PENDEKATAN STOCHASTIC COST FRONTIER EFESIENSI INDUSTRI DI INDONESIA
RIFAI AFIN
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
PENDEKATAN STOCHASTIC COST FRONTIER EFISIENSI INDUSTRI DI INDONESIA I. PENDAHULUAN Kondisi perekonomian Indonesia setelah krisis mengalami perjuangan yang luar biasa. Persaingan usaha, perubahan kebijakan pemerintah merupakan beberapa tantangan yang dihadapi oleh kalangan industri di Indonesia. Dampak krisis ini lebih banyak dirasakan oleh kalangan industri besar dibandingkan dengan apa yang dirasakan pada industri kecil dan menengah. Hal tersebut pasti akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia yang akhirnya berujung pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari data BPS (1997 dan 1998 ) dapat diperoleh gambaran mengenai strustur penyerapan tenaga kerja pada saat awal krisis tahun 1997 dan pada saat krisis tahun 1998. Pada tahun 1997 tercatat jumlah seluruh unit usaha (enterprises) sebanyak 39.767.202 terdiri dari perusahaanperusahaan kecil 39.704.661 (99,84%), perusahaan menengah 60.449 (0.15%) dan perusahaan besar 1.831 (0.01%). Sampai awal krisis ekonomi (1997) dan pada saat krisis ekonomi (1998) komposisi penyerapan tenaga kerja sebagai suatu kinerja ekonomi dari perusahaan kecil, menengah dan besar nasing-masing untuk tahun 1997 adalah 57,48 juta (87,62%), 7.721 juta (11,75%) dan 0,393 juta (0,61%). Untuk tahun 1998 angka-angka itu adalah 57,34 juta (88,66%), 6,97 juta (10,78%) dan 0,364 juta (0,56%). Data tersebut di atas menunjukkan secara jelas bahwa perusahaan kecil menampung paling banyak tenaga kerja dan diikuti oleh perusahaan menengah. Persentase daya tampung perusahaan kecil dalam krisis ekonomi (1997-1998) bahka meningkat, sebaliknya daya tampung perusahaan besar menurun, tanpa data empirikpun kecenderungan ini mudah dipahami. Perusahaan-perusahaan kecil dalam sektor pertanian (termasuk peternakan, kehutanan dan perikanan) paling banyak menampung tenaga kerja, yaitu mencapai 56,70% (1997) dan 62,83% (1998) diikuti oleh sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran) mencapai 25,15% (1997) dan 22,65% (1998). Dari penelitian Sujiro Urata (JICA, 2000) diperoleh angka-angka sebagai berikut: pada tahun 1999 sumbangan UKM terhadap lapangan kerja nasional mencapai 99,44% dan sumbangannya terhadap Pendapatan Nasional mencapai 59,36%, sedangkan sumbangan usaha kecil saja mencapai 41,9%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor dan skala industri di Indonesia tentunya berpengaruh pada tingkat efisiensi industri tertentu. Secara teoritis semakin besar skala industri maka akan semakin efisien pula biaya produksinya, begitu pun sebaliknya. Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat efisiensi produksi dari Industri berdasarkan sektor dan skalanya di Indonesia. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, industri dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan output tertentu. Dengan diidentifikasikannya alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab ketidakefisienan. Pada bab selanjutnya akan dibahas masalah dasar-dasar teori yang berkaitan dengan efisiensi perusahaan, kemudian akan dibahas metodologi yang dipakai dalam penelitian ini. Deskripsi data statistik yang dikumpulkan akan dibahas kemudian dan bab terakhir akan ditunjukkan hasil serta kesimpulan dari hasil penelitian ini.
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Produksi dan Biaya Tinjauan pustaka disini akan membahas mengenai penggunaan metode pengali Lagrange untuk membahas kondisi bagi suatu perusahaan untuk (1) memaksimumkan output dengan biaya tertentu dan (2) meminimumkan biaya produksi sejumlah output tertentu. 1. Maksimisasi Output Terkendala Misalkan bahwa perusahaan yang menggunakan tenaga kerja (L) dan modal (K) dalam produksi ingin menentukan jumlah tenaga kerja dan modal yang harus digunakan sehingga output (Q) yang dicapai maksimum pada tingkat biaya tertentu (C). Artinya perusahaan ingin : Maksimumkan Q = f (L,K) (2.1) Dengan kendala C* = wL + rK (2.2) Z = f ( L, K ) + λ (C * − wL − rK ) (2.3) Untuk memaksimumkan Z, kemudian dicari turunan parsial dari Z terhadap L, K, dan λ dan mereka ditetapkan sama dengan nol. Sehingga: ∂Z ∂f (2.4) − λw = 0 = ∂L ∂L Dimana w adalah tingkat upah tenaga kerja dan r adalah harga sewa dari modal maksimisasi dari fungsi terkendala dapat diselesaikan dengan metode pengali Lagrange Untuk melakukan hal tersebut, pertama dibentuk fungsi Lagrange : ∂f ∂Z (2.5) − λr = 0 = ∂K ∂K ∂Z (2.6) = C * − wL − rK = 0 ∂λ Dengan mensubtitusi MPL pada ∂f / ∂K dan MPK pada ∂f / ∂K , memindahkan w dan r ke sebelah kanan tanda sama dengan dan membagi persamaan (2.4) dengan persamaan (2.5), diperoleh :
MPL w = (2.7) MPK r MPL MPK (2.8) Atau = w r Sehingga perusahaan seharusnya memperkerjakan tenaga kerja dan modal sampai produk marginal per dolar yang dikeluarkan pada setiap input (λ) adalah sama. Hal ini adalah kondisi pertama dalam memaksimisasi output pada tingkat biaya atau pengeluaran tertentu dari perusahaan. Kondisi kedua adalah isokuan cembung terhadap titik asal.
2. Minimisasi Biaya Terkendali
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
3
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Misalkan, di pihak lain, perusahaan pada pembahasan sebelumnya ingin menentukan jumlah tenaga kerja dan modal yang digunakan untuk meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu (Q). Masalahnya akan menjadi : Meminimumkan W = wL + rK (2.9) Dengan kendala Q = f (L, K) (2.10) Masalah minimisasi biaya terkendala ini dapat juga diselesaikan dengan metode pengali Lagrange: Z’ = wL + rK + λ’ [Q* - f (L, K)] (2.11) Untuk memaksimumkan Z’ , harus dicari turunan parsial dari Z’ terhadap L, K, dan λ dan mereka ditetapkan sama dengan nol. Sehingga : λ ' ∂f ∂Z ' (2.12) = w− =0 ∂L ∂L ∂Z ' λ ' ∂f (2.13) =r− =0 ∂K ∂K ∂Z ' (2.14) = Q * − f ( L, K ) = 0 ∂λ ' Dengan mensubtitusi MPL pada ∂f / ∂K dan MPK pada ∂f / ∂K , memindahkan w dan r sebelah tanda sama dengan, dan membagi persamaan (2.4) dengan persamaan (2.5), diperoleh : w MPL (2.15) = r MPK w r Atau (2.16) = MPL MPK Setiap suku dalam persamaan (2.15) dan (2.16) sama dengan λ’ dan mengacu pada biaya marjinal untuk tenaga kerja dan modal. Sehingga persamaan (2.16) menyatakan bahwa untuk meminimumkan biaya produksi Q*, perusahaan seharusnya menggunakan tenaga kerja dan modal sedemikian rupa sehingga tambahan biaya dalam memproduksi tambahan unit output yang sama, apakah perusahaan memproduksinya dengan tambahan tenaga kerja atau tambahan modal. Ingat bahwa persamaan (2.15) dan λ’ adalah kebalikan dari persamaan (2.7) dan λ. Ini merupakan kondisi pertama untuk minimisasi biaya. Kondisi kedua adalah isokuan harus cembung terhadap titik asal. 3. Maksimisasi Laba Secara umum, perusahaan ingin menentukan jumlah dari tenaga kerja dan modal yang dibutuhkan untuk memaksimumkan laba dibandingkan dengan memaksimumkan output atau meminimumkan biaya. Laba total (π) adalah : (2.17) π = TR − TC = P.Q − wL − rK (2.18) Karena Q = f (L, K), dapat ditulis kembali fungsi produksi sebagai : π = P. f ( L, K ) − wL − rK (2.19) Untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan modal yang seharusnya digunakan oleh perusahaan untuk memaksimumkan labanya, dapat dicari turunan parsial dari persamaan (2.19) terhadap L dan K dan menetapkan persamaan tersebut sama dengan nol. Sehingga : ∂π P∂f (2.20) = −w=0 ∂L ∂L ∂π P∂f (2.21) = −r =0 ∂K ∂K
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
4
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Asumsikan bahwa harga dari komoditas akhir (P) adalah konstan sehingga harga sama dengan penerimaan marjinal (MR), dapat ditulis kembali persamaan (2.20) dan (2.21) sebagai : (MPL) (MR) = MRPL = w (2.22) (MPK) (MR) = MRPK = r (2.23) Sehingga untuk memaksimumkan laba, perusahaan sebaiknya mempekerjakan tenaga kerja dan modal hingga produk penerimaan marjinal dari tenaga kerja sama dengan tingkat upah dan dengan produk penerimaan marjinal dari modal sama dengan harga sewa dari modal. Membagi persamaan (2.22) dengan (2.23), akan diperoleh persamaan persamaan sebagai berikut: MPL w (2.24) = MPK r Persamaan diatas menunjukkan kondisi untuk kombinasi input optimal. III. METODOLOGI Penelitian ini akan memisahkan skala industri yang berbeda yaitu industri besar dan sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Karena keterbatasan data yang ada pada laporan statistik BPS (Biro Pusat Statistik) maka model yang dipakai antara industri besar sedang dan industri kecil serta rumah tangga berbeda. Model yang sering dipakai dalam pemakaian metode Stochastic Cost Frontier Approach (SCFA) adalah model trans-log dikarenakan model selalu akan mengandung multikolinearitas yang parah sehingga mengakibatkan tidak signifikannya variabel.(Filippini, 1998). Model yang dipakai dalam metode SCFA sebenarnya sangat fleksibel. Adapun model yang dipakai dalam penelitian ini tidak menggunakan model translog eksponensial karena akan merusak variabel dan model yang dipakai, terutama akibat dari multikolinearitas yang ada dalam model. dipakai model untuk industri besar dan sedang adalah sebagai berikut: TC ln = β 0 + β1 ln yit + β 2 ln ecit + β 3 ln iscit + β 4 ln mcit + β 5 ln niscit PL (3.1) + β 6 ln omcit + β 7 ln pcplit + ϖ it TC menunjukkan biaya input produksi tiap harga tenaga kerja, y menunjukkan nilai output, ec PL menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk energi, isc menunjukkan biaya jasa industri, mc menunjukkan biaya material atau bahan baku, nisc menunjukkan biaya layanan jasa non-industri, omc menunjukkan biaya bahan lainnya selain bahan baku, pcpl menunjukkan rasio harga modal dan harga tenaga kerja. Sedangkan untuk model pada industri kecil dan rumah tangga berbeda karena yang komponen biaya yang ditemukan hanya tenaga kerja dan input lain tanpa penjelasan input lain (pocpl, biaya input lain per hargatenaga kerja) tersebut terdiri dari apa saja. Adapun modelnya dapat ditulis sebagai berikut : TC (3.2) = β 0 + β11 ln yit + β 2 ln pocplit + ϖ it PL Setelah dilakukan estimasi terhadap fungsi biaya fungsi biaya dapat diturunkan untuk memperoleh karakteristik teknologi penawaran dari industri yang ada di Indonesia seperti economies of density dan economies of scale. Pembedaan antara keduanya sangat penting (Farsi, 2004). economies of density didefinisikan oleh Farsi (2004) sebagai berikut : “the inverse of the elasticity of costs with respect to output that is, the relative increase in total cost resulting from an ln
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
5
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 increase in output, holding all input prices fixed”. Adapun cara menghitungnya adalah sebagai berikut : −1
⎛ ∂ ln TC ⎞ ⎟⎟ ED = ⎜⎜ (3.3) ⎝ ∂ ln y ⎠ Keberadaan economies of density mengimplikasikan bahwa biaya produksi industri menurun akibat meningkatnya output. economies of density ada jika persamaan di atas mempunyai nilai yang lebih besar dari satu. Jika nilainya lebih kecil dari satu maka terjadi diseconomies. Pada kasus dimana ED adalah satu maka diartikan bahwa industri tersebut berproduksi pada tingkat output yang optimal. Sedangkan economies of scale menurut Farsi (2004) : “ the increase in total costs is brought about by an increase in company’s scale that is in both output and another input holding the factor prices constant”. Model dibawah ini yang digunakan untuk menghitung economies of scale pada industri besar dan sedang. −1
⎛ ∂ ln TC ∂ ln TC ∂ ln TC ∂ ln TC ∂ ln TC ∂ ln TC ⎞ ⎟ ES = ⎜⎜ + + + + + (3.4) ∂ ln ec ∂ ln isc ∂ ln mc ∂ ln nisc ∂ ln omc ⎟⎠ ⎝ ∂ ln y Sedangkan untuk menghitung economies of scale pada industri kecil dan rumah tangga sama dengan economies of density karena pada Industri kecil dan rumah tangga hanya terdiri dari satu variabel yaitu nilai output, sedangkan yang lain berupa rasio harga input tenaga kerja dan harga input selain tenaga kerja (pocpl). IV. DESKRIPTIF DATA Penelitian ini didasarkan pada penggabungan data time series dan data cross section untuk masing-masing sector indutri yang terdiri dari 9 sektor dan tiap sektor terdiri dari 10 tahun dan data sri waktu dalam bentuk tahunan dari tahun 1991 sampai tahun 2000. Pada tabe (4.1) dapat dilihat biaya input grafik biaya dan nilai output industri di sembilan sektor. Garis horisontal menunjukkan waktu dan sektor industri untuk setiap sektor dari 9 sektor terdiri dari 10 tahun observasi. Dari data tersebut terlihat setiap periode masih terdapat posisi dimana garis harga output masih berada di atas biaya yang dikeluarkan tiap sektor industri meskipun ada beberapa periode bersentuhan dengan grafik biaya. Pada saat itu dapat dimengerti bahwa kondisi tersebut tidak efisien karena harga input sama dengan nilai output. Pada Grafik (4.2) dan Grafik (4.3) terlihat garfik biaya dan harga outpu pada industri kecil dan besar. Kondisi yang tidadak jauh berbeda dijumpai disini yaitu pada periode tertentu setiap akhir periode waktu dari tiap sektor garfik dari nilai input atau biaya berhimpit dengan grafik nilai output. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya dibahas bahwa hal tersebut dampak dari krisis ekonomi di tahun 1998. Kecenderungan ini mudah dipahami yaitu berkaitan dengan peningkatan biaya akibat inflasi yang sangattinggi pada periode krisis. Tetapi dampaknya lebih banyak dirasakan oleh industri besar karena mereka memproduksi produk-produk yang bersifat sekunder dan tersier sehingga dimasa inflasi yang tinggi dan menurunnya daya beli masyarakat maka akan menurunkan total penjualan hasil produksi industri besar dan sedang.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
6
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Grafik 4.1 Biaya dan nilai output industri Besar dan Sedang 1.4E+08 1.2E+08 1.0E+08 8.0E+07 6.0E+07 4.0E+07 2.0E+07 0.0E+00
10
20
30
40
60
50
70
80
90
Y
TC
Grafik 4.2 Biaya dan nilai output industri Kecil 9000000
8000000
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0 10
20
30
40 TC
50
60
70
80
90
Y
Grafik 4.2 Biaya dan nilai output industri Rumah Tangga
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
7
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 1.2E+07
1.0E+07
8.0E+06
6.0E+06
4.0E+06
2.0E+06
0.0E+00 10
20
30
40 Y
50
60
70
80
90
TC
V. HASIL ESTIMASI Teknik estimasi OLS digunakan dalam memperoleh parameter dalam model dengan meganggap model adalah fixed effect. Pada tabel (5.1) dapat dilihat bahwa hasil estimasi untuk variabel dsalam model (3.1) sebagian besar memperoleh hasil yang signifikan hanya pada nisc yang tidak signifikan yaitu variabel jasa non industri. Pada saat dicoba estimasi dengan menggunakan model translog ditemukan hasil yang gagal yaitu hanya 6 variabel dari 30 variabel yang signifikan. Hal tersebut dapat dipahami karena model translog sangat besar kemungkinannya dalam mengakibatkan multikolinearitas yang sangat tinggi. Dari semua variabel yang signifikan tidak ada bentuk dasar komponen variabel biaya yang signifikan sehingga hasil ini tidak dapat digunakan dalam menghitung baik economies of density dan economies of scale. Table 5.1 Hasil Estimasi Industri Besar dan Sedang Variable C LNEC LNISC LNMC LNNISC LNOMC LNPCPL LNY
Coefficient 4.694098 -0.196992 0.188898 1.316146 -0.171813 0.787651 0.159474 -1.136341
Std. Error 1.207492 0.066493 0.0924 0.299093 0.12035 0.142764 0.046192 0.449578
t-Statistic 3.887479 -2.96258 2.044362 4.400463 -1.42761 5.517142 3.452417 -2.52757
Prob. 2E-04 0.004 0.044 0 0.157 0 9E-04 0.013
Dari tabel di atas dapat dihitung besarnya economies of density industri besar dan sedang yaitu sebesar -0.88 angka ini menunjukkan bahwa bagaimana perusahaan menggunakan input totalnya tidak cukup efisien sedangkan hasil perhitungan economies of scale menghasilkan angka sebesar 1.56 hal ini mengindikasikan bahwa meskipun secara total penggunaan input pada industri besar dan sedang tidak efisien tetapi cukup efisien dalam mengkombinasikan inputnya. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Industri Kecil Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNY LNPOCPL
-1.6378 1.057586 0.412303
0.470317 0.033093 0.071556
-3.48234 31.95818 5.761967
0.0008 0 0
Tabel 5.3
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
8
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Hasil Estimasi Industri Rumah Tangga Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNY LNPOCPL
-1.6375 1.06086 0.756734
0.370252 0.02926 0.065985
-4.42265 36.2565 11.46832
0 0 0
Tabel 5.2 dan tabel 5.3 menunjukkan hasil perhitungan dari industri kecil dan industri rumah tangga. Dari tabel tersebut dapat dilihat semua variabel signifikan secara statistik. Dari tabel di atas juga dapat dihitung economies of density yaitu masing-masing untuk industri kecil dan rumah tangga berturut-turut sebesar 0.945 dan 0.943 angka tersebut dapat diartikan bahwa dalam kedua skala industri kecil dan rumah tangga tidak terkandung economies of density tetapi angka tersebut dekat dengan angka 1 oleh karena itu hampir tidak dapat diartikan mempunyai economies density atau tidak mempunyai economies density. VI. KESIMPULAN Selama satu dekade terakhir banyak sekali peristiwa ekonomi yang mempunyai dampak terhadap kinerja sektor industri di Indonesia. Terlebih lagi pada tahun 1998 dengan terjadinya krisis ekonomi dengan melambungnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang langsung berdampak terhadap struktur biaya industri. Kemudian tahun 1999 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 22 dan No. 25 tentang pemerintah daerah yang mengawali otonomi daerah maka diikuti oleh banyak peraturan di tingkat daerah yang mempunyai dampak terhadap kinerja industri di daerah. Pada penelitian ini telah dilihat bahwa hasil perhitungan memperlihatkan efisiensi biaya pada semua skala produksi industri tidak jauh berbeda terutama antara skala industri kecil dan skala industri rumah tangga. Sedangkan pada industri besar terjadi efisiensi (economies of scale) tetapi pada tidak terjadi economies of density. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tentang pengambilan data sebaiknya memasukkan observasi yang lebih besar karena hal ini akan menghidarkan permasalahan dalam proses estimasi karena dalam model yang sering dipakai dalam penelitian dengan penggunaan metode SCFA dengan model standar banyak variabel turunan dari variabel dasar yang berdampak terhadap model karena permasalahan multikolinearitas dalam model. Jika menggunakan variabel series dalam jumlah besar akan membantu untuk mengurangi kolinearitas meskipun ada korelasi yang tinggi antara variabel tetapi akan menghasilkan parameter yang signifikan secara statistik sehingga tidak perlu mengkhawatirkan multikolinearitas yang terjadi. Komponen biaya dalam analisis efisiensi industri dalam penelitian ini tidak mengikutsertakan komponen biaya administrasi yang sering kali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Pada jalur perijinan, implikasi ekonomis dari prosedur birokrasi yang panjang dan berbelit yaitu pengusaha harus membayar lebih banyak. Semakin panjang jalur birokrasi atau prosedur yang dilalui, semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Komponen biaya ini dipandang pentind dalam analisis efisiensi industri, tetapi karena sulit mengukur dan mendapatkan datanya maka tidak dapat dianalisis karena tidak hanya berupa iuran resmi tetapi juga yang tidak resmi banyak ditemukan dalam perijinan usaha. Hal ini harus dipertimbangkan dalam penelitian di kemudian hari. Sebagai pengambil kebijakan pemerintah harus senantiasa menciptakan kondisi yang baik dan menguntungkan bagi perkembangan industri. Banyak hal yang harus dilakukan pemerintah dalam membenahi sektor industri di Indonesia diantaranya; perbaikan infrastuktur, perampingan jalur perijinan, perbaikan iklim kompetisi usaha, peraturan pajak yang saling menguntungkan dan lainnya. Kebijakan yang memperbaiki iklim industri ini akan membawa dampak yang baik bagi penyerapan tenaga kerja dan akhirnya akan mengurangi angka pengangguran serta angka kemiskinan. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
9
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Topik : Ekonomi Industri
PENDEKATAN STOCHASTIC COST FRONTIER (SCFA) EFISIENSI INDUSTRI DI INDONESIA Rifai Afin Economics Faculty, Airlangga University Laboratory of Studies on Economics and Development Surabaya, East Java, Indonesia
[email protected]
Agustus 2005
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 10
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Abstract This paper evaluates cost and scale efficiencies of Indonesian Industries. The adopted methodology can be used to estimating the economies of density and economies of scale is Stochastic Cost Frontier Analysis (SCFA) . I have examined the scale and cost inefficiency of a sample of Indonesian Industries. To do so, I have considered estimation of a stochastic frontier average cost model which is use panel data including time series data from 1991 until 2000 and 9 industries sector. The results from estimation are diseconomies density and scale. But the results are not far from the opposite interpretation or nothing interpretation because the value of economies density and scale lies on the limits between economies and diseconomies.
REFERENSI Alvarez, A., C. Arias, and W. H. Greene (2003): “Fixed Management and Time-Invariant Technical Efficiency in a Random Coefficients Model”. Working Paper, Department of Economics, Stern School of Business, New York University. Baltagi, Badi H. (2001) Econometric Analysis of Panel Data, 2nd edition, John Wiley and Sons. Bauer, Paul W., Allen N. Berger, Gary D. Ferrier, and David B. Humphrey (1998)“Consistency conditions for regulatory analysis of financial institutions: A comparison of frontier efficiency methods”, Journal of Economics and Business, Berechman, J. (1987): “Cost Structure and Production Technology in Transit: An Application to the Israeli Bus Transit Sector”. Regional Science and Urban Economics, 17, 519–534. Bhattacharyya, A., S. C. Kumbhakar, and A. Bhattacharyya (1995): “Ownership Structure and Cost Efficiency: A Study of Publicly Owned Passenger-Bus Transportation Companies in India”. Journal of Productivity Analysis, 6, 47–61. Farsi, Mehdi, Massimo Filippini and William Greene (2004): “Efficiency Measurement in Network Industries: Application to the Swiss railway Companies”. Working Paper 32, Centre for Energy Policy and Economics, Swiss Federal Institute of Technology, Zurich, Switzerland. Farsi, Mehdi, Massimo Filippini and MichaelKuenzle (2003): “Unobserved Heterogeneity in Stochastic Cost Frontier Models: A Comparative Analysis”. Working Paper 03-11, Department of Economics, University of Lugano,Switzerland. Fazioli, R., M. Filippini and P. Prioni (1993): “Cost Structure and Efficiency of Local Public Transport: The Case of Emilia Romagna .Bus Companies”. International Journal of Transport Economics, 3, 305-324. G.E. Battese and T.J. Coelli (1993), “A stochastic frontier production function incorporating a model for technical inefficiency effects,” Working Papers in Econometrics and Applied Statistics No. 69, Department of Economics, University of New England, Armidale. Greene, William (2003) “Distinguishing between heterogeneity and inefficiency: Stochastic frontier analysis of the World Health Organization’s panel data on national health care systems” Working paper, Stern School of Business, New York University (April 2003). Hsiao, Cheng (2003) Analysis of Panel Data, 2nd edition, Cambridge University Press. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 11
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Pitt, M. and L. Lee (1981) “The measurement and sources of technical inefficiency in Indonesian weaving industry” Journal of Development Economics, 9: 43-64. Polachek, S. and B. Yoon (1996) “Panel estimates of a two-tiered earnings frontier” Journal of Applied Econometrics, 11, 169-178. Schmidt, P. and R.E. Sickles, (1984) “Production Frontiers and Panel Data”, Journal of Business and Economic Statistics, 2, 367-374. Wagstaff, A. (1989), “Estimating Efficiency in the Hospital Sector: a Comparison of Three Statistical Cost Frontier Models” Applied Economics, 21, 659-672.
BRIEF RESUME PERSONAL DETAILS Name Gender Age Nationality Ethnicity Marital Status Religion Owned Vehicle Residential Status
: Mr. Rifai Afin, SE : Male : 25 years : Indonesia : Java : Single : Moslem : Motorcycle : Living with Family
CONTACT DETAILS Address Post Code Contact Number Email
: Jl. Simo Gunung 1/18A, Surabaya : 60254 : Home : (031) 5634309 Mobile : 081803188516 :
[email protected]
EDUCATION HISTORY Education :
: SDN Banyu Urip X Surabaya (1987-1993) :SMPN 25 Surabaya (1993-1996) SMUN 4 Surabaya (1996-1999) Faculty of Economics, Department of Economics University (2000-20004).
WORKING EXPERIENCES Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 12
Airlangga
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 1. Lecturer Assistant of Economics research methodology in Department of Economics, Faculty of Economics, Airlangga University 2. Lecturer Assistant of Econometrics in Department of Economics, Faculty of Economics, Airlangga University 3. Economic Researcher in Development Economics Research Laboratory Department of Economics, Faculty of Economics, Airlangga University 4. Researcher in Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).
ORGANIZATION EXPERIENCES 1. AESC (Airlangga Economics Study Club) Faculty of Economics Airlangga University. 2. Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIMIESPA) Faculty of Economics Airlangga University. SEMINAR SPEAKER 1. Speaker for International Seminar “Price Level Convergence Among East Java’s Regions” in Indonesian Regional Science Association (IRSA) conference, Jakarta, Faculty of Economics, Department of Economics, University of Indonesia (2005). 2. Speaker for seminar “ Kebijakan Moneter pada Masa Awal Islam”. Faculty of Economics, Airlangga University (2004). SEMINAR AND TRAINING PARTICIPANT 1. Participant for seminar “ Menatap Wajah Kemandirian Ekonomi Indonesia Tanpa Jerat IMF”. Airlangga University. 2. Participant for seminar “ Pengaruh Globalisasi Terhadap Kemandirian Ekonomi Nasional” Airlangga University. 3. Participant for seminar and training “ Wawasan Industri dan Perdagangan bagi Pemuda dan Pelajar/Mahasiswa” Depperindag Jawa Timur. 4. Participant for seminar “ Foreign Exchange Trading and Global Stock Index. PT. Gatra Mega Usaha. Airlangga University. 5. Participant for Seminar “ Two Days with Conventional and Shariah Economics” Jenderal Sudirman University. Purwokerto. 6. Participant for Seminar “ Towards A better Networking Economy”. University of Indonesia. Jakarta. 7. Participant for Seminar “Pergerakan IHSG, Nilai Tukar, dan Prospek Perekonomian Indonesia Seputar Pemilihan Presiden RI”. Airlangga University. 8. Participant in Economic Research Methodology Training . Airlangga University. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 13
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 SKILLS 1. Having computer literacy such as MS Office (MS Word, MS Excel, MS Power Point) and Data Analysis Soft Ware (SPSS, and E-Views) 2. Having English skill both oral and written
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 14