43
PENDEKATAN PENGOLAHAN INFORMASI KOGNITIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH Mohamad Zubaidi Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNG
Abstrak: Proses berfikir manusia merupakan proses yang dilakukan oleh suatu kondisi yang mempengaruhi. Pendayagunaan kapasitaspada ranah kognitif manusia pada dasarnya telah mulai berjalan sejak manusia mendayagunakan kapasitas motor dan sensori. Dalam pembelajaran sejarah bagi siswa menggunakan ranah kognitif menjadi sangat sulit, karena pada ranah ini perlu ada pengolahan informasi yang diserap pada setiap pembelajaran. Pengolahan dapat berupa berbagai model pembelajaran yang bisa merangsang memori untuk mengolah informasi. Karena pada dasarnya Pandangan pengelolaan informasi kognitif memperhatikan bagaimana masukan indra, ditransformasikan, direduksi, diuraikan, disimpan, diperoleh kembali, dan digunakan. Dengan demikian strategi pembelajaran apapun dalam pembelajaran sejarah jika menggunakan pendekatan pengolahan informasi kognitif akan sangat mungkin lebih efektif dan efisien. Kata kunci; pengolahan informasi kognitif, pembelajaran sejarah A. Latar Belakang Ketika berbicara soal sejarah, maka yang terpikir dalam benak adalah betapa rumitnya dan sulitnya dalam mempelajararinya. Kadangkala Sejarah juga dianggap hanyalah urusan sekelompok kecil orang saja, seperti sejarawan atau orang yang berminat tentang sejarah. Sejarah juga dianggap hanya suatu peristiwa masa lampau, yang hanya perlu dikenang saat memerlukan. Pemikiaran itu sebenarnya akan meracuni setiap benak generasi dalam mempelajari sejarah, akibatnya sejarah kurang menarik untuk dikaji dan dipelajari. Banyaknya pemahaman sejarah yang salah tentang arti pentingnya sejarah, tidak terlepas bagaimana mempelajari sejarah itu sendiri. Belajar tentang sejarah, hanya dianggap sebagai tanggung jawab guru sejarah. Banyak orang yang kurang menyadari, bahwa sebenarnya pendidikan sejarah merupakan tanggung jawab semua pihak. Demikian juga banyak guru sejarah sendiri, yang kurang menyadari tentang peranan mereka dalam membina pelajaran sejarah. Akibatnya banyak siswa dalam memperoleh pengajaran sejarah kurang memadai. Jika hal itu semua terjadi, maka masyarakat atau generasi muda akan memahami sejarah, hanya sebatas peristiwa penting yang terjadi masa lalu. Jika demikian maka sejarah sendiri akan kehilangan ruh yang terkandung dalam peristiwa yang terjadi. Sebab hakikatnya setiap peristiwa yang terjadi pada masa lampau atau masa kini semuanya mengandung ruh, dimana ruh itulah yang akan memberikan makna bagi setiap manusia yang mempelajari terhadap peristiwa itu sendiri. Untuk memberikan pemahaman tentang arti pentingnya masyarakat dalam mempelajari dan memahami sejarah, maka harus dilakukan sedini mungkin. Sebagai langkah awal, belajar sejarah bisa dilaksanakan di sekolah. Banyak pendidik dan ahli berpendapat bahwa sejarah harus diajarkan di sekolah. Van der Mulen menyatakan bahwa tercantumnya sejarah dalam kurikulum sekolah dimaksudkan untuk membangun kepribadian dan sikap mental siswa. Demikian pula Mempelajari sejarah akan membangkitkan keinsafan akan suatu demensi waktu yang amat fundamental dalam eksistensi manusia, sebab hakekatnya eksistensi merupakan suatu kontinuitas, yaitu suatu gerakan dan peralihan yang terjadi secara terus menerus dari yang lalu ke arah depan (Ismain; 2003;1). Berkenaan dengan gambaran tersebut diatas, maka betapa rumitnya dalam menyusun serta membangun kesadaran setiap manusia (siswa) untuk sadar tentang arti pentingnya sejarah yang mengandung nilai-nilai edukasi dalam kehidupan. Akan tetapi, bagaimanapun rumitnya dalam membangun kesadaran manusia tentang arti pentingnya sejarah, perlu juga dibangun suatu fondasi yang kokoh dalam pembelajaran sejarah, agar sejarah tidak lagi kehilangan makna. Kesan tidak menarik dan membosankan dalam setiap pembelajaran sejarah, disebabkan kurangnya setiap guru menggunakan strategi dan metode dalam mengajar sejarah. Mengajar
44
sejarah tidak hanya bisa diajarkan dengan mendikte teks, karena sejarah mempunyai sifat-sifat yang khas. Karenanya mengajar sejarah diperlukan suatu ketrampilan yang khusus. Freeman (Widja. I.G. 1989) mengemukakan bahwa pengajaran sejarah merupakan suatu proses yang rumit dan memerlukan kemampuan profesional yang tinggi untuk mengajarkannya. Salah satu strategi dan metode pembelajaran sejarah yang akan ditawarkan adalah dengan menggunakan pendekatan pengolahan informasi kognitif melalui metode ceramah. Pandangan ini memperhatikan pada bagaimana masukan indra yang kemudian ditranformasikan, direduksi, diuraikan, disimpan, serta untuk diperoleh kembali dan digunakan. Secara garis besar pengajaran sejarah membutuhkan hal tersebut diatas. B. Perspektif teoritis Berangkat dari persoalan yang terkait dengan pembelajaran sejarah tersebut, maka beberapa teori dicoba untuk ditawarkan sebagai jalan pemecahan pada persoalan pembelajaran sejarah itu sendiri. Salah satunya adalah teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar adalah suatu kegiatan para siswa/warga belajar dengan bimbingan seorang guru atau dengan usahanya sendiri melakukan proses untuk mengisi pikirannya dengan berbagai pengetahuan. Untuk mengetahui apakah telah terjadi proses belajar, maka perhatian harus mengacu pada proses-proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Hal ini perlu dilakukan karena pada intinya belajar merupakan suatu proses pemberian informasi kognitif yang terjadi pada diri seseorang serta pemusatan perhatian pada proses belajar, dalam hal ini adalah pada pengelolaan informasi kognitif. Ada berbagai variasi perihal persepektif pengolahan informasi kognitif belajar manusia. Perbedaan terletak pada aspek proses berfikir yang menekankan pada pelukisan bagaimana peristiwa belajar itu terjadi. Bagian-bagian penting dalam proses belajar adalah bagaimana seseorang mampu memecahkan masalah, pengambilan keputusan, berpikir, dan mampu dalam menerima informasi verbal responses (Gagne, 1985). Pandangan pengelolaan informasi kognitif memperhatikan bagaimana masukan indra (Gagne,1985;75-77) ditransformasikan, direduksi, diuraikan, disimpan, diperoleh kembali, dan digunakan. Sementara itu, Penggunaan informasi kognitif didevinisikan sebagai cara pemberian bantuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Untuk memahami pengolahan informasi harus mengetahui bagaimana belajar dipengaruhi oleh organisasi informasi, kemampuan mengikuti sumber-sumber informasi, fungsi ingatan dan fikiran dalam penyimpanan, organisasi dan pencarian informasi. Teori kognitif mempunyai beberapa variasi, demikian pula persepektif pengelolaan informasi kognitif dalam teori kognitif. Bagaimana informasi itu diolah dan bagaimana informasi kognitif itu diaplikasikan dalam belajar, khususnya dalam persepektif pembelajaran sejarah Aplikasi suatu teori terkadang tidak mudah untuk dilaksanakan dilapangan. Kadangkadang dalam suatu konsep pada suatu teori perlu diukur sesuai keadaan lapangan, agar dapat diterapkan. Jadi ada konsep yang kadang harus diukur dan diulur untuk teori pilihan yang akan diterapkan. Manusia merupakan sesuatu yang kompleks, dan manusia merupakan pencari informasi dan hal-hal baru terutama tentang bentuk-bentuk keterampilan baru (new skill) (Rogers,1992). Untuk itu dalam persepektif pembelajaran di sekolah diperlukan perangsang untuk penggunaan proses-proses kognitif. Perhatian dan mekanisme memori pada setiap siswa sudah cukup untuk dirasakan dan memahami, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana mengorganisasi, menyimpan dan mencari kembali informasi jika diperlukan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau masalah dalam suatu tugas, bagaimana hal itu dilakukan akan mencerminkan suatu tingkat kemantapan dalam menentukan dan memilih cara untuk mengolah informasi. Pola yang mantap apabila itu dilakukan bagi siswa dalam perspektif pembelajaran sejarah adalah gaya belajar kognitif, akan tetapi sekali lagi gaya belajar ini masih perlu dikaji lebih mendalam dalam kajian pengajaran dan pembelajaran sejarah di sekolah. Sebab gaya ini ada kemungkinan juga akan berpengaruh terhadap gaya belajar siswa, dan yang perlu diteliti adalah apakah gaya belajar kognitif ini juga sebagai salah satu faktor yang akan berpengaruh terhadap
45
prilaku siswa? banyak faktor yang mempengaruhi gaya belajar dan prilaku belajar bagi siswa khususnya dalam sistem pembelajaran sejarah. Penguatan informasi kognitif dalam pembelajaran sejarah akan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Seseorang yang benar-benar belajar sebenarnya tidak pasif. Freire mengemukakan bahwa Perangsang yang datang dari luar (input of orther experience) yang kemudian direfleksikan dalam bentuk kegiatan mungkin mempunyai peran yang sangat penting (Alan Roger,1992), akan tetapi yang lebih penting dan banyak menghasilkan pengaruh dalam sikap belajar adalah perangsang dari dalam atau pengalaman yang datangnya dari dalam, perangsang yang terkendali dari dalam (internal). Siswa dalam usaha untuk memecahkan masalah dan dalam mengambil keputusan selalu berdasarkan berbagai pandangan alternatif. bila menghadapi masalah, segera akan dicari pemecahannya. Pada umumnya siswa dalam belajar lebih aktif, karena disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya (needs orientation). Asumsi belajar aktif diajukan oleh teori belajar kognitif sebagai penjelasan tentang inisiatif, arah tujuan, dan keuletan tindakan. Asumsi lain adalah bahwa proses kognitif itu sendiri bertanggung jawab untuk merangsang tindakan. Siswa yang menganggap bahwa mereka sendiri menjadi penyebab prilaku mereka dan mereka sendiri yang mengambil keputusan dan merasa bertanggung jawab akan mempunyai prestasi akademik yang lebih tinggi. Siswa yang mempunyai orientasi ke dalam, berfikir lain dari pada mereka yang berorientasi keluar, yang pertama percaya atas tindakan mereka adalah dirinya sendiri, mereka juga percaya bahwa mereka sendiri mengendalikan apa yang akan terjadi, mereka lebih mampu menyusun hipotesis dan rencana (planner). Pemikiran tentang usaha pribadi, tentang apa yang mengendalikan prilaku, kemungkinan mempengaruhi apa yang bakal terjadi merupakan keyakinan motivasi yang penting. Pengaruh teori kognitif menganggap penguatan dalam diri siswa kurang penting, tetapi tidak mengabaikan sama sekali. Kadangkala penguatan dari luar mungkin akan menurunkan minat belajar seseorang. Bagi Jerome Bruner, Piaget, Guy Manaster dan Jeanette Gallager meragukan motivasi yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswanya yang membuka sumbat kemampuan alamiah untuk berusaha memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Siswa akan lebih berminat dalam pelajaran apabila seorang guru terhadap muridnya mampu menciptakan lingkungan yang menyenangkan, memberikan rasa puas dan atas dasar kesukarelaan (knowles,1978), dan menciptakan lingkungan yang menantang untuk mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan dan masalah yang ada dalam dirinya sendiri. Fungsi kognitif yang dapat dilaksanakan berhubungan dengan usia, dan tiap orang menciptakan pengetahuannya sendiri (Pieget, 1999). Belajar adalah menciptakan kembali pengetahuan dan bukan memperoleh atau menemukan pengetahuan. Belajar adalah reaksi kepada pengalaman dengan cara yang bermakna. Latihan dalam proses operasi formal adalah penting untuk orang dewasa yang telah mengembangkan kedewasaan fisiologis untuk menjadi pemikir operasional formal, tetapi belum cukup mempunyai pengalaman interaksi untuk mengembangkan proses berfikir yang diperlukan. Hanya dengan menggunakan pemikiran formal sajalah pikiran kreatif dan kupasan konstruktif dimungkinkan. Guru bertanggung jawab dalam membantu pebelajar atau siswa dalam mengembangkan proses pemikiran formal. Dalam teori Pieget lebih menekankan pada proses mengajar, dimana siswa harus mampu memanfaatkan kemampuan guru dalam hal mencari alternatif-alternatif jawaban dan menghindari pemecahan yang terburu-buru dan mutlak. Siswa juga perlu menjelajah berbagai aspek terhadap suatu masalah dan membiasakan untuk menciptakan berbagai alternatif dan jawaban pemecahan. Siswa juga harus dihadapkan pada berbagai gaya pembelajaran yang akan melatih siswa untuk menerima setiap gaya belajar atau pengajaran dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan Piaget pada teori kognitif, lebih menekankan bahwa memotivasi siswa hendaknya dilakukan dengan pematangan siswa dalam mengorganisasi dan mengolah informasi secara aktif. Salah satu metode yang paling sederhana dan sering digunakan oleh para guru adalah metode ceramah, ceramah juga sering disebut sebagai kuliah mimbar. Adakalanya dalam beberapa model pembelajaran, ceramah menjadi metode utama dalam menyampaikan materi. Ceramah telah banyak dikenal dalam model pembelajaran sejak abad pertengahan yang dikenal
46
dengan tabula rasa. Pikiran setiap siswa dianggap sebagai lembaran yang terbuka dan kosong yang setiap penerima akan siap menerima penjelasan seorang guru. Sebagai suatu metode, ceramah dilakukan oleh seorang guru, dengan menggunakan simbul-simbul verbal, kelas yang relatif pasif dan tidak merangsang terhadap pengalaman warga belajar (siswa), seorang guru harus memiliki vokal dan kecakapan dalam beretrorika. Dalam ceramah membutuhkan sesuatu yang menyenangkan dalam mengilustrasikan sebuah teori. Penggambaran yang berwarna dan bahasa yang persuasif akan dengan mudah menumbuhkan serta akan merangsang informasi verbal yang ada dalam diri siswa. Dalam metode ceramah, penceramah minimal harus melakukan : 1. berbicara dengan cukup jelas dan terang agar dapat didengar, alat elektronik atau pengeras suara dibutuhkan apabila kelas terdiri dari lebih 25 peserta. Maka dalam hal ini penceramah membutuhkan keterampilan dalam menggunakan microphon 2. ceramah diatur dalam satu tema atau “thess” 3. ceramah dikembangkan dari dalam, ada baiknya terbuka dalam menggunakan “diskusi” sebagai bentuk pengembangan dan relevansi pengembangan thesis 4. diskusi dikembangkan dengan berbagai variasi, menganalisis, mengkonkritkan suatu peristiwa dan bila mungkin ada pengkajian psikologis. Seringkali penceramah dalam melakukan tugasnya tidak menggunakan media visual, hal ini sebagai tambahan bagi demensi baru yang trdapat pada rangsangan sensor motorik pada setiap siswa. Akan tetapi belum ditemuka alasan yang jelas mengapa warga belajar tidak dapat melakukan intrupsi pada saat ceramah berlangsung, tapi siswa dapat bertanya setelah enjalasan selesai dan mengklasifikasikan pemahaman yang didapat dan penceramah akan berharap pertanyaan siswa sehingga kegiatan ceramah berlangsung produktif. B. Aplikasi Pengolahan Informasi Kognitif dengan Metode Ceramah Dalam Pembelajaran Sejarah Ada beberapa hal dalam aplikasi pengolahan informasi kognitif dengan metode ceramah dalam proses pembelajaran sejarah yang mungkin bisa dilakukan dalam mengorganisir dan mengolah informasi secara aktif pada siswa yang sedang melakukan proses pembelajaran; 1. Latihan Berfikir Kritis Dalam proses latihan berfikir kritis ini, hendaknya siswa dihadapkan pada kesempatan untuk berlatih berfikir kritis dalam mengembangkan operasional formal-nya. Dalam hal ini perlu dilaksanakan secara teratur. Pendekatan bisa dilakukan dengan pendekatan kegiatan induktif dan pendekatan berlawanan. Dalam pendekatan induktif ini diharapkan siswa untuk mampu membentuk konsep, menafsirkan data dan memikirkan berbagai aplikasi prinsip yang telah dibicarakan-dengan kata lain siswa harus dihadapkan pada penggunaan konsep-konsep, prinsip dan prosedur untuk memecahkan masalah (Bloom,1956). Dalam memberikan ceramah hendaknya guru juga bisa memberikan motivasi pada siswa. Guru hendaknya berperan dan turut berpartisipasi dalam membantu siswa untuk menemukan konsep-konsep dengan memberikan kasus-kasus yang harus dicari jawabannya dangan cara merangsang siswa untuk bertanya atau kalau tidak siswa diajak untuk berdiskusi. Dalam melakukan ceramah hendaknya guru Mendorong siswa untuk membentuk konsep yang dapat dilakukan dengan menghadapkan siswa dengan berbagai permasalahan, pernyataan penting, dan suatu pokok persoalan. Berbagai ide bisa didaftar (brainstorming) dibahas dalam kelompok disusul dangan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikemukankan oleh guru maupun oleh siswa sendiri. Hal terakhir ini bisa dilakukan dengan diskusi panel yang melibatkan semua siswa. Mendorang siswa untuk menafsirkan data dapat dilakukan dengan mendorong mereka untuk berfikir kritis. Dengan cara siswa dihadapkan dengan ide dan data, siswa dapat melakukan diskusi kelompok untuk menafsirkan data yang telah ada. Dengan demikian siswa akan mampu untuk menggambarkan, menafsirkan, menyimpulkan apa yang telah mereka diskusikan. Mendorang siswa untuk mempraktekkan prihal penerapan prinsip dapat dilakukan dengan mengikutsertakan siswa dalam membuat, menyusun hipotesis, menjelaskan gejala, menggunakan
47
berbagai informasi atau memikirkan cara-cara untuk meluruskan pendapat siswa tentang implikasi dari berbagai konsep. Dalam pendekatan kedua yaitu pendekatan berlawanan seorang guru merancang konten untuk menantang ide-ide siswa dengan menggunakan hal-hal yang berlawanan dengan pengalaman (experience) siswa. Siswa diminta melakukan penelitian terhadap apa yang menjadi ide atau menjadi temuan mereka baik yang dari dalam dirinya sendiri maupun dari orang lain (kasus). 2. Latihan Memecahkan Masalah Guru yang melakukan suatu ceramah didepan kelas hendaknya mampu melakukan berbagai manufer atau variasi yangdapat menimbulkan siswa untuk bertanya, atau guru bisa dengan membuat masalah yang nantinya merangsang siswa untuk bertanya. Masalah dapat menjadi sebuah tantangan dan menjadi faktor motifasi yang kuat bagisiswa untuk belajar. Siswa dapat didorong untuk memecahkan masalah dan untuk mengambil keputusan. Biasanya minat siswa dalam belajar akan cukup besar dalam kegiatan ini. Guru hendaknya dapat mencari kasus yang dapat ditinjau dan relefan dengan kondisi yang ada. 3. Penguatan Dalam penguatan ini tidak hanya dibutuhkan penguatan dari dalam, akan tetapi juga dari luar. Dalam teori kognitif penguatan lebih menekankan pada penguatan dalam untuk memotivasi siswa Penguatan ini dapat berupa menucapkan niat dalam hati, keteguhan hati dan sebagainya. Dalam membuat rancangan instruksional siswa hendaknya diikutsertakan sehingga kebutuhan siswa dapat terpenuhi. Disamping itu dalam penguatan ini proses pembelajaran akan mempengaruhi cara berpikir warga belajar (Marzano, 1988) dan akan memberikan kemampuan untuk membuat klasifikasi dan urutan yang ditentukan oleh pengetahuan dan topik yang kita miliki. Dalam penguatan ini diharapkan untuk tidak menonjolkan masalah dalam pemberian nilai sehingga akan menurunkan motivasi mereka untuk mencari bahan/pemecahan masalah dan akan merasa takut. D. Faktor yang Mempermudah siswa Dalam Memperoleh Informasi. Yang memudahkan siswa dalam memperoleh informasi ada dua hal, yaitu: a. Perhatian Dalam teori kognitif bila seseorang kurang menaruh perhatian atau kurang mampu memusatkan pikiran, maka kemampuan belajar akan menurun. Perhatian terhadap informasi yang relefan adalah langkah awal dalam perubahan prilaku yang permanen. Guru sering berasumsi bahwa banyak yang disajikan akan menarik perhatian siswa. Padahal sebenarnya tidak demikian. Dalam pelajaran sejarah penekanan pada konten tidak lebih penting dari pada penekanan masalah/peristiwa yang terjadi dalam sejarah. Kemampuan memusatkan perhatian kepada informasi yang relevan bukanlah selalu terjadi dengan sendirinya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, pemberian informasi hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kemampuan siswa. Bagaimana agar siswa dapat memusatkan perhatian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan; 1. Adakan pemutusan atau istirahat untuk waktu dua menit setiap setengah jam. Istirahat ini penting , agar siswa mampu menaruh perhatian kepada yang disajikan dalam suatu pelajaran yang disampaikna oleh guru. 2. Berikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, 3. Meminta siswa untuk memberi komentar, mengulang apa yang disajikan atau membuat iktisar singkat 4. Memperhatikan catatan siswa secara berkala untuk menemukan ketidak sesuaian antara yang disampaikan dengan yang diterima dan dicatat 5. Ciptakan gerakan atau perubahan yang dilakukan oleh guru, sistem mengajar yang monoton akan cepat membosankan bagi siswa. 6. Ciptakan suasana baru,misalnya dengan memutar vcd tentang sejarah.
48
7. Pengulangan informasi yang diberikan akan memudahkan siswa untuk mengingat kembali terhadap apa yang disampaikan terdahulu. 8. Hubungkan bahan pelajarang dengan minat siswa 9. Gunakan panduan belajar, sehingga siswa sejak awal akan terarah. b. Ingatan Ingatan merupakan unsur pokok dalam proses pengolahan informasi. Informasi akan disimpan dan kemudian dicari kembali untuk digunakan. Dalam teori koknitif beranggapan bahwa kita mempunyai tiga sistem memori yang saling berhubungan yaitu pencatatan pengindraan, memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Pencatatan pengidraan akan bekerja bila dihadapkan pada informasi. Hal itu akan berupa jejak visual atau pendengaran mengenai informasi yang akan dipelajari. Rekaman akan segera hilang dan merupakan tahap awal memori jangka pendek. Memori jangka pendek akan mengambil informasi dari pencatat pengindraan, dan mengubah kedalam kode akuistik berdasarkan makna. Kode akuistik menyimpan informasi dalam jumlah terbatas dan untuk waktu terbatas pula, yakni ssekitar 8 satuan informasi untuk waktu sekitar 30 detik. Memori jangka panjang bertugas menyimpan dan mencari kembali informasi. Informasi dipindahkan kembali dalam informasi jangka pendek, informasi jangka pendek diubah menjadi kode memori yang berdasarkan makna (arti). Memori dapat pula dijelaskan dengan tingkat pengolahan (pemrosesan). Kemampuan mengingat merupakan proses aktif. Kita menganalisa informasi pada berbagai tingkatan. Bila perlu diadakan konstruksi untuk penggunaan informasi. Untuk aplikasi dalam ingatan di kelas dapat dilakukan beberapa hal; 1. Mengulang informasi akan membantu memori jangka pendek siswa. 2. Menggunakan tamsil, baik berupa kode maupun ungkapan-ungkapan. 3. Membuat siswa menguraikan informasi, memperdalam dan membuat informasi yang lebih bermakna E. Penutup Teori belajar menyarankan sejumlah cara aplikasi dalam proses pembelajaran. Suatu teori belajar tidak akan pernah mampu untuk menjalaskan dan menerangkan semua aspek dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu seorang pengajar atau guru diharapkan untuk mampu melatih keterampilan dan imajinasinya untuk menerangkan suatu teori agar mampu mempraktekkan dan mengaplikasikan teori tersebut dalam proses pembelajaran. Keabsahan praktek atau peng-aplikasian teori kedalam situasi yang nyata tidak bergantung pada ada tidak adanya teori yang mendukungnya. Selanjutnya tidak ada sebuah teori belajar yang dapat menerangkan semua linggkungan belajar dalam suatu pembelajaran yang cukup konplek. Oleh karena itu pendekatan eklektik diperlukan untuk menangani masalah belajar yang komplek ini. Perspektif pengolahan informasi adalah salah satu pendekatan untuk kognitif belajar. Teori ini kurang mementingkan peranan penguat eksternal (ekperience) untuk memotifasisiswa dalam belajar. Gaya belajar kognitif setiap orang berbeda; masing masing orang menunjukkan pebedaan yang mantap dalam hal menerima, mengkode, menyimpan, dan mengolah informasi, oleh karena itu guru harus menyajikan berbagai variasi prosedur pemberian konten (mengajar). Daftar pustaka Brundage, Donald H.1980. Adult Learning Principles And Their Application To program Planing. The Ontario Institute For Studies in Education. Toronto, Ontario. Evans, Glen. 1991. "Introduction", dalam Evans, Glen (editor), Learning and Teaching Cognitive Skills. Howthorn: The Australian Council for Educational Research Ltd. Faisal. Sanapiah.2003. Menuju Paradikma Baru Pembelajaran. Makalah Seminar JIP Gie, The Liang. 1985. Cara Belajar yang Efisien. Y ogyakarta: Pusat Kemajuan Studi (Center for Study Progress). Gleitman, Henry. 1989. Psychology. 2nd Edition. New York: W.W. Norton & Company. Good, Thomas L. & Brophy, Jere E. 1990. Educational Psychology: A Realistic Approach. 4th
49
Edition. New York: Longman. Grisewood, John. 1989. Illustrated Dictionary. London: Kingfisher Books. Gagne, Robert M. 1985. The Conditioning of Learning and Theory of Instruction, Fourth Edition. CBS College. New York. Heger, P & Kaye, M. 1990. "Critical Thinking Ability and Teacher Effectiveness" dalam Bezzina. M & Butcher, J (editors), The Changing Face of Professional Education. Sydney: Australian Association for Research in Education. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Psychology. Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Book Company. Ismain. Kasimanuddin. 2003. Metode Belajar Mengajar Sejarah. Malang. Buku Ajar Kanwil Depag. Widja. I Gde. 1989. Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Mengajar Sejarah. Jakarta. Dirjen Dikti Depdikbud.