PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS DALAM UPAYA PENGENDALIAN KETIMPANGAN SPASIAL PEMBANGUNAN di KABUPATEN PROBOLINGGO Oleh SOMAN WISNU DARMA (NRP. 3207 206 003)
Dipaparkan, Pada Ujian Tesis, Jurusan Arsitektur Bidang Studi Pembangunan ITS, April 2013
I. Latar Belakang Penelitian (1) •
Kabupaten Probolinggo sebagai salah satu región (Kabupaten/Kota) di wilayah Provinsi Jawa Timur selalu membuat target capaian pembangunan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Probolinggo. Target sasaran dan program yang tertuang dalam RPJMD akan terdeferensiasi pada masing-masing sektor pembangunan dan región (kecamatan)
•
Pada implementasinya tidak tertutup kemungkinan terjadinya ketimpangan spasial pembangunan antar kecamatan ataupun di dalam kecamatan itu sendiri.
•
Ketimpangan spasial adalah keseluruhan dimensi ketimpangan dalam bidang ekonomi dan sosial antar unit geografi dalam suatu wilayah . Untuk lingkup Kabupaten Probolinggo, unit geografi tersebut adalah kecamatan.
•
Indikator ketimpangan spasial pembangunan dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin (rumahtangga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan PPLS 2008); jumlah industri kecil dan rumahtangga; dan jumlah fasilitas pendidikan tingkat wajar dikdas 12 tahun (SD_SMA).
I. Latar Belakang Penelitian (2) Tabel 1.1 Nilai Theil Indeks Kabupaten Probolinggo Tahun 2005 Menurut Dekomposisi Nilai Theil Indeks No
Uraian (3)
Dalam Kecamatan (4)
Antar Kecamatan (5)
1,49296
1,02099
0,47196
0,21648
0,16727
0,049203
0,16713
0,09317
0,073953
Total (1)
1 2 3
(2) Industri Kecil & Rumahtangga Fasilitas Pendidikan SDSMA Rumahtangga Miskin
Sumber: Pengolahan Hasil Podes 2005 dan BLT 2005
Tabel 1.2 Nilai Theil Indeks Kabupaten Probolinggo Tahun 2008 Menurut Dekomposisi Nilai Theil Indeks No
(1)
Uraian
(2)
Total
Dalam Kecamatan
Antar Kecamatan
(3)
(4)
(5)
1,193656
0,709036
0,48462
2
Industri Kecil & Rumahtangga Fasilitas Pendidikan SDSMA
0,207364
0,14911
0,058254
3
Rumahtangga Miskin
0,207689
0,12880
0,07888
1
Sumber: Pengolahan Hasil Podes 2008 dan PPLS 2008
Hasil pendekomposisi pada tahun 2008 menunjukkan nilai Theil Indeks antar kecamatan untuk jumlah industri kecil dan rumahtangga , jumlah fasilitas pendidikan SD-SMA dan rumahtangga miskin mengalami peningkatan.
I Permasalahan Penelitian (3) Pada kenyataannya pembangunan telah membawa ekses terjadinya ketimpangan antar kecamatan. Untuk mengendalikan ketimpangan spasial pembangunan antar kecamatan, maka diperlukan suatu kebijakan untuk mengatasinya. Kebijakan yang dilakukan perlu menggunakan pendekatan sistem .
II Rumusan Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana model pengendalian ketimpangan spasial pembangunan di Kabupaten Probolinggo dengan pendekatan system dynamics ? Kebijakan apakah yang dapat dilakukan untuk pengendalian ketimpangan spasial pembangunan berdasarkan model pengendalian ketimpangan spasial tersebut ?
III Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : • Melakukan pembuatan pemodelan strategi kebijakan untuk mengendalikan ketimpangan spasial pembangunan. • Memberikan informasi kebijakan yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian ketimpangan spasial. IV Pengumpulan Data • Data Primer: Podes 2005, 2008 dan 2011. Susenas 2008-2011 • Data Sekunder: PDRB KabKot, Sakernas, Daerah Dalam Angka
V Analisa (1) Model Dasar Pengendalian Ketimpangan Spasial Pembangunan Pada pembuatan model, unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya ketimpangan spasial diasumsikan berasal dari keterkaitan antar kriteria yang ada didalam kabupaten dan belum mempertimbangkan penyebab eksternal yang berasal dari luar kabupaten.
Gambar dibawah memperlihatkan causal loop yang terdiri dri 3 sub model yaitu ekonomi, sumberdaya manusia dan modal sosial. Interaksi diantara ketiga sub model tersebut menghasilkan 3 umpan balik yaitu 2 umpan balik positif dan 1 umpan balik negatif. Ekonomi +
Loop 1(+) +
+
Loop 3(+)
+
Sumberdaya Manusia
Modal Sosial
Loop 2(-) -
V Analisa (2)
PDRB Penggalian
PDRB Pertanian +
Penduduk +
PDRB Perdag,hotel,rest
+ +
PDRB
+
+
PDRB jasa
Penduduk La_pendudu
+
+
orang_bekerja
bukan angkatan kerja
Orang bekerja
PDRB perkapita
PDRB Industri
+
Rata_rata_pertumbuhan
EKK
+ APBD
Rata_Rata_Orang_bekerja_per_desa
PDRB_perkapita
Jml jalan aspal
Eksisting
+
PDRB_Laku_T Laju_PDRB_T
2,400
APBD Rasio_Jl_des
laj_APBD
PDRB_Laku PDRB_konstan_T_Plus
1 2,100
Rasio_apbd
inflasi_PDRB
Eksisting_2009 AK_full_bekerja_2009
Rasio_Jl
Rata_Rata_Orang_bekerja_per_desa
Pertum_eko PDRB_Konstan 1,800
Model Ekonomi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019
Tahun
Perekonomian pada tahun 2009 dengan dikondisi jalan desa sebesar 0,762 % mampu membangkitkan orang bekerja sebanyak 1732 orang. Angka tsb di bawah kondisi eksisting sebesar 1783. Hal ini menunjukkan kemudah akses jalan desa masih kurang dirasakan. Akan tetapi setelah tahun 2011, hal tersebut sudah tidak dirasakan
V Analisa (3)
Penduduk
Model Sumberdaya Manusia
+ +
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Penduduk Sekolah
-
+ +
1 120
+
Jumlah Sekolah
APBD
1
+
1
1
+
PDRB Perkapita
Tingkat Pendidikan yang ditamatkan
-
Sarana Kesehatan
Daya_Tampung_Sekolah
1
90
PDRB
Eksisting_Usia_Sek_berseko_2008
2 1
Angka Keluhan Kesehatan
+
1 1 1
+
1 1
60 2,009
2,011
2,013
2,015
1 2,019
2,017
Time 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
40,000 4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
60,000
50,000
1 2 3 4
30,000 1 1 1 1
20,000 2
2
2
2
12
2
2
2
2
2
2
1 1 1
2,009
2,010
2,011
2,012
2,013
2,014
Time
2,015
2,016
1 2,017
1 2,018
1 2,019
Penduduk_periksa PuspolSepi PustuPol_Ramai_per_bulan Ratapuspol
Daya tampung sekolah kondisi eksisting masih diatas hasil simulasi. Ini menujukkan bahwa fasilitas pendidikan SD-SMA masih mencukupi dan sepadan dengan jumlah penduduk usia sekolah. Jika terus dilakukan pembangunan sekolah, maka daya tampung sekolah akan semakin menurun Dalam model penduduk yang mengalami keluhan kesehatan diasumsikan sebanyak 38 persen. Pemilihan asumsi ini berdasaran data persentase keluhan kesehatan selama tahun 2007-2010 (Hasil Susenas). Dari gambar juga menunjukkan pada tahun 2013, jumlah penduduk yang mengalami keluhan sepadan dengan pelayanan pustu/polindes pada kondisi sepi
V Analisa (4) Model Modal Sosial Time 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019
ormas 56,038.51 111,466.20 166,289.73 220,515.68 274,150.57 327,200.84 379,672.86 431,572.94 482,907.31 533,682.13 583,903.50
Ormas_Fungsi_ 39,226.96 78,026.34 116,402.81 154,360.98 191,905.40 229,040.59 265,771.00 302,101.06 338,035.11 373,577.49 408,732.45
Ormas
Desa_Ormast PDRB_Laku_T 113,671,877.43 5,141,147.77 113,711,104.39 10,226,257.0 113,789,130.73 15,255,938.6 113,905,533.54 20,230,796.6 114,059,894.52 25,151,428.7 114,251,799.92 30,018,425.9 114,480,840.51 34,832,372.9 114,746,611.52 39,593,847.8 44,303,422.6 115,048,712.58 115,386,747.69 48,961,663.1 115,760,325.18 53,569,128.7
+
Desa Ada Aktivitas Ormas
+
PDRB
+
Peningkatan ekonomi pada tahun 2011 yang ditunjukkan dengan angka PDRB berlaku sebesar 10.226.257 juta rupiah ditopang dengan keberadaan ormas sebanyak 166 ormas. Dari 166 ormas yang ada sebanyak 116 ormas yang berfungsi dan tersebar di 113 desa di Kabupaten Probolinggo. Sementara itu kondisi eksisting pada saat sekarang ini 266 ormas dan tersebar di 107 desa dengan desa yang ada aktivitas ormas 182. Ini menunjukkan adanya ormas yang lain yang beraktivitas di desa yang ada di Kabupaten Probolinggo berasal dari daerah lain. Dalam hal ini faktor kelembagaan memberikan kontribusi terjadinya ketimpangan spasial
V Analisa (5)
Penyusunan skenario pengendalian ketimpangan spasial pembangunan
Skenario 1: Jika Rasio jalan aspal dinaikan menjadi 1 atau semua jalan dari dan ke desa permukaan aspal semua (330 desa jalan aspal) sementara kondisi yang lainnya konstan menunjukkan ketimpangan semakin menurun dengan hasil simulasi Skenario 2: Meningkatkan rasio modas menjadi 2 kalinya atau banyak desa yng ada ormasnya aktiv dari 113 desa menjadi 226 desa menunjukkan penurunan ketimpangan spasial yang lebih cepat Skenario 3: Meningkatkan rasio faskes dengan kondisi yang lain konstan tidak mungkin dilakukan karena jika rasio faskes meningkat maka jumlah kunjungan orang yang mengalami keluhan kesehatan semakin meningkat atau program kesehatannya mengalami kegagalan Skenario 4: Meningkat rasio fasdi yang berarti meningkatkan kapasitas dari 127 menjadi 145 tanpa melakukan pembangunan sekolah SD-SMA baru (sama dengan 1) dengan kondisi lainnya konstan maka hasil ketimpangan menunjukan penurunan akan tetapi peningkatan rasio menjadi 1 (bertambah 18 dari 127 menjadi 145) akan memerlukan biaya yang lebih besar. Sementara itu ketimpangan tidak berbeda dengan peningkatan rasio jalan menjadi 1.
Time 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019
Ketimpangan 0.208 0.179 0.154 0.132 0.114 0.0977 0.084 0.0723 0.0621 0.0534 0.046
Konstribusii 0.0415 0.0357 0.0307 0.0264 0.0227 0.0195 0.0168 0.0145 0.0124 0.0107 0.00919
Spasial 0.0125 0.0107 0.00922 0.00793 0.00682 0.00586 0.00504 0.00434 0.00373 0.00321 0.00276
Time 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019
Ketimpangan 0.208 0.154 0.114 0.0842 0.0623 0.0461 0.0341 0.0252 0.0187 0.0138 0.0102
Konstribusii 0.0665 0.0492 0.0364 0.0269 0.0199 0.0147 0.0109 0.00807 0.00598 0.00442 0.00327
Spasial 0.0125 0.00922 0.00682 0.00505 0.00374 0.00276 0.00205 0.00151 0.00112 0.000829 0.000613
Skenario 1: Rasio Jalan=1
Skenario 2: Rasio Modas=2 Kali Skenario 4: Daya Tampung = 1 Time 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019
Ketimpangan 0.208 0.182 0.16 0.14 0.123 0.108 0.0947 0.0831 0.0729 0.0639 0.0561
Konstribusii 0.0379 0.0333 0.0292 0.0256 0.0225 0.0197 0.0173 0.0152 0.0133 0.0117 0.0102
Spasial 0.0125 0.0109 0.00959 0.00841 0.00738 0.00648 0.00568 0.00498 0.00437 0.00384 0.00337
V Kesimpulan Ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Probolinggo diterjadi pada ketimpangan antar wilayah. Oleh karena itu upaya pengendalian ketimpangan spasial perlu dilakukan. Hasil simulasi dengan pendekatan system dynamics menunjukkan beberapa hal antara lain : Rasio jalan dari dan kedesa perlu diperhatikan dengan tingkatan minimal 80 persen dari jumlah desa yang ada dan ini sebanding dengan perkembangan perekonomian . Kemudahan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar (SD_SMA) di Sudah terpenuhi, sehingga pembangunan gedung SDSMA belum perlu dilakukan kecuali gedung itu sudah tidak layak lagi. Ketimpangan spasial yang terjadi di Kabupaten Probolinggo pada awalnya di akibatkan pada rasio jalan beraspal dan faktor kelembagaan (ormas). Seiring perkembangan, ketimpangan spasial cenderung didominasi oleh faktor kelembagaan Skenario kebijakan pengendalian ketimpangan yang dapat diterapkan adalah skenario 1 dan skenario 2.
V Saran • Rasio jalan dari dan ke desa berkualitas aspal terhadap jumlah desa perlu diperhatikan minimal 80 persen untuk 10 tahun ke depan. • Ada 13 desa yang belum mempunyai pustu/polindes. Dalam penghematan anggaran pemerintah dapat dilakukan realokasi tugas saja. • Pemerintah Daerah perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam hal ini ormas. Ormas perlu juga diberikan akses kepada perekonomian, agar lembaga tersebut beraktivitas dan akan membangkitkan modal sosial.
Terima Kasih