PENDIDIKAN ANAK METODE NABI (Kewajiban Menyusui, Mengasuh Dan Menjamin Nafkah Anak) Syukrawati Abstrak: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut". “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadnya”.
1
kepada si ibu dan anaknya serta
A. Pendahuluan Pendidikan anak merupakan
mencukupi semua keperluannya.
sesuatu yang sangat penting. Sebab,
Di
samping
itu,
pendidikan pada masa awal akan
melindungi
berpengaruh
hari.
anak, dalam Islam juga diatur tentang
kita,
penjagaan dan pengasuhan bayi atau
Rasulullah SAW telah mengajarkan
anak kecil sejak ia dilahirkan sampai
pendidikan anak secara detail, sejak
mumayyiz atau ia mampu menjaga
anak dalam sulbi ayahnya, ketika
dan mengatur dirinya sendiri. Untuk
anak berada dalam rahim ibunya,
lebih
setelah
permasalahan tersebut di atas akan
dikemudian
Sebenarnya
guru
anak
besar
dilahirkan
bahkan
sampai anak telah berusia dewasa. Selama anak memiliki
dalam
kandungan,
hak
yang harus
ditunaikan oleh ibunya. sang
anak
makanan
harus
yang
sesuai,
sehingga
jelasnya,
seorang
permasalahan-
dibahas dalam penjelasan berikut ini.
B. Kewajiban Menyusui Anak
Dimana
mengkonsumsi
kepentingan
untuk
Untuk
melindungi
kepentingan seorang anak, al-Qur’an menetapkan
ketentuan
tentang
seorang ibu tidak boleh melalaikan
penyusuan. Yaitu hak anak untuk
gizi yang diperlukan. Dengan begitu
mendapat pelayanan makanan pokok
sang ayah harus memberi nafkah
dengan jalan menyusu pada ibunya
yang cukup untuk istrinya yang
semenjak ia lahir sampai berusia 2
sedang mengandung. Ketika waktu
tahun. Menyusu adalah hak setiap
kelahiran sang bayi tiba, secara
bayi yang harus ditunaikan oleh
otomatis
ibunya
makanan
pokok
yang
dan menempati prioritas
didapat oleh bayi itu terputus. Kedua
pertama.
orang
menyusui dari susunya sendiri. Ia
tuanya
wajib
menangani
Artinya,
berhak
ibunya
untuk
harus
penyusuannya. Sang ibu menyusui
lebih
menyusui
bayinya dari air susu yang telah
anaknya daripada orang lain. Ini
diciptakan oleh Allah sehingga bayi
berdasarkan firman Allah dalam al-
mudah mencerna. Sedangkan sang
Qur’an surat al-Baqarah ayat 233
ayah berkewajiban memberi nafkah
sebagai berikut:
2
ِ ا ُيُْل ِ ْل َ َْلَ َ ُ َّن ُ َ َ اْل َ ا ِ ٌن َ ِاَ ْل ِ َ ْل اَ ْل ٌن اِ َ ْل ََ َ ْلَن ُِ َّن اَّن َ َا َ َ َاَى اْل َ ْل اُ ِ اَ ُ ِْل ُُي ُ َّن ِ ِ ُ َ ْل َ ُيُ ُ َّن ِ اْل َ ْل ُ و َ ُ َ َّن ٌ َ َُِي ْل ٌ َِّن ُ ْلس َ َ َ ُ َ َّن َ ا َِاَ ِ َ ََ َا ْل اُ ٌ اَ ُ َِاَ ِ ِ َ َاَى ِ ِ ِ َ ََ اْل َ ِ ا ْل ُ َا َ َِ ْلن ِ ٍ َ َ ُ ا ِاْلنُي ُ َ َ ٍ ََ ً َا ْل َُي َ َ ُ نَ َا َاَْلي ِ َ َ ِ ْلن ََ ْل ُْل ْلَن َ ْل َُي ْل ِ ُ َْلَ َ ُ ْل َ َ ُ نَ َا ِ َاَْلي ُ ْل َ َسَّن ْل ُ ْل َا َ َُيْليُ ْل ِ ِ )233 : و ( ابق ُ اْل َ ْل
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut".
Disebutkan Umumah
fil
dalam
Al-
Qur’an
an-
Ahammiyatir-Radha’ah ath-Thabi’ah “Para peneliti dalam bidang medis menetapkan pentingnya seorang ibu menyusui anaknya. Sebab gizi yang terkandung dalam air susu ibu tidak ada dalam minuman atau makanan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya penyusuan”. Di samping itu, penyusuan secara alami mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jiwa, yaitu menguatkan hubungan antara ibu dan anak dan menambah perasaan kasih sayang diantara keduanya. Intinya, bahwa penyusuan
akan
memberikan
manfaat yang besar bagi ibu yang menyusui maupun anaknya baik dari aspek kesehatan maupun psikologis. Dalam kajian fiqh persoalan menyusui juga menjadi pembahasan yang sangat penting, bahkan menjadi perbedaan
pendapat
dikalangan
ulama. Yaitu dalam hal, apakah penguasa bisa memaksa seorang ibu
3
yang enggan
menyusui
anaknya
syarat anak itu mau menyusu kepada
meskipun terdapat alternatif lain
wanita
untuk menggantikannya. Perbedaan
menyusukan
pendapat ini dilatar belakangi karena
pembayarannya kepada ayah karena
mereka berbeda dalam memahami
radha'
surat al-Baqarah ayat 233 di atas.
dibebankan
Ulama
lain,
sedangkan itu
upah
diwajibkan
termasuk
nafkah
yang
ayah.
Oleh
kepada
Syafi'iyah
karena itu, jika ada seorang ibu
mewajibkan kepada seorang ibu
enggan menyusui anaknya tanpa ada
untuk menyusukan anaknya karena
halangan
menurut kebiasaan anak tidak bisa
menurut
hidup tanpa menyusu. Akan tetapi
pengadilan
tidak
memaksa wanita itu untuk menyusui
wajib
bagi
seorang
ibu
menyusui anaknya jika ada orang lain yang akan menyusukan anaknya
yang
dapat
syara' maka secara
diterima hakim
sah
di
boleh
anaknya. Mayoritas
ulama,3
tidak
wanita
untuk
tersebut.1Menurut ulama Malikiyah,2
mewajibkan
perintah menyusukan dalam ayat
menyusui anaknya, sehingga ia boleh
tersebut menunjukkan hukum wajib,
menolak untuk menyusui anaknya.
sehingga seorang ibu wajib menyusui
Ayat 233 surat al-Baqarah tersebut di
anaknya, baik masih dalam ikatan
atas, oleh mayoriras ulama dipahami
perkawinan dengan suaminya yang
sebagai sebuah anjuran. Apabila
membuahkan anak itu atau sudah
seorang ibu menolak untuk menyusui
ditalak raj'i. Namun jika 'urf atau
anaknya
adat setempat tidak mengizinkan
memberikan nafkah kepada anak
wanita
menyusui
menurut mereka terletak di pundak
anaknya maka seorang ibu boleh
ayahnya. Oleh karena itu, ayah wajib
tidak menyusukan anaknya dengan
mencarii dan membayar orang lain
bangsawan
atas
maka
kewajiban
untuk
untuk menyusui anaknya yang dalam 1
Zakariya Ahmad al-Barry, Ahkam al-Aulad fi al-Islam, (Kairo: Maktabah alArabiyah, 1964), h.32 2 Ibid, h. 698-699
3
Muhammad Abu Zahrah, al-Ahwal a-Syakhsiyyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, tt),h. 470
4
fiqh wanita dikenal dengan istilah
yang tidak mau menyusui anaknya
dhair.4 Di zaman sekarang, hal ini
dipahami
termasuk menyediakan susu formula
haknya. Dengan alasan ini, baik
bagi si anak. Kewajiban memberi
suami maupun hakim tidak berhak
nafkah pada istri selama menyusukan
untuk memaksa seorang ibu untuk
serta mengatur penyusuan bagi anak
menggunakan haknya.
sebagai
pengguguran
tersebut dibebankan kepada ayah
Para ulama sepakat, bahwa
karena dialah yang berkewajiban
hakim berhak memaksa seorang ibu
membiayai mereka secara wajar5
untuk menyusui anaknya apabila ia
Namun demikian, air susu ibu tetap
enggan dalam beberapa hal, yaitu: 6
lebih utama karena dengan itu bayi
1) Apabila bayi tidak mau menyusu
dapat lebih merasakan kasih sayang ibu. Itulah alasannya kenapa seorang
kecuali kepada ibunya, 2) Apabila bapak tidak menemukan
ibu tetap dianjurkan untuk menyusui
wanita
anaknya.
menyusuinya
Selain
itu,
menurut
mayoritas ulama praktek menyusui
lain
yang
3) Pihak ayah tidak mempunyai
anak di samping hak anak juga
kemampuan
merupakan hak ibu. Disebut hak ibu
menyewa
karena dengan menyusui itu seorang
untuk menyusuinya
ibu merasakan nikmat menyayangi
akan
4) Bayi
materi
untuk
perempuan lain
tidak
mempunyai
seorang anak. Menurut hukum Islam,
kemampuan
seoarang yang punya hak bila ia mau
menyewa perempuan lain untuk
boleh saja menggugurkan haknya itu.
menyusukannya.
Oleh karena itu, jika seorang ibu
Jadi menyusui
4
Dhair adalah wanita yang menyediakan diri mengambil upah menyusui anak orang lain 5 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari'ah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2002), h.280
materi
seorang anaknya
untuk
ibu
wajib
dan
pihak
penguasa bisa memaksanya bilamana 6
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), h. 699. Muhammad Abu Zahrah, op.cit, h. 470. Zakariya Ahmad al-Barry, Op.cit, h. 31
5
ia
enggan.
Ketentuan
tersebut
ataupun
anak
membutuhkan
ditetapkan karena untuk melindungi
pembelanjaan.
kepentingan
bertanggung jawab dalam hal ini
seorang
anak
yang
dilahirkan.
yang
adalah ayah kandungnya.
Dapat disimpulkan bahwa, menurut
Pihak
mazhab
apabila
dapat disimpulkan bahwa menyusui
ibunya adalah wanita bangsawan
merupakan suatu tanggung jawab
yang menurut adat setempat tidak
besar
wajib menyusui anaknya, atau wanita
pundak
yang sedang berhalangan sehingga
merupakan kebutuhan fundamental
tidak mampu menyusui anaknya.
dalam
Dalam
yang
Dimana penyusuan ini merupakan
menyediakan
sarana hubungan antara anak dengan
hal
berkewajiban
Maliki
Berdasarkan uraian di atas,
ini, untuk
pihak
yang ibu.
ibunya,
adalah ayah kandungnya.
merasakan
kepada
penyusuan
seorang
disamping
anak
ketenangan
anak.
bisa dan
pendapat
perlindungan dalam rengkuhan dan
mayoritas ulama, selain dari empat
pelukan ibunya, anak pun dapat lebih
kondisi di atas, ibu berhak menolak
merasakan kasih sayang ibu. Selain
untuk menyusui anaknya. Dalam hal
itu, dengan menyusui itu seorang ibu
ini, ayah kandungnya adalah pihak
juga
pertama yang berkewajiban untuk
menyayangi seorang anak.
melepaskan
dalam
Karena
kehidupan
wanita lain untuk menyusui anak itu
Adapun
diserahkan
permasalahan
akan
merasakan
nikmat
anak
tersebut. Pihak ayahlah yang mencari
C. Kewajiban
Mengasuh
dan memilih dhair mana yang layak
Mendidik Anak
untuk menunaikan tugas tersebut. Di
Mengasuh
atau
atau
mendidik
samping tugas mencarikan, juga
anak dalam Islam dikenal juga
tugas membiayai dhair itu sebagai
dengan istilah hadhanah. Dimana
upah menyusui. Hal ini disebabkan karena pada masa menyusui baik ibu
secara bahasa kata hadhanah itu diambil dari kata
حلyaitu: جلنب
6
yang berarti di samping atau berada
Ibu akan mengasuh anak-
di bawah ketiak. Sedangkan menurut
anaknya
istilah fiqh hadhanah ialah:
sayang, membimbing mereka dengan
ق ؤ ا م بًن
ظا ي ا ا ط، متييز .جمن ز 7
dengan
bijaksana,
limpahan
mengarahkan
kasih
mereka
dengan penuh kesadaran, mengajari mereka dengan ruh seorang ibu yang senantiasa
mengasihi
dan
menyayangi. Dengan keadaan seperti
"Kewenangan untuk mendidik dan merawat orang yang belum dapat mengatur dirinya sendiri, seperti anak kecil (mumayyiz) atau orang yang sudah dewasa tetapi kehilangan akal (kecerdasan berpikir) nya.
ini,
agar
seorang
ibu
bisa
Hadhanah merupakan tugas
baiknya. Dan seorang ibu harus
melaksanakan tugas yang amat besar ini secara sempurna dan baik, maka seorang
ibu
dituntut
untuk
mengetahui peranannya tersebut dan harus membekali dirinya sebaik-
wajib untuk menjaga dan mengasuh
mencurahkan
serta mendidik bayi atau anak kecil
demi kebahagiaan dan kesuksesan
sejak ia lahir sampai mumayyiz atau
anaknya dimasa datang.
mampu
menjaga
dan
semua
perhatiannya
Adapun alasan kenapa ibu
mengatur
dirinya sendiri. Seorang ibu lebih
lebih
tepat
lainnya adalah berdasarkan sebuah
untuk
mengasuh
anaknya
karena naluri kewanitaan mereka lebih sesuai untuk mendidik dan merawat mereka
anak, dalam
serta
kesabaran menghadapi
permasalahan kehidupan anak-anak lebih tinggi dibanding kesabaran seorang laki-laki.8
7
Wahbah al-Zuhailiy, op.cit, h. 717 Zakariya Ahmad al-Barry, op.cit,
diutamakan
dari
pengasuh
riwayat berikut:
ا اب هلل ا ن ا ا ىل س ل هلل ص هلل سل : ق ت، ا ي س ن ىن ذ ن طىن ا،هلل ث ي، جى ا، ا نزا ا، ا سق
8
h. 39
7
ا مل
ق
ل ت.اىن ) ن حي ( مح
9
Hadits dari 'Abdullah bin 'Amru: Seorang wanita mendatangi Rasulullah SAW, lalu berkata: Ya Rasulullah, anakku ini keluar dari perutku, air susuku jadi minumannya, ia tidak lepas dari pangkuanku, lalu ayahnya ingin mengambilnya dariku. Rasulullah SAW menjawab: Engkau lebih berhak mengasuhnya, selama engkau belum kawin dengan laki-laki lain. (HR. Ahmad)
Menurut ulama Hanafiyah,10 kewenangan hadhanah lebih tepat dimiliki kaum wanita, yaitu ibu atau yang mewakilinya. Apabila seorang ibu
yang
melakukan
hadhanah
terhadap anaknya maka menurut ulama
Hanafiyah
mereka
tidak
berhak mendapatkan imbalan. Alasan mereka adalah karena ibu selama perkawinan mendapat nafkah dan nafkah tersebut cukup untuk biaya mengasuh anak tersebut. Akan tetapi apabila istri telah dicerai dan masa iddahnya telah habis maka ibu berhak
mendapat
pekerjaan
imbalan
mengasuh
dari yang
dilakukannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadhanah menjadi hak atau kewenangan bersama, antara kedua orang
tua
dan
anak.
Menurut
Wahbah al-Zuhailiy,11 hak hadhanah itu hak berserikat antara ibu ayah dan anak. Apabila terjadi pertentangan antara mereka maka yang prioritas adalah hak anak. Seorang ibu yang mengasuh
anaknya
tidak
berhak
mendapatkan imbalan karena ibu telah
mendapat
nafkah
dari
suaminya. Apabila terjadi perceraian antara suami dan istri dan masih dalam masa iddah thalak bain, boleh saja anak berada di bawah asuhan ibunya tetapi biaya pengasuhan tetap ditanggung ayah. Tetapi ibu tetap tidak
berhak
karena
ibu
mendapat masih
imbalan
mendapatkan
nafkah dari suaminya. Ketentuan
tersebut
disebabkan
karena,
yang
bertanggung
jawab
dalam
menyediakan biaya yang diperlukan anak selama
dalam
pengasuhan,
adalah ayahnya jika anak itu tidak mempunyai harta.12 Menurut mereka
9
Ahmad bin Hanbal Abu 'Abdullah asy-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Mesir: Muassasah Qurtubah, [tt.]), jilid II, h. 182 10 Wahbah al-Zuhailiy, op. cit, h. 733-734
dalam kasus seperti ini, anak lebih 11
Ibid. , Zakariya Ahmad al-Barry, op. cit, h. 48 12 Ibid, h. 736
8
berhak
tinggal
bersama
ibunya
damai dalam rumah tangga dimana
sampai umur yang ditentukan atau
anak diasuh, dibesarkan dan ikut
sampai ia bisa memilih apakah akan
serta dalam mendidik watak anak.
tinggal dengan ayah atau ibunya. Selanjutnya ulama fikih menetapkan
D. Kewajiban Nafkah Anak
apabila anak tersebut telah mencapai
Nafkah adalah pengeluaran
usia tertentu, ayah adalah satu-
yang
satunya
menjamin
seseorang untuk sesuatu yang baik
kesejahteraan anak. Sekalipun anak
atau dibelanjakan untuk orang-orang
dalam perawatan ibu, namun ayah
yang menjadi tanggungjawabnya.14
tidak boleh mengabaikan tanggung
Nafkah
jawabnya
mengawasi,
kewajiban yang harus ditunaikan
merawat, mendidik dan menghadapi
oleh orang tua terhadap anak-anak
wali
dan
yang
tetap
berbagai persoalan anak tersebut.
13
biasanya
dikeluarkan
merupakan
mereka,
untuk
oleh
salah
satu
mendapatkan
Jadi, dari uraian di atas
makanan, pakaian, tempat tinggal
terlihat bahwa hadhanah adalah salah
serta beberapa kebutuhan pokok
satu kewajibanyang dipikulkan di
lainnya dan pengobatan. Ulama fikih
atas pundak orang tua.
sepakat menyatakan bahwa ayah
Meskipun
pada dasarnya, pihak yang paling
adalah
banyak terlibat dalam mengurus anak
berkewajiban
dalam masa hadhanah adalah pihak
anaknya baik kecil maupun besar,
ibu. Akan tetapi sunggupun demikian
laki-laki
seperti halnya masalah radha' di atas
Kewajinan nafkah kepada anak ini
tugas ayah dalam hal tersebut tidak
didasarkan al-Qur'an dan Hadits
bisa
Nabi, sebagai berikut:
diabaikan,
baik
dalam
memenuhi segala kebutuhan yang mempelancar
tugas
pertama membayar
atau
yang nafkah
perempuan.15
Surat al-Baqarah ayat 233
hadhanah,
maupun dalam menciptakan suasana 13
orang
A. Raman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.281
14
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, [tt.]) Jilid 4, h. 1280 15 Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, (Mesir: Maktabah Tujariyah Kubra tt), Jilid IV, h. 585
9
َ َاَى اْل َ ْل اُ ِ اَ ُ ِْل ُُي ُ َّن... ِ ِ ِ ... ٌ و ُ َ ْل َ ُُي ُ َّن اْل َ ْل
anakmu secukupnya dengan cara yang baik". (HR. Jamaah)
…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf…
Ayat dan hadits di atas
berkewajiban membayarkan anaknya,
16
Al-Syaukaniy, Nailu al-Authar, (Beirut: Dâr al-Fikr, [tt.]), jilid VI, h. 323
nafkah
sebagaimana
kewajiban membayarkan nafkah istrinya. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa anakanak berhak mendapatkan nafkah
dari
ayahnya
apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:17 a. Apabila
ayah
mampu
untuk memberikan nafkah
16
"Hadits dari Aisyah r.a, bahwa Hindun binti 'Utbah pernah bertanya:"Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya Abu Syofyan adalah orang yang kikir. Ia tidak mau memberi nafkah kepadaku dan anakku, sehingga aku mesti mengambil dari padanya tanpa sepengetahuannya."Maka Rasulullah bersabda: Ambillah nafkah kamu dan
khusus
menyebutkan bahwa ayah
Hadits dari Aisyah r.a yang berbunyi:
ى هلل ا ا ئي ا ن ىل, ان س ل هلل ص ى هلل ا ي س ل: ق ات س ن س ي ن،هلل اي طيين ا،شحيح : ق ل،يين ا ي اك خذى ا ي ( مل و ) جل ا
secara
mereka
atau
mampu
bekerja
untuk
mencari
nafkah.
Apabila
ayah
tidak mampu, baik karena tidak punya harta maupun bekerja mencari nafkah, maka
ia
tidak
wajib
memberikan nafkah anakanaknya.
17
Ibnu Qudamah, al-Mughni alSyarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), JilidVII, h. 584. Lihat juga: Wahbah alZuhailiy, op.cit. h. 822-825
10
Sedangkan anak-anak
b. Anak itu tidak memiliki harta sendiri dan tidak
yang
atau
mampu
nafkah dari ayahnya, menurut
mencari nafkah sendiri.
Wahbah al-Zuhailiy adalah
Apabila
sebagai berikut:18
belum
nafkah
anak atau
memilki pekerjaan
menerima
a. Anak yang masih kecil
tetap, maka ayahnya tidak wajib
berhak
yang
memberinya
belum
mampu
mencari nafkah sendiri.
nafkah. Adapun bagi anak yang
c. Menurut pendapat ulama
sudah
Hanabilah, apabila anak dan
ayahnya
wajib
berbeda agama. Jika anak
itu tidak mampu mencari
maka anak tidak berhak
nafkah karena penyakit
mendapatkan nafkah dari
yang dideritanya, seperti
ayahnya, karena mereka mewarisi.
Akan
tetapi
menurut
gila dan penyakit lainnya yang
mencari
agama antara ayah dan
membayarkan anaknya. mereka
untuk
nafkah
apabila anak itu miskin,
didasarkan
sekalipun anak itu tidak mempunyai
ayat 233 di atas, karena
tersebut.
menafkahkan
anaknya yang sudah besar
Pendapat
membedakan
Akan
mewajibkan kepada ayah
untuk
kepada surat al-Baqarah
tidak
nafkah.
tetapi, ulama Hanabilah
anak tidak menghilangkan ayah
tidak
memungkinkannya
jumhur ulama, perbedaan
kewajiban
menanggung
nafkahnya kecuali anak
dan ayah berbeda agama
saling
menurut
jumhur ulama ayah tidak
tidak
tidak
besar,
cacat apa
pun.
hal 18
Wahbah al-Zuhailiy, ibid,
11
b. Anak wanita yang miskin
E. Kesimpulan
bersuami.
Berdasarkan uraian di atas
Apabila ia mempunyai
dapat disimpulkan bahwa kewajiban
pekerjaan
maka
menyusui, mengasuh dan menjamin
ayahnya tidak wajib lagi
nafkah anak terletak dipundak orang
sampai
ia
tetap,
membayarkan nafkahnya, hal ini disepakati oleh
tuanya. Dalam hal penyusuan ibulah yang harus menyusui anaknya dari susunya sendiri. Ia lebih berhak
seluruh ulama fikih.
untuk menyusui anaknya daripada c. Anak
yang
masih
menuntut ilmu, sekalipun telah
mampu
bekerja
mencari rezeki. Dengan
demikian
orang lain. Bahkan seorang ibu wajib menyusui
dan
pihak
penguasa bisa memaksanya bilamana ia
dapat
anaknya
enggan.
Ketentuan
tersebut
ditetapkan karena untuk melindungi
disimpulkan bahwa ayah berkewajiban
kepentingan
membayarkan nafkah anaknya, yaitu
dilahirkan.
berupa
makanan, pakaian, tempat
pengasuhan, Seorang ibu lebih tepat
tinggal serta beberapa kebutuhan
untuk mengasuh anaknya karena
pokok
naluri
lainnya
dan
pengobatan.
seorang
anak
yang
Begitu juga dalam hal
kewanitaan
mereka
lebih
Kewajiban ini dibebankan kepada
sesuai untuk mendidik dan merawat
seorang ayah apabila anaknya masih
anak, serta kesabaran mereka dalam
kecil dan belum mampu mencari
menghadapi permasalahan kehidupan
nafkah
sendiri,
wanita
yang
kemudian
miskin
anak
sampai
ia
bersuami dan anak yang masih menuntut
ilmu,
sekalipun
telah
anak-anak lebih tinggi dibanding kesabaran Sedangkan
seorang dalam
hal
laki-laki. menjamin
nafkah anak dibebanakan kepada ayahnya.
mampu bekerja mencari rezeki.
12
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, [tt.]) Jilid 4 Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, (Mesir: Maktabah Tujariyah Kubra tt), Jilid IV Ahmad bin Hanbal Abu 'Abdullah asy-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Mesir: Muassasah Qurtubah, [tt.]), jilid II Al-Syaukaniy, Nailu al-Authar, (Beirut: Dâr al-Fikr, [tt.]), jilid VI Ibnu Qudamah, al-Mughni al-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), JilidVII Muhammad Abu Zahrah, al-Ahwal a-Syakhsiyyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, ttA. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari'ah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2002) Syaikh Jamal Abdurrahman, Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi, (Solo: AQWAM Jembatan Ilmu, 2010) Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Bagaimana Menjadi Istri Shalihah dan Ibu yang Sukses, (Bekasi: Darul Falah, 2014) Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989) Zakariya Ahmad al-Barry, Ahkam al-Aulad fi al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Arabiyah, 1964)
13