B-16-1
PENDEKATAN FUZZY AHP DAN FUZZY MCDM UNTUK PENGALOKASIAN FASILITAS Annas Singgih Setiyoko, Udisubakti Ciptomulyono, Ketut Gunarta Program Pascasarjana Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
ABSTRAK Keputusan pengalokasian fasilitas melibatkan banyak faktor yang secara alami saling konflik, dan menghadapi problema pemilihan yang sulit. Untuk mengidentifikasi berbagai faktor dan tujuan yang saling konflik pada permasalahan pengalokasian fasilitas, akan digunakan pendekatan fuzzy AHP. Pertimbangan faktor kesamaran evaluator dalam menilai kriteria atau alternatif akan didekati dengan fuzzy AHP. Sebagai contoh numerik diambilkan dari sebuah institusi pendidikan berbasis maritim yang akan mendirikan galangan kapal. FAHP diterapkan untuk mendefinisikan bobot kriteria keputusan dari setiap evaluator. FMCDM diterapkan untuk mensintesa keputusan kolektif. Kata kunci: Pengalokasian fasilitas, teori fuzzy, FAHP, FMCDM Pendahuluan Latar Belakang Keputusan pengalokasian fasilitas melibatkan kepentingan investasi kapital dan pada tahap berikutnya adanya kendala produksi dan distribusi barang. Permasalahan ini kompleks dan dipengaruhi oleh faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif yang bersifat unik untuk setiap masalah. Salah satu pendekatan analitis yang sering dipergunakan adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) (Saaty, 1988). AHP memungkinkan pengambil keputusan untuk menstrukturkan problem yang kompleks kedalam bentuk hirarki sederhana dan melakukan evaluasi faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif yang saling konflik. Sebuah model AHP dan goal programming (GP) untuk pengalokasian skala internasional telah disajikan dengan berbagai faktor yang saling konflik (Badri, 1999). Secara spesifik pendekatan model kombinasi AHP dan GP tersebut digunakan untuk membantu keputusan pengalokasian global dengan memberikan sebuah solusi yang mengakomodasi kendala pada dunia nyata dengan faktor-faktor kualitatif sebagai pertimbangan pembobotan AHP. Model yang dikemukakan oleh Badri (1999) tersebut bersifat crisp, deterministic, dan precise. Dalam keadaan nyata suatu model sangat jarang yang bersifat crisp, deterministic, dan tidak bisa digambarkan secara tepat (Zimmermann, 2001). Model AHP yang dikemukakan oleh Badri (1999) belum mempertimbangkan faktor kesamaran (vagueness) dari evaluator dan hanya melibatkan evaluator tunggal. Bertolak dari hal _____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-2
tersebut akan dikembangkan menjadi fuzzy-AHP (FAHP) bila aspirasi dari evaluator adalah fuzzy dan pengambilan keputusan dilakukan oleh lebih dari satu orang bagaimana pengaruhnya terhadap hasil keputusan. Untuk contoh numerik akan diambilkan dari sebuah institusi pendidikan yang akan mendirikan sebuah galangan kapal yang mampu menampilkan aspek edukasi, promosi, lingkungan dan kemudahan dalam pengawasan keamanan. Metoda Tinjauan Pustaka Proses penerapan metode AHP akan lebih mudah dan humanistik bila evaluator menilai “kriteria A lebih penting daripada kriteria B” daripada “kriteria A dibandingkan B memiliki tingkat kepentingan lima dibanding satu”. Disinilah Buckley (dalam Hsieh,2004) mengembangkan konsep AHP sehingga evaluator dapat menggunakan rasio fuzzy menggantikan rasio eksak untuk memudahkan orang dalam membandingkan dua kriteria dan menurunkan bobot fuzzy dengan metoda rata-rata geometrik. Berbagai paper telah menggunakan AHP sebagai metoda pembobotan seperti Badri (1999), Ciptomulyono (2001). Model-model AHP tersebut bersifat crisp dan deterministik, belum mengakomodasi faktor kesamaran (vagueness) atau ketidaktepatan (imprecise) aspirasi dari evaluator. Kristianto (2002) mengajukan suatu model FAHP yang berbasis pada fuzzy quantification theory dimana aspirasi para evaluator yang berbentuk crisp diubah menjadi bentuk fuzzy untuk dicari fungsi keanggotaannya. Model ini masih menganggap aspirasi evaluator crisp dan metode pengkuantisiran melibatkan operasi komputasi yang rumit. Rahardjo (2002) mengajukan model FAHP dengan model pembobotan non-additive yang merupakan gabungan dari bobot prior dan bobot informasi. Bobot prior adalah bobot fuzzy pengembangan AHP dan bobot informasi dari pembobotan fuzzy entropy. Model tersebut menggunakan satu evaluator dan pembobotan fuzzy-nya melibatkan operasi komputasi yang rumit. Berangkat dari hal tersebut diatas maka dalam makalah ini akan disajikan model FAHP dengan evaluator tidak tunggal. Model ini didasarkan pada konsep Buckley (1985) tentang pe-ranking-an dan Zadeh (1975) tentang variabel linguistik. Teori Pendukung 1. Bilangan Fuzzy Bilangan fuzzy adalah sebuah fuzzy subset dari bilangan real, menyatakan pengembangan ide interval kepercayaan. Berdasarkan definisi Laarhoven dan Pedrycz (dalam Hsieh dkk, 2004), sebuah triangular fuzzy number (TFN) memiliki ciri-ciri dasar seperti dibawah ini. Sebuah bilangan fuzzy à pada adalah TFN bila fungsi keanggotaannya Ã(x): [0,1] adalah sama dengan ( x L) /( M L), L x M , A~ x (U x) /(U M ), M x U , (1) 0 lainnya _____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-3
dimana L dan U adalah batas bawah dan batas atas bilangan fuzzy Ã, sedangkan M adalah nilai tengah (lihat gambar ). TFN dapat dinotasikan dengan à = (L, M, U), dan berikut ini adalah hukum operasi dua TFN Ã1 = (L1, M1, U1) dan Ã2 = (L2, M2, U2). a. Penjumlahan bilangan fuzzy ~ ~ A1 A2 L1 , M 1 , U 1 L2 , M 2 , U 2 (2) L1 L2 , M 1 M 2 , U 1 U 2 b. Perkalian bilangan fuzzy ~ ~ A1 A2 L1 , M 1 , U 1 L2 , M 2 , U 2
L1 L2 , M 1 M 2 , U 1U 2
(3)
c. Pengurangan bilangan fuzzy Ɵ
Ã1 Ɵ Ã2 = (L1, M1, U1) Ɵ (L2, M2, U2) = (L1 – U2, M1 – M2, U1 – L2) d. Pembagian bilangan fuzzy Ã1 Ã2 = (L1, M1, U1) (L2, M2, U2) = (L1 / U2, M1 / M2, U1 / L2) untuk Li > 0, Mi > 0, Ui > 0 e. Inversi bilangan fuzzy Ã1-1 = (L1, M1, U1)-1 = (1/L1, 1/M1, 1/U1) untuk Li > 0, Mi > 0, Ui > 0
(4)
(5)
(6)
2. Variabel Linguistik Variabel linguistik adalah sebuah variabel dimana nilainya berupa kata-kata atau kalimat dalam bahasa alami atau buatan (Zadeh, 1975). Disini akan digunakan pernyataan untuk membandingkan dua kriteria dengan lima istilah lingustik dasar diantaranya “paling penting”, “sangat penting”, “lebih penting”, “sedikit lebih penting”, dan “sama penting” yang mengacu pada lima level skala fuzzy (gambar 1). Teknik komputasinya didasarkan pada bilangan fuzzy yang didefinisikan oleh Mon dkk (dalam Hsieh, 2004) seperti pada tabel 1. Setiap fungsi keanggotaan (skala bilangan fuzzy) didefinisikan oleh tiga parameter TFN simetris, titik kiri, titik tengah dan titik kanan pada interval dimana fungsi tersebut didefinisikan. Penggunaan variabel linguistik disini ditujukan untuk mengkaji prioritas linguistik yang diberikan oleh evaluator. Selain itu variabel linguistik juga dipergunakan untuk mengukur nilai performansi alternatif untuk setiap kriteria dengan istilah linguistik “sangat baik”, “baik”, “biasa”, “jelek”, dan “sangat jelek” seperti pada gambar 2. Tabel 1. Fungsi keanggotaan skala linguistik Bilangan Fuzzy Skala Linguistik ~ Sama Penting (SMp) 1 ~ Sedikit Lebih Penting (SLp) 3 ~ Lebih Penting (LBp) 5 ~ Sangat Penting (SAp) 7 ~ Paling Penting (PAp) 9
Skala Bilangan Fuzzy (1, 1, 3) (1, 3, 5) (3, 5, 7) (5, 7, 9) (7, 7, 9)
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-4
Ã
(x )
1 Sam a p e n tin g
S e d ik it le b ih p e n tin g
le b ih p e n tin g
san g at p e n tin g
p a lin g p e n tin g
3
5
7
9
1
Gambar 1. Fungsi keanggotaan variabel linguistik untuk membandingkan dua kriteria (x) Ã
1 Sangat jelek
10
jelek 20
30
biasa 40
50
Sangat baik
baik 60
70
80
90
100
Gambar 2. Contoh fungsi keanggotaan variabel linguistik untuk nilai pengukuran alternatif 3. Fuzzy AHP Prosedur untuk menjelaskan bobot kriteria evaluasi dengan fuzzy AHP dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan diantara semua elemen/kriteria dalam dimensi sistem hirarkhi. 1 a~12 a~1n ~ ~ ~ a 21 1 a 2 n A ~ ~ a n1 a n 2 1 (7) a~12 a~1n 1 1 a~ 1 a~2 n 12 ~ ~ 1 a1n 1 a 2 n 1 dimana ~ ~ ~ ~ 1 , 3, ~ 5, 7, 9 kriteria i relatif penting terhadap j a~ij 1 i j 1 ~ 1 ~ 1 ~ 1 ~ 1 ~ kriteria i relatif kurang penting terhadap j 1 , 3 , 5 , 7 , 9 2.
Mendefinisikan rata-rata geometris fuzzy dan bobot fuzzy setiap kriteria dengan rata-rata menggunakan metoda Buckley (1985) sebagai berikut:
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-5
~ ri a~i1 a~i 2 a~in , 1 ~ ~ w r ~ r ~ r i
i
1
(8)
n
dimana ãin adalah nilai perbandingan fuzzy dari kriteria i ke kriteria n, ~ ri adalah rata-rata geometris dari nilai perbandingan fuzzy kriteria i terhadap setiap ~ adalah bobot fuzzy dari kriteria ke i, dan dapat diindikasikan kriteria, dan w i ~ dengan TFN wi Lwi , Mwi , Uwi . Lwi, Mwi,dan Uwi masing-masing adalah nilai bawah, tengah, dan atas dari bobot fuzzy kriteria ke i. 4. Fuzzy Multiple Criteria Decision Making (FMCDM) FMCDM mulai dikembangkan oleh Bellman dan Zadeh dengan eksplorasi awalnya pengambilan keputusan dalam lingkungan fuzzy (Hsieh, 2004). Metoda analisa ini digunakan untuk problema pengambilan keputusan yang melibatkan pemilihan/evaluasi multi kriteria dari beberapa alternatif. Metoda ini mengevaluasi performansi dan mengurutkan beberapa altenatif. Teori FMCDM memiliki prosedur dan metoda sebagai berikut: 1. Pengukuran Alternatif: Mengukur variabel linguistik untuk menunjukkan performansi kriteria dengan ungkapan “sangat baik”, “baik”, “biasa”, “jelek”, dan “sangat jelek” yang merupakan penilaian subyektif dari evaluator, dan setiap variabel linguistik diindikasikan dengan TFN dalam skala 0-100 seperti pada gambar 2. Evaluator juga dapat menetapkan skala variabel linguistiknya berdasarkan subyektifitasnya yang dapat mengindikasikan fungsi keanggotaan ~ nilai yang dinyatakan oleh masing-masing evaluator. Jika Eijk adalah nilai performansi fuzzy dari evaluator k terhadap alternatif i pada kriteria j maka ~ kriteria evaluasi dinyatakan dalam Eijk = (LEkij, MEkij, UEkij). Jika terdapat m evaluator maka integrasi nilai keputusan fuzzy-nya adalah: ~ ~ ~ ~ Eij (1 / m) ( Eij1 Eij2 Eijm ) (9) ~ Eij menunjukkan rata-rata nilai fuzzy dari penilaian pengambil keputusan yang ~ dapat dinyatakan dengan TFN sebagai Eij = (LEij, MEij, UEij) yang masingmasing nilainya dapat dicari sebagai berikut: m m LE ij LE ijk m ; MEij MEijk m ; k 1 k 1 (10) m k UEij UEij m k 1 2. Fuzzy synthetic decision: Bobot setiap kriteria dan nilai performansi fuzzy harus diintegrasikan dengan perhitungan bilangan fuzzy untuk dijadikan nilai ~ yang diperoleh dari performansi fuzzy. Berdasarkan bobot setiap kriteria w j ~ ~ ,, w ~ ,, w ~ t , FAHP maka dapat diperoleh vektor bobot kriteria w w 1
j
n
dimana matriks performansi fuzzy dapat juga diperoleh dari nilai performansi ~ ~ fuzzy setiap alternatif dalam kriteria n yaitu Eij ( Eij ) . Dari vektor bobot _____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-6
~ dan matriks performansi fuzzy dapat diperoleh matriks fuzzy kriteria w synthetic decision sebagai berikut: ~ ~ ~ R Ew (11) Tanda “о” mengindikasikan perhitungan bilangan fuzzy baik penjumlahan ~ Ri maupun perkalian. Pendekatan nilai fuzzy terwakili oleh ~ Ri LRi , MRi , URi yang merupakan nilai performansi sintetis dari alternatif i, yang dapat dihitung sebagai berikut: n
LRi LE ij Lw j ; j 1
n
MRi MEij Mw j ; j 1
n
URi UEij Uw j
(12)
j 1
3. Pe-ranking-an bilangan fuzzy: Hasil fuzzy synthetic decision yang dicapai oleh setiap alternatif merupakan bilangan fuzzy. Oleh karena itu diperlukan metoda pe-ranking-an nonfuzzy pada bilangan fuzzy yang diterapkan pada perbandingan setiap alternatif. Dengan kata lain prosedur de-fuzzy-fikasi untuk memperoleh nilai Best Nonfuzzy Performance (BNP). Berbagai metoda de-fuzzy-fikasi dapat diterapkan antara lain mean of maxima (MOM), center of area (COA), dan cut. Penggunaan metoda COA untuk memperoleh BNP lebih sederhana dan praktis, tidak memerlukan preferensi evaluator. Nilai BNP dari bilangan fuzzy ~ Ri dapat diperoleh dengan persamaan berikut: BNPi = [(URi - LRi) + (MRi - LRi)]/3 i (13) Berdasarkan nilai yang diperoleh dari BNP untuk setiap alternatif, maka ranking setiap alternatif dapat dilakukan. Hasil dan Diskusi Perhitungan Bobot dari Kriteria Evaluasi Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan institusi maka terdapat tiga kriteria tujuan yang disesuaikan dengan strategi institusi yaitu lokasi yang diinginkan memiliki aspek edukasi, promosi, lingkungan dan pengawasan keamanan. Alternatif lokasi disediakan tiga tempat. Berbagai kriteria dan alternatif tersebut disusun struktur hirarkhi seperti gambar 3.
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-7
Pemilihan Lokasi Terbaik
Goal
Kriteria
Edukasi
Promosi
Lingkungan
Pengawasan Keamanan
Alternatif
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Lokasi 1 Lokasi 2
Gambar 3. Struktur Hirarki Pengkajian Alternatif Lokasi
1. Berdasarkan wawancara dengan empat evaluator yaitu direktur dan tiga direktur maka dapat disusun matriks perbandingan berpasangan sebaga berikut: C1 C2 C1 1,00 SMp C2 1,00 C3 C4 eva1
C3 SAp LBp 1,00
C4 SAp PAp LBTp 1,00
C1 C2 C3 C4 C1 1,00 SMp LBp PAp C2 1,00 LBTp SAp C3 1,00 SATp C4 1,00 eva2
C1 C2 C1 1,00 SLp C2 1,00 C3 C4 eva3
C3 SLp SATp 1,00
C4 SLp SMp SMp 1,00
C1 C2 C1 1,00 SMp C2 1,00 C3 C4 eva4
C3 LBp LBp 1,00
2. Mengaplikasikan bilangan fuzzy sesuai dengan tabel 1. ~ ~ ~ ~ 1 1 1 7 7 1 ~ 1 ~ 1 ~ ~ 1 1 5 9 1 1 eva1 ~ 1 ~ 1 eva 2 ~ 1 ~ ~ 1 7 5 1 5 5 5 ~ 1 ~ 1 ~ ~ 1 ~ 1 9 5 1 7 7 9 1 ~ 1 3 eva3 ~ 1 3 ~ 1 3
~ 3 1 ~ 7 ~ 1 1
~ 3 ~ 1 7 1 ~ 1 1
~ 3 ~ 1 ~ 1 1
1 ~ 1 1 eva 4 ~ 1 3 ~ 1 1
~ 1 1 ~ 1 3 ~ 5
C4 SMp LBTp SATp 1,00
~ 5 ~ 1 5 1 ~ 3
~ 9 ~ 7 ~ 1 3 1
~ ~ 3 1 ~ ~ 1 3 5 ~ 1 3 1 ~ 3 1
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-8
3. Menghitung elemen matriks synthetic pairwise comparison 14 a~12 1,1,3 1,1,3 1,3,5 1,1,3 1 1 1 1 , 1 1 3 1 , 3 3 5 3 14
14
14
1, 1.32, 3.41 hasilnya disusun dalam matriks TFN sebagai berikut: C1 C2 C3 C4 C1 1 (1, 1.32, 3.41) (1.97, 4.21, 6.30) (2.43, 3.71, 5.90) C2 (0.41, 0.76, 1.32) 1 (0.47, 0.81, 1.24) (1.50, 1.88, 3.00) C3 (0.16, 0.24, 0.51) (0.81, 1.24, 2.14) 1 (0.27, 0.39, 1) C4 (0.22, 0.27, 0.54) (0.44, 0.53, 0.88) (1.32, 2.59, 4.79) 1 4. Menghitung rata-rata tiap kriteria dengan persamaan (8) dan diperoleh ~ r1 = ~ ~ ~ (1.48, 2.13, 3.36), r2 = (0.73, 1.04, 1.49), r3 = (0.43, 0.66, 1.03), dan r4 = (0.60, ~ = (0.21, 0.46, 1.03), w ~ = (0.10, 0.22, 0.78, 1.23). Sedangkan bobotnya adalah w 1 2 ~ = (0.06, 0.14, 0.32), w ~ = (0.08, 0.17, 0.38) 0.46), w 3 4 5. Dengan metode COA dihitung BNP bobot fuzzy masing-masing kriteria berdasarkan persamaan (13) dan diperoleh: BNPw1 = 0.568, BNPw2 = 0.262, BNPw3 = 0.174, BNPw4 = 0.211. Dari hasil evaluasi diatas terlihat bahwa urutan kriteria yang dipentingkan adalah edukasi (BNPw1 = 0.568), promosi (BNPw2 = 0.262), pengawasan keamanan (BNPw4 = 0.211), dan lingkungan (BNPw3 = 0.174).
Pengkajian dan Pe-ranking-an Alternatif Dalam tahap ini evaluator diperbolehkan mendefinisikan skala individu untuk variabel linguistik berdasarkan penilaian subyektifnya dalam skala 0 – 100 seperti pada tabel 2. Tabel 2. Pemahaman Subyektif Evaluator terhadap Lima Variabel Linguistik Evaluator 1 2 3 4
Variabel Linguistik Sangat Jelek Jelek (0, 0, 35) (35, 45, 55) (0, 0, 25) (20, 35, 50) (0, 0, 45) (40, 50, 60) (0, 0, 40) (40, 50, 55)
Biasa (55, 60, 65) (50, 60, 70) (56, 60, 65) (55, 60, 70)
Baik (65, 75, 85) (70, 75, 80) (65, 70, 80) (70, 80, 90)
Sangat Baik (85,100,100) (80,100,100) (80,100,100) (90,100,100)
1. Penilaian subyektif terhadap alternatif lokasi i pada kriteria j untuk evaluator k diberikan contoh pada alternatif 1 kriteria edukasi oleh masing-masing evaluator sebagai berikut: E1
E2
E3
E4
SB
BA
SB
SB
E1 =
(85, 100)
100,
E2
E3
(70, 75, 80)
(80, 100)
E4 100,
(90, 100, 100)
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-9
2. Dengan persamaan (9) dan (10) diperoleh nilai performansi fuzzy untuk masingmasing alternatif terhadap masing-masing kriteria sebagai berikut: Kriteria Edukasi Promosi Lingkungan Pengawasan Keamanan
81,25 57,75 72,50 65,25
Lokasi 1 93,75 65,00 80,00 72,50
100 71,25 86,25 80,00
61,25 67,50 80,00 44,00
Lokasi 2 70,00 75,00 92,50 50,00
78,75 83,75 95,00 65,00
72,50 81,25 51,25 81,25
Lokasi 3 81,25 93,75 58,75 93,75
87,50 95,00 68,75 95,00
3. Berdasarkan bobot fuzzy setiap kriteria yang telah diperoleh sebelumnya dan nilai performansi fuzzy diatas maka dapat dihitung nilai fuzzy synthetic decision ~ ~ dan hasilnya adalah R1 = (32.82, 81.71, 193.75), R2 = (28.32, 70.98, 180.27), ~ R3 = (33.47, 82.94, 186.15). 4. Dengan metode COA dihitung BNP bobot fuzzy masing-masing kriteria berdasarkan persamaan (13) dan diperoleh: BNP1 = 102.76, BNP2 = 93.19, BNP3 = 100.85. Dari hasil evaluasi terhadap alternatif lokasi yang tersedia maka urutan lokasi yang memenuhi syarat bila dikombinasikan dengan setiap kriteria adalah lokasi 1 (BNP1 = 102.76), lokasi 3 (BNP3 = 100.85), dan lokasi 2 (BNP2 = 93.19). Kesimpulan Tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan kerangka untuk evaluasi kualitatif alternatif penglokasian fasilitas galangan kapal untuk institusi pendidikan berbasis maritim. Untuk meningkatkan kualitas siswa dan meningkatkan daya tarik stakeholders maka perlu ditampilkan kriteria-kriteria yang mewakili dua komponen tersebut. Dengan metode FAHP ini dicoba untuk mengakomodasikan aspirasi berbagai evaluator dengan tetap mempertimbangkan kesamaran (vagueness) dan ketidaktepatan (imprecise) level aspirasinya. Prosedur evaluasi yang efektif merupakan permulaan timbulnya keputusan yang berkualitas. FAHP diterapkan untuk mendefinisikan bobot kriteria keputusan dari setiap evaluator. FMCDM diterapkan untuk mensintesa keputusan kolektif. Proses ini memungkinkan pengambil keputusan untuk menyelesaikan secara efektif permasalahan yang kompleks, multikriteria dan melibatkan persepsi yang samar atau fuzzy. Daftar Pustaka Badri, Masood A (1999), Combining The Analytic Hierarchy Process and Goal Programming for Global Facility Location-allocation Problem, International Journal of Production Economics, 62, 237-248 Buckley, J.J (1985), Ranking Alternatives Using Fuzzy Numbers, Fuzzy Sets and Systems, 15, 21-31 Ciptomulyono, Udisubakti (2001), Integrasi Metode Delphi dan Prosedur Analisis Hirarkhis (AHP) untuk Identifikasi dan Penetapan Prioritas Objektif/Kriteria Keputusan, Majalah IPTEK, 12, 42-52
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-16-10
Hsieh, Ting-Ya., Lu, Shih-Tong, Tzeng, Gwo-Hshiung (2004), Fuzzy MCDM Approach for Planning and Design Tenders Selection in Public Office Building, International Journal of Project Management, xx, xxx-xxx Kristianto, Yohanes (2002), Pengembangan Model Keputusan Kelompok Integrasi Model Fuzzy AHP dan Model Delphi, Tesis Teknik Industri, ITS Rahardjo, Jani., Sutapa, I Nyoman (2002), Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process dalam Seleksi Karyawan, Jurnal Teknik Industri, 4, 82-92 Saaty, T.L. (1988), The Analytic Hierarchy Process, 2nd edition, USA Zadeh L.A (1976), The Concept of Linguistic Variable and its Application to Approximate Reasoning, Parts 1 and 2, Information Sciences, 9, 219-327 Zimmermann, H.J (2000), Fuzzy Set Theory – and Its Application, 3rd edition, Kluwer Academic Publisher, Boston
_____________________________________________________________________________ Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I ISBN : 979-99302-0-0 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember