. Mereka akan dikirimkan modul-modul dan tagihan belajar setiap semesternya. Mereka juga akan mendapatkan rapor dari tugas-tugas yang diberikan oleh komunits penyelenggara. Untuk model sekolah singgah, anakanak akan diberikan modul serta pendampingan sekali seminggu. Mereka juga akan mendapatkan rapor dari tugas-tugas yang diberikan oleh komunitas penyelenggara. Ketika sudah dianggap tuntas dan memenuhi kompetensi yang disyaratkan, mereka bisa mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) untuk mendapatkan Ijazah. B. Tujuan Homeschooling Ramli
(2008)
mengatakan
bahwa
tujuan
dilaksanakannya
homeschooling adalah sebagai berikut: 1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur homeschooling. 2. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup. 3. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
3
C. Dasar Payung Hukum (Legalitas) Homeschooling Apa Dasar Hukum Berdirinya Home Schooling dan Apa Kurikulum yang Dipakai? Kamabara (2007) menegaskan bahwa Home Schooling memiliki dasar hukum yang kuat, sebab berdasarkan UUD pasal 28 (1) disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan
dasarnya,
berhak
mendapat
pendidikan
dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Di samping itu juga menurut UU No. 20 tahun 2003 Sisdiknas pasal 27 ayat 1 mengatakan bahwa: “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Pada ayat 2 “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Home schooling menjadi sah ketika didaftarkan pada dinas pendidikan setempat dengan menyandang status sebagai komunitas pendidikan nonformal. Para siswa yang tergabung di dalam homeschooling diwajibkan mengikuti ujian nasional kesetaraan paket A (setara SD), B (setara SMP) dan C (setara SMA). Sedangkan Asmanai (2012) menyatakan perlu diketahui bahwa siswa yang mengikuti home schooling berhak memperoleh bantuan operasional pendidikan paket A, B maupun C yang lebih kurang masing-masing paket tersebut memperoleh bantuan sebesar antara 300-40 ribu. Pengakuan dari
4
pemerintah menjadi semakin membuat peserta didik maupun orang tua merasa aman ketika mengetahui bahwa sesungguhnya pada tanggal 10 Januari 2007 Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (Asah Pena) Dr. Seto Mulyadi menandatangani MOU bersama dengan Ace Suryadi, Ph.D yang menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. Isi MOU yang ditandangani tersebut menyebutkan bahwa Komunitas Sekolah Rumah merupakan “satuan pendidikan non-formal yang diakui negara.” Ramli (2008) menegaskan dasar hukum homeschooling adalah sebagai berikut: 1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya; 2. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003; 3. UU Nomor 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah; 7.
Keputusan
Menteri
Pendidikan
dan
0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B;
Kebudayaan
Nomor
5
8. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 132/U/2004 tentang Paket C. D. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling Menurut Ramli (2008) banyak alasan anak dan orang tua memilih homeschooling diantaranya: 1. Menyedikan pendidikan moral dan karakter 2. Memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik. 3. Adanya keterbatasan waktu karena aktifitas tertentu, seperti individuindividu yang bergerak dibidang entertainment (artis, model, pelukis, penari dll) dan bidang olahraga (atlet). 4. Memberikan kehangatan dan proteksi, khususnya untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dan cacat. 5. Menghindari penyakit sosial seperti bullying dan narkoba. 6. Mempunyai pengalaman traumaatik di sekolah 7.
Tidak
sesuai
dengan
sistem
pendidikan
formal
seperti
model
pembelajaran, kurikulum yangpadat, waktu, dan proses pembelajaran 8. Mempunyai keterbatasan akses sekolah formal baik dari segi lokasi dan biaya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Homeschooling Ray (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h.14-15) menyebutkan pengertian homeschooling sesungguhnya merupakan pendidikan yang berbasis pada rumah. Selanjutnya Ray mempertegas bahwa homeschooling adalah praktek pendidikan yang secara jelas dikontrol oleh orang tua dalam hal jam sekolah, di mana murid juga bisa turut bernegosiasi tentang masalah jadwal belajar tersebut. Selain dari itu juga homeschooling bisa dipandang sebagai suatu praktek pendidikan di mana jam sekolah bagi anak-anak secara jelas diatur dan diarahkan sepenuhnya oleh orang tua. Lebih lanjut Ray
secara filosofis mendefinisikan
homeschooling
sebagai
berikut:
Homeschooling memerlukan keterlibatan orang tua yang cukup tinggi di dalam kehidupan anak, di mana pendidikannya berorientasi pada suatu komunitas, kesuksesan akademis dan penekanan pada penyampaian nilai budaya oleh keluarga, teman dan komunitas agama tertentu ketimbang komunitas besar yang diatur para pendidik. Hal yang senada juga disampaikan oleh Mayberry dan Knowles (sebagaimana
dikutip
dalam
Sheng,
2014:h14)
yang
menganggap
pendidikan berbasis rumah sebagai cara bagi para orang tua untuk memegang kendali terhadap anak mereka sesuai dengan apa yang 6
7
anak-anak mereka (Caldwell, 1999). Sedangkan Holt awalnya menggunakan kata “unschooling” untuk mendiskripsikan suatu tindakan yang dilakukan oleh siswa atas dorongan orang tua mereka untuk tidak pergi ke sekolah, namun kemudian istilah tersebut disejajarkan maknanya dengan "homeschooling". Selain itu „unschooling‟ bisa juga dimaknai sebagai aktivitas pendidikan yang mengacu pada ciri khusus dari homeschooling yang dianjurkan Holt, yaitu berupa suatu homeschooling yang kegiatan belajarnya berdasarkan pada aktivitas yang terpusat atau mengikuti keinginan siswa itu sendiri.Moore (1991: 1) mendefinisikan homeschooling sebagai pengajaran di sebuah rumah oleh satu atau beberapa orang tua dari anak-anak mereka sendiri. Akan tetapi di dalam konteks Australia, Barratt-Beacock (1997: 14) mengklaim bahwa “pendidikan rumah” atau „home education” terjadi ketika orang tua memilih untuk mendidik anaknya berbasis rumah bukan sekolah. Tetapi jika kita mengacu pada Safran (2008: 36), maka
definisi home
schooling yang disampaikan adalah di dalam konteks UK yang menyatakan bahwa pendidikan rumah merupakan pendidikan yang waktunya penuh, bukan paruh waktu, yang pelaksanaannya berada pada lingkungan dekat rumah tinggal orang tua, sehingga orang tua tersebut dapat ambil bagian langsung di dalam mengawasi para anak mereka sendiri. (Dirangkum dalam Sheng, 2014)
8
B. Perkembangan Homeschooling di Dunia Menurut
Ray
(sebagaimana
dikutip
dalam
Sheng,
2014:h15)
perkembangan pesat pada home schooling terjadi di berbagai negara, baik di Eropa, Amerika maupun Asia. Di Amerika home schooling merupakan jalur pendidikan yang semakin populer (Collom: 2005). Kita ambil satu contoh dari negara Amerika Serikat saja, di mana pada awal tahun 1980an hampir 100% dari siswa yang berusia antara 6-18 mengenyam pendidikan formal di sekolah maupun institusi resmi pendidikan, sehingga pada awalnya jumlah murid home schooling belum begitu signifikan, sehingga belum muncul data statistik yang otentik berkaitan dengan kegiatan home schooling tersebut. Namun data dari National Household Education Surveys (NHES) menunjukan bahwa sejak akhir tahun 1990an home schooling secara garis besar meningkat dari waktu ke waktu, walaupun pada tahun tertentu terjadi penurunan ataupun fluktuasi. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat 850.000 anak dididik di rumah. lalu pada tahun 2001-2002 sekitar 1, 1 juta siwa, sedangkan pada tahun 2005-2006 diperkirakan antara 1.9 hingga 2.4 juta, namun pada tahun 2007 hanya sekitar 1, 5 juta siswa saja. 1 C. Tokoh-tokoh Pelopor Homeschooling Siapakah tokoh di masa lampau yang layak sebagai contoh keberhasilan atau keteladanan dalam pelaksanaan home schooling?
1
Sheng, Xiaoming. (2007). Learning with mothers: A Study of Home Schooling in China. (Rotterdam: Sense Publishers, 2014), h. 16
9
Kemabara (2007) menyebutkan beberapa tokoh homeschooling sebagai berikut. Yang pertama adalah Thomas Alva Edison (1847) yang sekolah pertamanya hanya berlangsung selama 3 bulan sebab guru yang mengajarnya menganggapnya tidak sanggup menangkap penjelasan guru dan lamban dalam belajar. Melihat kenyataan tersebut, ibunya berinisiatif mengajarkan Edison di rumah dan memutuskan untuk tidak bersekolah. Kebetulan ibunya adalah seorang guru, sehingga melalui bimbingan serta pemahaman terhadap bakat dan kemampuan Edison yang unik, ibunya sanggup membuat Edison tumbuh menjadi seorang penemu. Puncaknya adalah ketika pada tahun 1879 dia menemukan lampu pijar pertama yang bisa menyala selama 40 jam. Kemudian tokoh berikutnya adalah Alexander Graham Bell (1847) yang menemukan mikropon dan telepon karena beliau tertarik terhadap pendidikan bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran. Abraham Lincoln (1809) bersekolah hanya setahun lalu melanjutkan belajar sendiri di rumah karena orang tuanya miskin. Dalam perjalanan hidupnya dia terus belajar mengembangkan pengetahuannya dan melakukan berbagai pekerjaan mulai dari sebagai pembelah kayu bakar, tentara, pelaut, juru tulis, kepala kantor pos, pengacara hingga menjadi presiden Amerika Serikat. Tak ketinggalan pula tokoh-tokoh dunia lainnya seperti Galileo Galilei, Mozart, Benjamin Franklin, dan lain-lain sesungguhnya bisa dijadikan sebagai inspirasi maupun pencetus alasan berdirinya suatu home schooling apabila kita melihat perjalanan hidup mereka dan apa yang telah mereka disumbangkan kepada bangsa dan negaranya bahkan dunia.
10
Dari dalam negeri kita sendiri menurut Kamabara (2007) kita memiliki tokoh-tokoh hebat yang dapat menginspirasi kita bahwa homescholing patut untuk dilaksanakan. Contohnya adalah Buya Hamka yang lahir di Sumatera Barat pada tahun 1908. Beliau mengenyam pendidikan formal hingga kelas 2 SD. Namun setelah itu beliau belajar berbagai ilmu, baik ilmu dari negeri barat maupun ilmu agama Islam secara otodidak hingga tumbuh menjadi tokoh agama dan politik. Selain sebagai tokoh agama dan politik yang disegani, beliau juga menghasilkan berbagai karya ilmiah mengenai islam, novel dan cerpen. Di samping itu beliau juga dikenal sebagai wartawan yang handal yang aktif menulis artikel surat kabar dan bekerja sebagai editor maupun sebagai penerbit. Tokoh lainnya yang bisa dibanggakan oleh homeschooling berikutnya menurut Kamabara (2007) adalah K.H. Agus Salim, yang bahkan tidak pernah mengikuti pendidikan formal sama sekali, namun beliau tumbuh menjadi tokoh agama Islam dan politikus yang disegani. Beliau menguasai beberapa bahasa asing, bahkan sangat mahir berdiplomasi dan berdebat dalam bahasa asing sehingga lawan politik dari negara asing tidak hanya segan kepada beliau tetapi juga kagum dan hormat. Beliau bahkan hanya belajar otodidak tanpa bimbingan orang tua. Namun semenjak beliau menikah, istrinya selalu diperintahkan dan dihimbau untuk mengajari anaknya sendiri berbagai ilmu pengetahuan agama maupun pengetahuan dari barat, termasuk juga bahasa asing. Ternyata hasil pendidikan keluarga mereka cukup mencengangkan orang yang berkunjung ke rumahnya pada masa itu,
11
sebab tidak saja anak-anaknya pandai dalam berbagai ilmu pengetahuan, tetapi juga sangat lancar dalam melakukan percakapan dalam bahasa asing. Hal tersebut tentu saja menakjubkan sebab mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi tetapi ilmu yang mereka miliki sungguh luar biasa akibat dari belajar yang dilaksanakan di dalam rumah. D. Pendekatan dan Metode Penerapan Homeschooling Menurut Sheng (2014) beberapa peneliti telah berusaha untuk mendokumentasikan dan merangkum pendekatan pengajaran dari keluarga homeschooling.
Ray
(sebagaimana
dikutip
dalam
Sheng,
2014:26)
menyebutkan bahwa strategi homeschooling yang sukses adalah meliputi: 1. Klasikal. Orang tua mengajarkan cara khusus tentang bagaimana anak belajar menggunakan alat tertentu yang dapat digunakan dalam mata pelajaran apapun. 2. Gaya hidup dari belajar. Belajar dan mengajar dipandang sebagai bagian alami dari kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. 3. Bersekolah di rumah. Belajar dilaksanakan dengan pola yang terstruktur rapi dan seragam dalam hal tata cara seperti sekolah umum, di mana para siswa mengerjakan tugas maupun latihan yang dievaluasi dan dinilai. Sama halnya dengan yang terjadi di sekolah pada umumnya, mata pelajaran di home schoolingyang diajarkanpada metode ini tidak terpadu atau bersifat terpisah. 4. Belajar yang terstruktur atau belajar berurutan untuk menguasai ilmu. Materi yang disampaikan bersifat berurutan, dengan format yang
12
bertahap melalui buku maupun komputer dengan penekanan umpan balik yang langsung diberikan kepada para siswa dari dari guru di home schooling itu. 5. Studi berdasarkan unit yang ditetapkan.Bertujuan agar semua ilmu pengetahuan menjadi saling terkait sehingga apabila disajikan dan dipelajari dengan cara yang terkait juga, maka apa yang dipelajari akan lebih mudah dan lebih lama masuk di dalam ingatan siswa. Materi ajar disusun berdasarkan pada tema-tema yang umumnya dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk mata pelajaran yang saling berkaitan biasanya diajarkan secara bersamaan. 6. Unschooling.
Anak
diberikan
kebebasan
mengeksplorasi
dan
mempelajari apapun yang menarik bagi mereka. 7. Pandangan terhadap dunia (worldview). Pendekatan ini menekankan bahwa pendidikan adalah merupakan suatu nilai dan kepercayaan yang dikendalikan, sehingga kurikulum, materi ajar serta aktivitasnya akan dipadukan dengan pandangan dunia tertentu. Sementara itu Hoffman (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014) mengelompokkan metode pengajaran home schooling ke dalam 4 jenis: 1. Tradisional. Disebut juga sebagai 'kurikulum di dalam kotak', yang merupakan pendekatan home schooling yang paling umum. Materi dan pengajarannya mirip dengan apayang ada pada sekolah umum, hanya saja pelaksanaan proses belajar dan mengajarnya dilaksanakan di rumah.
13
2. Unschooling. Home school ini berfokus pada pilihan yang dibuat individu siswa itu sendiri. 3. Eclectic. Merupakan homeschooling yang bersifat lebih santai dengan berbagai kombinasi. Para orang tua menggunakan berbagai kurikulum umum yang dikombinasikan dan diramu atau diadaptasi sedemikian rupa sehingga pendidikan bisa berjalan dengan nyaman tetapi efektif. 4. Klasikal. Inti dari pendidikan klasikal ini adalah bahwa guru berperan sebagai model di dalam mengolah dan mengukur perkembangan kognitif anak didiknya. Sedangkan,
beberapa
metode
yang
bisa
dikenali
dalam
penerapan homeschooling, yang dikutip dan dirangkum Kompas.com dari berbagai
sumber
(home-school-curriculum-advisor.com)
dengan
penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Metode klasik homeschooling Tahap pertama dari metode ini dimulai ketika siswa memelajari cara belajar dan mengasah kemampuan untuk mengingat banyak hal. Tahap selanjutnya, sudah ada sambungan yang mulai tercipta dari fakta-fakta yang sudah dipelajari. Tahap ketiga, ketika siswa sudah bisa menggunakan sambungan dari fakta-fakta, bisa merumuskan dan mengartikulasikan fakta tersebut dengan pendapatnya sendiri. Metode ini baik digunakan jika Anda: a. terstruktur;
14
b. memiliki keinginan untuk mengevaluasi cara belajar anak Anda berdasarkan standar akademik; c. melihat nilai dari pendidikan yang menempatkan keutamaan pada kata-kata tertulis, baik dalam membaca dan menulis; d. ingin berkonsentrasi pada sastra klasik barat sebagai alat untuk mengembangkan pemikirian kritis; e. memiliki anak yang berorientasi akademis 2. Metode Charlotte Mason Charlotte
Mason
adalah
pengajarannya
seorang
menggunakan
pendidik metode
Inggris
yang yang
metode unik.
Banyak homeschoolers menggunakan metode tersebut untuk mengajar putra-putrinya. Kenapa? a. pelajarannya relatif singkat; b. membuat narasi (dalam bentuk tulisan maupun lisan tergantung pada usia anak); c. memiliki ujian (ujian dilakukan mengambil teori yang sudah dipelajari selama 12 minggu); d. memelajari gambar; e. memelajari musik; f. mempelajari peta, g. memiliki banyak subjek pelajaran. 3. Metode berbasis computer
15
Metode homeschooling menggunakan komputer menjadi lebih populer. Ada peningkatan varietas bagaimana siswa menggunakan komputer sebagai sarana homeschooling mereka. Kurikulum menggunakan komputer memiliki CD atau DVD sebagai sarananya. Selain itu, bisa juga mengambil kelas gratis secara online. Jadi, anak dibebaskan untuk memilih yang ia sukai. Beberapa keuntungan menggunakan homeschooling berbasis komputer: a. melihat nilai menggunakan teknologi modern dan tidak memiliki kekhawatiran berlebih dalam penggunaannya; b. harus menemukan cara untuk tidak banyak terlibat dalam proses sehari-hari. Namun, Anda harus selalu ada jika dibutuhkan untuk memberi bantuan dan bimbingan umum; c. harus mempunyai anak yang senang bekerja dengan kecepatan dan menggunakan komputer. 4. Metode elektik Seperti namanya, dalam metode ini orangtua cenderung menggunakannya berbagai metode homeschooling yang tergantung pada kebutuhan anak. Daripada terhambat dengan satu filosofi atau satu metode, lebih baik mengambil sedikit dari berbagai metode. Namun, metode ini bersifat umum dan baik dilaksanakan jika Anda: a. tidak berkeberatan untuk mencari bahan yang sesuai dengan minat anak Anda; b. tidak keberatan untuk mengikuti gaya dan urutan serta tidak senang menggabung beberapa kurikulum;
16
c.
melihat
nilai
dengan
menggunakan
berbagai
kurikulum
dan
metode homeschooling yang berbeda. Karena dengan melihat banyak metode homeschooling membuat Anda bisa memilih metode terbaik bagi anak Anda; d. memiliki anak yang fleksibel dalam melakukan pembelajaran. 5. Metode textbook atau sekolah tradisional Metode homeschooling berbasis model pada ide tradisional dari sebuah sekolah dengan menggunakan workbook atau buku pelajaran. Belajar dengan menggunakan buku yang digunakan di sekolah mengurangi potensi kesenjangan antara pelajaran yang dipelajari siswa. Metode ini baik dilaksanakan jika Anda: a. ingin anak Anda belajar materi yang sama dengan yang diajarkan di sekolah; b. memelajari cara belajar di sekolah dan anak Anda ingin melakukannya; c. ingin anak Anda dapat menjawab soal dengan baik seperti mengisi titik dibawah ini atau puzzles; d. metode ini memiliki ide yang pasti tentang konten apa saja yang ingin anak Anda pelajari. 6. Metode independen atau belajar sendiri Di dalam metode homeschooling independen, orangtua membantu anak untuk
belajar
cara
belajar,
kemudian
secara
bertahap
anak
akan
menggunakan alat-alat membaca, menulis, aritmatika sendirian. Orangtua
17
tidak hadir untuk mengajar, tetapi lebih untuk membantu anak dalam proses mengembangkan keyakinan agar anak bisa belajar sendiri. Metode ini bisa berhasil jika Anda: a. ingin anak Anda mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri; b. melihat anak Anda mengembangkan keterampilan belajar yang baik selain bantuan keterlibatan Anda; c. Lebih suka memiliki anak yang mengembangkan strategi belajar yang baik dan manajemen waktu sendiri daripada bertanggungjawab kepada orang lain di luar keluarga. E. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Homeschooling Kak Seto (2007:36-40) membagi homeschooling menjdi tiga jenis yaitu: (1) Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain. (2) Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebihkeluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga
18
atlet tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan; (3) Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50. Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain:
terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian
ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
sesuai untuk anak usia di atas sepuluh tahun
menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi.
E. Motivasi
dan
Keterlibatan
Orang
Tua
dalam
Penerapan
Homeschooling Sheng
(2014)
mengungkap
berbagai
sumber
refrensi
yang
menyebutkan bahwa motivasi orang tua terhadap homeschooling berubah
19
dari generasi ke generasi. Van Galen serta Mayberry dan Knowles (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h.20) menyebutkan bahwa pada tahun 1980an motivasinya dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu 'ideologues' (1988) dan'pedagogues"(1989). Di dalam pandangan Van Galen disebutkan bahwa “ideologi keluarga homeschooling” menekankan pada nilai keluarga maupun nilai yang bersifat konservatif di kalangan keluarga mereka sendiri. Di sisi lain Mayberry dan Knowles mengklaim bahwa "rumah para pendidik pedagogis" lebih termotivasi mendirikan home schooling karena pendidikan yang berlangsung di sekolah pada umumnya selama ini dianggap tidak sesuai dengan aspek pendekatan pedagogis yang diinginkan oleh keluarga mereka. Sehingga yang disoroti di sini adalah lebih kepada metode atau pengajaran yang diinginkan oleh keluarga. Dalam hal ini metode pengajaran yang dilakukan di homeschooling dianggap lebih baik daripada metode pengajaran pada sekolah formal pada umumnya. Pada perkembangan selanjutnya motivasi dari homeschooling di Amerika semakin beragam dalam hal alasan pedagogis dan ideologi yang disampaikan, mulai dari masalah rasisme (Caldwell, dkk) hingga alasan untuk memperoleh nilai-nilai dari etnis tertentu yang berlaku pada keluarga mereka (Romm 1993). Princiotta dan Bielick (sebagaimana dikutip Sheng, 2014:p.21) menyebutkan bahwa data dari NHES pada tahun 1999 menunjukan bahwa 49.5 persen motivasi orang tua mengirim anaknya ke home schooling adalah untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, 38.4 persen adalah karena alasan agama, dan 25.6 persen karena kondisi lingkungan sekolah yang
20
kurang cocok untuk belajar. Sedangkan di tahun 2003 menunjukan bahwa 30 persen karena alasan agama atau moral, 31 persen karena lingkungan pendidikan yang mengkhawatirkan akibat beredarnya obat-obatan terlarang dan tekanan negatif dari teman sebaya di sekolah umum. 16 persen karena tidak puas terhadap sistem pengajaran, 7 persen karena anak mereka memiliki gangguan mental ataupun fisik , dan sisanya 7 persen karena anak mereka memiliki kebutuhan khusus. Sheng (2014) menggambarkan cara-cara keterlibatn orang tua dalam keseharian homescholing anak. Sheng juga mengungkap proses pengajaran dan pengalaman keluarga homeschooling melalui kajian ulag dokumen, observasi, dan berbagai bentuk wawancara semi struktur secara kualitatif untuk menggambarkan bagaimana orang tua menyusun pengajarannya di rumah. Menurut Sheng ada 5 aspek utama yang berkaitan dengan pengajaran di rumah: Siapa gurunya? Tanggungjawab pengajarannya, materi ajarnya, bantuan teknologi, gaya pengajaran, proses pengajaran, pengaruh kepercayaan agama, dan outcome dari homeschooling. Siapa guru homeschooling? Orangtua yang mengadakan pendidikan di rumah untuk anak-anak mereka adalah ibu dari siswa. Mereka yang berpendidikan tinggi dan relatif sejahtera dengan pengecualian ibu-ibu yang secara mayoritas hanya mengajarkan kepada anaknya sendiri. Dua dari 24 orang tua dalam penelitiannya sebagaimana dikutip Sheng (2014) dari Galen dan Stevan, menyelenggarakan pendidikan di rumah bagi keponakan, atau anak-anak
21
sanak keluarga seperti anaknya sendiri. Data menunjukkan bahwa ibu-ibu kelas menengah memiliki aspirasi tinggi untuk mendidik anak-anaknya. Mereka mempunyai peran yang krusial dengan keingintahuan yang tinggi terlibat dalam pendidikan maternal bagi anak-anaknya. Ibu homeschooling mengyediakan waktu, tenaga, dan uang serta dukungan emosional dan mental
bagi
pendidikan
anak-anaknya
dan
pengkayaan
budaya
(sebagaimana dikutip Sheng dari Brantlinger et al). Kemauan untuk menginvestasikan
hal
tersebut
digerakkan
oleh
kekuatan
rasa
tanggungjawab sebagai ibu bagi pendidikaan anak.
F. Penerapan Homeschooling di Beberapa Negara Studi Kasus Homeschooling di Shanghai, Cina Fase pendidikan rumah yang modern sudah muncul di Cina sejak tahun 2000, dan pada tanggal 10 Juli 2006, media mengungkap munculnya keberadaan home school yang disebut 'Meng Mu Tang' di kota Shanghai. 'Meng Mu Tang' diambil dari nama ibu pendidikan kuno Meng Zhi. Pada home school yang didirikan pada bulan September 2005 adalah bentuk kekecewaan terhadap sistem pendidikan yang berorientasi pada ujian yang dikekang juga oleh begitu banyak prinsip yang harus diikuti. Model yang diterapkan di dalam home school ini terdiri dari 12 siswa yang mengikuti ajaran Confusian sebagai pendidikan rumah dalam waktu penuh, bukan paruh waktu. Murid yang tergabung di dalam pengajaran tersebut berusia
22
anatara 4-12 tahun. Di dalam model home school tersebut para orang tua umumnya menyewa sebuah vila mewah sebagai tempat belajar. Pengajaran yang dilaksanakan mirip sekali dengan pengajaran kursus privat di rumah pada masa kuno yang hanya membahas masalah karyakarya buku Konfusian. Menurut pemerintah setempat, home schooling seperti ini dianggap tidak resmi karena dasar utama pendiriannya dianggap lemah. Kasus ini kemudian memunculkan diskusi yang merebak secara luas di negara tersebut, terutama ketika pada Juli 2006, pihak yang berwenang di Shanghai menyatakan bahwa penyelenggaraan 'Meng Mu Tang' dianggap ilegal sebab telah melanggar hukum pendidikan wajib yang sudah mapan atau relevan. Bukti pelanggaran hukum yang pertama adalah tidak adanya izin resmi kepada pemerintah Shanghai. Yang ke dua, adalah pelanggaran terhadap undang-undang pendidikan yang diwajibkan di Cina di mana anakanak harus mengikuti pendidikan usia tertentu sesuai aturan yang berlaku. Berdasarkan temuan tersebut, maka 'Meng Mu Tang' diputuskan sebagai institusi pendidikan yang ilegal. Terlebih lagi ketika isi yang diajarkan hanyalah 'Meng Mu Tang', yaitu yang semata-mata berupa buku ajaran confusian, di mana beberapa prinsip yang diajarkan berisi tentang hal yang bertentangan dengan hukum pendidikan yang wajib dijalankan di Cina, terutama dalam hal isi pengajaran maupun penataan atau pengelolaan kurikulum. Namun demikian orang yang bertanggung jawab terhadap 'Meng Mu Tang' mengklaim bahwa home school ini bukanlah suatu institusi pendidikan,
23
di samping itu pula beberapa orang tua menegaskan bahwa secara sukarela mereka telah mengelolanya untuk kepentingan orang yang terlibat dalam penyelenggaraan home school saja, sehingga mereka beranggapan bahwa tidak perlu meminta izin apapun kepada pemerintah. Apalagi semua biaya pendidikan ditanggung bersama-sama oleh orang tua yang terlibat. Kasus Homeschooling di Finlandia Sebagaimana
dikutip
dalam
http://www.hslda.org/hs/international
/Finland/ default.asp, bahwa homeschooling adalah legal dan dilindungi oleh hukum dan undang-undang negara Finlandia. Pendidikan diatur oleh the Basic Education Act (628/1998). Menurut kementerian pendidikan Finlandia, tidak ada kewajiban untuk hadir di sekolah di Finlandia, hanya kewajiban untuk mendapat pendidikan dasar. Pendidikan wajib bisa diselesaikan dengan belajar di rumah. Pemerintah menerima kewenangan hak orang tua untuk sekolah rumah tetapi seringkali mengabaikan hak ini dan dalam beberapa kasus salah menafsirkan hukum. Hukum memberikan suatu pemantauan pada kewenangan daerah. Di Negara ini terdapat 250 pelaku homeschooling. Sedangkan Kotiopettajat (2015) melaporkan bahwa seorang ibu di Turku, Finlandia yang sebelumnya dilaporkan dibawa ke pengadilan pidana oleh pejabat sekolah atas keputusannya untuk melakukan homeschooling. Pada tanggal 5 November 2014, pengadilan distrik memutuskan mendukung ibu, dan ia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut dan Negara memutuskan tuduhan itu tidak berdasarkan hukum sama sekali. Ini adalah
24
pertama kalinya bahwa pelaku homeschooling diterima di Finlandia. Pada kasus ini kota Turku membawa ibu ke pengadilan setelah pengawas sekolah Tea Kiviluoma dan kepala sekolah Arja Alho meluncurkan beberapa penyelidikan kesejahteraan anak mengenai dua putranya yang belajar di rumah, ingin anak laki-lakinya dipantau oleh sekolah. Direktur divisi pendidikan telah mengancam untuk mengambil anak-anak jika tidak mau bekerjasama.Pada 20 Oktober 2014, ibu menghabiskan 9 jam di pengadilan bersama pengacaranya Outi Mannonen. Keputusan pengadilan adalah kemenangan bagi pelaku homeschooling di Finlandia: Orang tualah yang memantau homeschooling mereka, bukan pihak sekolah seperti halnya juga pemerintah. Sekolah tidak berwenang secara hukum untuk memaksakan pengawasan terhadap keluarga tetapi harus bekerjasama dengan orang tua. Keluarga adalah sama halnya dengan pihak yang berwenang.
Kasus Homeschooling di Amerika Penyelenggaraan homeschooling di Amerika menurut Peraturan homeschooling pemerintah adalah legal di seluruh 50 negara bagian, namun peraturan tersebut bervariasi secara dramatis. Huseman (2015) menyatakan bahwa homeschooling baru saja diatur di negara Amerika Serikat. Itu artinya anak terabaikan dan bahkan hampir-hampir diperlakukan tidak semestinya. Sebuah kisah di New Jersey pada musim gugur 2013 menceritakan bahwa seorang polisi mendapat telpon dari seorang tetangga yang telah menemukan seorang anak berusia 19 tahun yang tingginya hanya 4 kaki dan
25
beratnya 45 pound mencari makan di tempat sampah. Penyelidik segera mempelajari bahwa pemuda dari tiga bersaudara itu sangat kekurangan gizi. Keluarganya adalah pekerja sosial, tapi anaknya disekolahrumahkan dan setelah diteliti kondisinya putus sekolah. Setelah kisah anak ini muncul di surat kabar pemimpin besar senat New Jersey Loretta Weinberg mengumumkan aturan baru. Pertanyaannya adalah: bagaimana bisa seseorang tidak tahu bahwa ada orang yang terpuruk disekolahrumahkan? Rancangan
undang-undang
kemudian
diumumkan
di
tahun
2004,
memerlukan perhatian para orang tua, untuk pertama kalinya tercatat negara bahwa anak-anak yang disekolahrumahkan untuk bisa menyelesaikan test seperti halnya anak-anak sekolah umum lainnya begitu juga dengan test kesehatan tahunan. Setelah berita itu, barulah para orang tua homeschooling mengikuti Weinberg sebagai respon dan peringatan terhadap asosiasi sekolah rumah resmi yang bisa saja menghancurkan homeschooling di New Jersey dengan memberikan lembaga pendidikan negara kewenangan tak terbatas untuk menentukan aturan-aturan tambahan yang ketat. Kasus Homeschooling di Inggris Nicky Morgan, setara dengan Menteri Pendidikan di Inggris, (sebagaimana
dikutipFarianan
dalam
www.voa-islam.com,
2015)
mengeluarkan pernyataan yang mendiskreditkan institusi homeschooling. Perempuan kelahiran 1972 ini meminta pihak pemerintah untuk mengawasi keberadaan homeschooling di Inggris karena dikhawatirkan menjadi pusat pendidikan untuk menghasilkan anak-anak radikal.Ditengarai ada sekitar
26
20.000-50.000 anak-anak di Inggris yang mendapat pendidikannya melalui jalur homeschooling atau sekolah di rumah dengan orang tua sebagai guru utama. Homeschooling ini ada yang full tiap hari belajar bersama orang tua, tapi ada juga anak-anak yang hanya akhir pekan saja menghadiri apa yang disebut ‘weekend madrassah’. Mereka inilah yang berusaha diawasi oleh pemerintah
Inggris
karena
dianggap
menanamkan
ideologi
ekstrim.Pemerintah Inggris merasa bahwa dengan kegiatan homeschooling ini, ada orang tua yang menyalahgunakan wewenangnya untuk menanamkan pemahaman agama aliran garis keras.Pernyataan Nicky Morgan ini diamini oleh Lucy Powell. Ia menyatakan bahwa kurangnya kepedulian pemerintah Inggris untuk mengetahui jumlah anak-anak yang mendapat homeschooling menunjukkan kelemahan pemerintah yang mengkhawatirkan.“Penting bagi pemerintah untuk mengetahui apa saja yang diajarkan pada anak-anak tersebut baik di sekolah maupun di rumah. Jangan sampai anak-anak itu bukannya diberi pengetahuan dan kemampuan untuk sukses di masa depan, tapi malah diberi ajaran yang sempit tentang kebencian. Sekolah yang tidak terdaftar seperti ini hanya akan mengajarkan kurikulum yang sempit, kebencian
terhadap
perempuan,
anti
perkawinan
sejenis
dan
anti
Semit/Yahudi. Jelas-jelas paham seperti ini tak bisa diterima di sini,” ungkap Lucy panjang lebar.Pernyataan duo perempuan tentang Homeschooling ini didukung oleh beberapa pejabat senior pemerintahan. Mereka sepakat akan mengawasi dan mencegah terjadinya pemberian „racun‟ pada otak anak-anak agar menjadi penganut agama yang radikal.Syukurlah pendapat nyeleneh di
27
atas ditangkis oleh pihak yang pro terhadap homeschooling. Salah satunya adalah Graham Stuart.“Saya menolak keras bila pemerintah mempunyai rencana untuk mendata secara formal kegiatan homeschooling ini. Tugas mendidik seorang anak ada pada orang tuanya, bukan pada negara,” tegasnya.Pernyataan
ini
didukung
oleh
Fiona
Nicholson,
konsultan
homeschooling.“Kita bisa saja tidak setuju terhadap cara seseorang mendidik anaknya dalam homeschooling. Tapi selama tidak ada kejahatan yang dilakukan atau ada ancaman keamanan pada si anak, maka bukan urusan kita untuk turut campur di dalamnya,” tegas Fiona pada Independent. (riafariana/independent/voa-islam.com) Kasus Homeschooling di Keluarga Muslim Sebagaimana diberitakan dalam eramuslim.com bahwa warga muslim di AS banyak yang lebih memilih homeschooling untuk anak-anaknya yang berangkat remaja daripada menyekolahkan mereka di sekolah-sekolah umum, dengan alasan budaya dan agama.Para orang tua Muslim umumnya beralasan, mereka tidak ingin anak-anak mereka, terutama yang perempuan, mengalami pelecehan, diskriminasi atau jadi bahan ejekan karena identitas muslim mereka. Alasan lain, mereka tidak mau anak-anaknya terpengaruh oleh gaya hidup orang-orang Amerika yang bertentangan dengan ajaran agama dan tradisi serta budaya asal negara mereka.Di San Francisco, diperkirakan 40 persen remaja putri usia sekolah menengah keturunan Pakistan dan negara-negara Muslim lainnya, sekolah dengan basis homeschooling.Banyak orang tua Muslim yang menolak memberikan
28
komentar ketika ditanya mengapa mereka memilih homeschooling untuk anak-anaknya. Kebanyakan mereka mengatakan, anak-anak Muslim yang memilih homeschooling sering dituding sebagai anak-anak yang secara keagamaan berpikiran ekstrim."Ada tendensi bahwa mereka yang sekolah dengan basis homeschooling adalah orang-orang fanatik yang anti-sosial, yang tidak mau anak-anaknya berada dalam sistem," kata Nabila Hanson.Kenyataannya, saat ini, para orang tua di Amerika apapun latar belakang agama dan budayanya, cenderung memilih homeschooling untuk putera-puteri mereka, karena ingin menghindari penyakit-penyakit sosial seperti kecanduan obat-obatan terlarang, yang dianggap ditularkan dari pergaulan di sekolah-sekolah umum. Situs Herald Tribune, edisi Rabu (26/3) menyebutkan, jumlah anak-anak Amerika yang belajar dengan basis homeschooling terus meningkat. Saat ini jumlahnya mencapai satu sampai dua juta anak. (www.eramuslim.com, 2008) G. Tantangan Penerapan Homeschooling di masa Kini dan Masa Depan. Mencermati
perkembangan
yang
dinamis
dari
pendidikan
homescholing dari perkembangan di Indonesia dan beberapa negara di dunia, nampaknya menerapkan homeschooling menjadi tantangan untuk dikembangkan dengan lebih baik di masa kini dan masa depan. Homeschooling bukanlah memindahkan pendidikan sekolah ke pendidikan di rumah. Salah satu tantangan homeschooling yang memang menjadi keprihatinan orang tua adalah terkait model dan pendekatan yang paling
29
tepat diperlukan dalam mendidik anak-anak di rumah dengan kelebihan dan kekurangannya. Tantangan tersebut tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan
pendidikan
homeschooling
sebagaimana
Ramli
(2008)
memaparkan kelebihan dan kekurangan Homeschooling sebagai berikut: (1) Kelebihan Homeschooling: Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas kepada individu; Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak harus mengikuti standar kompetensi dan ketuntasan belajar yang ditentukan oleh rata-rata kelas; Lebih terlindungi dari penyakit sosial seperti bullying, narkoba, tawuran, pergaulan bebas; Bersosialisasi dengan segala usia; Lebih disiapkan untuk kehidupan yang nyata; Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi, dan olahraga dengan keluarga; Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannanya dalam dunia nyata; Memberikan suasana yang akomodatif untuk belajar demokrasi: berpendapat, menolakpendapat dan menyepakati nilai-nilai tertentu tanpa harus takut mendapat celaan dan tekanan; Memberikan peluang untuk sosialisasi berinteraksi dengan teman sebaya diluar jam belajar; Mempunyai kebebasan dalam mengatur jam belajar sehingga individu bisa memilih aktivitas yang sesuai dengan bakatbakatnya: bidang hiburan, olahraga, dan kursusketerampilan hidup lainnya. (2). Kelemahan Homeschooling: Sosialisasi dengan teman sebaya lebih terbatas dibanding sekolah formal; Sekolah adalah tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing; Kemungkinan untuk teriosolasi dari
30
lingkungan sosial, khususnya pelaksana homeschooling tunggal dan majemuk.
BAB III KESIMPULAN A. Simpulan Dari
pembahasan
sebelumnya
dapat
kita
simpulkan
bahwa
homeschooling layak diselenggarakan untuk meningkatkan minat dan kreaativits anak dalam belajar serta memotivasi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka di rumah dengan sebaik-baiknya dengan berbagai pendekatan, metode, dan teknik yang mampu meningkatkan minat dan motivasi serta prestasi belajar anak yang lebih baik. B. Saran dan Rekomendasi Dari pembahasan tentang pendidikan homeschooling, perlu kiranya direkomendasikan kepada pemerintah untuk lebih meningkatkan peran pemerintah dalam hal kebijakan standardisasi regulasi yang tepat bagi pendidikan
homeschooling
homeschooling
bisa
terarah
di dan
Indonesia upaya
sehingga peningkatan
pelaksanaan kualitas
dan
pengawasan pendidikan ini terhadap lembaga-lembaga yang bertanggung jawab sehingga kualitas pendidikan homeschooling tetap terjaga. Demikian juga, peran orang tua agar selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dan pengalaman mengajarnya sebagai tenaga pendidik di rumah untuk mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung jawab dan konsisten sehingga bisa menghasilkan peran yang maksimal dalam mendidik anak-anak mereka dengan mantap. 31
32
DAFTAR PUSTAKA Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Buku Pintar Home Schooling. Jakarta: Flash Books. Fariana, Ria. (2015) Di Inggris, Home Schooling Dianggap Menghasilkan Anak-anak Radikal. Tersedia Online padahttp://www.voaislam.com/read/smart-teen/2015/12/24/41291/di-inggris-homeschooling-dianggap-menghasilkan-anakanakradikal/#sthash.hxXlIIc8.dpuf Huseman, Jesssica. (2015). The Frightening Power of the Home-Schooling Lobby. Tersedia online pada http://www.slate.com/articles/life/education /2015/08/home_school_legal_defense_association_how_a_home_sch ooling_group_fights.html Http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/10/09312285/Mengenal.Metodemetode%20Homeschooling Kemabara, Maulia D. (2007). Panduan Lengkap Home Schooling. Bandung: P.T. Syaamil Cipta Media Kotiopettajat, Suomen. (2015). Court Says Homeschooling Not Criminat. Tersedia Online pada http://www.hslda.org/hs/international/finland /201502230.asp Magdalena. (2008). Meningkat Kecenderungan Muslim AS pilih Homeschooling untuk Anak-anak Mereka. Tersedia online pada https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/meningkatkecenderungan-muslim-as-pilih-homeschooling-untuk-anak-anakmereka.htm Mulyadi, Seto. (2007). Homeschooling keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah, dan Direstui Pemerintah. Bandung: Kaifa. Ramli, Munaspriyanto (2008). Homeschooling: Sebuah Upaya Pemerataan Akses Pendidikan bagi Generasi Putus Sekolah dan Generasi di wilayah Terpencil. Makalah Simposium. Rulistia, ND. (2011). Parents take Jakartapost.com.29 September
education by the horns. The 2011. Tersedia online pada:
33
http://www.thejakartapost.com/news/2011/09/29/parents-takeeducation-horns.html Sheng, Xiaoming. (2014). Learning with Mothers. A Study of Homeschooling in China. Taipei: Sense Publishers