PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MASYARAKAT MAJEMUK Oleh : Jeane Marie Tulung Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAKN) Manado
[email protected]
Abstrak Pendidikan Agama Kristen yang dilaksanakan di sekolah, keluarga dan masyarakat sangatlah penting artinya dalam menegakkan dan mewujudkan masyarakat yang damai sejahtera dan tentram. Dalam realita kehidupan masyarakat masih banyak persoalan yang muncul dengan berbagai konflik yang terjadi yang seringkali dikaitkan dengan masalah agama. Pendidikan agama Kristen hadir dan dihadirkan di tengah masyarakat adalah untuk melaksanakan amanat agung sebagaimana dalam Firman Allah. PAK yang adalah bagian dari tujuan pendidikan nasional dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui peserta didik. Kehadiran PAK juga dapat menjadi alat pembentuk dan pemersatu bangsa di tengah masyarakat majemuk yang berbeda agama, suku, ras, golongan, dsb. Selain itu, kehadiran PAK dapat berperan serta untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. PAK harus terus- menerus berkembang seiring dengan kemajuan zaman; memampukan manusia agar sadar terhadap iptek, kreatif, inovatif, serta memiliki solidaritas tinggi; peka terhadap konteks pendidikan nasional, pergumulan bangsa dan menjawab kebutuhan orang percaya. Kata Kunci: Pendidikan, Pendidikan Agama Kristen, Masyarakat Majemuk,
A. Pendahuluan Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, oleh karena itu pendidikan adalah sebuah proses berkesinambungan yang seharusnya tidak boleh berhenti, dan harus terus berjalan mengikuti perkembangan zaman. Proses pendidikan itu sendiri terjadi dalam kehidupan masyarakat majemuk, yakni masyarakat yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, agama, golongan, dan adat istiadat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut biasa ditemukan baik di negara Indonesia maupun di negara lain yang mencakup seluruh dunia.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang beragama, terbukti ada 6 agama di Indonesia yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Khonghucu yang diakui dan dibiayai oleh negara. Disamping agama-agama tersebut,
masih
ada
kepercayaan-kepercayaan
lain
yang
dianut
oleh
masyarakat. Kendatipun di Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama, namun demikian agama dapat menimbulkan efek yang negatif di tengah kehidupan masyarakat majemuk. Konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seringkali dikaitkan pada masalah agama. Seseorang apabila bergerak mengatasnamakan diri sendiri biasanya tidak akan diikuti oleh banyak orang. Namun, apabila mengatasnamakan agama maka ia akan mendapat dukungan dari para fanatik agama tersebut. Padahal jika ditelusuri konflik yang terjadi bukanlah dikarenakan masalah agama tetapi lebih kemasalah untuk memenuhi kepentingan pribadi. Agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat di bumi ini, namun realitanya agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya preventif agar masalah tidak akan terjadi. Misalnya dengan mengintensifkan
forum-forum
dialog
antar
umat
beragama
dan
aliran
kepercayaan, membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah/lembaga pendidikan. Pada satu sisi, pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah sangat baik sekali dalam hal pembinaan masyarakat untuk menuju pada kesejahteraan dan sekaligus nurani masyarakat itu sendiri. Namun pada sisi yang lain pendidikan agama baik di sekolah umum maupun sekolah berciri khas keagamaan, lebih bercorak eksklusive, yaitu agama diajarkan dengan cara menaifkan hak hidup agama lain, seakan-akan hanya agamanya sendiri yang
benar dan mempunyai hak hidup, sementara agama yang lain salah, tersesat dan terancam hak hidupnya, baik dikalangan mayoritas maupun minoritas Berkaitan dengan hal itu maka penting bagi sekolah-sekolah/lembaga pendidikan untuk memberikan model pendidikan agama yang cocok dalam masyarakat majemuk untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan yang terjadi serta mengajarkan perdamaian dan mempersatukan masyarakat yang majemuk. B. Kajian Literatur Model PAK dalam Masyarakat Majemuk 1. Pendidikan Agama Kristen Dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 2007, yang dimaksud dengan pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran,/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Secara khusus, pendidikan agama Kristen (PAK) Andar Ismail (2003:201) mengemukakan bahwa Pendidikan agama Kristen adalah usaha sengaja gereja untuk membina dan mendidik semua warganya untuk mencapai tingkat kedewasaan dalam iman, pengharapan dan kasih guna melaksanakan misi-Nya di dunia ini sambil menantikan kedatangan-Nya yang kedua. Hal senada dikemukakan oleh Kristianto (2006:3) bahwa pendidikan agama Kristen merupakan tugas dan tanggungjawab gereja dalam pelayanan bagi jemaat Tuhan. Dengan pendidikan agama Kristen warga jemaat diperlengkapi untuk mampu menyoroti berbagai masalah hidup sedemikian rupa dan menjadi warga gereja yang setia pada Tuhan dalam pelaksanaan tugas masing-masing sesuai dengan konteks hidupnya tersebut. Robert R. Boehlke ( 2005:342 ) mengutip pernyataan Martin Luther yang menjelaskan bahwa pendidikan agama Kristen adalah pendidikan yang melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda, dalam rangka belajar
teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka, disamping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan bertanggungjawab dalam persekutuan Kristen, yaitu gereja. Dengan
demikian
pendidikan
agama
Kristen
dimaksudkan
untuk
meningkatkan potensi spiritual dan membentuk orang agar menjadi manusia yang beriman dan taat kepada Tuhan dan berakhlak mulia, mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman nilai-nilai keagamaan serta pengenalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual dan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu, bagi gereja pendidikan agama Kristen adalah salah satu tugas yang harus diajar-ajarkan kepada generasi selanjutnya, karena Tuhan sendirilah yang telah memberi amanat ini kepada gereja yakni supaya mengajar sebagai pemberian dan amanat Tuhan kepada jemaat-Nya sebagaimana dalam kitab Efesus 4:11-12, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabinabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajarpengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,…” 2. PAK di Sekolah dan Permasalahannya Pendidikan agama di lembaga sekolah,
bahkan lembaga keluarga
maupun lembaga masyarakat (tri pusat pendidikan) dinilai oleh banyak kalangan, mengalami kemandulan dan ketidakberdayaan. Pernyataan ini bukan omong kosong belaka tetapi respon spontan atas terjadinya kekerasan-kekerasan dalam dunia pendidikan. Selain tindakan anarkis (perkelahian,tawuran,dsb) antar pelajar/mahasiswa, pendidik terhadap anak didiknya, juga tindakan amoral entah antar siswa ataupun pendidik terhadap siswanya. Kejadian-kejadian ini
merupakan bagian dari potret keprihatinan yang melanda dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Daniel
Stefanus
(2009:91),
mengemukakan
beberapa
hal
yang
menyebabkan pendidikan agama di sekolah dinilai telah gagal, yakni : a. Pendidikan agama kita selama ini ditengarai masih berpusat pada halhal yang bersifat simbolik, ritualistik dan legal formalistik. b. Pendidikan agama kita cenderung bertumpu pada penggarapan ranah kognitif (intelektual) atau paling banter hingga ranah afektif (emosional). c. Pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil meningkatkan etika dan moralitas peserta didik. d. Pendidikan di Indonesia dipahami hanya sebagai sebuah ilmu dan bukan laku. e. Orang tua menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan agama kepada sekolah. f. Pendidikan agama tampaknya cenderung bersifat eksklusif. Dari apa yang diungkapkan oleh Stefanus maka penting artinya pendidikan agama Kristen untuk dikembangkan guna menghasilkan insan muda yang tahu menghargai perbedaan dan peka akan nilai-nilai kemanusiaan universal. Lebih lanjut Stefanus mengemukakan bahwa pendidikan agama di sekolah harus ada dan penting sekalipun hanya diajarkan sekali dalam seminggu dan dalam waktu tidak lama. Namun posisinya lebih sebagai pelengkap yang tidak tergantikan. Pendidikan agama memberi kontribusi penting yang tidak dapat diberikan mata pelajaran lain, yakni dalam hal memanusiakan insan-insan muda. Ada empat hal realistis yang dapat diharapkan dari pendidikan agama di sekolah umum. Yakni pertama, pendidikan agama memberi wawasan tentang kehidupan secara utuh. Kontribusi pelajaran agama memberi wawasan holistik tentang alam dan dunia, menempatkan kedudukan objek ilmu pengetahuan itu secara proporsional pada tempatnya, menempatkan posisi manusia dalam alam. Kedua, pendidikan agama memfasilitasi tumbuhnya kesadaran bahwa ilmu harus diamalkan tanpa pamrih. Ketiga, pendidikan agama memberi kontribusi dalam membangun karakter, dimana lewat pendidikan agama murid menyadari ada hal-
hal mulia seperti nilai-nilai moral, kemanusiaan, kepercayaan orang lain, tangguingjawab sosial, dedikasi. Keempat, pendidikan agama mengedepankan aspek universal dari agama, yakni ajaran dan tujuan luhurnya yang memotivasi manusia untuk berbuat baik dan menjadi orang baik, menjauhkan diri dari kejahatan dan hawa nafsu, mengejar ketenteraman batin dan keselamatan di dunia maupun di akhirat. Banyak
kalangan
menilai
bahwa
permasalahan
sosial
dan
kemasyarakatan yang terjadi akhir-akhir ini, sebagian besar disebabkan oleh krisis karakter sumber daya manusia. Setiap individu yang sudah melewati berbagai system pendidikan, mulai dari pendidikan dalam keluarga, sosial, masyarakat, sampai di pendidikan formal kurang memiliki kualitas karakter yang baik. Kesalahan ini bukan semata-mata terjadi dalam diri individu saja sebagai peserta didik, akan tetapi system pendidikan yang diterapkan perlu mendapat perhatian yang serius.
Pendidikan agama termasuk di dalamnya pendidikan
agama Kristen, selama ini cenderung lebih fokus pada transfer of knowledge (pengetahuan-kognitif) dan mengabaikan transfer of values (nilai-afektif). Pendidikan agama yang selama ini berjalan, dianggap tidak berdaya dan tidak memadai membentuk peserta didik yang mampu menghadirkan pesanpesan moral keagamaan. Praktek pendidikan agama tidak seiring dengan fungsinya yakni membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama (PP. No.55/2007). Oleh karena itu pendidikan perlu memperhatikan penanaman nilai-nilai luhur sebagai unsur utama dalam aspek afektif. Nilai-nilai luhur kehidupan manusia
seperti
kasih,
kejujuran,
adil,
disiplin,
toleransi,
menghargai,
bertanggungjawab, dan hidup dalam moralitas yang baik, harus senantiasa mewarnai corak pendidikan masa kini. Hal ini agar setiap peserta didik hidup dalam nilai-nilai yang sudah ditanamkan , sehingga tercipta generasi yang memiliki tanggungjawab moral yang baik. Jika hal ini terjadi maka berbagai
persoalan dalam kemasyarakatan yang seringkali menimbulkan kekacauan akan dapat diminimalisir. Patut disadari bahwa dalam kurikulum pendidikan agama khususnya agama Kristen dan dalam penerapannya, muatan materi yang diajarkan cenderung mengesampingkan pendidikan ke arah
keragaman agama, suku,
ras, dan golongan yang perlu dihargai antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Kristianto (2006:38), secara akademis isi kurikulum PAK adalah mata pelajaran-mata pelajaran yang harus dipelajari para pelajar PAK. Isi kurikulum diarahkan pada pelajaran-pelajaran yang memungkinkan dapat dipelajari secara lebih baik, misalnya kurikulum PAK gereja yang terbagi dalam dua pokok besar yaitu Iman Kristen dan Praktek Hidup Orang Kristen. Isi kurikulum merupakan tujuan pendewasaan orang Kristen melalui pengenalan akan Tuhan dan melalui praktik hidup dalam iman kepada Tuhan, dengan memperhatikan tiga komponen utama dalam pembelajaran yaitu kognitif; menyangkut aspek pengetahuan (knowledge), afektif; menyangkut aspek nilai dan sikap, psikomotorik; menyangkut aspek keterampilan fisik dan non fisik. 3. Fungsi dan Peran PAK dalam Masyarakat Majemuk. Agama yang hadir dalam sejarah peradaban manusia tidak hanya berorientasi kepada Tuhan (spiritual) namun juga berorientasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kehadiran agama Kristen atau gereja di tengah masyarakat adalah untuk melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus Kristus. Dalam
dokumen
keesaan
gereja,
Weinata
Sairin
(2004:34-35),
menjelaskan bahwa gereja dalam pelaksanaan tugas dan kehendak Allah hendaknya : a. Mengupayakan berbagai jenis pendidikan yang mendorong terciptanya lapangan kerja. b. Memajukan pendidikan nasional yang mencakup : pendidikan nilai (pembinaan spiritual, moral dan etik) dan pembinaan keterampilan dan professional yang berbasis kewilayahan.
c. Dalam rangka civil society, diupayakan memberikan civic education dan pendidikan multikultural. d. Membangun dan memperluas jejaring lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan gereja untuk saling menopang dan meningkatkan kualitas pendidikan. e. Mendorong gereja-gereja untuk memperhatikan peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan guru-guru, dosen yang beragama Kristen disemua jenjang pendidikan, baik formal maupun informal, serta membantu peningkatan pendidikan dan kompetensi guru-guru. f. Meningkatkan hubungan kerja sama secara sinergis antara lembaga Kristen dalam rangka pengadaan guru-guru pendidikan agama Kristen yang kompeten; kerjasama dengan mitra-mitra dan lembaga donor baik dari dalam maupun luar negeri dalam rangka peningkatan kualitas SDM guru/dosen. g. Mendukung program Majelis Pendidikan Kristen (MPK) dalam meningkatkan kualitas kinerja/manajemen para kepala sekolah dan kompetensi guru-guru sekolah Kristen melalui program Anak Asuh. Dari beberapa pendapat di atas, pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari perhatian terhadap penanaman nilai-nilai moral sebagai unsur utama dalam aspek afektif., baik pendidikan dalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah-sekolah. PAK sumber utamanya adalah Alkitab sebagai dasar kehidupan iman Kristen. Aspek afektif dalam PAK berarti usaha menanamkan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan ke dalam kehidupan peserta didik yang memiliki kompetensi afektif ditandai dengan perubahan tingkah laku, hidup menurut kebenaran Firman Tuhan. Dengan memfokuskan pada pembentukan nilai untuk melahirkan generasi yang berkarakter Kristus maka tindakan preventif dalam mengatasi berbagai persoalan dapat diwujudkan.
-
PAK Sebagai Bagian dari Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan agama Kristen adalah salah satu tugas gereja sebagai bagian untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional Indonesia . Dalam Undang-Undang R.I No. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 disebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Oleh sebab itu menyangkut seluruh unsur pertumbuhan dan perkembangan manusia, yaitu aspek fisik, psikologis, intelektual, sosial, mental spiritual, dan lain-lain. -
PAK Sebagai Salah satu Alat Pembentuk dan Pemersatu Bangsa
Di tengah perbedaan yang ada, baik di Indonesia maupun di Negaranegara di seluruh dunia, seringkali terjadi pertentangan yang menjurus pada perpecahan dan permusuhan, bahkan pertikaian serta pertumpahan darah. Oleh sebab itu kehadiran PAK penting artinya dalam rangka meminimalisir semua persoalan tersebut. PAK harus dapat membimbing peserta didik untuk dapat memahami kemajemukan yang ada di tengah masyarakat, memahami perbedaan agama, suku, ras, golongan, dsb. PAK harus mampu menerapkan firman Allah dalam semua aspek hidup dan kehidupan sehari-hari, membentuk jati dirinya sebagai manusia Indonesia yang berwawasan kebangsaan, menjunjung
tinggi
persatuan
dan
kesatuan
serta
mewujudnyatakan
kesetiakawanan social. Hal ini berarti PAK yang dilaksanakan di sekolah, baik di tingkat dasar, menengah maupun pendidikan tinggi, perlu diberikan muatan materi dengan memperhatikan
aspek-aspek
yang
menyangkut
hidup
dan
kehidupan
masyarakan majemuk. PAK bukan hanya menghasilkan orang Kristen yang mengasihi dirinya sendiri tetapi juga sesamanya, bukan hanya sesama yang seiman tapi juga dengan orang lain yang berbeda keyakinan, dsb. PAK harus dapat mengupayakan kedamaian di tengah masyarakat. -
PAK sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Salah satu fungsi orang tua (ayah-ibu) di rumah adalah sebagai pendidik. Oleh sebab itu, sebagai pendidik mereka juga harus berupaya mengetahui prinsip-prinsip peningkatan kualitas belajar dan mengajar seperti dimiliki para pendidik (guru) di sekolah, dan pendeta/guru agama/majelis di gereja. Pendidik bukan hanya bertugas ubtuk menyampaikan informasi (bahan ajar) kepada peserta didik, tetapi harus berupaya agar peserta didik sungguh-sungguh belajar dalam arti mengerti, memahami makna, dan menerima apa yang diajarkan bahkan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidik harus mendorong peserta didik memahami apa yang dibicarakan di kelas atau di luar. Untuk itu perlu suatu proses yang berkelanjutan, proses yang dinamis dan mengarah pada terjadinya perubahan. Perubahan yang menyangkut ranah kognitif, afektin dan psikomotorik. Untuk mencapai semua ranah itu maka proses belajar mengajar perlu memperhatikan teori belajar dan gaya belajar, yaitu belajar sebagai kemampuan manusia, menyimak apa yang diminati dan dipelajari ; belajar sebagai pengembangan daya-daya dalam diri manusia ; belajar sebagai pembentukan tingkah laku. PAK yang dilakukan oleh gereja kepada jemaat yang dewasa atau orang tua, memampukan mereka dapat membentuk anak-anak yang berkualitas. PAK harus
terus
menerus
berkembang
seiring
dengan
kemajuan
zaman;
memampukan manusia agar sadar terhadap iptek, kreatif, inovatif, serta memiliki solidaritas tinggi; peka
terhadap konteks pendidikan nasional, pergumulan
bangsa dan menjawab kebutuhan orang percaya. Kesimpulan -
Proses pendidikan terjadi dalam kehidupan masyarakat majemuk yakni masyarakat yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, agama, golongan, dan adat istiadat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
-
Masih banyak persoalan yang muncul di tengah masyarakat majemuk, dimana pendidikan agama baik di sekolah umum maupun sekolah berciri khas keagamaan lebih bercorak ekslusif, yaitu agama diajarkan dengan cara menaifkan hak hidup agama lain, seakan-akan hanya agamanya sendiri yang benar dan mempunyai hak hidup, sementara agama yang lain salah, tersesat dan terancam hak hidupnya, baik dikalangan mayoritas maupun minoritas.
-
Pendidikan agama Kristen (PAK) dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk orang agar menjadi manusia yang beriman dan taat kepada Tuhan dan berakhlak mulia, mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
-
Dalam kehidupan masyarakat majemuk, PAK memiliki fungsi dan peran, 1) sebagai bagian untuk mencapai tujuan pendidikan nasional Indonesia yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. 2) sebagai alat pembentuk dan pemersatu bangsa. PAK harus dapat membimbing peserta didik untuk dapat memahami kemajemukan yang ada di tengah masyarakat, memahami perbedaan agama, suku, ras, golongan, dsb. 3) sebagai alat untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. PAK harus terus menerus berkembang seiring dengan kemajuan zaman; memampukan manusia agar sadar terhadap iptek, kreatif, inovatif, serta memiliki solidaritas tinggi; peka terhadap konteks pendidikan nasional, pergumulan bangsa dan menjawab kebutuhan orang percaya.
Daftar Pustaka Boehlke, Robert, 2005, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia.
Darmaputera, Eka, 1988, Konteks Berteologi di Indonesia: Buku Penghormatan untuk HUT ke-70 Prof. Dr. P.D Latuihamallo; Jakarta: BPK-Gunung Mulia; Hendropuspito, D, 1984, Sosiologi Agama, Jakarta : BPK Gunung Mulia Homrighausen, F.G dan Enklaar, I.H, 1987, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia. Ismail, Andar, 2003, Ajarlah Mereka Melakukan, Jakarta: BPK-Gunung Mulia. Kristianto, E., 2006, Dinamika Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius. Sairin, Weinata, 2004, Dokumen Keesaan Gereja-PGI, Jakarta: BPK-Gunung Mulia. Stefanus, Daniel, 2009, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan, Bandung: Bina Media Indonesia. Schumann, Olaf. H, 2008, Dialog Antar Umat Beragama, Jakarta: BPK- Gunung Mulia. Yewangoe, A.A, 2009, Agama dan Kerukunan, Jakarta: BPK- Gunung Mulia.