JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
Pendekatan Kontekstual pada Rancangan Pusat Kajian Pekembangan Islam di Komplek Makam Siti Fatimah binti Maimun, Leran, Manyar, Gresik Firdha Ayu Atika dan Mochamad Salatoen Pudjiono Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak — Kabupaten Gresik dikenal memiliki banyak peninggalan bersejarah Islam, akan tetapi belum semuanya terpublikasikan dengan baik. Menurut ahli sejarah, Gresik adalah kota dimana syiar agama islam pertama kali masuk dan berkembang. Proses tersebut berlangsung sejak abad ke-11 M. Hal tersebut dibuktikan dari angka tahun 475 H / 1082 M yang tertera pada nisan makam Siti Fatimah binti Maimun, Leran, Manyar, Gresik. Penjabaran di atas melatarbelakangi diperlukannya “Pusat Kajian Perkembangan Islam di Komplek Makam Siti Fatimah binti Maimun” yang nantinya diharapkan menjadi wadah/tempat kajian perkembangan Islam, sekaligus mengangkat eksistensi Makam Siti Fatimah yang kurang terdengar. Pendekatan dalam objek rancang ini adalah Kontekstual. Pendekatan ini dapat diterapkan dan dipakai untuk menjaga keselarasan dan pelestarian lingkungan yang sudah ada. Pengaplikasian arsitektur dengan pendekatan ini akan terlihat pada gubahan massa bangunan, baik dari pendekatan segi tipologi, maupun tatanan zoning terhadap bangunan heritage.
Gambar 1 : Kondisi Eksisting Cungkup Makam Sumber : Dokumentasi Pribadi
Kata Kunci— Kontekstual, Gresik, Islam, Siti Fatimah binti Maimun
I. PENDAHULUAN Siti Fatimah binti Maimun bin Hibbatullah adalah seorang putri dari Persia beragama Islam yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Makam tersebut diyakini sebagai makam Islam tertua di Indonesia dan menjadi bukti kapan syiar Islam pertama kali berkembang. Makam tersebut berlokasi di desa Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 5 km arah utara kota Gresik, Jawa Timur. Bentukan cungkup makam menunjukkan sebuah akulturasi budaya Hindu dan Islam. (Gambar 1) Menurut RDTRK Kota Gresik tahun 2010, kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UU No.11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1).
Gambar 2 : Kondisi Lingkungan Makam Siti Fatimah Sumber : Dokumentasi Pribadi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
2
“Pusat Kajian Perkembangan Islam” berlokasi di Komplek Makam Siti Fatimah binti Maimun. Diharapkan nantinya objek rancang ini dapat mengedukasi masyarakat tentang perkembangan Islam dari awal masuk sampai dengan zaman Wali Songo. Adapun tujuan lain, yaitu menciptakan sebuah image baru dari suatu kawasan, demi mengangkat eksistensi makam Siti Fatimah yang kurang terdengar. II. METODA PERANCANGAN Pendekatan pengembangan rancangan “Pusat Kajian Perkembangan Islam” yang dapat dilakukan untuk kawasan cagar budaya Makam Siti Fatimah adalah revitalisasi dengan pendekatan konservasi. Diharapkan revitalisasi kawasan tersebut akan menguntungkan bagi banyak pihak, namun tidak merusak nilai sejarah dan budaya yang ada di dalamnya. Revitalisasi kawasan akan memperkuat ciri khas kawasan dan menciptakan harmoni antara bangunan lama dan bangunan baru sehingga terjadi keselarasan yang kontekstual. Pendekatan arsitektur kontekstual adalah pendekatan yang dapat diterapkan dan dipakai untuk menjaga nilai sejarah dan budaya yang ada di komplek Makam Siti Fatimah. Menurut Brent C Brolin, Architecture in context, Kontekstual adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya.
Gambar 3 : Perspektif Bird Eye View Sumber : Dokumentasi Pribadi
Arsitektur kontekstual dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Contras (kontras / berbeda) Kontras dapat menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun dalam pengaplikasiannya diperlukan kehati – hatian hal ini agar tidak menimbulkan kekacaun. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasannya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmosi, namun ia mengatakan bila terlalau banyak akan mengakibatkan ”shock effect” yang timbul sebagai akibat kontas. Maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah chaos. 2. Harmony (harmoni / selaras) Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian / keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks / lingkungan dimana bangunan itu berada. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok banguanan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walupun terlihat dominan (secara Kuantitatif). Pada kasus rancangan “Pusat Kajian Perkembangan Islam”, pendekatan kontekstual yang dipilih adalah Kontekstual Harmony, dimana bangunan baru dituntut untuk bisa menyelaraskan dengan lingkungan yang sudah ada. (Gambar 3)
Gambar 4 : Tampak Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 5 : Tampak Site Sumber : Dokumentasi Pribadi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
3
III. HASIL DAN EKSPLORASI Objek rancang merupakan objek yang mengedukasi tentang sejarah perkembangan Islam di zamannya. Perkembangan adalah proses adanya sebuah perubahan yang sifatnya bertahap. Kata “Continue” dirasa cukup tepat dan relevan untuk dijadikan tema. “Continue” merupakan sesuatu yang sifatnya berlanjut. Awal mula perkembangan agama Islam di Pulau Jawa, tidak luput dari jasa Wali Songo. Islam pada massa itu diterima baik oleh masyarakat yang mayoritasnya beragama Hindu. Pada awal mulanya memang ada pertentangan dari pihak-pihak tertentu. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya waktu, Islam mulai bisa diterima dengan baik sampai sekarang. Hal ini memperlihatkan sebuah proses yang terus berlanjut dari awal mula persebaran islam sampai sekarang. “Continue” disini berarti sesuatu yang memiliki step-step (fase) yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam racangan “Pusat Kajian Perkembangan Islam, tema lebih ditekankan kepada transisi ruang. Karekteristik tema rancang disesuaikan dengan pendekatan kontekstual harmony, sehingga menciptakan keselarasan dengan lingkungan sekitar. Arsitektur yang dihadirkan dalam objek rancang “Pusat Kajian Perkembangan Islam” yang terletak di kompek makam Siti Fatimah binti Maimun berasal dari bentukan dasar cungkup makam utama yang ditransformasikan. Bentukan diambil karena bernilai sejarah. Pendekatan rancangan dipilih adalah Kontekstual Harmony. Bentukan yang diambil adalah bentukan yang selaras dengan lingkungannya dan mampu memunculkan image baru di Komplek Makam Siti Fatimah.
Gambar 6 : Foto bagian cungkup makam Sumber : Dokumentasi Pribadi
Atap
Badan Kaki
Gambar 7 : Kategori pembagian bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Adapun ciri arsitektur kontekstual sebagai berikut: Adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitar. Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama, ornament, dan lain - lain terhadap bangunan sekitar lingkungan, hal ini untuk menjaga karakter suatu tempat. Meningkatkan kualitas lingkungan yang ada.
Zona 1 Zona 2 Zona 3
Konsep bentuk Ditinjau dari ciri kontekstual :
Area Penunjang Area Transisi Area Inti
1. Pendekatan dari segi tipologi bangunan, dan tatanan zoning Bentukan cungkup menyerupai dengan tipologi dari candi yang dikategorikan menjadi 3 bagian, yakni badan, atap, dan kaki. (Gambar 6) Pengkategorian tersebut dihadirkan kembali pada objek rancang. (Gambar 7) Zoning ruang objek rancang diadopsi dari tatanan zoning yang ada di komplek makam Siti Fatimah, yakni zona inti, zona penyangga dan penunjang. (Gambar 8) Bentukan tampak belakang tetap mengambil esensi dari bentuk dasar cungkup makam siti fatimah. (Gambar 9) Area belakang adalah area inti dari objek rancang, yakni zona pengkajian tentang perkembangan Islam. Bentukan seperti menara diambil dari bentukan yang ada pada pintu masuk makam. (Gambar 6) Bentukan ini diambil agar menunjukkan bahwa didalamnya terdapat area inti.
Gambar 8 : Zoning Ruang Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 9 : Sisi belakang objek rancang Sumber : Dokumentasi Pribadi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
4
Pada tampak samping bangunan menjelaskan konsep adopsi dari tatanan massa yang ada pada makam. Antar zona inti, penyangga, dan penunjang terdapat gapura yang menjadi pembatas ruang. Gapura yang ada, yakni gapura bentar dan paduraksa. 2. Pengulangan motif dengan lingkungan sekitar Unsur garis horizontal pada cungkup Siti Fatimah sangat kuat. (Gambar 6) Oleh karenanya, unsur tersebut kembali dihadirkan ke dalam objek rancang. Penambahan unsur garis horizontal dimunculkan pada sisi kiri dan kanan objek rancang. Lubang ventilasi pada cungkup makam Siti Fatimah menjadi elemen perulangan yang sangat khas. Hal ini dijadikan sebagai konsep bentukan jendela dengan bentuk dasar persegi. (Gambar 10) 3. Meningkatkan kualitas lingkungan yang ada Permasalahan utama dalam site ada dua, yakni : 1. Kondisi jalan eksisting yang memotong/membelah site menjadi dua bagian. 2. Makam-makam kecil disekitar makam utama letaknya tersebar, akan tetapi tidak ada akses pengunjung untuk menjangkaunya. Solusi yang ditawarkan : 1. Jalan eksisting dibelokkan agar bagian site yang terpisah menjadi satu kesatuan. (Gambar 12) 2. Memberikan track pedestrian keliling agar pengunjung dapat melihat bentukan makam secara keseluruhan dan menjangkau keberadaan makam kecil yang tersebar. (Gambar 13)
Gambar 10 : Tampak Samping Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 11 : Perulangan unsur yang ada di cungkup Sumber : Dokumentasi Pribadi
IV. KESIMPULAN Dalam proses merancang diperlukan pendekatan rancangan agar dalam penerapannya lebih terarah dan memiliki kekhasan. Pendekatan yang dipilih dalam rancangan Pusat Kajian Perkembangan Islam adalah pendekatan kontekstual harmony di lingkungan Komplek Makam Siti Fatimah. Pendekatan rancangan akan sangat mempengaruhi gubahan massa bangunan nantinya. Objek rancang Pusat Kajian Perkembangan Islam mewujudkan gubahan bangunan dengan menghadirkan kembali bentukan cungkup makam Siti Fatimah yang memiliki nilai sejarah. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok banguanan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walupun terlihat dominan (secara Kuantitatif). Dengan cara menghadirkan bentukan cungkup makam, objek rancang menjadi lebih selaras dengan lingkungan.
Gambar 12 : Solusi jalan eksisting Sumber : Dokumen Pribadi
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Arsitektur, semua dosen di Jurusan Arsitektur, khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, atas semua ilmu dan bimbingannya, serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian jurnal ini.
Gambar 13 : Solusi pemberian track pedestrian baru Sumber : Dokumen Pribadi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
5
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3] [4] [5] [6]
Brolin C. Brent, Architecture in context, Van Nostrand Reinhold Comp., 1980 Ismijono ; Laporan pendahuluan penelitian struktur bangunan Cungkup Makam Siti Fatimah binti Maimun di Desa Leran, Kec. Manyar, Kab. Gresik, 1980 http:/www.wikipedia.com http://www.google.co.id http://greenlifearchitecture.blogspot.com/2010/03/kontekstualismedalam-arsitektur.html Diakses tanggal 14 Juli 2014. Pukul 08.25 WIB http://puspamentari.wordpress.com/2009/03/09/kontekstual-dalamarsitektur/ Diakses tanggal 14 Juli 2014. Pukul 09.00 WIB
Gambar 14 : Perspektif Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 15 : Perspektif Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 16 : Gapura penerima Sumber Dokumen Pribadi