1
ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 Oleh: Yudi Wahyudin2, Tridoyo Kusumastanto3, dan Moch. Prihatna Sobari4
PENDAHULUAN Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu terus meningkat dan dikhawatirkan dapat membahayakan kelestarian sumberdaya, sehingga penetapan dan penerapan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan laut berkelanjutan mutlak harus dilakukan. Kebijakan pengelolaan seharusnya ditujukan untuk mendapatkan manfaat maksimum dalam jangka panjang yang mencakup upaya menghindari tangkap lebih (over fishing) secara ekonomi maupun biologi serta upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan perairan laut dan konflik sosial. Upaya untuk mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapat dialokasikan secara optimal. Optimalisasi penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu ini dapat dilakukan bilamana nelayan dan armada penangkapan di wilayah perairan ini juga dalam jumlah yang optimal. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan suatu kajian komprehensif tentang alokasi optimum sumberdaya perikanan di perairan Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan : (1) mengidentifikasi keragaan perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu; (2) mengidentifikasi dan menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Perairan Teluk Palabuhanratu yang terjadi saat ini; dan (3) menganalisis tingkat alokasi optimum sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuatan kebijakan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu secara optimal dan berkelanjutan.
KERANGKA PEMIKIRAN Teluk Palabuhanratu telah dimanfaatkan oleh berbagai aktivitas, diantaranya aktivitas perikanan yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas perikanan ini disinyalir tidak sebanding dengan kemampuan atau daya dukung perairan memberikan kontribusi optimal bagi hasil yang dapat diperoleh nelayan, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik dan perlombaan tidak sehat antar nelayan untuk memaksimalkan keuntungan yang pada gilirannya dapat berdampak terhadap meningkatnya tekanan dan menimbulkan degradasi sumberdaya ikan. Degradasi sumberdaya ikan dikhawatirkan dapat menurunkan kelestarian sumberdaya ikan di 1 2 3 4
Makalah disampaikan pada Seminar Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB Kandidat Master pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK) Guru Besar IPB, Ketua Komisi Pembimbing, Ketua Program Studi ESK, Staf Pengajar FPIK-IPB Anggota Komisi Pembimbing, Staf Pengajar FPIK-IPB
2 Perairan Teluk Palabuhanratu. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya diperlukan suatu rumusan kebijakan pengelolaan yang didesain berdasarkan prinsip pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan berkelanjutan. Kebijakan ini diperoleh dari hasil analisis alokasi optimal sumberdaya perikanan. Penentuan alokasi optimum sumberdaya perikanan ini dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan : pertama adalah mengidentifikasi segenap kebutuhan data dan informasi (secondary data); kedua melakukan tabulasi data dalam rangka penyusunan keragaan perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu; ketiga melakukan analisis data dengan menggunakan model estimasi Kebijakan parameter Clarke, Yoshimoto and Penurunan Pengelolaan SDPL Pooley (CYP) dan WaltersSDPL Hilbron (WH) untuk mendapatkan Ekosistem Sumberdaya beberapa parameter biologi, Teluk Palabuhanratu Pesisir dan Laut (SDPL) seperti nilai r (intrinsic growth rate) dari sumberdaya ikan, nilai Degradasi K (carrying capacity), dan nilai q Pemanfaatan Konflik Sumberdaya (coefficient of catchability) yang digunakan untuk menghitung Aktivitas Perikanan Sumberdaya Maximum Sustainable Yield Ikan (MSY); dan keempat memasukkan data-data cross section (terutama Kebijakan Penurunan Kelestarian untuk parameter ekonomi, seperti Pengelolaan Sumberdaya Ikan harga, tingkat bunga, dan biaya) bersama-sama dengan parameter ALOKASI OPTIMAL hasil dugaan CYP dan WH SUMBERDAYA PERIKANAN sebagai bahan analisis optimasi. Hasil analisis optimasi inilah menjadi bahan pembahasan untuk memberikan beberapa justifikasi rekomendasi pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu yang lebih komprehensif.
METODOLOGI Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode analisis data sekunder. Dalam analisis ini, data dikumpulkan dan dikelompokkan dari berbagai sumber, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana dan pada akhirnya mengarah kepada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelusuran literatur (literature survey) terhadap beberapa data statistik yang relevan dengan penelitian. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data series dan data cross section. Data-data tersebut setidaknya dapat diperoleh dari berbagai instansi baik pemerintah maupun non pemerintah, seperti BPS, DKP, IPB, Dinas Perikanan dan Kelautan, PPN Palabuhanratu dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi.
3 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan model surplus produksi untuk menganalisis stok ikan. Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dan diasumsikan bahwa laju penangkapan linear terhadap biomass dan effort dengan persamaan: ∂xt = f (xt ) − ht .......................................................................................................... (3-1) ∂t Dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan (equilibrium), maka kurva tangkapan-upaya lestari (yield-effort curve) dapat diperoleh melalui berikut: ⎛ q2K ⎞ 2 ⎟⎟ Et ................................................................ (3-2a) Bentuk Logistik: ht = qKEt − ⎜⎜ ⎝ r ⎠ ⎡ − qE ⎤ ⎢ r ⎥ ⎣ ⎦
.................................................................... (3-2b) Bentuk Gompertz: ht = qKEt e Estimasi parameter r, q, dan K untuk kedua persamaan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h(q, K, E) tersebut (persamaan 3-2a dan 32b) dengan E (Ut = ht / Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas. Estimasi parameter biologi pada fungsi pertumbuhan logistik dilakukan dengan menggunakan model estimasi parameter WH (Walters – Hilborn, 1976), sedangkan pada fungsi Gompertz dilakukan dengan model estimasi parameter CYP (Clarke, Yoshimoto dan Pooley, 1992). Persamaan WH dan CYP adalah sebagai berikut: U t +1 r U t − qEt ........................................................................................ (3-3a) −1 = r − qK Ut ln (U t +1 ) =
(2 − r ) ln(U ) − q (E + E ) ........................................ (3-3b) 2r ln (qK ) + (2 + r ) t (2 + r ) t t +1 (2 + r )
Nilai parameter r, q, dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan 3-3a (fungsi logistik) dan ke dalam persamaan 3-3b (fungsi Gompertz) untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Tingkat upaya maksimum lestari (EMSY) dan tingkat produksi maksimum lestari (hMSY) diperoleh melalui persamaan yang dikembangkan Clark (1985). Namun demikian, MSY barulah merupakan penggambaran suatu keseimbangan berdasarkan faktor biologi saja, padahal sistem perikanan mengenal adanya faktor ekonomi. Oleh karena itu, Gordon (1954) kemudian mengintroduksi parameter ekonomi seperti harga dari output (p) per satuan berat dan biaya dari input (c) ke dalam model Schaefer untuk menghasilkan keseimbangan bio-ekonomi. Pada dasarnya keseimbangan bio-ekonomi terjadi pada saat TR = TC , yaitu pada tingkat upaya open access. Pada saat TR = TC , maka keuntungan sama dengan nol ( π =0).
π = pqEx − cE ........................................................................................................... (3-4) ∂π Pada kondisi open access MEY akan terjadi pada saat = 0 , yaitu pada saat ∂E tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q). Sedangkan MEY pada ∂ρ ( x ) kondisi sole owner terjadi pada saat h( x) = f ( x ) pada tingkat x optimal, = 0. ∂x
4 Kedua estimasi produksi lestari, baik secara biologi maupun ekonomi seperti telah diuraikan di muka merupakan pendekatan analitik optimasi statik. Optimalisasi sumberdaya perikanan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu ditentukan berdasarkan hasil analisis dinamik sumberdaya ikan yang dianalisis berdasarkan formula sebagai berikut (Fauzi, 2004) : ⎛ 2x ⎞⎞ ⎛ − x )⎜⎜ δ − r ⎜ 1 − ⎟ ⎟ ...................................................... (3-5a) K ⎠ ⎟⎠ ⎝ ⎝ 2 ⎡ K ⎢⎛ c δ⎞ ⎛ c δ ⎞ ⎛ 8cδ ⎞ ⎤⎥ ....................................................... (3-5b) * ⎜ ⎟ x = +1− ⎟⎟ + ⎜⎜ +1− ⎟⎟ + ⎜⎜ r ⎠ ⎝ pqK r ⎠ ⎝ pqKr⎟⎠ ⎥ 4 ⎢⎜⎝ pqK ⎣ ⎦ h* =
E* =
1 x ( pqx c
h* qx *
................................................................................................................ (3-5c)
Teknik standarisasi didekati dengan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh King (1985). King (1985) menyebutkan bahwa effort dari alat tangkap yang distandarisasi ( E ) berbanding lurus nilai fishing power ( ϕ ) dikalikan dengan jumlah fishing days ( D ), sedangkan nilai fishing power didefinisikan sebagai rasio dari jumlah produksi per alat tangkap yang distandarisasi ( U ) dengan jumlah produksi per alat tangkap yang menjadi standar ( U std ).
E it = ϕ it D it , dimana ϕ it =
U it .................................................................. (3-7) U std
Standarisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi yang digunakan Anna (2003) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: C et
⎡ ⎢1 = ⎢ n ⎢⎣
n
∑
i =1
TC i ∑ Ei
⎛ n ⎜∏ ⎜ t =1 ⎝
∑
1 ⎤ ⎞ t =1 CPI t ⎥ ....................................................... (3-8) h it ⎟ (h i + h j ) ⎟⎠ 100 ⎥⎥ ⎦
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Produksi Lestari Hasil estimasi parameter biologi dengan menggunakan model estimasi CYP untuk fungsi pertumbuhan Gomperzt dan WH untuk fungsi pertumbuhan logistik serta hasil estimasi parameter ekonomi berdasarkan data olahan dari data cross section secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Pelagis Kecil Logistik Gompertz r 1,706594 0,972889 q 0,000060 0,000004 K 3.429,392519 3.187,516382 p (Rp./ton) 2.102.726,05 c (Rp./trip) 22.996,54 15 4,12 δ (%) Sumber : Hasil Analisis. Parameter
Demersal Logistik Gompertz 1,372813 0,364806 0,000016 0,000034 1.472,479716 20.576,348508 1.047.149,74 6.671,85 15 4,12
Berdasarkan sediaan data seperti yang terdapat pada Tabel 1, maka estimasi beberapa kondisi sustainable yield, seperti pada kondisi MSY, pada kondisi akses terbuka
5 (open access), pada kondisi pemilik tunggal (sole owners) dan pada kondisi optimum (dynamic) dapat ditentukan. Hasil perhitungannya secara ringkas tersaji pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Sustainable Pelagis Kecil Yield Logistik Gompertz EMSY 14.175 260.013 XMSY 1.714,70 1.172,74 h MSY 1.463,15 1.140,95 E OA 26.847 22.536 XOA 181,67 2.922,88 hOA 293,62 246,46 ESO 13.424 260.013 X-SO 1.805,53 1.172,74 hSO 1.459,04 1.140,95 Sumber : Hasil Analisis.
Demersal Logistik Gompertz 42.156 10.742 736,24 7.570,40 505,36 2.761,73 61.906 50.463 391,30 187,62 394,43 321,52 30.953 10.742 931,89 7.570,40 469,67 2.761,73
Pada bahasan selanjutnya, peneliti hanya memfokuskan pembahasan pada salah satu fungsi pertumbuhan di masing-masing sumberdaya ikan. Fungsi pertumbuhan logistik digunakan sebagai fokus bahasan pada sumberdaya ikan pelagis kecil, sedangkan untuk sumberdaya ikan demersal menggunakan fungsi pertumbuhan eksponensial (Gompertz). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka maximum sustainable yield (MSY) untuk SDI pelagis kecil menggunakan MSY dari fungsi logistik, yaitu sebesar 1.463,15 ton per tahun dengan tingkat effort sebanyak 14.175 trip per tahun, sedangkan untuk SDI demersal menggunakan MSY dari fungsi eksponensial, yaitu sebesar 2.761,73 ton per tahun dengan tingkat effort sebanyak 10.742 trip per tahun. Dengan demikian dapat dihitung besaran sustainable rent per tahun dari SDI pelagis kecil adalah sebesar Rp.2.750.626.442,89, sedangkan rente lestari dari SDI demersal sebesar Rp. 2.820.271.143,99. Analisis Optimasi Sumberdaya Perikanan Nilai optimal masing-masing sumberdaya ikan diperoleh dengan menggunakan alat pemecahan analitik melalui program MAPLE. Pemecahan analitik kedua sumberdaya dilakukan berdasarkan dua sumber nilai discount rate, yaitu dengan menggunakan market discount rate (15%) dan real discount rate dari pendekatan Kula (4,12%). Pemecahan analitik melalui program MAPLE terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dengan δ =15% menghasilkan nilai optimal biomass SDI ini (x*) sebesar 1.671,56 ton, optimal yield (h*) sebesar 1.462,22 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 14.579 trip setingkat alat tangkap bagan. Sedangkan terhadap SDI demersal menghasilkan nilai optimal biomass (x*) sebesar 5.275,60 ton, optimal yield (h*) sebesar 2.619,44 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 14.604 trip setingkat alat tangkap pancing. Adapun jika menggunakan δ =4,12%, pemecahan analitiknya menghasilkan nilai optimal biomass SDI pelagis kecil (x*) sebesar 1.768,71 ton, optimal yield (h*) sebesar 1.461,69 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 13.773 trip setingkat alat tangkap bagan. Sedangkan terhadap SDI demersal menghasilkan nilai optimal biomass (x*) sebesar 6.966,70 ton, optimal yield (h*) sebesar 2.752,44 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 11.620 trip setingkat alat tangkap pancing. Nilai-nilai optimal yang diperoleh berdasarkan hasil analisis optimasi di atas menjadi dasar penentuan alokasi optimal sumberdaya perikanan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tabel 3 berikut ini menunjukkan tingkat alokasi optimal sumberdaya perikanan di sekitar perairan teluk ini.
6
Tabel 3. Alokasi Optimal Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu Alokasi Pelagis Demersal Satuan Optimal DR (15) DR (4,12) DR (15) DR (4,12) Yield Ton/tahun 1.462,22 1.461,69 2.619,44 2.752,44 Effort Trip/tahun 14.579 13.773 14.604 11.620 Tangkapan Kg/trip 100,29 106,13 179,37 236,87 Rente Rp.juta/tahun 2.739,37 2.756,80 2.645,51 2.804,69 Alat tangkap Unit 49 46 49 39 Nelayan Orang 97 92 146 116 Keuntungan Rp./orang/trip 46.973 50.040 45.289 60.341 Pendapatan Rp./orang/bulan 1.174.331 1.250.999 1.132.223 1.508.527 Sumber : Hasil Analisis. Keterangan : Unit trip untuk pelagis adalah setingkat bagan, sedangkan untuk demersal setingkat pancing. Rata-rata 1 bulan = 25 trip, 1 tahun = 300 trip. 1 unit bagan = 2 orang, 1 unit pancing = 3 orang. Bagi hasil keuntungan 50:50 (pemilik : nelayan).
Kebijakan dan Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pada tingkat diskon 15 persen yang harus dilakukan untuk menjaga proses keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Teluk Palabuhanratu, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskankel) seyogianya membuat kebijakan untuk menjaga tingkat upaya pada level optimal sebanyak 14.579 trip setingkat bagan atau dengan kata lain menjaga agar alat tangkap ikan pelagis kecil setingkat bagan tetap sejumlah 49 unit. Pada tingkat diskon 4,12 persen tingkat upaya optimal yang seyogianya berlaku adalah sebanyak 13.773 trip setingkat bagan atau dengan kata lain menjaga banyaknya alat tangkap ikan pelagis yang ada tetap sejumlah 46 unit alat tangkap setingkat bagan. Kebijakan untuk pengendalian sumberdaya ikan demersal ditinjau dari aspek input produksi adalah menjaga tingkat upaya penangkapan ikan demersal tetap berada pada level optimal, yaitu sebanyak 14.604 trip setingkat pancing dengan tingkat diskon sebesar 15% atau dengan kata lain menjaga agar alat tangkap ikan demersal setingkat pancing tetap sejumlah 49 unit. Sedangkan pada tingkat diskon 4,12%, jumlah input produksi yang seyogianya dijaga adalah sebanyak 11.620 trip setingkat pancing atau sebanyak 39 unit. Pada tahun 2003 terhitung tingkat upaya penangkapan ikan pelagis kecil di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu sebanyak 30.584 trip setingkat bagan, sedangkan tingkat upaya penangkapan ikan demersal terhitung sebanyak 42.517 trip setingkat pancing. Besarnya jumlah rata-rata input produksi (upaya) aktual tersebut di atas untuk masingmasing sumberdaya jauh lebih banyak dibandingkan effort optimal yang diperkenankan. Hal ini berarti bahwa tingkat upaya pemanfaatan ikan pelagis kecil dan demersal di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu sangat tidak optimal. Artinya bahwa ke depan Pemkab Sukabumi melalui Diskankel seyogianya tidak menambah unit alat tangkap baru untuk dioperasikan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu, baik alat untuk menangkap ikan pelagis kecil maupun ikan demersal. Bahkan ke depan, Diskankel diharapkan dapat menurunkan secara berkala jumlah alat tangkap untuk kedua kelompok ikan tersebut yang dioperasikan di sekitar Teluk Palabuhanratu. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketidakoptimalan hasil penangkapan nelayan teluk itu sendiri yang konsekuensinya dapat berdampak pada overfishing, penurunan produktivitas dan pendapatan usaha dari nelayan tersebut. Penentuan jumlah tingkat upaya optimal yang diberlukan tergantung pada skenario mana yang akan diambil oleh Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya. Jika skenario market based yang diambil, maka tingkat upaya optimal yang harus diambil adalah tingkat optimal yang ditentukan berdasarkan perhitungan dinamik dengan tingkat diskon 15 persen
7 (market discount rate) yaitu sebanyak 14.579 trip setingkat bagan untuk alat tangkap ikan pelagis kecil dan sebanyak 14.604 trip setingkat pancing untuk alat tangkap ikan demersal. Sedangkan jika Diskankel memilih skenario real based yang lebih konservatif, maka tingkat upaya optimal yang diambil adalah tingkat optimal yang ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dinamis dengan menggunakan tingkat diskon dari pendekatan Kula sebesar 4,12 persen, yaitu sebanyak 13.773 trip setingkat bagan untuk alat tangkap ikan pelagis kecil dan sebanyak 11.827 trip setingkat pancing untuk alat tangkap ikan demersal. Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya ke depan diharapkan dapat membuat kebijakan atau ketentuan agar perairan Teluk Palabuhanratu dapat dikelola dengan optimal, yaitu diantaranya dengan menentukan peruntukan aktivitas penangkapan di sekitar perairan teluk tersebut khusus untuk nelayan perahu motor tempel saja, sedangkan untuk nelayan kapal motor diharapkan dapat menangkap ikan di luar perairan Teluk Palabuhanratu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tekanan yang berlebihan terhadap daya dukung perairan teluk, terutama akibat aktivitas penangkapan berskala relatif besar. Kendati tingkat effort optimal untuk penangkapan ikan pelagis kecil yang sejatinya diberlakukan di perairan teluk ini sebanyak 14.579 trip ( δ =15%) atau sebanyak 13.773 trip ( δ =4,12%) setingkat bagan dan penangkapan ikan demersal sebanyak 14.948 trip ( δ =15%) atau sebanyak 11.620 trip ( δ =41,2%) setingkat pancing, namun demikian diharapkan Diskankel dapat berlaku fleksibel dalam menerapkan kebijakan yang ada. Oleh karena itu, Diskankel secara fleksibel juga dapat melakukan kontrol kedua setelah kontrol input produksi (upaya), yaitu melalui kontrol output atau produksi ikan yang dihasilkan dari aktivitas penangkapan itu sendiri. Artinya bahwa produksi aktual yang dihitung berdasarkan total hasil penangkapan ikan dari perairan Teluk Palabuhanratu seyogianya dijaga agar tidak melebihi tingkat produksi optimal dari kedua sumberdaya ikan tersebut. Agar tetap lestari dan memberikan hasil yang optimal bagi nelayan Teluk Palabuhanratu, maka produksi ikan pelagis kecil pada tingkat diskon 15% seoptimal mungkin dapat dijaga tetap berada pada level produksi optimal per tahunnya sebesar 1.462,22 ton atau sebesar 1.461,69 ton per tahun pada tingkat diskon sebesar 4,12%. Sedangkan produksi optimal untuk ikan demersal pada tingkat diskon 15% seyogianya tidak melebihi 2.619,44 ton per tahun atau tidak melibihi 2.752,44 ton per tahun pada tingkat diskon 4,12%. Sebagai ilustrasi, hasil perhitungan alokasi optimum sumberdaya ikan di perairan teluk ini menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap oleh nelayan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tangkapan optimal per trip setingkat bagan untuk menangkap ikan pelagis kecil pada tingkat diskon 15% adalah sebanyak 100,29 kilogram dan pada tingkat diskon 4,12% sebanyak 106,13 kilogram. Sedangkan tangkapan optimal per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal pada tingkat diskon 15% adalah sebanyak 499,02 kilogram dan pada tingkat diskon 4,12% sebanyak 667,49. Artinya bahwa nelayan yang menangkap kedua jenis ikan tersebut di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu diharapkan tidak melebihi optimal quota yang diperkenankan, yaitu misalnya tidak melebihi 100,29 kilogram ikan pelagis kecil per trip setingkat bagan dan 499,02 kilogram ikan demersal per trip setingkat pancing. Besarnya alokasi optimal per trip bagi nelayan pesisir Teluk Palabuhanratu seperti diilustrasikan di atas jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan rata-rata aktual nelayan pada tahun 2003. Tangkapan aktual rata-rata nelayan teluk pada tahun 2003 terhitung hanya sebanyak 13,93 kilogram per trip setingkat bagan untuk menangkap ikan pelagis kecil dan hanya sebanyak 8,02 kilogram per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal. Artinya bahwa hasil tangkapan ikan nelayan Teluk Palabuhanratu terlihat tidak optimal. Ketidakoptimalan tingkat upaya pemanfaatan dan besarnya produksi aktual ikan pelagis kecil dan demersal seperti telah disebutkan di atas membuat tingkat keuntungan per trip usaha penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk
8 Palabuhanratu ini menjadi tidak optimal. Padahal dalam kondisi optimal, seorang nelayan bagan pada tingkat diskon 15% misalnya dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp.46.973 per trip atau sebesar Rp.1.174.331 per bulan, sedangkan bagi seorang nelayan pancing pada tingkat diskon yang sama misalnya dapat meraup keuntungan sebesar Rp.45.289 per trip atau sekitar Rp.1.132.223 per bulannya. Bandingkan pendapatan yang diperoleh nelayan bagan dan nelayan pancing tersebut pada tahun 2003 yang dihitung berdasarkan rataan per tahun. Nelayan bagan yang secara akumulatif dan aktual berproduksi rata-rata sebanyak 432 ton per tahun, jika dihitung dengan tingkat upaya sebanyak 31.018 trip, maka pendapatan per orang per trip yang bersih dapat diperoleh dengan tingkat harga dan biaya yang sama hanya sebesar Rp.1.573,05. Bahkan untuk nelayan pancing dengan tingkat produksi dan upaya aktual masing-masing sebanyak 380 ton per tahun dan 47.451 trip per tahun, pendapatan yang diperolehnya bernilai negatif (rugi), yaitu sebesar minus Rp.1.023,83 per trip per orang. Oleh karena itu, desain kebijakan pengelolaan perikanan yang harus dilakukan diantaranya adalah dengan menghentikan penambahan upaya baru untuk dioperasionalisasikan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tujuan pengelolaan suatu sumberdaya salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan dari para pelaku ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya yang dikelola. Tingkat kesejahteraan dalam hal ini dapat dicerminkan oleh tingkat produktivitas dan pendapatan yang diperoleh para pelaku ekonomi dimaksud. Namun demikian, dalam konteks rekomendasi hasil penelitian ini penulis menyarankan agar peningkatan kesejahteraan nelayan di pesisir Teluk Palabuhanratu tidak sekedar dijadikan sebagai fungsi tujuan pengelolaan perikanan belaka, akan tetapi lebih ditekankan sebagai target pengelolaan perikanan. Artinya bahwa Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya seyogianya menjadikan peningkatan kesejahteraan nelayan teluk (social well being) sebagai fungsi tujuan pengelolaan perikanan Teluk Palabuhanratu. Sebagai konsekuensinya, maka Diskankel seyogianya memilih salah satu skenario seperti yang ditawarkan peneliti, yaitu skenario berbasis pasar atau skenario konservatif. Dua skenario seperti diuraikan di muka merupakan hasil analisis dinamis optimasi sumberdaya ikan di daerah teluk, sehingga nilai-nilai parameter yang dihasilkan merupakan nilai optimal yang dapat diperoleh nelayan, termasuk pendapatannya. Artinya bahwa jika salah satu dari dua skenario tersebut diimplementasikan, maka nelayan Teluk Palabuhanratu mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hasil usaha yang optimal, sehingga kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya menjadi lebih optimal dibandingkan jika kebijakan berdasarkan kedua skenario tersebut tidak dilaksanakan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemecahan analitik melalui program MAPLE terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dengan δ =15% menghasilkan nilai optimal biomass SDI ini (x*) sebesar 1.671,56 ton, optimal yield (h*) sebesar 1.462,22 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 14.579 trip setingkat alat tangkap bagan. Sedangkan terhadap SDI demersal menghasilkan nilai optimal biomass (x*) sebesar 5.275,60 ton, optimal yield (h*) sebesar 2.619,44 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 14.604 trip setingkat alat tangkap pancing. Adapun jika menggunakan δ =4,12%, pemecahan analitiknya menghasilkan nilai optimal biomass SDI pelagis kecil (x*) sebesar 1.768,71 ton, optimal yield (h*) sebesar 1.461,69 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 13.773 trip setingkat alat tangkap bagan. Sedangkan terhadap SDI demersal menghasilkan nilai optimal biomass
9 (x*) sebesar 6.966,70 ton, optimal yield (h*) sebesar 2.752,44 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 11.620 trip setingkat alat tangkap pancing. Hasil perhitungan alokasi optimum sumberdaya ikan di perairan teluk ini menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap oleh nelayan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tangkapan optimal per trip setingkat bagan untuk menangkap ikan pelagis kecil pada tingkat diskon 15% adalah sebanyak 100,29 kilogram dan pada tingkat diskon 4,12% sebanyak 106,13 kilogram. Sedangkan tangkapan optimal per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal pada tingkat diskon 15% adalah sebanyak 179,37 kilogram dan pada tingkat diskon 4,12% sebanyak 236,87. Artinya bahwa nelayan yang menangkap kedua jenis ikan tersebut di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu diharapkan tidak melebihi optimal quota yang diperkenankan, yaitu misalnya tidak melebihi 100,29 kilogram ikan pelagis kecil per trip setingkat bagan dan 179,37 kilogram ikan demersal per trip setingkat pancing. Besarnya alokasi optimal per trip bagi nelayan pesisir Teluk Palabuhanratu seperti diilustrasikan di atas jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan rata-rata aktual nelayan pada tahun 2003. Tangkapan aktual rata-rata nelayan teluk pada tahun 2003 terhitung hanya sebanyak 13,93 kilogram per trip setingkat bagan untuk menangkap ikan pelagis kecil dan hanya sebanyak 8,02 kilogram per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal. Artinya bahwa hasil tangkapan ikan nelayan Teluk Palabuhanratu terlihat tidak optimal. Ketidakoptimalan tingkat upaya pemanfaatan dan besarnya produksi aktual ikan pelagis kecil dan demersal seperti telah disebutkan di atas membuat tingkat keuntungan per trip usaha penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu ini menjadi tidak optimal. Padahal dalam kondisi optimal, seorang nelayan bagan pada tingkat diskon 15% misalnya dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp.46.973 per trip atau sebesar Rp.1.174.331 per bulan, sedangkan bagi seorang nelayan pancing pada tingkat diskon yang sama misalnya dapat meraup keuntungan sebesar Rp.45.289 per trip atau sekitar Rp.1.132.223 per bulannya. Saran Beberapa rekomendasi berikut diharapkan dapat dilakukan Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya: (1) Membuat kebijakan untuk menjaga tingkat upaya pada level optimal sebanyak 14.579 trip (49 unit) setingkat bagan pada tingkat diskon 15%, sedangkan pada tingkat diskon 4,12 persen tingkat upaya optimal yang seyogianya berlaku sebanyak 13.773 trip (46 unit) setingkat bagan. (2) Menjaga tingkat upaya penangkapan ikan demersal tetap berada pada level optimal, yaitu sebanyak 14.604 trip (49 unit) pada tingkat diskon sebesar 15%, sedangkan pada tingkat diskon 4,12%, jumlah input produksi yang seyogianya dijaga adalah sebanyak 11.620 trip (39 unit) setingkat pancing. (3) Melakukan kontrol agar produksi aktual yang dihitung berdasarkan total hasil penangkapan ikan dari perairan Teluk Palabuhanratu tidak melebihi tingkat produksi optimal dari kedua sumberdaya ikan tersebut, yaitu sebesar 1.462,22 ton/tahun (15%) atau sebesar 1.461,69 ton/tahun (4,12%) untuk SDI pelagis kecil serta sebesar 2.619,44 ton/tahun (15%) atau 2.752,44 ton/tahun (4,12%) untuk SDI demersal. (4) Menerapkan sistem monitoring dan pendataan yang baik dan sistematis untuk mengantisipasi tidak tercatatnya produksi, baik produksi yang bernilai jual, konsumsi maupun yang terbuang. (5) Segera membuat kebijakan pengelolaan perikanan, terutama dalam hal kontrol upaya dan produksi optimal sumberdaya ikan pelagis kecil dan demersal.
10
DAFTAR PUSTAKA Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-Pencemaran. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. 371 hal. Azis KA, Boer M, Widodo J, Naamin N, Amarullah MH, Hasyim B, Djamali A, dan Prioyono BE. 1998. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komnas Kajiskanlut – PKSPLIPB – FPIK-IPB. Clark CW. 1985. Bionomic Modelling and Fisheries Management. Canada : Vancouver. John Wiley & Sons, Inc. 291 p. Clark, CW. 1990. Mathematical Bionomic the Optimal Management of Renewable Resources 2nd ed. New York. John Wiley & Sons, Inc. 291 p. Clarke RP, Yoshimoto SS, dan Pooley SG. 1992. A Bionomic Analysis of the NorthWestern Hawaiian Island Lobster Fishery. Marine Resource Economics 7(2):6582. Fauzi A. 1998. The Management of Competing Multi Species Fisheries : A Case of A Small Pelagic Fishery on the North Coast of Central Java. Thesis. Department of Economics, Simon Fraser University, Vancouver, Canada. Fauzi A. 2001. An Econometric Analysis of the Surplus Production Function : An Application for Indonesian Small Pelagic Fishery. Paper Presented at the National Seminar Organized by Persada (Japanese Alumni Association). Bogor, January 20, 2001. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. 259 hal. Gordon HS. 1954. The Economic Theory of the Common Property Resource : the Fishery. Journal of Political Economy 62 :124-142. Graham M. 1935. Modern Theory of Exploiting a Fishery and Application to the North Sea Trawling. J.Cons.Int.Explor.Mer 10 :264-274. King, M. 1985. Fisheries Biology, Assessment, and Management. Fishing News Books. Great Britanian. Kula, E. 1984. Derivation of Social Time Preference Rates for the U.S and Canada. Quarterly Journal of Economics, 99: 873-882. Schaefer MB. 1954. Some Aspect of the Dynamics of Populations Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bull. Inter-Am. Trop. Tuna. Comm 1 :27-56. Schaefer MB. 1957. Some considerations of Population Dynamics and Economics Relation to the Management of Marine Fisheries. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 14 : 669-681. Walpole WE. 1995. Pengantar Metode Statistika. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama. Walters C and Hillborn R. 1976. Adaptive Control of Fishingsystems. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 33 : 145-159.