8 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF ISLAM PADA PEMERINTAHAN ERA REFORMASI
Ali Rohmad* * IAIN Tulungagung
[email protected]
Abstract Golden childhood education (the golden age) can be the basis of the formation of human character that plays an important role again decisive for the future of society, nation, and state. In reality, an Indonesian citizen awareness on this subject have been formed during the reign of the old order and the new order were characterized by the establishment of Kindergarten (TK), Raudlatu Athfal (RA), dan Bustanul Athfal (BA). The presence of government reform era looked implement its own policy which is expected to bring more significant changes to early childhood education. Academically, this can all be viewed as a unique event again interesting to study further. Kata Kunci: Pendidikan, Anak Usia Dini, Pemerintahan, Era Reformasi Pendahuluan Lima belasan abad yang silam, syari’at Islam sebagaimana terdapat dalam kitab suci al-Qur’an dan/atau sunnah nabi Muhammad saw telah mencanangkan ajaran mengenai segala aspek kehidupan manusia, semisal ajaran mengenai prinsip-prinsip mendidik anak usia dini bahkan bagi bayi yang benar-benar baru saja dilahirkan. Dengan mendasarkan diri pada beberapa matan hadits nabi saw, Abdullah Nashih Ulwan menyatakan bahwa : “Di antara hukum yang telah disyari’atkan Islam untuk anak yang baru dilahirkan adalah mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
299
telinga kirinya”.1 Sampai kini, ajaran ini senantiasa dipraktekkan dengan baik di kalangan umat Islam yang taat, juga senantiasa diupayakan dipahami maksud simboliknya; semisal ada yang memahami agar suara yang pertama kali paling patut diperdengarkan kepada bayi adalah suara azan sebagai seruan mendirikan shalat. Barangkali dalam konteks teknologi informasi dengan analog setiap komputer yang baru diproduksi harus diinstal lebih dulu sebelum pemakaian lebih lanjut, maka dapat saja dikatakan bahwa ajaran azan dan iqamat pada bayi tersebut sesungguhnya adalah menginstal potensi multikecerdasan bayi sebelum ditumbuh-kembangkan lebih lanjut melalui pendidikan. Bagi umat Islam yang hidup sekarang ini, memperhatikan pendidikan anak usia dini sesungguhnya adalah amanat Allah swt yang diajarkan oleh nabi saw dan para nabi sebelum beliau, bukan hal yang baru lagi asing dan hadir dari kaum materialisme beserta cabang-cabangnya selaku perancang sekaligus pencanang renaisance yang menjadi cikal bakal dari era globalisasi. Sikap ini relevan dengan pandangan Imron Arifin, bahwa “Pendidikan anak usia dini, pada dasarnya telah ada sejak adanya manusia, dilakukan keluarga dan lingkungan sosial secara alamiah dan dipengaruhi pola budaya dan agama”.2 Sementara itu, pertemuan bilateral para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah tema “Education For All” yang diselenggarakan di Dakar Sinegal Afrika tahun 2000 M, menurut laporan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sesungguhnya adalah bersifat menegaskan kembali komitmennya terhadap pendidikan dan perawatan anak usia dini dan menentukan perkembangannya. 3
1
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, vol. 1, 2nd ed (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm. 64. 2 Imron Arifin, Kepemimpinan Himpaudi Studi Kasus di Kota Malang, 1st ed (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011), hlm. 11. 3 Vide, UNESCO, “Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia”, Seksi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Inklusif, Divisi Pendidikan Dasar, Sektor Pendidikan UNESCO, Januari 2005, http://www.unesdoc.unesco.org/ - diakses 27 Maret 2008, hlm. 13.
300
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
Sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang komit, maka pemerintah Repuplik Indonesia dalam era reformasi memiliki kebijakan tersendiri terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) apabila dibandingkan dengan dua model era pemerintahan sebelumnya. Secara yuridis, PAUD telah termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab VI bagian ketujuh pasal 28 mulai ayat satu sampai dengan ayat enam. Kebijakan mengenai PAUD ini memperlihatkan kesadaran dan komitmen pemerintah terhadap urgensi pendidikan sepanjang hayat bagi dinamika kehidupan telah meningkat. Suatu pandangan yang menyatakan, bahwa “Pendidikan merupakan alat
untuk memperbaiki keadaan sekarang, juga
untuk
mempersiapkan dunia esok yang lebih baik serta lebih sejahtera”,4 patut dijadikan kata kunci bagi pembangunan nasional. Secara realitas, amat jauh hari sebelum kebijakan pemerintah tentang PAUD itu hadir sebagai sub-struktur kepemerintahan, dalam masyarakat telah hadir duluan bentuk/model PAUD --semisal Taman Kanak-Kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA)--sebagai sub-kultur yang memperlihatkan bahwa kesadaran warga negara terhadap urgensi PAUD telah terbentuk.5 Ini mengisyaratkan, secara ideal, bahwa kehadiran kebijakan pemerintah tentang PAUD dituntut mampu memperkokoh dinamika PAUD yang memang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kemudian menjadi amat wajar apabila kehadiran Play Group yang tumbuh subur laksana jamur di musim hijan dalam berbagai wilayah perkotaan dan pedesaan pada pemerintahan era reformasi mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat dengan menjadikan anak-anak mereka sebagai peserta didik di sana. Secara akademis, pertautan kehadiran kebijakan pemerintah era reformasi sebagai sub-struktur dengan
sub-kultur masyarakat mengenai
sasaran yang sama (PAUD) dapat dipandang sebagai kejadian yang unik lagi 4
Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti, 1st ed, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997), hlm. 1. 5 Mengenai ringkasan sejarah awal kehadiran PAUD di dunia, dan sejarah awal kehariran PAUD di Indonesia beserta perkembangannya, vide, Imron Arifin, op.cit, hlm. 1133.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
301
menarik untuk dikaji lebih lanjut. Keunikan dapat terlihat ketika sub-struktur dan
sub-kultur
dengan
karakteriktik
dan
asal-usul
masing-masing
dipertemukan dan dikomunikasikan serta diharmonisasikan tentu dapat menimbulkan fenomena-fenomena yang baru dan atau problema yang baru yang menuntut penyelesaian lebih lanjut. Kemenarikan dapat terlihat dari strategi pentautan dinamika inisiatif pemerintah dengan masyarakat dalam mengerahkan segala potensi sebagai investasi pendidikan untuk menyiapkan generasi penerus yang berkualitas prima di masa datang yang memiliki kecenderungan tantangan dan persoalan yang berbeda jauh jika dibandingkan dengan tantangan dan persoalan masa sekarang.
Hakekat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 angka 14 yang menyebutkan bahwa “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”;6 maka berarti segala macam pendidikan, baik yang diberikan di rumah maupun di sekolah pada anak-anak usia 0-6 tahun dapat dimasukkan dalam kategori PAUD. Kemudian sejalan dengan frase yang terdapat dalam bagian akhir dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 angka 14 “... agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut” dan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 28 ayat (2) bahwa “Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal”7 serta sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 28 6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam file pdf, hlm. 3. 7 Ibid, hlm. 12.
302
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
ayat (3) bahwa “Pendidikan anak usia dini pada jalur formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat”;8 maka dapat diperoleh kesan yang kuat seakan-akan PAUD
yang
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal adalah termasuk bagian dari jenjang pendidikan dasar sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 14 “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.9 Akan tetapi apabila kemudian merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 28 ayat (1) bahwa “Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum pendidikan dasar”10 dan penjelasannya bahwa “Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar”,11 juga merujuk pada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 17 ayat (2) bahwa “Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat”;12 maka PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal adalah secara eksplisit tidak termasuk bagian dari jenjang pendidikan dasar. Dan menjadi amat menggalaukan pemikiran para pembaca ketika merujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan bab III pasal 60 : “Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi: a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan dasar; c. pendidikan menengah; dan d. pendidikan tinggi”. 13 Yang lazim terjadi di Indonesia bahwa kegalauan semacam ini menjadi sirna ketika
8
Ibid. Ibid, hlm. 8. 10 Ibid, hlm. 12. 11 Ibid, hlm. 41. 12 Ibid, hlm. 8. 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf, hlm. 43. 9
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
303
Mahkamah Konstitusi menerbitkan keputusan tertentu mengenai hal itu setelah ada aduan masyarakat secara tertulis. Menanggapi realitas ini, Erma Pawitasari --kandidat doktor Pendidikan Islam, juga direktur Eksekutif Andalusia Islamic Education and Management Services-- memasukkan status/posisi PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal sebagai kebijakan yang mengalami kerancuan.14 Menurut UNESCO, di Indonesia, PAUD bukan merupakan bagian dari sistem pendidikan formal,15 sebagai jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang. Berarti selama ini, kebijakan pemerintah era reformasi mengenai status/posisi PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal semisal Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) adalah kurang tegas (tidak konsisten), pada satu sisi diakui sebagai bagian dari jalur pendidikan formal, tetapi pada sisi lain tidak dimasukkan sebagai bagian dari jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar : Sekolah Dasar dan/atau Madrasah Ibtidaiyah). Percaya atau tidak percaya, realitas ini terjadi dalam pemerintahan era reformasi. Kendati demikian, oleh karena yang dititik-beratkan dalam PAUD adalah “peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini”;16 maka apresiasi positif dari masyarakat terhadap PAUD pada jalur pendidikan formal memang semakin terjadi, masyarakat Indonesia telah memperlihatkan menyediakan pondasi yang kuat bagi penyelenggaraan PAUD sebagai bagian dari kultur bangsa, mengingat bahwa “Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga 14
Vide, “Jumlah Topik Harian Paud”, online : http://www.suara-islam.com/ tabloid.php?tab_id=101 – diakses 30-12-2013. 15 Vide, UNESCO, hlm. 18. 16 “Pendidikan Anak Usia Dini”, online, http://id.wikipedia.org/ - diakses 02-022011.
304
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak.”.17
Dalam pandangan Nani Susilawati (Staf Pengajar FISIP
USU), “PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak”.18 Bagi masa depan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, eksistensi PAUD amat penting jika dihubungkan dengan pembentukan karakter manusia Indonesia seutuhnya, dan memang PAUD yang terjadi pada masa usia keemasan (the golden age) dapat menjadi basis penentu pembentukan karakter manusia Indonesia. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa status PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dalam pemerintahan era reformasi semisal Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) adalah kurang tegas (tidak konsisten, dalam kerancuan), pada satu sisi diakui sebagai bagian dari jalur pendidikan formal, tetapi pada sisi lain tidak dimasukkan sebagai bagian dari jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar).
Dasar Yuridis Dasar yuridis PAUD merupakan landasan penyelenggaraan PAUD yang terdiri dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara hierarkhis diberlakukan di Indonesia yang bersifat mengikat jajaran penyelenggara negara dan warga negara. Kondisi dasar yuridis menjadi penentu eksistensi PAUD dalam konteks kehidupan bernegara, dalam pengertian kekokohan dasar yuridis menenentukan kekohan PAUD, dan begitu jua sebaliknya. Oleh Zuhairini dan kawan-kawan, dasar yuridis ini dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, dasar ideal yang terdiri dari Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai falsafah (way of life) bangsa Indonesia yang memperlihatkan visi 17
Dida, “Pentingnya Pendidikan Anak Usia http://sadidadalila.wordpres.com/ - diakses 02-02-2011. 18 Nani Susilawati, “Memahami Pendidikan http://qeeasyifa.multiply.com/ -diakses 02-02-2011.
Dini Anak
di Indonesia”, Usia
Dini”,
online, online,
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
305
kehidupan yang harus diwujudkan. Kedua, dasar struktural yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945 yang memperlihatkan misi yang harus diemban dalam merealisasikan berbagai hubungan hak dan kewajiban baik secara nasional antar institusi kenegaraan dan antara negara dengan warga negara maupun secara internasional. Ketiga, dasar operasional yang terdiri dari ketentuan-ketentuan yang yang lebih spesifik secara langsung mengatur pelaksanaan mengenai suatu aspek kehidupan semisal mengenai PAUD. 19 Paparan mengenai tiga dasar yuridis itu dapat diikuti di bawah ini. Termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Satu Naskah bab XA pasal 28C (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”,20 dan bab XIII pasal 31 (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.21 Berarti, Undang-Undang Dasar di Indonesia secara tegas memposisikan pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia dan bagian dari hak warga-negara yang menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bab III pasal 9 (1) “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. 22 Berarti, hak mendapatkan pendidikan bagi anak-anak tanpa kecuali sebagai bagian yang prinsipil untuk mendapatkan perlindungan negara yang harus dipenuhi dengan sebaik mungkin dan tidak boleh hanya dengan asal-asalan. Termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bab II pasal 2 19
Vide, Zuhairini, et.al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1981, hlm. 19-21. 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Satu Naskah, dalam file pdf, hlm. 20. 21 Ibid, hlm. 24. 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dalam file pdf, hlm. 5.
306
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,23 serta bab IV pasal 5 (1) “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.24 Berarti, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 di samping mempertegas bahwa yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, juga mempertegas
posisi
mendapatkan
pendidikan
yang bermutu
(bukan
pendidikan yang asal-asalan) sebagai bagian dari hak-hak setiap warga negara, dan itu tentu termasuk layanan pendidikan bagi para anak usia dini. Termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) bab VI pasal 29 (1) “Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki : a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1); b. latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan c. sertifikasi profesi guru untuk PAUD”. 25 Berarti, kendati secara tekstual yang disebut dalam SNP lebih terfokus pada pendidik PAUD, maka sesungguhnya SNP dapat dijadikan sebagai dasar yuridis PAUD, sebab pendidik PAUD yang disebut itu adalah bagian yang paling menentukan eksistensi dari unsur-unsur lain dalam penyelenggaraan PAUD. Termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (sebagai diubah dengan Nomor 66 Tahun 2010) pada bagian kedua yang secara khusus mengatur PAUD dengan enam pasal berurutan, yakni pasal 61 mengenai fungsi dan tujuan, pasal 62 mengenai bentuk dan jenis satuan pendidikan, pasal 63 mengenai peserta didik, pasal 64- 65 mengenai penerimaan peserta didik, dan pasal 66 mengenai program pembelajaran.26 Berarti, ketentuan ini mengikat para pihak yang terkait sebagai acuan untuk tindak-lanjut 23
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam file pdf, hlm. 4. 24 Ibid, hlm. 5. 25 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam file pdf, hlm. 13. 26 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dalam file pdf, hlm. 43-46.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
307
menumbuh-kembangkan unsur-unsur yang dipandang dapat mendinamisasi PAUD agar terarah, terpadu, terkoordinasi, dan tersinkronisasi. Termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini pada pasal 1 (1) “Standar pendidikan anak usia dini meliputi pendidikan formal dan nonformal yang terdiri atas : a. Standar tingkat pencapaian perkembangan; b. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; c. Standar isi, proses, dan penilaian; dan d. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.”.27 Berarti, ketentuan ini menjadi dasar bagi para penanggungjawab penyelenggaraan suatu satuan PAUD terutama pada jalur formal Taman Kanak-Kanak (TK) dan/atau Radhatul Athfal (RA) untuk mengadakan penataan lebih lanjut agar mutu layanan rangsangan edukatif terhadap para peserta didik dapat semakin ditingkatkan sesuai dengan standar minimal yang menjadi acuan atau di atasnya. Hal ini tentu amat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia di sana, kualifikasi dan kompetensi para guru dan tutor. Di samping itu, diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional yang dalam bab I pasal 4c menyebut Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, Informal beserta tugas-tugasnya, dan dalam bab IV pasal 110b menyebut Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini beserta tugas-tugasnya. Dan pada tahun 2011, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini menerbitkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan POS PAUD yang menjadi acuan masyarakat dalam mengakses dan menerapkan pengembangan layanan satuan PAUD sejenis yang holistik lagi integratif melalui aktifitas layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada masing-masing desa atau kelurahan di Indonesia;
juga
pada
tahun
2011,
menerbitkan
Petunjuk
Teknis
Penyelenggaraan PAUD Berbasis Taman Pendidikan Al-Qur’an (PAUD-TPQ) yang menjadi acuan masyarakat dalam mengakses dan mengimplementasikan pelayanan satuan PAUD sejenis dalam bentuk layanan PAUD berbasis TPQ. 27
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf, hlm. 2.
308
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa kondisi dasar yuridis pendidikan anak usia dini adalah tampak semakin kokoh lagi semakin lengkap; sebagai landasan ideal adalah Pancasila sebagai termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar negara 1945; sebagai landasan struktural adalah undang-undang dasar negara 1945; dan sebagai landasan operasional adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (sebagai diubah dengan Nomor 66 Tahun 2010), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional yang dalam bab I pasal 4c menyebut Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, Informal beserta tugas-tugasnya, dan dalam bab IV pasal 110b menyebut Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini beserta tugas-tugasnya, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan POS PAUD yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini pada 2011, dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PAUD Berbasis Taman Pendidikan AlQur’an (PAUD-TPQ) yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini pada 2011.
Anak Usia Dini Setiap anak usia dini 0-6 tahun merupakan individu yang berbeda, masing-masing
memiliki karakteristik perkembangan yang unik sesuai
dengan tahapan usia. Masa usia dini merupakan masa keemasan (golden age) yang perlu mendapatkan stimulasi terhadap seluruh aspek perkembangan yang berperan penting untuk tugas perkembangan lebih lanjut dalam usia di atas enam tahun. Masa anak usia dini yang lazim dikenal sebagai masa-masa awal
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
309
kehidupan, sungguh merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan masa depan yang relatif panjang secara duniawi bahkan secara ukhrawi. Anak usia dini 0-6 tahun lazim mengalami masa keemasan, sebagai masa peka/sensitif untuk menerima berbagai stimulus dengan intensitas kepekaan yang berbeda-beda pada setiap anak, bersesuaian dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Dalam masa peka ini ditandai oleh
terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis pada anak
sehingga mulai siap merespon stimulasi dari lingkungan sekitar. Masa peka ini merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral yang menjadi fondasi bagi anak untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang. Perkembangan anak pada masa peka ini dipandang dapat memberikan dampak yang positif terhadap kemampuan intelektual, karakter personal dan kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungan. Kesalahan penanganan anak pada masa peka ini dipandang dapat menghambat perkembangan anak yang seharusnya optimal dari segi fisik maupun psikis. Pertumbuhan anak berbeda dengan perkembangan anak. Pertumbuhan anak, kebih bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan anak lebih merujuk pada parameter kualitatif. Dengan demikian, yang dimaksud dengan perkembangan anak usia dini adalah kemajuan kualitas fungsi fisik, psikis maupun sinergi dari keduanya. Perkembangan anak usia dini yang dianggap perlu lebih diperhatikan lebih lanjut mencakup
bidang : 1. kemampuan
motorik, 2. fungsi fisik, 3. kemampuan kognitif, 4. kemampuan berbahasa, 5. kemampuan beragama :28 1. Kemampuan motorik Perkembangan kemampuan motorik anak usia dini terjadi sebagai tindak lanjut dari perkembangan sistem syarafnya yang semakin matang. Perkembangan kemampuan motorik ini terdiri dari dua tipe. Tipe pertama, 28
Vide, “Perkembangan Anak pada Masa Usia Dini”, online, http://www.ibudanbalita.net/938/perkembangan-anak-pada-masa-usia-dini.html - diakses 3012-2012; Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 8th ed, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm. 109-111; Wiji Hidayati dan Sri Purnami, Psikologi Perkembangan, 1st ed, Teras, Yogyakarta, 2008, hlm. 103-139.
310
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
adalah kemampuan motorik menggerakkan bagian tubuh yang besar, seperti tangan dan kaki, sehingga yang bersangkutan dapat berjalan, berlari, keseimbangan tubuh dan koordinasi gerak. Yang perlu mendapat perhatian pada tipe pertama ini adalah kekuatan otot, kualitas gerakan dan sejauh mana anak mampu melakukan gerakan. Sedangkan tipe kedua adalah kemampuan menggerakkan bagian-bagian kecil dari tubuhnya, seperti jari tangan, jari kaki dan mata yang dapat dilihat dari kemampuan anak melempar dan menangkap sesuatu, menggambar maupun meraih benda. 2. Fungsi fisik Perkembangan fungsi fisik anak usia dini lazim mengikuti pola tertentu. Pertama, perkembangan fungsi bagian tubuh yang besar lebih awal dibandingkan fungsi bagian tubuh yang kecil; seperti perkembangan fungsi tangan dan kaki lebih dulu dibandingkan dengan jari-jarinya. Kedua,
perkembangan
bagian-bagian
utama
tubuh
lebih
dahulu
dibandingkan dengan bagian lainnya; seperti lambung, jantung dan organ inti lainnya lebih dulu dan lebih kuat dibandingkan perkembangan fungsi kaki dan tangan. Ketiga, perkembangan dimulai dari bagian atas tubuh menuju bagian bawah. Perkembangan anak usia dini untuk memfungsikan fisiknya dimulai dari kepala baru kemudian ke bagian kaki, sehingga lebih dulu mampu mengangkat kepalanya dibandingkan berguling. Dinamika perkembangan fungsi fisik diarahkan untuk mengembangkan lima aspek yang meliputi : kekuatan (strength), ketahanan (endurance), kecepatan (speed), kecekatan (agility), dan keseimbangan (balance). 3. Kemampuan kognitif Perkembangan kemampuan kognitif anak usia dini barkaitan dengan daya ingat, kemampuan menganalisis maupun kemampuan memecahkan suatu masalah. Anak usia dini merupakan peneliti kecil, aktif melakukan percobaan kemudian merekam data dengan canggih melalui panca indra dan menganalisis suatu data yang dikumpulkan dari lingkungan sekelilingnya, aktif melakukan pengamatan terhadap segala peristiwa
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
311
sosial sekaligus merekam data dengan canggih melalui panca indra dan menganalisis serta menafsirkannya, aktif berdiskusi (bertanya-jawab) secara kritis obyektif dengan semua orang yang telah dikenal. Dukungan lingkungan untuk menunjang perkembangan kognitif anak amat diperlukan. Interaksi yang sehat antara anak dan lingkungan dapat mengoptimalkan perkembangan kognitifnya. Kemampuan perkembangan kognitif anak usia dini dapat diklasifikasi ke dalam dua tahapan. Pertama, tahap sensorimotor dalam usia 0-2 tahun dengan tanda anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan indera untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kedua, tahap prepational dalam usia 2-6 tahun dengan tanda penguasaan bahasa anak sudah sisematis, anak telah mampu melakukan permainan simbolis, imitasi (baik langsung maupun tertunda) serta mampu mengantisipasi apa yang terjadi waktu mendatang, namun demikian, cara berpikir anak masih bersifat egosentrik, anak mampu mengambil perspektif orang lain, baik secara perseptual, emosional-motivasional dan konseptual. 4. Kemampuan berbahasa Cara orang tua berbicara akan memainkan peran penting bagi perkembangan kemampuan berbahasa anak usia dini. Penggunaan bahasa ibu dapat mendukung anak untuk belajar bahasa lebih cepat. Semula anak hanya mampu mengoceh, menjadi pendengar yang baik atas pembicaraan orang-orang
di
sekelilingnya
dan
kemudian
dia
mulai
mampu
mengucapkan sebuah kata. Dengan terus berlatih, anak mampu mengucapkan gabungan dua kata, dan kemudian bisa membuat sebuah kalimat sederhana. Kemampuan anak berbahasa merupakan cermin dari kecerdasan anak. Selain dukungan dari orang-orang terdekat maupun lingkungan sekitar, perkembangan berbahasa anak usia dini perlu didukung pula oleh suplai nutrisi yang mencukupi. Ini dikarenakan pada masa perkembangan anak usia dini dibutuhkan zat-zat gizi penting dari makanan-minuman halal-
312
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
thayiba untuk proses pematangan jaringan tubuh dan untuk menyediakan energi dalam proses anak bereksplorasi. 5. Kemampuan beragama Kendati setiap anak usia dini tampak memiliki jangkauan pikiran secara terbatas dan memiliki perbendaharaan kata secara terbatas serta memiliki pemahaman atas istilah-istilah yang bermakna abstrak juga secara terbatas; akan tetapi ternyata mereka memiliki kemampuan yang istimewa dalam merasakan sikap, tindakan, perasaan dari kedua orang tuanya dan pengasuhnya serta orang-orang dekat lainnya. Pendidikan pertama lagi utama bagi setiap anak usia dini diperoleh dalam lingkungan keluarga masing-masing melalui pengalaman anak hidup bersama sekeluarga, semisal melalui ucapan yang didengar; tindakan, perbuatan, sikap yang dilihat; perlakukan yang dirasakan. Bermula dari lingkungan keluarga, mereka mengenal Tuhan dan pelbagai perilaku beragama. Apabila mereka dilahirkan dan diasuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, maka dari sana mereka mendapatkan pengalaman keagamaan melalui ucapan, tindakan, dan perlakuan. Sehari-hari di lingkungan keluarga mereka mendengar “Alloh” disebut berulang-kali, dan mungkin sekali semula mereka tidak memiliki perhatian, kemudian mereka ikut memiliki perhatian khusus dengan ikut menyebut “Alloh” secara berulang-kali dalam berbagai situasi dan kondisi seraya memperlihatkan bahasa tubuh terutama pada raut muka yang tampak serius membayangkan sekaligus mempertanyakan siapa “Alloh” tersebut. Tindakan dan perlakuan orang tua yang sesuai dengan ajaran agama dapat menimbulkan pengalaman beragama yang positif pada mereka. Sikap orang tua pada agama dapat mempengaruhi sikap keberagamaan mereka. Jika orang tua bersikap menghormati dan mengindahkan ajaran agama, maka itu dapat memotifasi mereka juga menghormati dan mengindahkan ajaran agama. Dan jika orang tua bersikap meremehkan ajaran agama, maka itu bagi mereka dapat memupuk sikap acuh tak acuh
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
313
pada ajaran agama. Kemudian ketika mereka dimasukkan ke dalam PAUD jalur formal dan/atau nonformal, maka guru di sana merupakan orang yang harus mendidik lebih lanjut keberagamaan mereka. Keimanan dan sikap guru pada agama pasti tercermin dalam berbagai layanan pendidikan di sana. Kemampuan beragama mereka yang mulai tumbuh-berkembang dalam keluarga dapat menjadi tambah subur apabila guru memiliki sikap yang positif terhadap ajaran agama. Dan jika sebaliknya, kemampuan beragama mereka yang mulai tumbuh-berkembang dalam keluarga dapat menjadi kurus atau bahkan layu. Masa anak usia dini merupakan momentum yang paling tepat untuk memulai menumbuh-kembangkan rasa beragama pada mereka melalui perlakuan dan permainan. Oleh karena itu, melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia dini, pemerintah era reformasi dalam kabinet Indonesia Bersatu berusaha merumuskan standar tingkat pencapaian perkembangan yang berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat
pencapaian
kecakapan
akademik.
Tingkat
pencapaian
perkembangan menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional. 29 Mengingat urgensi masa anak usia dini, maka peran stimulasi edukatif berupa penyediaan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran harus disiapkan oleh para pendidik, baik orang tua, guru, pengasuh ataupun orang dewasa lain yang ada di sekitar anak, sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan secara optimal seluruh potensi karunia
29
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan itu secara lengkap disajikan dalam tabel sebagai acuan pelaksanaan PAUD. Vide, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf, hlm. 3-11.
314
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
Allah swt seperti dalam aspek moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional
dan
kemandirian,
kemampuan
berbahasa,
kognitif,
fisik/motorik, dan seni. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa perkembangan anak usia dini yang perlu disikapi selama aktualisasi PAUD adalah secara individual memiliki karakteristik yang unik sesuai tahapan usia masing-masing, anak lazim mengalami masa keemasan sebagai masa peka menerima sekaligus merespon pelbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk menumbuh-kembangkan secara optimal dan integral serta sinergik berbagai potensi fisik dan psikis karunia Allah swt sehingga anak benar-benar memiliki kemampuan motorik, fungsi fisik, kemampuan kognitif, kemampuan berbahasa, kemampuan beragama, dan lain-lain yang kemudian oleh menteri pendidikan nasional dirumuskan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan yang termaktub dalam Standar Pendidikan Anak Usia Dini yang harus menjadi acuan pelaksanaan PAUD di Indonesia.
Kebijakan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD pada masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tatanan kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, menurut Mohammad Nuh selaku menteri pendidikan dan kebudayaan, adalah diarahkan untuk menjamin pelbagai lapisan masyarakat di seluruh penjuru Republik Indonesia mengakses PAUD yang bermutu dengan empat sasaran utama seperti di bawah ini.30 1. Penataan kelembagaan Terlihat bahwa selama ini kehadiran institusi PAUD yang memberi layanan edukatif melalui jalur pendidikan formal seperti Taman Kanakkanak (TK) dan melalui jalur pendidikan nonformal seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) secara kelembagaan belum ada penataan 30
Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, http://paud.unm.ac.id/index.php/home/49-empat-kebijakan-paud.html - diakses 30-12-2013.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
315
agar secara resmi semuanya tertata sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku dengan memiliki status yang jelas, sehingga secara kenegaraan kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Secara prosedural administratif, penataan kelembagaan PAUD ini
perlu
dilaksanakan melalui mekanisme yang sesederhana mungkin, dan jauh dari kesan berbelit-belit dalam mata rantai birokrasi yang panjang lagi berputar-putar saling lempar tanggung-jawab dengan moto “kalau dapat dipersulit, mengapa harus dipermudah”. Penataan kelembagaan ini tentu amat penting lagi krusial dalam konteks kenegaraan. Dan amat rasional manakala Mohammad Nuh selaku menteri pendidikan dan kebudayaan dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, dengan tegas menyatakan bahwa “...pemerintah hanya akan memberikan bantuan pada institusi PAUD yang resmi, dan jelas keberadaan, serta pelaksanaannya. Jika bantuan diberikan tanpa ada kejelasan status, kementerian khawatir hal itu akan memicu terjadinya penyimpangan”.31 Untuk menciptakan iklim kerja sama sekaligus persaingan yang sehat baik antar PAUD maupun antara PAUD dengan para pihak terkait dalam skala nasional dan internasional, maka sebisa mungkin penataan kelembagaan ini dapat diarahkan ke akreditasi PAUD. Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “status akreditasi menjadi perhatian penataan. Saat ini, lembaga PAUD yang sudah mendapat akreditasi baru 0,16 persen dari total lembaga yang ada”.32 2. Standarisasi guru dan tutor pendamping Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada 31
Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, Ibid. “Standar Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Disamakan”, http://kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/227 diakses 30-12-2012. 32
online,
316
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
penataan tersebut, ternyata juga dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang terkesan seadanya, dalam pengertian ketika belum beredar isu tunjangan sertifikasi guru siapa saja yang mau menjadi guru dan tutor di sana dapat menduduki posisi itu tanpa seleksi yang prosedural berdasarkan kriteria tertentu, sebab menjadi guru dan tutor di sana oleh masyarakat setempat tidak/belum dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan masa depan. Kemudian ketika menjadi guru dan tutor di sana secara praktis tanpa penghargaan yang berarti, semisal dengan imbalan honorarium yang relatif kecil. Sejalan dinamika tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman, ketersediaan guru dan tutor pada sebagian besar PAUD yang seadanya tersebut nyata-nyata merugikan masa depan bangsa dan negara, sebab menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya adalah suatu kezaliman, sebagian besar dari mereka bukan merupakan sumber daya manusia yang tepat untuk menangani pekerjaan besar mendidik para calon generasi masa depan. Oleh karenanya, perlu segera ada gerakan perubahan standarisasi guru dan tutor PAUD agar terukur secara kualifikasi, kompetensi, dan profesi. Menjadi guru dan tutor PAUD harus menjadi kebanggaan, dan profesional bagi masa depan. Terkait dengan penataan guru dan tutor PAUD ini, Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “Tingkat pendidikan guru PAUD juga mendapat perhatian penataan. Guru PAUD diharapkan berstatus pendidikan S1. Selanjutnya, guru yang sudah menamatkan pendidikan S1 dapat mengurus sertifikasi agar mendapatkan tunjangan fungsional dari pemerintah. Dari total 22 ribu orang guru PAUD di Indonesia, baru 2.000 orang yang mendapat sertifikasi”.33
33
“Standar Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Disamakan”, online, ibid.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
317
3. Pengembangan kurikulum Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada penataan, dan dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang seadanya tersebut, ternyata juga tanpa disertai pengembangan kurikulum. Kurikulum yang ketinggalan zaman menyebabkan proses belajar mengajar berjalan sebagai rutinitas lagi statis. Membiarkan realitas negatif ini merupakan kerugian terbesar bagi masa depan bangsa dan negara. Dalam era reformasi dengan semangat otonomi daerah saat ini, guru dan tutor PAUD tanpa memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diharapkan tidak akan pernah dapat mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karenya, “... kurikulum PAUD harus ditata ulang. Sebab, PAUD bukan untuk memperkuat basis kognitif, tetapi lebih kepada menyiapkan sel-sel neuron dengan berbagai pergerakan fisik. Misalnya, kita ajarkan tentang Ketuhanan, dikenalkan juga dengan interaksi sosial, dan lain sebagainya. Bangun suasana belajar yang menyenangkan, tapi semua harus sesuai porsi dan keadaan, jika tidak nanti bisa stress".34 4. Ketersediaan sarana dan prasarana. Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada penataan, dan dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang seadanya tersebut, serta tanpa disertai pengembangan kurikulum, ternyata juga tanpa disertai ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Oleh karenanya, arah kebijakan ini perlu ditindak-lanjuti dengan segera, agar harapan semua lapisan masyarakat dapat mengakses layanan PAUD yang bermutu benar-benar menjadi kenyataan. Terkait dengan penataan sarana dan prasarana PAUD ini, Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, 34
Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, op.cit.
318
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “ada intervensi dana bantuan. Sebanyak Rp100 juta diberikan kepada lembaga Muslimat Nahdlatul Ulama, Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid (BKPRM), Aisyiah, Dharma Wanita, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), dan Ikatan Guru TK Indonesia (IGTKI). Diharapkan bantuan ini dapat meningkatkan kapasitas lembaga PAUD". 35 Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD pada masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tatanan kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, adalah diarahkan untuk menjamin pelbagai lapisan masyarakat di seluruh penjuru Republik Indonesia mengakses PAUD yang bermutu dengan empat sasaran utama : a. penataan kelembagaan, b. standarisasi guru dan tutor pendamping, c. pengembangan kurikulum, d. Ketersediaan sarana dan prasarana.
Penyelenggaraan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Secara kelembagaan, PAUD di Indonesia dapat diselenggarakan melalui tiga jalur : pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.36 Pada masing-masing jalur ini dapat dikembangkan model-model PAUD tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan dinamika zaman yang saat ini di Indonesia tengah berada dalam era reformasi menuju otonomi daerah. Termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bab VI pasal 28 ayat 2-5 : (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
35
“Standar Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Disamakan”, online, op.cit. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf, hlm. 3-8. 36
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
319
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.37
Penyebutan tiga jalur penyelenggaraan PAUD di dalam undangundang sistem pendidikan tersebut dimaksudkan untuk membedakan saja berdasarkan karakteristik masing-masing, bukan untuk memisah-misahkan dan mencerai-beraikan antara jalur yang satu dengan yang lain. Ketiga jalur penyelenggaraan PAUD tersebut harus terdapat hubungan yang saling melengkapi lagi saling menentukan sebagai bagian dari sub-sistem PAUD. Termaktub dalam penjelasan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini pada bagian pendahuluan paragraf pertama, bahwa : Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 4– ≤6 tahun. Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 0 – <2 tahun, 2 – <4 tahun, 4 – ≤6 tahun dan Program Pengasuhan untuk anak usia 0 ≤6 tahun; Kelompok Bermain (KB) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak usia 2 – <4 tahun dan 4 – ≤6 tahun.38
Bentuk pembelajaran yang diberikan pada PAUD lebih cenderung ke arah bermain untuk belajar. Artinya anak-anak usia dini tidak diberikan pelajaran dalam bentuk baku seperti pada sekolah dasar, tetapi materi pembelajaran dimasukkan dalam koridor bermain atau saat mereka bermain. 37
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, op.cit, hlm. 12. 38 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf, hlm. 3.
320
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
Sehingga di sana terdapat bermacam-macam permainan yang secara sadar oleh guru PAUD dirancang dan diselenggarakan sebagai bagian dari media stimulasi
edukatif
yang
menyenangkan
lagi
menantang
sekaligus
membangkitkan motivasi para peserta didik untuk merespon melalui aktifitas belajar secara mandiri sekaligus interaktif antara guru dengan mereka serta antar mereka. Termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan bab III pasal 66 ayat (1) : Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia; b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.39
Layanan PAUD dalam masyarakat dapat diikuti melalui beberapa macam lembaga : Bina Keluarga Balita (BKB) bagi anak usia 0-5 tahun, Posyandu bagi anak usia 0-6 tahun, Taman Penitipan Anak (TPA) bagi anak usia 3 bulan – 6 tahun, Kelompok Bermain (KB) bagi anak usia 2-6 tahun, Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) bagi anak usia 4-6 tahun. Bina Keluarga Balita (BKB) menyediakan informasi bagi ibu-ibu mengenai cara membesarkan dan mengawasi perkembangan fisik, emosi, intelektual anak usia dini yang dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu yang dikoordinir oleh pemerintahan desa/kelurahan yang menekankan urgensi melayani anak usia dini dalam binaan kader terlatih. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan pusat kesehatan masyarakat yang melayani perawatan kesehatan bagi ibu-ibu hamil dan menyusui serta anak balita mereka dan melayani bimbingan menjadi orang tua yang efektif. Taman Penitipan Anak (TPA) lazim didirikan di wilayah perkotaan untuk melayani pendidikan anak usia dini yang orang tuanya bekerja di luar rumah. Kelompok Bermain (KB)
39
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf, hlm. 45-46.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
321
ada yang cenderung menjadi kelas junior (nol-kecil) bagi Taman Kanakkanak. Sebenarnya masyarakat senantiasa kreatif menumbuh berkembangkan model-model layanan PAUD yang lain seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), dan Pondok Pesantren Anak-anak. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa penyelenggaraan PAUD dalam pemerintahan era reformasi melalui tiga jalur : a. pendidikan formal, b. pendidikan nonformal, c. pendidikan informal dengan pemberian model-model pembelajaran yang lebih cenderung ke arah bermain untuk belajar.
Pembinaan Lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Pendidikan lazim dimaknai sebagai usaha sadar untuk menciptakan perubahan kondisi suatu lingkungan yang kondusif lagi memungkinkan terjadi perkembangan optimal dari potensi para peserta didik yang dibawa sejak lahir. Karena itu, maka untuk menyediakan suatu lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi anak usia dini mengharuskan ada pihak yang menjadi penanggung-jawab, agar perkembangan mereka di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Dan terkait dengan hal ini, termaktub dalam UndangUndang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 11 (1) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.40 Berarti, apabila dipandang dari sudut struktur pemerintahan, maka sistem pendidikan Indonesia dalam pemerintahan era reformasi dijamin oleh undangundang bahwa presiden cq menteri pendidikan nasional dalam lingkup teritorial negara sebagai pemerintah pusat, gubernur dalam lingkup teritorial propinsi sebagai pemerintah daerah tingkat I, bupati dan wali kota dalam lingkup teritorial kabupaten dan kota sebagai pemerintah daerah tingkat II, ketiganya diwajibkan menjadi penanggung jawab pembinaan pendidikan yang
40
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam file pdf, hlm. 6.
322
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
bermutu, termasuk penyelenggaraan PAUD. Jika di antara ketiganya ada yang tidak komitmen dengan ketentuan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran yang kasat mata terhadap undang-undang, dan dapat dimakzulkan dari kedudukan pemerintahannya menurut mekanisme yang diberlakukan. Kemudian termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bab II pasal 2, bahwa : “Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan”. Dan untuk mendukung kebijakan pembinaan layanan PAUD yang terarah, terpadu, dan terkoordinasi dalam pandangan Hamid Muhammad selaku Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, bahwa : Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik formal, nonformal, maupun informal, berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.41
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional yang dalam bab I pasal 4c menyebut Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, Informal beserta tugas-tugasnya, dan dalam bab IV pasal 110b menyebut Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini beserta tugas-tugasnya. Berarti, apabila dipandang dari struktur pengelolaan pendidikan di Indonesia, maka yang menjadi penanggung jawab pembinaan PAUD dalam pemerintahan era reformasi adalah presiden selaku pemerintah yang dibantu oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal; Direktorat Pembinaan 41
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan POS PAUD, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan Nasional, 2011, dalam file pdf, hlm. 3.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
323
Pendidikan Anak Usia Dini); gubernur selaku pemerintah provinsi; bupati/wakil
kota
selaku
pemerintah
kabupaten/kota;
yayasan
yang
mendirikan PAUD; kepala satuan PAUD. Hal ini dapat dipandang sebagai peristiwa yang positif dalam mencetuskan perubahan yang signifikan mengenai cara pelayanan pendidikan anak usia dini secara konsep dan terprogram serta tersosialisasikan di seluruh Indonesia. Dengan
mencermati
realitas
kehidupan
sehari-hari
mengenai
penyelenggaraan PAUD di Indonesia dalam pemerintahan era reformasi, kendati secara struktur pemerintahan dan secara struktur pengelolaan pendidikan penanggung-jawab pembinaan PAUD sudah ditentukan, ternyata secara kultural masih terdapat koordinasi kerja melalui pendelegasian dan pelimpahan wewenang lintas kementerian yang terkait lagi paralel. Kementerian pendidikan dan kebudayaan bertanggung jawab atas pengawasan dan pengembangan Taman Kanak-kanak (TK). Kementerian agama bertanggung jawab atas pengawasan dan pengembangan Raudatul Athfal (RA). Kementerian kesehatan bertanggung jawab atas layanan kesehatan anak usia dini dengan bantuan teknis dalam Posyandu. BKKBN bersama-sama kementerian pemberdayaan perempuan bertanggung jawab atas Bina Keluarga Balita. Dalam perkembangan lebih jauh, tanggung jawab
menumbuh-
kembangkan PAUD yang berkualitas telah dilaksanakan bukan saja oleh pemerintah tetapi telah merambah sampai kepada kesadaran yang murni dari masyarakat. Artinya tanggung jawab dalam membina perkembangan pendidikan bagi anak usia dini telah mengalami perkembangan yang pesat, atau dapat dikatakan telah mengalami perubahan paradigma dari pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tua telah meluas menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Dengan kata lain PAUD telah menjadi tanggung jawab bersama, orang tua, masyarakat dan pemerintah sebagai suatu landasan yang kokoh dalam membangun karakter dan kepribadian penerus perjuangan menggapai tujuan bernegara sebagai diamanatkan dalam pembukaan undangundang dasar negara Republik Indonesia 1945. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa yang menjadi penanggung jawab pembinaan PAUD dalam pemerintahan era
324
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
reformasi : apabila dipandang dari sudut struktur pemerintahan, adalah presiden cq menteri pendidikan nasional dalam lingkup teritorial negara sebagai pemerintah pusat, gubernur dalam lingkup teritorial propinsi sebagai pemerintah daerah tingkat I, bupati dan wali kota dalam lingkup teritorial kabupaten dan kota sebagai pemerintah daerah tingkat II; apabila dipandang dari sudut struktur pengelolaan pendidikan, adalah presiden selaku pemerintah yang dibantu oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal; Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini), gubernur selaku pemerintah provinsi, bupati/wakil
kota
selaku
pemerintah
kabupaten/kota,
yayasan
yang
mendirikan PAUD, kepala satuan PAUD; apabila dipandang dari sudut kultur, adalah terdapat koordinasi kerja melalui pendelegasian dan pelimpahan wewenang lintas kementerian yang terkait lagi paralel, sehingga saat ini PAUD telah menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Saran 1. Kepada pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota Agar segala urusan terkait dengan pengimplementasian kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD mendapatkan dukungan dana yang makin memadai sehingga program kerja pada lembaga-lembaga pendidikan formal PAUD dapat ditangani dengan semakin baik, maka sebaiknya pemerintah dan DPR pusat/daerah secara tegas berani mengemban amanat UUD 1945 hasil amandemen pasa 31 dan UU 202003 tentang Sisdiknas pasal 45 yang menuntut memprioritaskan 20% APBN/APBD untuk pendidikan dengan tanpa syarat dan dalih apapun; dan agar di masa datang lembaga-lembaga formal PAUD diurus oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten, maka sebaiknya segera diselenggarakan
LPTK
program
S-1,
S-2,
S-3
yang
khusus
mempersiapkan lulusan di bidang PAUD; juga agar terjadi pengelolaan lembaga-lembaga
formal
PAUD
yang
makin
sinergis
dalam
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
325
menyelenggarakan layanan edukatif, maka sebaiknya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut atas koordinasi dan sinkronisasi antar struktur internal kementerian pendidikan dan kebudayaan yang menangani PAUD terutama antara Direktorat Pembinaan PAUD – Balitbangdiklat – Inspektorat, demikian juga evalusi kerja sama antar kementerian terkait dan kerja sama dengan segenap stakeholders. 2. Kepada orang tua, tokoh masyarakat, ahli dan praktisi pendidikan Agar lembaga-lembaga formal PAUD yang telah didirikan selama ini selalu mendapatkan penanganan yang makin serius guna membantu penyiapan SDM dengan mutu unggul di masa mendatang, maka sebaiknya diadakan evaluasi diri secara periodik yang hasilnya ditindak lanjuti bersama sesuai dengan kemampuan setempat, dan sebaiknya menjalain kerja sama dengan lembaga sejenis yang dinilai lebih maju juga kerja sama dengan banyak perseorangan/institusi/ stakeholders yang peduli dengan PAUD; dan agar penyelenggaraan PAUD yang dipercayai untuk membimbing anak-anak dapat makin mendongkrak perkembangan aspekaspek kejiwaan mereka secara lebih maksimal, maka sebaiknya kerja sama antara para orang tua dengan para penyelenggara lembaga formal PAUD juga kerja sama antar para orang tua selaku user lembaga formal PAUD itu semakin diperkuat melalui aktifitas-aktifitas yang memungkinkan seperti tukar menukar informasi terkait dengan pendidikan anak, musyawarah mengenai layanan pendidikan, studi banding bersama ke lembaga formal PAUD yang dinilai lebih maju.
- har -
326
Edukasi, Volume 01, Nomor 02, Nov 2013: 283-297
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Imron, Kepemimpinan Himpaudi Studi Kasus di Kota Malang, 1st ed, Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011. Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, 8th ed, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984. Dida, “Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia”, online, http://sadidadalila.wordpres.com/ - diakses 02-02-2011. Hidayati, Wiji., dan Purnami, Sri., Psikologi Perkembangan, 1st ed, Yogyakarta: Teras, 2008. Islam, Suara, “Jumlah Topik Harian Paud”, online : http://www.suara-islam.com/ tabloid.php?tab_id=101 – diakses 30-12-2013. Kartono, Kartini, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti, 1st ed, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997. Kemendiknas, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan POS PAUD, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf. 2011. __________, “Standar Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Disamakan”, online, http://kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/227 diakses 30-12-2012. Majalah Ibu dan Balita, “Perkembangan Anak pada Masa Usia Dini”, online, http://www.ibudanbalita.net/938/perkembangan-anak-pada-masa-usiadini.html - diakses 30-12-2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2010, Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf. __________, Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam file pdf. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf. Susilawati, Nani, “Memahami Pendidikan Anak Usia http://qeeasyifa.multiply.com/ -diakses 02-02-2011.
Dini”,
online,
Ulwan, Nashih, Abdullah, Pendidikan Anak dalam Islam, vol. 1, 2nd ed, Jakarta: Pustaka Amani, 1999. UNESCO, “Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia”, Seksi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Inklusif, Divisi Pendidikan Dasar, Sektor Pendidikan UNESCO, Januari 2005, http://www.unesdoc.unesco.org/ - diakses 27 Maret 2008. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Satu Naskah, dalam file pdf. Universitas Negeri Malang, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, http://paud.unm.ac.id/index.php/home/49-empat-kebijakanpaud.html - diakses 30-12-2013.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam… – Ali Rohmad
Wikepedia, “Pendidikan Anak diakses 02-02-2011.
Usia Dini”, online,
327
http://id.wikipedia.org/ -
Zuhairini, et.al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1981.