PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MAJLIS TAKLIM KAUM IBU RW 01 KELURAHAN TEGAL PARANG JAKARTA SELATAN
Oleh:
AHMAD ISTIKHORI NIM : 102011023488
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H / 2008 M
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi berjudul “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MAJELIS TA’LIM KAUM IBU RW 01 KELURAHAN TEGAL PARANG JAKARTA SELATAN” ini disusun untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana (S1) pendidikan agama pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN “Syarif Hidayatullah” Jakarta, meskipun bentuknya masih sederhana serta banyak kekurangan. Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Yang terhormat, Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN “Syarif Hidayatullah” Jakarta dan Ketua Jurusan Pendidikan Agama. 2. Yang terhormat, Dra. Hj. Sofiah. MA selaku dosen pembimbing yang telah rela menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan dan memberi petunjuk-petunjuk dan dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Yang terhormat, Bapak/Ibu dosen yang telah mencurahkan pengetahuan dan bimbingan selama penulis kuliah sampai menyelesaikan skripsi ini. 4. Yang terhormat, Bapak RW 01, Bapak RT 08, pimpinan–pimpinan majelis ta’lim RW 01 serta warga RW 01 yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuannya kepada saya, baik moril maupun materiil. 5. Yang terhormat dan tercinta, Ayahanda H. Ma’mun Madany, Ibunda Siti Anisah, kakak serta adik yang telah mencurahkan kasih sayang, memberikan motivasi dan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Yang terhormat teman-teman serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, mudah-mudahan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amien… Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Jakarta, 12 Februari 2007 Penulis
DAFTAR ISI ABSTRAK LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………………4 C. Metode Pembahasan…………………………………………………..5 D. Sistematika Penyusunan………………………………………………6
BAB II :
KAJIAN
PUSTAKA
/
LANDASAN
TEORITIS
DAN
KERANGKA BERFIKIR A. Pendidikan Agama 1. Pengertian Pendidikan Agama……………………………………… 7 2. Tujuan Pendidikan Agama…………………………………………. 10 3. Komponen-komponen Pendidikan Agama…………………………..11 a. Tujuan…………………………………………………… 11 b. Materi…………………………………………………….. 11
c. Metode……………………………………………………..12 d. Evaluasi…………………………………………………….13 B. Majelis Ta’lim Sebagai Lembaga Pendidikan non Formal……………...13 C. Aspek-aspek Pendidikan Dalam Majelis Ta’lim 1. Pendidik……………………………………………………………. 18 2. Peserta Didik………………………………………………………... 19 3. Alat Pendidik……………………………………………………… 22 4. Lingkungan atau Masyarakat………………………………………. 23 D. Kerangka Berfikir………………………………………………………….25
BAB III :
BAB IV :
METODOLOGI PENELITIAN A.
Tujuan Penelitian………………………………………………27
B.
Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….27
C.
Populasi dan Sampel Penelitian………………………………..27
D.
Instrumen Pengumpulan Data………………………………… 28
E.
Metode Penelitian……………………………………………...29
F.
Teknik Analisa Data…………………………………………...31
HASIL PENELITIAN A. Profil Tiga Majelis Ta’lim……………………………………..32 B.
Analisis Pelaksanaan Pendidikan di Tiga Majelis Ta’lim……..35
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………48 B.
Saran-saran…………………………………………………….49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..50 LAMPIRAN………………………………………………………………………51
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Seiring kemajuan ilmu dan teknologi kehidupan manusia selalu mengalami perubahan, baik dari segi ekonomi, moralitas, serta gaya hidup. Perubahan-perubahan itu terjadi akibat banyaknya tuntutan dan keinginan baik dari lingkungan keluarga maupun dari pihak luar. Semakin besar tuntutan atau keinginan tersebut, semakin besar pula perubahan watak yang dimiliki seseorang, sehingga membawa seseorang kepada kehidupan sosial yang berdampak positif seperti perkembangan teknologi semakin cepat, peningkatan dibidang ekonomi, peningkatan dibidang pendidikan dan sebagainya. Di samping itu pula ada yang berdampak negatif sperti perubahan watak seseorang yang penuh dengan kekerasan, kekejaman dan kebengisan. Kesemuanya ini telah membawa kepada pergeseran tata nilai yang bertentangan dengan kepribadian bangsa itu sendiri yang bersifat ramah tamah, gotong royong dan sebagainya. Pergeseran tata nilai dalam kehidupan manusia ini sebagai salah satu akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang secara konkrit perubahan dan pergeseran itu membawa pada perilaku hidup umat yang mengejar kehidupan dunia sampai tidak menghiraukan halal dan haram, sehingga melupakan hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan manusia.
Untuk mengatasi hal serupa di atas perlu adanya pembinaan pengetahuan di bidang agama yang dapat meredam sikap emosional yang berdampak pada dekadensi moral. Untuk mengatasi gejala tersebut, maka pendidikan agama dan kegiatankegiatan yang bernuansa keagamaan secara umum adalah hal yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan jiwa manusia dan membentuk kepribadian yang baik dan mulia, terutama pendidikan dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bernuansa Islam. A. Qodry Azizi mengatakan: Berbicara mengenai pendidikan khususnya pendidikan agama, saat ini dengan memasuki abad 21 atau milenium ketiga dan era globalisasi atau pasar bebas, terjadi dua hal yang paradoks atau bertentangan. Satu sisi keadaan masyarakat kita sedang bobrok, yang tidak lepas dari kegagalan pendidikan bangsa (bukan hanya pendidikan di sekolah). Sisi lain, tantangan hari esok sangat berat, yang mengharuskan kondisi kebangsaan kita harus fit, sekaligus juga mempunyai kemampuan lebih atau tambahan untuk mampu bersaing dalam era tersebut1. Pendidikan mempunyai arti yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk membentuk manusia yang memiliki peradaban dan budaya tinggi, M. Ngalim Purwanto mengatakan : “Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat, maju
1
A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: Aneka Ilmu, 2003). Cet. Ke-2 hal.60
atau mundurnya tingkat suatu masyarakat dan negara sebagian besar tergantung kepada pendidikan dan pengajaran yang diberikan2. Pendidikan Islam seperti kegiatan pengajian majelis ta’lim dapat dijadikan sebagai wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis sekaligus berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktifitas kehidupan manusia, maka selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan potensi dari segi intelektual maupun mental spiritual sekaligus memiliki kepribadian yang Islami dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin global dan maju. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan pengajaran baik pendidikan formal atau non formal yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Majelis ta’lim merupakan pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Penulis mengadakan penelitian kepada tiga majelis ta’lim yang dilaksanakan di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Jakarta Selatan yang penulis masukkan dalam skripsi yang berjudul : “Pendidikan Agama Islam dalam Majlis Ta’lim Kaum Ibu di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Jakarta Selatan”.
2
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Rosda Karya, 1992), cet. Ke-5 hal. 36
Alasan penulis memilih judul tersebut adalah karena keadaan masyarakat di RW 01 yang padat penghuni, baik dari penduduk asli maupun pendatang dari berbagai daerah, sehingga terbentuklah masyarakat dengan karakter yang plural. Sehingga meimbulkan berbagai problematika yang kompleks Dengan demikian penulis ingin mengetahui dampak positif dari pendidikan agama yang dilaksanakan di tiga majelis ta’lim tersebut. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Untuk permasalahan di atas penulis membatasi konsep-konsep yang tercantum dalam judul skripsi agar dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis, terarah, dan jelas. Penulis membatasi persoalan yang akan dibahas sebagai berikut : Pendidikan agama yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah pendidikan agama Islam yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam majelis ta’lim seperti : fiqih, al-Qur’an dan penanaman aqidah yang diadakan setiap satu minggu sekali sehingga dapat diketahui dampak positif dari kegiatan tersebut Majelis ta’lim yang menjadi pembahasan skripsi ini adalah tiga majelis ta’lim yang ada di RW 01 khusus kaum ibu, diantaranya
Majlis
Ta’lim Himmatun Nisa di Jl Mampang Prapatan XI Gg U RT 010/01 No 14, Majlis Ta’lim Darul Hikmah al-Madaniyah di Jl Mampang
Prapatan XII RT 08/01 No 8 B, dan Majlis Ta’lim Nurul Huda di Jl Mampang Prapatan XIII RT 006/01 No 5 C Kaum ibu yang dimaksud di sini adalah khusus kaum ibu yang mengikuti pengajian di majelis ta’lim, agar orang tua khususnya kaum ibu menyadari betapa pentingnya pendidikan, terutama pendidikan agama yang ditekankan pada pendidikan akhlak (moral) untuk membina anak-anaknya dalam keluarga menuju jalan yang diridhoi Allah. Perumusan Masalah Bebarapa faktor yang mempengaruhi efektifitas pendidikan Islam di RW 01 adalah sebagai berikut: Faktor ibu-ibu pengajian yang senantiasa sibuk dengan urusan rumah tangganya Faktor tema pengajian yang membuat ibu-ibu tertarik untuk mengikutinya Faktor waktu dan tempat yang variatif Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang dibuat adalah : “Bagaimanakah efektifitas pelaksanan Pendidikan Agama Islam dalam kegiatan majelis ta’lim kaum ibu yang dilaksanakan di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Jakarta Selatan ?”
Metode Pembahasan Pembahasan masalah ini didasarkan pada informasi dan data melalui penelitian deskriptif analisis yaitu: dengan persentase gambaran tentang beberapa majelis ta’lim yang ada di RW 01 yang jama’ahnya terdiri dari kaum ibu, serta penulis mengadakan observasi langsung di lapangan, dimana penulis akan mengumpulkan data dan informasi dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap aktivitas kegiatan tersebut.
Sistematika Penyusunan Sistematika penyusunan skripsi ini, penulis bagi menjadi 5 (lima) bab, yang akan diuraikan sebagai berikut : Bab I :
Pendahuluan Meliputi : latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metode pembahasan dan sistematika penyusunan.
Bab II :
Merupakan uraian tentang kajian pustaka dan kerangka berfikir, yang penulis bagi menjadi empat sub bab, antara lain : Pendidikan Agama, Majelis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal, aspekaspek pendidikan dalam majelis ta’lim dan kerangka berfikir.
Bab III :
Metodologi penelitian, yang terdiri atas : tujuan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen pengumpulan data, metode penelitian, dan teknik analisis data.
Bab IV :
Hasil penelitian meliputi profil tiga majelis ta’lim dan analisa data.
Bab V :
Kesimpulan dan saran
BAB II KAJIAN PUSTAKA / LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA BERFIKIR
Pendidikan Agama Islam
1.Pengertian Pendidikan Agama Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau orang Islam3. Dalam merumuskan pengertian pendidikan Islam, para ahli berbeda pendapat. Muhammad Athiyah al Abrasyi memberikan pengertian, “Pendidikan Islam (al Tarbiyah al Islamiyah) mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia mencintai tanah air,
tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur
pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis bahasanya baik lisan atau tulisan”4.
3 4
Muhaimin, et.al, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama), hal. 6 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. ke-1 hal.4
Marimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.”5 Menurut Musthafa al Ghulayaini, pendidikan Islam adalah “Menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan, dan cinta bekerja untuk memanfaatkan tanah air.”6 Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka berarti pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukkan akhlak atau kepribadian, sehingga pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang bahagia di dunia dan kehidupan akhirat, serta terhindar dari siksaan yang maha pedih. Pendidikan
Islam
merupakan
pendidikan
yang
seimbang,
berupaya
merealisasikan keseimbangan antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrowi. Sebagaimana firman Allah :
...ﻦ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ َ ﻚ ِﻣ َ ﺼ ْﻴ َﺒ ِ ﺲ َﻧ َ ﻻ َﺗ ْﻨ َ ﺧ َﺮ َة َو ِﻷ َ ﷲ اﻟﺪﱠا َر ْا ُ ﻚا َ وَا ْﺑ َﺘ ِﻎ ِﻓ ْﻴﻤَﺂ اﺗ (77 :)اﻟﻘﺼﺺ
5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal.4 Djamaludin, et.al, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. ke-2, hal. 9 6
“Dan carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (QS. Al-Qashash/28 :77)
Jadi, “Pendidikan Islam bukan pendidikan duniawi saja, individual saja, atau sosial saja, juga tidak mengutamakan aspek spiritual atau aspek material. Keseimbangan antara semua itu merupakan karakteristik terpenting pendidikan Islam.”7 Oleh karena itu di dalam kehidupan bermasyarakat, agama adalah hal yang sangat penting, dengan beragama hak-hak sebagai manusia terlindungi dari hal-hal yang mengganggunya serta memberikan keamanan dan kedamaian dalam menjalankan roda kehidupannya. Keberadaan agama di sini tentunya memiliki fungsi dalam masyarakat. Dalam fungsinya tersebut, agama memiliki dan memuat nilai-nilai serta norma 7
h. 154
Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003) cet. ke-2
tertentu pada saat yang bersamaan mengatur pula hidup manusia, baik secara vertikal maupun horizontal. Pendidikan Islam memiliki urgensi bagi terciptanya rumah tangga, masyarakat dan generasi yang muslim. Perhatian Islam terhadap manusia baik laki-laki maupun perempuan sama yaitu memerintahkan kepada mereka untuk beribadah taat kepada Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
2.
Tujuan Pendidikan Agama Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan
pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Salah satu tujuan pendidikan Islam adalah “Mengembangkan manusia yang baik yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa.”
8
Menurut Zakiyah Darajat ada beberapa tujuan pendidikan, yaitu : 1.
Tujuan umum yaitu tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran, atau dengan cara lain 8
Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam, hal 152
2. 3. 4.
Tujuan akhir yaitu insan kamil yang akan menghadap Tuhannya, merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam Tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu9.
Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang tersendiri sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan al Qur’an. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan taqorrub kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat. Sebagaimana firman Allah :
(56 :ن )اﻟﺬارﻳﺎت ِ ﻻ ِﻟ َﻴ ْﻌ ُﺒ ُﺪ ْو ﺲ ِإ ﱠ َ ﻹ ْﻧ ِ ﻦ َو ْا ﺠﱠ ِ ﺖ ا ْﻟ ُ ﺧَﻠ ْﻘ َ َوﻣَﺎ “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku”. (Adz-Dzariyaat/51: 56) Tujuan penciptaan manusia menurut ayat tersebut hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Inilah tujuan utama manusia, yakni beribadah karena ibadah itu meliputi berbagai sikap dan perbuatan. Dalam hal ini menuntut ilmu pun suatu hal yang termasuk ibadah kepada Allah. Tanpa ilmu, manusia tidak akan mengetahui Tuhan, hakikat, dan keberadaan Nya. Menurut Mustofa Amin sebagaimana yang dikutip Ramayulis bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan
9
29-33
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Mei 1996), cet. ke-3, hal.
akhirat.”10 Abdullah Fayad menyatakan bahwa “pendidikan Islam mengarah pada 2 (dua) tujuan11 : 1. Persiapan untuk hidup akhirat 2. Membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesannya hidup di dunia.” Ringkasnya tujuan pendidikan Islam ini adalah untuk menyiapkan manusiamanusia yang berilmu, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu umum. Dengan ilmu tersebut mereka bisa menjadi insan paripurna, yang taqarrub kepada Allah, dan bisa mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
3.
Komponen-komponen Pendidikan Agama a.
Tujuan Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan pendidikan agama
pada intinya adalah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang. Begitu pula halnya dengan tujuan pendidikan non formal seperti majelis ta’lim adalah untuk memasyarakatkan ajaran Islam yang pada dasarnya intinya juga sama, yaitu mencari kebahagiaan dunia akhirat. Pendidikan non formal seperti majelis ta’lim merupakan sarana da’wah atau tabligh yang bercorak Islami serta mempunyai peran sentral pada pembinaan dan peningkatan kwalitas hidup umat Islam sesuai tuntutan dan
10 11
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 25 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 26
tuntunan ajaran Islam. Dengan adanya majelis ta’lim ini, masyarakat dapat lebih menghayati, memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan lebih berarti atau bermakna.
b.
Materi Pada lembaga pendidikan formal (sekolah), materi sudah ditentukan oleh
pemerintah melalui kurikulum pendidikan / GBPP. Lain halnya pada lembaga pendidikan non formal seperti majelis ta’lim, materi ditentukan oleh pimpinan majelis ta’lim itu sendiri, disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. D iantaranya pemberantasan buta huruf al-Qur’an, penanaman aqidah, fiqih serta hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat. c.
Metode Metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian
“cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”. Metode pengajaran ajaran Islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam, sehingga dapat dipahami murid secara sempurna. Mengenai metode mengajar di lembaga pendidikan Islam seperti majelis ta’lim, lazimnya digunakan metode-metode ceramah, dan tanya jawab dan peragaan yang biasanya disampaikan oleh Ustadz/Ustadzah dan para Kiyai. Metode ceramah tanya jawab dan peragaan sangat tepat dipakai di majelis ta’lim, karena untuk memberikan pengertian agama misalnya tentang bagaimana cara wudhu yang baik. Seorang guru atau kiyai harus memberikan
uraian panjang lebar mengenai rukun wudhu, syarat wudhu atau sunat wudhu, sekaligus
seorang
guru
atau
ustadz
harus
mendemonstrasikan
atau
memperagakan cara wudhu yang baik di depan para jama’ahnya sehingga para jama’ah dapat memahami betul apa yang diajarkan guru tersebut. d.
Evaluasi Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Penilaian
dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan12. Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai. Majelis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu pada saat ini ada istilah pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Sebagaimana hadits Nabi SAW yang berbunyi :
ِﺤﺪ ْ ﻰ اﻟﱠﻠ َ ﻦ ا ْﻟ َﻤ ْﻬ ِﺪ إِﻟ َ ﻃُﻠﺒُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ِﻣ ْ ُا Artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”. Konsep pendidikan seumur hidup (Life Long Education) mulai dari masyarakat melalui kebijaksanaan Negara (Tap MPR No. IV/MPR/1973 JO. Tap MPR No.
12
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 97
IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan antara lain dalam bab IV bagian pendidikan bahwa “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah13”. Oleh karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama, maka lembaga pendidikan yang bermunculan di masyarakat merupakan suatu hal yang sangat mutlak keberadaannya. Lembaga pendidikan Islam yang bermunculan di masyarakat seperti majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan Islam yang dapat mengantisipasi dalam menangkal berbagai hal yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh IPTEK yang semakin maju. Menurut bahasa Majelis Ta’lim berasal dari kata bahasa Arab yaitu dari kata majlis yang artinya tempat duduk. yang artinya tempat duduk, dan ta’lim yang artinya pengajaran. Jadi majelis ta’lim adalah tempat untuk mengadakan pengajaran dan pengajian agama Islam. Pengertian majelis lainnya adalah tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk melakukan semua kegiatan, sehingga dikenal sebagai majelis semua majelis syuro, majelis hakim dan sebagainya. 14.
Sedangkan kata ta’lim berasal dari akar kata
ﻋﱠﻠ َﻢ – ُﻳ َﻌﱢﻠ ُﻢ – َﺗ ْﻌِﻠ ْﻴ ًﻤﺎ َ
yang berarti
mengajar15. Dari beberapa pendapat tentang definisi ta’lim, maka dapat disimpulkan
13 14
hal. 5
15
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet ke-1, hal. 19 Koordinasi Da’wah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Ta’lim, 1990 cet. ke-2 Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1987), cet. ke-2 hal. 8
bahwa ta’lim adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dengan memberikan atau mengajarkan ilmu kepada orang lain..”16. Dari beberapa definisi ta’lim,maka dapat disimpulkan bahwa ta’lim adalah “bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam memberikan atau mengajarkan ilmu kepada orang lain.”17 Pengertian majelis yang lainnya adalah, “Tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga dikenal sebagai majelis, seperti majelis syuro, majelis hakim dan lain sebagainya.sedangkan secara istilah pengertian majelis ta’lim adalah, “Organisasi pendidikan luar sekolah (non formal) yang bercirikan keagamaan Islam”18 Keberadaan majelis ta’lim tidak hanya terbatas sebagai tempat pengajian saja, tetapi menjadi lebih maju lagi menjadi lembaga yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Oleh karena itu majelis ta’lim menjadi sarana da’wah pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Sedangkan yang dimaksud lembaga pendidikan Islam itu sendiri adalah wadah atau sarana yang mengarahkan, membimbing, dan meningkatkan pendidikan peserta didik melalui sistem pendidikan yang bernuansa Islam yang mengarah kepada manusia berilmu serta berakhlak dan berkepribadian yang beriman dan bertaqwa.
16 17
hal. 118
18
Koordinasi Da’wah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Ta’lim, hal. 6 Muzayyin A. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) cet. ke-1 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. ke-2 hal. 76
Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia cukup banyak, diantaranya : a. Masjid ( surau, langgar, mushalla, dan muanasah ) b. Madrasah dan pondok pesantren c. Pengajian dan penerangan Islam (majelis ta’lim) d. Kursus-kursus keislaman (training) e. Badan-badan pembinaan rohani f. Badan-badan konsultasi keislaman g. Musabaqoh tilawatil qur’an19
Kalau kita membuka lembaran sejarah pendidikan Islam, maka akan kita jumpai lembaga atau institusi Pendidikan Islam yang berjenis-jenis macamnya, semenjak Nabi Muhammad menda’wahkan Islam secara aktif di Mekkah sampai periode abad ke-8 H telah berdiri dan berkembang lembaga pendidikan Islam antara lain : a. Lembaga pendidikan rumah : Dâr al-Arqam b.Lembaga pendidikan masjid : Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan sistem halaqah c. Lembaga pendidikan al-Kuttab d.Lembaga pendidikan Madrasah yakni : madrasah an-Nizamiyah e. Madrasah annashiriyah, madrasah Al-Qumhi, As-Safi’iyah, An-Nuriyah (Syiria), madrasah al-Kamiliyah (Mesir), madrasah addahiliyah 19
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1987), h. 203
f. Lembaga pendidikan Zawiyah : suatu tempat belajar di masjid. Lalu pengertian Zawiyah ini meluas sehingga dikenal sebagai tempat belajar yang terpisah dari bangunan masjid yang hampir menyamai fungsi madrasah. Akhirnya berkembang pada abad ke 8 H di negara Maghribi (Afrika Utara), yang akhirnya lembaga pendidikan ini berkembang dalam bentuk formal (Madrasah) semua jenjang sampai dengan Universitas (al Jami’ah) dan bentuk non formal (majelis ta’lim) dan pendidikan individual (langsung dengan guru atau ulama)20. Dalam era sekarang ini, lembaga pendidikan Islam yang ada semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan perkembangan zaman. Terutama setelah adanya pemberian kesempatan untuk berkembang oleh pemerintah Indonesia dalam keikutsertaannya membina akhlak bangsa yang berkepribadian Pancasila. Selain itu juga diperkuat oleh peraturan perundang-undangan, seperti UU Pendidikan No IV/1950, No XII/1954, dan UU Pendidikan No I/1989 dan berbagai peraturan yang mengatur lembaga-lembaga pendidikan Islam. Penyelenggaraan majelis ta’lim berbeda dengan peyelenggaraan pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Menurut penulis pada majelis ta’lim ada hal-hal yang membedakan dari yang lain, yaitu : a. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam
20
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), cet. ke-4, h. 83-87
b. Pengikut atau pesertanya disebut jamâ’ah (orang banyak), bukan pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majelis ta’lim tidak merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah c. Waktu belajar berkala tetapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya sekolah dan madrasah d. Tujuannya yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam
Kemunculan majelis ta’lim di kota-kota besar antara lain faktor keresahan dan kegelisahan yang terjadi akibat pengaruh dari kebudayaan asing yang kurang baik, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat. Majelis ta’lim merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wadah belajar bersama mengenai berbagai masalah keagamaan. Pertumbuhan dan perkembangan majelis ta’lim dikalangan masyarakat menunjukkan kebutuhan dan hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu usaha untuk memecahkan masalahmasalah menuju kehidupan yang lebih bahagia. Majelis ta’lim adalah lembaga pengajian dan pengajaran agama Islam yang mensyaratkan adanya : a. Badan yang mengurusi sehingga kegiatan ta’lim tersebut berkesinambungan b. Guru, ustadz, muballigh, baik seorang atau lebih yang memberikan pelajaran secara rutin dan berkesinambungan c. Peserta atau jama’ah yang relatif tetap d. Kurikulum atau materi pokok yang diajarkan
e. Kegiatannya dilaksanakan secara teratur dan berkala f. Adanya tempat tertentu untuk menyelenggarakannya21.
Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal, merupakan wadah bagi penerapan konsep pendidikan “minal mahdi ilal lahdi” yaitu pendidikan seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media silaturrahmi, majelis ta’lim merupakan wahana bagi persemaian persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang di dalamnya mengandung konsep Islam tentang persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan antar sesama umat manusia.. Dengan demikian majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang dapat mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertqwa kepada Allah SWT.
Aspek-aspek Pendidikan Dalam Majelis Ta’lim Aspek menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, “Segi pandangan, (sesuatu hal atau peristiwa dan sebagainya), pandangan terhadap bagaimana terjadinya sesuatu peristiwa dari permulaan sampai akhirnya.”22.
21
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 89-91 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia bagian 1 (Jakarta; Balai Pustaka, 1966), cet. ke-4, hal. 63 22
Aspek-aspek pendidikan dalam majelis ta’lim yang dimaksudkan penulis di sini adalah aspek pendidikan agama yang lebih menekankan pada proses pendidikan agamanya, antara lain : 1.
Pendidik Pendidik adalah orang yang sangat berjasa dan memegang peranan penting
dalam dunia pendidikan. Sebagai pengemban amanah, seorang pendidik khususnya di bidang agama haruslah orang yang memiliki pribadi yang shaleh. Hal ini merupakan konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya menjadi anak shaleh. 23. Al Ghazali berpedapat, “istilah pendidik dengan berbagai cara seperti : almu’allim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-walid (orang tua).”24 Menurut al-Ghazali pula sebagaimana dikutip Mukhtar, “Seorang guru pendidik agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan jiwa atau hati muridmuridnya sehingga semakin dekat kepada Allah SWT dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini semua ini tercermin melalui perannya dalam sebuah proses pembelajaran.”25
23 24
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 91 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet.
ke-1, h. 50 25
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: CV Misaka Galiza 2003), cet. ke 1, hal 93
Oleh karena peran pendidik sangat berarti dan memegang peranan penting dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka Islam sangat menghargai orang yang berilmu dan mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama dalam keluarga. Peran orang tua sangat berarti bagi anak didik untuk membantu dan membimbingnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Untuk mendidik anak, seseorang juga membutuhkan bantuan orang lain, seperti guru, kyai, dosen, dan lain-lain yang sejenisnya tersebut merupakan tenaga profesional yang ditujukan membantu orang tua dalam membimbing
dan
memberi
bantuan
kepada
anak
didik
guna
mencapai
kedewasaannya. Dalam pendidikan agama, seorang pendidik tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga menanamkan keimanan dalam jiwa peserta didik, membimbingnya agar taat menjalankan agama dan budi pekerti yang mulia. Seorang pendidik agama Islam juga harus memiliki jiwa pendidik, menguasai ilmu pendidikan agama Islam. Selain itu guru agama harus bersifat ramah, sabar, ikhlas, tegas, adil dalam bertindak, dan sebagainya. Persyaratan tersebut tidak lain bertujuan agar para pendidik dalam memberikan pendidikan tidak merugikan peserta didik dan tidak merugikan agama. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan para pendidik mempunyai pengaruh yang besar terhadap peserta didik dalam mewujudkan tujuan pendidikan terutama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. 2.
Peserta didik
Al-Ghazali mempergunakan istilah anak didik dengan beberapa kata seperti, “Al-shobiy (kanak-kanak), almuta’allim (pelajar), tholibul ilmi (penuntut ilmu).”26 Interaksi antara peserta didik dan pendidik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Pengajaran yang baik akan mampu menarik minat si terdidik, keluarga mereka, dan apa yang hendak mereka lakukan di masyarakat. Peserta didik merupakan orang yang memerlukan bantuan dan bimbingan. Oleh karena itu peran serta pendidik sangat diperlukan terutama bagi peserta didik yang sedang dalam tahap perkembangan jasmani dan rohani. Zuhairini mengatakan berkaitan dengan hal di atas, “Islam memandang bahwa seorang anak sejak lahir telah memiliki pembawaan untuk beragama yaitu fitrah. Fitrah itu akan berjalan ke arah jalan yang benar bilamana mendapat pendidikan yang baik dan mendapatkan pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.”27 Dalam mencari nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan hidupnya, peserta didik memerlukan bantuan dari pendidik, kerana manusia dilahirkan dalam keadaan lemah. Selain itu lingkungan peserta didik juga akan memberi warna terhadap nilai-nilai pendidikan Islam peserta didik. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Tetapi anak didik juga seorang manusia yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secar fisik maupun psikis. Untuk itu, pendidikan agama senantiasa memperhatikan manusia 26 27
8, hal : 27
Zaenuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, h. 64 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981) cet. ke
sebagai faktor pendidikan agama, di mana pendidikan agama tersebut diarahkan untuk mendidik manusia berakhlak mulia sebagaimana fitrahnya, sehingga dapat mengetahui ajaran agama Islam dan pada akhirnya akan mampu menghindari diri dari kemerosotan akhlak. Oleh karena anak sejak lahir sudah memiliki potensi beragama, sehingga orang tua perlu mendapat penambahan ilmu pengetahuan agama yang bisa didapat di majelis ta’lim, agar orang tua khususnya kaum ibu dapat mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3.
Alat Pendidikan Alat pendidikan merupakan suatu bagian yang integral dari suatu proses
pendidikan atau pembelajaran. Secara harfiah “alat” berarti perantara atau penyalur pesan atau informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini menunjukkan bahwa, “Alat pendidikan agama Islam merupakan wadah dari pesan yang disampaikan oleh sumber atau penyalurnya yaitu guru, kepada sasaran atau penerima pesan yaitu anak didik.”28 Pesan yang ingin disampaikan adalah bahan atau materi pendidikan agama Islam, sedangkan tujuan penggunaan alat pendidikan alat tersebut adalah agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung dengan baik. 29 Adapun alat pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Alat pendidikan yang bersifat rohaniah (normatif)
28 29
Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 103 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
Zuhairini berpendapat bahwa, “alat pendidikan yang bersifat normatif berfungsi preventif (pencegahan) dan refresif (reaksi setelah ada perbuatan). Keduanya dapat bersifat positif maupun negatif.” 30 Alat pendidikan yang normativ yang preventif dan positif, yaitu keteladanan, anjuran, ajakan, suruhan, pengarahan, dan pembiasaan. Alat pendidikan normativ yang preventif dan negatif, yaitu contoh untuk dijauhi, peraturan yang memberi larangan dan pengawasan. Selanjutnya alat pendidikan normativ yang represif dan positif, yaitu isyarat tanda setuju (anggukan), katakata setuju, puas, pujian, dan hadiah. Yang termasuk alat pendidikan normatif yang represif dan negatif, yaitu isyarat tanda tidak setuju, teguran, ancaman dan kecaman serta hukuman. 31 b. Alat Pendidikan yang bersifat materi Dalam hal Alat pendidikan berupa materi Zuhairini berpendapat bahwa “Alat sebagai sarana pendidikan atau sarana belajar mengajar, ataupun alat pengajaran. Alat pendidikan yang bersifat kebendaan tersebut tidak terbatas pada benda-benda yang bersifat konkret saja, tetapi juga berupa nasihat, tuntutan, bimbingan, contoh, hukuman, ancaman, dan sebagainya.” 32 Dalam pendidikan Islam, alat atau pendekatan pendidikan yang utama adalah teladan, nasihat dan peringatan, yang kesemuanya dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Jadi alat atau pendekatan pendidikan adalah hal 30
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28 32 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28 31
yang sangat penting, yang dapat menunjang berhasil atau tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agama. 33 4.
Lingkungan atau Masyarakat Dalam hal lingkungan atau masyarakat Muchtar berpendapat, “Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap berhasil atau tidaknya
pendidikan agama. Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang. Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan tumbuh menjadi individu yang baik. Sebaliknya, apabila orang tersebut tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.”34 Jadi lingkungan dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan jiwa peserta anak didik dalam sikap akhlak dan perasaan agamanya. Untuk
menghadapi
pengaruh
lingkungan
yang
negatif
yang
dapat
membahayakan akhlak dan moral, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain: 1.Perlu diadakan seleksi terhadap kebudayaan yang masuk, agar unsur-unsur negatif dapat dihindarkan 2.Pendidikan agama Islam baik formal atau non formal perlu di intensifkan
33 34
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 29 Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 75
3.Perlu diadakannya biro konsultasi (konsultan) pendidikan yang bersifat independen untuk membantu terwujudnya kualitas pendidikan yang diharapkan 4.Adanya Political Will dari pemerintah setempat yang mendukung misi pendidikan yang lebih moralitas. 35
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam membuat karakter anak didik. Mengambil yang positif dan menolak segala bentuk kebudayaan yang negatif yang dapat merusak moral generasi penerus.
B. Kerangka Berfikir Ditinjau dari perkembangan manusia secara luas, pendidikan pada dasarnya tidak terbatas pada aspek tertentu. Pendidikan akan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, sosial, dan kebudayaan. Dasar pendidikan yang penting adalah long life education ( pendidikan seumur hidup ) . Dalam pendidikan Islam, pendidikan berlangsung seumur hidup yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ini mengacu kepada pendidikan formal dan nonformal. Di mana pendidikan non-formal merupakan pendidikan masyarakat luas, khususnya dalam lingkungan masyarakat, memiliki peranan dan tanggungjawab terhadap Islam bagi anggota masyarakat. Masyarakat hendaknya biasa meyediakan berbagai faktor pendukung atau fasilitas dalam menggalakan
35
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
pelaksanaan ibadah bagi terlaksananya pendidikan Islam. Fasilitas tersebut tidak hanya fisik tetapi juga nonfisik. Fasilitas yang dibutuhkan dapat diusahakan dengan kerjasama antar keluarga, sekolah dan masyarakat. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan dua jalan yaitu secara formal dan non-formal. Adapun secara non-formal, pendidikan agama dilaksanakan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Wujud dari pendidikan agama nonformal tersebut adalah pengajian atau penerangan Islam (Majlis Ta’lim).
Begitu pula dalam lingkungan masyarakat umum, khususnya pada lingkungan RW 01 Kelurahan Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan yang penduduknya datang dari berbagai daerah dan mempunyai latar belakang yang berbeda. Oleh sebab itu, lembaga Majlis Ta’lim sangant diperlukan untuk terlaksananya penyelenggaraan pendidikan Islam, guna membina mental dan moral masyarakatnya, yang diharapkan pada gilirannya nantiu masyarakat RW 01 dapat menajadi masyarakat yang Islami atau paling tidak mengantisipasi dampak negatif dari pengaruh
lingkungan dan kemajuan teknologi. Sehingga walaupun lingkungan masyarakat kompleks dalam berbagai hal agamanya tetap eksis dalam kehidupan mereka sehari-hari.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan agama dalam majelis ta’lim kaum ibu dalam pembinaan keluarga. Untuk itu penulis ingin mendapatkan informasi atau gambaran tentang beberapa kegiatan majelis ta’lim yang terdapat di RW 01. Faktor yang pemilihan majelis taklim di RW 01, karena para ibuibu yang datang ke pengajian ini datang dari berbagai daerah dan profesi yang plural. B. Tempat Dan Waktu Penelitian Penulis memilih tempat yang menjadi lapangan penelitian adalah majelis ta’lim Nurul Yaqin, majelis ta’lim Raudhatul Jannah dan majelis ta’lim As Shobirin di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 15 Desember 2004 sampai 15 Januari 2005. C. Populasi dan Sampel Penelitian Dalam metodologi penelitian, “Kelompok besar obyek penelitian disebut dengan populasi subyek atau populasi penelitian, sedangkan bagian dari kelompok
yang mewakili kelompok besar itu disebut dengan sample subyek atau sample penelitian.”36 Penelitian ini meliputi warga masyarakat muslim yang ikut dalam kegiatan pendidikan agama Islam majelis ta’lim kaum ibu di RW 01 Kelurahan Tegal Parang. Tiga majelis ta’lim yang penulis ambil sebagai objek penelitian mempunyai jumlah jama’ah yang relatif. Yaitu kurang lebih 150 orang, sedangkan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 120 orang.
D.
Instrumen Pengumpulan Data Sumber data penelitian ini adalah jama’ah kaum ibu yang mengikuti kegiatan
pengajian yang diselenggarakan di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Adapun Instrumen pengukuran penelitian berbentuk : 1.
Observasi Dalam pengumpulan data, penulis turun langsung ke lokasi penelitian sehingga penulis mendapatkan data yang lebih obyektif. yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap masalah yang diteliti di tiga majelis ta’lim Observasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang kongkrit tentang kondisi obyektif
tiga majelis ta’lim, yaitu tentang keadaan guru, anggota
majelis taklim dan kitab yang diajarkan
36
H. Moh. Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), cet. ke 4
2.
Wawancara Wawancara sering juga disebut dengan interview atau questionare lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan pimpinan Majlis Ta’lim.
3.
Angket. Angket ini merupakan daftar pertanyaan mengenai suatu hal untuk mendapatkan jawaban dari responden. Adapunj respondennya adalah sampel yang terdiri dari jama’ah Majlis Ta’lim yang mengikuti pengajian di Majlis Ta’lim, dan yang diteliti sebanyak 120 orang.
E.
Metode Penelitian. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian adalah : 1. Metode Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data atau informasi yang didapat dari kajian-kajian sumber bacaan yang digunakan sebagai dasar penunjang dalam menganalisa masalah-masalh yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Metode penelitian lapangan, yaitu mengumpulkan data-data dan informasi yang diperoleh secara langsung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dari wilayah atau tempat yang dijadikan obyek penelitian yaitu di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
F. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dioleh dan deskripsikan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh kesimpulan. Dalam tehnik analisa data yang digunakan adalah deskriptif analisis, karena data yang diperoleh penelitian ini lebih banyak bersifat kualitatif, maka dengan sendirinya dalam penganalisaan data-data penulis lebih banyak menganalisis . Data kualitatif dikemukakan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kategori pendidikan dapat diambil kesimpulan . Yang dianalisa adalah data tentang kegiatan Majlis Ta’lim dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembinaan akhlak, yang bersumber dari hasil observasi, wawancara dan angket. Data kualitatif, yaitu analisa yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka dengan cara menggunakan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan statistik sederhana untuk memperoleh hasil penelitian. Untuk data kuantitatif penulis menggunakan perhitungan persentase dari hasil angket .
RUMUS PERHITUNGAN N0.
Prosentase
Penafsiran
01
100 %
Seluruhnya
02
90 % - 99 %
Hampir seluruhnya
04
60 % - 89 %
Sebagian besar
05
51 % - 59 %
Lebih dari setengahnya
06
- 50 %
Setenganhnya
07
40 % - 49 %
Hampir setengahnya
08
10 % - 39 %
Sebagian kecil
09
1 % - 9 %
Sedikit sekali
10
0 %
Tidak ada sama seklai
Sedangkan rumus perhitungannya adalah : X = F/N x 100 %
Keterangan : X
= Persentase
F
= Frekuensi
N
= Jumlah Keseluruhan
BAB IV HASIL PENELITIAN Penulis ingin menguraikan hasil wawancara dengan ketua RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan yaitu: Bapak H. Abdul Chair Murtaha tentang data kondisi wilayah RW 04 dan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh warga setempat . Penulis juga menguraikan hasil wawancara kepada tiga pimpinan majelis ta’lim serta menyebarkan angket kepada jamaah kaum ibu yang mengikuti pengajian di majelis -majelis ta lim di RW 01 .
A.
Profil Tiga Majelis Ta’lim
1.
Gambaran Umum Wilayah RW 01 Kelurahan Tegal Parang Mampang Prapatan Jakarta Selatan
merupakan salah satu wilayah yang padat penduduknya. Luas daerahnya ± 15 Ha dengan jumlah penduduk ± 1.400 jiwa yang terdiri dari 450 kepala keluarga dari 8 Rt. Batas-batas wilayahnya : - Sebelah Selatan
= Kelurahan Duren Tiga
- Sebelah Utara
= Wilayah RW 07 Kelurahan Tegal Parang
- Sebelah Barat
= Wilayah RW 01 Kelurahan Tegal Parang
- Sebelah Timur
= Kelurahan Pancoran
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di RW 01 sangat banyak, seperti : Senam kesehatan untuk manula, keterampilan memasak, keterampilan menjahit, kegiatan kepemudaan, yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan keagamaan yang merupakan salah satu urat nadi bagi pembinaan agama bagi setiap individu, khususnya warga wilayah RW 01 yang beragama Islam. Pembinaan keagamaan warga RW 01 banyak dilakukan di majelis-majelis ta’lim, hampir setiap RT di RW 01 ada majelis ta’lim. Majelis–majelis ta’lim tersebut lebih banyak dikelola oleh kaum ibu, sehingga banyak aktivitas–aktivitas majelis ta’lim yang diramaikankan oleh kaum ibu, dan memang kaum ibulah yang lebih banyak memiliki waktu luang. Kegiatan majelis ta’lim kaum ibu di RW 01 sifatnya pengajian
biasa
yang
tidak
mengikat. Pemberi
materi
terdiri
dari
para
Ustadz/Ustadzah setempat sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Alasan kenapa penulis memilih tiga majelis taklim di bawah ini, karena lokasi penelitian dekat dengan rumah penulis. 2.
Profil Spesifik dari masing-masing Majelis Ta’lim a. Majelis ta’lim Himmatun Nisa Majelis Ta’lim ini dipimpin oleh seorang Ustadzah yang bernama Ustadzah
Hj.Kartini dengan jumlah jama’ahnya lebih dari lima puluh orang. Majelis Ta’lim ini terletak antara Rt 007 & Rt 008 RW 01. Majelis ta’lim Himmatun Nisa didirikan pada tanggal 21 April 1985 dengan status tanah wakaf. Kegiatan pengajian kaum ibu ini diadakan setiap hari Sabtu pagi atau satu minggu satu kali dengan materi pelajaran sebagai berikut :
- untuk Materi Fiqih halaqah diajarkan oleh Bapak KH. Khazruni Ishaq M.A, metode yang digunakan adalah metode ceramah dan tanya jawab - untuk materi Tafsir Jalalain diajarkan oleh Bapak KH. Abdul Halim Husin, metode yang digunakan adalah metode ceramah - untuk materi hadits diajarkan oleh Bapak KH. Khazruni Ishaq M.A dan Ustadzah Hj. Kartini, metode yang digunakan adalah metode ceramah
Majelis ta’lim kaum ibu Himmatun Nisa juga melaksanakan kegiatankegiatan keagamaan lainnya seperti santunan anak yatim dan janda, peringatan harihari besar Islam ( Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Muharam ) serta pengajian bulanan antar Majelis ta’lim RW 01. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut pimpinan majelis ta’lim dibantu oleh dua orang pengurus majelis ta’lim yaitu Bapak Mardian dan Bapak H.Misan b. Majelis Ta’lim Dârul Hikmah al-Madaniyah Majelis ta’lim ini dipimpin oleh Ustadzah Hj. Umamah dengan jumlah jamaahnya lebih dari 50 orang. Majelis ta’lim ini terletak diantara Rt 009 dan Rt 010 RW 01 Kelurahan Tegal Parang, didirikan pada tahun 1977 dengan status tanah wakaf. Kegiatan pengajian di majelis ta’lim ini membahas tentang kajian Tafsir Jalalain dan Hadits yang dipimpin oleh Ustadz Drs . H. Syarifuddin yang diadakan setiap hari Selasa siang, sedangkan pelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an dipimpin langsung oleh ketua majelis ta’lim merupakan pengajian rutin setiap sore.
ibu Ustadzah Hj. Umamah yang
Majelis ta’lim Dârul Hikmah al-Madaniyah juga melaksanakan kegiatankegiatan hari-hari besar Islam sperti: peringatan maulid Nabi Muhammad saw, Isra’ Mi’raj dan kegiatan bakti sosial untuk keluarga jama’ah majelis ta’lim diantaranya santunan anak yatim dan bea siswa pendidikan bagi anak yang berprestasi . c . Majelis Ta’lim Nurul Huda Majelis ta’lim ini didirikan pada tahun 1971 dipimpin oleh Ustdzah Hj. Juriah dan Ustadzah Hj. Aisyah Ahmad dengan jumlah jama’ah lebih dari 50 orang. Majelis ta’lim ini terletak ditengah-tengah wilayah RW 01 tepatnya di Rt 006 dengan status tanah wakaf. Kegiatan pengajian yang dilakukan cukup banyak diantaranya pengajian AlQur’an, kajian tafsir Jalalain, kajian hadits, kajian fiqih dan pemberantasan buta huruf Al-Qur’an, yang dipimpin oleh Ustadzah Hj. Juriah. Majelis ta’lim ini juga mengadakan kegiatan peringatan hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi , Isra’ Miraj dan Muharram. B.
Analisis Pelaksanaan Pendidikan Agama di Majelis Ta’lim. TABEL 1 Usia Kaum Ibu Yang Mengikuti Pengajian Alternatif jawaban
Frekwensi
Persentase ( % )
a. 20 – 30 tahun
15
12,5
b. 30 - 40 tahun
25
20,83
c. 40 - 60 tahun
65
54,17
d. Di atas 60 Jumlah
15
12,50
120
100,00
Dengan memperhatikan tabel I, dapat dilihat bahwa kaum ibu yang mengikuti pengajian lebih dari setengahnya berusia 40 – 60 tahun atau 54,17 %, ini dapat dianalisa walaupun usia responden sudah menjelang tua mereka lebih meningkatkan amal ibadah untuk kehidupannya kelak di akherat, begitupula responden yang berusia 30–40 tahun ( 20,83 % ). Sedangkan responden yang berusia 20–30 tahun ( 12,50 %), ini dapat dianalisa, walaupun usia kaum ibu yang mengikuti pengajian bervariasi, mereka saling memberi motivasi dalam menghadiri pengajian antar usia muda dan usia tua. TABEL 2 Tingkat Pendidikan Alernatif jawaban
Frekwensi
Persentase ( % )
a. SD
40
33,33
b. SMP
32
26,67
c. SMA
32
26,67
d. Perguruan Tinggi
16
13,33
120
100
Jumlah
Dari data tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan kaum ibu yang mengikuti pengajian di majlis ta’lim, frekwensi lebih besar adalah tingkat SD dengan
persentase 33,33 %, namun menurut analisa data yang ada hanya sebagian kecil yang berpendidikan rendah, akan tetapi mereka tetap bersemangat
dalam mengikuti
kegiatan di majlis ta’lim ini. Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang lainnya mereka sangat berperan untuk aktif dalam proses pelaksanaan pengajian di majlis ta’lim. TABEL 3 Lamanya Mengikuti Pengajian Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase ( % )
a. 1 – 2 Tahun
5
4,17
b. 2 – 3 Tahun
20
16,67
c. 3 – 4 Tahun
30
25
d. lebih dari 4 Tahun
65
54,17
120
100
Jumlah
Memperhatikan data tabel 3 dapatlah dilihat bahwa persentase terbesar lamanya mengikuti pengajian adalah lebih dari 4 tahun dengan persentase 54,17 %. Hal ini dapat dianalisa bahwa lebih dari setengahnya jama’ah yang mengikuti pengajian sudah cukup lama. Ini terbukti ukhuwah Islamiyah di RW 01 cukup baik, karena dilihat dari table sedikit sekali jama’ah yang lamanya 1-2 tahun dengan persentase 4,17 %
TABEL 4 Metode yang sering digunakan Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase ( % )
a. Tanya jawab
5
4,17
b. Ceramah
85
70,83
c. Diskusi
0
0
d. Ceramah & Tanya jawab
30
25
Jawaban
120
100
Memperhatikan pada tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian materi, metode yang paling sering digunakan adalah metode ceramah dengan persentase 70,83 %. Hal ini dianalisa bahwa metode tersebut memang cocok untuk kalangan kaum ibu usia di atas 40 tahun dan juga didukung dengan tingkat pendidikannya yang lebih banyak SD. Disamping itu sebagian kecil metode ceramah ceramah dan Tanya jawab ( 25 % ) yang digunakan dalam pengajian ini. TABEL 5 Materi yang diberikan (Jawaban boleh lebih dari satu ) Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Fiqih
65
54,17
b. Tafsir Al-Qur’an
73
60,83
c. Tasawuf
0
0
d. Hadits Jawaban
27
22,5
120
100
Pada tabel 5, dapat diketahui bahwa materi yang sering diberikan adalah tafsir Al-Qur’an ( 60,83 % ) dan lebih dari ( 54,17 % ), ini dapat dianalisa bahwa sebagian besar materi tafsir Al-Qur’an dan fiqih adalah materi yang memang dibutuhkan di masyarakat saat ini, khususnya kaum ibu yang mengikuti pengajian karena berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari, sehingga menimbulkan ketertarikan untuk tetap menghadiri pengajian. TABEL 6 Ketertarikan jama’ah dalam pengajian (Jawaban boleh lebih dari satu ) Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Ustdz/Ustadzahnya
45
37,50
b. Materinya
80
66,67
c. Metodenya
20
16,67
d. Jama’ahnya
30
25
120
100
Jawaban
Dari salah satu faktor bagi pendidik adalah
penguasaan materi oleh si
pendidik, hal ini dapat dilihat pada tabel 6 bahwa penyampaian materi dalam pengajian sebagian besar disenangi jama’ah karena para ustadz/Ustadzahnya cukup
menguasai materi yang disampaikan (diajarkan) dengan persentase 66,67 % dari responden yang ada. Ini dapat diperkirakan bahwa materi yang diberikan sangat menarik dan membuat rasa ingin tahu yang lebih banyak sehingga mereka tetap hadir dalam pengajian didukung pula oleh Ustdz/Ustadzahnya ( 37,50 % ) TABEL 7 Tujuan mengikuti pengajian (Jawaban boleh lebih dari satu ) Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Ingin menuntut ilmu
65
54,17
b. Memanfaatkan waktu Luang
8
6,67
c. Mencari teman
15
12,50
d. Mencari pahala
73
60,83
120
100
Jawaban
Dilihat dari tabel 7 di atas dapat dianalisa bahwa sebagian besar tujuan jama’ah mengikuti pengajian adalah ingin menuntut ilmu (54,17 % ) dan ingin mencari pahala ( 60,83 ). Ini dapat diperkirakan bahwa rresponden menyadari bahwa menuntut ilmu tidak memandang usia dan tidak ada batasnya serta responden ingin menambah bekal untuk kehidupan kelak di akherat
TABEL 8 Motivasi Mengikuti Pengajian Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
115
95,83
b. Keluarga
2
1,67
c. Teman
3
2,50
120
100
a. Keinginan sendiri
Jumlah
Dari tabel 8 dapat diketahui dengan jelas bahwa hampir seluruh responden ( 95,83 % ) menyatakan bahwa motivasi mereka mengikuti pengajian adalah atas dasar keinginan sendiri. Ini dapat dianalisa bahwa motivasi dalam diri sendiri memegang peranan penting untuk terlaksananya kegiatan pengajian di Majlis Ta’lim. Sedangkan sebagian kecil menyatakan motivasi mereka adlah karena dorongan teman (2,50 % ) dan keluarga ( 1,67 % ). TABEL 9 Hambatan dari lingkungan Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. ada
0
0
b. Tidak ada
88
73,33
c. Biasa saja
32
26,67
120
100
Jumlah
Pada tabel 9, dapat diketahui bahwa sebagian besar (73,33 % ) responden menyatakan tidak ada hambatan dari lingkungan. Ini dapat diperkirakan bahwa lingkungan sekitar RW 01 cukup tenang tidak menghambat kegiatan pengajian. Bigitu pula sebagian kecil responden (26,67 %) menyatakan bahwa lingkungan biasa saja, ini menunjukan tidak ada hambatan yang berarti. TABEL 10 Peningkatan Pengetahuan Tentang Agama Islam Setelah Mengikuti Majelis Ta’lim Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
1 , Banyak bertambah
95
79,17
2 . Sedikit
15
12,50
3 . Tidak bertambah
0
0
4 . Biasa saja
10
8,33
120
100
Jumlah
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar (79,17%) responden menyatakan pemahaman mereka tentang agama Islam banyak bertambah. Hal ini dapat diperkirakan, karena sebelumnya tingkat pengetahuan mereka masih sedikit, sehingga mereka meraskan pengetahuan mereka tentang agama Islam semakin bertambah setelah mengikuti pengajian, sedangkan sebagian kecil (12,50 %)
responden menyatakan sedikit bertambah. Hal ini dapat dianalisa bahwa sebelum mengikuti pengajian pengetahuan mereka tentang agama Islam sudah cukup baik .
TABEL 11 Kekurangan Alat Dalam Pendidikan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
a. Papan tulis
40
33,33 (%)
b. Speaker
0
0 (%)
c. Tidak Ada
80
66,67 (%)
120
100 (%)
Jumlah
Memperhatikan pada tabel 11, dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pengajian factor alat pendidikan sangat mendukung yaitu segaian besar (66.67 %) responden menyatakan tidak ada kekurangan dalam alat pendidikan yang dilaksanakan di Majlis Ta’lim. Hal ini dapat dianalisis tidak adanya kekurangan dalam alat pendidikan karena alat pendidikan yang mereka butuhkan masih tergolong sederhana dan mudah didapat. /sedangkan sebagian kecil (33.33 %) yang menyatakan kekurangan dalam alat pendidikan . TABEL 12 Hambatan Dari Pengajar
Alternatif Jawaban a. Suara kurang jelas b. Tidak ada c. Kurang menguasai materi Jumlah
Frekwensi
Persentase (%)
5
4.17
115
95.83
0
0
120
100
Pada tabel 12 dapat dikeetahui bahwa hampir seluruhnya (95,83 %) responden menyatakan tidak ada hambatan dari pengajar. Dan sedikit sekali (4,17 %) responden yang menyatakan suara kurang jelas. Ini dapat dianalisis bahwa tidak ada hambatan yang berarti dari faktor pengajar, ini merupakan hal yangsangat menunjang bagi keberhasilan pelaksanaan pengajian pada Majlis Ta’lim. TABEL 13 Materi Yang Paling Disenangi Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Fiqih
50
41,67
b. Tafsir Al-Qur’an
54
45,06
c. Hadits
16
13,33
120
100
Jumlah
Memperhatikan tabel 13 dapat diketahui bahwa materi yang paling disenangi oleh responden adalah materi tafsir Al-Qur’an (45,04 %) dan materi fiqih (41,67 %)
hal ini dapat dianalisis bahwa masyarakat saat ini ingin mengetahui lebih jauh kajiankajian dalam Islam yang sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.
TABEL 14 Penggunaan Metode Tanya Jawab Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Ada
35
29,17
b. Tidak ada
18
15
c. Kadang-Kadang
67
55,83
120
100
Jumlah
Dari tabel 14 dapat diketahui bahwa metode Tanya jawab dalam pelaksanaan pengajian lebih dari setengahnya (55,83 %) responden menyatakan bahwa kadangkadang saja tanya jawab dilaksanakan, dan sebqagian kecil dari responden (29,17 %) menyatakan ada tanya jawab dalam pengajian di Majlis Ta’lim tersebut. Hal ini dapat dianalisa bahwa pelaksanaan tanya jawab dalam pengajian kaum ibu belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Ustdz/Ustadzahnya, karena kondisi jama’ahnya yang secara kemampuan menangkap materi relatif berbeda, karena perbedaan latar belakang pendidikan.
TABEL 15 Pemilikan Kitab Yang Dipelajari Alternatif Jawaban
Frekwensi
Persentase (%)
a. Memiliki
85
70,83
b. Sebagian memiliki
25
20,83
c. Tidak memiliki
10
8,33
Jumlah
120
100
Dilihat dari tabel 15 sebagian besar responden memiliki kitab yang diajarkan hal ini terbukti dengan persentase (70,83 %), dengan demikian responden sangat antusias dalam mengikuti pengajian ini meskipun ada sebagian kecil responden yang memiliki kitab sebagian saja dengan persentase ( 20,83 % ). Dari tabel pertanyaan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan di Majlis taklim di RW 01 dianggap sudah berhasil, dengan baik. Hal tersebut terlihat dengan data bahwa bahwa sebagian besar (79,17%) responden menyatakan pemahaman mereka tentang agama Islam banyak bertambah. Hal ini dapat diperkirakan, karena sebelumnya tingkat pengetahuan mereka masih sedikit, sehingga mereka meraskan pengetahuan mereka tentang agama Islam semakin bertambah setelah mengikuti pengajian, sedangkan sebagian kecil (12,50 %) responden menyatakan sedikit bertambah. Hal ini dapat dianalisa bahwa sebelum mengikuti pengajian pengetahuan mereka tentang agama Islam sudah cukup baik .
Juga terlihat dengan data bahwa penyampaian materi dalam pengajian sebagian besar disenangi jama’ah karena para ustadz/Ustadzahnya cukup menguasai materi yang disampaikan (diajarkan) dengan persentase 66,67 % dari responden yang ada. Ini dapat diperkirakan bahwa materi yang diberikan sangat menarik dan membuat rasa ingin tahu yang lebih banyak sehingga mereka tetap hadir dalam pengajian didukung pula oleh Ustdz/Ustadzahnya ( 37,50 % ) Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pengajian majelis taklim yang diadakan oleh warga RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan berhasil dan mampu meningkatkan pengetahuan agama warga.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah memberikan urian tentang kegiatan keagamaan Islam yang dilaksanakan di majelis ta’lim RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan, maka penulis akan menyampaikan hal-hal sebagai berikut : A. Kesimpulan 2. Pengaruh Pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di majelis ta’lim RW 01 yang dilaksanakan pada majelis taklim sangat besar terhadap pembinaan mental dan alkhlak bagi keluarga mereka dan masyarakat pada umumnya, hal ini terbukti materi yang disajikan dalam pengajian majelis taklim banyak menimbulkan ketertarikan para jama’ah yang dilihat dari persentase 66,67 % jama’ah tertarik pada materi pembelajaran dan metode yang digunakan dalam pengajian 3. Pendidikan agama Islam tersebut dilaksanakan sesuai dengan kondisi masyarakat RW 01 yang butuh akan bimbingan dan pengajaran agama Islam, baik drai pengajar, waktu, lingkungan maupun alat-alat pendidikan.
4. Faktor dominan yang menunjang terlaksananya kegiatan pengajian di majelis ta’lim kaum ibu i.
Adalah kepatuhan dari jama’ahnya
ii.
Keseriusan para pengajarnya yang bersama-sama ingin menimba ilmu pengetahuan agama.
iii.
Keteladanan ustadz/ustadzah
iv.
Materi yang menarik
B. Saran-Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sbagai berikut : 1. Tanggapan dari masyarakat khususnya kaum ibu terhadap pelaksanaan pengajian di RW 01 sangat positif pada masyarakat di Kelurahan Tegal Parang, dengan demikian hendaknya hal ini dapat dipertahankan dan ditingkatktan agar jangan sampai penilaian terhadap kegiatan itu menjadi negatif. 2. Untuk mengatasi permasalah-permasalahn yang terjadi di masyarakat hendaklah para Ustadz/Ustadzah berperan aktif untuk membantu mencari solusinya dengan jalan memberikan pengarahan-pengarahan yang positif serta membuka forum tanya jawab setiap kegiatan pengajian dilaksanakan. 3. Hendaklah para pejabat setempat yang berwenang khususnya di RW 01 Kelurahan Tegal Parang agar membina serta memperhatikan perkembangan kegiatan-kegiatan di majelis ta’lim yang dipimpin kaum ibu
DAFTAR PUSTAKA
______________, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet.ke-1 Ali, H. Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993, cet.ke-4 Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1987 Aly, Heri, Noer, Drs, M.A, dan Drs. H. Munzier, S, M.A, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003, cet.ke-2 Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, cet.ke-4 Azizy, A. Qodri, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, Semarang: Aneka Ilmu, 2003, cet. ke-2 Djamaluddin, Drs, dan Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, cet.ke-2 Dradjat, Zakiyah, Dr, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, cet.ke-3 Kalali, M. As’ad, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1987,cet.ke2 Muhaimin, Drs, M.A, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama Mukhtar, Dr, M.Pd, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Misaka Galiza, 2003, cet.ke-1 Poerwadarminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia Bagian I, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, cet.ke-4 Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Rosda Karya, 1992, cet.ke-5 Ramayulis, Dr, M.A, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet.ke-1 Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta:Ceqda, 2007 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghozali, Jakarta: Bumi Aksara,1991, cet.ke-1 Zuahairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet.ke-2