Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
PENDAHULUAN Ruswendi
Pertanian yang di dalamnya termasuk subsektor peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat di Bengkulu, sehingga pengembangan pertanian ini akan memberikan pengaruh cukup besar bagi peningkatan perekonomian daerah maupun kesejahteraan masyarakat. Sebagai tindak lanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK)yang telah dicanangkan Presiden RI, maka Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Departemen Pertanian telah menyusun buku tentang Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis 17 Komoditas Unggulan. Tiga diantaranya adalah komoditas peternakan (Unggas, Sapi, Kambing/Domba). Dari ketiga komoditas peternakan tersebut yang perlu menjadi perhatian besar adalah komoditas sapi, karena ternak sapi merupakan salah satu komoditas sumber utama pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat asal daging hewani yang ketersediaannya saat sekarang semakain berkurang, baik itu kecukupan ketersediaan bibit maupun bakalan untuk dapat memenuhi kecukupan daging secara nasional. Meningkatkan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Daging sapi adalah sumber protein hewani, kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumen nasional baru berkisar 23%. Pogram kecukupan daging 2010 memerlukan upaya terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang usaha sapi potong yang keberhasilan pemeliharaan ternak sapi tidak terlepas dari pertumbuhan ternak sapi itu sendiri yang secara tidak lansung juga dipengaruhi oleh pola pemeliharaan dan kondisi lingkungannya, termasuk kondisi kandang dan ketersediaan pakan yang cukup dalam memenuhi kebutuhan gizi ternak untuk dapat tumbuh. Kondisi ini mengharuskan dalam memenuhi kebutuhan bibit maupun daging asal sapi harus didatangkan melalui impor dari luar Indonesia dan untuk itu pemerintah telah menetapkan program menuju kecukupan daging sapi pada tahun 2010 melalui program swasembada daging sapi (PSDS) agar ketergantungan pada impor daging maupun sapi bibit dan bakalan semakain dapat dikurangi yang sekaligus akan dapat menghemat devisa negara. Salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam mendukung program menuju kecukupan daging sapi tahun 2010 adalah peningkatan populasi dan produktivitas ternak sapi, sehingga total produksi sapi dapat meningkat. Diantara hal penting yang akan dilakukan adalah; (1) Pembiayaan dan penguatan permodalan bagi usaha perbibitan dan produksi sapi potong, (2) Pelaksanaan usaha perbibitan dan produksi sapi potong oleh peternak/swasta/
1
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
BUMN dan (3) Kebijakan operasional untuk mencapai program menuju kecukupan daging sapi 2010. Bercermin kepada kondisi peternakan sapi potong pada dekade tahun 2000 sangat mengkhawatirkan, dimana dalam beberapa waktu terakhir pada beberapa daerah telah terjadi penurunan populasi cukup tinggi. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan populasi, namun hasilnya belum begitu menggembirakan. Kendala lain yang menjadi masalah dalam peningkatan produksi daging selain berkurangnya populasi juga diiukuti produktivitas yang rendah terutama pada usaha sapi potong rakyat. Keterbatasan modal, kurang berwawasan agribisnis serta tatalaksana pemeliharaan yang masih tradisional merupakan penyebab rendahnya produktivitas dengan tingkat pertumbuhan dibawah 0,5 kg/ekor/hari dan di Bengkulu sendiri umumnya masih berkisar antara 0,2 – 0,4 kg/ekor/hari. Pencanangan program Swasembada Daging Sapi dengan target pemenuhan kebutuhan daging sapi domestik tahun 2010 sebesar 90 - 95% didukung dengan kegiatan nyata melalui pendistribusian sapi potong ke provinsi yang potensial untuk pengembangan ternak sapi termasuk Provinsi Bengkulu dengan menerapkan teknologi pakan, reproduksi dan pencegahan penyakit. Skenario program PSDS merupakan keseimbangan antara industri peternakan yang ditangani oleh pihak swasta dan peternakan rakyat yang diintegrasikan dengan perkebunan atau pertanian pangan/hortikultura. Untuk pencapaian kondisi ini, pengembangan pembangunan peternakan di berbagai kabupaten/kota diarahkan pada peningkatan produksi daging sapi yang sekaligus diharapkan akan dapat mensukseskan program PSDS. Bagi Provinsi Bengkulu, gambaran tersebut adalah merupakan suatu tantangan yang harus dijadikan peluang dalam rangka pengembangan ternak sapi potong mengingat dukungan agroklimat dan dukungan keadaan penduduk setempat serta potensi sumber daya alam yang masih terbentang luas untuk pengembangan sapi potong. Dalam upaya memenuhi permintaan daging kebutuhan lokal Provinsi Bengkulu ke depan akan diprioritaskan melalui pengembangan ternak sapi potong, maka untuk itu pemerintah Provinsi Bengkulu telah mencanangkan dan menetapkan ternak sapi potong sebagai komoditas unggulan dan perlu dukungan inovasi teknologi yang dapat mendukung peningkatan produktivitas dan populasi ternak sapi potong itu sendiri. Terutama dalam penyediaan bibit unggul bagi pengembangan sapi potong yang semakin sulit dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan bibit berkualitas bagi peternak sapi potong.
2
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan panduan teknologi ini, adalah sebagai salah satu sarana komunikasi yang menghubungkan antara lembaga penelitian sebagai penghasil teknologi dengan peternak dan pihak lainnya sebagai pengguna hasil teknologi, dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi potong dan mendukung strategi pengembangan wilayah atau kelompok usaha perbibitan sapi potong, sehingga program swasembada daging sapi tahun 2010 dapat terealisasi dengan optimal.
3
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
TEKNOLOGI PERKANDANGAN SAPI POTONG Siswani Dwi Daliani
Pendahuluan Program swasembada daging sapi tahun 2010 diprediksi sebesar 9095% kebutuhan dipasok dari dalam negeri dan 5-10% impor dari luar negeri ( Ditjen Nak 2006). Kebutuhan daging sapi potong secara nasional setiap tahun terjadi peningkatan, akan berdampak negatif terhadap kemampuan produksi dan perkembangan populasinya. Pertumbuhan sapi potong pada tahun 2006 mencapai sebesar 10,8 juta dengan kemampuan produksi daging sebesar 290,56 ribu ton, belum mencukupi kebutuhan daging sapi sebesar 410,9 ribu ton dengan tingkat konsumsi sebesar 1,84 kg/kapita/ tahun, akan mengalami defisit sebesar 29,3% ( Ditjen Nak 2006). Tata laksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang belum mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi potong khususnya peternakan rakyat. Konstruksi kandang yang belum memenuhi persyaratan akan mengganggu produktifitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain (1) memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya (2) mempunyai ventilasi yang baik (3) Efisiensi dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian (5) serta tidak berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Konstruksi harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang hendaknya nyaman bagi ternak, bentuk dan type kandang disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroekosistemnya. Adapun tujuan perkandangan adalah: 1. Melindungi ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang ekstrim( panas, hujam dan angin). 2. Mencegah dan melindungi ternak dari penyakit. 3. Menjaga keamanan ternak dari pencurian. 4. Memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum, pengelolaan kompos dan perkawinan. 5. Meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja.
4
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Persyaratan Kandang Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang untuk sapi potong antara lain: A.
Pemilihan Lokasi 1. 2. 3.
B.
Letak bangunan 1. 2. 3. 4. 5.
C.
Tersedianya sumber air, terutama untuk minum, mandi, membersihkan kandang. Dekat dengan sumber pakan. Transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran.
Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya, sehingga tidak becek. Jauh dari rumah minimal 10 meter. Tidak mengganggu kesehatan lingkungan. Agak berjauhan dengan jalan umum. Air limbah tersalin.
Konstruksi Konstruksi kandang harus kuat mudah dibersihkan mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Konstruksi kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak serta menjaga keamanan ternak dari pencurian.
D.
Bahan Dalam pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan tujuan usaha untuk jangka panjang, menengah atau pendek. Pemilihan bahan kandang hendaknya minimal tahan untuk jangka waktu 5-10 tahun, dengan memanfaatkan dari bahan-bahan lokal yang banyak tersedia. Bagian- bagian kandang: a. Lantai kandang Lantai harus kuat, tahan lama dan tidak licin, tidakterlalu kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada di atasnya. Lantai kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau pasir semen (PC) dan kayu kedap air.
5
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Berdasarkan kondisi alas lantai dibedakan lantai kandang system litter dan non litter. Alas lantai kandang system litter merupakan lantai kandang yang diberi tambahan berupa serbuk gergaji atau sekam, dan bahan lainnya berupa kapur dolomite sebagai dasar alas. Pemberian bahan dasar alas dilakukan pada awal sebelum ternak dimasukkan ke dalam kandang. Sistem alas litter lebih cocok untuk kandang koloni atau kelompok. Sedangkan alas lantai kandang system non litter merupakan lantai kandang tanpa mendapat tambahan apapun. Model alas kandang ini lebih tepat untuk ternak yang dipelihara pada kandang tunggal atau kandang individu. Kandang system non litter beserta ternaknya akan tampak lebih bersih dibanding system litter, karena secarA rutin dilakukan kegiatan memandikan sapi dan pembuangan kotoran (FECES). Drainase harus terjaga, jangan sampai becek dan berbau, sehingga untuk kandang litter dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering, kemiringan berkisar antara 1-2 %, artinya setiap panjang lantai I meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2-5 cm. b.
Kerangka Kandang Dapat terbuat dari bahan besi, besi beton, kayu dan bambu disesuaikan dengan tujuan dan kondisi yang ada.
c.
Atap Terbuat dari bahan genting, seng, rumbia, asbes dll. Untuk daerah yang agak panas suhunya sebaiknya atap terbuat dari genteng dengan ketinggian atap untuk dataran rendah 3,5 -4,5 meter dan untuk dataran tinggi 2,5 -3,5 meter. Bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Beberapa model atap kandang yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade. Model atap gable dan shade untuk dataran tinggi sedangkan untuk dataran rendah mengggunakan monitor dan semi monitor.
Model atap monitor
Model atap semi monitor
6
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Model atap shade
Model atap gable
Macam- Macam Model Atap Kandang.
d.
Dinding Kandang Dibuat dari tembok, kayu, bambu juga bahan lainnya yang tersedia di lokasi. Untuk dataran rendah yang tidak ada angin kencang dinding kandang lebih terbuka, sehingga cukup menggunakan dinding kayu atau bambu saja yang berfungsi sebagai pagar kandang. Dinding kandang yang terbuat dari sekat kayu atau bambu hendaknya mempunyai jarak antar sekat antara 40-50 cm. Sedangkan untuk daerah dataran tinggi dan udaranya dingin dibuat sistim kandang yang lebih tertutup atau rapat.
Tempat Sapi
LORONG
Tempat Sapi
Kandang Individu Dengan Lorong Ditengah Kandang.
E.
Perlengkapan Kandang
Beberapa perlengkapan kandang untuk sapi potong meliputi:
palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase, tempat
penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang. Disamping itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. a.
Palungan
7
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Palungan merupakan tempat pakan dan minum yang berada di depan ternak, terbuat dari kayu atau tembok dengan ukuran mengikuti lebar kandang. Kandang individu yang mempunyai lebar 1,5 meter panjang tempat pakannya 90-100 cm, tempat minum 50-60 cm dengan tinggi 40 cm.
Tempat pakan
Tempat minum
Palungan Untuk Sapi Potong.
b.
Selokan Merupakan saluran pembuangan kotoran dan air kencing, ukuran disesuaikan dengan kondisi kandang. Ukuran selokan yang digunakan untuk kandang individu 30-40 cm dan dalam 5-10 cm.
c.
Tempat Penampungan kotoran Tempat penampungan diletakkan di belakang kandang, ukuran dan bentuknya disesuaikan dengan kondisi lahan dan type kandangnya. Pembuangan kotoran dari kandang kelompok dilakukan setiap 3-4 bulan sekali sesuai dengan kebutuhan, berupa bak penampungandan berfungsi untuk proses pengeringa dan pembusukan feses menjadi kompos.
Type Kandang Berdasarkan Bentuk dan Fungsinya Tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya; 1.
Kandang Individu Kandang individu atau kandang tunggal, merupakan model kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tampat pakan dan air minum) sedangkan bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe ini lebih diutamakan pada bagian depan. Luas kandang individu untuk sapi dewasa adalah panjang 2,5 meter (0,5 m untuk palungan) dan lebar 1,5 meter. Menurut susunannya, terdapat 3 macam kandang individu yaitu: a. Satu baris dengan posisi kepala searah b. Dua baris dengan posisi kepala searah, dengan lorong di tengah.
8
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
c. 2.
Dua baris dengan posisi kepala berlawanan, dengan lorong di tengah
Kandang Kelompok Kandang kelompok atau dikenal dengan koloni/komunal merupakan model kandang dalam satu ruangan ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat. Keunggulan model kandang kelompok dibanding individu adalah efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja rutin terutama pembersihan kotoran kandang, memandikan sapi, deteksi birahi dan perkawinan alam. Dalam kandang mampu menangani 50 ekor, bila dibanding dengan kandang individu yang hanya 20-25 ekor.
Tata Laksana Perkandangan 1.
Kandang pembibitan Digunakan untuk pemeliharaan induk/calon induk ukauran 2-2,5 meter panjang dan 1,5 meter lebar.
2.
Kandang beranak Digunakan untuk tempat beranak, ukuran 3x3 m2, termasuk palungan di dalamnya.
3.
Kandang pembesaran untuk memelihara pedet lepas sapih umur 4-7 bulan sampai dewasa antara umur 18-24 bulan. Ukuran 2,5-3x1,5 meter.
4.
Kandang penggemukan Untuk memelihara sapi jantan dewasa, type individu lebih baik karena untuk menghindarkan dari perkelahian. Ukuran 2,5x1,5 m.
5.
Kandang paksa Lebih dikenal dengan kandang jepit, adalah kandang untuk melakukan kegiatan perkawinan IB, potong kuku dll. Panjang 110 cm, lebar 70 cm dan tinggi 110 cm, pada bagian sisi dibuat palang untuk menahan gerakan sapi.
6.
Kandang pejantan Kandang pejantan adalah untuk pemeliharaan sapi jantan yang khusus untuk sebagai pemacek. Tipe kandang pejantan adalah tipe kandang individu ukuran panjang sisi samping 2,7 m dan sisi depan 2 m.
7.
Kandang karantina
9
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Digunkan sebagai kandang khusus untuk mengisolasi ternak dari ternak lain dengan tujuan pengobatan, dan pencegahan penyakit menular. Kandang karantina letaknya pisah dari kandang yang lain.
Pustaka Anonimus 2000, Penggemukan Sapi Potong dengan Menggunakan Probiotik Starbio. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Padang Marpoyan- Riau. Badan Litbang Pertanian.
MANAJEMEN PERKAWINAN SAPI POTONG Zul Effendi
Pendahuluan Dalam rangka menghadapi swasembada daging sapi tahun 2010 diperlukan peningkatan populasi sapi potong secara nasional dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut pada usaha peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun dalam usaha ternak sapi potong rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya masih terjadi kawin berulang (S/C>2) dan rendahnya angka kebuntingan (<60 %) sehingga menyebabkan panjangnya jarak beranak pada induk (calving internal > 18 bulan), yang akan berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi per tahun dan berakibat terjadinya penurunan income petani dari usaha ternak. Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah manajemen perkawinan yang tidak tepat, yakni (1) pola perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan (4) kurang terampilnya beberapa petugas serta (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB. Pola perkawinan menggunakan pejantan alam, petani
10
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
mengalami kesulitan memperoleh pejantan, apalagi yang berkualitas, sehingga pedet yang dihasilkan bermutu jelek, bahkan berindikasi adanya kawin keluarga (inbreeding) terutama pada wilayah padang pengembalaan. Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor mamajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya, sehingga terindikasi terjadinya kawin yang berulang pada induk sapi potong di tingkat usaha ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya keberhasilan kebuntingan dan panjangnya jarak beranak.
Teknik Manajemen Perkawinan Teknik manajemen perkawinan sapi potong dapat dilakukan dengan menggunakan (1) intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan terpilih, (2) teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku (frozen semen) dan IB dengan semen cair (chilled semen).
1.
Intensifikasi Kawin Alam (IKA) Upaya peningkatan pupulasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor dengan empat manajemen perkawinan, yaitu (i) perkawinan model kandang individu, (ii) perkawinan model kandang kelompok/umbaran, (iii) perkawinan model kandang ranch (paddok) dan (iv) perkawinan model padang pengembalaan (angonan). Pejantan yang digunakan berasal dari hasil seleksi sederhana, yaitu berdasarkan penilaian performan tubuh dan kualitas semen yang baik, berumur lebih dari dua tahun dan bebas dari penyakit reproduksi (Brucellosis, Leptospirosis, IBR (Infectipus Bovine Rhinotracheitis) dan EBL (Ezootic Bovine Luecosis). Untuk seleksi induk diharapkan memiliki deskripsi sebagai berikut: (i) induk dereman (dapat beranak setiap tahun), (ii) badan tegap, sehat dan tidak cacat, (iii) tulang pinggul dan ambing besar, lubang pusar agak dalam dan (iv) tinggi gumba >135 cm dengan bobot badan > 300 kg. a.
Perkawinan Di Kandang Individu (sapi diikat) Kandang menempati dan dibatasi dengan biasanya berupa
individu adalah kandang dimana setiap ekor sapi diikat pada satu ruangan, antar ruangan kandang suatu sekat. Kandang individu di peternak rakyat, ruangan besar yang diisi lebih dari satu ekor sapi.
Model perkawinan kandang individu dimulai dengan melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor sapi induk dan perkawinan dilakukan satu induk sapi dengan satu pejantan (kawin alam) atau dengan satu straw (kawin IB).
11
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung dengan tanda-tanda estrus. Apabila birahi pagi hari, maka dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi sore, maka dikawinkan pada besok pagi hingga siang. Persentese kejadian birahi dapat dilihat seperti pada tabel berikut. Persentase Waktu Kejadian Birahi Pada Sapi Induk. Waktu Birahi
Persentase gejala birahi (%)
06.00 – 12.00
22
12.00 – 18.00
10
18.00 – 24.00
25
24.00 - 08.00
43
Sumber: Selk (2000)
Setelah 6–12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk dibawa dan diikat di kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu, kemudian didatangkan pejantan oleh dua orang dan dikawinkan dengan induk tersebut minimal dua kali ejekulasi. Setelah 21 hari (hari ke 19–23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hingga dua siklus (42 hari) kemudian, sapi induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak dikawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal, yaitu adanya pembesaran iterus seperti balon karet (10–16 cm) dan setelah hari ke-90 sebesar anak tikus. Induk setelah bunting tetap berada dalam kandang individu hingga beranak, namun ketika beranak diharapkan induk dikeluarkan dari kandang selama kurang lebih 7–10 hari dan selanjutnya dimasukkan ke kandang individu lagi. b.
Perkawinan Di Kandang Kelompok Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga sampai setengah luasan bagian depan beratap/diberi naungan dan sisanya di bagian belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai tempat pengumbaran. Ukuran kandang (panjang x lebar) tergantung pada jumlah ternak yang menempati kandang, yaitu untuk setiap ekor sapi dewasa membutuhkan luasan sekitar 20–30 m2. Bahan dan alatnya dibuat dari semen, dinding terbuka tapi berpagar, atap dari genteng serta dilengkapi tempat pakan, minum dan lampu penerang.
12
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Manajemen perkawinan model kandang kelompok dapat dilakukan oleh kelompok tani atau kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki kandang usaha bersama dengan tahapan sebagai berikut: • •
•
•
c.
Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) di letakakan pada kandang khusus, yakni di kandang bunting dan menyusui. Setelah 40 hari induk dipindahkan ke kandang kelompok dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 10 ekor betina (induk atau dara), dikumpulkan menjadi satu dengan pejantan selama 2 bulan. Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dengan palpasi rektal terhadap induk-induk sapi tersebut (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui). Sapi induk yang bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif.
Perkawinan Model Mini Ranch (paddok) Bahan dan alat berupa ren berpagar 30 x 9 M2 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum beralaskan lantai dan berpagar serta dilengkapi dengan tempat pakan berupa hay. Campuran feses dan urine sapi dibiarkan sampai lebih dari enam bulan, selanjutnya dikeluarkan dari ren dan dikumpulkan dalam suatu tempat untuk dijadikan kompos atau biogas. Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan dengan 30 ekor induk (1 : 30) dengan pemberian pakan secara bebas untuk jerami kering dan 10 % BB rumput, 1 % BB untuk konsentrat diberikan secara bersama-sama dua kali sehari. Manajemen perkawinan model ren dapat dilakukan oleh kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki areal ren berpagar pada kelompok usaha bersama (cooperate farming system) denga tahapan sebagai berikut: • •
Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada kandang khusus, yaitu di kandang individu. Setelah 60 hari induk dipindahkan ke areal ranch (paddok) dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 30 ekor (induk atau dara) dan dikumpulkan dengan satu pejantan selama 2 bulan.
13
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
•
• •
d.
Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan terhadap induk sapi (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui). Pergantian pejantan dilakukan setiap setahun sekali guna menghindari kawin keluarga. Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil PKB dinyatakan negatif.
Perkawinan Model Padang Pengembalaan (angonan) Bahan dan alat padang pengembalaan yang pada umumnya dekat hutan/perkebunan maupun di ladang sendiri yang dilengkapi dengan kandang kecil berupa gubuk untuk memperoleh pakan tambahan atau air minum terutama pada saat musim kemarau yang banyak diperoleh di dekat hutan. Pada model ini kotoran sapi dan urine dapat langsung jatuh di ladang milik sendiri atau petani lain yang berfungsi menambah kesuburan tanah ketika musim hujan. Kapasitas areal angonan sangat luas dan dapat diangon hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yaitu 60 – 100 ekor induk dengan 2 – 3 ekor pejantan (rasio betina : pejantan 100 : 3 dengan memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman hutan). Manajemen perkawinan dengan cara angon dapat dilakukan oleh petani atau kemitraan antara kelompok perbibitan sapi potong rakyat dengan perkebunan dengan tahapan sebagai berikut: • •
• • •
2.
Induk bunting tua maupun setelah beranak (partus) tetap langsung diangon bersama pedetnya. Bila ada sapi yang terlihat gejala birahi langsung dipisahkan untuk diamati gejala birahinya. Selanjutnya setelah diketahui bahwa sapi tersebut birahi benar, maka langsung dapat dikawinkan dengan pejantan terpilih dan ditaruh di kandang dekat rumah. Setelah dua hari dikawinkan selanjutnya dapat dilepaskan kembali ke hutan angonan. Pergantian pejantan dapat dilakukan selama tiga kali beranak guna menghindari kawin keluarga. Sapi induk yang positif bunting tua (akan beranak) sebaiknya dipisahkan dari kelompok angonan hingga beranak dan diletakkan di pekarangan yang dekat dengan rumah atau dikandangkan dengan diberikan pakan tambahan berupa konsentrat.
Teknik Kawin IB Dengan Semen Beku
14
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi potong telah digunakan sejak belasan tahun lalu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan terpilih dan menghindari penularan penyakit atau perkawinan sedarah (inbreeding. Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami beberapa hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka kebuntingan < 60 %, sehingga untuk meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta guna memperluas penyebaran bakalan sapi potong, diperlukan petunjuk yang jelas dan praktis tentang manajemen IB mengguankan semen beku mulai dari penanganan ketika straw beku dalam konteiner hingga akan disuntikkan/IB-kan ke sapi induk, termasuk cara thawing dan waktu IB, dengan harapan dapat memperbaiki manajemen perkawinan melalui pelaksanaan IB yang selama ini sering menimbulkan permasalahan ditingkat peternak maupun inseminator.
Tahapan teknik manajemen IB dengan menggunakan semen beku yang perlu dilakukan meliputi: a.
b.
Penanganan semen beku dalam kontener Penanganan semen beku dalam kontener merupakan suatu faktor yang sangat penting guna mencegah kematian sperma atau mencegah kualitas straw tetap baik dan bisa digunakan untuk IB pada sapi induk. Manajemen handling straw baku ketika dalam kontener meliputi: • Semen beku di dalam kontener harus selalu terisi N2 cair dan starw terendam dalam N2 cair tersebut yang jaraknya minimal >15 cm dari dasar kontener. • Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan N2 cair dalam kontener dengan cara memasukkan penggaris plastik warna hitam atau kayu ke dalam kontener yang langsung diangkat, sehingga akan nampak bekas N2 cair berwarna putih pada penggaris tersebut. • Pengambilan straw dalam kontener tidak boleh melebihi tinggi leher kontener dan hindarkan sinar matahari langsung ketika mengambil straw dari dalam kontener. • Straw beku setelah di-thawing diharapkan tidak perlu dikembalikan ke dalam kontener lagi karena kualitas akan menurun dan mengalami kematian sperma. Pencairan Kembali (thawing) Dan Waktu IB Salah satu keberhasilan kebuntingan sapi induk yang diinseminasi (kawin suntik) selain kualitas semen adalah faktor thawing dan waktu IB. Cara dan pelaksanaan thawing dan waktu IB yang tepat untuk
15
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
semen beku yang kemungkinan besar dapat berhasil dengan baik adalah sebagai berikut: • Merendam straw yang berisi semen beku ke dalam air hangat suh 37,5 0C dalam waktu 25 – 30 detik atau dapat pula menggunakan air sumur atau air ledang pada suhu 25 – 30 0C selama kurang dari satu menit memperoleh nilai PTM > 40 %. • Apabila menggunakan air es waktu lebih lama, yaitu sampai tampak adanya gelembung udara pada straw, yang selanjutnya segera diinseminasikan ke induk yang sedang birahi. • Waktu pelaksanaan IB yang ideal adalah 10 – 22 jam setelah awal terlihat gejala birahi induk, yaitu bila birahi pagi dikawinkan sore hari dan bila birahi sore hari dapat dikawinkan pada besok paginya. c.
Pelaksanaan IB Di Lapangan Setelah terlihat induk sapi birahi dengan tanda-tanda birahi yaitu (i) terlihat vulvanya dengan istilah 3A (abang aboh dan angat), (ii) keluar lendir dari vagina, (iii) gelisah (menaiki sapi dan atau kandang), (iv) vulva bengkak dan hangat warna kemerahan, (v) keluar air mata dan (vi) dinaiki pejantan atau sapi lain diam saja. Selanjutnya induk sapi tersebut ditempatkan pada kandang kawin dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai berikut: • • • • • •
3.
Feses sapi dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang anus dengan tangan kiri. Vulva dibersihkan dengan kain basah dan didesinfektan dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70 %. Straw berisi semen beku setelah dimasukkan air (thawing) dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI Gun) dan secara perlahan dimasukkan ke dalam vagina insuk sapi. Sambil memasukkan straw ke dalam uterus, dilakukan pula palpasi rektal ke dalam rektum guna membantu masuknya gun ke uterus (1 cm dari servik). Semen didalam straw disemprotkan ke dalam cornua uteri (posisi 4+), kemudian secara perlahan gun ditarik sambil memijat cervik dan vagina dengan tangan kiri. Setelah selesai, semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan rekording dengan kartu IB guna memudahkan perencanaan selanjutnya.
Teknik Kawin IB Dengan Semen Cair Teknik alternatif yang dapat digunakan untuk prosesing semen sapi potong dalam membantu pengembangan program IB secara cepat dan mudah dikerjakan di lapangan, secara industri maupun kelompok dapat
16
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
menggunakan teknologi semen cair (chilled semen). Teknologi semen cair dapat dibuat dengan bahan pengencer dan peralatan yang sederhana serta mudah diperoleh. Bahan pengencer dapat berasal dari air kelapa muda atau tris sitrat dengan kuning telur ayam dan dapat disimpan dalam cooler/kulkas dengan suhu 5 0C selama 7 – 10 hari. Hasil Penelitian uji semen di lapangan oleh Lolit sapi potong menunjukkan nilai post thawing motility (PTM) >40 % dengan Service/conception (S/C) < 1,5 dan tingkat kebuntingan (conception rate / CR) > 70 %. Semen cair (chilled semen) pada sapi potong merupakan campuran antara cairan semen dengan spermatozoa dalam bentuk segar yang ditampung menggunakan vagina buatan, selanjutnya ditambahkan larutan pengencer tertentu (air kelapa muda dan kuning telur) sebagai bahan energi/daya hidup spermatozoa. Semen cair ini dapat disimpan atau dapat langsung digunakan pada sapi potong atau jenis sapi lainnya melalui kawin suntik (IB). Teknologi semen cair ini diharapkan mampu memberikan alternatif pengembangan wilayah akseptor IB yang belum terjangkau oleh IB semen beku atau IB semen bekunya belum maju. Namun demikian dalam proses pembuatan semen cair pada sapi juga memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan pada proses pembuatan semen baku. Kelebihan semen cair adalah proses pembuatan mudah dengan bahan pengencer yang murah, dapat dikerjakan oleh kelompok tani, motilitas dan sperma hidup lebh tinggi serta dapat disimpan dalam suhu 5 0C (kulkas) serta mudah diterapkan di lapangan, sedangkan kekurangannya adalah daya simpannya yang hanya sampai 10 hari setelah pemerosesan. Penanganan IB semen cair meliputi: a.
Cara Penyimpanan Semen Cair Pada Suhu Dingin Setelah semen segar diproses menjadi semen cair melalui petunjuk teknis pembuatan semen cair pada sapi potong, selanjutnya dilakukan penyimpanan semen cair dengan cara sebagai berikut: • • • • •
b.
Siapkan peralatan penyimpanan straw berupa termos yang telah diisi dengan es batu secukupnya. Straw berisi semen cair dapat disimpan dalam tabung reaksi kemudian masukkan dalam thermos. Usahakan suhu dingin (5 0C) dalam thermos sehingga semen cair dapat bertahan 7 – 10 hari. Thermos disimpan dalam ruangan yang terhindar dari sinar matahari secara langsung. Kontrol suhu dan es batu dalam thermos setiap hari dan setiap selesai mengambil straw.
Pelaksanaan IB Di Lapangan
17
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Setelah terlihat tanda-tanda birahi pada induk sapi, maka sapi tersebut ditempatkan pada kandang kawin dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai barikut: • • • • • • • • •
Siapkan semen cair dan peralatan IB yang akan digunakan. Straw yang berisi semen cair dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI Gun) secara perlahan. Lakukan eksplorasi rektal untuk meraba organ reproduksi induk sehingga IB dapat dilakukan dengan mudah. Feses dikeluarkan dari lubang rektum melalui lubang anus dengan tangan kanan. Vulva dibersihkan dengan kain lap basah dan didesinfektan dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70%. Apabila servic uteri sudah terpegang, masukkan gun melalui vulva dorong terus sampai melewati servic dan masuk ke dalam corpus uteri (1 cm dari servic). Semen di dalam straw disemprotkan ke dalam cornua uteri secara perlahan ditarik gun sambil memijat servic dan vagina dengan tangan kiri. Setelah selesai semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan rekording dengan kartu IB guna memudahkan pencatatan selanjutnya. Setelah 2 bulan perkawinan dilakukan PKB oleh petugas ATR atau PKB di lapang.
Pustaka Affandhy. L, DM. Dikman, Aryogi. Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 2007. Riyanto. E, Purbowati. E. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta, 2009. Selk, G. 2002. Artificial Insenmination for beef Cattle. http: //www.osuextra.com. (12 Janurari 2006).
18
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
TEKNOLOGI PERBIBITAN SAPI POTONG Wahyuni Amelia Wulandari
Pendahuluan Kemampuan produksi daging sapi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, sehingga menyebabkan impor sapi hidup, daging sapi maupun jeroan sapi masih terus tinggi. Beberapa permasalahan penyebab keterbatasan produksi daging dalam negeri ini, antara lain adalah masih tingginya pemotongan sapi yang memiliki kondisi baik dan induk/betina produktif, yaitu mencapai 40 %, menyebabkan terjadinya seleksi negatif yang langsung berdampak terjadinya kecenderungan penurunan mutu genetik sapi; terjadinya inbreeding karena terbatasnya ketersediaan pejantan unggul, serta penurunan populasi sapi antara lain karena performans reproduksi yang rendah. Kondisi ini harus segera dicarikan solusinya, terlebih untuk mendukung keberhasilan Program Nasional Swasembada Daging 2014 yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Sapi potong lokal Indonesia mempunyai keragaman genetik yang cukup besar yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tropis (udara panas dengan kelembaban rendah dan tatalaksana pemeliharaan ekstensif), kuantitas dan kualitas pakan yang terbatas, relatif tahan serangan penyakit tropis dan parasit, serta performans reproduksinya cukup efisien, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam pengembangan sapi potong yang unggul. Oleh karena itu salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk memperbaiki produktivitas (produksi dan reproduksi) sekaligus meningkatkan populasi sapi potong, adalah melalui pengembangan komponen teknologi berupa teknik seleksi dan pengaturan perkawinan (untuk mendapatkan sapi
19
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
bibit), dan tatalaksana pemeliharaan dalam sistem perbibitan. Peningkatan produktivitas sapi dapat menurunkan jumlah ternak yang dipotong, sehingga akan memperbanyak jumlah kelahiran dan jumlah populasi; kondisi ini diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan efisiensi dan harga jual produksi. Tujuan penyusunan tulisan ini memberikan gambaran yang lebih benar tentang pola perbibitan sapi potong lokal, baik pada skala peternakan rakyat maupun skala komersial, melalui teknik perbaikan mutu genetik; teknik peningkatan efisiensi reproduksi melalui pemendekan jarak beranak dan teknik peningkatan nilai ekonomis pemeliharaannya. Manfaat yang diharapkan dari penyusunan tulisan ini, adalah sebagai salah satu sarana komunikasi yang menghubungkan antara lembaga penelitian sebagai penghasil teknologi dengan peternak dan pihak lainnya sebagai pengguna hasil teknologi, dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi potong (baik sebagai bakalan untuk usaha penggemukan maupun perbibitan), dan mendukung strategi pengembangan wilayah atau kelompok usaha perbibitan sapi potong.
Seleksi Bibit Sumber Tujuan utama dari usaha perbibitan sapi potong adalah menghasilkan sapi-sapi unggul yang akan digunakan sebagai indukan atau pejantan guna menghasilkan sapi yang akan dipotong. Oleh karena itu, sapi-sapi di usaha perbibitan harus mempunyai penampilan luar (morfologi/performans eksterior), produksi dan reproduksi (sebagai salah satu indikator tentang gambaran mutu genetik sapi) yang lebih dibanding sapi-sapi yang ada di lingkungan/populasinya. Didalam perbibitan, sapi tersebut (betina dan jantan) disebut sapi bibit atau sapi bibit sumber, sedangkan sapi keturunannya yang tidak memenuhi persyaratan untuk perbanyakan sapi bibit dan nantinya dipotong, disebut bibit sapi. Untuk dapat memperoleh sapi bibit, pada prinsipnya harus dilakukan dua kegiatan, yaitu seleksi dan persilangan. A. Seleksi Seleksi adalah tindakan memilih sapi yang mempunyai sifat yang dikehendaki dan membuang sapi yang tidak mempunyai sifat yang dikehendaki. Sebagai contoh: seorang peternak menginginkan sapi yang mempunyai pertumbuhan badan cepat, maka peternak harus melakukan pemilihan sapi-sapi dengan ukuran tubuh besar dan membuang yang ukurannya kecil. Seleksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1.
Penjaringan Dari Populasi
20
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Penjaringan adalah tindakan seleksi yang dilakukan di suatu populasi (biasanya di peternakan rakyat atau di pasar hewan) untuk langsung mendapatkan sapi yang terbaik penampilan luar dari sifat tertentu yang dikehendakinya. Penjaringan ini cocok dilakukan untuk usaha perbibitan berskala kecil (usaha ternak rakyat), menengah dan besar dengan menggunakan skema seleksi sistem terbuka (Opened Nucleous Breeding Sceme).
Populasi sapi A
Populasi sapi B
Populasi sapi C
PENJARINGAN
Sapi terpilih
Sapi terpilih
Sapi terpilih
Calon bibit sumber di populasi sapi D, E, dsb Alur Penjaringan Dan Performans Luar Sapi Muda Hasil Penjaringan Untuk Calon Bibit Sumber.
2.
Seleksi Keturunan Seleksi keturunan adalah tindakan memilih sapi dari populasi terbatas yang telah diketahui silsilah keturunannya, mendapatkan sapi calon pengganti bibit sumber. Cara ini diterapkan pada usaha perbibitan skala menengah ke atas
suatu untuk dapat yang
21
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
menggunakan skema seleksi sistem tertutup (Closed Nucleous Breeding Sceme). Data silsilah sapi yang diseleksi harus jelas untuk menghindari terjadinya perkawin keluarga. B. Persilangan Persilangan adalah suatu tindakan melakukan perkawinan secara bergantian dari dua atau lebih sapi yang masing-masing mempunyai sifat tertentu yang saling berbeda, dengan tujuan mengumpulkan sifat-sifat yang dikehendaki tersebut dari beberapa sapi menjadi ke dalam satu sapi. Sebagai contoh: seorang peternak menginginkan mempunyai sapi dengan sifat pertumbuhan badannya cepat, warna badannya coklat dan tahan terhadap udara panas; maka peternak tersebut harus melakukan persilangan dengan mengawinkan antara sapi yang mempunyai percepatan pertumbuhan badan tinggi dengan sapi yang warna tubuhnya coklat, kemudian hasil anaknya dikawinkan dengan sapi yang tahan terhadap udara panas. Sapi hasil perkawinan dua tahap tersebut, diharapkan mempunyai tiga sifat yang dikehendaki. C.
Kriteria Seleksi Salah satu pengertian dari seleksi, yaitu untuk mendapatkan sapi yang dikehendaki dan membuang sapi yang tidak dikehendaki, mengandung arti bahwa dalam melakukan seleksi harus ada kriteria yang jelas tentang sifat apa yang akan dipilih, bagaimana cara mengukur sifat tersebut dan berapa standar minimal dari sifat yang diukur tersebut. Untuk dapat memperoleh peningkatan mutu genetik (sebagai hasil seleksi) pada generasi berikutnya, maka harus ditentukan sifat apa yang akan diseleksi. Sifat seleksi yang dipilih harus yang bersifat menurun dan biasanya berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu sifat-sifat yang bernilai ekonomis tinggi. Penjelasan lebih lengkap tentang sifat-sifat yang biasanya digunakan sebagai dasar seleksi, dijelaskan dalam buku “aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan” (Hardjosubroto, 1994). Beberapa ciri-ciri tubuh luar yang dapat langsung dilihat dan digunakan sebagai salah satu kriteria awal atau kriteria pelengkap dalam melakukan seleksi adalah: 1.
2. 3.
Kesesuaian warna tubuh dengan bangsanya, seperti sapi PO harus berwarna putih, sapi Madura harus berwarna coklat, sapi Bali betina harus berwarna merah bata dan yang jantan saat telah dewasa berwarna hitam. Keserasian bentuk dan ukuran antara kepala, leher dan tubuh. Ukuran tinggi punuk/gumba minimal pada sapi (calon) pejantan atau tinggi pinggul minimal pada sapi (calon) indukan, harus mengacu pada
22
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
standar bibit populasi setempat, standar populasi bibit kawasan setempat atau standar bibit Nasional. 4. Tidak tampak adanya cacat tubuh yang dapat menurun, baik yang dominan (terjadi di sapi yan bersangkutan) maupun yang resesif (tidak terjadi di sapi yang bersangkutan, tetapi terjadi di sapi tetua dan atau di sapi keturunannya). 5. Untuk sapi pejantan testes harus simetris (bentuk dan ukuran yang sama antara scrotum kanan dan kiri), menggantung dan ukuran lingkar terbesarnya lebih dari 32 cm (32–37 cm). 6. Kondisi sapi sehat yang ditunjukkan dengan mata yang bersinar, gerakannya lincah tetapi tidak liar dan tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan pada organ reproduksi luar, serta bebas dari penyakit menular terutama yang dapat disebarkan melalui aktifitas reproduksi. Sebagai contoh sederhananya: apabila peternak berkeinginan mendapatkan sapi potong lokal yang mempunyai sifat pertumbuhan cepat, maka seleksi yang harus dilakukan adalah memilih sapi bakalan yang mempunyai berat dan ukuran badan yang tinggi; cara mengukurnya dengan menimbang badan dan mengukur lingkar dada/tinggi punuk sapi saat umur 7 dan atau 12 bulan; besarnya standar minimal berat badan dan lingkar dada/tinggi punuk, dapat ditentukan dari rata-rata populasi (sapi dengan umur yang sama yang ada di daerah sekitar peternak; semakin banyak sapi yang diukur, data yang diperoleh semakin tepat), ditambah sedikitnya satu standar deviasinya. Cara menghitungnya sebagai berikut: Misalnya akan menghitung sifat berat badan sapi saat umur 7 bulan, maka: • • •
rata-rata = total berat badan semua sapi yang ditimbang dibagi jumlah sapi yang ditimbang = misalnya A kg dibagi B ekor = C kg standar deviasi = akar dari ((A – C)2 dibagi B) = misal D kg jadi, sapi yang dipilih pada seleksi untuk dijadikan sapi bibit sumber, adalah yang minimal mempunyai berat badan sebesar C + D kg.
Dalam melakukan seleksi, sangat penting diperhatikan juga adanya cacat/kelainan penampilan tubuhnya, misalnya: warna tubuh sapi yang tidak sesuai dengan bangsanya (Peranakan Ongole tidak putih, sapi Bali tidak merah bata/hitam belang putih); punggung sapi yang melengkung, testis sapi calon pejantan yang tidak simetris. Kriteria tentang catat/kelainan penampilan tubuh ini banyak ditemukan di peternakan rakyat dan dipercaya mempengaruhi produktivitas ternak. Sapi yang dapat digolongkan sebagai bibit sumber (indukan dan pejantan penghasil sapi-sapi unggul), jumlahnya di dalam populasi di suatu wilayah, biasanya sangat terbatas karena sebagian besar merupakan bibit sapi (bakalan) yang dipelihara untuk dipotong.
23
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pola Perbibitan Setelah sapi bibit sumber (indukan dan pejantan) tersedia dan siap dikembangkan untuk perbanyakan sapi bibit sumber dan penghasil bibit sapi untuk dipotong, maka perlu adanya pengaturan/teknik pengelolaannya. Secara umum ada 2 pola teknik, yaitu: 1.
Skala Pemeliharaan Kecil Teknik ini sangat sederhana sehingga dapat diterapkan pada usaha perbibitan yang dilakukan oleh peternak rakyat dengan skala pemeliharaan induk kurang dari 10 ekor dan ketersediaan pejantan terbatas dengan mutu genetik seadanya. Penerapan teknik ini tetap bertujuan meningkatkan mutu genetik sapi yang ada agar dapat dihasilkan sapi dengan produktivitas yang semakin meningkat. Namun demikian, mengingat ketersediaan mutu dan jumlah sapi bibit di peternak rakyat yang terbatas, maka hasil yang diperoleh tidak akan terlalu besar atau membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada teknik ini hanya dibutuhkan sapi-sapi bibit sumber berupa induk-induk di peternak rakyat yang mempunyai performans sifat tertentu (yang dikehendaki) di atas rata-rata populasinya dan beberapa ekor pejantan di peternak yang dianggap unggul di daerah tersebut. Perkawinan dilakukan secara alam dengan cara memutar secara bergantian sapi-sapi pejantannya. Sapi induk bibit sumber dapat digunakan terus selama umur produktifnya (sekitar umur 3 sampai 10 tahun), sedangkan pejantan bibit sumber harus diganti setiap 3 tahun. Sangat disarankan, pejantan pengganti adalah yang berasal dari luar wilayah setempat dan jelas tidak ada hubungan keturunan dengan pejantan sebelumnya atau indukan yang ada. Apabila pejantan pengganti berasal dari hasil anakan sapi-sapi induk yang ada, maka untuk menghindari terjadinya perkawinan antar keluarga (in breeding), pejantan baru tersebut tidak boleh mengawini induknya atau sapi saudara kandung maupun saudara tirinya.
BIBIT SUMBER PEJANTAN PENGGANTI sapi pejantan I sapi pejantan II
sapi induk terbaik A anak sapi I.A.
sapi induk terbaik B anak sapi I.B.
sapi induk terbaik C anak sapi I.C. ► jantan terbaik
24
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS anak sapi II.A.
anak sapi II.B.
anak sapi II.C. ► jantan terbaik
Aliran Sapi Bibit Sumber Pada Sistem Perbibitan Skala Kecil.
Sapi-sapi hasil anakan diseleksi berdasarkan penampilan dan pada umur sesuai sifat tertentu yang dikehendaki. Beberapa sapi terbaik yang terpilih dari hasil seleksi, harus mempunyai catatan sederhana tentang siapa induk dan pejantannya, serta diusahakan untuk tidak dipotong atau keluar dari daerahnya, karena dapat digunakan sebagai perbanyakan atau pengganti bibit sumber yang di afkir. Sapi-sapi hasil anakan bibit sumber yang tidak lolos seleksi, sebaiknya dipelihara untuk tujuan dipotong; apabila terpaksa, hanya yang betina dapat digunakan sebagai bibit sapi indukan. 2.
Skala Pemeliharaan Menengah Ke Atas Teknik perbibitan sapi pada skala pemeliharaan menengah ke atas (jumlah induk puluhan sampai ratusan) tidak sesederhana seperti pada skala kecil, karena membutuhkan pengaturan yang lebih detail dan pasti, serta diperlukannya peran beberapa pihak di luar peternak. Sumadi (2006) menyatakan bahwa pada usaha perbibitan dengan skala pemeliharaan menengah ke atas, dibutuhkan adanya kerjasama minimal dari tiga pelaku perbibitan, yaitu suatu organisasi yang berfungsi sebagai stasiun uji performans (SUP), BIB atau BIBD dan peternak rakyat. Kebutuhan sapi sebagai populasi dasarnya, untuk calon induk minimal sebanyak 100 ekor dan untuk pejantannya antara 5–10 ekor (5-10 % induk). Skor kondisi badan sapi bibit sumber diusahakan bertahan pada angka antara 6–7 (tidak terlalu kurus sampai tidak terlalu gemuk, yaitu suatu rentang kondisi badan sapi yang mendukung terjadinya aktifitas reproduksi yang normal. SUP dapat berupa peternak/kelompok peternak pilihan/instansi pemerintah atau swasta. Tugasnya adalah menjaring/menyeleksi sapi-sapi di peternak rakyat untuk dipelihara dan di uji performans (produksi dan reproduksi) di SUP, kemudian sapi-sapi yang terpilih/ memenuhi persyaratan menjadi sapi bibit sumber, diserahkan ke BIB sebagai penghasil semen beku atau langsung di sebarkan ke peternak sebagai pejantan. SUP bekerja sama dengan petugas IB dan peternak bertugas mencatat silsilah keturunan/identitas tetua dari sapi-sapi yang diperkirakan lolos seleksi/penjaringan. Sapi di SUP yang lolos ke BIB/BIBD, datanya silsilah dan hasil uji performans nya diserahkan ke BIB/BIBD. terpilih
BIB atau BIBD bertugas memelihara sapi bibit sumber pejantan hasil seleksi/ penjaringan SUP, serta memproduksi dan
25
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
menyebarkan semen bekunya sebagai sumber bibit unggul ke peternak melalui program inseminasi buatan. Peternak rakyat yang terhimpun dalam suatu kelompok peternak, bertugas memelihara dan mempertahankan sapi yang mempunyai mutu genetik baik, untuk dijadikan sebagai indukan bibit sumber penghasil sapi bibit dan atau indukan bibit sapi dengan IB menggunakan semen beku produksi BIB/BIBD; membesarkan sapi-sapi hasil IB; sapi terpilih dalam seleksi/ penjaringan yang dilakukan SUP harus diserahkan (dijual) ke pihak SUP. BIB/BIBD Kelompok Peternak
Kelompok Peternak
JANTAN TERPILIH
Kelompok Peternak SUP BIBIT SUMBER PEJANTAN PENGGANTI Aliran bibit sumber pada sistem perbibitan skala menengah ke atas.
Melalui penerapan teknik ini, disamping pelaksanaan program peningkatan mutu genetik sapinya selalu terkontrol baik oleh SUP maupun oleh BIB/BIBD dan menggunakan ternak dalam jumlah yang cukup banyak, maka hasil yang diperoleh akan jauh lebih cepat (waktu dan persentase) dibanding teknik skala pemeliharaan kecil.
Perkawinan Dan Produksi Bibit Manajemen perkawinan pada usaha perbibitan sapi potong tidak dapat dipisahkan dengan manajemen produksi bibit, karena tujuan usahanya adalah perbanyakan sapi dengan produk akhir berupa sapi bibit (bukan bibit sapi). Untuk dapat mencapai hal tersebut, salah satu kunci pokok yang berperanan di dalamnya adalah teknik perkawinannya. Dalam memproduksi sapi bibit, harus dihindari terjadinya perkawinan keluarga (in breeding), yaitu perkawinan antara induk dengan pejantan yang masih ada hubungan keturun an yang sama. Telah banyak terbukti bahwa
26
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
perkawinan keluarga akan memperbesar peluang kemungkinan menghasilkan keturunan/anak dengan tampilan produksi yang rendah (meskipun induk dan pejantannya terbukti mempunyai tampilan produksi yang tinggi) atau bahkan cacat (mandul, kerdil, sakit-sakitan, dll). Oleh karena itu di dalam usaha perbibitan sapi potong, usia produktif sapi (usia untuk menghasilkan anak) induk maupun pejantan harus selalu dibatasi dan diawasi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya anak yang telah dewasa mengawini/ dikawini oleh salah satu orang tuanya. Disamping dilakukan pembatasan usia produktif, juga harus diupayakan jumlah sapi (terutama yang induk) yang digunakan untuk menghasilkan sapi bibit adalah cukup banyak, sehingga memperbesar pilihan sapi pejantan untuk mengawini sapi induk yang ada. Sapi induk yang ideal digunakan sebagai bibit sumber, dimulai pada umur sekitar 18–24 bulan yaitu ditandai dengan mulai bunting yang pertama, kemudian harus sudah dikeluarkan sebagai indukan pada umur sekitar 6–7 tahun atau sudah beranak 4–5 kali. Sapi pejantan ideal digunakan sebagai bibit sumber, dimulai pada umur sekitar 24–28 bulan yaitu ditandai dengan mulai intensifnya mengawini sapisapi betina, kemudian harus sudah dikeluarkan sebagai pejantan pada umur sekitar 5–6 tahun. Untuk mempertahan kan kemampuan maksimalnya agar mampu membuntingi sapi indukan, maka seekor sapi jantan yang telah intensif menjadi seekor pejantan dapat digunakan untuk mengawini 10–15 indukan pada sistem perkawinan alam di kandang kelompok, atau 15–20 indukan per bulan pada sistem perkawinan alam di kandang individu. Untuk produksi semen beku, seekor pejantan dapat ditampung semennya 1- 2 kali per minggu. Agar sapi bibit sumber dapat menghasilkan pedet setiap tahunnya (11– 14 bulan), maka harus dilakukan pengaturan reproduksinya sebagai berikut: a. b. c.
d.
Pengaturan teknik pelaksanaan perkawinan sapi (detail pelaksanaannya ada di buku petunjuk teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong (Affandhy, dkk.(2007). Induk menyusui pedetnya tidak lebih dari 7 bulan sejak beranak. Maksimal 3 bulan setelah beranak, induk harus sudah dikawinkan lagi dengan target selama dua kali siklus estrus sudah bunting. Untuk mencapai target ini, disamping harus selalu dilakukan pengecekan tanda birahi, juga dilakukan pemberian ransum berprotein dan energi cukup tinggi untuk mendukung terjadinya estrus kembali setelah beranak. Satu sampai dua bulan sebelum beranak, induk diberi ransum berprotein dan energi cukup tinggi untuk mendukung tercapainya kondisi badan yang cukup bagus saat beranak dan selama beberapa bulan awal menyusui pedetnya. Kondisi badan sapi induk yang cukup bagus ini disamping akan sangat mempengaruhi cepat timbulnya kembali estrus setelah beranak (anoestrus post partus), juga akan lebih menjamin produksi susunya
27
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
sehingga pedet lebih terjamin kebutuhan nutrisinya untuk pertumbuhan badannya.
Pemeliharaan Sapi Bibit Status fisiologis sapi yang digunakan sebagai modal awal usaha perbibitan, sebaiknya adalah sapi betina siap bunting dan sapi jantan siap sebagai pejantan. Penentuan modal awal sapi ini memang membutuhkan dana cukup besar, tetapi akan lebih murah dan lebih cepat menghasilkan sapi bibit dibandingkan apabila dimulai dari sapi yang umurnya lebih muda. Pemeliharaan sapi bibit sumber yang sudah terpilih secara morfologis (penampilan tubuh luarnya) dan silsilah keturunannya melalui kegiatan seleksi/penjaringan, adalah dimulai dengan pemeriksaan: a.
b.
Kesehatan terhadap kemungkinan terserang/mengidap penyakit yang dapat ditularkan melalui perkawinan seperti Brucellosis, Leptospirosis, Enzootic Bovine Loucosis dan Infectious Bovine Rhinotracheitis. Sapi pejantan harus bebas dari penyakit reproduksi, minimal terhadap keempat penyakit tersebut. Uji kualitas dan kuantitas produksi semen sapi pejantan dengan kriteria persyaratan : pH 6,2–7,0; warna minimal putih susu; konsistensi minimal sedang; gerakan massa ++ ; motil minimal 70 %; konsentrasi di atas 100 juta/ml dengan jumlah sperma yang hidup di atas 70 % dan yang mati di bawah 30 % (Anonimus, 2003).
Apabila telah memenuhi kedua persyaratan tersebut, maka target pemeliharaan sapi bibit sumber berikutnya adalah mempercepat terjadinya kebuntingan melalui teknik perkawin an sesuai model pemeliharaannya (kandang kelompok atau individu) dan flushing, yaitu pemberian ransum yang mengandung protein dan energi tinggi (12 dan 65 %) untuk mempercepat terjadinya birahi/memperpendek days open sapi induk. Pada bibit sumber indukan yang jumlahnya ratusan ekor dan dikehendaki adanya pengaturan waktu beranak (berhubungan dengan pengaturan penjualan ternak dan ketersediaan pakan), flushing dapat dikombinasikan dengan tindakan sinkronisasi estrus (sapi-sapi induk dibuat mengalami estrus pada waktu yang bersamaan) agar sapi indukan bunting bersama-sama sesuai jadwal. Patokan sederhana untuk memperbesar keberhasilan terjadinya kebuntingan adalah ketepatan mengawinkan sapi betinanya, yaitu sekitar 10–14 jam sejak tandatanda estrus muncul (Bagley dan Evans, 2007). Sebagai contoh : sapi induk menunjukkan tanda-tanda estrus pada pagi hari maka harus sudah dikawinkan paling lambat sore harinya, sedangkan apabila tandanya sore hari maka perkawinan paling lambat pagi di hari berikutnya.
28
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Apabila telah memasuki umur kebuntingan 7–8 bulan, sapi bibit ditempatkan di kandang beranak sistem individu sampai pedetnya berumur sekitar 2 bulan dan selama itu diberi ransum yang mengandung protein dan energi tinggi. Tujuan pemberian ransum ini, saat sebelum beranak (disebut steaming up) adalah membentuk kondisi badan yang bagus (skor sekitar 6–7, Gambar 9) ketika beranak/awal laktasi, sedangkan saat setelah beranak adalah memperkecil terjadinya penurunan berat badan induk karena menyusui pedetnya (Talib dan Siregar, 1999 ; Bestari dkk., 2000). Kondisi badan yang tetap cukup bagus pada sapi induk setelah laktasi sekitar 2 bulan, akan mempercepat terjadinya estrus kembali.
Setelah sapi induk beranak, pemeliharaan pedet diarahkan untuk mencegah terjadinya kematian karena kecelakaan (tidak segera menyusu ke induknya, terinjak sapi lain, terjepit, terjerat, dll) maupun karena kekurangan gizi terutama akibat induk yang kekurangan gizi (Putu dkk., 2000; Siregar dkk., 1999) sehingga produksi susunya tidak mencukupi kebutuhan pedetnya. Pada sapi induk, pemeliharaan diarahkan ke kontrol kesehatan melalui kecukupan konsumsi nutrisi dan pencegahan/pengobatan penyakit yang intensif. Upaya mencukupi kebutuhan nutrisi pada sapi induk di akhir masa laktasinya, dapat dilakukan bersamaan dengan tindakan flushing. Ketika pedet telah berumur 6–7 minggu, sapi induk dapat dikawinkan kembali untuk mempercepat terjadinya kebuntingan sehingga memperpendek calving interval. Apabila sistem pemeliharaannya secara kelompok, maka selama satu bulan induk beserta pedetnya yang masih menyusu ditempatkan di kandang kelompok yang ada pejantannya. Selama kebutuhan nutrisinya tercukupi, sapi induk yang sedang menyusui pedetnya tidak masalah apabila kembali bunting. Pedet mulai dilatih untuk disapih pada umur 2–4 bulan (tergantung kondisi pertumbuhan pedetnya) dan sudah harus disapih total dari induknya setelah berumur 7 bulan. Salah satu bagian terpenting dalam pemeliharaan sapi bibit adalah saat lepas sapih sampai siap kawin. Begitu lepas sapih, pedet jantan dan betina yang seumur dipelihara dikandang secara kelompok sampai berumur sekitar 12 bulan. Setelah itu pemeliharaan tetap di kandang kelompok tetapi harus dipisah antara sapi jantan dengan betina untuk menghindari terjadi perkawinan (kebuntingan) antar sapi yang terlalu awal dan tidak dikehendaki.
Analisis Ekonomi Pemahaman bahwa usaha perbibitan sapi potong tidak menguntungkan adalah tidak selalu benar. Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa
29
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
dengan strategi penyusunan ransum yang diberikan ke ternak, yaitu dengan memanfaatkan limbah agroindustri sebagai bahan utama penyusun ransum (konsep low external input), terbukti mampu memberikan keuntungan usaha.
1.
Analisis Ekonomi Untuk Menghasilkan Pedet Sapi PO Lepas Sapih
Analisis Ekonomi Untuk Menghasilkan Seekor Pedet Sapi PO Sampai Lepas Sapih. Keterangan Beaya ransum : * Jerami padi kering * Rumput gajah * Tumpi jagung * Dedak padi * Kulit kopi * Garam dapur * Kapur Jumlah Pendapatan kotor selama 14 bln * Pedet lepas sapih (umur 7 bln) * Kompos Jumlah Pendapatan bersih
Jumlah
Satuan
Harga (/satu an)
Biaya (/hari)
Biaya (/14 bln)
5 4 6 1 1 0,1 0,1 --
kg kg kg kg kg kg kg --
100 100 175 500 160 250 250 --
500 400 1.050 500 160 25 25 2.660
213.500 170.800 448.350 213.500 68.320 10.675 10.675 1.135.820
--
--
--
--
4 ---
kg/hr ---
100 ---
400 -2.190
1.900.000 170.800 2.070.800 934.980
30
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Sumber: Wijono dan Mariyono (2005).
Hasil analisis usaha pembibitan sapi PO untuk menghasilkan pedet lepas sapih yang dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong selama 14 bulan, mampu memberikan keuntungan usaha seperti data dalam Tabel 2. Tampak terbukti bahwa dengan modal seekor sapi induk yang telah mulai bunting dan beaya pakan induk sebesar Rp. 2.660,- per hari, maka dalam pemeliharaan selama sekitar 14 bulan akan diperoleh keuntungan dari hasil penjualan pedet umur 7 bulan dan produksi kompos sebesar Rp. 2.190,- per harinya. 2.
Analisis Ekonomi Untuk Menghasilkan Sapi PO Umur 12 Bulan
Pembesaran sapi periode umur lepas sapih sampai umur setahun, tampak masih mampu mendatangkan keuntungan walaupun memang tidak terlalu besar (Tabel 3). Bermodalkan seekor sapi lepas sapih umur 7 bulan dan beaya pakan Rp. 1.660,-/hari, maka membesarkan seekor sapi tersebut selama 5 bulan atau sampai umur 12 bulan, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 20.699,-/harinya.
Analisis Ekonomi Untuk Menghasilkan Sapi PO Umur 12 Bulan Dari Lepas Sapih. Keterangan Beaya ransum : * Jerami padi kering * Rumput gajah * Tumpi jagung * Dedak padi * Kulit kopi * Garam dapur * Kapur Jumlah Harga pertambahan berat sapi Pendapatan bersih (5 bulan) Pendapatan bersih (per bulan)
Jumlah
Satuan
Harga/satuan
2 1 1,5 1 0,5 0,03 0,03 -19 --
kg kg kg kg kg kg kg -kg --
100 100 250 500 210 250 250 1.660 16.000 --
--
--
--
Biaya 30.300 15.900 5.875 79.500 16.695 1.193 1.193 200.655 304.000 103.345 20.669
Sumber : Hartati, dkk. (2006)
Penutup 31
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Usaha perbibitan sapi potong yang diharapkan ikut berperan penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian program nasional kecukupan daging 2010, sampai saat ini masih kurang diminati para investor karena dianggap tidak menguntungkan. Melalui penerbitan buku petunjuk teknis perbibitan sapi potong ini yang antara lain berisi teknik opasional usaha perbibitan sapi potong berorientasi untuk mampu menghasilkan keuntungan, diharapkan secara bertahap mampu mengubah anggapan yang kontra produktif tersebut, membuktikan dan memperbaiki menjadi ke arah usaha yang semakin menjanjikan. Tantangan yang masih terus membutuhkan pemecahannya adalah bagaimana merencanakan, menjalankan dan mengatur usaha perbibitan sapi potong agar semakin mampu mendatangkan keuntungan; suatu pekerjaan yang tidak mudah dan memerlukan waktu, tetapi harus segera dimulai dari sekarang.
Pustaka Anonimus, 2003. Tabanan.
Semen Beku Sapi Bali. UPTD Peternakan Prop. Bali. DIRJENNAK.
Affandhy, L., P. Situmorang, A. Rasyid dan D. Pamungkas. 2004. Uji fertilitas semen cair pada induk sapi peranakan ongole pada kondisi peternakan rakyat. Proc. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor. Affandhy, L., Aryogi dan Dicky, M.D. 2007. Petunjuk Teknis Menejemen Perkawinan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan. Un publish. Arthur, P. and H. Hearnshaw. 2004. Bos indicus/Bos taurus crosses — growth in different environments. Series Agfact A2.3.34. http://www. fao.org/ag/Aga/agap/FRG Aryogi. 2005. Kemungkinan Timbulnya Interaksi Genetik dan Ketinggian Lokasi Terhadap Performan Sapi Potong Silangan Peranakan Ongole di Jawa Timur. Tesis S2. Program Pascasarjana Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta Aryogi, E. Romjali, Mariyono dan Hartati. 2007. Penguatan Plasma Nutfah Sapi Potong. Laporan Akhir Penelitian T.A. 2006. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan. Bagley, C.P. and R.R. Evans. 2007. Replacement Heifer Selection and Management. Department of Agricultural Sciences Texas A&M University-Commerce. Mississippi State University. http://www.pfizerah.com/index_species.asp?drug=PU&species=BF &country=US&lang=EN. Bestari, J., A.R. Siregar, P. Situmorang, Yulvian, S. Dan Razali H. Matondang. 2000. Penampilan reproduksi sapi induk peranakan Limousin, Charolais, Draughmaster dan Hereford pada program IB di kabupaten Agam provinsi Sumatera Barat. Proc. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor
32
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Hardjosubroto, W. 2004. Jakarta
Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Grasindo.
Hartati, D.B. Wijono dan Mariyono. 2006. Performans pedet sapi PO (Peranakan Ongole) pada kondisi pakan low external input. Un publish. Putu, I.G., P. Situmorang, M. Winugroho dan T.D. Chaniago. 2000. Stategi pemeliharaan pedet dalam rangka meningkatkan performans produksi dan reproduksi. Proc. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor Makka, D. 2004. Prospek pengembangan sistem integrasi peternakan yang berdaya saing. Makalah Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Siregar, A. R., P. Situmorang, J. Bestari, Y. Sani dan R. H. Martondang. 1999. Pengaruh flushing pada sapi induk PO dua lokasi berbeda ketinggiannya pada program IB di kab. Agam. Proc. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor Sitepu, P., Santoso, T. Chaniago dan T. Panggabean. 1996. Evaluasi produktivitas ternak sapi potong dalam usahatani tanaman pangan di Lampung. Proc. Temu Ilmiah HasilHasil Penelitian Peternakan. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor Sumadi, 2006. Program Pemuliaan dan Persilangan Pada Sapi Potong dan Kerbau di Indonesia. Makalah Workshop Strategi Pengembangan Ternak di Indonesia Berbasis IPTEK dengan Pendekatan Agribisnis bagi Kesejahteraan Peternak. Fakultas Peternakan Univ. Brawijaya. 15 Desember 2005. Malang. Suryana, A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor. Talib, C. dan A.R. Siregar. 1999. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pedet PO dan crossbrednya dengan Bos indicus dan Bos taurus dalam pemeliharaan tradisional. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor. Wijono, D.B dan Mariyono. 2005. Preview hasil penelitian model low external input di Loka Penelitian Sapi Potong tahun 2002 – 2004. Proc. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK. DEPARTEMEN PERTANIAN. Bogor.
PEMILIHAN/SELEKSI PEDET BAKALAN SAPI POTONG Wahyuni Amelia Wulandari
Pendahuluan Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara lain adalah masih rendahnya produktivitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi, dan keterampilan peternak relatif masih rendah. Target yang ingin dicapai pada Program PSDS tahun 2010 adalah impor daging sapi hanya 5-10 % dari kebutuhan pada 2010, dan selebihnya dipenuhi secara domestik. Oleh
33
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
karena itu penyediaan pedet bakalan harus dipacu terus agar dapat memenuhi kebutuhan daging sapi secara nasional. Untuk menjamin keberhasilan pemeliharaan pedet sampai mencapai target jual, maka terlebih dahulu harus dilakukan seleksi terhadap pedet-pedet yang akan dipelihara. Pemilihan bakalan berdasarkan pada beberapa factor pertimbangan. Faktor-faktor tersebut antara lain kesehatan, bangsa, jenis kelamin, pertumbuhan selama menyusu, tipe kelahiran, umur induk, kemurnian pedet, system penyapihan, asal pedet dan harga. A.
Kesehatan Pedet Bakalan Untuk menyeleksi pedet yang sehat, sebenarnya diperlukan kehadiran dokter hewan, terutama untuk penyakit menular yang membahayakan. Akan tetapi, beberapa langkah tertentu dapat menolong dalam menyeleksi pedet. Caranya dengan memperhatikan beberapa tanda atau tilik luar tertentu, yaitu sebagai berikut: 1. Pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya. 2. Matanya tampak cerah dan bersih, tidak mengeluarkan kotoran dan tidak mencucurkan air mata. 3. Tidak terdapat tanda-tanda sering batuk, terganggu pernafasannya, serta dari hidungnya tidak keluar lender. Salah satu cara untuk mengetahui pedet tersebut tidak menderita penyakit pernafasan dengan cara memaksa pedet tersebut tidak menderita penyakit pernafasan dengan cara memaksa pedet berlari-lari untuk beberapa saat, lalu perhatikan pernafasannya apakah normal atau tidak. 4. Kukunya, bila diraba, tidak terasa panas dan bengkak. 5. Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya. 6. Tidak terdapat tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan duburnya. 7. Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu. 8. Pusarnya bersih dan kering. Bila pusarnya masih lunak dan tidak berbulu, berarti pedet masih berumur kurang dari tiga hari. Selain memperhatikan hal di atas, usahakan juga agar memilih pedet yang telah divaksinasi, keadaannya kuat dan lincah atau agresif, tidak cacat, serta nafsu makannya tinggi.
B.
Bangsa Pemilihan bangsa berkaitan erat dengan produk yang akan dihasilkan. Bangsa sapi yang mempunyai bobt badan yang tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi dan pertumbuhan absolutnya (pertambahan bobot badan dalam kg per hari) yang tinggi pula. Sebagai contoh sapi
34
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Madura mempunyai bobot lahir, pertambahan berat badan, serta bobot dewasa yang rendah, sedangkan sapi FH memunyai bobot lahir dan bobot dewasa yang tinggi. Pada gilirannya, untuk mencapai target bobot badan yang sama pemeliharaan sapi FH akan lebih cepat dari pada sapi Madura. C.
Jenis Kelamin Pemilihan jenis kelamin akan berpengaruh terhadap bobot tubuh yang ditargetkan, lama pemeliharan, dan kualitas daging. Akan tetapi, dalam pemilihan betina yang akan digunakan untuk pengganti induk, pemilihannya diarahkan kepada tanda-tanda bibit yang baik. Apabila dipilih jenis kelamin jantan untuk digemukkan, pedet ini akan mempunyai bobot lahir yang tinggi, pertambahan berat badan yang tinggi, dan lama penggemukkan yang lebih cepat. Namun, kualitas dagingnya kurang baik bila digemukkan lebih dari umur 1,5 tahun. Apabila dipilih jenis kelamin betina untuk digemukkan, pedet ini akan mempunyai bobot lahir dan pertambahan bobot badan yang lebih rendah serta waktu penggemukkan yang lebih lama. Namun kualitas dagingnya cukup baik walaupun digemukkan sampai mencapai umur 2 tahun. Dengan pengetahuan diatas, bila akan memproduksi daging berkualitas tinggi maka dipilih pedet berjenis kelamin jantan. Apabila lebih diarahkan kepada kualitas daging maka pilihan harus ditujukan pada pedet betina. Akan tetapi, dinegara kita pemotongan ternak betina besar masih dilarang, cara yang terbaik untuk memperoleh kualitas daging yang tinggi dari pedet jantan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengebiirian (kastrasi) atau pemberian hormone. Dengan cara ini, diharapkan selain akan menghasilkan kualitas daging yang cukup tinggi, pada akhir penggemukan juga diperoleh kualitas daging yang baik pula. Pengebirian bertujuan untuk menghilangkan efek testosteron yang berpengaruh terhadap kelotan daging sehingga daging akan lebih empuk disertai dengan kepualamannya yang mendekati kualitas daging pedet betina. Adapun pemberian hormon dapat dilakukan dengan implantasi Zeranol atau Synovex C untuk pedet jantan hingga efek estrogen akan dihambat.
D. Pertumbuhan Selama Menyusu Pertumbuhan selama menyusu akan berpengaruh terhadap bobot sapih dan pertambahan bobot badan pedet yang bersangkutan. Pertumbuhan selama menyusu akan dipengaruhi oleh sifat keibuan induk (mother ability), produksi susu induk atau pemberian susu (milk replacer), umur induk, waktu kelahiran, dan tingkat kesehatan pedet tersebut.
35
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Dalam penggemukkan pedet, diharapkan terjadi pertumbuhan yang normal atau pertumbuhan kompensasi (compensatory growth) hingga akan dicapai hasil penggemukkan yang baik. Secara ekonomis, terjadinya pertumbuhan kompensasi akan lebih menguntungkan. Oleh karena itu hakekat dari penggemukan pedet adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan pertumbuhan kompensasi tersebut. Pertumbuhan kompensasi biasanya dicapai oleh pedet yang kurus tetapi sehat. Apabila digemukkan dengan pakan yang berkualitas baik, pedet tersebut dapat memperoleh pertumbuhan kompensasi sehingga tidak jarang target bobot badannya akan lebih tinggi atau lama penggemukannya lebih cepat dibandingkan dengan pedet yang berkondisi baik. Apabila kurva pertumbuhan yang dicapai pedet tersebut abnormal maka jelas bahwaq pemeliharaannya kurang berhasil. E.
Tipe Kelahiran Tipe kelahiran pada sapi biasanya adalah tunggal, tetapi 0,2% dapat terjadi kelahiran secara kembar. Tipe kelahiran ini akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Kelahiran pedet jantan tunggal sangat diharapkan untuk pemeliharaan dengan system penggemukan. Dalam kelahiran kembar, bila terjadi free martin (lahir kembar dengan jenis kelamin betina dan jantan) maka kedua naknya tidak baik untuk dikembangbiakkan. Dengan demikian, pedet tersebut baik untuk digemukkan.
F.
Umur Induk Pedet yang dilahirkan oleh sapi dara akan mempunyai bobot lahir yang rendah dan risiko kematian yang tinggi. Sebaliknya, pedet yang dilahirkan oleh induk yang sering melahirkan akan mempunyai bobot lahir yang tinggi dan risiko kematian yang rendah. Sebagai contoh, bobot lahir pedet dari induk umur 3 tahun akan lebih tinggi 1,5 – 3 kg dibandingkan dengan bobot lahir pedet yang berasal dari induk yang berumur 2 tahun. Oleh karena itu, pedet yang akan dipelihara sebaiknya berasal dari induk yeng telah sering melahirkan.
G. Kemurnian Pedet Bakalan Pedet yang berasal dari bangsa murni akan memiliki pertumbuhan yang seragam sehingga mudah untuk diduga penentuan lama pencapaian target bobot badannya. Sebaliknya, pedet yang berasal dari hasil persilangan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih bervariasi dan
36
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
penentuan pencapaian target bobot badannya sering kali tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Sebagai contoh, sapi FH dengan sapi Grati secara kenampakan luar hamper sulit untuk dibedakan, tetapi dari segi performa/prestasi produksinya akan tampak bahwa sapi Grati lebih rendah. H. Sistem Penyapihan Secara alami, pedet disapih oleh induknya rata-rata pada umur 6 - 7 bulan, penyapihan standar adalah 205 hari. Namun demikian, untuk mencapai target bobot badan pada waktu tertentu, sering kali dilakukan penyapihan dini, yaitu pada umur 3 – 5 minggu atau 8 – 12 minggu. Sistem penyapihan ini sudah tentu akan berpengaruh terhadap prestasi produksi dan aspek ekonomi pemeliharaan pedet. I.
Asal Pedet Bakalan Tempat asal pedet bakalan harus benar-benar diperhatikan keadaan lingkungan tempat asal harus sesuai dengan lokasi peternakan tempat pedet akan dipelihara. Apabila daerah asal berbeda dengan daerah pemeliharaan, pedet harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Hal ini akan menjadi hambatan yang sangat berat bila pedet yang berasal dari daerah dingin akan dipelihara di daerah panas atau pedet yang berasal dari dataran tinggi akan dipelihara di dataran rendah dan sebaliknya. Pedet bos Taurus akan lebih susah toleransi (heat tolerancenya rendah) dibandingkan dengan pedet bos Indicus. Pedet FH akan lebih berhasil bila dipelihara di daerah dingin atau dataran tinggi, sebaliknya pedet PO lebih tinggi daya adaptasinya hingga dapat dipelihara di daerah yang kisaran suhu lingkungannya lebih luas. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bila mendatangkan pedet bakalan yang berasal dari daerah yang berbeda, pemeliharaannya sebaiknya dikelompokkan berdasarkan tempat asalnya.
Pustaka Santosa, Undang. 2000. Prospek agribisnis pengemukan pedet. Cetakan ke-3 Penebar Swadaya. Jakarta.
PAKAN DAN PENGGEMUKAN SAPI POTONG Zul Effendi
37
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pakan Sapi Potong Pakan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan produksi sapi potong. Seperti halnya nutrisi pada manusia, pakan ternak yang baik adalah pakan yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah unsur utama dalam pemeliharaan organ tubuh dan pertumbuhan, sedangkan karbohidrat banyak berguna untuk kebutuhan energi. Vitamin dan mineral sangat berguna untuk proses metabolisme zat-zat makanan, baik untuk membantu proses enzimatik maupun pembentukan organ-organ tubuh. Hijauan pakan ternak seperti rumput dan beberapa jenis leguminosa sangat diperlukan oleh ternak rumninansia. Pakan hijauan ini disamping dapat diberikan dalam bentuk segar, juga dapat diberikan dalam bentuk awet, baik dalam bentuk silage (pengawetan dengan penambahan urea/ fermentasi) maupun dalam bentuk hay (tanpa bahan pengawet). Walaupun pakan hijauan ini kandungan nilai nutrisinya lebih kecil daripada pakan konsentrat, tetapi serat kasarnya masih sangat diperlukan untuk proses pencernaan. Pakan konsentrat untuk sapi potong biasanya berupa campuran beberapa macam limbah pertanian, misalnya dedak padi, dedak jagung, kulit kopi, kulit kakao, dan bahan lain yang jumlahnya bervariasi tergantung ketersediaan bahan tersebut di lokasi. Pakan tersebut merupakan sumber utama karbohidrat, lemak dan protein. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral perlu ditambah garam dan mineral lainnya.
Hijauan Pakan Ternak Makanan alami jenis hewan herbivora termasuk sapi adalah rumput dan daun-daunan. Secara alamiah mereka memakan hijauan ini sepanjang hidupnya. Hijauan merupakan pakan yang penting bagi ternak ruminansia. Hijauan ini dibagi 2 (dua) bagian yaitu hijauan liar (tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya) dan hijauan yang dibudidayakan (sengaja ditanam dan dipupuk). 1.
Spesies a.
Graminae (rumput-rumputan) Lebih dari ratusan spesies rumput yang tumbuh di dataran tropis maupun subtropis. Pada umumnya rumput di daerah subtropis lebih lambat menjadi tua dibandingkan rumput didaerah tropis, sehingga nilai nutrisinya lebih tinggi dari pada rumput didaerah tropis. Kandungan pospor pada rumput di daerah tropis lebih cepat menurun daripada rumput di daerah subtropis.
Beberapa spesies rumput yang tumbuh di daerah tropis dan kandungan proteinnya. Spesies
Kondisi
Kandungan Nutrisi (%bk)
38
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Nama Rumput
Penisetum purperium Bracharia brizantha
b.
Gajah St. Lucia
Segar hay silage segar hay
Bahan Kering (%) 20 23,5 30,4 91,4
Prot. Kasar 9 – 13,2 15,1 6,8 4,0 8,6
Abu 14 12,1 13,7 11,7 10,6
Leguminaceae Jenis hijauan lain yang digunakan untuk pakan ternak adalah hijauan yang termasuk famili leguminaceae yang terdiri dari 1.800 spesies, dimana kandungan nilai nutrisinya lebih tinggi dari pada jenis graminae. Disamping itu leguminaceae juga banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor, magnesium, tembaga dan kobal. Jenis leguminacea yang banyak terdapat dilapangan adalah cenrocema pubescen, macroptilium artopuerperium, medigo sativa. Kandungan protein kasar rata-rata dari spesies tersebut antara 250 – 340 g/kg bahan kering.
c.
Saccharum Pucuk daun tebu (Saccharum officianarum) banyak juga digunakan sebagai hijauan pakan ternak. Penggunaan pucuk daun tebu sebagai pakan ternak cukup efisien karena pucuk tebu ini merupakan limbah dari tanaman tebu. Kandungan nilai nutrisi pada pucuk daun tebu bersama tulang daunnya adalah sebagai berikut: bahan kering 22,34 %, protein kasar 4,94 % dan abu 8,21 %. Sedangkan pucuk daun tebu tanpa tulang daunnya mengadung serat kasar 14,96 %, protein kasar 5,78 % dan abu 9,43 %. Disamping pucuk daun tebu, limbah pengolahan tebu berupa tetes/ molasis sangat bagus untuk nutrisi tambahan karena banyak mengandung karbohidrat.
2.
Hay/Hijauan Kering Hay adalah pakan hijauan yang diawetkan secara tradisional dengan jalan dikeringkan dibawah sinar matahari. Sistem ini biasanya dilakukan pada musim kemarau didaerah yang kurang curah hujan.Tujuan membuat hay adalah untuk persediaan pakan pada waktu rumput sulit. Dengan jalan pengeringan ini kadar air dalam rumput akan berkurang sehingga mencegah tumbuhnya mikroorganisme pembusuk dan juga menghambat proses enzimatis. Dalam proses pengeringan ini terjadi perubahan zat nutrisi di dalamnya.
3.
Silage/Fermentasi Hijauan
39
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Silage adalah hijauan awetan yang dibuat dengan jalan fermentasi pada kelembaban yang tinggi. Proses pembuatan sllage pada dasarnya adalah merangsang bakteri (laktobacillus) asam laktat yang secara normal terdapat di dalam hijauan segar. Pertumbuhan bakteri tersebut dirangsang dengan pemberian bahan kimia seperti urea, polard dsb. Untuk memperoleh hasil yang baik sedapat mungkin dilakukan dalam kondisi anaerob/tanpa oksigen. Kandungan nilai nutrisi silage sangat tegantung pada spesies hijauan, umur tanaman (muda/tua) dan aktivitas anzim bakteri dalam pemprosesan fermentasi hijauan. 4.
Konsentrat Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji-bijian atau hasil samping dari pengolahan produk pertanian misalnya: bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, ampas tahu, tepung tebu dan sebagainya. Pakan konsentrat ini mengandung protein yang tinggi (sekitar 300 – 500 g/kg). Disamping itu beberapa produk hewan dan perikanan juga dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan konsentrat, misalnyat : daging sortiran, tepung tulang, tepung ikan dan sebagainya.
Strategi Penyusunan Ransum Sapi Potong Ransum yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak merupakan syarat mutlak dihasilkannya produktivitas yang optimal. Penyusunan ransum tidak boleh merugikan peternak, misalnya peningkatan berat badan yang tidak dapat memenuhi target, salah pemberian pakan karena terlalu banyak dalam memperkirakan kandungan nutrisi pakan ataupun karena adanya zat anti nutrisi. Untuk menyusun ransum harus dapat memenuhi kebutuhan nutrien sesuai dengan tujuan pemeliharaan sapi potong diperlukan tahapan sebagai berikut: 1.
Menyiapkan Tabel Kebutuhan Zat Nutrien Bahan pakan harus dapat menyediakan nutrien yang diperlukan sebagai kompnen pembangun serta pengganti sel-sel tubuh yang rusak serta menciptakan hasil produksinya. Kebutuhan nutrien dipengaruhi oleh hal antara lain: tingkat pertumbuhan, ukuran tubuh ternak, lingkungan, keturunan, penyakit, parasit, jenis ternak, ketidakserasian pakan dan kekurangan nutrien. Pakan harus mampu menyediakan hampir semua nutrien yang diperlukan oleh tubuh dalam suatu perbandingan yang serasi sesuai dengan kebutuhan ternak. Tedapat 4 (empat) hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat nutrien pada sapi potong,
40
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
yaitu: jenis kelamin (jantan atau betina), berat badan , taraf pertumbuhan/status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain-lain)serta tingkat produksi. Tabel kebutuhan zat nurien pada sapi potong tertera dalam lampiran 2. 2.
Menyiapkan Tabel Komposisi/Kandungan Nutrien Bahan Pakan Selain rumput lapangan/legum, sumber pakan yang potensial adalah hasil sisa (limbah) pertanian tanam pangan. Pakan ternak sapi, selain harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien ternak, harganya juga harus murah. Oleh sebab itu dalam menyusun ransum ternak sapi sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal yang tersedia ditempat. Hindari atau minimalkan bahan pakan yang berasal dari luar daerah yang pada umumnya mahal karena ada tambahan biaya transport. Optimalisasi penggunaan bahan pakan asal limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri diharapkan selain menurunkan biaya ransum juga mampu menghasilkan produktivitas secara optimal. Limbah pertanian ini mempunyai kandungan nitrogen (N) yang rendah, kandungan selulosa (karbohidrat terstruktur) yang tinggi serta kandungan mineral terutama kalsium (Ca), posfor (P), cobalt (Co), tembaga (Cu), sulfur (S) dan sodium (Na) nya rendah). Kandungan nutrien beberapa macam bahan tertera pada lampiran.
3.
Penyusunan Formula Ransum Terdapat tiga (3) macam metode yang bisa digunakan dalam penyusunan formula ransum yaitu pearson sguare method, least cost formulation dan trial and error. Pearson square method adalah penyusunan pakan yang berasal dari perhitungan 4 macam bahan, least cost formulation adalah penyusunan ransum ekonomis dengan dasar linear program, sedangkan metode trial and error dapat dilakukan peternak dengan cara mengubah-ngubah komposisi (persentase) bahan pakan dalam ransum dengan mempertimbangkan kriteria rasional, ekonomis dan aplikatif.
Cara Menyusun Ransum Sapi Potong Cara penyusunan ransum sapi dara dengan bobot badan 300 kg dengan kenaikan berat badan 500 g/hari. Bahan pakan penyusun ransum adalah jerami padi, dedak halus dan bungkil kelapa. Konsumsi jerami dibatasi 1,33 % dari berat badan. Langkah 1: Kebutuhan zat nutrien untuk sapi dara dengan bobot badan 300 kg dengan kenaikan berat badan 500 g/hari ditampilkan seperti pada tabel berikut.
41
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Kebutuhan Zat Nutrien Sapi Dara BB 300 Kg, PBB 500 g/hari. BB (kg) 300
PBBH 0,5
BK (kg) 7,1
TDN (kg) 3,8
PK (g) 423
Ca (g) 13
P (g)
Langkah 2: Setelah kebutuhan zat nutrien diketahui, maka perlu dicari komponen zat nutrien bahan pakan jerami padi, dedak halus dan bungkil kelapa ditampilkan seperti pada tabel berikut. Kandungan Zat Nutrien Bahan Pakan. Bahan Jerami padi Dedak halus Bungkul Kelapa
BK (%) 60 86 86
PK (%) 2,40 6,30 19,9
TDN (%) 59,0 60,5 78,3
Ca 0,21 0,70 0,30
P 0,08 1,50 0,67
Langkah 3: Konsumsi bahan kering jerami padi = 1,33 % x 300 = 3,99 kg (=4 kg). Kemudian dihitung zat-zat makanan yang dapat disediakan oleh 4 kg BK jerami padi dan dibandingkan dengan kebutuhan. Perbandingan Kebutuhan Zat Nutrien Dengan Yang Tersedia Oleh Jerami Padi. Uraian Kebutuhan zat nutrien Zat nutrien pada jerami padai Kekurangan
BK (kg) 7,1 4,0
TDN (kg) 3,8 2,4
DP (kg) 423,0 96,0
Ca
P
14,0 8,0
14,0 3,0
3,1
1,4
327,0
11,0
11,0
Kekurangan bahan kering (BK) sebesar 3 kg dan protein kasar (PK) sebesar 327 g tersebut harus dipenuhi oleh campuran dedak halus dan bungkil kelapa yang mengandung PK sebesar : (327/3000) x 100 % = 10,9 %. Langkah 4: Menghitung proporsi dedak halus dan bungkil kelapa dengan menggunakan metode bujur sangkar pearson adalah sebagai berikut: Dedak Halus
PK (%) 6,3
Bagian 9,0(6/13,6) x 100 %
Persentase 66,18 %
10,9 Bungkil Kelapa
19,9
Jadi: jumlah dedak Jumlah bungkil kelapa
4,6 (4,6/13,6) x 100 %
33,82%
= (66,18 %) x 3,1 kg = 2,06 kg = (33,82 %) x 3,1 kg = 1,05 kg
Langkah 5:
42
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Menghitung zat-zat makanan yang dapat disediakan oleh dedak, bungkil kelapa dan jerami. Kemudian hasil perhitungan dimasukkan dalam tabel dan dibandingkan dengan kebutuhan zat nutrien seperti pada tabel berikut. Perbandingan kebutuhan zat nutrien dengan yang tersedia oleh bahan pakan. Uraian
BK (kg)
Jerami padi Dedak halus Bungkil Kelapa Jumlah Kebutuhan
4,00 2,06 1,05 7,11 7,10
TDN (kg) 2,40 1,25 0,82 4,47 3,80
PK (kg) 96 130 2,09 435 423
Ca
P
8 14 3 25 14
3 31 7 41 14
Jadi ransum telah seimbang dalam hal protein dan energi. Perbandingan Ca : P yang ideal adalah 1 : 1. Untuk mencapai perbandingan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan kalsium karbinat (CaCO3). Sumber CaCO3 yang mudah didapat adalah dolomit atau kapur. CaCO3 mengandung Ca sebesar 36%. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan kapur sebanyak (41 – 25)/0,36 = 44,44 gram. Langkah 6: Mengitung susunan Jerami Dedak halus Bungkil kelapa
ransum dalam bentuk segar adalah sebagai berikut: = (100/60) x 4,00 kg = 6,67 kg = (100/86) x 2,06 kg = 2,44 kg = (100/86) x 1,05 kg = 1,22 kg
Penggemukan Sapi Potong Pertumbuhan Sapi Potong Mengukur Pertumbuhan Pertumbuhan pada sapi bisa diukur dalam berat tubuh atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagian tubuh tertentu. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi potong adalah: • • • • •
Faktor genetik Pakan Jenis kelamin Hormon Lingkungan
Pemilihan Bakalan Beberapa kriteria yang bisa dijadikan patokan dalam pemilihan bakalan.
43
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
1.
2.
3. 4. 5. 6. 7.
Pilihlah bakalan yang berasal dari keturunan yang memiliki bobot badan dewasa tinggi karena hal ini berhubungan erat dengan laju pertumbuhan. Setiap bangsa sapi mempunyai potensi genetik yang berbeda-beda, bahkan di dalam satu bangsa pun juga terdapat variasi genetik. Pilihlah bakalan yang tidak gemuk atau agak kurus, tetapi sehat. Selain harganya murah, bakalahn yang kurus juga diharapkan akan memperlihatkan compensatory growth (pertumbuhan kompensasi) sehingga konversi pakannya rendah. Dengan kata lain, biaya pakan yang diperlukan untuk setiap satuan pertambahan bobot badan murah. Sebaiknya bakalan berasal dari kelompok yang sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, bukan didatangkan dari daerah yang kondisinya berbeda dengan lokasi penggemukan. Jenis kelamin yang dipilih adalah jantan karena laju pertumbuhan sapi jantan pada umumnya lebih tinggi daripada sapi betina. Pilihlah bakalan yang berumur kira-kira 2 – 2,5 tahun karena memiliki laju pertumbuhan yang optimal, disamping memiliki efisiensi pakan yang tinggi. Pilih bakalan yang sehat dan tidak mengidap penyakit. Bentuk tubuhnya proporsional. Pilih bakalan dengan ukuran panjang badan dan tinggi pundak yang optimal karena diharapkan memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi.
Sistem Penggemukan Sistem penggemukan dapat dibagi menjadi 3 metode, yaitu: 1) dry lot fattening, 2) pasture fattening dan kombinasi antara dry lot fattening dengan pasture fattening. 1.
Dry Lot Fattening Pada dry lot fattening, sapi yang digemukkan di dalam kandang sepanjang waktu. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi didalam kandang. Pada metode ini, konsentrat merupakan porsi utama ransum yang diberikan. Perbandingan hijauan: konsentrat berkisar antara 40 : 60 sampai 20 : 80. Perbandingan didasarkan pada bobot bahan kering (BK). Misalnya kandungan BK hijauan 20%, kandungan BK konsentrat 90% dan perbandingan hijauan : konsentrat adalah 30 : 70. Kebutuhan BK sapi adalah 9 kg. Dengan demikian, jumlah hijauan dan konsentrat yang harus diberikan sebagai berikut: -
Kebutuhan BK hijauan = (30/100) x 9 kg = 2,7 kg
-
Jumlah hijauan yang harus diberikan = (100/20) x 2,7 kg = 13,5 kg
44
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
-
Kebutuhan BK konsentrat = (70/100) x 9 kg = 6,3 kg
-
Jumlah konsentrat yang harus diberikan = (100/90) x 6,3 kg = 7 kg
Meskipun pemberian pakan sudah diperhitungkan, pada sistem penggemukan sebaiknya hijauan selalu tersedia. Artinya apabila sapi maih terlihat lapar (masih memiliki nafsu makan) maka sebaiknya hijauan diberikan lagi. Keuntungan penggemukan sapi sistem ini adalah: 1. 2. 3. 4.
2.
Ketersediaan bakalan sapi di pasaran untuk digemukkan cukup denganharga yang relatif murah. Ketersediaan hijauan, termasuk limbah pertanian cukup banyak dan tersedia sepanjang tahun. Ketersediaan hasil ikutan industri pertanian, seperti ampas tahu, ampas brem dan ampas nenas cukup potensial dan tersedia sepanjang tahun. Kotoran sapi mudah dikumpulkan sehingga bisa digunakan sebagai pupuk kandang, biogas atau produk lainnya.
Pasture Fattening Pada metode pasture fattening, sapi berada di padang penggembalaan sepanjang hari. Sapi tersebut baru dimasukkan ke dalam kandang pada malam hari atau pada saat matahari bersinar sangat terik. Sapi tidak mendapat pakan penguat (konsentrat), sapi hanya mendapatkan pakan dari hijauan yang ada di padang pengembalaan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar produktivitas sapi yang digemukkan dapat dipertahankan, selain ditanami rumput, padang pengembalaan juga harus ditanami dengan leguminosa agar kualitas pakan yang ada di padang pengembalaan menjadi lebih tinggi. Leguminosa mempunyai kemampuan untuk menangkap nitrogen sehingga tanah dibawahnya menjadi lebih subur. Akibatnya rumput juga cepat tumbuh. Metode pasture fattening lebih murah dari pada dry lot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang dibutuhkan pada pasture fattening tidak terlalu banyak. Tetapi waktu untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama. Pada saat musim kemarau, saat produksi hijauan sangat rendah, ternak harus mendapat pakan hijauan tambahan, misalnya rumput kering (hay) yang dikumpulkan dari kelebihan produksi rumput pada musim hujan.
3.
Kombinasi Dry Lot Dan Pasture Fattening
45
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Metode kombinasi dry lot dan pasture fattening dapat dilakukan dengan 2 cara: 1. 2.
Pada musim penghujan, saat hijauan berlimpah, sapi digembalakan di padangan. Sementara pada musim kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara secara dry lot. Pada siang hari, sapi digembalakan di padangan sementara pada malam hari, sapi dikandangkan dan diberi konsentrat.
Komposisi Bahan Pakan Sumber Energi Dan Sumber Pakan. Bahan Pakan Bahan Pakan Klas I Jerami (J) padi segar J. padi kering J. jagung bag. atas segar Bahan Pakan Klas II Rumput gajah Rumput benggala Rendeng segar Rendeng kering Lamtoro segar Daun ketela pohon segar Daun gliricidia segar Rumput ilalang Bahan Pakan Klas IV Dedak halus Dedak jagung Dedak gandum Jagung Kuning Gaplek Onggok Cantel (sorgum) Tetes Bahan Pakan Klas V Bungkil kedelai Bungkil Kacang Bungkil Kelapa Bungkil Kapuk Bungkil Kapas Bungkil Kelapa sawit
BK (%)
PK (%)
SK (%)
TDN (%)
ME (Mcal/kg)
Ca (%)
P (%)
40 86 28
4,30 3,70 8,20
33,80 35,90 29,80
40 39 57
1,35 1,27 2,09
0,54
0,11
21 27 35 86 30 26
8,3 7,7 15,10 14,70 23,40 20,00
33,50 34,60 22,70 30,00 21,00 21,20
50 50 65 54 77 71
1,8 1,8 2,45 1,98 2,96 2,72
0,59 0,52 1,51 1,5 1,40 0,99
0,29 0,22 0,2 0,2 0,21 0,56
27 40
19,10 5,40
18 35,40
65 54
2,45 1,96
0,67 0,13
0,19 0,09
86 86 86 86 86 86 86 86
12.50 11,30 15,00 10,30 1,70 2,20 11,20 4,20
10,00 5,00 15,70 1,4 1,6 26,90 2,8 0
70,00 52,00 70,00 80,00 69,00 65,00 80,00 53,00
2,73 1,85 2,50 3,12 2,60 2,45 3,11 1,92
0,06 0,06 0,15 0,02 0,10 0,68 0,19 0,71
1,55 0,77 1,23 0,33 0,04 0,05 0,20 0,07
86 86 86 86 86 86
45,00 49,50 21,60 31,70 44,20 20,40
5,10 78 3,02 0,20 5,30 65 2,44 0,11 10,20 66 2,48 0,08 24,00 74 2,85 0,47 15,80 66 2,50 0,22 9,00 80 0,31 Sumber : Laboratorium Pakan Loka Penelitian Sapi
0,74 0,74 0,67 0,97 1,34 0,85 Potong
Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong. Berat Badan (kg) A. Sapi jantan 150
PBBH (kg)
BK (kg)
ME (Mcal)
TDN (kg)
Protein (gr)
Ca (gr)
P (gr)
0
3,00
5,10
1,4
231
6
6
46
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
200
250
300
350
B. Sapi Dara Hidup pokok/ pertumbuhan 100
150
200
0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00
3,80 4,20 4,40 4,50 3,70 4,50 5,20 5,40 5,60 4,40 5,30 6,20 6,40 6,60 5,00 6,00 7,00 7,40 7,50 5,70 6,80 7,90 8,50 8,50
6,56 8,02 9,55 10,93 6,30 8,10 9,90 11,70 13,51 7,40 9,52 11,64 13,78 15,84 8,50 10,90 13,40 14,80 18,23 9,50 12,22 14,94 20,38 21,47
1,8 2,2 2,6 3,0 1,8 2,2 2,8 3,2 3,7 2,0 2,6 3,2 3,8 4,3 2,4 3,0 3,7 4,3 5,0 2,6 3,3 4,1 5,6 5,9
400 474 580 607 285 470 554 622 690 337 534 623 693 760 385 588 679 753 819 432 635 731 874 899
12 16 21 27 6 11 16 21 27 9 12 16 21 28 10 15 19 23 28 12 16 20 30 21
9 10 13 16 6 9 12 15 17 9 10 14 17 19 10 11 14 18 21 12 14 16 21 23
0 0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00
2,4 2,9 3,1 3,2 3,3 3,3 4,0 4,2 4,4 4,5 4,0 4,9 5,6 5,5 5,6
1,1 1,3 1,7 2,0 2,3 1,6 1,9 2,3 2,7 3,1 1,8 2,3 2,8 3,3 3,8
3,8 4,9 6,0 7,1 8,2 5,3 6,8 8,3 9,8 11,3 6,5 8,3 10,2 12,1 13,9
93 206 262 319 375 127 258 315 368 428 157 302 358 415 472
4 13 14 20 26 5 13 14 19 25 6 10 14 19 23
4 10 11 14 18 5 11 12 15 18 6 10 13 16 18
Kebutuhan Nutrien Sapi Potong (Lanjutan). Berat Badan (kg) 250
PBBH (kg) 0
BK (kg) 4,8
ME (Mcal) 2,1
TDN (kg) 7,6
Protein (gr) 185
Ca (gr) 7
P (gr) 7
47
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
300
B. Sapi Induk (bunting 3 bl) 300 350 400 3 bl bunting akhir 300 350 400 Sapi Menyusui 300 350 400 Sumber : Keart (1982)
0,25 0,50 0,75 1,00 0 0,25 0,50 0,75 1,00
5,8 6,2 6,5 6,6 5,5 6,7 7,1 7,4 7,6
2,7 3,3 3,9 4,5 2,4 3,1 3,8 4,5 5,2
9,8 12,0 14,2 16,3 8,8 11,2 13,8 16,3 18,8
340 395 451 507 212 368 423 502 535
12 13 18 23 9 13 14 17 21
12 13 15 18 9 13 14 15 18
0,6 0,6 0,6
7,40 8,30 9,20
14,20 16,10 17,80
3,4 4,4 4,9
614 650 671
18 19 19
18 19 19
0,4 0,4 0,4
6,90 7,70 8,50
12,40 13,90 15,40
3,4 3,8 4,2
409 444 480
11 12 14
11 12 14
-
-
15,20 16,40 17,50
4,2 4,5 4,8
686 721 757
23 24 25
23 24 25
Pustaka Darmono, 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, 1999. Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, cetakan ke-V, 2002 Riyanto. E, Purbowati. E. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta, 2009. Umiyasih. U, Y.N. Anggraeny. Petunjuk Praktis Ransum Seimbang, strategi Pakan pada sapi Potong. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian. 2007.
TEKNOLOGI PEMBUATAN PAKAN MURAH Siswani Dwi Daliani
48
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pendahuluan Usaha peternakan sapi potong di Indonesia didominasi oleh sistem usaha pemeliharaan induk anak sebagai penghasil bakalan/pedet (calf cow operation). Hampir 90 % usaha ini dilakukan oleh peternak rakyat, pada umumnya belum menerapkan konsep usaha yang insentif. Usaha ini kurang diminati oleh pemodal karena dianggap secara ekonomis kurang menarik dan dibutuhkan waktu pemeliharaan cukup panjang. Paradigma pembangunan peternakan pada era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pengembangan agribisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah Low External Input Sustainable agriculture (LEISA) dan Zero waste, terutama diwilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha perbibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi dengan perkebunan, tanaman pangan dan memanfaatkan sumber pakan lokal. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial untuk usaha penggemukan dan perbibitan ( Badan Litbang Pertanian, 2005 ). Bahan pakan asal lokal yang berharga murah pada umumnya bersifat bulky serta mempunyai keterbatasan kualitas karena kandungan protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan yang rendah dapat digunakan secara optimal sebagai pakan tambahan, mampu meningkatkan produktivitas ternak dan menekan biaya ransum. Beberapa kendala dalam memanfaatkan bahan pakan lokal diantaranya tidak adanya jaminan keseragaman mutu dan kontinuitas produksi. Disamping itu jumlah produksi bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah kadar gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan sebagai pakan ternak.
Bahan Pakan Didalan ilmu makanan ternak terdapat beberapa istilah penting yang perlu dipahami:
49
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
1.
Zat Nutrien (Makanan) Zat nutrien adalah zat- zat gizi didalam bahan pakan yang sangat diperlukan untuk hidup ternak, meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air (Tillman et all, 1998).
2.
Bahan Pakan Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganngu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al, 1998). Bahan pakan terdiri dari 2 kelompok, yaitu bahan pakan asal tanaman dan non tanaman (ternak atau ikan). Berdasarkan sifat fisik dan kimianya dibedakan menjadi 8 klas yaitu: hijauan kerinng dan jerami, tanaman padang rumput, hijauan segar, silage dan haylage. Sumber energi, sumber protein, suplemen, vitamin, mineral, aditif dan non aditif (Kellems and church, 1998)
3.
Ransum (pakan) merupakan campuran dari 2 atau lebih bahan pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan oleh ternak. Yang dimaksud ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24 jam yang mengandung semua zat nutrient (jumlah dan macam nutriennya) dan perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi,2002) Penyusunan akan dapat menghasilkan produksi yang optimal. Usaha sapi potong rakyat sebagian besar merupakan usaha yang bersifat turun temurun.dengan pola pemeliharaan sesuai dengan kemampuan peternak, terutama dalam hal pemberian pakan. Pakan hijauan bervariasi jenis dan jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlah yang tidak menentu dan diberikan dalam jumlah banyak saat musim panen, sebaliknya sangat terbatas pada musim tanam (Aryogi et al, 2000). Jenis Bahan Pakan Yang Dapat Dimanfaatkan A.
Dedak Padi Dedak padi sudah sering dan umum dilakukan oleh sebagian peternak Nutrisi dedak padi sangat bervariasi bergantung pada jenis padi dan jenis mesin penggiling, akhir-akhir ini mutunya semakin menurun seiring dengan berkembangnya teknologi mesin penghalus (hummermill). Pada saat panen harga relatif murah. Untuk usaha perbibitan dedak padi dapat menggantikan konsentrat komersil hingga 100% terutama dedak padi kualitas sedang sampai kualitas baik.
50
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
B.
Kulit Kopi Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5 % kulit ari dan 40 % biji kopi, harga kulit kopi sangat murah, terutama pada saat musim panen raya (juli-agustus). Peternak belum memanfaatkan kulit kopi sebagai pakan ruminansia dan sebagian peternak lainnya hanya dibuang atau dibenamkan dalam tanah, untuk digunakan sebagai pupuk organik pada perkebunan kopi, coklat atau pertanian lannya. Penggunaan kulit kopi untuk pakan ternak sebanyak 20 %.
C.
Kulit kakao Limbah pengolahan buah coklat yang dapt digunakan sebagai bahan pakan ternak diantaranya kulit (pod) luar dan kulit biji.Beberapa penelitian penggunaan limbah coklat pada ternak ruminansia dapat mencapai 20 % dalam konsentrat komersial.
D.
Ketela Pohon Dan Ikutannya Hasil penelitian dan aplikasi di daerah panas telah benyak membuktikan, bahwa bahan pakan asal singkong mempunyai nilai biologis yang lebih baik dibandingkan dengan dedak padi kualitas rendah. Pada akhir-akhir ini harga onggok meningkat sangat tajam dan telah melebihi harga dedak padi yang secara proksimat mempunyai kadar protein (PK) lebih tinggi pemanfaatan dapat mencapai 75 % dalam konsentrat murah/komersial.
E.
Kulit Kacang Tanah Pemanfaatan kulit kacang tanah sebagai pakan ternak belum optimal sebagian besar hanya dibuang atau dibakar pada dasarnya kulit kacang tanah baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan untuk usaha pembibitan dapat mencapai 20 % dalam konsentrat komersial.
F.
Tumpi Jagung Tumpi jagung merupakan limbah industri perontokkan jagung pipilan yang tersedianya cukup kontinyu dan berlimpah bahkan terkadang menimbulkan masalah dalam pembuangan atau penyimpanannya terutama saat panen, tumpi tanpa perlakuan dalam menggantikan konsentrat komersial hingga 75 %.
G.
Bungkil Biji Kapuk Bungkil biji kapuk mepunyai kadar protein cukup tinggi, namun nilai biologisnya tergolong rendah dan adanya senyawa pembatas gosipol, apabila diberikan secara terus menerus dalam jumlah tinggi
51
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
dapat mengakibatkan gangguan reproduksi dan anemia. Penggunaan bungkil biji kapuk dalam konsentrat komersial sebaiknya tidak lebih dari 9 % terutama pada formulasi pakan yang menggunakan bungkil biji kapuk sepanjang tahun. H.
Kedelai Dan Ikutannya Kedelai merupakan salah satu bahan pakan yang mempunyai nilai biologis tinggi. Penggunaan kedelai sebagai bahan pakan ternak ruminansia belum lazim digunakan di Indonesia karena harga mahal, persaingan dengan kebutuhan pangan dan ternak monogastrik. Hasil ikutan kedelai yang banyak dimanfaatkan adalah ampas tahu, ampas kecap, dan kedelai afkir. Penggunaannya dapat semaksimal mungkin, bergantung persediaan yang ada dan harga bahan.
I.
Hijauan Pakan Potensial Pakan sumber serat (Hijauan) potensial sebaiknya terdiri atas limbah pertanian yang berharga murah dan dapat diberikan sebesar 1 – 10 % dari bobot badan. Semakin rendah kualitas pakan sumber serat, maka dianjurkan jumlah pemberian semakin menurun.Pengembangan sapi potong di daerah potensial hijauan pakan ternak yang berkualitas, maka penggunaan konsentrat murah atau komersial dapat ditekan serendah mungkin. Penyediaan hijauan yang berkualitas, terutama pada musim kemarau terasa lebih sulit dibandingkan dengan pakan konsentrat yang mempunyai daya simpan lebih lama. Dengan demikian sering terjadi bahwa harga per kilogram hijauan lebih mahal dibandingkan dengan pakan konsentrat, namun hal ini peternak kurang menyadari. semakin banyak tersedia hijauan dengan kualitas sedang sampai baik, (haraga murah < Rp 100,-/kg) maka jumlah pemberian hijauan dapat ditingkatkan dan konsentrat dapat dikurangi. Limbah pertanian alah meruakan produk sampingan dari suatu proses biologis system pertanian masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Jerami padi contohnya, merupakan limbah pertanian yang paling potensial dan terdapat hamper diseluruh daerah di Indonesia dengan produksi sekitar 52 juta ton bahan kering pertahun. Dari jumlah tersebut sebagian besar dihasilkan di Pulau Jawa dan Bali yaitu sebanyak 21 juta ton bahan kering pertahun (BPS, 2004). Sebagai contoh asumsi 1 Unit Ternak = seekor sapi dengan bobot 325 kg dan konsumsi bahan kering 2 % bobot badan dan pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak 50 % maka lebih kurang 10 juta Unit Ternak masih dapat ditampung. Selama ini hamper 50 % jerami padi dibakar, abunya dikembalikan ke tanah sebagai kompos dan hanya 35 % yang digunakan sebagai pakan ternak. Sistem Integrasi ternak dengan tanaman pangan tidak hanya meningkatkan nilai tambah
52
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan jumlah dan kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga mampu memperbaiki kesuburan lahan.
Permasalahan Pakan Pada Ternak Besar Keberhasilan maupun kegagalan usaha ternak sapi/ kerbau banyak ditentukan oleh pakan. Kebutuhan pakan ternak ruminansia lebih tinggi disbanding kebutuhan ternak unggas. Pakan hijauan bervariasi jenis dan jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlah yang tidak menentu dan diberikan dalam jumlah banyak saat musim panen, sebaliknya sangat terbatas pada musim tanam (Aryogi et al, 2000). Pada umumnya peternak di pedesaan memberikan pakan ternaknya sesuai dengan kemampuan peternaknya bukan sesuai dengan kebutuhan ternaknya, pasokan pakan berkualitas rendah merupakan hal yang biasa, yang apabila terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama akan berpengaruh negatip terhadap produktivitas. Beberapa permasalahan pada status fisiologis sapi potong yang berbeda antara lain adalah: a.
Sapi Dara Usaha pembesaran sapi dara di tingkat peternakan rakyat masih belum banyak dilakukan karena dipandang belum menguntungkan dan biayanya mahal. Pemeliharaan sapi dara merupakan bagian penting dalam upaya pengembangan sapi potong karena merupakan calon penghasil bakalan. Peningkatan efiensi usaha pemeliharaan sapi potong dara perlu dilakukan melalui efisiensi biaya pakan. Perkembangan organ reproduksi terjadi selama masa pertumbuhan sehingga status fisiologis sapi dara harus benar-benar diperhatikan, karena kekurangan gizi dapat menyebabkan tidak berfungsinya ovarium(Matondang et al, 2001) sebaliknya bisa mengalami gangguan reproduksi seperti terjadinya kegagalan kebuntingan dan terjadinya kemajiran bila berat badan sapi meningkat secara berlebihan (Wijono, 1992). Pembesaran sapi dara berhubungan erat dengan efisiensi reproduksi keberhasilannya tergantung pada pola pemeliharaan yang 95 % dipengaruhi oleh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan. Menurut Schmidt et al. (1998) untuk mendukung keberhasilan reproduksi dan produksi sapi dara diharapkan berat badan saat kawin sekitar 250 kg – 300 kg, namun menurut Kuswandi et al (2003) berat badan minimal 250 kg pada waktu kawin pertama jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan.
53
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Menurut Kearl (1982) pertumbuhan ideal untuk sapi dara dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 gr dan energi metabolis sebesar 5,99 M cal bila berat badannya 100 kg. Bila PBBH 0,5 kg/hari pada sapi dara tercapai maka berat badan minimal ideal untuk kawin I (250 kg) tercapai, maka sapi dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur kurang lebih 16,5 bulan, selanjutnya umur beranak pertama adalah pada usia 27 bulan. Terpenuhinya zat nutrisisi yang dibutuhkan ternak diharapkan sapi dara akan mengalami pubertas tepat pada waktunya. Pada kondisi tubuh yang optimal pada saat kawin, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan kegagalan perkawinan, sehingga secara tidak langsung dapat memperpendek jarak beranak (calving interval). Cohen et al (1980) dan Mukasa Mugerwa (1989) mengemukakan bahwa faktor kecepatan pertumbuhan pada sapi lebih dominan menentukan umur saat dewasa kelamin dibandingkan dengan faktor umur itu sendiri. Kelebihan ataupun kekurangan berat badan akan dapat merugikan peternak karena berdampak negative terhadap aspek reproduksi, antara lain berupa tidak teraturnya siklus birahi atau bahkan dapat terjadinya kemajiran. Menurut Umiyasih et al. (2003) PBBH optimal untuk sapi dara yaitu 0,5 kg/ hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3 % dari berat badan. Telah dijelaskan bahwa usaha pembesaran sapi potong dara (Replacement stock) belum banyak diusahakan karena tidak menguntungkan dan biayanya mahal, namun harus tetap diusahakan untuk penggatian induk yang tidak produktip. Sebagai upaya pencapaian effisiensi pakan, maka penggunaan bahan pakan local perlu dilakukan koreksi terhadap kekurangannya. Strategi penggunaan suplemen (pakan tambahan) terbukti mampu mengoreksi kekurangan pakan asal biomas lokal. Anggraeny et al (2005) melaporkan bahwa pada pemberian suplemen mengandung Vitamin – mineral sebanyak 100 gr/ ekor/hari, dapat dihasilkan PBBH sebesar 0,550 kg lebih tinggi dari kontrol sebesar 0,497 kg. b.
Sapi Induk Bunting Muda Kebutuhan pakan sapi bunting diperlukan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru seperti janin, membrana janin, pembesaran uterus dan perkembangan glandula mammary (kelenjar susu). Namun standart pemberian pakan untuk pertumbuhan jaringan selama terjadi kebuntingan dan pertumbuhan induk semangnya (Tillman et al. 1998). Sapi betina muda yang bunting juga masih mengalami pertumbuhan badan, sehingga pemberian pakan harus mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan jaringan selama terjadi kebuntingan dan pertumbuhan induk semangnya (Tillman et al. 1998). Kebutuhan karbohidrat selama kebuntingan sangat besar, karena dibutuhkan energi dalam jumlah besar. Kebutuhan mineral terbanyak pada
54
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
saat terjadinya kebuntingan adalah kalsium dan fosfor karena dibutuhkan untuk pembentukan tulang janin. Pemberian pakan pada ternak ruminansia harus menjamin pemenuhan kebutuhan vitamin A sebagai cadangan selama laktasi nantinya. Penggunaan dedak sebagai pakan penguat pada sapi induk bunting muda sebanyak 2 % berat badan berdasarkan kebutuhan bahan kering dengan penambahan suplemen yang mengandung kalsium, fosfat dan vitamin ADEK dapat menghasilkan PBBH 0,7 kg dan perbandingan keuntungan – biaya produksi B/C yang tinggi yaitu 2,7. c.
Sapi Induk Bunting Tua Hingga Laktasi Sistem pemeliharaan pada peternakan rakyat yang intensif dikandangkan menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi sangat tergantung pada pakan yang tersedia dikandang. Affandhy et al (2003) menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah pakan yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja keluarga.Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak sapi sesuai dengan kemampuan peternak merupakan salah satu vaktor penyebab rendahnya produktivitas. Kekurangan Bahan kering (BK) dan TDN ini mengakibatkan terjadinya penurunan berat induk yang sedang laktasi rata-rata sebesar 0,36 kg/ekor, serta tidak mampu meningkatkan berat pedet. Oleh sebab itu, pemanfaatan sumber pakan asal biomas lokal disertai dengan teknologi peningkatan nilai nutrien, misalnya melalui suplementasi merupakan alternatif pilihan.
d.
Sapi Jantan Ransum sapi yang digemukkan ditujukan untuk membentuk daging dan lemak badan. Untuk itu ransum harus mengandung protein dan energi yang memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh serta dan pembentukan lemak. Penggemukan oleh perusahaan swasta, dilakukan tergantung daerah dan persediaan bahan pakan serta musim. Sistem penggemukan tersebut biasa dilakukan adalah sistem kereman, pakan yang diberikan adalah rumput dan konsentrat yang terdiri dari campuran dedak dan ubi kayu yang diparut. Keuntungan lain yang diperoleh dari penggemukan sistem kereman adalah berupa pupuk kandang.
Beberapa Sistem Penggemukan 1.
Penggemukan Padang Rumput (Pasture Fattening)
55
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Penggemukan pada sistem ini dilakukan dengan jalan menggembalakan di padang rumput (Pastura) yang luas. Padang rumput biasanya merupakan campuran antara rumput dengan leguminosa. Kualitas rumput dari padang rumput harus berkualitas tinggi sehingga tidak perlu ditambahkan konsentrat. Penggemukan yang menggunakan sistem ini dapat dilakukan didaerah-daerah yang mempunyai padang rumput yang luas, seperti daerah NTT, NTB, Sulawesi Tenggara. Padang rumput harus selalu dipelihara dengan melakukan tata laksana penggembalaan yang baik yaitu dengan menentukan kapasitas daya tampung sehingga tidak terjadi over grazing Penggemukan di padang rumput biasanya berumur 2 tahun dengan lama penggemukan 6–8 bulan. 2.
Penggemukan Dengan Pakan Kering (Dry lot fattening) Penggemukan pada sistem ini mengutamakan pemberian pakan bijibijian seperti jagung, limbah pengolahan minyak (bungkil) dan konsentrat. Pemberian pakan pada sistem ini disebut dry lot feeding.
3.
Kombinasi Antara Dry Lot Fattening Dan Pasture Fattening Penggemukan sistem ini dilakukan di daerah tropis pada musim kering. Pada permulaan musim kering dimana padang rumput kemudian pada akhir musim kering penggemukan dilakukan dengan cara dry lot fattening .
Pengembangan Teknologi Pakan Perlu dipahami bersama bahwa tidak ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan sapi potong yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas. Walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang besar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini mencapai 60–80 % dari keseluruhan biaya produksi. Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60–70 %, pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian. Hijauan identik dengan sumber serat. Warna tidak selalu hijau tidak selalu berbentuk rumput yang sudah umum dikenal (rumput gajah, rumput lapangan, dll) daun-daunan (Nangka, pisang, kelapa sawit, dll) limbah industri
56
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
(Bagase tebu, kulit kacang, tumpi jagung, kulit kopi dll). Pakan yang baik adalah murah, murah didapat, tidak beracun, disukai ternak, mudah diberikan dan tidak berdampak negatif terhadap produksi dan kesehatan ternak serta lingkungan. Pakan Komplit/Lengkap (Complete Feed) Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbaha pertanian) dan konsntrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu- satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Teknologi ”Pakan Murah” komplit telah dikembangkan dan diadopsi secara komersial oleh pabrik pakan Hyprovit, Comfeed, di Lampung, Prima Feed di Pasuruan Jatim. Pakan komplit merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan. Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi bahan pakan lokal dengan menggunakan alat sederhana ramah lingkungan sehingga harganya murah. Banyak digunakan untuk pengembangan sapi potong penggemukan/pembibitan di wilayah yang tidak tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Beberapa pengusaha ternak yang menggunakan pakantersebut berbasis di Bali dan wilayah pengembangan lainnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Kandungan nutrisi konsentrat yang dikembangkan adalah kadar air maks. 15 %, protein kasar 9 - 12 %, lemak kasar maks. 4 %, serat kasar 20 %, abu maks. 10 % TDN min. 60 %, Ca 1,0 % dan P 0,5 %.
Konsentrat Sapi Potong Konsentrat (Concentrate) adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimakan untuk disatukan dan dicampur sebagai pelengkap (suplemen). Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan. Untuk menekan biaya ransum, pemberian konsentrat dapat dikombinasikan dengan bahan pakan limbah agroindustri potensial setempat. Pemanfaatan bahan pakan setempat dapat menggantikan konsentrat komersial sampai dengan 75 %. Penggunaan konsentrat murah lebih dianjurkan untuk pengembangan sapi potong di wilayah potensial bahan pakan limbah pertanian atau agroindustri pertanian berkualitas rendah diantaranya potensial limbah jerami padi, jerami jagung, dedak padi, tumpi jagung, kulit kopi, kulit kacang dll.
57
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Mineral Tambahan Introduksi mineral plus lebih diarahkan untuk usaha pembibitan sapi potong yang tidak menggunakan pakan tambahan (konsentrat atau pakan komplit). Sumber mineral utama yang dianjurkan adalah kapur dan garam dapur. Cara Membuat Pakan Murah Pakan untuk tambahan pada ternak sapi selain rumput, dapat dibuat berdasarkan ketersediaan pakan di lokasi. Contoh pakan murah yang dapat dibuat terdiri campuran dalam 100 kg pakan: 1. Tumpi jagung
= 15 kg
2. Dedak padi
= 40 kg
3. Kulit coklat
= 20 kg
4. Kulit kopi
= 20 kg
5. Garam dapur
=
6. Gula merah
= 1,5 kg
7. Mineral
= 0,5 kg
Jumlah
= 100 kg
2 kg
Untuk mencampur jenis bahan pakan lainnya dapat dilihat dari jumlah kadar protein untuk kebutuhan perkembangan sapi potong lebih dari 10 %, sehingga dapat meningkatkan produksi ternak, baik daging, susu dan sisa hasil ikutan. Hijauan Makanan Ternak (HMT) diberikan sebesar 10 % dari berat badan. Seandainya berat badan 175 kg, maka diberikan rumput sebesar 18 kg rumput yang berkualitas baik. Biasanya rumput yang diberikan adalah rumput gajah. Pemberian pakan tambahan hanya diberikan sebesar 1 - 2 % dari berat badan, 2kg/ekor/hari. Optimalisasi pemanfaatan hasil sisa, kotoran ternak dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos. Teknologi pakan murah, dapat menekan biaya pakan sebesar 50 % dan dapat memperpendek jarak beranak dengan rataan 14 bulan dan pemeliharaan induk lebih efisien dapat beranak berulang banyak selama hidup (8 tahun). Usaha Cow Calf Operation, dapat memberikan keuntungan dengan menggunakan strategi pemenuhan gizi yang efisien dan mengacu pada pola Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), merupakan hal yang menjadikan prioritas untuk diaplikasikan dan lebih ekonomis. Dengan pemberian tambahan pakan murah diharapkan dapat; 1) menekan kematian pedet pra sapih kurang dari 3 %, 2) jarak beranak selambat-lambatnya 14 bulan, 3) laju pertambahan bobot badan harian (PBBH)
58
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
pedet s/d disapaih umur 7 bulan sekurang- kurangnya 0,4 kg/ekor/hari, 4) dapat menstabilkan kondisi tubuh selama menyusui, dan 5) memberikan keuntungan ekonomis sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Pustaka Anggraeny, Y.N dan U. Umiyasih. 2003. Tinjauan Tentang Karakteristik Tatalaksana Pakan, Kaitannya dengan limbah Tanaman Pangan pada Usaha Sapi Potong Rakyat di Kabupaten Lumajang. Proseding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakanan . Universitas Brawijaya Malang. Anggraeny, Y.N dan U. Umiyasih dan D. Pamungkas .2005 . Pengaruh Suplementasi Multi Nutrien terhadap Performance Sapi Potong yang Memperoleh Jerami Jagung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Bogor. Diwyanto, K .2003. Pengelolaan Plasma Nutfah untuk mendukung industri sapi potong Berdaya saing . Proc. Seminar Pengembangan sapi lokal . Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Mariyono, D.B Wijono dan Hartati. 2005 . Perbaikan Teknologi Pemeliharaan Sapi PO Induk sebagai Upaya Peningktana Produktivitas Induk dan Turunannya pada Usaha Peternakan Rakyat. Prosising Seminar Nasional Tekologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Syamsu, J.A, L. A. Sofyan, K . Mudikdjo dan E.G Said .2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia . Wartazoa.
PENGOLAHAN JERAMI PADI UNTUK PAKAN TERNAK Harwi Kusnadi
Pendahuluan 59
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pada daerah penghasil padi, sisa-sisa hasil panen berupa jerami padi sangat melimpah. Satu ha tanaman padi bisa menghasilkan 7 ton jerami padi. Jika satu ekor sapi mengkonsumsi jerami padi 30 kg jerami padi setiap hari, maka bisa digunakan untuk memberi makan sapi lebih dari 5 bulan. Jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian terbesar serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Jerami padi mempunyai beberapa kelemahan yaitu rendah kecernaannya karena kandungan seratnya (lignin) tinggi dan rendah kandungan nilai gizinya (protein dan bahan organik lainnya). Palatabilitasnya juga rendah sehingga ternak kurang menyukai. Komposisi kimia jerami padi meliputi bahan kering 71,2%, protein kasar 3,9 %, lemak kasar 1,8 %, serat kasar 28,8 %, BETN 37,1 %, dan TDN 40,2 %. Upaya untuk meningkatkan kualitas jerami padi sehingga kecernaannya meningkat, nilai gizinya meningkat, begitu juga dengan palatabilitasnya telah banyak dilakukan mulai dari cara sederhana sampai dengan teknologi fermentasi. Fermentasi jerami merupakan proses perombakan struktur keras secara fisik, kimia dan biologi, sehingga bahan dengan struktur yang kompleks akan berubah menjadi lebih sederhana, dan hal tersebut menyebabkan daya cerna ternak menjadi lebih efisien.
Pemanfaatan Jerami Padi Untuk Pakan Ternak Jerami padi telah lama dimanfaatkan oleh peternak untuk pakan ternak terutama ternak sapi. Beberapa cara pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak antara lain: 1. Jerami padi dalam keadaan basah. Jerami di lahan sawah disabit dan langsung diberikan pada ternak sapi tanpa diproses apapun terlebih dahulu. Tidak ada penambahan unsur-unsur tertentu dan tidak pula dicampur dengan pakan hijauan yang lain. 2. Jerami padi diberikan dalam keadaan kering. Jerami padi dikeringkan, biasanya dengan sinar matahari. Kemudian diberikan pada ternak tanpa penambahan apapun. Jerami keringa juga dapat disimpan untuk persediaan pakan. 3. Jerami padi basah atau kering ditambah dengan urea. Jerami padi dicampur dengan urea dengan campuran maksimal 10% dari bahan kering jerami. Caranya urea dicampur dengan air dan dipercikkan ke jerami hingga merata. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam keadaan kering. 4. Jerami padi yang difermentasi. Fermentasi jerami dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami sebagai pakan ternak. Proses fermentasi jerami akan dijelaskan lebih lanjut.
60
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Proses Fermentasi Jerami Untuk Pakan Ternak 1.
Bahan-bahan: 1) 2) 3) 4) 5)
2.
Jerami padi : 100 kg Starter (misal strarbio) : 0,50 kg Pupuk urea : 0,50 kg Air : 40 liter Tempat menumpuk jerami fermentasi serta untuk menghindari hujan dan panas matahari.
Cara Pembuatan: 1) 2)
Jerami lebih baik diangin-anginkan sehingga kadar air 40 %. Jerami ditumpuk dengan panjang 2,5 m , lebar 2,5 m dan ketebalan 25 cm. 3) Di atas lapisan jerami disiram air yang telah dicampur urea sampai merata. 4) Di atas lapisan jerami ditaburi starter hingga merata. 5) Jerami ditumpuk kembali dengan ketebalan 25 cm diinjak-injak hingga padat. 6) Diulangi penyiraman air yang telah dicampur dengan urea hingga merata 7) Diulangi penaburan starter hingga merata. 8) Demikian diulangi sampai tumpukan bisa mencapai 3 m. 9) Setelah selesai bagian atas ditutupi daun-daun kering seperti daun pisang. 10) Jerami padi dibiarkan minimal 3-4 minggu. 11) Jerami padi diangin-anginkan. 12) Jerami padi fermentasi (tape dami) siap diberikan kepada ternak atau dikeringkan untuk disimpan. Proses fermentasi jerami ini harus dilakukan di tempat teduh atau tempat yang terhidar dari panas matahari dan air hujan. Namun tidak perlu ditutup, cukup diberikan penahan baik dari samping maupun bagian atas agar tidak dirusak oleh ternak seperti ayam. Urea dalam proses fermentasi bermanfaat untuk mensuplai NH3 (amoniak), yang akan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba dalam proses fermentasi, sehingga urea dapat dinyatakan hanya sebagai katalisator, bukan sebagai penambah nutrisi pakan. Jerami padi fermentasi, akan memiliki Total Digestible Nutrien (TDN), atau bahan yang dapat dicerna mencapai 70 %. Sebagai perbandingan, rumput atau hijauan berserat memiliki TDN maksimum 50 %.
61
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
3. Ciri Jerami Padi Fermentasi yang jadi: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 4.
Berat jerami menyusut bisa sampai 50 %. Warna kuning agak kecoklatan (warna dasar jerami masih terlihat). Teksturnya lemas (tidak kaku). Tidak busuk. Tidak berjamur. Baunya agak harum.
Cara Pemberian Pada Ternak Setelah 3-4 minggu jerami padi siap diberikan kepada ternak, namun sebelumnya dikeringkan dan diangin-angainkan terlebih dahulu sampai kadar air 15 %. Jika ternak tidak langsung mau makan, maka perlu penyesuaian sedikit demi sedikit. Untuk penyimpanan dengan waktu yang lama harus dikeringkan betul di bawah terik matahari. Jerami fermentasi kering bisa disimpan sampai 6 bulan.
Pustaka Purnama, J. dan Taufikurrahman. P. N. 2009. Field Technician (Livestock/Fishery). Bonga. S.M.D. 2007. Pembuatan Jerami Padi Fermentasi.Kec. Mungkid, Kab.Magelang, Jawa Tengah.
SILASE DAN HAY Johan Syafri
Dalam rangka meningkatkan populasi dan mutu ternak, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan. Salah satu diantaranya adalah dengan pemberian pakan yang baik.Pakan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan
62
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
ternak, karena pakan diperlukan untuk pertumbuhan, mempertahankan hidup, menghasilkan produksi dan tenaga, serta berfungsi juga untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Mengingat pentingnya peranan pakan dalam kehidupan ternak maka peternak perlu mengetahui berbagai macam bahan pakan yang dapat diberikan kepada ternak, zat-zat makanan dalam pakan ternak, cara penyusunan ransum untuk ternak ternak ruminansia serta cara mencampur bahan baku ransum. Bahan pakan adalah segala bahan yang dapat dimakan oleh ternak dalam bentuk dapat dicerna sebagaian atau seluruhnya, tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya. Pada dasarnya bahan pakan yang bisa diberikan pada ternak dapat digolongkan menjadi 3 bagain: 1. 2. 3.
Pakan kasar Pakan Penguat (konsentrat) Pakan tambahan (Feed supplement)
Pakan Kasar Adalah bahan pakan yang tinggi kandungan serat kasarnya. Serat kasar ini termasuk golongan karbohidrat, dimana pada ternak ruminansia akan mengalami gangguan pencernaan bila kadar serat kasar dalam ransum terlalu rendah. Sekurang-kurangnya 13 % dari bahan kering ransum harus terdiri dari serta kasar. Bahan pakan yang banyak mengandung serta kasar ini adalah bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, khususnya rumput-rumputan. Untuk dapat membedakan rumput-rumputan ini dengan tumbuh-tumbuhan lain maka bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat digolongkan atas : a.
b. c. d.
Pakan hijauan yang terdiri dari: - Rumput-rumputan - Leguminosa (kacang kacangan) - Daun-daunan atau hijauan dari tumbuhan lain. Umbi-umbian Silase hijauan kering dan berbagai jerami Hasil ikutan atau limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian seperti: - Macam-macam dedak. - Macam-macam bungkil - Sisa pabrik gula : melase
Pakan Hijauan
63
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pakan hijauan ialah semua bahan pakan dari tumbuh-tumbuhan dalam bentuk daun-daunan yang masih segar, kadang-kadang masih bercampur dengan batang, ranting dan bunga. Pakan hijauan ini terdiri dari rumputrumputan, leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lainnya. 1.
Rumput-rumputan Rumput-rumputan dapat dibedakan atas rumput potongan dan rumput liar. Yang dimaksud rumput potongan adalah rumput yang sengaja ditanam dan dipotong secara periodik untuk pakan ternak, diantaranya adalah: - Rumput gajah (Pennisetum purpureum) - Rumput benggala (Panicum maximum) - Ramput Australia (Paspalum dilatatum) - Rumpu Mexico (Euchlena mexicana) - Rumput Setaria (Setaria sphacelata) Sedangkan rumput liar adalah rumput yang tidak berketentuan tempat tumbuhnya, terdapat dimana-mana dan tidak banyak tersedia. Beberapa contoh rumput liar diantaranya: Rumput pahit (Paspalum conyugatum) Rumput gerintung (Cynodon dactilon) Rumput belulang Rumput jarum Rumput lamurun
2.
Leguminosa (Kacang-kacangan) Leguminosa (kacang-kacangan) yang dapat diberikan pada ternak diantaranya: Petai cina=lamtoro (Leucena glauca) Turi (Sesbania grandiflora) Gamal (Gliricidia maculata) Kacang panjang (Vigna sinensis) Dadap (Erythrina lithosperma) Kacang asu (Calopagonium mucunoides)
3.
Daun-daunan atau hijauan dari tumbuhan lain Selain dari rumput-rumputan dan leguminosa, maka daun-daunan atau hijauan lain yang dapat diberikan pada ternak adalah daun waru, daun nangka daun pisang dan lain-lain a. Umbi-umbian Bermacam-macam umbi-umbian dapat dipakai sebagai bahan pakan ternak, disamping kegunaannya untuk makanan manusia. Tanaman umbi-umbian ini mengandung karbohidrat yang mudah dicerna tetapi rendah kadar protein, serat kasar, mineral dan vitamin. Oleh karena itu pemberian umbi-umbian ini pada ternak sebaiknya dikombinasikan dengan bahan pakan yang kaya akan protein seperti kacang-kacangan dan hasil ikutannya (dedak dan bungkilnya)
64
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Umbi-umbian yang dapat diberikan kepada ternak diantaranya adalah ubi kayu ubi jalar. b.
Silage, hijauan kering (hay) dan jerami. Untuk mengatasi kesulitan hijauan dimusim kemarau dapat ditempuh beberapa cara: Mengawetkan rumput dalam keadaan segar dalam lubang tertutup (silase) Penyimpanan hijauan secara kering Penyimpanan jerami sisa hasil pertanian Silase adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan dengan cara tertentu, dimana hijauan tersebut masih dalam keadaan segar. Silase diberikan kepada ternak tanpa mengganggu proses pencernaannya dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Pembuatan silase ini dapat dilakukan dengan membuat lubang ditanah yang disebut Silo.
Cara Pembuatan Silase Angin-anginkan hijauan selama lebih kurang satu malam kemudian dipotong-potong sepanjang lebih kurang 5 cm. Masukkan hijauan kedalam silo selapis demi selapis, kemudian setiap lapisan ditaburkan bahan pengawet. Sebagai bahan pengawet dapat dipilih: • Dedak 5 kg/100 kg hijauan • Tepung jagung 3,5 kg/100 kg hijauan • Ampas sagu 7 kg/100 kg hijauan • Tetes 2,5 kg/100 kg hijuan Padatkan hijuan dengan jalan menginjak-injak sampai tumpukan tersebut menjadi padat Tutup permukaan lubang dengan plastik bila permukaan lubang telah penuh. Timbun dengan tanah sampai padat betul. Biarkan silo tertutup dan dapat dibuka pada waktu persediaan sudah habis. Silase ini sebelum diberikan pada ternak perlu diangin-anginkan lebih kurang sehari semalam. Hijauan kering (hay) adalah hijauan yang biasanya terdiri dari rumput dan leguminosa yang sengaja dikeringkan sehingga dapat disimpan lama sebagai persediaan makan bila dibutuhkan. -
Dalam pembuatan hay pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari atau alat pengering. Tetapi untuk peternak dianjurkan dengan menggunakan cahaya matahari karena alat pengering ini harganya mahal. Cara pengolahan hay adalah:
65
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
-
Potong hijauan yang tersedia Jemur hijauan ditempat penjemuran atau diatas tanah yang kering Usahakan kadar air hijauan berkisar antara 12-24 % Hijauan yang sudah dikeringkan diangin-anginkan kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan. Usahakan peredaran udara yang baik dalam gudang penyimpanan agar hay tidak menimbulkan bau yang tidak disukai ternak.
PENYAKIT SAPI POTONG DAN PENANGANANNYA Zul Effendi
Ternak sapi potong sebagaimana ternak lainnya tidak luput dari serangan penyakit. Penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong adalah:
66
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
1.
Penyakit Ngorok (Septicaemia epizootica/SE) a.
Gejala Gejala awal sapi potong yang terserang penyakit ngorok adalah pembengkakan bawah leher dan lidah yang terjulur keluar. Suhu tubuh meningkat dan mulut sapi menganga dengan mengeluarkan lendir berbusa. Sapi potong yang terserang penyakit ngorok mengalami kesulitan bernafas daan saat tidur terdengar suara ngorok. Gejala lain sapi potong yang terserang penyakit ngorok adalah pembengkakan bagian dada dan leher. Sebagaimana gejala penyakit lain, sapi yang terserang penyakit ngorok mengalami penurunan nafsu makan, bahkan nafsu makannya hilang sama sekali, tubuh lemah dan gemetar. Mata sapi sayu dan berair, selaput mata berlendir. Gejala lebih lanjut adalah terjadinya mencret, pendarahan hidung, kulit dan bulu terlihat kusam dan berdiri.
b.
Penyebab Penyakit ngorok (Septichamia epizootica) disebabkan oleh sejenis bakteri, yakni bakteri Pasteurella multocida yang tinggal di selaput lendir hidung dan tenggorokan. Bakteri ini dapat mati pada suhu 700C selama 15 detik. Penyakit ngorok mudah timbul pada saat kondisi sapi lemah, misalnya kelelahan dan stres karena perjalanan jauh, suhu dingin, perubahan musim, kekurangan vitamin dan mineral dan infeksi perasit. Pada saat musim hujan, kemungkinan terjadi serangan penyakit ngorok lebih besar.
c.
Pengendalian Pengendalian serangan penyakit ngorok dapat dilakukan dengan vaksinasi SE setiap 6 bulan sekali. Sapi yang dudah terlanjur terserang dapat diobati dengan serum SE atau antibiotik dengan serum SE atau antibiotik seperti Senkomisin dan Sulfonamid. Antibiotik diberikan sebanyak 0,5 ml/kg berat badan atau sesuai dengan petunjuk dalam kemasan. Pemberian antibiotik dapat melalui suntikan atau lewat air minum.
2.
Penyakit Brucellosis Penyakit Brucellosis (kluron menular) pada sapi disebabkan Brucella abortus. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat gram negatif. Penyakit
ini bersifat zoonosis, artinya penyakit tersebut menular dari hewan ke manusia. Jika menusia mengkonsumsi susu yang tercemar B. Abortus, dapat menyebabkan demam undulan.
67
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alat kelamin, selaput lendir mata, makanan dan air yang tercemar, atau melalui IB dari semen yang terinfeksi. Penyakit ini juga bisa menular dengan mekanisme melalui serangga, kandang dan peralatan yang tercemar kuman B. Abortus. a.
Gejala Sapi bunting yang mengalami serangan Brucellosis biasanya akan mengalami abortus pada 6 – 9 bulan kebuntingan. Keguguran bisa terjadi satu, dua atau tiga kali. Gejala antara lain selaput fetus yang diabsoprikan terlihat oederma, hemarhagi, nekrotik, adanya eksudat kental, adanya retensi plasenta (plasenta tidak keluar dalam 12 jam setelah melahirkan, mastitis (radang ambing) dan keluar kotoran dari vagina. Bila Brucellosis terjadi pada sapi jantan, akan terjadi peradangan pada buah zakar (orchitis) dan anak buah zakar (epididimitis).
b.
Pencegahan dan Pengobatan Upaya pencegahan dan pengobatan terhadap serangan brucellosis diantaranya: • Pencegahan brucellosis menurut surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 828/Kpts.210/10/98 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Hewan Keluron Menular (Brucellosis) pada ternak adalah dengan metode pemberantasan, yaitu test dan slaughter. • Pengujian Brucellosis perlu dilakukan secara teratur (minimal pertahun) melalui pemeriksaan susu (milk ring test) dan darah (rose beng test complement fixation test). • Menjaga sanitasi dan kebersihan kandang, sapi dan lingkungan harus terpelihara. • Melakukan vaksinasi strain 19 usia 3 – 7 bulan menggunakan vaksinasi Brucella Strain 19. Namun penggunaan strain harus hatihati karena dapat menyebabkan brucellosis atau demam undulan pada manusia. • Penyingkiran reaktor yaitu sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi. • Isolasi, potong atau jual sapi yang terinfeksi. • Bakar dan kubur fetus dan plasenta yang digugurkan. • Karantinakan, periksa dan uji terlebih dahulu sapi yang baru datang dari luar. • Pemberian antiseptik dan antibiotik pada sapi yang sakit, bisa berupa kombinasi penisilin dan streptomisin, metritin atau oestrilan yang diberikan intrauterina.
68
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
3.
Penyakit Anthrax Anthrax juga dikenal dengan beberapa istilah yaitu radang kura, radang limpa, maligant pustula, maligant edema, woolsoster’s disease, ragpickers disease, splenic fever, charbon atau caneung hideung. Penyebab anthrax adalah bacillus anthraxis. Bakteri ini tahan hidup selama bertahun-tahun dalam bentuk spora. Apabila keadaan memungkinkan, spora akan merubah diri menjadi bentuk aktif. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu bisa menular dari hewan ke manusia. Sumber penularan anthrax adalah hewan-hewan yang peka terhadap anthrax, seperti sapi, kambing, kerbau, domba, kuda, babi, burung unta serta hewan lain seperti tikus, marmut dan mencit. a.
Gejala Gejala yang muncul pada ternak yang terserang anthrax adalah suhu tubuh tinggi, kolik (kejang), leher bengkak, terjadi perdarahan pada telinga, hidung, anus dan vagina, nafsu makan hilang serta otot lemah. Sapi yang terserang penyakit ini sering kali dijumpai mati secara mendadak.
b.
Pencegahan Pencegahan yang bisa dilakukan pada sapi yang terserang
Anthrax yaitu melakukan vaksinasi secara teratur, membakar dan
mengubur sapi yang mati dengan kedalaman minimal 2 m, mengkarantinakan sapi yang terserang dan sesegera mungkin mengobati sapi dengan penicilin berdosis tinggi.
4.
Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium bovus. Penyakit ini dapat menular melalui eksresi, sputum (riak), feses, susu, urine, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernapasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. a. Gejala Gejala yang tampak pada sapi yang terserang tuberculosis adalah aborsi, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adanya adhesi (perlekatan) antara uterus. b.
Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan yang bisa dilakukan pada serangan tuberculosis diantaranya dengan sanitasi dan lingkungan. Sedangkan pengobatannya bisa dilakukan dengan antibiotik, isolasi hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.
69
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
5.
Penyakit Ingusan (Coryza) Penyakit ingusan sering disebut penyakit bovine malignant catarral (BMC), malignant catarral fever (MCF), atau boosardige kopziete. Penyakit ingusan dapat menyerang semua bangsa sapi, termasuk sapi potong. a.
Gejala Penyakit ingusan (Coryza gangraenosa bovum) dapat menyerang semua jenis sapi dan semua umur sapi. Serangan penyakit ingusan biasanya berlangsung tiba-tiba dan menyebabkan suhu tubuh sapi meninggi sampai 42 0C. Tubuh sapi mengalami kekakuan, bulu menjadi kasar, badan menjadi kurus dan produksi susu terhenti. Bila keadaan memburuk, sapi akan sulit bernafas karena ingus keluar secara berlebihan. Mula-mula ingus yang keluar encer dan putih, kemudian makin lama ingus tersebut semakin kental, keruh dan mampet. Selain itu, penglihatan ternak terganggu karena kornea mata menjadi keruh. Kekeruhan ini mula-mula terjadi tepi kemudian meluas ke semua bagian. Gejala tersebut diatas akan berlangsung selama 1 – 3 minggu. Bila sakit semakin parah, maka sapi yang terserang akan mati. Kematian yang terjadi sering didahului dengan kekejangan dan koma.
b.
Penyebab Penyebab penyakit ingusan adalah virus herpes yang merupakan spesies bovine herpes virus tipe 3. Virus ini tidak dapat tahan lama dalam lingkungan yang terbuka. Masa tunas penyakit ini berkisar antara 1 – 4 bulan. Penyakit ini diduga menular melalui mulut dan melalui ternak ruminansia lain yang menderita sakit. Domba merupakan hewan ”carrier” dari penyakit ingusan.
c.
Pencegahan Pencegahan penyakit ingusan dapat dilakukan dengan cara menjauhkan sapi yang sehat dari sapi yang sakit atau ternak pembawa penyakit seperti domba. Selama ini, pengobatan khusus untuk penyakit ingusan ini belum ada. Oleh karena itu, kebersihan kandang, pemberian pakan bergizi dan manajemen pemeliharaan dapat mencegah terjadinya serangan penyakit ingusan. Usahakan pula, lokasi pemeliharaan sapi tidak berdekatan dengan tempat pemeliharaan domba.
70
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
6.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) a.
Penyebab Ada tujuh virus PMK yaitu A, O, C, Asia, South African Teritorry (SAT) 1,2 dan 3. Setiap tipe virus PMK masih terbagi lagi menjadi subtipe dan galur (strain). Sejauh ini di Indonesia hanya ada satu tipe virus PMK, yakni virus tipe O. Penyakit ini menyerang mulut dan kuku. PMK bersifat zoonosis sehingga bisa menular pad manusia. Penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok hewan atau per os lewat makanan dan minuman atau alatalat yang tercemar virus.
b.
Gejala Gejala awal adalah demam, tetapi sering tidak dikenali karena berlangsung cepat. Gejala selanjutnya adalah munculnya lepuh atau vesikula pada lidah dan daerah interdigit (celah kuku). Lepuh dilidah kemudian pecah dan kemudian muncul hipersalivasi (air liur berlebihan) yang berwarna bening menggantung dibibir.
c.
Pencegahan dan penanganan Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari serangan PMK adalah dengan vaksinasi. Vaksin yang digunakan untuk mencegah wabah PMK adalah vaksin inaktif dari galur virus yang sesuai. Jika sudah terlanjur terserang, sapi harus dikarantina dan daerah yang telah tercemar harus diisolasikan. Sapi yang mati karena serangan PMK harus dikubur. Daging dari ternak yang telah terserang penyakit ini tidak boleh langsung dimasak, harus dilayukan selama 1 hari agar pH turun sampai 5,6 agar virus mati.
7.
Cacing Hati a.
Gejala Cacing hati merupakan jenis parasit yang paling banyak menyerang sapi potong. Sapi yang terserang cacing hati akan tampak pucat, lesu, matanya membengkak, tubuhnya kurus dan bulu kasar serta kusam atau berdiri. Cacing hati yang masih muda merusak selsel parechym hati dan cacing dewasa hidup sebagai parasit dalam pembuluh-pembuluh hati. Sapi yang terserang cacing mengalami gangguan fungsi hati, sehingga timbul peradangan hati dan empedu, obstipasi dan pertumbuhan terganggu.
71
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
b.
Penyebab Penyebab penyakit cacing hati adalah cacing fasciola hepatica atau distomiasis jika disebabkan oleh cacing distumum hepaticum. Cacing ini banyak menyerang ternak sapi berbagai umur. Bentuk tubuh cacing hati adalah segi tiga, pipih dan terlihat seperti daun. Kepalanya jelas terlihat karena bahunya mempunyai lekukan. Warnanya abu-abu kehijau-hijauan sampai kecoklat-coklatan. Panjangnya dapat mencapai 2–3 cm. Cacing ini mengalami siklus hidup yan kompleks. Penularan atau penyebarannya berlangsung melalui pakan (hijauan) air minum dan kejadian terbanyak di daerah sawah berpengairan sepanjang tahun.
c.
Pengendalian Obat-obatan cacing yang tersedia hampir semuanya hanya efektif terhadap stadium dewasa. Obat yang efektif untuk cacing stadium larva dan telur cacing masih jarang. Pada hal jumlah larva cacing jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi cacingnya. Dengan demikian, larva cacing mudah menjadi sumber infeksi setelah keluar dari tubuh ternak penderita. Pengendalian yang efektif untuk cacing hati adalah memutuskan siklus hidup cacing tersebut. Cara memutuskan siklus hidup cacing hati dapat dilakukan dengan menggalakkan pola pergiliran tanaman di sawah (antara padi dan palawija) dan penggunaan pupuk urea pada tanaman padi untuk mengurangi perkembangan parasit ini. Pencegahan dan pengobatan terhadap sapi potong yang terserang cacing hati dapat dilakukan dengan pemberian obat cacing valbazen. Pemberian obat ini dilakukan setiap 4–5 bulan sekali melalui mulut dengan dosis sesuai dengan anjuran yang terdapat pada kemasan. Jenis obat lain yang dapat juga digunakan untuk mengobati cacing hati adalah obat karbon tetra khlorida 1 cc dalam kapsul. Pengobatan dengan karbon tetra khlorida dilakukan 3 kali dalam rentang waktu 3–4 minggu. Cara lain untuk mengobati sapi yang terserang cacing hati adalah dengan memberikan tetramisole melalui makanan penguat atau memberikan nitrocimil melalui penyuntikan dibawah kulit.
8.
Penyakit Kembung Perut Kembung perut adalah penyakit pada hewan ruminansia yang disebabkan oleh gangguan metabolisme dalam tubuh ternak.
72
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
a.
Gejala Membesarnya perut karena tekanan gas atau busa dari pakan yang tidak tercerna secara sempurna dalam rumen. Kembung perut sering dijumpai pada usaha sapi potong yang dikelola secara tradisional maupun intensif dan menyebabkan penurunan produksi lebih dari 15%.
b.
Penyebab Penyebab kembung perut adalah adanya interaksi antara bebepara jenis pakan dengan mikroflora dalam rumen. Pada sapi yang digembalakan atau hanya makan rumput saja, kembung disebabkan oleh pakan dari jenis hijauan alfafa, clover. Jenis rumput ini dapat menyebabkan kembung perut yang akut. Pada sapi yang dikandangkan, pakan dengan ratio jagung 61 %, alfafa 22 % dan Kedelai 16 % dan garam 1 % dapat menaikkan kejadian kembung perut.
c.
Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari pakan yang dapat menyebabkan kembung (rasio dari pakan). Pada pemeliharaan sapi potong, pemberian mineral tambahan atau lemak hewan dapat mengurangi kejadian. Juga dengan pemberian garam molases yang mengandung 30 gram poloxalene setiap 454 gram blok. Pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengeluarkan gas dari rumen yaitu dengan jalan ditusuk dengan trocar pada samping kiri di belakang rusuk.
9.
Penyakit Kudis Kudis merupakan jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh sekelompok jenis tungau, chorioptesbovis. Umumnya penyakit ini kerap menyerang bagian kaki dan pangkal ekor sapi. Serangan tungau ini masuk kedalam kulit dan bersifat zoonosis atau menular kepada manusia . a.
Gejala Sapi yang menderita kudis akan terasa gatal, selalu menggarukgaruk, mengosok-gosokan atau menggigit bagian tubuh yang teriritasi sehingga terjadi luka dan lecet pada bagian tubuh tersebut. Perdarahan pada kulit akan mengeluarkan cairan eksudat yang akan
73
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
menggumpal, membentuk kerak pada permukaan kulit dan berbentuk lepuh yang bernanah. Pada kejadian kronis, akan terlihat kulit yang mengeras, menebal serta melipat-lipat. Pada tempat-tempat tersebut gudul, kulit terlihat gundul karena bulu-bulunya terkelupas. b.
Pengendalian dan Pengobatan Pengendalian kudis bisa dilakukan dengan melakukan sanitasi terhadap sapi dan lingkungan serta asupan nutrisi yang baik. Sapi yang telah terlanjur terserang kudis harus diasingkan dari sapi sehat dan dicegah agar jangan sampai terjadi kontak fisik dengan hewan sehat. Pengobatan pada sapi yang terserang kudis adalah dengan penyemprotan atau penyuntikan menggunakan BHC 0,05 %. Obat tradisional bisa juga digunakan sebagai alternatif pengobatan kudis.
Pustaka Darmono, 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, 1999. Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, cetakan ke-V, 2002 Riyanto. E, Purbowati. E. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta, 2009.
LIMBAH SAPI POTONG SEBAGAI PUPUK KOMPOS Zul Effendi
Pengertian Kompos Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik. Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran ternak, dan air kencing.
74
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pupuk kompos merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N,P,K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk kompos mencegah terjadinya erosi, pergerakan permukaan tanah dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah. Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun, proses tersebut berlangsung lama sekali, dapat mencapai puluhan tahun, bahkan berabad-abad. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik. Dengan demikian, kita tak perlu menunggu puluhan tahun jika sewaktu-waktu kompos tersebut diperlukan. Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: -
baik
karena
dapat
Menyediakan unasur hara mikro bagi tanaman Menggemburkan tanah Memperbaiki struktur dan tekstur tanah Meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air Memudahkan pertumbuhan akar tanaman Menyimpan air tanah lebih lama Mencegah lapisan kering pada tanah Mencegah beberapa penyakit akar Menghemat penggunaan pupuk kimia dan atau pupuk buatan Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia Menjadi salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan akrab lingkungan.
Karateristik Umum Pupuk Kompos •
•
Kandungann hara rendah. Kandungan hara pupuk kompos pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. Kandungan hara yang rendah berarti biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakan nisbi lebih mahal. Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikroorganisme tanah untuk dirubah dari bentuk ikatan kompeks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.
75
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
•
Menyediakan hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang berasal dari pupuk kompos biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlulkan tanaman.
Pengaruh Pupuk Kompos Secara garis besar, keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk kompos adalah sebagai berikut: • Mempengaruhi sifat fisik tanah. Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi kelam. Hal ini berpengaruh baik pada sifat fisik tanah. Bahan organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi menjadi lebih baik serta lebih mudah ditembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur berpasir, bahan kompos akan meningkatkan pengikatan antar partikel dan menngkatkan kapasitas mengikat air. Sifat fisik bahan organik yang baik sangat ideal apabila dicampur terlebih dahulu dengan pupuk kimia sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk. • Mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Asam yang dikandung kompos akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. • Mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikro flora dan mikro fauna tanah lainnya. • Mempengaruhi kondisi sosial. Daur ulang limbah ternak akan mengurangi pencemaran dan meningkatkan penyediaan pupuk kompos. Meningkatkan lapangan pekerjaan melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk kompos sehingga akan meningkatkan pendapatan. Pupuk kompos berasal dari kotoran ternak dan tanaman seperti kotoran sapi, kerbau, kambing, ayam, itik, dedaunan, jeram padi, kulit kopi, sekam padi, dan lain-lain. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk kompos yang umum digunakan dalam pemupukan tanaman, tetapi hanya mampu memberikan unsur dalam jumlah terbatas. Pupuk organik memacu dan meningkatkan mikroba di dalam tanah jauh lebih besar daripada hanya memberikan pupuk kimia. Pupuk kompos harus digunakan sebagai pupuk tambahan yang dikombinasikan dengan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kompos memperbaiki sifat fisik tanah terutama meningkatkan kesarangan tanah.
Mengubah Kotoran Menjadi Pupuk Kompos Meskipun kotoran ternak memiliki segudang menfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman, tetapi dalam penggunaannya harus hati-hati. Ketika
76
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
kototan baru keluar dari perut ternak maka namanya masih kotoran ternak bukan pupuk. Jika kotoran ternak ini diberikan ke tanaman maka yang terjadi bukan menyuburkan tanaman, tetapi sebaliknya dapat menyebabkan tanaman layu atau bahkan mati. Hal ini disebabkan kotoran ternak masih mentah atau menurut istailah petani masih panas. Penyebab matinya tanaman karena diberi kotoran ternak mentah secara ilmiah dapat dimengerti. Setiap kotoran ternak mengandung unsur karbon (C) dan nitrogen (N). Pada kotoran yang masih mentah, kandungan karbonnya lebih tinggi dari kandungan nitrogennya. Dengan kata lain perbandingan C dan N (C/N ratio) bernilai tinggi. Jika kotoran ternak dalam kondisi seperti ini diberikan ke tanaman maka akan mengundang jutaan bakteri untuk menguraikan rantai karbon. Proses inilah yang disebut dengan proses dekomposisi (penguraian). Proses ini akan menaikan suhu tanah. Jika pupuk dengan kondisi seperti ini diberikan pada tanaman,akan menyebabkan kelayuan atau bahkan mengakami kematian karena kepanasan. Kerugian lainnya pada proses dekomposisi, bakteri tanah akan bersaing dengan tanaman untuk mengambil nitrogen dari tanah. Bahkan jika nitrogen di dalam tanah kurang maka bakteri akan mengambil nitrogen dari tanaman. Tentunya hal ini akan merugikan tanaman sebab akan mengurangi persediaan nitrogennya. Akibatnya daun tanaman pun akan menguning karena kekurangan nitrogen. Proses dekomposisi akan berhenti setelah karbon dalam kotoran ternak tinggal sedikit atau perbandingan C/N nya sudah rendah. Pada kondisi ini, kotoran ternak telah mengalami kematianatau menurut istilah petani sudah dingin. Kotoran ternak yang telah mengalami kematangan inilah yang baik dijadikan pupuk tanaman. Dengan kata lain, kotoran ternak seperti ini telah berubah menjadi pupuk kompos.
Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos Kecepatan atau keberhasilan dalam pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a.
Bahan baku. Kompos menjadi penting sebab memanfaatkan kekayaan alam yang semula terbuang. Alam telah menyediakan bahan bakunya secara berlimpah. Kita dapat memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang terbuang, jerami, dan sampah hijau sebagai pupuk, sesudah dijadikan kompos. Meski hampir semua bahan organik bisa dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam pembuatan kompos
77
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
sebab bisa menimbulkan bau busuk dan mengundang bibit penyakit pes. Berikut ini beberapa contoh bahan yang harus dihindari: • daging, tulang, dan duri-duri ikan • produk-produk yang berasal dari susu • sisa-sisa makanan berlemak, misalnya sampah salah • rumput liar dengan biji yang matang. • Kotoran hewan piaraan misalnya anjing dan kucing • Kuit-kulit keras • Arang, abu arang, abu rokok • Potongan tanaman atau rerumputan yang telah tercemari barangbarang kimia atau terkena hama b.
Suhu. Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal 40-50 ºC amat penting dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2 m. Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah /cepat menguap.
c.
Nitrogen. Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan-bahan menjadi amat terhambat. Oleh karenanya, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur tepat digunakan sebagai bahan pencampur.
d.
Kelembaban. Kelembaban di dalam timbunan kompos mutlak harus dijaga. Kelembaban yang tinggi (bahan dalam keadaan becek) akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian, volume udara terjaga stabilitasnya dan pembiakan bakteri anaerobik bisa dicegah. Sampah-sampah hijau umumnya tidak membutuhkan air sama sekali pada awal pembuatan kompos.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan kompos adalah substansi organik. Bahan tersebut dapat berupa dedaunan, potongan-potongan rumput, sampah sisa sayuran dan bahan lain yang berasal dari makhluk hidup (kotoran ternak). Kemudian bahan tersebut harus memiliki rasio karbon dan nitrogen yang memenuhi syarat agar berlangsung pengomposan secara sempurna. Organisme yang bertugas dalam menghancurkan material organik membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, dalam porses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut salah satunya dapat diperoleh dari kotoran ternak (manure). Nitrogen akan bersatu dengan mikroba selama proses penghancuran material organik.
78
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Setelah proses pembusukan selesai, nitrogen akan dilepas kembali sebagai salah satu komponen yang terkandung dalam kompos. Pada fase berikutnya, jamur (fungi) akan mencerna kembali substansi organik untuk cacing tanah dan actinomycetes agar mulai bekerja. Selama proses tersebut, rantai karbon yang telah terpolimerisasi akan tersusun kembali pada pembentukan humus dengan menyerap berbagai kation seperti sodium, amonium, kalsium dan magnesium. Dalam tahap ini kompos sudah bisa digunakan sebagai pupuk pada tanaman jagung, labu, ketela, melon dan kubis. Pada fase terakhir, organisme mengoksidasi substansi nitrogen menjadi nitrat (nitrates) yang dibutuhkan akan tanaman dan tumbuhan bertunas seperti rebung dan tauge. Keberhasilan dalam pembuatan kompos sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam proses pengomposan, harus dilakukan pengontrolan terhadap kelembaban, aerasi (tata udara), temperatur dan derajat keasaman (pH). Kelembaban antara 50 – 60 % merupakan angka yang cukup optimal pada pembuatan kompos. Pengomposan secara aerob membutuhkan udara, sehingga perlu dilakukan pembalikan (turning) pada kompos agar tercipta pergerakan udara. Temperatur akan naik pada tahap awal pengomposan, namun temperatur tersebut akan berangsur-angsur turun mencapai suhu kamar pada tahap akhir.
Beberapa Cara Atau Langkah-Langkah Dalam Pembuatan Pupuk Kompos Yang Disesuaikan Dengan Ketersedian Bahan Bakunya 1.
Pembuatan Pupuk Kompos dari Kotoran Sapi Bahan-bahan: • Kotoran sapi 80 – 83 %, • Serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) 5 %, • Bahan pemacu mikrorganisme (stardec) 0,25 %, • Abu sekam 10 % dan • Kalsit/kapur 2 % • juga boleh menggunakan bahan-bahan yang asal kotoran sapi minimal 40 %, serta kotoran ayam 25 %. Tempat pembuatan kompos adalah sebidang tempat yang beralaskan tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3 dan 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya: 1. Kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai kira-kira 60 %.
79
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
2.
3.
4.
Kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi pertama tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis. Selanjutnya bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Sedangkan lokasi pertama bisa dipakai untuk pembuatan pupuk kompos tahap berikutnya. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma. Selanjutnya setelah 1 minggu berikutnya tumpukan dipindahkan lagi ke lokasi ke 3 dan dibiarkan selama 1 minggu untuk selanjutnya dipindahkan ke lokasi ke 4 sambil diayak/disaring untuk dikemas dan dipasarkan.
2. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah (Fases) Sapi Dengan Menggunakan EM-4 Dan Stardec Stardec bukannya kompos, melainkan pemacu atau starter mikroba pengompos sampah, khususnya kotoran ternak. Stardec ini diproduksi dari isolasi mikroba rumen (lambung pencernaan pertama sapi), usus besar dan tanah hutan yang diperkaya dengan rhizosphere dalam serta akar rumput Graminae. Stardec ini dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan. Proses pengomposan yang biasa berlangsung 3-4 bulan dapat dipercepat menjadi 5 minggu. Bahan utama dalam pembuatan kompos itu biasanya berupa kotoran ternak. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu; • Kotoran ternak 100 % • Stardec 0,25 % • Urea 0,25 % • SP-36 0,25 % • Serbuk gergaji 10 % • Abu 10 % dan • Kalsit 2 % Ada tiga tahap dalam pembuatan kompos ini: 1)
Tahap 1. Bahan kotoran ternak disiapkan dengan kelembaban sekitar 60 %. Bila terlalu becek atau kelembabannya lebih dari 60 % maka kotoran ternak didiamkan beberapa waktu hingga mencapai kelembaban yang diinginkan. Namun bila kotoran ternak terlalu kering maka perlu disiram air agar kelembabannya naik. Setelah kelembaban
80
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
2)
3)
3.
mencapai 60 % kotoran ternak ditambah dengan serbuk gergaji, stardec, urea dan SP-36, lalu dicampur hingga rata. Diamkan bahan ini selama 1 minggu. Tahap 2. Bahan di tahap 1 dibalik dengan cara dipindahkan ke bak yang lain. Pada saat pembalikan ini, dilakukan juga penambahan abu dan kalsit. Proses yang berlangsung sekitar 3 minggu ini perlu dijaga kelembaban dan suhunya dengan cara pembalikan. Tahap 3. Pada tahap yang terakhir ini, bahan kompos akan mengalami penstabilan, yaitu suhu mulai turun ke suhu normal dan bahan sudah berbentuk remah. Kondisi ini menandakan bahwa bahan kompos telah menjadi kompos sehingga sudah dapat digunakan untuk pupuk. Apabila kompos yang dibuat dalam jumlah banyak maka perlu dlakukan penyaringan dan pengemasan sehingga dapat disimpan.
Pembuatan Kompos Kotoran Sapi Dengan Menggunakan Aktivator Buatan a.
Pembuatan Aktivator Kompos Pembuatan aktivator kompos bisa dilakukan oleh petani apabila aktivator buatan pabrik susah didapatkan. Aktivator kompos ini relatif mudah karena bahan dasarnya tesedia di desa dan caranya sangat mudah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan aktivator kompos yaitu: (i) Semua peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih, (ii) pemakaian bahan sesuai dengan takaran, (iii) proses fermentasi akan berlangsung selama seminggu, (iv) sebelum dimanfaatkan aktivator harus disimpan ditempat teduh, jangan terkena sinar matahari langsung. Bahan dan alat yang digunakan untuk pembuatan aktivator kompos yaitu • 1 liter suspensi mikroba • 1,5 kg gula pasir atau gula merah • 10 liter air cucian beras atau air rendaman 1 kg dedak dalam 10 liter air • 20 buah botol bekas sirup • Kertas penutup • 20 karet gelang • Panci perebus dan • Kompor Cara Pembuatan aktivator kompos yaitu 1. Air cucian beras dan gula dilarutkan 2. Kemudian direbus sampai mendidih 3. Masukkan selagi panas ke dalam botol sebanyak 500 ml
81
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
4. 5.
Tutup dengan kertas dan diikat dengan karet gelang, dinginkan selama 2 -3 jam, masukkan 5 ml suspensi mikroba Fermentasi atau diamkan selama 1 minggu, siap untuk digunakan.
Catatan: aktivator kompos dapat disimpan dalam suhu kamar selama 3 – 6 bulan sebelum dipergunakan.
b.
Proses Pembuatan Kompos 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
4.
Kumpulkan kotoran sapi sebanyak yang dibutuhkan dan ditimbun ditempat pembuatan kompos yang diberi naungan. Kotoran diratakan setinggi 50 cm. Siapkan larutan aktivator kompos dengan melarutan 1 botol aktivator kompos kedalam 20 liter air dan langsung disimprotkan kekotoran ternak yang akan dibuat kompos tersebut. Setelah itu timbun lagi kotoran ternak setinggi 50 cm lalu disimprot lagi dengan aktivator kompos. Ulangi pekerjaan tersebut sampai bahan kotoran habis. Setelah pekerjaan itu selesai biarkan tumpukan tersebut selama 1 minggu untuk dilakukan pembalikan. Usahakan kelambaban sekitar 70 % dan kadar air sekitar 60 %, kalau terlalu kering maka dilakukan penyiraman degan air. Kembalikan dilakukan sekali 1 minggu dan proses pengomposan berlangsung selama 21 hari. Setelah proses pengomposan selesai maka dilakukan pengayakan terhadap kompos dan selanjutnya siap untuk digunakan.
Pembuatan Pupuk Kompos Dengan Aktivator Probion Cara pembuatan pupuk kompos dengan bahan dasar kotoran sapi dan aktivator probion: a.
Pembuatan bangunan tempat pupuk kompos. Ukuran bangunan 4x10 m atau sesuai dengan kebutuhan, dapat dibuat dari bambu atau kayu dengan dasar bangunan dari bahan semen dan atap terdbuat dari genteng atau bahan lainnya yang tersedia di lokasi.
b.
Cara pembuatan pupuk kompos yaitu: 1. Lantai kandang ternak sapi yang dipelihara secara kereman ditaburi dengan serbuk gergaji sebagai alas kandang.
82
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
2. 3. 4.
5.
5.
Kotoran ternak dan urine dibiarkan didalam kandang selama periode tertentu (4 Minggu). Selanjutnya kotoran dipindahkan ketempat pembuatan pupuk kompos. Kotoran yang telah berada ditempat pembuatan pupuk kompos diberi 2,5 kg probion, 2,5 kg Urea dan 2,5 kg TSP untuk 1 ton kotoran sapi dan langsung dicampurkan dengan menggunakan cangkul atau sekop. Campuran bahan tersebut ditumpuk dengan ketinggian lebih kurang 1 meter. Campuran tersebut dibalik setiap minggu hingga mencapai 3 – 4 minggu, dan selanjutnya pupuk sudah jadi. Untuk mendapatkan pupuk kompos yang sama dan bersih dari sampah, pupuk harus diayak atau disaring dan dimasukkan kedalam karung dan siap digunakan.
Pembuatan Kompos Dengan Cacing Tanah (Vermicomposting) Cacing tanah mengandung protein lebih dari 70 %. Manfaat cacing tanah cukup banyak, diantaranya untuk bahan pakan (ikan dan ternak lainnya), bahan obat-obatan (antipirin, antipiretik, antidote, dan vitamin), bahan kosmetik serta bahan makanan manusia. Cacing Tanah juga bisa dimanfaatkan untuk membantu proses pengomposan. Jenis cacing yang sering digunakan adalah Lumbricus territis, Lumbricus rubellus, Pheretima deefinger dan Eisenia foetida. Cara membuat kompos dengan bantuan cacing ini disebut vermicomposting. Cacing tanah akan mengurai bahan-bahan kompos yang sebelumnya sudah didekomposisikan oleh mikrorganisme. Hasil dari vermicomposting disebut dengan vermikompos (kasting). Vermkompos mengandung nitrogen, fosfor, mineral, hormon auksin, giberelin dan sitokimin, serta beberapa enzim protease, lipase, selulase san kitinase yang cukup tinggi. Dalam pengomposan, cacing tanah bisa memakan bahan-bahan organik sebanyak dua kali berat tubuhnya dalam waktu 24 jam, membantu aerasi dan mengaduk bahan melalui pergerakannya. Cara membuat kompos dengan bantuan cacing tanah a. b.
c.
Siapkan media tumbuh cacing berupa bahan organik, jerami, rumput, batang pisang, kotoran ternak dan kapur tembok. Jerami, rumput atau batang pisang dicacah menjadi ukuran yang kecil, semakin kecil semakin baik, lalu direndam selama satu malam. Perendaman bertujuan agar bahan baku kompos menjadi lebih lunak dan untuk menghilangkan sisa pestisida. Campurkan bahan organik tadi dengan jerami atau batang pisang, lalu fermentasi (diamkan) selama 1–2 minggu. Setelah itu, campurkan
83
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
d. e. f.
g. h.
6.
dengan kotoran ternak (75 %) dan kapur tembok sedikit (untuk mengontrol pH), aduk-aduk hingga semua bahan tercampur merata. Masukkan media yang telah difermentasikan ke dalam parit, lalu dibiarkan hingga suhnya mulai turun atau dibiarkan sekitar 14 hari. Setelah dingin, masukkan acing tanah dengan padat penebaran 11–14 gram/kg media. Pelihara cacing dengan memberikan makan berupa kotoran ternak. Sebarkan kotoran ternak ini dibagian permukaan media setebal 2 cm dengan frekuensi 3 hari sekali. Kotoran ternak berfingsi juga sebagai media. Jika media terlalu kering, lakukan penyiraman hingga media lembab sekali. Lakukan pemanenan jika dalam media sudah tampak butiran kotoran cacing atau media sudah lebih halus dan warnanya lebih gelap. Panen dilakukan dengan cara memisahkan cacing tanah dengan media. Kasting yang dihasilkan siap digunakan sebagai pupuk organik.
Kompos Yang Dihasilkan Dari Sisa Pembuatan Biogas (Sludge) Selain melalui teknik pembuatan seperti yang telah diuraikan diatas, kompos juga bisa dihasilkan dari sisa pembuatan biogas. Pembuatan biogas akan menghasilkan gas (produk utamanya) dan lumpur bahan organik (produk sampingan). Lumpur ini terdiri dari dua bagian yaitu padatan dan cairan. Bagian yang padat dijadikan kompos setelah dikeringanginkan beberapa hari, sedangkan bagian yang cair dijadikan pupuk organik cair. Teknik Pemisahan Lumpur Sisa Pembuatan Biogas (sludge) menjadi Kompos. a. b. c. d.
Ambil bagian padatan yang ada dibagian atas tempat pengeluaran lalu keringanginkan selama 7 hari. Ambil juga bagian bawahnya, lalu saring menggunakan saringan yang halus. Cairan yang keluar ditampung dalam drum plastik yang selanjutnya akan diolah lagi hingga menjadi pupuk organik cair. Padatan yang tertinggal di saringan disatukan dengan bagian padatan, lalu dikeringanginkan. Bagian padatan yang kering sudah menjadi kompos dan siap digunakan.
Pustaka Anonim. Laporan Bulanan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. 2006. Damiri. A, dkk. Laporan Akhir Tahun 2008 PRIMATANI Kabupaten Rejang Lebong. 2008
84
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Parnata. Ayub S. Mengenal Lebih Dekat Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. AgroMedia Pustaka, Jakarta. 2004 Sahidu. S, . Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press, Jakarta.1983. Setiawan. A Iwan. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. 2004 Simammora. Suhut, Salundik. Jakarta. 2008
Meningkatkan Kualitas Kompos. Agro Media Pustaka,
Sutanto. R. 2006. Penerapan Pertanian Organik Pemasaran & Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta. Wahyuni,S, Biogas : Penebar Swadaya, 2008
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS Harwi Kusnadi
Pendahuluan Usaha peternakan selain menghasilkan produk-produk peternakan yang dikonsumsi oleh masyarakat juga menghasilkan limbah peternakan. Limbah peternakan yang paling banyak berupa kotoran dan air kencing. Limbah ini bisa menimbulkan masalah berupa pencemaran lingkungan terutama bau yang tidak
85
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
sedap, mengganggu pemandangan dan bisa menjadi sumber penyakit. Misalnya seekor sapi dengan berat badan 300 kg, maka kotoran yang dihasilkan setiap hari bisa mencapai 25 kg. Jika dalam satu kelompok ternak sapi terdapat 100 ekor, maka 2,5 ton kotoran sapi yang dihasilkan setiap hari. Hal ini bisa menimbulkan masalah lingkungan terutama dengan masyarakat sekitar lokasi peternakan. Pemanfaatan kotoran ternak selama ini telah dilakukan oleh petani antara lain untuk memupuk lahan pertanian meskipun dengan teknologi sederhana. Teknologi untuk mengolah kotoran ternak menjadi bermanfaat untuk kesejahteraan petani telah banyak dikembangkan dan hasilnya perlu disosialisasikan ke petani. Dari pengolahan kotoran ternak ini dengan teknologi yang telah dikembangkan akan dihasilkan biogas, pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Untuk mengolah kotoran ternak menjadi produk-produk yang bermanfaat diperlukan instalasi biogas atau reaktor biogas (digester).
Reaktor Biogas Reaktor biogas adalah konstruksi bangunan atau alat yang digunakan untuk mengolah berbagai bahan baku untuk dijadikan biogas. Berdasarkan cara pengisiannya ada dua jenis rekator biogas(digester) yaitu batch feeding dan continues feeding. Batch feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organik (campuran bahan organik dan air) dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi atau produksinya rendah, maka isian digesternya dibongkar lalu diisi kembali dengan bahan organik yang baru. Continues feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu. Pada pengisiana awal digester diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas diproduksi. Setelah biogas diproduksi pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Setiap pengisian bahan organik yang baru akan diikuti dengan pengeluaran bahan sisa (sludge). Oleh karena itu digester ini didesain dengan membuat lubang pengisian dan lubang pengeluaran. Secara umum, konstruksi reaktor biogas (digester) tersebut memiliki 3 bagian penting yaitu (1) unit pencampur yang berfungsi untuk menampung campuran bahan baku yang akan dimasukkan ke dalam digester, (2) bagian utama digeser yang merupakan tempat berlangsungnya proses fermentasi secara anaerob untuk menghasilkan biogas, (3) bagian pengeluaran campuran padatan dan air proses yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik. Reaktor skala individu dibuat dari drum baja dengan kapasitas tampung 150 liter dengan retention time (waktu tinggal) antara 18-20 hari. Sedangkan reaktor skala kelompok yang dibuat dengan konstruksi beton berlapis bahan kedap air memiliki volume 18m3. Waktu tinggal biomassa dalam reactor 40-50
86
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
hari. Padatan akan menghambat aliran gas yang terbentuk di bagian bawah digester saat menuju penampungan gas. Biogas yang dihasilkan ditampung dalam beberapa buah bekas ban dalam mobil atau truk.
Hal-Hal Yang Mempengaruhi Produksi Biogas 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Rasio C/N dalam kotoran ternak sangat menentukan kehidupan dan aktifitas midroorganisme untuk membentuk gas. Rasio C/N yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30. Misalkan kotoran dan urine sapi perah mempunyai rasio C/N sebesar 18, maka perlu penambahan bahan baku dari jenis lain yang mempunayai rasio C/N lebih besar seperti limbah pertanian yang mempunyai rasio C/N lebih dari 30. Suhu merupakan faktor penting sebagai satu syarat aktifnya bakteri penghasil biogas. Suhu yang paling baik untuk berlangsungnya proses pembentukan biogas adalah 25-35 derajat C, dimana bakteri metanogen akan tumbuh optimal pada kisaran suhu mesofilik. Suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi kurang baik. Suhu di bawah 15 derajat C kecil kemungkinan akan terbentuk biogas dan suhu di bawah 10 derajat C produksi biogas akan terhenti. Untuk mengantisipasi perubahan suhu, maka sebaiknya instalasi biogas ditempatkan dalam tanah. Derajat keasaman (pH) juga sangat berpengaruh pada kehidupan organisme. PH dengan kisaran 6-7 pada campuran bahan baku yang dimasukkan ke dalam reaktor biogas akan menghasilkan produksi biogas optimal. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik) yang akan menurunkan pH, maka untuk mencegah penurunan pH ini dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau kapur (CaCO3). Laju pengumpanan campuran bahan baku ke dalam reaktor biogas yang berlebihan akan mengakibatkan akumulasi asam dan produksi gas metana akan terganggu, dan sebaliknya jika pengumpanan rendah akan mengakibatkan produksi gas menjadi rendah. Reaktor biogas dijaga agar tidak terjadi kebocoran gas. Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob sehingga instalasi biogas harus kedap udara (keadaan anaerob). Kadar air, kandungan total padatan dan ukuran kotoran ternak perlu diperhatikan sehingga produksi biogas bisa optimal. Pengenceran biasa dilakukan dengan perbandingan 1 : (1-2) tergantung kondisi kotoran ternak. Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang telah dijual komersial. Bisa juga menggunakan Lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.
87
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Proses Produksi Biogas Teknologi produksi biogas diawali dengan mengencerkan kotoran ternak. Kotoran ternak dicampur air dengan perbandingan 1 : 1, namun apabila kotoran ternak sudah mongering, maka jumlah air yang harus ditambahkan lebih banyak sampai batas kekentalan yang diinginkan (biasanya 1 : 2). Reaktor dengan kapasitas kecil, bahan baku biogas dan air dapat dicampur secara manual dalam ember plastik. Sedangkan untuk kapasitas besar, proses pencampuran dilakukan dengan alat pencampur. Alat pencampur dengan kapasitas maksimum 0,15 m3 per proses, maka lama pencampuran 515 menit tergantung karakteristik limbah yang digunakan. Kotoran yang sudah dicampur air dimasukkan kedalam reactor biogas sampai menutup saluran pemasukan dan pengeluaran. Kemudian dibiarkan sampai gas yang dihasilkan stabil. Waktu untuk membentuk gas yang stabil 1425 hari. Setelah itu pengisian dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali tergantung pada kondisi lingkungan dan jenis bahan bakunya. Untuk meningkatkan proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisiaan pertama perlu menambahkan starter (berupa starter komersial yang banyak dijual di pasar) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5-5,0 m3. Gas yang dihasilkan pertama kali perlu dibuang karena didominasi CO2 kurang lebih pada hari ke-8. Pada hari selanjutnya akan terbentuk gas CH4 semakin meningkat dan CO2 semakin menurun dan pada saat komposisi CH4 54 % dan CO2 27 %, maka biogas akan menyala. Biogas langsung dapat dihubungkan dengan kompor gas atau generator listrik. Secara sederhana biogas yang dihasilkan bisa ditampung dalam beberapa buah bekas ban dalam mobil atau truk, selanjutnya biogas dapat langsung dialirkan ke dalam kompor untuk digunakan sebagai sumber panas pembakaran.
Setiap 1 reaktor drum skala individu dengan bahan baku 1-2 kg kotoran ternak mampu menghasilkan 0,48 m3 biogas setiap hari. Dilihat dari nilai kalor pembakarannya, 1m3 biogas setara dengan kalor pembakaran minyak tanah sebanyak 0,50-0,60 liter. Satu drum biogas dapat mensubstitusi setengah dari kebutuhan minyak tanah 0,75 liter per hari. Untuk dapat mengganti minyak tanah secara penuh, idealnya mempunyai 2 drum reaktor dengan jumlah kambing 5 ekor atau 1 ekor sapi.
Pemanfaatan Biogas Biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas menggantikan peran gas LPG. Caranya dengan memodifikasi kompor gas
88
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
sehingga bisa disambungkan dengan instalasi biogas yang tersedia. Kran dipasang untuk membuka dan menutup aliran gas ke kompor. Kran dibuka perlahan sehingga gas mengalir ke kompor lalu nyalakan penyulut api dan dekatkan dengan kompor sehingga kompor menyala kemudian atur api sesuai dengan yang diinginkan. Jika telah selesai memasak kompor dimatikan dan pastikan kran gas tertutup sehingga aman. Untuk menghidupkan mesin generator, maka pastikan persediaan gas cukup untuk waktu dan kapasitas listrik yang digunakan. Pastikan saluran gas yang menuju generator sudah terpasang dengan baik. Kemudian kran gas dibuka sehingga gas mengalir ke generator. Mesin generator dihidupkan dengan menarik tali starter. Setelah mesin generator hidup stabil dan normal tunggu beberapa menit sampai lampu indicator menyala , kemudian masukkan kabel ke colokan untuk mendapatkan aliran listrik. Setelah selesai matikan generator dengan cara menutup kran gas yang menuju generator. Mesin generator hanya dapat digunakan 5 jam, setelah mesin dingin geneator dapat didihupkan lagi. Membuat Alat Penghasil Biogas Sederhana a.
Bahan Yang Diperlukan adalah: 1. 4 buah drum bekas, tiga ukuran 200 liter dan satu buah ukuran 120 liter. 2. Pipa besi dengan garis tengah 1 – 1,5 cm yang dilengkapi dengan kran untuk saluran gas. 3. Pipa besi dengan garus tengah 5 cm untuk saluran isian dan buangan. 4. Seng tebal atau plat besi setebal 1 -2 mm untuk membuat corong pemasukan isian, dapat pula digunakan corong yang telah jadi. 5. Slang karet atau slang plastik untuk mengalihkan gas.
b.
Cara Pembuatan. Cara pembuatan alat penghasil biogas dapat dibagi menjadi dua bagian penting, yaitu pembuatan tabung penampungan isian (tabung pencerna) dan pembuatan tabung pengumpul gas. Untuk proses pengerjaannya diperlukan alat-alat yaitu martil pahat baja, alat pengelas dan lain-lain. 1.
Pembuatan Tabung Pencerna Tabung ini dibuat dari dua buah drum besar (tabung 200 liter) yang dirangkai dengan cara dilas. Setelah tabung dirangkaikan, dilengkapi dengan pipa pemasukan isian dan pipa pengeluaran buangan. Tahap-tahap pembuatanya secara lengkap sebagai berikut: a. Drum pertama dibuka salah satu tutupnya (bagian yang ada lubang bekas pemasukan minyak).
89
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
b. c. d. e. f. g. h.
i.
j.
k.
2.
Drum kedua dipotong separo salah satunya (bagian yang ada lubang bekas pemasukan minyak) Drum yang akan digunakan perlu dibersihkan dahulu dari kotorankotoran yang menempel. Lakukan uji kebocoran dengan cara memasukkan air dan diamati seluruh bagian drum. Kebocoran ditandai dengan keluarnya air dari bagian tersebut. Jika ada kebocoran perlu dilakukan penambalan dengan cara dilas. Buatlah lubang dengan diameter 5 cm tepat disisi tutup yang masih utuh kedua drum tersebut. Buatlah lubang berdiameter 1 – 1,5 cm di posisi atas drum yang tutupnya terbuka (berlawanan dengan posisi lubang berdiameter 5 cm). Kedua drum disambungkan satu sama lain dengan cara dilas. Untuk mempekuat sambungan, sebaiknya digunakan baut dan mur. Sebelum disambung, perlu diperhatikan agar kedua lubang yang telah dibuat tepat pada posisi dasar. Sambungkan pipa pemasukan isian (60 cm) yang telah dilengkapi corong pada salah satu lubang dengan membentuk sudut 30 derajat, kemudian dilas. Untuk memperkuat kedudukannya, perlu ditopang dengan plat baja. Sambungkan pula pipa pengeluaran buangan (60 cm) pada salah satu lubang dengan membentuk sudut 30 derajat, kemudian dilas Untuk memperkuat kedudukannya, perlu ditopang dengan plat baja. Sedangkan pipa pengeluaran gas dengan cara dilas pada lubang berdiameter 1 – 1,5 cm. Dengan demikian, pembuatan tabung pencerna telah selesai.
Pembuatan Tabung Pengumpul Gas Tabung pengumpul gas yang akan dibuat ini terpisah dari tabung pencerna. Model ini merupakan penembangan dari model sederhana yang tabung pengumpul gasnya masih bersatu dengan tabung pencerna. Tabung ini terbuat dari dua buah drum yaitu satu buah drum berukuran 200 liter dan satu buah drum berukuran 120 liter. Cara pembuatan tabung ini lebih mudah dari pembuatan tabung pencerna. Proses pembuatannya secara lengkap sebagai berikut: a. Drum besar (200 liter) dibuka salah satunya tutupnya (bagian yang ada lubang bekas pemasukan minyak). Demikian pula, drum
90
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
b. c. d. e. f.
3.
kecil (120 liter) dibuka salah satu tutupnya (baguan yang ada lubang bekas pemasukan minyak). Drum yang akan digunakan perlu dibersihkan dahulu dari kotoran yang menempel. Lakukan uji kebocoran dengan cara memasukkan air dan diamati seluruh bagian drum. Kebocoran ditandai dengan keluarnya air dari bagian tersebut. Jika ada kebocoran perlu dilakukan penambalan dengan cara dilas. Buat dya kubang berdiameter 1 – 1,5 cm pada tutup drum kecil. Sambungkan pada kedua lubang tersebut dua pipa berdiameter 1 – 1,5 dengan cara dilas. Salah satu pipa untuk pemasukan gas dari tabung pemasukan gas dari tabung pencerna dan satu lagi yang telah dilengkapi dengan kran untuk penegluaran gas. Dengan demikian pembuatan tabung pengumpul gas telah selesai.
Cara Menggunakan Alat Penghasil Biogas Cara mengoperasikan alat ini cukup mudah. Setelah semua perlengkapannya siap digunakan, yang perlu dilakukan yaitu: pembuatan isian dari kotoran ternak. Kebutuhan awal isian untuk alat ini sekitar 380 liter. Isian sebanyak itu terdiri dari 8 ember kotoran sapi atau kerbau yang dicampur dengan sekitar 11 ember air. Ember yang digunakan berukuran 22 liter. Selanjutnya, isian yang telah dibuat dimasukkan ke dalam tabung pencerna. Adapun drum besar tabung pengumpul gas diisi dengan air, kemudian drum kecilnya (penutup) dimasukkan ke dalam drum besar. Cara penggunaan secara lengkap sebagai berikut: •
•
• • •
Buat isian dengan mencampurkan kotoran ternak segar dengan air, perbandingannya 1 : 1,5. Aduklah kotoran sampai merata sambil membuang benda-benda keras yang mungkin ikut tercampur. Masukkan isiann yang telah siap kedalam tabung pencerna melalui pipa pemasukan isian. Pemasukan isian dihentikan setelah tabung pencerna penuh yang ditandai dengan keluarnya buangan dari pipa buangan. Buka kran pengeluaran gas yang dihubungkan denganpipa pemasukan gas tabung pengumpul dengan selang karet atau plastik yang telah disiapkan. Masukan air kedalam drum besar tabung pengumpul gas sampai ketinggian sekitar 60 cm. Masukkan pula drum kecil ke dalam drum besar yang telah diisi air dan biarkan drum tersebut tenggelam sebagian badannya.
91
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
•
Tutup kran pengeluaran gas tabung pengumpul.
Setelah 3 – 4 minggu, biasanya gas pertama mulai terbentuk yang ditandai dengan terangkatnya drum kecil tabung pengumpul gas. Gas pertama ini masih bercampur dengan udara sehingga belum dapat digunakan karena mudah meledak. Gas pertama ini perlu dibuang dengan membuka kran pengeluaran gas tabung pengumpul. Setelah gas pertama terbuang habis yang ditandai dengan turunnya permukaan drum kecil pengumpul gas ke posisi semula, kran pengeluaran gas ditutup kembali. Gas yang terbentuk kemudian sudah dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan. Pengisian isian selanjutnya dapat dilakukan setiap hari. Kebutuhan isian perhari sekitar 1 ember berukuran 22 liter. Pustaka Wahyuni,S. 2008. Biogas.Penebar Swadaya. Simamora, Salundik, Wahyuni, dan Surajudin, 2008. Membuat Biogas. PT Agromedia Pustaka. Setiawan, A.I. 2004. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya.
PEMANFAATAN LIMBAH BIOGAS MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR Harwi Kusnadi
Pendahuluan Kotoran ternak telah banyak dimanfaatkan oleh peternak untuk menghasilkan biogas. Selain biogas, instalsi biogas juga menghasilkan limbah berupa sludge (lumpur sisa pembuatan biogas). Sludge mempunyai sifat seperti kompos dengan kandungan unsur hara yang tinggi. Lumpur sisa pembuatan biogas yang berbentuk lumpur telah mengalami fermentasi anaerob sehingga
92
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
bisa langsung digunakan untuk memupuk tanaman. Pada proses fermentasi dalam digester terjadi perombakan anaerobik bahan organik menjadi biogas dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam butirat dan asam laktat). Dengan demikian konsentrasi N, P, dan K akan meningkat. Untuk memanfaatkan sludge perlu dilakukan pemisahan bagian padat dan bagian yang cair. Bagian yang cair ini dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk organik cair. Pupuk organik cair adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di dalamnya maksimum 5%. Keuntungan menggunakan pupuk organik cair antara lain : 1. Dibandingkan dengan pupuk organik padat, aplikasi pada tanaman lebih mudah, 2. Unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik cair lebih mudah diserap tanaman, 3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat, 4. Pencampuran pupuk organik cair dengan pupuk organik padat dapat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut.
Proses Pemisahan Sludge Pemisahan sludge antara bagian yang padat dan bagian yang cair dilakukan dengan cara dan alat yang sederhana. Alat yang digunakan saringan dari kawat yang halus, saringan pasir dan saringan dari sabut kelapa. Tahapan pemisahan sludge sampai diperoleh pupuk organik cair sebagai berikut: 1. Lumpur buangan sisa dari pemuatan biogas disaring dengan menggunakan saringan kawat halus dan saringan pasir kemudian ditampung dalam drum plastik. Untuk meningkatkan unsur kalsium dan fosfor, maka sludge yang cair ditambah dengan tepung tulang, tepung kerabang telur atau tepung darah. Sludge cair tersebut dibiarkan selama satu minggu. 2. Setelah satu minggu, sludge cair disaring lagi dengan menggunakan kain bekas kemasan tepung terigu, lalu diperas dengan cara memutar kain tadi. Cairan hasil penyaringan tersebut ditampung di dalam drum plastik, lalu dibiarkan selama 3-4 hari dan dipasang aerator untuk membuang gas-gas yang tersisa. 3. Setelah itu, aerator dilepas, lalu dibiarkan selama dua hari agar partikelpartikel yang masih ada mengendap dan cairan yang dihasilkan menjadi lebih bening. Pupuk organik cair yang sudah jadi berwarna kecoklatan seperti seduhan air teh. Bisa juga ditambah dengan rempah-rempah seperti tepung kunyit, tepung jahe atau bahan alami lainnya yang berfungsi sebagai pestisida nabati. 4. Cairan yang dihasilkan dikemas dengan cara dimasukkan ke dalam botol dan siap untuk dijual.
Penggunaan Pupuk Organik Cair 93
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Pupuk organik cair digunakan untuk memupuk tanaman dengan beberapa cara antara lain: 1. Dengan menyiramkan langsung pada lahan pertanian atau media tanaman. 2. Dengan mengalirkan pada saluran air irigasi. 3. Dengan penyemprotan secara tepat. Pupuk organik cair dapat digunakan untuk memupuk tanaman dalam pot, tanaman hias, atau tanaman terrarium, tanaman sayuran berumur pendek dan lain-lain dengan cara penggunaan dan dosis pemupukan sesuai dengan tanamannya. Pustaka Wahyuni,S. 2008. Biogas.Penebar Swadaya. Simamora, Salundik, Wahyuni, dan Surajudin, 2008. Membuat Biogas. PT Agromedia Pustaka.
TEKNOLOGI PENANGANAN DAGING SEGAR Wilda Mikasari
Pendahuluan Daging sapi telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Untuk memperpanjang daya tahan daging, cara penanganan daging segar diantaranya dilakukan dengan teknologi pendinginan, pembekuan, pengeringan, penggaraman, penambahan senyawa aditif nitrit (proses curing dalam pembuatan sosis /kornet) dan lainnya.
94
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Cara yang lebih banyak digunakan dalam rumah tangga, pebisnis retail, distributor dan pengusaha daging adalah dengan metode pendinginan dan pembekuan. Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir dimana terjadi kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu merupakan ukuran ketahanan penyimpanan. Dalam menangani produk daging segar hal yang harus dipenuhi adalah 1) praktek higienis, 2) temperatur yang sesuai dan 3) kemasan vakum.
Praktek Higienis Daging segar memiliki komposisi air, protein, lemak dan mineral. Komposisi daging tersebut merupakan sumber makanan bagi bakteri. Untuk itu praktek higienis merupakan faktor terpenting dalam menangani produk daging. Higienis adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan manusia atau produkproduk hewan yang membahas tingkat kontaminasi pangan sedangkan sanitasi hal yang berkaitan dengan alat dan peralatan. Praktek Higienis dapat dirinci dalam beberapa poin: 1. 2. 3.
4.
Kebersihan diri. Biasakan mencuci tangan dan menangani produk daging dalam keadaan sehat (tidak dalam keadaan sakit atau bila ada bagian tubuh yang terluka). Kebersihan peralatan. Membuang sisa makanan yang menempel pada peralatan, mencuci peralatan dan dikeringkan serta melakukan proses desinfektan. Memahami kontaminasi silang. Tidak menyimpan produk daging berdekatan dengan produk makanan kaya protein lain (telur, susu, uanggas) untuk menghindari berpindahnya bakteri ke produk daging, tidak menggunakan peralatan pisau/telenanan bersamaan dengan produk makanan kaya protein lainnya. Pencegahan (preventif). Tidak membeli daging dari sumber yang tidak melakukan praktek higienis, tidak membeli daging dari sumber yang tidak mengenal jelas asal-usul daging yang dijual, memasak produk daging sampai pada tingkat kematangan penuh, tidak mengkonsumsi daging matang yang sudah lama dipajang tanpa ada pemanas.
Temperatur Yang Sesuai Temperatur yang aman untuk menyimpan produk daging segar adalah pada temperatur 0-50C atau lebih rendah -1– 0 0C. 1.
Penyimpanan dingin. Tempat penyimpanan dingin biasa disebut refrigerator/kulkas untuk skala rumah tangga atau chiller room untuk skala
95
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
industri. Pendinginan bisa mempertahankan kualitas daging karena pertumbuhan bakteri akan terhambat dengan penurunan temperatur sampai -1 0C. Pendinginan bisa mempertahankan kualitas daging seperti aroma, warna, sari, keempukan dan nilai gizi, dengan daya tahan simpan 2 – 3 hari pada temperatur -1– 0 0C. Penanganan daging untuk disimpan dingin harus diperlakukan sebagai berikut: • Daging segar yang tidak akan digunakan lagi dibungkus menggunakan plastik film (wrapping film) agar permukaan daging tidak kering akibat temperatur rendah. • Daging yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam refrigerator/chiller dan ditempatkan pada bagian yang paling dingin. • Gunakan pola FIFO (First In First Out) dengan menuliskan tanggal saat daging dimasukkan. Bila diperlukan waktu simpan yang lebih dari 5 hari sebaiknya daging disimpan dalam freezer, untuk penyimpanan 5 minggu adalah 1.5 0C, penyimpanan 7 minggu adalah -0.5 0C dan penyimpanan 9-10 minggu pada penyimpanan bersuhu -1 0C. Selain dengan menggunakan suhu rendah ini ada beberapa hal lain yang ada untuk mengurangi kecepatan kerusakan oleh mikroorganisme. Faktor-faktor ini antara lain adalah: •
2.
Pengurangan tingkat pencemaran mulai pada saat pemotongan sapi dan penanganan karkas dengan menggunakan praktek higienis. • Waktu penyembelihan dan penanganan karkas tidak boleh lebih dari 45 menit. • Penyimpanan karkas berkisar pada RH 87-81 % sehingga pengeringan permukaan yang mencapai 2-4 % dari berat karkas terjadi di permukaan. • Penambahan 25% CO2 dalam atmosfir penyimpanan dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme. Penyimpanan Beku. Pembekuan daging dapat dilakukan dengan meletakkan daging dalam freezer (bagian atas pada unit refrigerator) atau freezer room (untuk skala industri), dengan kisaran suhu pembekuan -18 s/d -20 0C dengan sistem cepat. Ketahanan daging yang disimpan dalam keadaan beku adalah 3-6 bulan. Beberapa hal yang harus dipahami dalam penyimpanan beku pada daging : • •
Produk daging yang akan dibekukan harus dalam kondisi fresh sejak awal. Daging dibungkus menggunakan kemasan plastik agak tebal dan dikemas rapat agar daging tidak mengalami dehidrasi/kekeringan (feezer burn). Daging yang terhidrasi akan mengalami perubahan
96
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
• •
warna, dipermukaan daging menjadi coklat kehitaman dan setelah diolah daging akan terasa alot dan terjadi penyimpangan citarasa. Pembekuan tidak akan menyebabkan bakteri menjadi mati. Pada kondisi beku, bakteri akan membentuk spora untuk melindungi dirinya. Pada kondisi ini bakteri dalam keadaan dorman/tidur. Produk daging yang telah dibekukan bila di thawing/dicairkan harus diusahakan segera diproses secepatnya (habis).Karena bakteri akan mengakhiri masa dormannya dan aktivitas merusaknya akan jauh lebih tinggi. Bila daging yang telah di thawing tidak habis diproses, maka sisanya harus disimpan dalam keadaan dingin (chill) tidak boleh disimpan beku lagi. Ada beberapa metode thawing/dicairkan produk daging beku yang bisa diterapkan yaitu : a. Diletakkan dalam temperatur dingin (chill). Produk daging beku dipindahkan dari freezer ke chiller dan membiarkan daging beku mencair perlahan-lahan. Cara ini akan terjadinya drips sedikit sehingga kandungan nutrisi daging bisa dipertahankan. Drips adalah cairan (bukan darah) daging yang akan keluar dari daging beku saat di thawing. Waktu yang dibutuhkan 12-24 jam. b. Diletakkan pada temperatur ruang 27-30 0C. Produk daging beku dikeluarkan dari freezer dan diletakkan saja diruangan dengan temperatur ruang. Keuntungan cara ini waktu thawing akan lebih cepat namun drips akan lebih banyak. c. Diletakkan diwastafel dan dikucuri air. Hindari kontak langsung produk daging beku dengan air dan tidak merendam daging beku. Produk daging beku dapat dibungkus dengan kantong plastik. Metode thawing daging beku yang direkomendasikan adalah dengan memindahkan daging beku dari freezer ke chiller. Drips yang keluar lebih sedikit dan kandungan nutrisi dapat dipertahankan.
Kemasan Vakum Kemasan vacum (kemasan hampa udara) banyak digunakan untuk produk daging dalam mempertahankan daya simpan produk. Teknologinya adalah produk daging segar dimasukkan ke dalam kemasan vakum, sehingga udara yang ada di dalam kemasan disedot keluar, kemudian pada jarak tertentu dari produk, kemasan dikelim. Plastik yang digunakan adalah jenis plastik kopolimer dari vinylidine chloride dan vinyl chloride yang dapat mengkerut bila dipanaskan. Kemasan yang berisi produk direndam kedalam wadah berisi air panas (88–99 0C) selama beberapa saat (+ 5 detik). Kemasan vakum akan mengerut dan mengisi ruang pada permukaan daging sehingga memberikan ketahanan yang sangat baik bagi produk daging.
97
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Daging segar yang dikemas vakum dapat bertahan selama 12 minggu dengan syarat sebagai berikut: 1) menangani daging yang dikemas vakum dengan higienis dan telaten, 2) kemasan tidak bocor, 3) jangan membiarkan suhu berfluktuasi, pertahankan penyimpanan pada suhu -1– 0 0C.
Pengasapan Penyimpanan daging dalam bentuk diasap selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan oksidasi lemak. Jenis bahan yang dapat digunakan untuk mengasapkan daging adalah kayu keras/serbuk gergaji, sekam padi dan tongkol jagung dan sabut kelapa. Proses Pengasapan dapat dilaksanakan dengan: 1. 2.
Proses konvensional dengan menggantungkan produk dalam rumah pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35 oC – 40oC. Menaruh produk tersebut selama beberapa jam dalam suatu tuangan dimana asap disalurkan dari pembangkit asap yang terdiri dari suatu roda penggiling dan suatu tongkat kayu.
Pengeringan Penyimpanan daging dalam bentuk dikeringkan dapat membuat daging menjadi lebih awet dan memperkecil volume, sehingga memudahkan pengangkutan dan pengepakan. Kelemahannya adalah sifat asal bahan dapat berubah. Dendeng merupakan salah satu bentuk daging kering yang merupakan produk khas di Indonesia. Pengeringan dilakukan dalam bentuk lembaran tipis dan penambahan rempah-rempah dan gula. Penggunaan NaNO3 dalam pengeringan daging dapat menghambat pertumbuhan bakteri selama pengeringan dengan sinar matahari. Teknik pengawetan dengan pengeringan berpedoman pada interaksi antara teknik-teknik pengawetan yang menyangkut: 1. Pembatasan aktivitas air dengan pengeringan 2. Penggunaan garam dan gula untuk mengendalikan kegiatan air lebih lanjut dan berfungsi sebagai penghambat selektif terhadap kegiatan enzim dan mikroorganisme 3. Penggunaan bumbu untuk membatasi perkembangan selanjutnya dari mikroorganisme dan untuk memberikan rasa yang khas. Pustaka Burhan, Bahar. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Buckle, K.A, Edwards, R.A., Fleet, G.H, Wooton, M., 1985. Ilmu Pangan. Departemen Of Education And Culture Directorate General Of Higher Education. 227-267 p.
98
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Rianto,Edy dan Purbowati, Endang. Penebar Swadaya.
2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penerbit
Syarif, Rizal dan Halid, Hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.Hal 315-320.
KARKAS SAPI DAN KARAKTERISTIKNYA Wilda Mikasari
Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dapat dikonsumsi berasal dari hewan yang sehat. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Untuk mengenal bagian-bagian daging sapi memang sulit, karena semuanya serba merah, bentuknya hampir terlihat sama, apalagi kalau bagian daging tertentu sudah dipotong menjadi lebih kecil, sulit bagi kita untuk menduga dari daging apa potongan tersebut.
99
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Karkas adalah bagian badan ternak yang telah disembelih, dikuliti, dikeluarkan isi perutnya dan dipotong kaki bagian bawah, kepala, ekor dan darah. 1. 2. 3. 4. 5.
Secara umum karkas sapi dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu; Bagian bahu Bagian punggung Bagian dada–perut Bagian paha belakang Bagian betis
Karkas Bagian Bahu Pada bagian bahu terdapat beberapa macam daging yaitu: 1.
2.
Blade/Sampil, meupakan daging bagian bahu yang tebal dengan komposisi berat + 5.5 % dari berat karkas.Blade dikatagorikan daging yang cukup empuk dengan struktur serabut ototnya yang lurus. Blade terdiri dari bagian yang bentuknya mirip dengan kerang, terbungkus oleh kulit luar yang keras disebut Oyster Blade. Blade dapat digunakan untuk keperluan: rending, sup, oseng-oseng dan steak. Chuck Tender/Kijen, merupakan bagian daging yang melekat pada blade. Komposisinya +0.9 % dari berat karkas. Bentuknya seperti batu ulekan dan terbungkus kulit luar yang tipis. Chuck Tender mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan Blade, bedanya dagingnya tebal dan tidak banyak lapisan kulit luar keras/lemak tebal yang membungkusnya. Nilai ekonomis chuck Tender lebih mahal dibandingkan dengan Blade. Chuck Tender dapat digunakan untuk keperluan: rendang,oseng-oseng, sup.
100
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
3.
Chuck/Sampil, anatominya berdekatan dengan Blade. Komposisi Chuck + 4.8 % dari berat karkas. Posisi Chuck ada dibahu sampai kea rah leher, berwarna merah pekat, tebal, serabut daging besar dan kecil yang berseberangan/melintang. Daging chuck lebih alot dibandingkan Blade dan dapat digunakan untuk keperluan rending, sup, oseng-oseng dan lainnya.
Karkas Bagian Punggung Daging yang terdapat di bagian punggung adalah: 1.
2.
3.
Sirloin/Has Luar/Lulur Luar Sirloin merupakan daging yang terkenal karena dagingnya paling empuk dibandingkan dengan daging yang lainnya. Sirloin terletak dibagian punggung belakang sampai tulang rusuk, komposisinya 4.4 % dari berat karkas dan tergolong daging eksklusif dengan nilai ekonomi yang tinggi. Sirloin digunakan untuk membuat steak, sukiyaki, yakiniku, shabu-shabu. Cube Roll/Rib Eye Roll/Lulur Depan Cube Roll mirip dengan Sirloin terletak pada tulang rusuk ke 4 s/d ke 8. Komposisinya bervariasi dari 1.7 s/d 2.8 % dari berat karkas. Cube Roll dapat digunakan untuk membuat steak. Tenderloin/Has Dalam/Lulur Dalam Tenderloin merupakan daging yang paling empuk dari seluruh bagian daging. Komposisinya 1.6 % dari berat karkas. Tenderloin terletak pada bagian dalam tulang punggung belakang. Tenderloin berada di posisi yang sangat jarang digerakkan sehingga memberikan keempukan yang tinggi. Tenderloin hanya boleh dimasak dalam waktu cepat karena terlalu lama dimasak daging akan hancur. Tenderloin secara eksklusif digunakan untuk steak atau dioseng cepat.
Karkas Bagian Dada-Perut Daging yang terdapat pada karkas bagian dada-perut adalah: 1.
2. 3.
Brisket/Sandung Lamur, merupakan bagian daging dada/rusuk, bentuknya memanjang dan banyak mengandung lapisan lemak. Dalam pengolahan biasanya dipotong melintang searah bagian yang pendek dan dapat digunakan untuk membuat sup, semur dan campuran masakan yang memerlukan lemak. Short Ribs/Iga, merupakan bagian daging yang mengandung tulang (rusuk), dagingnya cukup banyak. Lebih umum digunakan untuk keperluan membuat BBQ (panggang) atau sup iga sapi. Flank/Sancam, merupakan bagian daging di bagian perut dan kandungan lemaknya tinggi. Karena berlemak Flank cocok digunakan untuk membuat semur, sop atau masakan yang memerlukan lemak.
101
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Karkas Bagian Paha Belakang Daging yang terdapat pada paha belakang adalah: 1.
2.
3.
4.
5.
Topside/Inside/Penutup, adalah bagian daging pada paha belakang yang besar dan tebal dengan komposisi 6.2 % dari berat karkas. Bentuk Topside besar melebar dan terbungkus lapisan lemak, dikalangan pedangan disebut daging murni/daging paha dengan tekstur daging sangat padat dan kering. Topside digunakan untuk membuat rending, dendeng, rollade, empal, dan oseng-oseng. Knuckle/Kelapa, disebut juga daging kelapa karena bentuknya mirip dengan kelapa. Komposisinya + 3.3 % dari berat karkas. Daging kelapa dikatagorikan sebagai gading murni/daging paha, dagingnya padat dan terbungkus oleh kulit luar yang tipis. Knuckle digunakan untuk membuat rending, dendeng, oseng-oseng. Silverside/Outside/Pendasar Gandik, berwarna merah muda keperakan, disebut pendasar gandik karena silverside merupakan dasar bagi melekatnya daging lain yaitu Gandik (Eye Round). Silverside merupakan gabungan 2 macam daging yaitu silver dan gandik dengan komposisi 6.2 % dari berat karkas. Dikatagorikan daging murni karena dagingnya tebal dengan tekstur kering dengan lapisan lemak yang cukup tebal pada permukaannya. Silverside digunakan untuk membuat rending, dendeng, oseng-oseng dan steak. Eye Round/Gandik, disebut eye Round karena bentuknya seperti mata dengan warna yang hkas yaitu merah sangat muda dan merupakan bagian dari silverside. Eye Round memiliki warna merah yang paling muda dibandingkan dengan bagian daging yang lainnya. Eye Round bertekstur kering dan biasa digunakan untuk membuat rending, empal, dendeng, oseng-oseng dan lainnya. Rump/Tanjung, merupakan daging dengan tingkat keempukan urutan ke 4 setelah tenderloin, Sirloin, dan Rib Eye. Rump/Tanjung terletak persis dibelakang Sirloin dan berada pada posisi yang tidak banyak digerakkan sehingga memiliki keempukan yang tinggi. Rump/Tanjung terbungkus dengan lemak yang terkadang cukup tebal, dan dapat digunakan untuk membuat rending, dendeng, empal, oseng-oseng dan steak.
Karkas Bagian Betis Daging yang terdapat pada bagian betis adalah Shin Shank/Betis/Kisi, yaitu daging yang terletak pada bagian betis depan (fore) dan pada betis belakang (hind). Shin Shank mengandung banyak sekali urat karena aktivitas sapi paling tinggi dapa daerah betis untuk berjalan. Dalam mengolah shin shank tidak bisa dimasak cepat atau dibuat steak, namun diolah untuk membuat sup, soto, atau masakan lain yang memerlukan
102
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
urat/kekenyalan. Bila dipotong melintang pada bagian tengah tulang Shin Shank terdapat sum-sum (marrow) yang lezat dan bergizi. Potongan Shin Shank dari tulang kaki depan memiliki sumsum yang lebih sedikit dari tulang kaki belakang. Berdasarkan standar Perdagangan (SP) 144-1982 yang ditetapkan Departemen Perdagangan Indonesia, penggolongan daging sapi/kerbau menurut kelasnya adalah sebagai berikut: Golongan (kelas) I, meliputi daging bagian 1. 2. 3. 4.
Has dalam (Fillet) Tanjung (Rump) Has luar (Sirloin) Lemusir (Cube Roll) -
Kelapa (Inside) Penutup (Top Side) Pendasar + Gandik (Silver Side)
Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian 1. 2. 3.
Paha Depan Sengkel (Shank) Daging Paha Depan (Chuck) Daging Iga (Rib meat) Daging Punuk (Blade)
Golongan (kelas) III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, yaitu 1. 2. 3.
Samcan (Flank) Sandung Lamur ( Brisket ) Daging Bagian Lainnya
Setiap golongan terdiri dari 3 jenis mutu, yaitu mutu I, II dan III dengan ciri-ciri sebagai berikut: Karakteristik Daging Sapi berdasarkan Jenis Mutu. CIRI-CIRI
KARAKTERISTIK MUTU I Warna
Merah Khas Daging Segar
MUTU II Merah Khas Daging Segar
MUTU III Merah Khas Daging Segar
103
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Bau Penampakan Kekenyalan
Khas Daging Segar Kering Kenyal
Khas Daging Segar Lembab Kurang Kenyal
Khas Daging Segar Basah Lembek
Bagian Daging Sapi dan Kesesuaian Pengolahannya. NO
JENIS DAGING
SESUAI UNTUK MASAKAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Daging punuk (blade) Daging paha depan (chuck) Daging lemusir (cube Roll) Has luar (sirloin) Has Dalam (Fillet) Penutup+Tanjung (Top side + Rump) Pendasar + Gandik (Silver Side) Daging kelapa (inside) Sengkel (shank) Samcan (Flank) Daging Iga (Rib Meat) Sandung Lamur (Brisket)
Empal, Semur, Sop,Kari,abon, rendang Empal,Semur,Sop,Kari,abon dan rendang Empal,Semur,Sop,Kari,abon dan rendang Bistik dan roll Grill, stik, sate dan sukiyaki Bistik,empal,dendeng,rendang,bakso,abon Bistik,empal,dendeng,rendang,bakso,abon Cornet,sate,daging giling,dan rawon Semur,sop,rawon,empal. Cornet,sate,daging giling,dan rawon Kornet,roll,rawon,sop,dan roast Kornet,roll,rawon,sop,dan roast
Pustaka Burhan, Bahar. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Buckle, K.A, Edwards, R.A., Fleet, G.H, Wooton, M., 1985. Ilmu Pangan. Departemen Of Education And Culture Directorate General Of Higher Education. 227-267 p. Departemen Pertanian, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Dukungan Aspek Teknologi Pascapanen. Lasmiatik, R. 2009. Masakan Pilihan Keluarga ‘Daging’. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Rianto,Edy dan Purbowati, Endang. Penebar Swadaya.
2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penerbit
Syarif, Rizal dan Halid, Hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.Hal 315-320.
104
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
TINJAUAN TENTANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING SAPI Shannora Yuliasari
Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan daging disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam dan di permukaan daging. Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal pada saat penyembelihan ternak sampai pada saat daging dikonsumsi. Kontaminasi pada daging dapat dimulai pada saat penyembelihan. Jika peralatan yang digunakan tidak steril, mikroorganisme penyebab kerusakan daging dapat masuk ke peredaran darah. Darah masih bersirkulasi selama beberapa saat setelah penyembelihan. Kontaminasi juga dapat terjadi selama
105
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
proses pemotongan daging, penyimpanan daging segar, pembuatan produk olahan daging, dan distribusi daging segar atau produk olahan. Di dalam daging terjadi perubahan proses biokimiawi setelah ternak dipotong. Perubahan tersebut menyebabkan dua komponen pada otot daging, yaitu aktin dan miosin bersatu membentuk aktomiosin. Akibat proses ini otot memendek dan daging menjadi kaku. Fase kekakuan ini terjadi setelah 6-12 jam ternak sapi dipotong. Pada fase ini rasa dan aroma daging sapi makin berkembang, warna cukup cemerlang, dan jika dimasak daging akan cepat empuk. Selanjutnya, setelah melalui fase tersebut, daging mulai lemas dan mulai memasuki tahap kerusakan. Semakin lama tekstur semakin lembek, mulai berair, berwarna cokelat gelap dan kebiruan, serta mulai berbau busuk. Daging sapi merupakan komoditas yang sangat memenuhi syarat sebagai media tumbuh mikroorganisme penyebab kebusukan. Daging mempunyai kadar air yang tinggi sekitar 68-75 %. Kadar air yang terkandung dalam daging sangat mendukung aktivitas mikroorganisme penyebab kebusukan. Daging juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sebagai substrat makanan mikroorganisme tersebut. Berdasarkan sifat daging yang mudah rusak tersebut, sangat diperlukan upaya untuk mempertahankan kualitas daging dan memperpanjang masa simpan daging. Upaya mempertahankan kualitas daging dapat dilakukan baik dalam bentuk daging segar maupun produk olahan. Dalam makalah ini akan disampaikan hasil tinjauan (review) beberapa teknologi pengolahan daging sapi yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging dan mempertahankan kualitas daging, antara lain pengolahan daging sapi menjadi dendeng, abon, daging asap, dan bakso.
Nilai Gizi Daging Sapi Menurut sebagian orang, mengkonsumsi daging masih menjadi dilema. Selain harganya yang mahal, berkembang juga pendapat mengkonsumsi daging dapat menyebabkan kegemukan, kolestrol naik, penyakit jantung, dan darah tinggi. Padahal daging terutama daging sapi merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi lengkap dan seimbang. Protein merupakan komponen gizi terbesar dari daging. Dalam tubuh, protein berperan dalam proses pertumbuhan dan menggantikan sel-sel tubuh yang rusak. Nilai nutrisi daging tinggi dikarenakan daging mengandung asamasam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein yang berasal dari daging mempunyai sifat lebih mudah dicerna dibandingkan protein nabati. Kadar protein yang terkandung dalam daging sapi mencapai 16-22 % (Khomariah, Surajudin, dan Dwi Prunomo, 2005).
106
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah konsumsi daging dalam jumlah yang seimbang dan tidak berlebihan. Dengan mengkonsumsi daging dalam jumlah yang cukup, maka kebutuhan protein dan asam amino akan terpenuhi.
Pemilihan Daging Segar Daging segar bukan berarti daging dari ternak yang baru dipotong. Daging segar yang sehat adalah daging yang sudah melalui proses pelayuan setelah ternak dipotong. Proses pelayuan adalah proses penirisan daging dalam ruang pendingin selama 8 jam. Proses tersebut bertujuan untuk mengeluarkan darah dari dalam daging sehingga daging menjadi lebih kering, empuk, dan tidak cepat busuk. Namun untuk beberapa produk olahan daging seperti bakso, dibutuhkan daging yang benar-benar segar dan belum melalui proses pelayuan. Parameter penentu kualitas daging segar meliputi kadar air, warna, tekstur dan keempukan daging, dan aroma. Daging segar dicirikan dengan permukaannya yang kering, mengkilap, dan tidak berlendir. Daging sapi yang baru dipotong memiliki warna merah ungu gelap. Jika daging dibiarkan kontak dengan udara, warna akan berubah menjadi lebih terang. Daging segar mempunyai tekstur yang empuk, tetapi tidak lembek dan tidak lengket di tangan. Selain itu juga memiliki aroma yang khas dan tidak berbau busuk.
Proses Pengolahan Daging Sapi 1.
Pengeringan Prinsip pengeringan adalah menurunkan kadar air dalam daging. Dengan menurunnya kadar air maka aktivitas mikrobia penyebab kebusukan juga akan terhambat. Proses pengeringan yang umum diterapkan pada komoditas daging sapi adalah proses pembuatan dendeng dan abon. Pada proses pembuatan dendeng, daging sapi dikeringkan dengan cara dijemur atau dikeringkan menggunakan alat pengering (oven). Sedangkan proses pembuatan abon, daging dikeringkan dengan cara menggoreng sampai kering. Daya simpan produk olahan daging dalam bentuk dendeng dan abon dapat mencapai berbulan-bulan terutama jika produk dikemas dengan bahan kemasan yang cukup baik.
a.
Dendeng Dendeng merupakan salah satu jenis makanan tradisional masyarakat Indonesia. Olahan daging sapi menjadi dendeng dapat dalam bentuk kering maupun basah. Dendeng kering mempunyai daya tahan simpan yang cukup lama karena dikeringkan hingga kadar air sekitar 15%. Sedangkan dendeng basah biasanya langsung diolah lebih lanjut menjadi makanan yang siap dikonsumsi.
107
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan dendeng adalah pisau, talenan, baskom, niru atau tampah, alat pengering (oven), loyang, serta blender atau penggiling bumbu. Bahan utama yang digunakan adalah daging sapi segar. Bahan pendukung berupa bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, garam, gula merah, ketumbar, lengkuas, dan air asam jawa. Adapun proses pengolahan dendeng adalah sebagai berikut: • Daging sapi segar dicuci bersih dan diiris setebal 3 mm. • Giling sampai halus bumbu-bumbu sebagai berikut; untuk 1 kg daging sapi, bawang merah 5 siung, bawang putih 3 siung, garam 1 sendok makan, ketumbar bubuk 2 sendok makan, lengkuas halus 1 sendok makan, gula merah 1 ons, dan air asam jawa 2 sendok makan. • Campurkan semua bumbu dengan irisan daging, dan biarkan selama satu malam dalam lemari pendingin. • Susun irisan daging yang telah berbumbu di atas tampah, lalu dijemur sampai kering atau disusun di atas loyang aluminium dan dikeringkan dengan oven. • Untuk menghasilkan dendeng basah, pengeringan tidak perlu terlalu lama. Dendeng yang sudah agak kering diolah lebih lanjut dengan cara digoreng beberapa saat, kemudian ditumis dengan minyak kelapa, bawang merah, dan cabai hijau.
b. Abon
Abon merupakan produk olahan daging sapi dengan cara digoreng sampai kering, sehingga memiliki daya tahan simpan yang relatif lama. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan abon meliputi wajan, sendok penggoreng, kompor, pisau, talenan, baskom, alat pengepres atau penyaring minyak, panci, dan alat penumbuk (lumpang), serta pengemas plastik (sealer). Bahan yang digunakan meliputi daging sapi segar, bawang merah, bawang putih, ketumbar bubuk, garam, daun salam, sereh, santan, gula merah, dan lengkuas. Proses pembuatan abon daging sapi adalah sebagai berikut : • Daging sapi segar dicuci bersih dan direbus bersama dengan sereh 2 batang dan daun salam 5 lembar sampai daging empuk. • Giling sampai halus bumbu-bumbu sebagai berikut; untuk 1 kg daging sapi, bawang merah 5 siung, bawang putih 3 siung, garam 1 sendok makan, ketumbar bubuk 2 sendok makan, lengkuas halus 1 sendok makan, dan gula merah 1 ons. • Campurkan semua bumbu dengan daging yang telah disuir-suir dan santan ½ butir kelapa, kemudian masak dengan api kecil sampai agak mengering. • Tumbuk daging menggunakan lumpang hingga halus seperti serabut.
108
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
• • • 2.
Goreng dengan minyak panas sampai kering. Setelah kering, abon ditiriskan dari minyak dan dipres dengan alat pengepres atau diperas dengan kain saring sampai minyak keluar. Abon dimasukkan ke dalam plastik pengemas dan di-sealer.
Pengasapan Pengasapan bertujuan selain daging menjadi masak oleh pengasapan, juga asap yang masuk ke dalam jaringan daging dapat berfungsi sebagai pengawet yang dapat menekan pertumbuhan mikrobia penyebab kebusukan daging. Dengan pengasapan juga dapat memberikan flavor dan penampakan produk yang lebih menarik. Peralatan yang diperlukan pada proses pembuatan daging asap adalah alat pengasap (smoke dry machine) atau dapat diganti dengan alat pengasap tradisional, panci tekan (press cooker), baskom, pisau, talenan, dan plastic sealer. Bahan yang digunakan antara lain daging sapi segar dan bumbu-bumbu seperti bawang putih, ketumbar, garam, gula pasir, lengkuas, serta tempurung kelapa sebagai bahan pengasap. Proses pembuatan daging asap adalah sebagai berikut: • •
• • • • • 3.
Daging dicuci bersih dan diiris setebal 0,5 cm. Giling sampai halus bumbu-bumbu sebagai berikut; untuk 1 kg daging sapi, bawang merah 5 siung, bawang putih 3 siung, garam 1 sendok makan, ketumbar bubuk 2 sendok makan, dan lengkuas halus 1 sendok makan. Campurkan semua bumbu dengan irisan daging, dan biarkan selama satu malam dalam lemari pendingin. Rebus irisan daging dan bumbu perendam dengan menggunakan panci tekan (press cooker) selama 1 jam. Susun irisan daging yang telah berbumbu di atas rak alat pengasap dan asapi selama 2 jam (suhu asap 65-70oC). Irisan daging asap dikeringanginkan pada suhu ruang, dan selanjutnya daging asap dikemas dengan plastic sealer. Penyajian daging asap biasanya dimasak lebih lanjut dengan cara ditumis, dibalado, ataupun dimasak dengan campuran santan.
Pengolahan Bakso Daging Sapi Bakso merupakan produk olahan daging yang sudah sangat dikenal masyarakat. Kualitas bakso ditentukan oleh kualitas bahan penyusun yang digunakan. Bakso yang berkualitas baik adalah bakso yang dibuat dari daging sapi segar dan bahan tambahan lain yang digunakan kurang dari 50%. Pengolahan bakso daging sapi juga dapat dikombinasikan dengan proses penyimpanan beku jika bakso tidak langsung dikonsumsi.
109
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso antara lain alat penggling daging atau blender, alat pengadon (food processor), panci perebus, kompor, baskom, pisau, talenan, dan plastic sealer. Untuk mengolah daging sapi segar menjadi bakso diperlukan bahan-bahan pendukung sebagai berikut tepung tapioka, es batu, garam sodium tripolyphosfat (STTP), merica bubuk, dan bawang putih. • • •
• • • • •
Proses pengolahan bakso daging sapi adalah sebagai berikut: Daging dicuci bersih dan dipotong-potong ukuran dadu. Giling potongan daging bersama-sama dengan es menggunakan alat pengiling daging atau blender. Campur gilingan daging dengan bahan. Daging sapi 1 kg dicampur dengan tepung tapioka 100-300 gram, merica bubuk ½ sendok makan, garam 1½ sendok makan (30 gram), bawang putih 2 siung yang telah dihaluskan, dan STPP 3 gram. Aduk adonan sampai tercampur rata dan kalis. Pengadukan adonan dapat dilakukan secara manual ataupun dengan alat pengadon (food processor). Diamkan adonan selama 10 menit. Masak air sampai mendidih, masukkan adonan bakso yang telah dicetak berbentuk bulat ke dalam air mendidih. Angkat butiran bakso jika sudah mengapung, dan tiriskan. Setelah dingin, bakso dapat dikemas dalam kemasan plastik dan disimpan dalam freezer sampai saat akan dikonsumsi.
Keracunan Makanan Yang Berasal Dari Daging Sapi Keracunan makanan adalah suatu kondisi sakit yang disebabkan oleh senyawa racun (toksin) yang dihasilkan oleh mikrobia patogenik yang tumbuh pada makanan yang dimakan. Toksin dapat diproduksi oleh bakteri dan jamur. Bakteri yang umum dapat menghasilkan senyawa toksin pada daging dan olahannya adalah spesies Salmonella. Tanda umum keracunan makanan yang mengandung Salmonella adalah pusing, muntah, dan diare. Tanda keracunan tersebut disebabkan karena iritasi dinding usus kecil oleh endotoksin yang dihasilkan oleh Salmonella. Bakteri Salmonella dapat berasal dari usus kecil dan jaringan daging ternak tanpa adanya tanda-tanda infeksi pada ternak sebelum ternak dipotong. Pada produk olahan daging, kontaminasi dapat terjadi selama pengolahan. Pemanasan daging pada suhu 60 oC selama 30 menit dapat menghancurkan sebagian besar Salmonella. Bakteri lain yang dapat mengkontaminasi produk olahan daging sapi adalah spesies Clostridium. Bakteri tersebut terutama ditemukan di tanah, air, ikan atau makanan yang berasal dari laut. Bakteri tersebut dapat mengkontaminasi produk olahan daging seperti korned dan makanan yang
110
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
dikemas vakum. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat menyerang sistem syaraf pusat. Tanda-tanda keracunan biasanya muncul 24-48 jam setelah mengkonsumsi makanan yang telah terinfeksi bakteri tersebut. Toksin bakteri Clostridium menjadi tidak aktif pada pemanasan suhu 85 oC selama 15 menit. Pemanasan pada suhu 100 oC selama 6 jam baru dapat menghancurkan spora bakteri species Clostridium.
Kesimpulan Tujuan utama pengolahan daging sapi adalah untuk memperpanjang masa simpan daging dan mempertahankan kualitas daging dalam bentuk produk olahan. Pengolahan daging sapi dengan teknik pengeringan dan pengasapan pada prinsipnya adalah untuk menurunkan kadar air dalam daging sehingga dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan. Seluruh tahapan pengolahan harus senantiasa memperhatikan aspek kualitas bahan baku, bahan penunjang, sanitasi peralatan pengolahan, ruangan, dan fasilitas kerja lain agar produk olahan yang dihasilkan aman, sehat, utuh, dan halal.
ANALISA EKONOMI USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG Harwi Kusnadi
Pendahuluan Setap usaha penggemukan ternak sapi potong bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Untuk itu sebelum memulai usaha perlu dilakukan perencanaan yang baik dan benar. Semua hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan perlu dilakukan pencatatan sehingga semua pengeluaran dan penerimaan selam usaha penggemukan dapat diketahui. Dengan demkian,
111
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
maka usaha penggemukan ini bisa diperkirakan keuntungan yang akan diperoleh. Agar bisa dihitung keuntungan dari awal, maka perlu dilakukan analisa keuntungan berdasarkan asumsi biaya produksi selama usaha penggemukan sapi potong. Asumsi biaya produksi antara lain: 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Harga pembelian sapi bakalan dan harga jual Rp.28.000,00/kg hidup. Harga hijauan Rp.100,00/kg dengan kebutuhan 15 kg/ekor/hari selama 90 hari. Harga konsentrat Rp.1.250,00/kg dengan kebutuhan 7,5 kg/ekor/hari selama 90 hari. Obat cacing satu kali dengan harga Rp15.000,00/ekor/periode penggemukan. Kandang yang diperlukan setiap ekor sapi kurang lebih 3,75 m2. Untuk 3 ekor menjadi 11,25 m2 dengan biaya 1 m2 Rp.300.000,00, maka biaya kandang Rp.3.375.000,00. Apabila pemakaian selama 5 tahun, maka satu periode mengalami penyusutan kurang lebih 5 % atau Rp.225.000,00. Alat-alat yang diperlukan seperti sabit, cangkul, sekop, ember dan lain-lain kurang lebih Rp.500.000,00 dengan masa pakai 2 tahun. Satu periode mengalami penyusutan kurang lebih 12,5 % atau Rp.62.500,00. Biaya tranportasi diperkirakan Rp.50.000,00 dan untuk mengantisipasi biaya tidak terduga Rp.50.000,00.
Analisis Keuntungan Usaha Penggemukan Sapi Potong a.
Biaya produksi 1.Bakalan sapi potong 150 kg x Rp28.000,00 x 3 ekor
Rp12.600.000,00
2.Pakan : - hijauan 15 kg x 90 hari x Rp100,00 x 3 ekor - konsentrat 7,5 kg x 90 hari x Rp1.250,00 x 3 ekor 3.Obat-obatan cacing @ Rp15.000,00 x 3 ekor 4.Penyusutan kandang 5% x Rp3.375.000,00 5.Penyusutan alat 12,5% X Rp500.000,00 6.Tenaga kerja 90 hari x Rp20.000,00 7.Tranportasi 8.Lain-lain
Rp 405.000,00 Rp2.531.250,00 Rp 45.000,00 Rp 168.750,00 Rp 62.500,00 Rp1.800.000,00 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
112
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS Jumlah biaya produksi
b.
Penerimaan 1.Penjualan sapi 222 kg X Rp 28.000,00 x 3 ekor 2.Kotoran sapi 7,5 kg x 90 hari x Rp 500,00 x 3 ekor Jumlah penerimaan
c.
Rp17.712.500,00
Rp 18.648.000,00 Rp 1.022.500,00 Rp 19.670.500,00
Penerimaan - Biaya produksi Rp 19.670.500,00 - Rp 17.712.500,00 = Rp1.958.000,00
Hasil ini menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi potong mendapat keuntungan sebesar Rp.1.958.000,00
Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong a.
BEP (Break Even Point) BEP harga produksi= Total biaya produksi = Rp.17.712.500,00 = 26.595/kg Hasil produksi 666 kg
Hasil ini menunjukkan bahwa titik impas tercapai jika harga jual sapi potong mencapai Rp 26.595/kg. b.
R/C (Return Cost Ratio) R/C = Total penerimaan = Rp 19.670.500,00 = 1,11 Total biaya Rp 17.712.500,00
Hasil ini menunjukkan bahwa setiap modal Rp 1,00 akan diperoleh Rp 1,11. Jadi, setiap modal Rp 1,00 didapat keuntungan Rp 0,11 dengan catatan kenaikan berat badan sapi potong 0,8 kg/hari. Dilihat dari keuntungan yang diperoleh terlihat sedikit karena semua komponen yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong dihitung. Jika tenaga kerja dilakukan sendiri atau dengan dibantu anggota keluarga, pakan hijauan didapat dari lahan sendiri dan konsentrat dapat memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia tanpa membeli, maka keuntungan akan meningkat. Dari usaha penggemukan sapi potong diperoleh keuntungan bisa lebih besar atau lebih kecil tergantung dari niat dan ketekunan peternak dalam mengelola usahanya. Jika peternak ingin menjadikan usaha penggemukan ternak sapi potong menjadi sumber pendapatan tetap misalnya bulanan, maka perlu direncanakan dengan baik. Contoh, usaha penggemukan sapi potong ini dilakukan selama 3 bulan, maka peternak minimal punya 4 kandang. Setiap bulan peternak bisa menjual sapi potong hasil penggemukan sekaligus membeli sapi bakalan yang akan digemukkan. Tiga kandang akan selalu terisi sapi yang digemukkan sedangkan 1 kandang lagi untuk diistirahatkan, dibersihkan dan didesinfektan untuk mengurangi serangan penyakit pada sapi. Dengan
113
Panduan Teknologi Mendukung Program PSDS
demikian peternak akan memperoleh pendapatan setiap bulan dari penjualan sapi ditambah dengan hasil penjualan kotoran yang dihasilkan. Pustaka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2001. Depatemen Pertanian, Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian.BPTP Jawa Tengah.
114