DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 PENDIDIKAN HOLISTIK DALAM ISLAM Oleh: Abu Dharin, M. Pd
Abstract Keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dalam sudut pandang yang sama, integrasi kecerdasan ini disosokkan sebagai muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah. Kepribadian itu merupakan harmonisasi antara jiwa/jasmaniyah, ruh, al-qalb, al-aql, intuisi, dan imaginasi. cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya, atau manusia sempurna (insan kamil) dan beradab menjadi concern utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini, secara pragmatis pendidikan holistik secara Islam dapat menjadi tawaran solusi yang tepat atas model pendidikan saat ini yang dikotomis, profan (duniawi), ilmu yang lepas dari kaitan moral dan etika, cenderung mengunggulkan hanya satu-dua aspek kecerdasan, serta mengabaikan terhadap pembentukan kepribadian. pendidikan seharusnya dapat bersifat humanistik dan futuristik-solutif. Humanistik, maksudnya pendidikan dapat berperan sebagai suatu proses untuk memanifestasikan seluruh fitrah kemanusiaan manusia. Kata Kunci: Holistik, Keseimbangan IQ, EQ dan SQ, Dikotomis
Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Purwokerto
1 Abu Dharin
1
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 A. Pendahuluan Pemikiran tentang pendidikan yang holistik, pada sekarang ini telah menjadi issue yang hangat dan krusial untuk dikemukakan. Hal ini mengingat banyaknya persoalan pendidikan yang dewasa ini semakin memprihatinkan hingga menyentuh nurani semua pihak yang peduli terhadap nasib pendidikan di Indonesia. Dalam konteks ini, pada tataran praksis, pendidikan seharusnya dapat bersifat humanistik dan futuristiksolutif. Humanistik, maksudnya pendidikan dapat berperan sebagai suatu proses untuk memanifestasikan seluruh fitrah kemanusiaan manusia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang RI No.20 Pasal 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Kemudian, bersifat futuristik-solutif artinya bagaimana pendidikan tersebut dapat memberikan solusi di tengah berbagai persoalan pendidikan yang dewasa ini semakin memprihatinkan. Sebut saja fenomena merebaknya kepribadian yang terbelah (split personality) di kalangan lulusan pendidikan, diantaranya banyak siswa yang prestasinya tinggi secara akademik – ranah kognitif, namun sikap, akhlak – ranah afektif, dan perilakunya sehari-hari masih sangat jauh dari harapan – ranah psikomotorik, sehingga implikasinya ketika mereka berhadapan langsung dengan masyarakat yang lebih luas, mereka kesulitan dalam beradaptasi dan berkiprah dalam mengembangkan keilmuannya. Kondisi
Pendidikan Holistik dalam Islam
2
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ini tentu sangat kontras dengan kemampuan intelektual yang tinggi yang dimilikinya. Kecenderungan ini telah melahirkan manusia terdidik dengan kecerdasan yang tidak seimbang. Dalam tinjauan psikologis-pedagogik, kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ)
seharusnya
dapat
berjalan
secara
proposional.
Ketidakseimbangan diantaranya hanya akan membuat siswa sulit untuk memahami meaning relevance dan value antara yang dipelajari di sekolah dengan kehidupannya, sehingga tidak heran jika banyak ditemukan, perilaku-perilaku sosial yang destruktif banyak dilakukan oleh orang yang pandai secara IQ, namun secara EQ dan SQ mereka sangat terbelakang. Merunut pada misi penciptaan manusia sebagai khalifatullah dan Abdullah, maka SQ merupakan landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ dalam menjalankan fungsi kekhalifahan yakni dalam mengolah dan memakmurkan alam semesta demi kesejahteraan umat manusia, rahmatan lil ‘alamin. SQ mengajarkan interaksi manusia dengan sang Khalik (hablun min Allah, aspek teologis), dan IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam di sekitarnya (hablun min alnas, aspek antropo-sosiologis, dan hablun min al-‘alam, aspek kosmologis). Tanpa ketiganya berperan secara seimbang, maka manusia tidak akan dapat menggapai statusnya sebagai "Abdillah” dan “Khalifatullah". Karenanya, dapat dikatakan keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dalam sudut pandang yang sama, integrasi kecerdasan ini disosokkan sebagai muslim yang memiliki kepribadian yang
kaffah.
Kepribadian
itu
merupakan
harmonisasi
antara
jiwa/jasmaniyah, ruh, al-qalb, al-aql, intuisi, dan imaginasi.
3 Abu Dharin
3
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Berangkat dari konseptualisasi di atas, cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya, atau manusia sempurna (insan kamil) dan beradab menjadi concern utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini, secara pragmatis pendidikan holistik secara Islam dapat menjadi tawaran solusi yang tepat atas model pendidikan saat ini yang dikotomis, profan (duniawi), ilmu yang lepas dari kaitan moral dan etika, cenderung mengunggulkan hanya satu-dua aspek kecerdasan, serta mengabaikan terhadap pembentukan kepribadian. Untuk itu, dalam makalah ini berupaya mengupas tentang masalah pendidikan holistik secara Islam dengan telaah keseimbangan IQ, EQ, dan SQ. Keterpaduan ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek kepribadian muslim yang kaffah. Meski demikian, muara dari tulisan ini tetap mengundang wacana dan diskursus, sebab sekecil apapun masukan, saran, dan kritik merupakan tambahan untuk semakin mengembangkan dan memajukan khazanah ilmu pengetahuan. B. Pembahasan 1. Pengertian Pendidikan Holistik Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat
dari
pemikiran
bahwa pada dasarnya pendidikan
berorientasi untuk membantu mengembangkan seluruh potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan, menggairahkan, demoktaris dan humanis. Pendidikan holistik bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia seutuhnya yang berkarakter kuat (Ahmad Sudrajat, Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014).
Pendidikan Holistik dalam Islam
4
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru. Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Johan Pestalozzi, Thoreau, Emerson, maria Montessori dan Rudolf Steiner. Semua tokoh tersebut menjelaskan bahwa pendidikan harus mencakup penanaman moral, emosional, fisik, psikologis, agama serta dimensi perkembangan intelektual anak secara utuh. Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi
pertama
pendidikan
Holistik
Nasional
yang
diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential (Ahmad Sudrajat, Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik,
kreatif,
dan
spritual.
Beberapa
hal
yang
harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada. Untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, maka kurikulum yang dirancang juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan manusia holistik. Termasuk di dalamnya membentuk anak menjadi pembelajar sejati, yang senantiasa berpikir holistik,
5 Abu Dharin
5
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 bahwa segala sesuatu adalah saling terkait atau berhubungan. (Megawangi, dkk., Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation, 2005: 6).
2. Tinjauan Paedagogik: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Paradigma pendidikan holistik adalah wacana pendidikan mutakhir yang secara filosofis berakar pada pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan adalah wahana untuk mengembangkan seluruh potensi manusia secara utuh (integral). Teori belajar ini menekankan bahwa pelaksanaan pendidikan tidak boleh dilakukan secara terkotakkotak, sepenggal-sepenggal, setengah-setengah, melainkan secara menyeluruh dan terpadu menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan,
yakni:
kognitif
(aspek
intelektual:
pengetahuan,
pengertian, keterampilan berfikir), afektif (aspek perasaan dan emosi: minat, sikap, apresiasi, cara penyesuaian diri), dan psikomotor (aspek keterampilan motorik). Pembelajaran holistik merupakan respon progresif atas sistem pendidikan yang selama ini terlalu berorientasi untuk mencetak anak yang pandai secara kognitif, yang ciri utamanya hanya lebih menekankan pengembangan otak kiri saja (kemampuan aspek bahasa dan logis-matematis), namun kurang menyentuh pada aspek pengembangan otak kanan, yang meliputi kemampuan untuk merasa dan memahami kondisi perasaan orang lain (ranah afektif, empati, kepekaan sosial, dan kesetiakawanan). Bercermin dari kondisi ini, sebagaimana pernyataan Ahmad Tafsir bahwa sekolah hanya membina anak pada aspek psikomotor (jasmani) dan aspek kognitif (kecerdasan) (Ahmad Tafsir, 1994: 185). Sedangkan aspek afektif (kejiwaan) tidak begitu diperhatikan di Pendidikan Holistik dalam Islam
6
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 sekolah. Oleh karena itu, maka dalam penyelenggaraan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan fitrah anak baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor demi peningkatan harkat dan martabat manusia harus mendapat porsi yang seimbang. Dalam pendidikan tidak hanya menonjolkan nilai-nilai akademik atau kognitif saja, tetapi juga menanamkan perilaku (moral, akhlaq atau ranah
afektif)
dan
kemampuan
mengamalkannya
(ranah
psikomotorik) secara profesional, aktif, dan kreatif. Dalam konteks ini, Islam adalah agama yang sangat mengutamakan dan menekankan terhadap pendidikan, dan bahkan dalam sejarah Islam, misi kedatangan Nabi Muhammad SAW, bukan hanya mengajarkan dzikir dan do’a, namun yang terpenting pula membebaskan manusia dari kebodohan (memberikan pendidikan yang Islami).. Secara etimologis pendidikan Islam diambil dari tiga istilah bahasa Arab, yaitu “tarbiyah”, “ta’lim”, dan “ta’dib.” Pada umumnya, para ahli pendidikan Islam sering menerjemahkannya dengan istilah at-Tarbiyah al-Islamiyah. Untuk menjelaskan istilah “tarbiyah”, para ahli pendidikan Islam merujuk pada istilah-istilah yang ada dalam al-Qur’an seperti kata “rabb” (QS al-Fatihah: 2), “rabbayani” (QS Bani Israil: 24), “raba-yarbu” (QS Ar-Rum: 39), “rabiyah” (QS al-Haqqah: 10), “murabbi” (QS al-Fatihah: 2), “rabbiyyin dan ribbiyani” (QS ali-Imran: 146) (TH. Hasby Ash Shidiqie, 1996 : 39). Yusuf
al-Qardhawiy
dalam
Azyumardi
berpendapat
pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya (insan kamil): akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, serta akhlaq dan keterampilannya (Azyumardi Azra, 1998: 39). Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyiy, pendidikan Islam adalah pendidikan akhlaq, akan tetapi
7 Abu Dharin
7
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tidak mengabaikan dalam mempersiapkan hidup seseorang tentang usaha dan rezekinya; karena itu mencakup pula pendidikan jasmani, hati, keterampilan, bahasa, dan lain-lain (Muhammad Athiyah Al Abrasyiy, 1975 :3). Ahmad Fu’ad al-Ahwaniy dalam Azyumardi berpendapat pendidikan Islam sejak mulanya lahirnya Islam adalah pendidikan agama, akhlaq, amal, dan jasmani. Hal ini disebabkan karena
pendidikan
Islam
bertujuan
untuk
mendidik
dan
membersihkan jiwa, mencerdaskan akal, dan memperkuat jasmani (Azyumardi Azra, 1998: 9). Selanjutnya, H.M. Arifin berpendapat pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang agar kehidupannya sesuai dengan yang dikehendaki Islam, karena dalam jiwa dan kepribadiannya telah tertanam nilai-nilai Islam (H.M. Arifin,1996: 10). Tujuan pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung ialah menciptakan manusia yang beriman dan beramal saleh (Hasan Langgulung, 1985: 137). Sedangkan menurut Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyiy, tujuan Pendidikan Islam adalah pencapaian akhlak yang sempurna (Muhammad Athiyah Al Abrasyiy, 1975
: 22.).
Abdurrahman Saleh menghubungkan tujuan pendidikan Islam dengan tiga komponen dasar manusia (Azyumardi Azra, 1998: 23), yaitu tubuh, ruh, dan akal, menjadi tujuan jasmaniah (ahdaf al-jismiyyah), tujuan ruhani (ahdaf ar-ruhiyyah), dan tujuan mental (ahdaf al‘aqliyyah). Dari ini, penulis memberikan pembatasan pemahaman, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang sempurna dari segi rohani maupun jasmani, agar bisa hidup di dunia dan di akhirat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan hakikat penciptaannya yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Pendidikan Holistik dalam Islam
8
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dengan demikian, pendidikan yang holistik merupakan perwujudan dari pengamalan dan penghayatan seseorang terhadap agama secara kaffah. Dalam hal ini, mengintegrasikan secara seimbang dan utuh antara unsur kognisi (pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran dan nilai-nilai dalam pendidikan Islam), afeksi (penghayatan - internalisasi nilai-nilai dalam pendidikan Islam) dan konasi/psikomotorik (perilaku/pengamalan nilai-nilai dalam pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari) dalam pelaksanaan proses pendidikan.
3. Kecerdasan Manusia: Integrasi IQ, EQ, dan SQ Yang Seimbang Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut sebagai intelligence dan dalam bahasa Arab disebut Dzakka. Secara etimologis, kecerdasan adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan sesuatu dalam arti kemampuan (qudrah) dalam memahami sesuatu dengan cepat dan sempurna. Secara terminologis, kecerdasan berarti kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat dari kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhankebutuhan baru, keadaan ruhaniah secara umum dapat disesuaikan dengan problema-problema dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan (Mas Udik Abdullah, 2005: 17). Dalam Multiple Intelligences, Howard Gardner dari Harvard mengemukakan delapan kecerdasan manusia, yaitu termasuk kecerdasan
kognitif,
kecerdasan
bahasa,
kecerdasan
spasial,
kecerdasan kinestetik, kecerdasan musical, kecerdasan natural (alam), kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan antarpersonal (Daniel Muijs& David Reynolds, 2008: 30-32).
Sementara itu, menurut
Danah Zohar dan Ian Marshal menyatakan bahwa semua kecerdasan, yang jumlahnya mungkin tak terbatas, dapat dihubungkan dengan
9 Abu Dharin
9
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 salah satu dari ketiga system saraf dasar yang terdapat dalam otak. Bahkan semua jenis kecerdasan yang disebutkan Gardner pada hakekatnya adalah varian dari ketiga kecerdasan utama; IQ, EQ dan SQ (Thomas Amstrong, 1994: 54). Berikut dikemukakan. a) Kecerdasan intelektual Kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan
dan
mengolah infomasi menjadi fakta melalui
analisa logika/rasio (Winarno dan Tri Saksono, 2001: 4). Oleh karena itu, kecerdasan ini disebut juga kecerdasan berfikir, optimalisasi khazanah otak manusia. Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung, baik dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. (Q.S al-Baqarah: 164, QS. ar-Ra'du: 4, QS. ar-Rum: 24, dan QS al-Anbiyaa': 30) b) Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan yang lebih menekankan pada kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain, serta dapat menguasai dan mengendalikan diri terhadap situasi yang tidak menyenangkan, sehingga dapat bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya (Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi Aplikasi Strategi dan Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. (Jogjakarta: IRCiSoD 2006) hlm. 52). Cakupan EQ menyangkut hubungan pribadi dengan dirinya sendiri (intra personal) dan pribadi dengan orang lain (inter Pendidikan Holistik dalam Islam
10
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 personal). Dalam hubungan intra personal, seperti percaya diri (self awamess), memotivasi diri (self motivation), dan mengatur diri (self regulation), sedangkan hubungan inter personal, seperti empati, memahami orang lain dan keterampilan sosial (social skill) yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik dan bijak (Jeane Segal, 2000: 32). Dalam tinjauan agama Islam, EQ adalah kemampuan menjalin "hablun min al-naas" sebagai implementasi real dari keberimanan dan ketaqwaannya seorang hamba kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Hal ini selaras dengan konsep Islam, dimana sesungguhnya konsep muslim yang cerdas dalam Islam adalah manusia yang mampu mengintegrasikan secara utuh tiga pola hubungan fungsional yaitu hubungan manusia dengan Allah (hablun min Allah, aspek teologis), hubungan manusia dengan manusia (hablun min al-nas, aspek antropo-sosiologis), dan hubungan manusia dengan alam sekitar (hablun min al-‘alam, aspek kosmologis). Pusat dari EQ adalah "qalbu" yang mendapatkan pancaran sinar Ilahi. Karenanya, hati merupakan perasaan terdalam yang menjadi sumber kebaikan yang memberikan dorongan untuk berbuat kebaikan dan kebijaksanaan. Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemarlah yang dapat memancarkan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak berbicara tentang kesucian hati, diantaranya QS al-A'raf: 179 yang menyatakan bahwa orang yang hatinya tidak dapat berfungsi
sebagaimana
mestinya
disebabkan kotor, disamakan dengan binatang, malahan lebih hina
11 Abu Dharin
11
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 lagi. Kemudian, QS al-Hajj: 46 menegaskan bahwa orang yang tidak mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya di muka bumi, adalah orang yang buta hatinya. Kemudian, Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik baiklah seluruh tubuh, dan bila ia rusak , rusak pulalah seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati. Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintikbintik hitam di hatinya. Bila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya. Mengacu kepada ayat dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa EQ berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan. Apabila petunjuk agama
dijadikan panduan kehidupan, maka akan
berdampak positif terhadap kecerdasan emosional. Dalam
hubungannya
dengan
kecerdasan
intelektual,
memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang seimbang sangat penting, sebab seseorang yang cerdas secara IQ bisa jadi hanya mampu memecahkan persoalan-persoalan angka-angka yang rumit atau memecahkan persoalan-persoalan teori yang pelik, namun ketika berinteraksi sosial belum tentu bisa berempati dan menghayati perasaan orang lain. Padahal dalam hidup bermasyarakat, seseorang pasti memerlukan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan
hidup,
sehingga menjaga
keutuhan
hubungan/interaksi yang baik dengan sesama menjadi suatu keharusan. (Daniel Goleman, 2005:48). Beberapa abad sebelum penemuan Daniel Goleman tentang kecerdasan
emosional,
IQ
menjadi
standarisasi
terhadap
Pendidikan Holistik dalam Islam
12
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kecerdasan dan ukuran keberhasilan seseorang dalam keilmuan dan kehidupan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, Daniel Goleman yang bergelut dalam bidang neurosains dan psikologi dengan kegigihannya akhirnya menemukan sebuah teori yang
sangat
menggegerkan
dunia,
yakni
bahwa
ukuran
keberhasilan seseorang ternyata bukan ditentukan oleh tingkat rasionalitas atau IQ namun ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ)(Zakki Fuad, 2004: 1). c) Kecerdasan spiritual (SQ) SQ merupakan kecerdasan tertinggi dan merupakan "Prima Causa" dari IQ dan EQ. Dikatakan demikian karena SQ (Spiritual
Quotient)
mengintegrasikan
semua
kecerdasan,
menjadikan mahluk yang utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. SQ menunjuk pada kondisi pusat-diri atau kecerdasan jiwa yang mampu memahami makna dan nilai dalam kehidupan ini secara holistik (utuh). Dikatakan holistik, sebab pada IQ dasar kerjanya adalah berfikir seri, linear, logis dan tidak melibatkan perasaan. Keunggulan dari berfikir pola ini adalah akurat, tepat dan dapat dipercaya, namun kelemahannya hanya bekerja dalam batas-batas yang ditentukan. Otak EQ cara kerjanya berfikir asosiatif. Jenis pemikiran ini membantu seseorang menciptakan asosiasi antara satu emosi dengan emosi lain, sehingga tercipta keselarasan, namun kelemahannya sangat individual, atau sangat tergantung kepada individunya. Dari uraian di atas, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan yang ada. Dengan bahasa sederhananya,
13 Abu Dharin
13
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memaknai berbagai
persoalan
atau
kemampuan
untuk
mengambil
hikmah/nilai dari setiap kejadian. Orang yang memiliki SQ yang tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. SQ memungkinkan manusia untuk berfikir secara kreatif, positif, dan berwawasan jauh ke depan. Dalam pandangan Islam (Ary Ginanjar Agustian, 2006: 57), SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk selalu berada pada kondisi hanif dan ikhlas
terhadap
berbagai peristiwa yang terjadi. Jika EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Suara hati nurani selalu mengarah pada kebenaran yang bersifat ilahiyah, atau pancaran sinar Ilahiyah (QS al-Najmu: 11). Dengan kecerdasan spiritual yang dimiliki dapat memandu pola hidup seseorang sebagai penuntun dalam berperilaku. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau “sal dhamiruka” (tanya hati nuranimu) sebelum kamu berbuat dan bertindak. Hal ini relevan, mengingat banyaknya persoalanpersoalan sosial yang semakin membebani hidup seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Frankl bahwa sebagian besar masyarakat sekarang mengidap neurosis kolektif. Ciri dari gejala tersebut adalah: 1) Sikap masa bodoh terhadap hidup, yaitu suatu sikap yang menunjukkan pesimisme dalam menghadapi masa depan hidupnya. Pendidikan Holistik dalam Islam
14
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 2) Sikap fatalistik terhadap hidup, menganggap bahwa masa depan sebagai sesuatu yang mustahil dan membuat rencana bagi masa depan adalah kesia-siaan. 3) Pemikiran konformis dan kolektivis, yaitu cenderung melebur dalam masa dan melakukan aktivitas atas nama kelompok. 4) Fanatisme, yaitu mengingkari kelebihan yang dimiliki oleh kelompok atau orang lain (Ratna Elliyawati, Kecerdasan Spiritual (SQ). www.untag.sby.ac.id. Diakses tanggal 16 Januari 2014). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan holistik dalam Islam adalah muslim yang mampu mengintegrasikan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) secara seimbang dan profosional dalam menjalankan tugasnya sebagai Abdillah dan Khalifahtulla, sehingga keberadaannya di muka bumi dapat membawa rahmat semesta alam.
4. Psikologi Islam: Kepribadian Muslim Yang Kaffah Pada pembahasan sebelumnya, telah dikemukakan mengenai pengertian pendidikan holistik dalam Islam yang terjewantah dalam penyelenggaraan pendidikan yang seimbang dalam pencapaian ranah pendidikan: kognitif, afektif, dan psikomotorik, maupun juga dalam pengembangan kecerdasan, yaitu antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Berikut ini dikemukakan kembali pengertian pendidikan yang holistik dalam Islam dalam kerangka tujuan pendidikan untuk mewujudkan muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah. Dalam Islam, manusia memang makhluk yang memiliki dimensi-dimensi yang kompleks. Dimensi tersebut terdiri dari jiwa,
15 Abu Dharin
15
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ruh, qalbu, akal, intuisi, dan imaginasi. Dalam tujuannya untuk membentuk muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah, maka sinergitas diantara dimensi tersebut harus berjalan secara beriringan dan saling melengkapi. Menurut Mujib dalam Psikologi Islam, manusia terstruktur dari jasmani dan ruhani. Sinergi antara jasmani dan ruhani menjadikan nafsani. Struktur nafsani ini menimbulkan apa yang disebut dengan kepribadian. Dalam ilmu akhlak dan tasawuf, berbicara tentang dimensi jiwa adalah berbicara bagaimana mengubah tingkah laku menjadi baik dan bagaimana jiwa dekat dengan Tuhan. Dimensi ruh sebagai kekuatan yang berasal dari Allah yang ditiupkan ke jasad manusia saat berusia 120 hari. Ruh bukan hanya sekedar spirit yang bersifat aradh (accident), tapi satu jauhar (substance) yang dapat bereksistensi dengan sendirinya di alam ruhani. Karena itu, sifat dimensi ini merupakan potensi luhur yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Menurut Imam al-Ghazali, roh secara berperingkat dapat dibagi menjadi: (1) Roh inderawi; (2) Roh imaginasi (al-ruh alkhayyali); (3) Roh akal (al-ruh al-`aql); (4) Roh pemikiran (fikr) dan (5) Roh kenabian (H. D. Bastaman, 1997: 40). Roh inderawi adalah fakulti jiwa manusia yang berperan mengenal dan membedakan sesuatu yang dikenal di alam syahadah (dunia empiris). Roh imaginasi ialah fakulti jiwa yang tugasnya Pendidikan Holistik dalam Islam
16
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 merekam
keterangan
yang
dikirim
oleh
indera,
kemudian
menyimpannya dan menyampaikannya pada roh yang di atasnya, yaitu roh akal atau inteligensia. Apabila imaginasi yang pekat dapat dijernihkan, dihaluskan dan dirapikan, maka ia akan dapat digunakan untuk mencapai batas makna-makna yang dapat dicerap oleh inteligensia atau akal budi. Peran imaginasi ialah menghimpun simbol-simol inaginatif bagi keperluan pengetahuan akal. Imaginasi sangat diperlukan dalam penerapan kaidah takwil, namun yang tidak kalah penting ialah roh pemikiran (fikr). Peran roh pemikiran ialah mengambil ilmu-ilmu rasional yang murni dan kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian dan penggabungan-penggabungan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan berupa pengetahuan spiritual yang berharga. Ruh memiliki inti, itulah dimensi qalbu. Dalam bahasa Indonesia ‘qalbu ruhani’ disebut dengan ‘hati nurani’. Ruh adalah wujud yang tidak dapat dilihat secara visual (intangible) maka qalbu yang menjadi inti (sentral) ruh ini pun qalbu yang tidak kasat mata. Secara jasmaniah qalbu berkedudukan di jantung, memiliki daya emosi, potensinya bersifat cita rasa (dzawqiyah) dan intuitif (hadsiah),
yang
apabila
mendominasi
jiwa
manusia
maka
menimbulkan kepribadian yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Oleh karena itu, perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Dimensi akal menjadi perantara diantara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas
insaniah
pada
diri
manusia.
Secara
jasmaniah
ia
berkedudukan di otak, memiliki daya kognisi, dengan potensi bersifat argumentatif (istidhlaliah) dan
logis
(aqliah),
yang
apabila
mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang labil (al-nafs al-lawwamah).
17 Abu Dharin
17
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dimensi intuitif, dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalar), berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang salah (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), yang berlandaskan intuisi (bisikan-hidayah) dari Allah SWT.
C. Simpulan Berdasarkan uraian diatas, maka sudah selayaknya dalam pelaksanaan pendidikan secara holistik memiliki landasan yang berwawasan Islam, dalam hal ini dengan berpedoman kepada al-Quran dan Hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan dapat terwujud dan menciptakan insan kamil
untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan Holistik dalam Islam
18
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Daftar Pustaka
Abdullah, Mas Udik. 2005. Meledakkan IESQ dengan langkah taqwa dan tawakkal, Jakarta: Zikrul Hakim. Ary Ginanjar Agustian.2006. Rahasia Sukses Membangaun ESQ: Emotional Spiritual Quotient The ESQ Way 165: 6 Rukun Iman dan 5 rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada. Ancok, J. & Suroso, F.N.2000. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka pelajar. As Shiddiqy, TM.1996. Tafsir Al Qur’an Al Majied: An Nur. Jakarta: Bulan Bintang. Arasteh, A. Reza. 2002. Revolusi Spiritual. Depok: Inisiasi Press. Armstrong, Thomas. 1994. Multiple Intelligence in the Classroom, Association for Supervision and Curriculum Development,.Aleksandria, Virginia. Azra, Azyumardi. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Bastaman, H.D.1997. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danah Zohar dan Ian Marshall.2001. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan. Daniel Goleman.2005. Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Daniel Muijs dan David Reynolds.2008. Effective Teaching. Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depertemen Agama RI. 1996. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: PT Karya Toha Putera. Elliyawati, Ratna. Kecerdasan Spiritual (SQ). www.untag.sby.ac.id. Diakses tanggal 16 Januari 2014
19 Abu Dharin
19
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Fauzia, Aswin H, Prof, Dr.2000. Peranan IQ dan EQ bagi Keberhasilan Studi dan Hidup Seseorang, suatu Tinjauan Psikologis, Gramedia, Jakarta. Hassan, Abdul Wahid.2006. SQ Nabi Aplikasi Strategi dan Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. Jogjakarta: IRCiSoD. Jeanne. Segal.2000. Melejitkan Kepekaan Emosional: Cara Baru Praktis Untuk Mendayagunakan Potensi Instink dan Kekuatan Emosi Anda. Bandung: Kaifa. Megawangi, R., Melly L., Wahyu F.D.2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation. Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu.2003. Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer. Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Hikmah. Nafis, Muhammad Wahuni. 2006. Cara Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual, Jakarta: Hikmah. Nata, Abudin. 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Nashori, Fuad. 2003. Potensi-Potensi Manusia, Segi Psikologis Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ngermanto, Agus. 2005. Quantum Quetionsi, Cara praktis melejitkan IQ, EQ dan SQ yang harmonis, Jakarta: Nuansa. Rahmat. 2007. Tinjauan Kecerdasan Spiritual Permasalahan Sosial di Indonesia. www.himpsi.org
(SQ)
Terhadap
Sudrajat, Ahmad. Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014 Suharsono. 2005. Melejitkan IQ, EQ dan SQ, Jakarta: Insani Press. Sukidi. 2004. Kecerdasan Spiritual, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pendidikan Holistik dalam Islam
20
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Tafsir, Ahmad. 1994. Pendidikan dalam Perspektif Islam.Jakarta: Logos. Ubaidilah. 2004. Selayang Tentang IQ,EQ dan SQ. www.detik.com Undang-Undang Sikdiknas No. 20 tahun 2003. Yogyakarta: Media abadi Winarno dan Tri Saksono.2001. Kecerdasan Emosional. Jakarta: LAN. Zakki Fuad. 2004. Emotional Quation dalam perspektif Al-Quran. Nizamia, Surabaya. Zohar, D.& Marshall,I. 2000. SQ: Spiritual Intelligence-The Ultimate Intelligence. Alih Bahasa: Rahmani Astuti dkk. Bandung: Mizan Media Utama.
21 Abu Dharin
21
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
23