PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya mencapai sebesar 7,8% atau 1,6% pertahun selama waktu lima tahun (1995 – 1999), sedangkan untuk produksi perikanan budidaya dalam kurun waktu yang sama menunjukan kenaikan yang mencolok bila dibandingkan dengan produksi perikanan tangkap yakni terjadi kenaikan sebesar 33,7% atau 6,7% pertahun (Poernomo, et al. 2001). Dengan semakin kuatnya lobi para pecinta lingkungan dan binatang, membuat produksi perikanan tangkap tampaknya harus beralih kepada kegiatan yang bersifat hemat sumberdaya alam. Akuakultur, utamanya marikultur akan menjadi salah satu tumpuan produksi perikanan dimasa datang (Nurdjana, 2001). Kawasan lingkungan perairan pantai Indonesia sangat potensial bagi kegiatan usaha budidaya laut (marikultur), karena kaya akan berbagai jenis ikan bernilai ekonomis tinggi.
Potensi lahan untuk budidaya laut Indonesia hampir
terdapat disebagian besar perairan pantai sebesar 80.925 ha dan potensi produksi sebesar 46.734.300 ton/tahun.
Adapun daerah-daerah yang potensial untuk
pengembangan budidaya laut antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Abdullah, 1995). Kepulauan
Seribu
yang
sekarang
ditetapkan
menjadi
Kabupaten
Administratif di Propinsi DKI Jakarta merupakan salah suatu kawasan Taman Nasional Laut yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang
2
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (UU No.5, 199). Keunikan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah ekosistem pesisir dengan terumbu karang yang dimilikinya. Ekosistem pesisir mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Berdasarkan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh perairan Kepulauan Seribu maka sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut (SK Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/1995, tanggal 25 Maret 1995. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu mempunyai 78 pulau kecil yang berada di Kelurahan Pulau Panggang dan Kelurahan Pulau Kelapa. Tujuan pengelolaan TNL Kepulauan Seribu adalah : (a) perlindungan system penyangga kehidupan; (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; (c) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sumberdaya dan jasa yang berada di kawasan pulau-pulau kecil dalam masa yang akan datang semakin memegang peranan penting, hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan potensi Indonesaia sebagai Negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau-pulau kecil. Menurut Dahuri, 1999 bahwa ada 2 macam kegiatan pokok yang dapat dikembangkan pada suatu kawasan pulau-pulau kecil yakni pengembangan wisata bahari dan budidaya laut. Kegiatan budidaya laut (marikultur) salah satu andalan dalam pengembangan pulau-pulau kecil. Budidaya laut cukup memberikan hasil yang baik dan dapat diterapkan di sekitar gugusan pulau.
Program budidaya
mempunyai manfaat ganda yaitu : ¬ Mengurangi tekanan eksploitasi penangkapan di perairan pulau-pulau kecil ¬ Menjaga kelestarian sumberdaya alam mangrove dan terumbu karang.
3
Pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan kawasan pulau-pulau kecil yang diarahkan pada kesejahteraan masyarakat merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada sumberdaya alam.
Perubahan-perubahan
tersebut akan membawa pengaruh pada lingkungan hidup.
Semakin tinggi
intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya dan perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau-pulau kecil tersebut. Oleh karena itu diperlukan strategi dan kebijakan dalam pengelolaannya. Isu strategi berkaitan dengan otonomi daerah adalah berkaitan dengan upaya daerah dalam mendapatkan penerimaan asli daerah (PAD) yang pada akhirnya akan terjadi tekanan yang kuat terhadap sumberdaya alam. Kebijakan dan program pengelolaan, diharapkan mampu menjadi sebuah kesepakatan bersama dan sebagai pedoman dalam mengatur, mengarahkan serta mengendalikan
berbagai
aktivitas
masyarakat
dalam
upaya
pemanfaatan
sumberdaya kawasan pesisir di kepulauan secara terpadu (integrated) dan lestari Dengan demikian sumberdaya pesisir akan mampu menunjang kegiatan investasi dan usaha masyarakat secara berkelanjutan (sustainable).
Perumusan Masalah Tujuan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang diharapkan adalah agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan yang dapat merugikan masyarakat dan kelangsungan hidup generasi yang akan datang.
Dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
4
wilayah
pesisir
dan
lautan,
sering
timbul
permasalahan
jika
pencapaian
pembangunan tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan yang ingin dicapai. Pola pengelolaan sumberdaya alam yang baik harus dapat menempatkan sumberdaya alam tersebut sebagai subyek dan obyek pembangunan sehingga dapat berperan dalam pembangunan regional maupun nasional secara menyeluruh, berlanjut dan berkesinambungan, dimana pembangunan suatu wilayah pada hakekatnya merupakan suatu upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam yang ada untuk kesejahteraan manusia secara lestari. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan terlebih lagi dalam suatu gugusan kepulauan, akan timbul permasalahan jika kegiatan pembangunan dan hasil yang akan dicapai tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan yang diharapkan. Adapun tujuan pengelolaan yang diharapkan adalah agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan dan degradasi sumbedaya alam dan lingkungan yang dapat merugikan kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang baru terbentuk merupakan suatu kawasan Taman Nasional Laut yang merupakan berfungsi sebagai kawasan konservasi dengan mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
162/Kpts-II/1995 telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu
menjadi Taman Nasional dengan luas 108.000 Ha yang kemudian pengelolaan kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu diserahkan kepada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 185/KptsII/1997 tanggal 31 Maret 1997, yang berarti kawasan tersebut dominan dijadikan sebagai kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya.
Disisi lain
5
terbentuknya Kepulauan Seribu sebagai Kabupaten Administratif sesuai PP No. 55 Tahun 2001, dengan mengacu kepada UU No. 34 Tahun 1999 yang juga sekaligus sebagai obyek wisata membuka peluang kepada upaya pemanfaatan sumberdaya yang tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan konservasi mengindikasikan bahwa belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya wilayah kepulauan yang disebabkan oleh adanya tumpang tindih kewenangan antara lembaga yang terlibat serta belum adanya kebijakan yang tepat terutama dalam pengembangan marikultur yang berpotensi besar, terlebih lagi dengan status wilayah sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu sebagai salah suatu kawasan konservasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut : a) Berapa besar manfaat dan kerugian bila kawasan Kepulauan Seribu dimanfaatkan atau dialokasikan bagi kegiatan pengembangan marikultur yang menjamin konservasi dan pariwisata? b) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik pemanfaatan ruang dan konflik kewenangan? c) Bagaimana fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga yang terkait serta pola koordinasinya? d) Bagaimana alternatif kebijakan yang dapat digunakan untuk pengembangan marikultur di Kepulauan Seribu?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
6
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a)
Menganalisis skenario pemanfaatan yang optimal dalam pengembangan marikultur di kawasan Kepulauan Seribu.
b)
Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan
c)
Mengetahui fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya di Kawasan Kepulauan Seribu berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ada
d)
Merumuskan arahan kebijakan pengembangan marikultur yang terpadu (integrated) dan berkelanjutan (sustainable).
Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi para perencana dan pengambil keputusan khususnya lembaga/instansi pemerintah yang terlibat dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara optimal terutama kebijakan dalam pengembangan marikultur di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.